Kaki Tiga Menjangan Jilid 42

Jilid 42

"Bagiku hal itu kurang menarik. Sekarang seharusnya kau mengatakan aku 

sekarang telah jatuh ke tanganmu Terserah padamu mau diapakan diriku ini, Lalu aku mengatakan, aku bukannya orang gagah. Aku menyayat-nyayat tubuhmu dan memberikan bubuk garam itu pada luka itu, kau memohon ampun berulang-ulang. itu barulah menarik,,.!" kata si Putri.

"Celaka, perempuan bau! Ya, aku bukanlah orang gagah dan aku mengaku kalah!" seru Siau Po ketakutan

Kian Leng menghela napas, ia hendak me buang garam itu tetapi segera dibatalkan Lalu memberikan garam itu pada tubuh Siau Po. Sambil tertawa ia berkata,

"Akulah ketua dari Partai Kian Peng Pay yang kepandaiannya nomor satu di dunia, sekarang kau menjadi tawananku, manusia yang tak berguna dan tak ada arti.,.!"

"Yah, aku penjahat yang tak berguna, dan sekarang aku ditawan Ketua partai Kian Peng Pay yang ilmu silatnya nomor satu di dunia, Bagianku sekarang hanya satu.   

mati, tetapi aku mengaku kalah," keluhnya.

Senang hati Tuan Putri mendengar kata-kata itu dan berkata. "Bagus kalau begitu!"

Di dalam hati Siau Po mengumpat Tuan Putri, Dia menerka-nerka tuan putri itu sedang bergurau atau sedang menjalankan tugas dari ibu suri yang menyuruh untuk membunuhnya.

"Walau bagaimanapun aku harus mencari akal, agar dapat meloloskan diri," pikir Siau Po. "Aku tidak puas dengan kau, kalau memang benar kau sebagai ketua dari partai itu, bebaskan aku dan nanti kita akan bertempur sampai mati, jika aku mati aku akan menggodamu dan berusaha menghisap darahmu!"

Kong Cu sangat takut pada setan, maka ia sangat kaget sekali. "Untuk apa aku membunuhmu.,.?" tanyanya kaget.

"Kalau demikian, cepat kau bebaskan aku.,.!" jawab Siau Po.

Kian Leng mengambil lilin, Lalu digunakannya untuk membakar wajah Siau Po. Siau Po kaget lalu mendorong tubuhnya menyerang Tuan Putri, Lilin yang ada di tangannya pun jatuh dan mati.

Hal itu membuat Tuan Putri murka, Gadis itu lalu mengambil kayu dan menghajar tubuh Siau Po.

Dalam menghadapi hal itu Siau Po mendapat akal, Lalu pura- pura mati, Hal itu membuat Tua Putri terkejut dan takut, Namun kepura-puraan Siau Po tercium, Tuan Putri segera membentaknya agar bangun dan jika mau bangun ia akan mencongkel matanya.

Siau Po takut kalau-kalau ancaman Tuan Putr benar, sebab ia tahu tabiat putri raja ini aneh sekali.

Siau Po mengadakan perlawanannya, Dia membanting tubuh Putri yang lalu pingsan, Setelah it Siau Po membuka tali yang mengikat kedua kakinya. Namun secara tidak disengaja kakinya menendang jalan darah si nona, Maka Tuan Putri sadar dari pingsannya, Lalu Siau Po segera menghajarnya. Anehnya setiap kali Siau Po menghajar lebih keras ia semakin tertawa.

Bukan main herannya Siau Po melihat tingkah wanita cantik itu. Karena takut ditipu lagi Siau Po menginjak dada Kian Leng, Tuan Putri itu tetap berusaha melepaskan diri dari ancaman ttu. Namun tetap saja ia mengalami kegagalan.

Kian Leng lalu meratap agar Siau Po mau membebaskan dirinya, Siau Po terus memaki Tuan Putri, Setelah sadar ia lalu membebaskannya.

Setelah dibebaskan Kian Leng berkata sambil tertawa.

"Hey, besok siang kau harus datang ke mari untuk bermain denganku!" "Tidak, aku tak ingin main lagi denganmu!" jawab Siau Po.

"Jika kau tak datang, aku akan mengadukan pada raja.,, bahwa kau telah menganiaya aku.,.," ancam Tuan Putri Kian Leng itu. Siau Po berpikir Kemudian memutuskan untuk menyanggupi keinginan Kian Leng dan sehabis berkata begitu Kian Leng lalu mendekati Siau Po dan menciumnya, Lalu ia pun pergi.

Keesokan paginya Siau Po menghadap pada raja, Sang Raja terkejut melihat muka Siau Po babak belur, Juga pada rambut dan alis matanya terlihat habis terbakar. Namun raja sangatlah cerdas karena ia segera dapat menerka penyebabnya.

"Bukankah kau habis dihajar Kong Cu?" tanyanya kemudian.

"Guru, muridmu membuatmu malu, Muridmu harus merebut kembali muka yang terang ini dengan lebih banyak belajar!" jawab Siau Po.

Mendengar jawaban Siau Po hati raja sangatlah girang, Sebab sebelumnya raja beranggapan kalau kedatangan Siau Po akan menuntut keadilan Jika itu benar, sulit bagi dirinya menghukum adik sendiri.

"Kau baik sekali, kau harus kuberi hadiah besar...!"

Siau Po menjawab dengan cepat

"Suhu, kau tak menegur hamba. Hamba sudah sangat bersyukur, maka itu janganlah Tuanku menghadiahkan apa pun pada hamba!" jawabnya.

"Paling baik suhu mengajarkan pada hamb ilmu silat, agar nanti jika hamba menghadapi musuh tidak membuat malu suhu dan hamba dapat menjaga diri!" katanya.

Mendengar kata-kata Siau Po dan panggila "Suhu" membuat raja menjadi tertawa, Dia menyanggupi untuk mengajarkan pada Siau Po beberapa ilmu silat yaitu jurus Kim Na Ciu, tangan menangkap, yang ia dapat dari ibu suri.

Beberapa jurus itu bukanlah jurus sembarangan. Akan tetapi jika dipadukan dengan beberapa jurus dari Hong kaucu dapat menjadi ampuh. Karena cerdasnya, Siau Po dengan cepat dapat menimba ilmu dari Sang raja yang ia panggil suhu, "Guru."

Mendapatkan pelajaran dari raja, Siau Po sangatlah senang.

"Suhu, bagi muridmu ini, Wi Siau Po dengan diangkatnya menjadi murid kepala itu sudahlah cukup...!" kata Siau Po.

Mendengar ucapan Siau Po raja merasa gembira.

"Seorang raja tak dapat berbicara dengan main-main, Untuk itu aku mengangkatmu menjadi muridku," ujar raja sambil menepuk tangan, Kemudian beberapa orang berdatangan mendekati raja. "Putar tubuhmu!" Raja berkata dan keempat orang yang dipanggil tadi memutar tubuhnya.

Kong Hi bangkit dari duduknya dan ia mengambil sebilah pisau, digunakan untuk memotong salah seorang Sie Wie yang memiliki kuncir cukup panjang dan juga hitam kelam. Raja cepat memotongnya.

Thay-kam yang dipotong tadi sangatlah kaget, lalu dengan cepat berlutut di hadapan raja.

"Hamba harus mati.,.! Hamba harus mati!" kata itu diucapkan berulang. Raja tertawa melihat Sie Wie itu.

"Jangan takuti Aku beri hadiah padamu tiga puluh tail perak, dan sekarang kau pergi keluar...!"

Setelah keempat Sie Wie pergi raja lalu memberikan kuncir itu pada Siau Po.

"Tidak lama lagi kau akan menjadi biksu, Untuk itu pakailah kuncir palsu ini untukmu, agar tak terlihat jelek di dalam istana."

Siau Po mengangguk perlahan.

"Baik Suhu, Suhu sangatlah baik sekali.,.!" ujarnya kepada sang raja.

"Aku mengangkatmu menjadi muridku, jangan sampai orang lain mengetahuinya, Aku sangat percaya padamu, Dan bila kau melanggar janjimu aku akan mencabut ilmu silatmu, Aku pun akan mengusirmu dari istanaku,.!" pesan gurunya pada Siau Po.

"Baik, Guru. Murid tak berani melakukan itu.,.!" sahut Siau Po,

Raja memberikan pesan tersebut pada Siau Po, karena setiap kali ia berlatih dengan Siau Po, tak ada orang lain yang melihatnya selain dari ibu suri dan Hay Kong Kong.

Setelah terduduk, raja lalu berkata lagi.

"Aku telah menurunkan ilmu yang ada padaku, ilmu itu kudapat dari ibu suri. sekarang ini kepandaianku sama dengan kepandaianmu juga kepandaian ayahku, Tetapi ia masih dapat dikalahkan oleh pendeta dari Tibet itu. Untung ayahku di tolong.   

sekarang kau pergi berobat dan beristirahat, Besok kau kembali lagi menghadapku.,.!"

Siau Po lalu pergi meninggalkan istana dan kembali ke kamarnya, Dia lalu pergi memang tabib istana untuk mengobati luka-lukanya. Setelah mendapatkan jawaban dari tabib itu ia lalu tertidur Dan bangun dari tidur ia lalu pergi memenuhi janjinya dengan Kong Cu untuk bermain-main. Sewaktu ia pergi untuk menemui Kong Cu hatinya mulai dijalari rasa takut dan rasa senang, Takut kalau-kalau ia dihajar habis-habisan. Dan senangnya jika dapat bertemu dengan putri yang cantik dan manis itu.

Ketika Siau Po mengunci pintu, ia mendengar teriakan Kian Leng yang sudah siap untuk menyerangnya, Mengetahui hal itu Siau Po menerima serangan yang dilakukan secara mendadak itu. Siau Po menggeser tubuhnya dan kaki serta lengannya cepat menyambut serangan itu. Dia berhasil menyambar leher si gadis dan langsung menekan ke bawah.

Menerima itu semua Kong Cu hanya tertawa-tawa.

"Oh, Thay-kam apakah kau ingin mati.,.?" katanya nyaring.

"Apakah kau ingin mati, dan bagaimana mungkin hari ini kau dapat menahan seranganku?"

Siau Po lalu memegang tangan kiri Tuan putri dan berusaha membuat tak berdaya. "Bagaimana? Jika kau tak mau memanggilku kakak yang baik aku akan membuat 

tanganmu menjadi patah!."

"Fui, budak, apa kau mau mampus?" dampratnya. Siau Po memutar tangan Kian Leng sambil berkata.

"Jika kau tak memanggilku kakak yang baik aku akan membuat tanganmu patah...!"

Mendapat ancaman itu sang putri malah tertawa. Hal ini membuat ia menjadi gusar juga, Akhir-nya karena sang Putri yang sangat nakal itu tetap tidak mau menuruti kata- kata Siau Po pun menghajarnya berulang-ulang kali sampai dirinya tak sanggup untuk berdiri.

Ketika Siau Po berhenti memukulnya, Kian Leng berkata dengan tersengal-sengal. "Baik, cukup sudah! sekarang giliranku untuk menghajarmu!"

Siau Po menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku tak ingin dihajar olehmu! Kalau aku sampai dihajar olehmu mungkin aku akan mati...!" Kian Leng terus saja memohon pada Siau Po. Dan tetap Siau Po tidak mau untuk bergantian memukul Hingga akhirnya Kian Leng berkata.

"Kakak yang baik, berilah waktu guna menghajarmu Sekali saja aku berjanji tak akan melukaimu!" Sambil berkata, ia memegang kaki Siau Po. Suara itu sangat merdu sekali, membuat hat Siau Po goncang, Ketika hendak menjawab tiba tiba Kian Leng berkata lagi, "Kakak yang baik, kau lihat tubuhku yang penuh dengan darah. Melihat itu hatiku sangat senang...!"

"Lepaskan kakiku...!" kata Siau Po sambil menendang Kian Leng,

"Cepat kau lepaskan, Aku akan pergi dengan hidup bersamamu pada suatu hari aku akan binasa ditanganmu...!"

"Jadi kau tak sudi main-main denganku?" kata Kian Leng. "ltu berbahaya, setiap waktu nyawaku bisa melayang!"

"Baiklah kalau begitu tolong papah aku, kau telah menghajarku sampai-sampai tak dapat ber-jalan. "

"Tidak, aku tak mau mengganggu," tolak Siau Po.

Kian Leng berusaha berdiri dengan berpegangan pada tembok, Lalu ia terpeleset.

Melihat Kian Leng terpeleset, Siau Po langsung menangkapnya, Dan menahannya agar Kian Leng tidak jatuh, Akhirnya Kian Leng memohon pada Siau Po agar memanggilkan dayang-dayangnya, Mendengar permintaan Kian Leng, Siau Po lalu berpikir dan berkata dalam hati.

"Jika ia memanggil thay-kam tentulah ibu suri akan mengetahuinya dan nanti dia akan mencari tahu siapa penyebab semua ini. Aku nanti bisa dihajar oleh ibu suri itu. Maka lebih baik aku yang mengantarkan ia ke kamarnya.,.!"

Ketika mengantarkan Kian Leng, Siau Po ingat pada ibu suri yang tabiatnya sangat jahat Maka iapun menjadi takut Apa lagi setelah melewati lorong dekat kamar ibu suri, Namun tiba-tiba dia dikagetkan oleh Kian Leng yang ingin menggigit telinganya.

"Jangan, jika kau menggigit telingaku kau tak akan datang lagi padamu untuk selama-lamanya. Ingat, aku tak akan tarik kata- kataku itu!"

Sebenarnya Kian Leng ingin menggigit telinganya, setelah mendengar ancaman itu ia membatalkan keinginannya.

Sesampainya di kamar Kian Leng, segera Siau Po hendak berlalu, akan tetapi ditahan oleh Kian Leng.

"Mari masuk! Aku akan memperlihatkan padamu sesuatu mainan!"

Di dalam kamar telah terdapat empat orang dayang, Siau Po menanti di luar dan ia tak berani berlaku sembarangan. Kian Leng menarik tangan Siau Po dan dua orang dayang turut masuk guna menyiapkan sapu-tangan hangat untuk membasuh muka, Kian Leng mengambil saputangan itu dan diberikannya pada Siau Po, Siau Po lalu segera membersihkan mukanya.

Melihat hal itu para dayang tercengang. Tuan Putri memperlakukan thay-kam yang satu ini demikian sabarnya, Hingga sangatlah berbeda jika ia mengurus ibu surinya, Kian Leng memperhatikan kedua dayangnya itu.

"Apakah ada yang menarik untuk ditonton?" tanyanya,

Kedua dayangnya itu kaget dan mereka ingin cepat pergi, tapi terlambat sebab tangan Tuan Putri sudah lebih dulu menyambar muka dayangnya itu. Tentu saja si dayang jadi kelabakan karena matanya mengeluarkan darah segar.

Menyaksikan hal itu Kian Leng tertawa dan berkata.

"Lihat kawanan budak itu! Mereka hanya bisa menjerit! Maka itu mana ada kegembiraanmu berkumpul dengan mereka...?"

Menyaksikan hal itu Siau Po mengumpat dalam hatinya.

"Maaf, Sri Baginda memerintahkan aku untuk melakukan sesuatu pekerjaan Dan aku harus secepatnya pergi dari sini!" kata Siau Po.

"Ah, buat apa terburu-buru?" kata si Putri sambil ia mengunci pintu.

Hati Siau Po berdebar-debar. ia menduga-duga apa yang akan Tuan Putri lakukan atas dirinya.

"Aku menjadi majikan di sini sudah lima belas tahun, Selalu orang melayaniku, itu yang membuat hatiku sangat tak enak untuk itu. Aku ingin kita menukar tempat kau jadi majikan dan aku menjadi budak. "

"Kau menolak? Awas kalau kau tak menerimanya aku akan berteriak Akan aku laporkan pada raja, bahwa aku telah berbuat tak sopan kepadaku dan kau telah menghajar aku hingga aku tak dapat bergerak. !" sambil berkata begitu Kian Leng lalu 

berteriak Hal itu membuat Siau Po menjadi kelabakan.

Mereka berada dalam kamar putri raja, Dan kalau Kian Leng berteriak pasti ada orang yang masuk, Berbeda dengan tempat mereka berlatih silat, Di tempat itu sangat sepi, tidak seperti di sini yang selalu dekat dengan para dayang dan para Thay-kam.

Kian Leng tersenyum.

"Hai, orang hina dina! Aku berbicara denganmu kau tak menerimanya, itu yang namanya orang yang tak mau diberi rejeki!" katanya. "Kaulah yang hina dina itu!" balas Siau Po dalam hati. ia sangat heran sudah menjadi putri malah ingin menjadi budak.

Kian Leng lalu duduk bersimpuh dengan sangat hormat terhadap Siau Po. "Tuan, apakah hendak beristirahat baiklah, hamba nanti akan membantu Tuan 

membukakan pakaian...!"

"Aku tak ingin tidur, lebih baik kau memijatku dengan perlahan!" kata Siau Po sambil bersikap angkuh.

"Baiklah," Kian Leng lalu mengangkat kaki Siau Po dan diletakkan pada pahanya ia kemudian mulai memijat Siau Po secara perlahan-lahan.

Kian Leng dalam memijat sangat berlaku hati-hati hingga ia tak menyentuh luka yang ada pada tubuh Siau Po.

"Kau pandai bekerja, budak. Kau baik sekali dalam merawatku.,.!" kata Siau Po yang lalu ingin mencubit pipi Kian Leng.

Kian Leng merasakan kepuasan diperlakukan seperti itu.

"Tuan sangat pandai memujiku, Tuan silahkan rebah di pembaringan hambamu hendak mengurut punggung Tuan!" ujar Kian Peng sambil ia membuka sepatu dan kaus kaki Siau Po.

Siau Po menuruti, senang ia diuruti si cantik, putri istana itu. Namun dalam hatinya Siau Po masih terus bertanya-tanya dan menerka.

"lni hanyalah sandiwara, dan ia masih tak mau melepaskan aku.,.."

Sementara itu Siau Po tiduran di atas pembaringan, Hidungnya mencium bau wewangian dari tempat tidur itu. Hingga ia berpikir pula,

"Si wanita ini hidup begitu mewah dalam istana. Berbeda dengan di tempat-tempat pelesiran, meskipun kamar nomor satu tak mungkin indah dan sebagus ini.!"

Tengah merasakan nikmatnya dipijat wanita cantik itu tiba-tiba terdengar suara berisik dari luar kamar Tuan Putri, Hong Tay Hau datang.

Kian Leng dan Siau Po sangatlah kaget lalu ia berkata pada Siau Po dengan suara bergetar.

"Sudah tak keburu, Sudah kau diam saja di sini dan gunakan selimutku itu!" Siau Po menurut saja dan ia lalu menutupi tubuh dengan kain selimutnya. Kian Leng lalu menutup kelambu itu, lalu membuka pintu, ibu suri itu lalu masuk. "Siang-siang kau menutup pintu, Buat apa-kah.-.?" tanyanya bernada curiga.

"Aku sangatlah ngantuk, dan hari ini tampaknya Thai Hou sehat-sehat saja.,.!" sahut si putri sambil tertawa.

"Hari ini kau main apa saja, dan mengapa mukamu begitu pucat..?" tanya ibu suri penuh selidik.

Kian Leng memang terlihat pucat ia lalu berkata.

"Seperti yang kukatakan, hari ini aku sangatlah mengantuk.-.!"

Thai Hau tertunduk, lantas ia dapat melihat sepatu Siau Po yang terdapat pada pembaringan.

Hatinya heran melihat kelambu bergerak-gerak maka timbullah kecurigaannya. "Kalian semua keIuar...!" perintahnya pada para dayang dan thay-kam.

"Dan kau cepat tutup pintunya dan palang.-.!" katanya pada Kian Leng. Kian Leng tertawa.

"Ah, ibu juga mau main apa.,.?" tanyanya setelah ia menutup pintu itu, Kemudian Kian Leng mendekati ibu suri dan mengikuti arah matanya memandang, ia pun kaget setelah diketahui bahwa ibunya melihat sepatu Maharani di depan pembaringannya.

"Ah, Ibu! justru aku sedang memikirkan seandainya saja aku memakai pakaian laki- laki aku terlihat tampan atau tidak dan itu akan aku perlihatkan pada ibu...!" ujarnya berkilat.

Tay Hou menjawab perkataan Kian Leng dengan dingin.

"ltu tergantung pada anak yang ada pada pembaringan itu, dia tampan atau tidak.,.!" Selesai berkata ibu suri mendekati pembaringan putrinya.

"Tay Hou, bersamanya aku hanya bergurau!" kata Kian Leng bingung.

Belum habis putrinya berbicara, dengan satu kibasan tangan ibu suri membuat Kian Leng terjatuh. Setelah itu ia menyingkap kelambu dan menarik selimut yang menutupi tubuh Siau Po. Lalu Thay hou memekik kaget itu membuat Siau Po terbangun.

Siau Po berpaling ke arah pembaringan. Dia tak berani memandang mata ibu suri, Tubuhnya bergetar. "Tay Hou dialah thay-kam cilik yang paling disayang oleh kakak raja!" kata Kian Leng.

Ibu suri menyadari bahwa putrinya itu sudah mulai dewasa dan membutuhkan napsu birahi, sehingga ia menyembunyikan pria dalam kamarnya, Syukurlah pria itu masih kecil. Tentu hubungan itu tidak mempunyai arti, Dan ibu suri memegang tangan Siau Po dan memutar tubuhnya hingga Siau Po berhadapan padanya.

Siau Po lalu ditampar oleh ibu suri dengan kerasnya muka kanan dan kiri sambil membentak dengan bengis.

"Lekas pergi, jika suatu hari aku melihat kau dengan putriku aku akan menghajarmu...!"

Mendadak saja ibu suri menghentikan ancamannya sebab ia mengenali wajah anak itu, hingga lantas ia menegur.

"Oh, kiranya kau...!" ujarnya perlahan.

"Bukan aku...!" kata Siau Po sambil melengos dan ia menjawab sejadi-jadinya. "Ada jalan ke surga kau tidak ambil, justru kau mengambil jalan ke neraka yang tak 

ada pintunya, Kau berlaku tak pantas terhadap tuanmu, maka hari ini jangan persalahkan dan sesalkan aku!" kata ibu suri itu.

Kian Leng bingung sekali ia lalu berkata.

"Jangan kau persalahkan dia! AkuIah yang menghendaki ia tidur di sini...!"

Tay Hou tidak menggubris putrinya, Hanya dengan tangan kirinya dia mengusap- usap kepala Siau Po. sementara tangan kanannya diangkat tinggi bersiap untuk menghajar dengan keras.

Siau Po kaget dan bingung sekali, ia tahu bagiannya adalah hanya mati, Akan tetapi ia ingat tipu silat ajaran Hong kaucu. "Tek Ceng Hau ki" Siau Po menundukkan muka cepat ia meraba dada ibu suri.

Melihat itu Tay Hou merasa kaget dan segera ia menarik cepat dadanya.

Lalu Siau Po mengulurkan kakinya untuk menjejak dan tubuhnya jungkir balik, Dalam beberapa detik ia sudah duduk di atas punggung ibu suri. 

Kedua tangannya digunakan untuk memegang pipi ibu suri itu dan ia mengancam dengan keras.

"Jika kau bergerak, aku akan mengorek biji matamu...!" Menyaksikan hal demikian Kian Leng menjadi tertawa girang dan ia meminta pada Siau Po untuk turun dari punggung ibu suri. Sebelum turun, Siau Po mencabut belatinya untuk mengancam ibu suri Tetapi setelah ia turun dari punggung ibu suri itu terdengar sesuatu yang terjatuh seketika ia mengenali benda yang jatuh itu, ia ingat kalau ibu suri pernah berhubungan dengan Song Beng Gie.

Mengetahui hal itu Siau Po lalu memberitahukan bahwa dirinya adalah Peng Liong Su yang baru, Setelah mengetahui Siau Po adalah Peng Liong Su maka ibu suri menjadi ketakutan sekali.

Setelah itu ibu suri memerintahkan pada putrinya untuk meninggalkan mereka berdua, Kemudian diajaknya Siau Po untuk datang ke kamarnya, agar pembicaraan mereka tidak ada yang mendengarkan.

Siau Po atau Peng Liong Su mengikuti permintaan Tay Hou, tapi sebelumnya Siau Po memikirkan hal itu.

Di dalam kamar Siau Po dan ibu suri itu duduk berhadapan Siau Po heran, mengapa ibu suri yang kedudukannya sangat terhormat, menjadi anggota partai Sin Liong Kau.

Sementara Tay Hou pun merasa heran melihat Siau Po yang masih muda ini mempunyai kedudukan yang cukup terhormat itu. Hatinya merasa ragu apa benar, Siau Po itu seorang Peng Liong Su.

Karena keraguan itu ibu suri menjadi sangsi, dan murkanya mulai datang, itu terlihat dari sorot matanya tajam

Melihat kenyataan itu Siau Po sudah dapat mengetahuinya. Dengan cepat ia meyakinkan ibu suri dengan berkata.

"Kau tahu tipu silat yang tadi kuperlihatkan padamu? ilmu itu kudapat dari kaucu." Ditanya seperti itu Tay Hou menjadi kaget Dalam hati ia berkata.

"Memang aneh cara ia bergerak dan itu aku tidak memilikinya...!"

"Mungkin kaucu yang mengajarkannya padamu," tanyanya dengan suara bergetar. "Ya, kaucu sendiri yang mengajarkan itu padaku, Kaucu menurunkan tiga puluh 

macam tipu silat yang dinamakan Kim Na Ciu atau tangan menangkap, sedangkan Hu Jin menurunkan padaku juga tiga puluh macam tipu silat yang dinamakan Sat Ciu atau tangan membunuh, ilmu silat yang kupelajari dari kaucu dan Hu Jin sangatlah ampuh, jika digunakan pasti akan meminta korban! Karena aku tadi hanya menggunakan salah satu dari ilmu yang diturunkan Hu Jin dan aku tidak berniat untuk membunuhmu maka aku tak membunuhmu itu tadi yang dinamakan Hui Yen Kiong Hu." Mendengar keterangan dari Siau Po, ibu suri itu menjadi yakin dan merasa takut pada Siau Po. Dalam hati ia berkata.

"Hebat ilmu silat anak ini! Jika tadi ia menggunakan ilmu silat yang diturunkan kaucu tentu nyawaku sudah melayang."

Melihat itu Siau Po lalu menyombongkan hati.

"Untung, aku tak jadi mengorek matamu, Jika aku tak menaruh kasihan padamu mungkin aku sudah mengorek matamu...!"

Melihat bekas tamparan yang masih berbekas di muka Siau Po, ibu suri itu pun berkata.

"Hamba telah melakukan kesalahan pada Pek Liong Su. Untuk itu hamba mohon kiranya Pek Liong memaafkan hamba dan semoga Cun Su dapat hidup berbahagia dan panjang umur!"

Siau Po tersenyum.

"ltu tak menjadi soal, Tio Yam Gaot bertugas tidak bersungguh-sungguh, Kaucu dan Hu Jin sangatlah gusar lalu ia mengutusku untuk mencari kitab itu!"

Siau Po diberi beberapa butir obat penawar racun, ia juga disuguhi arak yang langsung ibu suri yang menyuguhinya, Sambil minum arak ia berbicara banyak dan Siau Po menanyakan asal mulai ibu suri itu masuk menjadi anggota partai Sin Liong Kau.

Belum sempat ia menanyakan hal itu Tay Hou bertanya padanya. "Apakah Cun Su membawa obat penawar racun untuk tahun ini?" Siau Po lalu tertawa,.

"Mana mungkin kaucu memberikan itu padaku, aku kan orang baru pada partai itu!" kata Siau Po.

Mendengar jawaban itu ibu suri menjawab.

"Dengan demikian Cun Su sangatlah pandai, Kita berdua sama- sama telah memakan racun itu. Dan pasti Cun Su tak boleh membawanya untukku...!"

Melihat Siau Po diam saja, ibu suri menjadi gelisah, Dia lalu melaporkan mengenai kitab itu pada Siau Po.

"Cun Su, ketiga kitab itu sudah hamba serahkan pada Song Beng Gi dan Lin Yun untuk selanjutnya diserahkan pada kaucu..." Siau Po telah mengetahui bahwa kedua orang itu ternyata telah mati dan keduanya tidak ada yang membawa kitab yang dimaksud,

Karena merasa kurang yakin Siau Po menanyakan lagi.

"Tadi kau katakan kitab itu sudah kau serahkan pada mereka, tetapi mengapa sampai saat ini kaucu belum juga menerimanya? Oleh sebab itu ia lalu memerintahkan aku untuk mencari ketiga kitab itu...!"

"Bukankah Song Beng yang menyamar sebagai dayang di istana itu.-.?" tanya Siau Po.

"Benar, dia! sebaiknya jika Cun Su kembali ke sana langsung saja tanyakan pada mereka!" kata ibu suri.

Mendengar kata-kata itu Siau Po berkata dalam hati.

"Sekarang aku mengerti, pastilah ia menyangka kalau Song Beng dan Liu Yan telah mati. Song Beng mati oleh bibi To dan Liu Yan mati olehku. Dengan demikian ibu suri sudah tak mempunyai saksi lagi, Mana ia tahu kalau ketiga kitab itu sudah ada padaku, Tetapi biarlah untuk sementara aku tak membongkar rahasia itu."

"Kau telah mendapatkan tiga buah kitab itu dan untuk itu jasamu sangat besar Kau juga harus dapat mencari kelima kitab yang lainnya dan nanti jika kembali aku akan menceritakan hal ini pada kaucu agar ia memberimu obat penawar racun itu," kata Siau Po,

"Tentang masalah itu sebawahan turut memikirkannya siang dan malam. Dan dengan demikian hamba sudah dapat membalas sedikit budi baik dari kaucu!" sahut ibu suri.

"Kau sudah sangat setia pada partai dan sudah selayaknya kau dibebaskan dari racun itu!" jawab Siau Po.

"Budi Cun Su tak mungkin sebawahan takkan mungkin dapat melupakan budi Cun Su tersebut."

Siau Po lalu menanyakan sebab hingga ibu suri menjadi anggota dari partai Sin Liong Kau.

"Aku ingin mengetahui mengapa kau juga menjadi anggota dari partai Sin Liong Kau, Kau harus menceritakannya secara beruntun dan jangan ada yang kau sembunyikan...!" pintanya, “Terhadap Cun Su sebawahan tak mungkin dapat menyembunyikan atau bicara yang tak benar..!" kata Tay Hou.

Baru saja ibu suri itu akan menceritakan tentang dirinya, tiba-tiba dari luar kamar terdengar suara.

"Harap Tay Hou mengetahuinya, bahwa hamba diperintahkan oleh Baginda agar memanggil Kui Kong Kong untuk menghadap, Sebab ada urusan yang akan diselesaikan jadi ia harus segera menghadap."

Mendengar demikian Siau Po mengangguk pada ibu suri seraya berkata secara perlahan-lahan.

"Baik, kau jangan khawatir! Di lain waktu aku akan menanyakan sesuatu kepadamu!" Selesai berkata demikian ibu suri berkata dengan keras.

"Sri Baginda memerintahkan kau untuk menghadap, cepat kau pergi!"

Siau Po pun segera berkata dengan keras, "Baik Tay Hou, semoga Tay Hou berbahagia...!" itu dilakukannya agar dayang-dayang itu tak mengetahui bahwa dia adalah anggota partai Sin Liong Kau.

Sesampainya di luar kamar Siau Po sangat kaget, karena yang datang itu ternyata pasukan khusus kerajaan dalam jumlah banyak, Hal itu membuat Siau Po menjadi bertanda tanya dalam hati.

"Mungkinkah ada perkara yang besar di kerajaan?" Sesampainya di sana Siau Po langsung masuk ke kamar baca.

"Syukurlah kau tak kurang suatu apa. Tadi aku merasa sangat khawatir sebab kau dipanggil oleh ibu suri, Aku takut kau nanti disiksa si tua bangka dan hina dina itu. "

“Terima kasih atas perhatian Suhu. sebenarnya tadi hamba dipanggil oleh ibu suri. Hamba hanya ditanyakan mengenai kepergianku ke Ngo Tay san. Dia pun menanyakan tentang keadaan Sri Baginda, Dan kesemuanya itu tidak hamba jawab dengan benar!" ujar Siau Po.

"Bagus, jawaban kau itu pasti akan datang, Suatu hari nanti aku akan membalas sakit hati Baginda Hu Hong serta Bu Hau! Aku khawatir kau dicelakai olehnya untuk itu aku mengutus beberapa Sie Wie untuk memintamu, Jika ia tidak memberikan agar para Sie Wie itu menerobos masuk. Tak apalah jika aku harus bentrok dengan si tua bangka dan hina dina itu. Aku sangat dendam!" kata sang raja sambil menggenggam kepalan tangannya.

Melihat itu Siau Po menjadi kasihan, ia lalu berkata pada raja itu dan sambil berlutut. "Hong Te suhu telah melepas budi begitu besar walaupun tubuh hambamu ini hancur sukar buat membalasnya," kata Siau Po ia memanggil raja dengan sebutan "Hong te suhu" yang artinya guru yang menjadi raja atau raja yang menjadi guru,

"Asal kau merawat baik-baik ayahanda, itu sudah merupakan balas budimu padaku!" ujar sang raja.

Dan Siau Po menyanggupinya.

Raja lalu mengambil amplop besar dan berwarna kuning, Sambil menyerahkan ia berkata.

"lni adalah kiriman hadiah dariku untuk para pendeta di wihara Siau Lim Sie. Cepat kau pergi dan sampaikan pada mereka itu! Kau berangkat dengan mengepalai ratusan Sie Wie istana dan dua ribu serdadu, Cepat kau pergi ke sana! sekarang pangkatmu aku naikkan menjadi Jiau Kieng Cia Oey Kie Hu Tau Tong itu berarti kau pembesar tingkat tinggi kedua, Aku pun mengangkat kau sebagai Boan Ciu. pasukan itu adalah pasukan raja dan kau beserta perwira pergi ke sana..!"

"Terima kasih, Asal aku dapat sering berada dekat dengan raja, itu sudah merupakan suatu kebahagiaan sekarang aku sudah menjadi orang Han dan siapa tahu aku nanti menjadi orang Boan Ciu!" ujar Siau Po.

Raja segera memanggil Tou Tong yaitu seorang gubernur militer dari pasukan bendera kuning untuk memberitahukan sebenarnya Siau Kui Cu bukan thay-kam. Dia telah diangkat menjadi orang Boan Cu dan dikarunia pangkat Hu Tou Tong.

Gubernur Tsa Ert Cu semasa berkuasa, Go Pay sudah dijebloskan ke dalam penjara, untunglah Go Pay gagal karena telah dibunuh oleh Siau Po. sekarang ia mendapat panggilan dari raja, bahwa anak tersebut telah diangkat menjadi orang keduanya, Sudah pasti ia merasa senang karena sebelumnya ia pernah diselamatkan oleh Siau Po. Berulang kali ia memberikan selamat pada Siau Po sambil menambahkan dengan kata-katanya.

"Saudara Wie kita berdua bersaudara, Kita bakal bekerja sama dan tidak ada orang di antara kita yang lebih istimewa. Kau justru orang muda yang gagah dan mungkin pasukan berkuda kita akan mendapatkan nama yang baik...!"

Terhadap atasannya Siau Po merasa berterima kasih, sebab ia telah diberikan kata- kata selamat.

"Hanya, hal ini tak dapat diumumkan, sebab saat ini pula Siau Kui Cu harus berangkat dan tak usah kau datang lagi ke mari untuk memohon diri padaku!" kata raja.

Siau Po lalu mengucapkan kata terima kasihnya karena ia telah dipercaya untuk memimpin pasukan Namun ia tetap saja memikirkan ibu suri yang belum diketahui bahwa ia masuk ke dalam partai Sin Liong Kau. To Liong mendampingi Siau Po untuk memilih Sie Wie yang akan mereka bawa itu. "Saudara Wie, kau hendak memilih Sie Wie yang mana? silahkan kau pilih dan jika 

kau menghendaki aku untuk turut denganmu, aku siap mengikuti dan selalu 

bersamamu!"

Siau Po lalu tertawa.

"Itulah yang membuatku tak dapat memenuhi keinginanmu jika kau ikut bersamaku lalu siapa yang akan melindungi Baginda, Tugas itu lebih berat daripada tugas yang aku jalankan ini. Kau tak usah memikirkan untuk ikut bersamaku!"

To Liong tertawa.

"Biarlah nanti aku meminta pada raja untuk kita bertukar tempat yakni kau menjadi kepala sedangkan aku menjadi bawahanmu, Agar nanti jika ada tugas keluar dari kota raja, aku yang berangkat!"

Siau Po tersenyum. ia lalu mencatat nama-nama Sie Wie dan juga pasukan yang akan ikut bersamanya, Dengan cepat pasukan- pasukan itu datang mendekat dan sudah siap untuk berangkat.

Sementara itu kaisar sudah siap menyediakan berbagai macam hadiah untuk para biksu dari Siau Lim Sie.

Wie Siau Po seharusnya muncul dengan mengenakan pakaian pemimpin. Namun karena ia baru saja diangkat, belum ada pakaian yang sesuai dengan dirinya.

Raja lalu memerintahkan pada tukang jahit untuk ikut serta bersama rombongan sambil menyelesaikan pakaian Siau Po. Dan ia memerintahkan pada para tukang jahit itu untuk tidak pulang jika belum selesai membuat pakaian Siau Po.

Sebelum berangkat ia menempatkan diri untuk singgah ke Poan Ji Ho Tong untuk menemui Liok Ko hian, untuk memesan mereka agar jangan sembarangan pergi, Karena untuk mencuri kitab itu.

Sewaktu ia akan pergi Siau Po mengajak Song Ji bersamanya, Dan ia meminta pada Song Ji untuk memakai pakaian pria.

Sewaktu akan berangkat Siau Po melihat cuaca sudah gelap, Akan tetapi karena raja memerintahkan untuk pergi, maka ia harus pergi juga, Dan sewaktu ia akan berangkat memang cuaca sudah gelap, sehingga baru saja berangkat beberapa lie mereka harus berhenti untuk mendirikan tenda.

Keesokan harinya, selesai bersantap, ia mengundang beberapa kepala pasukan dan juga bawahannya. Para kepala pasukan yang diundang itu merasa heran mendapat undangan tersebut Mereka bertanya dalam hati masing-masing, Siau Po mengajak mereka bermain judi, Para pemimpin itu tak percaya ketika melihat Siau Po mengeluarkan dadu dan mereka pun siap melakukan judi.

Rupanya saat ini Siau Po sedang bernasib baik ia selalu menang dalam perjudian itu. Para kepala pasukan akhirnya terkuras habis uangnya, Namun ketika mereka hendak bubar karena uang sudah terkuras habis.

"Tunggu dulu! Kalian tahu, ini adalah untuk pertama kali aku memimpin pasukan, Oleh karena itu semua kemenanganku ini tak akan kuambil dan tolong kalian bagikan uang hasil kemenanganku ini.!"

Mendengar ucapan dari Siau Po kembali mereka terheran, tetapi setelah itu mereka bergembira bersama karena uang mereka dikembalikan.

Sedang gembira-gembira, mereka dikagetkan oleh suara orang yang datang secara tiba-tiba. Kedatangan orang-orang itu tak ada yang mengetahuinya.

Melihat kedatangan tamu yang tak diundang itu kepala pasukan memerintahkan para Sie Wie agar menangkapnya, Hanya dengan sekali gebrakan saja mereka sudah dapat menggagalkan serangan para Sie Wie itu.

Melihat kejadian itu para kepala pasukan terheran-heran, pada saat mereka itu terheran ketua dari tamu yang tak diundang itu memerintahkan pada keempat anak buahnya untuk mengurung Siau Po.

Tamu yang tak diundang itu ternyata ingin ikut serta dalam permainan itu, tetapi sekarang menggunakan taruhan bukan dengan uang.

"Aku hendak bertanya, Jika aku kalah aku harus membayar dengan apa dan jika aku menang aku harus membayar dengan apa pula?" tanya Siau Po pada ketuanya.

"Mengapa ditanya lagi? Kalah pedang harus dibayar dengan pedang jika kalah kepala harus dibayar dengan kepala.,.!" jawab sang ketua.

Pemuda yang menjadi ketua itu menyangka mendengar taruhannya mereka akan takut, tetapi kenyataannya lain, Siau Po menyanggupi pertaruhan itu.

"Baiklah, kalah pedang harus membayar dengan pedang, kalah kepala harus membayar dengan kepala, Karena itu siapa yang kalah ia celaka dan siapa yang menang ia akan senang, Nah, untuk itu mulailah kau yang melemparkan dadu itu!" kata Siau Po mantap.

Musuhnya tercengang, ternyata anak sekecil itu sudah mempunyai nyali yang besar. Si ketua tamu itu lantas berbisik. "Jangan di luar jikalau nanti kita menang dikhawatirkan nanti terjadi perubahan karena di luar banyak pasukan Iawan...!"

Anak muda itu lalu mengawasi Siau Po. Dia tak melihat adanya tanda-tanda takut pada anak itu.

Pada permainan pertama Siau Po menang, sedangkan pada permainan yang kedua Siau Po kalah, juga pada permainan yang ketiga, Hingga akhirnya Siau Po ditantang bertempur.

Siau Po lalu berkata dalam hatinya.

"Kalau Loo Cu ingin takluk ia sudah menyerah sejak mereka datang ke kemah itu. Dan jika sekarang aku harus menyerah itu tidak dapat diterima dan jasaku selama inipun akan hilang, Seorang laki-laki sejati jika ia sudah bersipat keras maka harus bersipat keras untuk selama-lamanya."

Dengan si ketua itu Siau Po menganggap derajatnya lebih tinggi Dan setelah berpikir Siau Po tertawa dan berkata.

"Loo Cu adalah Hu Tou Tong sedangkan nama Loo Cu ialah Hoa Ca Hoa Siau Po. jikalau kau hendak membunuh aku maka bunuhlah dan jika ingin bermain, marilah kita bermain lagi, jangan yang tua menghina yang muda itu bukanlah perbuatan Ho Han, dan laki-laki sejati!" tantang Siau Po pada mereka.

Si anak muda itu tersenyum.

"Ya. Memang benar yang tua menghina yang muda itu bukan Ho Han. Nah, Siau Su Moay, usiamu lebih muda dari anak ini, lebih baik kau yang mengajaknya bertempur.,.!" kata si anak muda itu.

Kata "Siau Su Moay" adalah adik wanita yang cantik, si nona muda itu tertawa. "Baik, jendral besar Hoa Ca Hoa Siau Po, aku akan belajar mengenalmu dengan 

jurus-jurus silatmu!" kata si nona.

"Lekas maju untuk bertempur..!" kata musuh yang berada di samping Siau Po sambil menyerahkan pedangnya.

Si anak muda langsung melemparkan pedangnya dan langsung menancap di atas meja dekat Siau Po.

Tetapi Siau Po berpikir cepat ia berkata dalam hati.

"Aku tak mengetahui ilmu pedang, pasti aku akan dengan mudah dapat dikalahkan si nona itu.,.!" pikirnya. Setelah berpikir demikian Siau Po lalu berkata.

"Dengan yang tua menghina yang muda dia bukanlah Hu Hong! Aku lebih tua dari dia mana dapat aku menghinanya?"

Si anak muda itu sudah habis kesabarannya lalu tangan kirinya dipakai untuk mencekik leher Siau Po dan ia lalu berkata.

"Jika kau tak berani dengannya maka kau harus berlutut padanya dan memohon ampun!" kata si anak muda itu dengan bengisnya.

"Baiklah jika hal itu yang kau inginkan sebenarnya jika berlutut di hadapan seorang laki-laki yang banyak mempunyai uang emas, itu ada baiknya. Namun untuk berlutut pada seorang wanita.,.?" kata Siau Po tetapi ia lalu menekuk kakinya untuk berlutut.

Menyaksi kan hal itu kawanan penjahat tertawa, justru pada saat seperti itu yang sangat di-tunggu-tunggu Siau Po. ia lalu melakukan gerakan dengan sangat lincahnya dan tahu-tahu sudah berada di punggung anak muda itu sambil mengancam dengan pisau belatinya yang sangat tajam.

"Kau menyerah atau tidak?!" ancamnya.

Semua orang terkejut, terutama si anak muda itu, Meskipun sangat lihay tetapi ia pun tak berdaya, Tentu saja mereka semua tak menyangka kalau Siau Po demikian hebatnya, Dan mereka pun tak mengetahui kalau Siau Po menggunakan Hui Yan Kiong Sing yang didapat dari kaucu.

Kekagetan itu hanya sesaat, Kawanan pemuda itu sudah ingin menyerang Siau Po dengan pedang-nya, namun Siau Po membentaknya.

"Lekas minggir.,.!" Mereka semua minggir.

"Jika kalian tak ingin kehilangan nyawa teman kalian, cepat.,.!"

Siau Po mengancamnya karena mereka semua sudah siap menghunus pedang. “Tak ada yang aneh, bukan? Sekarang kalian boleh tertawa dengan sepuas hati 

kalian!"

Habis berkata demikian Siau Po mengebaskan pisau belatinya pada pedang lawan dan mendadak saja semua pedang itu terpotong ujungnya dan ia lalu mengancam anak muda itu.

Semua orang berbaju biru itu kaget, serempak mereka maju dan serempak pula ia mundur

"Kembalikan uangku.,.!" kata Siau Po. "Nanti akan aku bebaskan pemimpin kaIian...!" Orang yang tadi mengambil uang itu tanpa ragu-ragu mengembalikan uang yang dimintanya.

Tepat pada waktunya dari luar tenda terdengar suara ratusan pasukan yang berteriak-teriak.

"Jangan biarkan penjahat itu lolos...!" Mari kita gempur.,.! Hayo kalian cepat menyerah...!"

Teriakan itu terdengar berulang-ulang dari pasukan yang sedang kalap itu.

Kiranya tadi itu ada seorang Sie Wie yang dapat meloloskan diri dan mengatakan pada kawan-kawan yang lainnya bahwa ada bahaya.

"Mari, kita bunuh dulu Loo Cu cilik itu.,.!" teriak pemuda, lalu menyambar pedang yang ada di atas meja dan langsung menyerang Siau Po tetapi apa yang terjadi.

"Aduh! Aku tak tertikam mati.,.!" kata Siau Po. Semua yang ada menjadi heran dan kaget,

Melihat kejadian itu si pemuda yang menjadi ketua berseru.

"Semua jangan perdulikan aku, kalian pergilah untuk meloloskan diri!" Dia terlambat, para Sie Wie itu sudah mengepung mereka dan dengan begitu, sulit baginya untuk meloloskan diri.

Maka Siau Po berpikir panjang lalu mengambil keputusan untuk melakukan permainan dadu lagi dengan taruhan kepala mereka.

"Aku yang menjadi bandar, masing-masing maju satu persatu, Maka jika ia memenangkan taruhan ia dapat pergi dan membawa uang saku seratus tail!"

Yang pertama si nona cilik cantik itu. Tetapi ia menolaknya untuk pergi dan membawa uang itu, tanpa bertaruh.

"Jika demikian, nona ini yang mengadu denganku dan taruhannya adalah kepala kalian...!" kata Siau Po.

Sang ketua memberikan isyarat pada si nona tanda menyetujui pertarungan itu. Tanpa ragu-ragu lagi ia mengadu dadu dengan Siau Po dengan taruhan kepala teman- temannya.

Setelah dikocok ternyata yang ke luar dadu tiga-tiga. Jika bandar sanggup mendapatkan angka empat-empat bandar akan menang dan bila mendapat angka tiga- tiga pun bandar akan menang. Sebelum mereka mengadu dadu yang kini tinggal bagian Siau Po, Siau Po mengajak mereka untuk minum bersama, mendadak seorang pria yang mengenakan baju buru itu mengeluarkan kata-kata.

"Untuk kepalaku akulah yang akan memberikan taruhan padamu, Aku tak sudi kepalaku menjadi taruhan kalian...!"

Sang ketua lalu menolak karena mereka sebelumnya sudah berjanji untuk hidup dan mati bersama, itulah janji kaum Ong Ok Pay. Pria itu tetap berkeras tidak menyetujui taruhan itu, Lalu ketua mereka memutuskan untuk mengeluarkan pria itu dari anggotanya dan dinyatakan sebagai penghianat kaum Ong Ok Pay.

Mendengar jawaban tersebut si Imam merasa tak puas ia lalu menambahkan kata- katanya.

"Adik kita telah mengadu dadu dan mendapatkan angka tiga! Mengapa kau baru berbicara sekarang? Dalam kaum Ong Ok Pay tidak ada orang yang sepertimu...!" kata si Imam.

"Susiok Ong Ho, jika aku tak menjadi murid Ong Ok Pay toh aku tak kurang suatu apa pun!" jawab pria itu.

"Tadi jendral muda itu mengajak kita untuk bertaruh satu lawan satu, tetapi kau menyanggupi menjadikan perwakilan saja, sekarang aku bertanya, kalian setuju atau tidak dengan perjanjian seperti ini. Aku tahu kalian tadi tidak semuanya memberikan jawaban!" kata orang muda itu pada kawan-kawannya.

Siau Po talu mengetengahkan lagi dia bersedia menjadikan pertandingan itu menjadi dua babak.

Selesai minum arak Siau Po melanjutkan pertandingan dan ia berkata dalam hatinya. "Sebenarnya bagiku tidak sulit untuk mempermainkan dadu-dadu ini aku tinggal 

memilih angka berapa yang aku inginkan, Tetapi sekarang aku sudah lama tidak 

bermain lagi, maka agak sulit buatku untuk mempermainkan dadu-dadu ini, Jika aku salah angka, nona ini akan ikut mati bersama kawan-kawannya."

Selesai dadu-dadu itu diputar Siau Po lalu memastikan dengan jari kirinya angka berapa yang akan ke luar, ia lalu mempermainkan lagi dadu itu. Dan setelah mendapatkan kepastian, bahwa si nona dan kawan-kawannya itu dapat memenangkan pertandingan itu ia lalu membukanya.

"Kalian yang menang, ambillah ini dan pergi! Mengapa kalian masih diam saja, apakah kalian akan bertaruh lebih jauh lagi denganku.,.?" tanya Siau Po pada mereka.

"Uang itu tak dapat aku terima, ternyata kata-katamu itu dapat dipegang!" kata si ketua itu. "Eh, eh tunggu! Kalian telah memenangkan permainan itu. Bukankah dengan kau tidak mau menerima uang ini berarti kau tidak menghormatiku?" kata Siau Po dengan cepat.

"Baiklah kalau itu sudah menjadi keinginanmu," kata si pemuda yang menjadi pimpinan mereka.

Semua orang itu lalu meraup uang yang ada pada meja dan pergi meninggalkan arena itu.

Siau Po terus mengawasi si nona cilik itu sewaktu ia mengambil uang mata mereka bertemu pandang, Dan hati keduanya berdebar-debar. Si nona itu merasa malu sambil berkata, "Terima kasih."

Begitu menutup mulut si nona lalu membalikkan tubuhnya, Setelah beberapa langkah mereka berjalan, si nona memutar tubuhnya dan berkata.

"Jendral kecil, dapatkah aku meminta dadu-dadu itu?" Sambil berkata dengan malu- malu.

"Tentu dapat mengapa tidak, apakah kau akan bermain dengan kawan-kawanmu di sana?" tanya Siau Po dengan mantap.

"Bukan, aku akan menyimpannya, tadi ada peringatan bagiku, Aku sangat kaget dengan peristiwa itu," katanya malu.

Siau Po lalu mengambil dadu-dadu untuk diberikan pada nona yang cantik itu. Nona itu pun sudah menyodorkan tangannya.

Goan Gie Hong menyaksikan semua kejadian itu dan sewaktu ia hendak pergi mengikuti yang lainnya Siau Po lalu menahannya.

"Bukankah aku belum bertarung denganmu?" kata nya.

"Dasar aku yang salah, kalau aku tahu ia pandai memainkan dadu-dadu itu aku tak mungkin jadi manusia seperti ini. Memang aku manusia yang rendah!" pikirnya dalam hati.

Dan ia lalu berkata.

"Bukankah kau sudah tak memiliki dadu lagi? Aku menyangka kau tak akan bertaruh lagi denganku!" katanya,

"Apapun dapat dijadikan sebagai alat untuk bertaruh, kita dapat menggunakan jari tangan kita atau dengan uang itu. Coba kau terka jumlah uang itu ada berapa...?" Siau Po balik bertanya. "Mana dapat aku menerka!" jawabnya dengan nada menghina. "Bandit ini kurang ajar! Seret dia dan penggal lehernya!" kata Siau Po.

Mendengar itu beberapa orang Sie Wie lalu mendekati orang tersebut dan membawanya.

"Tunggu dulu! sekarang aku akan bertanya dan kau harus menjawab dengan benar, Jika kau berdusta aku akan memenggal lehermu!" ancam Siau Po.

Siau Po lalu mencari tahu tentang kaum Ong Ok Pay. Siapa ketuanya? Di mana markasnya dan mereka itu siapa serta berapa jumlah mereka semuanya?

Sambil diikatkan kaki dan tangannya orang itu menghadapi Siau Po yang terus bertanya.

Ketika pertanyaan sudah dimulai Kong Lian yang mencatat semua jawabannya. "Sejarah bermula pada waktu itu. Gou sam Kui ditugaskan untuk melindungi Kota 

San Hay Kam, ia telah menolak penyerbuan angkatan perang Bon Cu yang telah 

memasuki wilayah kota Tiongguan. Ketika berperang itulah Suto Pek Lui mempunyai banyak jasa, Dan takkala lawan menyerbu dan mematahkan Kota Bakia, barulah ia mengajak angkatan Bung Cu untuk membantu menumpas pemberontakan Pek Lui yang lebih dulu datang, maka ia yang membebaskan kota itu.

Ketika itu Pek Lui beranggapan kalau pasukan itu hanya akan menumpas pemberontakan saja, untuk membalas sakit hati rajanya, Siapa tahu dia datang hanya akan membalas dan merampas Kota Tionggoan. Kedatangan pasukan itu dibiarkannya, dan mulai saat itu orang Sie Gau yang semula mencintai kerajaan berbalik menghianatinya. 

Pek Lui gusar dan ia meletakkan jabatannya lalu pergi ke gunung tempat sekarang dijadikan markas mereka itu, ia memang sangat lihay dalam ilmu silat, dalam beberapa saat saja ia mengalami kemajuan.

Dalam hidup menyendiri itu bukanlah berarti ia sendiri Orang yang simpatik padanya pun ikut, bersamanya dan juga berlatih ilmu silat, pemuda yang memimpinnya tadi adalah putra nomor tiga dari Pek Lui. 

Dan yang lainnya adalah murid-muridnya, sedangkan si nona yang cantik itu bernama Can Jiu. Dialah putri salah seorang sebawahannya, Paman tua dan yang muda itu Pee Hu dan Siok Hu. Waktu ayah si nona akan meninggal dunia ia menitipkannya pada bekas pemimpinnya dan sekarang nona itu telah menjadi muridnya.

Dia mendapat keterangan bahwa rombongan Gou Eng Him telah meninggalkan Kota Pakia, Maka segera memerintahkan putranya untuk menemui Eng Him. Di tengah  perjalanan ini ia menemui pasukan Siau Po, putra Pek Lui Seng dan ia mengajak beberapa orang untuk menyelusup masuk ke daIam. ia melihat ada yang sedang berjudi Maka dia bukannya ingin berjudi Tetapi ia sangat benci pada suku Bou Cu, yang telah mengubah kerajaan dan seluruh Tiong Goan, Akhirnya mereka bertemu dengan Siau Po dan tak jadi membunuh Gou Sam Kui.

Gio Hong tidak berkelit dan Siau Po lalu menendangnya.

"Hamba meskipun berada dalam suatu wilayah orang-orang jahat tetapi hamba masih mencintai negara. Hamba hanya membutuhkan bantuan Tuan, Dan hamba sudi dijadikan budak Tuan. Hamba akan setia pada Tuan!" katanya sambil merasakan dadanya sakit terkena tendangan itu.

"Lalu berapa jumlah mereka itu?" tanya Siau Po.

"Jumlah mereka kira-kira tiga puluh ribu orang berikut keluarganya." jawabnya. "Jumlahmu tiga puluh ribu orang dan semuanya pandai bermain silat Dan apakah 

masih banyak yang anak-anaknya pandai bermain silat?" "Banyak benar yang pandai bermain silat!" jawabnya.

"Mengapa kau tidak langsung ke sana dan menanyakannya, Apa alasannya ia tak mau langsung menemuinya, jawab?" tanya Siau Po.

"Hamba tidak mengetahuinya!" jawabnya.

"Di mana tempat gunung itu..?" tanya Siau Po.

"Gunung Ong Ok San terletak di Kecamatan Ce Goan, di dalam propinsi Hoolam!" "Bagus, kamu kaum pemberontak Bagaimana mungkin kamu dapat menempatkan 

pasukanmu di dekat Pakia, Apakah kau akan menyerang secara tiba-tiba pada kota 

raja, Lalu kau akan memenangkannya ?" tanya Siau Po.

"ltulah taktik pemberontak, Hamba tak bersangkut paut dengan mereka!" jawabnya. "Dalam partai kamu ada berapa yang menjadi bawahan Gou Sam Kui? jelaskan satu 

persatu!" tanya Siau Po.

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar