Ditangisipun tidak ada gunan ya
Kita harus dapat melihat kenyataan, bagaimanapun macam dan keadaannya
Aku harus cepat mengubur je nazah ibu Kui Eng sekarang juga
Mungkin pasukan itu akan dapat mengejar sampai di sini.
Malam itu juga Pangeran Cian Bu Ong menggali lubang, menggunakan sebatang pedang pendek, di dalam gua yang cukup besar itu, dibantu oleh Lan Ci
Malam telah hampir terganti pagi ketika pemakaman yang sederhana itu selesai
Pangeran Cian Bu Ong dan pute rinya,Cian Kui Eng bersembahyang di depan gundukan tanah itu tanpa hio
Juga Lan Ci mengajak pute ranya untuk memberi hormat
Kita harus cepat meninggalkan te mpat ini
Kalau sampai pasukan dapat mengejar, kita tentu akan mengalami banyak kesukaran,
kata pria itu
Kuharap engkau dan anakmu akan suka ikut dengan aku sehingga aku akan dapat meI indungi kalian.
Lan Ci memandang heran
Penolongnya adalah seorang yang sakti, dan baru saja kehilangan semua keluarganya, hanya tinggal pute rinya yang masih selamat
Bagaimana sekarang penolongnya itu akan mengajak ia dan Thian Ki
Mengajak kemana
Tentu saja ia ingin pulang saja ke dusunnya, yaitu di Mo-kim-cung, akan tetapi ia harus menengok dulu keadaan He k-houw-pang yang telah diserbu penjahat-penjahat lihai itu
Thai-hiap, saya harus melihat dulu apa yang te rjadi di dusun Ta-bun-cung, bagaimana dengan keadaan keluarga suamiku di He k-houw-pang,
katanya, merasa tidak enak kalau harus menolak begitu saja ajakan pendekar sakti yang berniat baik itu
Pangeran Cian Bu Ong kembali menarik napas panjang
Hem, perjalanan ke dusun itu mengandung banyak bahaya berte mu dengan pasukan pemerintah
Mari kuantar sampai luar dusun itu
Aku mengenal jalan yang aman, dan aku menanti di luar dusun.
Lan Ci mengangguk dan merekapun berangkat
Thian Ki menggandeng tangan Kui Eng
Dia merasa kasihan kepada anak perempuan itu, dan agaknya anak itupun suka kepadanya
Cian Bu Ong berjalan di depan sebagai penunjuk jalan
Di belakangnya kedua anak itu berjalan bergandeng tangan dan Lan Ci berjalan di belakang melindungi mereka
Pria tinggi besar itu mengambil jalan melalui hutan dan lereng yang sunyi dan akhirnya, setelah matahari naik tinggi tibalah mereka di dusun Ta-bun-cung
Suasana di dusun itu sunyi, tak nampak seorangpun berada di luar dusun
Kami menanti di sini,
kata Cian Bu Ong
Mas uklah ke dusun dan setelah selesai urusanmu, harap suka kembali ke sini untuk mengambil keputusan.
Lan Ci memandang ragu
Dianggapnya bahwa urusan antara mereka sudah selesai, dan ia akan mengambil jalan sendiri
Akan te tapi ia merasa tidak enak
Pria ini baru saja kehilangan seluruh keluarganya, maka kalau mereka harus saling berpisahpun sepatutnya kalau dalam keadaan yang baik
la akan kembali menemuinya untuk berpamit kalau saatnya berpisah sudah tiba
Yang penting, ia harus menengok bagaimana keadaan suaminya dan keluarga He k-houw-pang
la lalu mengangguk, kemudian menggandeng tangan pute ranya dan diajaknya anak itu berlari memasuki dusun
Dusun Ta-bun-cung itu kini sunyi bukan main, seperti mati
Akan tetapi ketika ada beberapa orang kebetulan keluar dan melihat Lan Ci, mereka berlari-larian menghampiri dan beberapa orang wanita yang mengenal Lan Ci sebagai isteri Coa Siang Lee, sudah menangis dengan sedih
Lan Ci tidak mempedulikan mereka dan langsung ia lari menuju ke rumah keluarga Coa
Ternyata pintu gerbang rumah besar itu te rtutup dan papan nama besar yang biasanya te rgantung di depan pintu, bertuliskan Hek-houw-pang, juga tidak ada lagi
Sepi sekali di situ
Lan Ci mengetuk pintu
Daun pintu terbuka dari dalam dan seorang laki-laki tua, berusia limapuluhan tahun yang dahulu menjadi pelayan keluarga Coa, memandang dengan mata te rbelalak
-ooo0dw0ooo-
Jilid 04
Coa hujin (Nyonya Coa)......! Dan engkau kongcu (tuan muda)! Ah, kalian masih selamat
Syukur kepada Thian kalian masih selamat...
dan orang itupun mengusap air matanya yang mengalir turun
Paman, kenapa rumah ini sekarang kosong
Ceritakan semua akibat dari penyerbuan para penjahat itu! Cepat ceritakan!
Lan Ci tidak sabar lagi
Rumah itu nampak kosong dan sepi, bahkan perabot-perabot rumahpun banyak yang hilang
Baru beberapa hari saja ia tinggal di situ dan sekarang semua telah berubah
Hujin......suamimu telah.....gugur...
Aku sudah tahu
Ceritakan siapa lagi yang gugur dan bagaimana akhirnya dengan serbuan para penjahat itu?
Tigapuluh le bih anggota He k-houw-pang te was, te rmasuk.....kongcu Coa Siang Lee dan juga pangcu (ketua) Kam Seng Hin
Juga lo-cian-pwe Coa Song.....
Alh! Kong-kong juga....?
Lan Ci berseru kaget karena ia tidak melihat kakek itu ikut berkelahi melawan penjahat
Lo-cianpwe meninggal dunia karena duka.
Ah, dimana isteri pangcu dan puteranya?
Sungguh menyedihkan sekali, hujin
Isteri pangcu dilarikan penjahat...!
Dan bagaimana dengan Cin Cin?
Thian Ki yang sejak tadi mendengarkan dengan sedih, bertanya
Di mana Cin Cin?
Sebelum meninggal dunia, lo-cianpwe Coa Song memesan agar anak itu diajak ke dusun Hong-san, diserahkan kepada Huang-ho Sin liong Si Han Beng untuk dididik
Sekarang te lah berangkat dua hari yang lalu
Dan lo-cian-pwe Coa Song juga membubarkan Hek-houw-pang
Semua murid telah meninggalkan dusun ini karena takut kalau-kalau para penjahat yang lihai itu datang kembali
Perabot rumah ini banyak dijual untuk biaya pemakaman dan semua harta sesuai dengan pesan lo-cian-pwe Coa Song, telah dibagi-bagi di antara para anggota.
Ahhhh.....!
Lan Ci merasa jantungnya seperti ditusuk
Perih sekali rasanya dan sungguh aneh, ia te ringat pada pendekar tinggi besar yang te lah menolongnya dan baru sekarang ia te ringat bahwa ia belum mengenal penolongnya itu! Betapa sama benar penderitaan antara ia dan penolongnya itu
Penolongnya kehilangan isteri dan keluarganya, hanya tinggal hidup berdua dengan pute rinya, sedangkan ia juga kehilangan suami dan keluarga suaminya, dan iapun hidup berdua dengan Thian Ki
Thian Ki......!
Ia merangkul putranya, dan ia te ringat akan keadaan puteranya
Susah payah ia dan mendiang suaminya mendidik Thian Ki menjadi seorang anak yang tidak mengenal ilmu silat, tidak mengenal kekerasan
Akan te tapi te rnyata putera mereka itu menjadi Tok-tong, dan biarpun tidak disengaja, puteranya itu telah membunuh tiga orang jagoan lihai dengan tubuhnya yang beracun!
I bu, kenapa te rjadi hal ini
Kenapa ayah dan para anggota He k-houw-pang dibunuhi orang
Siapa pembunuh ayah
Dia jahat sekali dan sepatutnya dia dihukum!
Mendengar ucapan ini, Lan Ci mencium pipi pute ranya tanpa menjawab, bahkan ia menoleh kepada pelayan itu
Paman, di mana suamiku dimakamkan
Juga di mana kong-kong dimakamkan?
Me reka semua dimakamkan di tanah kuburan luar dusun ini, dan sudah diberi tanda papan nama di depan makam-makam yang banyak itu
Mudah untuk mencarinya
Mari kuantarkan...........
Tidak usah, paman
Katakan di sebelah mana tanah kuburan itu berada?
Pelayan itu menunjuk ke utara
Di sebelah utara dusun, dekat pintu gerbang utara.
Terima kasih, paman
Kami hendak bersembahyang di sana.
Lan Ci lalu bangkit dan bertanya lagi
Apakah pakaian kami di kamar sana itu masih ada paman?
Masih, nyonya
Kami tidak berani mengganggu dan semua masih lengkap.
Lan Ci memasuki kamar di rumah itu, kamar yang tadinya ia pakai dengan suaminya
Melihat pembaringan itu, kursi- kursi itu, air matanya bercucuran, rasanya suaminya masih berada di situ, rebah di pembaringan itu, duduk di kursi itu
Melihat ibunya menangis, Thian Ki yang baru berusia lima tahun itu agaknya mengerti dan dia mendekati ibunya, merangkul pinggang ibunya
I bu, ayah sudah tidak ada
Untuk apa ditangisi lagi?
Thian Ki.....!
Ibunya merangkul dan tangisnya semakin keras, akan tetapi tak lama kemudian ia mampu menekan perasaannya
Ia memilih pakaiannya lalu berganti pakaian, menggulung jubah milik penolongnya dan menjadikan satu dengan pakaiannya yang dibuntal kain kuning
Pakaian Thian Ki juga dibuntal menjadi buntalan lain untuk dibawa anak itu sendiri
Kemudian merekapun keluar dan menuju ke tanah kuburan
Dari pelayan itu, Lan Ci mendapatkan kelebihan sisa hio (dupa biting) untuk keperluan sembahyang
Tanah kuburan itu sunyi dan menyeramkan walaupun hari telah menjelang siang
Betapa tidak menyeramkan melihat tanah kuburan yang penuh dengan kuburan baru sebanyak itu
Biarpun Lan Ci seorang wanita yang gemblengan, bahkan ia pute ri seorang datuk sesat yang keras hati, namun sejak menjadi istri Siang Lee dan hidup sebagai petani yang te nang dan te nteram, perasaannya peka dan kini ia tidak dapat menahan air matanya yang te rus bercucuran
Melihat deretan makam yang amat banyak itu, hatinya terasa sedih bukan main
Akhirnya ia dapat menemukan makam suaminya yang mengapit makam kakek Coa Song, sedangkan di sebelah lain adalah makam Kam Seng Hin, ketua Hek-houw-pang
Melihat makam suaminya, Lan Ci membayangkan segala kebaikan suaminya dan kedua lututnya menjadi le mas
Ia menjatuhkan diri berlutut di depan makam itu, memeluk gundukan tanah sambil menangis menyedihkan sekali sampai sesenggukan
Katakata yang tidak je las keluar dari mulutnya, bercampur isak tangisnya
Thian Ki juga menjatuhkan diri berlutut di samping ibunya
Kadang dia menoleh memandang wajah ibunya yang ditutupi kedua tangan, lalu menoleh memandang gundukan tanah yang masih baru
Wajah ibunya yang basah air mata itu kini menjadi kotor terkena tanah, membuat wajah itu nampak menyedihkan sekali
Thian Ki mengerutkan alisnya dan tidak berani bicara
Dia dapat merasakan betapa sedihnya hati ibunya, dan dia merasa kasihan sekali kepada ibunya
Akan tetapi tetap saja dia berpendapat bahwa tidak ada gunanya menangisi kematian ayahnya
Ditangisi bagaimanapun ju ga, ayahnya tidak akan dapat bangun kembali
Setelah agak lama dia hanya membiarkan saja ibunya menangis dan berkeluh kesah, merintih-rintih dengan suara yang tidak jelas apa maknanya, akhirnya Thian Ki menyentuh le ngan ibunya
I bu, apakah lilin dan hio ini tidak dinyalakan dan dibakar?
Mendengar pertanyaan pute ranya itu, barulah Lan Ci sadar bahwa ia te rseret kedukaan dan iapun menoleh kepada pute ranya, menyusut air matanya dan mencoba untuk te rse nyum, senyum yang bahkan nampak amat mengharukan dan sedih
Kau nyalakan lilinnya dan pasang di depan makam ayahmu dan kakek buyutmu, Thian Ki
Ibu yang akan membakar hio-nya.
Ibu dan anak itu lalu bersembahyang di depan makam Coa Siang Lee dan makam kakek Coa Song, kemudian keduanya duduk di depan makam Coa Siang Lee sambil termenung
Hidup dikuasai pikiran dan suka-duka merupakan permainan pikiran
Jarang sekali pikiran dalam keadaan hening tidak te rpengaruh suka ataupun duka
Pikiran selalu mengejar kesukaan, menjauhi kedukaan
Namun, suka-duka merupakan dua permukaan dari mata uang yang sama, tak terpis ahkan
Dimana ada suka di sana pasti ada duka, seperti terang dan gelap, siang dan malam, merupakan pasangan yang membuat kehidupan pikiran menjadi lengkap
Pikiran seperti air samudra, tak pernah diam, selalu berubah
Oleh karena itu, tidak ada keadaan pikiran yang abadi
Sukapun hanya sementara, demikian pula duka, walaupun biasanya, duka le bih panjang usianya dibandingkan suka
Bahkan suka biasanya berekor duka, walaupun duka belum te ntu disambung suka
Apa yang hari ini mendatangkan kesukaan, besok sudah berubah mendatangkan kedukaan
Keadaannya tidaklah berubah
Keadaan apa adanya merupakan kenyataan yang tidak berubah
Yang berubah adalah keadaan pikiran kita sehingga karena dasar pemikirannya berubah, maka penilaiannya juga berubah-ubah