Jilid 06
Dengan senjata ini Lui Siu Nio-nio telah merobohkan entah berapa banyak lawan dan senjata ini pula di samping senjata khimnya telah mengangkat namanya menjadi terkenal. Mereka bertempur lagi. Sekarang keduanya berlaku hati-hati setelah mengenal kehebatan tenaga lawan. Akan tetapi setelah sekarang Lui Siu Nio-nio mainkan senjatanya yang aneh, kelihatanlah bahwa kepandaian Auwyang Tek masih kalah sedikitnya dua tingkat oleh ketua Hoa-lian-pai yang lihai ini. Pukulan-pukulan Hek- tok-ciang tak dapat dipergunakan secara cepat lagi karena Auwyang Tek tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk melancarkan pukulan Hek-tok-ciang. Ternyata senjata bunga emas dengan tiga helai daunnya ini selelah dimainkan malah lebih berbahaya dari pada sebuah pedang pusaka! Bunga emas itu berupa setangkai bunga teratai yang baru mekar, mempunyai tujuh belas daun bunga dan setiap daun bunga ujungnya runcing seperti pedang hingga sama dengan tujuh belas pedang digabungkan menjadi satu. Belum lagi helai daun putihnya amat berbahaya karena daun-daun ini merupakan senjata-senjata tersendiri yang tak terduga arah serangannya akan tetapi yang selalu menyusul serangan bunga.
Sebentar saja, belum tiga puluh jurus, Auwyang Tek sudah kebingungan karena tubuhnya terkurung rapat oleh senjata lawan yang berubah menjadi sinar kuning emas dikelilingi sinar putih. Sinar-sinar itu mengurung tubuh Auwyang Tek dan selalu mengarah jalan jalan-darah yang paling berbahaya. Hanya berkat Hek-tok-ciang saja Auwyang Tek belum roboh karena Lui Siu Nio-nio agaknya juga jerih dan selalu melompat mundur apa bila pemuda itu mempergunakan pukulan-pukulan jari jari tangannya yang sudah berubah hitam, tanda bahwa daya racun hitam sudah mengalir penuh di tangan yang bersarung tangan itu.
"Kepung! Serbu!!" Auwyang Tek dengan tak sabar memberi aba-aba dan pasukannya yang terdiri dari lima puluh orang mulai bergerak mengepung hendak membantunya menyerang ketua Hoa-lian- pai itu. Lui Siu Nio nio maklum bahwa menghadapi lawan sebegitu banyaknya bukanlah hal yang mudah, apa lagi kalau di situ masih ada Auiw-yang Tek yang amat lihai pukulan Hek-tok-ciaing-nya. la bersuit keras dan senjatanya bergerak makin cepat mengurung tubuh Auwyang Tek. Akan tetapi para pemimpin pasukan sudah mulai bergerak menyerangnya dari semua penjuru.
Terpaksa Lui Siu Nio nio memecah perhatiannya dan pada saat itu, pukulan Hek-tok-ciang yang dilakukan sekuat tenaga oleh tangan kanan Auwyang Tek datang menghantam, dadanya! Ketua Hoa- lian-pai itu kaget bukan main. Untuk mengelak sudah tidak ada waktu lagi karena kedudukannya sudah sulit sekali dalam menghindarkan keroyokan tadi. Terpaksa ia malah mendekati Auwyang Tek, dengan tangan kiri dibuka ia menyambut pukulan itu dan pada saat yang sama senjata anehnya menyambar leher Auwyang Tek.
"Plakk...!!" Lui Siu Nio-nio mengeluarkan jerit tertahan. Akan tetapi Auwyang Tek terguling roboh tak dapat bangun pula! Seluruh telapak tangan Lui Siu Nio-nio menjadi hitam, sebaliknya Auwyang Tek terkena pukulan pada jalan darah di pundaknya, membuai ia pingsan.
Ketua Hoa-lian-pai ini maklum bahwa tangannya sudah terkena racun, maka ia tidak mau membuang banyak waktu lagi, la tidak mau melayani para perajurit. Sekali senjatanya menyambar, lima orang perajurit yang paling dekat roboh. Yang lain menjadi gentar dan ragu-ragu. Lui Siu Nio-nio melompat ke dekat kerangkeng dan menggunakan tangan kanannya menghantam pintu kerangkeng. Terdengar suara keras dan pintu kerangkeng menjadi putus-putus dan bejat.
Akan tetapi sebelum ia turun tangan, kembali ia telah dikurung oleh pasukan kerajaan. Terpaksa ia mengamuk lagi dan beberapa orang roboh pula tak dapat bangun lagi Sementara itu, tangan kirinya terasa gatal-gatal dan sakit.
Tiba-tiba terdengar bunyi terompet dan muncullah sepasukan orang terdiri dari anggota-anggota Tiong-gi-pai, dipimpin oleh Kwee Cun Gan sendiri, di belakangnya kelihatan Pek-kong Sin-kauw dan isterinya Ang-lian-ci Tan Sam Nio! Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui dan isterinya sudah mengenal Lui Siu Nio-nio maka tanpa banyak cakap lagi mereka ini lalu maju menggempur pasukan kerajaan, diikuti pula oleh Kwee Cun Gan dan anak buahnya. Melihat datangnya bala bantuan pasukan kerajaan lari kocar-kacir sambil membawa tubuh Auwyang Tek yang masih pingsan. Hanya mayat- mayat saja yang mereka tinggalkan. Kwee Cun Gan melompat ke dekat kerangkeng dan sambil bercucuran air mata ia memeluk Souw Teng Wi. "Aduh kasihan sekali kau, Souw-suheng.."
Tiba-tiba kwee Cun Gan merasa betapa pundaknya dipegang erat sekali oleh tangan Souw Teng Wi, sampai ia merasa tulang-tulangnya hampir remuk.
"Siapa kau. ? Siapa kau yang menyebut suheng padaku?" Pada saat itu Souw Teng Wi sudah siuman
dan otaknya sedang waras.
"Souw-suheng, siauwte adalah Kwee Cun Gan, murid termuda dari Kun-lun-pai. Sayang siauwte datang terlambat sehingga suheng menjadi korban keganasan kaki tangan menteri durna.."
Pada saat itu menyambar sinar kuning. Ternyata Lui Siu Nio-nio yang melihat bahwa yang datang adalah kawan-kawan Souw Teng Wi dan di antara mereka terdapat Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui, merasa khawatir kalau-kalau pembalasan untuk muridnya kepada Souw Teng Wi akan gagal lagi Tanpa banyak cakap lagi ia melancarkan serangan maut ke arah kepala Souw Teng Wi dengan senjata bunga emasnya.
Melihat ini, Kwee Cun Gan cepat mengangkat tangan kanannya untuk menangkis dan menolong keselamatan suhengnya Souw Teng Wi terkejut sekali, hendak mencegah tidak keburu lagi. Biarpun ia sudah buta, namun kepandaiannya yang tinggi dan luar biasa membuat ia maklum bahwa datangnya sambaran angin pukulan hebat ini tak dapat ditangkis oleh Kwee Cun Gan tanpa membahayakan keselamatan ketua Tiong-gi-pai ini. Maka
menahan napas dan mempererat pegangannya pada pundak kanan sutenya itu.
"Plak!” Senjata bunga emas itu kena ditangkis oleh lengan Kwee Cun Gan dan putuslah daunnya sedangkan Lui Siu Nio-nio terhuyung mundur! Adapun Kwee Cun Gan sendiri hanya merasa betapa seluruh tubuhnya tergetar, la merasa ada tenaga dahsyat sekali datang dari pundaknya dan tenaga ini bertemu dengan tenaga hebat senjata nenek itu. bertemu di telapak tangannya yang menangkis bagaikan dua kilat bertumbuk di udara. Sekarang setelah ia berhasil menangkis serangan nenek yang galak itu, ia merasa tubuhnya, terutama sekali tangan yang menangkis tadi, lemah seperti dilolosi urat-uratnya!
Adapun Lui Siu Nio-nio menjadi pucat mukanya. la kaget setengah mati, juga merasa malu sekali sehingga muka yang pucat itu sebentar-sebentar berubah merah sekali. Sebagai seorang dari golongan cianpwe (tingkat atas), ia tidak mau berlaku membabi-buta dan nekat. Sekali gebrakan saja sudah mudah diketahui bahwa terhadap orang setengah tua yang memanggil Souw Teng Wi "suheng" ini memiliki kepandaian atau tenaga yang lebih tinggi. Diam-diam ia merasa heran sekali karena tidak mengira bahwa sute dari Souw Teng Wi demikian lihainya.
Pantas saja suami Lee Nio binasa olehnya dan Thian Te Cun juga tewas oleh Souw Teng Wi, tidak tahunya baru sutenya saja sudah begini hebat. Menghadapi Pek-kong-sin-kauw Siok Beng Hui suami isteri saja ia tidak takut dan merasa yakin takkan kalah, akan tetapi tangkisan tadi benar-benar membuat ia mengaku kalah. Ia melirik dengan matanya yang indah kepada Kwee Cun Gan sambil bertanya,
"Aku sudah mendapat pelajaran yang berharga, tidak tahu siapakah nama enghiong yang gagah?"
Seorang anggauta Tiong-gi-pai menyaksikan betapa wanita itu sekali gebrak saja kalah oleh ketuanya, dengan bangga ia menjawab, "Wanita gunung mana kau tahu? Inilah ketua kami Kwee Cun Gan taihiap. ketua dari Tiong-gi-pai. Jangan kau berani main main di depan kami orang-orang gagah Tiong-gi-pai"
Mendengar ini, Lui Siu Nio-nio tersenyum kecut, lalu mengibaskan bunga emasnya. "Brakkk!" Batu sebesar kepala kerbau yang berada di dekat orang yang bicara ini menjadi remuk dan debunya mengebul tinggi. Orang itu karuan saja menjadi pucat dan kedua kakinya gemetaran, akan tetapi ketua Hoa-lian-pai itu pergi tanpa pamit lagi..
"A Liok, lain kali kau tidak boleh bicara mengacau-balau secara sembrono!" bentak Kwee Cun Gan menegur anak buahnya yang menjadi makin kuncup haitinya. "Wanita itu hebat sekali, entah siapa gerangan dia?"
Terdengar Siok Beng Hui menarik napas panjang. "Kwee-sicu benar-benar memiliki tenaga simpanan. Dia itu adalah ciangbunjin (ketua) Hoa-lian-pai bernama Lui Siu Nio-nio dan senjatanya tadi yang disebut Hoa-lian Sin-kiam, hebatnya bukan main. Terus terang saja aku orang she Siok suami isteri belum tentu bisa menangkan dia. Sekali lagi, Kwee-sicu, aku merasa kagum dan takluk padamu, entah dengan ilmu pukulan apa tadi kau sekali tangkis dapat membuat ia tunduk."
