Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 24

Bab 24

Hm, pamor apa segala” jengek Hwe Tek mendadak.

Mungkin selekasnya kalian akan terbinasa tanpa kubur, masih bicara tentang pamor segala! Apa maksud kata2mu ini, Lo-mo-thau” tanya Li Pong heran.

Bocah ini umurnya belum ada 20 tahun tapi sudah sekian tinggi kepandaiannya, lantas kalian sangka siapa gurunya” Kecuali dia , siapa lagi” Dan kalau dia untuk kedua kalinya muncul pula di Kangouw, siapa diantara kita mampu menandinginya” kata Hwe Tek.

Mendengar itu, semua orang menjadi bungkam dengan saling pandang, tiba-tiba Thi-thau to berkata tak lancar: Kau maksudkan dia..

, dia..

Ya, dia! Dikalangan jaman ini, siapa orangnya bisa lebih lihay dari dia” sahut Hwetek.

Hong san Koay Khek “

Tanya jawab itu walaupun tidak dijelaskan siapa nama si dia itu, tapi semua orang hadir disitu semua sudah sama memahami siapa gerangan yang dimaksudkan.

Kalian masih ingat bahwa tahun ini adalah tepat waktu yang dia janji akan muncul pula, kata Hwe Tek pula.

Selama 32 tahun ini dia juga sudah berumur tujuh puluhan dan kalau dia belum mati dan benar2 muncul kembali siapa sanggup menandingi” Menandingi siapa” tiba2 seorang menyambung dari luar.

Kiranya dia adalah Tuan rumah Jing-ling-cu yang masuk membawa seorang Hwesio pendek gemuk, didadanya tergantung tiga buah kecer tembaga yang kuning gilap.

Marilah kita perkenalkan, inilah Hoat-teng Taysu dari Thian-tongsi di Ciatkang, kata Jing ling-cu.

Lalu dia menanya lagi tentang siapa yang tak bisa ditandingi itu.

Gurunya, sahut Hwe Tek sambil menunjuk A Siu.

Sudah kukatakan aku tak mempunyai guru kalau murid sih ada! sahut A Siu kekanak2an.

Karuan semua orang melengak lagi, masakan ada murid tanpa guru” Lalu, siapa muridmu itu” tanya Hwe Tek lagi.

Muridku juga seorang Hwesio gede, namanya Tiat-pi Hwesio, ujar A Siu.

Mendengar itu orang lain hanya heran saja, sebaliknya Hoat teng Taysu terus berjingkrak, teriaknya : Dusta ! Mengapa “ tanya silelaki jelek alias Hwe Tek itu.

Tiat-pi adalah saudara angkatku, kepandaiannya Gwakangnya jarang ada tandingannya disekitar Hunlam dan Kuiciu, namanya sudah tersohor lebih 20 tahun yang lalu, mana mungkin mengangkat bocah cilik ini sebagai guru “ tutur Hoat-teng.

Semua orang diam2 tertawa geli dan mau percaya apa yang dikatakan itu memang sungguh-sungguh.

Sebab kalau benar Tiat-pi Hwesio adalah muridnya A Siu, bukanlah Hoat-teng juga menjadi keponakan guru anak muda ini, pantasan saja ia berjingkrak.

Hwe Tek tak urus soal itu lagi, tiba2 ia menghela napas dan berkata : Sungguh tidak nyana sang Tempo liwat begini cepat, tahu2 30 tahun sudah lewat.

Dan sampai sekarang, toh masih tiada seorangpun diantara kita yang dapat menandingi dia ! Hong san Koay Khek “

Sebelum ini akupun sudah teringat soal ini, sela Jing-ling-cu.

Menurut aku orang yang bisa menandingi dia bukannya tidak ada ! Hwe Tek bergelak ketawa mengadah.

Siapa” tanyanya.

Lagu suaranya penuh kesombongan se-akan2 pertanyaan siapa itu termasuk pula : Aku saja mengaku tak bisa menandingi, lalu dijagat ini siapa lagi yang mampu “ Justru undanganku ini kepada para tokoh Bu-lim, karena aku ingat tahun ini adalah tahun yang dijanjikan iblis itu, menurut pendapatku, orang yang mampu menandinginya, mungkin sobat aneh yang tak diketahui asal usulnya itu, ujar Jing-ling-cu.

Sobat itu berada dimana “ tanya Hwe Tek.

Beberapa hari yang lalu sudah kelihatan muncul dipegunungan ini, tapi pagi hari ini telah menghilang lagi, kata Jing-ling-cu.

Usul Jing-ling Toheng memang beralasan, ujar Li Pong.

Kebetulan hari ini kita berkumpul disini, tentu dia akan datang kemari untuk memenuhi janjinya.

Siapakah gerangan yang kalian bicarakan “ saking heran A Siu menanya.

Tiba2 hati Li Pong tergerak, sahutnya : Kah laute, kebetulan kali ini kaupun hadir disini, maka alangkah baiknya bila kaupun suka membantunya nanti.

Orang itu she Ki, namanya Go-thian, berpuluh tahun yang lalu sudah tiada tandingan diseluruh Bu-lim, kini kalau muncul lagi, terang malapetaka bagi dunia persilatan kita.

Ah, kiranya Ki Go-thian itu, ujar A Siu.

Semua orang menjadi heran, masakan usia semuda Kah-loji ini juga kenal Ki Gothian.

Jadi Kaheng sudah kenal dia “ Dimana bertemu “ tanya semua orang berbareng.

Aku bertemu dia diwilayah Ciatkang, ia berada bersama seorang Thauto yang bernama Ngo-seng.

tutur A Siu.

Lalu ia ceritakan pengalaman yang lalu itu.

Mendengar kepandaian Ki Go-thian ternyata jauh bertambah lihay itu, seketika wajah semua orang berubah pucat.

Dan selagi Li Pong hendak menanya pula, mendadak diluar kuil sana terdengar suara blung yang keras, begitu keras suara itu hingga debu sana bertebaran.

Semua orang terkesiap dan semua orang berkata : Ah, datanglah dia ! Hong san Koay Khek “

Suara dentuman itu terlalu keras datangnya maka seketika semua orang menduga pasti Ki Go-thian yang sudah datang.

Untuk sesaat ruangan itu menjadi hening.

Hanya Hwe Tek yang tampak tenang-tenang saja.

Betapapun juga, sebagai jago kawakan serta tuan rumah, kemudian Jing-ling-cu buka suara: Hari ini kita akan menghadapi musuh lama mati atau hidup kita biarlah bersama.

Marilah kita menghadapi diluar! Segera Jing-ling-cu mendahului keluar dan diikuti oleh semua orang.

Ternyata dipelataran luar sudah ramai dikerumuni orang, apa yang dikerumuni itu tidak kelihatan.

Anehnya orang-orang yang lagi merubung itu sama-sama bisik-bisik entah apa yang diceritakan, tapi tiada seorangpun diantara mereka yang tampak ketakutan.

Siapakah gerangan yang bikin ribut disini” Mungkin sobat lama yang mana sudi berkunjung kemari, maafkan bila penyambutan kami kurang sempurna! Segera Jingling-cu berseru.

Suaranya keras berkumandang hingga berisik semua orang itu tersirap, nyata Lwekang yang diunjukan Jing-ling-cu ini tak bisa dipandang enteng.

Melihat munculnya tuan rumah, maka menyingkirlah orang2 yang merubung itu kepinggir maka tertampaklah di-tengah2 situ seorang berbaju hitam yang sudah luntur hingga lebih mirip warna kelabu, lagi meringkuk tidur sambil berpeluk dengkul, disampingnya ada segunduk benda kehitam-hitaman entah apa barangnya.

