Bab 05 Ilusi sang iblis
Lui Hong merasa hatinya seakan terperosok ke dalam jurang, darah panas yang mengalir ditubuhnya seolah ikut mendingin, mulai membeku Sambil tertawa si Kelelawar menggeser tangannya lebih ke bawah, kali ini dia meraba tengkuk gadis itu "Gadis yang amat cantik!
" tiba tiba serunya, "sayang memiliki tengkuk yang sedikit kasar.
Kelelawar sialan!
Dalam hati kecil Lui Hong mengumpat tiada habisnya, kalau bisa dia ingin membantai si Kelelawar hingga hancur berkeping.
Sementara itu si Kelelawar masih melanjutkan gerayangannya, sepasang tangan yang kurus bagai cakar burung mulai bergerak ke bawah, mulai meraba semakin ke bawah,,,
Lui Hong melototkan sepasang matanya bulat bulat, sorot mata yang dipenuhi rasa takut bercampur seram, kini dia hanya berharap si Kelelawar secepatnya tinggalkan sisi tubuhnya Tentu saja gadis itu sangat kecewa Apa yang selama ini dikuatirkan akhirnya terjadi juga!
Dengan lembut sepasang tangan si Kelelawar mulai melepaskan kancing bajunya, satu demi satu,,,,,
Lui Hong tak kuasa menahan diri lagi, akhirnya air mata jatuh bercucuran. Gerak tangan si Kelelawar sama sekali tidak cepat, namun sangat terlatih dan matang, tidak sampai berapa saat kemudian ia telah melucuti seluruh pakaian yang dikenakan gadis itu.
Lui Hong sama sekali tidak melawan, seluruh kekuatan tubuhnya seakan telah buyar. Tubuhnya yang montok, padat berisi akhirnya tampil bugil dihadapan si Kelelawar, berbaring dibawah cahaya hijau dari lentera kristal diatas ruangan.
Tubuh bugil yang putih mulus bagai susu kambing, ketika tertimpa lapisan cahaya hijau, menampilkan pantulan yang begitu memukau. Si Kelelawar dengan kelopak matanya yang tak berbiji, seolah berdiri terperana, menyusul kemudian ia bungkukkan badan, membopong tubuh Lui Hong yang bugil dan berjalan menuju ke altar ditengah ruangan.
Langkah kakinya masih begitu mantap dan tenang, biarpun diatas lantai tergeletak begitu banyak pahatan, namun tak satu pun yang terpijak atau tersentuh kakinya, dia seakan sama sekali tak buta Air mata Lui Hong mulai merembes keluar, membasahi lengan si Kelelawar.
Bagaikan dipagut ular berbisa, sekujur badan si Kelelawar gemetar keras, tapi ia segera seperti memahami sesuatu, tanyanya: "Kau melelehkan air mata?
" Lui Hong tidak menjawab, mau tak mau dia harus membungkam Sambil gelengkan kepalanya ujar si Kelelawar lagi: "Aku sangat memahami perasaan hatimu.
Mendadak ia menghentikan langkahnya, sambil miringkan kepala seakan berpikir, katanya kemudian: "Kau mirip sekali dengan seseorang" Lui Hong ingin bertanya mirip siapa, namun dia tak sanggup mengeluarkan suara, mulutnya seakan terkunci rapat II "Benar-benar mirip dengan seseorang kembali si Kelelawar gelengkan kepalanya "Tapi mirip siapa?
" gumam si Kelelawar lagi dengan kening berkerut, "kenapa aku tak teringatnya lagi" Lui Hong hanya melelehkan air mata, bagaikan air yang keluar dari sumbernya, titik air mata membasahi bajunya Kembali si Kelelawar menghela napas panjang "Padahal kejadian semacam ini tak pantas kau sedihkan, tak lama kau bakal sadar bahwa dirimu telah menyumbangkan sebuah hasil karya seni yang tiada duanya dikolong langit.
Bicara sampai disitu, lagi lagi ia tertawa Ketika sedang tertawa, orang tua itu tak ubahnya seperti orang idiot, dogol Kemudian diapun melanjutkan langkahnya, selangkah tinggi selangkah pendek, langsung menuju ke meja berbentuk altar Ketika mendekati meja altar, cahaya lentera pun terasa semakin terang benderang.
Biarpun si Kelelawar buta, tak bisa melihat apa apa, Lui Hong tetap merasa malu yang bukan kepalang Bila seorang wanita, dipaksa bertelanjang bulat dihadapan seorang lelaki asing, yakin dia pasti akan merasa amat sedih.
Apalagi kalau wanita itu adalah seorang gadis perawan" Kelelawar telah membaringkan tubuh Lui Hong diatas meja altar yang terang benderang itu.
Dia menggerakkan tangannya, merogoh keluar sebuah alat pahat dan sebuah palu kecil dari samping meja altar.
Tampak dia meraba berulang kali kedua alat kerja itu kemudian diletakkan kembali, kini dia ganti meraba potongan kayu yang tergeletak disisinya II "Bahan kayu yang bagus dia bergumam sambil tertawa Setelah itu dia baru berpaling lagi, dengan sepasang tangannya yang kurus dia mulai meraba tubuh Lui Hong, menggerayangi seluruh bagian tubuhnya yang bugil, hal mana dia lakukan dengan hati hati, dengan penuh kasih sayang.
Air mata bercucuran tiada hentinya dari mata Lui Hong, namun dia memang hanya bisa menangis Kalau bisa nona itu ingin mati, sayang dia hanya bisa berharap karena saat itu tak mampu berbuat apa apa.
Sepasang tangan si Kelelawar masih bergerak tiada hentinya, terkadang dia meraba, terkadang dia mengelus, ke sepuluh jari tangannya telah menjelajahi hampir setiap bagian tubuh Lui Hong yang bugil, tak satu bagian tubuh pun yang terlewatkan Ke sepuluh jari tangannya sangat hidup dan cekatan, lebih lincah daripada sepuluh ekor ular.
Bagi Lui Hong, dia lebih rela tubuhnya digerayangi sepuluh ekor ular berbisa daripada digerayangi jari tangan orang tua itu.
Hatinya sedih bercampur gusar, namun selain sedih dan marah, gadis inipun merasakan suatu perasaan aneh yang tak terlukiskan dengan perkataan Sejak dilahirkan, belum pernah dia rasakan perasaan seperti ini, perasaan seperti dialiri arus listrik yang menyengat.
Arus listrik itu mendatangkan perasaan nikmat yang tak terkatakan, perasaan aneh yang membuatnya tak kuasa menahan diri Hampir saja Lui Hong tak dapat mengendalikan diri, dia ingin merintih, merintih karena nikmat.
Pandangan matanya lambat laun semakin buram, entah karena air mata yang mengembang dalam kelopak mata, entah karena pengaruh arak beracun milik si Kelelawar sudah mulai bekerja.
Menyusul kemudian pikiran dan kesadarannya mulai kabur, mulai samar samar Setelah menggerayangi bagian bawah tubuh Lui Hong yang penuh berbulu, kini sepasang tangan si Kelelawar balik kembali ke atas dadanya, sepuluh jari tangan yang gesit dan cekatan mulai meraba payudara si nona, mengelus, meremas dan memelintir putingnya.
Lui Hong tak sanggup mengendalikan diri lagi, dia mulai merintih, merintah karena nikmat, merintih karena mulai terangsang. Rintihan tanpa suara, pada hakekatnya gadis itu memang sudah tak mampu bersuara lagi.
Pipinya berubah jadi merah dadu, entah memerah lantaran gusar, atau karena malu, atau mungkin dikarenakan sebab sebab lain Karena apa" Gadis itu sendiri tak bisa membedakan, dia tak tahu bagaimana perasaan hatinya sekarang Kini sepasang tangan si Kelelawar berhenti diatas dada Lui Hong, masih meraba, meremas payudara gadis itu, masih memelintir puting susunya yang mulai mengeras.
Tiba tiba ia tertawa "Payudara yang sangat indah, sayang kelewat keras, kelewat kencang!
Detik itu juga, tiba tiba muncul secerca pengharapan dalam hati Lui Hong, dia berharap tangan si Kelelawar melanjutkan gerayangannya, menggerayangi setiap bagian tubuhnya yang vital Aneh, kenapa bisa timbul pengharapan semacam itu" Bukankah dia masih gadis perawan" Lui Hong segera menyadari akan keanehan tersebut, makin deras air mata jatuh berlinang.
Si Kelelawar tidak melanjutkan gerayangannya, dengan lembut dia berkata: "Aku rasa hal ini pasti dikerenakan kau berlatih silat Setelah gelengkan kepala sambil menghela napas, lanjutnya: "Menurutku, seorang wanita lebih baik jangan berlatih silat, sebab kalau tidak otot dan dagingnya jadi tidak lembut lagi, ototnya akan mengeras hingga tubuh pun ikut mengeras" Setelah tertawa lebar, kembali ujarnya: "Masih untung belum seberapa keras, berotot memang ada kelebihannya, paling tidak pertanda sehat, lincah dan cekatan" Setelah berhenti sejenak, dengan nada berat terusnya: "Tapi sejujurnya, bagi seorang gadis, lebih baik jangan berlatih ilmu sebangsa Cap-sah-taypoo, Thiat-po-sa, Kim-ciong-to dan lain sebagainya, sebab kalau tidak, tubuh bisa terlatih hingga kebal dan mati rasa, waah, waah,,,,
hilang sudah semua keindahannya Bicara sampai disitu, kembali sepasang tangannya mulai bergerak, bukan saja bergerak sangat lamban bahkan sangat cermat, seperti seorang pedagang permata yang sedang mengamati sebuah batu permata yang mahal harganya Kemudian kembali dia menghela napas panjang, gumamnya: "Walaupun cantik dan indah, namun bila dibandingkan,,,,,,
bila dibandingkan,,,,,,
Dia seperti sedang mengingat nama seseorang, namun apa mau dikata tak bisa mengingat kembali nama tersebut.
Setelah mengulang kalimat itu berulang kali sembari garuk garuk kepalanya yang tak gatal, akhirnya ia berhasil juga menyebut nama seseorang: "Aaah, Pek Hu-yong (Teratai putihl Kemudian sambil memukul kepala sendiri dengan tangannya seperti cakar burung, dia berteriak: "Betul, mirip Pek,,,,
Pek Hu-yong!
Kemudian setelah tertawa bagai orang idiot, katanya lagi: "Bentuk payudara milik Pek Hu-yong tetap yang paling indah dan menawan "Siapa pula Pek Hu-yong itu?
" tiba tiba terdengar suara sendu seseorang berkumandang datang. Suara itu kedengaran sangat aneh, menggema di udara bagai melayang, seakan akan berasal dari atas langit, tapi seperti juga berasal dari dalam bumi, bahkan seakan bergema dari empat dinding ruangan.
Suara itu seakan ada, namun seakan pula tidak ada, nyaris tidak mirip dengan suara manusia dari bumi ini. Si Kelelawar tampak tertegun, lalu jawabnya sambil tertawa bodoh: "Eek Bo-tan dari Shoatang, Pek Hu-yong dari Hopak, siapa yang tidak kenal" Siapa yang tidak tahu" Tapi setelah berhenti sejenak dan lagi lagi tertegun, serunya: "Siapa kau".
Buat apa kau mencari tahu tentang mereka" Tiada orang yang menjawab Sambil tertawa sendiri si Kelelawar berkata lagi: "Botan maupun Huyong sama sama kecil dan mungil, namun dalam kenyataan mereka berbeda Setelah garuk garuk kepala, lanjutnya: "Mereka adalah dua orang yang berbeda, namun merekalah yang tercantik dari dua perbedaan itu.
Tangannya kembali meraba payudara Lui Hong, setelah meremasnya berulang kali, kini tangan itu mulai bergerak turun ke bawah, ganti meraba pinggang si nona yang ramping Setelah meraba dan menggerayanginya berulang kali, diapun berkata sambil menghela napas: "Serius, mendingan anak perempuan jangan berlatih silat, coba lihat, pinggang jadi kasar dan berotot, tampaknya orang yang bisa menjaga postur pinggangnya namun tetap bisa berlatih silat hanya Lau Ci-he seorang!
"Lau Ci-he dari Say-hoa-kiam-pay?
" suara sendu itu kembali bertanya "Betul, memang gadis dari Say-hoa-kiam-pay itu" sahut si Kelelawar sambil tertawa dungu, "ilmu pedang Say-hoa-kiam-sut terhitung bagus, hanya sayang kelewat banyak kembangan" "Ehmm!
"Ilmu pedang darimana pun" kembali si Kelelawar berkata sambil tertawa, "asal kembangannya kelewat banyak, sudah pasti kehebatannya berkurang, semakin banyak kembangan sama artinya semakin banyak titik kelemahannya Crang itu tidak bersuara, suasana jadi hening.
Dalam saat seperti itu, si Kelelawar seolah sudah melupakan segala sesuatunya, kembali sepasang tangannya mulai meraba dan menggerayangi seluruh bagian tubuh gadis itu Tiba tiba dia menghela napas panjang, gumamnya: "Tegasnya potongan badanmu masih belum bisa dianggap terlalu baik, tapi masih bisa diperhitungkan.
Selesai berkata dia pun mulai mengambil alat pemukul dan alat pahat, lalu mulai mengetuk diatas batang kayu yang berada disisinya.
Gerakan tangan orang ini cepat dan cekatan, tak lama kemudian potongan kayu itu telah dipahat hingga berbentuk kepala manusia Air mata yang mengembang di kelopak mata Lui Hong membuat pandangan matanya kabur, tapi gadis ini jadi keheranan ketika mendengar suara ketukan aneh, tak tahan ia membuka matanya sambil menengok.
Sepasang tangan si Kelelawar masih bekerja tiada hentinya, diantara suara dentingan, dalam waktu singkat balok kayu itu sudah terukir menjadi sesosok manusia dengan pancaindra, ke empat anggota badan bahkan termasuk payudara, semuanya tampak indah dan mirip sekali.
Saat itulah si Kelelawar baru meletakkan peralatannya, dengan kedua belah tangan dia mulai meraba wajah Lui Hong Sekali ini dia meraba dengan amat cermat, amat teliti dan seksama.
Setelah meraba dan meraba berulang kali, kembali dia mengambil alat pahatnya dan mulai bekerja pada batok kayu itu Kali ini setiap gerakan dilakukan sangat lambat dan hati hati.
Menyusul diletakkannya alat pemukul dan pemahat, kali ini dia mengukir dengan menggunakan sebilah pisau kecil.
Pisau itu betul betul sangat kecil, panjangnya hanya tujuh inci tapi tajamnya bukan kepalang, sayatan yang perlahan ternyata menghasilkan pahatan yang dalam.
Dengan tangan yang mantap dia jepit mata pisau dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengahnya, "Sreet, sreeet" diantara suara sayatan, lembar demi lembar kulit kayu tersayat rontok ke tanah.
Lambat laun muncullah bentuk pancaindera yang jelas pada balok kayu itu.
Dipandang sepintas, ternyata raut muka yang terpahat itu mirip sekali dengan wajah Lui Hong.
Kontan saja kejadian ini membuat si nona terbelalak dengan mulut melongo, dia betul-betul terperangah.
Kini sayatan pisau si Kelelawar tambah lambat, beberapa kali dia raba wajah Lui Hong dengan tangan kirinya, meraba dengan seksama, mengamati setiap lekukan yang ada Sementara pisau ditangan kanannya mengikuti gerak raba tadi, membuat sayatan dan pahatan yang akurat Kini pancaindera yang terbentuk pada balok kayu itu semakin nyata, bentuk muka pun semakin mirip.
Lui Hong Tak bisa disangkal lagi ilmu pahatan yang dikuasahi kakek ini benar-benar telah mencapai puncak kesempurnaan Dalam situasi seperti ini, sepasang mata Lui Hong terbelalak lebar, dia tak ingin pejamkan matanya, gadis itu ingin mengikuti terus gerakan tangan yang dilakukan orang tua itu.
Sayatan pisau si Kelelawar masih berlanjut terus, hanya sekarang dia memahat lebih hati hati, lebih teliti dan seksama.
Entah berapa lama sudah lewat. Berada dalam ruang rahasia semacam ini, pada hakekatnya mustahil untuk menduga jam berapa saat itu Kini tangan kiri si Kelelawar sudah tinggalkan wajah Lui Hong, sementara bongkahan kayu itu pun telah berubah menjadi bentuk kepala dan wajah gadis itu.
Bukan saja besar kecilnya sama, guratan pancaindera nya begitu jelas dan nyata, semuanya sangat mirip dan tak ada bedanya dengan bentuk aslinya.
Bentuk hidung yang sama, bentuk bibir yang sama, bentuk mata yang sama.
Yang berbeda hanya bentuk warna, bagaimana pun sepasang tangan si Kelelawar bukanlah sepasang tangan iblis, meskipun dia dapat mengukir bentuk wajah yang sama, namun tak mungkin bisa membentuk warna kulit yang sama.
Apapun kehebatannya, sampai dimana pun kepandaiannya, dia tetap manusia, bukan setan, bukan dewa Kalau tidak, dia tak perlu lagi bersusah payah memahat dan mengukir, kenapa bukan sekali tiup mengubah balok kayu itu jadi Lui Hong.
Tapi memang harus diakui, ilmu pahat yang dimiliki memang luar biasa, sudah mencapai tingkat sempurna.
Yang lebih penting lagi, dia bukan manusia normal, dia tak lebih hanya seorang buta.
Dia tak punya mata, namun dalam bidang memahat, kemampuannya justru beratus kali lipat lebih hebat daripada mereka yang punya mata.
Lui Hong tahu, si Kelelawar adalah orang buta, dia pun tahu orang itu hanya mengandalkan perasaan pada sentuhan tangannya untuk memahat bentuk wajahnya Kini air matanya nyaris sudah mengering, sepasang matanya terbelalak begitu lebar, hampir sama sekali tak berkedip Setiap gerakan, setiap perbuatan yang dilakukan si Kelelawar dapat ia saksikan dengan jelas sekali.
Tapi hingga kini, dia masih mempunyai satu perasaan, dia tak percaya kalau si Kelelawar adalah orang buta.
Pada hakekatnya apa yang telah dia lakukan mustahil bisa diperbuat seorang manusia buta.
Tapi dalam peristiwa ini, mau tak mau dia harus percaya.
Detik itu, dia seolah sudah lupa kalau dirinya berbaring dalam keadaan bugil, sama sekali lupa dengan rasa malu Tapi dalam waktu singkat rasa malu itu muncul kembali, menyelimuti perasaan hatinya, karena sepasang tangan si Kelelawar kembali meraba payudaranya, bukan hanya meraba bahkan mulai meremas remas.
Sepasang tangan yang kurus kering bagai ranting dahan, kurus kering bagai cakar burung.
Dalam keadaan begini Lui Hong hanya bisa melelehkan air mata.
Air matanya meleleh bagai butiran embun, meleleh membasahi pipinya Sepasang tangan si Kelelawar sudah mulai bergeser, meraba dengan lembut, meremas dengan perlahan, setiap gerakan yang dia lakukan, menimbulkan tekanan perasaan yang sangat kuat bagi gadis itu.
Kini sepasang tangannya telah berada dibagian tubuhnya yang paling sensitip, puting susunya segera mengencang keras.
Dia tak kuasa menahan diri, rangsangan secara otomatis membuat puting susunya mengeras.
Dari sepasang tangan, kini si Kelelawar meraba dengan tangan sebelah, lalu sekali lagi dia mengambil peralatannya dan mulai membuat pahatan pada balok kayu.
Suara ketukan palu, suara sayatan kulit bergema tiada hentinya didalam ruang rahasia yang sepi, setiap suara yang bergema menimbulkan gaung yang nyaring.
Kemudian si Kelelawar menggunakan lagi pisau kecilnya yang tajam.
Dibawah permainan tangannya yang mahir, pisau kecil itu menyayat dengan lincah dan hidupnya.
Lambat laun balok kayu itu berubah bentuk menjadi bentuk tubuh Lui Hong yang bugil.
Puting susu yang mengeras, pinggul yang bulat montok, semuanya tampak begitu mirip dengan aslinya.
Sesosok patung kayu wanita cantik pun terwujud ditangan si Kelelawar. Lui Hong menyaksikan kesemuanya itu dengan sangat jelas, sejujurnya dia tak ingin melihatnya, namun mau tak mau dia harus memandangnya.
Terlebih dalam keadaan seperti ini, hati kecil gadis ini betul betul sudah terkendali oleh perasaan ingin tahunya yang meluap. Sekalipun sepasang tangan si Kelelawar masih saja menggerayangi sekujur tubuhnya, namun gadis itu seakan sama sekali tidak merasakannya, mungkin saja dia merasa, mungkin juga dia sudah kaku, sudah mati rasa sehingga tidak merasakan semua gerayangan itu.
Atau mungkin juga dia sudah tertegun, kehilangan kesadaran lantaran terkejut bercampur heran Permainan pisau ditangan si Kelelawar memang sangat mahir dan luar biasa, kepandaiannya memahat sungguh diluar dugaan siapa pun, Lui Hong tidak menyangka kemahirannya sudah mencapai tingkatan sehebat itu. Ia betul-betul tak percaya kalau seorang manusia buta ternyata memiliki kemampuan sedemikian hebatnya, namun diapun mau tak mau harus mempercayainya.
Bukankah si Kelelawar pernah mengorek keluar biji matanya dan diperlihatkan kehadapannya" Jangan jangan si Kelelawar memang bukan manusia" Lui Hong mulai ragu, mulai curiga, tapi,,,,,,
Kalau bukan manusia lantas apa" Lui Hong tidak habis mengerti, betul betul kebingungan!