"Semua anggauta Tiong-gi-pai meleletkan lidah mendengar kehebatan nenek tadi. Kwee Cun Gan sendiri melompat bangun dengan mata terbelalak. Tak mungkin kalau Pek-kong Sin-kauw suami isteri tak dapat melawan nenek itu, ia dapat menang dalam segebrakan saja, la lalu menubruk Souw Teng Wi dan memeluk suhengnya itu.
"Harap Siok-taihiap jangan terlalu memuji siauwte. Sebenarnya, tadi siauwte berlancang tangan menangkis karena merasa khawatir akan keselamatan Souw-suheng. Siapa kira bahwa ketika itu suheng mencengkeram pundak siauwte dan tahu-tahu ada tenaga luar biasa mengalir dari pundak ke tangan siauwte dan dapat mengundurkan ketua Hoa-lian-pai. Bukan siauwte yang lihai, melainkan Souw-suheng ini yang ternyata telah memiliki kepandaian hebat sekali."
Siok Beng Hui mengangguk-angguk dan memandang orang bula itu dengan kagum. "Hemm, pantas saja orang seperti Thian Te Cu sampai tewas. Ah, tentu Lui Siu Nio-nio tadi hendak membalaskan kematian suami muridnya, yaitu Siang-pian Hai-liong Sim Kang."
Semua orang sekarang mengerti akan duduknya perkara. Memang berita yang dibawa oleh anak buah bajak tentang sepak terjang Souw Teng Wi yang luar biasa tidak hanya terdengar oleh fihak Auwyang-taijin. juga terdengar oleh kawanan Tiong-gi-pai. Dengan penuh penghormatan namun tergesa-gesa, Souw Teng Wi lalu dibawa oleh rombongan Tiong-gi-pai menuju ke utara, yaitu ke Peking. Kawanan Tiong-gi-pai hendak mengantarkan bekas pahlawan itu kepada Raja Muda Yung Lo agar terlindung dari pada ancaman kawanan durna. Souw Teng Wi masih dalam keadaan tidak ingat, tidak mau banyak bicara dan ditanya apa-apa, tak dapat menjawab betul. Kwee Cun Gan sering kali mengucurkan air mata menyaksikan keadaan su-hengnya yang benar-benar amat menyedihkan hati itu.
Seratus lie lebih sebelah selatan muara Sungai Huai adalah pantai batu karang yang amat sukar didatangi manusia. Daerah ini merupakan daerah mati, jangankan manusia yang lemah, bahkan binatang-binatang liarpun sukar mendatangi batu-batu karang raksasa yang merupakan pegunungan yang menjulang tinggi ini. Pegunungan itu amat curamnya, yang berada di tepi laut saja tidak kurang dari seribu kaki tingginya Kalau orang naik perahu di pinggir laut, mereka selalu menghindari daerah ini karena ombak selalu mengalun buas dan perahu akan dihempaskan remuk pada pantai batu karang. Dari jauh akan nampak batu-batu karang sebesar gunung dengan gua-gua hitam menyeramkan. Gua-gua ini mungkin sekali buatan ombak yang menghantam batu karang selama ribuan tahun lamanya. Air laut yang mengandung garam itu menggerogoti batu karang dan membentuk gua-gua yang amat aneh, bahkan banyak di antaranya berbentuk tengkorak manusia raksasa yang menghadap ke arah laut, mengerikan.
Inilah yang disebut Gua Siluman oleh para nelayan. Akan tetapi tidak seorangpun tahu yang manakah gerangan Gua Siluman, saking banyaknya gua yang tampak dari laut. Juga untuk mendekati gua-gua itu tak mungkin. Didatangi dari darat, terlampau curam. Siapakah dapat menuruni jurang batu karang di tepi pantai yang selain licin dan tajam, juga terjal sekali itu? Didatangi dari laut lebih tak mungkin lagi karena perahu akan hancur dihempaskan ombak ke batu karang.
Oleh karena tak mungkin orang mendatangi daerah ini, maka pantai laut Kuning ini merupakan daerah mati dan kalau para nelayan ditanya apakah namanya daerah itu, mereka akan menjawab singkat, "Gua Siluman."
Kecuali burung-burung darat dan laut, hanya dua binatang buas yang dapat mendatangi daerah itu, yakni ular-ular dan kera. Menurut berita angin, di daerah ini terdapat ular-ular yang paling besar dan berbisa, juga terdapat monyet-monyet yang aneh dan jarang terlihat di daerah ini. Di waktu malam, dari jauh orang dapat mendengar teriakan-teriakan monyet yang aneh dan menyeramkan. saling sahut dengan pekik ayam hutan dan burung-burung laut.
Para nelayan atau penduduk pesisir sekitar daerah itu sering kali bercerita dengan wajah ketakutan bahwa dahulu, puluhan tahun yang lalu di waktu para kakek-kakek ini masih kecil, di puncak batu- batu karang itu sering kali kelihatan sinar bergerak-gerak dan kadang-kadang terdengar pekik yang membuat bulu tengkuk berdiri meremang. Bukan pekik binatang hutan, bukan pekik burung hantu, melainkan pekik yang luar biasa anehnya dan yang membuat daerah itu seakan akan tergetar karenanya!
Ada pula yang bercerita betapa sekawanan bajak sungai ketika dengan berani mencoba untuk mendaki daerah ini, kedapatan telah mati semua dan mayat mereka mengambang di pesisir seakan akan mereka itu dilemparkan ke bawah oleh kekuasaan hebat. Juga katanya ada seorang nelayan tua yang miskin dan jujur, ketika perahunya terbawa ombak dan ia tidak kuasa lagi sehingga perahu kecilnya dibantingkan ke arah batu-batu karang menghadapi kehancuran, tiba-tiba perahunya itu diseret oleh tenaga dahsyat ke tempat aman!
Semua ini sudah terjadi puluhan tahun yang lalu, kini tinggal merupakan dongeng-dongeng dan orang berkata bahwa di tempat aneh itu tentu ada silumannya atau juga mungkin dewa laut sendiri yang tinggal di dalam gua. Malah ada yang berbisik-bisik mengatakan bahwa ia pernah melihat seekor naga bermahkota, mungkin Hai-liong-ong sendiri (Raja Naga Laut), terbang dari laut menuju ke gua-gua itu.
Oleh cerita cerita, tahyul macam ini, tempat itu menjadi makin terasing dan ditakuti orang. Tak seorangpun berani mencoba-coba untuk mendatanginya. Pula, berusaha payah-payah mempertaruhkan nyawa mendaki tempat berbahaya itu untuk apakah? Biarpun anggapan umum demikian, akan tetapi akhir-akhir ini kadang-kadang kelihatan orang-orang gagah mendaki pantai. batu karang, tidak sampai ke daerah gua yang memang luar biasa sukarnya didatangi, melainkan ke bagian pantai batu karang yang banyak lubangnya. Mereka ini adalah orang-orang berkepandaian yang datang uniuk mencari sarang burung di tempat seperti itu.
Yang datang hanya orang orang kang-ouw yang membutuhkan bahan obat ini dan mereka mencari sarang burung bukan untuk diperdagangkan, melainkan untuk kepentingan pribadi. Biarpun yang datang itu sebagian besar adalah orang-orang kong-ouw yang berilmu, tetap saja banyak di antara mereka yang tergelincir dan menemui kematian mengerikan di bawah, di mana ombak sudah siap menanti mereka untuk dibanting dan dihempaskan ke atas batu batu yang runcing dan tajam.
Semua orang kang-ouw yang datang ke tempat itu adalah orang-orang lelaki kasar belaka yang bertubuh kuat. Akan tetapi pada suatu hari, dari arah barat, datang gadis cantik berjalan seorang diri menuju ke pegunungan batu karang ini. Dia masih amat muda, tidak lebih enam belas tahun, berpakaian sederhana bersih, cantik luar biasa dengan sikap yang lincah gembira.
Kalau ada nelayan atau penduduk di situ melihatnya, pasti mereka akan lari tunggang-langgang mengira gadis jelita ini seorang siluman, penghuni Gua Siluman! Memang amat aneh dan sukar dipercaya bahwa seorang dara muda yang masih remaja ini berani datang di tempat yang berbahaya seperti daerah Gua Siluman, kalau dia sendiri bukan seorang siluman.
Dara jelita itu bukan lain adalah Souw Lee Ing Dengan hati yang penuh dendam dan duka melihat nasib ayahnya yang mengerikan, gadis ini mengambil keputusan untuk mencari Gua Siluman dan memenuhi pesan ayahnya. Ia dapat menduga bahwa ayahnya tentu telah mendapatkan pusaka Gua Siluman, pusaka yang berupa pelajaran ilmu kesaktian yang luar biasa. Buktinya, menurut kong- kongnya, kepandaian ayahnya biarpun tinggi akan tetapi ayahnya hanya menjadi murid Kun-lun-pai.
Akan tetapi setelah ayahnya mendapatkan Gua Siluman, ayahnya menjadi seorang sakti dan.. gila! Tentu ada rahasia hebat di balik ini semua, ada rahasia dahsyat di dalam Gua Siluman yang harus ia datangi dan bongkar rahasia itu. Kalau dugaannya tidak keliru, ia akan mendapat pelajaran ilmu kesaktian seperti ayahnya di dalam gua itu. Ia hendak mempelajari sampai sempurna, sampai ia memiliki kepandaian seperti ayahnya atau lebih lihai lagi agar kelak ia dapat membalaskan sakit hati ayahnya.
Dengan semangat besar dan hati tabah akhirnya Lee Ing tiba di daerah Gua Siluman. Di sepanjang jalan ia sudah mendengar kehebatan daerah ini yang ditakuti semua orang, daerah yang katanya banyak silumannya. Akan tetapi biarpun semua orang mengatakan bahwa bagi manusia biasa, tak mungkin dapat menjelajahi daerah itu, Lee Ing tidak merasa kecil hati, la mempunyai peta ayahnya dan dengan peta ini ia percaya akan dapat mencari Gua Siluman yang dimaksudkan oleh ayahnya.
Gadis ini sama sekali tidak tahu bahwa semenjak dari Ki-tong, kota kecil di sebelah selatan An-hwi, ia telah diikuti orang dengan diam-diam. Bahwa gadis ini tidak merasa dan tidak tahu bahwa dia diikuti orang, menunjukkan betapa lihai orang itu. la juga sama sekali tidak pernah mengira bahwa ia diikuti oleh seorang perampok tunggal yang terkenal dan ditakuti orang, yaitu Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio.
Sebagai seorang perampok tunggal yang ulung, sekali lihat saja Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio tahu bahwa dara muda cantik jelita yang melakukan perjalanan seorang diri ini membawa barang-barang berharga terdiri dari emas permata. Tadinya ia berniat merampok nona muda ini di tengah jalan yang sunyi. Akan tetapi melihat sikap gagah perkasa dan wajah yang cantik jelita itu, timbul rasa suka di dalam hati perampok tunggal wanita ini.
la melihat seorang calon mantu yang amat baik dalam diri dara jelita ini. Alangkah akan senang hatinya mempunyai seorang anak mantu demikian cantik dan gagah, sebagai isteri puteranya, Sim Hong Lui. Oleh karena inilah diam-diam ia terus mengikuti perjalanan Lee Ing, hendak mengetahui
ke mana nona itu pergi. Alangkah kaget hati Yap Lee Nio ketika ia melihat bahwa dara jelita yang diikutinya itu menuju ke daerah Gua Siluman, daerah yang penuh rahasia dan dia sendiri merasa ngeri dan tidak berani mencoba memasuki daerah yang disohorkan amat liar itu. Melihat gadis itu hendak memasuki daerah batu karang, dari jauh Yap Lee Nio berseru nyaring, "Nona yang di depan, tunggu dulu. !"
Lee Ing cepat menengok dan melihat seorang nyonya cantik berlari cepat sekali, ia terkejut. Gadis ini semenjak menjelajah ke selatan bersama kakeknya, selalu menemui orang-orang jahat dan ia selalu menaruh hati curiga kepada orang kong-ouw. Apa lagi melihat betapa wanita itu seruannya amat nyaring mengandung tenaga Iwee-kang tinggi dan larinya juga cepat sekali, Lee Ing menjadi makin curiga. Tanpa menjawab dan tanpa menoleh lagi ia cepat lari ke depan memasuki daerah batu karang dengan mengerahkan seluruh kepandaiannya berlari cepat.
"Hee, nona yang di depan......! Berhenti, kau memasuki daerah berbahaya........!" Kembali ia mendengar seruan. Lee Ing makin curiga. Jangan-jangan orang itu hendak merampas petanya, pikirnya, maka gadis ini berlari makin cepat tanpa menghiraukan seruan orang berkali-kali.
Akan tetapi jalan mulai sukar dan selain menanjak, juga tanah mulai tertutup batu-batu karang yang tajam dan runcing. Kalau dibandingkan dengan orang biasa, kiranya kepandaian Lee Ing sudah cukup tinggi dan kalau yang mengejarnya itu seorang ahli silat biasa saja, jangan harap gadis ini dapat disusul. Akan tetapi pengejarnya adalah Hui-ouw-tiap (Kupu-kupu Terbang) Yap Lee Nio yang terutama terkenal sekali akan ginkangnya yang tinggi sehingga mendapat julukan Kupu-kupu Terbang Sebentar saja Lee Ing sudah tersusul.
Lee Ing hanya melihai bayangan berkelebat dan tahu-tahu seorang wanita setengah tua berbaju hijau cantik wajahnya, berdiri di depannya sambil tersenyum dan mengangkat tangan kanan menyuruhnya berhenti. Karena tak dapat melalui wanita itu, terpaksa Lee Ing menghentikan kakinya dan sambil terengah-engah kelelahan ia menegur,
"Kau.ini orang tua mau apakah mengejar aku seperti Orang menagih hutang?"
Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio sendiri adalah seorang yang berwatak lincah jenaka. Teguran setengah berkelakar ini tidak membuatnya marah, ia hanya berdiri bertolak pinggang sambil melihat wajah dan bentuk tubuh gadis itu, lalu mengangguk-angguk dan berkata memuji, "Cantik!. patut menjadi
mantuku!"
Muka Lee Ing merah dan ia berkata mendongkol, "Jangan bicara yang bukan-bukan. Kau mengejarku ada keperluan apakah?"
Akan tetapi Hui-ouw-tiap terus saja menatap wajah orang lalu berkata lagi, "Memang cantik sekali, entah kepandaiannya sampai bagaimana tingginya."
Lee Ing makin mendongkol. Ia merasa seperti menjadi seekor domba yang ditaksir-taksir oleh seorang calon pembeli. Tanpa banyak cakap ia lalu menggerakkan kedua kakinya dan berlari lagi melewati sebelah kanan wanita itu.
"Eiit, nanti dulu, nona. Aku mau bicara!" kata Yap Lee Nio yang cepat mengulur tangan menangkap pergelangan lengan Lee Ing.
Gadis ini semenjak kecil hidup di daerah Mongol dan ia pernah mempelajari ilmu gulat Bangsa Mongol. Mungkin kalau bertempur dalam ilmu alat, ia bukan lawan Hui-ouw-tiap, akan tetapi dalam ilmu gulat, ia jauh lebih menang. Begitu lengannya tertangkap, sekali membalikkan tubuh dan membungkuk, ia berbalik sudah menangkap lengan Hui-ouw-tiap dan sekali gentakan saja tubuh Hui-ouw-tiap sudah terlempar jauh! "Ayaaaa...!" Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio menjerit seperti wajarnya seorang perempuan terkejut. Akan tetapi di lain saat, Lee Ing yang menjadi bengong terlongong-longong melihat tubuh wanita itu dalam keadaan terlempar dapat bersalto beberapa kali lalu turun kembali ke depannya seperti terbang saja. Benar-benar hebat dan indah gerakan itu, seperti bersayap saja! Di lain pihak, Yap Lee Nio merasa terheran-heran dan mengira bahwa gadis cantik ini benar-benar memiliki kepandaian yang lihai sekali. Memang selama hidupnya baru kali ini Hui-ouw-tiap menghadapi ilmu gulat Mongol, maka ia sangat kaget.
"Kau lihai betul, coba sekali lagi!" katanya sambil menubruk maju. Wanita itu yang menaksir Lee Ing dan ingin mencari mantu untuk puteranya, menjadi makin gembira melihat bahwa gadis cantik ini ternyata lihai kepandaiannya, maka ia sengaja hendak mencoba. Dengan cepat ia mengirim tiga kali serangan beruntun dengan ilmu silat Hoa-lian-pai. Akan tetapi alangkah herannya ketika melihat gadis itu mengelak dengan gerakan biasa saja, sungguhpun kedudukan dan perubahan kaki Lee Ing menunjukkan ilmu yang aneh dan tinggi.
Hal ini tidak mengherankan. Lee Ing sudah menerima petunjuk-petunjuk dari ayahnya dan sedikit banyak ia telah mempelajari ilmu aneh yang didapat ayahnya dari Gua Siluman. Akan tetapi ia belum dapat mempergunakan ilmu ini dengan baik, maka hanya kedudukan dan perubahan kaki saja yang tepat sedangkan gerakan tangan dan tubuhnya masih dalam posisi ilmu silat biasa yang pernah ia pelajari dari Haminto Losu.
Kalau Yap Lee Nio menghendaki, mudah saja ia merobohkan Lee Ing dengan pukulan-pukulannya. Akan tetapi bukanlah kehendak Hui-ouw-tiap. Melihat Lee Ing tidak berdaya menghadapi serangannya, kembali ia mencengkeram dan kali ini kedua pundak Lee Ing kena ia pegang.
"Apa kau tidak menyerah sekarang?" kata Yap Lee Nio sambil tertawa girang.
Akan tetapi itulah kesalahannya. Ia masih belum sadar bahwa gadis itu biarpun tidak lihai ilmu silatnya, namun hebat ilmu gulatnya. Kalau diserang dengan ilmu silat, memang Lee Ing tidak berapa kuat. Akan tetapi jangan sekali-kali berani memegangnya karena begitu terpegang, ilmu gulatnya keluar dan orang yang memegang menderita kerugian besar.
Demikian pula dengan Yap Lee Nio. Tanpa ia ketahui bagaimana gadis itu bergerak, tiba-tiba pegangannya sudah meleset dari pundak dan sebaliknya pangkal lengannya terpegang, disusul pergelangan lengannya dan sekali lagi tubuh Yap Lee Nio terlempar tanpa ia dapat mencegah lagi, malah terlempar jauh dengan cara aneh dan cepat!
Dengan terheran-heran dan bingung Yap Lee Nio mengeluarkan ilmu ginkangnya yang luar biasa. Ia dapat membalik di udara, berjungkir-balik beberapa kali dan berhasil melayang kembali ke depan Lee Ing. Benar-benar seperti seekor burung walet cepat dan gesitnya.
"Eh, eh, kau mempergunakan ilmu apakah?" tanyanya dengan mata terbuka lebar.
Lee Ing juga kagum sekali melihat kepandaian Yap Lee Nio. Gadis ini tahu diri dan maklum bahwa kalau wanita itu menghendaki, beberapa jurus saja ia akan dapat dihajar roboh, la lalu menjura dan berkata, "Harap bibi jangan main-main dengan aku orang muda. Orang sebodoh aku mana bisa melawan bibi yang lihai sekali ilmu silatnya? Aku hanya bisa sedikit ilmu gulat Mongol, akan tetapi terhadap bibi mana bisa aku membanting?"
Yap Lee Nio makin tercengang mendengar gadis ini pandai ilmu gulat Mongol. "Apakah kau seorang gadis Mongol? Aah, tak mungkin, tulang pipimu tidak malang, hidungmu tidak seperti burung. Kau seorang gadis Han tulen, bukan?" Suara pertanyaan ini terdengar penuh harapan. Biarpun gadis itu cantik jelita dan ia cocok sekali untuk mengambilnya sebagai mantu, kalau ternyata gadis itu seorang gadis Mongol, ia tak mungkin bermantu seorang Mongol! Sementara itu, melihat sikap nyonya ini, timbul kenakalan Lee Ing. la tersenyum manis, tubuhnya digoyang-goyangkan seperti sikap seorang gadis dusun Mongol yang kemalu-maluan, lalu menggigit ciunjuk dengan giginya yang putih dan berkata,
"Aku memang seorang gadis Mongol " Sikap seperti ini dulu sering ia lihat pada diri gadis-gadis
Mongol.
Yap Lee Nio mengerutkan keningnya, kecewa bukan main. "Ah. aku hampir tak dapat percaya. Namamu siapa?"
"Namaku Bayin Kilan. " Lee Ing mengambil nama seorang gadis Mongol yang pernah dikenalnya.
"Aneh.... aneh.... pernah kulihat gadis-gadis Mongol, akan tetapi tidak ada yang seperti kau. Dan bicaramu bukan seperti gadis Mongol.."
Yap Lee Nio menghentikan kata-katanya dan menengok ke kiri. Ia lebih dulu mendengar kedatangan seorang pemuda yang berlari cepat sekali. Melihat orang menengok, Lee Ing ikut pula menengok dan melihat bahwa pemuda itu bukan lain adalah.. Siok Bun, putera Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui!
"Nona Souw Lee Ing. !" Siok Bun memanggil, girang sekali melihat gadis yang sekali bertemu telah
merenggut semangatnya itu berada dalam keadaan selamat di tempat itu.
"Apa...? Kau bernama Souw Lee Ing. ?" Yap Lee Nio bertanya, wajahnya berubah merah sekali dan
dipandangnya Lee Ing dengan pandang mata tajam penuh selidik. "Dan Kau puteri Souw Teng Wi ?"
Karena tadipun ia hanya bergurau dan sekarang namanya sudah disebut oleh Siok Bun, Lee Ing yang biasanya jujur tidak mau main-main lagi. "Memang Souw Teng Wi pendekar besar itu adalah ayahku!" katanya bangga.
"Tiba-tiba Yap Lee Nio tertawa, suara ketawa-nya meninggi dan menyeramkan sekali, kemudian mendadak pula ia menangis terisak-isak menutupi kedua matanya yang mengalirkan air mata. Lee Ing melenggong dan mulutnya celangap saking herannya.
"Kau....kau kenapakah. ?" tanyanya, melangkah maju menghampiri.
"Nona Souw, awas......!" Siok Bun berseru keras dan tubuhnya melayang dekat dan di lain saat senjata gaetannya sudah menangkis pedang di tangan Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio yang ditusukkan ke arah dada Lee Ing! Pemuda itu terhuyung ke belakang dan tangannya tergetar, akan tetapi juga Yap Lee Nio mundur dua langkah. Tingkat tenaga Iweekang mereka seimbang, atau kalau pemuda itu kalahpun tidak berapa banyak.
Lee Ing kaget bukan main. Ia harus mengakui bahwa kalau Siok Bun tidak menangkis serangan itu dadanya tentu sudah disate oleh pedang nyonya aneh ini. Ia menjadi marah sekali.
"Eh, eh, apa kau sudah menjadi gila? Mengapa kau menyerangku? Siapa kau dan apa sih kesalahanku?" bentaknya. Yap Lee Nio melirik ke arah Siok Bun, lalu katanya. "Aku Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio, suamiku Siang- pian-hai-liong Sim Kang sudah dibunuh oleh si keparat Souw Teng Wi ayahmu, maka kau harus mengganti nyawa!" Kembali pedangnya berkelebat ke arah Lee Ing. Gadis itu cepat meloncat ke belakang. Ketika Yap Lee Nio mengejar, bayangan Siok Bun berkelebat dan pemuda ini sudah menghadang di depannya.
Kembali Yap Lee Nio melirik, kini penuh ancaman. "Siapa kau?"
Siok Bun adalah putera suami isteri pendekar yang lihai, ia amat tabah dan juga sikapnya halus. Lebih dulu ia menjura sebelum memperkenalkan diri, lalu menjawab, "Sudah lama siauwte mendengar nama besar Hui-ouw-tiap Yap Lee Nio tokoh Hoa-lian-pai. Siauwte adalah putera Pek-kong Sin-kauw bernama Siok Bun."
Gentar juga hati Hai-ouw-tiap mendengar nama Pek-kong Sin-auw sebagai ayah pemuda tampan ini. Akan tetapi pemuda ini hanya puteranya, betapapun lihai tak mungkin ia kalah. Namun ia tidak berani sembrono menyerang pemuda ini, tidak mau ia menanam bibit permusuhan dengan seorang tokoh besar seperti Pek-kong Sin-kauw Siok Beng Hui dan isterinya, Ang-lian-ci Tan Sam Nio.
"Ayah bundamu dengan aku tak pernah ada permusuhan sesuatu. Sekarang aku hendak membalas dendam kematian suamiku kepada bocah setan anak Souw Teng Wi ini, harap kau mundur dan jangan ikut campur," katanya, suaranya halus.
"Toanio, hal itu tak mungkin. Pertama, Souw-taihiap adalah seorang besar, seorang pahlawan yang patut dihormati dan dikagumi, maka anaknya-pun harus dibela. Ke dua, tidak mungkin aku yang sudah mempelajari ilmu silat, diam saja berpeluk tangan melihat seorang gadis hendak dibunuh oleh orang lain yang mengandalkan kekuatannya, ini sudah menjadi pegangan seorang gagah bahwa kita harus melindungi si lemah dari tindasan si kuat."
Mendengar ini Souw Lee Ing bertepuk tangan memuji. "Nah-nah, kau dengar tidak, kupu-kupu belang? Seorang nenek seperti kau masih harus diberi kuliah oleh orang muda, bahh. sungguh harus malu!"
Muka Yap Lee Nio menjadi pucat saking marahnya. Ia dimaki kupu-kupu belang dan nenek-nenek, padahal banyak orang muda masih memuji kecantikannya. Karena Siok Bun menghalang-halangi, kemarahannya ditumpahkan kepada pemuda ini.
"Pemuda sombong, kau kira kalau sudah menjadi putera Pek-kong Sin-kauw lalu tidak ada orang berani kepadamu? Lihat pedang!" Secepat kilat wanita itu menyerang. Siok Bun tidak berani berlaku lambat karena maklum bahwa nyonya itu memiliki ginkang yang luar biasa sekali. Senjata gaetannya digerakkan dan berkali-kali terdengar suara nyaring dibarengi bunga api berpijar ketika kedua senjata itu bertemu.
Lee Ing diam-diam merasa girang bahwa pancingannya berhasil. Ia memang sengaja hendak mengadu dua orang itu agar mendapat kesempatan melarikan diri. Ia tahu akan kebaikan hati Siok Bun dan kalau ia terlepas dari ancaman Yap Lee Nio, ia masih tidak dapat terlepas dari pertanyaan- pertanyaan Siok Bun. Tentu pemuda itu heran sekali melihat dia berada di situ dan mendesak dengan pertanyaan. Setelah pemuda itu menolongnya, bagaimana dia bisa menutup mulut? Dan dia tidak ingin membuka rahasia Gua Siluman, tidak mau membuka rahasia ayahnya yang sudah dipercayakan kepadanya. Melihat dua orang itu sudah mulai bergerak dan makin lama makin seru pertempuran mereka, Lee Ing mempergunakan kesempatan itu untuk diam-diam pergi dari situ, terus naik ke pegunungan batu karang. Peta itu sudah ia musnahkan akan tetapi sebagai penggantinya, di dalam otaknya sudah hafal dan sudah tergambar peta itu. Ia tahu ke mana ia harus pergi.
Sementara uu, ketika Lee Ing. sudah tidak kelihatan lagi, baru Siok Bun terkejut dan bertanya, "Nona Souw, kau berada di mana..?"
Pertempuran telah berjalan lima puluh jurus lebih, masih belum ada yang dapat mendesak lawan. Mendengar bahwa nona musuhnya itu sudah tidak ada di situ, nafsu bertempur Yap Lee Nio lenyap seketika dan iapun melompat mundur, sedangkan Siok Bun cepat melompat dan lari mencari Lee Ing. Akan tetapi gadis itu tidak kelihatan bayangannya lagi. Juga Yap Lee Nio
mencari dengan maksud lain, namun iapun tidak berhasil, akhirnya Yap Lee Nio tidak sabar lagi dan turun gunung, sedangkan Siok Bun yang merasa khawatir akan keselamatan gadis itu, masih terus berputaran mencari-cari.
Tentu saja dua orang itu tidak dapat mencari Lee Ing. Gadis ini mencari sebuah batu karang yang paling tinggi dan paling besar, berbentuk menara. Dengan berani dan tanpa ragu-ragu ia mendaki naik, melalui sisi sebelah kiri dan merayap terus sampai di puncak kiri. Ia melihat daun-daun pohon tersembul di puncak dan giranglah hatinya. Itulah tanda-tanda di dalam peta tak salah lagi. Tanpa takut-takut ia lalu merayap turun dari puncak batu karang itu melalui tebing yang amat curam.
Orang lain, bagaimana tinggipun kepandaiannya, tak mungkin berani merayap turun ke tebing ini yang sama sekali tidak kelihatan bawahnya. Akan tetapi Lee Ing sudah tahu betul keadaan tebing itu dari peta ayahnya, la melihat ke bawah yang kosong dan hanya ada cabang pohon yang tidak kelihatan pohonnya. Orang lain akan ragu-ragu karena tidak tahu apakah pohon yang tidak kelihatan batangnya itu cukup kuat.
Akan tetapi Lee Ing sudah tahu betul bahwa pohon itu amat kuat biarpun hanya kecil. Tanpa ragu- ragu ia melompat ke cabang itu. Benar saja, cabang pohon itu kuat sekali, batangnya yang putih amat ulet dan keras. Lee Ing merayap terus, berpegang pada batang pohon itu. la bergerak turun melalui tebing curam itu dengan amat hati-hati, akan tetapi dengan tabah. Ia sudah hafal dari petunjuk peta, ke mana kakinya harus melangkah. Memang orang lain akan merasa ngeri kalau belum yakin betul bahwa batu yang diinjaknya cukup kuat dan takkan terlepas. Sekali tergelincir, tubuh akan melayang jatuh ke bawah, ke permukaan air laut ganas yang dalamnya dari tempat itu ada ratusan kaki!
Sambil melangkah Lee Ing menghitung. Pada langkah ke tujuh puluh tujuh, sudah dekat dengan permukaan laut yang menggelombang ganas, ia melihat gua berbentuk tengkorak miring. Mulut gua merupakan telinga tengkorak itu dan lebarnya ada satu setengah tombak, bentuknya lonjong. Keadaannya gelap sekali. Amat sukar bagi Lee Ing untuk melangkah ke gua ini, karena air laut yang sedang mengganas itu melontarkan ombak yang tingginya hampir sampai di kakinya. Akan tetapi dengan keberanian luar biasa gadis yang selalu ingat akan kesengsaraan ayahnya itu terus mendekati gua kemudian melompat ke dalam telinga tengkorak besar itu.
Gelapnya bukan main setelah ia melangkah masuk. Jangankan hendak melihat isi gua, melihat tangan sendiri saja tidak kelihatan. Lee Ing tidaK menjadi gugup. Ia sudah bersiap sedia untuk mengatasi kesukaran ini. Dikeluarkannya sebuah lilin dan batu api dan sebentar saja ia sudah memegang sebatang lilin yang menyala terang. Ia harus menutupi lilin itu dengan tubuhnya untuk melindungi api dari pada tiupan angin kencang yang datang dari laut. Dinginnya bukan kepalang. Akan tetapi Lee Ing melangkah maju terus pantang mundur. Setelah melangkah maju kurang lebih seratus tindak ke dalam gua yang merupakan terowongan panjang itu, ia tiba di jalan simpang empat. Menurut peta ayahnya, ia harus membelok ke kanan, akan tetapi tiba-tiba ia mendengar suara di sebelah kiri. Lee ing seorang gadis tabah sekali. Mendengar suara ini, ia mengalihkan perhatian ke kiri dan otomatis kakinya membelok ke kiri. Suara itu makin terdengar nyata, seperti desis dan terasa olehnya angin perlahan bertiup dari depan.
Keheranannya bertambah dan ia melangkah terus. Tibalah ia di depan sebuah pintu batu yang berbentuk bundar. Nyata sekali guratan pintu itu dan dari balik pintu inilah keluar suara mendesis dan angin itu. Lee Ing mendorong pintu dengan tangan kiri, ternyata daun pintu mudah saja dibuka. Tangan kanannya tetap memegang lilin itu tinggi-tinggi di atas kepala, matanya memandang ke depan.
Di balik pintu itu ternyata merupakan sebuah ruangan yang bentuknya bulat pula. Di tengah ruangan terdapat meja batu berwarna putih dan di atas meja itu terletak sebatang pedang yang sudah terhunus dari sarungnya. Sarung pedang menggeletak di samping pedang. Pedang itu mengeluarkan cahaya putih berkilauan seakan-akan terbuat dari pada mutiara. Lee Ing kaget dan girang sekali. Tak salah lagi dan tak dapat diragukan lagi, itu tentu sebuah pedang pusaka. Ia melangkah lebih dekat dan menjulurkan tangan yang memegang lilin ke depan untuk memandang lebih teliti.
Tiba-tiba... "Sssssstttt !" Uap putih menyambar, angin berkesiur membuat api lilin di tangannya
bergoyang-goyang. Lee Ing mengangkat kepala memandang ke depan. Matanya terbelalak lebar, lilin yang dipegangnya terlepas dari angan dan padam! Gadis itu cepat menyambar pedang terhunus tadi dan melompat ke belakang. Di dalam gelap tangannya meraba-raba saku mengeluarkan lilin dan batu api lain. Apa yang dilihatnya tadi benar-benar membuat semangatnya terbang melayang saking kaget dan takutnya.
Ternyata bahwa yang bersuara mendesis itu adalah dua ekor ular yang besarnya hanya dapat ditemukan dalam alam mimpi. Segera ia menyalakan lilin ke dua dengan tangan gemetar. Setelah lilin terpasang, Lee Ing mengangkat lilin dengan tangan kiri dan pedang di tangannya sudah siap di depan dada.
la memandang dan melihat dua ekor ular besar itu masih seperti tadi, mengangkat kepala tinggi- tinggi dan mendesis-desir, akan tetapi tidak berpindah dari tempatnya. Ketika ia memandang lebih teliti, ternyata olehnya bahwa dua ekor ular raksasa itu berada dalam keadaan terbelenggu oleh rantai baja yang panjang dan besar. Siapa orangnya yang dapat membelenggu dua ekor ular sehebat itu, hanya setan yang tahu! Ular itu mekar di bagian lehernya seperti ular kobra, hanya luar biasa sekali besarnya, tubuhnya seperti batang pohon cemara.
Lee Ing timbul keberaniannya setelah melihat bahwa dua ekor binatang raksasa itu terbelenggu, la melirik ke arah sarung pedang dan baru terlihat olehnya ada corat-coret di atas meja batu itu. la mendekat dan menerangi dengan lilin. Itulah tulisan tangan yang dibuat dengan mengguratkan jari di atas permukaan meja batu, terang dar besar.
SETELAH DAPAT MEMBEBASKAN DUA EKOR ULAR BARU BOLEH MENGAMBIL PEDANG DAN TAMAT BELAJAR.
Demikian bunyi huruf-huruf itu. Cepat Lee Ing menaruh kembali pedang terhunus tadi di atas meja di dekat sarung pedang, la memandang kearah ular, heran memikirkan bagaimana ular itu dapat hidup dalam keadaan terbelenggu. Tiba-tiba seekor di antara ular-ular itu menggerakkan kepala ke bawah dan tak lama kemudian kepalanya kelihatan lagi, sekarang sudah menggigit seekor ikan sebesar paha. Kiranya air laut mencapai tempat itu dari lubang di batu karang yang besar dan kalau air pasang, ikan-ikan laut terbawa masuk. Ikan-ikan itulah yang menjadi santapan dua ekor ular raksasa ini.
Lee Ing cepat mundur, keluar dari kamar ular dan menutup pintunya. Bagaimana mungkin membebaskan dua ekor ular itu? Akan tetapi, kalau orang sudah bisa membelenggu, tentu dapat pula membebaskannya. Dan ini membutuhkan kepandaian yang tinggi. Lee Ing amat cerdik. Ia dapat menangkap maksud orang sakti yang dahulu menjadi penghuni gua ini. Dua ekor ular ini selain bertugas menjaga dan menakut-nakuti orang yang datang ke gua ini. juga sekalian dipergunakan untuk ujian bagi murid yang hendak menamatkan pelajarannya. Dan pedang ini merupakan hadiah tamat belajar! Mengapa ayahnya tidak menyebut-nyebut adanya dua ekor ular ini dalam petanya?
"Tentu ayah sudah melihatnya pula, akan tetapi tidak dapat membebaskannya, buktinya ayah tidak mengambil pedang ini. Ayah hanya memberi petunjuk tentang jalan masuk ke Gua Siluman, sama sekali tidak menceritakan keadaan di dalamnya, aku harus berlaku hati-hati."
Lee Ing kembali ke terowongan dan tiba di jalan simpang empat tadi. Kini ia mengambil jalan seperti disebutkan dalam peta, yaitu dari jalan semula ia membelok ke kanan. Lilin itu masih menyala dan diangkat tinggi-tinggi di atas kepala. Ia berlaku hati-hati sekali dan dengan penuh perhatian memandang ke kanan kiri, melihat kalau-kalau di sepanjang dinding batu di kanan kiri ada apa- apanya.
Benar saja sangkanya bahwa ia akan menemukan sesuatu. Setelah ia melangkah tiga puluh tindak, mulai kelihatan huruf-huruf yang diukir pada dinding batu karang. Tulisannya berbeda dengan tadi bentuknya dan ia mengenal tulisan ayahnya. Gadis ini sudah hafal akan tulisan ayahnya karena banyak kitab berisikan tulisan ayahnya berada di tangan Haminto Losu.
Ia berhenti sebentar dan membaca tulisan ayahnya di bagian dinding terdekat. Dengan lilin didekatkan pada dinding, ia membaca beberapa huruf berupa sajak. Tiba-tiba tubuhnya bergoyang- goyang dan gadis itu menangis tersedu-sedu Sekali lagi dibacanya sajak ayahnya itu dengan isak tertahan.
Berjuang mempertaruhkan nyawa demi membela nusa dan bangsa!
Isteri pujaan menanti di utara
bersama seorang puteri ataukah putera? Namilana. dewi pujaan kalbu...
masih ingatkah kau akan daku. ?
Mengapa kau tidak datang mencariku? Di mana kau. di mana kau Namilana
isteriku?
Hati Lee Ing terharu sekali dan kembali ia teringat akan keadaan ayahnya. Terbayang betapa ayahnya dibikin buta oleh Kai Song Cinjin. Saking tak dapat menahan keharuan dan kesedihan katinya, Lee Ing terguling dan roboh pingsan, api lilinpun padam!
Ketika siuman kembali dari pingsannya, Lee Ing segera mencari lilinya yang tadi terlempar dan padam. Keadaan di situ tidak gelap benar, remang-remang karena ada cahaya matahari masuk. Dinyalakannya lilin yang sudah didapatnya kembali itu dan ia melanjutkan penyelidikannya. Di ujung terowongan yang penuh tulisan ayahnya ini ia mendapatkan sebuah meja penuh kertas yang sudah dicoret-coret, ada gambar-gambar orang bersilat, ada tulisan sajak-sajak yang makin diperiksa makin tidak karuan bunyinya, seakan-akan membayangkan kekusutan dan kekacauan pikiran ayahnya.
Selain ini ia mendapatkan pula sebatang pit (pensil) yang gagangnya terbuat dari pada baja murni. Jelas bahwa pit ini selain dipergunakan untuk menulis, juga dapat dipakai sebagai senjata penotok yang cukup kuat dan panjang. Lee Ing mengambil pit ini karena ia pikir, lebih baik mempunyai senjata dalam tempat mengerikan ini dari pada bertangan kosong.
Ketika ia maju terus ke arah ruang yang tadinya dijadikan kamar ayahnya, tiba-tiba dari pintu menyambar sebuah benda hitam kecil panjang ke arah lehernya. Lee Ing kaget bukan main, cepat ia mengelak dan dijaganya agar lilin yang dipegangnya tidak padam. Ternyata benda itu adalah seekor ular hitam yang kini berenggak-lenggok di atas lantai, siap untuk menyerangnya lagi.
Gadis itu bergidik. "Tempat berbahaya," pikirnya "pantas saja ayah melarang aku bicara tentang Gua Siluman." Akan tetapi ia sudah siap-siap dan ketika ular itu tiba-tiba mengangkat kepala dan bagaikan seekor naga dapat melompat untuk menyerang lehernya, ia menebasnya dengan pit baja itu.
"Tak!" Ular itu terlempar dengan kepala remuk, tubuhnya menggeliat-geliat dalam sekarat.
Lee Ing jalan terus memasuki pintu ruangan batu yang ternyata merupakan sebuah "kamar" yang cukup bersih dan menyenangkan. Juga pada dinding kamar ini penuh tulisan ayahnya. Yang paling menyenangkan hatinya, pada dinding ini terdapat sebuah "jendela" yang berbentuk bulat lonjong. Sinar matahari dan hawa masuk dari lubang ini. Ketika ia menjenguk keluar, ia meletkan lidah karena ia melihat gelombang laut amat dahsyat menghantam pantai karang, menimbulkan buih-buih keputihan yang bentuknya seperti setan-setan kelaparan yang hendak mendaki pantai karang itu. Benar-benar pemandangan yang amat menyeramkan dan menakutkan.
"Aku harus membuat penutup lubang ini," pikirnya. Karena takut bangkai ular tadi akan menimbulkan bau busuk kalau sudah membusuk, Lee Ing mengambilnya dengan pit dan melemparkan keluar jendela. Setelah itu ia kembali lagi ke lorong simpang empat dan kini melanjutkan penyelidikannya ke depan. Lorong itu makin lama makin sempit sampai ia terpaksa berjalan dengan membungkuk. Setelah berjalan seperempat lie lebih, jalan menjadi sedemikian sempitnya sampai gadis itu terpaksa harus merangkak. Lebih dari seratus langkah ia merangkak dan akhirnya lorong menjadi tinggi lagi, lebarnya ada tiga kaki, tingginya sampai dua kaki lebih tinggi dari kepala Lee Ing.
Lee Ing maju terus dan tiba-tiba ia amat terkejut mendengar suara luar
biasa sekali, datangnya dari kanan kiri. Suara itu mirip suara wanita menangis dan laki-laki meraung duka dan tiba-tiba api lilinnya padam. Bulu tengkuk Lee Ing berdiri semua karena segera ia merasa angin bertiup perlahan, seperti tangan-tangan halus mengusap muka dan lehernya. Hui tangan-
tangan iblis dan siluman, pikir Lee Ing yang menjadi takut juga. Gadis ini semenjak kecil dilatih berjiwa gagah perkasa tak kenal takut, akan tetapi memasuki Gua Siluman ini benar-benar membuat ia bergidik ketakutan.
Dengan tangan menggigil, setelah angin itu lenyap, Lee Ing menyalakan lilin lagi. Akan tetapi baru saja menyala, datang lagi suara-suara itu, kini suaranya menggelegar seperti ada orang-orang disiksa dan menangis meraung-raung kesakitan, angin kembali bertiup dan lilinnya padam. Kini bukan hanya tangan-tangan halus yang mengusap muka dan lehernya, bahkan agaknya ada siluman yang begitu kurang ajar untuk meludahinya karena muka dan lehernya menjadi basah-basah, baunya memuakkan dan terasa asin pada bibirnya! Lee Ing timbul marahnya dan untung baginya kalau ia marah. Karena kemarahanlah obat satu- satunya yang amat manjur untuk mengusir rasa takut. Ia merasa dipermainkan dan dihina, sampai- sampai muka dan mulutnya diludahi. Setan atau iblis, siluman atau apa saja tidak boleh menghinanya sampat begini!
"Siluman jahat, kau berani menghinaku? Keluarlah, mari kita bertanding sampai seribu jurus!" Lee Ing menjerit-jerit marah sambil memegang pit peninggalan ayahnya itu erat-erat. Akan tetapi suaranya hanya dijawab oleh suara-suara meraung aneh yang kini datang dari kiri kanan depan belakang, bahkan dari depan ada suara iblis mentertawakannya! Beberapa kali ia menyalakan lilin akan tetapi beberapa kali padam lagi. Akhirnya ia melangkah maju terus tanpa penerangan lilin. Ia hendak mencari siluman itu untuk mengadu nyawa!
Aneh sekali, setelah ia bertemu sebuah tikungan dan membelok, suara-suara dan angin itu lenyap. Ia menyalakan lilin melakukan penyelidikan. Baru ia ketahui bahwa di lorong yang dilaluinya tadi, kanan kirinya terdapat lubang-lubangan dan angin menyambar dari lubang-lubang yang seperti lubang sarang tawon ini. Juga suara-suara aneh itu timbul karena tiupan angin melalui lubang-lubang inilah! Bahkan apa yang disangkanya air ludah siluman itu bukan lain adalah air laut y ang memercik ke atas terbawa angin memasuki lubang-lubang itu. Pantas saja baunya amis dan rasanya asin.
Setelah maju beberapa puluh langkah lagi. sampailah ia di depan sebuah ruangan berbentuk suara mendesis tadi yang disangkanya keluar dari
kamar seperti bekas kamar ayahnya tadi, akan tetapi kamar ini lebih besar Lee Ing mengangkat lilin tinggi-tinggi dan masuk dengan hati-hati. Begitu ia melangkahkan kaki memasuki ruangan ini, matanya terbelalak dan untuk kedua kalinya ia merasa ngeri dan takut. Apa yang dilihatnya?
Lantai kamar itu kotor dan penuh batu-batu karang tajam meruncing di rnana kelihatan empat ekor ular belang yang beracun. Pada dinding kamar penuh dengan lukisan orang dalam bermacam- macam sikap, ada yang terlentang, ada yang bersila dan banyak sekali yang sedang bersilat dengan gerakan aneh sekali, bukan seperti orang bersilat, lebih pantas discbui gerakan badut dalam menari- nari. Akan tetapi yang paling menarik perhatian Lee lpg pada saai itu dan membuatnya merasa ngeri adAlah sebuah rangka manusia yang terlentang di atas sebuah dipan batu.
Pada saat Lee Ing sedang bengong memandang ke arah tengkorak itu, tiba-tiba terdengar suara mendesis di sebelah kanannya, la menengok dan... gadis ini mengeluarkan jerit perlahan saking kagetnya dan otomatis kakinya melompat ke kiri. Ternyata, dekat sekali di sebelah kanannya berdiri sebuah rangka manusia lagi dengan sepasang mata bolong yang hitam bundar dan besar seakan- akan melotot kepadanya, mulutnya meringis menyeramkan. Yang amat mengejutkan hati Lee Ing adalahmulut tengkorak itu.
Kalau memang demikian halnya, tidak bisa lain bahwa tengkorak ini tentulah iblis penjaga Gua Siluman. Baiknya ia segera melihat seekor ular yang melingkar di pilar batu karang dan mendesis- desis mengancamnya. Melibat ular ini timbul keberanian Lee Ing. Gadis ini memang tidak kenal takut kalau menghadapi mahluk hidup yang bagaimana menyeramkan sekalipun, asal jangan dia disuruh menghadapi iblis-iblis jadian atau siluman-siluman yang mengerikan!
"Kau mengagetkan orang saja!" bentak Lee Ing, pitnya bergerak dan di lain saat ular kecil itu sudah berkelojotan dengan kepala pecah terpukul pit baja.
"Aku harus bersihkan tempat ini dari ular-ular itu," pikir Lee Ing. la tidak mau bekerja kepalang tanggung. Ia takkan dapat melakukan penyelidikan dengan seksama sebelum membasmi ular-ular ini yang amat berbahaya. Segera ia bergerak ke sana ke mari dan pit bajanya menghancurkan kepala semua ular yang berada di situ. Sebentar saja tujuh ekor ular mati dan bangkainya dibuang oleh Lee Ing melalui jendela yang tadi.
Setelah tempai itu bersih dari ular, Lee Ing mulai melakukan penyelidikan Alangkah girang hatinya ketika pada kamar ke dua inipun ia mendapatkan sebuah "jendela", bahkan jendela ini ada tutupnya, yaitu batu-batu tipis bundar yang dapat dilepas dan ditutupkan pada jendela. Begitu batu itu dilepas, kamar ini menjadi terang oleh cahaya matahari yang masuk melalui lubang jendela. Lee Ing segera meniup padam lilin yang dipegangnya dan menyimpannya. Ia harus menghemat pemakaian lilin, karena ketika memasuki gua, ia hanya membekal sepuluh batang. Baiknya di waktu siang tak perlu ia menyalakan lilin.
Lee Ing mulai melakukan penyelidikan. Ketika ia memperhatikan, lukisan lukisan di dinding yang amat luas itu banyak sekali macamnya dan dimulai dari pintu ruangan terus memutar ke kanan sampai di pintu lagi. Dari tanda-tanda tulisan di situ ia dapat mengetahui bahwa lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan itu adalah pelajaran Imu silat yang luar biasa anehnya dan lengkap, dimulai dari tingkat pertama sampai tamat. Namun sekali pandang saja gadis ini dapat menduga bahwa untuk mempelajari ilmu silat ini bukanlah hal yang mudah. Sikap dan gerakan yang dilukiskan benar-benar amat sukar diikuti dan membutuhkan pencurahan pikiran dan latihan yang tekun tak kenal bosan. Maka dapat dibayangkan betapa girang hatinya.
Kemudian ia memperhatikan dua buah rangka manusia yang berada di ruangan itu. Di utara ia sering kali melihat rangka manusia dan ketika mempelajari dasar-dasar ilmu silat, oleh kakeknya Haminto Losu ia diberi penjelasan tentang letak-letak tulang, sambungan tulang dan otot-otot penting. Oleh karena itu, Lee Ing tahu bahwa rangka yang rebah di atas pembaringan batu itu adalah rangka seorang wanita sedangkan rangka yang berdiri adalah rangka seorang laki-laki.
Anehnya, rangka laki-laki itu masih dapat berdiri lurus dan lebih mengherankan lagi kedudukan kedua kaki rangka ini seperti orang memasang kuda-kuda ilmu silat, sedangkan tangannya juga dalam keadaan bengkok, yang kanan jari-jarinya menghadap ke bawah dan yang kiri menghadap ke atas! Bagaimana sebuah rangka dapat berdiri dan lengannya dapat bengkok seperti itu? Hal ini selama hidupnya belum pernah disaksikan oleh Lee Ing dan menurut teori juga tidak mungkin tulang-tulang itu masih bersambung dan kuat berdiri tanpa sandaran.
Ketika ia memeriksa lebih dekat, ia terkejut sekali karena tulang-tulang itu seperti berisi sesuatu yang aneh. Tentu orang ini dahulunya seorang manusia sakti yang sudah dapat membuat tulangnya kuat sekali dan terisi semacam hawa sinkang yang hebat sehingga setelah mati tulang-tulang itu seperti lengket sambungan-sambungannya dan menjadi kaku! Ini hanya dugaannya saja.
Setelah puas menyelidiki dua rangka manusia itu, Lee Ing menghampiri sebuah lubang besar yang berbentuk almari dan di situ ia menemukan dua buah kitab yang sudah kuning. Kitab pertama pada sampulnya terdapat tulisan tangan yang kasar dan mengandung tenaga, berbunyi:
Riwayatku yang busuk, contoh seorang yang dikuasai oleh nafsu sendiri.
Di bawah tulisan ini terdapat nama si penulis: Bu-beng Sin-kun (Tangan Sakti Tiada Bernama). Ketika Lee Ing membuka lembaran kitab ini, ia mendapat kenyataan bahwa itu adalah sebuah catatan harian dari seorang jago silat. Kitab ke dua adalah sebuah kitab catatan-catatan tentang ilmu silat yang dilukis di atas dinding.
Karena keadaan mulai gelap dan senja telah mendatang, Lee Ing lalu membawa dua buah kitab itu, menutup jendela batu dan keluar dari kamar yang menyeramkan ini, kembali ke kamar ayahnya yang akan ia jadikan kamarnya untuk berlatih ilmu silat yang terlukis pada dinding. Melihat banyaknya tulang-tulang ikan di depan kamar ayahnya, ia tahu bahwa selama berada di situ ayahnya hidup dari daging ikan. Maka iapun tidak merasa khawatir. Malam itu ia boleh menahan lapar dan besok ia akan mencari ikan. Teringat akan keadaan dua ekor ular besar, ia percaya bahwa di dalam Gua Siluman ini tentu terdapat tempat-tempat di mana ikan laut mudah ditangkap.
Ia menyalakan lilin dan mulailah ia membaca kitab harian Bu-beng Sin-kun. Segera ia tertarik sekali dan hampir semalam suntuk ia tidak tidur, terus membaca kitab itu sampai habis.
Menurut catatan-catatan harian itu, diceritakan bahwa dahulu, entah berapa puluh atau ratus tahun yang lalu disebutkan di situ. Bu-beng Sin-kun bersama suhengnya yang disebut Coa-suheng, mencinta seorang gadis. Adik dan kakak seperguruan yang tadinya hidup rukun dan saling mencinta itu, setelah adanya gadis ini lalu bermusuhan dan berebutan, bersaing dan berlumba memperebutkan hati si jelita. Akan tetapi si jelita agaknya memilih Coa-suhengnya itu seperti terbukti dari catatan yang berbunyi:
". sayang sekali Li Lian tidak mengacuhkan aku dan agaknya tertarik oleh ketampanan wajah Coa-
suheng. Kebencian terhadap Coa-suheng makin meluap. Pada suatu hari aku tantang suheng. Kami bertempur sampai lima ratus jurus. Agaknya suheng tidak tega membunuhku, dia lengah dan.. pedangku menembus dadanya! Coa-suheng tewas dan Li Lian kubawa dengan paksa. Dia tetap tidak mau, terpaksa kubawa ke gua ini.."
Lee Ing menarik napas panjang, kasihan mengingat nasib orang she Coa itu. Hemm, pikirnya. Orang yang menyebut diri Bun-beng Sin-kun ini ternyata seorang yang tidak baik hatinya.
". aku menyesal sekali," demikian Lee Ing membaca lebih lanjut. "Semua ini salah Li Lian. Aku sudah
membuat obat Mati Dua Hari yang kubungkus kain merah, aku menyuruh Li Lian minum untuk membuktikan siapa di antara aku dan suheng yang lebih mencinta. Akan tetapi ia menolak sehingga aku terpaksa menantang suheng berkelahi mati-matian. Aku tahu suheng tidak cinta kepadanya, akan tetapi Li Lian mencinta suheng mati-matian, dan aku. akupun mencinta Li Lian yang sebaliknya
tidak cinta padaku.."
Kembali Lee Ing menarik napas. "Tolol," pikirnya, "mengapa mencinta orang yang tidak membalas cintamu? Kau menyiksa diri sendiri." Akan tetapi ia amat tertarik dan membaca terus.
"..... Li Lian.... aku hanya mengharapkan sedikit kasihan darimu.. akan tetapi kau benar tega sekali...gadis pujaanku ini selalu berduka dan sebulan kemudian meninggal dunia karena duka nestapa..... wahai, hancur hatiku, lemah seluruh tubuh.... aku menanggung derita ini "
Tak terasa lagi Lee Ing mengusap matanya yang menjadi basah. bagaimanapun juga, ia merasa kasihan kepada orang itu. Mengapa hati Li Lian demikian kaku? Apakah Bu-beng Sin-kun itu demikian buruk rupanya maka menimbulkan kebencian? Ataukah demikian besar cintanya terhadap orang she Coa sehingga ia menjadi sakit hati terhadap Bu-beng Sin-kun?
"...aku jadi gila. Hari ini tubuh yang cantik Jelita dari Li Lian mulai membusuk. Cairan berwarna kuning keruh menetes-netes turun dari bangku batu. Bau yang amat busuk membuat aku sukar bernapas. Hampir aku mati karena itu, kupecahkan dinding, kubuat jendela agar bau itu dapat terbang keluar. Aku tak kuat lagi.... Li Lian, kau bawalah aku serta " Bergidik bulu roma Lee Ing membaca bagian ini dan ia menengok ke kanan kiri, takut kalau-kalau dua rangka itu berubah menjadi iblis dan memasuki kamarnya. Akan tetapi ia amat tertarik dan membaca terus.
"Dasar Thian Maha Adil. Aku harus menjalani hukuman hebat. Sebulan lebih aku hidup mendampingi mayat kekasihku yang membusuk, sampai cairan kuning itu menjadi ulat-ulat putih kuning gemuk beratus, beribu banyaknya. Ulat-ulat itu merayap-rayap di kakiku, di tanganku, tak kuganggu... aku tahu ulat-ulat itu penjelmaan dari darah dan daging Li Lian kekasihku.. sampai bau busuk itu tak terasa lagi olehku."
Kembali Lee Ing menarik napas panjang. "Jarang ada laki-laki sedemikian hebat cinta kasihnya "
Kebenciannya terhadap Bu-beng Sin-kun yang lelah membunuh suheng sendiri karena memperebutkan wanita mulai hilang.
".... hari ini aku seperti baru sadar dari mimpi buruk. Kupeluk dan kubelai-belai rambut panjang kekasihku, kutatap wajahnya yang sudah menjadi tengkorak. Kulit daging sudah habis, hanya tinggal tulang-tulangnya saja. Akan tetapi apa bedanya? Rangka Li Lian, kekasihku aku makin lemah akan
tetapi dalam kelemahan ini aku mendapatkan hawa ajaib memasuki tubuhku. Kalau kupergunakan hawa itu. sekali tusuk saja jari-jariku memasuki batu-batu karang yang paling keras. Sekali mengibaskan tangan, hawa pukulan membuat batu karang hancur berantakan! Aku tak dapat hidup lagi, akan tetapi ilmu ini sia-sia saja kalau kubawa mati "
Pada lembar terakhir, tahulah Lee Ing bahwa coretan-coretan berupa gambar dan tulisan pada dinding itu adalah buatan Bu-beng Sin-kun dan bahwa rangka laki-laki yang masih berdiri tegak itupun adalah rangka Bu-beng Sin-kun.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lee Ing sudah berada di kamar maut itu. la mencari-cari lagi dan menemukan segumpal besar rambut yang halus hitam dan panjang. Rambut ini masih berbau sedap dan terlilit pada lengan tengkorak Bu-beng Sin-kun. Selain itu. juga Lee Ing menemukan bungkusan kecil merah yang terisi bubuk berwarna hijau. Pada bungkusan ini terdapat tulisan: " Bubuk Obat Mati Dua Hari". Entah untuk apa, hampir tanpa ia sadari Lee Ing menyimpan bungkusan merah ini.
Kemudian ia lalu mulai memperhatikan lukisan-lukisan pada dinding dari bagian pertama dekat pintu. Alangkah girangnya ketika ia mendapat kenyataan bahwa ilmu silat yang terlukis di situ adalah ilmu silat yang pernah ia pelajari dari ayahnya, walaupun hanya beberapa jurus saja. Tak salah lagi, ayahnva lelah mempelajari ilmu silat luar biasa di dalam kamar ini. Akan tetapi mengapa ayahnya menjadi gila? Teringat ia akan kata-kata terakhir dari Bu-beng Sin-kun di dalam buku catatannya.
". dia yang berjodoh boleh mewarisi ilmu silatku ini. Akan tetapi jangan dia yang terkena penyakit
rindu seperti aku mempelajarinya. Ilmu silat ini adalah Ilmu Silat Si Gila Merindu. Aku takkan menjadi segila ini kalau dulu sudah menamatkan ilmu silat ini. yang sebagian besar kudapatkan di samping mayat kekasihku. Aku takkan kalah oleh nafsu. Hanva dia yang bersih dari nafsu dan cinta berahi boleh mempelajari ilmu ini "
"Aku tahu sekarang." pikir Lee Ing. "ayah memasuki gua ini dalam keadaan rindu kepada ibu. dalam keadaan berduka dan lemah batinnya. Tanpa disengaja ayah mempelajari ilmu ini dan sebelum tamat, ayah sudah terpengaruh pikirannya. Keadaannya yang sengsara, ditambah rindu, dendam kepada ibu, ditambah lagi kehancuran hatinya karena dianggap pemberontak padahal dia seorang patriot besar, lalu terutama sekali ditambah sifat pelajaran ilmu silat yang mengandung pengaruh aneh, telah membuat ayah tidak kuat dan menjadi gila...! Sayang sekali !" Kalau bukan seorang yang berhati besar dan mempunyai nyali besar di samping kecerdikan dan ketekunan, takkan sanggup mempelajari ilmu silat hanya dari lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan di dinding tanpa ada orang yang membimbingnya. Dipandang sepintas lalu saja memang ilmu silat itu seperti ilmunya orang gila. Mana ada ilmu silat yang menurut gambarnya, si murid harus duduk menangis, membanting-banting kaki, mengurut-urut dada dan menjambak-jambak rambut seperti orang gila menangisi sesuatu? Malah ada yang diharuskan tertawa sambil menangis.
Akan tetapi, setelah satu tahun belajar di situ, bukan main girangnya hati Lee Ing. Semua lukisan itu bukan lelucon, juga bukan perbuatan gila, karena di situ mengandung sifat menyerang yang dilakukan dengan Iweekang luar biasa. Memang agaknya ada hawa ajaib di dalam kamar itu bagi orang yang mempelajari ilmu silat. Entah itu disebabkan oleh hawa dua rangka yang tadinya orangnya mati dan membusuk sampai menjadi rangka di situ, entah karena hawa sinkang yang ditinggalkan oleh Bu-beng Sin-Kun, akan tetapi melatih Iweekang di kamar ini benar-benar mendatangkan kemajuan yang luar biasa. Mungkin juga makanan merupakan sebab penting. Setiap hari Lee Ing makan daging ikan yang bentuk badannya seperti ular, kepalanya seperti kepala singa dan ada dua tanduknya.
Ikan-ikan sebesar lengan ini yang terbanyak bisa ia dapatkan di samping ikan-ikan lain. Akan tetapi, daging ikan aneh ini yang paling gurih dan enak maka Lee Ing selalu menangkap ikan-ikan ini. Seperti dugaannya, tidak sukar mendapatkan ikan di dalam gua. Di dekat kamar ular itu terdapat banyak lubang-lubang besar dan air laut sering kali memasuki tempat-tempat ini. membawa ikan-ikan dan meninggalkan ikan ikan itu di situ, tinggal
menangkapi saja.
Dengan penuh ketekunan Lee Ing setiap hari mempelajari ilmu silat peninggalan Bu-beng Sin-kun dan makin lama menjadi makin bersemangat
dan gembira karena mendapat kenyataan bahwa ia telah menemukan serangkaian ilmu-ilmu kesaktian yang luar biasa. Selain ilmu silat yang gerakan-gerakannya aneh dan lucu namun memiliki daya hebat, juga di situ terdapat latihan-latihan Iwee-kang, peraturan bernapas, membersihkan darah dan tulang dan di pojok ruangan terdapat lukisan lukisan yang merupakan pelajaran llmu Tiam-hiat-hoat (Menotok Jalan Darah) yang luar biasa pula.
Memang tidak mudah mempelajari itu semua tanpa petunjuk seorang guru. Akan tetapi rangka Bu- beng Sin-kun yang berdiri di dalam ruangan ini dianggap guru oleh Lee Ing. Tiap sekali ia menghadapi kesukaran, tidak dapat menangkap arti sebuah jurus silat, ia berlutut di depan rangka Bu-beng Sin kun dan berdoa,
"Suhu, teecu mohon petunjuk suhu. " Dan ia lalu bersamadhi di depan rangka ini sampai pikiran
dan hatinya menjadi tenang dan terang. Biasanya setelah cukup lama ia bersamadhi lalu menujukan semua pikiran, dicurahkan kepada jurus yang sulit itu, akan terbukalah mata hatinya dan ia akan dapat memecahkan kesulitan mempelajari jurus itu.
Dua tahun kemudian pelajarannya sudah sampai di tengah-tengah dinding ruangan itu. Pada suatu hari, pagi-pagi sekali ia sudah memasuki kamar yang masih gelap Dinyalakannya lilin dan ditaruhnya di atas batu dekat bangku panjang di mana tergolek rangka manusia yang dahulu adalah si gadis Li Lian yang cantik jelita. Mulailah Lee Ing berlatih, membaca semua catatan yang tertulis di atas dinding lalu mempelajari gambar-gambarnya. la meniru semua gerakan gambar yang terlukis di situ, dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan. Sehari penuh ia belajar, lupa untuk mengisi perutnya, karena yang ia pelajari itu adalah bagian- bagian yang amat menarik hati, la belajar dari pagi gelap, sampai datang malam gelap pula. Dinyalakannya lagi lilin dan Lee Ing melanjutkan latihannya. Sudah habis sebaris lukisan ia pelajari akan tetapi ia tertumbuk kepada kesulitan besar Bangku rangka itu terletak merapat dinding, menutupi sebagian dari pada tulisan keterangan tentang ilmu yang sedang dilatihnya. Betapapun ia memeras otak, tetap saja ia gagal menangkap arti gambar yang kelihatan di dekat bangku rangka itu. Akhirnya Lee Ing takluk dan ia duduk mengaso di atas batu.
"Besok terpaksa harus kubongkar meja itu. Akan tetapi rangka Li Lian bagaimana? Tidak ada jalan lain, paling baik kukuburkan," pikir Lee Ing. la lalu meninggalkan kamar itu, kembali ke kamarnya untuk beristirahat dan makan.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lee Ing sudah kelihatan bekerja keras, menggali lubang di lantai kamar maut. Cara gadis ini menggali lantai yang terdiri dari batu karang dan pasir, sungguh luar biasa sekali. Gadis ini tidak mempunyai senjata, hanya menggunakan ujung gagang pit ayahnya. Dengan baja kecil ini ia mencokeli batu-batu karang dengan amat mudah, seakan-akan ia menggunakan cangkul mencongkeli tanah lempung berlumpur saja! Semua ini tidak terasa oleh Lee Ing sendiri yang merasa biasa dan tidak ada keanehan apa-apa.
Akan tetapi kalau orang lain yang menyaksikannya, tentu orang akan menjadi heran dan kagum sekali. Tanpa memiliki tenaga dalam yang hebat, tak mungkin orang akan dapat menggali lubang pada lantai sekeras itu, apa lagi kalau hanya menggunakan kuku-kuku jari dan dibantu oleh sebatang gagang pit baja! Tanpa ia sadari sendiri, dalam dua tahun ini Lee Ing telah memperoleh kemajuan yang langka dan sukar dipercaya.
Setelah menggali lubang cukup dalam. Lee Ing menghampiri meja panjang atau bangku itu, lalu berkata, "Li Lian cici. harap kau tidak menganggap aku lancang dan kurang ajar. Selain kau dan bangku ini menghalangi coretan dinding, juga kurasa lebih baik kalau rangkamu ini ditanam, bukan? Asal dari tanah kembali menjadi tanah. Kau mengasolah tenang-tenang cici Li Lian yang buruk nasib."
Ia menggunakan tangan kanan memegangi bangku, tangan kirinya dengan jari tangan diluruskan semua mengibas ke arah kaki bangku dan.... "krakk!" setiap kali ia mengibaskan tangan kirinya, sebuah kaki bangku batu remuk dan patah, empat kali ia mengibaskan tangan kirinya, empat buah kaki bangku itu hancur, tinggal bangkunya Saja yang masih ia pegang. Kemudian dengan hati-hati Lee Ing memondong bangku batu yang kini merupakan papan batu itu, membawanya ke lubang yang digalinya, lalu dimasukkan perlahan-lahan. Rangka Li Lian dikubur tidak di dalam peti melainkan di atas papan batu!
Dengan khidmat Lee Ing lalu berlutut di depan rangka Bu-beng Sin-kun dan berkata, "Suhu, teecu minta perkenan mengubur sisa jenazah Li Lian cici, harap suhu menyetujui dan tidak marah kepada teecu."
Setelah itu mulai ditimbunlah lubang itu, mula-mula dengan pasir sampai rangka itu tertimbun pasir dan tidak kelihatan lagi, baru ia menggunakan pecahan-pecahan batu karang. Karena tanah galian yang terdiri dari pasir dan batu karang itu dikembalikan ke dalam lubang tidak sepadat tadi, apa lagi dalamnya sudah ada papan batu dan rangka, tempat itu kini merupakan gundukan batu karang, makam dari rangka manusia yang dikenal oleh Lee Ing dalam tulisan Bu-beng Sin-kun sebagai seorang gadis bernama Li Lian.. Benar saja, setelah bangku panjang itu tidak ada lagi nampaklah tulisan-tulisan kecil yang jelas yang menerangkan semua gerak-gerik ilmu silat dalam lukisan yang tadi membingungkan Lee Ing.
Akan tetapi alangkah terkejut hati Lee Ing ketika ia membaca tulisan lain yang berbunyi: "Kalau muridku sudah belajar sampai di sini dan terpaksa membongkar tempat tidur Li Lian, dia harus mengubur jenazah Li Lian di lantai ruangan ular."
Lee Ing berdiri bengong, lalu memandang ke arah gundukan yang menjadi makam Li Lian. Ia telah mengubur rangka Li Lian itu di lantai kamar ini, karena dia tidak tahu akan pesan Bu-beng Sin-kun. Sialan benar, dia telah bersusah payah menggali lubang dan mengubur, apakah dia harus menggalinya kembali untuk dipindahkan ke kamar ular? Mengapa ia harus memenuhi pesan gila ini? Kalau ia tidak memindahkan rangka itu, siapa yang akan tahu! Bagaimanapun juga, dia sudah terhitung baik mau mengubur rangka itu.
Akan tetapi suara hati Lee Ing berbisik lain.
Sungguhpun suhu sudah meninggal dan aku selama hidupku belum pernah bertemu dengan suhu, namun seorang guru tetap seorang guru, baik masih hidup maupun sudah meninggal. Pesannya tetap harus dijunjung tinggi, hati ini tetap harus berbakti dan setia. Suara hati ini menggugah nurani Lee Ing. Biarpun ia tadi sudah bekerja setengah hari dan sudah lelah, namun ia memaksa diri, menggali lagi kuburan itu dengan hati-hati sekali, la khawatir kalau-kalau rangka itu sudah rusak terpendam dan tertimbun batu-batu karang yang berat.
Baiknya sebelum ia tadi menimbunnya dengan batu karang, lebih dulu ia menggunakan pasir sehingga setelah dibongkar, ternyata rangka itu masih baik, tetap terlentang tenang di atas papan batu.
"Kau tunggulah sebentar, cici Li Lian. Biar aku menggali tempat mengaso untukmu di kamar ular, sesuai dengan pesan suhu, orang yang mencintaimu sampai dunia kiamat!"
Lee Ing berlari-lari menuju ke kamar ular. Sering ia memasuki tempat ini, untuk melihat dua ekor ular besar itu dan melihat pedang yang luar biasa indahnya. Kalau menurutkan nafsu dan pikirannya, ingin ia segera mengambil pedang itu untuk berlatih. Namun hatinya mencegahnya, biarpun di dalam Gua Siluman itu tidak terdapat lain manusia kecuali dia dan dua rangka itu, tetap ia harus berlaku jujur dan adil, la takkan mau mengambil "hadiah" pedang ini sebelum membebaskan dua ekor ular seperti yang diajukan sebagai syarat oleh Bu-beng Sin-kun. Dua ekor ular itu mendesis- desis marah melihat Lee Ing memasuki kamar itu. Lee Ing tertawa.
"Selamat siang, paman dan bibi ular. Aku datang bukan untuk membebaskan kalian karena terus terang saja padaku belum ada keberanian itu. Aku datang hanya untuk menggali lubang di lantai kamar ini untuk mengubur rangka cici Li Lian."
Tanpa memperdulikan lagi kepada dua ekor ular itu Lee Ing mulai menggali lantai kamar ular itu. Ternyata lantai di sini lebih keras lagi dan amat kering, tidak seperti lantai di kamar belajar. Namun Lee Ing tidak menjadi jengkel karenanya, terus menggali tak kenal lelah, menggunakan pit baja dan jari-jari tangannya. Setelah menggali batu-batu karang sedalam dua kaki, ia menjadi girang karena di bawahnya adalah pasir yang lunak dan kering.
"Hmmm," pikirnya, "agaknya suhu sudah tahu bahwa tanah di sini lebih baik maka minta supaya jenazah cici Li Lian dipendam di sini." la menggali terus dan tiba-tiba ketika tangan kanannya menggaruk pasir, jari-jari tangannya meraba sesuatu yang lunak. Ia mengambilnya dan ternyata itu adalah sebuah kantung kulit kecil, di luarnya terdapat guratan-guratan berupa huruf-huruf yang berbunyi : "Tiga biji Sian-le untuk muridku." Lee Ing tertawa dan membuka kantung itu, dan ternyata di dalamnya berisi tiga biji buah yang menyerupai buah le. sudah mengeras akan tetapi baunya wangi.
"Suhu aneh-aneh saja, aku seperti anak kecil diberi hadiah buah. Hi-hi-hi. buahnya sudah sekeras batu. Akan tetapi wangi sekali !" la mengantongi tiga biji buah kekuningan itu lalu melanjutkan
pekerjaannya.
Setelah lubang itu cukup dalam, ia Ialu memindahkan rangka berikut papan batunya, dan menguburnya ke dalam lubang galian baru ini. Setelah selesai barulah hatinya lega, akan tetapi sementara itu hari telah terganti malam dan ia merasa lelah sekali Sambil rebahan di atas pembaringan batu di kamarnya, Lee Ing mengingat-ingat pelajaran yang ia latih kemarin. Tak disengaja tangannya meraba kantung baju dan dikeluarkannya tiga biji buah le itu.
"Aduh enaknya baunya, harum sekali," katanya dan tiba-tiba ia merasa amat lapar. Memang sehari kerja keras, belum makan, sekarang mencium bau buah yang harum. Sudah dua tahun lamanya setiap hari hanya makan daging ikan, jangankan merasai buah, melihat pun tak pernah. Sekarang melihat buah, yang berbau enak itu, timbul seleranya. Dimasukkannya sebiji buah itu ke dalam mulut. Buah itu memang keras membatu, akan tetapi Lee Ing menggerakkan gigi menggigit, buah itu menjadi pecah! Di luar kesadarannya, Lee Ing sekarang bukan Lee Ing dulu lagi.
Kekuatan sakti telah mengeram di dalam tubuhnya, bahkan otot-otot yang menggerakkan mulut dan gigi-giginya amat kuat sehingga sekali gigit buah yang keras itu menjadi pecah, la mengunyah dan buah sebesar telur ayam itu hancur. Rasanya manis dan baunya harum. Ketika ia menelannya, terasa dada dan perutnya dingin seperti kemasukan salju!
"Enak..!" Lee Ing tertawa-tawa seorang diri dengan senang. Lalu sekaligus dimakannya pula dua biji buah yang masih ada. Sebentar saja tiga buah yang disebut buah sian-le (buah le dewata) oleh Bu- beng Sin-kun itu lenyap ke dalam perut Lee Ing.
Tiba-tiba rasa dingin pada dada dan perutnya tadi makin menghebat sampai tubuh Lee Ing menggigil. Cepat gadis ini bersila dan mengerahkan lweekangnya untuk melawan dan mengusir hawa dingin ini. Akan tetapi bukan main cemasnya ketika makin dilawan, tenaga yang mengandung hawa dingin ini makin menghebat sampai tenaga Iweekangnya sendiri menjadi buyar dan kalah! Dinginnya tak tertahankan lagi.