Jilid 26
Kuda pupus itu ditunggangi seorang pemuda yang berusia dua puluh lima bermuka lebar berkuping besar, sikapnya garang, yang paling menyolok adalah sebuah andeng-andeng besar di tengah kedua alisnya itu, pakaian yang dikenakanjuga serba biru berkilau, selain sepatu putihnya itu boleh dikata seluruh tubuhnya serba bersinar kemilau.
Kuda satunya yang dilarikan berendeng itu tak lain di tunggangi oleh Coh Ki-sia yang mengenakan pakaian warna coklat.
"Adik Sia..."
Mendadak tergerak hati Giok-liong, ini hanya terjadi sekilas saja, namun kaki Giok-liong lantas melompat maju mengejar seraya berteriak.
"Ki sia sia ...."
Begitu cepat lari kedua ekor kuda itu laksana mengejar angin, sekejap saja tabu-tahu sudah jauh puluhan tombak, hanya terlihat kedua ekornya saja yang bergoyang gontai diantara taburan bunga salju itu.
Giok-liong rasa mendelu karena teriakannya tiada mendapat sambutan, tapi sedikit merenung akhirnya ia membanting kaki dan menggumam.
"Aku harus mencari tahu persoalan ini.-"
Siapakah pemuda diatas kuda itu? Kenapa Coh Ki-sia bisa bersama dia? Buat apa mereka menempuh perjalanan dalam malam gelap di hujan salju ini ? inilah tiga pertanyaan yang mengganjel dalam lubuk hati Giok-liong.
Giok-liong harus memecahkan tiga pertanyaan teka-teki ini, Maka begitu membanting kaki menggunakan tenaga tutulan ini segera ia mengejar ke depan.
Akan tetapi saat itu kedua ekor kuda tadi sudah tidak kelihatan lagi.
Tapi Giok-liong tidak peduli segalanya, dengan penuh semangat ia terus berlari kencang kira-kira sepeminuman teh kemudian masih belum tersusul, untung diatas salju masih kelihatan bekas tapak kaki kuda yang menyolok sekali, menyelusuri bekas tapak kaki inilah sebagai jalan Giok liong membuntuti terus.
Tak lama kemudian di depan sana kelihatan setitik api kelap kelip serta terdengar gonggongan anjing, Giok-liong menghibur hati.
"Tidak, jauh lagi, mungkin itu sebuah desa yang baru saja mereka lewati sampai mengejutkan anjing liar disana"
Sembari berpikir kakinya terus melangkah cepat menuju kearah- titik sinar lampu yang fcelap, kelip itu.
Kiranya itulah sebuah perkampungan terasing yang jauh dari kota, penghuninya tidak lebih tiga puluhan keluarga dan sebuah rumah makan, karena hari sudah larut malam seluruhnya sudah tutup pintu, lalu di-ujung jalan paling kiri sana masih terlihat penerangan lampu menyorot keluar, memang tinggal rumah makan satu-satunya inilah yang belum sempat tutup pintu.
Dengan langkah lebar Giok-liong langsung mendatangi.
Kebetulan rumah makan baru saja hendak menutup pintu.
"Hei, Tiam-keh Tunggu sebentar "
Buru-buru Giok liong berseru.
Tiam-keh atau juragan rumah makan ini adalah seorang tua berusia lima puluhan dengan kejut dan heran ia mengawali Giok-liong.
Terlihat oleh Giok liong salah satu meja dalam ruangan sana terdapat dua mang kok dan sayur mayur serta sumpit yang belum sempat dikemasi, terang baru saja ada dua orang tengah makan minum disini, maka dengan tersipu-sipu ia bertanya.
"Tian-keh, Adakah tadi dua muda mudi menunggang kuda lewat disini ?"
Kuasa rumah makan itu melongo, sahutnya.
"Baru saja mereka berangkat "
Tanpa ayal lagi Giok-Liongbergegas mem buru maju kedekat meja sebelah kanan sana dimana diatas meja terdapat sepiring tumpukan Bakpan, seraya sembarang dicomotnya empat buah terus melompat keluar lagi tenggang berlari kencang seraya berteriak.
"Tiam-keh Terima kasih "
Sembari mengejar Giok- liong mulai jejalkan bakpao kering ke dalam mulutnya, ciinkangnya dikembangkan sampai puncak tertinggi.
Waktu empat bakpao habis digares ia sudah jauh ratusan tombak ditempuhnya.
Benar juga dikeremangan malamjauh didepao sana, lapatlapat terdengar derap langkah kuda dan dua titik bayangan hitam tengah meluncur diatas salju.
Lambat laun jarak meieka semakin dekat, kira-kira terpaut hanya tiga puluhan tombak lagi-Tak tertahan lagi segera Giok-liong berteriak nyaring.
"Kisia Adik sia Adik sia"
Kedua ekor kuda yang berlari kencang itu mendadak berhenti sehingga kedua ekor kuda itu meringkik dan berdiri diatas kedua kakinya.
Berjajar berhenti ditengah jalan.
Memang tidak salah perempuan diatas kuda itu memang Coh Ki-sia adanya sekian lama tak berjumpa kini kelihatan tambah segar dan montok
Tapi kelihatan air mukanya bersungut dan mengunjuk rasa gusar dan dongkol. Begitu memutar kudanya lantas Coh Ki-sia melihat kedatangan Giok liong serunya dengan nada heran.
"oo- Kiranya kau ?"
"Adik sia.. ."
"Tutup mulutmu "
Tiba-tiba pemuda di atas kuda pupus itu mengayun pecutnya sehingga mengeluarkan suara nyaring di tengah udara, lalu dengan sikap garang ia mendelik, semprotnya.
"siapa kau ? Berani gembar-gembor memanggil nama orang "
Berkerut alis Giok-liong, hampir saja ia mengumbar nafsunya. Namun serta dilihat sikap Coh Ki sia yang merengut rawan, kelopak matanya berkedip-kedip mengembeng air mata, hatinya menjadi tidak tega, segera ia angkat tangan unjuk hormat, katanya.
"Aku yang rendah Ma Giok-liong. Harap tanya siapakah saudara ini ?"
Tak duga dengan gaya Ki yan liong bu (ikan melompati pintu naga) pemuda ini lantas melompas lurun dari atas kuda, gerak geriknya kelihatan lincah dan gesit, nyata bahwa Iwekang-nya cukup tinggi, setelah menginjak tanah, pecut diayun terus menuding Giok-liong, jengeknya.
"Hm, saudara Mengandal apa kau menyebut aku Saudara apa kau sembabat? Coba kekolam ikan sana untuk bercermin, lihatlah tampangmu yang buruk itu"
Beringas muka Giok- liong, hawa membunuh menyelubungi mukanya. Tapi kejap lain ia sudah merubah sikapnya lagi, wajahnya berseri tawa. pikirnya.
"sebelum aku mencari tahu hubunganmu dengan coh Kisia, lebih baik aku tidak berlaku gegabah, supaya tidak menambah kesalahpahamanku dengan coh Ki-sia."
Karena itu tertawa tawar ia tidak hiraukan lagi kepada pemuda itu, langsung ia menghadapi Coh Ki-sia yang masih berada diatas kuda.
"Adik sia .. ."
"siiuuut"
Segulung angin kencang tiba2 menyambar keatas kepalanya.
Kepandaian Giok-liong sudah mencapai puncaknya, panca inderanya cukup tajam, sekilas saja jantas ia bergerak secara reflek.
macam bokongan yang licin begini masa dapat terlaksana.
gesit sekali Giok-liong berkelebat menghindar diri, matanya mendelik gusar semprotnya.
"sau... apa yang kau hendaki ?"
Lagi-lagi pemuda itu mengayun pecutnya dengusnya berat.
"
Kau panggil apa terhadap dia?"
Tanpa ragu-ragu Giok-liong ulangi panggilannya.
"Adik sia "
"Kurang ajar Kau harus dihajar"
Sekarang serangan pecutnya ini.
dilancarkan dengan sepenuh hati, maka jurus tipunya cukup lihay dan hebat, belum lagi pecutnya, tiba angin bertenaga terpendam sudah mendahului merangsang datang.
Meskipun dirinya dimusuhi tanpa ampun, diam-diam Giokliong memuji juga dalam hati.
"Bagus "
Belum lagi pecut mengenai sasarannya mendadak Coa Kisia berteriak diatas kudanya.
"Engkoh seng, mari kita mefanjutkan perjalanan, jangan layani dia "
Mendengar teriakan ini wajah beringas si pemuda seketika sirna amblas, kini berubah berseri tawa, agaknya ia penurut benar menarik balik pecutnya terus melompat mundur berapa kaki berulang kali mulutnya mengiakan sambil beiseri tawa.
"ya memang benar ucapanmu dik "
Lalu dengan gaya loncatan burung bangau menyisik bulu ia melompat kembali ke atas tunggangannya.
Tatkala itu Coh Ki-sia sudah menarik tali kendali kudanya terus dilarikan kedepan.
sudah tentu Giok-liong menjadi gugup, dengan tersipu-sipu segera ia melesat tiga tombak terus menghadang didepan kuda serta serunya.
"Adik sia, kau.. ."
Tak duga Coh Ki-sia malah mengangkat alis dengan mata gusar ia mendamprat.
"Pemuda bangor yang kurang ajar, siapa kenal kau ini ?"
Kata-kata ini seumpama ujung pisau menusuk lubuk hati Giok-liong, selamanya belum pernah merasakan penderitaan batin seberat ini, namun sekuatnya ia berlaku sabar dan menahan gelora amarahnya, katanya sengal-sengal.
"Adik sia, masa kau -."
"Sudah jangan cerewet"
"Benar-benar cari mampus kau"
Pemuda penunggang kuda pupus itu menerjang turun dari kudanya. segera Coh Ki-sia menarik kendali melarikan kudanya kedapan, serta ujarnya lemah lembut.
"Engkoh seng Mari berangkat jangan mengurusi dan mengabaikan urusan besar kita. Mungkin ini merupakanjebakannya supaya melibat kita, maka janganlah tertipu olehnya "
Seperti mendengar petuah orang tuanya saja, pemuda itu mengiakan dan manggut-manggut, tampaknya riang sekali, sahutnya "Huh menguntungkan bocah keparat ini"
Sembari berkata ia mendelik garang kearah Giok- liong, lalu membedaL kudanya dilarikan kedepan seraya berteriak- "Adik sia Bukan saja Iwekang-mu sudah mencapai tingkat yang dibanggakan otakmu cerdik dan banyak akal lagi Mungkin memang tipu daya kaum keroco atau pokrol bambu belaka untuk mencegat perjalanan kita ini"
Dengan nada kasih mesra Coh Ki sia menyebut.
"Maka kukatakan jangan hiraukan dia lagi"
Cobalah bayangkan betapa kecewa dan duka hati Giok liong serta melihat istrinya berjalan dengan pemuda yang asing baginya, malah sikap dan hubungan mereka kelihatan sangat mesra.
"sudahlah Memang dia sudah berubah. Kenapa aku harus memaksanya"
Sesaat hatinya membatin sepontan ia lantas menghela napas panjang.
Akan tetapi segala sesuatu kalau bisa dibereskan begitu gampang dan sepele mungkin dalam dunia fana ini tiada segala kericuhan atau pertikaian apa segalanya.
Meskipun sedapat mungkin Giok liong segan untuk memikirkan lagi, tapi kebalikan dari angan angan ini, lubuk hatinya semakin kecantol dan tidak bisa tentram, samar-samar kupingnya mendengar derap langkah kuda yang semakinjauh dan menghilang, terasa jantungnya berdegup semakin kencang tak terkendalikan lagisekonyong- konyong ia berteriak keras penuh haru.
"Aku harus membuat terang persoalan ini,"
Begitu mengerahkan hawa murninya sekuli loncat berapa tombak ditempuhnya, sekejap saja ia sudah kembangkan ilmu ringan tubuhnya lagi mengejar untuk kedua kalinya.
Beberapa kali loncat saja dari jauh sudah kelihatan dua ekor kuda yang membedal kencang didepan sana.
Betapa juga sebagai seorang laki laki Giok liong tak sudi dan disepelekan oleh Coh Ki sia- Maka kuntitannya sekali ini tidak secara langsung menegurnya, hanya dengan jarak tertentu ia menguntit darl belakang supaya tidak diketahui oleh mereka berdua.
Entah sudah berselang berapa lama, sebelum hari menjelang tengah malam mereka sudah sampai disebuah kota yang cukup besar, Coh Ki-sia dan pemuda itu langsung memasuki kota dan mencari penginapan.
Giok liong sembunyi diemperan rumah dan mengintai dengan cermat, setelah mengingat-ngingat mereka mereka lantas ia sendiri mencari tempat untuk melepaskan lelahnya, menurut rencananya kira kira jam dua nanti ia akan menyelidiki rahasia sikap dan perjalanan coh Kisia yang serba janggal dan rahasia bagi pendapat Giok-liong.
Malam sangat dingin, salju bertebaran, seorang diri Giok liong duduk berdiam diemperan rumah orang yang rada gelap dan tersembunyi bunga salju yang terhembus angin menghiasi mukanya sehingga badan terasa segar dan nyaman.
Tujuannya adalah melepaskan lelah dan menghimpun tenaga, tapi mana mungkin hatinya bisa tenteram, jantungnya berdetak keras dan hatinya risau gundah gulana.
TUnggu punya tunggu, waktu yang dinantikan tiba juga, darijarak yang cukup dekat terdengar kentongan sudah dipukul dua kali, Giok liong bergegas berdiri sambil mengebutkan bunga salju yang mengotori tubuhnya, sekali lompat ia naik keatas rumah terus langsung melesat kearah penginapan satu-satunya dalam kota itu.
Hari sudah jam dua keadaan penginapan seluruhnya sudah gelap gulita, hanya kamar di belakang sebelah kanan sana masih kelihatan cahaya pelita menyorot keluar.
Tanpa ayal Giok liong terus menggeremat kearah sana langsung turun didepan jendela, hati-hati waspada dengan lidahnya ia memecah lobang kecil terus mengintip ke dalam dengan mata kirinya.
sangat kebetulan sekali, kelihatan setiap sinar pelita sebesar kacang berkelap-kelip.
Coh Ki-sia tengah duduk bertopang dagu dipinggir ranjang, matanya mendelong dan melamun mengawasi sinar pelita.
Wajahnya berkerut dalam membayangkan rasa duka dan cemas, seolah-olah tengah memikirkan sesuatu yang mengganjal dalam hatinya.
Baru saja Giok- liong hendak menjentikkan jari memanggilnya, kelihatan pintu kamar disebelah kiri sana terbuka.
Pemuda yang bertahi lalat merah di tengah alisnya itu tampak berjalan masuk, Agaknya ia sangat prihatin dan kasih sayang, dengan berdiri diambang pintu ia berkata sambil tersenyum.
"Adik sia, kau belum tidur ?"
Coh Ki-sia tersentak kaget dan meloncat bangun, wajahnya membeku dingin, desisnya dengan mengancam.
"Engkoh seng Hari sudah begitu malam buat apa kau datang kekamarku ini?"
Sikapnya serius nada perkataannya juga ketus dan kasar terbalik dari sikap halus dan mesranya tadi siang. Pemuda itu cukup bandel, dengan tetap berseri tawa ia menyahut.
"sia - - -" "silakan kau keluar "
Segera Coh Ki-sia membentak dengan suara berat- "Adik sia, kau "
"Aku kenapa ?"
"Watakmu sungguh sukar dapat kuraba, hanya ingin tanya sebuah hal kepadamu "
"Tentang urusan apa ?"
"Pemuda baju putih tadi siang itu, dia "
"Jangan singgung tentang dia lagi"
"o, baik Aku tidak tanya tentang dia lagi. Tapi adik sia selama beberapa bulan ini aku merasa belum pernah kau bersikap begitu mesra Kenapakah ?"
"Ini..."
Coh Ki-sia tersekat matanya mendelong air mata lantas mengalir keluar. si pemuda menjadi kaget, cepat ia bertanya.
"Adik sia Kau.. ."
"Keluar Keluar Aku hendak tidur..."
Coh Ki-sia mendesak langkah terus menarik daun pintu hendak ditutupkan. Pemuda itu tidak bergerak dari tempat-nya, tanyanya mendesak "Adik, siapakah pemuda baju putih itu adalah..."
"Musuh besar yang melukai ayah "
Sepatah demi sepatah Coh Ki-sia mengatakan sambil mengertak gigi, air mata meleleh semakin deras, agaknya hatinya sangat pilu dan sedih.
Giok-liong yang mengintip diluar jendela juga menjadi kecutsementara itu, waktu si pemuda mengundurkan diri, diamdiam ia sudah tahu kalau dibawah jendela diluar kamar itu ada orang sembunyi sambil menggerung tertahan langsung ia meloncat keluar pekarangan.
saat itu penerangan pelita dalam kamar juga lantas padam dan dilain kejap Coh Ki-sia juga memburu keluar.
Tahu bahwa jejaknya sudah konangan sedikitpun Giok liong tidak takut, dengan berdiri terlongong ia tidak bergerak ditempatnya.
"Kiranya kau "
Pemuda itu sudah menyilangkan tangannya menubruk maju sembari kirim serangan.
Giok-liong tidak mau balas menyerang, begitu kembangkan Leng-hun toh gesit sekali ia menghindar diri dari samberan angin pukulan lawan langsung menyongsong kedatangan coh Ki-sia, katanya lirih.
"Adik sia. Apakah kau betul-betul tidak bisa menyelami perasaanku?"
Belum habis perkataannya si pemuda sudah menubruk tiba dengan serangan yang lebih dahsyat dan ganas, mungkin setaker tenaganya sudah dikerahkan sambil membentak.
"Keparat cari mampus"
Tidak menjawab pertanyaan iok-liong tiba-tiba Coh Ki-sia malah berteriak kaget suara terdengar aneh dan ganjil.
Giok liong juga ikut terkejut, sekali tutul kaki, tubuhnya melambung tinggi naik keatap rumah, serambut saja terlambat tentu badannya hancur kena pukulan lawan.
"Keparat Toan-bak seng takkan melepas kau "
Sembari berteriak marah-marah si pemuda itu mengejar naik keatas, masih badan melambung ditengah udara ia sudah mendahului lancarkan serangan yang keji dan telengas.
Belum lagi kaki Giok-liong berdiri tetap angin kencang sudah menyamber datang, dalam keadaan yang gawat ini sigap sekali ia sampokkan sebelah tangannya untuk punahkan tenaga serangan musuh lalu tubuhnya jumpalitan lagi meluncur kebawah, katanya kepada Coh Ki sia.
"Adik sia Apa kau betul-betul sudah membenciku sedemikian rupa ?"
"Aku benci kau Benci sekali"
Sembari berteriak dengan kalap segera Coh Ki sia menerjang maju langsung menyerang kepada Giok liong. Perasaan Giok-liong seperti lubuk hati-nya diiris-iris pisau, gesit sekali ia mencelat, serunya.
"Baik, akan datang suatu hari segalanya dapat dibikin terang "
Tatkala itu pemuda yang memburu ke-atas rumah jaga sudah meluncur turun kali ini tanpa bersuara terus menepukkan kedua telapak tangannya serangannya terbagi tiga jalan dengan tiga sasaran atas tengah dan bawah- Giok-liong menghela napas dengan ringan sekali loncat ia melejit keatas rumah lagi.
"Lari kemana kau"
Pemuda itu mengejar datang sembari menyerang lagi dari belakang.
sembari kertak gigi Giok-liong kerahkan tenaganya, sekali tiga tombak dilampaui setelah melewati beberapa wuwungan rumah orang langsung berlari kencang keluar kota.
Ternyata si pemuda terus mengejar, maka terjadilah kejar mengejar dengan kencang, terlihat dua titik hitam bayangan diatas salju,jarak mereka kira-kira cuma beberapa tombak, sama-sama mengerahkan tenaga dan mengembangkan ilmu ringan tubuh.
Kira kira ratusan tombak kemudian tiba tiba Giok liong menghentikan langkahnya terus berdiri menanti.
Kini mereka sudahjauh dari kota, tak perlu takut mengganggu orang, maka Giok-liong berteriak keras.
"Kenapa kau mengejarku?"
Pemuda itu menggaung murka begitu menerjang datang kedua tangannya lantas bergebrak menyerang dengan tipu yang mematikan makinya.
"Kurcaci malam malam kau mengintip di penginapan, tentu punya tujuan tidak senonoh"
Sebelah tangan kiri Giok-liong disurung lalu disampok kesamping mematahkan tekanan serangan lawan sedang tangan kanannya melancarkan serangan balasan.
Tujuan Giok-liong hanya hendak menggertakkan sajamaka serangannya ini hanya menggunakan tiga bagian tenaganya saja, sehingga gaya serangannya kelihatan sangat lemah- "Alah silat kampungan saja juga berani tarung dengan aku"
Demikian si pemuda mengejek sambil tersenyum sinis, tanpa berkelit atau menangkis, tahu-tahu kedua tangannya malah terulur keluar seperti cakar kera langsung mencengkeram pergelangan Giok- liong.
sebetulnya Giok liong tidak berniat bertempur sungguhsungguh, karena sedikit geaabah hampir saja tangannya patah dicengkeram lawan untung dia berlaku gesit dengan gerakan reflek yang cukup cekatan cepat-cepat ia tarik tangannya sembari melangkah mundur tujuh kaki, selamatlah tangannya.
Mendapat angin si pemuda semakin takabur, serangan lanjutan segera ditaburkan semakin menderas dengan gencar, sekali ini ia benar-benar lancarkan ilmu pukulan laksana gugusan sebuah gunung yang ketat dan rapat sekali.
"Engkoh seng, bunuh dia"
Kiranya Coh Ki-sia juga sudah menyusul datang langsung menerjang kedalam gelanggang pertempuran terus menyerang dengan kalap.
sungguh seperti diiris-iris hati Giok-liong, betul-betul tak terduga olehnya bahwa istrinya tercinta ternyata bergabung dengan orang mengeroyoknya.
"Adik sia, apakah kau betul-betul tiada rasa cinta dan setia "
"Bocah keparat, omong kosong belaka "
Seperti kebakaran jenggot pemuda itu berjingkrak gusar seraya lancarkan pukulan yang lebih ganas dan mematikan. Coh Ki-sia sendiri juga mengertak gigi, teriaknya.
"Siapa yang ada cinta dan setia apa segala"
Rasa duka dan dongkol Giok-liong benar benar susah dilukiskan dengan kata-kata, akhirnya ia menjadi nekad dan ambil ketetapan hati, batinnya, 'terang dia sudah tiada rasa cinta kasih terhadapku, buat apa aku selalu mengenangnya kembali.' sebat sekali ia melompat tinggi sam-ji cui-hun-chiu lantas dikembangkan, mulai dari jurus Cin-chiu, ia tahan gelombang serangan si pemuda sedang tangan kanan menggunakan jurus Hwat-bwe balas menyerang ke arah Coh Ki sia.
Lweekangnya sudah mencapai tingkat yang paling sempurna, sam-ji-cui-hun chiu merupakan ilmu pelajaran Teji Pang Giok yang tunggal dan digdaya lagi, maka bukan olaholah hebatperbawanya- Mega putih lantas berkembang menderu dengan hawa dingin yang menyesakkan napas.
Bercekat hati sipemada, kejutnya bukan main, seiring dengan teriak kejut tubuhnya lantas mencelat setombak tebih, sejauh sembilan kaki, meski ia sudah bergerak sangat tangkas tak urung dirinya tudah dibuat kepayahan terpental keluar dari gelanggang pertempuran.
sementara itu, pergelangan coh Ki-sia sendirijuga sudah kena digenggam oleh Giok-liong asal Giok-liong mengerahkan tenaga meremas, seumpama jalan darah Coh Ki-sia tidak sungsang surobel dan mengalir terbalik sehingga mematikan, paling tidak sebelah tangannya itu sudah hancur luluh tulangtulangnya, selamanya menjadi invalid.
Tapi apakah Giok-liong betul-betul tega turun tangan sekejam itu, terasa pergelangan orang begitu lembut dan halus serta empuk seperti tak bertulang, bercekat hatinyasekilas itu terbayang olehnya betapa kasih mesra hubungan mereka waktu masih berada di Hwi-hun-san cheng dulu, maka sambil membanting kaki dan mengertak gigi ia mendesah berat.
"Adik sia "
Cengkeramannya di lepas lalu tubuhnya mencelat mundur beberapa tombak, kelopak matanya mengembeng air mata.
Coh Ki sia sendiri terhuyung berapa langkah kena gentakan tenaga Giok- liong tadi, beruntung ia sempoyongan sampai setombak lebih baru bisa berdiri tegak- Pemuda itu buru-buru maju memayang tubuhnya, tanyanya penuh prihatini "Adik sia, kau terluka ?"
Sungguh gemes dan duka hati Coh Ki- sia, tak tertahan lagi air mata mengalir deras membasahi pipinya, mukanya pucat dan bibir gemetar napas juga sengal-sengal, agaknya ia sangat haru terbawa oleh hanyutan perasaannya..
"Engkoh seng kau... bunuh ia- "
"
Nanti kululusi permintaanmu "
Kata-kata terakhir ini bagi pendengaran Giok liong laksana ribuan jarum yang menghunjam kejantucgnya. Agaknya pemuda itu juga tersentak bingung, namun seketika semangatnya lantas terbangun, sahutnya.
"itu gampang Kuharap kau kelak tidak pungkiri janji dan menyesal "
Lalu ia melepaskan tubuh Coh Ki-sia langsung menerjang kedepan Giok liong, teriaknya.
"Kurcaci lihat seranganku "
Sebetulnya Giok-liong sendiri juga tak kuasa mengontrol perasaaan hatinya, hatinya sangat gusar dan seperti dibakar, tanpa banyak suara lagi maka segera ia kerahkan tenaganya di kedua lengannya.
setiap gerak langkah berat dan serangannya juga kuat,membawa gelombang damparan angin pakaian yang dahsyat, jauh lebih hebat dan tekanan Belum lagi pemuda itu menerjang tiba, tahu-tahu tubuhnya sudah mencelat balik terguling-guling tujuh kaki jauhnya, setelah merangkak bangun mulutnya mendaki gusar.
"Bocah keparat kau"
Kemurkaan Giok liong sudah meledak mana bisa dikendalikan lagi, serangannya semakin cepat dan ganas rasa gusar dan dukanya semua dicurahkan kearah pemuda yang dianggapnya sebagai duri di depan matanya, begitu ia menerjang tiba pukulannya juga tidak ketinggalan begitu serangan datang tekanan tenaganya juga langsung memberondong sampaisebetulnya kepandaian si-pemuda juga cukup tinggi, tapi mana kuat bertahan dibawah tekanan serangan dahsyat ci iok- Liong yang sudah terlanjur marah marah ttu, baru berapa jurus saja Lantas keLihat ia kerepotan mundur berulang-ulang, setiap gerak tangannya cuma membela diri melulu tiada mampu baLas menyerang.
Pada saat kritik itulah mendadak terdengar Lambaian baju mendatangi.
LaLu terdengar sebuah seruan sember berkata "Anak seng Kau minggir"
Tahu-tahu ditengah geLanggang sudah hinggap seorang tua pertengahan umur.
orang tua ini bertubuh tinggi kekar melebihi orang biasa, seperti bentuk menara saja Layaknya, sepasang matanya berkilat seperti pancaran bara api, dagunya bercambang bauk Lebat, bajunya kain kaci warna kuning mengenakan mantel kuning pula, sikapnya yang angker ini Laksana maLaikat dewata yang-baru turun dari atas Langit.
Pemuda bertahi LaLat di tengah aLisnya itu Lantas memburu maju ke depan orang tua ini terus membungkuk daLam seraya menyapa hormat.
"Ayah"
Coh Ki-sia juga memburu maju terus menubruk kedaLam peLukan si orang tua sambil nangis gerung-gerung, teriaknya sesenggukan.
"Paman Dia"
Yang ditunjuk adalah Giok liong, sayang karena terlalu emosi, kata katanya tersendat di tengah tenggorokan.
sebelah tangan orang tua itu mengelus kepala Coh Ki sia sedang matanya berkilat menatap tajam ke arah Giok-liong sebentar, lalu berpaling kepada si pemuda, tanyanya.
"Anak seng Apa yang telah terjadi di-sini?"
Pemuda itu membungkuk hormat, sahutnya .
"Bocah kurcaci ini adalah musuh besar Adik sia"
Si orang tua lantas menarik muka, bentaknya. "Apa benar?"
"Adik sia sendiri yang mengatakan kepadaku"
Orang tua termenung sebentar lalu mengguman.
"Dia dia adalah musuh tandingan coh Jian- kuo suami istri itu"
Tanpa menghiraukan Giok liong ia bertanya kepada si pemuda.
"Coba katakan apakah sepanjang jalan ini ada perubahan ?"
"Tidak ada "
"Konon, kabarnya perjalan keBu-ih-san ini kita harus hatihati. Banyak gembong-gembong iblis yang lama mengeram diri kini bermunculan kembali, situasi sangat tegang, maka bergegas aku menyusul kemari, tak duga kalian.. ."
"Tak kira Ih-hun cheng cu sendiri juga ikut terjan dalam keramaian ini tak heran kalangan persilatan bakal geger "
Mendadak terdengar orang berseru lantang dan suara merdu bagaikan irama sembilu, keruan semua orang menjadi kaget sebetulnya Giok-liong tengah menjublek dan terlongonglongong memandangi coh Ki-sia dalam pelukan si orang tua tinggi kekar itu, tak urung iapun tersentak kaget mendengar suara aneh ini, tiba-tiba tergerak hatinya ia membatin.
"Ternyata orang tua ini adalah Ih-hun-cheng cu dari daerah timur laut itu yang bernama Toanbok Ih-bun, tak perlu dijelaskan lagi terang pemuda itu tentu putranya yang bernama julukan It-tiam-ang (setitik merah) Toan-bok seng."
Kalau Giok-liong tengah tenggelam dalam hatinya. Di sebelah sana terdengar Toan-bok Ih-hun sudah berseru keras kearah datangnya suara. "Ang To-bok, apa kau belum modar ?"
"orang macam aku yang tidak disambut di akhirat, setan dan dedemit lari pontang-panting melihat aku, masa gampang disuruh mati Hahahahaha "
Gelak tawannya seperti sengguk orang nangis, tahu-tahu sebuah tubuh kecil cebol yang kurus kering melesat hinggap di tengah gelanggang.
orang cebol kurus kecil yang tinggi tiga kaki ini sudah berambut uban, tidak lebih seperut Toan bok Ih hun berdiri di hadapan orang sehingga kelihatan janggal dan lucu sekali, perbedaan yang menyolok ini- Begitu menancapkan kakinya, sepasang matanya yang kecil bundar lantas jelilatan berputar menyapu pandang keempat penjuru, suaranya melengking berkata.
"Tengah malam buta begini, kenapa kalian saling pelotot disini-"
Ih hun ceng-cu Toan-bok Ih-hun tertawa tawa, katanya.
"Menyelesaikan urusan anak-anak kecil-"
Orang tua cebol kurus ini mengiakan sambil manggutmanggut, sekilas ia melirik berapa kali ke arah Giok-Liong, jelas kelihatan sikapnya acuh tak acuh terhadap Giok- liong, malah jengeknya.
"Waktu amat mendesak, para gembong iblis itu mungkin sudah membuat geger di Bu ih-sin sana, masa kau masih ada tempo mengurus persoalan bocah tetek bengek ini, mari tuan besar, segera kita berangkat "
Toan-bok Ih-hun melepas pelukan coh Ki-sia, lalu katanya kepada Giok-Liong.
"Apakah kau ini yang bernama Kim-pitrjan hun Ma Giok liong." "Hah "
Belum lagi Giok- liong sempat menjawab si orang tua kate itu sudah berjingkrak kejut, merubah sikapnya yang acuh tak acuh itu matanya berkedip kedip mukanya beringas, bentaknya.
"Katakan betul apa tidak ?"
Giok-liong mendesis dengan suara dingin.
"Ya, memang akulah yang rendah "
Kontan si kate cebol perdengarkanjengek dingin, katanya sambil menunjuk Ih-hun-ceng-cu.
"Bagus sekali. Tuan besar, hubungan selama puluhan tahun, kau begitu tega mengapusi aku si tua bangka itu, mengatakan apa itu.. ."
Keruan Ih-hun-cheng cu Toan bok Ih-hun melengak. tanyanya.
"Aku ngapusi apa?"
Ang To-bok menyeringai licik, katanya.
"Katamu menyelesaikan urusan anak kecil, yang terang disini kau sedang berdaya upaya merundingkan guna merebut pusaka itu"
"Perundingan merebut pusaka ?"
Hampir berbareng Giok liong danToan bak ih hun berteriak- Ang to bok menggerakkan kepala kecil yang sudah penuh ubanan itu, katanya seperti mengetahui duduk perkara sebenarnya.
"Pusaka tersembunyi yang berada di dalam rawa naga beracun di gunung Bu-ih san itu, siapa yang tidak tahu bahwa pemilik sebenarnya adalah orang she Ma .. ."
Tergetar hati Giok-liong. Mendadak teringat olehnya pesan teiakhir ibundanya dulu. "Pada sumber mata air didasar rawa naga beracun di pegunungan Bu-ih-san tersimpan se
Jilid buku catatan rahasia tulisan ayahmu.. ."
Teringat pula akan kata-kata ibundanya yang lalu.
"Nak turutilah kata-kata ibu-mu, pergilah ke Ih hun sancheng di daerah timur laut sana- carilah Toan bok Ih hun, dan mintalah supaya dia membantu."
Kalau dalam perjalanan menemui kesulitan perlihatkan bentuk batu pualam ini...
tadi karena hati tidak tentram dan gelisah sehingga tidak ingat atas kejadian beberapa tahun yang lalu.
sekarang setelah mendengar Ang to bok menyinggung persoalan ini tanpa terasa bergidik tubuhnya, batinnya.
"Bocah yang tidak mengenal budi pekerti dan tak berbakti kenapa aku melupakan pesan ibu yang wanti-wanti itu"
Karena pikirannya ini bergegas ia tampil ke depan langsung menjura kepada Toan bok Ih hun, katanya lantang.
"wanpwe tidak tahu bahwa cianpwe adalah Ih hun-chengcu yang berdiam di Liao-tong itu, harap suka dimaafkan"
Kejadian perubahan ini sangat mendadak sekali, sudah tentu Toan bok Ih hun dirundung cemas dan curiga, tanyanya.
"Apa maksudmu ini ?"
"sebelum cayhe berkelana, pernah ibu berpesan dengan batu pualam berbentuk. jantung sebagai bukti supaya Wanpwe ke Liok-tong menemui kau orang tua"
"Batu pualam bentuk jantung hati?"
"Benar, tatkala itu, aku..."
"Jadi kau ini adalah"
Mendadak Toan bok Ih hun memutus kata-katanya, dengan cermat dan seksama ia amatamati Giok-liong sikapnya menjadi tawar dan rawan. Giok-liong tinggal seadanya. "
Hanya karena Wanpwe belum lama meninggalkan rumah lantas merubah arah tujuan sehingga tidak menuruti pesan ibunda, ditengah jalan aku berputar menuju ke lembah kematian dan untung di sanalah aku bersua dengan guru yang berbudi "
Toan-bok lh-hun tidak perhatikan penjelasannya ini, tanyanya.
"Lalu dimana batu pualam bentuk jantung hati itu?"
Tanpa disadari Giok liong meraba kantong bajunya, sahutnya dengan muka merah.
"sudah kuserahkan kepada seorang nona untuk tanda kepercayaan"
Belum habis ucapannya, mendadak sesosok bayangan melejit jauh terus, berlari pergi.
Kiranya mendengar penjelasan Giok liong ini coh Ki-sia lantas mendengus gusar terus melesat dua tombak lebih berlari kembali kearah kota.
Toai bok Ih-hun tidak hiraukan kedua anak muda itu, sebaiknya membentak kepada Giok-liong.
"Mulutmu saja yang ngobrol tanpa bukti, lekas cari kembali batu pualam bentukjantung hati itu baru menghadap kepada aku"
Selesai bicara iapun melambung tinggi seraya berkata kepada Ang TO-bok- "Cebol selamat bertemu diBu-ih san"
Keberangkatan ketiga orang inijuga terlalu mendadak, Giok liong sendiri masih belum jelas dalam ingatannya, suduh tentu dia tidak menyadari katanya tadi.
"Diserahkan kepada seorang nona untuk tanda kepercayaan ini betul-betul sangat melukai perasaan coh Kisia? Tapi betapapun tidak terpikirkan oleh Giok-liong akan kesalahan kata-katanya ini, karena Coh Ki-sia sudah lari jauh tak kelihatan lagi. Dalam pada itu sambil berlenggang si cebol Ang To bok menghampiri kedepan Giok-liong, katanya dengan suara di buat-buat.
"saudara kecil Apa yang telah kalian ikrarkan bersama Toan-bok Ih-hun tadi?"
Hakikatnya Giok liong sendiri tidak tahu pangkal tujuan pertanyaan orang, dasar hati sedang gundah, tiada minat ia banyak bicara, lalu ia menyahut tawar "Ikrar ? Tidak "
Sembari menjawab kakinya sudah beranjak tinggal pergi, dalam hati ia tengah menerawang langkahlangkah selanjutnya.
Menuju ke Laut utara atau pergi keBu-lhsan? Aku harus pilih satu diantara ini.
Tak duga Ang To-bok berseyot-seyot mengintil dibelakangnya, katanya berat.
"saudara kecil, walau aku Te ou sing-kun (dedemit bumi kesataria bintang) Ang to bok bukan cukat Liang yang hidup kembali tapi hanya menghadapi urusan kecil macam ini, jangan harap dapat mengelabui aku"
Giok-liong menjadi uring-uringan, semprotnya.
"Jangan cerewet Peduii apa kau manusia kerdil ini"
Sambil menyeringai iblis Ang To-bok tertawa-tawa, katanya.
"Kau jangan main galak? Perjalanan keBu-ih-san ketahuilah aku orang she Ang juga termasuk satu hitungan tangan"
Rasa dongkol Giok liong susah dilampiaskan, kini mendengar ocehan yang menyebalkan ini seperti api disiram minyak semakin berkobar amarahnya, desisnya geram "Persoalan di Rawa naga beracun itu siapa berani turut campur, maka jangan harap dia bisa hidup kembali."
Ang-to-bok bergelak tawa, teriaknya.
"Hahaha, takabur benar kau ini"
"Kau mau apa".
"Tidak lain aku hanya ingin bergabung dan bekerja sama dengan kau, nanti kita bagi sama adil setelah mendapatkan buku catatan rahasia itu"
"Ha h, h m Kau mimpi"
"Mimpi saudara kecil, jangankan pandang rendah aku ini"
Giok liong menjadi sebal, saking kewalahan mendadak ia jejakkan kakinya terus berlari kencang tinggal pergi, gerak gerik Giok- liong cukup hebat, namun Ang To bokjuga tidak kalah gesit bukan saja ia mengejar kencang malah berlari berendeng, ditengah udara ia bersuara.
"saudara kecil, demi menjaga kepercayaanmu terhadap Toan bok Ih-bun, boleh aku mengalah dibagi tiga sama rata."
"Menyebalkan"
Giok liong membentak sambil mengibaskan sebelah tangan menampar kesamping.
"Wah kok turun tangan"
Seru Ang TO bok sambiljumpalitan, terus meluncur turun.
Karena menyerang dan menggunakan tenaga Gioks liong sendirijuga melorot ke-bawah, menurut dugaannya Ang to bok pasti balas menyerang, maka begitu kakinya menginjak tanah segera ia bersiaga dengan memasang kuda-kuda.
Diluar sangkanya Ang to bok tertawa-tawa disebelah sana, ujarnya.
"saudara kecil, kau tidak sudi bekerja sama dengan aku mungkin karena kau belum tahu seluk beluk keadaan di Rawa naga beracun itu, kalau tidak tentu kau tidak menolak uluran tanganku ini" "Maksudmu..."
Giok Liong sudah hendak lancarkan pukulannya dengan gemas, namun bentakannya lantas di telan kembali dan takjadi menyerang, hatinya berpikir memang keadaan di TOksliong-tam sana aku tidak tahu, apa salahnya aku mengorek keluar keterangan dari mulut orang bawel ini, kan menguntungkan.
Maka ia merubah sikapnya tadi, katanya kalem.
"Bagaimana keadaan di Toksliong-tam?"
"Nah kan begitu saudara kecil"
Ujar Ang to bok berjingkrak girang sambil menjentik ibu jarinya.
"
Urusan dapat dirundingkan bukankah bisa menelorkan hasil yang menguntungkan, kalau sampai berkelahi wah berabe merugikan kita dua belah pihak"
Karena punya tujuan tertentu terpaksa Giok liong menekan rasa dongkolnya, sahutnya.
"ya, coba terangkan dula situasi di-Rawa naga beracun itu"
"Baik, mari ikut aku"
Kata Ang To-bok sambil menunjuk ketempat yang jauh badan nya lalu melesat pergi.
Diam-diam Giok-liong sudah bersiaga, tapi terpaksa ia mengintiljuga, setelah melewati bidang-bidang sawah terus menyelusuri anak sungai di ujung muara sana kelihatan sebuah biara kecil, saking tua dan tidak terurus keadaannya sudah bobrok, namun papan namanya kelihatan bertulis Liong ong bio tiga huruf besar- Ang To-bok meluncur turun didepan biara kecil ini, kedua tangannya lantas bertepuk dua kali.
segera terdengar suara kereyat kereyot terlihat pintu biara terpentang pelan, bergegas ia beranjak keatas undakan batu diambang pintu serta berkata kepada Giok-liong yang baru saja tiba.
"saudara kecil, mari silakan "
Kwatir orang mengatur tipu daya, diam-diam Giok-liong kerahkan ji-lo untuk melindungi badan, kabut putih menyelubungi seluruh badannya. Ang To-bok tertawa kering, ujarnya.
"Terlalu memandang rendah aku orang she Ang, tarik kembali hawa pelindung mu itu"
Giok-liong menjadi rikuh, sahutnya kikuk- "Niat mencelakai orang tidak boleh ada, berjaga mengatasi tipu daya orang harus waspada-"
Sembari kata ia sudah naik keatas undakan batu.
Pintu biara sudah terpentang lebar, berdiri dihadapannya seorang laki-laki pertengahan umur.
sesaat Giok-liong menjadi tertegun, sebab pada cuaca dimusim dingin ini, laki laki ini ternyata bertelanjang bagian atas tubuhnya, tempat fitalnya saja yang digubat dengan selilit kain panjang dari sutra, seluruh tubuhnya tumbuh rambut hitam panjang, badannya kekar dan berotot keras.
Begitu melihat kedatangan Ang To-bok.
lantas unjuk tawa lebar, giginya kelihaian rajin memutih lalu ia mengerling pada Giok-liong, dua biji matanya tajam dan bening seperti dua tonggak yang berhawa dingin.
sambil tertawa-tawa Ang To-bok manggut-manggut menunjuk dirinya lalu menunjuk Giok-liong, akhirnya menunjuk orang laki-laki bertelanjang itu.
Lalu ketiga jari tanganya dirangkap bersama terus digenggam dengan tangan lainnya.
Laki-laki itu menyeringai tertawa besar, suaranya aneh dan serak, tersipu-sipu ia melangkah mundur kesamping.
Ang To-bok menyilangkan tangan memperlihatkan Giokliong.
"saudara kecil silakan kita bicara didalam"
Kalau sudah datang apa pula yang harus dikawatirkan, maka dengan langkah lebar tanpa ragu Giok-liong beranjak masuk.
tengah ruangan terdapat seonggok bara api yang tengah menyala besar.
Di pinggir api unggun terletak seguci arak dan separo kempol kambing yang baru saja dipanggang mengeluarkan baunya yang wangi.
"Mari, sambil gegares kita bicara disini jauh lebih enak diluar yang dingin "
Demikian ujar Ang to bok sembari menarik sebuah gulungan rumput kering untuk alas duduk Giok liong.
sementara ini laki-laki setengah telanjang itu sudah duduk dipinggir guci besar itu, dengan cawan besar ia meminum arak lalu merogoh keluar pisau kecil mengiris daging kambing terus dijejalkan kedalam mulutnya, tanpa berkata-kata lagi.
Giok liong tidak hiraukan orang, langsung ia mengungkat pembicaraan "sudah mari kita mulai, bagaimana sebenarnya keadaan Tok liong tam itu ?"
Kata Ang Toksbok berseri tawa.
"
Letak Toksliong-tam di dalam pedalaman gunung Bu-ih san yang jarang diinjak manusia, air rawa ini sangat dingin membekukan tulang di tempat sumber mata airnya, bulu angsa saja tentu ditelan tenggelam ke dasarnya, apalagi pusarannya besar dan kuat sekali-"
"oh apa betul ?"
Tanya Giok liong.
"Hal yang penting ini masa boleh menipu orang."
Sahut Ang to bok sungguh-sungguh. Giok-liong pernah mendengar penjelasan ibunya, maka sambil mengerut kening ia bertanya lagi. "Kalau begitu bagaimana menurut rencanamu ?"
Ang to bok tertawa getir, ujarnya.
"Aku orang she Ang boleh dikata sebagai seekor bebek kering, jangan kata rawa naga beracun, air biasa saja mungkin aku bisa kelelap dan mampus tenggelam. Sudah tentu aku tak mungkin berani turun kendalam rawa maut itu ?"
"Lalu siapa ... ."
"Nah, dia inilah "
Tukas Ang to bok sambil menunjuk lakilaki setengah telanjang itu.
Giok-liong melirik berkali-kali kearah laki-laki setengah telanjang itu.
Kata Ang To-bok dengan penuh kepercayaan "Dia bukan lain adalah Ah-liong-ong (raja naga bisu) yang sangat kenamaan di dunia persilatan."
"
Ah-liong-ong ?"
"Ya, raja naga bisu "
"Kepandaiannya - - -"
"Kepandaian diatas tanah biasa saja, tapi sekali ia masuk air laksana ikan terbang naga sakti, boleh dikata ia sangat berbakat sejak kecil, pembawaan sejak lahir-"
"O, betul-beiul ada hal serupa itu ?"
"Bukan begitu saja keahliannya, betapa dingin airnya selama tiga puluh enam jam ia kuat bertahan bertahan di dasar air, di dalam air ia bisa hidup seperti ikan umumnya, kalau meninggalkan air hidupnya malah sengsara-"
Giok-liong terlongong mendengar cerita aneh yang belum pernah didengarnya ini.
Ah-liong-ong ini agaknya memang sudah pembawaan bisu dan tuli, tak tahu apa yang tengah mereka bicarakan, melihat Giok-liong memandang dirinya, ia terus angkat cawan arak dan ditenggaknya habis, Giok-liong manggut-manggut dan tertawa-tawa.
Terdengar Ang to bok melanjutkan penjelasannya.
"
Untuk mencapai dasar rawa naga beracun ini selain Ahliong- ong ini, ku berani tanggung di seluruh Kangouw ini tentu tiada orang kedua yang berani. Maka buku catatan rahasia ini, sudah terang dan nyata bakal menjadi milik aku orang she Ang "
Giok liong menyeringai dingin, katanya.
"
Kalau begitu, kenapa kau undang aku untuk membantu ?"
"Tentang ini..."
Merah wajah Ang To-bok, sekian lama baru ia bicara tersekat.
"Tapi, tapi... betapa juga harus berjaga-jaga, sebab menurut kabar berita di kalangan Kangouw, entah ada berapa banyak gembong-gembong silat yang sudah berkumpul diBuih san sana, meski mereka tak kuasa turun ke air tapi diatas bumi... diatas bumi..."
Giok liong tertawa dengan nada hina.
"Bukankah ada kau "
"Aku.. ."
Selebar muka Ang To-bok lebih merah seperti kepiting direbus, katanya terbata- bata.
"Aku... tentu.. tapi - - -"
"Maka kau undang aku untuk melawan musuh-musuh berat di atas daratan ?"
"ya, begitulah "
"Lalu setelah memperoleh buku catatan rahasia itu, kau bisa merat melarikan diri bukan ?"
"Ah Tidak." "Masa tidak ?"
"
Aku paling dapat dipercaya, legakan hatimu "
Giok-liong menyeringai dingin, tiba-tiba ia berteriak.
"Barang yang tersimpan didalam sumber mata air dalam dasar rawa naga beracun digunung Bu-ih san itu ada pemiliknya, ketahuilah barang yang tidak halal lebih baik kau jangan tamak hendak merebutnya "
Ang to bok ternyata tidak marah, sebaliknya malah manggut-manggut sambil tertawa tawa, ujarnya.
"Duduk, silahkan duduk."
Sekonyong-konyong terdengar lengking panjang yang bersahutan dari jarak yang cukup jauh diluar sana, Suar n ini begitu tajam daw- meninggi seperti menembus langit menggetarkan sukma.
Ah liong ong yang sedang makan minum itu juga terpengaruh oleh suara lengking ini sampai berobah pucat air mukanya seketika ia duduk menjublek ketakutan.
Ang to bok sendiri juga menarik muka dan mendengarkan dengar serius katanya dengan suara berat.
"selalu kalian mencari gara-gara kepada Lohu"
Nada perkataannya penuh kebencian tapi terang mengandung rasa takut, terang paling tidak ia merasa gentar menghadapi pendatang ini. Tergerak hati Giok liong, tanyanya.
"siapa mereka ?"
"Tong-si ngo kui ? "Lima setan keluarga Tong ?"
Tong-singo-kui atau Lima setan keluarga Tong adalah gembong silat aliran hitam yang kenamaan di daerah barat laut.
Mereka berlima adalah saudara kandung seibu, biasanya suka bertempur dengan cara keroyokan yang diberi nama Ngo-kui-nau-pan (lima setan menggeserkan sidang).
"
Cara turun tangannya keji selamanya tak memberi ampun kepada musuhnya. Sudah sekian lama mereka malang melintang di Kangouw, ditakuti dan disegani oleh kaum persilatan karena kekejamannya. Giok liong membatin.
"Agaknya Ang-to bok bukan tandingan Tong-si ngo-kui itu,"
Karena pikirannya ini serta merta Giok-liong tertawa geli, ujarnya.
"
Kalau kau berani pergi keBu-ih-san, terlebih dulu kau harus memberantas musuh-musuh berat, sekarang mereka mengantar jiwa di depan pintu, inilah saatnya kau memperlihatkan kepandaianmu sejati, supaya mereka kena gertak "
Merah muka Ang to kok, dengan beringas ia mendesis terbata-bata.
"Lohu, takkan... ampuni jiwa mereka"
Diam-diam Giok liong tertawa geli- suara suitan itu sudah semakin dekat, nadanya semakin keras dan menusuk telinga Ah liong-ong yang duduk disebelah sana tampak mementang kelima jarinya diulur kedepan, mulutnya berseru.
"fiii.......ya......aaaaahhhn....uuuuh"
Terang hati Ang-to-bok sangat gelisah, namun lahirnya ia berlaku tenang, dengan tangan ia memberitahu kepada Ahliong ong supaya tenang-tenang saja.
Lalu sambil menggerakkan kedua lengannya ia melangkah lebar keluar pintu.
Baru saja melangkah berapa tindak diluar sana terdengar suara "Blang"
Yang keras sekali, daun pintu biara kecil yang tebal itu tiba tiba mencelat jauh gedebukan dilantai, debu dan pasir beterbangan dan rontok dari atas runtuhan, begitu keras terjangan tenaga menumbuk pintu ini sehingga seluruh biara terasa tergetar seperti terjadi gempa bumi.
Belum lagi suara sirap dan debu menghilang beruntun meluncur masuk lima bayangan laki-laki yang bertubuh kekar sejajar menghadang diambang pintu, muka mereka beringas dengan pandangan mendelik.
Laki-laki tertua yang berdiri ditengah terdengar membentak dengan sengit .
"Ang to bok, didaerah kekuasaan kita berlima berani kau menculik Ah-liong-ong, kau terlalu tidak pandang sebelah mata kita bersaudara sekarang kita berlima sudah tiba, cara bagaimana kau hendak menyelesaikan urusan ini?"
Belum sempat Ang to bak menjawab. Empat saudara lain dari Tong-si-ngo kui sudah menggerung bersama.
"Mana ada begitu banyak tempo untuk main debat dengan kurcaci ini, sikat saja"- belum lenyap dengung suara mereka serentak menubruk maju sambil menjerit lengking tajam, angin kencang yang dahsyat seketika meluruk kearah Ang to bok- Dengan suara gemetar dan sember Ang To-bok menjadi nekad, serunya.
"Baik, Lohu adu jiwa dengan kalian." - dengan nekad ia menyambut serangan para musuhnya dengan kegesitan tubuhnya. sekali gebrak Tong-si ngo-kui langsung kembangkan ilmu Ngo kui nau san yang paling mereka banggakan itu ternyata memang cukup lihay dan hebat juga. Baru beberapa jurus saja kelihatan Ang to bok sudah terdesak dibawah angin, gerak geriknya sudah kacau balau setiap saat menghadapi ancaman mara bahaya. sementara itu. Ah-liong ong meringkuk dibawah jendela sana, naga-naganya ia hendak mencari kesempatan untuk melarikan diri Karena kemenangan sudah terang bakal dipihaknya, siangsiang Tong-si-ngo-kui juga sudah memperhitungkan kejadian ini, maka tiba-tiba salah seorang dari ngo-kui melompat keluar dari gelanggang pertempuran langsung memburu ke-arah Ahliong- ong, sembari membentak.
"Ah-liong ong kau hendak lari "
Tampak pula sebuah bayanga dari seorang saudaranya ikut menerjang datang.
kepandaian silat Ang-liong ong biasa saja mana mungkin dapat menghindar diri dari cengkeraman lihay dari setan jahat ini.
Tiba-tiba dalam keadaan yang genting ini, mega putih kelihatan berkembang terdengar cniok-liong membentak gusar.
"Tong-si-ngo-kii jangan kalian mentang-mentang disini, lihat Tuan mudamu akan menghajar kalian."
Sebuah suit panjang yang melengking mengalun tinggi bergema sekian lamanya dari mulut Giok-liong, mega putih lantas melayang ketimur melebar ke barat bergulung-gulung, sebuah tangan putih halus tahu-tahu menyelonong tiba melancarkan sejurus tipu Cin-chiu, Hwat-bwe dan Tiam-ceng sekaligus.
seketika angin ribut bergulung seperti lesus memberondong kearah kedua musuh yang menerjang datang ini.
Terdengar jerit dan pekik kesakitan yang menyayat hati, darah berterbangan bau anyir darah lantas merangsang hidung.
Dua dlantara kelima Ngo-kui yang menerjang kearah Ah liong-ong itu sudah tamat riwayatnya, sesuai dengan nama julukan mereka kini benar-benar menjadi setan gentayangan toeng-hadap Giam-lo-ong.
salah seorang tengah terpental jauh tiga tombak, perutnya pecah dedel dowel seorang lagi otaknya pecah berhamburan, tapi tangannya masih mencengkeram kencang lengan Ahliong- ong, sehingga seluruh tubuh Ang-liong-ong menjadi kotor oleh darah dan cairan otak.
Ah-liong-Ong sendiri menggelendot diambang jendela, tubuhnya menjadi lemas dan tak kuasa mengeluarkan suara, lidahnya terjulur keluar berdiri menjublek seperti patung.
Tapi sepasang matanya yang bening memandang ke arah Giokliong dengan perasaan yang penuh haru dan terima kasih- Memang kalau bukan serangan telak Giok liong yang mematikan kedua setan itu, mungkin Ah liong ong sendiri yang bakal mampus, kalau bukan perut pecah tentu kepala hancur.
Tiga saudara yang lain begitu melihat dua saudara sendiri mati begitu mengenaskan dalam satu gebrak, betapa mereka takkan murka dan sedih- Berbareng mereka menjerit bersama lantas tinggalkan Ang To-bok serentak menerjang kearah Giok-liong dengan serangan dahsyat.
sudah tentu Giok-liong tidak pandang mata kepada ketiga musuhnya ini, bentaknya.
"Mampus "
Kedua tangannya didorong memapak ke depan, gulungan mega putih lantas menerpa dengan kekuatan yang menggetarkan "Blam"
Suara ledakan gegap gempita disusul suata runtuhan yang riuh rendah ternyata biara bobrok yang sudah tua ini menjadi runtuh berantakan karena sebuah tonggaknya kena terdampar oleh angin pukulan dahsyat tadiserasa pacah nyali tiga Ngo-kui yang masih sisa hidup inisalah seorang terdengar berteriak.
"
Angin kencang "
Ia mendahului melesat keluar dari lobang runtuhan ini.
Dua saudara lainnya juga segera lari sipat kupingsementara itu, karena kehabisan tenaga Ang to bok tengah duduk bersimpuh semampai di kaki meja sembari mengempos tenaga mengembalikan semangatnya.
Ah liong-ong masih berdiri menjublek bagai patung dipinggir jendela.
Dari kejauhan diluar sana terdengar kokok ayam jago, agaknya hari sudah menjelang pagi- Giok liong tertawa dingin, katanya kepada Ang to bok- "Ang to bok- mengandalkan kemampuan ini, berani kau hendak merebut benda pusaka ke Bu ih-san, benar-benar mimpi dan menggelikan sekali, menurut hematku lebih baik kau belajar lagi dan melihat gelagat supaya tidak mengantar jiwa sia-sia."
Habis berkata dengan langkah lebar ia tinggalpergi keluar biara. Belum lagi ia beranjak sampai diluar pintu, mendadak Ang to bok membentak.
"Kemana kau"
Giok-liong menjadi gusar, hardiknya sambil membalik badan.
"Ang To-bok cari mampus "
Ang To-bok tengah merangkak bangun, dengan tawa getir ia berkata halus.
"Bukan...Bukan kau siau hiap Aku memanggil dia "
Ternyata secara diam-diam Ah liong-ong mengintil dibela kang Giok liong, juga hendak tinggal pergi, sepasang matanya terus menatap muka Giok-liong, mimiknya mengunjuk rasa terima kasih dan kagum mohon pertolongan lagi, tangannya bergerak-gerak serta mulutnya mengeluarkan suara aneh yang tidak dimengerti oleh Giok-liong, Tangannya menunjuk Ang To-bok lalu digoyang-goyang lalu menunjuk Giok-liong terus hatinya sendiri.
Ang To-bok yang tahu arti main tunjuknya ini menjadi geram, gerungnya.
"Bocah keparat, melihat yang baru kau lupakan yang lama kau ingin ikut dia pergi "
Dengan kalap ia menerjang kearah Ah-liong-ong. gesit sekali Giok-liong melejit menghadang di depannya, hardiknya dengan murka.
"Ang To-bok berani kau"
Ringan sekali ia menggeser tenaga serangan Ang to bok lela menepuk pundak Ah-liong-ong menenangkan hatinya.
Lalu katanya pula kepada Ang to bok- "Terhadap seorang cacat kau mengundal keberanianmu sikapmu begitu kasar sudah tentu ia ingin ikut orang lain, apalagi kepandaianmu hakikatnya untuk menyelamatkan jiwa sendiri masih kepalang tanggung masa kuasa melindungijiwanya pula?"
Lalu ia putar tubuh berkata keras kepada Ah-liong-ong.
"Untuk sementara waktu kau tetap bersama Ang To-bokikutlah kepadanya, karena Tong-si-ngo-kui akan selalu mengejar kau"
Ah-liong-ong menggerakkan kaki tangan-nya, mulutnya entah mengatakan apa yang tidak di mengerti
Giok-liong tertawa tawa, katanya keras.
"Aku tidak mengerti maksud ucapanmu."
Saking kewalahan Ah liong-ong memburu maju terus menarik lengan baju Giok-liong dan tak mau dilepas lagi.
Tahu Giok-liong bahwa orang hendak ikut dirinya- Tapi dirinya sendiri seperti awan mengembang yang kemana saja terhembus angin tiada sesuatu tujuan tertentu tak punya rumah lagi, kemana pula ia harus membawa seorang gagu ini.
Akhirnya ia berkeputusan, katanya kepada Ang To-bok.
"
Orang she Ang, perlakukan baik-baik, tentu dia akan senang dan setia terhadap kau.
Bakat pembawaan yang jarang ada ini sangat berguna bagi kejayaan kaum persilatan.
Cukup sekian saja kata kataku kelak Kalau jumpa lagi kuharap kau masih membawa dia, kalau tidak aku Ma Giok- liong tentu akan membuat perhitungan dengan kau, ingat pesanku ini."
Lalu dengan gerak-gerak tangannya Giok-liong membujuk Ah-liong-ong, setelah itu baru bertindak ke luar dengan langkah lebar.
sang surya sudah memancarkan sinar cemerlang, hari sudah pagi- sesampai diluar Giok-liong menghirup hawa segar, di alam terbuka dengan hawa yang segar nyaman ini pikirannya menjadi tenang dan lapang, diam-diam ia ambil keputusan untuk menuju keBu ih san.
Demi memecahkan teka-teki rahasia riwayatnya sendiri, untuk ayahnya dan sebagai putra yang berbakti betapapun tugas suci ini harus dilaksanakan.