Penyadur : Kauw Tan Seng |
Sebuah rumah bertingkat tertampak njata diantara sekian banjak rumah2 penduduk dusun lainnja disebuah desa. Gandjil nampaknja, seluruh rumah2 penduduk dusun itu terdiri daripada seratus sepuluh buah termasuk rumah bertingkat itu. Desa itu di- lindungi oleh sebuah sungai jang tidak seberapa lebar dan besarnja. Ketika mula pertama keluarga rumah bertingkat ini pindah kedusun ini, penduduk dusun pada umumnja pun pernah merasa ter-heran2.
Sepuluh tahun dengan tak terasa telah berselang, seakan''' dirasakannja baru sekedjap mata sadja, maka penduduk dusun itupun kini telah mendjadi biasa melihat tjara hidupnja jang sangat berlainan dari penghuni2 rumah bertingkat itu.
Selama itupun tiada seorang dusun tetangga pernah masuk kerumah bertingkat itu, mereka pun hanja
mengetahui, bahwa rumah itu didiami oleh seorang ajah dengan seorang puterinja serta dua orang katjung atau pesuruh. Ketika keluarga itu pindah kedusun itu, puterinja baru berumur delapan atau sembilan tahun dengan sepasang kuntjir dikepalanja. Kini ia sudah mendjadi gadis remanja jang elok tjantik itu nampaknja se-akan2 terkandung suatu rahasia jang tak diketahui oleh umum, maka orang jang pernah menemuinyapun selamanja belum pernah melihat ia menundjukkan bersenjum.
Ketika itu sudah larut malam, tetapi didalam rumah bertingkat itu masih tampak sinar pelita dan bajangan orang sinar pelita menjorot pada mukanja jang rupawan. Nampaknja ia tengah berduduk disamping medja buku dan matanja sedang memandang sebuah lukisan jang terbentang diatasnja dengan bengong.
Adapun lukisan itu adalah sebuah lukisan sansui (panorama) biasa sadja tetapi jelas, bahwa panorama itu bukan panorama daerah selatan. karena gunung jang terlukis pada gambar itu demikian megah dan agungnja. sedikitpun tiada mengandung sifat panorama daerah selatan jang pegunungannja indah permai. Ia menunduk dan djari tangannja sedikit demi sedikit menggeser diatas lukisan itu, nampaknja ia hendak mentjari sesuatu pada lukisan itu, jang diulanginya ber-kali', achirnja ia menghela napas dan berdiri, tertampak pada wadjahnja seperti seorang orang putus harapan. Lalu terdengar ia menggerutu seorang diri katanja impian senantiasa tak dapat dipertjaja, mengapa aku pertjaja kepada hal tahajul ?" Ia tengah djalan mondar-mandir didalam ruang atas itu, se-konjong2 terdengar ada suara orang naik pada anak tangga. Maka dengan ter-gesa2 ia menggulung lukisan itu lalu dirnasukkan di-dalam rak buku, setelah mana diambilnja sedjilid buku diIetak-kannja diatas medja dan dibatjanja dengan penuh perhatian. Baru sadja ia selesai melakukan segala sesuatu tadi, tiba2 maka dari luar pintu terdengar suara orang batuk2 ketjil, lalu disusul dengan suara bitjaranja seorang tua
„Ah ! Hong, belum tidur-kah kau ?" Pada wadjah mukanja nampaknja is agak ketakutan dan men- djawabnja : „Ajah. aku sedang membatja buku, masuklah !" Pintupun segera terbuka. dan nampak seorang tua melangkah masuk dengan langkah kaki jang per-lahan2. Selagi masuk kedalam kamar, sinar mata mentjorong menatap keseluruh kamar. Puteranja jang disebut A Hong itu agak kuatir perbuatannja tadi diketahui sikakek, dengan buku ia mengalingi mukanja. tetapi dengan matanja jang djeli dan lebar itu,. mengikuti sorot mata ajah-nya jang memutar naik turun. Setelah lewat beberapa saat lamanya. barulah orang tua itu duduk dengan perlahan, A Hong sekarang mendjadi lega hatinja dan berkata : ..Ajah, kaupun belum tidur ?" „Ja! Aku tak dapat tidur, impian jang buruk selalu mengganggu tidurku!" djawab orang tua itu.
" A Hong mendadak sadja mendjadi terkedjut nampaknja.
„Impian buruk? Kau bermimpi apakah Ajah ?" tanjanja.
Orang tua itu berdiam sebentar lalu meng-ibas2kan tangannja sambil berkata „Ahh, tidak usah dikatakan lagi."
Nampak tangannja orang tua yang dikibas2kan itu besar dan Tebal telapak tangannja, dan ditengahnya bersemu merah dan bertjahaja. Setelah mendengar kata2 sang ayah itu, dalam lubuk hatinya A Hong merasa heran. Pikirnja, ia sendiripun pada beberapa hari terakhir ini, diwaktu malam hari senantiasa dapat impian buruk, didalam mimpi itn, ia beracla didalam keadaan seperti setengah sadar, tidurpun bukannja tidur. Hal jang sedemikian itu telah terdjadi beruntun tiga malam. Dan apa jang mengheran-kan ialah, mengapa ajahnjapun djustru pada hari ini djuga mendapat impian buruk. Ia tidak mengetahui apa jang dimimpikan ajahnja itu, ia hendak menanja, tetapi mengingat akan impiannja sendiri, ia tidak berani membuka mulutnja.
Untuk sesaat lamanja keadaan mendjadii sunji- senjap, tidak ada suara apapun djua, satu2nja suara hanja letusan pelita jang meletik itu. Sekalipun A Hong nampaknja membatja buku, tetapi se-benarnja matanja senantiasa menatap ajahnja setjara sembunji. Orang tua itu tengah memikirkan sesuatu, kepalanja menunduk, sesaat kemudian dengan setjara se- konjong" ia berkata „A Hong, kau memikirkan apa ? Kau tidak usah takut mengatakan sesuatu kepada ajahmu, djanganlah menjembunjikan kata2 jang hendak diutjapkan Itu didalam hatimu!" Dengan mendadak sadja A Hong mendjadi sangat terkedjut dan berkata „Ajah, aku tidak memikirkan apa2 !"
Mendengar kata2 anaknja itu, orang tua itu se- konjong2 ber-diri, tangannja menepuk medja hingga menerbitkan suara berisik, sepasang alisnja berdiri, dan matanja melotot, tadinja masih ter-hitung seorang tua jang mendatangkan rasa hormat, kini se-konjong2 berubah bagaikan suatu malaikat jang djahat dan bengis. Medja buku jang terbuat daripada kaju tjendana ungu itu pun gemeretak seakan2 tak kuat menerima tenaga tepukannja itu. A Hong buru2 berdiri, mendukung bukunja mundur menjingkir, gerakannja tjepat bagaikan angin menghembus, halaman buku itupun ter-balik', didalam halaman buku itu mendadak berkelebat sinar mentjorong, ternjata dalam halaman buku itu terselip dua bilah pisau Liu Jap To (Pisau berhentuk daun pohon Liu) jang tipis bagaikan kertas. Dan pada keadaan sedemikian itu diperguna-kan oleh A Hong untuk menjelipkan pisau tipis itu diantara ke-dua djari tangannja. Kedua mata si orang tua itu mentjorong menatap A Hong sekian lamanja atau se-konjong' sikapnja djadi melemah, ia menghela napas kemudian lalu berkata ,.A Hong, walau bagaimana-pun aku toh ajahmu bukan ?" A Hong menganggukkan kepalanja, terpaksa, tetapi djari menengah bersama empu djari tangan kanannja telah mendjepit hulu pisau Liu hiap To itu. Pisau tipis itu hanja lima dim pandjangnja dan selebar djari tangan, kedua belahnja tadjam. Samasekali ia tidak memperlihatkan perubahan sikap dan gerak-geriknja, hanja dengan diam2 ia mendjepit pisau tipis itu dan di- angkatnja, tetapi ia masih mengalinginja dengan buku agar tidak terlihat oleh si orang tua.
Orang tua itu.berkata pula „A Hong, setelah kau mengetahuinja, maka seharusnja kau turut kata- ajahmu ini. Djangan membuat ajahmu marah." A Hong berkata sambil menggigit bibirnja „Ajah, sekalipun kata2mu itu benar, tetapi kata2 ibuku, apakah aku tidak dapat mendengarnja ?" Sambil berkata, matanja jang besar itu mengerling dan menatap muka si orang tua, se-akan' ia hendak menem-busi isi lubuk hatinja si orang tua. „A Hong. ibumu telah meninggal dunia, mengapa demikian kata mu ?'' kata orang tua itu sambil memperlihatkan wadjah jang muram.
A Hong berkata dengan sikap adamnja : „Ajah, dimana ibu sekarang, kau beritahukanlah kepadaku!" berkata A Hong, lagu suaranja demikian keren sehingga tiada mirip'nja dengan hubungan ajah dan anak. Maka berubahlah dengan segera air mukanja si orang tua, telapak tangan kanannja diangkat dengan per-lahan', pergelangan tangan kanannja berbalik se- konjong". Tengah ia hendak menjerang A Hong dengan telapak tangannja, atau dengan se-konjong" pula telah berubah pikirannja, pergelangan tangannja menurun, telapak tangannja menepuk media buku sehingga berdeburan. Ter-njata medja itu telah berlobang. Pit (alat tulis Tionghoa terbuat daripada bulu dan bambu), tinta bak, kertas dan sebagainja ber- lompatan karena gontjangan hadjaran telapak tangan itu. Pelita minjak pun terpental beberapa dim tingginja dan apinja hampir padam. Dengan diam' A Hong mengertek gigi, tangan kanannja menekuk kebelakang, tenaganja disalurkan pada kelima djari tangannja. Maka dengan terdengarnja suara ,.sret" Liu Jap To-nja menembus bukunja, melesat langsung kearah si orang tua.
Djustru tepat pada waktu itu, api pelita pun terpadamkan oleh samberan angin jang keluar akibat pukulan telapak tangan si orang tua itu. Maka oleh karenanja didalam kamar itupun tiba2 mendjadi gelap gulita, apapun tak tertampak. Dalam pada itu
,terdengar pula suara bentaknja si orang tua. katanja
: „Budak tjilik, achirnja kau pertjaja akan budjukan si wanita siluman, melupakan budi, malah sebaliknja menggigit si penolong !" menjusul dengan itu lalu terdengar pula suara sedomprangan jang tak hentianja. Setelah menjerang dengan Liu Jap To-nja, A Hong buru2 me-lompat dan mengambil lukisan jang ditelitinja tadi lalu diselipkan pada badju diatas dadanja. Setelah mana ia bersembunji dibelakang rak tempat rnenaruh buku'. Maka dirasakannja ada banjak potongan kaju tipis melesat kesegala pendjuru dengan membawa pangaruh jang hebat, bagai-kan deru angin dan halilintar, terbang menantjap masuk kedalam dinding tembok. Didalam keadaan jang sedemikian itu, A Hong sudah gemetar, bernapaspun tidak berani rasanja. Dua buah kaki kursi telah melesat dengan pesatnja, hampir sadja mengenai ke-palanja: Dengan terdengarnja suara „Prak ! Prak !" semua menantjap diatas dinding tembok. Beberapa saat kemudian barulah suasana tenang dengan mendadak. Maka terdengar pula panggilan si orang tua „A Hong ! A Hong
! Dimana kau ? Djangan dengar dan pertjaja kata2 si wanita iblis, tidak boleh kau pertjaja kepada impian ! A Hong. aku tidak menjalahkan kau melukai aku dengan pisau terbang. lekas kemarilah kau !"
A Hong tidak tergerak sama sekali hatinja. Si orang tua memanggilnja pula beberapa kali, setelah mana barulah A Hong berkata dengan sikap jang dingin
„Ajah, kutahu bukan impian, lekaslah kau tjeriterakan padaku!" Si orang tua berdiri dengan napas sengal', ia menantikan pemantik api, ia djalan dengan sempojongan kearah sudut kamar, ia menjinarinja, nampak pada sudut kamar itu terdapat sebuah pelita minjak jang masih utuh, lalu dinjalakannja dengan pemantik api itu, iapun lantas memutar tubuhnja. Nampak bahwa tangan kirinja melindungi bahunja, darah segera membasahi lengan badjunja, perabot dan kursi-medja dalam ruang itu telah pada hantjur lebur tak keruan. Wadjah mukanja putjat lesi. Ia bertanja kepada A Hong : ”Masih ada apa lagi jang dapat ditjeriterakan ? Djika tidak ada aku, maka tulang majatmu pun sudah mendjadi abu. Kini kau membalas budiku dengan memperlakukan aku setjara begini !" Belum lagi A Hong mendjawabNya, tiba-tiba terdengar suara aneh yang terbit dari atas rumah. Suara gemuruh terdengar tak henti-hentinya se- akan-akan guruh dan Guntur sambung-menjambung, tetapi suara itu datangnja dari atap rumah. Suara gemuruh itu serupa dengan roda kendaraan yang mengeluduk diatas atap rumah.
Mendengar suara gemuruh itu A Hong bersama si orang tua dengan tak terasa masing2 menengadah, serta menatapkan pandangan matanja keatas. Dengan terdengarnja suara mendebur jang dahsyat dan se- konjong itu, maka batu dinding tembok berhamburan dan pada atap rumah itu telah terdapat suatu lobang besar.
A Hong bersama si orang tua dengan serentak melompat minggir njala api pelita itupun berkelak- kelik hingga beberapa kali, menjusul mana segumpal bajangan hitam meluntjur turun dari lobang besar itu.
Ketika tadi setjara mendadak atap rumah itu petjah dan berlobang, suara dan pengaruhnja betapa mengedjutkan orang, tetapi ketika segumpal bajangan hitam itu menurun kedalam rumah sedikitpun tidak bersuara. Ketika A Hong bersama si orang tua memandangnja setjara tenang maka tertampaklah oleh mereka, bahwa jang turun dari lobang itu adalah sebuah kendaraan jang beroda tunggal. Didalam kendaraan itu termuat seorang wanita jang mengenakan pakaian hitam, rambutnja jang pandjang menutupi bahu dan mukanja. Orang hanja nampak kedua matanja jang mencorong bersinar.
Wanita itu mengutik sedikit dengan tangannja. maka kendaraan itu segera berputar arah. la tertawa pandjang dan menjeram kan sambil berkata „Tay Lek Kim Kong, baik2 sadjakah selama kita berpisah ?" Lagu suaranja sangat menjedapkan telinga. Menurut lagu serta tekanan lidahnja dapat diketahui bahwa wanita itu datang dari daerah utara. Menampak wadjah wanita itu, A Hong sangat tergerak hatinja Kiranja wanita itu sama rupanja dengan wanita jang ia temukan beruntun2 tiga hari didalam alam mimpi.
Didalam alam mimpi itu si wanita mengaku sebagai ibunja kini djelas apa jang dilihatnja itu bukanlah mimpi, tetapi sungguh terdjadi, wanita itu muntjul dengan mendadak. Tapi benarkah wanita itu ibunja jang sedjati ? Ia jadi sangat sangsi, tengah ingin bertanya atau si orang tua sudah berkata dengan sangat marahnja : “Siluman, aku hendak mengadu djiwa denganmu!" Maka dengan terdengarnja suara gemeroncang orang segera nampak si orang tua telah mengeluarkan sendjatanja Sam Tjiat Kun (Pentungan beruas tiga) jang terbuat daripada badja murni. sinarnja berkilat2. Ia melangkah miring satu tindak, kemudian dengan menggunakan tipu pukulan “Liaw Tjee Hui Hiat" (bintang alih melesat) mendadak ia membalikkan tangannja menjerang si wanita aneh itu.
Wanita itu mula' bertangan hampa. ia membungkukkan tubuh-nja, tangannja me-raba kebawah kiri-kanan kendaraan, maka dengan terdengarnja suara mendjeblak, kendaraan itu menurun dua kaki kebawah, dan setelah itu tahu' pada tangan si wanita aneh itu telah mentjekal suatu sendjata jang berbentuk lingkaran ,dan dengan terdengarnja suara gemerintjing ia telah menjambut serangan pentungan beruas tiga itu, keras lawan keras, sehingga lelatu apinja muntjrat kesana-sini akibat bentrokan kedua sendjata itu. Karena bentrokan tenaga itu si orang tua mundur beberapa langkah dengan ter-hujung'.
A Hong pun lantas mengetahui, bahwa sendjata jang dipergunakan oleh wanita aneh itu bukan lain daripada roda kendaraan itu, jang terbuat daripada besi hitam murni. Si orang tua itu berkata dengan napasnja jang mengap2 sam-bil mengertak giginja.:
„Tidak seharusnja dahulu hari aku berlaku baik hati, kini benar2 aku mesti binasa dalam tanganmu!" Si wanita berambut pandjang itu tertawa ter-kekeh" dengan anehnja, rambut pandjangnja terhembus angin me-riap. berkibar-an kian-kemari.
Setelah bertahan sabar untuk sekian lamanja, A Hong sudah tidak dapat terus menutup mulutnja, ia memanggil dengan suara perlahan „Ibu!" Demi mendengar suara panggilan itu, si wanita itu berpaling dan berkata dengan tangisannja : „Anak jang baik, aku akan mem-buat perhitungan lama dengan orang ini, setelah mana aku baru ber-tjakap' setjara asjik denganmu!" Orang tua itu bangkit amarahnja.
„Perempuan siluman, kau mentjari aku untuk membuat perhitungan lama, itulah dapat dimengerti, tetapi mengapa kau datang malam' menggunakan dupa ratjun jang membuat orang mabuk dan membuat A Hong pingsan, setelah itu kau mengambil kesempatan diwaktu dia belum sadar betul, kau pura2 mendjadi roh atau saitan untuk mengadu domba, memisahkan hubungan erat antara kami bapak beranak ?" kata orang itu.
„Omong kosong, hubungan apa ?" dampratnja wanita itu, se-belah tangannja sekali diangkatnja, maka ia dengan kendaraannja jang sudah tak beroda itu, sama2 membubung tinggi, berbareng dengan itu kelima djarinja tak henti2nja dibuat main, dengan demikian roda jang berada didalam tangannja berputar sehingga men- dengung. Dengan itu ia menerdjang si orang tua. Nampak jang demikian itu si orang tua segera mendjatuhkan diri untuk menghindarkannja, sambil memukulkan pentungannja setjara melintang dengan tak kurang tjepatnja pula, tetapi baru sadja tangan bergerak, si wanita berambut pandjang itupun meng- gerakkan tangannja, dan kendaraannja jang tak beroda jang me-ngapung dua kaki diatas tantai itu berputar dengan mendadak dan segera berhadapan dengan si orang tua, rodanja sekali mem-balik lalu menjambut serangan si orang tua itu. Si orang tua telah mentjoba tenaga dalamnja wanita itu, dan telah mengetahui bahwa tenaga dalam lawannja djauh lebih kuat daripada tenaga dalamnja sendiri, maka ia tidak berani keras adu keras pula buru2 ia menarik pentungannja menjerang setjara me-mutar, tetapi hal itu sudah terlambat, dan terdengarlah suara gemerintjing jang keras. Setelah itu si wanita rambut pandjang itu memutarkan pula rodanja dan menjalurkan tenaga dalamnja jang dahsjat dengan tjepat, maka si orang tua ber-ulang. lompat mundur sampai tudjuh atau delapan langkah, maka dengan ter-dengarnja suara „Buk" satu kali, ia tertumbuk pada dinding tembok, darah segar menjembur keluar dari mulutnja. A Hong dilain pihak tak tahu apa jang ia harus perbuat. Me-nurut setjara kepantasan, si orang tua itu adalah ajahnja, dengan sendirinja ia seharusnja mernbantui si orang tua, tetapi impian buruk jang ia alami itu tak dapat tidak membuat ia merasa ragu'. Lagipula tadi ia telah pula mendengar si orang tua mengutuk si wanita itu, jang dikatakannja telah menggunakan dupa ratjun membuat ia mabok, setelah mana wanita itu ber-pura2 menjamar sebagai malaikat atau saitan. Kata2 itu makin membuatnja ia lebih ragu2 lagi. Pikirnja djika wanita itu hendak mentjelakainja, mengapa tidak melakukannja pada waktu itu ? Dari sini dapat diketahui, bahwa wanita itu sama sekali tidak bermaksud mentjelakainja. Tetapi benarkah wanita itu ibu kandungnja sendiri ? Karena itu dengan diluar kceauannja sendiri ia meng-ingat' ke-adaan alam mimpinja selama tiga hari berturut' itu.
Pada waktu itu, suara tong tong baru sadja terdengar dua kali, djadi hari baru sadja antara djam sepuluh dan djam sebelas. A Hong baru tengah membatja buku. Dengan mendadak sadja dirasakannja selaput matanja memberat. Semendjak ia pindah di dusun kecil di dekat Desa Hoa Koan bilangan daerah propinsi Kuantung ini. Tiap tiap malam selewatnya bunyai tong tong tong 3 kali antara jam dua puluh empat tengah malam dan jam satu dinihari. A Hong senantiasa berlatih tjara menggerakkan tenaga dalam. Maka menurut kebiasaannja ia tidak tidur sama sekali di waktu malam. Untuk baginja ilmu penggerakan tenaga dalam jang dipeladjarinja itu adalah ilmu istimewa keluarga itu, tidak memerlukan istirahat, Apa jang dipentingkan ialah ber-duduk dan melatih djalan pernapasan. Maka pada waktu sebelum djam dua puluh empat ia senantiasa membatja segala buku2. Dan oleh karena hal tersebut diatas sudah dilakukan setiap malam hingga sudah mendjadi kebiasaan, maka ketika selaput matanja memberat, ia merasa ter- heran2, menggunakan tenaga hawa sedjatinja untuk memberantasnja, tetapi hal itu bukan sadja membuatnja djadi sadar, bahkan sebaliknja, rasa kantuk-nja makin men-djadi' dan terdjatuh kedalam alam jang samar2, schingga ia tidak dapat membedakan apakah ia sebenarnja di alam sadar atau sedang dalam bermimpi. Djustru pada waktu itu, terasa olehnja suatu siliran angin dari daun djendela jang terbuka dengan mendadak. Seorang wa-nita berambut pandjang duduk pada sebuah kendaraan jang beroda tunggal bagaikan terbang sadja agaknja masuk kedalam kamar sambil memanggil .,A Hong ! A Hong !" A Hong merasa heran dalam hati pikirnja, mengapa wanita ini mengetahui akan namanja ? Maka buru2 ia bertanja : „Siapa kau?"
„Akulah ibumu!" djawab wanita itu sambil menangis. A Hong ,djadi melengak, ia berkata kemudian : „Kau djangan bersenda-aurau denganku, ibu kandungku telah meninggal dunia ketika aku baru dilahirkan Iagipula suara lagu kata2mu tidak tjotjok, ibuku seorang penduduk desa Sam Tjui bilangan daerah propinsi Kwantung !"
Wanita itu menghela napas. „A Hong, kan telah terpedaja !" katanja, ..apakah kau kira pendjahat tua itu bapakmu ? Tidak sadja dia bukan ajahmu, bahkan dia adalah orang jang membunuh ajah-bundamu, seorangmusuh besarmu. Djika kau hendak rnengetahui keadaan jang se-benarnja, hendak mengetahui makam dan tulang belulang ajahmu, serta tempat simpanan mustika aneh, jang waktu itu dia hendak merampasnja tetapi tidak berhasil, kau boleh mentjari sebuah lukisan panaroma, jang disimpannja didalam rak buku, jang terbuat dari hambu itu, dan memeriksannja dengan teliti ! Anak jang ibumu belum meninggal dunia, kau harus mendengar dan pertjaja akan kata ibumu!"
A Hong mendengarnja dengan ter-bengong' ketika ia hendak membuka mulut untuk hertanja, tiba' si wanita berambut pandjang itu sudah menekankan tangannja diatas medja buku (medja tulis) dan pada seketika itu djuga, dia ber-sama' kendaraannja, mundur dan keluar dari djendela akan segera menghilang.
Setelah wanita itu sudah pergi, A Hong telah terbangun dengan mendadak, tetapi segala keadaan didalam alam mimpi itu masih djelas seperti nampak didepan matanja. Ia djadi terbengong2 seorang diri untuk sekian lamanja. Ia menunggu suara tong tong, kemudian terdengar olehnja suara tong tong dipukul tiga kali. maka waktu itu sudah djam dua puluh empat lewat. Dan ia segera melatih ilmunja mendjalankan pernapasan dengan teratur dan tjaranja mengerahkan tenaga dalam. Pada keesokan harinja, ia hanja menganggapnja kedjadian semalam itu sebagai mimpi buruk sadja.
Tetapi malam berikutnja, kembali ia dapat impian jang serupa dengan keadaan semalam ,si wanita berambut pandjang itu datang bagaikan terbang sadja. A Hong djadi semakin heran didalam hatinja. Malam ketigapun demikian djuga. A Hong mentjoba men-tjari' apa’ diatas rak tempat penjimpan buku. itu, dan benar sadja dengan setjara mudah ia dapat menemukan segulung lukisan tua jang disimpan didalam buluh bambu. Maka lalu dibentangkannja lukisan itu untuk diperiksa, tetapi apa jang ia ketemukan hanja lukisan panorama biasa sadja, tak dapat diketemukan sesuatu jang mentjurigakan.
A Hong memeriksanja lagi dengan teliti. tidak djuga berhasit menemukan apa2. Pada malam keempat, A Hong djadi makin tjuriga, pikirnja apakah Tay Lek Kim Kong Oey Ling jang ia panggilnja ajah itu bukan ajah kandungnja? Apakah benar seperti apa jang dikatakan oleh perempuan berambut pandjang itu. Bahwa orang jang dipanggil ajah itu sebenarnja adalah musuh besarnja pembunuh ajah-bundanja sendiri ? Djustru tengah ia terbengong' itu. Tay Lek Kim Kong Oey Ling sudah datang dan masuk kekamar. Dan oleh karena ia itu buru2 ia simpan gambar itu dan pura' membatja buku. la menjelipkan dua buah Liu Jap To atau pisau setipis kertas itu didalam halaman buku itu. Kemudian setelah ia mendengar orang tua itu mengatakan, Bahwa biar bagaimanapun djuga ia harus menganggapnja ajah dan sebagainja, maka ketjurigaannja makin men-djadi2. Setelah Tai Lek Kim Kong menggebrak medja dan gusar, barulah A Hong pertjaja benar2 apa jang ia lihat didalam alam mimpinja serta katanja wanita berambut pandjang itu benar adanja, lalu dilepaskannja serangannja dengan pisau tipis Liu Jap To itu.
Samasekali tidak disangka, setelah Tay Lek Kim Kong terluka, wanita berambut pandjang jang disaksikannja didalam alam mimpi itu telah menggedor atap rumah dan turun dari atas, dan sekali bertemu segera bertempur.
A Hong menjaksikannja dengan terpaku dipinggir. Setelah nampak Tay Lek Kim Kong terpental, dan punggungnja tersentuh dinding tembok dan menjemburkan darah segar dari mulut-nja, jang mana menandakan dia telah mendapat luka berat, maka A Hong lalu teringat, bahwa selama belasan tahun ini. Tay Lek Kim Kong Oey Ling hidup bersama2 dengannja didusun ketjil ini, dan memperlakukannja seperti ajah terhadap anak kandung-nja. Ilmu silat jang dimilikinja hingga sekarang inipun adalah Tay Lek Kim Kong jang mengadjarkannja. Mengingat akan hal itu, maka didalam hatinja sebenarnja timbul rasa tidak tega, lalu lari kepadanja. Tay Lek Kim Kong Oey Ling nampak akan hal itu, dengan mendadak sadja ia berseru : „Djangan mendekat ! Aku adalah musuh atau pembunuh ajahmu!"
Mendengar perkataan itu A Hong sangat terkedjut, lalu me-nanja : „Kau … Kau ……” Tay Lek Kim Kong tertawa sedih sambil berkata : „Tidak salah, aku ini pembunuh ajahmu !" Ia mengangkat tangannja jang gemetar itu, sambil menundjuk pada wanita berambut pandjang. ia berkata : „Diapun pembunuh ajahmu, tangannja lebih kedjam daripada aku! Dia lebih beratjun ! Setelah dia membunuh ajah dan ibumu, sehingga kini belasan tahun telah berselang, tapi masih djuga ia tidak mau membiarkanmu, tidak mau membiarkan aku djuga!" Malam ini didalam waktu sesingkat itu telah terdjadi hal jang mengakibatkan suatu perubahan jang terlampau besar bagi penghidupan A Hong selama ini, maka tak tahulah ia apa jang harus diperbuat. maka ia berkata : „Dia …. dia ….. kau ….. kalian ini semua sebenarnja orang matjam apa ?" Tay Lek Kim Kong Oey Ling berkata dengan napas sengal2,
“A Hong aku terhadapmu seperti djuga ajahmu
,sadja, Kau panggillah aku sekali saja” Hati A Hong sudah tidak keruan rasanja, ia tidak turuti kebendaknja orang tua itu. Setelah mana ia nampak si wanita berambut pandjang itu sambil memperdengarkan suara tertawa aneh berulang2, roda jang ada ditangannja diketukkan kelantai. maka orang serta kendaraan itu membumbung tinggi, akan kemudian roda itu terpasangkan pada asanja. maka kendaraan itu menjadi pula kendaraan jang berodla tunggal, dan selandjutnja tangan si wanita itu menolak, maka kendaraan itu segera djalan kearah pintu dengan tjepatnja. Terdengar suara gemuruh dari menggelindingnja roda kendaraan itu jang turun dari anak tangga rumah bertingkat itu.
Menampak kepergiannja wanita itu A Hong berseru
.,Tunggu dulu sebentar !" Tetapi kendaraan beroda tunggal itu bukan main tjepatnja. A Hong baru turun dari empat atau lima tingkat anak tangga, kendaraan itu sudah menjentuh pintu jang masih tertutup hingga menerbitkan suara mendebur dan pintu itu sudah berlobang besar, dan wanita berambut panjang itu bersama2 kendaraannja telah keluar dari lobang itu .
A Hong memburuhnya keluar dari pintu jang terbobol itu untuk melihatnja maka nampak wanita itu sudah berada terpisah empat atau lima puluh kaki jauhnya dan sesaat kemudian sudah menghilang didalam kegelapan. A Hong mengetahui, bahwa ia tak akan berhasil mengejarnya, dengan perasaan ter- paksa ia kembali ke tingkat dua.
Ia tampak Tay Lek Kim Kong sudah jatuh di lantai, wadjahnja putjat lesi menge!uarkan air peluh se-besar' kedele. nampak A Hong masuk dengan napas empas- empisi, ia memanggil „A Hong! A Hong !"
A Hong memang berhati mulia dan luhur, kedjadian malam ini telah membuat hati dan semangatnya kacau, kini menampak Tay Lek Kim Kong Oei Ling ,sudahhabis tenaga dan akan menemui adjalnya maka timbulalah rasa kasihannya, ia menunduk dan bertanja “Ayah ada apa memanggilku ?"
Mendengar pertanjaan Itu Tay let Kim Kong memperlihatkan sedikit senjuman sambil berkata _A Hong, achirnja kau mau djuga, memanggilku ajah, jerih-pajahku selama belasan tahun ini .,.dapat djuga dikatakan tidak sia-sia, Iekaslah kau rusakkan rak buku terbuat dari bambu bintik' itu, didalam rak itu terdapat sebuah lukisan panorama jang erat hubungannja dengan kau, aku akan menundjukkan kepadamu."
' „Tak usah kau ambil dari dalam rak buku, lukisan itu sudah ada padaku." Lalu diambilnja lukisan itu dari dalam badjunja.
Mendengar kata2 A Hong itu, Tay Lek Kim Kong Oey Ling dengan mendadak sadja berubah wadjah mukanja, ia berkata ,Apakah si wanita iblis itu jang mentjeriterakan kepadamu ? Dia …….. dia ………
,.Ajah, apakah dia bukan ibu kandungku ?" tanja A Hong, memotong. -
Tay Lek Kim Kong Oey Ling sudah tidak ada tenaga untuk mendjawab lagi, ia hanja membentangkan lukisan itu, djari telundjuknja bergeser', berhenti pada lukisan suatu puntjak gunung d an b e r k a t a : „ A ”
A Hong tengah mendengarnja dengan penuh perhatian, tetapi beberapa saat telah lewat, tidak ada kata' lain jang diutjapkan orang tua itu. ia menatapi wadjah si orang tua, maka diketahuilah bahwa Tay Lek Kim Kong Oey Ling sudah tidak bernapas lagi, kiranja baru dia menjebut kata „A", napasnja sudah lantas berhenti dan meninggal dunia.
Semendjak A Hong mendjadi dewasa dan mengerti urusan, sekalipun ia pernah merasa, bahwa ajahnja jaitu Tay Lek Kim Kong Oey Ling, seorang jang mengcrti ilmu sastera berbareng mengerti djuga ilmu silat, berbitjara mengenai tjeritera penghidupan didunia persilatan seakan. diapun salah seorang jang berilmu tinggi, tetapi sebaliknja dia malah membawanja hidup menjepi didusun sesunji ini. Hal ini memang agak aneh, tetapi ia samasekali tidak menjangka, bahwa riwajatnja atau asal-usulnja sendiri ada demikian anehnja. Ia samasekali tidak mengira, bahwa Tay Lek Kim Kong jang mcmperlakukannja sebaik ini, sebenarnja bukan ajahnja sendiri, malah pada mendjelang menemui adjalnja mengaku, bahwa dia adalah musuh jang membunuh ajah kandungnja sendiri.
Tentang wanita beramhut pandjang jang menggunakan kendaraan beroda tunggal dan jang sepak terdjangnja sangat aneh seakan' tingkah- lakunja saitan atau iblis itu, baginja terlebih aneh serta penuh dengan rahasia. Siapakah dia sebenarnja, tidak dapat diketahuinja.
A Hong terbengong untuk beberapa saat lamanja memandangi djenazah Tay Lek Kim Kong. Achirnja ia ambil lukisan jang masih didalam tangannja orang tua itu, lalu ditelitinja dibawah
sinar pelita, diperiksanja dengan seksama gambar puntjak gunung itu. Puntjak gunung itu didalam lukisan hanja sebesar kepalan tangan, tetapi setelah diperiksanja dengan seksama, maka diketahuilah, bahwa disitu terlukis empat atau lima orang, wadjah rupanja seperti hidup. A Hong tergerak hatinja, sinar pelita sangat suram, untuk sementara tidak djelas baginja, lalu dengan sangat hati2 dimasuk.- kannja kedalam sakunja. Setelah mana ia mengambil sepasang golok Liu Jap To jang tersangkut pada dinding tembok, lalu ia masuk ke kamar tidur, setelah keluar pula, ia telah mengenakan pakaian berwarna ungu tua dan herkantjing rapat. Dengan hati se-akan' tidak tega meninggalkannja, ia menatap kamar buku jang selama hidupnja itu mendjadi tempat berlatih dan membatja itu, lalu mendukung djenazah Tay Lek Kim Kong Oey Ling, dibawanja keluar dan turun dari rumah bertingkat itu.
Keadaan dusun pada malam itu sangat sunjinja. Ia terus jalan sampai diudjung dusun baru menghentikan langkah kakinja. Dengan menggunakan golok Liu Jap To itu, ia menggali tanah dan menguburnja djenazah Tay Lek Kim Kong itu dengan sembarangan sadja. Setelah mana ia menengadah dan menghela napas pandjang. Ia sudah mengambil ketetapan untuk mentjari tahu mengenai asal-usul dirinja sendiri, dan djuga akan berusaha mengetahui siapa sebenarnja ajah serta ibu kandungnja. la berdiam ditempat itu untuk sesaat lamanja, kemudian lalu melangkahkan kakinja kearah utara. Ia berdjalan terus tak henti'nja, sampai pada hari sudah terang tanah tibalah ia disebuah kola ketjil. Hari itu kebetulan adalah hari pasaran untuk kota itu, banjak sekali orang berhilir mudik, ia jang semalam suntuk tidak tidur, perutnja merasa lapar. Lalu masuklah ia kesebuah rumah makan. Baru sadja ia melangkahkan kaki atau dari hadapannja terlihat seorang jang tubuhnja ketjil berdjalan ter-hujung2 sambil seradak-seruduk kian- kemari. A Hong miringkan tubuhnja, orang itupun miringkan badannja, hampir sadja menjentuh tubuhnja, tetapi achirnja hanja lewat dengan saling tersenggol sadja. A Hong tidak hendak berurusan dengan orang hanja soal ketjil ini. ia djalan perlahan2 masuk, baru sadja ia duduk belum lagi memesan barang makanan, tiba2 orang jang tadi hampir bertubrukan dengannja itu telah kembali dengan kedua tangannja
Memegang sebuah lukisan sambil di pandangnya dengan penuh perhatian.
A Hong jadi terkejut, tangannya merogoh ke dalam sakunya, maka ia mengetahui gambar lukisan panorama yang dibawanya telah hilang. Maka bukan main kagetnya, ia menggebrak meja sambil berseru “Eh ! Kau ini, mengapa pada siang hari yang terang benderang ini berani mentjuri barang orang ? "
Orang itu tertawa ha ha hi hi. Tertampak oleh A Hong bahwa Orang itu mengenakan badju pandjang jang gerombongan, pada kepalanja memakai topi brtlu jang aneh bentuknja, rornannja tja-lap ganteng. seorang pemuda jang berusia tudjuli atau detapan betas tahun. Tetapi pada dahinja teluh tertampak tudjuh atau dela-pan lekuk' jang datum, narnpaknja sungguh lutju. Dengan tertawa meringis is herkata „Eh
! Nona, hati2ah dengan kata2mu, siapa jang mentjuri barangmu ?" Lagu suara perkataannja adalah lagu lidah orang daerah utara, suaranja empuk se-akan2 keluar dari mulutnja seorang pemudi sadja. A Hong sangat gelisah, ia melompat selangkah dan merebut- nja dengan tangan kanannja, ia mempersatukan kelima djarinja bagaikan sendjata tombak tjagak rnenjerang kedua mata orang itu. sedang tangan kirinja ia membolak-balikan pergelangan tangannja. dengan demikian ia menggunakan tipu pukulan „Pwat In Na Gwat" (menjingkap awan mengambil rembulan), ialah salah satu matjam pukulan dalam Ilmu silat „Siam Kin Na Djiu" (ilmu silat tangan kosong), ia merebut lukisan jang dipegang oleh orang itu. Tetapi samasekali tak disangka, bahwa gerakan orang itu sedemikian gesitnja ia lompat berkelit, dan dengan kesempatan itu ia telah mendjambret bangku pandjang untuk menutupi kepala serta mukanja. A Hong makin gelisah tertjampur gustar, maka dengan terdengarnja suara gemerontjang, kedua golok Liu Jap To-nja telah terhunus, dan sinarnja jang putih berkilau membuat orang silau matanja. Ia membalik tangannja, golok Liu lap To segera menjambar mengenai bangku pandjang itu. Orang itu melepaskan bangku pandjangnja sambil berseru „Tjelaka! Perampok wanita menggunakan sendjata!" Samasekali A Hong tidak menjangka, bahwa orang itu akan melepaskan tangannja dengan mendadak, karena terlampau ba njak ia mengerahkan tenaganja, ia terhnjting mundur kebelakang dua langkah. Sementara itu ia menatap kepada orang itu, maka dilihatnja orang itu mentjemoohkannja dengan memainkan rupa mukanja. Sungguh membuat orang djadi djengkel bertjampur merasa lutju. Karena itu A Hong berkata „Sahabat ! Lukisan itu tak akan ber-guna hagimu, sebaliknja bagiku sangat berharga, kuminta dengan hormat kau suka mengembalikannja!" Orang itu mengeluarkan suara tertawania sambil memainkan bahunja turun- naik, nampaknja ia tidak sudi meluluskan permintaan A Hong. A Hong djadi tidak berdaja, dengan terpaksa ia mengedjarnja pula. Didalam rumah makan itu memang terdapat belasan tamu jang sedang makan dan minum, tetapi karena perkelahian kedua orang itu, maka kesemuanja pada lari menjingkir.
Pelajan rumah makan itu bersama pemiliknja djuga ketakutan. Ada pula seorang pelajan rumah makan bersembunji didalam lemari. Pemilik rumah makan itu tidak berani melihat dengan mengangkat kepalanja. Ia berseru „Radja perampok wanita, ampunilah djiwaku!" Tengah ribut2 itu, ada dua orang masuk dengan langkah lebar, jang seorang berusia kira2 dua puluh tudjuh atau dua puluh delapan tahun, jang seorang lagi baru berumur dua puluhan. Mereka berseru dengan serentak : „Mengapa kalian berkelahi ?" Jang usia mudaan, lidah suaranja berlidah penduduk pribumi tempat itu, jang tuaan berlidah orang daerah utara.
Nampak ada orang datang, A Hong lalu menundjuk orang itu sambil berkata „Orang ini telah merampas sebuah lukisanku." Jang berusia mudaan berkata :
„Oh, ada kedjadian jang dem-kian ?" Ia berpaling kepada orang itu sambil mendamprat : ,,S-habat, kulihat kaupun salah seorang dari kalangan Kang-ouw, mengapa turun tangan men,hina ,wanita ?" Orang itu meleletkan lidahnja sambil berkata : „Ai ! Hebat benar ! Aku bernama Tju Sam Hwa, namamu siapa ? Apakah kau seorang hidung belang ?" Pemuda itu melengak lalu bertanja : .,Mengapa aku disebut hidung belang ?" Orang itu tertawa terkekeh", lalu berkata pula :
„Hidung belang suka akan wanita jang berparas elok, apakah kau tidak mengetahui ? Kau nampak nona ini elok rupanja, sekali masuk lalu mengatakan aku salah, apakah kau masih terhitung orang djudjur ?" Pemuda itu berubah roman wadjahnja. Pikirnja, dengan hanja mendengar dari satu pihak sadja lantas menjalahkan orang, me-manglah tidak benar. Maka ia tidak dapat membantah perkataan Tju Sam Hwa dan diam sadja. Jang usianja tuaan, nampaknja djudjur polos. maka ia tak dapat ber-kata'.
Setelah membungkam sekian lamanja. achirnja orang jang usia-nja mudaan itu berkata : “Saya jang rendah She Siang bernama Ban. Kalian berdua mengapa bertengkar disini, harap memberikan pendjelasan!" Mendengar perkataan itu, A Hong meng- gedruk'kan kakinja sambil berkata : ..Bukankah telah kukatakan tadi bahwa orang ini merampas sebuah lukisan ? Akupun tidak minta kalian mengurus soal ini, aku sendiri mempunjai daja tmtuk merebut kembali !" Setelah berkata begitu, ia mernbolang-balingkan kedua golok Liu Jap To-nja, lalu melompat madju. Tangan kirinja meng-gunakan tipu pukulan „Swat Hwa Kai Tong" (Bunga saldju menutupi kepada), Lengan kanannja menggunakan tipu pukulan „Ling Wan Hian Tho" (Kera sakti rnenjadjikan buah Tho) ia menjerang dengan tjepat dengan kedua goloknja. Orang itu berseru njaring : „Aduh ibuku!" ia lantas melom-pat tinggi kira2 puluhan kaki tingginja. Tangannja diulur, mendjambret kaso rumah, lain bergojang kian-kemari, kedua kakinja melurus, maka dengan segera orangnja bagaikan anak panah meninggalkan busurnja lompat keluar sampai ditengah djalan. A Hong berseru : ,.Hei, bangsat, djangan lari !"
Setelah mana ia menenteng golok Liu Jap To-nja lalu mengedjarnja dari belakang, orang' jang nampak keadaan itu lalu pada menjingkir. Ternjata kedua orang jang baru datang itu tidak mengenal satu pada lain. Maka Siang Ban memberi hormat kepada orang itu, sambil bertanja : -Kakek ini she apa dan nama apa ?"
„Aku jang rendah Thia It Kwie," djawahnja orang itu.
„Thia-heng. kedua orang tadi tinggi sekali ilmu silatnja. Pihak mana jang salah sementara sukar diketahui djelas, bagai-mana djika kita mengedjarnja dari belakang ?" berkata Siang Ban. Rupanja Thia It Kwie berkeberatan, Siang Ban tidak puas agaknja. ia berkata
: .,Peribahasa ada mengatakan bahwa didjalan nampak hal jang tida adil, menghunus golok untuk menolong. Thia-heng mengapa menolak ?" Thia It Kwie menghela napas.
“Siang Heng tidak tahu” katanya “ orang yang merebut lukisan itu adalah sumoyku” Mendengar kata- kata Thia It Kwi itu, Siang ban terkejut.
“Sumoyku itu sangat nakal” kata Thia It Kwi pula “aku ……. Aku…….. tidakberani membuat ia marah !” Mendengarkata2 itu, Siang Ban hampir tak tertahan untuk tidak tertawa ia lalu berkata „Mustahil seorang laki2 takut kepada perempuan? Hajo, djalan !" ia lalu menarik tangan dengan paksa.
Maka dikisahkan kedua orang jang kedjar- mengedjar itu, tidak antara lama sudah keluar dari kota ketjil itu. Dari kedjauhan telah nampak bukit Hwa San jang hidjau dan rindang pohonnja. A Hong mengerahkan segenap tenaganja, tetapi orang itu tetap berada didepannja dengan djarak antara beberapa belas kaki, tak dapat ditjandak. Gambar lukisan panorama itu telah diberi petungjuk oleh Tay Lek Kim Kong Oey Ling semalam, dipuntjak gunung pada lukisan itu ada beberapa lukisan manusia jang sangat hidup dan mirip keadaan jang sebenarnja. Maka daripadanja pasti ada sesuatu rahasia jang besar, dan hal ini belum ia dapat ketahui djelas, tetapi lukisan itu telah dirampas oleh orang itu. Maka bagaimana mana A Hong dapat membiarkannja dengan begitu sadja? Oleh karena itu A Hong mendampratnja : si orang She Tju. djika kau tidak mau berhenti. nonamu tak akan berlaku sungkan lagi !" Sambil berkata demikian ia sudah membuka sutera ungu jang ada pada bagian pinggangnja, tampaklah didalamnja sebaris golok Liu Jap To jang pandiangnja kira2 lima dim dan berdjumlah kira2 tiga atau empat puluh buah. kesemuanja berkilau2 menjilaukan mata. Tju Sam Hwa tidak menghiraukan antjaman itu, malah ia ber- kata : ..Kalau kau mempunjai kepandaian, keluarkanlah semua! Apa gunanja menggertak. sadia
?" Mendengar tantangan itu, panaslah hatinja A Hong, ia berkata ..Baiklah !" Dengan udjung goloknja ia mentjongkel did-lam kantong sutera itu, maka dengan terdengarnja suara gemerintjing beruntun2 tudjuh buah golok Liu lap To beterbangan di udara. A Hong hergerak dengan tjepatnya, kedua tangannya diangkat erentak serentak, tangan kirinja melontarkan tiga buah golok terbang tangan kanannja melontarkan empat buah, ketudjuh buah golok terbang itu melesat meluntjur kearah Tju Sam Hwa.
Baru sadja ketudjuh buah golok Liu hap To itu melesat, lalu Ia memindahkan goloknya pada tangan kirinja, dan tangan kanannya meraba pula bagian pinggangnja, diambilnja pula tudjuh buah golok Liu Jap To ditumpuk menjadi satu di tangannya, dibalingkannya tangannya maka tujuh buah golok terbang melesat pula malah lajunya melebihi ketujuh buah golok terbang yang pertama tadi, tidak antara lama kemudian, yang dilepaskan belakangan ini telah melombai golong terbang yang pertama dan meluncur terlebih dahulu.
Nampaknja Tju Sam Hwa sama sekali seakan tidak bersiaga, golok terbang jang dilepaskan belakangan itu sudah hampir mengenai sasarannja. tetapi dengan mendadak ada orang berseru di samping „Hati2lah Sumoay ! Berikanlah sedikit rasa kasihan nona!"
Setelah mana maka orang dapat nampak, bahwa ada sesosok tubuh jang dilindungi segumpal sinar murni terbang melintang dari samping, kiranja orang itu tengah memainkan pedang pandjangnja sewaktu orangnja masih berada diudara. Kembang2 dari permainan pedangnja itu telah memukul ketudjuh buah golok Liu Jap To jang sudah hampir mengenai Tju Sam Hwa itu.
Tetapi ketudjuh buah golok terbang baru sadja tertampak djatuh semua, tudjuh buah golok terbang jang menjusul telah tiba ketika orang itu memainkan pedangnja untuk menghadapinja sudah tidak keburu, hanja dapat ia menjampok djatuh lima buah golok, dan dua buah golok terbang jang lainnja berhasil menerobos masuk dalam djaring bajangan pedang jang rapat itu menantjap pada kedua belah bahunja.
Golok menantjap masuk hingga tiga dim lebih dalamnja, darahnja mengalir keluar.
A Hong nampak, bahwa golok terbangnja salah melukai orang lain, maka dengan tidak disengadja ia telah mengeluar suara „Ah !"
Kiranja orang itu bukan lain daripada Thia It Kwie, Tju Siu Hwa sebaliknja berpaling kebelakang dan mentjomel „Suko, lagi kau datang mentjampuri urusan orang lain. Belasan besi jang bobrok itu tak mungkin dapat melukai aku!" Sambil kata demikiaa mukanja memperlihatkan wadjah orang jang tidak senang.
Thia It Kwie tertawa getir sekali, lalu menotok djalan darahnja Kian Tjing Hiat sendiri agar supaja darahnja berhenti mengalir.
A Hong merasa sangat malu, ia djalan mendekati hendak berkata2, tetapi wadjah mukanja berubah merah karena djengahnja.
Sebaliknya, Thia It Kwie malah membudjuknja :
„Nona djangan kuatir hanja luka pada kulit sadja." .A Hong melengak, in pikir didalam hatinja, dikolong langit ini mengapa terdapat orang sedjudjur ini ? Orang mengatakan bahwa orang2 didaerah utara banjak jang sederhana dan djudjur, ,Sungguh dapat dipertjaja. Maka ia lalu berkata dengan suara perlahan:
„Aku ….. Aku tidak sengadja menjerangmu." Thin It Kwie berkata sambil tertawa wadjar : „Sumoayku sangat nakal, suka menerbitkan onar, Iegakanlah hatimu nona, aku akan suruh dia mengembalikan barang nona."
A Hong djadi ragu22 .,Nona, nona Tju ini suka main', semuanja terbit karena salah paham sadja." Siang Ban tjampur bitjara. „Hm ! Kalian berdua djangan berlagak rojal, lukisan ini adalah miliku, siapa pun djangan ingin memintanja," kata Tju Sam Hwa sambil memperlihatkan wadjahnja jang muram. Thia It Kwie membudjuk „Sumoay, dimana kau memiliki Iukisan? Lekaslah keluarkan dan kembalikan kepada nona ini !"
„Fui ! Apa katamu ? Kau mana tahu aku mempunjai lukisan?" berkata Tju Sam Hwa dengan marah. Thia It Kwie terdiam tidak dapat berkata'.
Tju Sam Hwa baru sadja merampasnja dari tangannja A Hong merampas lukisanmu. katakanlah pada lukisan itu terdapat apa ?" „Sebuah lukisan panorama, pada puntjak gunung terdapat pula lima atau enam manusia sebesar kedele," djawah A Hong. Tju Sam Hwa baru sadja merampasnja dari tangannja A Hong dan baru sadja melihatnja dengan sepintas lain, pasti ia tidak akan dapat menemukan orang seketjil itu, Tetapi ia berlagak dan berkata : „Benar. masih ada apa lagi ?" A Hong melengak „Tidak ada apa' lagi," djawabnja.
Tju Sam Hwa berkata sambil bersenjum ewa :
„Maka dapat diketahui, bahwa lukisan itu bukan milikmu. Diatas gardu gunung itu terdapat papan jang melintang, kata' apakah jang tertalis pada papan itu, dan siapakah jang menulisnja ?" A Hong terbengong sesaat lamanja. In pikir didalam lukisan memang benar terdapat sebuah gardu, tetapi gardu itu hanja lebih kurang satu dim tingginja. Kalau benar terdapat papan tulisan jang melintang, tapi mustahil masih terdapat tulisan? Maka ia lalu mendampratnja „Kau membohong apa ?" Tju Sam Hwa berkata : „Suko, kau hendak membantui orang luar, kali ini sebaliknja kau salah membantu orang." Wadjah muka Thia It Kwie berubah merah karena djengahNya. Ia berkata : “Sumouy, mana dapat aku membantu orang lain ? Mustahil kau masih belum mengetahui isi hatiku?”
Kiranya sudah lama Thia It Kwie merindukan asmara kepada sumouynya. akan- tetapi oleh karena ia adalah seorang djudjur maka maksud hatinja itu senantiasa disimpannja tidak dintarakannja, kali ini karena sangat gelisah, maka terlandjur ia menjatakan isi hatinja, sesudah itu iapun sangat djengah ke-merah'an mukanja. Dengan suara menghina Tju Sam Hwa berkata „Fui ! Tebal amat mukamu ! Sahabat ini," katanja sambil menundjuk Siang Ban , „kuminta papan tulisan melintang pada gardu itu tertulis, „Lok Sui Teng"' (Garda air ria) tiga kata' dan jang membubuhi tanda tangan bernama Siang Djiu Beng," lain ia membentangkan lukisan itu.
Siang Ban mendengar dlisebutnja Siang Djiu Beng djadi melengak. Lalu bersama Thia It Kwie ia sama melihatnja. dan kesudahannja memang benar seperti apa jang dikatakan oleh Tju Sam Hwa. Kata2 itu demikian ketjilnja, tidak lebih besar daripada bidji widjen, tetapi djika tersorot oleh sinar matahari sebaliknja nampak sangat djelas. setjoretpun tidak sembarang tulis. Tulisan itu berbentuk style tulisan kurus dari zaman kaisar Song Wi Tjong. Thia It Kwie seorang djudjur ia merantau kedaerah selatan ber- sama' denganTju Sam Hwa, sebenarnja ia mengetahui djelas bahwa sumoaynja itu tidak memiiiki lukisan. tetapi kini nampak, bahwa apa jang dikatakannja semua benar. maka dengan terpaksa ia berpaling kepada A Hong clan berkata : ,.Nona, kata2 Sumoay, ku tidak salah."
A Hong ter-heran'. ia pikir didalam hatinja :
..Mengapa dia rnengetahui rahasia didalam lukisan itu
?" Maka ia buru2 berkata ..Kiraku dia kebetulan sadja. Lukisan itu dengan sebenarnja adalah milikku."
.,Apakah kau hendak mengakui hal milik orang ?" kata Tju Sam Hwa agak mendongkol. Lain ia membalik tubuh dan lari.
Siang Ban mengikutinja sambil berseru : .,Nona Tju, tunggu, Siang Djiu Beng itu adalah ajahku, mengapa namania terdapat didalam lukisan itu ?" Tju Sam Hwa menoleh pun tidak. Siang Ban pun terus mengedjarnja. A Hong pun hendak mengedjarnja, tetapi dihaIang- halangi oleh Thia It Kwie sambil berkata „Nona, djangan menjusahkan Sumoayku!" A Hong sangat marah. ia mengangkat goloknja hendak membatjok, tetapi pedang pandjangnja Thin It Kwie terkulai kebawah sama sekali tidak punya kehendak untuk membalas. A Hongpun tampak luka dibahunya Thia It Kwie masih meneteskan darah, maka tak tega ia membatjoknya pula. Ia menengadah dan melihat bahwa Siang Ban bersama Tju Sam Hwa sudah lari djauh, ia lain menghela napas sambil berkata:,,Tjampur tangannja kalian telah membuat urusan bahkan bertambah katjau! Lukisan itu memang benar milikku." „Segulung lukisan, ada pada hargania
?" djawab Thia It Kwie. Menampak akan kedjudjurannja Thin It Kwie itu, menimbulkan kesan baik dalam hatinja A Hong, tambah pulan Thia It Kwie memang benar tidak mengetahui apa gunanja lukisan itu, tidak dapat ia menjalahkannja. Maka ia lalu mentjeriterakan asal-usul-nja lukisan itu serta riwajat hidupnja sendiri dengan setjara sepintas lalu.
Mendengar penuturannja A Hong itu, Thia It Kwie terkedjut, lalu berkata „Kiranja Tay Lek Kim Kong Oey Liong itu baru meninggal dunia belum lama, kalau demikian halnja, maka si wanita beramhut pandjang itu tentunya, Tok Niotju Nie Kiauw. Hal ini kiranja tidak perlu disangsikan lagi.
A Hong belum pernah berkelana di dunia Kangouw. ia tidak mengetahui siapa jang disebut Tok Niotju Nie Kiaw itu, dan bagaimana sepak-terjangnya. Lalu ia bertanya : “Suaminja siapa namanja?" „Suami Tok Niotju Nie Kiauw itu djustru Tay Lek Kim Kong Oey Ling sendiri," djawab Thia it Kwie.
A Hong djadi makin tidak mengerti mengenai urusannja. Ia masih tidak tahu jang sebenarnja ajah ibu kandungnja. Ia diam terpaku untuk beberapa saat lamanja.
„Sudikah nona memberitahukan she dan nama nona
?" „Aku she ………………….." baru sadja ia hendak mengatakan she „Oey" mendadak is berhenti. Karena sudah terbukti bahwa Tay Lek Kim Kong Oey Ling bukan ajahnja jang benar,, mustahil ia menggunakankan she keluarga Oey itu ? Tetapi she apa sebetulnja ia, sama sekali ia tidak mengetahuinja. is bersangsi untuk sekian lamanja, baru kemudian ia berkata : „Aku dipanggil A Hong."
,,Nona Hong," berkata Thia It Kwie. „setelah lukisan itu se-demikian herharganja bagimu, maka baiklah kita bersama' menjusul Sumoayku untuk memintanja kembali." Nampak sepak-terdjang Thin It Kwie sedemikian djudjurnja. maka didalam hati A Hong bertambah kesan baiknja kepadanja,
Ia berkata : „Baiklah, tetapi apakah lukamu. tidak mendjadi halangan ?" Thin It Kwie berkata sambil bersenjum : „Tidak usah dikuatirkan." Demikianlah kedua orang itu lain bersama lari dengan tjepatnja. Tempat dimana peristiwa itu terdjadi, sebenarnja sudah termasuk daerah kaki gunung Hwa San, mereka berdua lari disepandjang djalan, sehingga dua djam lamanja, masih belum nampak bajangan, Tju Sam Hwa bersama Siang Ban. A Hong sangat gelisah. Thin It Kwie merasa djengah, karena ia maka urusan orang djadi rusak. Maka ia lalu berkata : ,.Nona Hong, djika urusan itu ada hubungannja dengan Tay Lek Kim Kong serta Tok Niotju Nie Kiauw, kebetulan sekali aku telah mendengar sebuah berita dikalangan dunia Kang- ouw."
A Hong pun bagaikan seorang jang sakit keras, lain mentjari tabib dengan sembarangan sadja.-Maka ia lalu bertanja : .,Kedjadian apa, tjobalah kau tuturkan
!".
Kira' dua puluh tahun yang lalu, Oey Ling bersama Nie Kiauw sudah saling bentrok," Thin it Kwie mulai menutur, ..tetapi mereka telah mempunjai seorang anak. mereka lalu menitipkan anak mereka itu kepada salah seorang. ke-dua2 suami-isteri itu siapapun tidak mengurusnja. Kemudian oleh karena terlampau banjak kedjahatan yang diperbuat oleh Nie Kiauw didalam dunia Kang-ouw, maka banyak orang Kang-oaw sama membentjinja. Paling terachir Tok Niotju Nie Kiauw tclah melakukan pula suatu hal jang oleh dunia Kang- ouw dianggapnja sangat busuk dan memalukan."
„Kedjadian apakah itu ?" tanja A Hong. “
Tok Niotju Nie Kiauw mendjabat sebagai pengawal istana radja Hok Ong, seorang radja keparat, dengan mengandal kepada pengaruhnja berbuat segala kedjahatan. tidak lagi mengindahkan tata-susila kemasjarakatan. Tidak lagi mengindahkan pada hukum negara. Terhadap segala orang dia suka berlaku sewenang”. Tok Niotju Nie Kiauw seringkali membantunja berbuat kedjahatan, ini masih soal yang kedua, yang paling menimbulkan kemarahan umum didalam dunia Kang-ouw itu ialah Tok Niotju Nie Kiauw mengumpulkan beberapa banjak orang'' busuk serta bersifat rendah dipuntjak gunung Ki Lian San, mengerojok pendekar besar pada djaman itu, jaitu suami-istri keluarga she Hok, sehingga mereka mendapat luka parah dan terbinasa. Kala itu Tay Lek Kim Kong Oey Ling pun ikut serta mengerojok !"
Teringat kepada kata2 yang diutjapkan oleh Tay Lek Kim Kong ketika mendjelang adjalnja. maka tergeraklah dalam hati A Hong, ia bertanja „Siapakah namanja Hok Tay-hiap suami-isteri itu?" „Mereka ialah Kian-kun Pat Kiam Hok Eng Pek dan Tan Tjing Lie-hiap Teng Lan, karena dia pandai sekali melukis !" Mendengar penuturan itu, A Hong tergerak pula hatinja. „Mengapa Tok Niotju Nie Kiauw memusuhi mereka ?" tanja-nja. „Aku sendiripun tidak mengerti dan tidak djelas," djawab Thia It Kwie, „hanja djika mendasarkannja pada berita2 jang tersiar didalam kalangan Kang-ouw, katanja kedua suami-isteri keluarga she Hok itu telah memperoleh suatu sendjata aneh serta berharga bagi dunia persilatan. Tetapi berbitjara mengenai hal ilnu silat serta tenaga mereka, sebenarnja mereka sudah tidak usah menggunakan lagi mustika itu, maka oleh Tan Tjing Lie-hiap digam- barkannja sebuah lukisan, didjelaskannja mengenai tempat penjimpanan sendjata mustika itu. Tok Niotju Nie Kiauw djustru pergi untuk mendapatkan gambar lukisan itu!"
„Mungkin lukisanku jang dibawa lari oleh Sumoaymu itu !" kata A Hong. „Tak mungkin," djawab Thia It Kwie,
.,djika benar lukisanmu jang ditjarinja, sudah tentu dia akan merebutnja dari tanganmu!" Pikirnja A Hong kata2 itu memang sangat beralasan dan Hok Tay-hiap suami-isteri itupun mungkin sekali ajah ibu kandungnja sendiri. Kini Tay Lek Kim Kong telah meninggal dunia, maka asal ia menanjakannja kepada Tok Niotju Nie Kiauw, hal ini akan dapat diketahui semuanja. Tetapi apa jang membuat ia sangat heran, mengapa Tju Sam Hwa mengetahui akan rahasia didalam lukisan itu, dan lebih mengetahui djelas daripada ia sendiri ? Kedua orang itu lain berunding, mereka merasa sekalipun tidak dapat menemui Tok Niotju Nie Kiauw, mentjari Tju Sam Hwa pun sama sadja. Oleh karena ini, mereka meneruskan per-djalanannja mentjari Tju Sam Hwa. Mereka menempuh perdjalanan hingga matahari terbenam di-sebelah barat. Tetapi masih djuga mereka belum berhasil menemukan bajangan Tju Sam Hwa hersama Siang Ban.
Malam hari itu dengan sangat terpaksa mereka menumpang menginap disuatu rumah keluarga pemburu. Mereka terus-menerus menempuh perdjalanan sampai tudjuh atau delapan hari lamanja, daerah pegunungan Hwa San telah di-lalui, masih djuga mereka tidak berhasil mentjari Tju Sam Hwa Dan Siang Ban, Tengah mereka berputus asa dan tidak mengetahui apa yang harus diperbuatnya, tiba2 mereka dapat mendengar dari serombongan pengawal piauw jang datang dari djurusan utara.
Menurut tjeritera mereka, maka pada waktu sekarang ini dikota keradjaan telah digemparkan oleh adanja sebuah berita mengenai suatu peristiwa jang aneh. bahwa be-runtun2 sehingga tiga kali, tempat penjimpan gambar lukisan di dalam istana radja terjadi peristiwa kebakaran ketjil. Tjaranja kebakaran itu terjadipun sangat aneh sekali. Orang mengatakan bahwa didalam istana radja telah kedatangan seorang siluman rase. Siluman rase ini agaknja sangat gemar akan lukisan, segala tempat lain tidak dia bakar, hanja tempat2 penjimpan gambar lukisan jang dibakarnja. Sungguh membuat orang merasa heran. Orang mengatakan, menurut seorang pengawal dari istana jang pernah melihatnja bahwa siluman rase itu berupa seorang wanita jang berambut pandjang menutupi mukanja, duduk pada sebuah kendaraan beroda tunggal terbang sana terbang sini dengan anehnja. Selama beberapa hari ini hubungan A Hong dengan Thia It Kwie telah makin akrab dan rapat.
Mendengar semua kata2 tadi A Hong merasa aneh sekali di dalam hatinja. Maka berkatalah ia kepada Thin It Kwie dengan suara perlahan „Kak It Kwie, bukankah wanita itu djustru Tok Niotju Nie Kiauw jang kupernah temuinja?" „Adik Hong, bagaimana djika kita teruskan perdjalanan kita ini sampai di ibukota keradjaan, untuk menjelidiki berita itu ? Tju Sumoay telah tnengetahui rahasia didalam lukisan itu, didaerah propinsi Kwanglung kita tidak dapat menemuinja, mungkin mereka pun pergi kekota radja. Pikirnja A Hong karena is sekarang seorang jang jatim piatu sebatang kara, kemanapun jang ditudjunja sama djuga. Mendapat kawan seperti Thia It Kwie jang suka menemaninja bersama2 menempuh perdjalanan ribuan lie itu adalah hal jang sukar di-tjari. Samasekali in tidak mengetahui, bahwa didalam hati sanubarinja Thia It Kwie hanya terdapat seorang Tju Sam Hwa, maksud hatinja untuk pergi kekota radja itupun hanja hendak bertemu dengan Tju Sam Hwa. Kedua orang itu lain membeli dua ekor kuda djempolan untuk ditunggangi sebagai ganti lelah kakinja, Mereka menudju kearah utara, selang beberapa hari, tibalah mereka dalam wilajah propinsi Kangsai.
A Hong tidak pandai bahasa daerah itu, sekali berkata-kata menjadi bahan tertawaan orang, segala sesuatunya mendapat bantuan dari Thia It Kwi maka ia semakin berterima kasih terhadap Thia It Kwi. Semua orang di dalam rumah penginapan menjangkanja mereka suami-isteri jang berusia muda. Ketika itu sekalipun A Hong merah wadjahnja, tetapi dalam batinnya merasa sedikit nikmat jang tak terkatakan. Sebaliknya Thia It Kwi sedikitpun tidak mempunjai rasa apa2'. Setelah menempuh perdja!anan sctengah bulan lebih, mereka sadah masuk dalam wilajah Kota radja. Keadaan kota itu benar ramai dan megah agung pemandangannya, bila dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Malam ituu mereka berdua bermalam pada sebuah rumah penginapan, mereka mentjari tahu tentang hal2 siluman rase jang muntjulkan diri diistana radja, dengan tjara menaja kepada pelajan rumah penginapan itu. , Penuturan pelajan rumah penginapan itu hampir serupa dengan tjeritera anggota perusahaan pengawal piauw. Katanja memang benar ada wanita berambut pandjang jang pergi kesana-sini dengan tidak meninggalkan bekas.
Kini Keng Sa Kin Tee Tak telah mengundang Toa- piauw-tauw Tan Tjiang Poa San Kie Tuan memimpin barisan Kim Wie Ie rneronda dan berdjaga siang malam terus-menerus. Dua hari terachir ini belum terdengar ada kejadian apa-apa.
Mendengar akan tjerita itu keduanya saling memberi isyarat satu sama lain. Malam itu mereka tidur siang-siang, pada djam dua puluh empat dan djam satu A Hong bangun lebih dulu, ia membuka djendela dengan perlahan2 dengan menggunakan tipu Jauw-tju Moan Sim (burung kalik membalik badan), ia mendjedjakkan kakinja pada langkah djendela, lalu disusul dengan tipu To Kwa Tju Liam (keree mutiara digantung berbalik) kedua kakinja bergeser silih berganti, segera ia sampai dikamar Thia It Kwie.
Ia mengetuk djendela dengan perlahan. Thia It Kwie membuka djendela. setelah mana keduanja lalu melompat keatas atap rumah dan berlarian bagaikan terbang, sesaat kemudia mereka lalu nampak bangunan istana jang megah, mereka djalan menudju ke-istana dengan sangat ber-hati2 sekali. Tengah mereka hendak melompat naik masuk dari dinding tembok, atau dengan mendadak mereka nampak sebuah kendaraan beroda tunggal, didorong dari suatu gang jang dalam dengan tidak hersuara apa2. Mereka terkejut dan hendak menjingkir. tetapi mereka segera mendengar Sret Sret !" dua kali, dua buah sendjata rahasia sudah datang menjamber, Buru-buru Thia It Kwie menarik A Hong berkelit "kesamping, kedua sendjata rahasia itu telah mengenai dinding tembok, dan segera terdengar pula suara bentakan dari dalam
: „Siapa ?"
Segera diatas dinding tembok itu muntjul kepala orang, tetapi kendaraan beroda tunggal itu sudah menghilang didalam waktu sekedjap mata sadja.
Thia lt Kwie bersama A Hong bersembunji disudut dinding tembok, maka terdengarlah kata2 orang jang, berada diatas dinding tembok itu „Ada apa, satu saitan pun tidak ada!"
Kemudian Thia lt Kwie bersama A Hong memutari tembok itu setjara diam2, setelah melalui kira-kira puluhan kaki djauhnja, maka suara didalam dinding tembok mulai sunji, mereka lalu mendjedjak tanah dan lompat masuk kesebelah dalam tembok, mereka tahu bahwa tempat itu adalah ruang samping dari istana. Diluar ruang itu terdapat sebuah telaga ketjil, bajangan rembulan tertjermin dimuka air telaga dengan sangat indahnja. Di-tengah' telaga itu terdapat pula sebuah gardu ketjil.
Thia It Kwie berkata dengan berbisik.: „Adik Hong, kita bersembunji dulu didalam gardu itu, kita bertindak lebih landjut melihat gelagat." Setelah mana mereka lari dengan pesat menjusur gili2, dan sekali berkelebat, mereka sudah masuk kedalam gardu. Baru sadja mereka masuk, mereka segera tampak ada serombongan orang mendjindjing tanglong djalan mendatangi.
Seorang jang terdepan berdjanggut pandjang jang berjanggut pandjang me-lambai2, nampaknja gagah, ia tidak memperhatikan bahwa didalam gardu ada orang, ia melewatinja dengan begitu sadja. Baru sadja kedua orang itu hendak keluar dari gardu, atau dengan mendadak pula mereka nampak dua bajangan orang lari dengan pesatnja bagaikan anak panah sadja datang pada tepi telaga, berhenti sesaat lalu lari kearah gardu.
Thia It Kwie bersama A Hong terkedjut dan tempel- menempel mendjadi satu sembunji disudut gardu. Kedua bajangan hitam itu setelah masuk kedalam gardu djuga bersembunji disudut gardu, berhenti tidak bergerak.
Setelah lewat berapa saat lamanja, maka terdengar salah seorang dari kedua orang itu berkata „Aneh, njata:' nampak dia (perempuan) datang kearah sini, mengapa tidak nampak dia melewat dari pinggir telaga
?"
Mendengar lagu lidah orang jang berbitjara itu A Hong ketahui adalah orang sekampung dengannja, maka tergeraklah di dalam hatinja.
Terdengar pula seorang lainnja berkata : , tak nampak dia datang kemari?"
bahwa suara itu adalah suara pembitjaraannja Tju Sam Hwa! A Hong pun, tidak dapat tinggal diam lagi, maka ia berkata : „Kiranja kalian pun berada dikota radja!"
Kedua orang jang masuk kedalam gardu belakangan itu, memang benar Tju Sam Hwa bersama Siang Ban. Mendengar kata A Hong itu mereka sangat terkedjut. Siang Ban segera menjalakan pemantik api, sekali njala segera dipadamkan pula.
Dalam tjahaja penerangan jang sekelebatan itu, Tju Sam Hwa pun ada bersama A Hong, tetapi karena ia sedikitpun tidak mempunjai rasa tjinta terhadap Thia It Kwie, sebaliknja didalam setengah bulan ini, hatinja berkesan baik pada Siang Ban jang beroman tjakap itu, ia tidak mendjadi gusar. Ia malah berseru „Suheng kaupun ikut datang bersama ?"
Thia It Kwie nampak Tju Sam Hwa jang pagi sore selalu dirindukannja sudah tukar pakaian wanita, dan selalu bersikap dingin terhadapnja. bukan main gelisahnja, ia berkata „Sumoay !" setelah mana lalu ia hendak mnendekatinja.
A Hong segera menariknja erat. sambil berkala
,,Kakak lt Kwie, kita berada didalam istana, suaramu itu akan mendatangkan bahaja!"
Mendengar peringatan Thia It Kwie baru tersadar, tetapi ternjata suaranja"itu terdengar oleh peronda, akan kemudian tampak mendatanginja tiga orang dengan masing' menenteng golok pada tangannja.
Siang Ban mendjaga diambang pintu gardu, ia menjambuti orang Pertama jang menjerbu masuk kedalam gardu itu, dengan mentjekal pergelangan langannja lalu dipuntirnja, maka dengan terdengarnja suara ,.buk" orang itu telah terdjatuh, kedua kawannja jang mengikutinja pun terdjatuh karena tersentuh tubuhnja jang djatuh itu. Setelah mana Siang Ban pun melesat keluar bagaikan anak panah. Tju Sam Hwa pun segera mengikutinja. Kedua orang itu semua bergerak tjepat dengan melihat gelagat, gerakannja pun sangat lintjah, sekedjap sadja sudah masuk kedalam tempat jang gelap tak tertampak lagi.
Thia It Kwie bersama A Hong nampak orang telah mengetahui tempat sembunjinja, mereka insjaf, bahwa tak dapat mereka diam disitu lebih lama lagi, maka merekapun saling menjusul melompat keluar, memutari tepi telaga bersembunji dipinggir gunung2an. Waktu itu sudah terdengar suara hiruk- pikuk didalam gardu di tengah telaga itu, dan disekitarnja telah mendjadi terang dengan
sinar api jang ber-gojang" disana-sini. A Hong berbisik' kepada Thia It Kwie, katanja :.Kakak It Kwi, entah apa maksudnya mereka masuk kedalam istana '?" Ia mengulangi dua kali tidak ada djawaban. Ia djadi tjuriga dan menengok kesebelah untuk Iantas mendjadi terkedjut. Kiranja Thia It Kwie jang tadi bersama2 ia berdiri berendeng sembunji dipinggir gunung'an itu, kini sudah menghilang entah kemana.
A Hong djadi sangat ketakutan, segera ia mundur dua langkah. Tetapi ia rasakan kakinja menjentuh suatu benda jang empuk, hampir sadja ia terserimpat dan djatuh. Ia buru2 menunduk dan menelitinja, ia nampak bahwa benda jang empuk itu sebenarnja tubuh manusia, jang rebah melintang tertiarap ditanah. Ia segera membalikkan tubuh itu, dan ternjata orang itu bukan lain daripada Tju Sam Hwa! Matanja membelalak, djelas bahwa dia telah tertotok djalan darahnja. Menampak Tju Sam Hwa jang telah rebah itu, hatinja A Hong madju mundur. Tju Sam Hwa telah merampas lukisannja lagi-pula pada beberapa hari ini, bahwa Tin It Kwie jang ia tjitai-nja itu. segenap hatinja tertudju pada Tju Sam Hwa sadja. Tetapi kini semua si-wi (pengawal didalam istana) sudah mendekat ke- pinggir gunung2an itu, djika in melarikan diri sendiri, sudah dapat dipastikan Tju Sam Hwa akan terlihat oleh mereka. Sekali Tju Sam Hwa terlihat oleh pengawal istana. maka ia jang malam2 masuk kedalam istana pasti akan dihukum mati. Ini berarti menjingkirkan duri dimatanja mengingat akan hal ini. hampir sadja ia akan lari begitu sadja. Tetapi dipikirnja lagi, se-baliknja. Djika ia meninggalkannja begitu sadja dengan, tidak menghiraukannja samasekali, sebenarnja terlampau rendah sifat-nja, biar bagaimanapun, ia toh sama' segolongan orang dalam rimba persilatan. Didalam bingungnja itu ia belum dapat ,menemukan dimana djalan darahnja jang tertotok itu, terpaksa ini mengempitnja dan dibawa menjingkir. Pada saat itu, didalam istana telah tampak sinar api disegala pendjuru, A Hong pun sudah tidak mempunjai daja akal untuk mentjari dimana adanja Thia It Kwie hersama Siang Ban. Dengan sangat terpaksa ia mendukung Tju Sam Hwa lari sembarangan sadja. Dengan susah-pajah ia berhasil djuga keluar pintu istana, mengenali djalan dan arah djurusannja, ia dapat kembali kekamarnja melalui djendela. Sampai pada saat itu, A Hong baru mengeluarkan napas lega. Direbahkannja Tju Sam Hwa diatas peraduan, tengah hendak menjalakan api, mendadak ia dapat dengar orang tertawa dengan seramnja. Sementara itu ia tampak disudut kamar itu suatu letusan lelatu, mula2 api itu berwarna hidjau, sebentar sadja sinar api itu mendjadi, membantul kearah pelita minjak, sekali mengenai sumbu, pelita itu segera menjala. A Hong mengenali ini adalah sematjam sendjata rahasia jang pernah ditjeriterakan oleh Tay Lek Kim Kong Oey Ling. Sendjata rahasia sematjam ini sangat hebat, orang menjebutnja „Leng Jan Souw Hun" (Api dingin mentjari njawa). Adapun sendjata rahasia sematjam ini terbuat daripada belirang, garam salpeter dan lain' bahan, jang ditjampur satu sama lain menurut resep jang sangat dirahasiakan, dibuatnja mendjadi butiran berbentuk pil. Waktu hendak dipergunakan orang memetjahkan kulitnja dengan kuku djari tangan lalu dibantulkan. Dia dapat menjala sendiri dengan hembusan angin, djika menjentuh kulit daging manusia. maka ketjuali orang itu sudah habis terbakar tak nanti dia dapat terlepas, lagipula sendjata rahasia sematiarn ini mengandung ratjun didalamnja. Siapa sadja jang terkena sendjata rahasia sematjam ini, sebagai kesudahan dari serangan api dan bisa ini, akan sukar dapat diobatinja. Maka sendjata rahasia ini adalah sendjata jang paling ampuh, berbahaja, djahat serta paling berbisa. Maka sekalipun sendjata rahasia ini hanja dipergunakan untuk menjalakan pelita, tetapi A Hong tak dapat bertahan diri untuk tidak terkedjut.
Ia segera berpaling kebelakang, maka nampak olehnja, bahwa si wanita aneh berambut pandjang dan berkendaraan beroda tunggal itu tengah tersenjum iblis terhadapnja, dengan rambutnja ter-urai' tertiup angin. Dengan segera A Hong mentjekal sepasang golok Liu Jap To ditangannja dan mundur selangkah sambil berkata : „Kau datang pula untuk apa ?" Si wanita berambut pandjang jang aneh itu menundjukkan senjumnja jang menjeramkan. „A Hong, aku adalah ibu kandung-mu, mengapa kau berlaku demikian kasar terhadapku ?" berkata wanita aneh itu. ,.Bukankah kau ini Tok Niotju Nie Kiauw ?" tanja A Hong. Wanita itu terkedjut dengan mendadak lalu berkata ...Siapa jang memberitahukan kepadamu? Apakah Tay Lek Kim Kong Oey Ling ?" Nampaknja wanita itu sangat gusar, lengannja jang pandjang itu bergoyang-goyang bagaikan setan sadja rupanja.
A, Hong pun ,dengan diluar kehendaknja sendiri telah mundur pula selangkah sambil berkata : „Kau tak usah perduli akan hal ini”. Si wanita berambut pandjang jang aneh itu tertawa ter-kekeh. sambil berkata Aku memang benar Tok Niotju Nie Kiauw, biarlah kau lihat wadjahku jang asli!" Ia memutar tangannja, lalu rambutnja jang pardjang itu di- singkapnja kekiri dan kanan. Pada sangkanja A Hong, maka jang akan muntjul dihadapannja mestinja suatu roman jang sangat menakutkan orang tetapi samas ekali diluar dugaannja, apa jang dilihatnja dibawah penerangan sinar pelita itu sebenarnja wadjah jang sangat tjantik, ketjuali pada pipi kirinja terdapat tanda bekas luka, maka Tok Niotju Nie Kiauw itu benar2 seorang jang elok rupawan. Usianja pun hanja kira" tiga puluhan, tidak terlampau tua. Oleh karena itu A Hong djadi ter-begong', lalu berkata „Apa maksudmnu datang kemari ?" Tok Niotju Nie Kiauw berkata - Kuhendak menanjamu, apakah kau memiliki njali tjukup besar ? Djika njalimu ketjil, maka apapun tak usah dikatakan lagi, tapi djika kau mempunjai tjukup njali, maka ikutlah aku, ku akan membawa kau kesuatu tempat." A Hong segera meng-gojangkan tangannja.
„Aku tidak ingin pergi. silahkan kau pergi sendiri !" katanja.
Tok Niotju Nie Kiauw berubah wadjah mukanja, lalu berkata: ,.Djika kau tidak pergi. maka orang idam'anmu akan terantjam djiwanja!" „Dia mengapa dapat ketahui orang jang aku tjintai ?" pikirnja. Tetapi iapun tak dapat tidak memperhatikan keselamatannja, karena hilangnja Thia It Kwie didalam istana terlampau mengherankan. Ia hendak menjatakan suka ikut, tetapi iapun kuatir kepada si wanita aneh ini, jang belum diketahui hatinja, ia kuatir akan merugikan dirinja sendiri. Maka ia sangat sangsi. Tok Niotju Nie Kiauw mendorongkan tangannja pada dinding tembok, maka kendaraan beroda tunggal itu meluntjur dengan tanpa suara, ia menatap kepada Tju Sam Hwa jang menggeletak diatas peraduan, lalu mengulurkan tangannja kedalam saku dalamja, diambilnja keluar gambar lukisan jang dulu ditjurinja dari saku A Hong, lain diberikannja kepada A Hong sambil ber-kata „Aku senantiasa berbuat baik kepadamu, tetapi kau senantiasa bertjuriga terhadapku, hal jang sedemikian itu, sebenarnja terlalu tidak mengenal akan jang baik dan jang buruk !" A Hong menerima lukisan itu dengan hati bingung.
Tok NioTju Nie Kiauw berkata pula ,.Dia kutotok djalan darahnja pada bagian Ki Bun Liok Hiat, didalam dua djam akan terbuka sendiri djalan darahnja itu. Djika kau masihragu2 tidak dapat mengambil ketetapan, apabila terdjadi sesuatu kepada diri-nja, djanganlah kau menjalahkan aku !" Mendengar kata: itu. maka A Hong mengetahui, bahwa wanita itu sudah tahu dengan djelas siapa pemuda idam'annja itu, lagipula ia mengetahui, djika ia tidak turuti kehendaknja wanita itu, djiwa Thia It Kwie akan terantjam bahaja, dan sukar ditolong. Oleh karena itu, dengan terpaksa diluar keinginannja, sambil mengertek gigi ia berkata : .,Baiklah, aku akan ikut kau pergi !" „Duduklah dibelakangku !" kata Tok Niotju sambil menepuk kendaraannja. A Hong masukkan sepasang golok Liu Jap To-nja kedalam sarungnja, lalu madju beberapa langkah, dengan memberanikan hati ia duduk dibelakang Tok Niotju Nie Kauw „Kau djangan takut. kedua kakiku walaupun sudah buntung, tetapi selama belasan tahun ini, senantiasa aku hidup diatas kendaraan ini, bagiku kendaraan ini berguna daripada sepasang pahamu, kau duduklah dengan mantap berkata Tok Niotju.
Pantas sadja dia selamanja tidak turun dari kendaraannja, kiranja dibelakang alingan badjunja jang pandjang itu, kedua kakinja sudah buntung, pikir A Hong. Sekali tubuhnja Tok Niotju bergojang. maka kendaraannja itu sudah melompat keatas dapur, sekali dikerahkan tenaganja, maka kendaraan itu dengan muatannja sudah meluntjur keluar dari djendela, turun diatas atap rumah disebelahnja dengan sedikitpun tiada suaranja.
Pada waktu naik dan turun, badju pandjang jang dikenakan oleh Tok Niotju Nie Kiauw terbembus angin dan tersingkap. A Hong meneliti dengan seksama, ia menjaksikan. bahwa bentuk buatannja kendaraan itu sangat istimewa. Rangka kendaraan itu hanja sekerat besi jang rata, dibuatkan dua buah lobang bundar untuk memasukkan paha jang terdjepit kentjang. Kendaraan itu benar' merupakan sebagian dari anggota tubuhnja Tok Niotju. Hanja tiga kali lompat sadja kendaraan itu sudah turun ditanah dataran. Didalam hatinja, A Hong tak hentinja menerka' kemana ia akan dibawanja. Hanja ia nampak Tok Niotju Nie Kiauw menggunakan tangannja mendorong pada dinding tembok, kendaraannja Segera meluntjur bagaikan terbang sadja. Djalan jang dilalui semakin lama semakin sepi dan sampailah mereka dihadapan pintu kelenteng.
Setibanya dihadapan pintu kelenteng itu, tampak tikapnja Kiauw mendjadi tegang, ia berkata dengan suara pelan : „A Hong, djika kau menginginkan si orang she Thia itu tidak terbinasa, semua itu mengandal kepada ketjil atau besarnja njalimu, sebentar walaupun kau menjaksikan apa sadja, djangan-lah kau bersuara
!" Nampak bahwa kelenteng tua itu sudah rubuh dinding temboknja, rumput liar jang pandjangnja setinggi lutut, tumbuh di-sekelilingnja dengan suasana jang sunji-senjap, membuat orang bergidik tanpa merasa dingin. Entah sebentar lagi apa jang akan disaksikannia, tak dapat A Hong meramalkannja lebih dulu. Tetapi pikirnja pula, bahwa bagaimanapun djuga sekarang ia sudah tiba disini, maka selain menjatakan setudju, baginja sudah tidak ada lain djalan lagi. Nampak A Hong sudah menjetudjuinja, maka senanglah didalam hatinja Tok Niotju Nie Kiauw.
Maka beruntun ia membuat kendaraannja melompat berulang2, setelah naik ketingkatan kelenteng itu lalu melewati halamannja jang sunji serta penuh dengan rumput liar. masuklah mereka diserambi besar Tay Hiong Po Tian. Adapun keadaan serambi kelenteng, Tay Hiong Po Tian itu, banjak patung' Buddha bergeletakan disana-sini dengan tak teratur. Tok Niotju Nie Kiauw pun terus djalan menudju keserambi belakang, disitu sedikit suara manusiapun tidak ada. Maka di-dalam hati A Hong merasa sangat heran, ia berkata dengan suara perlahan „Sebenarnja kita hendak pergi kemana ?" Mendengar pertanjaan itu dengan sekonjong' Tok Niotju Nie Kiauw menghentikan madjunja kendaraannja, clan berkata dengan bengisnja: „Kau telah berdjandji tidak akan bersuara, mengapa sekarang kau bertanja ?" A Hong terkedjut dan meleletkan lidahnja. Selewatnja serambi belakang, terdapat pula satu serambi tempat patung Buddha, di- situ terdapat pintu besi besar jang terkuntji rapat. Tok Niotju Nie Kiauw berhenti, diulurkannja tangannja tetapi tak dapat ia mentjekal pergelangan besi pada pintu itu, lain ia mundur dan menggedornja dengan kendaraannja beruntun tiga kali, maka dengan mendadak pintu itu terbuka. Pada telinganja A Hong segera terdengar suara mendengung, setelah didengarnja dengan teliti, kiranja suara jang mendengung Itu adalah suaranya orang banjak jang- riuh rendah. maka A Hong memandangnya dengan teliti, kini terlihatlah olehnja, bahwa terdapat orang jang ratusan djumlahnja, terbagi mendjadi dua rombongan, setiap orang memperlihatkan wadjah muka jang merah-padam karena tengah bertengkar, entah apa jang mendjadi sebab persilisihan itu. Setelah Tok Niotju Nie Kiauw masuk kedalam serambi lalu ada dua orang jang menutup pintu. Masuknja mereka itupun tidak ada jang mempedulikannja. A Hong djadi merasa seperti masuk didalam kabut halimun jang tebal, pemandangan jang di-lihatnja itu gelap-petang persoalannja baginja. Ia menengok ke-sana-sini tiada seorang jang ia kenal. Ia hendak bertanja, tetapi urung, karena ia ingat akan pesan Nie Kiauw, bahwa apapun jang' ditampaknja. ia tidak boleh bersuara jang akibatnja akan merugikan Thia It Kwie, maka terpaksa ia membungkam. Tidak antara lama, diantara beberapa puluh orang jang berada dirombongan disebelah kanan itu, tampak seorang jang tubuh-nja gemuk berdiri dengan mendadak dan berkata dengan suara njaring dan gusar „Apa gunanja kalian bertjektjok, anak ketjil ini mengaku she Siang, apa dia anaknja Siang Djiu Beng atau bukan, asal kita menanjanja, maka dengan segera akan dapat kita ketahui, mengapa harus banjak berisik ?" Dari rombongan di-sebelah kiri itupun madju seorang datuk usia pertengahan jang berdiri dan berkata : „Benar katemu itu, lekaslah bawa ia keluar !"
Waktu itu barulah A Hong dapat mendengar dengan djelas, bahwa kiranja rombongan orang jang disebelah kiri itu kesemua-nja terdiri dari orang' daerah selatan, dan rombongan disebelah kanan itu, kesemuanja berlidah suara orang daerah utara. Tetapi siapakah gerangan jang disebut orang she Siang itu Ia belum dapat mcngetahuinja. Tengah A Hong berada didalam lamunan pikirannja, maka segera pada waktu itu djuga A Hong tampak seorang jang kedua tangannja ditelikung diikat dipunggungnja, didorong keluar. Demi nampak wadjah orang itu, A Hong lantas mengenali, bahwa orang itu tidak lain daripada Siang Ban. Kemudian terdengar si gemuk dan si orang setengah tea itu membentak dengan berbareng „Orang she Siang, apakah ajahmu bernama Siang Djiu Beng ?" Mata Siang Ban menjapu keseluruh tempat itu, ia nampak orang jang berdjumlah seratus sepuluh orang itu, situ persatu alisnja berdiri, matanja membelalak menandakan mereka sedang dalam gusar dan tidak memperlihatkan niat baik. Dan mengingat dia tidak tahu dengan cara bagaimana tahu2 telah tertawan dari dalam istana dan dibawahnya kemar, amaka pikirnya bahwa orang' ini semua lebih tinggi ilmu silatnja padanja, maka djika ia mengaku puteranja Siang Djiu Beng tentu sadja tidak menguntungkan baginja, karenanja, ia lain menjangkal nja samasekali. Pada setengah bulan jang lalu, ketika Siang Ban menjusul dan berteriak menjuruh Tju Sam Hwa berhenti, A Hong pernah mendengar dari mulutnja Siang Ban sendiri mengatakannja bahwa dia anaknja Siang Djiu Beng, kini dia menjangkal, maka A Hong berpendapat, bahwa Siang Ban itu terlampau tidak berguna sama sekali, didalam hatinja sangat marah, maka diluar kemauannja sendiri A Hong mendampratnja “Oran begini mengapa berani membohong ?" karena seruannja itu, seratus sepuluh pasang mata semua menatap padanja.
„Siapakah kau nona? Mengapa kau mengetahui bahwa dia membohong ?" tanja si gemuk A Hong sadar. bahwa ia telah terlepas kata, tetapi tidak dapat ia menariknja kembali. Ia menengadah, nampak Tok Niotju Nie Kiauw sudah mundur kesudut ruangan, melototkan mata kepadanja dengan sangat gemasnya, maka dengan sangat terpaksa ia berkata : „Setengah bulan jang lampau aku sendiri pernah dengar dia mengatakannja!" Keseratus sepuluh orang jang berada diruang itu mendjadi gempar karena girangnja. Siang Ban ketakutan, wadjah mukanja membiru laksana warna besi, ia tidak mengetahui apa jang mereka hendak perbuat terhadap dirinja. Nampaklah madjunja si gemuk serta orang berusia pertengahn itu tiga langkah didjadikan dua langkah, lalu mengulurkan tangannja masing' untuk membukakan dengguannja Siang Ban Lalu jang satu menariknja kekiri, jang lain menariknia kekanan keduanja tidak ada jang mau mengalah. Romhongan kedua pihak lalu ber-teriak2 pula. Suaranja mendengung memetjah angkasa Seluruh ruang itu tergetar rasanja. Kedua orang itu sambil menarik Siang Ban sambil perang mulut saling mentjatji. Setelah saling mentjatji sekian lamanja mendadak si gemuk turun tangan menjerang, si orang berusit pertengahan itu berkelit, maka Siang Ban menggunakan kesempatan itu untuk membebaskan diri: Ia belum lenjap dari kagetnja. Ia menatap keseluruh ruangan seorang pun tiada jang ia kenal, dengan terpaksa ia lari ke-tempat A Hong berdiri. A Hong menanja dengan suara perlahan ,.Apakah kau nampak It Kwie ?" „Thia-heng tengah ditahan mereka didalam kamar kaju di-halaman belakang. tapi aku tak tahu apa jang mereka sedang pertengkarkan orang' ini pun tidak dapat diketahui sebenarnja".
A Hong djadi sangat gelisah, ingin ia keluar, tetapi pintu besi sudah tertutup rapat. Terpaksa ia berdiri diambang pintu dengan Siang Ban. Si gemuk itu meski trokmok tubuhnja, tetapi gerakannja sangat lintjah, ia tengah bertempur dengan si kurus jang berusia pertengahan itu dengan seimbang tiada jang menang atau kalah. Tetapi orang sebanjak itu tidak memperhatikan kepada orang jang sedang bertempur, sebaliknja mereka semua mengarahkan pandangan matanja pada Siang Ban, sehingga Siang Ban djadi kikuk dan kuatir. Sebentar sadja mereka telah bertempur tudjuh atau delapan belas djurus. Se- konjong' terdengar suara bentakan Tok Niotju Nie Kiauw jang berkata „Semua berhentilah !" Orang nampak didalam tangannja telah mentjekal roda kendaraan itu, dan kendaraannja pun sudah menudju kearah mereka jang sedang berkelahi. Roda kendaraan jang dipegang,ja ber-putar' sehingga menerbitkan suara.
Menampak datangnja roda kendaraan jang sedemikian dahsjat itu. kedua orang jang bertempur itu tidak berani memapakinja. maka dengan serentak mereka melompat kepinggir untuk berkelit. Dan roda itu terbang lurus menghantam dinding tembok sehingga masuk setengahnja. Tok Niotju Nie Kiauw membentak dengan bengisnja „Tidak dinjana setelah pemimpin partai Tjeng Liong Pay Siang Djiu Bong meninggal dunia, maka didalam partainja telah terpetjah dua mendjadi golongan selatan dan golongan utara, dan kini memperebutkan anaknja. Apakah kiranja masih memimpikan hendak memperebutkan mustika aneh jang telah hilang dari tangannja Siang Djiu Beng waktu dahulu itu ?" Kata' itu bagi Siang Ban dan A Hong sama sekali tidak dimengerti, tetapi semua orang jang berdjumlah seratus sepuluh orang itu, kesemuanja berubah wadjah mukanja. Maka terdengar-lah si gemuk itu berkata „Mendengar lagu suara lidahmu, apakah kau seorang anggota partai Pek Tjong ?"
Tok Niotju Nie Kiauw mengeluarkan suara tertawa jang aneh dan berkata „Partai Tjeng Liong Pay seketjil ini, semasa Siang Djiu Beng masih hidup, ketika bertemu dengan aku dia masih berlaku hormat, maka apapula golongan Pek Tjong ? Aku she Nie bernama Kiauw dan orang mendjulukinja Tok Niotju!" Si gemuk beserta si kurus saling pandang untuk sesaat lama-nja, kiranja mereka mengetahui akan nama Tok Niotju Nie Kiauw itu, mereka segera mundur selangkah serta berkata dengan ber-bareng : „Ada keperluan apakah kau datang mengundjunginja”?
Tok Niotju Nie Kiauw tertawa ter-kekeh.: ,.Waktu dahulu ketika Siang Djiu Beng masih hidup, mustika aneh itu telah hilang dari tangannja, apakah kini kalian masih ingin memperebutkannja ? Apakah kalian tidak mau mengeluarkan papan perintah Siang Tjiu Beng jang diserahkan kepada golongan selatan dan golongan utara !" Si gemuk berkata dengan sangat gusarnja : „Matjam apa kau? Ada kehormatan apa kau hendak menjuruh kami mengeluarkan papan perintah
?" Tok Niotju tertawa gelak. sambil menepuk tanah dengan me-ngerahkan tenaganja. Maka setelah itu orangnja membubung naik keudara, kelima djari tangannja melengkung bagaikan kaitan, terus mentjakar dada si gemuk. Dengan segera si gemuk berkelit. Tetapi serangannja kepada, si gemuk its hanja siasat belaka. Sasaran sebenarnja adatah kepada si kurus. Tangan kiri Tok Nio-tju mengibas kebelakang, iapan turun ketanah sambil menjerang dengan tipu pukulan „Pwat Bu Kian Djit" (Menjingkap kabut melihat matahari), si kurus sudah tidak keburu berkelit, pergelangan tangannja telah tertjekal. Tjepat luar biasa gerakan Tok Niotju Nie Kiauw itu, sekali ia menjekal pergelangan tangan si kurus, sebelah tangannja jang lain lantas merogo kesakunja si kurus, setelah mana tahu2 di-dalam tangannja sudah memegang sebuah papan besi hitam jang pandjangnja kira2 satu kaki dan kira2 lima dim lebarnja. Djika pihak setelah si gemuk berkelit dengan ripuhnja, belum lagi ia dapat berdiri dengan betul, atau Tok Niotju Nie Kiauw sudah mempergunakan si kurus sebagai sendjata, dikibaskan ke-arahnja dengan menggunakan tipu „Memindjam benda mengeluarkan tenaga", si gemuk sudah terhadjar dengan serunja, terpelanting djatuh ditanah. Setelah mana dengan Tiat Pai (papan besi) ditangan Tok Niotju mendjedjak tanah, dan tubuhnja melesat, dengan tak diketahui lagi, Tiat Pai jang serupa pada tubuh
gemuk itu telah berpindah kedalam tangannja. Dengan terdengarnja suara gemerintjing, maka kedua Tiat Pai itu dirangkap mendjadi satu, lalu ia berseru dengan njaringnja „Tiat Pai jang diturunkan oleh Tjeng Liong Tjouw (datuk pendiri partai Tjeng Liong Pay) sudah terangkap mendjadi satu, siapa berani mem- bangkang tidak menurut perintahku, lekaslah berdiri keluar !" Keseratus sepuluh orang jang memenuhi ruang itu, tidak peduli laki maupun perempuan, tua atau muda, tidak satu orang jang berani bersuara. Nampak keadaan demikian, wadjah muka Tok Niotju Nie Kiauw tertampak riang dan puas agaknja. Tengah ia hendak berkata. lagi, se-konjong' terdengar suatu suara bentakan pendek, dan segera orang nampak seseorang membuka pintu samping dan lari masuk, dan dari kedjauhan orang itu sudah berkata : „Kau djangan buru' merasa puas lebih dulu!"
A Hong menatapkan pandangan matanja kearah muka orang itn, maka tertampak olehnja, bahwa orang itu tidak lain daripada Thia It Kwie. la djadi merasa girang sekali, segera ia menubruk-nja sambil berseru It Kwie Ko (kakak It Kwie)!" Tetapi sebelum ia dapat menubruk Thia It Kwie, mendadak ia merasakan ada hawa dingin menjamber disisi tubuhnja, kiranja Tok Niotju Nie Kiauw telab memburu datang dan menangkapnja. Nampak akan hal itu, maka buru' A Hong menjerang dengan telapak tangannja. Tetapi betapa gesit gerakan Tok Niotju itu, sebelum telapak tangan A Hong mengenai sasarannja atau rambut pandjang jang memenuhi kepala itu terangkat naik dengan setjara mendadak. A Hong merasakan, bahwa ada suatu tenaga dahsjat menjerang dirinja, dan segera djuga pandangan matanja mendjadi kabur. Tahu' bahunja sudah tertjekal oleh lengan pandjang Tok Niotju sehingga tak berdaja. „A Hong, mendengar kata`ku ada banjak faedahnja bagimu, lekaslah kau suruh si orang she Thia ini djangan banjak mulut, kau bawa dia keluar. Jika tidak, dia akan terantjam djiwanja!" memperingatkan Tok Niotju. sambil mengendorkan tjekalannja. A Hong pun nampak Thia It Kwie memperlihatkan wadjah jang penuh perhatian terhadap keselamatannja. Maka dalam pikiran A Hong tidak perduli kata Tok Niotju Nie Kiauw itu dapat dipertjaja atau tidak. tetapi keadaan ditempat ini baginja sangat aneh bin adjaib. Maka ia berpendapat lebih baik lekas2 meninggalkan tempat ini. sebenarnja sangat ingin mengetahui asal usulnja, sedjak ia bertjampur gaul dengan Thia It Kwie, dan didalam hati sanubarinja sudah timbal bibit asmara, ia lupa mentjari tahu akan riwatjatnja sendiri. Oleh karena pikir nja jang demikian itu, maka ia menurut sadia kehendaknja Tok Niotju dan berkata pada Thia It Kwie : “It Kwie, mari kita lekas pergi !" „A Hong. aku mempunjai pendirian sendiri," djawabnja It Kwie. Lalu ia berkata kepada semua orang jang ada diruang itu dengan suara njaringnja „Tuan2 sekalian, kedudukan pemimpin partai Tieng Liong Pay sedari awal telah dikukuhkan turun temurun, njonja ini dengan merampas Leng Pai (Papan perintah) dari pemimpin kedua golongan selatan dan utara, tjara bagaimana lantas dia dapat menjuruh kalian menurut sadja segala perintah-nja ? Urusan ini adalah berkenaan dengan nasib partai Tjeng Liong Pay dikemudian hari, maka kuharap suka memikir-kannja dengan seksama!" Mendengar kata' Thia It Kwie demikian itu, maka ke- seratus sepuluh orang itu semua tergerak dan berubah karena menampak kedua pemimpin golong selatan dan utara dalam waktu seke-djap mata sadja sudah dapat dilukai oleh Tok Niotju Nie Kiauw mereka tidak berani bersuara sedikitpun.
Karena mengingat bahwa partai Tjeng Liong Hoag Pay adalah partai jang berpengaruh besar, Thia It Kwie tidak tega akan melihat partai besar ini terdjatuh kedalam tangan Tok Niotju Nie Kiauw, maka dengan melupakan rasa bentjinja, hahwa orang' Tjeng Liong Pay telah menotok djalan darahnja diwaktu ia berada didalam istana. dan ditawan serta dibawanja kesini itu, ia berbitiara mengenai keadilan dan kepentingan partai itu, tapi kini ternjata ia tampak bahwa itu tiada seorangpun jang berani bersuara. maka didalam hatinja merasa mendongkol, ia lalu berkata kepada Siang Ban “..Siang-heng. (kakak Siang) kau adalah ahliwaris dari pemimpin partai Tjeng Liong Pay, apakah kau tidak mau keluar berbitjara untuk kepentingannja saudara2 ini?" Mendengar kata' Thia It Kwie int. Siang Ban mundur selangkah lalu berkata sambil meng- gojangkan tangannja : „Aka tidak menjadi pemimpin pun tidak mengapa!" Bukanlah sesungguhnja Siang Ban menginginkan kedudukan itu sebenarnja oleh karena ia takut kepada Tok Nioju Ni Kiauw jang lihay itu. Anggota partai Tjeng Liong Pay dari golongan selatan maupun utara jang herada diruang itu sebenarnja tidak sedikit jang memiliki ilmu silat jang tinggi, djika mereka dapat ber-satu-padu, maka sekalipun Tok Niotju Nie Kiauw sangat tinggi ilmu silatnja, akan sukar dapat mendjatuhkan mereka. Hanja sangat disajangkan bahwa merekapun telah terpengaruh oleh satu sama lain, ditambah pula merekapun telah terpengaruh oleh Tok Niotju Nie Kiauw diwaktu turun tangan tadi, maka mereka tidak ada seorang pun jang berani keluar untuk bertempur. Setelah mendengar kata Siang Ban serta melihat keadaan semua orang itu, maka Tok Niotju Nie Kiauw tertawa gelak sambil berkata “ Orang she Thia! Pemuda she Siang itu sendiri tidak hendak mengurusnja, maka untuk apa kau masih bersitegang leher untuk keluar bitjara ? Djika kau tahu gelagat. lekas-lah kau enjah dari tempat ini. Djika tidak, maka djangan menjalahkan aku menlanggar pantangan membunuh !"
Mendengar akan kata" Tok Niotju itu. maka Thia It Kwie segera mundur tiga langkah untuk terus menghunus pedang pandjangnja sambil berkata dengan suara njaring „Apakah orang sebanjak ini tiada seorangpun jang berani menemani aku untuk bertempur dengan wanita ini ?" Disaat itu, sekalipun diruang itu terdapat seratus lebih orang, tetapi suasananja sunji-senjap sedikit suarapun tidak terdengar. A Hong nampak Thia It Kwie demikian bersemangatnja ia pikir tentu ada sebab2nja. Maka ia berkata dengan suara njaring, „Kakak It Kwie, aku bersama kau!" Mendapat sambutan A Hong itu, Thia It Kwie sangat tertarik dan tergerak didalam hatinja, ia berseru : „A Hong jang djempolan !" Berbareng dengan utjapannja itu ia melangkahkan kakinja setjara miring satu langkah, dengan tangannja membalik, udjung pedangnja menusuk langsung kearah tenggorokan Tok Niotja Nie Kiauw. A Hong nampak Thia It Kwie turun tangan menjerang Tok Niotju, maka iapun membolang-balingkan sepasang goloknja membatjok Nie Kiauw. Nampak keadaan itu, Tok Niotju Nie Kiauw tertawa terkekeh', lalu menghantamkan Tiat Pay jang ada dikedua tangannja itu ke-tanah, hingga memperdengarkan suara „Brak ! Brak !" dua kali, maka ia pun mundur dengan tjepatnja.
Golok A Hong bersama pedang Thia Tt Kwie kesemuanja menjerang tempat kosong. Thia It Kwie madju pula dan bergerak dengan enteng dan gesitnja, kakinja mengindjak kedudukan Tiong Kiong, lalu dilandjutkan mengindjak kedudukan Hong Buat didalam barisan Patkwa, pedangnja menusuk ulu hati lawannja.
Kali ini Tok Niotju Nie Kiauw berkelit pun tidak, ia tunggu sampai pedang pandjang Thia It Kwie hampir menusuk pada sasarannja, mendadak sadja pergelangan tangannja membalik, dan Tiat Pay jang dlipegangnja menekan kebawah dengan tjepatn menindih punggung pedang Thia It Kwie.
Thia It Kwie merasa kesemutan pada tangannja, ia hendak menarik pedangnja dan, membatalkan serangannja, tetapi ia rasakan tindihan Tiat Pay itu se- akan2 suatu tenaga melekat jang dahsjat, tak berhasil ia menarik pedangnia, ia segera mengetahut, bahwa lawannja menggunakan ilmu benda menjalurkan tenaga. Maka iapun deng,an buru- mengeluarkan seluruh sernangatnja, dengan menggunakan tipu „Po Goan Siu It" ia mengumpulkan tenaga sedjatinja untuk mendjaga diri, dengan tjara ini ia dapat melajani tenaga dalam Tok Niotju Nie Kiauw.
Segala sesuatu ini berdjalan didalam sekedjap mata sadja, sepasang golok A Hong pun sudah datang membatjok, tetapi sekalipun A Hong telah mempeladjari ilmu silat untuk banjak tahun sebenarnja ia tidak mempunjai pengalaman dalam melawamusuh. Lagipula Tok Niotju Nie Kiauw adalah salah satu tokoh jang tersohor didalam dunia Kang-ouw. Ketika Tok Niotju mendjadi kepala saitan wanita jang nomor satu atau nomor dua. A Hong masih belum terlahir. Maka tenaganja dibanding dengan ,tenaga Tok Niotju, terlampau djauhlah selisihnja. Maka ketika goloknja membatjok. Tok Niotju menangkis dengan Tiat Pay, dan dengan terdengarnja suara „Prak !" maka golok pada tangan k irinja lantas mendjadi patah dua potong, sementara potongan golok jang patah itu terpental dan melesat kearah dadanja.
Masih dapat dikatakan beruntung djuga, ia keburu mengetahui gelagat buruk, segera menggunakan tipu Tiat Pan Kio (Djembatan papan besi) ia menengadah dan melengkungkan tubuh ke belakang, maka kutungan golok itu melesat meluntjur lewat pada batas dadanja, dan menantjap pada tihang besar ruang itu. Nampak akan hal itu maka keringat dingin membasahi seluruh tubuhnja, kerena rasa takutnja. Dilihatnja pula keadaan Thia It Kwie, Ia nampak dia pun sudah mandi keringat.
A Hong djadi gelisah dengan tidak menghiraukan apa nanti akibatnja, Lengan kirinja meraba kepinggangnja, segera tampak empat-belas golok terbang berhamburan kearah kepala Tok Niotju. Tetapi Tok Niotju tidak mnemperlihatkan perubahan apapun djuga, lengannja ditarik kembali.
Tiat Pay jang ada ditangan Tok Niotju Nie Kiauw, karena pengerahan tenaga dalamnja jang membuatnja menempel pada pedang Thia It Kwie dengan eratnja, menjebabkan bahwa dengan ditariknja lengan tangannja itu, Thia It Kwie pun tak dapat menguasai dirinja sendiri telah ikut tertarik madju dua langkah. Dengan demikian Tok Niotju telah menggunakan Thia It Kwie sebagai pengumpan golok terbang. Ketika itu Thia It Kwie tengah menggunakan seluruh tenaganja untuk melawan tenaga dalam Tok Niotju Nie Kiauw, ia tidak mempunjai kesempatan lagi untuk menangkis golok terbang jang menjerangnja setjara ber-tubi" itu, nampaknja orang sudah pasti menjaksikan, bahwa keempat-belas buah golok terbang itu akan menantjap semua pada tubuh Thia It Kwie, satu pun tak akan ketinggalan. A Hong nampak, bahwa tangan Nie Kiauw demikian kedjam-nja, dan segera goloknja akan melukai si pemuda idamannja itu, maka ia segera berseru : „Kak It Kwie. djangan takut !" sambil berkata begitu, is melompat tinggi, golok Litt Jap To jang berada ditangan kanannja dimainkannja sehingga terdengar belasan suara gemerintjingan, maka keempat-belas buah golok terbang jang dilepaskannja, semua terpukul dan mental djatuh ketanah. Setelah mana barulah ia turun ketanah dan mengeluarkan naps lega, tetapi baru sadja ia turun, Tiat Pay jang tertjekal ditangan kiri Nie Kiauw sudah menjapu bagian pinggangnja, maka buru' ia mundur. Thia It Kwie djadi terbagi perhatiannja, dan tenaga dalamnja agak kendor, lalu terdesak oleh tenaga dalam Tok Nio-tju Nie Kiauw. Karenanja tak dapat ia bertahan, dengan menentang bahaja ia menarik mundur tenaga dalamnja sendiri dan mundur berapa langkah dengan tubuh ter-hujung'.
Pada umumnja djika orang tengah mengadu tenaga dalam, sangat berbahaja djika orang mundur ditengah djalan, karena lawannja akan mengambil kesempatan diwaktu orang tidak berdjaga, mendesakkan tenaga dalamnja kepada orang itu. Demikian djuga dengan halnja Thia It Kwie, baru sadja dia mundur
Segera djuga ia terluka parah didalam tubuhnja, matanja berkunang2 dan hampir sadja ia memuntahkan darah. Tok Niotju Nie Kiau jang mempunjai maksud hendak menguasai Tjeng Liong Pay menampak kedatangan Thia It Kwie itu, menjebabkannja sangat membentji Thia It Kwie. Kini nampak Thia It Kwie telah mundur dan mendapat luka didalam tubuh, ia tidak mau melewatkan ketika sebaik ini. Maka Tiat Pay ditangan kanannja dialihkannja pada tangan kirinja, lalu dengan mengulur tangan kanannja ia hendak menjengkeram dada Thia It Kwie. Thia It Kwie merasa adanja hawa dingin menjerang bagian dadanja, tak dapat ia menahan darah panas jang dikulumnja di-dalam mulut, ia mengerutkan dadanja dan bertindak miring satu langkah. Tok Niotju Nie Kiauw sekali mentjengkeram, mengenai tepat pada lengan tangannja Thia It Kwie sehingga lengan badju Thia It Kwie memberebet terkojak. Dan darah jang terkulum dalam mulutnja achirnja pun tak dapat tertahan pula, ia lantas memuntahkan darah segar. Nampak keadaan itu dalam hati A Hong bagaikan tersajat pisau rasa pedihnja. Ia marah bertjampur gelisah dan berkata pada Tok Niotju : „Kau membawa aku kesini, apakah maksudmu menjuruh aku menjaksikan kau metjelakai padanja ?"
Nie Kiauw berkata sambil tertawa aneh : „Kau sudah melanggar djandjimu kepadaku, tak dapat kau menjalahkan aku jang telah berlaku bukan semestinja!" Untuk kedua kalinja Nie Kiauw mengulur tangannja untuk mentjengkeram A Hong. Laksana rnentjari hidup didalam kematian A Hong membatjokkan goloknja, Nie Kiauw tidak mengubah djalan serangannja, hanja mengangkat sedikit lengannja keatas, membalikkan pergelangan tangannja serta mengebut dengan lengan badjunja. Maka sebagai kesudahannja A Hong sudah tidak dapat tetap mentjekal golok dengan eratnja, dan terpentallah golok itu keatas dan menantjap di dinding tembok. Sebaliknja djari tangan Nie Kiauw jang membengkok bagaikan kaitan itu menjerang Thia It Kwie. Orang nampak bahwa kedua orang itu bukan tandingannja Nie Kiauw dan segera akan tidak dapat menghindarkan bahaja maut. Tetapi ketika djari tangan Nie Kiauw sudah hampir mengenai sasarannja ,dengan setjara mendadak sadja la djadi terbengong2 menanja :
,.Sebenarnja kau she apa ?" Mendengar pertanjaan itu, A Hong berdua Thia It Kwie saling
memandang, dan tidaklah mereka mengerti kepada siapa pertanjaan itu ditudjukan. Orang hanja nampak, bahwa setelah menanja demikian itu Tok Niotju Nie Kiauw dengan tangannja menutupi mukanja, A Hong berpendapat, bahwa itulah suatu ketika jang bagus sekali untuk melarikan diri, makaia dengan segera mcnggendong Thia It Kwie dibawa lari melalui pintu samping. Setelah mana mereka hanja dapat dengar suatu panggilan jang sedih katanja : „Kalian berdua lekas kembali !" Suara itu memang benar suara panggilan Nie Kiauw. A Hong tak menghiraukan lagi suara panggilan itu, ia terus lari dengan tjepatnja, tidak antara lama sudah keluar dari kuil. Ia nampak bahwa pada halaman belakang kuil itu tertambat seratus sepuluh ekor kuda, ia melepaskan tambatan seekor kuda, lebih dahulu diletakkannja Thia It Kwie pada pelana, lalu ia sendiri melompat keatas punggung kuda itu, dan menepuk perut kuda itu dengan tangannja, maka kuda itu meringkik pandjang dan lari membedal.
A Hong kuatir Tok Niotju Nie Kiauw menguber dari belakang, maka ia tidak berani berhenti sebentar sekalipun, karena ia insjaf ketika tadi ia bersama Tok Niotju menumpang kendaraannja ladju kendaraan itu tidak kalah tjepatnja daripada kuda djempolan. Ia kaburkan kudanja terus-menerus hingga malam sudah berganti fadjar. Ia mengira', bahwa ia telah menempuh perdjalanan sedjauh kurang lebih tiga atau empat puluh lie, dan melihat bahwa dibelakang tiada orang jang mengedjarnja, barulah ia berani menghentikan kudanja untuk beristirahat. Kebetulan se-kali bahwa tempat itu berada ditepi sebuah sungai ketjil. Ia telah bertempur untuk setengah malaman dan ber-lari2 menempuh perdjalanan untuk setengah malam pula, dengan demikian satu malam itu ia tidak tidur sama sekali, kini ia rasakan mulutnja bukan main hausnja. Maka segera ia mendukung Thia It Kwie jang terus- menerus merintih itu untuk diturunkan dan direbahkannja ditepi sungai. Lalu ia sendiri mcmbungkukkan tubuhnja minum air sungai itu. Setelah ia minum beberapa tjeguk air sungai, baru sadja ia hendak meraup air untuk diberikan pada Thia It Kwie, maka dengan se-konjong' sadja dari tjerminan dimuka air sungai itu ia nampak dibelakangnja telah bertambah seorang lain lagi. Bagaikan burung jang takut akan anak panah, maka belum djuga ia mengetahui djelas siapa sebenarnja orang itu, ia sudah membalikkan tangannja dan menjerang orang itu. Orang itu ber-kelit dengan melompat. Setelah A Hong berbalik tubuh dan melihatnja dengan njata, maka ia mengetahui bahwa orang dihadapannja itu kiranja Tju Sam Hwa. A Hong nampak pada muka Tju Sam Hwa itu memperlihatkan semangat membunuh, ditangannja mentjekal suatu Djoan Pian (rujung lemas) jang pandjangnja kira2 tudjuh kaki, dan sambil bersenjum ewa dia menatap pada dirinja. Sikapnja Tju Sam Hwa jang sedemikian itu membuat A Hong sangsi, tetapi mengingat bahwa semalam ia pernah menolongnja dari dalam istana, maka ia berkata „Oh, kiranja kau, adik Tju!" Dengan tidak di-sangka' samasekali, baru sadja A Hong habis mengatakan itu, Tju Sam Hwa sudah menjabetkan sendjata Djoan Pian-nja. Didalam keadaan mendadak dan tidak keburu berdjaga' itu, A Hong terpaksa berkelit, dan hampir sadja ia tertjemplung ke dalam sungai. Tju Sam Hwa jang menampak serangannja tidak berhasil. lalu menjusulnja dengan serangan berantai tiga kali sabetan beruntun. A Hong djadi semakin tidak mengerti, maka buru' ia berseru ,.Adik Tju. mengapa dengan sadja menurunkan tangan kedjam ? Katakanlah dengan djelas lebih dulu!" Mendengar kata' itu Tin Sam Hwa. berkata dengan tjemasnja:
„Kutjintjang kau si anak liar dari selatan ini, barulah dapat terlampiaskan kebentjian didalam hatiku!" iapun segera menjusulkan serangan berantainja tiga kali, sehingga A Hong djadi repot bukan main. Thia It Kwie telah terluka sangat parahnja, dengan memaksa-kan diri ia berbalik dan berkata dengan napas jang sengal':
„Su-moay, apakah masih tidak hendak djuga berhenti menjerang?" „Setelah, sakit hati lainnja boleh tidak dihalas, tetapi sakit hati jang disebabkan pembunuhan ajahku, tak mungkin aku tidak membalasnja !" djawab Tju Sam Hwa dengan mendongkol. Mendengar akan kata' Tju Sam Hwa itu, A Hong melengak dan berkata
„Siapakah jang membunuh ajahmu ?" Tju Sam Hwa menjabetnja sekali lagi dengan Djoan Pian-nja seraja berkata dengan gemasnja : .,Kau memang tidak pernah, tetapi ajahmulah pembunuh ajahku!" Mendengar tuduhan itu, A Hong djadi tidak dapat menangis berbarengpun tidak dapat ia tertawa, ia segera berkata : „Siapa ajahku sampai hari ini aku masih belum mengetahuinja, kali ini aku merantau didalam dunia Kang-ouw, menempuh perdjalanan djauh dari daerah selatan hingga sampai dikota radja, tudjuanku jang terutama ialah hendak mengetahui akan hal ajahku. Mengapa sebelum djelas merah atau putih, kau sudah menjerang orang setjara menggelap
?"
Mendengar pernjataan A Hong itu, Tju Sam Hwa djadi melengak, achirnja is berkata „Kalau begitu, gambar lukisan itu mengapa bisa berada ditanganmu
?"
Mendengar pertanjaan itu lalu A Hong mentjeriterakannja sepandjang pengalamannja jang telah lampau itu dengan tjepatnja, setelah mana ia bertanja ..Aku sendiri djustru hendak menanjamu, mengapa kau dapat mengetahui rahasia didalam gambar itu?"
Tju Sam Hwa dengan mata mengembang airmata lantas berkata A Hong, kiranja kau bukan puterinja Tay Lek Kim Kong ?"
,.Benar, aku tahu akan hal ini pun baru selama setengah bulan ini. Mendjelang Tay Lek Kim Kong menemui adjalnja, dia telah berkata bahwa dia adalah musuhku pernbunuh ajahku. Maka djika demikian akan halnja pembunuh ajah kita berdoa jalah Tay I,ek Kim Kong Oey Ling!"
„Masih seorang lagi, jaitu Tok Niotju Nie Kiauw !" kata Tju Sam Hwa menamhahkan.
Mendengar utjapan Tju Sam Hwa itu, A Hong melengak. ..Bagaimanakah sebenarnia hal ini ?"
„Semendjak- pada hari itu aku mengerti sedikit urusan," Tju Sam Hwa menutur. „Ajahku sudah meninggal dunia, hanja aku seorang diri menemani ibuku tinggal bersama, kamipun tidak tinggal didalam sebuah rumah, hanja herdiam didalam suatu guha dipegunungan jang lebat. Apa jang kami makan hanja daging binatang dan buah'an hutan jang tumbuh liar di-hutan'. Penghidupan kami itu tiada bedanja dengan penghidupan orang hutan. Ibuku dari permulaan hingga achir tahun senantiasa rebah didalam guha dengan tidak dapat bergerak. Kala itu aku sudah ber- usia enam tahun, ibuku dengan se-konjong' sadja berkata padaku :
“Sam Hwa, hingga kini kau masih belum mengetahui apa nama She mu. Sudahlah, kuberi kau she Tju saja, Tju artinya berdoa atau memohon kepada Tuhan. Kuharap kau senantiasa berdoa kepada Tuhan agar kau jangan sampai tercelakakan oleh
musuh lagi. Aku terlebih mengharap pula, bahwa kau dapat membalaskan sakit hati ajah bundamu jang besar !' . itu aku masih belum begitu mengerti urusan. Aku lalu menanja selandjutnja, siapa nama ibu dan ajahmu ? Ibu berkata dengan menghela napas pandjang ,Sam Hwa lebih baik kau tidak mengetahuinja, setelah ibumu meninggal dunia, kau jang sebatang kara. djika merantau didalam dunia Kang-ouw, jang terpenting ialah bersiap terhadap dua orang, jang satu TOK NIOTJU NIE KAUW dan jang lain TAY LEK KIM KONG OEY LING !' " Mendengar sampai disitu A Hong memotong, katanja „Kalau begitu, maka pembunuh ajahmu itu tidak salah lagi kedua orang ini." Tju Sam Hwa berkata sambil menghela napas „Ketika itu akupun tidak menanja dengan djelas, hanja mendengar penuturan ibuku dengan ter-bengong@”. Ibuku kemudian melandjutkan 'Sam Hwa. aku sudah bertahan diri hingga empat atau lima tahun lamanja, nampaknja sekarang sudah tidak mampu bertahan lagi, djika kiranja nanti dikemudian hari dapat berhasil mempeladjari ilmu silat, boleh memeriksa gambar lukisan ini dengan teliti, untuk mengetahui akan rahasianja. Lalu diambilnja segulung gambar lukisan dan berkata Pula Selama hidupku, kepandaianku ialah mcnggambar lukisan.
Dengan mendadak sadja Thia It Kwie menggerakkan tubuh dan berseru : ,Tan Tjing Lie-hiap
!" Mendengar seruan itu, Tju Sam Hwa melengak dan bertanja: „Siapa Tan Tjing Lie-hiap itu ?" Sangat parah lukanja Thia It Kwie itu, dengan memaksakan diri ia mengutjapkan kata2 ,.Tan Tjing Lie-hiap. itu," napasnia sudah tidak lurus lagi, mukanja memerah dan napasnja sengal".
Buru' A Hong berkata : .,Kak It Kwie, kau dengar dulu sampai Sam Hwa habis menuturkan barulah kau mengatakan sesuatu!" Thia It Kwie masih tidak mau menyerahkan diri, ia mendesak Sam Hwa katanja :
..Sumoay, lekaslah kau katakan !" Tju Sam Hwa djadi tidak dapat mengerti maksud mereka itu. maka ia lalu melandjutkan tjeriteranja : „Sambil kata begitu ibuku lalu mengambil segulung lukisan dari tumpukan rumput, Itulah sebuah lukisan panorama jang biasa sadja."
Mendengar uraian itu A Hong tergerak didalam hatinja, lalu diambilnja lukisan jang ada didalam sakunja sambil berkata „Apakah lukisan ini ?"
Tju Sam Hwa anggukkan kepalanja sambil berkata
.,Sedikitpun tidak salah. Ketika itu aku menjambutinja dan melihatnja dengan sepintas lalu, kurasa sedikitpun tiada jang menarik hati, lalu kutaruhnja sembarangan sadja disamping. Nampak tingkah lakuku itu ibu menghela napas sambil berkata :
'Lukisan ini kau harus simpan baik', Sam Hwa, djangan hilang ! Diatas puntjak gunung jang terdapat pada lukisan itu, terdapat lima atau enam orang, diatas papan tulisan pada gardu dipuntjak gunung itu ada kata2 „Lok Sui Teng" (Gardu menikmati air) jang ditulis oleh Siang Wu Beng ! Djika hendak mendapatkan mustika berharga, harus bertanja kepadanja'.
Baru sadja habis kata'nja itu, ia sudah berteriak berapa kali dan achirnja berkata :
'Djika Tuhan mempunjai mata. suruhlah Sam Hwa mendapatkan guru jang pandai. untuk membalaskan sakit hati mengenai darah sedalam lautan ini !'
Setelah mengatakan demikian, ibuku lalu menemui adjalnja. Ketika itu aku menangis meng-gerung", sebagai seorang anak ketjil aku tidak berdaja, lalu dengan membawa lukisan itu aku turun gunung. sepandjang djalan aku hidup dengan tjara minta' sebagai pengemis untuk dua tahun lamanja. Pada suatu hari, seorang jang bertubuh tinggi besar melihat aku sedang memandang lukisan sertater-kenang' kepada ibuku sambil menangis menepas air mata, lalu merampas lukisan itu dan mengantjam hendak memu- kul aku. nampak romannja sangat menakutkan orang
!"
.,Masih untung ketika itu datang pula seorang lain, maka orang jang merampas lukisanku itu dihadjarnja sehingga melarikan diri. Penolong itu mengangkat aku mendjadi muridnja, didalam dunia Kang-ouw. terkenal dengan djulukan Thang Thian Wan (si kera menembus langit) Meng Keng Hai. Aku beladjar ilmu silat dibawah pimpinannja selama tudjuh-delapan tahun lamanja.
”Setelah aku mcndjadi dewasa, mengingat akan kata" ibuku
menjelang wafatnja, lalu mengambil kesempatan ketika aku turun gunung bersama Suheng. kutjari Tay Lek Kim Kong Oey Ling bersama Tok Niotju Nie Kiaaw. Hari itu aku tiba di sebuah kota ketjil dalam propinsi Kanton, aku menjamar sebagai seorang laki' tengah makan dan minum. nampak romanmu jang tidak tenang dan lari masuk ke dalam, semula aku hanja ingin bersenda gurau denganmu, kutjuri barangmu sedikit, tidak disangka, bahwa barang jang kutjuri itu adalah segulung lukisan."
„Aku bentangkan lukisan itu. Aku lantas mendjadi terkedjut, kiranja lukisan ini adalah lukisan jang diberikan kepadaku mendjelang wafat ibuku! Karenanja, aku tidak suka mengembalikannja kepadamu. Aku dengar pula berita, bahwa istana keradjaan terbit suatu kedjadian mengenai siluman rase, ada seorang wanita jang berambut pandjang. Kudengar dikalangan Kang-ouw orang mengatakan. bahwa Tok Niotju Nie Kiauw keluar pula ke dunia Kaag- ouw untuk kedua kalinja. Siang Ban mengatakan pula, bahwa ajahnja bernama Siang Djiu Beng, aku kuatir diapun ada huhungannia dengan lukisan itu, maka aku lalu bersama2 dia datang kekota radja ini. Tidak kusangka, bahwa bukan sadja Siang Ban ketjil njalinja, diapun seorang jang tiada gunanja sama sekali.
.,Dengan susah-pajah kuseretnja masuk kedalam istana, dia sudah gemetar ketakutannja bukan main. Dan apa jang telah terdjadi selandjutnja kaupun mengetahuinja, tak usah aku mentjeriterakan."
„Sebenarnja apakah jang terlukis didalam lukisan itu
?" tanja A Hong dan Thia It Kwie.
„Aku masih ingat ibu mengatakan hahwa djika aku hendak mendapatkan mustika berharga, harus menanjakannja kepada Siang Djiu Beng. Maka kuingin mentjari Siang Ban, tidak kusangka sekali Siang Ban tidak suka memberi keterangan dan sengadja menjimpangkan persoalan pura2 tidak tahu. Aku sangat djengkel dan tidak ingin memberitahukannja mengenai rahasia didalam lukisan itu, sedangkan tentang lukisan itu sendiri akupun belum pernah memeriksanja dengan tetiti."
„Sekarang untuk melihatnja lagi pun belum terlambat." kata A Hong, jang segera dibebernia lukisan itu ditanah. Kala itu matahari baru terbit, tjuatja terang sekali, kedua orang itu semua terperandjat setelah menelitinja lukisan itu dengan seksama sekian lamanja. Kiranja puntjak gunung sebesar kepalan tangan didalam lukisan
Itu jika dipandang dengan sepintas lalu, biasa saja keadaanja, tetapi sekali ditelitinya dengan seksama, maka semua rumput, pohon dan orang semua nampak dengan djelas sebagai keadaan yang sebenarnja. Djika orang melihatnja agak lama, rasa nja seperti diri sendiri berada didalam alam lukisan itu, benar' sebuah lukisan tjat air jang sangat indah.
Didalam lukisan itu sama sekali ada delapan orang, diantaranja dua orang wanita. Tju Hwa demi melihatnja, maka air matanja mengalir dan berseru dengan sedihnja. “Ibu!”
A Hong pun sudah melihatnja dengan njata, diantara kedua orang wanita itu jang satu mirip sekali dengan Tok Niotju Nie Kiauw, jang lain romannja tampan serta alim, pada tangannja mentjekal pinsil untuk menggambar jang besar tengah menotok kearah Tok Niotju Nie Kiauw, dan Tok Niotju Nie Kiauw itu djatuh kebelakang. Dilain sebelah daripada lukisan itu terdapat seorang jang gagah dan tjakap. Dengan tangan tak bersenjata tengah dikepung dan dikerojok oleh lima orang, pada bagian tubuhnja
sudah mendapat luka2. Diantara ke lima orang pengerojok itu A Hong dapat mengenali salah satunja adalah Tay Lek Kim Kong Oey Ling.
Setelah meneleliti sekian lamanja, A Hong berkata “ Sam Hwa, lukisan ini mestinja dilukis oleh ibumu, setelah dia terluka dan dapat menghindarkan bahaja, dan dilukiskannja berdasarkan ingatannja."
„Mungkin demikian keadaannja." kata Tju Sam Hwa,
„ketika itu aku tentunja sudah terlahir tetapi dimanakah aku berada ketika itu ?"
A Hong Ialu meneliti sekali lagi dengan seksama, maka setelah itu dengan se-konjong ia berseru dengan kagetnja: “Sam Hwa……. lihatlah dua orang kanak' dirumpun semak' Seorang anak jang ketjil ini adalah kau sendiri, dan jang besar ini, …
..Entji A Hong," mcnjambungkan Tju Sam Hwa.
Kiranja didalam rumpun semak' itu benar2 terdapat dua orang anak, seorang anak jang usianja kira' tiga atau empat tahun, tengah melihati orang" jang sedang bertempur itu dengan mata membelalak, dan seorang anak lainnja jang masih ketjil hanja baru dapat merangkak, tengah merajap ketepi tebing gunung, nampaknja sudah hampir terdjatuh dari alas tebing itu kebawah.
Jang besar itu mata serta keningnja sangat mirip dengan
A Hong, jang ketjil sedikitpun tak nampak bedanja dengan Tju Sam Hwa.
Kedua orang itu menengadah dengan serentak, dan pandang memandang satu sama lain sekian lamanja. Maka berkatalah A Hong :”Sam Hwa, apakah sebenarnja kesemuanja ini ? Mengapa akupun berada didalam lukisan ini ?"
„Ja, mengapa kaupun bisa berada didalam lukisan ini ? Mengapa ?" mengulanginja Tju Sam Hwa.
A Hong mentjurahkan segenap pikirannja untuk mengingatkan kata2 jang pernah diutjapkan oleh Tay Lek Kim Kong mendjelang adjalnja dan achirnja is mendadak berseru : „Sam Hwa!"
„Tjitji !" Sam Hwa menjambutkan.
Karena itu mereka lalu saling memeluk merangkul, entah perasaan mereka itu sedih atau gembira. Kiranja mereka telah sama dapat berpikir, bahwa keduanja sebenarnja adalah kakak-beradik, seajah seibu. Sebagai kesudahannja dari pertempuran diatas gunung itu, Tay Lek Kim Kong membawa A Hong kedaerah selatan hidup menjepi disalah satu dusun didaerah propinsi Kanton, sehingga A Hong mendjadi dewasa dan sebaliknja Tju Sam Hwa mengikuti ibunja jang telah terluka berdiam didalam guha untuk beberapa tahun lamanja barulah diterima oleh Thong Thian Wan Theng Keng Hai sebagai muridnja.
Pada masa itu sekali pun mereka tidak dapat mengetahui keadaan jang sebenarnja, tetapi dari apa jang terlukis didalam lukisan itu mereka agak dapat meraba akan keadaan diri mereka.
Saudara sekandung terpisah sekian tahun lamanja sehingga ketika saling bersua satu sama lain tidak dapat rnengenalinja, malah tadi Tju Sam Hwa masih mengira, bahwa A Hong anak perempuan pembunuh ajahnja dan menjerangnja dengan sendjatanja, tetapi tidak membuat mereka merasa sedih ?
Demikian kakak-beradik itu mengguguk menangis dengan sedih untuk sekian lamanja, lalu saling memandang djuga, maka achirnja Tju Sam Hwa memanggil : „Tjitji !" dan A Hong memanggilnja „Adik
!" setelah mana mereka saling peluk memeluk pula dengan eratnja. Barulah setelah itu A Hong mendadak teringat akan tjeritera Thia It Kwie mengenai hal ichwal Tok Niotju Nie Kiauw bersama Tay Lek Kim Kong Oey Ling jang katanja telah mengadjak beberapa orang berilmu didalam kalangan djalan hitam untuk memusuhi Hok Tay-hiap suami-isteri. Dan isteri Hok Tay-hiap itu mendapat djulukan Tan Tjing Lie-hiap. Tetapi untuk seketika itu tak dapat isaingat siapa Tan Tjing Lie-hiap itu, hanja berseru memanggil ..It Kwie ! It Kwie " , tidak ter-sangka2 olehnja, bahwa berulang dua kali ia memanggil tidak djuga mendapat djawaban. Kiranja kedua orang itu karena perasaan mereka sendiri jang mendatangkan rasa terharu, suka dan duka tertjampur aduk itu, -sudah sekian lamanja tidak memperhatikan kepada Thin It Kwie. A Hong sangat menjinta dan memperhatikan keselamatan Thia It Kwie, maka dengan segera setelah tidak mendapat djawaban atas panggilannja itu, ia berpaling dan nampak Thin It Kwie telah djatuh pingsan, wadjah mukanja putjat scperti kertas, ia segera memeriksa urat nadinja maka diketahui bahwa ketokan urat nadi nja sangat lemah. „Sam Hwa. lekas kau kemari !" A Hong berseru memanggil. Tju Sam Hwa segera memeriksanja, iapun berkata dengan kagetnja : ,Luka didalam tubuhnja sangat parah, kita berdua tak dapat mengobatinja!" A Hong sangat gelisah, ia menengadah, matanja mengembeng air dan berkata :
„Sam Hwa, apa jang kita harus perbuat Tju Sam Hwa berpikir sebentar Lantas berkata „Ketjuali men-tjari Siang Ban, tidak ada lain daja lagi, dia pernah mengatakan kepadaku, bahwa dia mernpunjai pit Tjeng Liong Wan, obat dari resep obat Tjeng Liong Pay jang istimewa, segala luka dalam, dengan makan sebutir sadja, tidak hanja lukanja dapat disembuhkan bahkan dapat pula menambah tenaganja!" Mendengar kata2 it, A Hong segera berkata .,Adik jang baik, kuminta kau suka menolongku mentjari dia sekali ini." Demi mendengar permintaan kakaknja itu, dengan mendadak wadjah mukanja Tju Sam Hwa berubah mendjadi merah darah, ia rnemutar tubuhnja seraja berkata ,Aku tidak mau pergi !" A Hong terheran lalu bertanja : .„Mengapa ?"
Didjawabnja „Kami baru sadja bertengkar !" djawabnja Tju Sam Hwa, karena itu Tju Sam Hwa memperlihatkan wadjahnja seorang jang kemalu2an. A Hong dapat menerka beberapa bagian mengenai duduknja perkara jang sebenarnja. A Hong menafsirkan bahwa tentunja kedua orang itu sudah lama suka sama suka, tetapi Tju Sam Hwa sangat nakal, ia berbuat tidak selajaknja terhadap Siang Ban, dlan Siang Ban sebagai anak muda jang berdarah muda pula, maka kedua orang itu lalu bertengkar. Oleh karena memikir demikian maka A Hong lalu berkata :
„Adik jang baik, menolong orang penting artinja." Mendengar perkataan itu, Tju Sam Hwa monjongkan bibirnja seraja berkata : “Kau suka kepada Suhengku, sebaliknya aku jemu kepadanja. Kuberitahu kepadamu, sebenarnya dia mencintai aku tetapi aku tidak menghiraukannja. Tjitji, tak usahlah kau urus soal tetek bengek urusan orang lain ini ! Aku tidak mau pergi !"
A Hong sungguh merasa kewalahan terhadap adiknja ini, maka achirnja ia berkata : „Kau tidak mau pergi, akulah jang akan pergi, kau djagai dia, pasti kau takkan menolaknja, bukan ?" Dengan tidak menunggu djawaban lagi, ia segera membalikan tubuh dan lompat keatas punggung kuda jang segera dibedalkannja kearah djalan jang telah dilaluinja semalam.
Tju Sam Hwa bertjemberut, ia membungkuk, dengan djari tangannja ia menuding dahi Thia It Kwie sambil mentjomel „Semua gara'mu, kami kakak beradik baru sadja bertemu kembali sudah kau tjeraikan lagi !"
Ia sama sekali tidak mengira, bahwa tudingan djarinja itu telah menotok tepat djalan darah „In Tong Hiat". Hawa sedjatinja sekali terpukul. Thia It Kwie lantas tersadar dari pingsannja.
Thia It Kwie telah lama berada didalam keadaan tidak sadar, ia tidak mengetahui. bahwa A Hong bersama Tju Sam Hwa telah dapat saling mengatahui, bahwa berdasarkan keadaan didalam lukisan itu mereka sebenarnja adalah kakak-beradik seajah seibu. Ia memandang kesekelilingnja, hanja nampak Tju Sam Hwa seorang didampingnja, ia menjedot hawa dua kali dan dengan memaksakan diri ia mengangkat lengan tangannja memegang tangan Tju Sam Hwa.
Sebaliknja Tju Sam Hwa mengibaskan tangannja dengan kuatnja dan melepaskan tangannja dari tjekalan Thia It Kwie. Thia It Kwie menghela napas pandjang dan berkata dengan lemahnja : „Sam Hwa, kurasa aku tak dapat hidup pula, tenaga dalam Tok Niotju Nie Kiauw itu sangat hebat.
Mendengar bahwa Thia It Kwie terluka oleh karena bertempur dengan Tok Niotju Nie Kiauw, maka Tju Sam Hwa bangkit akan rasa senasib dan setia kawannja, maka ia berkata .,Mengapa kau bertempur dengan dia ?"
Thia It Kwie tidak sempat mentjeriterakannja dengan djelas, ia memanggil pula “Sam Hwa !"
,.Ada apa ? Katakanlah !" berkata Tju Sam Hwa.
.,Luka didalam tubuhku sangat berat, kurasa aku tak dapat bertahan meski untuk beberapa hari sadja sekalipun, maka bila aku mati, kuhendak berkata kepadamu sepatah dua kata Sam Hwa, aku menjintai kau sudah semendjak lama sekali, apakah kau mengetahuinja ?" Tju Sam Hwa anggukkan kepalanja. Karena riang hatinja Thia It Kwie mendadak mendjadi merah wadjah mukanja. Tetapi dengan tidak di- sangka' karena gontjangan hatinja itu ia terdjatuh pula didalam keadaan pingsan. Tju Sam Hwa memalingkan kepalanja tidak hendak melihatnja, tetapi mengingat, bahwa orang sedang dalam keadaan pingsan, maka sekalipun tiada rasa tjinta dalam hubungan pria dan wanita, tetapi toh masih mempunjai rasa persaudaraan dalam satu perguruan. Maka ia menolaknja berulang kali, ingin dengan perbuatannja itu menjadarkan Thia It Kwie. Tetapi karena parah lukanja, Thia It Kwie tetap tinggal dalam keadaan tidak sadar. Tju Sam Hwa djadi tidak berdaja, dengan terpaksa ia duduk di-tepi sungai dengan mendongkol. Dalam hal tjinta memang sama sekali tidak dapat dipaksakan. Didalam mata Tju Sam Hwa, kemabukan tjintanja Thia It Kwie ini dirasakannja sangat mendjemukan. Karenanja, sekalipun Thia It Kwie mengutarakan rasa hatinja didalam keadaan luka parah itu, rasa djemunja malah makin men-djadi'. Tju Sam Hwa duduk menghadapi sungai ketjil. Lumut hidjau jang meng- utas' mengandung air, bergojang melambai, dengan air sungai jang djernih bening hingga dapat terlihat dasar sungainja, kesemuanja ini membuatnja ia tertarik dan mengawasinja dengan bengong, ia ter- menung' dan pikirannja melajang kepada diri Siang Ban.
Selama satu bulan terachir ini ia senantiasa ber- sama' dengan Siang Ban, sekalipun ia dapat tahu, bahwa Siang Ban mempunjai banjak sekali sifat kelemahan, tetapi telah dapat mengisi dan menduduki tempat dalam hatinja. Ia melamun „Dimanakah se- karang Siang Ban berada, apakah pada saat ini diapun seperti aku tengah memikirkannja ?" demikian ia melamun. Setelah semalam ia berpentjaran dengan Siang Ban didalam istana, sehingga kini mereka belum pernah berdjumpa lagi. Maka dimana Siang Ban kini berada, Tju Sam Hwa pun tidak menge-tahuinja. Ia berkeinginan sangat untuk mentjarinja, tetapi ia harus menunggu dan mendjagai Thia It Kwie jang tengah pingsan. Ia melirik pada Thia It Kwie, dan didalam hatinja bertambah rasa gemasnja. Tengah ia termenung" itu, dengan se-konjong” ia teringat bahwa Siang Ban mempunjai Tjeng Liong Wan, A Hong tadi menjuruhnya mencari Siang Ban dan setelah ia tidak mau meluluskan permintaannja, A Hong lantas menunggang kuda untuk mentjarinja, apakah ini tidak menandakan bahwa A Hong mengetahui dimana Siang Ban berada.
Tadi malam didalam istana ia telah tertotok jalan darahnja oleh seseorang, untung ia tertolong oleh A Hong dan dibawa kembali kerumah penginapan. Setelah A Hong diadjak Tok Niotju Nie Kiauw pergi beberapa djam kemudian ia baru sadarkan diri, dan pergi dari rumah penginapan itu dengan tak tentu arahnja, dan setjara kebetulan sadja ia dapat ketemukan A Hong dan Thia It Kwie ditepi sungai maka mengenai kedjadian diruang kelenteng bobrok itu, dimana kedua golongan partai Tjeng Liong Pay saling bertengkar. Tok Niotju Nie Kiauw turun tangan membuat semua orang Tieng Liong Pay djatuh dibawah pengaruhnja dan Lain” kedjadian itu Tju Sam Hwa sedikitpun tidak mengetahuinja. ia Tju Sam Hwa hanja merasa, tingkah laku A Hong itu sangat mentjurigakan. Terhadap Thia It Kwie, ia tidak memperhatikannja tetapi terhadap Siang Ban, Ia tidak dapat tidak memikirkannja dengan mendjadi gelisah hatinja.
Ia kuatir pula Siang Ban mmengalami bentjana, ia kuatir pula Siang Ban berubah hatinja dan mentjintai A Hong. Ia berpikir dan berpikir lagi berulang” hatinja tidak tenteram. Ia berdiri dengan mendadak. diseretnja Thia It Kwie dan diletakkan diatas rumput ditepi sungai, ia memutar tubuh dan mematahkan sebuah tjabang pohon jang banjak daunnja untuk menutupi tubuh Thia It Kwie lalu dilibatkannia sendjatanja Djoan Pian (rujung lemas dipinggangnja dan sesudah itu ,ia menggunakan ilmu ginkang (ilmu mengentengkan tubuhnja lari menjusul kearah dimana A Hong tadi membedalkan kudanja. 'Tidak antara lama kemudian Thia It Kwie sudah ditinggaikannja djauh'.
Maka dikisahkanlah bahwa setelah A Hong membedalkan kudanja, didalam hatinja selalu memikirkan keadaan lukanja Thia lit Kwie. Sebentar' ia memetjut kudanja agar kuda itu lebih tjepat larinja. Kuda berlari' setjepat angina, setelah dua djam lamanja maka dari djauh sudah dapat nampak bajangan rumah kelenteng bobrok itu, A Hong mengerti djika ia hendak bertemu dengan Siang Ban
sedikitnja ia harus bertemu pula dengan Tok Niotju Nie Kiauw, hal mana sesungguhnja sangat berbahaja baginja, tetapi bila ingat djiwa pemuda buah hatinja jang perlu ditolong itu, tidak menghiraukan bahaja jang mungkin dihadapinja.
Setelah Nampak rumah kelenteng yang bobrok itu, ia bersangsih sebentar, lalu di pecutnya pula kudanya supaya lari lebih cepat dan sebentar saja, ia sudah tiba di depan rumah berhala itu, Ia segera turun dari tunggangannya, Kedua buah golok Liu Tjap To nya semalam sudah hilang semua.
Ia meraba dibagian pinggangnya ternyata golok terbangnja masih ada tudjuh buah. Maka ia mematahkan sebuah cabang pohon, dibuangnya pula Semua daunnja, Ia timbang2 beratnja, kiranja dapat digunakan sebagai sendjata, lain djalan melewati halaman jang penuh rumput liar, masuk keruang besar, terus menudju keruang belakang. Tiba diruang belakang. ia nampak pintu besi sudah terdjeblak terbuka lebar2. Sekalipun waktu itu sudah siang, dalam ruang itu tetap gelap menjeramkan. Sinar lampu masih tetap menjoroti tempat itu, dengan membesarkan hatinja A Hong djalan masuk untuk segera mendjadi terkedjut. Ternjata ruang jang penuh dengan ratusan orang itu. kini sudah sunji-senjap seorangpun tidak nampak. Diatas lantai masih menggeletak seorang majat jang tidak lain daripada si kurus yang dibinasakan oleh Tok Nioiju Nie Kiauw semalam. “Kemana, mereka ?”
A Hong mendjadi bingung, Dikolong langit jang sedemikian luasnja ini, kemana mentjari Siang Ban?
Ia teringat pula pada keadaanIt Kwie jang djika tidak memperoleh obat Tjeng Hong Pay
akan sukar tertolong djiwanja, pilulah rasa hatinja, dan dengan tidak dirasanja air mengalir dari sepasang
matanja. Tengah ia menangis seorang diri itu, ia dapat dengar suara jang terbit dari suatu sudut ruang kelenteng itu. la terkedhut dan mengangkat kepalanja untuk mengetahui darimana datangnja suara itu. maka tertampak olehnja ada segunduk benda ber-gerak' disudut ruang itu.
Maka setelah diperhatikannja, tampak djelas olehnja, bahwa benda jang ber-gerak' itu kiranja seorang manusia. Nampak akan hal itu maka timbullah suatu harapan dalam otak A Hong, segera dihampirinja dan dilihatnja, ternjata orang itu tidak lain daripada si gemuk, pemimpin Tjeng Liong Pay golongan utara itu, kedua matanja sudah hilang sinar semangatnia, nampaknja sudah hampir mati ! Nampak kedatangan A Hong itu. dia berkata dengan napas sengal2 : ,.No………..na, aku ……….. ber……. Pesan ……………….. suatu hal kepada
......mu… ”
Buru' A Hong bertanja “lopek (paman), kemana perginja Siang Ban ? Apakah kau mengetahuinja ?"
Si gemuk itu se-akan" tidak dapat rnendengar pertanjaannja orang, ia melandjutkan kata'nja ..Aku berpesan 'kepada mu suatu hal. Pada mendjelang wafatnja pemimpin partai Tjeng Liong Pay
pernah dia memberikan sebuah lukisan kepadaku tetapi aku tidak tahu apa gunanja lukisan itu maka kuherikan kepada seorang teman, dan teman itupun lain mempersembahkannja kedalam
istana, kini, aku sudah dapat mengetahui, bahwa bukan sadja lukisan itu menundjukkan tempat penjimpan mustika aneh lagipula sangat erat hubungannja dengan nasib partai Tjeng Piong Pay kini lukisan itu telah diberikan pula oleh seorang putera
67 kaisar kepada orang lain menurut sepandjang berita lukisan itu terdjatuh ditangan seorang djahat didaerah suku Biauw dipropnsi Kwietju jaitu ditangan Tok Pek Yauw Hun San Kam (Sam Kam si Roh siluman berlengan tunggal) nona kau harus mengambilnja lukisan itu”.
Sampai disini napas si gemuk itu empas-empis ter- putus", A Hong jang ingin mengetahui adanja Siang Ban sekarang, dengan memaksakan diri bertahan sabar mendengarkan tjeritera si gemuk sampai disitu. Ia segera bertanja pula „Lopek, dimana Siang Ban ? Dimana sekarang dia berada'
Si gemuk itu dengan susah-pajah membuka pula matanja, dengan menghela napas ia berkata : .,Ah, djika siang" kutahu, maka untuk apa golongan selatan bertengkar dengan golongan utara. Partai Tjeng Liong Pay mengapa mesti terpetjah-belah mendjadi dua golongan selatan dan golongan utara? Kini sia' sadja hanya menguntungkan orang djahat !"
Suara jang diutjapkan itu makin lama makin memilukan hati jang mendengarnja dan ketika ia mengalakan sampai kepada kata' „orang djahat" itu maka kepalanja terkulai dan selandjutnja tidak berdenjut dan telah menemui adjalnja.
A Hong tidak dapat mentjari dimana Siang Ban berada, ia akan tak dapat menolong djiwa Thia It Kwie, maka hal rahasia partai Tjeng Liong Pay jang ia dapat dengar dari si gemuk itu, sama sekali tidak menarik hatinja.
Setelah ter-bengong untuk sekian lamanja, A Hong meninggalkan tempat itu dengan hati sedih serta gelap pikirannja. Tetapi baru sadja ia keluar dari pintu kelenteng, hatinja belum djuga merasa puas, maka kembali ia masuk pula kedalam, ia mentjari-nja dengan teliti diruang samping depan dan belakang dengan pengharapan dapat menemukan seseorang jang dapat memberi-tahukan dimana adanja Siang Ban. Ia memasuki ruang samping, halaman belakang, disamping kiri halaman belakang itu terdapat istal kuda, dan disamping kanan ia dapatkan sebuah kamar penjimpan kaju bakar. - A Hong masuk kedalam kamar itu, nampak disitu tertumpuk penuh dengan ranting kaju kering, baru sadja ia hendak keluar atau ia teringat pada kata’ Siang Ban semalam, bahwa Thia It Kwie tertahan didalam kamar kaju bakar. Maka ia pikir, kamar kaju bakar jang dikatakan Siang Ban itu mestinja ditudjukan ke-pada kamar kaju bakar ini, karena mengingat akan hat ini, maka hatinja merasa pilu dan sedih. Disitu ia berhenti sebentar, atau se- konjong- ia dengar suara orang ber-kata'. A Hong meragukan pendengarannja sendiri, ia mengira, bahwa telinganja salah mendengar, tetapi rasanja suara kata- itu sangat djelas, ia dapat menangkap kata' jang diutjapkan dengan suaranja seorang jang gelisah dan ketakutan, katanja „Aku benar' tidak mengetahuinja. ketika ajahku hampir meninggal dunia, aku bersama ibuku djauh berdiam didaerah propinsi Kwangtung. Dia meninggal dunia didaerah utara, bagaimana aku dapat mengetahuinja?"
A Hong dapat menangkap pula suaranja orang jang menjeramkan : ,.Djika kau tidak mau mengatakannja. kutotok djalan darahmu Tjit In Hiat, sehingga kau akan herada didalam keadaan mati tidak hiduppun tidak. Urat darahmu Ki Keng Pat Mek kesemuanja melemah, sekalipun sehelai kertas mengebut pada tubuhmu, kau akan merasa sakit seperti di-iris' dengan pisau, dan sesudah mengalami pahit-getir untuk beberapa tahun lamanja barulah kau akan mati !"
„Tjian-pwee, aku dengan kau tiada gandjalan dan tiada per-musuhan apapun djuga, hendaknja djangan menurunkan tangan sekedjam ini !" terdengar djawahnja orang jang duluan. Kini A Hong dapat mengenali suara itu dengan djelas, tak akan salah lagi orang jang mengeluarkan kata" me-mohon' itu adalah Siang Ban, dan jang lain adalah Tok Niotju Nie Kiauw, tetapi didalam tumpukan kaju kering itu mengapa dapat ter-sembunjikan manusia? Maka dengan djalan indap' ia memutari tempat sekitar kamar kaju bakar itu, tetapi suara pembitjaraan
didalam kamar kaju bakar ini tempat berlangsung. A Hong djadi sangat herannja. ketika itu ia dapat mendengar pula kata „Orang she Siang, mustika aneh itu telah diketahui dan diketemukan oleh Kian Kun Pat Kiam Hok Eng Pek suami-isteri, dengan ilmu kepandaian mereka jang sedemikian tingginja masih djuga mereka tidak luput terbinasa dibawah tanganku, apakah kau masih ingin membohongi aku, bukankah ini berarti bahwa kau sudah bosun hidup ?"
Mendengar disebutkannja nama Kian Kun Pat Kiam Hok Eng Pek suami-isteri, maka A Hong teringat kepada scmua hal jang terlukis didalam lukisan panorama itu, karenanja hatinja merasa sangat sedih. dan karena kurang hati'nja, maka kakinja meng-indjak sebuah ranting kering jang menerbitkan suara. Karena terdengarnja suara itu maka pertjakapan didalam tumpukan kaju bakar kering itu lalu berhenti dengan tiba'. Setelah mana terdengarlah seruan aneh dari Tok Niotju Nie Kiauw, : .,Siapa diluar ?" Lalu disusul dengan menggesernja tumpukan kaju bakar se tinggi itu, dan terdengar suara ranting' kaju bakar terpidjak tak henti'nja,. menjusul itu orang lalu nampak sebuah kendaraan beroda tunggal jang ditumpangi oleh seorang wanita berambut pandjang keluar dari dalam tumpukan kaju bakar itu. Nampak djedjaknja telah cdiketahui orang. A Hong merasa tidak herguna ia sembunji" lagi, maka dengan membesarkan hati-nja ia mendamprat. Tok Niotju Nie Kiauw menggojangkan kepalanja, sehingga rambut pandjang itu membelah kekedua sisi kanan dan kiri, ketika menampak A Hong, mendadak ia melengak, lalu berkata „A Hong kemana perginja anakku " A Hong tengah bersiaga dengan segenap perhatiannja untuk ber-djaga' bilamana dia menjerang dengan se-konjong- tetapi ketika berhadapan dia telah menanjakan anaknja, maka pikir A Hong bahwa wanita ini mestinja sudah mendjadi gila. Tetapi ia nampak pula bahwa wanita itu tidak menundjukkan sikap menjerang, hati-nja merasa lega, dengan atjuh tak atjuh ia mendjawab „Entah-lah. aku tidak tahu!" Pada pokoknja memang A Hong tidak tahu apa jang dikata-kan oleh Tok Niotju Nie Kiauw itu, ia hanja ingin memperpandjang waktu sadja, dan dengan demkiian ia dapat mentjari kesempatan dan berdaja bagaimana sebaiknja. Maka setelah mana
Sambil berkata A Hong maju beberapa langkah, ia melihat ke tempat dimana Tok Niotju Nie Kiaw tadi keluar.
Kiranya tumpukan kayu bakar setinggi itu hanya merupakah suatu barang penutup sadja untuk mengelabuhi mata orang.
Kayu2 itu sebenarnja ditempelkan pada bagian Iatar dinding kamar, demikianpun pada kamarnja pula dihias sedemikian sehingga ketika ditutup orang hanja mendapatkan tumpukan kaju bakar sadja. jika bukan orang jang mengetahui akan seluk-heluknja, maka apapun tak akan dapat menjangkanja hahwa didalam tumpukan kayu bakar sebenarnja adalah sebuah kamar.
A Hong nampak Siang Ban tengah duduk disebuah kursi degan wadjah putjat karena ketakutan, dia tidak terkekang, tetapi telah mendjadi lemas tidak berdaja karena sangat takutnja.
Menampak akan keadaan itu, A Hong segera memberikan isjarat. Walaupun Siang Ban mengerti akan isjarat itu. tetapi karena ketjil njalinja, sedikitpun ia tidak berani berkutik. Tambah pula semalam suntuk ia dikompes oleh Tok Niotju Nie Kiauw ditanjainja apakah ajahnja sebelum meninggal dunia, tidak me- jerahkan kepadanja segulung lukisan jang menundjukkan tempat penjimpan mustika aneh. Ditanja juga apakah benar gambar itu menurut berita telah dimasukkan Orang kedalam istana?
Siang Ban hanja mengetahui bahwa ajahnia bernama Siang Beng tetapi ia tidak mengetahui bahwa ajahnja itu mendjadi pemimpin partai Tieng Liong Pay, baru semalam ia mengetahui akan hal itu. Sudah tentu ia tak mengetahui hal mengenai rahasia mustika dan sebagainja itu. Dengan terus-menerus ia digertak dan ditakut-takuti oleh Tok Niotju Nie Kiauw, ia menjadi lemas karena takutnja.
A Hong nampak Siang Ban sedemikian takutnja sehingga tidak berani memikirkan akan berdaja meloloskan diri, maka ia mengedrukkan kakinja terns- menerus.
Ketika itu Tok Niotju Nie Kiauw telah melesat dan merintangi dihadapannja A Hong dan berkata ..A Hong, orang ini kutahan karena kuhendak menanjakan sesuatu daripadanja, djanganlah kau menginginkan mengadjak dia pergi!"
A Hong tergerak didalam hatinja, lalu berkata : “Tok Niotju. bukankah kau hendak mengompesnja supaja dari dirinja kau dapat memperoleh rahasia tentanya hal mustika aneh jang diperoleh Kian Kun Pat Kiam Hok Eng Pek Tap-hiap suami-isteri? Dan kau hendak menanjakan dimana adanja lukisan jang menun- djukkan tempat penjimpan mustika itu, jang telah diserahkan oleh Tay-hiap suami-isteri kepada Siang Djiu Beng itu, aku ini, aku tahu semuanja, kau tanja sadja kepadaku!" Karena ingin lekas. menolong djiwa Thia It Kwie, maka dengan tidak sajang' lagi A Hong hendak mentjeriterakan rahasia jang didengarnja dari si gemuk tadi kepada Tok Niotju, untuk menukarnja dengan keselamatannja Siang Ban.
Mendengar kata A Hong itu, Tok Niotju setengah pertjaja dan setengah tidak,. Ia berkata .,Tjoba kau katakan !" „Menurut kata orang, lukisan itu sudah terdjatuh ditangan pendjahat didaerah suku Biauw, jaitu Tok Pek Im Hun San Kam!" kata A Hong. Demi mendengar penuturan A Hong itu, Tok Niotju Nie Kiauw tertawa gelak., lalu berkata .,A Hong, kau hendak menipuku pergi djauh kedaerah suku Biauw ?"
„Dengan sebenarnja aku dengar berita itu dari pemimpin partai Tjeng Liong Pay golongan utara.' djawab A Hong. .,Ah ! Kiranja si gemuk itu belum mati
? Aku tertipu olehnja I" Demikian terdengar gerutu sesalnja Tok Niotju. „Nah, pertjajakah kau sudah akan kata'ku sekarang ?" kata A Hong. Tok Nioiju Nie Kiauw berulang’ tertawa. ,.Orang jang didjulukkan „Tok Pek Im Hun Sam Kam" itu adalah sahabat lamaku, sekalipun daerah suku Biauw itu sangat djauh, djika kau berani mendusta, dikolong langit seluas ini, masih tidak ada tempat untuk kau dapat bersernbunji !" kata Tok Nio-tju Nie Kiauw mengantjam. Iapun lantas memutar roda kendaraannja dan mendesir pergi keluar dan jang tertinggal hanja dengungan desiran roda jang menggema di udara sadja. Nampak Tok Niotju Nie Kiauw telah dapat pergi oleh A Hong dengan dua tiga patah sadja, maka sambil menjeka air peluhnja dikepala karena ketakutannja itu,. Siang Ban berdiri dan menghormat kepada A Hong sambil berkata „Aku berterima kasih alas budimu jang sudah suka menolong djiwaku. Ah, selama setengah malaman tadi sungguh si wanita siluman itu telah membuatku mati ketakutan !" A Hong tidak sempat menertawai akan kelutjuan sikap jang ketakutan bukan pada tempatnja itu, ia segera bertanja „Apakah kau membawa Tjeng Liong Wan " „Ja, benar, apakah nona hendak makan pit itu ?"
“Bukan aku tetapi kakak It Kwie jang semalam terluka parah itu, harap kau suka memberikannja sebutir."
Mendengar penuturan A Hong its, Siang Ban sekonjong’ berubah air mukanja dan berkata „Siapa sadja jang memerlukan pil itu, asalkan nona jang minta, aku akan segera memberikannja, tetapi apabila diberikan kepada Thia It Kwie, aku tidak akan memberikannja!"
Hampir sadja A Hong meragukan akan pendengaran telinganja sendiri, ia bertanja : „Apa alasannja ?"
Siang Ban tertawa getir dan berkata „Ketika tadi bertemu dengan Tok Niotju apakah jang dia tanjakan, apa kau masih ingat ?"
73
A Hong sudah
melupakannja hal itu, maka ia balik bertanja : „Apa jang dikatakannja ?"
„Bukankah tadi dia menanjakan dimana adanja anaknja itu ?" „Itulah pertanjaannja jang gila, mengapa kau menganggapnja sungguh’ ?" kata A Hong.
Wadjah Siang Ban berubah suram, lalu berkata :
„Nona Hong, dia sedikitpun tidak gila, hanja kepergianmu bersama Thia It Kwie semalam agak terlampau tjepat sedikit, tidak sempat mengetahui keadaan sesungguhnja !"
A Hong jang selalu kuatirkan keselamatannja Thia It Kwie segera menjimpangkan pembitjaraan katanja :
„Lekaslah kau berikan Tjeng Liong Wan kepadaku, karena djika terlambat, dia tak akan dapat disembuhkan pula."
He ! Ha !" tertawa Siang Ban, „itu malah tjotjok dengan maksud hatiku. Aku djustru menghendaki dia mati, baru habis perkaranja!"
Mendengar kata' Siang Ban jang demikian itu, maka hati A Hong djadi sangat tergontjang, sekalipun sifat tabiatnja sangat baik, dalam suasana jang demikian itu, pasti tak akan dapat bertahan sabar lagi. Maka dilintangkannja tjabang pohon ditangannja itu sambil mendampratnja „Siang Ban! Djangan dibitjarakan pula, bahwa hari ini aku telah menjelamatkanmu dari bahaja dan melepas budi atas dirimu. Tapi disamping itu kau harus ingat bahwa lukanja Thia It Kwie itu disebabkannja semalam dia bitjara atas dasar keadilan untuk partai Tjeng Liong Pay-mu. Mengapa kau demikian tidak berbudi ?"
Nampak A Hong melintangkan batang pohon. Siang Ban pun segera menghunus golok tunggalnja dan berkata : „Apa nona -Hong hendak turun tangan?"
Didalam hati A Hong sangat gelisah serta marahnja, dengan tjabang pohon jang dipergunakannja sebagai pentungan Tjee Kun, ia menggetarkannja tiga kali beruntun sebagai tipu pukulan jang disebut „Hong Hong Sam Tiam Thauw" (Borung hong hong tiga kali anggukkan kepala). Pentungan itu menghantam bagian atas, tengah dan bawah tubuh Siang Ban.
Dengan membalikkan tangannja Siang Ban membatjok, maka tjabang pohon itu telah terpapas satu kali.
Sebenarnja A Hong sama sekali tidak bermaksud bermusuhan dengan Siang Ban. Pukulannja dengan Hong Hong Sam Tiam Thauw tadi sebenarnja masih mempunjai tiga perubahan jang
hebat jakni Tan Hong Tiauw Yang" (Burung Tan Hong memodja matahari), „Hong Hui Sam Tjak" (Burung Hong terbang tiga kali lingkaran) dan „Loan Hong Hoo Bang" (Burung Hong djantan dan betina berkitjau bersama). Tetapi ketiga tipu pukulan ini semua tidak dipergunakan oleh A Hong.
Mengenai dirinja Siang Ban, ia memang bernjali ketjil penakut, bukan orang sebangsa pendekar besar, tetapi ia pun tidak dapat dikatakan sebangsa orang rendah jang pengetjut. Kini nampak A Hong turun tangan, iapun segera mentjabut golok melawannja. Sebenarnja ia mempunjai suatu maksud jang A Hong sekalipun mimpi tak mungkin dapat menjangkanja.
A Hong hanja mengira, bahwa Siang Ban tidak mempunjai rasa persahahatan dan peri keadilan, tidak rela memberikan pil Tjeng Liong Wan, sebaliknja menginginkan kawannja binasa, maka sangatlah marah dan gelisahnja, sekali ia memutar tubuh, maka tjabang pohon sebesar lengan tangan itu dibarengi dengan mengerahkan tenaga jang dahsjat, be-runtun" menghantam Siang Ban dengan tak menaruh rasa kasihan. Ilmu silat jang dimiliki A Hong adalah hasil pengadjaran dan latihan Tay Lek Kim Kong Oey Ling sendiri. Ilmu tenaga dalam jang ia jakinkan itu termasuk golongan tjabang ilmu ke Buddha-an jang disebut „Kim Kong Sian".
A Hong mengikutinja berlatih ilmu silat semendjak masih ketjil, sekalipun ia seorang wanita jang biasanja disebut golongan lemah, tetapi tenaga dalamnja sebenarnja tidaklah ketjil.
Maka sekali A Hong mengeluarkan kepandaian ilmu silatnja. segera Siang Ban merasakan dirinja terkurung oleh bajangan tjabang pohon sebesar lengan dan berwarna tua itu. Maka dengan buru’ Siang Ban mengeluarkan ilmu permainan goloknja untuk melajaninja.
Tengah mereka bertempur seru tak dapat dipisah orang itu, se-konjong terdengar ada orang berseru dari belakang „Hal, Tjitji ! Mengapa kau bertempur dengan dia ?"
A Hong dapat mengenali, bahwa suara itu adalah suara seruannja Tju Sam Hwa, adiknja.
A Hong berpikir, bahwa ia telah menjuruhnja Tju Sam Hwa menunggui Thia It Kwie, mengapa dia datang kemari ? Mungkinkah Thia It Kwie sudah menemui adjainja ? Karena memikir demikian, hatinja tergontjang, dan gerakan tangannjapun djadi kendor. Djustru ketika itu Siang Ban membatjok setjara miring. hampir sadja bahunja kena terbatjok. Untung Tju Sam Hwa keburu datang menangkis dengan Djoan Pian-nja, sehingga golok jang sedang menurun itu tertangkis dan tertahan. dan A Hong dapat kesempatan untuk berkelit, dan segera bertanja „Bagaimana keadaannja It Kwie ?"
A Hong menanti djawaban Tju Sam Hwa dengan hati gelisah, ia tidak harapkan djawaban jang ia kuatirkan itu. Oleh karena itu, ia tidak dapat meneruskan kata2nja lagi, ia merasakan serba salah, membuatnja tangan serta kakinja tidak dapat diam.
Tju Sam Hwa menatap kepada Siang Ban dan berkata ..Hei, orang she Siang, sebenarnja aku sudah tidak akan memperdulikanmu lagi, tetapi tak dapat tidak aku harus menanjakan padamu, mengapa kau bertempur dengan Tiitjiku ?"
Mendengar disebutnja Tjitji, maka Siang Ban djadi melengak. „Apa ? Nona Hong itu Tjitjimu ? Bilamana kalian saling angkat saudara ?" tanjanja.
,.Kami berdua adalah saudara kandung, pagi ini baru kami ketahui akan hal itu."
Siang Ban melengak sebentar, lalu berkata „Oh ! Kiranja begitu ? Aku ada kata' jang hendak kukatakan kepadamu, kau kemarilah !"
„Djika ada kata’, maka katakanlah disinipun aku dapat mendengarnja!” djawabnja Tju Sam Hwa.
Mendengar kata' Tju Sam Hwa itu, Siang Ban diam’ gelisah, ia berkata pula : „Sam Hwa, aku tidak hendak bersenda-gurau denganmu, lekaslah kau dekatkan telingamu kepada mulutku!" Dengan terpaksa dan ogah'an Tju Sam Hwa menempelkan telinganja didekat mulutnja Siang Ban, A Hong pun tidak mengetahui kata' spa jang dikatakan oleh Siang Ban kepada Tju Sam Hwa, hanja nampak setelah adiknja mendengarkan beberapa patah kata, hampir saja dia berjingkarak dan berkata “ Apakah Sungguh kata-kata mu ini ?”
Lagi sekali Siang Ban menatap A Hong lalu berkata
: „Mengapa aku mesti berdusta ?"
Didalam hati A Hong bertjuriga, ia mengira bahwa jang di katakan oleh Siang Ban itu adalah mengenai dirinja, maka ia lalu berkata : “Sam Hwa, tak perduli apa yang dia katakan, tetapi menolong sesama orang mendapat kesukaran adalah hal jang, seharusnja diperbuat oleh kita kaum Kang-ouw. mengapa kau kena dikibuli olehnja"
Mendengar kata2 itu. maka wadiahnja Tju Sam Hwa berubah mendjadi sedih bertjampur marah, dengan suara jang ditekankan ia berkata : ..Tjitii, orang itu tidak ditolong juga tidak mengapa!
" ..Bukankah Thin It Kwie itu Suhengmu " berkata A Hong. „Benar, tetapi tahukah Tjitji siapa dia itu ?"
Kata Tju Sam Hwa itu mengandung sebab. maka A Hong lalu mengangkat kepalanja dan berkata terhadap Siang Ban : „Kau katakanlah hal jang sebenarnja kepadaku, siapa sebenarnja dia itu?" Sekalipun in berkata demikian, tetapi didalam hatinja diam’ ia berkata pada diri sendiri, bahwa tidak perduli siapa dia itu, tjintaku terhadapnja tetap tidak akan berubah.
Tengah Sang Ban hendak membuka mulutnja, atau Tju Sam Hwa sudah mentjegahnia, ia madju beherapa langknh kearah A Hong dan berkata : “Tjitji, terhadap Suheng …. Fui ! Dia bukan Suhengku hatimu terhadapnja, aku tahu, tetapi , tidak dapat kau mentjintainja !"
“…….Mengapa ?" tanja A Hong dengan tidak mengerti.
-Dia adalah anaknja Tok Niotju Nie Kiaw”
Mendengar pengutaraan itu A Hong sangatlah terkedjut, lain berkata : ..Bohong !"
Siang Ban madju selangkah sembari berkata :”Nona Hong untuk apa kami mendustaimumu '? Semaiam setelah kau pergi, bagaikan orang gila sadja Tok Niotju hendak mengedjar kalian, katanja pada lengan tangan Thin It Kwie terdapat tudjuh buah butiran merah, serupa dengan bintang utara atau bintang tudjuh. Dia djustru anaknja tunggal jang diperolehnja sesudah mendjadi suami isteri dengan Tay Kim Kong Oey Ling, Setelah anak itu terlahir lalu dititipkan kepada orang lain untuk dipelihara agar mendjadi besar!"
Berita ini bagi A Hong se-akan' bunjinja halilintar disiang hari terang tjuatja. Djika beberapa hari sebelumnja, bergontjang hati setelah mendengar berita itu, tetapi tak seperti sekarang ini hebatnia. Karena pagi hari ini in sudah tahu bahwa Tay Lek Kim Kong, terlebih lagi Tok Niotju Nie Kiauw djustru musuh besarnja jang membunuh ajah serta ibunja! Dengan perkataan lain, berarti, bahwa Thia It Kwie itu adalah anak laki' daripada musuh besarnja jang tidak dapat hidup bersama didalam dunia ini, tetapi djustru orang inilah jang ia tjintai sepenuh hatinja !
Ia merasa gelap penglihatan matanja dan pening kepalanja, hampir' ia tidak dapat berdiri tetap. Ia nampak sorot mata Siang Ban dan Tju Sam Hwa terpusat serta tertudju kepadanja. Terlebih' lagi sinar mata Tju Sam Hwa jang seakan' mengandung suatu tjatjian dan kutukan hebat, jang mentjatjinja ,.Apakah kau lupa akan sakit hati ajah bundamu jang seperti samudera dalamnja ? Kau tidak boleh mentjintai anak musuh besarmu ! Malah kau masih berdaja sedapat" untuk memperoleh pil Tjeng Liong Wan guna menolong anak musuh besarmu ? Dapatkah kau ber- laku demikian ?"
Katjaulah rasa hatinja, berdengung" telinganja, tidak dapat lagi ia tinggal lama' didalam kamar kaju bakar itu, ia memutar tubuhnja segera lari keluar pintu kelenteng.
Ia lompat keatas punggung- kuda tunggangannja, ditjambuknja kuda itu ber-ulang' dengan hebatnja. Ia membiarkan kuda itu lari ke arah selatan, Ia pun tidak menghiraukan kemana dirinja hendak pergi. Iapun tidak menghiraukan bahwa dalam saat jang tidak lama sadja kudanja sudah mandi keringat.
Entah sudah berapa lamanja kuda itu berlari, sehingga kakinja lemas dan gemetaran. Mata hari sudah turun disebelah barat, hari sendja jang merah warnanja menghias setengah langit. Wadjah A Hong jang elok rupawan itu memerah se-akan' warna darah merah tua. Hatinia menghampa! Otaknja kosong tiada pikiran apa’, hanja men-tjambuk' kudanja supaja lari, terus lari! Achirnja kuda itu tak tahan lagi akan lelahnja, kaki depannja bertekuk, lalu meringkik pandjang. dan rebahlah ditanah !
Kuda itu rubuh setjara mendadak, A Hong tak keburu melompat turun, ia terlempar djatuh dari atas punggung kudanja. Ia bangkit berdiri lalu memutar tubuh hendak dipetjutnja pula kudanja, tapi nampak olehnja bahwa tubuh kudanja itu telah penuh dengan bekas2 tjambukannja, kedua matanja pun menge- luarkan air mata ! melihat keadaan kudanja itu, A Hong tak tega hati untuk menurunkan tjambuknja, bertepatan pula dengan itu kudanjapun meringkik pula dengan sedihnja. Karena bunji ringkikan kuda jang sangat menusuk hati itu, maka terbangkitlah semua rasa pahit getir jang terkandung didalam hati A Hong, air matanja bagaikan air tumpah sadja mengalir dengan tak putus'nja. Sambil berpeluk diatas punggung kuda, ia menangis meng-gerung, sekian lamanja ia menangis sepuas hatinja sehingga sang surja sudah terbenam sama sekali, tabir hitam menjelubungi bumi, barulah ia mengangkat kepalanja, dengan maka menghadap langit jang remang’ itu ia berkata seorang diri : „Oh Allah; mengapa begini buruk nasihku ?"
Setelah kuda itu berebah ditanah sekian lamanja, tjukuplah baginja dapat beristirahat, ketika A Hong bangkit berdiri, kuda itupun bangkit berdiri djuga, dan mentjari rumput jang tumbuh disekitar tempat itu untuk dimakannja. Lalu sambil meringkik kuda itu meng-gojang'kan ekornja, se-akan' ia hendak menjatakan bahwa diapun sampai mengerti terhadap kesedihan jang diderita oleh madjikannja
Demikianlah A Hong menunggangi pula kudanja menudju keselatan dengan tidak mengetahui kemana hendak perginja, dimana tempat tudjuannja. Demikianlah hari ganti hari minggu berganti minggu, dengan tak dirasanja ia telah menempuh perdjalanan lebih dua bulan lamanja, ia tetap mengarah keselatan, naik gunung turun gunung dan menjeberangi sungai, tidak tahu ia harus pergi kemana.
Lebih dua bulan ia menempuh perdjalanannja jang tak tentu arahnja itu, ia menderita lahir maupun bathin, ibarat bunga jang segar kini ia melaju, tubuhnja mengurus, kedua matanja jang besar nampak mendelong dalam, tetapi nampaknja lebih djernih sinar matanja.
la tidak mempunjai kawan untuk ber-tjakap2. kawan satu'nja hanja si kuda tunggangannja. Sepandjang djalan ia mengalah akan nasibnja dengan tidak ada orang jang menghiburnja.
Pada suatu hari dengan tidak terasa ia telah melewati daerah perbatasan propinsi Kang-say dan masuk ketepi batas daerah propinsi Kwi Tjiu. Daerah itu adalah daerah pegunungan, disana sini penuh dengan puntjak' gunung, hutan serta rimba raja. la telah masuk djauh kedalam rimba. Daun runtuh jang membusuk entah sudah berapa ratus tahun mendjadi empuk laksana kapuk sehingga diindjak oleh kaki kuda sedikitpun tiada menerbitkan suara apapun djua. Suasana jang aneh adjaib jang terdapat di tempat itu, sungguh tidak dapat terlukiskan dengan kata2.
Semula oleh karena menghampanja lubuk hati A Hong itu, ia tetap djalan madju kedepan dengan tiada perhatian apapun. Tetapi setelah ia memasuki daerah rimba raja belukar ini belasan lie djauhnja, pandangan matanja makin lama makin sunji dan lengang, maka didalam hatinjapun mulai timbul rasa kuatir atau takutnja, karena sedari ketjil ia senantiasa hidup didalam suasana riang dan ramai didaerah pertanian dipedesaan daerah propinsi Kwangtung, jang indah gunungnja, jang djernih airnja, tetapi kini ia selalu melihat atau menghadapi pohon2 aneh jang setinggi langit, hidungnja senantiasa mengendus bebauan busuk basah jang semakin lama semakin menghebat. Halimun tebal mengapung diantara tjela' pohon, ada pula kabut tebal jang se-akan’ membeku mendjadi Benda padat, mengeluarkan sinar bagus serta adjaibnja.
Ingin sekali A Hong balik dan keluar, tetapi beberapa kali ia putar balik ia hanja merasa di-mana serupa sadja keadaannja, tidak dapat ia menemui djalan jang dilaluinja tadi.
Ia djalan untuk sekian lamanja, achirnja in malah kehilangan arah, ia tersesat djalan, ia djadi tidak berdaja, terpaksa ia pasrah kepada nasib, dan djalan kedepan sekenanja sadja. Makin djalan makin mendalam, achirnja ketika hari sudah mulai gelap dengan se-konjong’ sadja ia nampak sinar lampu menguning seperti warna kuning djeruk se-bentar2 menimbul menghilang dihadapannja.
Rasa hatinja A Hong laksana menemui bintang penolong, ia mentjambuk kudanja agar djalan tebih tjepat, sampai pada tempat jang djaraknja masih beberapa ratus kaki djauhnja dari sinar lampu itu ia menghadapi suatu tebing gunung jang bangunannja seperti sekolah sadja, jang tingginja kira’ ratusan kaki panjangnja. Dari atas tebing itu, terdapat air terdjun dimana terdapat seutas rotan liar jang terkulai menurun.
Pikirnja A Hong baik buruk bagaimanapun sudah telandjur tiba disini, dengan menentang sekali bahaja memandjat naik apa pula jang harus ditakuti ? Oleh karena pikirannja jang demikian itu, lalu ditinggalkannja kuda tunggangannja, ia melompat naik dan mendjambret rotan liar itu. ia lompat turun lebih dahulu, untuk mentjoba kuat atau tidaknja rotan jang dipegangnja itu, achirnja dapat diketahuinja, bahwa rotan liar itu menyusur dinding tebing, tidak antara lama ia telah dapat memandjat sampai diatas lamping gunung itu. la mendongak untuk melihat kedepan, ia djadi melengak. Djika bukan disaksikannja dengan mata kepala sendiri sungguh ia tak akan pertjaja bahwa ditempat sesepi sunji seperti ini, ia dapat menjaksikan sebuah tempat segandjil seperti jang ia alami ini.
Kiranja diatas lumping gunung ini adalah sebuah tanah datar, batu'nja putih bagaikan kemala, rata melitjin tiada taranja. Pada tanah datar itu terdapat sebuah rumah bertingkat jang indah. Kisi' pada emper tirisan berukiran indah, sekalipun dikota- radja, djarang terdapat rumah bertingkat seindah ini. Sinar lampu jang terlihat A Hong tadi djustru dari dalam rumah bertingkat ini.
Pada mulanja A Hong hanja mengira, bahwa sinar lampu itu mestinja datang dari sebuah rumah keluarga pemburu sadja, tidak disangkanja bahwa ditempat sesepi ini dapat diketemukan rumah bertingkat sebagus ini. A Hong berpendapat bahwa penghuni rumah ini mungkin orang jang luar biasa dan mempunjai sebab' jang terahasia. Ia lompat keatas tingkatan batu, baru sadja ia berdiri tetap, se-konjong' nampak pintu terbuka dan dari dalam tampak seorang jang menggendong tangan djalan keluar degan perlahan'.
Dengan buru' A Hong menjelinap sembunji dibelakang kisi', ia nampak orang itu djalan terus turun kebawah tingkatan, dan berdiri diatas tanah datar, serta, mengamati dan memandang rembulan muda berbentuk sabit di langit.
Makin dilihat bajangan orang itu, rasanja A Hong makin kenal, karena orang itu njata' dan djelas, bahwa tidak lain daripada Thia It Kwie ! Tetapi tidak berani A Hong mempertjajai akan ia punja pandangan matanja itu, karena Thia It Kwie telah terluka dari pada bulan jang lain.
Selama dua bulan achir ini, dengan pendek dapat dikatakan, bahwa ia tidak berani berfikir mengenai diri Thia It Kwie. Karena ia tahu, djika Thia It Kwie binasa, dapat dikatakan ia juga jang membunuhnja dengan tjara tidak langsung.
Ia membentji diri sendiri, ia tidak berani mengingat akan hal ini lagi, tetapi malam ini sebaliknja seperti dengan disengadja ia telah menjaksikan bajangan belakang orang ini. Siapakah orang ini kalau bukan Thia It Kwie ? Hampir sadja A Hong hendak lari menghampirinja, tidak perduli orang ini manusia atau setan. Ia ingin menghampirinja, perlunja untuk menyatakan isi hatinya dan mengutarakan pengalamannya yang pahit getir selama dua bulan lebih ini. Tetapi baru sadja ia melangkah selangkah dengan tindakan kaki jang perlahan itu, maka suatu pikiran lain menjerangnja setjepat -kilat : „Dia adalah anak laki-nja Tok Niotju Nie Kiauw, musuh besarnja hutang darah ajah-bundanja sedalam lautan sebanjak air hudjan." Pikiran ini se-akan2 sendjata tadjam jang menusuk hatinja! Dengan mendadak sadja ia menghentikan langkah kakinja jang hendak mulai menapak ketanah itu.
Djustru pada ketika itu djuga, orang itu telah merasa mendengar suara lembut jang datang dari belakangnja, segera ia berpaling.
Pada saat jang sedemikian itu, segala pikiran apapun tak dapat lagi mendesak atau menekan akan rindu asmaranja A Hong terhadap Thia It Kwie. Ia lompat kedepan, ia tarik tangan Thia It Kwie, air matanja lantas mengutjur turun. Ia memanggil : „Ka- kak It Kwie ! Kakak It Kwie !"
Thia It Kwie terkedjut lalu berkata : „A Hong, djangan bersuara ! Mengapa kau bisa ada disini ?" Lalu ditariknja A Hong diadjak kebelakang rumah bertingkat itu.
A Hong sesenggukan, ia tidak dapat ber-kata`, setelah berselang beberapa saat lamanja barulah ia dapat berkata : „Kakak It Kwie, tidak matikah kau ?" Banjak kata' jang hendak diutarakan oleh A Hong, tetapi hanja sepatah kata tanja itu sadjalah jang dapat keluar dari mulutnja.
„A Hong, aku berterima kasih kepadamu, bahwa kau telah menolongku keluar dari rumah kelenteng bobrok itu. Tetapi mimpipun aku tidak akan memikirnja, bahwa Tok Niotju Nie Kiauw adalah ibu kandungku ! Ketika Sam Hwa menarik aku direbahkan diatas rumput ditepi sungai, aku sudah per-lahan' tersadar, tetapi aku tidak ada tenaga untuk memanggilnja. Tidak lama kemudian dengan mendadak Tok Niotju datang, aku pikir kali ini matilah aku. Aku hanja mengharap djangan sampai dia melihat aku. Tetapi tak kusangka djustru dia lari langsung kepadaku. Ia mengulurkan tangan kanannja mentjekal aku, lalu dinaikkannja keatas kendaraan beroda tunggalnja. Sepandjang djalan dia terus menerus mengobati aku dengan mengerahkan tenaga dalamnja, sampai pada lukaku sudah agak mendingan, dia kata bahwa aku adalah anak kandungnja sendiri !"
A Hong menengadah lalu berkata : „Kakak. It Kwie, kali pertjajakah akan hal itu ?"
Thie It Kwie anggukkan kepalanja dan berkata : „Ja, setelah dia menitipkan aku kepada seorang tani keluarga she Thia, selandjutnja tidak pernah dia datang menengok aku. Se-sudah berusia lima belas tahun, baru aku belajar ilmu silat, aku benar- tidak mengetahui asal-usulku sendiri." Menutur sampai disini, Thia It Kwie berhenti sebentar dan menghela napas, kemudian barulah ia melandjutkan : „A Hong, beberapa tahun jang telah lampau, kupernah mentjeriterakan padamu mengenai sedikit hal ichwalnja Tay Iek Kim Kong dan Tok Niotju, aku pernah kata, bahwa mereka mempunjai seorang anak. Tidak kusangka bahwa anak mereka itu adalah aku sendiri ! Tuhan sungguh mempermainkan kita manusia !" Didamping Thia It Kwie, A Hong ingin sekali menumpahkan segala isi hatinja selama dua bulan ini, ia tidak akan menghiraukan se-gala'nja, Ia tidak mentjeriterakan mengenai hal, bahwa Tok Niotju itu sebenarnja adalah musuh besarnja jang telah mem- bunuh ajah bundanja, agar tidak mengganggu kenikmatannja di-saat ia berdampingan dengan buah hatinja itu. Dengan sesungguh-nja ia mentjintai Thia It Kwie segenap hatinja. Tetapi setelah berhenti sebentar, Thia It Kwie berkata pula „A Hong, aku memberitahukan kepadamu, setelah kau mendengarnja, djanganlah kau bersusah hati."
Terkedjutlah hati A Hong demi mendengar kata’ Thia It Kwie itu, ia segera bertanja „Mengenai hal apa
?" „Tempat ini adalah daerah suku Biauw jang disebut Tok San Tjai, pemilik rumah ini she_San" bernama
..Kam" orang men-djulukinja „Tok Pak Im Hun". Mendengar pendjelasan Thia It Kwie itu, A Hong berkata: „Ah ! Kupernah mendengar nama orang ini."
„Tok Niotju Nie Kiaw datang kesini karena hendak mentjari sebuah mustika jang diketemukan oleh Kian Kun Pat Kiam Hok Eng Pek Tay-hiap dahulu itu, A Hong” Berkata sampai disini Thia It Kwie berhenti sebentar, lalu kedua matanja menatap A Hong dengan sikap jang penuh kesungguhan hati. Nampak sikap si djantung hati jang sedemikian itu, A Hong bertanja
„Apa ?" Thia It Kwie berkata dengan sangat sedihnja
„Kian Kun Pat Kiam Hok Eng Pek Tay-hiap itu adalah ajahmu, pun djuga ajah Tju Sam Hwa, kiranja kau dan Tju Sam Hwa itu adalah saudara seajah dan seibu. Hal ini adalah hal jang, sungguh' benar didalam kenjataannja. jang aku pernah dengar dari pembitjaraannja juga, ketika Thin It Kwie bertjeritera sampai disini, mengira, bahwa demi mendengar akan berita itu, A Hong pasti terkedjut, tetapi ia sama sekali tidak mengetahuinja, bahwa A Hong sebenarnja sudah tahu lebih dulu daripadanja, dan mendengarinja dengan tenang tidak her-kata2. Demi menjaksikan sikap A Hong jang demikian itu, didalam hati Thia It Kwie merasa sangat herannja, tetapi ia lalu melandjutkan „A Hong, Hok Tay-hiap suami-isteri benar. telah teraniaja oleh Tok Niotju Nie Kiauw jang bersekongkol dengan Tay Lek Kim Kong Oey Ling dan Tok Pek Im Hun San Kam ini mengerojok mereka dipuntjak gunung Ki Kian San
!"
A Hong masih tetap bersikap tenang, dan Thia It Kwie pun lalu melandjutkan tjeriteranja
„Mereka bermaksud memaksa Hok Tay-hiap suami-isteri memberitahukan kepada mereka, di- mana tempat disembunjikannja mustika itu. Tetapi Hok Tay-hiap suami-isteri mengetahui dengan djelas, bahwa d jika mustika jang tiada keduanja ini terdjatuh ditangan mereka orang' djahat ini, pasti mereka akan makin banjak melakukan kedjahatan, maka sekalipun mereka sudah tidak tahan lagi melawan Tok Niotju bertiga kawannja, mereka tetap tidak mau memberitahukannja. Tan Tjing Lie-hiap Teng Lan mematahkan kedua kaki Tok Niotju, tetapi ia sendiripun dengan mernbawa Tju Sam Hwa tergelintjir kebawah lembah gunung!
„Setelah Tay Lek Kim Kong dan kawan’nja membinasakan Hok Tay-hiap, maka Tay Lek Kim Kong jang sebenarnja bukan seorang jang terlampau djahat, hanja oleh karena terbudjuk oleh Tok Niotju Nie Kiauw baru mau bekerdja sama untuk melakukan pengerojokan terhadap Hok Tay-hiap suami-isteri itu, dia tidak tega untuk mentjelakai kau, bahkan membawanja pergi berkelana ke-mana2 dan achirnja tinggal menetap menjepi dihawah kaki gunung Hwa San didaerah propinsi Kwangtung sehingga belasan tahun lamanja.
„Tok Niotju sekalipun patah kedua kakinja, tetapi dia sangat tjerdas, dia dapat membuat suatu kendaraan beroda tunggal dan kepandaiannjapun semakin tinggi, dia mentjari dimana bersembunjinja Tay Lek Kim Kong jang tinggal menjepi hersama kau, achirnja kau dapat cliketemukan djuga, lalu diadu domba supaja kau dengan Tay Lek Kim Kong berselisih tidak berakur pula.
“..Tok Niotju mengetahui benar, bahwa istri Tan Tjing Lie-hiap pernah melukis suatu lukisan jang dapat menundjukkan dimana tersimpannja mustika jang langka itu. Ia mengira, bahwa gambar itu tersimpan dirumah kediamannja Tay Lek Kim Kong.
,.Dia menggeratak dan menggeledah beberapa hari didalam rumah Tay Lek Kim Kong, dia hanja menemukan sebuah lukisan panorama jang sama sekali tiada gunanja baginja. Karena itu maka dengan sengadja dia turun tangan sendiri untuk membinasakan Tay Lek Kim Kong."
Mengenai dibinasakannja Tay Lek Kim Kong oleh Tok Niotju itu,,A Hong telah menjaksikannja sendiri, djustru oleh karena kedjadian itulah ia meninggalkan tempat kediamannja jang sudah didiami selama belasan tahun itu. Thia It Kwie berhenti sebentar untuk melegakan napasnja, setelah itu lalu melandjutkan tjeriteranja.:
„Tok Niotju pergi kekota radja ia masuk kedalam istana untuk mentjari lukisan itu, tetapi dia tidak berhasil djuga menemukannja. Ia dengar berita, bahwa lukisan itu berada ditempat kediaman Tok Pek Im Hun San Kam ini, maka dia lain datang kedaerah suku Biauw ini. Akupun dibawanja bersama. Tetapi San Kam menjangkal keras dan kebenaran berita itu, Tok Niotju berselisih dengan San Kam sudah semendjak dua hari ini."
A Hong hanja mendengari tjeritera Thia It Kwie dengan melongo sadja, setelah lewat beberapa saat lamanja, barulah ia berkata „Kakak It Kwie, sekarang kita telah djadi musuh besar !"
Thin It Kwie terkedjut, lalu bertanja : ..Mengapa ?"
„Ajah bunda kita kedua pihak mempunjai permusuhan serta rasa kebentjian jang sudah saling membunuh." djawab A Hong.
,.A Hong, mengapa kau mengutjapkan kata’ jang demikian ? Selama dua bulan terachir ini aku sudah memikirnja setjara mendalam. Aku menjintai Sam Hwa, tetapi orang jang sungguh'' menjintaiku itu sebaliknja malah kau sendiri !"
A Hong berkata dengan sajunja „Tetapi apa gunanja akan hal itu, apakah kita masih dapat berhubungan dengan baik ?" „A Hong, kuharap kau dapat mengerti, perkara keturunan kita jang lampau, itulah perkara mereka sendiri, apakah kita masih terlibat oleh mereka itu ?"
A Hong menatap Thia It Kwie sambil menimbang2 akan kata’nja tadi, lalu ia menghela napas pandjang dan memanggil „Kakak It Kwie !"
Belum lagi Thin It Kwie membuka mulutnja, mendadak mereka mendengar suara „Druk" jang sangat keras, jang asalnja dari rumah bertingkat itu. Menjusul dengan suara itn, terlihat sebuah bajangan hitam melesat keluar dan terdjatuh diatas Iantai. Orang itu segera hendak berbangkit, tetapi sebelum ia dapat
Berdiri tetap, maka tertampak pula ada sebuah roda besar jang garis tengahnja kira’ dua kaki menembus dinding tembok dengan suara dengungannia jang aneh, langsung melesat dengan ladjunja.
Orang itu bergulingan, tetapi tidak berhasil menghindarkan diri, dengan mengeluarkan suara ngeri sekali orang itu telah terkena roda dengan tepatnja.
Orang itu dengan memaksakan diri berdiri, lari dengan terhujung’ beberapa langkah, lalu jatuh kembali tak dapat bangkit pula. A Hong nampak dengan djelas, bahwa orang itu hanja mempunjai lengan tunggal.
Menjusul itu tertampak pula sesosok bajangan hitam lompat turun dari rumah tingkat atas, rambut pandjangnja terurai terhembus angin, orang itu tidak lain daripada Tok Niotju Nie Kiauw. Tok Niotju telah turun ditanah, ia mengulurkan tangannja memegang roda kendaraan, setelah mana tubuhnja meninggi kira' dua kaki, ternjata roda itu sudah terpasang gala pula as dibawah kendaraannja.
Tok Niotju Ni Kiaw tertawa : “He, he. he." terhadap majat Tok Pek Im Hun. A Hong bergontjang hati dan semangatnja. Tok Niotju Ni Kiaw berpaling dan melihat mereka bagaikan kilat sadja sorot matanja, dan berkata : “Bagus, A Hong, kiranja kau disini !"
Baru sadja kata’ itu habis diucapkan atau sudah terdengar suara dampratan dari seorang wanita yang datangnya dari lamping gunung, katanja :”Kakak Ban, benar saja dia berada disini!”.
Nampak djelas sesosok tubuhjang langsing dengan tjara “Burung kulik berbalik tubuh” ia djumpalitan naik dari lamping gunung itu dan berdiri tegk ditanah datar, tangannja mentjekal tjambuk pandjang, laksana ular santja sakti keluar dari liangnja, ia menjerang dan menjerbu Nie Kiauw dengan sabetan tjambuknja. Orang itu tidak lain daripada Tju Sam Hwa.
Menjusul datangnja Tju Sam Hwa itu, nampak pula dengan segera seorang jang naik dari lamping gunung, tangannja memegang pedang pandjang jang ber-kilau sinar putihnja jang tidak lain daripada Siang Ban. Tetapi setelah ia naik, nampaknja ia mendjadi takut tidak berani madju.
Tju Sam Hwa berseru : ,.Hei, Kau si kantong nasi ini, sampai pada saatnja apa jang ditakutinja lagi ?"
Tjambuk panjang Tju Sam Hwa menggeletar tak henti2nja, Tok Niotju berkelit ke kanan dan ke kiri dengan bertjokol diatas kendaraannja, tetapi gerakannja sangat lintjah sekali, serangan tjambuk Tju Sam Hwa jang dahsjat itu dapat dihindarinja dengan mudah.
Tju Sam Hwa sangat terpengaruh, karena dorongan atau panggilan suara hatinja jang hendak menuntut balas bagi sakit hati ajah-bundanja, maka dengan dikawani Siang Ban terus pergi kearah selatan, menjusul Tok Niotju Nie Kiauw sampai disini. Tetapi sampai tiba saatnja, ternjata njali Siang Ban seketjil njali tikus tidak herani madju menempur Nie Kiauw.
Tju Sam Hwa telah beruntun’ menjerang Tok Niotju dengan tjambuknja sampai tudjuh atau delapan belas serangan masih belum djuga berhasil.
Tok Niotju Nie Kiauw tertawa mengedjek sambil berkata: „Budak ketjil, kiranja kau hendak menuntut balas untuk sakit hati ajah-bundamu ? Pergilah kau keachirat untuk bertemu dengan ajah-bundamu itu!" dan serentak dengan perkataannja itu, ia menjerang dengan Pek Khong Tjiangnja (tapak membelah udara) menggempur tjambuk Tju Sam Hwa, samberan angin Pek Khong Tjiang itu membuat Tju Sam Hwa merasakan mulutnja tergetar kesemutan, dan tjambuknja hampir terlepas dari tjekalannja. Ia mundur beberapa tindak dengan dan matanja nampak A Hong tengah berdiri damping berdamping dengan Thia It Kwie. berseru .,Kakak Hong, kau pun datang kesini ?"
A Hong hendak madju, tetapi ditarik oleh Thia It Kwie. A Hong berseru : It Kwie, kau djangan menjalahkan aku !" Sambil berkata demikian ia meronta. Ia tidak berhasil meronta hingga terlepas. tetapi lukisan jang dikantonginja itu terdjatuh dilantai dan terbentang. Ia membungkuk hendak mendjemputnja atau nampak olehnja dibawah sorotan sinar rembulan bahwa dibelakang lukisan itu terlihat ada beberapa baris tulisan, in tak pernah memperhatikan bagian belakang lukisan itu, ia tidak menjangka bahwa dibawah sinar sang puteri malam itu malah dapat terlihat, bahwa di belakang lukisan itu terdapat tulisan.
Ia membungkuk dan menunduk, serta meronta hingga terlepas dari tjekalan Thin It Kwie, ia segera djemput lukisan itu, ia mengangkat kepala dan tampak Siang Ban ketika itu sudah menggunakan pedang pandjangnja bersama Sam Hwa menempur Tok Niotju Nie Kiauw.
A Hong segera melompat mendjauh tiga langkah, ia nampak Thia It Kwie berdiri terpaku bagaikan patung, karena dua pikiran jang bertentangan satu sama lain, sedang mengaduk didalam otak-nja. Dengan buru’ A Hong membatja tulisan jang berada dibelakang lukisan itu, maka terbatjalah olehnja tulisan jang seperti berikut : Mustika jang ditemukan dahulu itu adalah sendjata tadjam jang dibuat orang dahulu kala namanja ..Hui Liong Kouw Kiam" (Pedang purba naga terbang) tersimpan pada tempat kediaman Tok Pek Im Hun San Kam, dibawah lamping gunung „Giok Tjiang Pin", didalam gua gunung disamping batu besar jang berbentuk hati manusia. tiada orang jang mengetahui. Kata' ini tertulis dengan buku rumput ..Long-in-. tjauw", djika tidak dilihat dibawah sinar rembulan tak akan tertampak. Kutulis ini untuk anakku Sam Hwa. Setelah membatja tulisan itu, A Hong djadi ter- bengong2. Kira-nja pada mendjelang adjalnja ibunja masih menjimpan rahasia sebesar ini. karena ketika itu. Sam Hwa masih ketjil, dia kuatir djika rahasia ini diketahui orang, pedang Hui Liong Kouw Kiam ini akan terampas oleh orang lain.. Djustru A Hong kini berada ditempat kediaman Tok Pek Im Hun San Kam. Entah pedang itu ada atau tidak.
Setelah berpikir demikian, ia lalu memutar tubuhnja dan lari kearah lamping gunung. Ia masih dapat rnendengar tjatjian Tju Sam Hwa : „A Hong, apakah sakit hati ajah-ibu kau tidak menghiraukannja ?"
A Hong tidak sempat untuk berbantah. Ia malah buru’ turun ketebing meluntjur kebawah dengan berpegangan rotan liar. Menampak perginja A Hong, Thia It Kwie sudah seperti gila. iapun lari ketepi tebing dan berseru dengan njaringnja : „A Hong ! A Hong ! Apakah kau hendak mentjari pedang purba untuk men- tjelakai ibuku ?"
Thia It Kwie sekalipun ia mengetahui kelakuan djahat ibunja itu jang sebenarnja lebih dari pantas dihukum mati, tetapi djika dilihat dari sudut perasaan anak terhadap ibu kandungnja, maka biar bagaimanapun baik busuk masih ibunja sendiri, tidaklah tega hatinja. Ketika tadi A Hong mernbatja kata2 jang terdapat dibelakang lukisan itu, Thia It Kwie pun dapat melihatnja djuga, dan pikirnja sekalipun A Hong masuk dalam kalangan dan ikut mengerojok Tok Niotju Nie Kiaw, tentunja mereka bukan tandingan Tok Niotju. Iapun tak nanti membiarkan Tok Niotju melukai ketiga orang itu, tetapi seteiah nampak A Hong lari kearah tebing gunung dan meluntjur dari lamping gunung, maka sekalipun ia tidak mengetahui apakah sehenarnja pedang Hui Liong Kouw Kiam itu tetapi mengingat, bahwa belasan tahun jang, lampau, didalam dunia persilatan pernah terdjadi pertempuran dahsjat jang mengakibatkan banjak pendekar jang terbinasa oleh karena memperebutkan pedang ini, maka mestinja pedang ini sangat hebat, mengingat sampai disini. maka is buru’ lari mengedjarnja.
A Hong baru turun kepada tempat rotan liar, is menengadah dan nampak pada wadjah muka Thia It Kwie jang sikapnja agak berlainan daripada biasanja, ia mendjadi sangat terkedjut, kedua tangannja mengendor dan segera meluntjur turun belasan kaki, maka buru' ia memegang dengan eratnja.
“A Hong. kau naiklah!" seru Thia It Kwie.
Mengingat akan sakit hati jang sebesar gunung sedalam samudera itu. A Hong tidak mau menurut perkataan Thia It Kwie ini. Ia segera meluntjur pula sekali ayun sudah belasan kaki, tangannja telah beset karena tergosok rotan liar itu. A Hong sudah tidak mau menghiraukan lagi rasa njeri pada luka ditangannja itu. Thia It Kwie membungkukkan tubuhnja sehingga segenap tubuh bagian atasnja keluar dari lamping gunung, dan berseru „A Hong! Kau naik ! Kau naiklah lekas !" Kedua tangannja mendjambret rotan liar itu, tali di-gontjangkannja, ,dan A Hong lain ter-ajun' diudara, dan tjekalannia kepada rotan itu hampir terlepas. Dengan susah-pajah ia baru dapat turun sampai ketanah.
Nampak A Hong tidak mau dengar kata, Thin It Kwie pun turun meluntjur.
A Hong segera men-tjari= disekitar tempat itu, benar djuga ia dapat menemukan sebuah batu besar berbentuk hati manusia. Ia membuka papan bulat dengan sekuat tenaga dan mengulur tangan merogoh dibawah batu, dengan terdengarnja suara „Trang !" pada tangannja jang ditarik keluar itu, telah tertjekal sebuah pedung jang pandjangnja kira' empat lima kaki, bentuknja seperti naga hidup, ada tanduknja, ada pula sisik dan kukunja. Warnanja hidjau tua, mengeluarkan hawa dingin. Djika dikibas kan maka pedang hanja nampak segumpal sinar hidjau.
Sangat besar hati A Hong mendapatkan pedang itu, ia menoleh kebelakang dan nampak Thin It Kwie sudah mengedjar sampai disitu djuga.
A Hong lalu berdjumpalitan dan memandjat tebing setjara mati'an. Thia It Kwie pun mengikutinja dari belakang hendak mentjegahnja. Baru sadja A Hong berdiri tetap didataran tanah batu, ia nampak Tok Niotju Nie Kiauw sambil membolang-balingkan rodanja mendesak Siang Ban dan Tju Sam Hwa ketepi samping gunung. Ia nampak kedua orang itu sudah katjau permainan silatnja, asal-kan Tok Niotju menjerang sekali sadja, pasti kedua orang itu akan terdjatuh kebawah tebing dan hantjur lebur daging dan tulangnja. Maka buru’ ia berseru : „Sam Hwa, minggir
!" Dengan sekali tangannja menggetar, maka Hui Liong Kouw Kiam ditangan A Hong mengeluarkan segumpal sinar hidjau, ia lalu menghantamkan pedang itu tepat dihadapan Tok Niotju Nie Kiauw. Tok Niotju tidak mengetahui hebatnja pedang itu, maka ia menangkis dengan rodania, maka sebagai kesudahannja, dengan terdengarnja suara „Trang !" Rodanja itu telah terbelah mendjadi dua.
Tok Niotju sangat terkedjut, menjusul gerakan tadi A Hong melangkah madju dan menjodokkan pedangnja. Tok Niotju tidak berani melawan dengan kekerasan, ia berkelit kesamping. Tju Sam Hwa bersama Siang Ban nampak ada ketika untuk dipergunakan, lalu madju serentak mengerojok. Tok Niotju mundur ber-ulang2, didalam kerepotannja itu ia lupa, bahwa tubuhnja berada didekat samping gunung, sekali ia kurang hati’ pedang A Hong telah menjerang untuk ketiga kali-nja. Tok Niotju melenggak kebelakang, dengan mendadak sadja ia merasa tubuhnja mengapung ia tergelintjir kebawah djurang sambil memperdengarkan djeritannja jang mengerikan. Demikian tamatlah riwajatnja Tok Niotju Nie Kiauw jang tersohor djahatnja itu. Djustru pada ketika itu, Thia It Kwie pun sudah naik sampai diatas. Ia mengawasi tempat Tok Niotju Nie Kiauw terdjatuh ke-bawah itu dengan ter-bengong’ dan tidak dapat ber-kata'.
A Hong menjerahkan Hwa Liong Kouw Kiam kepada Tju Sam Hwa seraja berkata „Sam Hwa, ini adalah barang wasiat ibu untukmu !" Setelah mana ia lari kepada Thia It Kwie dan berkata : „Kakak It Kwie, bukankah tadi kau katakan, bahwa hendaknja kita djangan tertarik2 oleh urusan keturunan kita jang sudah lampau ?"” ..Benar katamu " djawab Thia It Kwie, lalu ia mentjekal dan mengepal' tangan A Hong dengan eratnja. Tju Sam Hwa dibelakang mereka nampak keadaan jang demikian itu, memperlihatkan wadjah muka jang mengedjek dan tertawa tjekikikan.
Bulan sabit tergantung diangkasa, dan angin halus meniup sepoi’, dua pasang pemuda pemudi itu kesemuanja merasa, bahwa semendjak hari ini dan selandjutnja, mereka benar' tidak ada jang dibuat kuatir, tiada jang dibuat gandjalan, dapat hidup didalam dunia Kang-ouw, melakukan hal' jang sesuai dengan prikeadilan dan kebenaran, menolong si lemah dan menjingkirkan mereka jang djahat.
— T A M A T —