Chapter 3
MATAHARI mulai condong kebarat, Gokhiol menaiki kudanya dengan pesat berlari meneruskan perjalanan.
Rambutnya berterbangan ditiup angin bagaikan rambut singa. Tanpa mendapat kesukaran ia melewati daerah padang pasir, tapi ia tak dapat menemukan Ang-Liu-Cun yang terletak di-tengah2 padang pasir.
Karena hati sipemuda sedang kegirangan mengingat telah berjumpa dengan siorang tua tadi, maka ia lupa untuk mencari Hek Sia Mo-lie.
Pada petang harinya tibalah ia pada sebuah pangkalan.
Sebuah papan menunjukkan bahwa perjalanan ke Tunghong tinggal sepoluh lie lagi.
Tampak didepan pangkalan tertambat binatang onta dan kuda. Begitu melihat Gokhiol yang datang dari arah padang pasir, para tamu mau tak mau memperhatikannya dangan perasaan heran. Semua mata tertuju pada sipemuda.
Seorang saudagar menegur: "Saudara datang dari padang pasir" Apa saudara bertemtu dengan Wanita iblis ?" "Aku hanya bertemu dengan seorang gadis cantik, mana ada iblis segala" Kau sendirilah yang berpikir tidak waras" sahut Gokhiol dengan tersenyum.
Seorang pengawal Piauw yang sudah agak lanjut usianya menanya : "Anak muda, apakah kau pernah pergi kerumah keluarga Hay" Disitu pemandangannya indah permai.
Sayang sekali orang2 yang lewat disitu tak pernah diijinkan untuk bertamu." "Justru aku telah bermalam disana, bagaimana kau katakan bahwa dirumah keluarga Hay tak pernah menerima tamu?" jawab pemuda kita sambil tertawa.
Berapa orang yang mendengar apa yang diceritakan sipemuda, menjadi kagum sekali. Salah seorang diantara mereka bertanya pula : "Saudara kau sangat mujur. Keluarga Hay itu mermpunyai dua orang gadis. Satu diantaranya sangat cantik bagaikan dewi Kahyangan, sedangkan yang satunya lagi beroman jelek seperti pantat kuali. Beberapa tahun ini penghuni padang pasir telah mengungsi kelain tempat dan hanya tinggal keluarga Hay saja yang tidak takut akan Hek Sia Mo-lie. Mereka tetap tinggal disana. Tapi kedua gadis itupun sangat waspada, orang2 yang datang berkunjung hanya diperbolehkan mampir untuk mengambil air ditepi danau. Tapi apabila ada seseorang yang berani melewati pagar perkarangan, maka ocang itu akan diceburkan kedalam danau." Gokhiol mesem, teringat akan Tai-tai. la bermalam ditempat pangkalan itu dan dari tamu2 lainnya ia dapat tahu perihal orang2 Bu-lim yang muncul di Giok-bunkoan pada beberapa tahun berselang.
Pada keesokan harinya sipemuda melanjutkan perjalanannya ke Tung-hong.
Tung-hong adalah sebuah kota yang merupakan pusat dari kebudayaan agama Buddha. Sejak ahala Tong, Para bangsawan telah menganut agama tersebut. Mereka tak sedikit mengeluarkan harta bendanya dalam membangun goa2 untuk pemliharaan pautung2 pujaan nan suci.
Beberapa ratus tahun yang lalu diatas gunung Beng-see San telah dibangun ribuan goa2 yang dindingnya dihias deengan lukisan2 dan pahatan2 yang menunjukkan ajaran2 Budha dan jua dipahat patung2. Goa itu di namakan Cian Hud Tong atau Goa Seribu Arca.
Pada tiap pembuatan sebuah Goa, tidak jarang diundang para imam yang datang dari berbagai tempat untuk mengerjakan dekorasi. Dan diantara mereka tidak jarang pula ada yang memiliki kepandaian tinggi sekali. Maka oleh karena itu terdapat juga teori2 mengenai ilmu pedang dan silat didalam goa, sebagai benda penolak rokh jahat.
Gokhiol telah menerima peninggalan ayahnya, yaitu sebuah sepatu yang didalamnya tersimpan secarik kain yang penuh dengan tulisan darah. Tulisan darah itu merupakan tanda rahasia yang dibikin ayahnya didalam Goa Seribu Arca, pada waktu ia sedang mencari seorang puteri Negeri Kim.
Maksudnya membuat tanda2 rahasia itu, ialah untuk mempermudah usahanya dibelakang hari. Tapi tak disangka ia lebih dahulu terbunuh oleh musuhnya.
Gokhiol berkeras hati ingin mengetahui rahasia yang terkandung dalam tulisan ayahnya. Apa sang puteri benar2 masih hidup" Dengan hanya ber-kira2 saja, maka persoalan tersebut tak dapat dipecahkan, sehingga Gokhiol pergi sendiri ke Goa Seribu Arca.
Pemuda kita sampai dikaki gunung Beng-see San dimana terdapat beberapa kuil yang sudah tua dan rusak. Suasana sangat sunyi. Ternyata kuil itu hanya didiami oleh tiga orang hweesio. Didaerah padang pasir seringkali terjadi pembegalan, hingga tak mengherankan apabila mereka ketakutan dan bersembunyi melihat Gokhiol datang.
Gokhiol menambatkan kudanya lalu berjalan kebelakang kuil. Dari situ tampak samar2 diatas gunung Beng-see San goa2 yang mirip sarang laba2, membujur panjang hingga puluhan lie. Didepan dan dibelakang gunung, berjejer goa2 yang amat banyak jumlahnya. Diantaranya ada yang terletak diatas lereng2 yang curam dan sukar untuk didaki.
Ada juga yang dibuatkan tangga batu untuk memudahkan menaik keatas.
Pemuda kita mendaki sebuah tangga batu, sepanjang jalan ia melihat pada tebing terdapat angka2 yang tak berurutan. la menghitung seorang diri. Kemudian makin lama makin banyak jumlahnya yang tak beraturan.
Akhirnya ia sampai pada goa nomor sembilan, yang terletak pada puncak gunung. Disekitarnya masih terdapat beberapa goa yang mana diantaranya masih ada yang belum diberikan nomor2. Gokhiol mengeluarkan surat rahasia peninggalan ayahnya dan dibacanya : Delapan diatas goa ketigabelas, kekanan enam dan tiga dim dibawah lengan. Gokhiol membacanya berulang kali, akhirnya ia berkata seorang diri. "Baiklah, mula2 aku harus mencari goa nomor tigabelas." Ia mencari dengan susah payah. Goa yang nomor sepuluh terletak pada sebuah tebing yang curam, yang mempunyai tiga ruangan. Didalanmya kelihatan arca2, tetapi pemuda kita tak sempat untuk menikmatinya.
Kemudian ia berhasil menemukan goa nomor sebelas dan duabelas.
Kini dihadapannya menghadang sebuah batu besar, ia mendapatkan jalan buntu. Setelah mengasah otaknya, timbullah suatu pikiran bahwa tentunya mesti ada jalan untuk melewati batu itu. Pemuda kita men-cari2 dan benar saja tak lama kemudian ia menemui sebuah lorong buatan tangan manusia. Dengan menyusuri lereng gunung, ia mendapat sebuah jalan kecil yang hanya muat untuk dilewati oleh seorang. Sejenak kemudian diketemukannya sebuah papan batu diatas nama samar2 kelihatan tulisan. Setelah diperhatikan lebih dekat, ternyata adalah sebuah ukiran huruf nomor tigabelas. Bukan main girangnya hati sipemuda! Dengan hati berdebar ia menyingkap rumpun2 belukar yang menghadang dan setelah berjalan beberapa tombak, mendadak dihadapannya terbentang tempat luas. Kiranya goa itu adalah goa alam! Dari goa muka terus menembus kebelakang, sinar matahari memancar masuk dari luar menyinari kedalam dengan terang benderang.
Lukisan yang terlihat pada dinding2 terdiri dari model pakaian wanita dari Ngo Tay (Liang, Tong, Cin, Han, Ciu) dan aturan upacara sembahyang agama Buddha.
Pemuda kita menyelidiki lebih lanjut, dikiri kanan berdiri ampat patung malaikat pintu. Setelah melalui sebuah tangga batu putih, barulah ia sampai pada goa terbesar.
Ketika mengawasi kesekelilingnya, tampak pada dindingnya duapuluh delapan macam patung sikap hwesio bersamadhi.
"Sekarang goa yang ketigabelas telah kuketemukan," pikirnya dalam hati, "tapi bagaimana selanjutnya dengan isi surat tadi?" la mengangkat kepalanya menatap dinding2 yang terukir dengan duapuluh delapan patung hwesio, tersusun atas tiga bagian, yang paling atas terdiri dari sepuluh patung, sedangkan susunan yang kedua dan ketiga masing2 terdiri dari sembilan buah.
"Delapan diatas," gumam sipemuda sendirian, "itu berarti patung kedelapan pada susunan yang paling atas." la memanjat kesusunan yang lebih tinggi dan tatkala diawasinya patung yang kedelapan, ternyata itu adalah .....
patung Pouw Tee Lee Han! Pemuda kita berpikir : "Perkataan selanjutnya berbunyi Fie Hee Sam Jun, tiga dim dibawah lengan, tentunya berarti tiga dim dibawah lengan patung ini. Tapi, Yu Cap Lak, kekanan enambelas, apa lagi artinya?" Dia yakin, ketika tujuhbelas tahun yang lampau ayahnya Tio Hoan, setelah mengadakan pemeriksaan selama dua hari, tentunya sudah mendapatkan sedikit rahasia. Ia harus memecahkan surat rahasia ayahnya itu! Gokhiol dengan tekun memusatkan pikirannya, lalu dicobanya mendorong patung itu sebanyak enambelas kali kekanan, akhirnya ia berjalan enambelas langkah kekanan.
Tapi usahanya sia2 belaka. la menjadi kehabisan akal, dengan termenung ia mengawasi patung dihadapannya.
Goa itu lebarnya sepuluh tombak lebih. Dinding2-nya terukir patung2 yang beraneka ragam. Terutama sekali pada patung yang kedelapan terdapat tidak sedikit lukisan2 orang. Diantaranya terdapat pula patung2 kecil terbuat dari tanah liat. Akhirnya ia mendapat suatu ilham : "Aha! Baiklah akan kucoba!" Kiranya Gokhiol dapat melihat pada dinding sebelah kanan patung yang kedelapan itu, patung2 kecil dari tanah dan ketika la menghitung sampai pada patung yang kesepuluh, patung itu adalah patung Buddha Bertangan Seribu. Pada punggungnya terdapat delapan buah lengan.
Demikianlah Gokhiol mendapatkan ilham : "Kekanan enambelas, tiga dim dibawah lengan, kata2 ini menunjukkan bahwa tiga dim dibawah lengan keenam, pada patung kesepuluh disebelah kanan!'.
Kini semakin jelas bahwa kata delapan diatas adalah merupakan kata2 penunjuk, artinya bila mendapatkan patung kedelapan pada susunan yang teratas, maka ia harus berkisar kesebelah kanan dan menghitung sampai Cian Jiu Hut, Patung Bertangan Seribu, yang tepat letaknya pada deretan kesepuluh.
Gokhiol merasa kagum terhadap ayahnya.
Kini ia berhadapan dengan Patung Bertangan Seribu, tapi baru saja ia ingin mencari tangan yang keenam atau tiba2 tersiraplah darahnya. Matanya tertuju pada dinding dimana ada tanda bekas telapak-tangan yang berwarna hijau! Terpesona Gokhiol mengawasi telapak tangan itu. Jari2 telapak tangan itu hanya ada empat! Telunjuknya tidak ada! Rupanya telapak-tangan itu adalah peninggalan musuh yang telah membunuh ayahnya.
Setelah menengok kian-kemari, barulah Gokhiol mulai menghitung lengan patung itu sampai keenam. Dengan telunjuknya ia menekan pada tiga dim dibawah lengan itu.
Mendadak lengan itu bergerak! Menyusul terdengar suara gemuruh dan sebuah dinding membuka lebar...
Ternyata dinding itu adalah sebuah pintu rahasia! Begitu pintu terpentang, tampak didalamnya sebuah lorong. Gokhiol menyalakan obornya dan masuk kedalamnya. Berjalan beberapa tumbak, sampailah ia pada sebuah kamar batu. Bau yang keluar dari hawa tanah sangat menyesakkan napas. Didalam kamar itu terdapat rak buku yang terisi dengan kitab2, lilin dan bahan bakar.
Gokhiol menyalakan lilin dan membuka kitab yang di tulis dengan tangan. Selain itu ia melihat sebuah peti yang diatasnya tertulis sebagai berikut : Didalam peti ini tersimpan obat mujarab penyalin rupa dan yowan untuk awet muda.
Hati sipemuda menjadi sangat gembira. ketika ia hendak membuka peti, api lilin tiba2 menyala lebih besar! Keadaan menjadi terang-benderang. Kini ia melihat sebuah ranjang yang tertutup kelambunya.
Pemuda kita berdebar-debar hatinya. Apakah ranjang itu ada orangnya " Berindap-indap dihampirnya ranjang tersebut dan ........ menyingkap kain kelambunya ! la terkejut! Kiranya kelambu itu menjadi debu ditangannya. Tahulah ia bahwa ranjang itu sudah lama tidak dipakai orang.
Gokhiol kembali menghampiri peti tadi. Perlahan-lahan dibukanya. Didalamnya terdapat beberapa kitab yang ditulis dengan tangan dan beberapa buah patung kecil serta barang2 ukiran dari batu Giok. Semua letaknya tidak beraturan. la merasa tentunya sudah ada orang lain yang terlebih dahulu memeriksanya ...
Gokhiol kembali keruangan dalam. Dilihatnya sebuah teko arak diatas meja. Setelah dilongoknya nyatalah teko itu sudah kering, tapi samar2 masih tercium bau arak. Dan diatas meja masih terdapat dua buah cawan terbuat dari batu Giok. Pasti kamar ini dulu ada penghuninya, pikir Gokhiol seorang diri.
Tiba2 matanya mengawasi suatu benda dibawah tempat tidur. Tatkala ia menjemputnya, ternyata benda itu adalah sebuah sepatu seorang wanita. Sepatu itu masih baru, karena sulamannya masih berwarna terang dan indah.
Diam2 sipemuda menjadi heran. Mungkinkah orang yang dulu tinggal disitu adalah seorang wanita" Dengan hati diliputi perasaan ingin tahu, sipemuda melanjutkan penyelidikannya. Kasur dan selimut yang terletak diatas tempat tidur itu, walau pun sudah agak koyak, tapi keadaannya masih bersih. Diatas kasur terdapat sepotong kulit kambing dan diatas bantal menggeletak beberapa helai rambut yang panjang. Itulah rambut wanita! Pemuda kita bersiul perlahan.
Rambut yang tertinggal diatas bantal itu diambilnya dan dibunghusnya dengan saputangannya. Pada saat itu juga tangannya menyentuh telunjuk tangan yang sudah kering yang tersimpan dalam sakunya. la teringat akan sesuatu.
"Telunjuk tangan inipun aneh," pikirnya : "coba aku akurkan dengan telunjuk dari bekas telapak-tangan hijau pada dinding luar !" Pemuda kita keluar pula untuk membandingkannya. la menahan napasnya. Ternyata telunjuk itu pas sekali! Jadi telunjuk itu adalah telunjuk dari telapak-tangan hijau tersebut.
Pikiran pemuda kita bekerja keras.
Mengapa ada tanda telapak-tangan pada dinding ini'" Lagipula ayahku kenapa bisa menyimpan telunjuk jarinya didalam sepatu dan menuliskan tanda2 rahasia dari goa ini " Mungkinkah ayah telah mengetahui rahasia yang tersembunyi disini" Hubungan apakah yang terjalin antara ayah dengan orang yang telah putus telunjuknya" Dilihat dari segi2 ini, mungkinkah dia adalah musuh yang telah membunuh ayah! Cuma masih ada lagi yang gelap. Siapakah wanita yang pernah tinggal digoa Tung-hong ini" Tentu wanita itu bukan sembarang orang! Sang Surya mulai condong kebarat. Goa mulai menjadi gelap. Gokhiol sibuk melanjutkan penyelidikannya dan mendapatkan sebuah botol batu Giok. Mulutnya sudah somplak Kemudian ia menemukan tutupannya.
Botol itu terukir dengan gambar bunga, samar2 masih tampak huruf2 yang tertera : Lo Hu Siantan atau Obat Pengawet Muda. Dibelakang botol itu ada tulisan yang berbunyi : Dibuat oleh Pok Cu Hong-cu pada tahun kedelapan, tarikh Eng Ho.
Gokhiol mengerutkan keningnya, ia tak dapat mengerti arti seluruhnya. Walaupun ibunya pernah mengajarinya bahasa Tionghoa sewaktu ia masih kecil, tapi huruf kuno ia belum memahaminya. Selain tulisan obat pengawet muda, lainnya ia tak tahu apa artinya.
Pemuda kita me!ihat bahwa isi botol itu sudah kosong, bekas diambil orang. Maka iapun menyimpan botol batu Giok itu kedalam sakunya. Setelah tidak ada lagi barang2 lainnya untuk diperiksa, iapun balikkan tubuhnya hendak berlalu dari goa itu.
Tiba2 saja api Iilin menjadi padam ! Terasa olehnya angin dingin meniup santer membuat bulu romanya berdiri.
Kemudian menyusul terdengar suara tertawa dari seorang perempuan yang bernada aneh meryeramkan.
Gokhiol terkejut! Sesosok tubuh manusia tahu2 berdiri depan pintu kamar. Ketika pemuda kita mengawasinya lebih tegas, tersiraplah darahnya.
Orang yang berdiri itu ternyata adalah seorang wanita berupa setan! Tubuhnya dibungkus oleh jubah hitam-gelap hingga kakinyapun tak dapat terlihat. Kepalanya dibungkus dengan sehelai selendang hitam, dan rambutnya terurai-urai ditiup angin yang menderu-deru suaranya. Mukanya pucat kebiru-biruan seperti tak berdarah, alisnya sangat tebal dan jidatnya agak menonjol. Mulutnya lebar dan bibirnya tebal jelek sekali.
Wajahnya menunjukkan perasaan tak berperi kemanusiaan. Wanita itu mengawasi pemuda kita dengan sikap bermusuhan, seolah-olah diliputi kegusaran.
Gokhiol tersentak napasnya. Seorang wanita berjubah hitam seperti setan tahu-tahu berdiri didepan pintu seraya menjerit dengan suara nyaring..........
Gokhiol berdebar hatinya; Dengan tidak disadarinya kakinya mundur kedalam ruangan belakang. Perempuan itu mengulurkan tangannya, setindak demi setindak ia mengikuti. Tangannya putih-halus, diyarinya yang lentik sangat tidak sepadan dengan mukanya yang tidak keruan macam.
Dengan tangan memegang pisau belati Gokhiol berkata gemetar suaranya. "Aku ... aku baru saja masuk disini!" Orang Monggol sangat percaya akan tahayul, mereka sangat takut akan setan dan roh jahat. Karena pemuda kitapun dibesarkan di istana Ho-lim, maka tak luput pula terpengaruh jiwanya. la menyangka perempuan yang berdiri dihadapannya itu berasal dari dunia akhirat, maka hatinya kebat-kebit ketakutan.
Tiba2 Perempuan itu tertawa nyaring. Bergema suaranya pada dinding dikeempat penjuru.
"Hai, pemuda! Siapa kau yang telah berani memasuki goa ini" Bagaimana kau dapat masuk kedalam" Dalam dunia ini hanya ada tiga orang saja yang mengetahui kunci rahasianya. Seorang telah mati, sekarang hanya dua orang.
Dan aku adalah satu diantaranya. Aaah, tentu kau si Iblis sendiri!" Berkata sampai disitu, mata wanita tersebut ber-sinar2 penuh kegusaran. Gokhiol merasa ada sesuatu yang aneh! Perempuan itu tatkala berbicara, bibirnya sedikitpun tak bergerak-gerak.
Melihat orang dapat bicara, tahulah Gokhiol bahwa yang berhadapan dengannya adalah bukan hantu, maka hatinya agak legah dan semangatnya mulai pulih kembali.
"Dia bukannya setan, sudah pasti manusia juga seperti aku. Ah, mungkinkah dia... Wanyen Hong! Sang puteri yang hilang tujuhbelas tahun yang lampau. Ah, tak bisa jadi! Wanyen Hong Kongcoe tak mungkin sejelek dia! Kalau begitu siapa perempuan ini?" Perempuan berjubah hitam melihat sipemuda berkemakkemik seorang diri, segera membentak dengan keras : "Iblis! kematianmu sudah tiba!" Kemudian tangannya mengibas! Pada saat yang menyusul angin dingin meniup, membuat tubuh Gokhiol kedinginan. Buru2 pemuda kita menjawab sambil menggeleng-geIengkan kepalanya : "Aku ....., aku tidak tahu siapa yang kau maksudkan dengan Iblis itu." Perempuan itu menggoyang-goyangkan tubuhnya, lalu berkata dengan suara nyaring.
"Goa Tung-hong ini, kecuali aku, hanya tinggal si Iblis yang mengetahui rahasianya. Pada tujuhbelas tahun berselang pada tiap2 dua bulan aku pasti datang sekali kesini. Hingga hari ini, baru satu kali kita bertemu. Kau dengan mengandalkan kepandaian menyamar muka, mengira dapat mengelabui mataku"! Percuma kau menyamar sebagai seorang pemuda." Pemuda kita menjadi pucat.
"Hari ini jangan kau harap bisa lolos dari tanganku lagi.
Hutang piutang selama tujuhbelas tahun, harus kita selesaikan sekarang juga! Binatang! Kenapa kau diam saja tak berani turun tangan" Malam ini antara kita berdua harus ada seorang yang mati menggeletak menjadi mayat!" Gokhiol semakin bingung. la tak tahu bagaimana harus membantah, hingga berdiri menjublak. Siperempuan aneh itu, demi melihat orang melongo, menggeram dengan galaknya. "Kau tak mau turun tangan" Baiklah, sama saja kau tak ingin hidup lebih lama lagi." Mendadak perempuan itu mencelat maju.
Pemuda kita cepat2 berseru : "Aku.... aku ... aku bukan orang yang kau maksudkan!" Dengan satu lompatan ringan pemuda kita mengegoskan tubuhnya kesamping menghindari tubrukan perempuan itu.
Gerakannya luar biasa cepatnya. Mendadak pisaunya menikam! Siapa nyana begitu pisau itu menyentuh tubuh siperempuan, bagaikan juga mengenai batu gunung dan tangannya terasa sangat Iinu. Dan menyusul itu tangannya sudah dicengkeram perempuan itu! Semacam hawa panas menyerang masuk hingga keuluhati pemuda kita yang ternyata keluar dari tangan lawannya. Pisau belati terlepas jatuh dari tangannya dan badannya menggigil. Peluh mengucur memhasahi mukanya. Tangan sebelah kiri siperempuan aneh menyentuh pipi Gokhiol yang lantas menjadi panas seperti disundut oleh api, ia menjerit kesakitan! Dan dalam sekejap mata saja tangan kanannya telah dicengkeram pula, hingga tak berdaya sama-sekali. Kelima jarinya diremas dengan keras, tak terhingga sakitnya hampir2 saja ia jatuh pingsan.
"Kau siapa" Kau bukannya si lblis!" seru perempuan itu terperanjat, lalu mendorong tubuh Gokhiol yang lantas ngusruk keatas pembaringan.
Pikiran Gocaiol terlintas sesuatu.
"Dia tentunya merasa bahwa kelima jari2ku masih utuh dan kini mengetahui bahwa aku bukan musuhnya yang sedang dicari." Perempuan aneh itu menatap dengan matanya yang bersinar2. "Walaupun kau bukannya Iblis itu, tapi malam ini kaupun takkan luput dari kematian! Berapa tahun ini aku sudah membunuh banyak sekali orang2 yang malang seperti kau. Tapi biarpun aku salah membunuh orang lain, tapi pada suatu hari aku pasti akan dapat membunuh lblis itu.
Hai siapa yang telah menyuruh kau masuk kemari" Kau ingin mencari kematianmu, jangan sesalkan aku!" Pemuda kita sadar bahwa orang hendak membunuh dirinya, tapi ketika ia hendak bangkit, kakinya sudah tidak bertenaga lagi. Dengan gelisah ia menarik napas.
"Dengan mudah saja aku mati terbunuh orang, maka sakit hati ayahku takkan terbalas untuk se-lama2nya!" Pada waktu yang sangat genting ini, sekonyong-konyong teringatlah ia akan surat warisan ayahnya. Diam2 diluar kesadarannya ia membuka baju luarnya dan ... kelihatanlah batu kumala merah yang tergantung didadanya. Begitu melihat batu kumala itu, siperempuan aneh menjadi terkejut! Walaupun roman mukanya tak menunjukkan suatu perobahan, tapi sepasang matanya ber-sinar2 mengawasi batu kumala merah itu, seolah-olah mengenalinya! "Kau"! ... kau sebenarnya siapa?" jeritnya dengan tiba2.
Badannya sudah maju kedepan dan bagaikan kilat menjambret batu kumala itu. Berbareng ia menyentuh bungkusan kain didalam saku Gokhiol, maka ia merogohnya keluar. Diambilnya keluar pula sepatu wanita sepatu bersulam dan juga botol batu Giok yang telah somplak mulutnya. "Apa perlunya kau menyimpan barang2 ini," tanya perempuan aneh itu dengan keheranan. Dibukanya bungkusan kain dan berteriaklah dia terperanjat melihat telunjuk tangan yang sudah kering.
"Sudah tujuhbelas tahun lamanya aku mencari telunjuk ini, tak tahunya ada ditanganmu." Diawasinya sipemuda dengan heran tak terkira.
"Melihat usiamu yang masih begini muda, barang ini pasti bukan kau sendiri yang mendapatkannya. Tapi siapa gerangan yang telah memberikannya kepadamu?" Gokhiol melihat perobahan orang, diam2 merasa bersyukur bahwa malam ini dirinya akan terluput juga dari bahaya maut. Selagi ia ingin memberikan penjelasan, pada saat itu juga angin berkesiur dari luar. Api lilin di dalam goa menjadi padam! Perempuan itu buru2 menarik pemuda kita kesamping dengan suatu gerakan kilat untuk bertiarap.
Secepat itu terdengar tembok dibelakang menerbitkan suara yang keras, yang disebabkan kena timpukan senjata rahasia.
"Celaka ! Si Iblis ikut datang kesini!" Bersamaan terdengar suara orang dari luar yang membargunkan bulu roma : "Hei, Hek Sia Mo-lie! Hari ini adalah hari ajalmu!" Suaranya terdengar seperti disamping telinga. Ternyata orang telah menggunakan ilmu mengirimkan suara dengan tenaga-dalam yang tinggi!
---oo0dw0oo---
DIDALAM goa gelap-gulita. Pemuda kita hanya dapat mempergunakan ilmu melihat didalam kegelapan yang masih belum sempurna dan samar2 ia hanya dapat melihat bayangan2 saja. Mendadak ada bayangan manusia berkelebat dihadapannya. Perempuan aneh yang disebut Hek Sia Mo-lie itu berkelebat pergi. Hati pemuda kita bercekad" Kalau begitu gadis yang dulu bertempur dengan Pato bukanlah Hek Sia Mo-lie! Rupanya lain sekali.
Apakah mungkin ada dua Hek Sia Mo-lie" Atau Wanita Iblis itu dapat berganti-ganti rupa" Diluar terdengar suara desiran angin menderu-deru, yang terkadang terseling jeritan manusia yang mendengking bagaikan hantu dimalam hari.
Dengan hati2 Gokhiol keluar dari dalam goa dan tampak diluar bintang2 bertaburan diatas langit yang bini. Suara desiran angin sayup terdengar makin menjauh. Dengan memberanikan diri pemuda kita mengikuti arah suara itu, yang terdengar dari sebuab lereng gunung. Setibanya dilereng gunung, ia meniarap untuk memandang kebawah.
Tampak dikaki gunung bayangan dua sosok tubuh yang sedang berdiri saling berhadapan. Kedua bayangan itu bergoyang-goyang, karena dihembus angin yang keras.
Gokhiol menjadi tercengang. Kiranya bayangan dua sosok tubuh itu adalah dua patung batu yang tadi berada didalam goa. Entah bagaimana sampai dapat keluar"! Ketika melihat dengan lebih tegas, ternyata dibelakang patung2 tersebut berdiri dua orang yang bergantian mengirimkan pukulan2. Masing2 berusaha untuk dapat merobohkan patung yang digunakan sebagai perisai diantara mereka itu. Tapi setiap kali mereka memukul, maka kedua tenaga saling beradu dan menimbulkan suara ledakan keras diudara.
Pemuda kita melihat lebih lanjut bahwa orang yang bersembunyi dibelakang patung sebelah kiri berpakaian hitam. Itulah Hek Sia Mo-lie! Sedangkan musuhnya berperawakan tinggi-besar, juga berpakaian hitam, tapi mukanya tak kelihatan dengan jelas.
Kedua patung itu bagaikan sedang me-nari2, suara pukulan tenaga-daIam masih terus menderu. Dalam jarak sepuluh tombak debu dan pasir berterbangan bagaikan tersapu angin puyuh. Pertempuran itu luar biasa hebatnya! "Hei, lblis" Kali ini adalah untuk kelima kalinya kita saling bertemu, sedangkan tiap kali kau selalu berganti rupa.
Tapi biar bagaimanapun, kau tetap kukenali sebagai musuh-besarku!" Tak lama kemudian disusul dengan suara orang yang berdiri dibalik patung satunya lagi : "Hek Sia Mo-lie, kau jangan omong kosong! Berdiri dan duduk aku tidak merubah namaku, namaku Im Hian Hong Kie-su. Kau yang berhati kejam seringkali menyuruh siluman kecilmu untuk membunuhi orang2 dari Bu-lim.
Malam ini aku sengaja datang untuk mengadakan perhitungan denganmu. Bagaimana dapat kau sembarang berkata bahwa kita pernah saling bertemu sebanyak lima kali" Aku baru pertama kali ini melihat kau!" Kata2 itu disusul dengan pukulan yang bagaikan hendak merobohkan gunung. Patung didepan siperempuan aneh bergoyang pula bagaikan ingin jatuh.
Gokhiol mendengar orang menyebut dirinya Im Hian Hong Kie-su menjadi terkejut. Ketika mendengar suara orang itu, memang ternyata dialah sibaju hitam yang ia jumpai ditengah perjalanan.
"Mungkin Im Hian Hong Kie-su diam2 telah menguntit diriku. Malam ini, tatkala dilihatnya perempuan itu ingin membuat aku celaka, segera dia turun tangan untuk menolong." Pada saat itu Hek Sia Mo-lie meloncat bersama dengan patung didepannya, maju setombak kehadapan lawannya.
"Jika kau benar Im Hian Hong Kie-su, mengapa kau hanya berani sembunyi-sembunyi dan tidak berani bertemu dengan berhadapan muka dengan aku?" "Hek Sia Mo-lie, siapa yang takut padamu" Malam ini kalau aku tidak keburu datang, niscaya pemuda itu sudah menjadi kurban kejahatanmu!" Patung dimuka Im Hian Hong Kie-su ber-putar2, untuk maju menerjang. "Hek Sia Mo-lie, jagalah pukulanku!" Sekejap saja kedua patung itu berdempetan! Gokhiol kini dapat melihat orang yang berpakaian hitam itu memang adalah Im Hian Hong Kie-su. Begitu patung menyambar untuk membinasakan, pukulannya menyusul! Dengan tangkas Hek Sia Mo-lie berkelit kesamping.
Mendadak terdengar suara pukulan keras, seperti batu beradu dengan batu. Sebuah tanda telapak-tangan melesak pada patung Hek Sia Mo-lie! Wanita Iblis bersiul dengan nyaring, dan menyusul patungnya meluncur diudara menubruk Im Hian Hong Kie Su! Dalam sekejap mata saja terdengar pula suara menggelegar yang disusul dengan debu dan batu berpercikan, kiranya kedua buah patung telah saling beradu dan hancur-lebur . . .
Hek Sia Mo-lie dan Im Hian Hong Kie-Su bertempur mati-matian! Mereka bertempur dengan mempergunakan patung sebagai perisai ........
Bulan yang masih berbentuk seperti sisir memberi pemandangan yang remang2 dari kedua orang yang telah kehilangan perisainya, dan kini berhadapan muka dengan muka! Ketegangan menggantung berat diudara malam.
Jarak antara mereka tidak lebib dari lima kaki! Perlahan-lahan Hek Sia Mo-lie menghunus pedang ditangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menggenggam sepotong batu dari lengan patungnya yang telah hancur.
Sambil menuding dengan pedangnya ia berseru : "Iblis! Kau bukannya Im Hian Hong Kie-su! Tujuhbelas tahun yang lampau kau telah mencuri Lo Hu Siantan dan dengan menyamar sebagai Tio Hoan kau telah membuat aku celaka. Kali ini kau kembali pula dengan maksud apa ?" Orang yang mengaku dirinya Im Hian Hong Kie-su kelihatan terkejut mendengar keterangan itu, ia terkejut dan mundur beberapa langkah.
"Hek Sia Mo-lie, kau ngaco! Tujuhbelas tahun yang lampau aku masih bertapa di Puncak gunung Maut.
Bagaimana aku bisa mencuri Lo Hu Siantanmu?" ujarnya gusar.
Perempuan itu tertawa dingin, "iblis Keparat" Dihadapan aku jangan kau berpungkir! Telunjuk salah-satu lenganmu sudah putus. itu buktinya." Im Hian Hong Kie-su mengulurkan kedua belah tangannya dan membentangkan lebar2 "Ha-ha-ha! Kaulihat sendiri, sepuluh jariku masih lengkap semuanya! Hek Sia Mo-lie jangan kau sembarang menuduh!" Gokhiol yang tengah tiarap diatas lereng gunung menjadi, berdebar-debar hatinya. Dibawah sinar rembulan ia melihat benar saja jari2 orang itu masih lengkap seluruhnya, satupun tak ada yang kurang.
Perempuan aneh itu menjerit bahna gusarnya : "Meskipun kelihatannya kesepuluh jari tanganmu masih lengkap, tapi telunjukmu adalah palsu! Kau terang adalah orang yang telah menyamar sebagai Tio Hoan dahulu, Iblis keparat, kaulah yang telah mencemarkan kehormatanku! Siapakah kau sebenarnya" Hari ini adalah kesempatanku yang terbaik untuk membalas sakit hatiku yang terpendam lama." Hek Sia Mo-lie tidak menunggu lagi, tiba2 ia meloncat dan menyerang dengan pedangnya.
"Jangan harap kali ini kau bisa lari! Iblis keparat! Aku akan susul kau sampai keujung langitpun!" Kiranya pada waktu itu, orang yang menyebut dirinya Im Hian Hong Kie-su telah berlari menyingkir untuk meninggalkan tempat itu. Gokhiol terperanjat. Matanya dengan tegang menatap kebawah. Tak lama kemudian dua sosok tubuh manusia membubung tinggi keatas, seperti burung layang2. Pedang siperempuan menyambar dengan hebatnya, menikam bertubi-tubi. Api lelatu berpercikan, lawannya sibuk menangkis dengan pedangnya yang terbikin dari baja lemas.
Kedua pihak sama2 tinggi kepandaiannya, hingga udara terhias dengan sinar putih yang berkilauan.
Dengan berhati-hati Gokhiol turun kebawah untuk menyaksikan lebih dekat. Kedua pedang masih saling beradu dengan sengitnya dan gerakan mereka yang bertempur sangat cepat dan dahsyat.
Gokhiol dibesarkan dilingkungan kehidupan2 ksatrya Monggol, tak jarang ia meiihat pertempuran namun kini dengan matanya sendiri ia baru menyaksikan pertarungan yang demikian serunya. Hatinya berkebat-kebit ......
Mereka telah bertempur seratus jurus, sekonyongkonyong Hek Sia Mo-lie melompat keatas dan memperdengarkan siulan yang melengking memecahkan kesunyian pegunungan, suaranya seperti jeritan iblis.
Disamping itu pedangnya berputar-putar, dan mendadak pedangnya mengeluarkan segumpal asap putih serta menerbitkan suara yang aneh, aneh sekali.
Im Hian Hong Kie-su dengan tidak kurang sebatnya memutar pedangnya yang mengeluarkan cahaya putih berkilauan. Tapi dengan lantas saja Hek Sia Mo-lie merobah permainan pedangnya. Begitu perobahan terjadi, pedang lawannya dikurung oleh asap putih! Asap itu membakar pedang baja lembek sampai ... meleleh bagaikan lilin kena api! Tak lama kemudian hanya ketinggalan gagangnya saja.
Tiba2 badan Hek Sia Mo-lie bergoyang-goyang, ia mengirimkan tiga kali tikaman mautnya, yang menusuk berturut-turut sepert kilat.
Gokhiol diam2 merasa kuatir terhadap nasib yang akan menimpah Im Hian Hong Kie-su.
Tapi dengan tak terduga, Im Hian Hong Kie-su dengan mempergunakan tipu Cui-tauw Kui-lo atau Dalam Keadaan Mabuk Menaiki Keledai, mencelat mundur! Gerakannya cepat mengagumkan. Kemudian ia menggosok-gosok kedua telapak-tangannya dan mendadak keluarlah sinar kehijauan yang berkeredepan bagaikan ribuan kunang2 berterbangan dimalam hari.
"Hek Sia Mo-lie, kau akan binasa!" teriak Im Hian Hong Kie-su dan menghantam dengan telapak-tangannya! Mata Gokhiol menjadi silau.
Saat itu juga Hek Sia Mo-lie mundur kebelakang sambil menutupi mukanya, dengan lengan bajunya yang panjang.
"Lok-Mo-Ciang" Telapak Tangan Maut Hijau! Dulu telah kupapas buntung telunjuk jarimu. Oh, kiranya benar juga kau jahanam yang kucari-cari!" Im Man Hong Kie-su menggosok2 pula telapak tangannya sambil maju menyerang.
Rupanya muta Hek Sia Mo-lie kesilauan, badannya mulai bergemetar dan gerakan pedangnya mulai kacau balau. "Hek Sia Mo-lie, kini kau boleh rasakan Lok-MoCiangku! Ha-ha-ha! Jiwamu tinggal seujung rambut. Ha-ha-ha! Tubuhmu akan terbakar hangus ..." Pada ketika itu Hek Sia Mo-lie berdiri terpaku diatas tanah..... badannya telah diselubungi oleh sinar hijau.
Setindak demi setindak, Im Hian Hong Kie-su mendekati siperempuan aneh. Sinar ditangannya semakin hijau menyeramkan, menyoroti muka lawannya yang menjadi pucat-pias. Tiba2 Hek Sia Mo-lie merobek bajunya dan dari dadanya keluarlah cahaya putih. Itulah kaca tembaga yang ditengah-tengahnya terdapat sebutir mutiara sebesar biji lengkeng, terikat pada kalung. Mutiara itu menyinarkan cahayanya yang kuat sekali! Sungguh aneh! Cahaya putih itu terus saja membuyarkan sinar hijau! Sinar Lok-Mo-Ciang kalah! Im Hian Hong Kie-su menjerit bahna kagetnya, menyusul mana badannya mencelat keatas unutuk kemudian berlari kabur ! Sedang Gokhiol ke-heran2-an, tiba2 bayangan berkelebat dan Hek Sia Mo-lie menghilang dari pemandangan.
Kini suasana disekitarnya menjadi sunyi-senyap kembali.
Kejadian2 yang baru disaksikannya tadi bagaikan suatu impian saja.
Sang rembulan mulai condong kebarat, sipemuda berjalan turun kearah lembah. Setelah diawasinya, kedua patung tadi telah hancur berkeping-keping.
la berdiri bengong. "Kedatanganku kegoa Tung-hong adalah untuk mencari tahu jejak rahasia pembunuh ayahku. Tapi pada malam ini juga hampir saja jiwaku melayang ditangan Hek Sia Mo-lie, kalau tidak ada batu kumala merah yang bergantung didadaku. Pantas ibuku menyuruh Pato menyusul diriku dan memesan agar aku memakainya. Kiranya batu kumala merah ini mempunyai khasiat yang besar sekali!" Gokhiol beristirahat dikuil. Hwesio2 kini sudah tidak takut lagi, dan keluar untuk melayaninya.
---oo0dw0oo---
Keesokan paginya pemuda kita kembali kegoa ketigabelas! Tampak, puing batu berhamburan, dan tatkala ia hendak membuka pintu goa menurut cara rahasia, ia menemukan kegagalan. Setelah menyelidiki lebih lanjut, ternyata tanda telapak-tangan yang hijau diatas dinding kinipun telah hilang! Terhapus! Hati pemuda kita berdebar-debar.
"Tatkala aku ingin kemari, kakek Tiang Jun wanti2 memesan supaya setelah berhasil mengambil kembali pedang Ang-liong-kiam segera aku harus pulang untuk menemuinya," berpikir Gokhiol. "Kini pedangmu telah tersimpan dibawah batu oleh Im Hian Hong Kie-su.
Baiknya sekarang aku pulang dahulu untuk menemui kakek Tiang Jun dan menceritakan kejadian2 yang kualami ini." Maka pemuda kita menaik kudanya dan berangkat.
Tak berselang beberapa hari Gokhiol tiba kembali dilembah Ban-Coa-Kok. Tatkala ia sampai didepan gubuk, dilihatnya pintu tidak tertutup. Didorongnya pintu itu dan menjeritlah ia bahna terperanjatnya. Tay-kam Tiang Jun menggeletak dilantai dengan tidak bernyawa lagi! Gokhiol segera menubruknya dan saking terharunya, ia tak dapat menahan dirinya lagi, ia menangis tersedu-sedu.
Dirangkulnya orangtua itu dengan perasaan sedih dan gusar bercampur satu. Kiranya pada belakang kepala orang tua yang malang itu terdapat suatu luka dari senjata rahasia Kiu-cu Liu-seng atau Roda bergerigi sembilan! la memukul-mukul dadanya dan berteriak mengguntur.
"Jahanam yang telah menurunkan tangan-jahat ini akan kucari sampai diakhirat! Aku Gokhiol, anak-angkat Jendral Tuli bersumpah!" Setelah mengadakan upacara penguburan sederhana, dan menginap satu malam, pemuda kita menaiki kudanya pula.
Wajah Gokhiol diliputi kesuraman, seperti awan gelap.
Tiang Jun sudah meninggal dunia, sedangkan ia sendiri telah lebih dari sebulan lamanya meninggalkan Ho-lim.
Tapi pembunuh ayahnya belum juga diketemukan. Kembali ia teringat kepada Im Hian Hong Kie-su yang pernah menyuruhnya untuk mencari Wan Hwi Sian.
"Sepak-terjang lm Hian Hong Kie-su ini sangat aneh gumamnya." la mengatakan bahwa gadis yang bertempur dengan adikku Pato adalah Hek Sia Mo-lie, tapi tadi ia menyebut perempuan aneh itu Hek Sia Mo-lie. Tapi ah, dia pernah berkata bahwa karena didunia ini banyak musuh2, maka ia tak mau membawa aku. Apabila ia mempunyai niatan jahat, pada hari itupun juga aku sudah binasa.
Malahan ia telah memberi petunjuk kepadaku untuk berguru dengan Wan Hwi Sian" Setelah berjalan beberapa hari, kembali Gokhiol sampai didaerah dataran rendah. Pemilik kedai suku Hui mengenali sipemuda, ia berlari untuk menuntun kudanya.
"Saudara, kau benar2 mujur. Sejak kau pergi kegoa Tung-hong, sampai sekarang ini sudah ada beberapa orang yang biasa. Tadi pagi ada pula seorang terhuyung-huyung datang kemari, katanya ia dapat bertemu dengan Ang-Lui Cun kemudian baru saja menyebut "bahaya wanita, bahaya wanita" atau dia mendadak mati!" Sipemilik kedai membasahi bibirnya sebentar, lalu meneruskan : "Coba kau lihat sendiri. Tuh, disana dimana orang2 sedang berdiri dibawah pohon." "Apakah yang kau maksud Hek Sia Mo-lie dari kota Hitam?" tanya Gokhiol dengan pura2 terkejut.
Yang ditanya menganggukkan kepalanya.
"Bukan! Kali ini yang muncul adalah seorang gadis muda cantik-jelita yang biasa dipanggil orang Wie Mo Yauw-lie ." Wie Mo Yauw-lie! Ah, terlalu banyak siluman perempuan disini, berkata Gokhiol dalam hatinya. Ia tak berkata pula dan berjalan menuju tempat kelompok orang2 yang sedang berdiri dibawah pohon. Tampak olehnya seorang laki2 berbadan tegap menggeletak diatas tanah, pada pinggangnya tergantung sebilah parang. Orang itu mengenakan seragam tentara See-Hek dan dia sudah menjadi mayat. Gokhiol mendesak masuk, diperiksanya tubuh mayat itu dengan seksama dan ... benar saja! Pada kepala orang itu menancap sebuah benda, dan benda itu tidak lain adalah sebuah Kiu-cu Liu-seng! Senjata rahasia yang telah merenggut pula jiwa Tiang Jun! Perasaan dingin menjalar disekujur tubuh Gokhiol, mengetahui ia berada pada jejak yang benar, untuk membalas kematian Tiang Jun.
Tanpa bercakap apa2 lagi pemuda kita menaiki kudanya dan mengambil jalan yang mengarah kepadang pasir! Orang yang menyaksikannya hanya berdiri melongo saja.
Kudanya berlari dengan pesat, bagaikan terbang diatas dataran yang gersang. Pada hari senja sampailah ia dirumah keluarga Hay. Tampak pada air danau yang jernih bayangan terballik dari pemandangan disekelilingnya dan asap mengepul dari selubung rumah.
Hati sipemuda teringat pula akan senyuman manis Hay Yan yang cantik-jelita itu. Entah sebab apa, hatinya memukul lebih keras jika ingat pada gadis itu, yang bersenyum seperti bidadari. Wajahnya senantiasa terbayang2 dan meresap kelubuk hatinya. Sepasang matanya yang bersinar bening, bibirnya yang merah delima mengiringi kerlingan yang menawan hati, pipinya yang samar2 tampak sujennya. Semua ini berkumpul dilamunan sipemuda.
Keadaan dikampung itu tetap sunyi dan tenang, tak ubahnya seperti dahulu ia datang. Angsa2 bermain diatas air dengan lincahnya. Beberapa pohon liu didepan pintu pagar melambai-lambai mengikuti siliran angin yang membisikkan keluhan asmara. Dahulu dari baIik pohon itulah muncul Hay Yan...... Dengan penuh harapan Gokhiol mengawasi ketempat tadi. Diam2 ia tertawa seorang diri, benar2 ia seperti orang gila basah saja.
Gokhiol menambatkan kudanya. Fiatu rumah terbuka dan seorang gadis keluar dari rumah sambil berseru dengan suara riang.
"Tio Kongcu! Apakah kau datang lagi untuk melihat aku?" Gokhiol mcnjadi kecewa, demi dilihatnya gadis yang keluar itu bukan lain dari ... Tai-tai! Pemuda kita tertawa.
"Tai-tai, kau cantik sekali nampaknya ini hari. Apa Siociamu ada dirumah?" Tai-tai yang bersolek medok dan rambutnya dikepang, bukan kepalang senangnya. la maju berjalan penuh gayar dan berkata.
"Tio Kongcu, setiap hari aku rmeng-hitung2 jariku.
Kongcu sudah berlalu selama satu bulan dan lima hari Tiap2 hari aku selalu me-nanti2kan kedatanganmu didepan pintu ini." Begitu melihat tingkah-laku Tai-tai yang tengik, Gokhiol sebetulnya ingin mencemplak kudanya saja. Tapi mengingat kedatangannya adalah untuk menemui nona Hay Yan, yang telah menarik hatinya, maka ia menahan sabar.
"Tai-tai yang manis. Tolong sampaikan kepada Siociamu bahwa aku ingin bertemu dengannya." Tai-tai melototkan matanya.
"Apa kau datang kemari bukannya untuk melihat aku?" Gokhiol tertawa. "Benar, aku datang kemari juga untuk berjumpa dengan kau, tapi aku juga perlu untuk bicara dengan siociamu.
Nanti aku akan kembali bercakap2 dengan kau Tai-tai." Tai-tai tertawa girang, matanya bersinar-sinar. "Kongcu, kau tunggu sebentar. Nanti kusampaikan dahulu." Tergesa-gesa Tai-tai berlari masuk kedalam rumah.
Selang beberapa saat, ia keluar lagi dengan air muka lesu.
"Tio Kongcu, kau tidak-beruntung. Siociaku tidak ada dirumah." "Tai-tai, janganlah kau justa," kata Gokhiol dengan mesem, "tadi kau katakan bahwa kau ingin beritahukan dahulu pada siociamu." "Hai, kenapa kau begitu melit2. Dengan jelas siociaku mengajari aku untuk mengatakan bahwa ia tidak ada dirumah dan supaya kau datang dilain waktu saja.
Bagaimana kau biIang aku berjusta?" jawab Tai-tai dengan gusar.
"Siociamu mengajari kau berkata ....." Tai-tai menyadari ketelepasan omongannya dan cepat2 memungkirinya. "Oh, tidak, tidak!" Gokhiol menjadi geli sekali, ia mengetahui bahwa sang majikan adalah gagu, bagaimana ia dapat mengajarinya untuk berkata demikian" lapun berkata pula : "Tai-tai, bukankah majikanmu tak dapat berbicara?" Tai-tai kembali kesandung batunya, maka ia menjadi malu dan demi menutupinya, iapun mendamprat dengan suara lantang. "Kalau majikanku tidak bisa bicara, kau mau apa lagi" Biar bagaimana juga siociaku tidak ada dirumah Habis perkara!" Selesai berkata gadis itu meleletkan lidahnya mengejek, lalu berjalan masuk dan menggebrakkan pintu.
Gokhiol mencelos hatinya. la tahu bahwa Hay yan dengan sengaja ingin mengelakkan dirinya, maka tiada guna lagi baginya untuk menunggu lebih lama. la menuntun kudanya kedanau untuk diberi minum. Mengingat hari sudah malam, Gokhiol berpikir mungkin didekat tempat itu masih ada penghuni rumah lain yang mau memberikannya naungan untuk bermalam.
Setelah melewati rumah sigadis, betul saja dibelakangnya terdapat beberapa rumah lainnya. Tapi setelah meminta kepada beberapa orang penghuni, ternyata semuanya pada menolak dengan alasan bahwa sudah peraturannya perkampungan keluarga Hay bahwa mereka tak boleh menerima tamu dari luar! Dengan perasaan masgul, Gokhiol meninggalkan perkampungan itu. Setelah berjalan satu lie lebih, tampak pada sebuah lereng tanah tinggi dua buah rumah tua.
Didepan pintu berdiri sebuah istal kuda dan didekatnya berdiri papan yang bertuliskan kata2 sebagai berikut : Dari sini kedusun Ang-Liu-Cun jaraknya duapuluh lie, diharap umum jangan melewatinya pada malam hari....
Kiranya tempat itu dahulu adalah sebuah tempat pangkalan, didalam rumah terdapat tempat pembaringan dari batu. Tapi rupanya sudah lama sekali tidak dipergunakan orang lagi. Gokhiol beristirahat ditempat itu sambil membuka bekalannya. Ia makan dengan perlahan, kemudian dibersihkannya pembaringan. la menggeliatkan tubuhnya lalu berbaring diatasnya.
Keadaan sunyi-senyap. Teringatlah Gokhiol akan sikap Hay Yan, dahulu ia telah menerima dengan ramah-tamah sekali, tapi kali ini mengapa sigadis menampiknya" Perbuatan itu tentunya mempunyai latar belakang. Tiba2 ia mengingat sesuatu! Daerah sekitarnya tempat beroperasinya Hek Sia Mo-Iie! Jika benar ia seringkali mencelakakan orang lain, mengapa orang2 perkampungan keluarga Hay itu bisa tinggal dengan aman" Karena pikirannya berputar terus, maka pemuda kita tak dapat memejamkan matanya.
Sang rembulan memancarkan sinarnya yang terangbenderang. Gokhiol bangkit dari tempat pembaringannya dan melangkah keluar untuk menghirup udara yang segar. la mengawasi pemandangan disekitarnya. Dihadapannya terbentang lebar padang pasir yang tiada batasnya.
Dikejauhan samar2 terlihat perkampungan keluarga Hay ... Pemuda kita berjalan mundar-mandir dan kembali matanya tertuju pada papan pengumuman. Tiba2 ia teringat akan cerita sipemilik kedai dari pangkalan, katanya didalam hutan Ang-Liu-Cun terdapat sebuah kota tua yang telah runtuh dan terpendam didalam tanah. Orang2 padang pasir menamakannya Kota Hitam. Menurut cerita Hek Sia Molie menyemburiikan diri disana hingga tidak seorangpun yang berani memasuki pohon Liu Merah itu. Kini dihadapannya terdapat sebuah papan yang memberitahukan letak Ang-Liu-Cun itu, hanya sejarak duapuluh lie. Dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh dalam waktu setengah jampun akan sampai ketempat tersebut.
Berpikir demikian, hati pemuda kita menjadi ber-debar2.
la bersalin pakaian malam yang berwarna putih abu2 dan membekal kantong senjata-rahasianya. Setelah itu pemuda kita melangkahkan kakinya.
Gokhiol mengenakan pakaian putih abu2, adalah untuk menyesuaikan keadaan dipadang pasir agar tak mudah dapat dilihat orang dari jarak jauh. Setelah berjalan sepuluh lie jauhnya, pemuda kita mempercepat larinya. Akhirnya sampailah ia ditempat tujuan.
Tampak pohon2 Lui Merah yang tumbuh berbaris amat indahnya. Tanah ditutupi oleh daun2 kering, sehingga sukar untuk membedakan letaknya jalanan. Setelah mencarinya dengan teliti, barulah Gokhiol bertemu dengan sebuah anak sungai yang ber-liku2. Dengan menyusuri pinggir sungai itu, ia berjalan.
Binatang rase ber-lari2an karena terkejut melihat orang.
Semakin kedalam hutan semakin sunyi, kadang2 terdengar suara anjing hutan melolong atau pekikan burung hantu.
Suasana menjadi sangat seram. Beberapa saat lamanya pemuda kita berjalan, maka muncul dihdapannya dibawah cahaya rembulan sebuah istana kuno. Kota Hitam! Istana yang telah runtuh itu, dibangun diatas tanah dataran yang tinggi. Pintunya terbuat dari batu terukir dengan gambar binatang aneka-ragam yang dikerjakan oleh tangan2 ahli pahat. Pintu dan jendela tak terhitung jumlahnya, hanya sayang sekali kini semuanya sudah menjadi rusak. Gokhiol naik dari sebuah batu dan melalui reruntuhan masuk kedalam halaman istana. Dengan dibantu terangnya sinar rembulan, ia peroleh pemandangan istana kuno itu. la berpikir tempat semacam ini mana mungkin ada penghuninya" Selagi pemuda kita bersangsi, tiba2 terdengar suara berkeresekan yang datangnya dari semak2 pohon Liu Merah. Sejak kecil Gokhiol telah diajari perbedaan antara suara binatang atau manusia. Mengetahui bahwa suara tersebut adalah berasal dari seorang manusia, maka lekas2 ia bersembunyi dibalik sebuah batu reruntuhan.
Tak lama kemudian tampak olehnya sesosok bayangan manusia berlari datang kearahnya, bergerak dengan kecepatan seekor burung elang. Orang itu menutupi mukanya dengan sehelai kain hitam dan hanya matanya saja yang kelihatan ber-nyala2, seperti mata harimau. Dia berhenti sejenak menyapu keadaan disekelilingnya. Lalu dia berlari menuju tempat dimana Gokhiol sedang bersembunyi! Hati Gokhiol berdebar-debar, sangkanya tentu itulah Hek Sia Mo-lie! Karena kuatirnya ia mundur ketempat yang lebih gelap. la tak periksa lagi dimana ia sedang bersembunyi. Tiba2 bayangan orang itu berkelebat dihadapannya, jarak antara mereka kini hanya beberapa tombak jauhnya.
Gokhiol melihat disampingnya ada sebuah jalanan kecil, iapun segera mengambil jalanan tersebut. Sepanjang jalanan kecil itu penuh dihalangi sarang laba2 dan baru saja ia berjalan beberapa langkah atau badannya membentur sebuah tembok. Tiba2 telinganya mendengar semacam suara yang aneh kedengarannya dan ... kakinya merosot kebawah! Celaka! pikir pemuda, tapi sejenak kemudian kakinya telah menginjak tanah pula. Kembali Gokhiol meraba-raba dan setelah melalui beberapa pintu, tibalah ia pada sebuah kamar yang terang-benderang.
Perlahan-lahan dibukanya pintu kamar, dan menyambarlah kedalam hidungnya bau harum yang semerbak. Dihadapannya masih terhalang kain kelambu yang menutupi kamar. Tatkala Gokhiol melongok kedalam, tersiraplah darahnya. Kiranya dalam kain kelambu itu terdapat sangkar besi yang besar bentuknya dan didalamnya kelihatan sebuah pembaringan.
Diatas pembaringan itu rebah seorang wanita yang nampaknya sedang tidur dengan nyenyaknya. Cahaya lampu yang kelip2 menerangi wajah wanita itu yang ternyata sangat cantik dan elok rupanya. Rambutnya terurai panjang, sedangkan matanya tertutup rapat. Alis yang menggaris diatas matanya melentik dengan indahnya, hitam bagaikan sepasang sisir surit. Tubuhnya diselubungi selimut yang tersulam dari benang emas. Dadanya naik-turun dengan lambat, menandakan orang sedang tidur dengan nyenyaknya. Gokhiol menjadi keheran-heranan melihat wanita cantik itu sedang tidur dalam sangkar. Dilihatnya usianya tidak lebih dari duapuluh lima tahun. Tampak lengan wanita itu terkulai keluar dari selimut dan sebuah gelang emas tertabur berlian yang berbentuk burung Hong terkalung dipergelangan tangannya. Yang membikin Gokhiol tercengang adalah bahwa wanita itu tidur terkurung dalam sebuah sangkar yang seluruhnya terbuat dari besi berwarna ke-hijau2-an. Setiap batangnya memancarkan cahaya hijau berkilauan, menandakan tak sembarang dapat didekati orang.
"Apakah wanita ini tertawan oleh Hek Sia Mo-lie disini ?" pikir Gokhiol seorang diri.
Diawasinya lagi sekitar kamar itu dan tampak olehnya beberapa pintu yang semuanya tertutup rapat.
"Raut muka wanita ini sangat agung, kurasa ia bukan sembarang orang. la tidur nyenyak sekali dan bukannya sudah mati. Lihatlah! Bulu matanya kadang2 bergerak-gerak." Selagi sipemuda terpesona seorang diri, tiba2 ia teringat hahwa Hek Sia Mo-lie sedang kembali ketempat ini.
Sungguh celaka bila ia diketemukan disitu! Baru saja Gokhiol ingin menyingkirkan diri, atau terdengar suara berkeresekan dari luar seperti orang datang.
Gokhiol menyelinap dibalik tirai dan pada detik yang menyusul seorang laki2 yang mengenakan topeng dan berjubah hitam sudah berdiri dihadapan sangkar besi.
Dengan sepasang mata yang menyorotkan kebengisan orang itu mengawasi wanita cantik yang sedang tidur dengan nyenyaknya. Orang itu tidak mengetahui bahwa didalam kamar itu ada pemuda kita yang sedang bersembunyi mengamatinya! Hati Gokhiol ber-debar2. la menahan napasnya sedapat mungkin, agar telinga orang itu tak dapat mendengar suara sedikitpun jua. Sedangkan badannya tak bergerak ...
Tiba2 tangan orang itu diulurkan untuk mernbuka jeruji besi. Tapi, baru saja hendak menyentuh jeruji, atau sekonyong-konyong saja orang bertopeng itu menarik tangannya kembali. Rupanya ia bersangsi dan merasa kuatir. Topeng kain yang menutupi mukanya ber-goyang2.
Beberapa lama diawasinya sangkar besi itu, lalu sekonyong-konyong kedua belah telapak tangannya digosokkannya satu sama lain.
Gokhiol, yang bersembunyi dibalik tirai, menyaksikan kejadian tersebut dengan jelasnya. Tanpa disadarinya keringat dingin mulai mengucur membasahi badannya.
Dilihatnya dari telapak tangan orang itu keluar sinar hijau yang menyilaukan, memancari muka wanita jelita yang tengah tidur dengan nyenyaknya! Walaupun jarak antara orang bertopeng itu dengan wanita tidak lebih satu tembak jauhnya, tapi mukanya terpancar seluruhnya oleh sinar hijau yang mengerikan itu.
"Lok-Mo-Ciang! Kalau begitu orang bertopeng ini adalah Im Hian Hong Kie-su!" berseru Gokhiol dalam hatinya.
Sesaat kemudian kedua telapak tangan Im Hian Hong Kie-su mencengkeram jeruji besi, ia menarik untuk mematahkannya. Tapi baru saja tangannya menyentuh jeruji, atau segera terdengar suara mendesis. Lelatu api berpercikan! Tubuh Im Hian Hong Kie-su bergemetar untuk kemudian terpelanting kebelakang. Namun setelah berjumpalitan ia berdiri kembali diatas kakinya pada jarak yang agak jauhan.
Huh! Bukan kepalang kagetnya orang itu, bercampur perasaan gusar yang tak terhingga.
Tengah pemuda kita asyik menyaksikannya dengan hati ber-debar2, Im Hian Hong Kie-su telah melompat kemuka pula! Kedua tanganya kini berputar! Dengan mata berapi-api ia mengulurkan tangannya pula kedalam sangkar besi, tapi kini dengan gerakan kilat ditangannya telah tergenggam sebuah pedang baja lemas.
Gokhiol yang menyaksikan pertempuran dari atas tebing, berdebar-debar hatinya ...
Bagaikan angin badai menderu, Im Hian Hong Kie-su mulai melancarkan serangannya. Tempat tidur wanita itu ber-goyang2 karena tiupan angin yang bukan main dahsyatnya. Namun wanita itu terus tidur bagaikan tidak merasakan sesuatu.
Pedang Im Hian Hong Kie-su menusuk tenggorokan sigadis! Gokhiol mencelat hatinya. Kejadian tersebut demikian cepatnya, tapi sebaliknya sedang pemuda kita masih terperanjat menyaksikan serangan kilat itu atau tahu2 dari pembaringan itu melesat suatu cahaya putih berkelebatan bagaikan halilintar! Im Hian Hong Kie-su berseru tertahan! Seketika itu juga pedangnya terlempar, sedangkan sebelah tangannya mengeluarkan asap putih. Ternyata sebagian tangannya terbakar oleh cahaya. Sambil berteriak dengan suara keras Im Hian Hong Kie-su melompat mundur. Kiranya cahaya itu keluar dari dada sigadis, ribuan berkas cahaya putih berkilauan menembusi selimut sutera.
Gokhiol, yang berdiri teraling tirai masih merasakan matanya pedih sekali. Cepat2 ia memejamkan matanya.
Cahaya putih itu terus menerus memancar keluar dengan dahsyat! Pemuda kita teringat kejadian yang telah lalu, peristiwa Hek Sia Mo-lie bertempur dengan Im Hian Hong Kie-su digoa Tung-hong. Waktu itu ia mendapat lihat bahwa cahaya yang keluar dari dada Hek Sia Mo-lie adalah dari sebuah cermin tembaga yang tengahnya tercantum sebutir mutiara berwarna terang.
"Wanita yang sedang tidur ini bukannya Wanita Iblis yang rupanya menyeramkan itu. Tapi mengapa iapun dapat mengeluarkan cahaya yang serupa itu?" Gokhiol menjadi bingung memikirkannya. Tak lama pula terdengar suara yang nyaring dari Im Hian Hong Kie-su.
"Hek Sia Mo-lie, malam ini tak dapat aku binasakan kau. Baiklah aku berikan kau hidup beberapa lama lagi!" Seraya berkata Im Hian Hong Kie-su meniup tangannya yang terbakar dan seketika juga tangannya telah sembuh kembali seperti biasa. Sambil mengibaskan lengan bajunya ia memukul dengan telapak-tangannya kearah pedangnya yang menggeletak dilantai. Bagaikan seekor ular yang menyusup kedalam liang pedang lemas itu mencelat kembali ketangan sipemilik! Melihat kepandaian yang demikian lihaynya, Gokhiol meleletkan lidahnya bahna kagumnya. Walaupun sudah tinggi kepandaiannya, Im Hian Hong Kie-su masih mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan Wan Hwi Totiang, kepandaiannya baru tiga persepuluh saja. Apabila ia kelak dapat diangkat menjadi murid Wan Hui To-tiang, bukankah kepandaiannya akan lebih hebat dari Im Hian Hong Kie-su " Demikian pemuda kita termenung sambil memandangi punggung orang.
Tiba2 terdengar suara gedebrukan dan begitu ia menoleh, dilihatnya pintu darimana ia masuk kini telah tertutup rapat! Seorang gadis berbaju putih tahu2 muncul sambil menggenggam pedang ditangannya.
"Iblis tuabangka! Jangan kau melarikan diri! Kau kira dengan menutup mukamu aku tidak dapat mengetahui siapa sebenarnya kau ini"!" Im Hian Hong Kie-su tampak terperanjat sekali, ia mundur setindak seraya melintangkan pedang lemasnya.
"Siluman kecil, jangan kurang-ajar. Tahukah kau siapa aku ini?" Muka gadis muda itu terdapat tutupan muka dari kain sutera, sehingga samar2 kelihatan rupanya yang masih muda-belia. la berusia kurang lebih limabelas tahun.
Perawakannya langsing sedangkan rambutnya diikal dua.
Mendengar suara yang tak asing lagi itu, Gokhiol berdiri terperanjat. Gadis itu bukan lain daripada gadis yang telah bertempur dengan Pato dilembah Ban-Coa Kok ! Tapi suaranya adalah suara ... Hay Yan! Semakin lama pemuda kita mengikulti peristiwa yang tengah dihadapinya, semakin ruwet pikirannya.
"Kau adalah musuhku! Apakah kau kira aku tak mengetahuinya?" demikian sigadis membuka suara pula penuh kegusaran.
"Apakah kau tidak tahu, meskipun aku adalah musuhmu, tapi akupun mempunyai nama!" jawab sibaju hitam seraya bersenyum nyindir.
"Hai, Iblis! Guruku telah mencarimu selama tujuhbelas tahun lamanya, tapi dengan mengandalkan ilmu mengubah rupa kau menyamar sebagai orang lain. Malam ini juga aku akan membuka rahasiamu! Awas! Terimalah tikaman pedangku!" sambil. membentak gadis itu menyerang dengan pedangnya, menikam sibaju hitam.
Bentrokan kedua pedang tersebut menimbulkan suara keras, bergema di tempat yang sunyi. Sambil memutar badan, Im Hian Hong Kie-su merubah serangannya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Dan dengan mengambil kesempatan yang baik, tatkala gadis itu menarik kembali pedangnya, dia mencengkeram lawannya bagaikan elang menyergap mangsanya! Sigadis tak kehilangan akal dan dengan cepat sekali ia merandek, sedangkan tangan kanannya mengayun se-olah2 ingin menangkis pukulan tangan lawannya. Tapi diluar dugaan orang, tiba2 dua buah jarum halus melesat keluar, berkilauan warnanya. Itulah jarum yang mengandung racun! Andaikata Im Hian Hong Kie-su tidak menarik kembali serangannya, serta melompat kebelakang beberapa tindak, niscaya senjata rahasia itu akan mencabut nyawanya. Untung ia bertindak cepat.
Kini kedua ahli silat itu saling berhadapan, saling menatap masing2 dengan sikap tegang.
"Siluman kecil, jagalah ! Aku ingin melihat rupamu yang sebenarnya. Aku ingin melihat apakah kau benar2 anakku sendiri!" Pada detik yang menyusui ia mengebaskan tangannya, dan terdengarlah suara desiran angin. Angin menampar muka sigadis dan tutupan kain sutera terbang melayang.
Gokhiol menahan napasnya.
Tampak wajah sigadis yang berbentuk biji semangka.
Sepasang matanya yang jeli menyorotkan sinar kegusaran yang tak terhingga, karena rahasia dirinya terbuka. Pipinya rnenjadi kemerah2an karena rasa malunya.
Gokhiol dapat melihat dengan jelas bahwa gadis itu bukan lain dari Hay Yan! Gadis yang menjadi lamunannya siang dan malam. la merasa kaget tercampur girang.
Pikirnya, betapa pandainya gadis itu dapat menyamar sebagai Wie Mo Yauw-lie. Tapi mengapa dulu Im Hian Hong Kie-su memanggilnya dengan nama Hek Sia Mo-lie" Gadis itu sudah tak dapat menahan pula amarahnya.
"Iblis! Kau sungguh tak tahu malu. Berani benar kau menghina aku !" "Benar tidak salah, kau memang adalah anakku!" jawab Im Hian Hong Kie-su seraya tertawa dengan panjang.
Begitu sibaju hitam tertawa atau pedang sigadis sudah menusuk dengan hebat sekali. Segera ditangkis oleh Im Hian Hong Kie-su untuk kemudian balas membuka serangan dengan pedang baja lemasnya.
"Siluman kecil, aku siorang tua tak akan membunuhmu.
Aku ingin membawa kau pergi dari sini untuk turut aku pulang. Kelak apabila aku sudah mati, maka rohku ada yang menjagakannya," ujar sibaju hitam seraya setindak demi setindak mendekati Hay Yan. "Letakkanlah pedangmu secara baik2. Jangan kau coba melawan aku, ayahmu sendiri!" Demikian sambil berkata, Im Hian Hong Kie-su mengusap2 pedang lemasnya yang seketika itu juga mengeluar sinar hijau. Kemudian ia melanjutkan dengan suara mengejek : "Pedang ini mengandung racun yang hebat sekali, sedikit tersentuh saja kau akan jatuh pingsan.
Namun janganlah takut. Aku hanya ingin membawamu saja meninggalkan tempat ini!" Dengan mengambil kesempatan orang sedang berbicara dan tak siaga, Hay Yan mencelat keatas pendopo. Sesaat kemudian tangannya telah mencekal pedang lain.
"Iblis! Malam ini aku akan mengambil jiwamu!" Menyusul mana pedangnya di-goyang2kan. Ketika itu Im Hian Hong Kie-su sedang menghampirinya, maka pedang Hay Yan menyapu muka lawannya dan kembali kedua pedang saling melekat. Sinar putih, dan lelatu api berpercikan, tercampur dengan segumpalan asap putih yang mengepul! Pada detik yang menyusul sinar hijau dari pedang sibaju hitam lenyap! Pedang sibaju hitam bagaikan bambu saja, terpapas hancur menjadi kepingan! Im Hian Hong Kie-su berteriak penuh kegusaran untuk melompat pergi seraya menbentak : "Anak keparat! Setahun lagi aku akan kembali!" Menyusul mana sibaju hitam melesat kepintu yang tertutup.
Hay Yan menuding dengan pedangnya dan sinar putih keluar dari ujung Sinarnya, menyambar kepunggung sibaju hitam. Seketika itu juga bajunya terbakar! Buru2 Im Hian Hong Kie-su merebahkan dirinya sambil ber-guling2 diatas tanah. Tapi tak urung yuga sebagian bajunya hangus kena api. Dengan perasaan malu dia berdiri pula sambil berseru : "Siluman kecil. Kepandaianmu hebat sekali! Kini kau jangan menyalahkan aku berlaku kejam!" Sejenak terdengar suara desiran dua kali dan tahu2 dari kegelapan menyambar senjata gelap. Hay Yan lekas2 putarkan pedangnya melindungi dirinya.
Trang! Senjata gelap tersampok jatuh keatas tanah, sedangkan yang satunya lagi menancap diatas tiang pendopo. Sesaat kemudian sibaju hitam berlari kearah pintu yang berbentuk bundar itu, yang tertutup rapat. Pintu roboh dengan suara menggelegar dan dia dapat menerobos keluar! Gokhiol merasa kagum sekali. Meskipun pintu terbuat dari besi, tapi sibaju hitam sanggup menghancurkannya. Itu hebat sekali! Demikian pula Hay Yan termanggu-manggu melihat kejadian tersebut. "Iblis itu benar2 lihay. Sebelum meninggalkan tempat ini ia telah menunjukkan kepandaiannya yang bernama ilmu Bouw Pek Kang atau ilmu Memecah Dinding. Kepandaian semacam itu jarang sekali terdapat dikolong langit ini," gumamnya sendirian. "Apabila aku tidak memiliki pedang Mo-hwee-kiam (Pedang Api Iblis) ini, niscaya aku tak mampu menandingi Lok-Mo-Ciangnya itu." la termenung sebentar, kemudian ia memeriksa ruangan pendopo.
"Sebelumnya suhu telah meramalkan, bahwa Iblis itu akan datang menyatroni. Malam ini aku telah lalai dan tidak menutup pintu kamar. Beruntung sekali bencana besar yang hendak menimpah tersingkir berkat pertolongan pedang Mo-hwee-kiam." Gadis itu menekan dinding dan tak lama terdengar suara bergerincingan.
Gokhiol yang tengah bersembunyi dan mendengar seara itu, menjadi kaget bukan kepalang. Kiranya ruangan pendopo itu dapat ber-putar2! Tatkala ia memperhatikannya lagi, ternyata keadaan ruangan mendadak berubah sama sekali. Dihadapan ruang pendopo kini berdiri sebuah tembok batu besar.
"Celaka!" Gokhiol berseru, "sekarang bagaimana aku dapat meloloskan diri?" Menyusul terdengar suara merdu yang nyaring.
"Penjahat kecil! Apa kau masih juga mau keluar dari persembunyianmu" Apa kau ingin sampai nona mudamu menurunkan tangan?" Berbareng Hay Yan mengayunkan tangannya kearah tirai yang lantas tersingkap terbuka! Gokhiol tak dapat rnenyembunyikan dirinya lagi. Sigadis muda itu menunjukkan paras yang muram, sedangkan sepasang matanya memandang dingin bagaikan es.
Pemuda kita melompat kedepan.
"Nona Hay Yan, maafkan atas perbuatanku yang lancang ini. Aku tak sengaja telah masuk ketempatmu yang terlarang," pemuda kita berhenti sebentar untuk menenangkan hatinya, "sebenarnya aku sama sekali tak mempunyai minat untuk mengintai atau mencari tahu rahasia orang lain." Dengan suara tawar keluar dari hidung, Hay Yan berkata ...... "Tadi waktu aku hendak mengambil pedangku diatas pendopo, aku telah melihat kau bersembunyi dibalik tirai.
Benar besar nyalimu! Apakah kau belum mengetahui Kota Hitam ini" Sejak dahulu kala, apabila ada orang luar yang berani masuk kedalamnya, janganlah mengharap bahwa ia akan dapat keluar lagi dengan hidup!" Sikap gadis itu dingin, lain sekali daripada waktu sipemuda pertama kali menjumpairnya diperkampungan Keluarga Hay. Kini mereka bagaikan dua orang yang saling tak mengenal, malahan bermusuhan! "Tidaklah salah apabila ada pepatah yang mengatakan : Hati wanita sukar diterka. Apakah kini aku harus berdiam saja untuk menerima kematian?" demikian sipemuda berpikir dalam hatinya, lalu ia berkata : "Siocia, kau adalah juga seorang manusia terdiri dari darah dan daging. Apakah dalam hatimu tidak mempunyai rasa peri-kemanusiaan sama sekali" Lagipula aku kemari bukan dengan merencanakannya terlebih dahulu. Dan jika pintu tertutup, aku juga tak nanti menyeruduk masuk kedalam kamar ini." Hay Yan tertawa dengan dingin.
"Adapun aku telah menjamu kau didesa Hay-Kee-Chun ialah se-mata2 untuk mengetahui apakah kau ada hubungannya dengan Iblis itu. Sebab dilembah Ban-Coa-Kok, mengapa kau telah ditolongnya?" Sigadis mengawasi Gokhiol dengan sorotan mata yang tajam. "Malam ini kau telah datang bersama-sama dengan dia, maka.. . aku harus bunuh kau!" "Omong kosong!" bentak Gokhiol dengan sengitnya, "apakah hubunganku dengan sibaju hitam itu?" Sambil mengangkat pedangnya per-lahan2 Hay Yan berkata pula dengan suara yang mengejek : "Aku tak perduli hubungan apakah yang ada antara kau dengan Iblis itu. Yang penting adalah bahwa kau telah masuk kemari dan itu berarti kau tak boleh dibiarkan hidup lebih lama lagi !" Gokhiol menjadi beringas saking gusarnya. Dengan gerakan kilat dicabutnya pisau belati yang tersisip dipinggangnya. "Baiklah! Bila kau ingin juga menyerang aku, biarlah aku beri kesempatan, agar kau mati tidak dengan penasaran," Hay Yan berseru. Gokhiol tak ragu-ragu pula, ia membuka serangannya.
Dengan sebelah telapak tangannya ia memukul dan dengan pedangnya pun menikam sigadis! Hay Yan menangkis! Pedangnya menempel pada pisau belati. Maksudnya ialah dengan menyalurkan tenaga dalamnya melalui pedangnya, ia ingin memapas kutung senjata Gokhiol. Tapi apamau Gokhiol dari permulaan mempunyai siasat yang lain. Pangkal pedangnya ia tekan kebawah, sedangkan tubuhnya maju kedepan. Cepat bagaikan kilat tangannya menyambar! Itulah suatu gaya istimewa dari ilmu gulat Monggolia.
Apabila orang tak ber-hati2, niscaya takkan luput dari tipu tersebut, yang diwariskan oleh Yalut Sang! Demikianlah pinggang sigadis yang langsing kena dipeluk oleh pemuda kita yang lantas mengangkatnya keatas. Kini sicantik tak berdaya lagi.
Tapi sckejap mata saja keadaan berubah! Pundak sipemuda mendadak dicengkeram oleh Hay Yan. Gelombang panas menyerang kedalam tubuh Gokhiol yang segera mengangkat tangannya ...... untuk menikam! Tapi tenaganya sudah lenyap! Hay Yan melepaskan dirinya dari pelukan Gokhiol, kemudian menyampok pisau belati yang lantas terpental diudara.
"Penjahat licik ! Hampir saja aku kena terpedaya oleh akal bulusmu." Hati Gokhiol memukul keras.
Hay Yan dengan mata berapi-api menudingkan pedangnya. Gokhiol tersenyum dan mengerlingkan matanya.
"Aku puas mati ditanganmu, manis," ujarnya menggoda.
Pedang sigadis menggores baju kulit yang dikenakan oleh pemuda kita, maka terlihatlah didalamnya ikat pinggang kulit ular. Sigadis melihat kancing ikat pinggang yang terbuat dari batu kumala berwarna merah, menjadi merasa heran. Pedangnya yang tinggal menikam saja pada tubuh sipemuda, terhenti ditengah udara.
"Hm! Kiranya kau ini adalah itu pemuda yang pernah diceritakan oleh guruku!" Mendengar ucapan tersebut, Gokhiol menjadi heran.
Siapakah guru gadis itu" "Kau ingin membunuh aku, bunuhlah segera. Mengapa harus ber-tanya2 lagi?" ujarnya menantang.
"Malam ini kau boleh merasa gembira bahwa nasibmu masih baik. Guruku telah, memesan kepadaku sebelum ia tidur untuk menangkap orang yang memiliki batu kumala merah, tapi tak boleh membunuhnya. Kau harus menanti sampai guruku bangun pula dari tidurnya untuk melihat tindakan apa yang akan dilakukan terhadapmu." Mendadak, mendadak saja Hay Yan menotok belakang kepala sipemuda. Gokhiol menjadi gelap pemandangannya, bagaikan orang mabuk setengah mabuk setengah tidak sadar, ia sempoyongan jatuh. Kemudian ia merasa tubuhnya digusur. . . Ketika pemuda kita siuman kembali, yang pertama dihendusnya adalah bau tanah lumpur. Matanya melihat dihadapannya sebuah perapian yang diatasnya tergantung sebuah ketel air. Sedangkan dipojok terdapat setumpukan arang dan sebuah tempayan penyimpan air. Sinar api menerangi seluruh ruangan kamar yang terbuat dari batu2 gunung. Setelah melihat lebih jelas, pemuda kita mendapatkan tempat itu bukanlah merupakan sebuah kamar, melainkan sebuah goa alam yang belasan tombak luasnya. Diatasnya terdiri dari dinding batu gunung yang tingginya kurang lebih lima atau enam tombak. Diatas terlihat sebuah lubang yang telah ditutup rapat.
Gokhiol mengamati sekeliling goa itu dan bulu romanya terbangun melihat disana-sini menggeletak tulang belulang manusia! "Ah, benar2 kali ini aku tak dapat lolos lagi dari kematian," demikian Gokhiol mengeluh seorang diri.
---oo0dw0oo---
Pangeran Pato, putera ketiga dari Jenderal Tuli berpisahan dengan Gokhiol, saudara angkatnya dilembah Ban Coa-Kok. Setelah dua hari kemudian tibalah ia di Holim dan diceritakannyalah pengalamannya yang aneh kepada ayahandanya Jendral Tuli.
Gokhiol disayangi sekali oleh Panglima bagaikan anak kandungnya sendiri. Kali ini, setelah mendengar cerita puteranya, walaupun pemuda kita melanggar perintah, Jenderal Tuli tak menjadi gusar. Bahkan setelah diketahuinya bahwa Gokhiol telah membaca surat wasiat ayahnya, Tio Hoan yang ditulis pada tujuhbelas tahun yang lampau dan kini sang putera berniat untuk menuntut balas, didalam hatinya memuji kebaktiannya Gokhiol.
"Pato! Lekaslah kau panggil suhumu Yalut Sang untuk datang kesini" ujar Tuli kepada puteranya.
Adapun Yalut Sang ini sebenarnya adalah seorang keturunan bangsawan dari negara Liauw. Setelah negaranya ditaklukan oleh bangsa Kim, barulah ia mengungsi kedaerah Mongolia. Dia termasuk ahli silat Tiang Pek Bu-pay yang kesohor namanya. Banyak hubungannya dengan tokoh2 Sungai-telaga ditanah dataran Tiong-goan dan pengalamannya luas sekali.
Oleh sebab itu Jendral Tuli telah mengundangnya dan dijadikan guru untuk mengajar putera2-nya.
Tak lama kemudian Yalut Sang telah tiba didalam tenda besar Jenderal Tuli, yang segera berbangkit untuk menyambut kehadirannya. "Apakah Goan-swee mengundang boan-seng kali ini berhubung persoalan Gokhiol ?" bertanya Yalut Sang setelah berlutut.
"Tepat sekali dugaanmu, Yalut Sang. Apakah sebelumnya Pato telah menceritakan kepada kau perihal keadaan Gokhiol?" kata Tuli dengan sungguh2.
"Boan-seng telah mendengarnya juga. Sibaju hitam yang telah bertemu dengan Gokhiol, boanseng kira ..." Yalut Sang berhenti sebentar, lalu melanjutkan "bukanlah Im Hiam Hong Kie-su." Melihat Tuli menjadi terperanjat, Yalut Sang meneruskan : "Baiklah boan-seng akan memberikan keterangan yang sejelasnya. Adapun watak Im Hiam Hong Kie-su ialah bahwa ia tak suka akan kelicikan. Yang jahat dilawannya Sedangkan yang lemah dilindunginya. Perkara2 besar menarik perhatiannya tapi perkara2 kecil tak suka ia campurtangan." Yalut Sang termenung, bagaikan sedang memusatkan pikirannya. "Pada duapuluh tahun yang lampau, didunia kang-ouw boan-seng pernah mengikat tali persahabatan dengannya.
Tapi semenjak diadakannya pertemuan untuk pemilihan pemimpin rimba persilatan dipuncak gunung Heng San, boan-seng tak pernah bertemu dengannya pula. Sebagaimana telah diketahui, pada pertemuan tersebut Im Hian Hong Kie-su telah berhasil menjatuhkan tujuh Ciangbun-jin perguruan silat yang terkenal. Sejak, itulah ia menyembunyikan diri dan hidup bertapa seorang diri di Puncak Gunung Maut. Oleh sebab itu sekalipun ia turun pula didunia kang-ouw, ia takkan mengangkat senjata pula untuk bertempur." Setelah mendengar cerita gurunya yang panjang lebar itu, Pato mengajukan pertanyaan.
"Suhu! Jadi menurut kau sibaju hitam itu bukanlah Im Hian Hong Kie-su?" Yalut tersenyum dan manggutkan kepalang.
"Benar, muridku. Menurut perkiraanku Im Hian Hong Kie-su itu adalah Im Hian Hong Kie-su palsu! "Yalut Sang" kata Tuli demi mendengar keterangan tersebut "kami sebenarnya hendak mengutus kau untuk pergi ke Giok-bun-koan untuk menyelidiki persoalan ini.
Karena pedang pusaka Gokhiol telah dirampas oleh orang yang berpakaian baju hitam itu, pasti dia telah mengejarnya untuk merebutnya kembali. Kami sangat kuatir sekali akan keselamatannya." Baru saya Yalut Sang mau menjawab, atau dari balik tirai muncul seorang wanita setengah tua. la berlutut dihadapan Tuli.
"Aku yang rendah mengucapkan banyak terima kasih atas kasih sayang Goan-swee, terhadap Gokhiol yang masih mada-belia itu. Memang sukar diduga bahaya apa yang sedang dihadapinya, sedang pembunuh ayahnya Tio Hoan yang belum diketahuinya itu, bukankah sembarang orang.
Jika goan-swee berniat mengutus Yalut Sang untuk melindungi Gokhiol, maka seumur hidup aku akan berhutang budi pada Goan-swee." Wanita itu bukan lain daripada Lok Giok, ibunda Gokhiol Sudah lama ia mendengar pembicaraan orang dari belakang tirai alingan. Tergesa-gesa Tuli memberikan tempat duduk disisinya.
"Nyonya Lok Giok, bila aku mengetahui bahwa Tio Hoan mempunyai surat wasiat untuk Gokhiol, tidak nanti aku membiarkannya untuk menentang bahaya seorang diri.
Baiklah sekarang kau tuturkan kepada kami tentang segala yang telah kau ketahui, agar mempermudah kepergian Yalut Sang untuk menyelidikinya." Dengan singkat Lok Giok menceritakan tentang kejadian2 yang telah lampau, dimana antara lain ia telah mengutus Tiang Jun untuk tinggal dilembah Ban-Coa-Kok.
Bila ingin mengetahui dimana adanya Gokhiol sekarang ini, maka sebaiknya carilah orang tua itu dahulu.
Yalut Sang mtndengar dengan penuh perhatian dan dingatnya dikepalanya. Setelah menerima doa-restu dari Jendral Tuli, maka Yalut Sang berganti pakaian perantau. Dengan menunggang seekor kuda ia meninggalkan kota Ho-lim seorang diri. Sang kuda berlari bagaikan terbang ...
Sepekan telah lewat! Yalut Sang tiba kembali dikotaraja.
Melihat wajah orang berlainan dari biasanya, segera Pato menegurnya : "Apakah suhu telah dapat ketahui dimana Gokhiol sekarang berada?" Yalut Sang meng-geleng2kan kepala dengan suram.
"Pato, kejadian ini makin lama makin hebat. Tiang Jun sudah mati terbunuh. Mari kita lekas melaporkan kepada Goan swee" Kiranya pada waktu Yalut Sang tiba dilembah Ban-Coa Kok, dilihatnya sebuah kuburan yang baru dilihat dibawah sebuah pohon. Diatasnya berdiri sebuah papan dengan tulisan dari tangan yang tak asing lagi, ialah tulisan Gokhiol. Selanjutnya guru silat itu masuk kedalam gubuk dan diketemukannyalah senjata rahasia Kiu-cu Lui-seng diatas meja. Rupanya senjata rahasia ditinggalkan oleh Gokhiol.
Yalu Sang menjadi pucat. "Kiu-cu Lui-seng Hui Piau semacam ini memang merupakan senjata rahasia yang dahulu kala sering digunakan oleh Im Hian Hong Kie-su. Apakah orang tua ini benar2 telah turun gunung dari Puncak Gunung Maut" " pikirnya dengan cemas. Demikian selama empat hari lamanya, Yalut Sang mundar-mandir sepanjang daerah Giok-bun-koan dengan harapan akan memperoleh petunjuk lainnya dalam menunaikan tugas penyelidikannya.
Pada hari berikutnya guru silat itu menemukan sebuah pangkalan. Ia berhenti dan melompat dari kudanya. Tiba2 hujan turun dengan lebatnya. Untunglah terdapat terdapat sebuah kedai, iapun segera masuk untuk berteduh sampai hujan berhenti. Dipesannya makanan dan minuman untuk menangsal perutnya.
Setelah hujan mulai berhenti dan Yalut Sang ingin meninggalkan itu atau tiba2 diambang pintu bertabrakan dengan seorang yang baru hendak masuk kedalam. Mereka bertubrukan dengan keras dan Yalut Sang pura2 terjengkang kebelakang. Tubuhnya terguling-guling ketengah ruangan kedai. Tengah ia terguling, matanya tak melewatkan ketika untuk melirik orang yang telah menubruknya itu. Tampaklah olehnya orang itu berjubah hitam, sedangkan dikepalanya terdapat topi bambu yang pinggirannya lebar. Orang itu menengok dengan gusar seraya mencaci : "Bedebah! Apakah kau buta?" Setelah memakil kalang-kabutan, orang itupun terus masuk kedaiam kedai. Sedangkan Yalut Sang dibangunkan oleh orang2 yang berada didekatnya. Diam2 guru silat itu menyingkirkan diri.
Kiranya tadi Yalut Sang pura2 jatuh untuk mengelabui mata orang, sukar sekali untuk melakukan tipu tersebut apabila tak memiliki kepandaian yang tinggi.
Dilihat oleh guru silat itu bahwa orang yang berjubah hitam itu mukanya sangat mirip dengan ...Im Hiam Hong Kie-su! Tapi meskipun demikian, setelah lewat duapuluh tahun lamanya mereka tak bertemu muka, matanya tak dapat dikelabui. Orang itu bukanlah Im Hian Hong Kie-su!
---oo0dw0oo---
Demikianlah Yalut Sang menceritakan kepada Jendral Tuli pengalamannya salama sepekan dan menyusul mana dikeluarkannya pula senjata Kin-cu Lui-seng.
Jendral Tuli memeriksanya dengan seksama.
"Yalut Sang, kau mengatakan bahwa senjata-gelap ini hanya dipergunakan oleh Im Hiam Hong Kie-su saja, tapi kini mengapa kau katakan bahwa orang berbaju hitam bukannya dia" Masakan ada orang yang sedemikian sama rupanya?" "Dengarlah penjelasanku, Goan-swee," sahut Yalut Sang, sebagaimana diketahui pada duapuluh tahun yang lampau aku bersahabat dengan Im Hian Hong Kie-su.
Mana boleh jadi bahwa waktu kami saling kebentur ia tidak mengenali aku". Meskipun kami saling berpandangan mata, namun romannya tak memperlihatkan tanda pengenalan sedikitpun juga, maka hal itu membuktikan bahwa orang itu bukan Im Hian Hong Kie-su. Dialah orang lain yang telah menyamar sebagai dirinya!" Yalut Sang berhenti sebentar untuk meneguk secangkir arak yang tersedia diatas meja untuk kemudian meneruskan : "Hal ini tak dapat diragukan lagi. Sebaliknya orang itupun sangat cerdik. Dengan sengadia ia telah menolak aku dengan tenaga-dalamnya, untuk mengetahui apakah aku memiliki ilmu silat. Untung aku telah bersiaga terlebih dahulu,sehingga berhasil mengelabuinya." Setelah mendengar penjelasan gurunya. Pato bertanya pula : "Suhu, jika demikian halnya, maka sibaju hitam yang tempo hari dijumpai Gokhiol dan aku kiranya bukan Im Hiam Hong Kie-su. Namun, aku masih belum mengerti mengapa ia telah menolong kami berdua?" Atas pertanyaan muridnya ini Yalut Sang terdiam.
"Mengenai hal ini, aku belum dapat mengetahui apa yang menjadi alasannya. Yang mencurigakan adalah orang itu sangat mirip sekali dengan Im Hian Hong Kie-su, sehingga sepintas lalu sukar untuk orang membedakannya." Sang guru berpikir sebentar, lalu melanjutkan.
"Hanya ada sedikit perbedaan yang jarang dapat diketahui orang selain yang telah mengenalnya dari dekat, yaitu sinar mata Im Hiam Hong Kie-su bersinar terang dan menunjukkan sikap yang agung. Sebaliknya sibaju hitam romannya agak kejam, sedangkan sinar matanya menunjukkan sorotan hawa sesat! Mungkinkah dia pandai menyamar dan mengubah wajahnya" Aku belum dapat memastikan!" Mendengar keterangan Yalut Sang tentang ilmu penyamaran muka, Jendral Tuli merasa tertarik.
"Yalut Sang, mendengar keteranganmu mengenai ilmu penyamaran, kini teringat aku pada masa ayahku Jenghis Khan masih hidup, pernah aku mendengar dari seorang perutusan kerajaan Song, bahwa ada seorang pendeta kalangan kaum agama Too-kauw yang memiliki kepandaian terscbut. Seorang ksatrya diutus untuk mencari pendeta itu, tapi hingga kini belum mendengar kabar ceritanya lagi." Yalut Sang tersenyum. "Untuk mendapat gambaran yang se-jelas2nya mengenai teka-teki ini, aku mohon untuk diijinkan pergi ke Puncak Gunung Maut." "Apakah kau ingin pergi menemui Im Hiam Hong Kiesu" Kami merasa kuatir kau akan mendapat kesukaran diperjalanan," demikian Jendral Tuli menjawab.
"Apa yang Goan-swee katakan memanglah benar," jawab Yalut Sang, "sebagaimana diketahui Puntiak Gurung Maut terletak dipegunungan Ji-Long San. Disekitarnya banyak binatang2 buas dan ular berbisa, sehingga berbahaya untuk orang mengunjungi tempat itu. Namun demikian waktu dulu, tatkala aku berpisahan dengan Im Hian Hong Kie-su, ia pernah memberikan kepadaku sebuah peluru yang dapat bersuara. Dikatakannya apabila kelak aku ingin bertemu kepadanya, supaya peluru itu dilontarkan diangkasa. Itulah sebagai tanda pengenal. Oleh karena itulah aku tak merasa kuatir, meskipun perjalanan kegunung Ji-Long San sangat jauh dan berbahaya. Dan apabila dapat berjumpa dengannya, aku dapat menerima petunjuk untuk mencari jejak Gokhiol." Akhirnya Jenderal Tuli menyetujuinya juga dan Pato pun merasa bergembira dan segera minta untuk ikut serta dengan sang guru. Tapi Yalut Sang menjawab seraya memandang kepada Jenderal Tuli.
"Pato, kau adalah anak Panglima Perang. Bagaimana kau dapat berpergian kesembarang tempat?" "Su-hu! Bukankah Gokhiol juga merantau dengan seorang diri" Jika suhu memperkenankan aku ikut, maka ayah pun pasti akan mengijinkannya aku pergi guna memperluas pengalaman," demikian Pato berkata dengan sikap yang gagah.
Sambil berlutut dihadapan ayahnya, Pato memohon : "Ayah mempunyai enam anak, mengapa tidak memberi kesempatan untuk mengutus salah seorang puteranya untuk mencari pengalaman dikalangan rimba persilatan dan mempertinggi ilmu kepandaiannya?" Melihat sikap puteranya yang gagah dan bersungguhsungguh, Tuli merasa terharu bercampur bangga.
"Pato, anakku, nan tercinta." Jendral Tuli berkata, "permohonanmu akan kululuskan, namun demikian tunjukkanlah kesanggupanmu agar kau dapat memperoleh kembali pedang pusaka Ang-liong-kiam peninggalan mantan ayahnya Gokhiol. Janganlah sampai kau mengecewakan tugasmu, bertindaklah sebagai ksatrya Monggol sejati!"
---oo0dw0oo---