Bab 18
Setelah pengunjung yang membeli bento ayam goreng meninggalkan kedai, Yasuko melihat arloji. Tinggal beberapa menit menjelang pukul 18.00. Ia menghela napas dan menanggalkan topi putihnya.
Tadi siang Kudo menelepon dan mengajak Yasuko bertemu usai jam kerja. Untuk merayakan sesuatu, katanya. Nada suara Kudo terdengar gembira. Masa kau tidak tahu?” begitu katanya saat ditanya perayaan apa yang dimaksud. ” Polisi telah menangkap si pelaku pembunuhan. Itu berarti aku bisa lega karena kau sudah tak berkaitan lagi dengan kasus ini. Kurasa ini patut kita rayakan tanpa harus khawatir akan mengundang kecurigaan para detektif itu.”
Suara Kudo terdengar begitu ringan dan santai. Wajar saja, karena ia tidak paham latar belakang kasus ini, tetapi Yasuko tidak bisa memaksakan diri bersikap serupa. ”Aku belum yakin,” katanya.
”Mengapa?” tanya Kudo. Melihat Yasuko bergeming, Kudo seperti baru menyadari sesuatu. "Aku tahu. Kalian belum lama berpisah, bukan? Yah, kurasa memang tidak pantas merayakannya seperti ini. Maafkan aku.”
Alasan yang tidak masuk akal, tapi Yasuko memilih tetap diam. Lalu Kudo melanjutkan, "Sebenarnya ada hal penting lain yang ingin kubicarakan. Bagaimana kalau kita bertemu malam ini?”
Yasuko ingin menolak. Ia sedang tidak bersemangat karena merasa bersalah pada Ishigami yang menyerahkan diri ke polisi sebagai pengganti dirinya. Namun ia tidak bisa menampik ajakan itu. Hal penting apa yang ingin dibicarakan Kudo?
Akhirnya ia meminta Kudo menjemputnya pukul 18.30. Tawaran Kudo untuk mengajak Misato langsung ditolak Yasuko. Dalam kondisi sekarang, sebaiknya putrinya tidak usah bertemu dulu dengan Kudo. Yasuko meninggalkan pesan di telepon bahwa ia akan pulang sedikit terlambat malam ini. Hatinya terasa berat membayangkan bagaimana perasaan Misato saat mendengar pesan itu.
Tepat pukul 18.00, Yasuko menanggalkan celemek dan memanggil Sayoko di dalam.
”Ah, sudah jam segini?” Sayoko yang sudah lebih dulu makan malam melihat arloji. "Baiklah, kau boleh pergi. Sisanya biar aku yang bereskan.”
”Terima kasih.” Yasuko melipat celemek.
”Hari ini kau akan menemui Kudo-san?” Sayoko bertanya lirih.
”Eh2”
”Tadi siang dia meneleponmu, bukan? Pasti dia ingin mengajakmu kencan.”
Yasuko terdiam. Sayoko yang sepertinya salah paham berkomentar dengan senang, "Baguslah kalau begitu,” lalu melanjutkan, "Kau memang beruntung. Setelah kasus ini beres, kau bisa berkencan dengan orang sebaik dia.” ”Menurutmu begitu?”
”?Aku yakin sekali. Setelah semua kesulitan yang kauhadapi, kau pantas mendapat kebahagiaan. Ini juga demi Misato.”
Kata-kata itu sungguh menyejukkan hati Yasuko. Dengan sepenuh hati ia berharap temannya ini selalu mendapat kebahagiaan. Sedikit pun ia tak bisa membayangkan temannya akan sanggup membunuh seseorang. Sambil mengucapkan, ”Sampai besok”, ia meninggalkan dapur tanpa berani menatap langsung wajah Sayoko.
Yasuko mengambil arah berlawanan dari rute pulang biasanya. Tempat yang ditujunya sekarang adalah restoran keluarga di sudut jalan, tempat ia berjanji akan menemui Kudo. Sebenarnya ia tidak ingin pergi karena di sanalah dulu ia pernah menemui Togashi. Namun ia tak bisa meminta berganti tempat karena Kudo menganggap restoran itu mudah dicari.
Jalan Tol Metropolitan membentang di atas sana. Namun ketika Yasuko hendak melewati bagian bawah jalan, seorang pria memanggilnya: "Hanaoka-san!”
Yasuko berhenti, memutar tubuh dan melihat dua pria yang tidak asing lagi. Yukawa, teman lama Ishigami, dan Detektif Kusanagi. Yasuko tidak mengerti mengapa kedua pria itu bisa muncul bersama-sama.
”Anda masih ingat saya?” tanya Yukawa.
Yasuko mengangguk seraya menatap wajah kedua pria itu bergantian.
”Anda mau ke mana?”
"Eh, saya...” Yasuko berpura-pura melihat jam, tapi sebenarnya ia terguncang dan tidak lagi memperhatikan waktu. ”Saya ada janji dengan seseorang.”
”Oh, sebenarnya ada urusan penting yang harus kita bicarakan. Ini akan makan waktu setengah jam.” ”Tapi...” Yasuko menggeleng.
”Kalau begitu lima belas menit saja. Bagaimana? Sepuluh menit juga cukup. Mari kita duduk di bangku taman itu,” kata Yukawa sambil menunjuk ke arah taman kecil di sebelah mereka. Area di bawah jalan tol gantung itu memang digunakan sebagai taman. Nada bicara Yukawa terdengar tenang tapi tegas. Yasuko bisa menduga hal penting apa yang ingin dibicarakan, karena di pertemuan sebelumnya sang asisten profesor juga berbicara dengan nada ringan, tetapi kenyataannya justru membuatnya tertekan. Ingin rasanya Yasuko melarikan diri, tapi ia juga penasaran apa yang akan dibicarakan Yukawa. Jelas itu berhubungan dengan Ishigami.
”Baiklah, sepuluh menit saja.”
”Terima kasih.” Yukawa tersenyum, lalu mendahuluinya ke taman. Melihat Yasuko masih ogah-ogahan, ia mengulurkan tangan dan mempersilakannya masuk ke taman. Wanita itu mengangguk dan mengikutinya. Aneh rasanya melihat sang detektif sejak tadi hanya berdiam diri.
Yukawa duduk di ujung bangku taman berkapasitas dua orang dan mengosongkan ujung satunya untuk Yasuko. ”Kau di situ saja,” katanya pada Kusanagi. "Aku ingin bicara berdua dengannya.”
Kusanagi merasa sedikit tidak puas, tapi mengangkat dagu dan kembali ke dekat pintu masuk taman. Ia mengeluarkan rokok.
Yasuko duduk di sebelah Yukawa sambil memandang waswas Kusanagi. "Bukankah dia detektif? Apakah tidak akan jadi masalah?”
”Tidak apa-apa. Tadinya saya berniat datang seorang diri. Bagi saya, Kusanagi teman baik yang kebetulan saja detektif.”
”Sahabat baik?” ”Dia teman saya semasa kuliah.” Yukawa tersenyum hingga giginya yang putih terlihat. Dulu dia juga satu angkatan dengan Ishigami, meski mereka tidak begitu saling kenal.”
Kini Yasuko paham mengapa Yukawa sampai menemui Ishigami. Meskipun Ishigami tidak pernah menyinggungnya, Yasuko membayangkan bagaimana kalau rencana pria itu sampai gagal karena campur tangan Yukawa. Apalagi detektif yang menangani kasus ini berasal dari universitas yang sama dan berteman baik dengan Yukawa. Bukankah ini di luar rencana Ishigami?
Dan sekarang, entah apa yang ingin dibicarakan Yukawa...
”Saya sangat menyesal mendengar berita Ishigami telah menyerahkan diri ke polisi.” Yukawa langsung menuju ke inti masalah. "Sebagai ilmuwan, rasanya sayang sekali membayangkan genius seperti dia tak bisa menggunakan kecerdasannya selarna di penjara. Benar-benar patut disesalkan.”
Yasuko tidak menanggapi. Tangannya dikepalkan kuat-kuat di atas lutut.
"Tapi tak bisa dibayangkan dia bisa melakukan perbuatan seperti itu. Terutama terhadap Anda.”
Yasuko sadar perkataan Yukawa ditujukan padanya. Sekujur tubuhnya terasa kaku.
"Sampai sekarang saya masih sulit percaya dia sanggup melakukan perbuatan sekejam itu pada Anda. Ah, tidak, istilah 'sulit percaya' terlalu lemah. Yang benar adalah 'tidak percaya”. Dia... Ishigami berbohong. Mengapa? Padahal itu hanya akan menghancurkan reputuasinya karena dituduh membunuh. Tapi dia tetap melakukannya dan hanya ada satu alasan untuk itu: menyembunyikan kebenaran demi seseorang.”
Yasuko menelan ludah dan berusaha mengatur napas. Rupanya pria ini mulai bisa menduga apa yang sebenarnya terjadi. Yukawa tahu Ishigami hanya melindungi pelaku sebenarnya dan ia ingin menolong sahabatnya. Jalan tercepat adalah membuat si pelaku asli menyerahkan diri dan mengakui segalanya.
Yasuko mengawasi Yukawa takut-takut. Namun, pria itu malah tertawa.
”Anda pasti menduga saya ke sini untuk membujuk Anda.”
”Ti... tidak.” Yasuko menggeleng. "Lagi pula mengapa saya harus dibujuk?”
”Anda benar. Maafkan saya.” Yukawa menundukkan kepala ”"Tapi saya menemui Anda karena ingin Anda mengetahui satu hal.”
”Apa itu?”
”Bahwa...” Yukawa terdiam sejenak. ”Anda tidak tahu apaapa tentang kebenaran.”
Yasuko membelalakkan mata karena terkejut. Kini Yukawa tidak lagi tertawa.
”Alibi Anda memang benar,” Yukawa melanjutkan, "Anda dan putri Anda memang ke bioskop. Jika tidak, saya rasa kalian, terutama putri Anda yang masih SMP, tak akan sanggup menghadapi para detektif yang terus mengejar-ngejar kalian. Saya tahu kalian tak berbohong.”
”Ya, itu benar. Karni memang tidak berbohong. Apa yang salah dengan itu?”
”Seharusnya Anda menyadari ada yang aneh. Mengapa Anda tak perlu berbohong? Mengapa sampai sekarang investigasi polisi terkesan pelan? Dia... maksud saya Ishigami, menyuruh kalian untuk menjawab pertanyaan polisi dengan jujur. Sedalam apa pun penyidikan polisi, dia telah mengatur sedemikian rupa supaya kalian lolos dari dakwaan. Anda hanya tahu dia menggunakan trik yang sempurna, tapi tidak memahami seperti apa trik itu. Apakah saya salah?” "Saya tidak mengerti apa yang Anda bicarakan.” Yasuko tertawa, tetapi menyadari tawanya dipaksakan.
”Demi Anda, dia rela berkorban. Pengorbanan luar biasa yang tak bisa dibayangkan saya maupun orang biasa seperti Anda. Mungkin setelah peristiwa itu terjadi, dia sudah bertekad menggantikan Anda jika sampai terjadi skenario terburuk. Dari asumsi itulah dia menyusun semua rencana dan sebaliknya, terus mempertahankannya. Namun, asumsi itu amat sangat kejam dan bisa membuat ciut orang lain. Ishigami dengan sendirinya paham dan dia sengaja menghancurkan sendiri semua jalan keluar yang bisa dipakainya untuk meloloskan diri. Namun di saat yang sama, dia juga menyiapkan trik yang tak bisa diduga.”
Kepala Yasuko mulai pening mendengar penjelasan Yukawa. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakan pria itu. Mungkin karena terlalu terkejut. Yang dikatakan Yukawa memang benar. Yasuko sama sekali tidak tahu trik yang dilakukan Ishigami, dan di saat yang sama ia juga heran mengapa penyidikan polisi padanya tidak segencar yang dibayangkan. Sebenarnya ia justru merasa pertanyaan yang terus diulang oleh para detektif itu tidak relevan.
Dan Yukawa mengetahui rahasia di balik itu...
Kini Yukawa melihat arlojinya, mungkin ingin memastikan berapa lama lagi waktu tersisa. "Sebenarnya berat bagi saya untuk menceritakan hal ini,” jelasnya dengan wajah sedih. "Saya yakin Ishigami pasti tidak mau Anda sampai mengetahuinya karena khawatir Anda akan menanggung penderitaan seumur hidup. Dia melakukan semuanya demi Anda, bukan demi dirinya sendiri. Meski ini bukan keinginannya sendiri, saya tidak tahan membayangkan Anda tidak tahu apa-apa tentang dirinya: betapa dia mencintai Anda dan tentang kerelaannya mengorbankan seluruh kehidupannya demi Anda.” Jantung Yasuko berdebar keras. Napasnya sesak dan ia merasa bisa pingsan sewaktu-waktu. Ia tidak bisa menebak apa yang akan dikatakan Yukawa selanjutnya, tetapi jelas itu sesuatu di luar bayangannya. "Apa maksud Anda? Jika ada yang ingin disampaikan, cepat katakan!” Kalimat yang tegas, tetapi suara yang keluar dari mulutnya terdengar lemah dan bergetar.
”Kasus itu... maksud saya kasus pembunuhan di Sungai KyuuEdo.” Yukawa menghela napas panjang. "Itu perbuatannya. Ishigami. Bukan Anda maupun putri Anda. Korban itu tewas dibunuh olehnya. Dia menyerahkan diri ke polisi bukan karena tuduhan palsu, tapi karena dialah pelaku sebenarnya.
”Tapi,” lanjut Yukawa pada Yasuko yang masih tercengang dan belum sepenuhnya memahami penjelasannya, ” mayat itu bukan Shinji Togashi, mantan suami Anda, melainkan mayat orang lain yang disamarkan olehnya.”
Dahi Yasuko berkerut. Lagi-lagi ia tidak bisa mengerti perkataan Yukawa. Namun saat melihat sepasang mata yang bersinar sedih dari balik kacamata pria itu, mendadak semuanya menjadi jelas. Yasuko menarik napas dan menutupi mulut dengan tangan. Saking terkejutnya, ia tak mampu berkata-kata. Darah di sekujur tubuhnya seolah bergolak, lalu surut.
"Sekarang Anda paham maksud saya,” ujar Yukawa. "Semua itu benar. Demi melindungi Anda, Ishigami justru melakukan pembunuhan lain. Itu terjadi tanggal sepuluh Maret, sehari setelah Shinji Togashi yang asli dibunuh.”
Kini kepala Yasuko seakan berputar-putar. Untuk duduk saja sudah menyiksanya. Tangan dan kakinya dingin, dan sekujur tubuhnya bergidik.
Melihat keadaan Yasuko, Kusanagi bertanya-tanya apakah Yukawa sudah menceritakan kebenarannya. Meskipun jarak mereka agak jauh, ia bisa melihat betapa pucat wajah wanita itu. Tidak heran, pikir Kusanagi. Tak mungkin ada orang yang tidak terkejut mendengar cerita itu. Apalagi jika berkaitan dengannya.
Kusanagi sendiri belum sepenuhnya memercayai ceritaitu. Saat pertama kali mendengarnya dari Yukawa, ia menganggap cerita itu terlalu absurd meski tahu Yukawa tidak akan bercanda.
Mustahil. Begitu ia membantah waktu itu. Ishigami melakukan kejahatan lain demi melindungi Yasuko Hanaoka? Ia tak pernah menjumpai hal sebodoh itu. Dan lagi, siapa korbannya dan di mana Ishigami membunuhnya?
Yukawa menanggapi pertanyaan itu dengan ekspresi sedih dan gelengan kepala. "Entah siapa namanya, tapi aku tahu dari mana asalnya.”
”Apa maksudmu?”
”Kau tahu, di dunia ini ada tipe manusia yang jika tiba-tiba menghilang, tak seorang pun akan mencari dan mencemaskan mereka. Tak akan ada permohonan pencarian. Mungkin karena dia sudah memutuskan hubungan dengan keluarganya dan hidup sendirian.” Sambil berkata demikian, Yukawa menunjuk ke arah jalan di tepi sungai yang tadi dilewatinya. "Tadi kau sudah melihat sendiri orang-orang seperti itu.”
Kusanagi tidak langsung memahami maksud Yukawa sampai ia melihat ke arah yang ditunjuk. Sesuatu melintas di benaknya. la terkesiap. ” Maksudmu gelandangan itu?”
Yukawa tidak mengiyakan, melainkan berkata, ”Kau lihat pria yang suka mengumpulkan kaleng kosong itu? Dia tahu banyak tentang para tunawisma yang tinggal di sekitar situ. Saat aku mencoba bertanya, dia bilang seorang temannya lenyap sekitar sebulan lalu. Yah, sebenarnya tak bisa disebut teman, hanya seseorang yang tinggal di lokasi yang sama. Nah, rekannya yang menghilang itu belum sempat membuat gubuk dan tampak segan membuat tempat tidur dari kardus. Awalnya semua juga begitu, kata paman pemulung kaleng kosong itu. Manusia tak akan begitu saja membuang harga diri mereka. Masalahnya hanya waktu, begitu katanya lagi. Tapi suatu hari, tunawisma itu mendadak menghilang. Sama sekali tak ada tanda-tanda ke mana dia pergi. Paman pemulung kaleng sempat penasaran, tapi hanya sampai di situ. Mungkin ada tunawisma lain yang menyadari lenyapnya rekan mereka, tapi tak seorang pun yang bicara. Bagi mereka, hari ketika salah seorang dari mereka tiba-tiba tidak ada sudah jadi santapan sehari-hari.
”Lalu,” Yukawa melanjutkan, "tunawisma itu diduga menghilang tanggal sepuluh Maret. Dia pria setengah baya berusia sekitar lima puluh tahun dan berpenampilan biasa-biasa saja.”
Jenazah itu ditemukan di Sungai Kyuu-Edo tanggal sebelas Maret.
”Aku tak tahu duduk persoalannya, tapi rupanya Ishigami yang mengetahui perbuatan Yasuko Hanaoka menawarkan bantuan untuk menutupi kejahatannya. Menurutnya menyingkirkan mayat saja tidak cukup, karena begitu mengetahui identitas korban, mereka akan langsung memburu Yasuko. Sampai kapan Yasuko dan putrinya bisa berpura-pura tidak bersalah? Dari situlah dia menyusun rencana, yaitu menyiapkan pembunuhan lain dan membuat polisi yakin korban adalah Shinji Togashi. Pelan-pelan, polisi akan mengungkap kapan dan di mana korban tewas. Namun semakin dalam penyidikan mereka, kecurigaan pada Yasuko Hanaoka pun semakin lemah. Itu wajar, karena Yasuko bukan pembunuhnya. Kasus yang sedang kalian tangani saat ini bukan pembunuhan Shinji Togashi.”
Sambil menyimak Yukawa, Kusanagi terus-menerus mengge-
leng. Ia masih sulit menerima penjelasan lugas temannya. ”Bisa jadi rencana itu muncul di benak Ishigami karena hampir setiap hari dia melewati daerah tanggul itu dan menyaksikan kehidupan para tunawisma. Mungkin dia berpikir sebenarnya untuk apa orang-orang seperti mereka hidup kalau sekadar menunggu hari kematian? Tak ada seorang pun yang akan menyadari ataupun bersedih... Yah, tapi itu hanya dugaanku.”
Kusanagi menegaskan, "Dan Ishigami berpikir tak akan jadi masalah jika dia membunuhnya?”
”Dia tak akan sampai berpikir demikian. Hanya saja rencana itu muncul karena dia tak bisa mengabaikan keberadaan Yasuko dan putrinya. Dulu aku pernah bilang, Ishigami orang yang sanggup berbuat kejam jika itu dianggapnya logis.”
”Membunuh termasuk perbuatan logis?”
”Yang dia inginkan hanya kepingan untuk menyempurnakan puzzle. Kepingan yang bernama korban pembunuhan.”
Sungguh cerita luar biasa. Dengan mudah Kusanagi bisa membayangkan Yukawa membahasnya dengan gaya sedang mengajar.
”Setelah Yasuko Hanaoka membunuh Shinji Togashi, keesokan paginya Ishigami menghampiri seorang tunawisma. Aku tak tahu apa saja yang dibicarakan, yang jelas dia menawarkan kerja sambilan pada tunawisma itu. Pertama-tama, si tunawisma harus pergi ke kamar hostel yang telah disewa Togashi dan menghabiskan waktu di sana sampai malam. Pasti semua tanda keberadaan Togashi telah disingkirkan oleh Ishigami malam sebelumnya sehingga yang tersisa di ruangan itu hanya sidik jari dan helai rambut si tunawisma. Begitu malam tiba, dia harus mengenakan pakaian pemberian Ishigami dan pergi ke tempat yang sudah ditentukan.”
”Stasiun Shinozaki?” Yukawa menggeleng. "Bukan, tapi stasiun sebelumnya, Stasiun Mizue.”
”Stasiun Mizue?”
”Ishigami mencuri sepeda di Stasiun Shinozaki dan pergi menemui si tunawisma di Stasiun Mizue. Kurasa dia sudah menyiapkan sepeda lain untuk dirinya sendiri di sana. Lalu, mereka naik sepeda menyusuri Sungai Kyuu-Edo, tempat Ishigami kemudian membunuh si tunawisma. Wajah si tunawisma sengaja dirusak supaya tak ada yang tahu dia bukan Shinji Togashi. Seharusnya dia tak perlu sampai membakar sidik jarinya, karena sidikjari itu sudah ada di kamar Togashi dan akan menggiring polisi untuk menduga itu mayat Shinji Togashi. Namun jika dia hanya merusak wajah korban tanpa melenyapkan sidik jarinya, polisi akan menganggapnya tindak kejahatan yang tidak konsisten sehingga akhirnya dia terpaksa melakukannya. Namun karena dia juga khawatir polisi akan kesulitan menemukan identitas korban, maka dia sengaja meninggalkan sidik jari korban di sepeda. Untuk alasan yang sama pula dia sengaja meninggalkan pakaian korban dalam kondisi setengah terbakar.”
”Tapi mengapa dia harus mencuri sepeda keluaran terbaru?”
”Untuk berjaga-jaga.”
”Berjaga-jaga?”
”Dia harus yakin polisi bisa memperkirakan dengan tepat waktu pembunuhan tersebut. Dia tahu hasil autopsi akan bisa mengungkapnya, tapi juga takut proses itu akan semakin sulit jika mayat terlambat ditemukan. Kalau sampai perkiraan itu melebar hingga sehari sebelumnya, yakni tanggal sembilan Maret, situasinya akan berbahaya karena pada malam itu Yasuko Hanaoka dan putrinya membunuh Togashi dan tak seorang pun dari mereka yang memiliki alibi. Untuk mencegahnya, Ishigami harus membuktikan sepeda itu dicuri pada atau setelah tanggal sepuluh Maret. Karena itulah dia memilih sepeda baru—sepeda yang kemungkinan besar baru dititipkan sehari sehingga pemiliknya bisa memperkirakan kapan sepedanya dicuri.”
”Pantas sepeda itu begitu penting,” komentar Kusanagi sambil menepuk dahinya sendiri.
”Kudengar kedua roda sepeda itu sudah kempis saat ditemukan. Itu pasti ulah Ishigami supaya tidak ada orang lain yang bisa kabur menggunakannya. Dia rela melakukan segalanya untuk memastikan alibi Yasuko Hanaoka tetap kokoh.”
”Tapi mengapa dia harus menyediakan alibi yang sangat lemah? Sampai saat ini kami belum bisa memastikan benarkah Yasuko dan putrinya memang ada di bioskop.”
”Tapi juga belum ada bukti mereka tak ada di sana, bukan?” Yukawa menatap Kusanagi. ”Alibi yang terlihat lemah di bawah tekanan. Inilah perangkap yang dipasang Ishigami. Jika dia menyiapkan alibi yang kuat, polisi akan mencurigai mereka menggunakan tipuan dan bisa saja menduga bahwa si korban bukan Shinji Togashi. Itulah yang ditakutkan Ishigami sehingga dia mengatur supaya semua kecurigaan terarah pada Yasuko dengan Shinji Togashi sebagai korbannya. Dia tak ingin polisi sampai memiliki ide lain di luar itu.”
Kusanagi mengeluh. Benar kata Yukawa. Mereka memang langsung mencurigai Yasuko Hanaoka setelah yakin mayat itu Shinji Togashi. Alasannya, alibi wanita itu terkesan dipaksakan dan punya beberapa celah. Karena itulah mereka terus mencurigainya dan tak pernah menyangka sebenarnya itu mayat orang yang berbeda.
”Sungguh pribadi yang mengerikan,” bisik Kusanagi.
Yukawa setuju. "Sebenarnya ceritamulah yang membantuku menyadari triknya yang mengerikan.” ”Ceritaku?”
"Ingat bagaimana teori yang dipakainya untuk membuat soal ujian matematika? 'Memanfaatkan lubang kelemahan dalam sebuah asumsi”. Soal fungsi bilangan yang disamarkan menjadi soal geometri.”
”Ada apa dengan teori itu?”
”Dia memakai pola yang sama. Trik identitas mayat yang disamarkan menjadi trik alibi.”
Aaah! seru Kusanagi.
”Masih ingat saat kau memperlihatkan daftar absen Ishigami? Di situ tertulis pada tanggal sepuluh Maret dia mengambil cuti sepagian. Meski sepertinya kau tidak begitu menaruh perhatian pada detail itu, aku langsung sadar Ishigami berniat menyembunyikan fakta penting bahwa pembunuhan itu terjadi tanggal sembilan malam.”
Fakta penting. Terbunuhnya Shinji Togashi di tangan Yasuko Hanaoka.
Yang dikatakan Yukawa sangat masuk akal. Semua hal yang menarik perhatian Kusanagi—mulai dari pencurian sepeda sampai sisa pakaian yang terbakar—terbukti menjadi bagian vital kasus ini. Kusanagi harus mengakui ia dan rekan-rekan polisi lainnya telah jatuh ke perangkap Ishigami. Namun semua ini memang sulit untuk dicerna. Melakukan satu pembunuhan demi menutupi pembunuhan lainnya... Benar-benar trik yang tak pernah terbayangkan selama ini.
”Trik ini juga bermakna penting,” kata Yukawa seolah bisa memahami perasaan Kusanagi. "Yaitu tekad kuat Ishigami untuk menyerahkan diri menggantikan pelaku sebenarnya begitu kemungkinan kasus itu akan terbongkar. Dia pasti khawatir jika hanya menyerahkan diri begitu saja, dia mungkin akan mengatakan hal sebenarnya secara tak sengaja di bawah tekanan polisi. Hanya saja, tak ada seorang pun yang bisa menggoyahkan tekad Ishigami saat ini. Wajar jika dia terus berkeras dialah pelaku pembunuhan itu, karena memang dia yang membunuh korban yang mayatnya ditemukan di Sungai Kyuu-Edo. Bagaimanapun, dia tetap pembunuh. Namun di sisi lain, dengan cara ini dia bisa melindungi wanita yang dicintainya sepenuh hati.”
”Menurutmu dia menyadari semua tipuannya sudah terbongkar?”
”Ya, aku sudah mengatakan padanya. Tentu saja dengan cara yang hanya bisa dipahami olehnya. Tadi aku juga menjelaskannya padamu: di dunia ini tak ada roda gigi yang tak bermanfaat. Dan yang bisa menentukan bagaimana dirinya akan digunakan hanya si roda gigi itu sendiri. Sekarang kau paham ke mana arah yang ditunjukkan roda gigi itu?”
”Kepingan puzzle yang digunakan Ishigami. Mayat tak dikenal.”
”Aku tak heran dia menyerahkan diri karena perbuatannya memang tak bisa dibiarkan. Cerita tentang roda gigi itu memang sengaja kugunakan untuk mendorongnya. Tapi tak kusangka dia akan menyerahkan diri dengan mengaku sebagai penguntit demi melindungi wanita itu... Aku baru mengetahuinya saat menyadari makna lain dari trik itu.”
”Lalu di mana mayat Togashi?”
”Aku tak tahu. Ishigami pasti sudah menyingkirkannya. Mungkin polisi prefektur tetangga akan menemukannya di suatu tempat, tapi sampai saat ini kurasa belum.”
"Kepolisian prefektur? Jadi bukan dalam wilayah yurisdiksi kami?”
”Dia pasti menghindari yurisdiksi Kepolisian Metropolitan karena tak ingin dikaitkan dengan pembunuhan Shinji Togashi.” ”Pantas kau sampai memeriksa surat kabar di perpustakaan segala. Kau ingin memastikan apakah ada penemuan mayat tak dikenal di prefektur tetangga?”
”Sejauh iniaku belum menemukanmayat yang cocok. Tapi kelak pasti akan ketemu. Kau tak perlu khawatir memastikan benarkah itu mayat Shinji Togashi karena Ishigami tak akan menggunakan Cara yang sangat teliti untuk menyembunyikannya.”
Namun saat Kusanagi berkata akan segera memeriksanya, Yukawa menggeleng-geleng dan mengingatkan itu tidak sesuai dengan perjanjian mereka. "Sejak awal sudah kubilang ini pembicaraan sesama teman, bukan dengan detektif. Kalau kau sampai menggunakannya untuk dasar penyidikan, aku terpaksa memutuskan persahabatan kita.”
Sorot mata Yukawa bersungguh-sungguh, menandakan ia tidak mau dibantah. "Aku berani bertaruh,” katanya seraya menunjuk Benten-tei, "bahwa wanita itu tidak tahu sebesar apa pengorbanan Ishigami. Biar kuajak dia bicara dan menunggu apa komentarnya. Memang dia tak pernah tahu betapa Ishigami selalu mengharapkan kebenarannya, tapi aku tak tahan lagi. Wanita itu harus tahu.”
” Apakah dia akan menyerahkan diri setelah mendengarnya?”
"Entahlah. Secara pribadi, aku masih ragu mendorongnya menyerahkan diri karena aku ingin menyelamatkannya demi Ishigami.”
”Tapi jika setelah itu dia tidak menyerahkan diri, aku terpaksa memulai penyidikan walau itu berisiko menghancurkan persahabatan kita.”
”Baik.” Yukawa mengangguk.
Sambil mengawasi temannya yang sekarang berbicara dengan Yasuko Hanaoka, Kusanagi terus mengisap rokok. Nyaris tidak ada perubahan berarti dari Yasuko yang sejak tadi menundukkan kepala. Begitu pula dengan Yukawa, ekspresinya tidak berubah meski bibirnya terus bergerak. Namun aura ketegangan di antara mereka berdua terasa sampai ke tempat Kusanagi.
Yukawa bangkit, membungkukkan badan ke arah Yasuko, lalu berjalan ke arah Kusanagi. Yasuko masih dalam posisi diam.
”Maaf sudah membuatmu menunggu,” kata Yukawa pada Kusanagi.
”Kau sudah menjelaskannya?”
”Sudah.”
”Bagaimana reaksinya?”
”Lihat saja nanti. Tujuanku hanya mengajaknya bicara. Aku tak menanyakan apa tindakannya selanjutnya atau apa yang seharusnya dia lakukan. Semua terserah dia.”
” Jangan lupa, kalau dia tidak menyerahkan diri...”
”Aku tahu.” Yukawa mengibaskan tangan tanda mengerti. ”Kau tak perlu mengulanginya. Dan aku masih punya satu permohonan.”
”Kau ingin menemui Ishigami.”
Yukawa membelalakkan mata. "Bagaimana kau bisa tahu?”
”Tentu saja. Kau pikir sudah berapa tahun kita berteman?”
”Sepertitelepati? Yah, setidaknya saatini kitamasih berteman.” Yukawa tersenyum sedih.