Ketika sudah dekat, ternyata orang itu berdandan sebagai sastrawan miskin, tampaknya masih muda, bukanlah Ki Go-thian yang mereka takuti itu.

Sedang gundukan benda tadi ternyata sebuah genta raksasa yang sudah berkarat.

Semua orang menjadi heran mengapa tiba-tiba muncul seorang aneh demikian.

Siapakah tuan, ada keperluan apakah kunjunganmu kemari “ segera Jing-ling-cu menegur lagi.

Tiba-tiba orang itu menguap sambil mengangkat kedua tangannya kelangit dan mengulet ke-malas2an, tangannya ternyata panjang luar biasa, kemudian dengan sungkan ia menjawab: Ah, kiranya Jing-ling Totiang sendiri sudi keluar menyambut.

Kunjunganku kemari tiada maksud lain, cuma kabarnya hari ini semua tokoh dan jago Bu-lim sama berkumpul disini, maka Cayhe hanya datang sebagai peninjau saja! Tutur kata sastrawan miskin ini ternyata cukup sopan santun, suara nyaring jelas, terang bukan sembarangan orang.

Anehnya tiada seorangpun tokoh2 yang hadir itu Hong san Koay Khek “

yang kenal padanya, padahal seorang jago yang membawa sebuah genta raksasa yang menyolok itu, masakan selamanya tak pernah dengar namanya.

Hanya A Siu saja segera mengenali bahwa orang inilah yang telah menggodanya diatas perahu ditelaga Se-oh itu.

Tatkala mana sastrawan inipun sedang nyenyak, lalu menguap dan mengulet, lagaknya persis seperti barusan ini.

Dalam pada itu Tong Po mempunyai tenaga raksasa pembawaan, menjadi ketarik oleh genta yang dibawanya sastrawan miskin itu, ia tidak percaya orang sekurus itu mampu mengangkat genta yang besar dan antap itu.

Tanpa pikir ia terus mendekati genta itu, ia pegang kupingan genta itu sambil membentak naik ! Diluar dugaan, tiba2 sastrawan itu sedikit menahan genta itu dengan sebelah tangannya, kontan Tong Po merasa suatu tenaga besar menggetar dadanya.

Lekas ia lepas tangan, namun begitu, iapun tergetar mundur beberapa tindak, dengan tercengang ia pandang sastrawan miskin itu.

Tapi sastrawan itu hanya tersenyum tawar saja, dengan enteng sekali tiba2 ia angkat gentanya secara terbalik diatas pundak, lalu hendak menuju kegubuk yang dibangun untuk para tetamu itu.

Se-konyong2 bayangan orang berkelebat, tahu2 Hwe Tek melesat menghadang kehadapan sastrawan itu sambil berkata dengan dingin : Jika saudara datang kemari untuk ikut pertemuan kita kenapa nama saja tak kau beritahukan kepada tuan rumah “ Aha, namaku yang rendah sebenarnya tiada harganya disebut, tapi kalau kalian ingin tahu, terserahlah, sahut sastrawan itu dengan lagak jenaka.

Namaku Ko, she Wi, dari wilayah barat, ditengah jalan kebetulan memperoleh genta rombeng ini, maka sekalian kubawa.

Nah, apa lagi yang kalian ingin tahu “ Mendengar nama orang Wi Ko, diam2 Hwe Tek tersenyum geli, ia pikir orang pakai nama samaran lagi seperti Ka-loji itu.

Tapi demi mendengar orang datang dan wilayah barat, tanpa merasa ia pandang Liok-hap-tongcu Li Pong.

Hendaklah diketahui bahwa Khong-tong-pay terhitung suatu aliran terbesar dikalangan wilayah barat, sebagai seorang ketua, tentunya Li Pong kenal nama orang.

Tak terduga Li Pong hanya menggeleng kepala saja.

Hong san Koay Khek “

Sementara itu sastrawan yang memperkenalkan namanya sebagai Wi Ko itu telah berdiam saja kepada semua orang, lalu pergi sendiri ke gubuk disamping sana.

Selagi Jing-lingcu heran oleh kelakuan orang tiba2 dilihatnya Thi-thau-to yang berdiri disampingnya mengunjuk rasa curiga seperti tiba2 ingat sesuatu.

Rupanya Li Pong juga sudah melihat perubahan sikap Thi-thau-to itu segera ia menanya: Lau Thi, ada apakah kau, kenapa tak kau katakan saja dihadapan orang banyak! Aku hanya ragu2 kepada genta yang dibawa orang she Wi itu seperti..

Seperti apa” Apa kau maksudkan seperti genta besar milik Biau-jiu-losat Ki Tengnio di puncak Go-bisan itu” sela Cio Ham tiba2.

Thi-thau-to melengak bingung, sebab ia tidak tahu kalau Ki Teng nio itu menggantung sebuah genta bwsar dikaki gunung kediamannya, maka ia tak bisa menjawab.

Sebaliknya A Siu yang sejak tadi mendengarkan terus, kini tiba2 menyela: Hanya mirip, tapi bukan Genta yang tergantung dikaki gunung Go-bisan itu, berukiran kembang yang menonjol keluar, tapi ukiran genta tadi mendengkuk kedalam! Dari mana kau tahu” bentak Cio Ham.

Rupanya ia masih mendongkol pada A Siu.

Aku pernah memukul genta itu digunung, maka cukup jelas melihatnya, sahut A Siu.

Lalu Lau Thi maksudkan genta yang mana” tanya Li Pong tak sabaran.

Kejadian itu kalau dibicarakan sungguh memalukan, tutur Thi-thau-to.

Dahulu karena menguber Ngo-seng yang mendurhakai perguruan itu, aku telah tiba sampai disuatu pulau terpencil dilautan selatan, pulau itu ternyata tiada penduduknya, dan disanalah aku melihat genta tadi.

Pikirku kalau pulau tanpa penduduk, dari manakah terdapat genta semacam itu” Aku menjadi heran dan bermaksud membawa kembali genta itu, tak terduga belum maksudku terlaksana, tiba2 muncul seorang wanita berambut panjang terurai, berjari merah membara, tapi wajahnya cukup cantik, cuma dari sifatnya tampak sekali bukan dari aliran suci.

Dan karena percekcokan mulut, akhirnya aku terpaksa bergebrak dengan dia..

Tak usah diterangkan lagi pasti kau dikalahkan, bukan” tiba2 Hwe Tek menyela.

Hong san Koay Khek “

Benar, apakah Hengtay tahu siapa wanita itu” sahut Thi-thau-to.

Aneh, sebagai seorang ketua aliran terkemuka, masakan wanita itu tak kau ketahui” jengek lelaki jelek alias Hwe Tek itu.

Sungguh memalukan, harus diakui, memang sampai kini aku masih belum tahu siapa dia, kata Thi-thau-to.

Aneh juga dengan kedudukan Thi-thau-to sebagai Ketua Ngo-thay-pay, terhadap Hwe Tek ternyata sangat merendah dan mengia.

Dari sini dapat dibayangkan betapa disegani Hwe Tek itu.

Apa kalian pernah dengar disana dahulu diwilayah Hunlam dan Kuiciu muncul seorang jago wanita, Kui-bo Li-hun “ tutur Hwe Tek.

Selama hidupnya ia sungkan terima murid, baru usianya sudah lanjut, ia menerima dua orang murid.

Tatkala mana usia Kui-bo Li-hun sudah hampir sembilan puluh tahun, tapi betapa tinggi ilmu silatnya juga susah diukur.

Kedua muridnya itu yang satu kita kenal sebagai Biau-jiu-losat Kiteng-nio yang sudah mati, sedang seorang lagi adalah wanita yang dijumpai Lau Thi yang berjari merah membara, rambut terurai tapi ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari sang suci boleh dikata hampir mewariskan seluruh kepandaian gurunya, ia bernama Li-giam Ong To Hiat-koh! Mendengar Li-giam-ong To Hiat-koh atau siratu akherat, seketika semua orang terkejut.

Sudah lama nama Li-giam-ong itu lenyap dari Bu-lim, apabila dia masih hidup, pasti ilmu silatnya bertambah tinggi lagi.

tapi genta pusakanya tahu2 jatuh ditangan sastrawan miskin she Wi itu, maka kepandaiannya yang belakangan ini dapat dibayangkan.

Yang mengherankan yalah umurnya masih begitu muda, siapa gurunya pun tak diketahui.

Dalam pada itu masih juga memikirkan daya-upaya akan menghadapi Ki Go-thian yang ditakuti itu.

Karena itu be-ramai2, mereka terus masuk kembali kekuil untuk berunding lebih dulu, tapi tiada sesuatu hasil pembicaraan yang diambil.

Sementara itu hari sudah petang, dalam hati A Siu masih tetap terkenang kepada Ti-put-cian, akan tetapi selama itu masih belum diketahui jejaknya, ia menjadi masgul, ia ingin sekali berbicara kepada seseorang kawan, seperti Jun-yan, yang selalu menghibur hatinya yang lara.

Tapi gadis itu entah berada dimana sekarang.

Hong san Koay Khek “

Dalam keadaan murung, A Siu terus ayun langkahnya menjelajahi bukit pegunungan itu, ia mendapatkan sebuah batu besar, dengan duduk bersandarkan batu itu, ia melamun jauh kelautan mega sana sambil menghela napas.

Dan sekali ia duduk melamun, tahu-tahu 2-3 jam telah lewat, dewi bulan sudah menghiasi ditengah cakrawala, tapi diatas puncak sana bertambah berisik oleh datangnya tetamu yang baru.

A Siu merasa jemu dengan segala suara ramai itu ia ingin keadaan sunyi senyap, alangkah baiknya diganti dengan suaranya Ti-put-cian biarpun suara makian atau cacian, rasanya ia pun suka, daripada hati selalu dirundung rindu.

Per-lahan2 ia berdiri hendak kembali kepondoknya, tapi baru selangkah, tiba2 didengarnya diatas batu besar yang dibuatnya bersandar itu ada suara orang menghela napas juga.

Malahan terdengar orang itu bersenandung pula yang bernada rindu.

Segera A Siu dapat mengenali suara orang itu sebagai sastrawan she Wi itu, ia heran siapakah gerangan yang dirindukan sastrawan itu” Sedang A Siu berpikir, terdengar orang she Wi itu berkata lagi pada dirinya sendiri: Haha, wanita menyamar sebagai lelaki, hampir aku kena diingusi! A Siu tergerak pikirannya, ia coba mendongak keatas, terang itulah sorot mata orang yang tajam lagi memandang juga kebawah.

Ia menjadi jengah sendiri, nyata penyamarannya sudah diketahui orang.

Dalam pada itu Wi Ko itu sudah lantas berkata dengan tertawa : Maaf, nona Siu, bila aku bikin kaget padamu.

Aku hanya ingin numpang tanya.

Kenapa nona Jun-yan tidak ikut serta bersama kau kesini “ Enci Jun-yan sudah berada disini, sahut A Siu.

cuma dia bilang hatinya masgul, ingin menikmati pemandangan alam pegunungan ini, sebaliknya aku kesusu hendak mencari Ti-toa ko, maka hadir kesini lebih dulu.

Ti-toako” Apakah kau maksudkan Ti Put cian berjuluk Kang Lam-it-ci-seng itu “ tanya Wi Ko.

Benar, sahut A Siu, Apakah kau tahu dia berada dimana “ Ah, rasanya dia takkan hadir kesini! Heran sekali Wi Ko mendengar orang yang dicari si gadis adalah Ti put-cian yang terkenal ganas laknat itu, padahal kalau dibandingkan gadis polos dihadapannya ini, Hong san Koay Khek “

terang bedanya langit dan bumi.

Namun begitu, ia menjawab juga : Dimana dia berada sekarang, aku tidak tahu.

Tapi bagaimanakah nona kenal dan berkawan dengan dia “ belum lama kami berkenalan, hanya secara kebetulan saja kami bertemu didaerah Biau, tutur A Siu singkat.

Ah, kiranya nona berasal dari suku Biau, tanya Wi Ko.

A Siu hanya mengangguk.

Sebaliknya sikap Wi Ko yang biasa ke-malas2an itu tiba2 berubah sungguh2, nyata perhatiannya terhadap diri A Siu bukanlah secara kebetulan saja.

Tiba2 katanya dengan menahan suara, Nona Siu, ingin aku menanya sesuatu kepadamu .

Tapi belum lagi ia melanjutkan kata2nya terdengarlah suara tertawa orang yang seram sekali bergema diangkasa pegunungan itu, begitu seram menusuk suara tawa itu hingga bagi yang mendengar, seketika bulu roma sama berdiri.

Suara tertawa siapakah, begitu menyeramkan dimalam buta “ tanya A Siu.

Sebentar lagi tentu kau akan tahu, ujar Wi Ko seakan-akan ia sudah kenal suara siapa itu.

Dalam pada itu, suara tertawa itu rupanya juga sudah mengejutkan semua orang yang berada dipuncak Ciok-yong-hong itu, sebab beramai-ramai mereka terus bangkit berkerumun ke pelataran depan kuil, sebaliknya didalam kuil itu lantas terang benderang agaknya mereka juga terjaga bangun, lalu sama keluar ingin melihat apa yang bakal terjadi.

Segera A Siu juga hendak kembali ke Ciok yong hong dibawah sana, tapi keburu ditahan Wi Ko, kata sastrawan rudin itu: Tunggu sebentar nona Siu, daripada kita ikut bikin kacau, tidakkah lebih baik kita menonton saja disini” Sementara itu terlihat Jing-ling-cu, Liok-hap-tong-cu Li Pong dan silelaki bermuka walang, Hwe Tek, serta lain-lainnya sudah muncul.

Tiba2 Wi Ko menunjuk Hwe Tek dan menanya A Siu: Nona Siu, kau datang lebih dulu, apakah kau tahu siapakah lelaki jelek itu “ Entah, cuma dia diperkenalkan sebagai Hwe Tek, ada juga yang mau menyebut Lomo thau (iblis tua) padanya.

kata A Siu.

Hong san Koay Khek “

Lo-mo-thau “ Hahaha ! Memang aku sudah menduga dia, ternyata tidak salah! seru Wi Ko bergelak tertawa.

ELAGI A Siu hendak menanya lebih jelas tiba-tiba belasan obor yang dipasang dipelataran sana, apinya se-akan2 menjulang keatas seperti ditiup angin besar, sampai A Siu yang jaraknya belasan tombak jauhnya merasakan angin yang kuat itu.

Dalam pada itu suara ringkik tawa tadi semakin keras, seorang wanita berambut terurai kusut mendadak muncul diatas puncak itu.

Wanita itu angkat tinggi2 tangannya sambil tertawa-tawa menengadah, karena mukanya tertutup rambutnya yang kusut, maka tidak tampak jelas, yang terang sepuluh jari tangannya merah membara, ditumbuhi kuku jarinya yang panjang, tapi putih bersih, paduan warna merah putih itu menjadi sangat menyolok.

Maka terlihatlah Jing-ling-cu dan Hwe Tek serta jago lainnya sama memapak maju, wajah Jing-ling-cu nampak terkejut dan heran, dari jauh segera membalas orang dengan suitan nyaring.

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar