Kaki Tiga Menjangan Jilid 56

Jilid 56

"Tak berani aku melarang Toutong," jawabnya dengan kesal. "Sekarang silahkan Toutong menunggu di sini, aku akan memberitahukan pada Ongya kami, yang selanjutnya tinggal urusan Toutong dengan Ongya kami, kalau Ongya nanti marah tak dapat ia memarahi aku." katanya.

"Baik kau boleh pergi meminta ijin pada Ongyamu, tetapi ingat kesehatan Ongyamu, dan kau harus cepat-cepat memberi laporan padaku, karena aku pun punya tugas. Mati atau hidupnya tuan putri bukanlah tugas yang ringan, Kau harus tahu semenjak tuan putri itu dihina, sudah beberapa kali ia hendak melakukan bunuh diri. Jika itu sampai terjadi bukan saja aku, tetapi juga Ongyamu turut bertanggung jawab. Maka itu aku harus secepatnya melihat keadaannya."

Mendengar kata-kata Siau Po. Hee Kok Siang kemudian memberi hormat, setelah itu ia pun meninggalkan Siau Po.

Kesal Siau Po menunggu kedatangan Kok Siang, sampai ia membanting-banting kakinya saking tak sabarnya.

"Ongya kami masih belum sadar," jawabnya, "Tetapi karena aku khawatir Toutong menunggu terlalu lama maka aku hanya menyampaikan pertanyaan Toutong tanpa menunggu jawabannya lalu aku kembali ke sini." kata Kok Siang.

Siau Po mengangguk lalu mengikuti Kok Siang yang berjalan di depan Siau Po.

Jalan menuju kamar tahanan dijaga sangat ketat oleh para pengawal kerajaan dengan senjata di tangan mereka. Dan setelah kok Siang memberikan Lengcie, maka mereka berdua baru diperbolehkan masuk.

Siau Po mengangguk-anggukkan kepala sambil mengikuti Kok Siang melewati terowongan, lalu pintu besi sebagai pintu yang pertama, setelah itu jalanan menurun, maka mereka berhenti di depan sebuah kamar kecil yang terdapat lilin, di situlah nona itu ditahan.

Setelah diteliti ternyata bukannya A Ko tetapi Bhok Sio Kongcu anak dari raja bangsa Han, ayahnya telah mati di tangan Gauw Sam Kui jadi ia merasa dendam pada Gauw Sam Kui yang telah menghancurkan keluarganya.

Setelah bertemu pandang, Siau Po dan Bhok Sio Kongcu sama-sama kaget. Rupanya mereka itu salah sangka, Dalam hati Siau Po berkata.

"Sio Kongcu telah ditawan aku harus dapat menolongnya." Lalu Siau Po berkata, "Dia memang dayangnya tuan putri, dan tuan putri sangat menyayanginya." katanya pada Kok Siang.

Sambil berkata demikian Siau Po mengedipkan matanya sebagai tanda pada Bhok Kongcu, kemudian ia berkata lagi. "Oh, orang yang bernyali besar, dengan cara apa kau sudah berani mencoba membunuh Peng See Ong? Apakah kau sudah tak menyayangi jiwamu? Cepat kau katakan, siapa yang telah menyuruhmu? Cepat agar kau tidak disiksa." kata Siau Po.

Mendengar teguran itu, Bhok Kiam Peng menjawab dengan suara keras," Gauw Sam Kui adalah pengkhianat besar bangsa Han, dialah yang telah menyerahkan kerajaan Beng yang maha besar pada bangsa Tatcu, setiap rakyat bangsa Han ingin sekali menggigit kupingnya, oleh karena itu sayang sekali aku telah gagal membinasakannya." katanya.

Siau Po pura-pura gusar ia lalu bertanya.

"Oh, budak cilik kau bicara sangat kurang ajar. siapakah yang memerintahkanmu? Kau sudah lama tinggal dalam istana mengapa kau tak mempunyai adat? Dan sekarang, siapa kawan-kawanmu?"

"Kau sendiri yang berdiam lebih lama dari padaku, apa yang kau tahu tentang aturan? Kau mau tahu siapa kawanku? Dia itulah kawanku!" jawabnya sambil menunjuk pada Kok Siang, menantu raja muda.

Kiam Peng mengerti, dia lantas berkata keras-keras, "Memang dia. Dia yang menyuruh aku membunuh Gauw Sam Kui. Dia membilangi aku bahwa Gauw Sam Kui, manusia sangat busuk, bahwa semua orang sangat jemu dan membencinya, Dia memberitahukan, kalau nanti aku sudah berhasil membinasakan Gauw Sam Kui, maka dia... dia . boleh. "

Nona Bhok tidak kenal congpeng itu tak dapat ia menyebut nama orang, maka ia menggunakan saja kata-kata "dia" karena ini juga, tak dapat melanjutkan kata-katanya itu. Tapi Siau Po sangat cerdas, dia segera menambahkan "Dia dapat naik pangkat dan bahagia, selanjutnya tak akan ada lagi orang yang mencaci dan menghukumnya. Begitukah maksudmu!"

"Tepat! Tepat!" seru si nona, "Katanya, memang Gauw Sani Kui sering mendamprat dan menghukumnya dengan rotan, dia diperlakukan kejam, maka dia sangat mendongkol dan gusar. Dia memang hendak turun tangan terlebih dahulu tetapi dia tidak berani, dia tak ada nyalinya. "

Kok Siang gusar sekali, ia mencaci berulang-ulang akan tetapi Nona Bhok tidak menghiraukan bahkan memastikan kata-katanya. "Memangnya kau!"

"Berhati-hatilah jikalau bicara!" tegur Siau Po kepada nona itu, berpura gusar. "Kau tahu siapakah ini? Dialah menantunya Peng See Ong Gauw Sam Kui, namanya He Kok Siang, dan pangkatnya Congpeng, Memangnya ada kalanya Peng See Ong mendamprat dan merotaninya tetapi semua itu buat kebaikan menantunya ini sendiri" "Hee Congpeng ini juga membilangi aku bahwa setelah Gauw Sam Kui mati, maka dia bakal menggantikannya menjadi Peng See Ong." kata pula Bhok Kim Peng, yang tidak memperdulikan sikap menantu raja muda itu. "Dia telah menjanjikan tak perduli aku berhasil atau gagal dengan percobaanku ini, dia akan memerdekakan aku, supaya aku tidak usah menderita siksaan, Buktinya sekarang dia justru mengurung aku di sini. Eh, Hee Congpeng, sampai kapankah kau hendak melepaskan aku?"

Ketika itu Kok Siang dapat menggunakan otaknya, maka ia berkata di dalam hatinya. "Mulanya kau tidak kenal aku, kau tidak mengetahui nama dan pangkatku, Tapi 

sekarang, karena munculnya bocah celaka ini, kau berani main gila begini, Buat 

menolong kau, bocah ini sudah menjadikan aku bahan tertawaan.." 

Terus ia menjawab dengan bentaknya, Tutup mulutmu! jikalau kau mengaco belo, akan aku hajar kau hingga kulit dan dagingmu pada pecah, supaya kau setengah mati setengah hidup!"

Kali ini Kiam Peng berdiam, ia berkhawatir juga, ia ingat, kalau Siau Po gagal menolongnya, ia memang bisa dihajar setengah mati....

"Eh Nona apakah yang kau pikir?" tanya Siau Po yang melihat kenalannya itu terus membungkam. "Hayo kau utarakan segalanya! jikalau benar ia yang memerintahkan kau mencoba membunuh Peng See Ong tak ada salahnya kau mengakuinya, aku tak akan membongkar rahasia!"

"Dia. Dia bakal menghajar aku!" katanya, "Jika aku berbicara dengan orang lain!"

"Jikalau demikian kata-katamu benar adanya," kata Siau Po.

"Harap Tayjin," kata Hee Coan. "Penjahat itu tengah menuduh aku dan ini sudah kebiasaan seorang penjahat, jadi tidaklah benar kata-katanya."

"Kau benar juga," kata Siau Po setelah ia berpura-pura berpikir sejenak.

"Namun memang benar biasanya Peng See Ong memperlakukan keras pada Cong Peng dan karenanya kau merasa kesal, hingga suatu waktu kau berpikir akan membunuh mertuanya, Coba pikir, ia seorang nona mustahil dapat mengarang kata- kata itu. sekarang begini saja! Kita menunggu sampai Peng See Ong sembuh, nanti aku akan bicara padanya, untuk memberikan nasihat supaya kalian mertua dan mantu tidak sampai bentrok bagaikan air dengan api. "

Kok Siang terperanjat mendengar kata-kata Siau Po, Kata-kata Nona Bhok tak ia hiraukan, lain kata-katanya Siau Po. Bisa ia celaka bila kata-kata nona itu disampaikan pada raja muda. 

Memang ia tahu selama ini tabiat mertuanya berubah menjadi keras, maka ia lalu berkata pada kacung kita, "Sebenarnya Ongya memperlakukan aku baik sekali, sama  seperti pada anaknya sendiri Maka itu membuat aku sangat berterima kasih dan bersyukur Toutong, aku minta agar kau tak bicara pada mertuaku itu."

Siau Po dapat melihat orang itu tersenyum.

"Manusia itu tak berpikir mencelakakan harimau yang hendak makan daging manusia." begitu katanya, "Memang sering terjadi orang membalas kebaikan sesamanya dengan kejahatan Maka dari itu karena Ongya sangat baik padaku, aku harus memberi nasihat padanya agar ia menjaga dirinya baik-baik, agar ia tak usah roboh di tangannya manusia jahat, Tentara Peng See Ong besar dan kuat, di sisinya juga banyak perwira yang lihay yang dapat melindunginya, Jadi jikalau akan mencelakakannya tak mungkin penjahat itu akan berhasil Namun orang jahat sukar diteliti jika orang turun tangan terhadap dirinya mana sanggup ia menjaga dirinya?"

Hati Kok Siang menjadi makin kecil. Hebat kata-kata Toutong ini, yang telah menimbulkan soal yang tidak-tidak yang maksudnya berniat menolong nona dalam tahanan ini Peng See Ong memang sangat curiga, dia menyangsikan setiap orang. 

Baru beberapa hari yang lalu Gouw Sam Bwee datang menghadap dengan lupa meloloskan golok di pinggangnya, Golok itu lalu diloloskan sendiri olehnya dan terus menegur dan mendamprat sedang orang itu adiknya sendiri.

"Jikalau Toutong suka mengangkatku, tak akan aku melupakan budi besarnya itu," katanya perlahan "Dalam hal itu aku berani mengajukan diri walaupun Toutong memerintahkan aku untuk menyerbu api Toutong, dalam segala hal aku berani bertanggung jawab!"

"Sebenarnya aku memikir tentang kebaikanmu," katanya, "Kau boleh percaya kata- kata orang itu tak mungkin bocor, Lain daripada langit dan bumi, di sini cuma ada kita berdua, bertiga dengan si budak itu sendiri sekarang kita bicara secara terang-terangan, kalau tadi kau bunuh saja budak ini tentulah perkara ini sudah selesai. Kalau toh kau hendak menutup muIutku, tidak ada jalan lain daripada kau membunuh aku. Tetapi ini tak dapat kau lakukan, Kau tahu semua orangku sudah siap sedia, jumlah mereka berapa ribu jiwa, Mereka semua berada di luar istanamu, maka itu sangatlah sukar membunuh aku." kata Siau Po.

Mendengar keterangan Siau Po, Kok Siang menjadi pucat, tetapi ia berusaha untuk tersenyum, untuk menenangkan hatinya,

Melihat lawan bicaranya sudah berubah, maka Siau Po berusaha mempengaruhi pikirannya. Siau Po berbicara terus membuat orang itu menjadi bingung harus berbuat apa. sedangkan Siau Po terus saja mempengaruhinya.

"Terima kasih Toutong, kau telah turut memikirkan masalahku, dan sekarang bagaimana caranya?" tanya Kok Siang yang kebingungan. "Sebenarnya ini soal sukar." kata Siau Po yang telah berhasil mempengaruhinya. "Baik, mari aku terima kau menjadi sahabatku, sekarang begini, kau serahkan saja budak ini padaku, untuk aku bawa pergi, Nanti jika ada yang bertanya katakan budak itu sedang aku periksa, Nanti malam aku hendak membunuhnya, dan jika nanti aku katakan pada raja muda bahwa ia telah mati karena tak sanggup menahan siksaan, coba kau pikir bukankah dengan demikian urusan besar akan menjadi urusan kecil lalu semuanya akan habis sama sekali?"

Mendengar demikian Kok Siang sudah merasa curiga, tetapi yang ia bingungkan tentang budak itu.

“Tetapi Toutong, mengapa sewaktu kutanya ia tak mengetahui keadaan istana? Mengapa Toutong mengenalnya?" tanyanya.

"Dia tak mau mengembet-embet tuan putri, Terang saja ia tak mau mengatakan Dia dayang yang paling setia tak mau membongkar atau mengembet orang lain apalagi tuan putrinya." jawab Siau Po.

"Baik Toutong, sebaiknya Toutong meninggalkan secarik kertas sebagai tanda Toutong telah membawa budak ini, supaya kalau nanti ditanya, kami mempunyai bukti!" katanya,

Kembali Siau Po dan Kok Siang menyebutkan tentang dirinya pada masing-masing.

Siau Po tertawa tetapi dalam hatinya ia berkata, "Setan! Aku toh tidak dapat menulis dan membaca, apa yang dapat aku tuliskan?" Tetapi ia merogoh kantongnya dan mengeluarkan pistol.

"Inilah senjata yang Ongyamu berikan padaku, sekarang kau boleh bawa dan menunjukkannya pada Ongyamu, dan kau berkata, aku atas titah tuan putri sudah datang mengambil budak ini." katanya sambil memberikan pistol itu kepada Kok Siang.

Kok Siang menerima pistol itu, lalu memanggil beberapa orang pengawal untuk membuka kunci tahanan dan mengeluarkan budak itu.

Siau Po bersama orang tawanan itu diantar keluar Sambil memberikan kunci borgoI tangan nona itu, Kok Siang berkata.

"Toutong datang atas perintah dari tuan putri untuk membebaskan budak ini. Oleh karenanya kawallah ia kalau-kalau nanti akan pergi kabur!"

Siau Po dapat mengetahui maksud hati Kok Siang, ia tertawa dan berkata.

"Kau takut aku menyangkal kata-kataku sendiri, bukan? Nah, sekarang banyak orang aku sampaikan bahwa aku dititahkan tuan putri untuk membebaskan budak ini dari tangan kalian dan aku yang akan memeriksanya." Congpeng itu tertawa.

"Toutong, bukannya aku tak percaya dengan kata-katamu, tak ada dalam hatiku untuk berbuat seperti itu." katanya.

Siau Po tertawa dan mengangguk.

"Sekarang kau pergi, dan katakan pada Ongyamu, aku sangat memperhatikan kesehatannya, Dan jika ada waktu aku besok akan menemuinya sambil melihat keadaannya." kata Siau Po.

"Terima kasih Tayjin, sebenarnya aku tak sanggup untuk menerima Tayjin," katanya.

Siau Po tertawa, lalu segera pergi meninggalkan istana itu, Sengaja ia langsung masuk ke kamarnya dan ia menguncinya, lalu berkata pada nona itu.

"Oh istriku, sebenarnya bagaimana persoalannya hingga kau dapat ditawan mereka?" tanyanya.

Muka Bhok Kiam Peng menjadi merah karena Siau Po menyebut istri padanya. "Baru bertemu kau sudah berkata demikian, terlebih dahulu kau buka borgol ini." 

katanya.

Setelah borgol yang ada di tangannya itu terbuka maka Bhok menceritakan permasalahannya hingga ia sampai seperti itu.

"Setelah kau memerintahkan padaku untuk menyerahkan kitab itu pada Kaucu dan Hujin, maka aku disuruhnya untuk selalu bersamamu dan menjaga jangan sampai ada hal-hal yang kurang baik, dan memikirkan sesuatu." katanya.

"Jadi kau dikirim Hujin untukku? Memang Hujin orang yang baik, ia selalu memikirkan keadaanku sekarang aku akan bertanya padamu, apakah kau tersinggung dengan kata- kataku tadi?" tanyanya.

"Sebenarnya aku pergi ke sini tidak sendiri, aku di perjalanan bertemu dengan kakakku, ia sedang bersama dengan gurunya dan aku diajaknya ke tempat tinggalnya, Di sana aku bertemu dengan beberapa orang teman kakakku, setelah kuselidiki ternyata mereka datang ke sini mempunyai tujuan untuk membunuh anak raja Kian Leng." katanya.

Siau Po terkejut.

"Mereka berniat akan membunuh tuan putri? Ada masalah apa? Bukankah tuan putri tidak bersalah dengan kalian dan keluarga Bhok?" tanyanya. "Menurut katanya, setelah putri raja yang akan dinikahkan dengan putra Gauw Sam Kui itu terbunuh, raja akan mengatakan bahwa anaknya tak dapat menjaganya dengan baik, Dengan demikian hal itu akan membuat raja menjadi marah." kata nona Bhok.

Mendengar kata-kata tadi Siau Po terdiam, dalam hati ia berkata, "Aku ditugaskan untuk menjaga tuan putri, sedangkan aku pun ditugaskan membunuh Gauw Sam Kui."

"Lalu bagaimana seterusnya?" katanya.

"Lalu kami membagi tugas, aku ditugaskan untuk menyamar sebagai dayang dan menyelusup ke istana, Tugasku yang sebenarnya untuk membunuh tuan putri, Tetapi hal itu belum kulakukan aku bertemu dengan Cek Liong Su. ia mengatakan bahwa yang ditugaskan raja untuk menjaga dan melindungi tuan putri yaitu kau, Jadi alasan dia mencegah aku melakukan pembunuhan itu sangatlah beralasan, Dia mengkhawatirkan jika nanti sampai terjadi aku berhasil membunuh tuan putri maka kau akan kena hukuman dari raja, Lalu aku ingin bertemu denganmu untuk berdamai bagaimana jalan yang terbaik. Namun diluar dugaan kami Liu Suhu mengetahuinya dan ia akan membunuh Ceng Liong Su." ujar nona Bhok menjelaskan pada Siau Po.

Siau Po lalu memegang tangan nona itu.

"Kakakku dan Ceng Liong Su telah bertempur" katanya sedih, "Kau telah menolong aku, maka itu kita pun harus menolong kakak dan Liu Suhu keluar dari tahanan." lanjutnya.

"Apa..? Kakakmu dan Liu Suhu ditawan?" tanya Siau Po.

"Ya," sahutnya, "Kemarin dahulu, sewaktu berada dalam tempat tinggal kakakku, aku diserang oleh orang-orang Gauw Sam Kui. ia membawa pasukan yang sangat besar dan kuat, Kami mengadakan perlawanan tetapi kami kalah maka aku, kakakku dan Liu Suhu, mereka tawan sedangkan Suko Goh Pui terbunuh.

Siau Po merasa heran.

"Sejak kau ditawan, dengan cara apa kau mencoba membunuh Gauw Sam Kui?" tanyanya.

"Aku mencoba membunuh Gauw Sam Kui?" wanita itu balik bertanya, "Aku memang membunuhnya tetapi itu nanti, Kaki dan tanganku terbelenggu mana dapat aku mengadakan perlawanan padanya?" katanya.

Siau Po semakin heran.

"Setelah aku ditawannya, aku dibawa ke ruang yang gelap gulita baru tadi pagi aku dipindahkan ke tahanan bawah tanah, kemudian kau datang membebaskanku." kata nona Bhok. Siau Po terdiam, ia mengetahui keadaan yang sangat gawat itu. ia sadar bahwa mereka itu telah memalsukan keterangan.

"Oh, istriku yang baik." katanya, "Kau tunggulah di sini, aku akan menolong kakakmu dan Liu Suhu!"

Kiam Peng percaya akan keterangan Siau Po maka ia membiarkan kekasihnya pergi.

Siau Po lalu pergi ke kamar barat, ia sadar bahwa telah terkena tipu dan masuk jebakan, maka lalu mengumpulkan kawan-kawannya untuk membantu menyelesaikan persoalan itu.

Setelah Siau Po menceritakan duduk permasalahannya, mereka semua bingung sebab setiap rahasia mereka selalu saja bocor sampai pada Gauw Sam Kui. Mereka berpikir "Siapakah yang telah membocorkan setiap rahasianya?" pertanyaan mereka dalam hati masing-masing.

"Dalam istana Bhok ada seseorang yang bernama Lauw It Couw, Dia sangat membenciku dan sangatlah serakah, Aku rasa tentu dialah orangnya, sebab dia itu orang penakut." kata Siau Po.

Mendengar keterangan tersebut Siau Po dan kawan-kawannya menjadi terbuka pikirannya lalu mereka bersama mengatakan setuju.

"Wie Hiocu, keadaan sudah begini, dan sekarang kau harus menghadap pada Gauw Sam Kui untuk mengatakan segala tindakannya itu semata-mata atas dasar perintah dari baginda raja karena baginda raja ada hubungan dengan kaum Bhok. Atau kita memulai saja penyerangan kita pada Gauw Sam Kui?" kata kawan nya.

Siau Po tersadar, memang keadaan sudah sedemikian gawat.

"Lalu bagaimana dengan kakak dan Liu suhu yang masih mereka tawan?" tanya Siau Po.

Mereka terdiam, semuanya berpikir mencari jalan yang terbaik untuk membebaskan kedua orang itu.

Lama Siau Po menunggu mereka yang berpikir, tetapi tak dapat juga, Maka Siau Po minta diri untuk menemui Gauw Sam Kui untuk membicarakan masalah itu," Gauw Sam Kui telah menahan orang yang salah yang berarti keadaan A Ko baik-baik saja," katanya dalam hati.

Maka pergilah Siau Po ke kamar gurunya.

Sesampai Siau Po dalam kamar gurunya, ia langsung menanyakan keadaan Gauw Sam Kui dan juga pertanyaan yang lainnya, "Luka pada Gauw Sam Kui sangat parah dan aku telah membebaskan Nona Bhok dari kamar tahanan," katanya,

Mendengar keterangan Siau Po sang guru sangatlah senang tetapi secara tiba-tiba wajahnya berubah suram, lalu menyuruh Siau Po untuk meninggalkan dirinya seorang diri.

Mendengar perintah gurunya yang ia rasakan mengherankan sekali itu, ia lalu pergi meninggalkan sang guru.

Siau Po lalu melanjutkan mencari Nona A Ko, dan untuk itu ia harus bertanya pada para dayang dan juga para Sie Wie, mereka semua mengatakan jarang sekali A Ko datang ke istana dan mereka juga tak mengetahui dayang mana yang tertangkap oleh Gauw Sam Kui itu.

Sampai larut malam Siau Po tak dapat menemukan A Ko dan akhirnya ia pulang kembali ke kamarnya, setelah berbincang-bincang dengan nona Bhok ia langsung tertidur.

Besok paginya Siau Po pergi ke Gauw Onghu untuk mengetahui keadaan Gauw Sam Kui. ia disambut oleh anaknya yang ke dua yang mengatakan keadaan Gauw Sam Kui tak banyak berubah, dan mengatakan bahwa raja muda itu sedang tidur hingga ia tak dapat mengganggunya.

Setelah gagal untuk bertemu dengan Gauw Sam Kui, Siau Po langsung kembali ke kamarnya, setelah itu ia lalu mengumpulkan kawan-kawannya untuk membahas masalah yang sama.

Tengah mereka berkumpul untuk membahas masalah itu, tiba-tiba datang Kho Gan Ciau yang menyampaikan sepucuk surat kepada Siau Po. Dan ia mengatakan bahwa yang membawa surat itu, seorang pendeta wanita dari aliran Tao.

Dalam surat itu disebutkan, "A Ko dalam bahaya." hanya itu yang terdapat dalam surat tersebut Me-reka semua bingung, tak mengetahui hubungan antara Siau Po dengan A Ko.

"Apakah orang yang membawa surat ini masih berada di sini?" tanya Siau Po. "Ya, ia berada di luar." jawabnya.

Siau Po langsung pergi ke ruang tamu dan di sana telah ada seorang wanita setengah baya yang dikawal oleh dua orang Sie Wie, Melihat kedatangan Siau Po Sie Wie itu berkata.

"Utusan raja telah tiba." kata nya.

Imam wanita itu lalu berdiri dan memberikan hormat "Siapa yang menyuruh kau datang ke mari?" tanya Siau Po.

"Silahkan paduka turut denganku, nanti paduka akan mengetahui sendiri!" jawab imam wanita itu.

Siau Po sangat khawatir dan juga bingung.

Mereka naik kereta kuda, sedangkan kusirnya menurut perintah imam wanita itu, mereka jalan menuju ke barat, Tanpa mereka ketahui kawan-kawan Siau Po mengikuti dari kejauhan, mereka sangat khawatir jika ada musuh yang menggunakan akal muslihat untuk menjebaknya.

Mereka berjalan sampai lewat tapal batas kota dan menuju ke arah utara, Dengan melewati jalan yang sempit yang hanya dapat dilalui oleh satu kereta, mereka sampai pada sebuah kuil.

Sebelum Siau Po memasuki kuil itu, terlebih dahulu ia menoleh ke belakang, Tampak di sana beberapa temannya mengikutinya dari belakang, imam wanita itu menyuruh Siau Po masuk, lalu ia menyediakan minuman teh serta makanan ringan yang semuanya makanan mahal.

Mendapat perlakuan demikian Siau Po menjadi heran bercampur curiga, lalu ia teringat ibu suri yang jahat itu, timbul dalam hatinya beberapa pertanyaan.

Sedang Siau Po memikirkan hal itu, tiba-tiba datang seorang wanita cantik yang langsung memberikan hormat padanya, ia mengingat-ingat dan berkata dalam hati, "Rasanya belum pernah aku bertemu dengan wanita secantik ini."

Melihat lagak Siau Po wanita itu tertawa.

Wanita itu sedikit bingung, sebab tamunya hanya anak yang masih kecil dan hal itu diluar perkiraannya.

"Paras cantik itu dapat mencelakakan negara, Hal itu sudah terjadi sejak jaman dahulu, karenanya aku berada di sini untuk menebus dosaku yang cukup banyak ini!" kata wanita itu.

Mendengar perkataan wanita itu Siau Po menjadi bingung, sebab ia tadi melihat orang yang ada di depannya itu, berbuat senang dan banyak senyum, Siau Po lalu bertanya.

"Apakah ada orang yang telah menghinamu?! Katakan padaku, siapa yang telah menghinamu? Aku akan menghajarnya dan aku akan mengadu jiwa padanya, Dan jika aku gagal maka leherku akan kuserahkan untuk dipenggal kata Siau Po.

Mendengar kata-kata Siau Po, wanita itu kemudian bangkit dari duduknya dan berlutut di hadapan Siau Po. Siau Po masih belum mengetahui siapa wanita yang berada di hadapannya itu, Setelah ia ingat-ingat, barulah ia sadar bahwa wanita itu ibu dari A Ko.

"Lalu ke manakah A Ko?" tanyanya dalam hati.

Tan Wan Wan adalah wanita tercantik, itulah orang tua A Ko. sedangkan A Ko sangat bermusuhan dengan Gauw Sam Kui, ia menjadi bingung sendiri:

Sedang berpikir demikian, Tan Wan Wan lalu mengajak ke suatu tempat yang sunyi. Di situ hanya terdapat sebuah gitar dan barisan huruf yang sama sekali tidak diketahui oleh Siau Po.

Tan Wan Wan kemudian mengambil gitar itu, dan ingin menyanyikan lagu kesayangannya yang syairnya ditulis oleh Gouw Bwee Cun peruntukkan dirinya.

"Bagus, cuma aku minta setelah menyanyikan lagu ini kau juga menjelaskan padaku artinya, sebab aku memang tak mengerti," katanya.

"Ah! Tayjin terlalu merendah." jawabnya.

Selesai bernyanyi Tan Wan Wan mengartikan isi syair tersebut

"Dengan raja dimaksudkan adalah kaisar Cong Ceng yang terakhir yang telah mati, kota raja dikatakan pecah sebab dirampas oleh Gauw Sam Kui, karena itu para pembesar pada berkabung, Wajah dadu yang kumaksud yaitu orang yang tak mendapatkan keberuntungan hingga kerajaan menjadi hancur." katanya.

Baik Siau Po maupun Tan Wan Wan masing-masing membuka rahasia dirinya yang ternyata mereka dari satu asal yaitu rumah pelesiran, orang tua mereka berasal dari sana.

"Terhadap orang lain tak pernah aku mengatakan ini, apalagi terhadap A Ko. Kemungkinan dia akan menjauhi aku, karena sebelumnya ia telah kurang senang padaku." kata Siau Po.

Wan Wan mengangguk.

"Tenangkan hatimu, sebenarnya oh, A Ko, ibumu pun bukan berasal dari keluarga orang baik-baik!"

"Tetapi kau jangan mengatakan hal itu kepadanya, sebab ia paling benci dengan bunga raja, Dia katakan wanita itu wanita paling busuk di seluruh dunia." kata Siau Po.

Tan Wan Wan tertunduk.

"Aku dibeli untuk diserahkan pada kaisar Cong Ceng, agar ia tidak tergila-gila dengan selirnya, Akan tetapi aku ditolaknya dan dibiarkan pergi, Memang laki-laki itu banyak  ragamnya, ada yang suka harta, ada yang suka kedudukan dan banyak " juga yang suka wanita cantik."

"Heran, kurasa Kaisar Cong Ceng itu tak punya mata, masa wanita secantik kau dia tolak? Aku tak mau jadi raja, hanya ingin memangku jabatan yang baik saja. Tidak seperti orang-orang, sudah mempunyai harta dan kedudukan, tapi wanita cantik pun masih dikejarnya." kata Siau Po.

Wajah Wan Wan menjadi merah.

"Apakah yang kau maksudkan Peng See Ong?" tanyanya.

"Tak dapat aku menyebutkan siapa orang itu, yang pasti ada orang semacam itu di kolong langit ini." jawabnya,

"Selanjutnya nyanyian mengenai lakonku, bagaimana sampai aku bertemu dengan Peng See 0ng. ia pergi ke ayah permaisuri lalu meminta aku untuknya, Dan ketika ia bertugas aku diajaknya dan aku berdiam di kota Pakia, tak lama kemudian Lie Cong datang menyerang." katanya.

Siau Po terus saja memasang telinga dan dia sangat tertegun. Setelah selesai bernyanyi maka Siau Po bertepuk tangan dan berkata.

"Apakah nyanyimu sudah habis!" sahut si nyonya. Siau Po menjadi malu.

"Dasar aku yang kurang pembacaan," ia menyesali diri dalam hatinya, "Orang bernyanyi belum habis, aku tidak tahu,.,."

-ooo0ooo-

Tan Wan Wan sementara itu dengan perlahan berkata: "Setelah itu Lie Cong merampas aku, akan tetapi kemudian aku dirampas kembali oleh Peng See Ong, Ya! Aku bukan lagi manusia, aku hanya seperti barang. Siapa orang dapat memilikiku, dan siapa yang kuat pun dapat mendapatkan aku."

Kali ini si nyonya tidak menunda nyanyiannya, ia meneruskan Dan sewaktu ia menunda nyanyian-nya, Siau Po tidak berani berkata apa-apa, ia khawatir akan malu sendiri seperti tadi.

"Kemudian aku menurut Peng See Ong menyerang ke propinsi Su Coan," katanya, Tatkala itu ia diangkat sebagai raja muda, Peng See Ong maka aku pun diangkat sebagai Onghui, istri raja muda, Berita tentang pengangkatanku sampai di Soucu, Di sana para bunga raja yang menjadi kawan-kawanku banyak yang memujiku, Katanya aku beruntung baik, sebab mereka yang usianya makin hari makin tua masih saja  menjadi bunga raja berjalan, masih saja mereka itu melakukan perbuatan yang rendah dan hina itu."

"Semasa aku di Lee Cun Wan," kata Siau Po kemudian. "pernah aku mendengar mereka ada yang menyebut-nyebut kata-kata menukar orang baru dalam semalam. Menurut aku, kata-kata itu bukanlah kurang baik,..." katanya.

Tan Wan Wan menoleh pada orang yang berada di depannya itu. Wanita itu tidak dapat melihat air muka yang mengejek, maka ia menarik napas lega.

"Tayjin," katanya, "Kau masih muda kau belum mengetahui kesengsaraan orang hidup di dunia ini." Lalu tanpa menunggu jawaban ia meneruskan bernyanyi.

"Cuma Gouw Bwee Cun yang mengetahui penderitaanku, walaupun banyak orang yang memuji padaku aku "cantik", Dan banyak orang yang mengatakan bahwa aku sebagai penyebab hancur suatu kerajaan, hingga kerajaan Beng musnah, Gouw Bwee Cun mengetahui aku hanyalah seorang wanita, apa yang dapat aku perbuat? Baik atau jahat kaum pria yang memuIainya."

"Ya, itu benar," kata Siau Po. "Angkatan perang Ceng berjumlah ribuan bahkan laksaan jiwa, mereka datang menyerang sedangkan kau hanya seorang diri. walaupun kau cantik kau sangat lemah, tidak mungkin dapat mengalahkan mereka itu," sementara dalam hatinya ia berkata.

"Dia memetik gitar terus, bernyanyi terus, berbicara terus, dia sama dengan tukang cerita di kota Sou Ciu, yang bercerita sambil bernyanyi karena aku mengajaknya bicara maka aku pun mirip dengan pembantu tukang cerita itu.~ kalau kita berdua pergi ke Yangcu, kita bercerita di warung-warung teh, pasti kita akan menggemparkan kota itu, kota akan bergetar juga." kata Siau Po dalam hatinya.

Puas hati Siau Po memikir hal seperti itu, tetapi lamunannya berhenti sebab si cantik bernyanyi lagi, Suara gitar perlahan, kemudian naik tinggi lalu turun lagi begitulah secara bergantian dan akhirnya berhenti.

Karena suara Pie Pe dan nyanyian berhenti, Siau Po memandang kepada si nyonya. ia melihat nyonya itu sedang menarik napas panjang dan air matanya turun secara perlahan-lahan.

"Aku telah memberikan pertunjukan yang sangat buruk.,,." ia mendengar orang berkata yang suaranya bercampur dengan suara tangisan Maka ia pun menjadi sangat terharu.

Wan Wan bangkit dengan perlahan-lahan, dan ia akan menaruh alat musiknya kembali seperti semula, Setelah itu ia kembali duduk berhadapan dengan Siau Po, lalu ia pun berkata. "Lagu yang terakhir mengatakan tentang wafatnya Hucee, raja dari negara Gouw yang istananya musnah, Bunyi nyanyian itu, malah membuat aku tak mengerti, mengapa aku disangkut pautkan dengan nasib raja dan negaranya itu? Bukankah yang dimaksud dengan syair atau nyanyian itu tentang dirinya? Baru aku mengerti bahwa aku dibandingkan dengan See Sie, telah disebut-sebut juga negara atau istana Gouw. itulah istana Peng See Ong, yang belakangan ini, Peng See Ong rajin melatih tentara nya. Maka itu aku khawatir... khawatir, beberapa kali aku menasihatinya tapi bukannya aku berhasil malah aku dianggap membuat dia marah, itu sebabnya aku datang ke mari untuk mensucikan diri di kuil ini. Hanya aku masih memelihara rambutku Aku menyesal, aku mengharapkan agar mereka itu sehat dan selamat, siapa tahu tentang A Ko... ya dia. "

Mendadak si nyonya menangis sesenggukkan, sehingga kata-katanya terhenti-henti,

Siau Po tertarik dengan nyanyian dan artinya itu, Untuk sesaat ia dapat melupakan tujuannya datang ke wihara itu, akan tetapi setelah disebutkan nama A Ko, tiba-tiba ia bangkit bagaikan digigit ular, Sekejap ia ingat maksud kedatangannya itu.

"Sebenarnya bagaimana A Ko?" demikian tanyanya, "Jadi benar ia tak jadi membunuhnya? Dialah putrimu, maka bersama juga dengan Kongcu putri Oh, benar- benar celaka!"

"Celaka apanya?" tanya Tan Wan Wan.

"Ah, tidak apa-apa." jawab Siau Po karena ia ingat A Ko tak melihat mata padanya, sekarang ternyata si nona putri Gauw Sam Kui, adalah seorang Kongcu, maka apa yang dapat dia harap?

"Mengenai A Ko mari aku akan menjelaskannya padamu." kata Tan Wan Wan yang melihat gerak gerik kurang baik itu.

"Dua tahun setelah ia dilahirkan, pada suatu malam mendadak ia hilang, lalu Ongya memerintahkan orang-orangnya menyusuri seluruh kota, untuk mencarinya, tetapi itu sia-sia, maka aku menjadi curiga."

Tiba-tiba saja merahlah muka si nyonya. "Kau mencurigakan apa?" tanya Siau Po.

"Aku mencurigai musuh-musuh Ongya, atau usaha ini dilakukan untuk memeras Ongya." sahut Wan Wan.

"Bukankah dalam istana terdapat banyak Sie Wie dan juga banyak orang yang lihay dalam ilmu silatnya?" kata Siau Po. "Malam itu A Ko hilang tanpa bekas, dan tentunya penculik tersebut memiliki ilmu silat yang tangguh."

"Memang." kata Wan Wan membenarkan kata-kata Siau Po. "Malam itu Ongya memecat para pejabat dan ia pun menghukum mati pemimpin Sie Wie. Disamping itu ia pun memecat pimpinan militernya. Tetapi usaha pencarian terus berjalan, namun hasilnya sia-sia, sehingga dalam murkanya, Ongya kembali hendak menghukum mati para Sie Wie. Syukurlah aku dapat mencegahnya. Sejak saat itu kabar A Ko tak terdengar lagi sehingga aku menerka A Ko sudah tak ada lagi di dunia ini."

Siau Po terdiam, kemudian ia berkata, "Jikalau demikian, A Ko berkata kalau dia itu She Tan kiranya dia mengambil She Mu. "

Tan Wan Wan terkejut, tubuhnya menjadi limbung.

"Dia. , Dia menyebut dirinya She Tan? Kenapa ia sampai mengetahui itu?" tanyanya.

Sementara itu Siau Po berkata dalam hati, Si pengkhianat besar setiap saat selalu mengkhawatirkan ada orang yang datang mencoba membunuhnya, Dia sangat memperkuat penjagaan, maka itu untuk menculik seorang anak kecil dari istananya, mungkin terlalu sukar, Maka di kolong langit ini, siapa lagi yang sanggup melakukannya kalau bukan Kui Lan. Katanya dalam hati.

Tetapi sewaktu Siau Po ditanya oleh Wan Wan ia lalu memberikan jawaban, "Mungkin sekali ia tahu itu dikarenakan ia diberi tahu oleh orang yang menculiknya itu?"

Nyonya Tan Wan Wan mengangguk

"ltu bisa terjadi," katanya, "Namun mengapa ia tak mau mengatakan kalau ia itu She. She.,.?"

"Bukan she Gouw katamu?" kata Siau Po, "Hm, she dari Beng See Ong bukanlah suatu she yang mentereng. ?"

Wan Wan termangu, matanya memandang keluar jendela seperti tak mendengar kata Siau Po.

"Kemudian bagaimana?" tanya Siau Po.

"Setiap saat aku selalu mengingat anakku," sahut Wan Wan.

"Aku mengharap Thian mengasihaninya, agar ia tidak mati dan aku suatu saat dapat mengetahuinya, Kemarin siang aku baru saja menerima kabar dari Onghu, bahwa ada orang yang mencoba ingin membunuh Ongya dan katanya, ia terluka parah. Aku pergi ke istana untuk mencari kepastian, ternyata memang benar Ongya ada yang menyerang tetapi ia tak terluka."

Siau Po terkejut.

"Jadi hanya dusta belaka kalau dia itu terluka parah?" tanya Siau Po heran. "Ongya menjelaskan padaku bahwa ia sengaja memberi kabar bahwa ia terluka parah." katanya, "Maksudnya, dengan demikian musuh akan terpancing, baik untuk membuktikan atau untuk mencoba membunuhnya lagi, jikalau musuh berbuat hal yang sembrono maka dengan mudah ia dapat meringkusnya hanya dengan satu gebrakan."

"Benar-benar orang yang sangat licik." kata Siau Po seperti berkata seorang diri. "Aku seharusnya dapat menerka demikian, Ah, sudah nyata kalau dia telah 

mencurigai aku." kata Siau Po.

"Aku telah menanyakan siapakah musuhnya itu." kata Wan Wan. "Ongya tak menjawab pertanyaanku, malah ia mengajakku ke suatu kamar, dan di atas pembaringan ada seorang nona yang tangan dan kakinya terbelenggu. Tanpa memandang lama-lama aku dapat mengenalinya kalau ia adalah anakku sendiri, sebab raut wajahnya sangat mirip denganku semasa aku masih muda dulu, Dia pun tercengang melihat aku. Hingga ia berdiam sekian lama, dan kemudian ia berkata, apakah kau ibuku? Lalu aku menjawab, "Ya" dan itu adalah ayahmu, panggillah ia ayah!" 

Mendadak A Ko marah bukan main, ia berkata dengan suara nyaring, "Dialah si pengkhianat bangsa Han! Dia bukan ayahku! Dia justru yang telah membunuh ayahku dan aku akan menuntut batas dengannya!" 

Mendengar demikian Ongya bertanya kepadanya, "Siapakah ayahmu dan seperti apa katamu itu? Dia menjawab, "Guruku tidak mengatakannya padaku, hanya mengatakan kalau nanti aku bertemu dengan ibuku, ia yang akan menjelaskannya padaku, Ongya lalu bertanya siapakah gurumu itu? Dia tak menjawab baik dengan cara paksa atau pun dengan dibujuk, pada akhirnya ia mengatakan, kalau ia mendapat perintah dari gurunya melakukan percobaan pembunuhan..."

Dalam hal ini Siau Po dapat menerka bahwa tujuh atau delapan dari sepuluh gurunya sangat membenci Gauw Sam Kui, maka tak puas hanya dengan membunuhnya, Dia sengaja menculik putri pengkhianat itu, dan dididik ilmu silat agar kelak anaknya yang membinasakannya.

Siau Po bangkit lalu pergi ke sisi jendela.

"Ya, aku mengerti sekarang." katanya dalam hati.

"Suhu memang tak menyukai A Ko, memang benar suhu telah mengajarkan ilmu silat tetapi ia tak mengajarkan ilmu tenaga dalamnya. Dengan demikian ilmu silatnya masih kurang jauh.,." kata Siau Po.

Mengingat cara berpikir Kui Lan yang ingin membinasakan pengkhianat itu, Siau Po ketakutan sendiri, karena anak disuruh membunuh ayahnya sendiri. "Guru A Ko berpikir terlalu jauh, hingga membuatnya berbuat yang serendah itu, Kalau A Ko berhasil berarti maksud dari gurunya dapat tercapai seandainya A Ko gagal itu tak kurang suatu apa. Siapa wanita yang akan membunuh ayahnya sendiri? Mengetahui hal itu bukankah akan menjadi pukulan keras pada dirinya? Bukankah dengan demikian ia akan tersiksa hingga ia akan mengalami goncangan jiwa dan itu lebih berat dari dirinya mati?" kata Wan Wan.

"Sekarang semuanya sudah beres," kata Siau Po. "Sekarang sudah tak ada lagi kejadian yang hebat Dia gagal dengan percobaan pembunuhannya, dan kalian sudah berkumpul bersama dengan keluargamu. Apabila kau beritahu duduk persoalannya pada A Ko bukankah hal itu menjadi indah?" kata Siau Po.

Nyonya itu menarik napas panjang.

"Jika terjadi hal yang kau maksudkan itu merupakan karunia bagi keluargaku, dan aku akan merasa sangat bersyukur pada Thian Yang Maha Kuasa." katanya kemudian.

"A Ko anak kandungmu, siapa pun yang melihat ia akan mengetahui bahwa kau adalah ibunya, jikalau bukan kau yang begini cantik yang kecantikanmu dapat membuat ikan selam tenggelam, burung belibis terbang jauh, mana dapat terlahir seorang anak perempuan yang demikian cantik, yang kecantikannya membuat bunga malu dan rembulan menyembunyikan dirinya, Dan kalau Ongya tak sudi melepaskan A Ko itu mustahil ia diculik sewaktu berusia dua tahun, mana mungkin ia dapat disalahkan?"

"Akan tetapi Ongya berpikir lain." kata si nyonya pada Siau Po yang terbengong saja. "Kau tak mau mengaku aku sebagai ayahmu? Jelas sudah bahwa kau bukan anakku, 

jangankan kau bukan anakku, jikalau kau benar sebagai anakku, kau telah berbuat 

kurang ajar terhadap orang yang kedudukannya lebih tinggi dari kamu, perbuatanmu tak mengenal undang-undang dan langit, sama saja kau tak dapat dibiarkan hidup di dalam bumi ini." kata Ongya yang ucapannya ditirukan oleh Wan Wan.

Siau Po tersenyum.

"Oh, memangnya dia suka mengusap hidungnya ?" tanya Siau Po.

"Kau tidak tahu itu memang suatu kebiasaan dari Ongya." sahut nyonya itu dengan suara bergetar.

"Asal ia mengusap hidungnya itu berarti ia akan membunuh orang, semenjak dahulu tak pernah berubah."

"Oh," Siau Po berseru pula, "Jadi bagaimana sekarang? Apakah ia sudah menghukum mati atau belum pada A Ko?"

"Sekarang ini belum," kata si nyonya yang cantik itu. "Ongya. Dia masih ingin mencari tahu siapakah yang telah membunuh anak itu.,." 

kata si nyonya.

Kali ini Siau Po tertawa.

"Jikalau demikian Ongyamu mempunyai penyakit curiga?" kata Siau Po. "Dia jadi raja yang toIol, Begitu aku melihat kau langsung aku menjadi tahu bahwa kaulah ibunya A Ko, karenanya mana mungkin ia bukan ayah A Ko, rupa-rupanya ia sangat mendongkol karena A Ko telah mencoba akan membunuhnya. "

Bicara sampai di situ Siau Po memperlihatkan wajah serius, lalu ia meneruskan kata- katanya. "Sekarang kita harus cepat memikirkan cara untuk menolong A Ko. jikalau Ongya kamu sampai mengusap hidungnya, oh, celaka!"

"Aku mengundang Tayjin ke mari untuk membicarakan masalah ini." kata Tan Wan Wan. "Menurut aku Tayjin menjadi utusan dari baginda raja, Ongya tentu dapat memandang mata padamu, Karena A Ko telah menyebut dirinya sebagai dayang maka hanya Tayjin yang dapat menolongnya, Tayjin dapat menggunakan alasan tuan putri menghendaki dayang itu, aku percaya Ongya tak dapat menolak permintaanmu."

Siau Po mengepal tangannya lalu dipakai untuk mengetuk-ngetuk kepalanya. "ToIoI. Tolol!" katanya kemudian beru!ang-ulang, "Aku telah terkena bual olehnya."

Tan Wan Wan menjadi heran. "Telah terjadi apakah?" tanyanya.

"Akalmu itu sudah aku gunakan sejak tadi siang." jawab Siau Po dengan kesal "Tidak tahu-nya.,., Ongya kamu lebih lihay dariku. Aku bagaikan terbelenggu tangan dan kakiku, Kau tahu pada Ongyamu aku telah membebaskan seseorang dan ia telah memberikannya, tetapi orang yang aku minta itu bukannya A Ko.,,."

Tan Wan Wan menjadi heran dan ia terus menatap Siau Po.

Tanpa menunggu pertanyaan lagi, Siau Po lalu mengikuti Kok Siang ke dalam penjara bawah tanah itu untuk mengenali A Ko sebagai seorang dayang, Bagaimana orang itu telah mengetahui bahwa nona itu bukannya A Ko, ia hanyalah sebagai kawan kenalan saja, ia mengakui nona itu adalah seorang dayang sehingga ia dapat membawa pulang nona itu.

"Kiranya Kok Siang telah melaksanakan tipu daya padaku." kata Siau Po. "Di depan orang pengawal Peng See Ong, dia mengatakan dengan keras bahwa dayang tuan putri itu telah ia serahkan padaku, Karena itu mana mungkin aku dapat meminta seorang dayang lagi? jikalau aku sampai berbuat demikian maka ia akan berkata padaku, Wie Tayjin, berhubung dengan ini, apakah Tayjin sedang bermain-main denganku? Toh dayang yang mencoba membunuh Ongya telah aku serahkan  kepadamu di depan umum, Aku melakukan itu dengan tanggung jawab dan dengan kopiah kebesaran Dia tentu akan menambahkan bahwa dayang tersebut harus dikompas agar ia dapat memberitahukan siapakah yang memerintahkannya berbuat demikian sekarang aku akan mengambil lagi tidakkah itu lucu?"

Bicara demikian Siau Po menirukan gerak gerik Kok Siang.

"Tayjin benar memang begitu gayanya Hee Congpeng, jadi benar kiranya mereka sudah menggunakan akal muslihat itu untuk membungkam mulut Tayjin. "

Siau Po kesal sekali.

"Sungguh orang yang bejat!" kata Siau Po mendongkol. Tan Wan Wan mengawasi Siau Po dan menatapnya.

"Asalkan mereka berani mengganggu sehelai rambut saja," katanya dengan suara keras, "Aku akan mengadu jiwa dengan mereka, Oh, si telur busuk!" katanya pula.

Tan Wan Wan memberi hormat seraya merapatkan kedua tangannya dan membungkuk.

"Terima kasih Tayjin kau telah menyayangi anakku, namun.,." katanya tersendat- sendat.

Repot Siau Po membalas hormat nyonya cantik itu. ia lalu berkata: "Sekarang juga aku akan membawa pasukanku untuk menyerbu dan membinasakannya, jikalau aku tak sanggup menolong A Ko aku bukan lagi seorang She Wie, Biarlah She Ku menjadi She Gouw, hingga aku disebut Gouw Siau Po. "

Tan Wan Wan Siau Po yang ada di depannya, ia agak nyeri saking hatinya tergoncang, Diluar dugaannya utusan raja ini menjadi demikian gusar dan sudah mengeluarkan kata-kata sembarang.

"Tayjin baik sekali terhadap A Ko?" katanya dengan sabar dan suaranya lembut, "Sudah jangan sungkan-sungkan apa itu Tayjin segala!" kata Siau Po yang telah 

habis kesabarannya.

"Jikalau kau mau menganggap aku sebagai orang sendiri panggil saja namaku.,., Siau Po. Dan sebenarnya aku harus memanggil bibi padamu, Akan tetapi yang 

menjadi paman membuat aku panas hati.,,."

Dengan "BIBI" dimaksudkan "Pee-Bo" atau "Pee-EnT yaitu bibi yang tingkat usianya lebih tua, sebaliknya dengan "Siok-Bo" atau "Encim" yang usianya lebih muda, Kepada Gauw Sam Kui, Siau Po menyebut "Pee Hu" yaitu paman yang lebih tua, sebab ia memanggil "Pee Em" pada Wan Wan. Nyonya Tan mendekat pada Siau Po lalu meletakkan tangan kanannya pada bahu si bocah itu.

"Siau Po, jikalau kau tidak keberatan, panggillah aku A Ie!" katanya, (A Ie berarti bibi misanan).

Mendengar ucapan nyonya Tan, Siau Po menjadi girang.

"Aku akan memanggilmu A Ie!" katanya, "Didalam Lee Cun Wan di Yangcu. "

Tiba-tiba Siau Po menghentikan kata-katanya,

Wan Wan tidak merasa heran, ia sudah dapat menerka sebab-sebab Siau Po berhenti bicara, Rupanya di dalam Lee Cu Wan, setiap bunga raja dipanggil A-Ie.

"Aku senang sekali mempunyai keponakan seperti kau, tetapi kau tak dapat mengambil sikap keras terhadap Ongya, Kau tahu sendiri, dalam kota ini tentaranya berjumlah besar sekali. Taruh kata kau menang, tetapi jika ia membunuh A Ko bukankah kita akan mengalami penyesalan seumur hidup. ?"

BoIeh dikatakan untuk sesaat Siau Po dapat melupakan kemarahannya, Si bibi berbicara dengan lemah lembut dan suaranya merdu, gerak geriknya pun sangat halus, Siau Po tertarik bukan main, ia pun diperlakukan sebagai keponakannya sendiri.

"Habis, A Ie! Apakah daya A-Ie untuk menolong A Ko yang sedang dalam keadaan seperti itu?" tanyanya.

Wan Wan berpikir sebelum ia menjawab.

"Aku berpikir, lebih baik aku menasihati A Ko agar mau mengakui Ongya sebagai ayahnya." katanya, "Dengan demikian Ongya tak mungkin membunuhnya. "

Belum berhenti kata-kata si nyonya tadi, tiba-tiba dari luar terdengar orang berkata dengan suara keras sekali.

"Mengakui si pengkhianat sebagai ayahnya?" katanya dengan suara keras, "Mana ada aturannya?"

Menyusul masuk seorang laki-laki dengan tubuh yang cukup tinggi dengan tongkat di tangannya, Biksu itu juga bermuka segi tiga, janggutnya sudah berubah warna, sepasang matanya yang tajam menatap, ia berdiri di ambang pintu.

Siau Po terkejut karena pendeta itu keren sekali, ia mundur tiga langkah seperti akan berlindung pada nyonya itu.

Wan Wan tidak merasa takut, bahkan sebaliknya sangat senang dengan datangnya orang suci itu. "Oh, kau datang?" katanya dengan girang.

"Ya, aku datang." sahut pendeta dengan suara halus, matanya yang semula melotot berubah sayu.

Setelah sinar mata mereka menjadi bentrok nampak mereka sangat girang satu dengan yang lainnya.

Siau Po diam saja.

"Siapakah pendeta tinggi besar yang keren itu?" tanyanya dalam hati, "Mungkin.   

Mungkinkah ia gendak A-Ie? Atau ia sering mengajak pelesiran sewaktu A-Ie berada dan menjadi bunga raja? Kalau benar ini tidaklah aneh. Sewaktu aku sendiri menjadi pendeta, aku sering pergi ke rumah hina." katanya dalam hati.

Ketika itu terdengar pula suara Tan Wan Wan.

"Jadi kau sudah mendengar semua pembicaraan itu?" tanyanya. Pendeta tua itu mengangguk.

"Ya, aku telah mendengar pembicaraan kalian." katanya.

Mendadak Wan Wan menyandarkan tubuhnya dalam rangkulan orang itu. ia menangis tersedu-sedu, dan dengan tangan kirinya pendeta itu meng-usap-usap kepala Wan Wan.

Menyaksikan hal itu Siau Po menjadi heran sendiri, maka ia pun berkata, "Apakah kalian menganggap aku sebagai orang mati? Atau kalian menganggap aku sebagai patung? Baiklah jika kalian menganggap aku seperti itu aku akan diam saja melihat tingkah kalian." kata Siau Po dengan suara keras.

Akhirnya Wan Wan berhenti menangis, setelah mendengar kata-kata Siau Po itu. ia lalu mengangkat kepalanya dan berkata.

"Benarkah kalian akan menolong A Ko anakku?" tanyanya dengan suara yang terisak-isak.

"Benar." jawab si pendeta, "Aku akan menolongnya dengan sekuat tenagaku, Walau bagaimanapun anak itu tak dapat mengaku Ongya sebagai ayahnya, apalagi sebagai ayah kandungnya." demikian katanya dengan suara gagah.

"Ya, ya, aku keliru." kata Wan Wan, "Aku hanya memikirkan bagaimana caranya agar aku dapat menolong anakku itu tanpa memikirkanmu, Aku, aku.,, aku... menyesal. !"

Biksu itu tertawa, walaupun tawanya itu bernada sedih. "Aku mengerti, dan aku tak menyalahkanmu tetapi anak itu tidak dapat mengakui si pengkhianat itu sebagai ayahnya, tidak dapat,., pasti tidak dapat." kata si Biksu.

Suara itu sangat pelan tetapi nadanya sangat berwibawa dan memerintah.

Dan pada saat itu terdengar suara langkah kaki yang disusul dengan suara tawa yang menuju ke arahnya, Dan orang itu berkata dengan suara yang masih keras.

"Oh, sahabat kawanku, kau telah sudi datang ke kota Kun Beng ini, sungguh terang muka Siau Ong!"

"Siau Ong" berarti raja kecil, Dan kata itu dipakai juga untuk menggantikan kata "Aku" puIa.

Mendengar dan mengenali suara itu Siau Po dan juga Tan Wan Wan kaget sekali, wajah mereka menjadi pucat Tetapi justru sebaliknya dengan pendeta itu. ia tetap tenang seperti tak terjadi apa-apa hanya matanya melihat lebih tajam.

Tiba-tiba tampak bayangan pedang, menyusul gordeng telah tertebas putus dari luar, hingga di lain waktu di depan pintu yang tak teralingi apa-apa itu tampak Gauw Sam Kui berdiri dengan tawanya yang menunjukkan hatinya sangat senang dan di samping kiri dan kanannya berdiri pengawal pribadinya.

Dengan suara nyaring Gauw Sam Kui memasukkan pedang dalam sarungnya, tetapi suara itu disusul dengan suara berisik dalam kamar dan debu pun pada bertaburan, sebab tembok dari empat penjuru itu rubuh dari arah luar. 

Maka nampak beberapa pengawal-pengawalnya pada masuk melewati tembok yang runtuh itu, Tembok itu telah digempur dengan palu yang sangat besar sehingga sangatlah mudah untuk merubuhkannya.

Para pengawal itu bersenjatakan panah dan tombak yang kesemuanya di arahkan pada mereka, Mereka terancam sebab jika Gauw Sam Kui memberikan isyarat, maka anak panah dan tombak itu menyerang mereka,

"Wan Wan kau keluar!" terdengar suara keras dari Gauw Sam Kui pada istrinya.

Nyonya itu sangsi dengan perintah itu, tetapi ia pergi juga, Baru satu langkah akhirnya ia membatalkan meneruskan langkahnya, dan lalu ia menggelengkan kepala.

"Aku tak mau keluar!" katanya, ia lalu menoleh pada Siau Po dan langsung berkata, "Siau Po urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kau, untuk itu pergilah kau keluar!"

Tetapi sekarang Siau Po atau utusan kaisar itu, bukannya menerima anjuran itu malah ia berkata. "Aku tidak mau keluar. Jika kalian berani, bunuhlah aku!" Kata-kata itu ditujukan pada Gauw Sam Kui.

Si Biksu sebaliknya menggoyangkan kepalanya.

"Kalian berdua keluarlah.." katanya dengan sabar dan tenang.

"Aku si pendeta tua, memang sejak dua puluh tahun yang lalu seharusnya aku sudah mati."

Tan Wan Wan menarik tangan si Biksu tua itu.

"Tidak. Tidak.,.!" katanya, "Kau tak dapat mati sendiri kita harus mati bersama-

sama!"

"A-Ie apakah kalian sangka aku takut mati?" kata Siau Po.

Gauw Sam Kui gusar hingga ia kalap, lalu mengangkat tangannya dan menuding ke arah Siau Po.

"Wie Siau Po kau berteman dengan pemberontak jikalau aku membunuhmu, aku akan mendapatkan hadiah dari baginda raja dan bukannya hukuman!" katanya.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar