Jilid 1 : Telapak maut dari Benteng kuno
SUATU hari yang cerah, tiga orang laki-laki gagah berjalan dengan langkah cepat mengarungi padang rumput yang luas. Orang pertama adalah seorang tua dengan jenggot yang putih, badan sedang dan agak kurus, melangkah dengan tegap tanda bahwa ia memiliki tenaga dalam yang hebat.
Orang yang kedua adalah setengah tua, badan tinggi kurus, muka pucat seperti penyakitan-Namun kalau memperhatikan matanya yang mencorong tajam itu, orang akan ngeri dan bergidik. Sebab mata itu bagaikan mata seekor harimau dimalam gelap. Delapan orang yang ketiga seorang muda berumur lebih kurang tiga puluh tahun muka putih dan berbadan tampan- Tapi dari tarikan mukanya menunjukkan orang itujahat serta licik.
Tiba-tiba orang kedua yang berbadan kurus, dan penyakitan itu berhenti dan menunjukkan telapak tangannya serta berseru.
"Hey toako. ji-ko ... coba lihat bangunan benteng dibawah lembah tersebut mungkinkah benteng itu adalah benteng kuno yang sedang kita cari?? . . ."
Semangat kakek berjenggot itu berkobar kembali, buru-buru ia menengok kebawah lembah itu,
kemudian sambil mundur selangkah ke belakang gumamnya. "oooh mengerikan sekali"
Tanah berwarna kuning membentang didasar lembah, panjang bagaikan seutas tali kuning, mengikuti kaki bukit dikedua belah sisinya menjorok jauh kedalam, keadaan itu bagaikan seekor naga yang berbaring dengan tenang disana . . .
Gulungan angin yang kencang mengibarkan pasir kuning itu ke angkasa membentuk kabut yang tebal, diantara lapat-lapatnya cuaca tampaklah sebuah bangunan benteng kuno yang tinggi kokoh bertengger disitu, tapi karena jarak yang terlalu jauh maka keadaan benteng itu tak sempat terlihat jelas...
Lama sekali kakek berjenggot itu mengamati benteng tersebut, kemudian baru ujarnya.
"Ehmm... tak bakal salah lagi, ayoh berangkat.. . kita turun kebawah. Tapi ingat jangan gugup dan tak usah gelisah, kita lakukan semua pekerjaan menurut rencana." habis berkata, ia melangkah turun lebih dahulu.
Tiba-tiba kakek yang berwajah penyakitan itu menghela napas panjang, lalu berkata.
"Toako apakah kita harus melakukan pembantaian secara sadis hingga seorang manusiapun tak boleh dibiarkan hidup??"... Tertegun hati kakek berjenggot itu setelah mendengar ucapan tersebut, rupanya dia tak menyangka kalau Ji-te atau adik keduanya bisa mengucapkan kata-kata
yang sama sekali diluar dugaan ini. Matanya yang sipit kontan melotot besar, sambil mendengus ia menjawab.
"Hmmm Apa yang dikatakan Pembantaian itu?? ji-te, pernahkah engkau mendengar kata-kata yang berbunyi demikian, sisa rumput tidak dicabut, angin berhembus akan tumbuh kembali??" sembari berkata dengan pandangan yang tajam ia menatap wajah kakek penyakitan itu.
Buru-buru kakek tersebut alihkan sorot matanya kearah lain, sesudah sangsi sejenak katanya.
"Tapi... ia telah menghindari kita selama dua belas tahun, aku rasa...aku rasa..."
"Haaaaahh . ..haaahh . . . haaahh ..." lelaki bermuka putih itu tertawa terbahak-bahak memotong ucapan kakek penyakitan yang belum habis, "Ji-ko kalau engkau tidak tega untuk turun tangan, biarlah aku serta toako mewakili dirimu . . . yaa siapa suruh kita adalah saudara angkat yang sehidup semati???" Ucapannya tajam sinis dan tak enak didengar.
Wajah kakek berwajah penyakitan itu kontan berubah cemberut, ia mendengus dingin dan berseru.
"Sam-te, kalau engkau menganggap bahwa kita adalah saudara senasib sependeritaan, aku harap tutuplah mulutmu yang bau itu "
"Eeei , eeei. ... kita toh orang sendiri, kenapa mesti cekcok ?" damprat kakek berjenggot
sambil menyapu sekejap kedua orang itu. "Jite kalau engkau tiada usul lain, mari kita segera berangkat."
Diam-diam kakek penyakitan itu menghela napas panjang, tubuhnya segera meluncur kedasar lembah dengan gerakan yang amat cepat, dua orang rekannya segera memberi tanda kepada empat orang pria lainnya dan menyusul dari belakang.
Tujuh sosok bayangan manusia laksana kilat meluncur kearah lembah bukit itu, dalam waktu singkat mereka sudah menerobosi bukit bor batu dan tiba didepan pintu gerbang benteng kuno itu.
Tiga orang yang ada didepan memandang sekejap pintu gerbang yang tertutup rapat, tanpa disadari bulu kuduk mereka pada bangun berdiri.
Pintu gerbang itu berwarna hitam dan tebal sekali, debu tebal menyelimuti pintu tadi membuat warna yang sudah agak luntur nampak makin mengenaskan, seakan-akan tempat itu sudah lama tidak dihuni orang.
Kakek penyakitan mengamati sebentar pintu gerbang kuno itu, lalu berkata dengan nada lirih. "Toako, mungkin kita telah salah mencari tempat yang dituju, masa ada orang yang sudi berdiam di tempat seperti ini ?"
Pria bermuka putih mendengus dingin. "Hm, jika engkau tidak mau masuk. biarlah aku yang masuk, toh kita sudah sampai disini, kalau tidak diperiksa apa gunanya kita jauh jauh kemari ? Bagaimanapun juga hal itu tidak merugikan kita."
"Ehm, ucapan sam-te memang benar." sambung kakek berjenggot sambil mengangguk. "Ayo masuk."
Sepasang kakinya menjejak tanah dan segera loncat naik keatas dinding benteng yang tingginya mencapai lima tombak itu dengan gerakan cepat.
Dua orang rekan lainnya segera menyusul dari belakang, hanya empat orang pria berbaju ringkas saja yang tak mau meloncat naik.
Pria bermuka putin itu menyapu sekejap halaman dalam benteng itu, kemudian melemparkan seutas tali kebawah dan menarik empat pria lainnya naik kedinding, setelah itu baru meloncat masuk keruang dalam.
Suasana hening dan sepi sekali... dihalaman yang luas tiada pepohonan, semak- belukar maupun bunga yang beraneka ragam keadaannya gundul dan menyeramkan.
Ruangan yang besar berdebu tebal, pintu maupun jendela tertutup rapat, sarang laba-laba mengotori dinding membuat keadaan benteng itu kotor dan tak sedap dipandang, siapapun akan berpendapat bahwa benteng itu kosong tak berpenghuni.
Menyaksikan keadaan ditempat itu, kakek berjenggot segera berpikir didalam hati. "Rupanya kita sudah salah mencari tempat" ia tarik tangan kakek penyakitan dan segera melayang pula kedalam halaman benteng itu.
Mendadak serentetan bentakan nyaring menggema memecahkan kesunyian-"Ada urusan apa kalian bertiga dimalam buta berkunjung kebenteng oh liong-po ?"
Ketiga orang itu terkejut, dengan cepat mereka berpaling kearah mana berasalnya suara itu dan mundur selangkah kebelakang dengan hati terkesiap.
Kurang lebih lima tombak dihadapan mereka, berdirilah seorang kakek berambut putih. Kapankah kakek tua itu munculkan diri ? Dengan kepandaian silat yang mereka miliki ternyata tak seorangpun yang tahu.
Pria bermuka putih itu termenung sebentar, lalu sambil menjura ia berkata. "Lo-tiang, tolong tanya apakah tempat ini adalah Selat oh- liong- kok" suaranya keras, jelas ia hendak memamerkan kepandaian nya.
Sepasang mata kakek berambut putih yang semula terkatup mendadak melotot besar, dengan serentetan cahaya tajam bagaikan pisau belati ia menatap wajah pria bermuka putih itu, lalu menegur dengan nada gusar.
"Jangan berteriak-teriak seperti setan menjerit, kalau sampai majikan mudaku terbangun-.. kubacok tubuhmu sampai hancur berkeping-keping."
Ketika sorot mata mereka bertiga saling membentur dengan kakek berambut putih itu, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, tanpa sadar mereka berpikir
"Sebenarnya siapakah kakek tua ini ? Mungkinkah majikan muda yang dia maksudkan adalah Gak In Ling ?" diikuti pikiran lain berkelebat pula dalam benaknya. "Ah, tidak mungkin-.. hal ini tidak mungkin, sekalipun ilmu silat yang dimiliki Gan cin Peng amat tinggi, tidak mungkin akan selihai orang ini, mana mungkin orang ini bersedia menjadi pelayannya ?"
Berpikir sampai disini tanpa terasa hati merekapun menjadi lega. Pria bermuka putih kembali memberi normal, lalu ujarnya sambil tertawa seram.
"Harap lo-tiang suka memaafkan kesalahan kami yang tidak disengaja, adapun kedatangan kami adalah untuk mencari tahu tentang seseorang, apakah engkau bersedia memberi petunjuk ?"
Kakek berambut putih berpaling dan memandang sekejap keruang dalam, lalu mendengus dingin. "Hm Tiang- kang Sam- kiat, tiga sekutu dari Sungai Tiang- kang, kalau kalian tahu diri, cepat- cepatlah enyah dari sini, kalau terlambat hm, mungkin kalian akan menyesal sepanjang masa."
Dalam pada itu empat orang pria kekar yang datang bersama Tiang- kang Sam- kiat telah melompati dinding pagar dan memburu datang.
Kakek berjenggot itu menyapu sekejap ke-arah rekan-rekannya, kemudian tertawa dingin. "He, he, he, kalau sudah tahu kami adalah tiga sekutu dari sungai Tiang-kang, tentu mengetahui peraturan kami selama melakukan pekerjaan? IHmm Engkau anggap dengan mengandalkan sepatah katamu itu maka kami akan kabur ketakutan ?"
Sekali lagi kakek berambut putih itu memandang sekejap keruang belakang, rambutnya yang beruban mendadak menggetar keras tanpa terhembus angin, ia menarik napas panjang untuk menahan hama amarah yang berkobar dalam dadanya kemudian berkata. "Hm, katakanlah, siapa yang kalian cari ?"
"Gak In Ling." Sekilas napsu membunuh berkelebat diatas wajah kakek berambut putih itu. "Tahukah kalian semua, siapa aku ?"
"Maafkanlah kami, sekalipun aku punya mata namun tak kenal siapa dirimu itu "jawab lotoa dari Tiang- kang Sam- kiat setelah melirik sekejap kearah rekan-rekannya.
"Engkau tak kenal siapa aku, sebaliknya aku tahu bahwa kalian bertiga adalah bandit-bandit tak tahu malu yangjual kawan untuk mencari pujian-"
Merah-jengah selembar wajah kakek penyakitan, buru-buru dia alihkan pembicaraan kesoal lain- "Boleh aku tahu siapakah namamu ?" ia bertanya.
Untuk ketiga kalinya kakek berambut putih itu berpaling keruang benteng, setelah itu baru ia menjawab.
"Manusia sesat dari selatan oei Hoa Yu bukan lain adalah aku "
"Apa ? Engkau adalah manusia sesat dari selatan ?" tanpa sadar Tiang-kang Sam-kiat mundur tiga langkah kebelakang, jantung berdebar keras.
"Lam-shia" manusia sesat dari selatan- "Pak-koay" manusia aneh dari utara selamanya tidak pernah berpisah satu sama lainnya, mereka dikenal sebagai dua orang makhluk yang paling sukar dilayani, bukan saja ilmu silatnya amat tinggi, terutama sekali sikap mereka yang lurus tidak¬sesatpun tidak- perbuatan mereka selamanya dilakukan menurut suara hatinya karena ia hampir boleh dibilang setiapjago persilatan berusaha untuk menjauhi mereka.
Mimpipun Tiang- kang sam- kiat tak pernah menyangka kalau mereka akan berjumpa dengan manusia sesat dari selatan ditengah benteng kuno yang terpencil ini. Terdengar manusia sesat dari selatan berkata sambil mengertak gigi:
"Hitung-hitung kali ini nasib kalian bertiga anjing-anjing sialan memang masih mujur,
kedatanganmu memang kebenaran sekali dikala majikan muda sedang beristirahat kalau tidak
hm Jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan hidup Nah, sekarang juga cepat enyah dari sini, apa yang kalian masih nantikan ?"
Dari ucapan itu bisa diketahui bahwa manusia sesat dari selatan ada maksud untuk melepaskan mereka, siapa tahu orang-orang yang diberi kasihan tidak sadar, malahan dikiranya pihak lawan sedang menggertak mereka.
"Kalian bertiga tak usah pergi lagi dari sini." mendadak terdengar suara yang dingin menyeramkan datang. Tiang- kang Sam- kiat terkesiap. mereka sama-sama berpikir didalam hati. "Seram amat suara orang ini, siapakah dia ?"
Entah sejak kapan, dibelakang tubuh manusia sesat dari selatan telah muncul seorang pemuda baju hitam yang tampan dan beralis lenting bagaikan pedang.
Mendengar seruan itu, air muka manusia sesat dari selatanpun berubah hebat, dengan cepat ia putar badan dan memberi hormat. "Budak benar-benar tak berguna, hanya urusan sepele saja harus mengagetkan siau-ya" nada ucapannya penuh dengan rasa hormat dan jeri.
Pemuda baju hitam itu gelengkan kepalanya dengan ewa. "Selama ini aku sama sekali tidak tidur." sahutnya. "Ketika mereka datang akupun sudah tahu," dia melangkah kedepan dan menghampiri Tiat-kang Sam- kiat, sambungnya dengan nada dingin. "Paman bertiga, apakah datang untuk mencari aku Gak In Ling ?"
Tiat-kang Sam- kiat terkesiap dan merasakan bulu kuduknya bangun berdiri, mereka merasa dirinya terpengaruh oleh keangkeran serta keagungan musuhnya, membuat mereka merasa tak mampu untuk bergerak.
Pria bermuka putih melirik sekejap kearah pemuda itu dengan pandangan licik, tiba-tiba ia tertawa. "Ha h, hah, hah selama banyak tahun Hian-tit (keponakan) pasti amat menderita, bukan ? Kami selalu merasa tidak tenang, setelah bersusah payah akhirnya"
"Sebutan tadi merupakan sebutan yang terakhir dari ku untuk kalian bertiga." tukas pemuda baju hitam dengan sinis. Diantara biji matanya yang jeli mendadak terlintas napsu membunuh yang tebal, dengan nadanya yang seram, lanjutnya kembali.
"Menjual ayahku untuk mencari pujian, mencelakai ibuku untuk menutup mulut, dan sekarang datang ke benteng oh liong-po untuk membabat rumput keakar-akar nya hm, hm.. jika aku Gak In Ling tidak menghancur lumatkan tubuhmu, Thian benar-benar tidak adil."
Habis berkata ia loncat maju kemuka dan berdiri kurang lebih lima depa dihadapan Tiang-Sam-kiat.
Tiba-tiba manusia sesat dari selatan menghadang dihadapan Gak In Ling, ujarnya dengan hormat.
"Untuk menghadapi manusia-manusia bangsa tikus seperti mereka, kenapa majikan muda harus turun tangan sendiri ? Serahkan saja kepada budak untuk menggebah mereka pergi."
Napsu membunuh serta rasa dendam yang berkobar menyelimuti seluruh benak Gak In Ling dengan tegas ia menggeleng.
"Dendam ayahku harus dituntut balas oleh puteranya sendiri, aku hendak membuat majikan mereka tahu bagaimanakah keadaan dari korban yang menemui ajalnya ditanganku."
Rasa ngeri dan seram menyelimuti hati Tiat kang Sam- kiat, suatu firasat yang jelek melintas dalam benak beberapa orang itu, walaupun mereka yakin bahwa ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay sehingga cukup digunakan untuk menghancurkan benteng oh-liong-poo, akan tetapi dalam beberapa detik yang singkat, seakan-akan mereka lupa bahwa mereka memiliki ilmu silat yang tinggi, keadaan mereka tidak lebih bagaikan orang hukuman yang menantikan keputusan pengadilan-
Mungkin hal ini dikarenakan pengaruh serta wibawa yang terpancar keluar dari pemuda misterius dihadapannya ini, mungkin juga karena kesalahan yang pernah mereka lakukan dimasa lampau sehingga mengurangi kesombongan dan kejumawaan mereka, pokoknya dalam waktu yang amat singkat mereka tak mempunyai keberanian untuk menjawab ataupun buka suara.
Dalam pada itu manusia sesat dari selatan telah mengundurkan diri kesamping, Gak In Ling segera maju lebih mendekat, katanya dengan seram.
"Belah dada kalian sendiri dan tarik keluar jantung kalian masing-masing, aku ingin lihat jantung kalian berwarna hitam atau tidak?"
Walaupun suaranya tenang dan datar, akan tetapi mengandung daya kekuatan yang besar, seakan-akan perintah kematian yang tak dapat dibantah lagi.
Manusia sesat dari selatan tersohor karena kekejiannya dalam membunuh orang, tetapi setelah mendengar ucapan itu tak urung hatinya terkesiap juga, pikirnya.
"Dihari-hari biasa majikan muda selalu halus dan berbudi luhur, mengapa pada malam ini bisa berubah jadi begitu sadis dan kejam?"
Tiang- kang Sam- kiat serta empat pria kekar yang berada dibelakangnya segera mundur dua langkah kebelakang dengan ketakutan, empat belas mata memancarkan cahaya ngeri dan seram dan bersama ditujukan kepada pemuda baju hitam di hadapannya.
Gak In Ling mengerdipkan matanya yang jeli, tindak-tanduknya tetap halus dan terpelajar, siapapun tidak percaya bahwa perintah yang begitu sadis dan begitu brutal muncul dari mulut pemuda tampan itu.
Waktu sedetik demi sedetik lewat dengan cepatnya, kesadisan diatas wajah Gak in Ling yang tampan kian lama kian bertambah tebal, mendadak ia tertawa seram.
"He, he, he Apakah kalian bertiga hendak menunggu sampai aku Gak In Ling turun tangan sendiri ?" ancamnya. Sambil berkata selangkah demi selangkah ia maju mendekati tiga jagoan dari sungai Tiang- kang tersebut.
Tanpa sadar Tiang-kang Sam- kiat selangkah demi selangkah mundur pula kebelakang, mengikuti langkah kaki yang berat, air muka ketujuh orang itu berubah beberapa kali, mereka merasa bahwa jiwa mereka yang sangat berharga itu kian lama kian mendekati jurang kematian-
Jelas, keberanian serta segenap kekuatan mereka telah dipunahkan oleh keangkeran Gak In Ling. Tiba-tiba dari belakang tubuh Tiang-kang Sam-kiat berkumandang datang suara bentakan keras:
"Bajingan cilik Engkau jangan terlalu menghina orang "
Sesosok bayangan manusia meluncur ke muka, angin pukulan yang maha dahsyat langsung menghantam batok kepala pemuda she Gak itu.
Gak In Ling sama sekali tidak berpaling atau angkat kepala, diapun tidak menghentikan langkah kakinya, sorot mata yang tajam masih menatap wajah Tiang- kang Sam-kiat tanpa berkedip. terhadap serangan yang sedang mengancam tubuhnya itu ia sama sekali tidak mengambil gubris.
Dalam waktu singkat, sepasang telapak telah mengancam diatas batok kepala pemuda itu. Mendadak jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan kesunyian yang mencengkamkan dimalam buta itu.
Sesosok bayangan tubuh yang besar mencelat keangkasa, melewati atas kepala Tiang- kang Sam-kiat dan terbanting kurang lebih tujuh tombak dibelakang ketiga orang itu dalam keadaan tidak bernyawa lagi.
Tiang- kang Sam-kiat terkesiap, kecuali mereka saksikan pemuda she Gak itu mengangkat tangan kanannya, tiada gerakan lain yang terlihat oleh mereka, akan tetapi dari tujuh orang sekarang mereka telah kehilangan seorang rekan-
Satu-satunya harapan untuk hiduppun ikut musnah bersama dengan kematian pria kekar itu, sekarang mereka sudah patah semangat dan tak punya keberanian untuk melakukan perlawanan lagi.
Dari sorot mata Lo-toa serta Lo-sam Tiang- kang Sam-kiat segera melintas rasa takut, ngeri, dan mohon ampun, bibir yang pucat pias gemetar keras namun tak sepatah katapun yang meluncur keluar.
Tiba-tiba terdengar Lo-ji yang baik hati itu menghela napas panjang lalu berkata. "Aiii Satu kali salah melangkah akhirnya kita akan menyesal sepanjang masa, toako Sam-te Sebenarnya apa yang berhasil kita dapatkan ?"
Sambil berkata ia merobek pakaian bagian dadanya sendiri, kemudian sambil mengertak gigi, jari tangannya yang kuat bagaikan cakar baja tiba-tiba dihujamkan keatas dadanya sendiri.
"Creeet " semburan darah segar berhamburan disepanjang lantai, sambil meringis menahan
kesakitan ia betot keluar jantungnya sendiri.
Air muka yang semula berwarna kuning pucat kini berubah jadi hijau keabu-abuan, sorot mata yang tajam kian pudar, dengan pandangan mata minta maaf ia melirik sekejap kearah Gak In Ling, bibir yang pucat gemetar keras dan akhirnya ... bluuukk Tubuh terkapar diatas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi
Dua titik air mata perlahan-lahan menetes keluar dari balik kelopak matanya, namun senyum ketenangan dan kedamaian telah menghiasi bibirnya, mungkin ia merasa bahwa hutang yang tak bisa dibayar selama ini akhirnya berhasil juga di lunasi.
Tiada dengusan kesakitan, tiada jeritan lengking sekarat, tapi seorang jago yang amat lihay telah gugur dengan jantung yang berlumuran darah masih tergenggam ditangannya.
Sekilas rasa kaget berkelebat diwajah manusia sesat dari selatan, mungkin ia merasa peristiwa itu terlalu sadis dan kejam. Airmuka Lo-toa dan Lo-sam dari Tiang-kang Sam-kiat serta tiga orang pria kekar yang berada dibelakangnya telah berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya, rasa takut, ngeri, dendam berkecamuk menjadi satu membakar hati mereka semua.
Gak In Ling telah berdiri dengan wajah hambar, terhadap peristiwa sadis yang berlangsung dihadapan matanya ia tidak berpaling barang sekejappun, seakan-akan kejadian itu sama sekali tak terlihat olehnya.
Dengan dingin ia menyapu sekejap kearah dua orang itu. "Sekarang tiba giliran kalian berdua " Beberapa patah kata yang pendek. terdengar oleh Lo-toa serta Lo-sam dari Tiang- kang Sam-kiat bagaikan guntur yang membelah bumi di siang hari bolong.
Lo-toa dari Tiang- kang Sam-kiat tak dapat menahan diri lagi, ia menengadah keangkasa dan
tertawa seram.
"Ha ha ha Gak In Ling bocah cilik, dengan mengandaikan sepatah duapatah katamu itu, engkau
anggap kami segera menyerah dan mudah dibunuh ? Ha ha Engkau anggap toyamu sekalian ini
siapa ? Kau kira kelinci- kelinci yang gampang dijagal dengan begitu saja?"
Gak In Ling mendengus dingin, napsu membunuh yang tebal melintas diatas wajahnya, sambil ayunkan sepasang telapaknya ia menjawab.
"Aku mengandalkan sepasang telapakku ini? Hm, kalau kalian tidak percaya, silahkan mencoba"
Lo-sam lebih tenang dan licik daripada rekannya, walaupun hatinya merasa takut sekali akan tetapi diatas wajahnya masih dapat mempertahankan ketenangan, mendengar ucapan itu ia angkat kepala dan memandang kearah sepasang telapak anak muda itu.
"Telapak maut?" jeritnya melengking, suaranya gemetar dan mengandung rasa takut yang hebat, dengan sempoyongan ia mundur sampai tujuh langkah kebelakang, sepasang matanya memandang kearah telapak tangan pemuda itu tanpa berkedip.
Rasa ngeri, putus asa, mohon ampun serta pelbagai perasaan berkecamuk didalam hatinya dengan wajah yang pucat.
"Apa ?? Ah, telapak maut" jerit Lo-toa pula dengan suara tertahan, ia mundur sempoyongan dan jatuh terduduk diatas lantai. Manusia sesat dari selatan pun tertegun, kemudian dengan hati terjelos gumamnya:
"Oooh Thian, kenapa sampai jadi begini ? Kenapa sampai diapun tidak dilepaskan?"
Mengikuti ucapan tersebut dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya. Dalam pada itu dengan pandangan sadis Gak in Ling telah memandang kembali kearah ke dua orang itu, lalu bentaknya. "Apa yang kalian nantikan lagi ?"
"Otak yang mendalangi pembunuhan itu bukan kami "jerit Lo-sam dengan suara gemetar.
"Kau... kau... "
"Kalau bukan kalian, siapa lagi ?" bentak Gak In Ling kembali dengan nada seram.
"Aku... aku aku tidak tahu."
Gak In Ling menengadah dan tertawa panjang. "Haa haa... haa... Sedari tadi aku telah tahu
bahwa kalian tak akan tahu, jual ayah ku untuk mencari pujian, apa yang berhasil kalian
dapatkan- Haa haa haa "
"Majikan muda, kau. ...jangan terlalu emosi." bisik manusia sesat dari selatan dengan nada kuatir.
Gak In Ling menghentikan gelak tawanya, dengan napsu membunuh makin berkobar ia berseru keras: "Aku akan suruh kalian berdua merasakan sampai di manakah kelihayan dari telapak mautku ini " sambil berkata sepasang telapaknya perlahan-lahan diangkat keatas.
Lo-toa dan Lo-sam dari Tiang- kang Sam-kiat mundur tiga langkah kebelakang dengan ketakutan “Breett” Mereka robek pakaian bagian dadanya sendiri, sementara sorot mata mengandung rasa takut dan minta ampun terpancar keluar dari mata mereka.
Gak In Ling sama sekali tidak tergerak hatinya oleh tingkah laku musuhnya itu, perlahan-lahan telapaknya sudah diangkat mencapai depan dada, senyuman dingin yang sadis dan kejam tersungging dibibirnya.
"Kalau tahu akhirnya akan jadi begini, kenapa dahulu kalian berbuat khianat, hem ?"
Sepasang telapak dengan cepat didorong ke-depan-.. Rupanya kedua orang itu tahu bahwa nasib mereka akan berakhir pada hari ini, dengan nekad merekapun mencengkeram kearah dada sendiri serta membetot keluar jantung mereka seperti apa yang telah dilakukan rekan mereka sebelumnya.
Dua jeritan melengking kembali berkumandang memecahkan kesunyian yang mencekam seluruh lembah oh-liong-pio, suaranya begitu mengerikan sehingga mendirikan bulu roma semua orang.
Dengan pandangan dingin Gak In ling menyapu sekejap kearah mayat Tiang- kang Sam-kiat yang terkapar diatas tanah, kemudian menengadah dan melotot kearah pria-pria lainnya yang berdiri menjublek disana dengan pandangan seram, katanya:
"Bawa ketiga sosok mayat itu dan segera enyah dari tempat ini, kalian tak boleh mengubur mayat mereka disekitar gunung Thaysan atau tempat manapun, mayat itu harus kalian bawa pulang kemarkas besar Tiang-kang, jika berani membangkang perintahku, hmm?"
Tiga orang pria kekar itu mundur dengan ketakutan, tapi merekapun merasa amat girang karena mimpipun tak pernah disangka bahwa mereka masih bisa lolos dari tempat itu dalam keadaan hidup, Tanpa banyak bicara lagi mereka bopong mayat Tiang-kaag Sam- kiat yang mengerikan serta mayat rekannya lalu kabur terbirit-birit dari situ.
Sepeninggalnya beberapa orang itu, Gak In Ling menengadah memandang bintang yang bertaburan diangkasa, lalu bergumam seorang diri:
"Dua belas tahun lamanya,. yaa dua belas tahun, suatu jangka waktu yang amat panjang."
Manusia sesat dari selatan maju kedepan dengan langkah yang berat, bisiknya. "Majikan muda, apakah engkau telah melatih ilmu telapak maut itu?"
"Benar," jawab pemuda she Gak dengan sedih. "aku tak dapat menanti lebih lama lagi." Manusia sesat dari selatan menghela napas panjang.
"Aaaai kesemuanya ini adalah akibat dari keteledoran hamba sekalian, sehingga membuat pil mujarab yang hampir jadi, telah dicuri orang. Tetapi, majikan muda, apakah engkau tak bisa menunggu sebentar lagi ? Mungkin makhluk tua itu akan segera kembali."
"Tujuan orang itu adalah hendak mencabut jiwa aku orang she Gak. kendatipun penjagaan yang kalian lakukan lebih ketatpun tak akan lolos dari cengkeramannya, oleh karena itu... "
"Majikan muda sekalipun manusia berusaha, tapi Thianlah yang menentukan segala-galanya,
engkau tak boleh berputus asa, kita tokh masih bisa "
Gak In Ling tertawa. "Tak usah dicoba lagi, dua tahun bagiku sudah terasa lebih daripada cukup,"
"Tapi sejak kini keluarga Gak... "
Gak In Ling mengerdipkan matanya, sebelum manusia sesat dari selatan sempat menyelesaikan kata-katanya, dia telah menukas.
"Asal dendam sakit hatiku bisa dibalaskan, apa yang aku inginkan bisa terkabul, maka sisanya yang lain tak usah-dibicarakan lagi." setelah berhenti sebentar, lanjutnya. "Besok pagi, aku hendak tinggalkan benteng kuno ini."
"Aku juga ikut " kata manusia sesat dari selatan dengan hati amat gelisah.
"Tidak, engkau harus menunggu sampai manusia aneh dari utara kembali ke sini, kemudian baru bersama pergi mencari aku."
"Majikan Muda, aku tidak tega... aku merasa khawatir sekali dan aku pikir... "
"Keputusanku sudah bulat, engkau tak usah banyak bicara lagi." Tukas Gak In Ling dengan cepat.
Perlahan-lahan ia berjalan masuk kedalam ruangan, dari balik biji matanya yang jeli, air mata perlahan-lahan mengalir keluar.
Sebagai manusia tentu saja dia amat menyayangi jiwanya sendiri, tetapi suatu kekuatan lain memaksa ia harus melepaskan segala-galanya... karena sesuatu urusan ia harus membuang jauh semua pikiran semacam itu...
Dendam yang dalam bagaikan lautan, benci yang menumpuk bagaikan bukit, telah menyelimuti seluruh benaknya.
Dengan sedih dan hati yang perih manusia sesat dari selatan memandang bayangan punggung si anak muda itu lenyap dari pandangan, pada saat yang amat singkat inilah dia merasa bahwa dirinya jauh lebih memahami lagi perasaan si pemuda yang sudah berdiam hampir dua belas tahun lamanya dengan dia itu.
Senja telah lewat dan malam mencengkeram seluruh jagad, sorot lampu yang tajam menyinari setiap sudut kota con Hway, rumah makan, rumah penginapan dan tempat pelacuran mulai dikunjungi orang, suasana amat ramai dan hiruk pikuk memecahkan kesunyian-
Pada saat itulah di sebuah gedung besar yang letaknya di luar kota, suasana tetap diliputi keheningan, Malaikat Elmaut telah mencengkeram seluruh isi gedung itu, membuat keadaan terasa seram dan mengerikan.
Belasan tahun berselang, gedung besar yang megah dan kokoh ini dikenal sebagai gedung keluarga Gak. tapi kini nama yang pernah disegani dan dihormati setiap orang itu sudah mulai dilupakan orang...
Pada saat itu dua orang pria kekar berdiri mendelong didepan pintu gerbang yang berwarna merah, pada istal kuda terikat beberapa puluh ekor kuda jempolan, dari sikap kedua orang itu nampak jelas bahwa mereka sedang menghadapi suatu kejadian yang menakutkan hatinya.
Dalam sebuah ruang tamu yang luas, api lilin bersinar menerangi seluruh sudut ruangan, dua buah meja perjamuan yang besar diatur di-tengah ruangan dan disekelilingnya duduklah enam belas orang pria tua maupun muda.
Tetapi aneh sekali, walaupun sayur yang lezat dan arak yang wangi telah dihidangkan, namun tak seorangpun yang bernapsu untuk menikmati kelezatan dan wanginya hidangan tersebut. Suasana dalam ruangan itu sunyi, hening dan tak kedengaran sedikit suara pun, wajah setiap orang nampak murung dan sedih sekali. Tiba-tiba kakek berjenggot panjang yang duduk dikursi utama bangkit berdiri dan berkata.
"Saudara saudara sekalian, silahkan makan dulu sedikit hidangan yang telah tersedia, setelah itu baru merundingkan masalah pelik yang sedang kita hadapi, mari... mari kuhormati kalian semua dengan secawan arak."
Sambil berkata dia angkat cawan arak yang berada dihadapannya dan sekali teguk menghabiskan isinya, walaupun begitu kelihatan jelas sekali tangannya yang memegang cawan nampak gemetar keras.
Semua orang segera bangkit berdiri dan menghabiskan pula isi cawan masing-masing, mereka semua seperti telah kehilangan semangat, wajahnya loyo dan sama sekali tak bertenaga.
Kakek berjenggot panjang tadi menarik napas panjang, kemudian setelah berbatuk sebentar, ujarnya.
"Lo-ngo. berita yang engkau dengar bisa dipercaya atau tidak?" sambil berkata dia berpaling ke arah seorang kakek tua berusia enampuluh tahun yang berada disebelah kanan dan pada kening kanannya terdapat sebuah codet berwarna ungu.
Sorot mata semua orangpun dialihkan padanya wajah mereka semua terlintas satu harapan, bahwa berita itu tidak benar. Kakek bercodet dengan kaku mengangguk.
"Berita itu sungguh dan dapat dipercaya seratus persen-" jawabnya tegas.
"Engkau dengar dari siapa ?" hampir bersamaan waktunya ada tiga empat orang banyaknya yang mengajukan pertanyaan itu.
Perlahan-lahan kakek bercodet itu bangkit berdiri lalu berkata. "Kalian semua takut mati. masa akupun tidak takut mati ? Aku menyaksikan kesemuanya ita dengan mata kepala sendiri." suaranya gemetar dan penuh emosi.
Kakek berjenggot panjang itu amat terperanjat, tanpa terasa ia berseru keras.
"Kau, kau menyaksikan dengan mata kepala sendiri ? Bagaimana keadaan mereka ?"
Kakek bercodet menengadah dan tertawa seram, suaranya keras bagaikan kuntilanak ditengah kuburan.
"Hee hee hee... Dengan tangan sendiri mereka membetot keluar jantung mereka "
"Aahh" seruan tertahan menggema memenuhi seluruh ruangan, rasa kaget dan ngeri melintas diatas wajah setiap orang, dengan kaku dan tertegun mereka melotot kearah kakek bercodet itu.
"Masa seorang bocah cilik mempunyai kepandaian selihay itu ?" gumam kakek berjenggot panjang itu dengan nada keheranan- "Bagaimana caranya dia memaksa Tiang kang Sam- kiat untuk membetot keluar jantungnya sendiri ? Hal ini tak mungkin-"
Sekalipun dimulut ia mengatakan tidak percaya, tetapi bayangan hitam telah menyelimuti
seluruh hatinya ia merasa bahwa maut sudah semakin mendekati dirinya.
Keseraman dan kengerianpun dengan cepat menyelimuti seluruh ruangan, setiap orang merasa ketakutan dan semuanya tercekam dalam ketegangan yang memuncak sehingga dadanya terasa sesak dan sukar untuk bernapas.
Tiba-tiba
Gelak tertawa yang seram dan menggetarkan telinga berkumandang datang dari luar tembok pekarangan, diikuti serentetan cahaya merah munculkan diri ditengah ruangan.
Suara itu muncul begitu mendadak membuat semua orang- terkesiap dan merasakan jantungnya berdebar keras, puluhan pasang mata yang memancarkan sinar kaget dan ngeri bersama-sama di alihkan keluar ruangan-
Tapi mereka semakin terperanjat setelah menyaksikan manusia yang berdiri dihadapannya. Tampaklah dua orang kakek baju merah yang memakai kain penutup berwarna merah pula berdiri kaku diluar ruangan, perawakan mereka yang satu tinggi dan yang lain pendek. namun sorot matanya memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah dua butir batok kepala yang berada dalam cekalan mereka berdua, darah segar masih mengucur keluar tiada hentinya.
Terdengar manusia berkerudung yang berbadan pendek berkata dengan suara menyeramkan-
"Cin-hway Ngo- gi lima saudara dari cin-hway, aku mendapat perintah untuk datang kemari memenggal batok kepala kalian semua "
"Apa dosa kami berlima sehingga harus mendapat hukuman penggal kepala ?" tanya kakek berjenggot panjang dengan hati terjelos.
"Dosa kalian sudah terlalu besar dan kejahatan yang kalian lakukan terlalu menumpuk." jawab manusia kerudung merah yang jangkung dengan suara ketus. "Serahkan nyawa kalian semua."
"Engkau mendapat perintah dari siapa ?" tanya Lo-sam dari cin-hway Ngo-gi dengan dingin-
Manusia berkerudung merah yang berbadan cebol tertawa dingin.
"Hee... hee... hee... Kalian masih belum berhak untuk mengetahuinya kenapa masih belum
turun tangan? Apakah kalian hendakpaksa diriku untuk melakukannya sendiri?"
Dalam pada itu semua jago yang berada dalam ruangan mengetahui bahwa kedua orang itu bukanlah manusia yang ditakuti oleh mereka, maka hati merekapun jadi lega.
Mendengar ucapan lawan, mereka mendengus dingin.Jelas orang-orang itu merasa amat tidak puas dengan ucapan lawan-
Kakek berjenggot panjang segera tertawa terbahak-bahak. "Ha haa haa Aku rasa kalian
berdua belum tentu dapat melakukannya"
Manusia berkerudung merah yang berbadan jangkung naik pitam, dari balik kain kerudungnya memancar keluar dua rentetan cahaya mata yang sangat tajam, tangan kanannya segera di-ayun keluar dan sesosok bayangan hitam menerjang kearah dada kakek berjenggot panjang itu dengan cepatnya.
Kakek berjenggot panjang mendengus dingin, ia sambut datangnya benda hitam itu, tapi
dengan cepat ia berteriak kaget. "Aah bukankah dia adalah Hian Hok Tootiang?"
"Sedikitpun tidak salah, apakah kalian tidak merasa bahwa kepandaian silat yang kamu miliki jauh lebih lihay daripada Hian Hok Totiang?"
Mendengar perkataan itu cin-hway Ngo-gi saling berpandangan dengan mulut membungkam,
mereka tak menyangka kalau Hian Hok Totiang yang dikenal memiliki ilmu silat yang amat lihay pun menemui ajalnya ditangan mereka berdua.
Setelah mengamati beberapa saat lamanya batok kepala itu, Lo-toa dari cin-hway Ngo-gi berteriak keras.
"Aaaah kalau begitu engkau adalah cianjiu jin-to pembantai manusia bertangan seribu?"
"Pembantai manusia bertangan seribu." jeritan kaget hampir berkumandang dari setiap manusia yang ada dalam ruangan-
Manusia berkerudung merah itu tertawa terbahak-bahak. "Haa haa haa... setelah
mengetahui siapakah aku, beranikah kalian semua melakukan perlawanan?"
Air muka kakek berjenggot panjang itu berubah hebat, mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, batok kepala itu dibuang ketanah lalu ikut tertawa seram pula.
"Haa haa haa memang kuakui bahwa ilmu silat yang kami miliki masih terlalu jauh kalau
dibandingkan dengan dirimu, akan tetapi... "
"Akan tetapi kenapa ?"
"Akan tetapi kalian takkan berani mengganggu setiap manusia dan benda yang berada dalam ruangan ini "
Mula-mula kedua orang manusia berkerudung merah itu tertegun, kemudian dengan gusar teriaknya: "Engkau berani pandang rendah diriku. Lihat saja aku berani atau tidak," sambil berkata tubuhnya menerjang kedepan.
Buru-buru kakek berjenggot panjang itu merogoh kedalam sakunya dan mengambil keluar sebuah tanda pengenal yang berukir indah sekali, sambil mengangkat tanda pengenal itu ketengah udara serunya:
"Coba kalian lihat, benda apakah ini?"
"Ah tanda perintah Nirwana.. " seru manusia berkerudung merah itu kaget.
Tiba-tiba ia menghentikan gerakan tubuhnya di tengah jalan, putar badan dan kabur dari ruangan itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Ketika datang mereka muncul secara tiba-tiba, waktu kaburpun dilakukan secara tiba-tiba pula, mati atau hidup ternyata hanya tergantung pada tanda pengenal yang amat kecil itu.
Dengusan dingin berkumandang keluar dari balik sebuah pohon besar ditengah halaman, namun tak seorang manusiapun yang tahu.
Sementara itu semua orang dalam ruangan tergirang hati dan merasa lega ketika menyaksikan dua orang pembantai manusia itu kabur terbirit-birit karena tanda perintah Nirwana
Tiba-tiba Lo-toa dari cin-hway Ngo-gi berpaling kearah kakek bercodet dan bertanya. "Lo-ngo, mungkinkah orang yang membinasakan Tiang-kang Sam-kiat adalah pembantai manusia bertangan seribu ?"
Ingatan kakek bercodet agak tergerak juga mendengar ucapan itu, tapi dengan nada masih sangsi ia berkata.
"Tetapi menurut orang-orang yang pergi ke sana mengikuti Tiang-kang Sam-kiat, katanya ke-tiga orang itu menemui ajalnya ditangan seorang pemuda baju hitam." Lo-sam tertawa bergelak.
"Orang tokh bisa saja menyaru sebagai apapun, bukankah menurut ceritamu mereka berdua seorang kakek dan seorang pemuda ? Sedang pembantai manusia bertangan seribu juga terdiri dari dua orang, siapa tahu kalau kedua orang itu adalah hasil penyaruan mereka ?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, semua orang merasa hatinya agak lega karena perkataan itu masuk diakal. Kakek bercodet menghela napas panjang dan berkata.
"Aaai semoga saja apa yang kalian duga adalah benar, teringat masa lampau, dimana kita semua telah digunakan tenaganya oleh orang lain dan sampai kinipun kita tidak tahu siapakah otak yang mendalangi kesemuanya itu... bahkan kita harus menanggung resikonya."
"Lo ngo," tukas Lo-toa dengan cepat, "apakah kau sudah bosan hidup ?Jangan lupa, dalam peristiwa yang terjadi tempo hari kita semua terlibat dalam masalah tersebut."
"Oleh karena itulah kalian semua harus mati." baru saja ucapan Lo-toa dari cin-hway lo-ngo selesai diutarakan, tiba-tiba dari tengah ruangan berkumandang serentetan suara yang dingin dan ketus diiringi suara tertawa yang menyeramkan-
Semua jago yang ada dalam ruangan terperanjat hingga sukma terasa melayang tinggalkan raganya, dengan cepat mereka berpaling dan loncat bangun dari kursi, senjata tajam siap diloloskan siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan-
Seorang pemuda tampan baju hitam dengan dingin dan seram berdiri tegak didepan pintu ruangan, perlahan-lahan ia menyapu setiap raut wajah para jago yang berada disitu.
Semua jago yang berada dalam ruangan itu meskipun belum bisa dikatakan jago yang amat lihay dalam dunia persilatan, akan tetapi mereka tak malu disebut jagoan kelas satu, akan tetapi kapankah pemuda baju hitam itu munculkan diri tak seorangpun diantara mereka yang tahu.
"Siapa engkau ?" tegur Lo-toa dari cin-hway Ngo-gi dengan nada gemetar, tanda pengenal Nirwana dicekalnya erat-erat ditangan kanan.
Pemuda baju hitam itu mendengus dingin, napsu membunuh yang tebal menyelimuti wajahnya dan ia menjawab singkat. "Gak in Ling "
Meskipun hanya tiga patah kata, namun dalam pendengaran semua jago yang ada dalam ruangan bagaikan tiga batang anak panah beracun yang menembusi uluhati mereka, membuat semua orang merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri "Gak In Ling ?"
"Gak In Ling dari benteng oh-liong-po ?"
Sedikitpun tidak salah, orang ini bukan lain adalah pemuda baju hitam yang misterius dari benteng oh liong-po, dialah Gak In Ling. Dengan pandangan sadis sianak muda itu menyapu sekejap kearah para jago, lalu ujarnya dingin.
"Aku rasa maksud kedatanganku telah kalian ketahui, nah, sekarang kalian boleh bunuh diri." Suaranya dingin, seram dan datar, namun mengandung suatu kekuatan yang tak dapat dibantah.
Lo-toa dari cin-hway Ngo-gi memandang sekejap kearah bemuda itu, lalu berpikir didalam hati. "Dengan usianya yang masih begitu muda, tak mungkin ia memiliki ilmu silat yang tinggi."
Pikiran semacam ini timbul pula dalam benak mereka yang lain, hal ini membuat rasa ngeri yang semula menyelimuti wajah mereka yang kian lama kian bertambah tawar.
Tampaklah tiga orang yang duduk di paling depan segera bangkit berdiri, dengan senjata terhunus dan wajah menampilkan sikap menghina selangkah demi selangkah mendekati pemuda she Gak tersebut.
Gak In Ling menjengek dingin menyaksikan kedatengan ketiga orang itu, tegurnya kembali dengan nada dingin-"Apalagi yang hendak kalian nantikan ?"
"Bangsat Kubunuh dirimu" bentakan gusar tiba-tiba menggelegar diangkasa.
Tiga orang pria itu membentak keras dan segera menerjang maju kedepan, bayangan pedang, cahaya golok memancar d iempat penjuru, dengan kecepatan yang luar biasa ketiga batang senjata tajam itu menerjang kearah tiga buah jalan darah kematian ditubuh Gak In Ling, serangan keji dan jurusnya mematikan-
Gak In Ling mendengus dingin, tubuhnya sama sekali tidak berkutik dari tempat semula. Serangan yang dilancarkan ke tiga orang itu benar-benar cepat dan sepenuh tenaga, bayangan manusia berkelebat lewat dan tahu-tahu ketiga macam senjata tajam itu sudah berada lima inci diatas jalan darah penting sianak muda.
Tiba-tiba... Gak In Ling mendengus dingin laksana kilat telapak kanannya diangkat dan mengirim satu pukulan kedepan-
Tiada desiran angin tajam yang menggidikkan hati, tiada deruan angin pukulan yang menderu-deru udara tetap tenang dan sunyi. Tapi pada saat itulah ditengah angkasa berkumandang tiga kali jeritan melengking yang menyayatkan hati, ketiga orang itu mencelat sejauh dua tombak dari tempat semula dan terkapar dibawah tembok pekarangan dalam keadaan tak bernyawa lagi.
"Oooh " hampir semua orang yang hadir dalam ruangan itu menjadi kaget, mereka tak
menyangka dalam satu gerakan tangan yang sederhana dari pemuda she Gak itu, tiga nyawa telah melayang meninggalkan raganya.
Gak In Ling sama sekali tidak memandang sekejappun terhadap tiga sosok mayat yang terkapar dalam keadaan mengerikan itu, dengan dingin ia berkata kembali.
"Ini hari, siapapun jangan harap bisa meloloskan diri dari cengkeramanku orang she Gak dalam keadaan hidup "
Rasa takut dan ngeri yang semula menyelimuti wajah para jago, saat ini muncul kembali bahkan berlipat ganda dari perasaan takut semula, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya membasahi wajah dan tubuh mereka.
Tiba-tiba Lo-toa dari cin-hway Ngo-gi mengacungkan tanda pengenal dari Nirwana dan berseru. "Gak In Ling, aku membawa tanda pengenal disini, kalau engkau punya keberanian ayo cepat turun tangan "
"Haa... . haa.... haa Jika aku orang she Gak sudah bertekad untuk membunuh orang, sekalipun kalian membawa tanda pengenal dari kaisar Gick Te-pun takkan lolos dari kematian, apalagi baru tanda pengenal Nirwana."
Dengan wajah menyeringai bengis dan tertawa seram yang memekakkan telinga, selangkah demi selangkah pemuda itu masuk ke tengah ruangan-
Tanpa sadar para jago semua mundur ke belakang, sorot matanya menatap wajah Gak In Ling tanpa berkedip. kian lama jarak di antara mereka kian mendekat.
Took took took langkah kaki yang berat seakan-akan godam yang menghantam dada mereka membuat setiapjago dalam ruangan tercekam dalam ketakutan yang mengerikan-Lo-toa dari cin-hway Ngo-gi amat terkejut, teriaknya keras-keras.
"Gak In Ling Engkau berani membangkang perintah dari Yau-ti-glok-li gadis suci dari Nirwana?"
"Haa haa haa kakek tua, terus terang aku orang she Gak katakan kepadamu, andaikata engkau berharap bisa lolos dari Cengkeramanku dalam keadaan hidup, maka hal ini akan jauh lebih sulit daripada mendekati keatas langit."
Sambil berkata selangkah demi selangkah ia lanjutkan tindakannya masuk ke dalam ruangan-
Sementara itu para jago telah mengundurkan diri kesudut ruangan, melihat jalan mundur telah terhadang sedangkan Gak In Ling yang berada di hadapannya selangkah demi selangkah masih mendesak maju kedepan, hati mereka jadi amat terperanjat.
Anjing kepepet lompat ketembok, kucing terdesak naik kepohon, setelah mengetahui jalan mundurnya tertutup, timbullah niat dalam hatinya para jago untuk mengadu jiwa, belasan pasang mata dengan memancarkan cahaya bengis menatap wajah lawannya tanpa berkedip.
Pikiran Gak In Ling agak bergerak melihat sikap musuh-musuhnya, namun diatas wajahnya yang tampan masih tetap hambar dan sama sekali tidak menunjukkan perubahan apapun, telapak yang semula lurus kebawah perlahan-lahan diangkat keatas, serunya ketus. "Sekarang serahkanlah jiwa kalian"
"Belum tentu begitu " bentakan keras berkumandang dari kumpulan para jago yang terdesak
itu.
Ditengah bentakan keras mereka menerjang kemuka secara berbareng, cahaya golok dan bayangan pedang memancar dari empat penjuru dan meluruk seluruh jalan darah penting ditubuh Gak In Ling, serangan itu ganas, cepat dan luar biasa sekali, deruan angin pukulan menderu-deru dan nampak menyeramkan sekali.
Ditengah ketegangan yang memuncak dan menyelimuti seluruh ruangan, dari luar dinding pekarangan muncullah seorang dara berbaju hijau yang amat cantik jelita diiringi empat orang dara muda berdandan dayang, tapi sayang kedatangan mereka terlambat satu tindak.
Pada waktu dara baju hijau itu melayang turun keatas tanah, Gak In Ling telah melancar serangannya, tubuh yang kekar menerjang kemuka dengan cepatnya, bagaikan sukma gentayangan dia menerobos masuk kedalam lapisan cahaya pedang yang bersusun-susun itu.
Serentetan jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang dari ruangan tengah, dari empat belas orang jago yang ikut mengerubut ada sepuluh orang diantaranya roboh binasa dengan masing-masing korban mendapat pukulan maut diatas dadanya, darah kental mengucur ke luar dari ketujuh lubang inderanya.
Dalam sekejap mata tinggal empat orang yang hidup, ketika menyaksikan rekan-rekannya telah binasa semua, timbul niat untuk melarikan diri dalam benak mereka, dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya mereka keluar dari pintu ruangan-
Waktu itu napsu membunuh telah menyelimuti seluruh benak Gak In Ling, tentu saja dia
pakkan membiarkan orang-orang itu kabur dari situ, sambil mendengus dingin ia putar badan dan
melancarkan serangan dahsyat
Serentetan cahaya merah yang amat menyilaukan mata memancar ketengah udara, empat orang jago lihay yang baru saja melangkah keluar dari pintu ruangan itu mendadak menjerit kesakitan, kemudian roboh terjengkang diatas tanah dan menemui ajalnya.
Darah berceceran diseluruh lantai, mayat bergelimpangan dimana-mana, cahaya lampu dalam ruangan masih memancar dengan terangnya, hidangan lezat dimeja perjamuan masih utuh dan menyiarkan bau harum, akan tetapi keempat belas orang jago yang semula duduk mengelilingi meja perjamuan itu telah terkapar mati diatas tanah dalam keadaan yang mengerikan-..
Gak In Ling menghela napas panjang, ia tetap berdiri mematung ditempat semula, entah pikiran apa yang membuat dirinya tertegun.
Lama lama sekali, sianak muda itu baru melangkah keluar dari pintu dan bergumam seorang
diri. "Gedung ini semula adalah tempat tinggal keluarga Gak kami, tetapi sekarang, hanya tinggal aku Gak In Ling seorang."
Dengan kepala tertunduk Gak In Ling berjalan keluar dari pintu, tiba-tiba ia melihat tanda pengenal Nirwana yang tergeletak diatas tanah pemuda itu tertarik oleh ukir-ukirannya yang indah dan segera berjongkok untuk mengambilnya.
Dara cantik baju hijau yang berdiri menjublek ditengah ruangan karena pembunuhan yang disaksikannya itu segera berseru tertahan sewaktu menyaksikan Gak In Ling hendak memungut tanda pengenal Nirwana, tanpa mengucapkan sepatah katapun tangan kanannya diayun dan serentetan cahaya biru meluncur kearah lengan sianak muda itu.
Gak ln Ling tidak menyangka kalau dirinya bakal diserang orang dikala ia sedang melamun dan
memikirkan satu urusan yang pelik, baru saja tangannya hendak menyentuh tanda pengenal
Nirwana criiit Tiba-tiba telapaknya terhajar oleh sebatang jarum warna biru.
Rasa sakit menyadarkan Gak In Ling dari lamunannya, tanpa terasa ia hentikan sebentar gerakan tangannya, tapi ia tidak membatalkan maksudnya untuk mengambil tanda pengenal tersebut, setelah berhenti sebentar benda tadi segera dipungut.
Semua gerakan ini mencengangkan hati dara baju hijau itu, ia tak menyangka kalau pemuda itu meneruskan gerakannya kendatipun tangannya sudah terluka, dengan suara yang nyaring segera bentaknya.
"Lepaskan tanda pengenal Nirwana itu " sambil berseru ia menerjang maju kedepan-
Gak In Ling sendiri merasa amat gusar setelah mengetahui bahwa ia terluka ditangan seorang gadis, sambil bangkit berdiri tegurnya. "Siapa kau ?"
Dengan sorot mata yang tajam dara itu di-tatap tanpa berkedip.
Sementara itu gadis baju hijau pun telah melihat jelas raut wajah pemuda dihadapannya, merah jengah selembar wajahnya dan buru-buru ia melengos kesamping, dengan dingin ia membentak.
"Besar amat nyalimu, berani sekali membunuh orang dan merampas tanda pengenal dalam wilayah yang dikuasai ketua kami. Hemm, setelah hari ini berjumpa dengan tuan putrimu, akan kutuntut keadilan darimu"
Gak In Ling adalah seorang pemuda tinggi hati, mendengar ucapan itu kontan saja ia naik pitam.
"Hm Meskipun tanda pengenal Nirwana disegani oleh setiap umat persilatan dikolong langit." katanya sambil mendengus dingin, "tetapi dalam pandangan aku orang she Gak, benda itu tidak lebih hanya suatu permainan anak-anak. Aku ingin bertanya, apa sebabnya engkau lancarkan serangan untuk melukai diriku ?"
"Hee hee hee ketahuilah bahwa jarum berwarna biru tadi adalah jarum beracun tanda
peringatan dari ketua kami"
"Jarum beracun ?" napsu membunuh yang tebal tiba-tiba melintas diatas biji matanya yang jeli. "Apa dosaku dan permusuhan apa yang pernah diikat antara kita berdua ? Mengapa engkau begitu tega untuk melukai aku dengan jarum beracun ? Nona, engkau mengira bahwa aku tidak berani membinasakan pula dirimu?" Sambil berkata dia siapkan telapaknya didepan dada dan menghimpun tenaga dalam yang di-milikinya.
Ucapan Gak In Ling yang dingin dan ketus mengejutkan hati dara baju hijau itu, air muka-nya berubah hebat dan ia mundur dua langkah kebelakang.
"Kalau engkau berani, ayoh coba turun tangan-" ia berteriak. Keputusan yang diambil oleh gadis itu tidak mengejutkan hati Gak In Ling, sebaliknya keempat orang dayang yang mengetahui tabiat gadis itu jadi tercengang, pikirnya.
"Aneh benar... kenapa watak tuan putri pada hari ini bisa berubah sama sekali?"
Beberapa kali Gak In Ling angkat telapak tangannya tapi setiap kali diurungkan niatnya, karena bagaimanapun juga pemuda ini merasa diantara mereka tak pernah terikat oleh dendam sakit hati apapun juga.
Akhirnya ia menghela napas panjang dan berkata. "Nona, bagaimana kalau kukembalikan tanda pengenal ini sebagai ganti untuk mendapatkan obat pemunah ?"
"Bukankah engkau hendak membinasakan diriku ?" ejek dara baju hijau itu kembali. "Ayo
bunuhlah kenapa tidak berani membunuh ?"
Gak In Ling tertawa tawa. "Diantara kita berdua toh tak pernah terikat oleh dendam atau sakit hati apapun juga ?"
"Aku tidak membawa obat pemunah, asal dalam dua tahun engkau bisa bertobat dan tidak melakukan pembunuhan yang sadis lagi, ketua kami tentu akan mengutus orang untuk menghadiahkan obat pemunah tersebut kepadamu."
"Dua tahun ?" tanya Gak In Ling dengan wajah tertegun-
"Inilah berkat belas kasihan dari ketua kami yang cantik jelita" sambung salah seorang di antara empat dayang itu dengan nyaring.
"Jika berganti dengan orang lain, mungkin engkau sudah tiada bernyawa sedari tadi."
Gak In Ling menengadah memandang bintang yang bertaburan diangkasa, lalu pikirnya. "Tuan putri yang tidak pernah kujumpai ini memang seorang yang welas asih, semoga saja dunia persilatan akan aman untuk selamanya." ia berikan tanda pengenal Nirwana itu ketangan gadis baju hijau dan berkata.
"Tanda pengenalmu ini kukembalikan, dua tahun bagi aku Gak In Ling memang kelebihan beberapa bulan, batas waktu yang kau berikan kepadaku sudah cukup bagiku untuk menyelesaikan segala galanya . "
"oh..,..Jadi engkau adalah Gak In Ling?" ujar dara baju hijau dengan terperanjat.
"Benar, akulah orang she Gak."
"Ketua kami ingin sekali berjumpa dengan dirimu, sekarang kau ikut dengan kami. Mungkin detik itu juga dia akan berikan obat tersebut kepadamu." Dari balik nada suaranya itu terdengar nada girangnya yang tak terhingga.
"Tidak" jawab Gak In Ling sambil menggeleng. "Bila kita berjumpa lagi lain waktu, entah dalam gedung pembunuhan manakah pertemuan itu akan terjadi... "
Habis berkata ia buang tanda pengenal itu kearah seorang dayang yang berada disisinya, lalu berjalan keluar dengan langkah lebar.
Dara baju hijau itu terperanjat, tiba-tiba ia memburu maju kedepan sambil menegur. "Jadi engkau hendak membunuh orang lagi?"
"Dalam kehidupan aku Gak In Ling yang terbatas hanya dua tahun, membunuh orang adalah tugas serta pekerjaanku yang terutama." jawab pemuda itu tanpa berpaling lagi.
Dengan gesit badannya melompat naik keatas tembok pekarangan kemudian lenyap dibaui kegelapan-
Dengan termangu-mangu dara baju hijau berdiri ditempat semula, memandang bayangan punggung Gak In Ling hingga lenyap. ia bergumam seorang diri. "Dua tahun-.. kehidupan yang terbatas dua tahun"
Tiba-tiba wajahnya yang bersemu merah berubah hebat, dengan terkejut serunya. "Ah... jangan, jangan dia telah... "
Kepada empat orang dayang yang berada di sisinya ia berseru. "Ayo berangkat, kita pulang kemarkas besar."
Dengan termangu-mangu keempat orang dayang itu memandang sekejap kearah tuanputri, seakan-akan mereka telah memahami akan sesuatu dengan cepat dayang itu menyusul dibelakang tuan putrinya berlalu dari situ.
-ooooooo-
Dalam pada itu, setelah melompati pekarangan tembok yang tinggi, Gak In Ling mencabut jarum beracun dari telapaknya, setelah memandang kembali kegedung besar itu berangkatlah si pemuda menuju kedalam kota.
Belum jauh pemuda itu berlalu, tiba-tiba berkumandanglah serentetan bisikan nyamuk disisi telinganya, terdengar orang itu berkata. "Gak-sicu, harap berangkat kedalam hutan sebelah barat, aku ada persoalan yang hendak di bicarakan dengan dirimu,"
Gak In Ling segera menghetikan langkahnya dan berpaling kearah sebelah barat. Kurang- lebih lima puluh tombak dari gedung keluarga Gak terbentanglah sebuah hutan yang lebar dan luas sekali, diam-diam sianak muda itu merasa terperanjat, pikirnya.
"Dari jarak lima puluh tombak orang itu bisa mengirim suara dengan begitu jelasnya, hal ini menunjukkan bahwa tenaga dalam yang dimilikinya jauh diatas kepandaian manusia sesat dari selatan maupun manusia aneh dari utara tapi siapakah dia ?"
Setelah mengambil keputusan didalam hati pemuda itupun menuju kearah hutan disebelah barat. Ditengah kegelapan yang mencekam diseluruh jagad, dengan cepatnya Gak In Ling telah tiba ditepi hutan belantara tersebut, dengan sorot mata yang tajam ia segera memeriksa keadaan di situ.
Tapi suasana tetap sunyi dan tak nampak sesosok bayangan manusia pun, tanpa terasa ia berteriak keras.
"Siapakah taysu ? Ada urusan apa mencari aku ?"
"Omitohud Aku adalah Ku-Hud "jawaban yang nyaring muncul dari balik hutan kurang lebih dua tombak dihadapannya.
"Buddha Antik? Apakah dia belum mati?" pikir Gak In Ling dengan hati terkejut, ia segera berpaling kearah mana asalnya suara tadi.
Dari belakang sebuah pohon raksasa yang amat besar kurang lebih dua tombak dihadapan-nya, perlahan-lahan muncul seorang hwesio tua berjubah abu-abu yang jenggotnya telah memutih semua, mukanya ramah dan sorot matanya lembut, bagi siapapun yang memandang dirinya pasti akan beranggapan bahwa dia adalah seorang padri suci yang welas-kasih.
Dengan langkah yang lembut dan perlahan hwesio itu berjalan mendekati sianak muda dan berhenti kurang lebih lima depa dihadapannya.
"Taysu," ujar Gak In Ling kemudian sambil tertawa hambar, "tingkah lakumu cukup membuat hati aku orang she Gak merasa terkejut " ucapan kaku dan sama sekali tidak bersahabat.
"Gak sicu," seru hwesio tua itu dengan suara berat, "semua perbuatanmu dalam gedung besar itu telah menggusarkan hati Sang Buddha yang maha suci."
Gak In Ling mendengus dingin, sorot mata nya yang tajam menyapu sekejap kearah tangan
kanan hwesio tua itu, dibalikjubah yang panjang ia tidak menemukan lengan tersebut rupanya
padri itu sengaja menyembunyikan lengannya atau memang buntung.
Maka jawabnya dengan lirih. "Siapa berani berbuat kejahatan dia harus menerima pembalasannya, apa yang terjadi didalam gedung itu hanya merupakan akibat dari perbuatan mereka sendiri."
"Oooh jadi kematian Tiang- kang Sam-kiatpun dikarenakan perbuatan yang mereka laku kan
sendiri ?" desak hwesio tua itu lebih jauh dengan wajah serius.
"Sedikitpun tidak salah "jawab Gak in Ling sambil tertawa dingin. "Bolehkah aku tahu sebab-sebabnya ?"
"Tentang soal itu maafkan aku, rahasia ini belum dapat kuceritakan kepadamu "jawab sang pemuda tegas.
Sekali lagi satu ingatan berkelebat dalam benak hwesio tua itu, tiba-tiba ia bertanya. "Gak sicu, apakah engkau bernama In Ling?"
"Bukankah taysu telah mengetahuinya? Kenapa harus ditanyakan kembali ?"
"Gak sicu, engkau selalu memakai baju hitam dengan kegagahan yang luar biasa, orang kang ouw telah mengetahui akan dirimu itu, maka setelah kutemui dirimu tadi maka akupun menduga bahwa engkau adalah orang yang sedang kucari ternyata benar."
"Taysu, ada urusan apa engkau mencari aku orang she Gak ? Apakah dikarenakan urusan dalam gedung besar itu." kata Gak In Ling sambil melirik kembali tangan kanan hwesio tua itu.
Budha Antik berpikir sebentar. tiba-tiba ia menggeleng. "Semula aku memang mempunyai tujuan demikian, tapi sekarang aku sudah membataikan niatku itu, siapa berani berbuat dia harus menanggung resikonya Meskipun perbuatan sicu terlalu kejam dan tak kenal prikemanusiaan, tetapi sebelum aku mengetahui sebab-sebabnya aku tak ingin mengambil tindakan yang gegabah. Aku hanya berharap Gak sicu suka cepat-cepat tinggaikan daratan Tionggoan, sebab orang lain belum tentu akan sesabar diriku."
"Siapa orangnya yang taysu maksudkan itu? Bolehkah aku tahu ?"