Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Jilid 13

Jilid 13

"Tiada sanak tiada kadang memang benar, tapi seorang sahabat ada disana." ujar Khu Tay-seng penuh teka-teki.

"Dirumah siapa dia tinggal di Yo-ka-thong ?" Lu-hujin menyela bertanya.

"Dirumah seorang she Lou."

"Apa tinggal dirumah orang she Lou itu ?" teriak Lu Giok-yau terkejut. Ini membuat orang semakin tidak percaya, ternyata Lou Jin cin adalah gembong penjahat besar yang sudah cuci tangan dan menghentikan prakteknya, walaupun keluarga Lu tidak pernah saling hubungan, namun Lu Giok-yau kenal akan orang macam apa adanya orang she Lou ini.

Kata Lu-hujin tawar; "Kejadian didunia ini kadangkala diluar dugaan manusia. Piaukomu berkata begitu tegas dan gamblang, kukira kabar ini bukan kabar angin belaka."

Lu Giok-yau masih sangsi, katanya : "Piauko, darimana kau dengar berita ini ? Siapa pula yang kau maksudkan sahabat Ling Tiat-wi itu?"

Air muka Khu Tay-seng rada aneh, seperti tertawa tidak tertawa, katanya sinis : "Sahabat karibku itu adalah seorang perempuan, she apa dan siapa namanya aku sendiri belum tahu. Yang kutahu hanya julukannya In-tiong-yan !"

Sekarang ganti Lu-hujin yang berjingkrak kaget sambil menepuk paha, katanya : "In-tiong-yan nama ini seperti aku pernah dengar dari penuturan ayahmu, konon adalah maling perempuan terbang yang baru dua tahunan ini menonjol dikalangan Kangouw. Wajahnya ayu jelita, ilmu silatnya tinggi lagi, sayang tiada seorangpun yang tahu asal usulnya."

Lu Giok-yau menjadi gelisah, tanyanya, "Piauko, sebetulnya cara bagaimana kau mendapat kabar ini?"

Kata Khu Thay seng pelan pelan : "Apakah kau masih ingat Siau-seng-cu yang kekar dalam kampung kita itu ? Sekarang dia menjadi pegawai masa panjang dirumah keluarga Lou Jin cin, kemaren kebetulan mendapat perlop dan pulang rumah, tadi aku bertemu dengan dia, menurut katanya dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Ling Tiat-wi dengan perempuan itu berpasangan keluar masuk di rumah Lou Jin-cin."

Lu-hujin menimbrung : "Siau-seng cu itu seorang bocah jujur, selamanya tidak pernah bohong. Waktu ayahmu berulang tahun tempo hari, diapun ikut membantu dirumah kami, dia kenal siapa Ling Tiat-wi adanya, kukira dia tidak akan salah lagi."

"Piaumoay," kata Khu Tay-seng. "bila kau tidak percaya, boleh panggil Siau-seng-cu kemari untuk kau tanya sendiri."

"Suruhlah Lo-ong pergi panggil Siau-seng-cu kemari supaya Yau ji mengetahui lebih jelas lagi." Lo ong adalah pembantu tua keluarga Lu.

Tak lama Lo ong pergi, diluar sana lantas terdengar ketukan pintu, Lu-hujin menjadi heran, katanya : "Siau seng-cu bertempat tinggal diujung kampung sana, kenapa begitu cepat Lo- ong sudah kembali?"

Kata Khu Thay seng, "Didengar dari derap langkah diluar pintu, nada-nadanya pendatang ini hanya seorang. Apa mungkin Lo-ong tidak berhasil mengundang Siau-seng-cu ?"

Belum lagi rasa heran mereka hilang tampak penjaga pintu diluar sudah masuk menuntun seorang pemuda mendatangi. Laporannya, "Lapor Hujin, Cin-kongcu ini katanya sahabat Ling-kongcu, beliau baru tiba dari Soa-tang !"

Penjaga pintu ini sudah puluhan tahun bekerja dirumah Lu, sejak kecil iapun ikut mengasuh Lu Giok-yau hingga besar, dia tahu akan isi hati nona majikannya maka begitu mendengar Cin Liong-hwi sebagai sahabat Ling Tiat wi dan bisa mengajukan buktinya lagi, lantas dia membawanya masuk tanpa memberi lapor terlebih dahulu.

Dengan laku hormat Cin Liong hwi memberi sembah hormat kepada Lu-hujin, katanya : "Harap maaf atas kunjungan Siau-tit yang mendadak ini. harap Pek-bo (bibi) suka memberi maaf yang sebesar-besarnya."

Sudah lama Lu Giok-yau tahu Cin Liong-hwi adalah sahabat karib Ling Tiat-wi yang paling kental, melihat orang datang keruan bukan kepalang girang hatinya, cepat ia berkata : "Tiat-wi sering bercerita tentang kau, dia adalah murid ayahmu yang terbesar bukan?"

"Benar," sahut Cin Liong-hwi. "Dia adalah Suhengku."

"Waktu kau datang kemari, apakah dia sudah sampai dirumahmu ?" tanya Giok-yau.

Mendengar Cin Liong-hwi sebagai sahabat karib Ling Tiat-wi, Lu-hujin menjadi kurang senang, serta melihat orang berlaku hormat dan tahu sopan santun, lambat laun ia menjadi ketarik juga. Katanya tertawa : "Giok-ji, seharusnya kau tanyakan dulu perihal ayahmu."

Giok-yau seperti sadar, serunya, "Benar, Cin toako, apakah ayahku sudah sampai di-rumah keluarga Ling belum ? Kira-kira dua bulan yang lalu dia sudah berangkat. Kabarnya kedua keluarga kalian tinggal dalam satu kampung, tentu kau tahu, bukan ?"

Cin Liong hwi pandang Lu Giok yau sebentar, dalam hati membatin : "Kiranya Suhu memang tidak ngapusi aku, nona Lu ini benar-benar secantik bidadari dari kahyangan. Baik, akan kucari akal untuk bergaul lebih dekat lagi dengan dia." dalam batin berpikir mulutnya lantas menyahut, "Justru sekarang aku diutus oleh ayah kemari untuk memberi kabar tentang ayahmu. Secara tidak terduga ayahmu telah terluka ditengah jalan saat ini masih merawat luka-lukanya dirumah keluarga Ling."

"Siapakah orangnya yang telah melukainya ?" tanya ibu dan anak bersama.

"Seorang aneh yang tidak diketahui namanya," sahut Cin Liong-hwi. Sudah tentu dia tidak berani menceritakan keadaan peristiwa yang sesungguhnya, dia hanya menceritakan pengalaman Lu Tang wan malam itu. Lu-hujin juga seorang persilatan mendengar ceritanya itu, iapun maklum akan kebenaran ceritanya itu.

Lu-hujin menghela napas lega, ujarnya, "Terima kasih akan bantuan ayahmu membantu dia mengobati luka-lukanya, sekarang sudah sembuh?"

"Sudah banyak baikan, tapi paling tidak harus istirahat satu dua bulan lagi," jawab Cin Liong hwi. "Maka ayah mengutus Siauwtit kemari untuk memberi kabar, harap Pekbo suka mengirim seorang kembali bersama aku untuk menjemputnya pulang. Soalnya ayah dan paman Ling tidak leluasa berkelana di-kalangan kangouw, kepandaian Siautit sendiri kurang becus seorang diri kuatir kurang kuat untuk melindunginya pulang."

Sebetulnya luka-luka Lu Tang wan sudah sembuh tujuh delapan bagian, dia mampu pulang sendiri. Cin Liong-hwi sengaja menggambarkan penyakit Lu Tang wan sedemikian berat dan memerlukan orang menjaga dan mengantarkan pulang tujuannya memang untuk mendekati dan bergaul lebih akrap dengan Lu Giok yau. Menurut jalan pikirannya Lu-hujin perlu menjaga dan mengatur rumah tangga, orang yang perlu diutus satu-satunya hanyalah putrinya sendiri.

Betul juga lantas terdengar Lu-hujin berkata, "Yau ji, bersama Piauko besok kau ikut Ci siheng menyambut pulang ayahmu."

Cin Liong hwi rada kecewa namun hatinya cukup terhibur juga, pikirannya, "Menurut kata Suhu kepandaian silat dan kecerdikan otak bocah ini jauh tidak memadai dibanding aku. Namun dengan adanya nona Lu dalam perjalanan ini, kenapa aku kuatir bocah ini berani menjadi batu penghalang bagi rencanaku?"

Kata Lu Giok yau, "kemana aku tidak dengar kau menyinggung diri Tiat-wi, apakah dia belum pulang kerumah ?"

Cin Liong hwi mengunjuk lagak serba sulit bicara, katanya terpaksa, "Ling suheng telah mengalami suatu kejadian yang benar benar diluar dugaanku. Ini ... ini ."

"Aku anggap Tiat-wi sebagai keponakanku sendiri, tiada kalangannya kau tuturkan kepada kami." demikian ujar Lu hujin. "Tapi bila ayahmu dan paman Lingmu melarang kau bicara, akupun tidak enak memaksa !"

Cin Liong-hwi menghela napas rawan, ujarnya, "Waktu aku kemari paman Ling memang ada berpesan supaya aku tutup mulut. Katanya kejelasan rumah tangga sendiri jangan dibeber keluar. Tapi Pekbo adalah orang sendiri bila akan menutupi rahasia ini rasanya kurang enak malah."

Lu Giok yau terperanjat, tanyanya, "Kejelekan rumah tangga apa ?"

"Ling-suheng kepincut oleh paras cantik, menurut kabar yang diperoleh katanya dia bergaul erat dan keluntang keluntung dengan seorang perempuan siluman yang bernama In-tiong-yan."

"Apakah benar kejadian itu ?" tanya Lu Giok yau menegas.

"Piau-moay," jengek Khu Tay seng dingin, "kali ini kau mau percaya."

Melihat mereka tidak begitu kaget akan heran, Cin Liong hwi lantas meneruskan obrolannya. "Ha, jadi kalian sudah tahu akan berita ini. Jadi siapakah sebenarnya In tiong-yan itu tentu kalian sudah tahu ?"

"Aku hanya tahu bahwa Ling Tiat wi memang benar berada dirumah keluarga Lou di Yo ka-thong bersama siluman perempuan In-tiong-yan itu. Soal asal usulnya aku masih belum jelas," demikian jawab Khu Tay-seng.

Lagi lagi Cin Liong-hwi menghela napas meneruskan sandiwaranya, katanya pelan pelan, "Siluman perempuan yang punya julukan In-tiong-yan ini sebenarnya adalah tuan putri Tartar Mongol !"

Keterangannya ini kontan membuat Lu Giok yau berjingkrak kaget, teriaknya tak tertahan lagi; "Apa, Ling toako kepincut oleh tuan putri bangsa Mongol?"

"Justru hal inilah yang dianggap sebagai kejelekan rumah tangganya oleh paman Ling!" demikian tutur Cin Liong-hwi pula.

Lu Giok-yau geleng-geleng kepala, katanya, "Kejadian ini betapapun aku tidak mau percaya.''

Lu hujin berkata tawar, "Tahu anak hanyalah ayahnya. Ayah Ling Tiat hwi sendiri percaya akan peristiwa ini, kenapa kau masih mau membela dia?"

"Cin-toako,'' ujar Lu Giok-yau tidak mau terima, ''darimana kau peroleh berita ini?"

"Aku punya seorang paman terdekat yaitu simaling sakti nomor satu diseluruh jagat yang terkenal itu, beliau bernama Sip It-sian. Dialah yang membawa berita ini. Beliau pernah menyelidiki sendiri di yo ka thong, dengan perempuan siluman itu.'' Sejenak ia merandek mengunjuk rasa sayang dan gegetun lalu melanjutkan, "Sudah tentu aku sendiri mengharap berita ini tidak benar. Untung Yo-ka thong itu kotanya tidak terlalu juga letaknya; dari sini kalian mengutus seseorang untuk menyirapi kesana.''

Bicara sampai disini kebetulan pembantu tua yang diutus keluar tadi sudah kembali membawa Siau seng-cu yang dicari itu.

Kata Lu hujin, "Tidak perlu jauh-jauh kesana lagi, Siau seng cu ini menjadi pengawal kontrak dirumah Lou Jin-cin, marilah kita mencari tahu lebih jelas dari keterangannya."

Setelah masuk keruang tamu, dengan laku ketakutan dan tergopoh-gopoh Siau-seng cu berlutut kepada Lu hujin, serunya, "Apakah Hujin memanggilku untuk minta keterangan soal Ling siangkong? Apa yang aku tahu sudah kututurkan semua kepada Khu siauya. Besok pagi aku harus segera pulang kerumah keluarga Lou, harap Hujin suka memakluminya.''

"O, jadi kau takut diketahui oleh Lou Jin-cin bahwa kau telah membocorkan rahasianya?" tanya Lu-hujin.

Kata Sian-seng cu, "Meskipun aku belum pernah melihat dia membunuh orang dengan tangannya sendiri, menurut cerita seorang kawan, majikan kami itu ternyata cukup kejam dan telegas, membunuh orang tanpa mata berkedip, tampangnya memang kereng dan menakutkan. Setiap kali melihat tampangnya jantungnya pasti berdebar takut."

"Siau seng-cu," ujar Lu hujin, "apakah kau mau menjadi pengawal kontrak dirumah keluarga Lou selama hidupmu?"

"Siapa yang rela menjadi kuli kontrak seumur hidup. Soalnya keluargaku miskin, kalau tidak mau bagaimana keluargaku masih hidup.''

"Bagus, kau tunggu sebentar," seru Hujin lalu ia mau masuk kekamarnya dan keluar lagi membawa sebuntal uang perak, katanya lagi, "Disini terbungkus seratus tail uang perak, cukup untuk modal dagang kecil-kecilan."

Siau-seng cu terkejut, katanya, "Hujin apa maksudmu ini? Sedikitpun Siau-jin tidak pernah membuat pahala atau jasa betapapun tidak berani terima hadiah besar ini."

"Kau boleh terima uang ini dan pergi jauh jangan pulang lagi," kata Lu hujin, "pergilah kedaerah lain untuk berdagang, dengan kurang seorang pegawai macam kau, Lou Jin-cin tidak akan mengusut lebih lanjut. Sekarang kau boleh ceritakan sejelasnya keadaan Ling siangkong waktu berada dirumah gedung Lou Jin cin bukan?"

"Benar," sela Khu Tay-seng, "kau tiada punya orang tua lagi, saudaramu hanya seorang adik perempuan, dengan adikmu kan bisa pergi jauh dan menghilang, apa pula yang kau kuatirkan dan berati disini?"

Kata Siau-seng cu, ''Begitu baik dan prihatin Hujin terhadap Siaujin, seumpama aku harus ketimpa bencana apapun aku harus membuka mulut sekarang. Harap Hujin tidak salahkan hamba terlalu cerewet. Menurut apa yang kutahu, mungkin Ling-siangkong itu bukan seorang baik."

Bertaut alis Lu Giok-yau, tanyanya kurang senang, "Darimana kau tahu?"

"Siau seng cu," ujar Lu hujin, "kau tidak usah takut atau kuatir, bicara saja sejelasnya."

"Hari itu dia datang bersama seorang perempuan kerumah Lou Jin cin. Kecuali mereka berdua masih ada lagi empat Busu. Hujin coba kau terka orang macam apakah keempat Busu itu?" demikian tutur Siau seng cu.

"Mana aku tahu coba kau jelaskan," sahut Lu Hujin.

"Bermula akupun tidak tahu asal usul mereka. Akhirnya kudengar mereka bicara dengan bahasa asing yang tidak pernah kudengar, sekecappun aku tidak tahu apa yang tengah mereka perbincangkan, menurut seorang kawanku, baru aku tahu bahwa mereka adalah orang-orang Mongol."

Lu Giok yau terkejut bathinnya, "Orang she Cin ini berkata bahwa In tong yan adalah tuan puteri Tartar Mongol, kiranya benar adanya."

Terdengar ibunya sedang bertanya, "Lalu siapa pula perempuan itu? Apakah bangsa Mongol juga?"

Tutur Siau seng cu, "perempuan itu bicara dengan bahasa Han malah. Tapi bila bicara dengan para Busu itu menggunakan bahasa Mongol juga. Mereka kelihatan sangat hormat dan segan kepadanya. Ada pula sebuah berita lain, sebelum rombongan perempuan dan para busu itu datang, sebelumnya ada datang seorang Lama dirumah Lou Jin cin itu, menurut kabarnya adalah Koksu (imam negara) bangsa Mongol. Kalau Koksu ini berani membentak dan bicara kasar terhadap para Busu itu, tapi terhadap perempuan itu ia berlaku sangat sayang dan sopan santun."

"Cin toako," tiba-tiba sela Khu Tay seng, "Beritamu itu tepat dan benar seluruhnya. In tiong yan diiringi dan dilindungi oleh para Busu. Koksu juga lemah lembut terhadapnya, apa pula kedudukannya kalau bukan tuan putri?" sembari bicara dengan sinis ia melirik kearah sang Piaumoay, terlihat Lu Giok-yau tengah tunduk menepekur entah sedang memikir apa. Dalam hati Khu Tay-seng membatin, "Hatinya tentu sangat sedih dan mendelu, tak enak aku menggodanya lagi." Mana dia tahu meskipun Lu Giok yau tahu apa yang dituturkan Siau seng cu itu bukan bualan belaka, namun betapapun juga ia tidak mau percaya bahwa Hong thian-lui sudi bergaul dan kepincut terhadap tuan putri bangsa Mongol itu.

Terdengar Lu hujin tengah berkata lagi, "Bagaimana keadaan dan pergaulan Ling siangkong dengan putri Mongol itu dirumah keluarga Lou ? Menurut apa yang kau lihat atau dengar coba tuturkan seluruhnya kepada kami !"

"Aku hanya seorang pembantu rendahan, bila tiada kepentingan tidak boleh masuk ke ruang dalam. Tapi dari mulut Siau-kan yang suka bercerita itu memang ada kudengar beberapa kejadian."

"Siapa pula Siau-kan yang kau maksudkan itu ?" tanya Lu hujin.

"Siau-kan adalah murid tukang kebun yang berkuasa ditaman rumah Lou, kerjaannya sehari-hari memelihara dan menanam kembang !" sahut Siau-seng-cu.

"Emangnya tukang kebon lantas boleh masuk kedalam ruang besar?" sela Lu Giok-yau dengan mengejek.

"Tidak, Siau kan ini bersahabat kental dengan salah seorang pelayan pribadi istri besar Lou Jin cin yang bernama Siau Cui."

"O, jadi Siau-cui memberitahu Siau kan dan Siau kan memberitahu kau. Apa yang dia katakan ?" tanya Lu-hujin.

"Menurut katanya," demikian tutur Siau-seng-cu lebih lanjut. "Sang bangsawan itu sering seorang diri memasuki kamar Ling-siangkong. Pernah terjadi pada suatu malam, kira-kira tiba kentongan ketiga, dia mendapat perintah dari majikannya masuk dapur memasak bubur kolesom, kebetulan lewat kamar-kamar tamu dipekarangan luar. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat perempuan itu baru saja keluar dari kamar Ling siangkong itu."

Betapa pedih dan pilu hati Lu Giok-yau, namun dalam hati ia membatin, "Cerita mulut orang yang berlidah tidak bertulang, belum tentu dapat dipercaya." dalam batin ia berkeukuh pendapat namun tidak bisa tidak tergerak juga hatinya, pikirannya, "Mungkin benar Ling-tiat-wi telah kena dipincut oleh siluman perempuan itu? Ai, peribahasa mengatakan seorang pahlawanpun akhirnya bakal tekuk lutut dipelukan wanita cantik. Bukan mustahil Ling Tat wipun mengalami kesalahan langkah ini."

"Ada kejadian apa lagi yang diketahuinya?" tanya Lu hujin lebih lanjut.

"Tiada kejadian apa-apa lagi," sahut Siau seng-cu. "Baik, uang itu kau bawa pulang dan lekas bawa adikmu pergi ketempat yang jauh malam ini juga kalian harus berangkat."

Setelah Siau seng cu pergi; segera Lu-hujin membujuk dan menghibur putrinya, "Ling Tiat-wi melakukan kesalahan besar yang memalukan ini kaupun tidak perlu bersedih bagi dia, yang penting besok kau harus pergi menyambut ayahmu pulang. Sekarang masuklah istirahat sekalian bersiap untuk berangkat besok pagi."

Lu Giok-yau mengiakan, katanya, "Mengenai persoalan Tiat wi itu, betapa pun dia adalah penolong keluarga kita."

"Lalu apa kehendakmu atas diriku, kau minta aku menyeretnya kemari? Bukan saja aku tidak bisa kelayapan diluar, seumpama aku benar kesana menggelandangnya pulang paling tidak harus melabrak dulu, siapapun perempuan itu, hubungan mereka sudah begitu mesra, masa dia mau kembali lagi?"

Segera Khu Tay seng ikut menambahi, "Tadi Siau Seng cu sudah menjelaskan seluruhnya. Menyirapi ke Yo-ka-tong, juga tiada membawa manfaat lagi. Piaumoay kunasehatkan kau lupakan saja kejadian memalukan ini."

"Piauko, apa yang kau cerewetkan?" omel Lu Giok yau uring-uringan. "Aku hanya ingin menyelidiki kebenaran berita ini, kau kira aku mementingkan hubungan pribadi melulu. Piauko, jangan kau lupa Ling Tiat-wi juga pernah menolong jiwamu dari renggutan elmaut tahu!"

Merah padam selebar muka Khu Tay seng, ingin dia mendebat, namun dihadapan sang Bibi ia menjadi kuncup nyalinya, pikirannya, "Ling Tiat wi bocah keparat itu tidak mungkin bakal kembali lagi kemari. Cepat atau lambat Piaumoay bakal menjadi istriku, sekarang dia sedang uring-uringan dan jengkel buat apa aku bertengkar mulut dengan dia?" karena pikirannya ini maka dengan menyengir kecut ia berkata, "Piaumoay, aku berkata demi kebaikanmu. Mungkin kata-kataku tadi rada menyakiti hatimu, maafkanlah! Ehm, Ling Tiat-wi sendiri yang melakukan kesalahan yang memalukan ini, seumpama kita harus membantu dia juga menjadi serba runyam!"

"Sungguh, jangan singgung lagi soal Tiat-wi," sela Lu hujin merengut. "Giok-yau, mari kau ikut aku pulang kamar, Tay seng, siapkan sebuah kamar untuk tempat tinggal Cin-siheng ini, hari ini harus istirahat lebih pagi."

Dalam hati Tay seng menepekur, "Orang she Cin ini meski Sute Ling Tiat-wi, kelihatannya iapun membenci perbuatan Suhengnya yang memalukan itu." Karena Cin Liong hwi membawakan berita yang menjelekkan nama baik Ling Tiat-wi, maka Khu Tay seng merasa simpatik terhadapnya. Segera ia layani segala keperluan orang dengan tekun dan ramah tamah, katanya, "Saudara Cin, silahkan kau istirahat. Besok pagi pagi kita berangkat bersama." setelah segala keperluan Cin Liong-hwi diatur beres, ia mengundurkan diri kembali ke ruang dalam menemui bibinya untuk mencari berita lebih lanjut.

Kata Lu-hujin, "Untung Piaumoaymu dapat kubujuk dan putuskan pikirannya terhadap bocah gendeng itu, sekarang dia sudah kembali tidur, jangan kau ganggu dia. Kau sendiri lekas pergi tidur dan tidak usah banyak pikiran."

Tidur seorang diri Cin Liong-hwi gulak-gulik diatas ranjang tidak bisa pulas, hatinya gundah gulana, sampai kentongan ketiga matanya masih belum meram. Sekonyong-konyong didengarnya ketokan lirih dua kali diatas papan jendela kamarnya Cin Liong-hwi tersentak sadar lalu melompat bangun, bentaknya lirih, "Siapa itu?" dari luar terdengar sahutan suara perempuan berkata, "Cin toako, jangan keras keras, akulah adanya. Giok yau!"

Kejut dan girang pula hati Cin Liong-hwi, cepat ia mengenakan pakaian lalu membuka pintu menyilahkan Giok yau masuk, katanya, "Nona Lu tengah malam buta rata kau kemari, entah ada urusan apakah?"

"Cin toako. Sejak kecil kau dibesarkan bersama Ling Tiat wi, apa kau percaya benar bahwa dia bisa kepincut akan paras cantik dan menyerah kepada Tartar Mongol?"

"Iniini" Cin Liong-hwi tersekat, dalam hati ia membatin, "Aku harus mengambil hatinya, jangan sekali-kali aku membicarakan kejelekan Ling Tiat-wi dihadapannya lagi. Aku harus bersabar dan menggunakan akal untuk memeletnya supaya dia berobah hati, akan tiba suatu hari kau harus jatuh hati kepadaku." untuk sesaat ia menjadi tergagap tidak menemukan kata-kata untuk diucapkan.

Lu Giok yau menjadi gugup, katanya mendesak, "Cin-toako, kau harus berkata sejujurmu kepadaku."

"Nona Lu, kau sedemikian percaya kepadaku ! Masa aku berani aku bicara ngelantur pada kau," demikian kata Cin Liong-hwi. "Watak Ling toako aku tahu, menurut adatnya yang polos itu tidak mungkin terjadi hal seperti itu. Tapi dia itu terlalu perasa, entah cara bagaimana siluman perempuan itu menggunakan akalnya untuk melet dia, ai apalagi bila dia dipengaruhi oleh perasaan, sulit dikatakan lagi."

"Menurut apa yang kau katakan ini, jadi kau sendiri juga belum berani memastikan jadi masih ada kecurigaan?"

Cin Liong hwi tahu orang berpikir ke arah yang lurus, ketujuan yang baik, karena sungkan bicara terlalu bebas terbuka, terpaksa ia manggut manggut, sahutnya, "Benar, semoga apa yang dilihat dan didengar oleh Sip lt-sian dan Siau-seng-cu tidak benar semua. Atau mungkin dibelakangnya ada kejadian lain yang belum kita ketahui."

"Baik. Cin toako kalau begitu aku mohon bantuanmu !"

Cin Liong-hwi tercengang, katanya, "Mengenai urusan apa ? Asal aku dapat ..."

"Cin-toako, mari kau ajak aku ke Yo-ka-thong, kita selidiki sendiri kesana," demikian ajak Lu Giok-yau.

Cin Liong-hwi terperanjat, katanya, "Bukankah Siau-seng cu ada bilang ada seorang Koksu bangsa Mongol berada disana ? Kepandaian silat Lou Jin cin juga tidak lemah, apalagi masih ada beberapa Busu Mongol lainnya ..."

Berkerut kening Lu Giok-yau, katanya, "Ling Tiat hwi adalah tuan penolong keluarga kami, seumpama aku harus berkorban juga aku harus mencari tahu duduk perkara sebenarnya. Justru kau sendiri adalah sutenya, apakah kau tidak rela menempuh bahaya demi Suhengmu ?"

Cin Liong-hwi menjadi tersentak sadar, pikirnya, "Benar, demi mengambil hatinya, betapapun aku harus berbuat sedemikian rupa untuk menyenangkan hatinya, terutama jangan sampai diketahui hubunganku dengan Ling Tiat-wi sudah renggang," untung dia seorang licik yang cukup pintar mengikuti situasi, sedikitpun tidak merah mukanya, selanjutnya ia berkata: "Sejak kecil aku dibesarkan bersama Tiat-wi, belajar silat bersama pula seperti saudara kandung sendiri, demi menolong dia masa aku sayang mengorbankan jiwaku sendiri? Ucapanku tadi karena aku tidak ingin merembet kepada nona saja."

"Baik, kami punya maksud dan tujuan yang sama, maka marilah segera berangkat," demikian ajak Lu Giok-yau.

"Entah apakah nona sudah minta ijin kepada ibumu?"

"Aku harus mengelabuinya. Bila sampai diketahui ibu tentu dia melarang aku pergi."

"Jika begitu rasanya kurang enak malah?"

Bertaut pula alis Lu Giok yau, katanya, "Kau ini kenapa plintat plintut? kami berangkat dulu ke Yo ka-thong, biarlah piauko-ku yang menjenguk ayahku kerumahmu."

"Bukan aku cerewet, soalnya masih banyak urusan cukup menguatirkan."

"Soal apa lagi yang menguatirkan ?"

"Berapa lama mereka menetap di Yo-ka thong tidak kami ketahui, bukan mustahil sekarang Ling Tiat-wi dan siluman perempuan itu sudah meninggalkan tempat itu dan tengah menempuh perjalanan ke Holin."

Kata Lu Giok-yau dengan tegas dan kukuh, "Tapi betapapun kami harus meluruk kesana dulu untuk menyaksikan sendiri, seumpama tidak ketemu juga bisa menentramkan pikiran."

Cin Liong-hwi jadi berpikir, "Perjalanan ke Yo-ka-thong ini aku bisa seperjalanan dengan dia, jauh lebih baik bertiga dengan Khu Tay seng pun lebih leluasa. Menurut penuturan Suhu, kebanyakan Ling Tiat wi dan In tiong-yan tentu sudah meninggalkan rumah keluarga Lou. Begitu sampai di Yo-ka thong aku dapat mencari kebenaran berita ini, lantas aku bisa pulang bersama dia. Betapapun aku harus berani menempuh bahaya ini," setelah tetap pikiran hatinya segera ia berkata, "Baiklah aku sendiri juga mengharap dapat menyelidiki secara jelas dan gamblang. Sekarang juga kami berangkat."

O^~^~^O

Cin Liong-hwi menyangka Ling Tiat wi dan In tiong-yan sudah berangkat pulang ke Mongol, diluar tahunya justru mereka masih berdiam dirumah keluarga Lou di Yo ka thong.

Sebetulnya memang Liong-siang Hoatong sudah ajak In tiong-yan pulang ke Holin, dasar pintar dan suka aleman In tiong-yan dapat membujuknya sehingga mereka menetap lebih lama disana.

Kepada Liong siang Hoatong, In tiong yan menceritakan cara bagaimana Sip It-sian berhasil mencuri Pinghoat yang digembolnya, katanya, "Koksu, Sisiok (paman keempat, yang dimaksud Dulai), menyuruh aku merebut Pinghoat itu, meskipun kita berhasil menawan Ling Tiat-wi, kukira juga tidak bakal memperoleh penghargaan yang setimpal, bila pulang bagaimana kita harus menjelaskan kehilangan ini?"

"Aku pernah dengar simaling sakti nomor satu sejagat Sip it sian itu jejaknya tidak menentu kemana lagi kita harus mencarinya," kata Liong siang Hoat-ong.

"Koksu,'' ujar In-tiong-yan tertawa, "Kau seorang cerdik melebihi orang lain, kenapa kau lupa bahwa kita memegang umpan yang berharga, masa kau takut mangsa yang kita incar tidak bakal kepancing datang?"

"Maksudmu Ling Tiat wi bocah itu?"

"Benar Ling Tiat wi menjadi umpan kita. Kepandaian silat Sip It sian tidak becus, sedang guru dan ayah Ling Tiat wi tidak bisa harus meluruk datang untuk menolongnya. Sudah tentu mereka harus datang bersama Sip It sian."

Liong-siang Hoat-ong menjengek dingin, ujarnya, "Tepat mengulur benang untuk mengail ikan besar. Meski caramu ini belum tentu dapat membuat Sip It-sian masuk ke-dalam jaring yang kita pasang paling tidak ada setitik harapan, tak berhasil meringkus Sip It-sian, bila dapat membekuk ayah dan Guru Ling Tiat-wi juga bolehlah. Tapi mengenai Tiat wi bocah itu cara bagaimana kita harus menghadapi dia, cara halus dan kasar tidak mempan meluluhkan tekadnya."

"Aku sudah dapat menyelami wataknya," ujar In-tiong-yan, "Dia memang seorang yang teguh dalam pendirian secara kekerasan mungkin tidak akan berhasil, baiklah kita gunakan ulur waktu jangka panjang untuk meluluhkan imannya."

"Begitupun baik, kuserahkan bocah itu kepada kau. Biar kami berlaku sebagai orang jahat dan kejam, kau boleh menjadi orang baik dan welas-asih menolong dia mungkin usahamu ini bisa sukses."

Hari kedua Liong-siang Hoat-ong suruh Umong menghajar Ling Tiat wi habis-habisan sampai babak belur dan jatuh pingsan, malamnya ia suruh In-tiong-yan membawa obat untuk mengobati luka-lukanya itu. Itulah sebabnya pelayan pribadi istri Lou Jin cin yang bernama Siau-cui pernah melihat In-tiong-yan keluar dari kamar tahanan Ling Tiat-wi.

Tujuan Liong siang Hoat-ong supaya In tiong-yan dapat membujuknya supaya bocah kukuh itu merubah haluan, sesuai dengan keadaan dan kesempatan itu In tiong yan diam-diam berunding mencari cara untuk meloloskan diri, namun pikir punya pikir selama itu mereka belum menemukan cara yang sempurna.

Malam itu In-tiong yan mendatangi kamar tahanan Ling Tiat hwi lagi. Luka-luka Hong-thian lui boleh dikata hampir sembuh seluruhnya, tinggal luka-luka kulit bekas hajaran Umong saja yang memburuk dan berbau busuk, namun dengan tekun In-tiong-yan merawat luka lukanya itu tanpa canggung atau takut akan baunya yang busuk. Hong-thian-lui sendiri akhirnya menjadi risi dan tidak enak, katanya, "Biarlah aku sendiri yang melakukan."

"Luka disebelah depan kau bisa melakukan pengobatan sendiri, luka dipunggungmu ini harus akulah yang bantu membubuhi obat. Sudah tidak usah main sungkan sebentar beres seluruhnya."

"Ai, sebagai seorang tuan putri yang berkedudukan agung masa kau harus merawat aku yang kotor ini. Entah cara bagaimana aku harus membalas kebaikan budimu ini."

In-tiong yan tersenyum lebar, katanya, "Kau masih menyinggung kedudukan agung dan tuan putri apa segala, bukankah karena kedudukanku ini sehingga kau pernah hendak membunuh aku ? Yang kuharap selanjutnya kau tidak maki aku sebagai 'siluman perempuan' lagi."

Hong thian-lui menjadi menyesal, katanya, "Memang akulah yang salah, mataku buta melek, tidak tahu kebaikan hati orang. Bila kau selalu menyinggung soal itu, sungguh membuat aku malu sekali."

"Aku hanya kelakar saja, kenapa kau anggap serius ?" goda In tiong yan.

"Sebetulnya pandangan Hek-swan-hong jauh lebih tajam dari aku. Sayang aku tiada kesempatan jumpa dengan dia, bila ketemu aku akan terima salah padanya."

"Bicara baik-baik kenapa ngelantur kepada Hek swan-hong, untuk soal apa sehingga kau terima salah kepadanya ?"

"Urusan terjadi pada hari pertama aku berkenalan dengan dia itu, hubungan kami begitu akrab seperti sahabat lama saja layaknya." demikian tutur Hong-thian lui. "Waktu pembicaraan berkisar mengenai dirimu, kami masing-masing punya pandangan yang berbeda mengenai dirimu. Tatkala itu belum lama kau membawa lari Pinghoat itu, dia masih begitu percaya kepada kau. Sebaliknya secara langsung dihadapannya aku mengumpat caci padamu, malah kubujuk dia supaya tidak kecantol dan kena tipu muslihatmu."

Sebenarnya Hek-swan-hong sendiri waktu itu juga rada curiga terhadap In-tiong-yan, kata kata Hong thian-lui mengenai sangat percaya, sudah tentu rada berlebihan dan mengumpak belaka.

Namun bagi pendengaran In-tiong-yan hatinya menjadi manis, katanya, "Apakah benar Hek swan hong begitu percaya kepada aku ?"

"Kapan aku pernah membual? Sayang aku terkurung disini tak bisa keluar. Bila aku bisa bertemu dengan dia betapa baiknya. Aku akan ceritakan segala pengalamanku selama ini tuturkan kepadanya, supaya jauh lebih jelas mengenai pribadimu. Maka kekuatirannya yang terakhir itupun bakal tersapu bersih!"

In tiong-yan menghela napas, ujarnya, "Aku sendiri juga ingin bertemu dengan dia, sayang keadaanku sekarang kurang bebas aku kuatir selama hidup ini sukar dapat bertemu lagi dengan dia," ternyata kedatangan Liong siang Hoat-ong kali ini membawa serta perintah Dulai, setelah segala urusan disini dapat dibereskan, diperintahkan supaya In-tiong-yan pulang, tiba-tiba bentaknya, "Siapa itu ?" orang diluar menyahut tertawa dengan suara lirih. "Orang yang ingin kau temui !"

Hampir saja In tiong-yan tidak percaya akan pendengarannya, sejenak ia tertegun, Hong thian lui sudah berjingkrak bangun teriaknya : "Hek swan-hong, benarkah kau telah datang?"

Saking kegirangan Hong-thian-lui lupa akan luka-lukanya yang belum sembuh, begitu meloncat bangun, begitu kedua dengkulnya kesakitan, tanpa kuasa ia terbangkit, roboh lagi. Tak sempat menunggu In-tiong-yan membuka pintu, sekali pukul Hek swan-hong merusak jendela terus menerobos masuk.

In-tiong-yan masih tertegun dan belum tenang pikirannya, cepat berkata, "Hek-swan-hong, kenapa begitu besar nyalimu, lekas pergi, lekas pergi !"

Hek-swan hong menyambut tertawa, "Mari kita merat bersama."

"Tidak, tidak mungkin !" seru In-tiong-yan gugup, "kau tidak tahu Liong-siang Hoa-tong sangat lihay, dengan memanggul seorang betapapun kau tidak bisa mampu lolos. Lekaslah kau lari, jangan sampai konangan mereka, kelak aku masih punya kesempatan membantu Ling toako meloloskan diri."

"Tak mampu lolos juga harus dicoba," Hek-swan-hong berkukuh.

"Hek-swan-hong," Hong-thian-lui menyela bicara, "Dengarlah nasehat nona In! Aku tidak mampu bergerak, akupun tidak sudi kau bawa lari." Lantas dia duduk bersila dan berpeluk tangan supaya Hek-swan-hong tidak kuasa memanggulnya pergi.

Pada saat itulah mendadak terdengar seseorang membentak diluar, "Ada maling, hayo lekas datang, tangkap maling!" Itulah suara Umong.

"Celaka, tidak sempat lagi," Keluh In-tiong-yan. Sekonyong-konyong tergerak hatinya, cepat ia lolos pedangnya "Sret !" ia serang Hek-swan hong dengan sebuah tusukan, sembari berkata lirih, "Lekas ringkus aku!" lalu ia berteriak keras. "Umong lekas datang, malingnya disini!"

Serangan tusukan pedang itu dilancarkan cukup tepat dan sempurna sekali, sekaligus ia membuat lobang beberapa tempat dibaju dada Hek-swan-hong sehingga kelihatan bahwa mereka sudah bergebrak dengan sengit, namun sedikitpun tidak melukai kulitnya.

Sebagai orang cerdik, sejenak melengak Hek-swan hong lantas paham duduknya perkara, cepat ia tarik pergelangan tangan In-tiong-yan terus menjinjingnya menerjang keluar. Kebetulan Umong dan Cohaptoh memburu datang melihat In-tiong-yan teringkus oleh Hek-swan hong; mereka tertegun kaget hingga sesaat mereka menjublek tidak tahu harus berbuat apa.

Hek-swan-hong menjengek dingin, "Kalian menawan sahabatku, apa boleh buat terpaksa akupun ringkus tuan putri kalian sebagai sandera."

Lekas Umong berteriak, "Cepat lepaskan tuan putri, ada urusan apa boleh dirundingkan secara baik baik."

"Untuk melepas dia gampang saja. Terlebih dulu kalian juga harus melepas kawanku itu."

Umong menjadi mencak-mencak gelisah, katanya, "Untuk hal ini aku tidak berani ambil putusan sendiri."

"Baik, kalau kau tidak berani ambil putusan, terpaksa kutinggal pergi."

Sekonyong-konyong didengarnya seorang menjengek dingin, "Mau pergi masa begitu gampang?"

"Suhu!" teriak Umong kegirangan, "tepat kedatanganmu."

"Koksu lekas tolong aku," In-tiong-yan juga pura-pura berteriak.

Tahu yang dihadapi ini adalah Liong-siang Hoatong Koksu Mongol Hek-swan hong tertawa lebar malah, serunya, "Bukan saja aku harus pergi, malah konon Koksu menyapaikan diri menyediakan kuda tunggangan dan antar pula aku sejauh sepuluh li baru akan kulepas tuan putrimu ini untuk bertukar dengan sahabatku itu."

"O, jadi kau hendak menukar tuan putri kami dengan Hong thian lui bocah gendeng itu, perhitunganmu sungguh sangat muluk!'' Hek-swan hong berkata tawar, "Kalau diperinci hitung dagang ini kami masih kena kerugian malah. Mau tukar atau tidak terserah pada kamu."

"Baik, aku setuju akan jual beli ini, tapi jadi tidak saling tukar, harus ditentukan dulu oleh kepandaianmu."

Bicara sampai ?kepandaianmu' mendadak Liong siang Hoatong mengayun tangan. Semula Hek swan hong menyangka orang menyambitkan senjata rahasia menyerang dirinya, maka ia berteriak, "Baik, kau berani melukai tuan puterimu!" tidak duga bukan senjata rahasia yang menyerang tiba sebaliknya adalah segulung tenaga dalam hebat yang dilancarkan dengan pukulan Bik-khong ciang jarak jauh, sungguh lihay dan aneh sekali gelombang pukulan yang menerpa datang ini seolah-olah sebilah pisau tajam, luar biasa secara kekerasan mengiris langsung di antara In tiong yan dan Hek swan hong, kekuatan pukulan yang dahsyat itu sedikitpun tidak melukai In tiong yan, sebaliknya Hek-swan hong merasa seperti diiris sembilu pergelangan tangannya, tanpa kuasa tangannya kesakitan dan melepas cengkeramannya, kontan In tiong yan meluruk jatuh ditanah.

Keruan bukan kepalang kejut In tiong-yan, dasar cerdik tiba tiba timbul akal cerdiknya, lekas ia mengerahkan hawa murni untuk melukai badan sendiri, kontan mulutnya terpentang terus menyemburkan darah segar.

Begitu melancarkan pukulan yang lihay ini Liong siang Hoatong lantas menerjang maju hendak meringkus Hek swan hong, serta melihat semburan darah In tiong yan itu seketika ia terkejut dan gugup ketakutan, menolong orang lebih penting, tersipu-sipu ia memburu maju memayang bangun In tiong yan dengan sebelah telapak tangannya ia tekan jalan darah penting dipunggungnya terus mengerahkan hawa murni membantu pengobatan luka lukanya.

Dalam pada itu, Umong dan Cohaptoh sudah menyerbu bersama, kontan Hek swan hong sambut mereka dengan dua kali pukulan berat, betapa lihay dan hebat permainan ilmu pukulannya, tahu tahu pundak Cohaptoh kesakitan kena digenjot. Tapi kepandaian Cohaptohpun tidak lemah, lekas ia lancarkan kepandaian gulatnya, begitu mendakkan pundak terus menekuk pinggang, ia cengkeram Hek swan hong terus hendak dibantingnya ketanah. Tapi tenaganya tiba-tiba mandek ditengah jalan tak mampu dikerahkan lebih lanjut. Sekali tendang Hek swan hong menendangnya terjungkal jungkir balik. Kiranya pukulan Hek swan hong tadi sekaligus melancarkan Hun kin joh-kut hoat, itulah ia gunakan cara serangan lawan untuk merobohkan lawan pula. Ilmu gulat Cohaptoh yang lihay itu memang mengandung cara permainan Hun-kun joh-kut yang lihay, namun dibanding kemampuan Hek swan hong masih terpaut jauh sekali.

Dilain pihak begitu adu pukulan dengan Hek swan hong, tubuh Umong tergetar mundur tiga langkah, tapi Ginkang Hek swan-hong jauh lebih tinggi sekali putar tubuh ia mencelat naik melompati tembok terus menghilang dibalik tembok, Umong tidak sempat mengejarnya.

Dengan muka merah malu, Umong putar balik memberi lapor, "Tecu tidak becus, bocah keparat itu berhasil lari."

Pelan pelan Liong siang Hoatong berkata, "Hong-thian-lui masih berada ditangan kita, kerugian yang kita derita tidak terlalu besar."

"Bagaimana luka luka tuan putri....?" tanya Umong kuatir.

"Tidak menjadi soal. Tapi luka tuan putri ini rada janggal dan mengherankan," demikian ujar Ling siang Hoatong curiga.

In-tiong yan pura-pura tidak mengerti, tanyanya, "Koksu, bagaimana cara lukaku ini, kenapa mengherankan ?"

Liong-siang Hoatong menjelaskan, "Liong-siangkang yang kugunakan tadi aku percaya kulancarkan secara tepat dan persis benar, tidak mungkin melukai kau. Bila bocah keparat itu yang turun tangan, dihitung waktunya juga tidak sempat lagi."

"Lalu cara bagaimana aku bisa terluka?"

Liong siang Hoatong geleng-geleng kepala, ujarnya, "Aku sendiri juga heran, tuan putri, cara bagaimana kau terluka semestinya kau sendiri yang coba kau ceritakan perasaanmu tadi ?"

"Diwaktu kau melancarkan Bik khong ciang, mendadak aku rasakan punggungku kesakitan luar biasa, tahu-tahu sudah terbanting ditanah, Koksu, seumpama kau yang melukai aku tanpa sengaja, akupun tidak akan salahkan kau. Tapi bila menurut uraianmu tadi, kemungkinan besar Hek-swan honglah yang turun tangan secara keji. Koksu, mungkin kau terlalu ringan menilai musuh, kepandaian Hek swan-hong bahwasanya jauh lebih tinggi dari penilaianmu semula."

"Suhu," Umong menimbrung bicara, "Kepandaian Hek swan hong bocah itu memang hebat sekali, konon kabarnya diatas karang kepala harimau berturut-turut ia berhasil mengalahkan puluhan jago jago kelas tinggi utusan kerajaan Kim." Karena dia kecundang oleh Hek-swan-hong demi menutupi malunya, sengaja ia katakan kepandaian Hek-swan-hong berkelebihan.

Diam-diam Liong-siang Hoatong juga berpikir, "Bagaimana taraf kepandaian Hek-swan-hong aku dapat merabanya. Tapi bila aku mengukuhi pendapatku bahwa Hek swan hong tidak mungkin dapat melukai Tuan putri bukankah aku sendiri yang harus menanggung dosa melukai Tuan putri ?" harus maklum, meski samar-samar ia curiga, terpikir olehnya bahwa In-tiong yan mungkin melukai dirinya sendiri, tapi siapa yang mau percaya akan keterangan ini, terpaksa ia tekan perasaan curiganya ini didalam sanubarinya.

O^~^~^O

Dalam pada itu, setelah berhasil lolos dari Lou keh ceng, sungguh hati Hek swan-hong sangat menyesal, pikirannya, "Tak nyana kepandaian silat Koksu Mongol ini ternyata begitu lihay. Perbuatanku yang gegabah ini berarti menggebuk rumput mengejutkan ular. Untung In tiong-yan cukup cerdik dan cekatan, semoga tidak membuatnya cidera dan mengalami kesulitan." Menurut anggapannya setelah adanya peristiwa malam ini, untuk menyelundup masuk ke Lou-kee ceng tentu berpuluh kali lebih sulit. Pikir punya pikir, akhirnya ia berkeputusan untuk memberi laporan kepada Guru Hong thian-lui lebih dulu. Tidak diketahui olehnya bahwa Guru Hong-thian-lui saat mana tengah dalam perjalanan kemari.

Tengah ia berjalan kedepan dengan pikiran kusut, kebetulan sebelum ia keluar dari hutan, lapat-lapat didalam hutan pohon siong lebih dalam sana terdengar percakapan dua orang. Salah seorang terdengar berkata, "Betina itu adalah putri Lu Tang-wan ? Apa kau kenal dia? Tidak salah lihat ?" suara seorang yang lain menyahut, "Dalam perayaan ulang tahun Lu Tang wan yang keenam puluh tempo hari aku juga salah seorang tamu undangannya, jelas aku pernah melihat putrinya itu, masa bisa salah ?"

Temannya itu tertawa, katanya, "Kalau benar begitu, putri Lu Tang-wan benar2 sedang diburu sakit rindu kepada Hong-thian-lui bocah gendeng itu. Kalau tidak, tidak mungkin ia memburu datang ke Yo-ka-thong."

Temannya yang lain menyahut, "Benar, maka segera aku lari balik untuk memberi laporan. Mo samko, cara bagaimana Cengcu suruh kau menghadapi betina ayu itu ?"

Orang yang dipanggil Mo samko itu berkata, "Cengcu berkata : Lu Tang-wan merupakan tetangga dekat kami jangan kau terlalu mempersulit dia. Suruh kita jangan menyebut kebesaran nama Lou-keh ceng cukup kalau menggertaknya lari saja. Tapi entah siapakah pemuda yang seperjalanan dengan dia itu. Beliau suruh kami menyelidiki sejelasnya baru turun tangan."

Laki laki itu berkata, "Pemuda itu cukup ganteng, bicara logat daerah lain. Putri Lu Tang-wan itu memanggilnya Cin Toako, entahlah sanak kadang yang mana dari keluarga Lu itu ?"

Mo samko berkata, "Sanak famili Lu Tang-wan kebanyakan kutahu, tapi tiada yang she Cin. Heran, seharusnya genduk ini datang bersama Piaukonya Khu Tay-seng, kenapa ganti bocah she Cin ini ?"

"Iya. Konon kabarnya istri Lu Tang wan sudah merestui perjodohan putrinya dengan Khu Tay seng itu, kenapa dia rela membiarkan putrinya ikut pemuda lain melakukan perjalanan jauh ?"

"Genduk itu aleman dan nakal. Mungkin kepergiannya ini mengelabui ibunya. Tapi, kami tidak usah harus segala tetek bengeknya ini." demikian ujar Ma-samko itu.

Laki-laki yang lain lantas tertawa, kaTanya, "Tidak bisa kau berkata begitu. Bila benar Khu Tay-seng sendiri yang datang, tentu kita tidak bisa main kekerasan terhadap mereka."

"Kenapa . . . ?" tanya Mo-samko, "bocah Khu Tay-seng itu orang macam apa sih . . .?"

"Rahasia ini baru beberapa lama berselang kuketahui," sahut laki laki itu. "Memang Khu Tay-seng bocah itu bukan tokoh kenamaan atau orang yang menakutkan, tapi yang jelas bahwa dia sealiran dan segolongan dalam sumber yang sama dengan kita."

Mo-samko menjadi ketarik, tanyanya, "Sejak kapan ia gabung menjadi orang kita sendiri ?"

"Bicara sesungguhnya belum boleh terhitung orang kita sendiri.'' tutur laki-laki itu, "dedengkot yang mengasuh bocah baru itu punya hubungan yang sangat intim dengan Lou Cengcu, maka bolehlah terhitung segolongan dalam satu sumber dengan kita."

Melihat orang bicara memutar kayun, tahu dia bawa ada sesuatu rahasia dibalik rahasia ini, maka Mo-samko tidak tanya lagi lebih lanjut. Katanya, "Kalau yang datang itu bukan Khu Tay seng, kita tidak usah pusing kepala, bocah she Cin ini sukar diketahui asal usulnya, jangan bunuh dia, cukup ditawan dan bawa pulang saja supaya Cengcu sendiri yang menjatuhi hukumannya, supaya kita tidak kesalahan tangan."

"Benar, begitu saja kita bertindak." kata laki-laki itu. "Mari kita cegat mereka di persimpangan jalan itu menanti bocah itu masuk perangkap."

Ginkang Hek-swan-hong sangat lihay, dengan diam-diam ia menguntit dibelakang mereka tanpa konangan, setelah mendengar percakapan mereka, lapat lapat ia sudah maklum kemana juntrungan sepak terjang mereka yang jahat itu. Dalam hati ia berpikir : "Kiranya kurcaci ini adalah utusan Lou Jin cin. Nona Lu itu meluruk datang karena Hong thian lui, tidak bisa tidak aku harus mencampuri urusan ini. Tapi Lu Tang-wan seorang tokoh silat yang kenamaan dan lihay, putrinya tentu berkepandaian cukup tinggi. Biar kutonton dulu dari samping, bila mereka benar kewalahan baru aku turun tangan membantu."

O^~^~^O

Selama dua hari Cin Liong-hwi menempuh perjalanan bersama Lu Giok-yau, tanpa terasa hari itu mereka sudah memasuki wilayah Yo ka-thong. Cin Liong-hwi berkata : "Nona Lu, adakah orang yang kenal kau di Yo ka-thong ?"

"Aku belum pernah kemari, tapi memang banyak orang-orang sini yang kenal ayahku, atau mungkin juga ada orang yang melihat aku."

"Kalau begitu, kita muncul didaerah ini pasti ada orang segera memberi lapor pada Lou Jin cin. Lebih baik kita jangan memasuki kota dan lewat jalan raya, mari kita sembunyi saja didalam hutan sana, setelah malam nanti baru kita menyelundup kesana untuk menyelidiki, bagaimana ? Bukan aku bernyali kecil, lebih baik berlaku hati hati."

Belum habis ia berkata tiba tiba terdengar orang membentak, "Hm. Kalian mau sembunyi kemana ?"

Cin Liong hwi terperanjat, hardiknya, "Siapa itu ?"

Mo samko bergelak tawa, serunya : "Kau bocah ini apakah jabang bayi yang baru lahir? Sudah lama kita beroperasi disini, emangnya kau kira kita mau menyambut kalian sebagai sanak kadang ?"

Lu Giok-yau sudah punya pengalaman kelana di Kangouw, mendengar obrolan orang ia menjadi sangsi, pikirnya : "Bila benar hanya kepergok bangsa perampok kecil macam mereka, tak perlu melukai jiwa mereka." karena pikirannya ini segera berkata, "Saudara perampok, harap maklum kita tidak membekal uang banyak lho!''

Laki laki yang lain itu pelerak pelerok, katanya menyeringai, "Tak ada hasil yang diperas juga tidak menjadi soal nona kecil, cantik benar kau, kebetulan dapat kupersembahkan kepada Toako kami menjadi gundiknya yang ketiga. Bocah ini berpakaian serba parlente, bila kubelejeti dia, paling tidak pakaiannya itu berharga beberapa tail perak."

"Kentutmu busuk!'' maki Cin liong-hwi gusar, dia pernah dengar soal perampokan dijalan, pikirnya dua begal kecil saja masa punya kepandaian apa, sengaja dia ingin unjuk gagah-gagahan dihadapan Lu Giok-yau, "Wutt !" langsung ia lancarkan pukulan kemuka laki-laki itu.

Tak nyana gerak-gerik laki laki itu ternyata cukup gesit, sedikit miringkan tubuh ia menghindari pukulan Cin Liong-hwi. Belum lagi pukulan Cin Liong-hwi yang lain memberondong tiba, tahu-tahu dia sudah melolos keluar sepasang senjatanya, gamannya adalah sepasang potlot baja, ujung potlotnya berbalik sudah mengancam jalan darah mematikan di tubuh Cin Liong-hwi.

Timbul amarah Lu Giok-yau mendengar perkataan kotor laki-laki itu, bentaknya, "Kalian berani membuka mulut kotor, agaknya memang kalian mencari kematian sendiri.''

"sret!'' sekaligus ia tangkis sepasang potlot laki-laki itu.

Melihat permainan pedang Lu Giok-yau yang lihay, Mo Samko tidak berani berpeluk tangan lagi, seraya memuji tiba-tiba kedua tangannya menjulur maju seperti kera mengulur cakarnya, kelima jarinya seperti cakar besi mencengkeram kearah Lu Giok-yau.

Lu Giok-yau tahu, inilah serangan lihay dari salah satu tipu Hun-kin joh-kut-jiu hoat, kaget ia dibuatnya, hardiknya, "Kalian orang dari Lou-keh-ceng bukan?"

"Nona, kau salah raba." ujar Mo-samko. "tapi Lou-keh ceng tenar diempat penjuru, sedikit seluk beluk keluarga mereka ada sebagian kami ketahui. Dari pertanyaanmu ini nona jelas kau hendak ke Lou-keh-ceng bukan? Kunasehati lebih baik kau jangan ke-sana, dari pada kau diinjak-injak orang Mongol lebih baik ikut kami menjadi gundik Tocu bisa hidup senang.''

Di mulut bicara manis, tapi kaki tangannya bergerak sangat cepat, beruntun ia lancarkan pukulan berantai yang sengit sehingga Lu Giok-yau terdesak mundur berulang ulang, marahnya bukan kepalang.

Lu Giok-yau sendiri terdesak dibawah angin, untuk membela diri saja sangat kerepotan, sudah tentu tiada kesempatan hiraukan keadaan Cin Liong hwi. Sepasang Boan-koan pit laki-laki itu cukup lihay, kedua senjatanya itu bergerak begitu lincah seperti ular hidup selulup timbul disekitar badannya. Dilihat keadaannya kedudukan jauh lebih berbahaya dibanding Lu Giok yau.

Dari tempat sembunyinya diam-diam Hek swan-hong membathin. "Nona Lu itu dapat bertahan lagi beberapa lama, bocah she Cin itu mungkin tidak akan kuat bertahan sepuluh jurus. Aneh, permainan pukulannya itu persis benar dengan Bi-lek-ciang, kenapa begitu buruk permainannya?"

Baru saja ia hendak turun tangan, mendadak terdengar laki-laki itu menggerung keras, sekonyong-konyong tubuhnya roboh kaku seperti tonggak kayu yang keropos, perubahan mendadak yang terjadi ini benar benar di luar dugaan Hek-swan hong.

Ternyata mula2 Cin Liong hwi gunakan kepandaian warisan keluarganya menghadapi rangsekan sepasang senjata musuh, lambat-laun ia terdesak dan terancam bahaya, tanpa sadar tahu tahu ia gunakan ajaran Lwekang yang diajarkan oleh Jing-hou-khek itu, hawa murni dalam tubuhnya berpencar keempat kaki tangannya, laksana kapas tangannya menepuk ringan kearah dada musuh. Laki-laki itu menyangka sudah kehabisan tenaga, maka tidak ambil perhatian sehingga telapak tangan Cin Liong-hwi mengenai dadanya, kontan dadanya tergetar remuk dan roboh binasa.

Sekali pukul membawa hasil yang tidak terduga, keruan bukan kepalang girang hati Cin Liong-hwi, teriaknya: "Nona Lu, jangan takut, biar kuhajar keparat ini!"

Sudah tentu Mo-samko sangat kaget, pikirnya, "Bocah ini jelas bukan tandingan saudara Keh, bagaimana bisa saudara Keh mendadak terpukul mampus olehnya?" dikata lambat kenyataan sangat cepat, sementara itu Cin Liong hwi sudah memburu tiba dengan cepat. Mo samko lantas membentak, "Bocah keparat kau harus menebus nyawanya juga!" seraya berkata ia mengegos kekiri menghindari pukulan Cin Liong hwi, berbareng Ma Samko gunakan dengan cara Hung kin joh-kut, cakarnya berhasil mencengkeram tulang pundak Cin Liong-hwi.

Saking kejutnya Lu Giok-yau cepat tusukan pedangnya, Mo Samko kebutkan lengan bajunya menggubat batang pedang seraya membentak, "Lepaskan!" kontan Lu Giok yau rasakan telapak tangannya tergetar sakit dan panas, segulung tenaga menerjang datang kepergelangan tangannya, jelas Ceng-kong-kiam hampir tak bisa dipegangnya lagi. Mendadak terdengar Mo-Samko menjerit ngeri, gelombang tenaga yang menerjang tiba itu mendadak sirna tanpa bekas, sehingga Lu Giok-yau lebih leluasa membabatkan pedangnya kebawah persis dapat membabat putus kelima jari orang. Dengan bermandikan darah Ma Samko roboh tersungkur.

Kiranya tepat pada saat ia mencengkeram tulang pundak Cin Liong-hwi, pukulan tangan Cin Liong-hwi kebetulan juga mendarat dilambungnya baru saja ia hendak kerahkan tenaga, tahu tahu Lwekangnya sudah hancur berantakan oleh pukulan beracun Cin Liong-hwi.

Untung tulang pundak Cin Liong-hwi tidak sampai teremas hancur tapi rasa sakitnya membuatnya menderita, dengan gusar ia menyeringai, "Nah, baru sekarang kau tahu kelihayan Cin sauyamu bukan?" baru saja ia hendak tambahi sebuah pukulan tiba-tiba Lu Giok-yau berseru mencegah, "Cin toako, jangan bunuh dia, kita kompas keterangannya dulu."

Anggapan Lu Giok yau orang hanya terluka oleh pukulan Cin Liong hwi serta tabasan pedangnya berhasil mengutungi kelima jarinya, hatinya menjadi tidak tega, segera ia keluarkan obat untuk membalut luka luka orang, sembari membubuhi obat ia berkata, "Bila kau mau bicara terus terang kuampuni jiwamu. Kau begundal dari Lou-keh ceng bukan. Ada seorang bernama Ling Tiat wi apakah benar menetap disana?"

Mo Sam coba kerahkan tenaga seketika kepala pusing tujuh keliling, matapun berkunang kunang, yang lebih hebat seluruh badan kesakitan seperti ditusuk ribuan jarum, sebagai seorang ahli silat tahu dia bahwa nyawanya sulit dipertahankan lagi, keruan ia menjadi gegetun dan makinya murka, "Budak busuk, tuan besarmu tidak perlu kebaikanmu yang palsu ini? Ling Tiat-wi sudah berbulan madu dengan In-tiong-yan masa dia sudi gubris perempuan busuk macam kau ini." habis berkata mendadak ia merangkak bangun terus menerjang kesamping sana menumpukkan kepalanya diatas sebuah batu besar kontan kepalanya pecah dan putus nyawanya.

Untuk menghindari yang lebih berat, maka dia nekad bunuh diri, namun sebelum ajal sengaja ia ucapkan kata-katanya yang fitnah itu untuk menjengkelkan Lu Giok-yau.

Saking kaget dan jeri Lu Giok-yau menutup muka dengan kedua tangannya, tak berani melihat keadaan yang mengerikan itu.

Kata Cin Liong-hwi membujuk, "Keparat ini berani bicara kotor, memang setimpal kematiannya. Tadi dia mengatakan Ling Tiat-wi sudah pergi bersama In-tiong-yan, apakah ucapannya dapat dipercaya?"

"Ucapan orang macam begini mana dapat dipercaya?"

"Tapi juga belum tentu, seseorang yang dekat ajal kata-katanya cukup bijaksana dan dapat dipercaya. Buat apa dia harus ngapusi kau?"

"Cin toako, bukankah kau tidak percaya bahwa Tiat wi benar menyerah kepada Tartar Mongol ? Kenapa pula kau begitu gampang percaya obrolan orang ini. Pendek kata bagaimana juga, aku harus berhadapan langsung kepada dia, akan kutanyakan langsung kepadanya duduk perkara sebenarnya. Seumpama benar dia sudah pergi, aku juga harus ke Lou keh ceng. Cin-toako, ilmu silatmu begitu lihay, apakah perlu kau begitu ketakutan ?"

Terbayang oleh Cin Liong-hwi akan adegan yang berbahaya tadi, hampir saja tulang pundaknya hancur dan cacat seumur hidup, untuk beberapa lama ia menjadi sangsi, sulit mengambil keputusan.

Sebetulnya memang Cin Liong-hwi sangat takut. Tapi dihadapan Lu Giok-yau terpaksa dia harus mengeraskan kepalanya, pura-pura sebagai orang gagah, katanya, "Sudah tentu tidak perlu takut kepada mereka. Tapi pukulan Bi lek-ciangku ini begitu kena lantas mampus. Bila Ling Tiat-wi benar sudah berangkat bersama In tiong yan, rasanya tiada harganya kita membuat keributan di Lou-keh ceng, supaya tidak membawa banyak korban, bila sampai terjadi pertikaian bukankah membawa buntut permusuhan keluarga Lu kalian dengan Lou Jing cin ?"

Lu Giok-yau berkata, "Ucapanmu memang benar, tapi bila aku tidak menyelidiki sampai jelas duduknya perkara, aku tidak akan lepas tangan. Begini saja, kita menyelundup masuk ke Lou keh ceng melihat dengan mata kepala sendiri, bila tidak sampai turun tangan itulah baik, seumpama harus berkelahi kuharap kau sedikit mengurangi tenaga pukulanmu supaya tidak membikin jiwa orang melayang, cara demikian akan mengurangi kesukaran nanti."

Cin Liong-hwi tertawa getir, ujarnya, "Bicara memang gampang, sayangnya latihan Bi-lek-ciangku ini belum sempurna, sulit aku dapat mengendalikan tenagaku dalam perkelahian yang cukup sengit."

Lu Giok yau menjadi heran, tanyanya, "Aku pernah saksikan pertempuran Tiat wi melawan Hek Eng Lian tin san, perkelahian itu sungguh sangat mendebarkan dan gesit sekali. Pukulan Bi-lek-ciang yang dia mainkan kelihatannya jauh berbeda dengan permainanmu tadi, meskipun sangat liehay, tapi tidak berisi, melukai orang sampai mati. Apakah sebabnya?"

Cin Liong-hwi pura-pura tertawa sinis, dengan bangga ia berkata, "Nona Lu, banyak hal yang belum kau ketahui. Meskipun Ling Thiat wi terhitung Suhengku, tapi keampuhan latihan Bi-lek-ciangnya masih belum setanding dibanding kemampuanku. Kepandaiannya itu bagus dipandang tapi tidak berisi, maka dengan mudah ia kena dilukai oleh Lian Tin-san. Bila aku sendiri yang menghadapi musuh tanggung Lian Tin-san sudah mampus ditanganku. Ketahuilah latihan Bi-lek-ciang terbagi dalam tiga tingkat, ayahku sendiri sudah tentu sudah mencapai tingkat tertinggi, Lwekangnya dapat dilepas dan ditarik sesuka hatinya. Aku sendiri masih terlalu jauh dibanding kemampuan ayah, sekali turun tangan pasti bikin mampus nyawa. Sebaliknya Ling suheng baru mencapai taraf permulaan dibanding latihanku masih terpaut beberapa jauh lagi."

Cin Liong hwi memang pintar membual tapi Lu Giok yau percaya akan obrolannya, katanya, "O, jadi begitu." dalam hati ia berpiker, "Putra lebih dekat dari murid, guru Ling-toako pilih2 kasih, kejadian yang jamak. Tapi dia mengatakan kepandaian Ling toako cuma kembangan dan tidak berisi, kenapa pula jurus permainannya kelihatannya jauh dibawah kepandaian Ling-toako ? Apakah kepandaian berisi dari pelajaran keluarganya memang lebih jelek dipandang?" Lu Giok-yau menjadi uring-uringan dan kurang senang karena orang merendahkan kepandaian silat Ling Tiat-wi.

O^~^~^O 

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar