Jilid 11

“Perintahkanlah cit tong, dengan membawa bendera Thian Hong Tong, bawa mereka untuk mendengar nasihat,” ketua Hong Bwee Pang berikan titahnya.

Kembali Auwyang Siang Gee menjura untuk terima titah itu, yang ia mesti segera jalankan.

Sementara itu, dengan lapat2 Eng Jiauw Ong beramai telah dengar suara menghembatnya rotan dibagian belakang dari ruang Thian Hong Tong itu, itu bisa diduga bahwa Heng tong, ruang untuk menjalankan hukuman, berada dekat Thian Hong Tong. Auwyang Siang Gee telah jemput selembar kertas dari atas meja, ia persembahkan itu kepada Boe Wie Yang seraya berkata “Inilah daftar dari anggauta kita yang lancang itu, harap Pang coe suka periksa.”

Boe Wie Yang sambuti daftar itu, tetapi selaga hendak baca, Hay niauw Gouw Ceng muncul pula, sembari menjura ketua Heng tong ini kata “Poen heng long sudah jalankan titah menghukum rangket kepada Pauw Hiocoe, sekarang silahkan Pang coe menyaksikannya sendiri.” Ketua itu goyangkan tangan.

“Tak usah,” kata ia. “Kau sampaikan kepada Pauw Coe Wie bahwa aku ijinkan dia kembali ke Hok Sioe Tong untuk dia obati lukanya hingga sembuh, tetapi kemudian dia mesti lekas datang untuk mendengari nasihat, jangan dia buat salah!”

Couw Ceng menyahuti “Ya,” lantas ia undurkan diri pula.

Eng Jiauw Ong beramai berada di Utara ruangan, maka itu mereka semua bisa lihat bagaimana dari sebelah Selatan, Gouw Ceng muncul pula bersama dua pelayannya yang pepayang Pauw Coe Wie, siapa, sembari lewat, menoleh kearah Thian lam It Souw. Dia bermuka pucat, Gouw Ceng ucapkan beberapa patah kata2 terhadapnya, atas mana dia tertawa meringis, tetapi matanya mengawasi ketua Hong Bwee Pang dengan sinar menyala, menyatakan kebenciannya yang hebat. Setelah hiocoe dari Hok Sioe Tong itu lewat, Gouw Ceng kembali ketempatnya, untuk berikan laporan bahwa tugasnya telah selesai.

Segera setelah itu menyusul munculnya wakil cit tong dari Auwyang Siang Gee buat melaporkan tugasnya, katanya “Semua orang yang bersalah telah dikumpulkan kecuali kedua tocoe Khoe dan Lie, kepala dari pegaraman, yang sudah kabur dari Hoen coei kwan dengan dua belas to disepanjang sungai tak dapat mencegah mereka, walaupun warta burung dara telah dikirim untuk memberitahukan tentang meratnya mereka itu.”

Mendengar laporan itu, Boe Wie Yang jadi gusar tak kepalang.

“Ketika See coan Siang Sat datang kepada Hong Bwee Pang kita, aku memang tahu mereka ada mempunyai perkara yang banyaknya laksana bukit tingginya,” kata ketua ini. “Aku pun bisa duga, didalam dunia kang ouw sudah tidak ada tempat untuk mereka tancap kaki, maka mereka hendak pinjam Cap jie Lian hoan ouw sebagai tempat sembunyi. Aku terima mereka dengan terpaksa, karena tadinya aku pernah kenal mereka pribadi, dan aku harap, dengan perlakuan manis dari kita terhadapnya, mereka bisa insyaf dan bertobat. Ada baiknya bagi kita apabila mereka menghamba dengan sungguh2, karena keduanya mereka ada punyai boegee liehay dan mengerti baik ilmu berenang dan selulup. Aku tidak sangka bahwa kesesalan mereka sudah berakar, hingga tak dapat mereka diperbaiki pula. Memang tiada gunanya akan antap mereka hidup terus, adalah terlebih baik bila siang2 mereka disingkirkan dari dunia dimana cuma mereka menjadi malapetaka. Maka, Auwyang Hiocoe, apabila mereka diantap lolos dari tangannya Hong Bwee Pang, kemudian bisa jadi ada orang yang akan telad perbuatannya untuk permainkan kita, dengan cara demikian, habislah kehormatan kita!”

“Pang coe benar,” sahut Auwyang Siang Gee. “Kita dari Hong Bwee Pang memang paling benci segala pengkhianat dan perusak, perbuatan semacam mereka tak dapat dikasi ampun. Silahkan Pang coe berikan titahmu.”

Boe Wie Yang lantas pandang Bin Tie dan Ouw Giok Seng “Bin Hiocoe, Ouw Hiocoe,” berkata ia, “silahkan kau kirim titahku dengan perantaraan burung dara kepada Ang Hiocoe dari Soen kang Cap jie to supaya dia lantas kerahkan orang2nya untuk bergerak, untuk terlebih jauh menyampaikan titahku kepada bahagian Barat, pada jalan untuk dua propinsi Hokkian dan Kangsay, untuk mencegahnya. Aku percaya Seecoan Siang Sat akan kabur terus kembali kesarangnya di See coan, maka itu, mungkin kita dapat mencegah mereka. Kita mesti jaga terutama di Ceng thian kwan, Sian hee kwan dan Hoay Giok San.”

Bin Tie dan Ouw Giok Seng menyahuti bahwa mereka terima perintah, lalu Bin Hiocoe hampirkan meja suci untuk ambil dari depan sincie Couwsoe satu nenampan kayu merah diatas mana, ada diletaki sesusun cita katun serta pit merah dan bakhie merah juga, sedang Ouw Hiocoe titahkan orang atur sebuah meja dikiri meja suci diatas mana Bin Tie taruh dengan hati2 nenampan merah itu, kemudian keduanya duduk berhadapan, untuk segera mulai menulis atas masing2 tiga lembar cita.

Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe, yang terpisah beberapa tumbak dari meja, tidak dapat lihat apa yang kedua hiocoe itu tulis, kecuali tampak setiap potong cita berukuran panjang 7-8 dim dan lebar 5-6 dim, diatasnya ada capnya, cap merah.

Kedua hiocoe menulis selesai enam lembar cita dengan cepat sekali, lalu Bin Tie angsurkan itu kehadapan Boe Wie Yang untuk diperiksa, kemudian Auwyang Siang Gee yang sambuti untuk diletaki diatas meja, setelah itu dengan injak tangga, ia bakar kepada lilin ujung kanan dari surat2 cita itu, akan akhirnya ia gulung, buat diserahkan kembali kepada Bin Hiocoe.

Waktu itu dengan sangat pelahan Ouw Hiocoe telah bicara kepada Cit tong soe Pheng Sioe San, atas mana, Phneg Sioe San perintah dua pelayan berlalu dari belakang meja suci, tetapi lekas juga dua pelayan itu kembali bersama satu kurungan burung, panjangnya enam dim, dalamnya terbagi atas enam kotak, didalam setiap kotaknya ada seekor burung dara pos, yang warna bulu nya berlainan. Disaban kotak di tempelkan sepotong tek pay kecil. Ouw Hiocoe dengan sebat telah masukkan setiap surat kedalam satu bungbung bambu yang mungil, lalu ia keluarkan burung dara putih dari dalam kotak pertama, kakinya dibanduli bumbung surat itu, diikatnya dengan benang sutera, sesudah mana, ia dekati pintu akan segera lepas burung itu, hingga dalam sedetik saja. dengan geraki kedua sayapnya. burung itu sudah terbang pergi dengan cepat sekali.

Secara demikian, enam ekor urung dilepaskan satu demi satu, kemudian ada pelayan yang singkirkan kurungan yang kosong.

Itulah caranya Hong Bwee Pang mengirim berbagai kabar dan titah.

Menampak kejadian didepan nya itu, rombongannya Eng Jiauw Ong kagumi Boe Wie Yang, pantas dia menjadi ketua Hong Bwee Pang, ternyata sepak terjangnya tepat. Hanya sayang, anggauta2 Hong Bwee Pang terdiri dari sangat banyak campuran, jadi sangat sulit untuk kendalikan semuanya.

Habis mengirimkan titah2 itu, ketiga hiocoe kembali ketempat mereka Sesudah itu, Boe Wie Yang kasi titahnya kepada Cit tong Pheng Sioe San “Sekarang bawa menghadap Tong Siang Ceng dan Hauw Thiam Hoei berenam begitupun sahabatnya si orang she Hauw itu untuk mendengar nasihat!”

Pheng Sioe San lantas bertindak kepintu depan, dimuka pintu ia melongok keluar seraya berseru “Atas titah Liong Tauw Pang coe aku minta supaya To coe Tong Siang Ceng dari Hoen coei kwan, Heng tong Tocoe Ouw Can, Ie boen Tocoe Tie Cin Hay dan Shong Ceng, Hoa San Tocoe Hauw Ban Hong dari See louw serta Tocoe Cio Loo Yauw yang telah undurkan diri dari jabatannya di Sam hoen ho dan sahabat kang ouw Hauw Tan hoei datang menghadap untuk mendengar nasihat!”

Setelah mengatakan demikian, Pheng Tocoe memutar tubuh untuk kembali kedalam, atas mana, dengan beruntun, mengikutilah Tong Siang Ceng semua. Eng Jiauw Ong lihat orang2 yang bokong pasukan Garuda Terbang, diantara siapa kecuali See coan Siang Sat, yang sudah kabur, pun tidak ada Ban San coe Thong In.

Sesampainya dimuka meja suci, Kwie eng coe Tong Siang Ceng, Ouw Can, Tie Cin Hay, Shong Ceng Cio Loo Yauw dan Hauw Ban Hong segera menjalankan kehormatan besar terhadap Couwsoe. Hauw Thian Hoei, yang mengikuti Cio Loo Yauw, turut berlutut dibelakangnya sahabat ini. Meski demikian, Boe Wie Yang” justeru awasi dia seorang.

“Tee coe beramai sudah lakukan kekeliruan,” berkata Tong Siang Ceng, yang segera mohon belas kasihan dan kemurahan hatinya Liong Tauw Pang coe.”

“Kau berbangkitlah dahulu”, kata Boe Wie Yang dengan perlihatkan roman sungguh2. “Aku hendak bicara kepada itu sahabat asal Siamsay.”

Tong Siang Ceng beramai, dengan muka merah saking malu, lantas berbangkit, untuk berdiri dipinggiran. Karena itu ketua dari Cin tiong Sam Niauw, Hauw Thian Hoei, jadi berdiri berhadapan dengan ketua dari Hong Bwee Pang.

“Boe Pang coe,” berkata ia, yang mendahului tuan rumah “aku Hauw Thian Hoei telah lama mengagumi nama besar Pangcoe, sebagai pemimpin Hong Bwee Pang yang luas pengaruhnya ditempat beberapa ribu lie, hingga kau tidak hanya mengetuai Hong Bwee Pang tetapi pun memimpin kaum kangouw seumumnya. Maka itu, dengan setulusnya hati aku datang untuk menghamba, aku harap Pang coe suka terima aku.”

Boe Wie Yang dengan tiba2 tertawa gelak.

“Sahabat, janganlah kau angkat2 aku secara begini!” berkata ia. “Aku tak lebih tak kurang seorang yang tak berarti! Sebaliknya sudah sejak lama aku dengar tentang Cin tiong Sam Niauw sebagai orang2 kenamaan dari dunia Sungai Telaga dan Rimba Hijau. Sahabat, kau demikian menghargai Hong Bwee Pang, aku girang dan bersyukur sekali. Tentang Cap jie Lian hoan ouw ini baiklah kau ketahui, dimana orang luar, ini adalah satu daerah kecil dan cupat sekali, akan tetapi bagi orang kami sendiri, tidak ada seorang pun yang berani memandang sebelah mata! Kecuali sebawahan dari Pusat Umum, hiocoe dari bahagian luar, apabila dia tak dapat perintah dari Lwee Sam Tong, dia tak berani lancang masuk sekalipun satu tindak saja kedalam Hoen coei kwan. Maka kau, sahabat, siapa yang telah ajak kau datang kemari dan dimana kau telah peroleh Kemurahan hatinya Couwsoe kami? Kenapa aku, sebagai Liong Tauw Pangcoe, tidak pernah terima laporan apa juga? Sejak di bangunnya Hong Bwee Pang, inilah ada hal yang belum pernah terjadi! Maka itu, aku jadi sangat tidak mengerti!”

Muka Cin tiong Sam Niauw menjadi merah, ia merasa sangat jengah.

“Boe Pang coe,” berkata dia, dengan terpaksa, “aku Hauw Thian Hoei datang untuk pertama kali kepada Kwie lian coe Lie Hian Tong dari See coan Siang Sat. Aku tahu dia adalah pengurus pegaraman Hong Bwee Pang. Kemudian aku mohon dia yang menjadi pengunjuk, orang perantara, supaya aku bisa masuk dalam Hong Bwee Pang. Dia dan saudaranya setuju aku menjadi anggauta, supaya tak lebih lama pula aku berkelana dalam dunia kang ouw, dimana tak dapat untuk selamanya aku menjaga diriku. Ketika aku datang kemari, kebetulan pihak Hoay Yang Pay sedang memasuki Cap jie Lian hoan ouw. Menurut Lie Hian Tong, rombongan Ong Too Liong pernah serang gudang garam diwaktu malam, dari itu dia dan saudaranya menganggap pihak tetamu itu harus diajar adat, untuk lampiaskan dendam mereka. Begitulah telah terjadi pembokongan terhadap pasukan perahu tetamu dari Soe Soei. Aku hadapi kejadian itu, cara bagaimana aku bisa peluk tangan menonton saja? Karena itu, aku telah turun tangan membantu. Dalam hal ini aku telah berlaku sembrono, oleh karena itu, aku mohon Pang coe sukalah memberi maaf.”

Ketua Hong Bwee Pang itu tertawa dingin.

“Dengan ucapanmu ini, sahabat, kau pandang Boe Wie Yang sebagai boca cilik saja!” kata ia. “Aku si orang she Boe telah bertanggung jawab seluruhnya, aku menjadi pejabat Liong lauw, maka jikalau aku cuma berkuasa atas beberapa puluh lie disekitar Cap jie Lian hoan ouw ini, aku melainkan menjadi sebagai tuan tanah saja. Cabang2 Hong Bwee Pang tersebar jauh ke Selatan, maka dimana saja ada suatu gerakan, tidak ada satu yang lolos dari genggamanku! Hauw Thian Hoei, kau bukan setulusnya hati masuk Hong Bwee Pang! Sebenarnya kau telah ajak orang2 datang ke Kanglam ini untuk cegat serombongan piauwsoe, untuk peroleh hasil besar, apa celaka kau hadapi lawan2 yang tangguh, Cin tong Sam Niauw telah nampak kegagalan, kau rubuh demikian hebat hingga kau tak punya muka untuk hidup lebih lama dalam Rimba Hijau! Dilain pihak, kau berkeinginan keras untuk mencari balas. Begitulah ketika kau dengar rombongan piauwsoe itu bergabung kepada pihak Hoay Yang Pay dan mereka sedang memasuki Cap jie Lian hoan ouw, diam2 kau kuntit mereka, lantas kau baiki See coan Siang Sat. Kau niat mencari balas dengan pinjam golok lain orang! Sahabat, kecewa kau hidup untuk banyak tahun sebagai orang Rimba Hijau, matamu lamur, kau tidak kenali Boe Wie Yang. Golok dari Cap jie Lian houw ouw ada sangat tajam, cepat digunainya hingga tak terlihat darah menyemprot, tetapi walaupun demikian, golok kami tak dipinjamkan kepada lain orang! Nah, apa lagi kau hendak bilang?”

Twie hong Tiat cie tiauw Huaw Thian Hoei ada seorang kenamaan dari dunia kang ouw, sekarang dimuka orang banyak ia diperhina, tentu saja mukanya jadi merah dan pucat bergantian, karena malu dan gusar. “Boe Pang coe,” jangan kau terlalu menghina orang!” ia berseru. “Aku, Hauw Thian Hoei, besar atau kecil, dalam dunia kang ouw ada namaku juga! Memang aku menaruh dendam terhadap Ngo Cong Gie dan Soe ma Sioe Ciang, itu rombongan piauwsoe dari Kanglam, melainkan karena Yan tiauw Siang Hiap usilan, tak dapat aku lampiaskan keinginanku terhadap mereka. Piauwsoe2 itu sendiri tidak ada dimataku, tapi Yan tiauw Siang Hiap membuat aku mendongkol, hingga tak mau aku hidup bersama dia didalam dunia ini! Begitulah aku susul mereka sampai disini. Memang benar, aku telah membikin ribut didalam Cap jie Lian hoan ouw, akan tetapi aku tidak membuat pelanggaran. Aku pernah saksikan gelombang besar, pernah aku menemui orang pandai liehay. maka itu, Boe Pang coe, kau terlalu memandang kecil kepadaku!”

Masih Boe Wie Yang perlihatkan roman suram. “Sahabat,”    ia    berkata,    “jikalau    kau    mempunpai

perhitungan dengan Yan tiauw Siang Hiap, itu adalah

urusannya si penghutang dan orang yang memberi pinjam, dalam hal itu, kau bisa pergi ke Ceng hong po di Koay siang, atau langsung ke Na chung, untuk cari padanya, atau apabila kau punya kepandaian, kau cegah dan halangi padanya memasuki Cap jie Lian hoan ouw, tetapi sahabat, dia sudah masuk dalam Hoen coei kwan, maka dengan sendirinya dia adalah tetamuku dari Cap jie Lian hoan ouw ini. Sahabat, kau telah mengacau didalam tempat kediamanku ini, apabila aku tidak ingat kepada persahabatan kaum kang ouw, mesti telah ada orang yang menghadapimu! Disini aku tak membutuhkan bantuanmu, karena itu, kau persilahkanlah!”

Segera setelah keluarkan perkataannya itu, Boe Wie Yang menoleh pada pihaknya seraya berkata dengan nyaring “Antar dia keluar!”

Meluap amarahnya Hauw Thian Hoei karena tuan rumah berlaku sangat kasar terhadapnya. Iapun telah diusir dimuka umum! Maka, melupai segala apa, ia perdengarkan suara nyaring “Boe Wie Yang, kau terlalu menghina! Hauw Thian Hoei bukannya orang yang dapat dibuat permainan! Jangan kau anggap, karena aku berada didalam Cap jie Lian hoan ouw, lantas kau boleh berbuat sesukamu! Hauw Thian Hoe ingin belajar kenal dengan kau sebagai Liong Tauw Pang coe, untuk ketahui kau ada punya kepandaian apa! Jangan kau anggap kau ada punya banyak orang disini, tapi mereka itu tak ada dimatanya Hauw Thian Hoei!”

“Hm!” Boe Wie Yang perdengarkan suara dihidungnya. “Hauw Thian Hoei, kau baiklah berlaku secara baik2, sebab jikalau aku bereskan kau didalam Cap jie Lian hoan ouw, nanti orang sangka aku gunai pengaruhnya banyak kawan. Jikalau aku kehendaki kau, jangan harap kau bisa angkat kaki dari Ciatkang Selatan ini, atau kecewalah aku sebagai Liong Tiauw Pang coe!”

Hauw Thian Hoei tertawa ter bahak2. “Boe Wie Yang,” berkata ia, “Hauw Thian Hoei pernah berkelana belasan tahun, dia berani berbuat, dia berani bertanggung jawab! Jikalau kau hendak bereskan aku, itulah hal yang aku mintapun tak berani aku lakukan! Marilah kita lihat! Jikalau kau ada punya kepandaian untuk menahan si orang she Hauw di Ciatkang Selatan ini, diapun pasti mempunyai kepandaian untuk mencari pula kepadamu! Boe Wie Yang, aku Hauw Thian Hoei siap untuk sambut kau!...”

Baharu kata2 itu habis diucapkan atau Thian Hoei merasakan samberan angin dari belakangnya, atas mana ia geraki tubuh akan lompat berbalik, kedua tangannya diangkat selaku persiapan.

Ternyata orang yang lompat maju adalah Pat pou Leng po Ouw Giok Seng, siapa sudah lantas perdengarkan suara nyaring “Sahabat, hati2lah dengan mulutmu! Jikalau kau berani main gila dimuka tempat suci kami ini, itu artinya kau cari susah sendiri!”

“Kau janganlah menghina dengan omongan besarmu!” Hauw Thian Hoei membentak. “Jangan kau jadi rase yang menggunakan pengaruh harimau! Jikalau kau hendak coba2 me rabah2 Hauw Thian Hoei, silahkan geraki tangan mu! Jangankan baharu di tempat suci perkumpulan semacammu, walaupun singgasana sri baginda raja, aku berani untuk menyatroninya!”

Ouw Giok Seng menjadi gusar.

“Hauw Thian Hoei!” ia berseru “Tak sukar jikalau Ouw thocoemu hendak turun tangan terhadapmu! ”

Dan kata2 itu disusul dengan gerakan tangan “Kim pa tam jiauw” atau “Macan tutul emas ulur kukunya,” menuju kepada jalan darah hoa kay hiat da ketua Cin tiong Sam Niauw. Hauw Thian Hoei berkelit kekiri, tapi sebelah tangannya, dengan gerakan “Lie cian wan” atau “Menggunting lengan,” menghajar lengan orang dibagian nadi.

Berbareng dengan itu terdengar juga seruannya Boe Wie Yang “Giok Seng, jangan turun tangan! Biarkan dia pergi!”

Ouw Hiocoe niat menyerang pula begitu lekas ia luputkan nadinya dari serangan, tetapi karena titah ketuanya, ia terus saja lompat mundur, hanya sembari berbuat demikian, ia kata “Kau senang, pit hoe!”

Menyusul itu Hiocoe Bin Tie dari Ceng Loan Tong, dengan tangan menyekal bendera gedung nya, dengan diiringi dua pengikutnya, hampirkan Hauw Thian Hoei kepada siapa terus ia kata “Sahabat, karena kau ada orang kang ouw ulung, seharusnya kau sedikit tahu diri. Kenapa mesti cari susah sendiri? Bukankah Pang coe kami telah mengatakan, selama dalam Cap jie Lian hoan ouw ini, tak nanti kami ganggu padamu? Nanti, sekeluarnya dari Hoen coei kwan. baik kau ber hati2 sedikit, jikalau kau mampu keluar dengan selamat dari Ciatkang Selatan ini, baharu benar kau ada punya kepandaian berarti. Aku nanti kirim orang serta leng kie ini untuk antar kau keluar dari Hoen coei kwan, tanpa pengantar, aku kuatir dimana saja akan ada orang yang ganggu padamu. Nah, sahabat, mari ikut aku!”

Bin Tie putar tubuhnya untuk bertindak keluar.

Hauw Thian Hoei rupanya Insyaf, apabila ia tidak berlalu, ia seperti hendak bakar diri sendiri, akan tetapi ia masih hadapi Boe Wie Yang dan dengan mendongkol ia kata dengan keras “Boe Pang coe, lain hari saja aku Hauw Thian Hoei terima pengajaran pula darimu!....” Setelah itu, ia balik badan akan buka langkah lebar bertindak keluar. Bin Tie serta dua pengikutnya antar tetamu yang tidak diundang ini, sesampainya diluar Thian Hong Tong, hiocoe itu kata pada Hauw Thian Hoei “Sahabat, aku si orang she Bin tidak antar kau lebih jauh!” Kemudian kepada kedua orang nya ia bilang “Kau bawa bendera, ini dan antar dia keluar dari Cap jie Lian hoan ouw, disepanjang jalan, jangan ijinkan orang ganggu padanya, sesampainya di Hoen coei kwan kau mesti lekas kembali.”

Dua pengikut itu menjawab bahwa mereka telah mengerti, lantas yang tuaan sambuti leng kie bendera titah dari tangannya ketua itu, kemudian ia hadapi Hauw Thian Hoei, katanya “Sahabat, kami sedang menjalankan titah, maka silahkan kau ikut kami, kami sediakan perahu untuk antar kau sampai diluar. Selama disepanjang jalan, harap kau tidak kandung maksud apa2, karena kalau nanti kau terkena panah atau peluru jebakan, tak dapat kami menanggung jawab.”

Belum habis pengikut itu bicara, atau Bin Tie telah kata pada mereka “Kau berdua curna jalankan titah, apabila dia lakukan apa, biarkan saja, lekas kau kembali, biar dia keluar sendiri dari Cap jie Lian hoan ouw!”

Dengan suara dingin, Hauw Thian Hoei pun berkata “Sekarang aku si orang she Hauw baharu kenal kau semua! Tapi kau juga baiklah ketahui yang ketua dari Cin tiong Sam Niauw bukanlah seorang yang gampang2 sudi terima penghinaan! Bin Tie, jikalau si orang she Hauw tidak balas sakit hati hari ini, dia pasti tidak akan sembarang meninggalkan Ciatkang Selatan! Nah, sampai kita bertemu pula!”

Setelah tutup mulutnya, Thian Hoei lantas bertindak dengan gagah. Dibelakang bayangan orang, sembari tertawa dingin Bin Tie kata “Aku kuatir kau nanti tak dapat capai apa yang kau katakan ”

Lalu hiocoe ini juga putar tubuhnya akan kembali, buat memberi laporan kepada ketuanya.

Sementara itu Boe Pang coe sudah perintahkan Hiocoe Ouw Giok Seng dari Kim Tiauw Tong menyampaikan titah2 rahasia kepada semua posnya di Tong peng pa, Gan Tong San, untuk disana semua orang pasang mata kepada ketua dari Cin tiong Sam Niauw itu, untuk intai dan kuntit padanya, sedang titah lain diberikan kepada lain orang se bawahannya, akan susul jago dari Siamsay itu, untuk bereskan dia begitu lekas dia telah keluar dari Hoen coei kwan.

Setelah itu, ketua Hong Bwee Pang lantas awasi Toan bie Cio Loo Yauw, si tongtay, komandan tentera negeri, siapa segera ia tergur “Cio Leng Pek, kau telah langgar aturan, kau memberontak terhadap kaum kita, kau ketakutan dan kabur, tapi sekarang kau berani datang kembali Cap jie Lian hoan ouw menghadap Couwsoe! Perbuatanmu ini mirip dengan perbuatannya satu orang yang tak takut mati, maka sayang sekali, kau datang terlambat, mungkin aku sebagai ketua bisa mengampuni nya, tetapi undang2 perkumpulan tak kenal jalan lain! Kau tidak lantas siap untuk terima hukuman, kau hendak tunggu apa lagi?”

Mukanya Cio Loo Yauw lantur saja menjadi pucat. Ia teluk anggap bahwa ia sudah berbuat tidak sedikit, untuk Hong i lwee Pang, bahwa ia sudah berbasa, maka itu ia berani kembali, ia ingin dengan diam2 menemui Bin Hiocoe akan minta hiocoe ini suka tolong padanya, supaya jasanya bisa dipakai menebus dosa, apamau semasuknya kedalam Cap jie Lian hoan ouw, ia lantas bertemu dengan rombongan Lie Hian Tong yang sedang satrukan romhongan Eng Jiauw Ong, hingga kesudahannya, dengan titah Lwee Sam Tong, mereka semua kena ditahan. Sejak itu ia sudah merasa bahwa ia terancam bahaya, sekarang terbukti, ketuanya sudah lantas beber perbuatannya dan menyatakan kedosaannya. Dengan tubuh gemetar ia berlutut didepan Boe Pang coe.

“Teecoe tahu bersalah, teecoe mohon belas kasihan Pang coe mengingat bagaimana pada mulanya teecoe telah peroleh kemurahan hati Couwsoe,” ia mohon. “Ketika teecoe menjadi tocoe di Sam hoen kong, adalah niatku untuk bekerja untuk kaum kita, sayang teecoe keliru bergaul dan kemudian tersesat, hingga teecoe malu menemui kawan2 lagi, terpaksa teecoe buron ke Kwan tong. Kemudian teecoe bekerja dalam tangsi Gouw Teetok. Teecoe mohon Pang coe kasi keampunan, selanjutnya walau tubuh hancur lebur, teecoe akan berbuat untuk kaum kita, tak nanti teecoe lupai budi kebaikan Pangcoe.”

“Sebenarnya aku telah percaya kabar dusta bahwa kau telah binasa di Liauwtong,” kata Boe Wie Yang dengan dingin, “karena itu, aku telah antap kau hidup sampai sekarang ini. Mungkin dulu kau niat bekerja untuk Hong Bwee Pang, tapi ternyata kau berbuat sebaliknya hingga kau buron, tetapi juga didalam dunia kang ouw, kau sudah lakukan banyak kejahatan, setelah mana, kau menghamba kepada Gouw Ko pie dimana kau seperti membantui Kaisar Tioe Ong mengganas, hingga rakyat jelata jadi kurban dari kekejamanmu! Didalam Hong Bwee Pang tidak ada tempat untuk kau bernaung, kau malah bisa mewariskan malapetaka untuk kami, maka itu, apakah kau masih belum hendak kembalikan piauw poumu?”

Mendengar dia diminta pulangkan piauw pou, mukanya Cio Loo Yauw jadi pucat bagaikan kertas. Itu pun, menurut aturan Hong Bwee Pang, berarti hukuman mati! Maka, melupai segala apa, ia paykoei terhadap ketuanya, ia manggut berulang.

“Pangcoe,” katanya, memohon, “aku berani sumpah didepan Couwsoe bahwa ketika dulu aku buron ke Utara, sebenarnya orang telah pincuk aku, dan disana aku telah lakukan pula pelbagai kejahatan, tetapi kemudian aku menyesal, sayang sudah kasip. Umpama benar teecoe berkhianat, sekarang tak nanti teecoe berani pulang, maka itu, teecoe mohon sukalah Pangcoe kasi ampun ke padaku ”

Boe Wie Yang berdiam sejenak, akan akhirnya ia kata “Leng Pek, mengingat yang kau berani kembali kemari, aku suka berikan keampunan hukuman mati atas dirimu.”

Lega hatinya Cio Loo Yauw mendengar kata2nya ketua itu. yang sementara itu telah berhenti sedetik. Tapi segera juga Boe Pang coe melanjutkan kepada hiocoe dari Thian Hong Tong “Auwyang Hiocoe, ketika dulu dia buron, dia termasuk dalam gedung mana?”

Belum lagi Auwyang Siang Gee menjawab atau Bin Tie telah mendahului.

“Cio Leng Pek termasuk dalam Ceng Loan Tong,” kata hiocoe ini.

“Kalau begitu, silahkan Bin Hiocoe hukum padanya,” memutuskan sang ketua.

Bingung juga Leng Pek, karena ia ketahui dengan baik bahwa ketua dari Ceng Loan Tong ini ada keras sikapnya, sama kerasnya seperti ketua Kim Tiauw Tong, sedang yang paling sabar adalah Auwyang Siang Gee dari Thian Hong Tong. Ia kuatir sekali yang ia tak bakal lolos dari bahaya. Segera juga Bin Hiocoe kata kepada sebawahannya yang tadinya telah buron itu “Cio Leng Pek, kau ada menjadi tocoe tapi kau berani langgar aturan, kau berkonco dengan orang Rimba Hijau dan berbuat yang bukan2, apabila perbuatanmu dapat diketahui pembesar negeri, pasti sekali Cap jie Lian hoan ouw bakal jatuh runtuh di tanganmu! Sudah begitu, kemudian kaupun pergi buron! Menurut aturan kita kau mesti dapat bagian hukuman mati, tetapi Pang coe kita berhati mulia terhadapmu, dari itu poen hiocoe pun suka memberi keringanan kepadamu, maka sekarang poen hiocoe akan minta sin pang hukum rangket padamu dengan dua ratus pukulan, setelah itu, berselang sepuluh hari, kau mesti bekerja dalam Gedung Ceng Loan Tong, akan seratus hari kemudian, kau akan dikirim untuk bekerja lebih jauh untuk kaum kita. Cio Leng Pek, kau masih tidak lekas haturkan terima kasih atas kemurahan hatinya Couwsoe?”

Tidak kepalang kagetnya Cio Tongtay. Ia insyaf, hukum rangket dua ratus rotan sin pang, toya suci dari Hong Bwee Pang, tak beda dengan hukum potong kepala, malah terlebih hebat pula. Hukum potong, sakitnya cuma sedetik, tapi hukum rangket bakal bikin kedua kakinya bercacat, andaikata ia ditolong, diberikan obat, sedikitnya dalam tempo seratus hari kakinya itu masih tak dapat digunakan dengan leluasa. Karena ini, dengan tak , perdulikan Bin Tie bisa menjadi usar, ia angkat kepalanya akan pandang ketua itu.

“Bin Hiocoe,” katanya, “mustahil kau tidak punyakan perasaan kasihan sama seperti Pang coe? Apakah benar kau tega untuk bikin bercacat kepadaku, Cio Leng Pek? Aku telah peroleh kasihannya Pang coe, yang anta p tinggal hidup jiwa semutku…. Baik kau ketahui, karena disepanjang jalan aku rintangi orang2 Hoay Yang Pay, pun aku telah terluka, maka jikalau aku mesti dihukum rangket dengan sin pang sampai dua ratus kali, mungkinkah jiwaku tetap hidup? Bin Hiocoe, dengan memandang kepada Couwsoe kita, mohon kau kasi ampun kepada yiwaku ini ”

Cio Loo Yauw mengharap keampunan sampaa tak segan meratap, ia tidak tahu bahwa pengkuannya itu bukan saja tidak menarik perasaan kasihan orang, bahkan ia membuat orang memandang enteng kepadanya. Nyata ia ada sangat rendah batin, karena takut mati, ia bersikap demikian tak tahu malu.

Eng Jiauw Ong dan rombongannnya pun tertawa diam2. Tak disangka, tongtay ini, satu komandan tentara, ada demikian pengecut, sedang tadinya dia ada satu jago Rimba Hijau, selama memangku jabatannya dia sangat galak, diapun cerdik.

Sepasang alisnya Bin Tie berdiri, sepasang matanya mengawasi dengan tajam kepada sebawahan itu.

“Cio Leng Pek!” berkata ia dengan keras. “Jikalau kau hendak lindungi muka terang dari Hong Bwee Pang, kau mesti ”

Bin Hiocoe belum habis ucapkan kata2nya, atau dari samping terdengarlah suara nyaring dari Kwie eng coe Tong Siang Ceng si Bayangan Iblis “Loo Yauw, kau merendahkan sangat kaum kang ouw seumumnya! Bukankah dalam Hong Bwee Pang orang lebih suka binasa daripada terhina? Bukankah satu laki2 harus berani bertanggung jawab? Secara kelakuanmu ini, lebih baik kau keram diri dirumah, seperti orang perempuan yang jagai anak saja! Buat apa kau lari kedalam kalangan kang ouw untuk berpura2 menjadi satu laki2? Loo Yauw, lagi sekali kau berani meratap2 memohon jiwa mu, aku Tong Siang Ceng akan dului bikin kau mampus, supaya kau tak dituding2 orang!”

Semua orang dalam Thian Hong Tong puas mendengar suaranya Tong Siang Ceng, suara dari satu laki2 sejati.

Leng Pek menjadi malu tak terkira, terus saja ia berlompat bangun akan pandang kawannya itu yang telah tegur ia secara hebat.

“Orang she Tong, tak usah kau berpura2 menjadi sahabatku sejati!” kata ia dalam mendongkolnya. “Selama aku Cio Loo Yauw belum binasa, tak nanti aku lupakan budimu ini! Kita lihat saja nanti!” Kemudian ia menoleh pada Bin Tie akan kata “Bin Hiocoe, silahkan kau jalankan tugasmu!”

Bin Tie tertawa dingin.

“Kau telah injak2 nama besar dari Hong Bwee Pang!” kata hiocoe ini, yang masih gusar. Ia sebenarnya masih hendak mengucap lebih jauh tetapi Heng tong soe Hay Niauw Gouw Ceng telah hampirkan padanya, sembari manggut pejabat penghukum itu berkata “Hiocoe, aku siap untuk jalankan titahmu!” Maka ia batal bicara lebih jauh, ia menoleh peda Gouw Ceng, lalu ia memandang Boe Wie Yang seraya berkata. “Poen tong sudah siap untuk menjalankan tugas.”

Setelah ini, ia bertindak dan menjura didepan meja suci, kemudian dari para2 kayu tercat emas dikanan meja, ia turunkan sebatang tongkat bambu warna merah, lebih dulu ia singkap dan buka tutupnya cita warna kuning. Nampaknya tongkat itu, tek thung, ada berat, tapi dengan gampang Bin Tie bawa kemuka meja, setelah angkat itu dengan kedua tangan, Hay Niauw Gouw Ceng lantas menyambutinya, untuk dia serahkan lebih jauh kepada dua pelayannya untuk digotong. Gouw Ceng sendiri segera bentak Toan bie Cio Loo Yauw “Hayo jalan!”

Dengan roman sangat lesu, Leng Pek ikuti Heng tong soe itu masuk kepintu samping, tapi sementara itu Bin Tie kata pada pejabatnya itu “Sehabisnya hukuman dijalankan, Poen tong hendak memeriksanya.”

Gouw Ceng baharu jalan sepuluh tindak, ia putar tubuhnya, ia hadapi Bin Hiocoe, katanya “Poen tong hanya menjalankan kewajiban, lain tidak. Tentu saja setelah hukuman dijalankan, Poen tong akan minta dilakukan pemeriksaan.”

Setelah menjawab demikian. Heng tong soe ini lantas susul orang2nya.

Begitu lekas Cio Leng Pek sudah lenyap dibelakang pintu, Boe Wie Yang hadapi Tong Siang Ceng, Hauw Ban Hong, Tie Cin Hay, Shong Ceng dan Ouw Can.

“Apakah kau insyaf kesalahanmu masing2?” ia tanya. “Teecoe beramai insyaf kesalahan kami, karena kami

sudah tinggalkan tugas dan berbuat sesukanya, hingga kami jadi langgar aturan,” jawab Kwie eng coe Tong Siang Ceng. “Karena kami sudah bersalah, kami bersedia untuk terima hukuman, melainkan mengingat pelanggaran dilakukan untuk kepentingan umum, teecoe beramai mengharap akan kemurahan hatinya Pang coe.”

Mendengar itu, Boe Wie Yang anggukkan kepala.

“Yang aku sukai adalah orang gagah, yang aku utamakan adalah pribudi dan persaudaraan,” berkata ketua ini. “Sejak aku bangunkan pula Hong Bwee Pang terhadap semua saudara aku bersikap sama, ialah untuk umum, tidak untuk perseorangan, maka itu, tak perduli orang bersahabat bagaimana rapat dengan Boe Wie Yang pribadi, siapa bersalah dia tak ampun lagi mesti dihukum! Tong Siang Ceng, kau sudah berdosa, tadinya kau lancang sekali, seharusnya kau dihukum berat, akan tetapi mengingat kekhilafanmu disatu waktu, dapatlah itu dimaafkan, hanya karena kau berbuat kurang ajar di ruang suci ini, kau mesti dihukum juga. Dalam daftar Thian Hong Tong, kesalahanmu ini akan dicatat, hukuman untukmu adalah tiga bulan tidak dapat gaji, untuk peringatan bagimu, kemudian kau mesti lekas kembali ketempat jabatanmu untuk bekerja lebih lanjut. Apakah kau bersedia menerima hukuman ini?”

Lekas2 Tong Siang Ceng memberi hormat.

“Pangcoe ada sangat murah hati, teecoe sangat bersyukur” berkata ia. “Untuk selanjutnya pasti teecoe akan taat pada undang2, teecoe akan keluarkan seantero tenaga untuk kaum kita ”

“Nah, lekas kau kembali ke Hoen coei kwan!” menitah Boe Wio Yang seraya geraki tangannya, ia tak beri ketika orang bicara banyak. “Tidak perduli siapa pun yang tak bawa surat merah, tek hoe atau leng kie, dia dilarang masuk!” Ketua ini menoleh pada Auwyang Siang Gee seraya tambahkan “Tolong berikan dia sepotong tek hoe supaya dia lekas kembali kepada jabatannya”.

Auwyang Siang Gee turut titah ketuanya, ia terus jemput sepotong tek hoe, atau tek pay, dari para para, yang mana ia serahkan pada Tong Siang Ceng siapa sambuti itu dengan cara hormat sekali, kemudian ia menjura kemuka meja suci, ia memberi hormat pada ketuanya, lantas ia bertindak keluar dari Thian Hong Tong, Gedung Burung Hong.

Sementara itu orang2 Hoay Yang Pay dan See Gak Pay mulai dengar jeritan atau rintihan dari kesakitan dikamar samping, mereka tahu itulah suaranya Cio Loo Yauw yang sedang menjalani hukuman. Mereka mengarti hebatnya hukuman itu, bisa dimengarti kenapa tadi Cio Leng Pek dengan tak tahu malu meratap memohon ampun.

Seberlalunya Tong Siang Ceng. Boe Wie Yang pandang Hauw Ban Hong, Tie Cin Hay dan Shong Ceng bertiga.

“Kau bertiga telah bekerja untuk banyak tahun dan sudah terima kemurahan hatinya Couwsoe, sudah semestinya kau ketahui baik undang2 kita”, berkata ia. “Siapa sudah masuk kedalam Hoen coei kwan, dia mesti tunggu warta dan penyambut dari Lwee Sam Tong, untuk diantar ke Cap jie Lian hoan ouw, buat mendengar nasihat dihadapan meja suci, tetapi sekarang buktinya kau beramai main gila, terang sudah kau tak hormati undang2, maka itu kau bertiga mesti dihukum, hanya mengingat jasamu, aku akan berikan keringanan, kau akan dapat masing2 dua puluh rotan, kemudian mesti bekerja satu bulan digudang garam, untuk nanti menunggu titah terlebih jauh. Nah, mana orang, bawalah mereka pergi!”

Mereka ini ada tocoe bahagian luar, maka itu mereka tidak dikasi kesempatan buat memberi keterangan atau membantah, dari itu Heng tong soe segera membawa mereka bertiga pergi untuk menjalani hukuman.

Sekarang tinggal Ouw Can seorang. Dia adalah tocoe bahagian dalam, sebawahannya Kim Tiauw Tong, melihat dirinya ditinggal sendirian, dia mau percaya Boe Pang coe hargai dia yang sudah berjasa menawan Siang tauw niauw si Burung Kepala Dua. bahwa dia akan diberi keampunan. Akan tetapi, justeru ia baharu memikir demikian, sang ketua sudah awasi ia dengan roman bengis.

“Ouw Can”, kata ketua itu, “kau menjabat sebagai Heng tong soe dari Gwa Sam Tong, sekarang kau berani langgar undang2, perbuatanmu ini sama dengan perbuatan sengaja, maka kau harus diberikan hukuman berat, akan tetapi mengingat jasamu yang sudah2, aku bebaskan kau dari hukuman berat itu, aku hukum saja rangket delapan puluh rotan, berselang tiga nari kau mesti pergi kegudang garam untuk bekerja disana seratus hari, setelah itu baharulah kau kembali kepada jabatanmu yang lama”.

Ouw Can kaget tidak terkira, baharu ia hendak buka mulut buat minta keringanan, atau Pat pou Leng po Ouw Giok Seng, hiocoe dari Kim Tiauw Tong, sudah bentak padanya “Ouw Can, kau menjadi Heng tong soe, kau tahu aturan tapi sengaja kau langgar itu, itulah kesalahanmu yang pertama. Kesalahanmu yang kedua adalah ketika kau ditugaskan menawan Siang tauw niauw Kiang Kian Houw untuk dikutungkan kepalanya. Sebenarnya aku kuatir kau tak sanggup lawan padanya, sengaja aku berikan kau obat bubuk Kay koet Sioe kin san buatannya marhum hiocoe dari Ceng Loan Tong dari Eng Yoe San dahulu, tetapi buktinya kau berbuat lain. Terang Kiang Kian Houw sudah tidak lakukan perlawanan, apa mau kau biarkan orang2 yang turut padamu berbuat sesukanya, sewenang2. Kau yang dapat tugas dari Pang coe, tapi kau tidak mampu kendalikan orang2mu, seharusnya kau merasa malu! Kenapa kau biarkan mereka itu menghukum picis pada Siang tauw niauw? Syukur Pang coe anggap dosanya Siang tauw niauw ada sangat besar, untuk kesalahanmu itu Pang coe tidak menarik panjang maka kenapa tidak kau paykoei dan menghaturkan terima kasih atas kemurahan hati Pang coe, sekarang kau masih hendak banyak bicara? Apakah kau hendak cari matimu sendiri? Jikalau kau ngaco belo, akulah yang nanti ambil jiwamu!”

Ditegur secara demikian, Ouw Can bergidik. Ia insyaf sikap keras hiocoe dari Kim Tiauw Tong ini. Iapun lantas insyaf akan kesalahannya. Maka lekas2 ia Pay koei. “Tee coe terima hukuman,” kata ia. “Terima kasih, Pang coe ”

Sedangnya ia manggut2, ada orang Heng tong yang hampirkan padanya.

“Hayo jalan!” menitah anggauta Heng tong itu. Terpaksa, sambil tunduk tocoe ini bertindak pergi.

Menyusul berlalunya Ouw Can ini, dari pintu samping selatan muncul dua anggauta Heng tong yang menggotong toya sin pang diikuti empat orang lain yang menggotong bale2 bambu diatas mana ada rebah satu orang, rebah tengkurap dengan kepala miring, separuh tubuhnya dikeredongi, maka kelihatan tubuhnya bagian atas diikat keras kepada bale2 itu. Pada cita yang diedar terlihat tanda tanda darah. Toan bie Cio Loo Yauw diam tak berkutik seperti mayat saja, mukanya pucat. Ketika ia digotong lewat dekat Eng Jiauw Ong beramai, ia perdengarkan suara pelahan, tubuhnya pun bergerak, tapi ikatan yang keras bikin ia tidak bisa berontak, kecuali bale2 yang mengeluarkan suara, semua orang didalam gedung itu dapat mendengarnya, tetapi semua orang berdiam sambil mengkerutkan alis.

Mengiringi gotongan itu ada dua anggauta lain dari Heng tong berikut Hay niauw Gouw Ceng, yang segera mendahului maju kedepan, sampai dimuka meja suci. Dan kapan gotongan sudah mendekati meja, dua orang pun maju, akan berdiri dikiri dan kanan bale2. Heng tang Loosoe itu segera memberi hormat pada Boe Wie Yang seraya berkata “Tee coe sudah selesai mendayalankah tugas meberi hukuman, sekarang tee coe hendak kembalikan sin pang.”

“Apakah sudah dibikin bersih” tanya Bin Tie, yang maju mendekati. “Sudah, hiocoe,” sahut heng tang soe itu.

“Bagus!” mengucap ketua dari Ceng Loan Tong, yang dengan kedua tangannya segera sambuti sin pang, untuk dengan cara hormat kembalikan itu ditempat nya, dikiri meja suci, terus ditutup pula.

Begitu lekas Bin Tie telah kembali ditempatnya, Hay niauw Gouw Ceng berkata pula, dengan sungguh “Silahkan Pangcoe dan Hiocoe melakukan pemeriksaan!”

Menyusul kata ini, orang yang menggotong bale2 lantas maju mendekati meja bersama gotongannya itu, dua pengiringnya mengikuti dengan tetap berdiri dikedua samping bale2 itu.

“Silahkan Pangcoe dan Hiocoe periksa!” mereka ini minta begitu lekas bale2 telah diletaki, kemudian mereka singkap kain penutup tubuhnya Toan bie Cio Loo Yauw.

Semua hadirin didalam Thian Hong Tong ada orang gagah tetapi mengawasi tubuh yang bermandikan darah itu, tidak ada satu yang tidak merasa kasihan, sehingga tak ada yang sudi mengawasi lama.

Eng Jiauw Ong sendiri geleng2 kepala dengan pelahan.

Masih kelihatan tubuhnya Leng Pek bergerak, lalu terdengar rintihannya, akan akhirnya jadi teklok, ia pingsan.

“Bawa keluar!” Bin Tie segera berikan titahnya.

Empat tukang gotong angkat bale2 buat terus dibawa pergi ke pintu samping sebelah utara, sedang kedua pengiring berlaku sebat menutupi pula tubuhnya kurban toya suci itu.

Bin Tie mundur pula ketempatnya, tapa perdengarkan suara “Cit tong sie Pheng Sioe San, dengar titah!” Pheng Sioe San segera maju kemuka hiocoe itu, untuk memberi hormat seraya menyatakan ia siap sedia akan menerima perintah.

“Cio Leng Pek yang telah mendapat hukuman terluka parah, dia mesti diobati menurut cara biasa,” berkata ketua Ceng Loan Tong ini. “Disini ada tujuh butir obat pulung Kioe coan Hoan hoen tan dan satu botol obat bubuk untuk dia minum dan pakai, nanti setelah dia sembuh, dia mesti bekerja dipegaraman, jangan salah.”

Dengan cara hormat, Pheng Sioe San menyahuti bahwa ia mengerti, lantas ia undurkan diri untuk lakukan titah itu. Ketika ia sampai dimuka pintu, justeru ada satu orang bertindak masuk dengan tergesa2, hingga hampir keduanya saling tabrak, syukur ia masih sempat egoskan diri, ia mengawasi orang dengan matanya dibuka lebar, lalu ia jalan terus.

Orang yang baru datang itu berumur kurang lebih tiga puluh tahun, tubuhnya kate dan kecil tetapi gesit, ia maju langsung kehadapan meja, akan terus menjura kepada Boe Wie Yang dan melaporkan katanya “Laporan2 dari Cek Tocoe dari Bendera Merah dari Soen kang Tee sie too di Pek See Hoo! Ada dua Hiocoe she Pauw dan Lo dari Hok Sioe Tong yang hendak lewat disungai Pek See Hoo, katanya mereka hendak keluar dari Hoen coe kwan untuk sambangi sahabat. Nampak romannya kedua hiocoe itu tak tenang, sedang Pauw Hiocoe agaknya terluka, Cek Tocoe cegah mereka dengan kata2 yang manis dan sabar, tapi kedua hiocoe itu tidak mundur, sebaliknya mereka lajukan perahunya ke arah Ouw ah cwee. Oleh karena mereka ada hiocoe2 dari Hok Sioe Tong yang dimuliakan, kecuali Pang coe sendiri, tak ada lain orang yang berkuasa atas diri mereka, Cek Tocoe tidak berani melakukan penahanan, dia tak berani juga minta keterangan dengan jelas malah dia pun takut untuk menguntitnya saja, maka itu dia kirim laporannya ini supaya dia tak sampai dipersalahkan.”

CXX

Eng Jiauw Ong terpisah jauh dari ketua Hong Bwee Pang akan tetapa dengar disebutnya nama kedua hiocoe dari Hok Sioe Tong itu, iapun lihat bagaimana seluruh Thian Hong Tong agaknya terperanjat. Inilah tidak heran. Bukankah itu laporan berarti dua hiocoe, satu Yauw Beng Long tiong Pauw Coe Wie, yang lain seorang she Lo, sudah minggat dari Cap jie Lian hoan ouw? Pantas sedari tadi ia tidak lihat Lo Hiocoe, kiranya dia buron.

Boe Wie Yang pun turut terkejut, sepasang alisnya sampai bangun.

“Aku tidak percaya dia berani berontak!” kata ia kepada ketiga hiocoe dari Lwee Sam Tong. Sekelebatan ia melirik kepada rombongannya Eng Jiauw Ong, kemudian ia geraki tangannya kepada si pelapor seraya bilang “Aku sudah mengerti. Beritahukan Bendera Merah untuk jangan pergi, hanya tunggulah titah!”

Pelapor itu lantas undurkan diri.

Boe Wie Yang gapekan ketiga hiocoe dari Lwee Sam Tong, untuk mereka datang dekat padanya, lantas ia ajak mereka bicara dengan pelahan, entah apa yang dibicarakan tapi tentulah urusan buronnya dua hiocoe dari Hok Sioe Tong itu. Belum lama mereka bicara, atau masuk lagi si pelapor tadi, sekali ini dengan roman ketakutan, begitu menjura ia lantas saja kata “Laporan! Menurut Ciauw Tocoe dari Bendera Merah dari Ouw ah cwee ” Belum lagi laporan itu habis diucapkan, ketiga hiocoe sudah pencarkan diri, semuanya mengawasi dengan roman terperanjat.

“Apa?” tanya Boe Wie Yang paruh membentak. “Menurut lapuran orang dari Bendera Merah, katanya

dia dititahkan Ciauw Tocoe untuk bertugas,” sahut pelapur itu. “Katanya ini ada urusan sangat penting, dia tidak mau sampai kan itu kepada teecoe, ia ingin sampaikannya sendiri kepada Pangcoe.”

“Hm!” Boe Pang coe perdengarkan suaranya. “Bawa dia masuk!”

Pelapur itu mundur dan keluar, tapi lekas juga ia kembali bersama seorang usia dua puluh lebih, pakaiannya warna biru, kakinya tanpa kaos tapi ditutup cauw eh (sepatu rumput), tudungnya yang lebar, ia gantung dibebokongnya. Disebelah tangan nya ada menyekal sebatang bendera merah (Ang Kie). Ia memberi hormat sambil berlutut, lantas ia kata “Lapuran! Ciauw Tocoe dari Ouw ah cwee telah bawa sejumlah saudara meronda dijalan2 penting, tiba2 dia pergoki dua hiocoe Pauw dari Lo dari Hok Sioe Tong, yang dengan tergesa2 hendak keluar dari Ouw ah cwee dengan ambil jalan Poan ”

Baharu pelapur ini sebut “Poan,” atau Boe Wie Yang sudah memotong “Diam!” hingga dia jadi kaget dan berhenti bicara tiba2.

Kedua matanya Boe Pang coe terbelalak, ia melihat kesekitaraya, lantas ia beri perintah nya “Tutup upacara!”

Genta dan tambur segera dipalu, atas mana, pelapur tadi mundur kepinggiran.

Boe Wie Yang dan ketiga hiocoe dari Lwee Sam Tong menjalankan kehormatan sama2 terhadap Couwsoe, diantara suara tetabuhan, ban tiang diturunkan, dengan begitu upacara sampai diakhirnya.

Semua anggauta Hong Bwee Pang lantas bekerja untuk atur segala apa, hingga ruangan gedung pulang asal seperti, sebelum nya upacara.

Boe Wie Yang bersama ketiga hiocoe, dengan wajah ber seri2 hampirkan semua tetamunya akan memberi hormat, kemudian ketua itu berkata “Upacara kami yang buruk ini, cuma2 menerbitkan buah tertawaan saja, harap kami diberikan pengunjukan.”

“Boe Pang coe terlalu merendah,” kata Eng Jiauw Ong. “Kami justeru merasa girang dan beruntung diberikan ketika akan menyaksikan upacara yang suci dan agung ini, yang dihormati semua anggauta. Boe Pangcoe ada begini pandai, cara bagaimana Hong Bwee Pang bisa tak bangun? Sebenarnya aku kagum sekali!”

Coe In Am coe, yang rangkap kedua tangannya, pun berkata “Boe Pang coe telah membangun dan memajukan Hong Bwee Pang, kau adalah seorang besar, pantas jikalau kaum kang ouw hormati padamu!”

“Kedua ciangboenjin terlalu memuji aku, aku malu!” Boe Wie Yang pun merendahkan diri.

“Karena kami berupacara, ciongwie semua mesti berdiri sekian lama, kami menyesal sekali, harap kami dimaafkan,” Auwyang Siang Gee mohon. “Silahkan ciongwie ambil tempat duduk!”

“ Ya, silahkan duduk!” Boe Pangcoe turut mengundang, Untuk mana, bersama ketiga hiocoe, ia membuka jalan.

Eng Jiauw Ong dan Coe In mengucap terima kasih, lalu mereka duduk. Pihak tuan rumah lantas menyuguhkan air teh.

Eng Jiauw Ong hendak bicara tapi Boe Wie Yang yang berbangkit, mendahului ia.

“Jiewie ciangboenjin, aku si orang she Boe hendak mohon maaf untuk satu urusan,” berkata ketua Hong Bwee Pang itu. “Kami sangat bersyukur yang Hoay Yang Pay dan See Gak Pay telah membuat muka kami terang dengan datang mengunjungi Cap jie Lian hoan ouw. Sebenarnya kami hendak menjamu di Ceng Giap San chung, tempat yang telah diperuntukkan, apa mau mendadak kami dapatkan satu urusan yang justeru mesti diurus sendiri olehku dan Auwyang Hiocoe, maka itu terpaksa kami mohon semua loosoe berdiam disini saja untuk satu malam, besok pagi pasti kami akan melayani sebagaimana mestinya. Dengan ini bukannya aku lalaikan tetamu hanya karena sangat terpaksa, aku mohon jiewie beramai sukalah maafkan kami.”

Coe In Am coe berbangkit dan berkata “Boe Pang coe, kedatangan pinnie dan Ong Loosoe kemari tak lain tak bukan hanya ingin mohon Pang coe berikan keadilan, kami anggap urusan mudah diselesaikan, cukup dengan sedikit perkataan, akan tetapi andai kata Pang coe ada kandung niatan, atau kau hendak tunggu suatu orang lain, untuk dia dipertemukan dengan kami, pinnie harap itu dijelaskan kepada kami. Menurut pinnie, sekarang bukan saatnya untuk berpesta2, kamipun tak ingin terlalu mengganggui kepada Pang coe, maka, harap Pang coe sedikit lekasan memberikan pengajaran kepada kami.”

Beda daripada biasanya, nie kouw dari Pek Tiok Am itu berkata2 dengan suara keras.

Boe Wie Yang tertawa gelak. “Nyatalah Am coe terlalu curiga!” berkata ia. “Aku Boe Wie Yang, sejak aku taruh kaki di kalangan kang ouw, selamanya aku berlaku terus terang, selamanya aku perlakukan sahabat sebagai sahabat, tidak biasanya aku gunai akal busuk, tidak ada soal yang aku umpatkan, tetapi sekarang ini benar aku sedang hadapi suatu urusan, ialah didalam Hong Bwee Pang terjadi pengkhianatan, maka jikalau aku tidak lebih dahulu selesaikan itu, pasti aku tak ada muka akan tancap kaki lebih lama didalam Cap jie Lian hoan ouw ini. Ini adalah urusan busuk, walaupun aku jujur, aku toh malu untuk beber dihadapan sahabat, tetapi ternyata Am troe telah bercuriga, tak dapat tidak, terpaksa aku mesti menuturkan semuanya dengan jelas.”

“Boe Pang coe,” Eng Jiauw Ong turut bicara, “kita ada sama2 orang kang ouw, sudah selayaknya kita berlaku terus terang satu dengan lain. Umpama keadaan kami dibalik, apa mungkin Pang coe pun tidak mencurigai kami? Tapi, cukuplah, harap kau jangan berkecil hati bahwa Am coe telah bercuriga. Biar kami menyibuki kau lagi satu hari, besok baharu kami akan mohon pengajaran darimu!”

Baharu Eng Jiauw Ong tutup mulutnya, belum lagi Thian lam It Souw menyahutinya, atau Twie in chioe Na Pek turut bicara.

“Boe Pang coe, aku juga ingin bicara beberapa patah kata,” demikian jago dari Na chung itu. “Dengan memenuhi undangan kami datang kemari, selama urusan belum dapat di selesaikan, masih ada keraguan diantara kita

- kita ada sahabat atau musuh. Jadi mirip dengan itu pepatah yang membilang, “Melukis naga, melukis harimau, sulit akan dilukiskan tulangnya. Tahu orang, tahu mukanya, tidak tahu hatinya Memang, orang kami yang datang kemari tidak sedikit, akan tetapi, dengan jauh memasuki Cap jie Lian hoan ouw, kami murid dengan sekumpulan ikan didalam jala, namun walaupun demikian orang2 kedua kaum Hoay Yang Pay dan See Gak Pay serta beberapa orang segolongannya, tidak ada satu yang jerih terhadap golok dan pedang, tidak ada yang takut mati! Sebab siapa takut mampus, tidak nanti dia berani datangi mulut harimau! Maka itu sekarang, secara terang atau secara gelap, kami bersedia untuk menerimanya, hanya besok pagi, jikalau pertemuan diperlambat pula, Boe Pang coe, tidak bisa lain, kami hendak mundur berlalu dari Cap jie Lian hoan ouw ini! Biarlah kami mendahului dengan omongan jelek ini, supaya kita merdeka untuk bertindak sendiri, umpama namanya Hoay Yang Pay mesti ditinggalkan disini, itulah tinggal terserah!”

Wajahnya Boe Wie Yang berubah mendengar kata pahit itu, ia tertawa tawar.

“Na Toa Hiap,” berkata ia “sejak Boe Wie Yang masuk dalam dunia kang ouw, dia cuma kenal kehormatan kaum kang ouw, segala perbuatannya siauw jin yang licik, itulah yang dia paling benci! Na Toa Hiap, kau terlalu menghina aku! Tapi aku kenal baik keharusan diantara tuan rumah dan tetamu, maka sekarang apapun yang Toa Hiap bilang, aku tak hendak membantahnya, hanya besok pagi, aku jelaskan, ingin aku minta peng ajaran dari Yan tiauw Siang Hiap sendiri!”

Na Pek tertawa haha hihi dengan dingin.

“Bagus! Bagus!” jawabnya. “Jikalau Boe Pang coe sudi memberi pengajaran kepadaku, inilah ada hal yang paling memberuntungkan aku dengan datangnya aku kedalam Cap jie Lian hoan ouw ini!”

Dimana pertemuan di Ceng Giap San chung bakal ambil tempat, Eng Jiauw Ong lantas datang sama tengah. “Bagus!” berkata ia. “Karena pembicaraan telah selesai, omongan terlebih banyak lagi tidak ada faedahnya, maka tunggulah sampai besok. Boe Pangcoe ada punya urusan penting yang mesti dibereskan, karenanya, ijinkan Ong Too Liong undurkan diri.”

Lalu tanpa sungkan2 lagi, ketua Hoay Yang Pay ini ajak rombongannya keluar dari ruang Thian Hong Tong itu.

Boe Wie Yang bersama sekalian hiocoe dan lainnya anggauta Hong Bwee Pang mengantar tetamunya sampai dimuka pintu, disini bersama2 Auwyang Siang Gee ia memberi hormat.

“Menyesal sekali begini lalai perlakuan aku si orang she Boe terhadap sekalian tetamunya,” kata tuan rumah, “Biarlah Ouw Hiocoe dan Bin Hiocoe saja yang temani ciongwie loosoe kembali kegedung tetamu, aku tak mengantar terlebih jauh.”

“Tak usah terlalu merendah, Boe Pang coe,” jawab Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe seraya mereka membalas hormat. “Sampai besok di Ceng Giap San chung!”

Kedua pihak lantas berpisahan, rombongan Eng Jiauw Ong jalan terus.

Ouw Giok Seng dan Bin Tie bertindak cepat akan mendahului maju, untuk bisa jalan berendeng dengan ketua tetamu, untuk pasang omong disepanjang jalan. Eng Jiauw Ong berlaku manis budi akan layani wakil2 tuan rumah itu.

Sementara itu pesuruh dengan bendera merah sudah keluar dari Thian Hong Tong, dengan cepat ia hampirkan Ouw Hiocoe dan Bin Hiocoe, dia hunjuk hormat nya sambil menjura. Dengan satu gerakan tangan, Bin Tie perintah pesuruh ini berjalan lebih jauh. Tidak lama orang sudah mendekati Ceng Loan Tong, akan jalan dipasir putih.

Justeru itu tampak munculnya satu pesuruh bendera merah lainnya, dia ini beda dandanan nya daripada yang pertama, dan tindakannya juga menyatakan ia mengerti silat dengan baik. Dia berumur kira2 empat puluh tahun, mukanya hitam, alisnya kereng, matanya besar, pinggang nya ceking, pundaknya lebar, menyatakan tubuhnya yang kekar. Terang rupanya dia bukannya satu pesuruh belaka.

Melihat pesuruh itu, Bin Tie melirik pada Ouw Giok Seng, setelah mana, ia kata kepada kedua tetamunya, kedua ciangboenjin “Loosoe beramai silahkan jalan lebih dulu, maafkan aku.” Lantas ia minggir akan jalan kembali, tangannya menggapaikan si pesuruh, yang dengan ringkas dikebut ang kie, nama benderanya, bendera merah.

Eng Jiauw Ong beramai jalan terus, karena masih ada Ouw Giok Seng yang temani mereka, ia tidak mau Ouw Hiocoe nanti curigai ia hendak menyelidiki segala apa, dugaan itu akan membuat orang pandang enteng kepadanya.

“Lwee Sam Tong sungguh agung dan keren kelihatannya,” kata ia dengan sengaja, pada Ouw Giok Seng. “Ini menandakan bagaimana kepandaian Boe Pangcoe dan Hiocoe beramai mengatur bangunan.”

Sambil berkata begitu, Eng Jiauw Ong tunjuk Ceng Loan Tong yang sedang dilewatinya.

“Sebenarnya ini adalah bangunan buruk,” sahut Ouw Giok Seng sikap siapa tapinya tidak sewajarnya, agaknya ia tak tenang hatinya.

Dengan matanya yang tajam, diam2 Eng Jiauw Ong dapat lirik Jie Hiap Ay Kim Kong Na Hoo berbisik dengan Siauw hiap Ciok Liong Jiang, entah apa yang di kisikkannya, melainkan kelihatan Liong Jiang minggir kekiri dan mundur. Menampak ini, ia bersenyum dalam hatinya.

“Dia sangat licin, sulit untuk layani padanya,” pikir ketua ini. “Sudah ada soeyanya yang cerdik sekali, juga ada cucu muridnya yang licik ”

Tapi ketua ini jalan terus, ia ajak Ouw Giok Seng bicara, ia tanya ini dan itu, saban2 ia tertawa atau bersenyum.

Selama itu diudara ada berterbangan empat lima ekor burung dara, selewatnya semua burung itu, lalu dari beberapa jurusan ada datang tujuh ekor burung lainnya, yang terbang rendah, hingga kelihatan nyata sesuatunya ada membawa surat. Kapan Eng Jiauw Ong lirik Ouw Giok Seng, roman Hiocoe ini nampaknya heran dan berkuatir.

Segera setelah itu, kelihatan Thian kong chioe Bin Tie datang menyusul yang pun nampak sikapnya ada tidak tenang.

Beda daripada Eng Jiauw Ong, ketua dari See Gak Pay jalan sambil tunduk dan diam saja, ia seperti tidak perdulikan segala apa disekitarnya. Adalah Eng Jiauw Ong yang gembira sekali, terus sampai digedung penginapan mereka, ketua Hoay Yang Pay ini terus bicara sambil tertawa.

Sesampainya mereka digedung, nyata disana sudah sedia barang santapan. Untuk Coe In Am coe ada disediakan sebuah meja terpisah, dengan hidangannya semua barang tak berjiwa.

Delapan orang Hong Bwee Pang siap sedia akan layani semua tetamu itu, yang terus saja pada cuci tangan dan muka, setelah mana, mereka duduk minum teh, akhirnya Ouw Giok Seng dan Bin Tie undang semua tetamunya duduk bersantap.

Kedua hiocoe itu bisa bersenyum atau tertawa, akan tetapi mereka toh tidak dapat lenyapkan ketidak tenteraman hatinya. Mereka pun, biar bagaimana, berada diantara tetamu yang merupakan musuh.

Dipihak tetamu, tua dan muda, semua berlaku dengan membataskan diri.

Setelah semua dahar cukup, Bin Tie berdua Giok Seng pamitan untuk undurkan diri. Ini pun ada kehendaknya sekalian tetamu, yang memang berharap dua wakil tuan rumah itu segera pergi…

Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe antar kedua hiocoe itu keluar dari gedung tetamu, habis itu mereka nantikan pelayan2 singkirkan sisa makanan dan kemudian menyuguhkan pula air teh.

“Saudara2 ada dari loosoe yang mana?” Na Hoo tanya pelayan2 itu selagi mereka melayani.

“Teecoe bekerja dibawah perintahnya Cit tong Pheng Loosoe dari Thian Hong Tong,” jawab satu pelayan. “Namaku Teng Tek Kong.”

“Teng Lauwtee,” kata Ay Kim Kong kemudian, “aku Na Loo jie bukannya mengemplang pendeta sehabisnya si pendeta membaca doa, kau sudah bekerja banyak sekian lama, kami toh tetap pandang kau sebagai mata2 saja. Inilah disebabkan urusan kami dengan Hong Bwee Pang masih belum dibikin selesai, kita tetap adalah musuh satu dengan lain. Maka itu, silahkan kau undurkan diri, supaya kami merdeka untuk bicara, nanti jikalau kami memanggil, baharu kau datang pula untuk melayani kami.” “Na Jie Hiap omong dari apa yang benar,” menyahut Teng Tek Kong itu, “tetapi kami telah diberikan tugas, tanpa titah dari Pheng Loosoe, tak berani kami berlalu dari sini. Baiklah, kami nanti menunggu saja diluar gedung, apabila ada panggilan, baharu kami datang ”

Teng Tek Kong tahu diri, lantas ia ajak kawan2nya berlalu.

Dengan tiba2, Na Hoo tertawa gelak2.

“Lihat kerjaanku, terus terang atau tidak?” kata ia pada kawan2nya. “Bicara dengan membuka jendela, maka teranglah kawanan kunyuk itu hendak intai gerak gerik kita. Kita jangan percaya habis orang berlaku manis budi terhadap kita, entah apa yang mereka pikir dalam hati mereka. Biar bagaimana, kita mesti ber jaga2, karena pesta bukan pesta dengan maksud baik, pertemuan bukan pertemuan sewajarnya.”

“Menurut pinnie, disini ada apa apa yang tersembunyi,” menyatakan Coe In Am coe. “Asal kita semua bisa keluar dengan selamat dari tempat ini, yang penuh dengan segala kedosaan, itu artinya kita diberkahi kemurahan hatinya Sang Buddha!”

“Baiklah Am coe jangan memikir terlalu banyak,” Eng Jiauw Ong bilang. “Akan sampai pada pertemuan di Ceng Giap San chung, temponya hanya tinggal satu malaman saja, mustahil dalam tempo demikian singkat bisa terjadi sesuatu? Aku telah ambil ketetapan, apa juga akan terjadi, besok mesti didapat keputusan, supaya besok juga kita keluar dari Cap jie Lian hoan ouw!”

“Barangkali pinnie telah memikir terlalu banyak,” Coe In manggut. “Adalah paling baik jikalau besok kita bisa keluar dari sini dengan tidak kurang suatu apa. Pinnie adalah murid Sang Buddha, kecuali sangat terpaksa, tak ingin pinnie men cari kesulitan sendiri, tak sudi pinnie melakukan pembunuhan. Pinnie percaya, meski juga Cap jie Lian hoan ouw merupakan thian lo tee bong-jaring langit dan jala bumi dengan menyekal Tin hay Hok po kiam, rasanya pinnie sanggup menerjang keluar, hanya semua mereka yang ikuti kita, begitupun anak buah dari Soe Soei, mana dapat pinnie membiarkan mereka terluka sekalipun satu orang atau karamnya sebuah perahunya saja? Jikalau sampai terpaksa, biarlah darah muncrat didalam Cap jie Lian hoan ouw ini, biarlah dosa ditumpuk! Siapa tahu? ”

Eng Jiauw Ong benarkan kekuatirannya pendeta wanita itu.

“Baiklah kalau begitu, kita memikir maju untuk mundur, buat cari jalan keluar yang selamat,” ia nyatakan.

Selama itu, diudara masih saja ada burung2 dara terbang pergi dan datang.

Eng Jiauw Ong larang pihak keluar akan perhatikan burung2 dara itu, ia pesan, apa juga yang terjadi diluar gedung, tidak boleh ada yang ambil perduli.

“Kita jangan banyak omong, jangan timbulkan urusan apa juga,” katanya.

Tentu saja semua orang, terutama rombongan anak muda, perhatikan pesan ini.

Na Toa Hiap sendiri, sejak kata2nya yang terakhir lantas membungkam, tidak perduli orang bicara ini dan itu untuk men duga2, akan bicarakan segala hal mengenai Cap jie Lian hoan ouw. Ia melainkan jalan mundar mandir dengan menggendong kedua tangannya, ia cuma kadang2 perlihatkan senyuman dingin.

Eng Jiauw Ong, setelah pesannya, Pergi periksa antero gedung, ketika kemudian ia kembali kedalam, ia justeru lihat Na Pek, dengan gendong tangan tengah menuju sudut gedung dengan Na Hoo mengikuti dibelakangnya. Toa Hiap lantas duduk dibangku didekat jendela dan Jie Hiap berdiri didepan kakak itu, entah apa yang mereka sedang bicarakan.

Menampak demikian Eng Jiauw Ong ibuk sendirinya. Ia kenal baik dua saudara kakak beradik itu. Biasanya tak sembarangan dua saudara itu berunding atau saling berdamai, bila bukan disaat sangat perlu, mereka pun tidak sudi bekerja sama2. Malah sudah sejak sekian tahun, tidak pernah tertampak mereka bicara asyik berduaan saja. Teranglah sudah mereka sedang berdamai, rupanya mereka niat turun tangan. Biasanya, sekali mereka bekerja, tak pernah mereka suka saling mengalah.

Maka akhirnya, tidak perduli orang setujui atau tidak, Ong Too Liong bertindak kepada dua saudara seperguruan itu.

“Eh, apa yang kau berdua sedang damaikan?” tanya ia sambil tertawa, secara sewajarnya saja. “Apa tak cukup dengan kunjungan kita kepada Thian Hong Tong, dengan pengiriman anak panah dengan kepala ular2an? Mereka sedang repot, baik kita jangan ganggu mereka. Kita mesti berlaku secara terhormat, jangan kita tambah dengan urusan lainnya lagi ”

Ay Kim Kong menoleh, ia bersenyum, ia tidak bilang suatu apa.

Twie in chioe pun berpaling, ia tertawa haha hihi. “Ciangboenjin sangat utamakan kehormatan,” berkata

ia, “mustahil kamipun tidak sama memperhatikannya? Sejak masuk Cap jie Lian hoan ouw, ciang boenjin sangat

menjaga diri, inilah dapat dimengerti. Tapi kami ada punya pikiran lain, tentang mana kami tak dapat beritahukan kepada kuping yang keenam. Harap ciangboenjin tidak usah kuatir, kamipun tidak akan berlaku sembrono.”

Ketua ini tahu koekoaynya dua saudara itu, ia tidak menanyakan lebih jauh.

“Bukannya aku bernyali kecil,” ia kata sambil tersenyum, “kita hanya harus ber hati2.”

Lantas ia tinggalkan dua saudara itu.

Kapan sebentar sang sore datang, Bin Tie muncul bersama Ouw Giok Seng, untuk temani semua tetamu dengan siapa mereka bersantap sama2, kalau mereka pasang omong, mereka cerita tentang kaum kang ouw. Tapi Yan tiauw Siang Hiap cuma dahar dan minum saja sambil tunduk, tidak pernah mereka buka mulut.

Siok beng Sin ie Ban Lioe Tong serta Ciong Gam dan Khoe Beng berlaku gembira, mereka dahar dengan bernapsu, mereka tertawa dengan merdeka Semua yang lain juga bersikap tenang.

Sehabisnya bersantap, kedua hiocoe minta perkenan untuk undurkan diri.

Semua Pelayan bekerja cepat untuk bebenah, sesudah mana, kembali mereka berdiam diluar gedung.

Selagi orang duduk berkumpul minum teh, Na Pek seorang diri pergi kepekarangan. Eng Jiauw Ong dapat lihat saudara itu tapi, ia antap saja. Ia lihat, sang hari masih terhitung siang. Ia sudah ambil ketetapan, malam itu ia akan cegah dua saudara itu keluar dari gedung.

Yang lain masih saja terus ber cakap2.

Sampai sekian lama, Na Pek tidak kelihatan kembali. “Apa mungkin ia pergi juga memasuki kedung naga dan

guha   harimau?”   ketua   Hoay   Yang   Pay   men   duga2 akhirnya. “Kalau benar, dia betul2 bernyali terlalu besar, ia berlaku berandalan...”

Selagi Eng Jiauw Ong menduga2 terlebih jauh, tiba2 ia dengar suara suitan saling susul, yang disambut diempat penjuru. Segera ia berbangkit, dengan hunjuk roman tenang ia jalan mundar mandir dua balik, setelah itu, ia menuju keluar, dan sesampainya diluar, dia lepas tindakan pelahan sekali, matanya ditujukan kesekitarnya.

Pekarangan luar ada sepi dari manusia.

Lantas Eng Jiauw Ong pergi ke lain2 kamar dimana ia dapati tidak ada orang dari pihak nya yang kurang kecuali Na Pek sendiri, karena ini, lagi sekala berikan pesannya, semua mesti beristirahat siang siang, tanpa urusan penting, ia larang     orang pergi keluar, tidak perduli ada gerakan apa, ia tak perbolehkan orang mencampur tahu, kecuali ada bencana langsung bagi pihaknya. Kemudian, ia pergi kepintu pekarangan, ke luar mana ia menjenguk. Dimana, keadaan tetap sunyi, tidak ada seorang juga dari pihak tuan rumah. Cuma dari kejauhan suara suitan masih terdengar terus.

Sedangnya ia memasang mata dan kuping, Eng Jiauw Ong dengar suara orang bicara pelahan sekali, datangnya dari arah kiri, diluar pintu. Kalau ia maju lagi ia akan dapat mendengar lebih nyata, akan tetapi apabila ia maju, ia bisa dipergoki karena disitu tidak ada tempat sembunyi. Apabila ia terpergoki bisa ia mendapat malu. Maka itu in jongak, akan melihat keatas. Disana ada tembok, ia bisa loncat ketembok itu, untuk memeriksa keluar. Justeru itu, ia tampak diatas tembok sebelah kanan ada satu bayangan orang mendekam. Ia terkejut, tangannya segera merabah kantong piauw, akan jemput dua potong tong chie uang tembaga. Ia berniat dengan senjata rahasia semacam itu akan timpuk bayangan itu, yang belum ketahuan siapa adanya. Belum ia turun tangan, atau mendadak ia ingat satu hal.

Ketika itu orang masih belum tidur, mustahil sekali musuh berani bertindak tidak perduli bagaimana besar nyali mereka. Dari itu, ia hendak menyangka kepada orang sendiri. Belum ia mengambil kepastian, atau bayangan itu menggapaikan kepadanya, terus dia itu menunjuk kekiri, kearah tembok.

Sekarang ketua Hoay Yang Pay kenali Toa Hiap Na Pek. Tentu sekali jago dari Na chung itu sedang curi dengar pembicaraan. Karena ini, tak ayal laga loncat naik ketembok yang di tunjuk Twie in chioe, disitu ia sembunyi sebagai saudaranya itu, ia pasang mata.

Empat orang Hong Bwee Pang, yang dandan sebagai pelayan, sedang bicara kepada dua orang kawannya, yang ringkas pakaian nya. Diantara pelayan2 itu terdapat Teng Tek Kong, malah dia sedang menanyakan kedua orang itu, yang rupanya baharu datang kepadanya.

“Aku tidak mengerti maksud nya Pheng Loosoe,” demikian si orang she Teng. “Apa mungkin Pusat Umum kita sudah ubah aturannya? Kami bertugas didalam Cit tong, kenapa sekarang kami dikirm ke Cian tiang pin? Apa bisa jadi nama kami sudah dicoret dari Cit tong?”

“Teng Soetee, pelahan sedikit,” kata satu diantara dua orang itu. “Nanti aku lihat dulu, didalam pekarangan ada orang atau tidak.”

Lalu, dengan tindakan cepat, orang ini pergi kepintu gedung tetamu, ia melongok kedalam pekarangan, lantas ia kembali.

Selagi orang bulak balik, Eng Jiauw Ong telah lihat bagaimana orang ada bekal busur serta kantong anak panah. Ia percaya, orang itu bukannya kacung belaka. Dia sudah lantas kembali kepada empat pelayan.

“Pheng Loosoe kirim kau ke Cian tiang pin, kau anggap aturan telah dikacau balaukan,” kata dia kepada Teng Tek Kong. “Kalau satu jam dimuka tadi kau pergi ke Thian Hong Tong, pasti kau akan tampak aneka macam. Melulu karena perginya beberapa orang, Cap jie Lian hoan ouw telah jadi seperti jungkir balik. Sejak ditutupnya upacara di Thian Hong Tong, Pang coe segera kembali ke Ceng Giap San chung, terus saja ia menjadi repot. Aku Tan Yong ikuti Pang coe sedari di bangunnya pula Hong Bwee Pang, selama berdiam didalam Cap jie Lian hoan ouw ini, belum pernah aku dapati Pang coe begini sibuk. Juga ketiga hiocoe yang biasanya tidak kenal jerih, sekarang nampaknya bermuram durja, benar dihadapan semua saudara mereka tertampak tetap bersemangat, tetapi aku tahu benar, sebetulnya hati mereka tidak tenteram. Begitulah, surat titah dari Pang coe pun telah diterbangkan belasan lembar, malah dua puluh delapan tocoe dari dua puluh delapan rombongan perahu sudah dipanggil berkumpul untuk terima pesanan, sedang Soen kang Cap jie too telah diberi titah untuk lakukan penjagaan berlipat ganda, siapa juga, tanpa bendera titah dari Lwee Sam Tong, dilarang keluar masuk dari darat dan air, dan semua tocoe dalam tempo tiga hari, dilarang meninggalkan tempat tugasnya, siapa berani langgar perintah, dia bakal dihukum segera ditempat oleh masing2 pemimpinnya. Itu adalah kejadian diwaktu siang. Setelah jam tujuh malam, jalan keluar masuk ditutup mulai dari Ouw ah cwee sampai dijalan Poantoo disepanjang tepi Gan Tong San. Karena hendak rintangi minggatnya hiocoe dari Hok Sioe Tong, sudah ada tujuh orang yang terluka, diantaranya ada tiga tocoe yang dilukai oleh Sam im Ciat hoe ciang Lo Gie yang tangannya liehay, yang paling parah dan hebat adalah tocoe Cian hoed chioe Sin Sioe Kie dari Poan san too. Dia jaga tempat penting itu, tugasnya paling berat. Kedua hiocoe yang berontak itu walau benar liehay, mereka tidak bisa susul terbangnya burung pembawa berita, dari itu, Sin Sioe Kie sudah lakukan penjagaan hati2. Ini ada tugas mati atau hidup baginya. Lagipula itu adalah tempat penjagaan rahasia, yang tidak sembarang orang, dapat tahu, tidak juga segala tocoe. Sin Tocoe tahu dia bukan tandingan kedua hiocoe itu, sepuluh dia pun tidak akan ada gunanya, tapi ia siap untuk jalankan kewajiban, ia telah gunai akal untuk turun tangan terlebih dahulu. Begitulah ketika kedua hiocoe sampai ditempatnya, ia ajak orang2nya menyambut secara baik, selagi menyambut, mendadak ia menyerang, tangan kirinya menggunai paku Shong hoen teng, tangan kanannya dengan piauw, masing2 dua batang, sedang jepretan panah tangan nya, yang ia taruh dibebokongnya, pun dipakai membokong selagi ia menjura. Panah rahasia ini, sekali keluar tiga batang. Demikian tujuh buah senjata, dengan berbareng menyerang Pauw dan Lo Hiocoe. Ketiga panah dituduhkan kepada dua hiocoe itu, yang jalan berendeng, apamau, karena ia gugup, ketiga senjata nya menjurus kepada Pauw Hiocoe seorang, hingga hampir hiocoe ini terbinasa karenanya. Dua panah kearah tenggorokan kena dikelit, yang satunya menembusi baju dibawah pundak kiri. Apa bila panah ditujukan pada Lo Hiocoe, mungkin Sin Tocoe bisa loloskan diri dari bahaya maut, tapi sekarang ia serang Pauw Hiocoe yang sudah terluka dari rangketan hingga gerakannya jadi ayal. Dia sebenarnya lari begitu lekas ia dapat kenyataan serangannya gagal, tapi Lo Hiocoe yang gusar atas bokongan nya itu, sudah kejar ia sambil berteriak “Kau berani bokong kami? Jikalau aku kasi kau lolos kocewa aku Lo Gie hidup dalam kalangan kang ouw!” Sin Tocoe sudah lari sepanahan jauhnya, tapi dengan ilmunya entengi tubuh Pat pou Kan siam, Lo Hiocoe bisa melesat menyandak padanya, begitu lekas dia ulur sebelah tangannya yang liehay, Sin Tocoe lantas rubuh tanpa berkutik lagi. Begitulah kedua hiocoe lolos dengan merdeka dari Poan san too. Diwaktu mau angkat kaki, ia kata pada orang2 Sin Tocoe “Kami pinjam mulutmu akan sampaikan kepada Sam tong Hiocoe serta Boe Pang coe bahwa Hong Bwee Pang kami telah bantu berdirikan, dari itu, kami mesti dikasi kemerdekaan akan keluar masuk dalam Cap jie Lian hoan ouw. Siapa menyerah, dia hidup, siapa melawan dia binasa. Demikianlah Sin Tocoe sudah percepat kebinasaannya! Maka sampaikanlah supaya Boe Pang coe sendiri yang sambut kami!” Lantas mereka Pergi dan berlalu dengan mendaki Gan Tong San. Semua orangnya Sin Tocoe tidak berani turun tangan, karena tocoe mereka sudah putus nyawa. Seberlalunya dua hiocoe itu, mereka dekati tocoe mereka, yang sudah putus jiwa, tubuhnya tengkurap ditanah, mukanya biru pucat, dari hidung dan mulutnya keluar darah. Semua orang tidak lihat nyata bagaimana caranya Lo Hiocoe serang tocoe ini. Tempo mereka buka bajunya Sin Tocoe akan periksa lukanya, cuma ada tapak dua jari tangan dibebokong serta tapak separuh telapakan. Luka2 demikian enteng menyebabkan kebinasaan, siapa tidak saksikan sendiri, tidak nanti mau percaya. Coba kau pikir, Teng Soetee, apakah itu tidak liehay? Ketika Liong Tauw Pang coe terima lapuran, ia ada begitu gusar hingga ia mau pergi susul sendiri kedua hiocoe itu, baiknya Auwyang Hiocoe cegah padanya dengan hunjuk, karena ada tetamu kedua kaum Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, tak dapat Pangcoe meninggalkan Cap jie Lian hoan ouw, sedang kedua hiocoe, yang terang sudah berontak, tentu tidak akan menyerah untuk ditawan, malah sebaliknya, sebab gagah dan cerdiknya mereka, mungkin mereka akan masuk secara diam2 kedalam Cap jie Lian hoan ouw untuk turunkan tangan jahat. Maka itu, Auwyang Hiocoe anjurkan akan menanti saja, akan pasang je bakan untuk membekuk apabila benar mereka itu menyelundup masuk. Andai kata mereka tidak kembali, mereka toh tak akan lolos dari pengawasan orang2 Hong Bwee Pang, hingga kapan sudah sampai saatnya, mereka tidak bakal lolos. Boe Pang coe menurut atas cegahan itu. Demikian maka penjagaan kita diperkeras. Hanya anehnya, kelihatannya banyak orang kita jerih terhadap kedua hiocoe itu, yang usianya sudah lanjut. Yang aku tahu, penjagaan ditambah dengan tujuh belas tempat baru. Aku bersama soetee Thio Ceng telah ditempatkan digedung tetamu ini, kita ada punya sebawahan dua belas jiwa. Coba pikir, apa perlunya kita dikirim kesini?”

“Tentu saja tak lain tak bukan, untuk lakukan pengawasan,” kata Teng Tek Kong seraya ia menunjuk kearah gedung.

Tan Yong tertawa.

“Kau dapat terkah separuh saja!” kata dia. “Menurut titah Auwyang Hiocoe, aku mesti siapkan dua puluh tukang panah diempat Penjuru gedung tetamu apabila ada tetamu yang keluar, aku mesti kasi peringatan keras kepadanya, sebelumnya terang tanah mereka tak diijinkan keluar dari gedung, siapa tidak perdulikan cegahan, dia mesti dipanah serta berbareng tanda suitan mesti dibunyikan. Tapi yang paling penting adalah mesti dilarang orang luar memasuki gedung tetamu, siapa berani lancang masuk tanpa tanda lagi, dia mesti dipanah. Walau pun demikian, kita dimestikan menyerang secara gelap, tak dapat kita perlihatkan diri, umpama kita tidak sanggup rintangi penerobos itu, kita dimestikan teriaki tetamu2 agar mereka bersiap untuk tangkis serangan. Tugasku jadi ada dua rupa dan berbareng juga, sebab disatu pihak kita awasi tetamu2 dilain pihak kita harus lindungi keselamatannya, kita mesti tilik mereka sambil dilindungi. Ini adalah kewajiban yang aku belum pernah lakukan sebelumnya ”

“Ya, urusan sulit,” Teng Tek Kong bilang. “Memang dua pemberontak itu ada liehay sekali, mereka adalah pengkhianat2 yang berbahaya, jauh lebih berbahaya daripada orang luar. Tan Soeheng, aku dikirim ke Cian tiang pin, benar2 hebat kedudukanku, hingga aku tidak tahu aku bakal kembali atau tidak ”

“Mungkin kau tidak akan di kembalikan.” Tan Yong berkata. “Mungkin sekarang juga semua hiocoe sudah keluar untuk melakukan penilikan, sebab semua bagian kita harus diperiksa, siapa lalai, dia bakal ditegur.”

“Kalau begitu, soeheng, kau nantikanlah aku,” kata Teng Tek Kong.

“Tapi kau tinggalkan dua orangmu disini,” Tan Yong bilang, “umpama ada panggilan dari dalam gedung, dia bisa tetap melayani, sebab dua puluh orangku cuma bertugas, memayang mata dan menjaga, lainnya urusan mereka tak usah perdulikan.”

“Kenapa orang2 soeheng itu masih belum datang?” “Mereka sudah datang, mereka sudah lantas ambil

tempat jaganya masing2,” Tan Yong terangkan. “Siapa tidak bekerja sungguh2 dan sebat, dia bisa dapat susah. Maka soetee, pergilah lekas ketempatmu yang baharu, serkarang sudah tidak siang lagi. Bawalah tek hoe ini, sebentar di loteng perondaan timur selatan, kau ambil dua belas orang Cee A Hin untuk bantu kau. Harap kau berlaku hati2!”

Teng Tek Kong menurut, ia kasikan dua orangnya, lalu ia pamitan dari Tan Yong serta kawannya yang bernama Thio Hong yang sedari tadi tidak campur bicara. Tan Yong pesan dua orang itu akan tetap kepada kewajiban nya sebagai pelayan, bahwa apa juga yang akan terjadi, mereka tak usah ambil tahu.

Dua pelayan itu balik kemuka pintu gedung, sedang Tan Yong dan Thio Hong lantas undurkan diri ketempat pepohonan gelap ditepi jalan untuk umpatkan diri.

Begitu lekas orang telah berlalu, dengan pesat tetapi enteng Na Pek loncat turun kedalam pekarangan, Perbuatannya itu segera diturut oleh Eng Jiauw Ong. Diluar dugaan mereka, dibawah payon ada satu orang lain yang intai sepak terjangnya mereka itu.

“Aku telah pergi sekian lama, pantas tidak ada orang yang cari aku, kiranya ada Ban Soetee yang melakukan pengawasan,” pikir ketua itu, yang segera kenali, orang yang ketiga diantara mereka adalah Ban Lioe Tong dari Kwie In Po.

Na Pek, yang sudah sampai di undakan tangga, digapaikannya Siok beng Sin Ie, atas mana, soetee ini segera mendekati, ikut masuk kedalam. Eng Jiauw Ong pun turut bersama.

Didalam, semua orang, tua dan muda, sedang duduk dengan tenang. Mereka asyik menantikan, karena tadi, melihat orang keluar sampai lama, Ban Lioe Tong pun dengan diam2 pergi keluar untuk melihat, hingga ia dapati dua soeheng itu sedang mendekam diatas tembok. Ia kembali kedalam, ia beri tanda pada semua orang, lalu ia keluar pula, sekali ini untuk awasi dua soehengnya itu, guna sekalian memasang mata untuk membantu mereka bila perlu.

Semua orang menyambut sambil berbangkit. “Banyak capai, jiewie!” kata Coe In sambil bersenyum, “ada apakah diluar?”

Eng Jiauw Ong melirik pada Na Hoo.

“Na Soeheng benar2 liehay,” kata ia sambil bersenyum, “sesuatu gerakan musuh tak lolos dari pengawasannya. Sekalipun di saat seperti ini, ia masih dapat dengar tentang gerak gerik musuh.”

Semua orang lantas duduk.

Na Pek bersikap adem sekali, ketika orang2 bersenyum, ia pun bersenyum tawar.

“Aku memang tak percaya habis kepada kawanan kunyuk itu,” kata ia. “Jangan kita lihat sikap ramah tamah mereka saja, siapa tahu mereka pun hendak perlakukan kita dengan cara yang luar biasa!”

“Apakah yang jiewie dengar?” tanya Coe In. “Bolehkah aku dapat ketahui?”

Eng Jiauw Ong tuturkan apa yang ia dan saudaranya dengar.

“Dengan begitu, nyatalah Boe Wie Yang anggap dua pengkhianat itu sebagai bencana sebelah dalam,” nyatakan Coe In. “Kalau besok urusan kita dapat diselesaikan, kita harus lekas2 keluar dari Cap jie Lian hoan ouw. Jangan kasi diri kita kecipratan air kotor disini. Penjagaan Boe Wie Yang malam ini sempurna, tapi itu bagi kita bukan nya tidak ada ancaman bahaya. Pauw Coe Wie telah terluka, terang dia ada punya obat manjur, hingga dia bisa bergerak pula dengan leluasa, sebagaimana di Poan san too dia bisa rubuhkan penghalang2, sedang diapun dibantu Sam im Ciat hoe ciang Lo Gie. Memang bisa jadi malam ini mereka akan datang mengacau. Pauw Coe Wie bersakit hati dan dendam karena terhina, tentu dia hendak mencari balas. Disebelah itu, diapun benci kita, dia boleh sekalian ganggu kita. Mungkin diapun berkongkol dengan See coan Siang Sat dan Cin tiong Sam Niauw, hingga dengan begitu tenaganya jadi besar, dia bisa bergerak dengan lebih leluasa. Kita harus ber jaga2, bukankah benar demikian, Ong Soeheng?”

Eng Jiauw Ong manggut.

“Sebenarnya ingin sekali aku cari keputusan dengan Yauw Beng Long tiong Pauw Coe Wie,” kata ia. “Kalau tidak, urusan kita akan tetap tinggal ter katung2 !”

“Ong Loosoe,” Loo piauwsoe Hauw Tay turut bicara, “kau jadi pemimpin kami, dalam segala hal kami mesti taat kepada titahmu, hanya malam ini, andaikata benar orang hendak main gila terhadap kita, aku ingin kita tidak sungkan lagi, aku harap kita nanti berikan hajaran keras!”

“Kalau sampai orang ganggu kita, apa boleh buat,” ketua Hoay Yang Pay jawab. “Aku harap besok di Ceng Giap San chung, dapat kita selesaikan urusan kita ini. Hong Bwee Pang maju pesat, dia memang mesti ditumpas, jikalau tidak, sulit untuk orang kang ouw nanti menaruh kaki atau semuanya mesti tunduk pada Boe Wie Yang. Justeru sekarang ada ketika yang baik, tidak boleh kita mengasi hati lagi.”

“Ya, Ong Soeheng, Hauw Soeheng, ini memang ada tempat untuk kita bertindak,” kata Coe In Amcoe. “Akupun merasa keliru sudah mengajak pasukan perahu Garuda memasuki Cap jie Lian hoan ouw ini, apabila mereka tampak bencana, aku yang mesti tanggung jawab. Pasukan itu dibangun dan dipelihara oleh To Cie Siansoe, walau benar Kauw Soetee yang mengepalainya, tetapi tetap aku tak dapat melepaskan diri. Aku harap semoga malam ini kita dapat beristirahat tanpa terganggu ” “Tapi malam ini aku ada sangat gembira,” tertawa Twie in cioe Na Pek. “Pergilah kau beristirahat, aku sendiri ingin lihat ada siapa dengan tiga kepala dan enam tangan yang berani datang kemari!”

Mendengar itu, Ban Lioe Tong pandang Eng Jiauw Ong, ia bersenyum.

“Na Soeheng sedang sangat gembira tetapi kita tak dapat menyerahkan pertanggungan jawab kepadanya seorang,” kata soetee ini, si tabib pandai. “Baik semua orang beristirahat, yang usianya telah lanjut boleh bersemedhi saja, dengan begitu, tak usah kita bergiliran menjaga. Malam ini bilamana musuh tidak datang, kita jangan keluar setindakpun juga dari gedung ini.”

Eng Jiauw Ong mengarti bahwa kata2 soetee ini ditujukan kepada Yan tiauw Siang Hiap.

“baik, soetee!” jawabnya ia. “Sekarang sudah jam dua, silahkan semua pergi beristirahat.”

Sampai disitu, semua lantas bubaran kecuali Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe bersama Yan tiauw Siang Hiap, Ban Lioe Tong Hauw dan THauw ay berenam, Shio beng bersama Ciong Gam, Lioe Hong Coen dan Teng Kiam pun turut beristiranat, demikian pun Chio In Po dan Louw Kian Tong.

Eng Jiauw Ong berdua dengan Coe In pergi menengoki semua sebawahannya, malah Eng Jiauw Ong pesan pula Kang Kiat, Ciok Liong Jiang, Soe touw Kiam, Coh Heng, Kam Tiong dan Kam Hauw, tak perduli ada kejadian apa, tak boleh mereka campur tahu. Coe In puas melihat lima muridnya dengar kata, mereka itu sudah lantas rebahkan diri. Dengan saling susul, Eng Jiauw Ong dan Coe In kembali kepertengahan gedung, mereka lantas duduk bersamedhi seperti Yan tiauw Siang Hiap dan yang lain2nya. Semua penerangan telah dipadamkan kecuali sebatang lilin diatas meja yang menghadapi pintu.

Eng Jiauw Ong niat letaki kursinya dibelakang meja didepan pintu tapi dua saudara Na telah dului ia, mereka ini sudah lantas ambil tempat dikiri dan kanan meja, maka terpaksa ia mengalah, ia berbaring diatas pembaringan kate disebelah barat.

Diluar segera terdengar tanda waktu, sudah jam dua tiga per empat, seluruh gedung tetamu terbenam dalam kesunyian. Akan tetapi diluar, dari empat penjuru kadang2 masih terdengar suara suitan yang saling berganti, begitupun suara kentongan.

Selang setengah jam kemudian, mendadak kelihatan pintu angin tertolak sedikit, terbuka beberapa dim.

“Siapa?” menegur Hauw Tay, si piauwsoe tua, yang ambil tempat disamping Jie Hiap.

Berbareng sama tegurannya piauwsoe ini, empat senjata rahasia menyamber berbareng ke arah pintu. Itulah mutiara See boen Cit poo coe dari Coe In Am coe, mutiara Kauw kong Liong gan coe dari Ban Lioe Tong, Kim chie piauw dari Eng Jiauw Ong dan Yan bwee piauwnya Ay Kim Kong Na Hoo. Maka dilantai dimuka pintu segera terdengar suara nyaring.

Menyusul itu terdengar suara tertawa pelahan dipayon rumah.

Semua orang berbangkit dengan segera, kecuali Twie in chioe Na Pek, yang berlompat bangun belakangan, karena sedari tadi, dia seperti sudah tidur. Ia berbangkit sambil tangannya menunjuk kepintu, dari mulutnya keluar seruan “Sabar! Lihat apa itu?”

Semua orang batal akan memburu keluar, semua lantas mengawasi kearah yang ditunjuk Toa Hiap.

Dicelah pintu ada menyelip sepotong kertas.

Dengan berloncat dari samping, Ban Lioe Tong menghampiri untuk jemput kertas itu, kemudian sembari kembali, dia kata “Na Soeheng, inilah rupanya orang sendiri. Kita beramai agak sembrono ”

Eng Jiauw Ong semua lalu dekati soetee ini siapa sementara itu sudah baca bunyinya surat.

“Lihat ini, soeheng, pasti bakal ramai!” Siok beng Sin Ie kata kemudian kepada Na Pek.

Toa Hiap sambuti surat itu untuk dibaca, lantas ia tertawa dingin.

“Benar kawanan kunyuk itu hendak adu kepandaian dengan kita!” kata ia. “Jikalau kita belikan mereka ketika baik, itu artinya kita rubuh ditangan mereka!”

Eng Jiauw Ong sambuti kertas itu, ia terus baca tulisannya, yang tebal dan bagus. Ia segera kenali buah kalamnya Tiat So Toojin, anggauta tertua Hoay Yang Pay. Cianpwee itu menulis :

“Too Liong Hiantit, Ciang boenjin Hoay Yang Pay kita!

Pertemuan didalam Cap jie Lian hoan ouw ini berbahaya, akan tetapi sukar diketahui kesudahannya ada bencana atau keselamatan, tapi untuk kehidupannya Hoay Yang Pay, kita mesti bertempur sampai di akhirnya.

Tak tahu kita isi hatinya Boe Wie Yang, akan tetapi dengan beragam, Hoay Yang Pay dan See Gak Pay tentu sanggup melayani padanya, hanya apa yang menyulitkan, didalam Hong Bwee Pang terbit pemberontakan oleh anggauta2nya yang licik dan gagah, ini berbahaya, tak dapat kita pandang enteng. Mungkin pemberontakan itu tak bisa merubuhkan Hong Bwee Pang, namun sedikitnya bumi akan seperti gempa dan langit seperti ambruk. Kalau pintu kota terbakar, empang ikan akan turut jadi kurban. Jadi rombongan kita sukar meluputkan diri untuk tidak kerembet2. Kedua orang she Pauw dan Lo itu sudah dapatkan kawan2 sehidup semati, mereka hendak cari keputusan terhadap Boe Wie Yang, tetapi disebelah itu mereka, hendak turunkan tangan jahat terlebih dahulu terhadap gedung tetamu, teristimewa terhadap kau, hiantit. Mereka berhasil atau tidak, kesudahannya mereka akan timpahkan tanggung jawab terhadap Boe Wie Yang.

Rombongan Pauw dan Lo itu, memandang Cap jie Lian hoan ouw sebagai tempat tidak ada manusianya, mereka adalah manusia2 kejam, mereka sekarang sudah masuk kesini, selewatnya jam tiga, pasti mereka akan jumpai digedung tetamu, mereka tentu akan turun tangan secara kejam, maka itu, haruslah mereka dilayani dengan sepenuh tenaga. Kendatipun ada sahabat2 baik yang nanti membantu pihakmu, paling benar adalah bersiap dengan tenaga sendiri. Pintoo sendiri masih punyakan urusan lain.

Harap kau semua waspada, dari:

Tiat So Toojin.”

Setelah membaca habis, Eng Jiauw Ong serahkan surat itu kepada Coe In Am coe, dari siapa, lalu dikasikan pada yang lain2 hingga semua mereka telah dapat membaca. Karena urusan ada sangat penting, semuanya diam, kecuali Na Toa Hiap. “Lihat, ciangboenjin,” kata nya “Mereka hendak datang, itu artinya mereka menghematkan tenaga kita. Benar2 aku ingin men coba2nya dengan kawanan kunyuk itu!”

Eng Jiauw Ong kerutkan dahi, tapi ketika ia bicara, iapun ada mendongkol sekali.

“Inilah seperti pepatah yang mengatakan ‘manusia tidak niat mengganggu harimau, harimau niat mencelakai manusia.’” kata ketua ini. “Kita suka berlaku murah hati, lain orang sebaliknya. Karena ini, Na Soeheng, baiklah, terpaksa kita mesti sambut mereka. Mari kita layani mereka seperti apa yang soeheng katakan!”

Coe In Am coe turut bicara.

“Beruntung kita peroleh pengunjukannya Tiat So Toojin kata ia. “Dimana besok kita mesti bersiap untuk pertemuan di Ceng Giap San chung, biarlah mereka itu datang lekas2. Mereka tentu bersikap keras, maka jangan kita mengunjukkan kelemahan, agar kita tidak dipandang enteng. Meski begitu, tak boleh kita sembrono, kita mesti menantikan dengan tenang.”

Ay Kim Kong manggut.

“Am coe benar sekali,” ia bilang. “Kita baik jangan kasi kentara apa2, untuk lihat laga lagunya kawanan kunyuk itu!”

Maka itu, semua orang lantas kembali ke masing2 tempatnya.

Eng Jiauw Ong nampaknya tenang tetapi sebenarnya ia sangat mendongkol. Ia insyaf, musuh sebenarnya arahi ia, dari itu, ia lah yang mesti melayaninya, jangan ia rembet lain orang. Ia mengerti, namanya akan runtuh apabila ia tidak berhasil memberi perlawanan baik pada musuh ini. Malah ia pikir untuk berlaku keras. Demikian, seluruh ruangan kembali jadi sunyi senyap.

Sementara itu, karena tabeatnya yang koekoay, Na Toa Hiap telah membuat Tiongcioe Kiam kek Ciong Gam jadi kecil hati. Dia ketahui hal suratnya Tiat So Toojin, dia datang untuk menanyakan, tapi Na Pek dengan getas minta dia jangan campur tahu urusan itu, katanya dia orang luar, tak usah perdulikan urusan lain orang. Ketika Ciong Gam kembali kekamarnya, ia kata pada kawan2nya, umpama ada terjadi kekacauan, mereka tak usah memperdulikannya.

Na Pek sudah malang melintang tiga puluh tahun, ia biasa hadapi lawan liehay, maka itu, hatinya mantap, nyalinya besar, walaupun berada ditempat berbahaya, tidak pernah ia gentar. Pun biasanya ia bertanggung jawab sendiri, hanya sekarang, berada bersama ciangboenjin, ketua atau akhliwaris Hoay Yang Pay, ia tidak berani untuk tidak kendalikan diri. Ia tidak insyaf bahwa ia telah perlakukan kurang manis pada Ciong Gam, tapi ini ia tidak perhatikan.

Gedung tetamu tetap sunyi, sampai lewat jam tiga tiga perempat ketika kentongan berbunyi. Tiba2 ada suara diatas genteng, suara yang sangat pelahan, tetapi enam orang didalam dapat mendengarnya. Begitulah Hauw Tay, yang tua tetapi yang kurang kesabaran, sudah lantas hendak bangun.

Na Hoo berada didekat piauwsoe tua dari Shoatang Selatan itu, ia tidak bisa mencegah dengan buka suara, maka ia ayun tangannya kearah jago tua itu, pada pundak kiri. Hauw Tay terperanjat, ia berkelit, lantas ia awasi jago dari Na chung itu, siapa tetap tidak buka suara, cuma tangannya digoyang goyang. Melihat ini, dengan tak senang Hauw Tay terpaksa duduk pula. “Yan tiauw Siang Hiap benar2 hebat,” pikir ia. “kau hendak cegah aku, kau boleh cegah, kenapa datang kau menyerang? Apabila aku alpa, apa aku tidak celaka? ”

Baharu piauwsoe ini pikir demikian, atau mendadak ada suara pula dari kedua jendela depan dan belakang, melewati cita alingan jendela itu, dua macam senjata rahasia menyamber masuk, kemudian menyusul yang ketiga, dari pintu angin, yang liehay sekali, suaranya tidak ada sama sekali. Dan semua serangan ditujukan kepada Eng Jiauw Ong seorang!

Itu adalah tiga peluru thie lian cie, tiga peluru thie tan wan dan lima batang jarum Bwee hoa ciam.

Eng Jiauw Ong telah siap sedia, begitu serangan datang, ia lompat menyelat ketinggi, bergelantungan kepada balok melintang.

Berbareng dengan itu Yan tiauw Siang Hiap, Hauw Tay dan Coe In Am coe pun lepaskan senjata rahasianya masing2 sedang Na Pek segera padamkan api, terus ia lompat kepintu, bangkunya berada dalam cekalannya, ketika ia tolak pintu angin, kursi itu dipakai menyerang.

“Kawanan kunyuk, sambutlah senjataku!” ia berseru. Menyusul seruannya, jago ini lompat keluar, gesit sekali,

sesampainya diluar, dengan jumpalitan ia teruskan lompat

naik kepayon rumah didepan.

CXXI

Segeralah menyusul keluarnya Na Hoo ber sama2 Hauw Tay, Kan Lioe Tong dan Coe In Am coe, ketika Eng Jiauw Ong menyusul sampai diluar, ia lihat orang sudah pada berlompat ke atas genteng. Teranglah sudah, setelah penyerangan gelapnya itu, musuh2 pada sembunyikan diri, jikalau tidak, pasti mereka kepergok atau mereka lanjutkan penyerangannya. Adalah Toa Hiap, yang keluar paling dulu masih lihat satu bayangan berkelebat diarah Timur selatan, gerakannya gesit, menandakan musuh mesti nya liehay, tapi toh ia menyusul yuga.

Sampai diujung tembok Timur selatan, bayangan itu menikung ke Barat, akan tetapi segera terdengar teguran “Sahabat baik, apa kau masih niat angkat kaki?” Bayangan itu kaget, ia lompat ke Timur. Justeru itu, dari Utara melesat bayangan lain, yang perdengarkan suaranya “Pundak rata, angin keras, tarik hidup!” Itulah kata rahasia, yang berarti ada bahaya.

Dua bayangan itu lantas juga berdiri berendeng, kelihatannya mereka tidak mau bertempur hanya niat menyingkir.

Twie in chioe sudah menyusul terus, dari lain jurusan Eng Jiauw Ong pun sampai disitu. Dijarak dua tumbak lebih, masih belum kelihatan nyata roman mukanya dua bayangan itu, tapi terang mereka terperanjat akan tahu2 dua orang menghampirkan mereka. Keduanya segera lompat turun kebawah tembok.

Dari dua jurusan, Na Pek dan Ong Too Liong maju dengan berbareng, mereka berniat untuk menyerang, supaya musuh tidak lolos lagi.

Kedua musuh ini tahu mereka tercegat didepan dan belakang, keduanya memutar tubuh seraya tangan mereka diayun. Dengan begitu, sebungbung jarum Bwee hoa ciam dan tiga butir thie tan wan lantas melesat menyamber.

Jarak kedua pihak ada dekat sekali, serangan senjata2 rahasia itu ada sangat berbahaya, tapi Na Pek dapat elakkan diri dengan gerakan Tiat poan kio ialah tubuhnya dilenggakkan lempang kebelakang, sedang Eng Jiauw Ong, sambil berkelit kekiri, seraya membungkuk, dengan tangan kanan balas menyerang dengan tiga biji uang kim chie piauw, dengan itu ia pukul rubuh ke tiga2nya senjata rahasia musuh.

Twie in chioe ada mendongkol sekali, hingga ia tak dapat kendalikan kata2nya.

“Kunyuk!” ia membentak. “Jikalau malam ini aku si tua bangka tidak dapat keset kulitmu, anggaplah bahwa aku adalah pecundangmu!”

Bentakan ini disusul dengan loncatannya akan hampirkan musuh.

Eng Jiauw Ong juga sudah maju mendekati. Ia percaya, diantara dua musuh itu, satu mesti ada Pauw Coe Wie, musuh besar dengan siapa ia inginkan satu pertempuran yang memutuskan.

Na Pek maju dengan tangan kanannya yang diperkeras, ia gunai “Yoe liong tam jiauw” atau “Naga memain ulur kukunya.” Iapun maju lebih cepat sedetik daripada saudaranya. Orang yang ia serang justeru ada musuh yang gunai jarum rahasia. Dia ini sangat awas dan gesit, dengan datangnya lawan, dia lompat ke samping, lantas tangannya diayun, lima potong jarum meleset ke arah Twie in chioe.

Itulah ada serangan sangat berbahaya bagi Na Toa Hiap, karena jaraknya mereka berdua ada terlalu dekat. Apabila jago dari Na chung sedikit gugup saja, celakalah ia.

Justeru itu dari kedua samping, dengan berbareng ada teguran “Oh, kau masih berani turun tangan jahat? Awas!” Segera teguran itu  disusul dengan  serangan2, Yan bwee piauw mengarah tangan kanan dan sepotong batu mengarah alis.

Penyerang dengan jarum rahasia itu ada sangat gesit. Untuk lindungi lengannya, ia tarik itu dengan cepat, ketika batu me nyamber kearah kepalanya, ia jumpalitan kekanan, kemudian loncat lebih jauh kekiri, sampai jauhnya dua tumbak.

Selagi orang berkelit, Eng Jiauw Ong sudah menyusul, tetapi ketua Hoay Yang Pay tidak mau segera menyerang, ia ingin terlebih dahulu mengenali dirinya orang itu.

“Kau ada satu enghiong kaum kang ouw, untuk apa kau sembunyikan diri?” jago Hoay yang menegur. “Pauw Hiocoe, jikalau malam ini kau tidak bikin perhitungan dengan Ong Too Liong, jangan harap kau bisa loloskan diri

!”

Orang itu tertawa mengejek, ia menjawab “Si orang she Hauw juga datang untuk menagih hutang! Si orang she Pauw pun akan segera datang! Ong Loosoe, mari kita pergi keluar untuk main2!”

Ternyata orang itu adalah ketua dari Cin tiong Sam Niauw, ialah Hauw Thian Hoei. Ia jadi gusar.

“Hauw Thian Hoei, kau ada pecundang Hoay Yang Pay, apa masih kau berani sebut dirimu enghiong?” ia tanya. “Ada permusuhan apakah diantara kita maka malam ini kau datang satrukan kami? Baiklah kau lekas angkat kaki. Kita toh tidak bermusuhan… Apakah kau tak sudi terima permintaanku ini?”

Hauw Thian Hoei merasa ia di sindir, ia jadi mendongkol.

“Ong Too Liong, tak usah kau bicara manis seperti ini!” kata ia. “Siapa takut, tidak nanti dia datang kemari! Pauw Hiocoe pun akan segera datang padamu, kau boleh tunggu saja!”

Sambil mengucap demikian, Hauw Thian Hoei loncat kekanan, dari situ senjatanya, cam buk Kim sie Siauw kauw pian, dipakai menyabet Ong Too Liong, cambuk itu berkelebat laksana naga perak.

Melihat orang hunus senjata dan terus menyerang, Eng Jiauw Ong loncat mundur akan kasi lewat cambuk itu, setelah itu. Ia merangsak, kedua tangannya maju kepada iga kanan lawan yang sedang lowong.

Dalam hatinya, Hauw Thian Hoei berseru “Celaka!” Belum lagi tangan lawan sampai, ia sudah merasakan samberan angin nya. Tidak ayal laga berlompat berkelit, kalau tidak, ia bisa rubuh, karena cambuknya tak keburu ditarik pulang.

“Ah, kau masih memikir untuk menyingkir?” membentak Eng Jiauw Ong, yang segera lompat menyusul dalam gerakan “liong heng sie” atau “Naga menyamber.”

Memang Hauw Thian Hoei ingin angkat kaki, karena ia insaf orang2 Hoay Yang Pay benar banyak yang liehay, sudah cukup ia mencoba mereka. Ia menyabet dengan cambuknya, untuk akal maju tapi sebenarnya mundur teratur. Tujuannya adalah ujung Timur laut dari gedung tetamu. Ia pun percaya, kawan Eng Jiauw Ong tidak bakal keluar jauh dari pekarangan gedung tetamu itu.

Baharu ketua Cin tiong Sam Niauw injak tembok diujung Timur utara itu, satu bayangan melesat keluar dari sebelah belakangnya, gerakannya pesat bagaikan burung, dan tanpa bersuara. Baharu bayangan itu menaruh kaki, segera terdengar tertawanya yang dingin dan kata2nya “Sahabat baik, perjanjian kita tuh perjanjian sampai mati! Setelah kita bertemu, kita tak akan terpisah lagi sebelum ada yang binasa! Ah, kunyuk, sungguh aku tidak sangka bahwa kau bisa datang kemari! Aku si orang she Na ingin main denganmu, untuk kita adu kepandaian. Kunyuk! gampang untuk kau datang kemari, tapi untuk kembali, itulah sukar!”

Hauw Thian Hoei kertek gigi kapan ia kenali salah satu dari Yan tiauw Siang Hiap, ialah musuh besarnya. Segera ia mengerti, memang ada sulit untuk ia menyingkir dari musuh yang liehay ini. Karena itu, ia siap dengan cambuknya.

“Ya, Na Hoo, kita memang musuh satu sama lain!” ia kata. “Memang perhitungan kita belum dapat dibereskan! Orang she Na, kau sambutlah!”

Dengan satu gerakan, cambuk Kim sie Siauw kauw pian menyamber kearah batok kepalanya Na Hoo, siapa sambil berkelit telah serukan Eng Jiauw Ong “Ciangboen jin, kunyuk ini ada punya perjanjian pertemuan sampai mati dengan aku, tak dapat kau yang membereskannya, aku sendiri yang mesti bereskan dengannya! Ini adalah suatu perhitungan lama!”

Begitu habis mengucap demikian, Na Jie Hiap merabah ke pinggangnya, kapan ia telah tarik tangannya, bersama itu melesat ruyung lemasnya Siang tauw Gin si Liong hong pang.

Hauw Thian Hoei tidak mau kasi ketika untuk orang bersiap, ia sudah lantas mendahului menyerang, malah terus tiga kali beruntun, atas mana, orang yang diserang mengalah dengan main berkelit saja. Setelah itu baharu Na Hoo perdengarkan suaranya “Hauw Thian Hoei, jangan tak tahu diri! Na Loo Jie ingin kau rasakan senjata ku ini !” Kata2 itu disusul dengan diputarnya Hong Liong pang, juga saling susul, dengan tipu2 silat “Ouw liong pa bwee,” - Naga hitam menggoyang ekor, “Giok lie touw so,”- Puteri kayangan menenun, dan “Giok tay wie yauw,”-Ikat pinggang kumala melibat pinggang. Samberan2nya toya istimewa itu pun perdengarkan suara angin yang keras.

Keder juga Hauw Thian Hoei atas serangan pembalasan Itu, walaupun ia bisa hindarkan diri nya. Ia lantas berlaku hati2 ketika ia melayani terus, tapi selang sepuluh jurus lebih, ia kena didesak, hingga ia lantas memikir untuk angkat kaki saja.

Justeru itu dari sebelah timur ada terdengar nyata suara ini “Na Loo Jie, kenapa kau tidak sayang membuang2 tenagamu untuk layani satu pecundang? Kau harus ketahui, meski kau menang pun, itu bukannya suatu kegagahan! Baiklah kau lepaskan dia kabur! Masih ada orang lain yang bakal bikin perhitungan kepadanya! Apakah dia kira dia masih punyakan pengharapan akan keluar dari Cap jie Lian hoan ouw?”

Suara itu ada asing bagi Na Hoo. Teranglah orang itu bukan dari pihaknya. Lantaran ia mencoba melirik kearah timur akan lihat orang itu, desakannya jadi kendor sendirinya.

Menggunakan ketika yang baik itu, Hauw Thian Hoei segera mencelat mundur satu tumbak lebih, setelah mana dia berlompat ke arah Tenggara. Tetapi mendadak dari arah selatan itu menyamber selembar genteng, yang menuju kekepalanya lekas2 ia mendek diri. Genteng itu lewat diatasan kepalanya. Menyusul serangan genteng itu, ia dengar seruan “Manusia rendah, sepak terjangmu sangat menjemukan! Tak dapat kau lolos secara begini saja!” Berbareng dengan kata2 itu, lagi selembar genteng datang menyamber.

Justeru itu Na Hoo telah berlompat menyusul, iapun dengar suara itu, dan lihat juga samberan genteng, yang dikelit oleh ketua Cin tiong Sam Niauw, maka ia ulur tangan kirinya akan samber genteng itu. Ia kenali suara itu adalah suaranya Ban Lioe Tong.

Sambil bersenyum ewah, Na Jie Hiap pandang Hauw Thian Hoei, siapa sedang menghampiri Ban Lioe Tong, yang ia terus serang dengan cambuk Kim sie Siauw kauw pian.

“Hei, kunyuk she Hauw!” Ay Kim Kong membentak. “Ban Loosoe kasi hormat padamu, aku Na Loo Jie tidak dapat mewakilkan untuk menyambutinya! Maka kau terimalah!”

Seruan ini ditutup dengan timpukan genteng tadi kebatok kepalanya Hauw Thian Hoei, disusul pula oleh sebuah Yan bwee piauw.

Hauw Thian Hoei bukannya seorang lemah, ia rasakan samberannya angin, maka itu sambil kaki kiri digeser, iapun mendek, hingga genteng lewat dan jatuh dengan berisik didekatnya. Tapi datangnya susulan lain membuat ia gugup lekas2 ia berkelit kekanan, sambil lompat melejit. Kali ini ia kalah sebat piauw telah samber juga atasan pundak kirinya dekat leher hingga dia sedikit terluka juga, piauwnya sendiri jatuh dengan berbunyi. Ia keluarkan napas lega, ia loncat lebih jauh akan angkat kaki.

Ban Lioe Tong lompat menyusul untuk mencegat jalan lawannya itu.

Didepan dicegat, dibelakang dikejar, Hauw Thian Hoei mengarti ia berada dalam bahaya, bahwa malam itu ia bakal rubuh, sedangpun kawannya rupanya lima tertahan dilain bagian. Dalam keadaan seperti itu, ia kertek gigi.

“Orang she Ban, kau berani hidangi aku?” ia berteriak. Ia kenali Siok beng Sin Ie. “Kau sambut ini!”

Ketua Cin tong Sam Niauw menyerang beruntun dengan sengitnya.

Lioe Tong, dengan entengi tubuhh, kelit sesuatu serangan.

“Hauw Thian Hoei,” kata ia sambil melayani, “aku si orang she Ban larang kau kabur dari jalan ini, kau tidak dengar kata, rupanya kau sudah bosen hidup!”

Baharu sekarang Ban Lioe Tong hunus pedang mustika Tee sat Cian liong kiam yang sinarnya berkeredepan, setelah letaki tangan kirinya diatasan senjata itu ia maju dengan penyerangannya dengan “Kie hoh siauw thian” atau “Angkat api untuk membakar langit.”

Na Hoo pun berlompat maju selagi Siok beng Sin Ie menyerang, akan tetapi ketika ia lihat Ban Lioe Tong menggunai pedangnya, ia lantas saja tertawa dingin, ia kata pada ketua Cin tiong Sam Niauw “Kunyuk she Hauw, malam ini aku hendak saksikan bagaimana kau terima pembalasanmu! Kau nanti coba merasakan bagaimana lezatnya senjata dari Kwie In Po!”

Sambil mengucap demikian, dari maju, Ay Kim Kong mundur pula, tapi ia ber jaga2 apabila musuh ini mencoba kabur.

Sulit untuk Hauw Thian Hoei angkat kaki, karena itu, ia jadi nekat, segera ia sambut Ban Lioe Tong. dari pedang siapa ia egoskan tubuh. Dengan kumpulkan kekuatannya, ia bikin Kim sie Siauw kauw pian lurus bagaikan toya, untuk dipakai menusuk ulu hati. Ban Lioe Tong ada sangat sabar, ia tunggu sampai ujung cambuk hampir sampai, baharu ia berkelit kekanan dari mana ia membarengi menyabet dengan senjatanya.

Hauw Thian Hoei yang namanya pernah menggemparkan dunia Hijau, tidak gampang2 senjatanya dapat ditabas kutung. Dengan lekas ia tarik pulang senjatanya. Ia berkelit kekiri sambil miringkan tubuh, dengan demikian cambuknya dapat diselamatkan. Tapa tak berhenti dengan hanya berkelit saja, meneruskan ditarik pulangnya senjata itu, ia membabat terus kebawah, kekakinya lawan. Iapun bikin gerakan “Koay bong hoan sin”, atau “Ular naga siluman membalik tubuh”.

Serangan ini ada berbahaya, akan tatapi Ban Iioe Tong dapat mengelaknya. Ia tolong diri sambil berlompat dengan kedua kakinya. ia menyingkir kekiri, dari mana berbareng dengan menaruh kaki, ia balas membabat dengan pedangnya, kepada senjata musuh yang luar biasa itu. Ini ada babatan “Pek ho liang cie” atau “Burung ho putih mementang sayap”.

Serangan Hauw Thian Hoei ada sangat cepat, tetapi balasan nya Ban Lioe Tong tidak kurang cepatnya, ketika ketua Cin tiong Sam Niauw lihat musuh lolos dan pedangnya menyamber, ia terkejut. Lekas2 ia tarik pulang Kim sie Siauw kauw pian, untuk menolongnya dari bencana. Sayang, ia masih kalah sebat.

Dengan satu suara beradu yang nyaring, Tee sat Cian liong kiam berhasil membikin kutung ujung Kim sie Siauw kauw pian kira2 setengah kaki, atas mana menceloslah hatinya Thian Hoei, ketika ia geraki kakinya, ia terpeleset, tidak ampun laga rubuh diatas genteng. Akan tetapi karena rubuhnya ini, berarti ia lolos dari bahaya. Ban Lioe Tong tidak mau mengerti, ia lompat untuk menyusul, akan teruskan kirim tikaman “Kim kee tauw leng” atau “Ayam emas geraki bulunya”. Ujung pedang menjurus kepada pundak kanan dari sang lawan.

Sedangnya Thian Hoei teran cam hebat, mendadak dari kiri dan kanan mereka ada teriakan berbareng “Awas!” Itu adalah tanda serangan gelap. Dua rupa senjata rahasia segera melesat kearah Siok beng Sin Ie.

Lioe Tong tidak sangka akan ada orang bokong padanya, untuk tolong ketua Cin tiong Sam Niauw. Serangan dari kiri ada sebatang kong piauw mengarah tangan kanannya, dan yang dari kanan, satu Wa bin Touw hong piauw, menuju keiga kiri. Keduanya menyambernya berbareng.

Hebatnya untuk Lioe Tong, justeru itu pedangnya sedang dipakai menyerang. Tapi ia mesti tolong diri. Maka ia teruskan pedangnya dikasi turun ke bawah, sedang untuk selamatkan iga, ia menyampok dengan tangan kiri pada senjata rahasia lawan, tubuhnya sendiri turut diegoskan sedikit. Karena ini, kedua senjata itu menyamber terus kearah Thian Hoei, hingga dia ini mesti buru2 turut berkelit.

Lioe Tong jadi sangat mendongkol, tanpa perdulikan penyerang2 gelapnya dikiri dan kanan, ia lanjutkan serangannya terhadap Hauw Thian Hoei, selagi ketua Cin tiong Sam Niauw repot menyelamatkan diri dari kedua piauw penolongnya. Bahna cepat nya tikaman dari ketua dari Kwie In Po, paha belakangnya Hauw Thian Hoei kena tertusuk.

Kaget dan sakit berbareng, Hauw Thian Hoei menjerit, tubuhnya terjatuh kedepan, maka lagi sekali ia rubuh terguling, terus tergelincir kebawah rumah. Sementara itu, sehabisnya Lioe Tong dibokong, terdengarlah suaranya Na Pek.

“Kawanan kunyuk, kamu main mengerubuti, maka aku si orang she Na tidak akan kasi kau berlalu dengan tangan kosong!”

Berbareng dengan suaranya Twie in Chioe itu, dua bayangan berlompat dikiri dan kanan yang disebelah kiri berlompat lebih dahulu, dan lebih jauh juga. Tapi si Tangan Kilat sangat cepat gerakannya, Yan bwee piauwnya melesat mengenai belakang paha kiri orang, atas mana, musuh itu rubuh terbanting hingga ia bikin pecah beberapa lembar genteng.

Twie in chioe tidak berhenti sampai disitu, ia loncat kekanan, kepada lawan yang membokong itu, justeru orang ini baharu saja kasi turun kakinya, belum sempat dia menaruh kaki dengan betul, bagaikan alap2, Na Pek sudah samber padanya, telak dia kena tertinju, tidak ampun lagi diapun terlempar lima enam tindak, terus rubuh dimulut payon.

Kawan2nya Hauw Thian Hoei itu adalah dua saudara angkatnya, ialah Coan thian Auw coe Lioe Seng dan Giok bin Sin siauw Yap Thian Lay. Yang terkena piauw adalah si orang she Yap, dan yang rubuh ditangan Twie in chioe ada si orang she Lioe. Jadinya semua tiga Cin tiong Sam Niauw telah berkumpul didalam Cap jie Lian hoan ouw.

Mereka ada orang2 kenamaan, meski juga mereka sudah kena dilukai atau dirubuhkan, masih mereka tidak hendak menyerah. Begitulah Lioe Seng, dengan satu lompatan “Lee hie ta teng,” atau ikan tambra meletik,” dia berlompat bangun untuk segera loncat turun, dengan niatan menyingkirkan diri. Ia baharu loncat, atau dari sebelah bawah ada bergerak satu bayangan, yang mencelat naik, hingga hampir mereka saling tabrak.

Lioe Seng merasa bahwa ia sukar lolos, karena mana dia jadi nekat, dia lantas ambil putusan, biarlah ia menjadi batu kumala yang hancur lebur daripada batu bata yang utuh. Dia ingin mati bersama2 orang yang loncat naik itu, yang ia sangka tentu adalah musuh yang hendak rintangi padanya. Ia kumpulkan tenaganya dikedua tangan, yang dipakai menyerang dengan berbareng.

Orang yang loncat naik itu belum sempat taruh kakinya diatas payon, jangankan menangkis, untuk berkelitpun dia tidak mampu, apa pula penyerangnya ada salah satu jago dari Cin tiong Sam Niauw. Tapi orang itu adalah Ay Kim Kong Na Hoo, satu jago kenamaan.

Selagi Lioe Tong rintangi Hauw Thian Hoei, Na Hoo lihat dua bayangan disebelah timur, yang lenyap dalam sekelebatan, hingga ia jadi terperanjat. Itu menandakan dua bayangan itu ada orang2 pandai. Karena ini, dengan cepat ia menyusul ke arah timur itu. Turun ditembok, ia merosot dengan “Pek hoe yoe ciang” atau “Cicak memain ditembok.” Disini tempat ada gelap. Maka ia bisa bergerak dengan leluasa. Dengan hati2 ia cari dua bayangan tadi.

Sebenarnya, didalam gedung semua orang telah ketahui datangnya orang jahat, akan tetapi tanpa titah dari ketua mereka, tidak ada satu diantaranya yang berani lancang keluar. Beda adalah itu beberapa tetua, yang dapat bergerak dengan merdeka.

Segera juga Na Hoo dapat tahu dimana sembunyinya dua bayangan tadi itu mereka itu naik dipayon untuk mendekam diatas nya tanpa orang gampang dapat lihat mereka. Jie Hiap kenali Ya p Thian Lay, maka ia duga yang lainnya tentu Lioe Seng ada nya. Dua orang itu dengan cerdik pisahkan diri dikedua ujung.

Terus Na Hoo berdiam sambil pasang matanya, ia tidak kuatir kan kawannya yang sedang bertempur diatas genteng itu, sebab sang kawan adalah Siok beng Sin Ie Ban Lioe Tong. Ia baharu muncul ketika dua penjahat itu membokong Lioe Tong, akan tetapi mereka itu dapat bagian dari Toa Hiap. Ketika ia loncat naik, ia berpapasan dengan Lioe Seng dan dia ini, dalam nekatnya, ambil putusan akan mati bersama.

Saking cepat gerakannya, Jie Hiap sampai terlebih dahulu diatas payon dimana ia segera taruh sebelah kakinya, ketika ia lihat orang hendak terjang padanya, ia kumpul tenaga disebelah kaki itu, lalu ia menggeser tubuh kesamping, dengan begini, ia lolos dari serbuan. Sebaliknya Lioe Seng, yang tubruk tempat kosong, terus saja dia jatuh kebawah, tanpa dia sanggup pertahankan diri lagi. Tapi juga Jie Hiap turut jatuh, tidak dapat ia tancap kaki diatas payon itu, hanya ia rubuh dengan kaki dibawah, rubuhnyapun lebih dahulu daripada Lioe Seng.

Coan thian Auw coe jatuh dengan kepala dibawah dan kaki diatas, apabila dia mengenai tanah, mesti kepalanya pecah atau remuk.

“Kau mampus, binatang!” berseru Na Hoo yang ia lihat bagaimana caranya orang jatuh. Ia lompat untuk menolak dengan keras selagi kepala si penjahat belum sampai pada tanah, karena mana, tubuhnya Lioe Seng terpental kekaki tembok, terbanting dengan keras.

“Nah, bangsat, kau beristirahatlah disini!” kata Na Hoo dengan ejekannya, lalu dia tertawa. Kemudian, dengan enjot diri ia lompat naik keatas payon. Pada waktu itu, Hauw Thian Hoei sedang dikejar Ban Lioe Tong. Dia cerdik, dia ingin loloskan diri dengan tipu muslihat “Bersuara di timur, menyerang di barat.” Ia gulingkan tubuh dipayon, dengan miringkan tubuh, ia cekal bawahan payon, sambil ayun tubuh ia mencelat kesebelah timur. Apa mau, Lioe Tong telah dapat candak padanya, pedang tabib itu sudah mengancam. Ia mengerti, sulit untuk meloloskan diri, dia bakal binasa ditangan orang Hoay Yang Pay ini atau akan tertawan pihak Hong Bwee Pang. Iapun sudah saksikan, Yap Thian Lay telah terluka ditangannya Na Pek. Ia sudah rubuh, ia malu sendirinya. Maka akhirnya ia jadi nekat.

“Orang she Ban, jangan kau keterlaluan!” ia berseru. “Kau harus ingat, Hauw Thian Hoei tidak punya permusuhan denganmu! Malam ini kami sudah datang kemari, itulah tidak bisa lain, karena kami mesti datang. Dimana hidup atau mati sudah ditakdirkan, baik, aku peserah!”

Setelah mengucap demikian, Ketua Cin tiong Sam Niauw ini serukan saudara2nya “Saudara2, jangan tunggu sampai kita terhina ditangan Boe Wie Yang, mari kita bereskan diri kita sendiri!” Lalu ia ayun Kim sie Siauw kauw pian, kearah kepalanya sendiri.

Hauw Thian Hoei anggap dia mesti mati, diapun telah gunakan tenaganya, tapi diluar sangkaannya, senjatanya itu ada yang tangkap untuk ditahan turunnya, lalu ia dengar suara orang berkata2 sambil tertawa pelahan.

“Sahabat, kau pernah menjadi satu jago, kenapa kau lakukan perbuatan hina seperti ini?”

Hauw Thian Hoei heran, ia buka kedua matanya. Kapan ia sudah lihat orang yang cegah ia mati, ia jadi terlebih heran pula. Orang itu bukannya Yan tiauw Siang Hiap, bukan Lioe Tong juga. Dia hanya ada seorang tua dengan, kumis jenggot ubanan, dan ia kenali orang tua itu adalah Hauw Tay, piauwsoe tua dari Shoatang Selatan.

“Eh, orang she Hauw,” ia lantas menegur. “Kita berdua tidak bermusuhan, kaupun ada satu she dengan aku, kenapa kau cegah aku habiskan diri sendiri? Kau mesti ketahui, Hauw Thian Hoei ada satu jago, dia gagal, dia lebih suka bereskan diri daripada mesti jatuh ditangannya Boe Wie Yang. Dengan cegah aku mati, tidak dapat aku lindungi nama baiknya Cin tiong Sam Niauw, karena itu, sekalipun sudah menjadi iblis, aku tidak puas terhadapmu. Kau lihat sendiri, dengan ini sudah dua kali aku rubuh ditangan Hoay Yang Pay, kami sudah habis daya, maka silahkan kau binasakan kami tiga saudara, dengan begitu kami akan bersyukur terhadapmu ”

Hauw Tay tertawa gelak2, ia lepaskan cekalannya pada senjata lawan.

“Sahabat, mari kita bicara,” katanya. “Aku bertindak atas namanya ketua kami, untuk cegah kau bunuh diri. Didalam gedung tetamu ini, melainkan kami yang orang boleh bokong dan bikin celaka, tetapi tidak kami yang bunuh orang disini! Sahabat, begitu rupa kau datang, begitu rupa juga kau berlalu, secara demikian, baharu terhitung kau sebagai satu jago. Jikalau kau lakukan perbuatan rendah, kau seperti tinggalkan bencana untuk lain orang dan tak dapat kami terima itu. Hauw Thian Hoei, jangan kau salah mengerti, sama sekali aku tidak hendak menghina kepadamu! Nah, sahabat, persilahkan!”

Hauw Thian Hoei bungkam atas perkataan itu. Inilah ia tidak pernah sangka. Sedangnya ia berdiam, dari arah utara terlihat mendatanginya dua bayangan cepat bagaikan angin, segeralah terlihat bahwa, mereka adalah Eng Jiauw Ong ketua Hoay Yang Pay, dan Coe In Am coe ketua See Gak Pay......

Eng Jiauw Ong telah cari Yauw Beng Long tiong Pauw Coe Wie, dari ujung timur utara ia pergi kebelakang kamar utara, disitu ia lihat berkelebat nya satu bayangan yang gesit luar biasa, bayangan mana pergi kebelakang tembok besar. Ia sedang mendongkol sekali, keras keinginannya akan dapat temui musuh besar itu ia sangka bayangan itu tentulah orang yang ia sedang cari itu, maka segera ia menegur “Sahabat, kau pelahan sedikit, aku Ong Too Liong hendak menghaturkan terima kasih buat senjata rahasiamu!”

Lantas ketua Hoay Yang Pay ini menyusul.

Bayangan itu nampaknya merandek sebentar, setelah itu, ia naik keatas tembok. Ia tidak menoleh untuk perlihatkan muka nya.

Ketika itu Eng Jiauw Ong sudah menyusul sampai diatas genteng dari belakang ruang thia, justeru ia sampai, dari muka thia, ia lihat berkelebatnya dua bayangan bayangan yang pertama menuju ketembok besar, bayangan yang belakangan, yang abu2 warnanya, menyekal sebatang pedang yang bergemirlapan cahayanya. Dia ini ternyata adalah Coe In Am coe.

Bayangan yang didepan itu, sesampainya diatas tembok sudah ayun sebelah tangannya, agaknya dia melepaskan senjata rahasia. Dia berdiri diantara jarak lima atau enam kaki dari bayangan yang Eng Jiauw Ong sedang kejar. Bayangan yang sedang di kejar ini, dengan terus membelakangi ketua Hoay Yang Pay, berkata kepada bayangan yang belakangan itu “Thong Lauw tee mundurlah, biar aku situa, bangka mencegat dibelakang!” Habis berkata, dari atas tembok besar itu, dia lompat pergi. Berbareng dengan itu, dari luar tembok ada menyamber banyak peluru panah.

Coe In Am coe sendiri sementara itu telah dekati Eng Jiauw Ong, siapa dengan lantas kata “Am coe, orang didepan itu mirip dengan Pauw Coe Wie, jangan kasi dia lolos!”

“Mungkin bukan,” sahut si niekouw tua.

Selagi Coe In Am coe menyahuti, Eng Jiauw Ong sudah lompat ketembok akan susul orang yang ia sangka musuhnya itu, hingga sekejab saja terpi sahnya ia dari orang itu hanya lima kaki kurang lebih. Ia mendek sedikit akan kumpul tenaga Eng jiauw lat, untuk siap menyerang. Tapi lebih dahulu ia menegur “Pauw Hiocoe, aku Ong Too Liong! Disini juga aku mohon pengajaran darimu!”

Teguran ini disusul sama gerakan lompat mendekati, untuk penyerangan “Sian jin cie lou,” atau “Dewa menunjukkan jalan,” tujuannya adalah totokan kepada jalan darah sam lie hiat. Ini ada serangan gertakan atau benar , kesudahannya akan bergantung kepada sikap pihak yang diserang. Eng Jiauw Ong mengancam secara demikian itu karena orang tetap tidak hendak perlihatkan mukanya kepadanya.

Disaat serangan hampir sampai serangan yang sedikitnya bakal bikin dia jatuh bayangan itu baharulah berkelit sambil memutar tubuh. Baharu sekarang terlihat wajah mukanya! Dia benar bukannya Hiocoe Pauw Coe Wie, dia hanya satu hiocoe lain dari Hok Sioe Tong, ialah Sam im Ciat hoe ciang Lo Gie, ayah dari Lie touwhoe Liok Cit Nio.

“Ong Loosoe, kau menaruh belas kasihan dengan tanganmu,” berkata orang she Lo ini. “Baik loosoe ketahui, bukanlah maksudku yang aku telah datang kegedung tetamu ini.” Meskipun dia mengucap demikian, Lo Hiocoe telah gerak2i kedua tangannya didepannya ketua Hoay Yang Pay itu. Eng Jiauw Ong heran berbareng terperanjat, karena segera ia insyaf, hiocoe itu justeru sangat terkenal dengan tangannya yang liehay, yang menyebabkan dia dapat julukannya Sam im Ciat hoe ciang atau Tangan Kematian. Ia lantas empos semangat nya untuk bersiap melindungi diri. Ia memang tahu hiocoe ini benar2 liehay, sedang dari keterangannya Tan Yong sudah ternyata, bagaimana dia ini rubuhkan perintang2nya.

Kedua pihak mulai saling menyerang. Eng Jiauw Ong segera rasakan dorongan angin yang keras, sampai ia mesti tancap kaki ditembok, karena mana, pasir kapur sampai gempur terjedak keras. Ia pun segera keluarkan ilmu Eng jiauw kang. Umumnya kedua pihak lebih banyak bela diri saja.

Belum pertempuran berjalan lama, Coe In Am coe sudah datang menyelak.

“Lo Hiocoe,” berkata pendeta wanita ini, “pinnie tahu liehaynya Sam im Ciat hoe ciang dari hiocoe, ilmu silat simpanan dari Hong Bwee Pang, meski begitu, ingin aku main2 sebentar. Melainkan, pada sebelum kita mulai, aku hendak omong dulu ”

Belum habis omongannya niekouw ini, Lo Gie, yang geser kakinya, telah memotong.

“Am coe, kejadian malam ini boleh dibilang bukannya niatku, hanya aku terpaksa. Mengenai Pauw Hiocoe, aku percaya pada saatnya dia akan bertemu juga dengan Am coe berdua. Aku sendiri, tidak ingin aku taruh kaki lebih lama pula dalam Cap jie Lian hoan ouw ini, aku ada punya cita2 lain, tak dapat aku berdiam lama2 disini, maka itu, lain waktu saja kita bertemu pula!” Ucapan ini disusul dengan gerakan tangannya didepan dada, kedua tangan terpentang. Itulah gerakan “Kim tiauw tian cie” atau “Garuda emas pentang sayap”.

Coe In dan Too Liong merasakan samberan angin dari tangan hiocoe itu, keduanya mendek dengan segera. Sebenarnya mereka niat maju menyerang, tetapi Lo Gie mendahului rapatkan kedua tangannya seraya dia berseru “Sampai ketemu pula!” lalu tubuhnya mencelat mundur, lenyap ditempat yang gelap.

Berbareng dengan itu, di Utara gedung tetamu, ada terdengar suitan saling susul, sedang dari luar jendela, anak panah menyamber2 hebat.

Kedua ciangboenjin ini segera maju, niatnya untuk lihat keadaan.

Baharu keduanya melongok, lantas dari depan dimana ada berbaris pohon2 cemara, ada menyorot apinya empat buah lentera Khong beng teng, menyusul mana, ada terdengar suara pemberitahuan “Siapa ada sahabat2 dari gedung tetamu, dipersilah kan kembali saja kedalam gedung, siapa melintas keluar, apabila ada terjadi sesuatu, harap jangan sesalkan kami!”

Setelah itu, lentera penyorot itu lenyap, sebagai gantinya, ke udara dilepaskan serentetan panah2.

Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe mundur. Mereka tahu pihak Hong Bwee Pang itu ada kandung maksud baik.

“Mari kita bersihkan dahulu gedung kita,” niekouw itu mengajak. “Kita perlu meneliti berbagai bagian tempat kita”.

“Baik, Am coe”, menyahut Ong Too Liong. Lantas dua orang ini mulai dengan perondaan mereka, hingga kebetulan sekali, mereka dapatkan ketua Cin tiong Sam Niauw, ialah Twie hong Tiat cie tiauw Hauw Thian Hoei, yang sudah putus asa dan nekat sedang berhadapan dengan Loo piauwsoe Hauw Tay. Lantas setelah piauwsoe itu beri keterangan, ketua Hoay Yang Pay berkata kepada jago dari Siamsay “Hauw Thian Hoei, apabila kami bicarakan tentang sepak terjangmu, malam ini tidak mestinya kami ijinkan kau keluar pula dari gedung tetamu ini, akan tetapi disini aku ada jadi tetamu, aku tidak mau lakukan apa2 yang bersifat keterlaluan. Kau datang dengan caramu yang tidak memakai aturan, akan tetapi kami, kami gunai cara2nya kaum kang ouw untuk mengantarkan kau pergi. Sahabat, semua tipu muslihatmu telah kami lihat sebagai juga benda ditelapakan tangan kami, maka tak usahlah kau tanya banyak terhadap kami! Sahabat, sekarang juga kami hendak antar kau keluar dari pintu depan!”

Hauw Thian Hoei hendak jawab ketua Hoay Yang Pay itu, ketika Twie in chioe Na Pek muncul dari antara tembok didepan, terus saja ia kata kepada ketua Cin tiong Sam Niauw “Orang she Hauw, ini adalah pertemuan kita yang ke tiga kali, maka jikalau dibelakang hari kau bertemu pula dengan aku, Na Loo Toa, jangan kau sesalkan aku!”

Bukan kepalang mendongkolnya jago Siamsay itu. Ia lemparkan Kim sie Siauw kauw pian.

“Orang she Na, kurangilah omonganmu yang tak keruan!” katanya dengan sengit. “Siapa menang, dia jadi raja, sekarang aku yang kalah, aku jadi bangsat! Maka jikalau kau coba menghina pula kepadaku, nanti aku keluarkan kata2 yang tak sedap didengar!” Kemudian, menghadapi Eng Jiauw Ong, ia tambahkan “Ong Too Liong, kau telah ketahui urusan kami, sekarang aku telah terluka, tak mungkin aku keluar pula dari dari Cap jie Lian hoan ouw ini, karena itu, baiklah kau bikin aku si orang she Hauw mendapat kepuasan!”

Itu artinya, ketua Cin tiong Sam Niauw minta dibinasakan saja.

“Jangan kau banyak bicara,” Eng Jiauw Ong jawab. “Kau telah cari kehinaanmu sendiri. Aku Ong Too Liong, omongan dan perbuatannya serupa saja, maka sahabat, persilahkan!”

Hauw Thian Hoei menyesal bukan main, ia mendongkol sekali. Ia tahu, ia memang tak akan lolos dari penghinaan. Ia jadi benci terhadap Sam im Ciat hoe ciang Lo Gie dan Ban San coe Thong In. Ia anggap mereka itu tidak kenal kehormatan kaum kang ouw, karena mereka sudah tinggalkan ia bertiga saudara ditempat berbahaya itu. Diapun insyaf, percuma untuk dia banyak omong pula. Maka ia kertek gigi “Beginilah nasibnya Hauw Thian Hoei! Nah, sampai ketemu pula!”

Setelah mengucap demikian, jago Siamsay ini lompat turun turi atas genteng. Ia terluka tapi gerakannya masih gesit, kakinya menginjak tanah tanpa suara.

Pada waktu itu, Giok bin Sin Hiauw Yap Thian Lay sedang di awasi, sedang Coan thian Auw coe Lioe Seng baharu sadar dari pingsannya. Thian Hoei lihat keadaannya kedua saudara angkat itu, ia menyesal bukan main, ia bersusah hati. Untuk banyak tahun Cin tiong Sam Niauw telah menjagoi, dengan Kim sie Hiauw kauw pian ia pernah rubuhkan jago2 yang kenamaan, siapa sangka sekarang mereka berjatuh ditangan orang lain, malah mereka mesti tundukkan kepala.

Lioe Seng ada seorang dengan tabeat keras, sekarang ia rubuh, iapun terluka parah, malah merekapun terkurung didalam Cap jie Lian hoan ouw, ia malu akan masih “mencuri hidup” didalam dunia. Ia mengawasi ketika ketuanya lompat turun menghampiri mereka.

“Toako, apakah kita masih memikir untuk keluar dari Cap jie Lian hoan ouw ini?” ia tanya.

Mukanya Hauw Thian Hoei pucat bagaikan kertas putih. Dengan dingin ia menjawab “Sekarang ini, kita ingin hidup tidak bisa, mau matipun tidak bisa, kita terserah kepada orang lain!”

Lioe Seng berbangkit sambil kertek giginya. Tapa tidak mampu bunuh diri, goloknya telah, disingkirkan oleh Yan tiauw Siang Hiap, dan disekitarnya ia telah dijaga keras.

Diakhirnya, Cin tiong Sam Niauw bertindak keluar.

Yan tiauw Siang Hiap bersama2 Ban Lioe Tong dan Lou lam Piauwsoe Hauw Tay, begitu juga kedua ciangboenjin, mengiringi ketiga jago itu dengan tetap waspada.

Selagi jalan, Lioe Seng dekati Hauw Thian Hoei. “Mungkin tak gampang kita lolos dari tangannya Boe

Wie Yang,” ia berbisik, “bukankah kita tak sudi dengan keadaan kita seperti sekarang ini? Baiklah siap dengan senjata rahasia kita! Selagi menghadapi kematian, kita mesti perlihatkan keliehayan kita terhadap mereka!”

“Ingatlah pendek!” kata sang kanda. Maksudnya supaya adik ini jangan bicara.

Ketika itu mereka sudah mendekati mulut pintu.

Ay Kim Kong Na Hoo telah bawa senjata Cin tiong Sam Niauw sesampainya mereka di ambang pintu, dari belakang ia menteriaki “He, saudara2, karena kau masih niat lakukan sesuatu, apabila kau tidak bekal senjata, mana itu bisa jadi? Aku Na Loo Jie hendak sempurnakan orang, maka saudara2, ambillah senjatamu ini masing2. supaya kau bisa bersiap sedia!”

Entah kapan ia kumpulkannya senjata2 itu.

Cin tiong Sam Niauw hentikan tindakan mereka.

“Na Loo Jie, terima kasih untuk kebaikan hatimu!” berkata Giok bin Sin siauw Yap Thian Lay, dengan menyengir. “Jikalau Cin tiong Sam Niauw sanggup hidup lewat malam ini, maka ketiga senjata ini mungkin kami antar kembali kepadamu! Na Jie Hiap, Cin tiong Sam Niauw tak bisa melupakan budi, urusan kita sampai kita mati baharulah habis! Na Jie Hiap, benar tidak kataku ini?”

Ay Kim Kong tertawa besar.

“Orang she Yap, kata2mu ini aku Na Loo jie suka sekali mendengarnya!” jawabnya. “Itu menandakan bahwa kau ada harganya untuk dijadikan sahabat! Aku harap kau bertiga saudara nanti bisa bertemu kembali denganku! Sekarang tidak ada omongan lainnya lagi, persilahkan!”

Selama mereka bicara itu, mereka telah sampai dimulut pintu. Diluar pekarangan, dengan saling susul terdengar suara gendewa mengaung tak putusnya.

Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe, yang beberapa tindak lagi sampai dipintu, berhentikan tindakannya.

“Sahabat2,” berkata ketua Koay Yang Yay, “aku Ong Too Liong ada punya perjanjian dengan Boe Pang coe, kami semua tak leluasa untuk keluar dari batas gedung tetamu ini, dari itu, aku tidak bisa antar kau lebih jauh pula.”

Cin tiong Sam Niauw memutar tubuh. Mereka insaf, inilah saat mereka yang paling genting. Ketiganya lantas angkat tangan mereka. “Jikalau begitu, kami permisi!” kata mereka.

Dengan menahan rasa sakit, bertiga saudara itu berloncat dengan berbareng akan melewati pintu terdepan dari gedung tetamu.

Eng Jiauw Ong beramai telah menyatakan bahwa mereka tak leluasa keluar dari gedung tetamu itu karena bisa menerbitkan gara2, akan tetapi mereka sangat ingin saksikan sepak terjangnya Boe Wie Yang terhadap Cin tiong Sam Niauw, dari itu, mereka tidak segera masuk kembali, mereka sebaliknya lalu mengintai.

Sesampainya dipekarangan luar dari gedung tetamu, Cin tiong Sam Niauw berdiri berbaris dengan sang ketua maju sedikit, dengan begitu, Yap Thian Lay dan Lioe Seng mengapit toakonya itu. Mereka telah siap dengan gegaman masing2.

Mereka telah berkeputusan akan nerobos keluar.

Baharu saja mereka berada diluar batas gedung, lantas didepan mereka, jauhnya empat lima tumbak, muncul enam buah lentera Khong beng teng, yang sorotannya menjuju kearah pintu sekali, kearah mereka, kemudian terdengarlah suara orang bicara, katanya “Cin tiong Sam Niauw yang telah dahar hati biruang dan nyali macan tutul, yang berani memasuki Cap jie Lian hoan ouw, yang lancang menyerbu gedung tetamu, disini Bin Hiocoe sudah menantikan sekian lama! Siapa kenal bahaya, marilah turut aku ke Thian Hong Tong, jikalau tidak, terpaksa kami mesti turun tangan!”

Mengetahui pihak perintang itu adalah Bin Tie, hiocoe dari Ceng Loan Tong, Hauw Thian Hoei kata dengan pelahan kepada dua saudaranya “Mari kita nerobos ke utara!” Yap Thian Lay dan Lioe Seng menurut, malah mereka lantas berlompat seperti toako itu. Baharu mereka lompat satu kali, lalu dari arah utara itu menyorot empat buah lentera Khong beng leng disusul dengan menyamber2 nya anak panah. Habis itu, terdengarlah teriakan “Orang she Hauw, Ouw Hiocoemu yang dapat titah dari Pang coe, sudah menantikan lama kepadamu! Jikalau kau memaksa hendak membandel, itu berarti kau cari kehinaan sendiri! Apakah kau masih tidak suka ikut kami?”

Cin tiong Sam Niauw mundur nambil mereka tangkis sesuatu anak panah, lantas mereka putar tujuan akan menyerbu kearah selatan. Akan tetapi, seperti dimuka dan utara, disinipun ada penjagaan sorotan lentera dan anak panah malah kekuatannya terlebih besar. Disini pencegat nya adalah Auwyang Siang Gee dari Thian Hong Tong.

Hauw Thian Hoei bingung. Ketiga hiocoe itu ada para hiocoe dari Lwee sam tong. Apabila mereka tidak terluka, mungkin mereka bisa andalkan ilmu enteng tubuh mereka akan lolos dari Cap jie Lian hoan ouw, tapi sekarang mereka terluka semua, penyerbuan mereka akan berarti mereka cari malu sendiri. Terpaksa mereka mundur pula.

Dengan tiba2 dari arah tengah terlihat pula sorotan api. Karena mirip ikan dalam jaring, mereka makin bingung. Mereka lantas mengawasi dengan tajam.

Lima tumbak didepan mereka, menyalalah lima buah obor begitupun belasan Khong beng teng, hingga tempat itu jadi terang sekali. Khong beng teng itu menyorot tidak berhentinya kearah tiga saudara itu. Kemudian, satu orang kelihatan lompat maju dan perdengarkan bentakan “Cin tong Sam Niauw, kau sudah masuk kedalam jaring, apa mungkin kau, hendak tunggu pihak kami turun tangan? Pangcoe kami sudah datang sendiri, apa masih kamu tidak hendak memohon keampunan? Apa yang kamu hendak tunggui lagi?”

Hauw Thian Hoei awasi orang yang bicara jumawa itu, yang dandanannya ringkas, sebelah tangannya menyekal sebuah bendera sulam persegi tiga, ia rasanya ingat akan orang ini adalah Cit tong soe Pheng Sioe San, yang ia pernah lihat dalam Thian Hong Tong. Kemudian ia tampak enam tujuh orang lain yang dikitari obor2, ditengah2 siapa adalah Thian lam It Souw Boe Wie Yang, si orang tua dari Selatan, ketua dari Kong Bwee Pang. Ketua ini diiringi berbagai hiocoe, antara siapa ada Auw yang Siang Gee.

Melihat rombongan itu, Hauw Thian Hoei jadi sangat gusar.

“Boe Wie Yang ada sangat kejam!” kata ia pada dua saudaranya. “Kita datang kemari bukan untuk dia tetapi dia hendak permainkan kita! Sekarang ini, selagi kita berada dipihak lemah, mari kita coba keluar dari Cap jie Lian hoan ouw! Selama gunung hijau masih ada, jangan kuatir kita kehabisan kayu bakar! Mari kita menyerbu!”

Selagi ketua Cin tiong Sam Niauw bicara, dari kejauhan terdengar beruntun suara suitan, mereka tidak perdulikan itu, lantas saja mereka bergerak. Mereka ambil kedudukan supaya tidak gampang dikepung musuh. Tapi mereka menghadapi bahaya besar. Sekarang ini anak2 panah justeru ditujukan langsung terhadap mereka yang turunnya bagaikan lebatnya hujan!

Cit tong Pheng Sioe San gusar, dia berseru “Cin tiong Sam Niauw yang bernyali besar, kamu berani tidak dengar nasihat Liong Tauw Pang coe, aku hendak lihat bagaimana kamu akan keluar dari Cap jie Lian hoan ouw !”

Setelah itu Pheng Sioe San balik menghampirkan ketuanya, yang berdiri antara pepohonan lebat, entah apa yang ia ucapkan terhadap ketua itu, Boe Wie Yang lantas geraki tangannya.

Menyusul tanda dari ketua ini, orang2 yang iringi padanya lantas saja pada mencelat mundur, lenyap ditempat gelap, sesudah mana, semua apipun dibikin padam. Boe Wie Yang sendiri tidak turut berlalu, ia cuma mundur kebelakang pepohonan.

Belum terlalu lama, berisiklah terdengar suara2 bentakan dan saling memaki, jauh dan dekat, disusul suara nyaring dari bentrokan senjata2. Diantara sisa cahaya rembulan yang suram, kadang2 terlihat berkelebatnya senjata2 tajam.

Rupanya Cin tiong Sam Niauw telah lakukan perlawanan seru, dalam luka2 mereka paksakan diri mengumpul tenaga, tetapi orang2 Hong Bwee Pang dapat rintangi serbuan2 mereka untuk nerobos keluar, dengan kesudahan mereka kena dipukul balik. Kemudian lagi, dengan samar2 Eng Jiauw Ong beramai dengar dua kali jeritan yang mengerikan.

Segera juga, sang malam menjadi sunyi, menjadi seram agaknya.

Setelah pertempuran sampai diakhirnya, cahaya api yang terang telah bikin muka rimba jadi seperti siang.

“Am coe,” kata Eng Jiauw Ong pada ketua See Gak Pay, yang berada disampingnya, “rupanya Cin tiong Sam Niauw telah nampak kegagalan ”

“Tidak hanya gagal, binatang2 itu pun antarkan jiwanya!” sahut satu suara dari samping selagi pendeta perempuan yang ditanya belum sempat memberikan jawabannya.

Semua orang menoleh, mereka lihat Twie in chioe Na Pek. “Ah, soeheng, apa mungkin kau pergi menonton kejadian hebat itu?” Eng Jiauw Ong tanya.

“Keramaian demikian dahsyat tidak hendak disaksikan, kemana lagi hendak cari keduanya?” Na Tek baliki sambil tertawa. “Hauw Thian Hoei, si kunyuk bangkotan, tidak rabah tulang iganya sendiri, dia ber cita2 untuk ganggu kita, dia tidak tahu, disebelahnya dia tak mampu cabut sekalipun selembar rambut kita, dia telah main gila di Cap jie Lian hoan ouw, tempat yang penting ini yikalau dia sampai diijinkan malang melintang disini, sungguh Boe Wie Yang telah runtuh sendirinya! Rupanya yang datang kemari tidak cuma Cin tiong Sam Niauw tentu ada juga orang lain ialah dua orang yang turut mengantarkan jiwa! Dari dua orang ini, rupanya satu bisa lolos, akan tetapi belum tentu dia bisa ke luar dari Hoen coei kwan. Lihat disana, ciangboen jin, kawanan kunyuk itu sedang digotong datang! ”

Na Pek menunjuk dan semua mang menoleh.

Jauh ditempat gelap, samar2 tertampak digotongnya empat orang, dibawa kemuka rimba dimana ada cahaya api terang . Memang, kecuali tiga tubuh dari Cin tiong Sam Niauw, ada lagi satu tubuh lain yang ringkas pakaian nya.

Lentera dan obor ada demikian banyak, cahayanya sampai dimuka gedung tetamu, bagaikan siang saja. Disana kelihatan Boe Wie Yang, yang sedang berikan titah2. Empat tubuh yang digotong dibawa kedepan ketua Hong Bwee Pang ini.

Waktu itu, suasana ada sangat sunyi. Orang2 Hong Bwee Pang telah berkumpul, kecuali tukang2 panah, yang kembali ke tempat penjagaan mereka. Cuma jauh diarah barat selatan, masih terdengar suara2 suitan.

Liong Tauw Pang coe bicara kepada kedua hiocoe dari Ceng Loan Tong dan Kim Tiauw Tong, setelah itu, ia mengibas dengan tangannya, ia perdengarkan suaranya yang keren “Kawanan pit hoe tidak tahu malu ini, jikalau mereka diantap disini, bisa menyebabkan timbulnya malapetaka dikemudian hari, dari itu antarlah mereka ke Lauw liong kauw, supaya mereka tidak mengotorkan Cap jie Lian hoan ouw!”

Titah itu dapat jawaban segera, tubuhnya Cin tiong Sam Niauw sudah lantas diangkat pergi, tetapi kawannya, yang terluka, atas titahnya hiocoe dari Ceng Loan Tong, digotong kejalanan berpohon cemara dari Thian Hong Tong.

Setelah menyaksikan semua itu, Eng Jiauw Ong beramai menduga bahwa bencana bagi Cap jie Lian hoan ouw belum terbasmi semua. Bukankah Pauw Coe Wie masih belum tertampak mata hidungnya, dan Lo Gie tak tolongi Cin tiong Sam Niauw? Adalah mengagumkan yang Sam im Ciat hoe ciang masih tetap bisa berdiam dengan merdeka didalam Cap jie Lian hoan ouw, meskipun benar dia ada bekas hiocoe dari Hok Sioe Tong.

“Mari kita undurkan diri,” kemudian Eng Jiauw Ong kata kepada Coe In Am coe. “Sekarang ini tentulah Cin tiong Sam Niauw telah dibereskan.”

Coe In Am coe setuju, akan tetapi belum sempat mereka memutar tubuh, kelihatan Boe Wie Yang dan pengiring2nya bertindak kearah gedung tetamu, setelah terpisah dua tumbak dari gedung, dia berhentikan tindakannya, dari jauh2 dia rangkap kedua tangan nya memberi hormat.

“Ong Loosoe, Coe In Thaysoe!” berkata ia, “aku sangat malu dan menyesal karena tidak sempurnanya penjagaan kami malam ini, hingga orang2 luar bisa datang mengganggu. Sekarang sudah jauh malam, tidak leluasa untuk aku masuk kedalam gedung, dari itu, besok saja di Ceng Giap San chung aku nanti haturkan maafku ”

Baharu ketua Hong Bwee Pang tutup mulutnya atau disamping selatan, diantara pepohonan, ada terdengar suara berkeresekannya cabang2 dan daunnya, menyusul itu melesat turun satu bayangan hitam seperti burung terbang menyamber. Bayangan ini turun ditempat yang kosong, lantas dia memutar tubuh, satu kali lagi dia melesat lompatnya tinggi ketika dia injak tanah, lagi2 dia berlompat pula, dengan lompatan “Yan coe coan in,” atau “Burung walet tembusi mega.” Dia telah lompat naik keatas pohon dimana sebentar kemudian, tubuhnya lenyap.

Nampaknya Boe Wie Yang terperanjat dengan aksinya bayangan itu.

Bayangan tersebut sudah lenyap, akan tetapi pohon dimana tadi orang itu taruh kaki, masih bergoyang2. Justeru itu diarah barat, dekat tempat si bayangan lenyap, dari antara pepohonan ada loncat turun satu tubuh lain, yang terus saja berlari2 kearah Boe Wie Yang.

Ketua Hong Bwee Pang itu undurkan diri, dilain pihak kedua hiocoe disampingnya lantas maju kedepan, malah satu diantara nya, yaitu Ouw Hiocoe, sudah lantas menegur “Auwyang Soeheng disitu?”

Orang yang ditegur itu berhenti berlari, dia berdiri diam, maka Boe Pang coe lantas kenali dia adalah Auwyang Siang Gee, ketua dari Thian Hong Tong. Hanya herannya, diantara terangnya api, tertampak telah lenyap ketenangannya hiocoe ini, mukanya pun pucat biru, agaknya dia berkuatir.

Tidak tunggu sampai ia ditanya lebih dahulu, hiocoe dari Thian Hong Tong itu menjura kepada ketuanya seraya berkata “Poen co telah susul Lo Gie dan Thong In sampai dijurang Cian tiang pin, mereka itu telah lakukan perlawanan keras. Memang, sembari menyusul, poen co sudah kirim warta kepada penjaga2 disana untuk mereka siap sedia dengan panah, supaya mereka menyerang tanpa ragu2. Dua kali dua orang itu menerjang penjagaan kita, kedua2 kalinya gagal, karenanya, mereka memecah diri. Poenco duga, Ban san coe Thong In berontak sebab bujukan dan de sakannya Lo Gie dan Pauw Coe Wie, bolehlah dia dikasi maaf tapi dia tak menyesal, dari itu poenco susul padanya. Beberapa kali dia menyerang dengan senjata rahasia, hampir poenco dapat celaka. Tadi dia kabur sampai kedekat gedung tetamu ini, lantas dia lenyap. Poenco menyesal untuk kegagalan ini ”

CXXII

Boe Wie Yang gusar sekali mendengar lapuran itu. “Dengan   perbuatannya   itu,   Lo   Cie   beramai   harus

dibinasakan!” kata ketua ini dengan keras. “Aku hendak

lihat bagaimana benar adanya kekuatan mereka! Pauw Coe Wie tidak perlihatkan diri, tapi tentunya dia telah kembali kesini! Aku ingin saksikan lebih jauh sepak terjang mereka, aku ingin ketahui, akhirnya manjangan akan terbinasa ditangan siapa!”

Kata kata ketua ini ditimpali dengan satu suara keras dipohon dimana tadi sibayangan tak dikenal lenyap, lalu sunyi pula.

“Bagus.” Boe Wie Yang berkata seraya perdengarkan suara di hidung. “Kamu telah datang kemari untuk mengacau dan satrukan aku. Ingin sekali aku saksikan bagaimana mereka berdua dapat molos dari Cap jie Lian hoan ouw.” Lalu ia tambahkan kepada Bin Tie dan Ouw Giok Seng “Jiewie hiantee, pergi lekas ke Cian tiang pin, ke Poan san to untuk perkuat penjagaan disana, aku percaya, dua manusia durhaka itu pasti akan mencoba meloloskan diri dari sana. Auwyang Hiantee, mari!”

Lantas ketua itu dan tiga hiocoe, dalam rupa empat bayangan, dengan pesat sekali pencarkan diri, lenyap ditempat gelap. Tujuan mereka berempat adalah tiga jurusan.

Semua pengiring lainnya sudah lantas sembunyikan diri, lentera dan obor dipadamkan, hingga muka gedung tetamu itu jadi gelap dan sunyi.

“Sekarang dapatlah kita beristirahat dengan tenang,” kata Eng Jiauw Ong. “Dimana yang turun tangan semua ada pemimpin2 tertinggi dari Hong Bwee Pang, kita boleh tak usah kuatirkan apa lagi.”

Sedangnya sang ketua mengucap demikian, Na Pek buat main tangannya dan ngoce sendirian “Sam im Ciat hoe ciang Lo Gie benar2 satu orang kang ouw liehay, sayang aku si Na Loo Toa tidak dapat ketika untuk main2 kepadanya, sungguh tak menggembirakan ”

Tapi mendengar itu, Na Hoo tertawa dingin.

“Walaupun tua bangka itu demikian gagah, dia toh punyakan satu anak sebagai Lie touw hoe yang sangat memalukan! Lenyaplah nama baiknya! Sayang kita telah bikin perempuan itu lolos, jikalau tidak, bolehlah dia dibawa menghadap ayahnya itu!”

Eng Jiauw Ong bersenyum, ia tidak bilang suatu apa.

Mereka menuju kethia, tapi dimuka tangga mereka telah di sambut dengan obor dipasang terang2. Semua orang taat, tidak ada satu yang berani keluar dari gedung kendatipun suasana diluar ada hebat. Adalah setelah ketuanya kembali, baharulah orang keluar untuk menyambut nya. Mereka itu dikepalai oleh Khoe Beng Tiongcioe Kiam kek seorang yang terus rebah dipembaringannya, dia masih mendongkol terhadap Na Pek, walaupun Khoe Beng telah hiburkan padanya. Lioe Hong Coen adalah yang nyalakan semua penerangan, yang tadi dipadamkan.

“Baik juga hasilnya?” Khoe Beng tanya. Eng Jiauw Ong menganggut.

“Orang2 jahat boleh liehay akan tetapi kita sudah bersiap sedia,” ia menjawab. “Disebelah kita juga pihak tuan rumah sudah berjaga jaga, mereka sudah memasang jaring, hingga percuma saja sepak terjangnya pengacau2 berbahaya itu. Sayang Cin tiong Sam Niauw, sudah jadi pecundang, hati mereka masih besar, mereka bertindak sembrono, mereka kena dipincuk Lo Gie dan Pauw Coe Wie. Sekarang habislah lelakon mereka, bersama nama besar mereka dalam kalangan Rimba Hijau ”

Setelah duduk, Eng Jiauw Ong jelaskan duduknya kejadian.

“Na Loosoe,” kata Coe In kemudian kepada Yan tiauw Siang Hiap, “tentu loosoe berdua menyesal karena tadi tak dapat jiewie main2 dengan musuh kita ”

Na Hoo sedang bicara kepada Ban Lioe Tong, ia cuma manggut terhadap niekouw itu. Tapi Na Pek, yang lirik si pendeta perempuan, tertawa dingin dan berkata “Memang benar Am coe, menyesal sekali aku tak bisa bertempur dengan Lo Gie dan Pauw Coe Wie. Akupun menyesal sekali karena ketua kita larang kami keluar dari gedung ini. Am coe tentu tertawakan kita karena nama Na sie Tee heng dari Coe cioe telah dibikin merosot ” Coe In melirik pada Ong Too Liong, dia itu bersama Khoe Beng sedang bicara dengan asyiknya. Kemudian Coe In pandang pula Na Hoo.

“Loosoe, tidak nanti pin nie bersikap seperti katamu,” dia bilang. “Kita sama2 mendatangi Cap jie Lian hoan ouw, kita seperti menaiki sebuah perahu, maka, terhormat atau terhina, kita mesti sama sama merasainya. Bukankah kitapun ada sahabat2 lama? Pinnie ada seorang suci, tetapi dalam keadaan seperti sekarang ini, tak dapat pinnie lepaskan semua keduniawian. Marilah kita bekerja sama2 Ya, loosoe, bagaimana anggapanmu tentang ketiga hiocoe dari Lwee Sam Tong tentang boegee dan sifatnya?”

“Dimataku, Na Loo Toa, Auwyang Siang Gee boleh dipandang sebagai lawan tanggu,” kata Na Pek, dengan roman tak puas. “Kalau Ouw Giok Seng dan Bin Tie, aku tidak pandang sama sekali.”

Coe In Am coe bersenyum. “Nampaknya loosoe beranggapan secara sederhana sekali,” berkata pendeta ini. “Dimataku, keadaan disini sangat mencurigai. Cin tiong Sam Niauw dapat ditangkap tanpa banyak susah, tidak demikian dengan Lo Gie dan Pauw Coe Wie. Bukankah mereka ini adalah orang2 dalam yang mengetahui baik isi sarangnya? Aku kuatir Boe Wie Yang sedang mengacaukan pemandangan kita. Aku kuatir disini masih ada mengeram lain2 orang yang liehay, yang baharu muncul besok di Ceng Giap San chung. Loosoe menyesal tak dapat hadapi Lo Gie dan Pauw Coe Wie, siapa tahu bila besok kau nanti mendapat ketika akan bertemu dengan mereka? Menurut pendapat pinnie, kita harus menaruh perhatian penuh terhadap pertemuan besok di Ceng Giap San chung.”

“Harap Am coe tidak terlalu bercuriga,” kata Twie in chioe, yang tidak setujui pandangan niekouw ini. “Aku telah berkelana seumur hidupku, mustahil aku tidak memikir berat dan enteng? Am coe memang berpemandangan luas, aku percaya Am coe dapat melihat sesuatu, melainkan aku, adat tabeatku sukar diubah, aku bandel dan kukuh. Aku merasa, perangaiku telah berubah, tapi ada saatnya, tak bisa aku tenangkan diri. Am coe bilang, disini ada lain orang pandai, kalau benar, tidak kecewa perjalananku kemari, memang ingin aku menemui orang2 demikian.”

Kembali Coe In cuma bersenyum, sekali ini ia bungkam. Tiba2 ada berkelebat cahaya api dijendela, Ban Lioe

Tong lantas berbangkit akan pentang pintu thia, maka itu nyata terlihat diarah selatan gedung tetamu ini, ada api berkobar tinggi, sedang suara suitan saling sambut disana sini. Nampaknya keadaan ada kacau sekali. Rupanya kaum pengkhianat masih belum mundur dari Cap jie Lian hoan ouw.

“Soeheng, rupanya pihak Lo benar2 sukar dibasmi,” kata Siok beng Sin Ie kepada Eng Jiauw Ong. “Sampai sekarang mereka masih bertarung. Entah apa yang dibakar itu, rupanya hebat juga.”

Eng Jiauw Ong beramai turut melongok dipintu, antaranya ada yang menghela napas.

Itu waktu sudah lewat jam empat.

“Sekarang mari kita beristirahat,” sang ketua kemudian mengajak. “Tempo mengaso kita tinggal satu jam lagi. Belum pasti Boe Wie Yang bisa tetapkan janji besok tapi perlu kita menjaga diri.”

“Ya, mari kita beristirahat,” Khoe Beng pun mengajak. “Aku percaya, pihak kita tidak bakal mengalami gangguan lagi.” “Memang, kalau orang ada niat apa2, itu tentu akan dilakukan lain hari,” Lioe Tong pun bilang.

Coe In pandang Eng Jiauw Ong “Silahkan soeheng beramai beristirahat,” kata dia. “Pinnie hendak tengok murid2ku, segera pinnie akan kembali.”

Sehabis berkata, Coe In bertindak keluar thia.

Api kebakaran masih belum padam, suitan masih terdengar terus.

Beberapa penjaga tetap meronda diluar pekarangan gedung, mereka tidak berani masuk walaupun setindak saja.

Eng Jiauw Ong juga pergi lihat semua orang dari rombongannya, kemudian ia ketemui Coe In Am coe, yang baharu saja kontrol murid2nya. Pendeta ini dekati ketua itu.

“Ada satu hal yang pinnie hendak minta perhatian soeheng.”

Eng Jiauw Ong heran. Belum pernah niekouw ini bersikap demikian.

“Apakah itu, Am coe?” tanya ia sambil ia berhentikan tindakannya.

“Pinnie lihat Na Toa Hiap ada terlalu bernapsu,” sahut pendeta ini. “Sebenarnya tidak seharusnya dia datang ke Cap jie Lian hoan ouw. Pada wajahnya ada sinar suram, pinnie kuatir dia bakal alami kesukaran. Cap jie Lian hoan ouw ini penuh rahasia tapi Na Toa Hiap pandang keliwat enteng. Yan tiauw Siang Hiap ada orang2 Hoay Yang Pay yang kenamaan, dalam kalangan kang ouw namanya sangat termasyhur, kalau disini mereka nampak kegagalan, tidak saja nama mereka bakal rusak, kedua kaum kitapun turut mendapat malu. Tadi pinnie coba geser perhatiannya, dia nampaknya tetap sama pandangannya sendiri. Maka, Ong Soeheng, besok di Ceng Giap San chung, tolong kau awasi padanya dan mesti dicegah tindakannya yang sembrono.”

Eng Jiauw Ong manggut. Ia percaya niekouw ini yang ia memang pandang tinggi.

“Memang demikian tabeatnya Yan tiauw Siang Hiap,” ia bilang.

“Aku berterima kasih kepada Am coe. Hal ini sebenarnya sulit sekali. Na Soeheng sukar dicegah, atau dia nanti jadi gusar, kalau sampai terjadi demikian, aku kuatirkan akibatnya yang tidak menyenangkan kita ”

“Pinnie pun belum tahu dia dapat dicegah atau tidak, inilah takdir,” berkata pula Coe In Am coe. “Tapi manusia boleh berdaya, siapa tahu kita akan berhasil? Mari kita berdaya untuk tolong dia, kemudian terserah kepada nasib ”

Sampai disitu, keduanya masuk kethia, akan lihat semua orang sudah mulai beristirahat, dua saudara Na pun sedang bersamedhi. Cuma Ban Lioe Tong dan Khoe Beng masih bicara seperti berbisik.

Coe In turunkan pedangnya dan rapikan jubanya, sesudah mana, ia duduk menenteramkan diri, didepannya Eng Jiauw Ong sudah duduk bersila.

Kedua ketua ini tidak dapat tenangkan diri, mereka pikirkan hari esok. Coe In pikirkan keselamatannya Kan In Tong dan anak buahnya dari Soe Soei, yang oleh To Cie Taysoe, seperti di serahkan kepadanya. Beberapa kali ia lirik semua orang, ia pun awasi pedangnya. Ia insyaf, benar2 ia mesti mengandal pada pedangnya, pada mutiaranya senjata rahasia Soe boen Cit poo coe.

Selama itu, sang tempo merayap lewat, hingga tahu2 sinar fajar mulai tertampak di Timur. Api yang berkobar sudah mulai sirap, suara suitanpun mulai berkurang. Rupanya, kekacauan masih belum sirap anteronya.

Segera juga orang bergantian berbangkit, semua memikir untuk sebentar pergi ke Ceng Giap San chung. Karena tetamu2 semua sudah bangun, pelayan2pun muncul akan melayani mereka.

Pemimpin pelayan tetap Tan Yong, sikapnya sama seperti kemarinnya, hanya mukanya tertampak agak pucat, suatu tanda tadi malam ia telah bekerja banyak. Ia melayani dengan manis budi dan cepat.

Habis minum teh, ada datang pemberian tahu perihal kedatangan ketiga hiocoe dari Lwee Sam Tong, yang hendak menyambut pihak tetamu ke Ceng Giap San Chun. Sebagai ketua, Eng Jiauw Ong dan Coe In lantas keluar.

Auwyang Siang Gee dari Thian Hong Tong, Bin Tie dari Ceng Loan Tong dan Ouw Giok Seng dari Kim Tiauw Tong, dandan dengan rapi, wajah mereka tersungging senyuman. Mereka mengunjuk hormat sambil menjura,

“Ong Loosoe, Am coe, atas nama Boe Pang coe kami undang jiewie beramai untuk mengunjungi Ceng Giap San Cung,” kata Auwyang Siang . “Segala perlakuan kami yang kurang hormat, harap jiewie maafkan.”

Kembali ketiganya menjura.

“Jangan sungkan, hiocoe,” balas hormat Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe. “Kedatangan kami ini justeru sangat mengganggu, kami merasa tak enak sendiri. Silahkan masuk!”

Ketiga hiocoe itu mengucap terima kasih, mereka masuk ke dalam untuk menemui tetamu2 lain nya. Yan tiauw Siang Hiap menemui tiga hiocoe itu tapi mereka tidak mengucap apa2. “Jumlah kami ada terlalu banyak,” kata Eng Jiauw Ong kemudian. “ Aku memikir untuk mengajak beberapa saudara sayda guna melihat keindahan Ceng Giap San chung, yang lainnya boleh tak usah turut.”

“Harap loosoe tidak mengucap demikian,” berkata Bin Tie. “Semua anggauta rombongan loosoe ada orang2 yang pihak kami sangat hargai, di Ceng Giap San chung telah berkumpul semua orang pihak kami, dari itu harap jangan ada dari pihak loosoe yang tidak hadir. Ong Loosoe, mari kita berangkat bersama.”

“Boe Pangcoe dan samwie hiocoe begini baik budi, jangan kita menampik lebih jauh,” Coe In turut bicara. “Karena Boe Pangcoe sudah menantikan, mari kita berangkat.”

Waktu itu muncul satu cit tong soe serta empat pembantu nya, mereka membawa datang semua senjatanya pihak tetamu.

Atas itu Auwyang Siang Gee kata pada kedua ketua tetamu “Boe Pangcoe pun pesan, semua tetamu boleh bawa masing2 senjatanya, karena dalam hal kita, kedua pihak tidak usah sungkan lagi. Pertemuan di Ceng Giap San chung ini mungkin ada pertemuan pertempuran persahabatan, dari itu, diantara kita janganlah sampai terbit salah faham.”

Coe In dan Eng Jiauw Ong baharu hendak menyahuti, atau Na Toa Hiap sambil tertawa dingin, sudah mendahului “Memang Boe Pangcoe baik sekali terhadap kita, yang dia kuatir nanti kena dirugikan, hingga dia telah antarkan senjata kita, supaya kita dapat bergerak dengan leluasa. Untuk itu kami sangat bersyukur!”

Perkataan Toa Hiap membuat likat tiga hiocoe itu. “Saudara Na, kami ini paling gemar berguyon,” Eng Jiauw Ong kata dengan cepat, sambil tertawa. “Harap samwie hiocoe tidak salah paham.”

Auwyang Siang Gee ,dengan sungguh , lantas berkata “Didalam Cap jie Lian hoan ouw ini, kita semua sangat dibatasi oleh berbagai aturan, karenanya, tak dapat aku mengatakan suatu apa. Sekarang mari kita berangkat.”

Waktu itu orang telah mulai membagi bagi senjata masing2. Mereka itu umumnya menganggap, sikapnya Boe Wie Yang adalah suatu tantangan, bahwa pertemuan di Ceng Giap San chung bakal di putuskan dengan jalan angkat senjata. Setelah itu, mereka mulai berbaris menurut runtunan.

“Mari kita berangkat,” mengajak Coe In dan Eng Jiauw Ong, apabila mereka lihat semua telah siap.

“Mari, coe wie!” berkata Auwyang Siang Gee bertiga.

Diluar gedung tetamu sudah ada rombongan penyambut yang mengiringi ketiga hiocoe, diantara nya ada heng tong, cit tong dari Lwee Sam Tong, mereka itu berbaris rapi dikiri dan kanan jalanan, dimana juga ada berjaga jaga rapi sejumlah pengawal, diwaktu pihak tetamu lewat, mereka ini mengunjuk hormat.

Orang jalan terus melewati Houw see tin dan jalanan yang terapit pohon cemara, disini pun ada pengawal2, tapi tak ada yang bekal senjata.

Tidak lama, sampailah rombongan ini di Thian Hong Tong, lalu membiluk ke barat dimana lantas tertampak banyak rumah gubuk dengan pohon2 bunga dan rumput, dimana pun ada kedapatan banyak pohon pek dan siong yang tua, besar dan tinggi. Orang telah jalan kira2 setengah lie jauhnya, masih orang lihat bidang luas yang penuh dengan pepohonan siong dan pek itu. Melihat keadaan, mengetahui Hong Bwee Pang ini dibangunkan baharu belasan tahun, bisa dimengerti, tempat ini ada tempat sewajarnya yang bagus, yang dapat diketemukan oleh Boe Wie Yang, dimana didirikan Ceng Giap San chung, kampung “Usaha Bersih,” satu nama istimewa untuk sarang kaum kangouw ini. Setelah hampir sampai, baharu orang lihat jalanan yang lebar, terapit pepohonan, sedang disebelah depan ada tergelar sawah2 dan kebun sayur. Habis ini baharulah san chung, kampung yang dikunjungi itu. Disini tidak terlihat rumah besar seperti Gwa Sam Tong, yang ada yalan rumah2 kaum tani, rumah2 atap dengan jendela bambu. Perbedaan yang nyata dari rumah2 petani umum adalah rumah disini besar dan tinggi dan terawat bersih. Pekarangan yang luas dikurung pagar bambu halus dan hijau. Sungguh menyenangkan akan menyaksikan kampung ini.

Segera juga terdengar suara dari papan in poan, yang ditabu nyaring beberapa kali, lalu muncul tuan rumah. Itulah Boe Wie Yang serta rombongan hiocoe dari Hok Sioe Tong. Eng Jiauw Ong beramai cepatkan tindakan nya, hingga begitu datang dekat, kedua pihak saling memberi hormat.

“Loosoe beramai sudi memberi pengajaran, bagaimana beruntung adanya aku si orang she Boe,” kata Boe Wie Yang. “Tentang penyambutan dan perlayanan kita yang kurang hormat, harap dima’afkan saja.”

“Jangan sungkan, Boe Pangcoe,” berkata Eng Jiauw Ong “Adalah kami, yang datang mengganggu, yang merasa tak enak hati, tapi kami merasa sangat bersukur sebab kami telah diberikan kehormatan dengan diundang kemari.” Diantara pengiringnya rombongan Boe Pang coe ada dari pihak Lwee Sam Tong juga, yang semua berdiri berbaris di pinggiran.

Setelah penyambutan dimuka ini. Boe Wie Yang minggir, untuk persilahkan semua tetamu masuk, supaya kami bisa saksikan keadaan dalam dari san chung yang kesohor indah.

“Persilahkan, Am coe,” Boe Wie Yang mengundang pula. “Sebenarnya tempatku ini ada satu tempat kecil.”

Sekarang orang memasuki san chung, yang permai seperti tempat dewa dimana ada kedapatan banyak pohon yangliu dan bunga, dimana burung2 pada bernyanyi cecowetan. Tempat itu demikian nyaman, coba mereka bukan datang untuk “bikin perhitungan,” mereka akan menduga bahwa Boe Wie Yang adalah sasterawan yang mengundurkan diri dar penghidupan umum.

Sembari memandang gunung, sawah2 dan rumah orang tani, rombongan ini lewati sebuah kali kecil dengan jembatan bambu, satu satu barisan pagar bambu hijau, kemudian, setelah memasuki pintu pekarangan, mereka lihat sebuah gunung2an yang tinggi diatas mana ada berdiri paseban tutup atap. Itulah gunung bikinan tapi luas belasan bauw. Ini ada gunung yang alingi sanchung, dan untuk lewati gunung, disitu ada kedapatan dua buah terowongan.

Boe Pang coe ajak tetamunya jalan diterowongan kiri.

Tembus dilain bagian, dibelakang gunung2an itu, terlihat tegalan yang hijau dengan sebaris2 pohon yanglioe yang merupakan rimba. Jalanan diampar batu kecil. Kira kira setengah panahan dari situ ada sebuah rumah terbagi tujuh ruang, semua pintu dan jendelanya terbuat dari kayu, semua tanpa dicat, semua sangat sederhana. Cuma semua jendela ada terututup rapat. Boe Wie Yang ajak semua tetamu jalan mutar kebelakang, dimana ada satu pekarangan yang lebar panjang, yalan panjang dua puluh tumbak lebih dan lebar kira2 lima belas tumbak, tanahnya terampar pasir halus. Tidak ada rumah disitu, hanya bangunan mirip payon panjang dua belas tumbak, berdinding tembok dekat mana ada terdapat meja kecil dan kursi bambu, sedang dikiri dan kanan diatur berbaris para2 senjata panjang dan pendek, antaranya banyak gegaman yang luar biasa, yang tidak termasuk dalam delapan belas rupa senjata umum. Bangunan lainnya cuma sebuah para2 pohon bunga yang pun terbuat dari bambu semua, panjangnya sepuluh tumbak lebih, atasnya tertutup pepohonan rambat seperti rotan dan rumput, lebarnya tiga tumbak lebih, satu tempat meneduh yang nyaman sekali. Dikedua ujung ini ada tihang digantungi tiauw tauw, semacam gembreng, tihangnya kira2 enam tumbak tingginya, hanya tidak ada ranggon untuk itu dan tidak ada tangga untuk manjat.

Disepanjang kedua samping para2 bunga ini, yang menyolok mata adalah berbaris2 pelatok bambu, besarnya seperti biji buah toh, nancapnya kira2 tiga kaki, ujungnya diraut lancip dan tajam. Menampak itu, semua tetamu gegetun, malah Yan tiauw Siang Hiap bersenyum sebal, dalam hatinya mereka katakan, sengaja Boe Wie Yang atur itu pelatok2 Bwee hoa chung bambu.

“Kau terlalu pandang enteng kepada kami, lihat persaudaraan Na nanti kasi rasa pada kamu!” demikian dua saudara itu dalam hatinya.

Lewat pelatok2 itu empat lima tumbak ada sebidang tanah kosong dengan sulaman bata hijau, melihat mana, Coe In Am coe dan Eng Jiauw Ong bersenyum. Semua bata hijau merupakan enam puluh delapan tindakan, berdiri munjul dimuka latar pasir, berdiri lempang. Lewat lagi empat lima tumbak dari pelatok2 batu bata itu ada bidang tanah pasir yang berlobang2 sebesar mulut cangkir teh.

Dimuka gubuk bunga itu ada delapan buah meja bambu, diatas setiap meja diletaki satu nenampah kayu tercat merah diatas mana ada sebungkus hio wangi, yang bungkusannya sudah pecah. Melihat itu, dua2 Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe terperanjat dalam hatinya. Sebab itu berarti disini ada orang yang paham ilmu silat istimewa dari Siauw Lim Pay, karena hio itu adalah Lo Han Cie hio chung, atau “pelatok2” hio. Asal murid aseli dari Siauw Lim Pay dan mengerti Lo han chioe, tentu ia mengerti ilmu silat ini, dan jarang ada orang yang berani lawan. Hanya anehnya, Boe Wie Yang bukan keluarga Siauw Lim Pay, dia pun ketua Hong Bwee Pang, sedang Hong Bwee Pang dan Siauw Lim Pay adalah bertujuan bertentangan satu dengan lain.

Juga dua saudara Na heran kapan mereka lihat Lo han Cie hio chung itu.

Dikanan para2 bunga itu tidak ada persiapan lain kecuali, merosot turun dari atas para2, ada delapan lembar tambang, sedang menghadapi para2, ada empat lembar dadung. Ini semua ada asing untuk pihak tetamu tak terkecuali Eng Jiauw Ong dan pantarannya.

Dekat jalanan dibarat para2 bunga ada sebuah meja kaki pendek, diatasnya ada lima buah lampu minyak, yang minyaknya penuh tetapi sumbunya belum dinyalakan.

Maka dari semua penglihatan itu bisa diduga persiapan luar biasa dari pihak Hong Bwee Pang. Karena itu, semua tetamu berpikir, untuk berhati2 dan waspada.

Boe Wie Yang tidak ajak tetamu2 ambil jalanan model rembulan hanya belok kepojok barat daya dimana sudah menunggu sejumlah orang, yang berbaris rapi, untuk membikin penyambutan. Kebanyakan mereka ada dari golongan tocoe.

Adalah setelah ini, mereka sampai disatu bangunan model ruang tetamu, bilik dari tembok batu semua, tetapi wuwungannya adalah atap rumput. Seluruhnya, bangunan itu mirip dengan kuil. Dipayon, kiri dan kanan, berdiri empat pengawal dengan pakaiannya rapi, sikapnya menghormat.

Boe Wie Yang minggir, akan kasi semua tetamunya masuk, sembari balik tubuh, ia kata “Aku telah membikin soehoe beramai jalan jauh, hatiku tak enak, maka silahkan soehoe beramai masuk dalam ruang Ceng giap tong ini untuk duduk2!”

Sementara itu, diam2 Eng Jiauw Ong semua sudah perdatakan bangunan ini, yang terdiri lari tujuh ruangan, yang luar nya, kiri dan kanan, ditanami banyak pohon, teraling dengan apa, secara samar2, kelihatan dua petak rumah batu, cuma jarak nya dari Ceng giap tong ada jauh sekali.

Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe mengucap terima kasih, mereka bertindak naik ditangga undakan.

Dari kedua samping lantas terdengar suara in poan, setelah mana dari dalam Ceng giap tong muncul empat bu su, yang usianya berlainan, sambil menjura, mereka berdiri dikiri dan kanan, untuk menyambut.

Boe Wie Yang bersama Auwyang Siang Gee, Bin Tie dan ouw Giok Seng, pun yang lain2. Lantas berdiri disamping pintu, kemana Eng Jiauw Ong beramai bertindak masuk, sesudah mereka ini merendahkan diri.

Sesudah semua tetamu masuk baharu Boe Wie Yang berserta ketiga hiocoe, begitupun delapan hiocoe dari Hok Sioe Tong, yang senantiasa merupakan rombongan, bertindak masuk juga.

Ruangan disini ada terlebih luas daripada ruangan Thian Hong Tong, cuma kalah tinggi, dalamnya lima tumbak, disekitar nya tidak ada jendelanya dari kertas hanya jendela batu, nampaknya jadi agak menyeramkan.

Meja pesta teratur dalam dua baris, semuanya terdiri dari dua belas meja. Meja yang terbelakang dekat jendela barat. Habis itu ada belasan tempat duduk lain, setiap rombongannya terdiri dari satu meja kecil dan dua buah kursi.

Boe Wie Yang lantas undang tetamunya duduk, tapi pihak murid tetap berdiri dibelakang guru mereka.

Setelah suguhan teh, sembari tertawa, tuan rumah kata “Ong Loosoe, Am coe, sebenarnya Boe Wie Yang malu sekali atas kejadian tadi malam, disebabkan perlindungan kami kurang sempurna, hingga karenanya, loosoe semua tentu jadi kurang istirahat.”

Sebenarnya tidak leluasa untuk berikan jawaban atas pengutaraan itu, karena pengacauan bukan oleh Cin tiong Sam Niauw saja hanya pengkhianatan juga, tapi Eng Jiauw Ong tidak bersangsi.

“Perkara kecil, Pang coe, harap kau tidak buat pikiran,” demikian sahutnya.

Boe Wie Yang bersenyum, lantas ia kata pula “Loosoe, Am coe, berhubung dengan kunjungan loosoe beramai, aku percaya urusan kita gampang dibereskan, karena itu, aku tidak pikir buat bikin kaget sahabat2 kaum kang ouw lainnya. Tapi apamau tadi malam, juga pagi ini, ada beberapa sahabatku yang datang ke mari, hingga mau atau tidak, aku pun kedatangan tetamu lainnya. Loosoe, karena gangguan tadi malam, aku telah memikir untuk minta loosoe beramai beristirahat pula lagi satu malam, tetapi sebab datangnya sahabat2ku, terpaksa aku ubah putusan. Kedatangan mereka ini jadi cocok dengan duga’an Na Toa Hiap bahwa Boe Wie Yang ada kandung maksud lain. Juga mereka ingin sekali memandang wajah loosoe semua. Maka sekarang Boe Wie Yang hendak mohon tanya, sukakah loosoe beramai menemui sahabatku itu?”

Ong Too Liong tertawa berkakakan kapan ia dengar tuan rumahnya itu.

“Boe Pangcoe, dengan kata2 mu ini, kau seperti pandang Ong Too Liong sebagai seorang tak kenal pergaulan!” kata ia. “Baiklah Pangcoe ketahui, datang kita kemari ada dengan dua maksud, yaitu pertama untuk bereskan urusan kita, kedua supaya kita bisa berkenalan sama orang2 pandai disini, sebab Cap jie Lian hoan ouw adalah tempat naga mengeram dan harimau mendekam. Bukankah ini ada ketikanya yang baik? Kalau kata2 Pangcoe ini didengar orang luar, entah apa orang akan kata tentang Ong Too Liong Pangcoe ketahui sendiri, rombongan kami bukan terdiri melulu dari kedua kaum Hoay Yang Pay dan See Gak Pay hanya juga ada dari kalangan Rimba Persilatan lainnya. Nah, Pangcoe, harap kau tidak sungkan2 pula.”

Boe Wie Yang tertawa dingin.

“Syukur loosoe beramai tidak curigai aku,” kata dia. “Sekarang, silahkan!”

Na Pek tidak puas dengan kata tuan rumah ini, ia lantas berbangkit, tapi baharu ia hendak buka mulut, tiba2 terdengarlah suara suitan burung terbang diudara, setelah mana dari luar datang satu cit tong soe, untuk segera memberi laporan kepada ketuanya “Laporan! Dimulut pelabuhan ada satu sahabat dari Hoay Yang Pay datang untuk ambil bagian dalam pertemuan! Karena belum ada bendera dari Sam Tong dan titah dari Pang coe, putusan lagi dinantikan!”

Mendengar itu, Boe Wie Yang menoleh pada Eng Jiauw Ong seraya bersenyum tak sewajarnya, kemudian ia kata “Bagus! Karena ada sahabat dari Hoay Yang Pay, lekas beri balasan kabar warta burung, supaya tetamu itu segera diundang masuk!”

Cittongsoe itu menyahuti, lantas ia undurkan diri.

Boe Wie Yang sendiri minta Bin Tie, hiocoe dari Ceng Loan Tong, pergi sambut tetamu itu.

Eng Jiauw Ong heran. Ia menduga2, siapa kedua sahabat nya itu, yang begitu perlukan datang ke Cap jie Lian hoan ouw. Ia cuma bisa duga, kedua sahabat itu pasti bukan sahabat2 sembarangan.

Juga Ban Lioe Tong heran seperti soehengnya itu. Tapi Eng Jiauw Ong tidak mau hunjuk keheranannya.

“Boe Pangcoe,” kata ia, untuk egoskan perhatian, “mana dia Pangcoe empunya sahabat2? Tolong Pangcoe undang mereka keluar, ingin sekali aku dapat melihat wajahnya orang2 pandai itu “

“Jangan kesusu, Ong Loosoe,” bersenyum Boe Wie Yang. “Karena ada datang sahabat baru, ingin aku menantikan dahulu dia itu, yang toh sudah sampai dimulut pelabuhan dan aku telah kirim berita burung. Aku kira tidaklah kita akan sia2kan banyak tempo!”

Eng Jiauw Ong tidak memaksa, kata kata tuan rumah ini ada beralasan.

Boe Wie Yang berkata benar ketika ia bilang, mereka tidak akan ambil tempo lama, sebab lekas juga terdengar suara in poan tiga kali. Ketua Hong Bwee Pang itu segera berbangkit “Nah, apa aku bilang! Benar2 sahabat baik itu telah sampai! Loosoe beramai, harap duduk saja, Boe Wie Yang hendak menyambut padanya.”

Ia memberi hormat setelah minta Auwyang Siang Gee beramai temani tetamu2nya, ia bertindak dengan cepat dari ruang Ceng giap tong itu.

Eng Jiauw Ong tenangkan diri. Ia lihat dengan nyata, Boe Wie Yang sangat perhatikan sahabat yang baharu datang itu, sebagaimana ia sendiri sangat ingin segera ketahui, sebenarnya siapa adanya dia itu. Dengan sikap sewajarnya, ia ajak Auwyang Siang Gee pasang omong.

Tidak lama dari luar kelihatan masuk dua orang. Yang di kiri ada Bin Tie, yang di kanan tapinya membuat Eng Jiauw Ong heran, hingga ketua Hoay Yang Pay ini tercengang. Dia ini bukannya Kay Hiap Coei Peng si Pengemis Aneh, seperti tadinya hendak diduga Ong Too Liong.

Tetamu ini berusia lebih muda daripada Coei Peng, ia berimbang umur dengan Kwie eng coe Lie Hian Tong dari Seecoan Siang Sat, hanya tubuhnya ada terlebih kate. Dia berumur kurang lebih empat puluh tahun, kulit mukanya putih kebiruan, sepasang alisnya panjang, ujungnya turun ke bawah, dua matanya sipit, hingga kalau kulit matanya tidak diangkat, ia mirip sedang tidur! Batang hidungnya pun rendah. Iapunya kedua kuping maju ke muka. Rupanya sudah banyak hari ia tidak pernah cukur, rambut pendeknya bangun berdiri dan kusut. Diapunya baju panjang, lapis dua. Yang diatas, baju musim panas, sudah berwarna dekil seperti warna hio abu abu, dan yang dibawah, sudah banyak lobang pecahannya. Diapunya kaos kaki, yang panjang, sudah kotor dengan lumpur. Diapunya sepatu ada berdasar tebal. Rupanya, baju dan sepatu itu sudah berumur belasan tahun

Pada tangannya, tetamu itu ada memegang sebatang hoencwee, pipa rokok yang panjang, yang dibanduli kantong peranti muat bahan api coa lian berikut tekesan. Maka dilihat seumumnya, dia mirip satu sastsrawan rudin yang berkelana sambil minta minta.

Eng Jiauw Ong tak bisa ingat, siapa ini orang yang mengaku ada kawan Hoay Yang Pay. Ia melirik pada kawan2nya, dengan maksud tanya mereka, ada yang kenal atau tidak pengemis itu.

Ban Lioe Tong, Khoe Beng, dan beberapa yang lain, mengasi tanda bahwa mereka pun tidak kenal.

Di akhirnya, Eng Jiauw Ong merasa tidak enak sendirinya. Orang datang untuk pihaknya, tapi tak dapat dia perkenalkan orang itu kepada pihak Hong Bwee Pang. Apa ia tidak bakal dapat malu?

Juga Yan tiauw Siang Hiap bungkam terhadap ketuanya itu.

Selama itu, tetamu itu sudah dipapaki Boe Wie Yang, yang sambut dia dimuka pintu. Dia bertindak wajar, rupanya dia kenal tuan rumah, karena segera ia mendahului dengan kata2nya “Boe Pangcoe, kau manis sekali. Kami semua ada bangsa tak punya pendirian bangunan, kita ada orang kang ouw, piauwsoe atau penjaga rumah atau penjual silat, nama kita tak besar, tetapi kau telah keluar untuk menyambut kami, kau berlaku terbuka, mengijinkan kita memasuki Cap jie Lian hoan ouw, untuk meluaskan pemandangan. Maka, sungguh kita merasa malu. Cap jie Lian hoan ouw ada teratur begini rapi, tak usah kau perlihatkan lain2 bagian lagi, sudah cukup! Sudah itu, kau pun bakal korbankan ratusan tail, untuk jamu kita! Tidakkah sikapmu ini telah cukup untuk bikin yang besar jadi kecil, yang kecil jadi hapus? Seperti awan dan kabut yang lenyap buyar! Aku Siang koan In Tong bukannya tak terbuka mataku, hanya pada waktu belum masuk ke dalam Cap jie Lian hoan ouw ini, aku menyangka, entah bagaimana tangguhnya Hong Bwee Pang, bagaimana pengaruhnya Boe Pangcoe sendiri, tapi sekarang, aku insyaf benar2 nama Pangcoe kesohor bukan nama saja! Semua saudara disini telah sangat menghormati aku, sampai pun satu tindak saja, rasanya sukar aku berjalan”.

Orang she Siang koan ini bicara sama tuan rumah, akan tetapi selagi bicara, sikapnya acuh tak acuh, matanya jelilatan ke empat penjuru. Kemudian ia menoleh pada Eng Jiauw Ong seraya terus menambahkan “Ong Loo soe, benar tidak kata ku? Eh, Am coe dari Pek Tiok Am pun ada di sini! Apa Am coe pun bersahabat sama Boe Pang coe? Benar2 nama besar Pang coe ada kesohor! ”

Coe In Am coe ada seorang alim, sekalipun Yan tiauw Siang Hiap tidak berani bergurau dengannya, tidak ada orang yang berani ngaco belo di depannya, sekarang ini tetamu bicara demikian rupa padanya, itu membuat gusar lima muridnya, yang senantiasa dampingi gurunya, semua mereka ini lantas memandang dengan mata bersorot kegusaran. . Mereka tentu sudah tegur tetamu itu kapan tidak mereka lihat roman dan sikap guru mereka, tidak saja guru ini tetap tenang malah dia bersenyum. Maka terpaksa mereka berdiam.

Bin Tie dan Boe Wie Yang sedang mengapit tetamunya, begitu mereka dengar nama sang tetamu, mereka saling memandang, sedang Auwyang Siang Gee, yang asik temani semua tetamu, turut mengawasi, cuma sebentar kemudian, sikap mereka pulih pula seperti biasa. Di dalam ruang itu, siapa tahu hal ikhwalnya Siang koan In Tong, semua heran.

Eng Jiauw Ong puas atas datangnya tetamu ini, yang terang berada di pihaknya. Ia pun tahu, dari sikapnya, tetamu itu seperti kisiki bahwa mereka berdua tak bersahabat satu dengan lain. Ketua Hoay Yang Pay ini tidak pernah pikir, munculnya Wah Po Eng Tiat Tiok Kay Hiap mungkin menimbulkan onar lebih besar daripada dugaan atau kekuatiran atas sepak terjangnya Yan tiauw Siang Hiap.

Siang koan In Tong ini, yang datangnya secara tiba2 demikian ada koay kiat, orang aneh dari kalangan Rimba Persilatan. Di Timur utara di mana ia biasa mengembara, ia menjagoi dengan diapunya sepasang gegaman yang berupa gelang, yang ada senjata istimewa untuk pecahkan tubuh yang kedot, yang tidak mempan senjata, seperti Kim ciong tiauw dan Tiat pou san. Sepasang matanya sangat hihay sekalipun diwaktu malam. Iapunya tubuh ada sangat enteng dan gesit. Ia sangat benci kejahatan, maka terhadap kaum kang ouw, ia bengis dan telengas, sudah ada orang2 kangouw yang tewas dalam tangannya, karena mana, orang juluki dia Wah Po Eng, si Pembalasan Hidup. Orang pun jerih terhadap nya, sebab apabila ia dengar hal satu jago, tentu ia pergi mengunjunginya, buat mencoba coba, sebelum mereka bercoba, tak pernah ia puas dan mau berhenti menantang. Adalah aneh sekarang dia muncul di Ciatkang Selatan dan malah hendak bantu pihak Hoay Yang Pay.

Oleh karena orang telah tegur dia, Eng Jiauw Ong tidak ingin terbit salah mengerti, maka ia jawab teguran itu. Ia kata “Siangkoan Loosoe, bagaimana kebetulan! Aku siorang she Ong, atas nama pihak kami, menghaturkan banyak2 terima kasih untuk bantuan Loosoe. Kau telah datang dari tempat jauh, kau bikin aku merasa tidak tenteram.”

Siang koan In Tong, yang sekarang telah sampai didalam, tertawa terhadap kata2nya ketua Hoay Yang Pay itu.

“Jangan merendah, Ong Loosoe,” kata ia. “Kitaorang janganlah berlaku sungkan. Aku adalah bangsa berandalan, dan kita janganlah melupakan asal diri kita kaum kangouw

….” Lalu ia berpaling pada Boe Wie Yang dan tanya “Boe Pangcoe, coba bilang, benar atau tidak kataku ini?”

Ketua Hong Bwee Pang sudah mulai mendelu, maka dengan dingin, dia jawab “Siang koan Loosoe, kau telah nerobos di Hoen coei kwan, begitu juga di pelbagai pusat penjagaan Cap jie Lian hoan ouw, aku telah menduga, itu mesti ada perbuatan kau. Mengenai perbuatanmu ini, aku ingin kau mengerti bahwa Boe Wie Yang senang sekali menyambut sesuatu tetamu, tetapi bila orang berlaku lancang, tak nanti dia gampang2 mengijinkannya. Boe Wie Yang ada asal kang ouw, sekarang dia jadi ketua dari Hong Bwee Pang, maka terlebih2 dia tak akan melupai sesama kaumnya. Siang koan Loosoe, silahkan duduk! Dengan hadirnya loosoe disini, urusan pasti akan jadi semakin gampang di bicarakannya.”

Siang koan In Tong manggut kepada Auwyang Siang Gee beramai.

“Hiocoe semua, silahkan duduk! Maafkan aku, aku tidak berlaku sungkan lagi!” katanya, yang segera bercokol atas sebuah kursi tetamu, kata2nya ketua Hong Bwee Pang itu ia seperti tak dengar. Kemudian ia berpaling kepada Coe In Am coe, lantas ia kata kepada Yan tiauw Siang Hiap “Na Loosoe, sejak perpisahan kita di Liauwtong, aku sudah lantas buru2 berangkat ke Ciatkang Selatan ini, aku kalah cepat dengan keledaimu, sekarang buktinya aku ketinggalan. Tapi kedua kakiku ini tidak sampai membuat kegagalan, sebab kita toh bertemu disini sebelum kasip! Sunggu hal, ini sangat menggirangkan!”

Sepasang mata Na Pew memain, ia tertawa haha hihi. “Siang koan Loosoe,” berkata ia, “aku lihat, sekarang ini

baiklah kitaorang jangan bicarakan segala urusan yang tidak

ada kepentingannya, sebab urusan kami dengan Boe Pangcoe masih belum didamaikan dan Boe Pangcoe masih punyakan beberapa sahabat yang justeru hendak diminta keluar untuk bikin pertemuan dengan kita.”

Siang koan In Tong ketruki hoencweenya yang besar kekaki sepatunya, lalu ia berpaling pada tuan rumah.

“Boe Pangcoe, kalau kau ada punya sahabat2 baik yang telah datang kemari, ingin sekali aku belajar kenal dengan mereka, kata dia. “Hayo, Boe Pangcoe, lekas2 kau undang sahabat2 itu!”

“Aku siorang she Boe bersedia akan mengiringi kehendak Siang koan Loosoe,” jawab Boe Wie Yang, yang terus menoleh pada Cit tong soe Pheng Sioe San dan kata “Tolong pergi kebelakang akan undang keempat Loosoehoe itu!”

Pheng Sioe San lantas berlalu, tidak lama, ia sudah kembali bersama empat orang, ketika satu diantaranya muncul di Ceng giap tong, dia lantas membangkitkan keheranan Eng Jiauw Ong semua.

Orang ini ada satu pendeta umur kurang lebih enam puluh tahun, romannya tenang, jubanya abu2 gerombongan, lehernya ketutupan, ikat pinggangnya kuning, diatas sepatunya ada kaos kaki putih, dibawah kepalanya yang licin ada mukanya yang bersemu merah, alisnya gomplok, matanya bercahaya, dilehernya tergantung kalung tasbih. Begitu dia memasuki Ceng giap tong, dia rangkap kedua tangannya, akan kasi hormat pada semua hadirin. Karena ia rangkap kedua tangannya, yang tadinya terselubung tangan baju yang panjang, kelihatanlah jeriji tangannya, yang semua berkuku panjang dua tiga dim. Itu ada hal yg. langkah untuk kaum Rimba Persilatan, karena kuku panjang ada perintang untuk mengepal atau memegang alat senjata.

Atas pemberian hormat dari si hweeshio, pendeta, semua hadirin membalasnya.

Dibelakang hweeshio ini bertindak tiga orang lainnya. Yang satu ada seorang bertubuh tinggi dan besar, mukanya hitam seperti pantat kwali dan berewokan, dari dandanannya saja sudah bisa dilihat dia adalah seorang kang ouw sejati.

Dari dua orang yang bertindak belakangan, yang satunya berusia kira empat puluh tahun, tubuhnya kurus kering seperti pohon kering nangkring, mukanya kuning, alisnya kecil, matanya mata tikus, matanya itu jelilatan tak hentinya. Yang lainnya, orang yang keempat, berumur kurang lebih tiga puluh tahun, romannya cakap dan keren, bajunya biru ada thung sha, baju panjang, kaos kakinya putih, dia mirip dengan satu anak hartawan.

Atas datangnya empat tetamu itu, Boe Wie Yang bersama ke tiga hiocoe dari Lwee Sam Tong dan delapan hiocoe dari Hok Sioe Tong berbangkit buat menyambut dengan hormat sekali, hingga kelihatan tegas, mereka itu pasti bukannya orang2 sembarangan. Kepada sipendeta, Boe Wie Yang pun kata “Aku telah membikin Loosiansoe menantikan lama, aku menyesal sekali. Persilahkan, loosiansoe!” Kemudian kepada tiga yang lainnya, ia pun bilang “Sam wie loosoehoe, silahkan duduk! Hari ini telah hadir bukan cuma orang2 pandai dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay juga satu loosoehoe yang namanya telah menggemparkan dunia kang ouw, yang coewie tentu pernah dengar, yalan Wah Po Eng Siang koan In Tong, yang dengan sepasang gelangnya telah menjelajah seluruh Sungai Telaga, yang pengaruhnya telah mengarungi tiga propinsi Liauwtong. Aku percaya, asal kaum kang ouw, tidak nanti tak ada yang tak ketahui halnya loo enghiong ini!”

Selagi orang bicara, Siang koan In Tong sendiri asik bicara dengan Eng Jiaw Ong bicarakan urusan kang ouw, sampai tiba2 si tetamu pendeta terdengar suaranya “Oh mie Toohoed! Siangkoan Siecoe, benar2 manusia hidup, dimana saja mereka akan bertemu satu dengan lain! Ketika pada sepuluh tahun yang lampau kita berpisah di Liauwtong, aku kira kita sukar untuk bertemu pula, siapa nyana ini hari kita bertemu di Ciatkang Selatan ini, inilah membikin, pinceng sangat berbahagia!”

CXXIII

Baharu setelah. ditegor, Siang koan In Tong berbangkit dengan segera, sembari pegang terus hoencweenya yang besar, sambil tertawa dingin, ia kata “Aku sangka siapa, kiranya satu pendeta suci dari Siauw Lim Pay yang juga sudi datang me lihat2 Cap jie Lian hoan ouw. Loo siansoe ber cita2 menggunai kemurahan Sang Buddha akan menolong orang ramai, akan mengumpul kebaikan dalam kalangan kang ouw, untuk kegemilangan pihak Siauw Lim Pay, maka itu, sekarang Siangkoan In Tong bisa memandang pula wajah Loosiansoe, sungguh inilah keberuntunganku seumur hidup!” Mulanya Boe Wie Yang terperanjat mengetahui dua orang ini kenal satu pada lain, tapi segera ia merasa legah apabila ia telah dengar orang punya lagu bicara. Ia lantas maju seraya berkata “Kiranya loosiansoe kenal Siang koan Loosoe, inilah bagus! Siang koan Loosoe, apakah kau kenal ketiga tuan2 ini?”

“Aku belum pernah ketemu dengan mereka,” sahut Siangkoan In Tong dengan tawar. “Aku bersama ciangboenjin dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay cuma kenal karena persahabatan kaum kang ouw, kendati demikian, kita perlu mengutamakan tata hormat, tak boleh kita melancanginya, maka itu, silahkan Pangcoe ajar kenal mereka lebih dahulu dengan kedua ciangboenjin itu!”

Itu adalah jawaban tak menyenangkan untuk Boe Wie Yang, tidak heran kalau salah satu tetamunya, yang berdiri, dibelakang si hweeshio dari Siauw Lim Pay yang romannya keren, mengawasi dengan mata melotot kepada Wah Po Eng, setelah mana, dia lantas berkata kepada Boe Wie Yang “Boe Pang coe, kami bersaudara datang kemari untuk bertemu dengan pemimpin dari kedua kaum Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, maka silahkan Pangcoe perkenalkan kami dengan mereka!”

Boe Wie Yang jengah, karena ia insyaf, ia telah berbuat keliru hingga tegurannya Siangkoan In Tong tidak membikin ia gusar. Memang, seharusnya, ia segera perkenalkan tetamu2 sahabatnya itu kepada pemimpin2 dari rombongan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, tapi ia telah terpengaruh oleh sikapnya Wah Po Eng. sampai melupai aturan umum. Dengan menahan rasa tidak puasnya terhadap Siangkoan In Tong, ia hadapi Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe. Ia kata “Ong Loosoe, Am coe, rupanya loosoe berdua belum kenal ini beberapa tuan2! Marilah aku memperkenalkannya. Loosiansoe ini ada Kim kong cie Coe Hoei Siansoe, pendeta berilmu dari Siauw Lim Sie. Ini,” ia tunjuk si berewokan “ada Hek sat chioe Poei Ciong Poei Loosoe dari Ouwlam. Ini,” ia tunjuk si alis kecil dan mata sipit “ada Ban seng too Cioe Loosoehoe dari Toh Hoa Tong di Heng San. Dan ini,” ia tunjuk si pemuda yang mirip anak hartawan, “ada Siauw gin liong Han Sioe Giok Han loosoe, murid tersayang dari Tinkang Siang Kiat. Mereka ini telah lama kagumi ilmu silat yang liehay dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, dengan gunai ketika baik ini, mereka juga ingin turut bikin pertemuan bersama. Adalah pengharapanku si orang she Boe, supaya setelah pertemuan ini, tuan semua bisa menjadi sahabat2 kekal!”

Eng Jiauw Ong memberi hormat nya, juga Coe In Am coe.

“Kiranya coe wie ada pendeta berilmu dari Siauw Lim Sie dan orang2 kang ouw kenamaan,” kata ia. “Ini perkenalan adalah satu kehormatan untuk Ong Too Liong. Aku merasa sangat berbahagia, dengan masuk ke Cap jie Lian hoan ouw, aku jadi bertemu dengan orang2 pandai dan termasyhur, terutama dengan coe wie berempat!”

“Loosiansoe ada jadi Siauw Lim Sie punya pendeta yang telah peroleh kesempurnaan, memang sudah lama pinnie menghargainya,” berkata Coe In pada si hweeshio dari Siauw Lim Pay. “Loosiansoe telah menyiarkan ajaran ajaranmu yang berharga, untuk tolong orang banyak dari laut sengsara, pasti sekali, Loosiansoe telah menolong banyak, hingga dengan cara demikian, Loosiansoe telah mengumpulkan jasa yang tak ada batasnya.”

Pendeta dari Siauw Lim Pay itu awasi Coe In Am coe, dia terrsenyum.

“Harap Am coe tidak puji2 padaku,” berkata dia, “itulah pujian yang pinceng tak dapat terima. Sebenarnya pinceng adalah orang berdosa dari Siauw Lim Pay, karena pinceng tak dapat mentaati pelbagai pantangan, tak dapat mengatasi diri sendiri, hingga dengan menjauhkan diri dari tempat sunyi senyap, pinceng justeru memasuki kalangan kang ouw yang penuh dengan keruwetan, karena mana, pinceng telah menempatkan diri didalam lautan kesengsaraan, sampai tak mampu pinceng angkat diri sendiri. Dalam keadaan begitu, mana mungkin pinceng menolong orang lain? Maka haraplah Am coe tidak terlalu memuji padaku.”

“Harap loosiansoe tidak terlalu merendah,” berkata pula ketua dari See Gak Pay. “Laut kesengsaraan tidak ada batasnya tetapi siapa menoleh, dia tampak tepian, maka jikalau khalayak ramai masih bisa menyingkir dari laut sengsara, apapula loosiansoe sendiri, yang pernah, terima kebaikannya Sang Buddha?”

Coe Hoei Siansoe mengeleng geleng kepala.

“Harap Am coe tidak timbulkan soal2 lama,” berkata dia, “itu melulu membuat pinceng jadi masgul. Baik pinceng jelaskan, kedatanganku ke Ciatkang Selatan ini terutama karena pinceng dengar warta Boe Pangcoe dengan kedua pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay telah mengadakan pertemuan besar. Sudah lama Sekali pinceng dengar perihal nama besar dari Am coe dan ketua dari Ceng Hong Po, dari itu pinceng lekas2 datang kemari. Sebentar pun pinceng mohon pengajaran dari Am coe beramai.”

Habis berkata2 Kim kong cie Coe Hoei Siansoe, si Kuku Baja, bertindak kesamping.

Setelah itu, Eng Jiauw Ong bicara sama Hek sat chioe Poei Ciong si Tangan Hitam, dengan Ban seng too Cioe Beng, akhli Golok Ban seng too, dan Siauw gin liong Han Sioe Giok si Naga Perak. Kemudian baharu mereka semua ambil tempat duduk. Selama dilakukan perkenalan itu, semua orang pihak Hong Bwee Pang berdiri dengan tegak, selaku tanda kehormatan, demikian juga pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, tidak terkecuali Yan tiauw Siang Hiap.

Sesudah semua orang duduk, Boe Wie Yang hendak bicara, tetapi Ay Kim Kong Na Hoo telah dului ia. Dia ini bicara sambil terus duduk, katanya “Loosiansoe ini ada punya nama besar dalam dunia kang ouw, aku Na Loo jie sudah lama mendengar nya, malah aku ingat, selama masih dalam Siauw Lim Sie, Loo siansoe telah diangkat jadi Kam ih merangkap pengurus dari ruang Lo Han Tong. Siauw Lini Sie ada satu kuil besar, Loosiansoe memegang jabatan penting, maka kenapa Loosiansoe bisa punyakan ketika begini senggang untuk pesiar dalam dunia kang ouw?”

Ay Kim Kong duduk tanpa bergeming, sikapnya tetap agung agungan.

Untuk sedetik, air mukanya si pendeta dari Siauw Lim Sie telah berubah, lantas ia menoleh untuk pandang orang yang bicara kepadanya.

“Oh mie Tohoed!” memuji dia “sie coe ini apakah ada Jie hiap dari Yan tiauw Siang Hiap? Bagus! Nyata sie coe ada sangat perhatikan hal ikhwalku. Melainkan sie coe masih belum tahu, didalam Siauw Lim Sie, pinceng sudah langgar aturan suci, hingga pinceng telah dipecat sebagai Kam ih dan ruang Lo Han Tong itu sudah diserahkan kepada lain orang untuk diurusnya. Hal ini sudah terjadi oleh karena pinceng tidak ukur kebijaksanaanku, tidak ukur tenaga sendiri, pinceng telah mencoba mengubah Couwsoe empunya warisan Sip pat Lo han chiu, supaya dengan begitu pinceng bisa ciptakan suatu pendapatan ilmu silat sendiri, hingga kesudahannya piceng seperti nyalakan api untuk membakar diri sendiri, mencari kesulitan sendiri. Ketua kita anggap pinceng hendak berontak, tanpa pertimbangkan pula kesulitan menciptakan ilmu silat baharu itu, dia usir pinceng dari Siauw Lim Sie. Dihari itu pinceng keluar dari kuil, didepan Couwsu telah pinceng lepas kata2, apabila minatku itu belum kesampaian, pasti pinceng tidak akan kembali ke Siauw Lim Sie. Untuk tiga puluh tahun pinceng sudah berkelana, akan cari akhli akhli silat di Selatan dan Utara. orang2 yang gagah, sampai sebegitu jauh, pinceng punya Sip pat Lo han chiu istimewa itu masih bisa dapatkan satu tempat untuk menaruh kaki. Hanya sampai sebegitu jauh, yang pinceng belum pernah ketemukan adalah Sha cap lak Kim na hoat dari Lek Tiok Tong, Hoay siang, serta Eng jiauw lat dari ciangboenjin Hoay Yang Pay, begitupun mutiara See boen Cit po cu dan pedang Tin hay Hok poo kiam dari Pek Tiok Am. Semua itu adalah ilmu2 silat luar biasa yang menggetarkan dunia kang ouw, yang dibuat kagum oleh kalangan Rimba Persilatan. Sekarang ini kebetulan pinceng lewat di Ciatkang Selatan, disini pinceng memang mempunyai perkenalan dengan Boe Pangcoe, dari itu dengan kesampingkan aturan2 agama, aku ingin bisa berkumpul untuk sementara dengan Pangcoe, dan tidak disangka sangka. pinceng justeru bertemu sama rombongan dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay yang sedang memasuki Cap jie. Lian hoan ouw. Ini ada hal yang membikin pinceng girang luar biasa. Demikianlah, pinceng minta Boe Pangcoe kasi ketika pinceng bertemu kepada Siecoe beramai. Na Siecoe jikalau kau sudi memberi pengajaran padaku, pinceng suka menerima itu dari siecoe berdua saudara!”

Na Hoo tertawa haha hini secara tawar.

“Jangan sungkan, loosiansoe,” berkata dia. “Loosiansoe ada akhliwaris sejati dari Siauw Lim. Sie, loosiansoe pun sanggup ciptakan suatu ilmu silat sendiri, itu adalah suatu kehormatan untuk Siauw Lim Sie sendiri. Kami dari Hoay Yang Pay sudah lama mwndengar nama loosiansoe, memang sudah lama kami niat meminta pengajaran, sayang sampai sebegitu jauh, tak berjodoh kita untuk bertemu, tapi ini hari kita orang biasa berjumpa didalam Cap jie Lian hoan ouw ini, sungguh hal ini sangat kebetulan yang sukar dicari. Maka sebentar kami hendak mohon loosiansoe suka pertunjuki dua tiga jurus dari ilmu silatmu itu untuk buka mata kami.”

Mendengar orang punya pembicaraan itu, Siangkoan In Tong tertawa geli.

“Na Loosoe, jikalau kau hendak belajar kenal dengan kepandaian istimewa dari pendeta berilmu dari Siauw Lim Sie ini, omonglah dengan terus terang, tidak usah kau mengucap banyak2 hingga tak sedap untuk didengarnya,” katanya. “Sekarang kau hormati dia, kau merendah, demikian juga dia terhadapmu, tetapi kapan pertandingan dimulai, setelah kedua pihak saling tukar siasat, aku kuatir, kedua nya tak nanti mau berlaku sungkan2 lagi! Aku adalah seorang yg. bertabeat terburu napsu, baik berlaku ringkas saja, yalah sekarang juga segera mulai main2! Bukankah tuan rumah disini, Boe Pangcoe, terhadap kamu kedua pihak, telah memikirnya bagaikan orang rindu ketulang, sampai dia telah sediakan segala macam perlengkapan untuk kita? Maka itu, baik kamu jangan sia2kan capai hatinya tuan rumah. Aku bilang, Loosiansoe. Na Loosoe, benar atau tidak kataku ini?”

Hampir semua orang dari pihak Hoay Yang Pay tertawa mendengar perkataannya siorang she Siangkoan ini, sebaliknya, pendeta dari Siauw Lim Sie itu jadi sangat mendongkol.

“Siangkoan Siecoe, jangan kau omong sembarangan!” Ia menegur. “Ketika pada sepuluh tahun yang lampau aku bertemu denganmu di Liauwtong, kau sedang samarkan diri, karena mana, dengan secara sembarangan pinceng kasi kau lewat, tempo belakangan pinceng ketahui, siapa sebenarnya kau itu, bukan main menyesalnya pinceng, hingga lantas aku memikir, menginginkan agar kita dapat bertemu pula, supaya aku bisa saksikan ilmu silatmu sepasang gelang yang berjurus enam puluh empat, yalah Lie hoen Coe bo koan yang sudah lama lenyap dari dunia Rimba Persilatan. Dan sekarang keinginanku itu telah tercapai, karena disini kita telah bersua pula. Memang sejak siang2 pinceng sudah ingin menerima pengajaran darimu. Siang koan Siecoe, apakah sekarang juga kita pergi kelapangan?”

Siangkoan In Tong bersenyum.

“Loosiansoe, ini adalah kecintaanmu yang besar,” berkata ia dengan sabar. “Aku memang mengharap kedatangannya pendeta berilmu dari Siauw Lim Sie, maka itu, bagaimana aku boleh tak inginkan satu hal yang menjadi kenang2anku? Mari loosiansoe!”

Lantas saja Wah Po Eng berbangkit.

Melihat orang demikian gampang bentrok, Boe Wie Yang berbangkit dan tertawa.

“Loosiansoe, Siangkoan Loosoe, janganlah terlalu kesusu”, kata ia. “Pertemuan ini hari di Ceng Giap San chung adalah pertemuan persahabatan, disini, siapa punya kepandaian istimewa, kepandaian simpanan, semuanya boleh dikeluarkan tanpa ragu2 lagi, cuma sebelum urusanku sendiri di bereskan selesai, aku mau mohon loosoe semua menantikan dulu sebentar. Aku pun hendak siapkan sedikit perjamuan untuk loosoe semua, aku harap loosoe be rarai suka melihat, padaku, mari kita minum bersama, secara persahabatan kaum persilatan. Mengenai urusanku dengan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, aku pun hendak mohon pertimbangan yang adil dari loosoe semua!”

Sehabis berkata, Boe Wie Yang berbangkit, ia memberi hormat.

Eng Jiauw Ong tidak puas dengan cara bicaranya Siangkoan In Tong, tapi kapan ia dengar perkataannya Coe Hoei Siansoe tentang senjata jago Liauw tong ini sepasang gelang Lie hoen Coe bo koan, Gelang Hilang Semangat, ia terkejut. Ia pernah dengar tentang liehaynya sepasang gelang itu, ilmu silat mana sebegitu jauh diketahui sudah lenyap dari dunia persilatan. Menurut gurunya, akhli gelang itu adalah Lioe In Tay, yang pernah menindih jago2 lainnya. Senjata itu ada lawan untuk segala macam senjata panjang dan pendek, senjata apa saja, apabila kena terselubung, tentu akan terbetot terlepas dari cekalan. Senjata itu sendiri, yang terbuat dari baja pilihan, tidak mempan golok atau pedang mustika. Maka selama tiga puluh tahun, Lioe In Tay tidak ada tandingannya, sampaa undurkan diri, ada yang bilang dia telah menjadi dewa, hingga selama seratus tahun kemudian, tiada orang dengar pula tentang dirinya. Maka ada luar biasa, sekarang terdengar pula senjata itu, dari mulutnya Coe Hoei Siansoe. Karena pendeta ini ketahui perihal senjata itu, dengan sendirinya bisa diduga, berapa tinggi kepandaiannya sendiri.

Sebenarnya, Lie hoen Coe bo koan terdiri dari empat pasang, hanya sebab cara dipakainya adalah dua dirangkap menjadi satu, maka itu umumnya disebut satu pasang. Gelang itu. berat tiga puluh enam tail, apabila sedang digunai, keduanya saling bentrok dan perdengarkan suara nyaring diumpamakan “naga mendengung, harimau menggeram.” Eng Jiauw Ong tidak tahu, apa Siangkoan In Tong ada akhli waris dari Tay hiap Lioe In Tay itu. Ia jadi sangat ketarik, ingin ia saksikan cara permainannya senjata itu. Tapi ia ada jadi prmimpin dari rombongan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, seteluh mendengar suara2nya Siang Koan In Tong, Coe Siansoe dan Boe Wie Yang, iapun berbangkit.

“Siangkoan Loosoe, harap sudi tunggu sebentar,” demikian kata nya. “Aku si orang she Ong masih punyakan urusan dengan Boe Pangcoe. Memang, setelah hari ini kita berkumpul, kita masing2 harus memohon pengajaran satu dengan lain.” Ia menoleh pada tuan rumah, akan tambahkan “Boe Pangcoe, karena kau telah siapkan meja perjamuan, walaupun kami sebenarnya sudah sangat mengganggu, biarlah, kami tak mau sungkan2 lagi, mari kita segera mulai berjamu!”

Wan Po Eng diam terhadap Eng Jiauw Ong, tapi pada Boe Wie Yang, dia kata “Boe Pangcu baik sekali. Sebenarnya, perjamuan yang indah ada untuk tetamu2 agung, tapi ku ada seorang perantauan yang melarat, aku malu akan duduk bersama. Disebelah itu, aku ada punya semacam penyakit, yalah setiap bersantap, tanpa arak, tak bisa aku menelan barang hidangan, tetapi meskipun demikian, aku bukannya juara minum, baharu keringkan tiga cangkir, lantas tembagaku kelihatan.”

Siangkoan InTong bicara dengan sikap sewajarnya, kemudian baharu ia menoleh pada ketua Hoay Yang Pay. Sama sekali ia tak tunggu jawabannya Boe Wie Yang.

“Ong Loosoe,” katanya, “Siang koan In Tong gunai ketika baik ini hadir disini, maka sayang, romanku yang rudin tidak keruan telah tidak mengasikan muka terang untuk Hoay Yang Pay. Beda dengan aku, lihatlah lain2 orang, mereka semua berpakaian indah, roman mereka agung.” Ia lantas menoleh pada Siauw gin liong Han Sioe Giok, muridnya Tinkang Siang Kiat, ia tertawa haha hihi, kemudian ia menoleh pula pada Eng Jiauw Ong, akan ber kata2 lebih jauh. Katanya “Sebenarnya ikut bersama aku masih ada satu tukang minta2 tapi karena kuatir dia nanti mendatangkan malu bagi pihak Lek Tiok Tong, baharu ditengah jalan, aku sudah suruh dia pergi. Dia itu bisa main sembunyi2, dia ada punya kepandaiannya sendiri, maka aku tidak kuatir jikalau tulang melaratnya berada didalam Cap jie Lian hoan ouw ini. Biarlah dia mengacau sendiri, apabila dia sampai menerbitkan onar dia mesti tanggung jawab sendiri juga dia tidak ada sangkutannya denganku. Aku sendiri datang kemari dengan tak memperdulikan bisa mendapat malu. Ong Loosoe, umpama karena aku kau turut mendapat malu, harap kau suka terima nasib saja!”

Kembali dia tertawa haha hihi, lantas dia sedot hoencweenya tak henti2nya.

Orang2 Hoay Yang Pay pada tertawa didalam hatinya. Biar bagaimana, tetamu baru ini ada lucu, malah dengan sepak terjangnya itu, ia telah menindih Yan tiauw Siang Hiap. Orang lantas mengira2, dia ada punya kepandaian liehay bagaimana maka dia berani nerobos masuk sendirian saja kesarang Hong Bwee Pang ini sambil hunjuk tingkahnya yang istimewa itu. Maka umumnya dipercaya, sebentar pasti bakal terjadi suatu pertunjukan yang menarik hati.

Ban Lioe Tong dan Coe In Am coe berlaku tenang walaupun ada sikap aneh dari orang she Siangkoan ini. Eng Jiauw Ong hendak cegah sikap yang berandalan itu tetapi, didepan orang2 Hong Bwee Pang, tak leluasa untuk ia mencegahnya. Maka ia kata saja.

“Siangkoan Loosoe, kau gemar sekali berbicara. Boe Pangcoe ada satu enghiong ulung, dia mengerti segala apa, kita baik jangan ngobrol terlebih jauh. Siang koan Loosoe, Boe Pang coe, mari... kita mulai!”

Boe Wie Yang, yang tahu Han Sioe Giok yang perlente mendongkol dan mengawasi Siangkoan In Tong dengan sorot kebencian, lantas angkat kedua tangannya.

“Ciongwie loosoe” mari kita minum dulu, baharu kita bicara pula,” berkata dia. “Memang hari ini, urusan biar bagaimana besar juga, harus dibereskan. Sebagai tuan rumah, Boe Wie Yang bertanggung jawab untuk penyelesaiannya.”

Segera setelah perkataan ketua ini, delapan hiocoe dari Hok Sioe Tong berbangkit, untuk duduk dimeja perjamuan. Pihak Hoay Yang Pay ambil delapan meja dan pihak See Gak Pay satu meja tersendiri. Delapan meja lagi ada untuk pendeta dari Siauw Lim Sie dan kawannya serta lainnya dari pihak tuan rumah.

“Ciongwie loosoe, silahkan duduk seenaknya sendiri2”, kata pula Boe Wie Yang. “Aku tidak berani mengatur tempat duduk loosoe semua. Untuk pihak Hoay Yang Pay, silahkan Ong Loosoe yang mengaturnya sendiri.”

“Jangan sungkan, Boe Pangcoe, biarlah kami mengatur diri sendiri”, jawab Eng Jiauw Ong “Kedua pihak baik duduk menurut runtunannya masing2.”

Boe Wie Yang lihat semua orang sudah duduk, baharu dia ambil kursinya. Ia terus saja undang semua tetamu angkat cawan arak pertama, untuk dikeringkan.

Siangkoan In Tong tidak sungkan2, benar2 ia lantas menenggak, sedang yang lain2, yang ketahui sebentar bakal ada pertempuran hebat, sudah kendalikan diri. Setelah edaran pertama, menyusul yang kedua dan ketiga. Setelah ini, Boe Wie Yang. berbangkit dengan cawan ditangan.

“Boe Wie Yang ingin bicara kepada ciangboenjin dari Hoay Yang Pay” katanya. “Pertemuan kita hari ini ada perjamuan persahabatan persilatan, sebenarnya ini ada hal yang menggirangkan sekali, maka itu, apabila ketika ini dipakai untuk membereskan perhitungan kita, ini pun ada hal menggirangkan. Mengenai ini, aku ada punya satu usul, entah bagaimana pendapat umum, maka aku mau minta ketua dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay sukalah nyatakan pikirannya. Aku hendak mohon kedua pihak nanti memberikan keadilan supaya, urusan kedua pihak dari senjata menjadi damai. Coewie, untuk memberi muka kepadaku, silahkan keringkan cawan ini!”

Siangkoan In Tong duduk bersama Eng Jiauw Ong dan Khoe Beng, mereka awasi tuan rumah mereka. Yan tiauw Siang Hiap sebaliknya bersenyum tawar. Ketua itu kuatir dua saudara ini omong sembarangan, lekas2 ia angkat cawannya dan kata “Boe Pangcoe, sikapmu untuk menyelesaikan urusan kita ini harus dihargakan. Kesungguhan hatimu ini adalah maksud dari kedatangannya Ong Too Liong. Memang ada menjadi harapkanku supaya urusan kita didamaikan menurut cara persahabatan kaum kang ouw.”

Lantas Eng Jiauw Ong minta rombongannya keringkan satu cawan, untuk kehormatan tuan rumah yang katanya hendak bereskan urusan secara damai.

Pihak Hoay Yang Pay tahu, omongannya Boe Wie Yang tidak berarti sebenarnya tapi untuk mentaati ketua mereka, mereka berbangkit, untuk menyambut ajakan itu. Cuma Siangkoan In Tong orang yang cuma geser sedikit nibuhnya. Boe Wie Yang lihat itu, ia diam saja. Habis minum, semua orang duduk pula.

“Peristiwa di Tongkoan itu, tak sukar untuk diselesaikan,” berkata Boe Wie Yang, yang mulai bicara. “Toan bie Cio Loo yauw ada anggota kami yang telah langgar undang2 perkumpulan, ia masih belum kembalikan tanda keanggotaan piauw pou, Boe Wie Yang mesti mengakui bahwa dia tetap anggota kami. Mengenai keonaran yang diterbitkan Cio Loo yauw, aku tahu itu adalah perbuatannya menculik murid2 dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay. Dalam hal itu, dia memang berlaku tidak selayaknya akan tetapi harus diketahui, lantaran itu, ada banyak anggauta kami yang terluka dan terbinasa di tangannya kedua kaum Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, dilain pihak, dua murid yang diculik itu sekarang sudah diambil pulang oleh Ong Loosoe dan Am coe dengan mereka tak kurang suatu apa, maka aku anggap, kedua hal itu cukup untuk di dipakai dasar pemberesan. Aku pikir, urusan kita kedua pihak disebabkan kejadian kejadian dulu, yang berlarut larut, lalu menjadi hebat karena penculikan itu. Maka menurut pendapatku, baiklah mulai hari ini, kedua pihak saling janji akan kendalikan orang2 sendiri, supaya mereka tidak bentrokan pula. Tentu saja ini adalah daya pertama, entah bagaimana lama kelamaan… Dari itu, aku pikir lebih jauh, baik kita mengadakan garis perbatasan. Dalam hal ini, kami suka tarik pulang pusat cabang kami dipropinsi2 Anhoei, Hoolam, Siamsay dan Titlee dan sekitarnya, biar kami bertempat saja mulai dari Pusat Umum Ciatkang Selatan ini ke Tiang kang hulu dan ilir, sedang pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay batasnya mulai dari Ceng Hong Po di Hoay siang terus sampai di hulu dan ilir Sungai Besar, Shoa tang dan Shoasay, Hoolam dan Siamsay. Kedua pihak tak boleh melewati masing2 perbatasannya, dengan begitu, kedua pihak jadi tidak saling mengganggu, mereka bekerja dalam masing2 kalangannya  sendiri. Aku percaya, dengan diatur begitu, tidak nanti terbit peristiwa pula. Bagaimana pendapat loosoe dan Am coe?”

“Boe Pangcoe, rencanamu ini telah dipikir dengan sempurna,” kata Eng Jiauw Ong tanpa berlambat lagi, “akan tetapi, itu baharulah dapat dijalankan jikalau diadakannya diantara rakyat jelata. Berlainan dengan kita orang2 kang ouw. Bukankah kita telah mengabdi untuk dunia kang ouw, kepada siapa kita mesti serahkan semua kebisaan kita? Bukankah bagi kita, saban tempat adalah rumah kita? Maka mana bisa dibataskan suatu propinsi atau suatu kota menjadi daerah perkelanaan kita? Ini ada daya tak cocok untuk kita, menyesal sekali, Ong Too Liong tidak dapat menerimanya.” Ketua ini terus menoleh pada Coe In Am coe, untuk menegaskan “Bagaimana pikiran Amcoe mengenai pertimbanganku ini?”

Pendeta wanita ini agaknya tidak senang, dan ia menjawab “Usulnya Boe Pangcoe cuma cocok diajukan terhadap ketua Hoay Yang Pay, tidak terhadap See Gak Pay. Dalam hal bentrokan, See Gak Pay tak dapat dibawa bersama! Bentrokan diantara Hoay Yang Pay dan Kong Bwee Pang bukan terjadi baharu satu kali, itu adalah dendaman lama. Memang bentrokan itu harus dicegah. Bagi kami dari See Gak Pay adalah lain. Bukankah See Gak Pay tak ada sangkut pautnya dengan Hong Bwee Pang? Bukankah kita tak pernah saling dendam? Pinnie akui, dgn. pedang Tin hay Hok po kiam ditangan, pinnie ada punya juga musuh2 kaum kang ouw, tetapi mereka adalah golongan jahat, tetapi dengan Hong Bwee Pang belum pernah. Bukankah kita masing2 jalan sendiri? Muridku yang bernama Yo Hong Bwee ada puteri Sie coe Yo Boen Hoan di Hoa im. Yo Sie coe ini adalah sasterawan dan budiman turun temurun, ketika dia pangku pangkatnya di Kanglam, dia ada putih bersih, dia sangat menyintai rakyat, kami kaum kang ouw, kami pasti telah mendengarnya tentang dia. Kami dari See Gak Pay tidak biasanya menerima murid bukan orang suci, kalau toh kami terima gadis Yo, itu di sebabkan dia berjodoh dengan kami. Gouw Ko Pie dari Tong kwan mengilar untuk kekayaan nya Yo Sie coe, yang dia ingin punyakan, maka dia telah gunai tipu daya keji untuk memfitnah, hingga satu sasterawan, satu budiman, mesti terjatuh kedalam mulut srigala dan harimau. Itu ada perbuatan yang menerbitkan kemurkaan Thian dan manusia, apapula kami kaum Rimba Persilatan, asal kami masih punyakan ambekan, pasti kami akan menolong padanya, untuk menegakkan keadilan. Tapi Cio Tocoe dari Kong Bwee Pang sudah tidak berbuat demikian, malah dia ikhlas berbuat jahat, dia menambah kehebatan, dia sudah mengganggu kuilku, dia culik muridku itu, yang dia selundupkan ke Kanglam ini. Bagaimana bisa dia rusaki nama baik tiga turunan dari See Gak Pay? Dapatkah pinnie bersabar lagi? Maka juga sekembalinya pinnie ke Pek Tiok Am, pinnie sudah bersumpah, sekalipun dengan mengkorbankan jiwa semut pinnie, untuk cuci malu itu. Celakanya, sekarang ini ketahuan, Cio Loo Yauw justeru ada anggota durhaka dari Hong Bwee Pang. Disebelah itu, disepanjang jalan kami telah dirintangi, dimusuhi, dan pelbagai jalan jahat telah dipergunakan terhadap kami malah sampai didalam Cap jie Lian hoan ouw, gangguan yg. berupa penyerangan gelap masih dilanjutkan. Maka itu sekarang pinnie mohon keadilan dari Boe Pangcoe, supaya Cio Loo Yauw itu dihukum menurut kejahatannya! Mengenai urusan dengan Hoay Yang Pay, Boe Pangcoe boleh selesaikan, itu sendiri, pinnie tidak campur tangan tapi mengenai kuilku, pinnie masih hendak, minta lainnya Pek Tiok Am adalah putih bersih sejak dibangunnya, sekarang dia telah dibakar, dibikin kecipratan bau amis darah, dengan keadilan Boe Pangcoe, aku minta diutus hiocoe dari Lwee Sam Tong ke kuilku itu, untuk menghaturkan maaf supaya ke sucian kami dipulihkan. Ini juga ada permintaan yang mengalah dari pinnie. Apabila Boe Pangcoe tak dapat beri muka terang kepada pinnie, terang pinnie tak dapat memberikan tanggung jawab kepada Hoedcouw yang kami muliakan, kepada tetua kami yang sudah mengundurkan diri. Umpama Boe Pang coe tak dapat memenuhi permintaan pinnie ini, itu tandanya Boe Pangcoe tak memandang mata kepada kami, untuk itu, kita pasti punyakan urusan lain lagi”.

Semua hadirin tergerak hatinya mendengar kata2 beralasan dari niekouw dari See Gak Pay ini. Dia berada dipihak benar, dia omong dengan sabar tapi suaranya tetap dan tegas..

Boe Wie Yang mendongkol karena kata2 tetamunya itu, ia gusar, tapa atasi diri sendiri, ia paksakan untuk bersenyum.

“Am coe telah menegur dengan beralasan, seharusnya Boe Wie Yang terima itu dengan baik,” berkata ia. “Dalam urusan kita ini, harap Am coe sudi dengar keteranganku. Bukankah kita ada sama2 kaum kang ouw? Sejak Hong Bwee Pang dibangunkan pula, aku telah bekerja keras akan larang orang2ku berbuat tidak selayaknya. Tindakan ini ada untuk memperbaiki kesalahan yang lampau. Tindakanku itu telah membuat aku berhasil juga sedikit sebagaimana adanya sekarang Buktinya, dihadapan para tetamu aku telah melakukan pemeriksaan di Thian Hong Tong dan menghukumnya siapa yang bersalah. Pemeriksaan dan hukuman itu tidak saja untuk memulihkan kebersihan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay tapi juga untuk Hong Bwee Pang sendiri. Kesudahannya, seperti Am coe saksikan sendiri, telah mengakibatkan satu melapetaka didalam kalangan kami sendiri. Sekarang Am coe begini mendesak, inilah sulit bagiku. Umpama kejadian aku utus Lwee Sam Tong ke Pek Tiok Am untuk menghaturkan maaf, pasti seratus lebih tocoe dan anggauta2nya akan beranggapan aku berada dibawah ancaman Tin hay Hok po kiam dan See boen Cit poo coe. Kalau itu sampai terjadi, apa bukan terlebih baik Boe Wie Yang sendiri yang bersembahyang didepan Couwsoe untuk akui kesalahan sendiri, buat bubarkan saja Hong Bwee Pang? Dengan demikian, lenyaplah rintangan untuk See Gak Pay bertindak merdeka dalam dunia kang ouw. Maka itu, Am coe harap kau maafkan aku, tak dapat aku terima syaratmu ini”.

Jawaban menyangkal dari Boe Wie Yang ini segera menciptakan ketegangan, melihat itu Hek sat chioe Poei Ciong, si Tangan Hitam, boe soe dari Ouwlam, lantas buka suara.

“Aku Poei Ciong telah turut hadirin pertemuan ini, tak dapat aku peluk tangan saja”, berkata ia dengan suara keras. “Boe Pang coe, Ong Loosoe dan Am coe, semua mempunyai alasan nya sendiri, nampaknya masing2 sukar mengalah, maka pikirku, kita orang2 kang ouw baik bicara secara orang kang ouw juga! Sebenarnya, urusan apapun mesti ada akhirnya, tapi urusan ini baiklah ditunda dahulu. Pertemuan ini, kecuali karena adanya aku satu boe beng siauw coet, serdadu tak ternama, boleh dinamakan pertemuan orang2 gagah, aku percaya, sulit akan cari pertemuan semacam ini yang ke duanya. maka itu, baik diadakan saja satu pertandingan, kedua pihak cari pemutusan dengan adu kepandaian. Secara demikian urusan akan selesai dengan segera! Bukankah ini ada cara paling memuaskan? ”

Belum lagi suara mendengung dari kata2 Poei Ciong ini berhenti atau segera terdengar suara tertawa gelak2 dari Siangkoan In Tong, yang tangannya masih saja pegangi hoencweenya, setelah mana dia berkata “Kata2 Poei Loosoe ini adalah seumpama tusukan jarum, begitu nancap begitu darah keluar! Ini benar ada satu cara yang memuaskan! Kita memang tak boleh meninggalkan, asal kita, apa yang dijual, apa yang diteriaki! Memang, mari kita ambil putusan dengan jalan adu kepandaian! Boe Pangcoe, kau ambillah segera jalan ini, aku bersedia akan menemani, untuk menerima pengajaran! Ini juga ada cara untuk membikin semua hadirin tidak duduk menantikan, dengan kecewa datang dengan gembira, tapi pulang dengan kecele! Boe Pangcoe, harap kau tidak bersangsi pula!”

Wajahnya Boe Wie Yang lantas jadi terlebih sabar, lantas ia berbangkit.

-ooo0dw0ooo-

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar