Jilid 22

HO HAY HONG tiba-tiba teringat dirinya perempuan muda yang dikerudungi mukanya sewaktu ia berada dirumah penginapan, sekarang ia ingat kembali bahwa potongan tubuh perempuan itu banyak mirip dengan gadis kaki telanjang, mungkinkah perempuan itu adanya dia?

Mengingat itu semangatnya segera terbangun, ia ingin segera menjumpai Liong Ceng Houw sie untuk mencari keterangan yang sebenarnya.

Sementara itu ia berjalan sudah mendekati tembok kota. Ho Hay Hong mendadak ia sesuatu, ia lalu berhenti dan berkata:

"Lukamu sebetulnya tidak parah, hanya dibagian kulit saja. Kau mencari tabib yang mengerti yang bisa mengobati luka bagian luar sudah cukup. Aku harap setelah lukamu sembuh, supaya kau perlukan pergi keutara, disana ada familimu yang menantikan kedatanganmu.”

Tang siang Sucu heran, ia bertanya: "Apa katamu?

Aku mempunyai famili?"

"Ya, kau boleh pergi menanya It-jie Hui kiam, ia nanti akan memberitahukan pada tentang asal-usul d irimu."

"It-jie Hui kiam itu siapa?"

"Didaerah utara namanya sangat kesohor, asal kau menanya orang, siapa saja bisa menunjukan orangnya. Sekarang waktu sudah tidak pagi lagi, aku perlu lekas selesaikan urusanku, sampai ketemu dilain waktu!"

Ia berjalan beberapa tombak, mendadak berpaling dan berkata:

"Ingat pesanku ini, saudara."

Matanya lama menatap wajah Tang siang Sucu. Pemuda itu sebetulnya memang masih pernah saudara sekandungnya sendiri, meskipun sipat dan kelakuannya jauh berbeda, tetapi Ho Hay Hong penuh cita rasa. Sampai sebelum meninggalkan saudaranya itu, ia juga merata sedih. Tang siang Sucu masih menanya lagi, tetapi ia sudah berlalu jauh.

Ho Hay Hong buru-buru balik kembali kerumah makan yang dahulu pernah melihat perempuan  yang dikerudungi mukanya, tapi rombongan orang-orang itu sudah tidak nampak lagi, yang ada ialah  tamu-tamu biasa yang sedang makan minum.

Ia sangat menyesal telah menitipkan gadis berbaju ungu kepada musuhnya, akhirnya didalam keadaan terdesak seperti itu, ia tidak tahu bagaimana harus mencari gadis kaki telanjang.

Ia pergi keistal kudanya untuk mengambil kuda tunggangannya, dipunggung kuda itu ia menemukan sepotong kertas yang tertulis dengan kata-kata: ”Ho Siaohiap, setelah melihat tulisan ini, kau lekas menemui aku!"

Di bawah tertulis alamat yang menulis, tetapi tidak menyebutkan namanya, juga t idak menyebutkan urusan apa, hanya pesan ia segera menjumpainya.

Ho Hay Hong kehilangan akal, ia tidak tahu siapa orangnya yang menulis itu, mengapa ia tahu dirinya seorang she Ho. Ia minta keterangan dari para pelayan, tetapi t iada seorang yang tahu, dia lantas berlalu.

Dijalan raya ia menanya orang-orang tentang jejak alamat yang disebutkan dalam surat, tetapi orang-orang yang ditanya pada heran, karena di kota itu tidak terdapat nama tempat yang disebutkan itu.

Ho Hay Hong tidak putus asa, ia pikir bolak-balik nama tempat itu, yang disebut Lam leng kota barat. Mungkin kata-kata kota barat itu dimaksudkan sebelah barat kota itu. Ia lalu berjalan menuju ke arah barat kota itu, tetapi tiba ditempat tersebut, ternyata merupakan suatu tempat sunyi, yang terdapat banyak rimba lebat, tiada terdapat bangunan ramah satupun juga.

Karena ia t idak pandai menunggang kuda maka ketika ia menyusuri tempat itu, terpaksa berjalan sambil menuntun kudanya.

Sepanjang jalan hatinya masih penasaran maka ia keluarkan lagi surat itu, dibacanya sekali lagi, sedikitpun tidak salah, disitu dengan jelas tertulis alamatnya yang menyebutkan disalah satu rumah penduduk disebelah barat kota.

Mendadak ia memperhatikan tulisannya, karena tulisan itu mirip dengan tulisan tangan seorang wanita.

Penemuan ini semakin mengherankan hatinya, karena sejak ia turun gunung, kaw an wanitanya hanya beberapa gelintir saja, kecuali si gadis berbaju ungu dan gadis kaki telanjang, ialah Toan bok Bun Hoa dan Suto Cian hui.

Seluruhnya t idak lebih dari empat orang, tetapi Gadis berbaju ungu tertaw an oleh orang, tidak mungkin mendapat kesempatan meloloskan diri.

Gadis kaki telanjang telah menghilang, t idak ketahuan jejaknya, bahkan mungkin sudah tertaw an oleh Liong ceng Houw sie. Suto Ciang hui masih berada dalam golongan lempar batu, mungkin juga sudah pergi menemui suhunya. Sedangkan Toan bok Bun Hoa tidak mempunyai hubungan erat dengannya, tidak mungkin meninggalkan surat itu. entah siapakah orangnya?

Otaknya terus bekerja keras, memikirkan soal itu.

Balik kedalam kota, tiba-tiba dapat pikiran: ”Apakah tidak mungkin ada orang yang mempermainkan dirinya supaya ia membuang waktu cuma-cuma?”

Tetapi kemudian ia berpikir lagi: ”mungkinkah alamat yang disebutkan barat kota itu kota yang berdekatan dengan kota ini ? Mungkin orang yang meninggalkan surat ini menulis secara tergesa-gesa, sehingga lupa menuliskan nama kotanya? Untuk memperkuat dugaannya, ia bertanya kepada orang jalan, kota apakah yang letaknya terdekat dengan kota ini?

Dari orang itu ia mendapat keterangan bahwa kota yang terdekat adalah kota Siang, yang letaknya kira-kira tiga-puluh pal.

Tanpa ayal lagi ia lantas tuntun kudanya berjalan menuju kekota tersebut.

Tiba dikota tersebut, ia menanyakan pada salah seorang penduduk dalam kota mana letaknya tempat lam leng sebelah barat kota itu?

"Dari sini berjalan kebarat, kalau menampak t iga buah pohon Pek toa, lalu membelok kekiri. Setelah melalui dua jalan simpangan, adalah tempat yang dinamakan Ci lak po!?” demikian orang yang ditanya memberikan keterangannya.

Mendengar jawaban itu, Ho Hay Ho sangat girang, setelah mengucapkan terima kasih, buru-buru menuju ketempat tersebut.

Tak lama kemudian, benar saja ia menemukan tiga buah pohon pek tua. menurut petunjuk orang yang ditanya tadi, ia berjalan membelok kekiri.

Dari jauh, tampak beberapa buah rumah batu yang letaknya berpencaran. Semangatnya lalu terbangun dengan menuntun kuda tunggangannya ia berjalan melalu i jalan simpangan, kemudian tibalah didepan sebuah ramah batu.

Bangunan rumah itu bentuknya sangat aneh, mirip dengan tapal kaki Kuda, tengah-tengah adalah lapangan seluas kira-kira enam tombak, jelas tempat itu adalah tempat untuk melatih ilmu silat.

Sebagai seorang yang banyak pengetahuan, ia segera ingat bahwa rumah itu adalah bentuk rumah jaman kuno yang dinamakan rumah pedang, yang pada jaman itu sangat terkenal.

Bentuk rumah semacam itu berasal dari ai tong. Pada jaman itu, terkenal sebagai jamannya pendekar berkelana, dimana-mana terdapat bangunan rumah pedang semacam itu.

Perasaannya mulai tegang, karena dilihat dari keadaan kediamannya, orang yang meninggalkan surat itu jelas bukan sembarangan.

Menurut tradisi, penghuni rumah pedang semacam itu, oleh seseorang ahli pedang di tugaskan untuk menguji setiap orang yang minta menginap.

Apabila pendekar yang menginap dalam rumah itu tidak memiliki dasar ilmu pedang yang sempurna, setiap saat bisa diusir keluar.

Oleh karena itu, maka rumah-rumah peninggalan jaman kuno itu hanya ditinggali oleh orang-orang yang berkepandaian t inggi.

Ho Hay Hong mengerti betul keadaan itu maka ia ragu-ragu masuk kedalam.

Mendadak ia ingat bahwa ia adalah pemimpin besar golongan rimba hijau daerah utara hingga tidak perlu merasa khawatir lagi.

Rumah itu sebetulnya ada tiga jendela dan pintunya, tetapi saat itu pinta dan jendela tertutup rapat. Ia maju menghampiri dan mengetok pintu seraya berkata:

"Tolong buka pintu, aku Ho Hay Hong datang untuk memenuhi janji !"

Ia memanggil berulang-ulang, tetapi tak ada orang membuka pintu, hingga hatinya merasa curiga, apakah rumah itu sudah kosong ?

ia merasa dipermainkan, dengan cuma-cuma membuang waktunya yang berharga. Dalam gusarnya, ia lalu menghunus pedangnya dan mulai mendobrak pintu.

Ujung pedangnya yang membabat gelangan kunci dari besi, telah menimbulkan suara nyaring, tetapi ia tidak berhasil membuka pintunya.

Hatinya sangat mendongkol, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Dengan mendadak t iga pintu dari pintu timur, selatan dan utara terbuka berbareng kemudian disusul banyak orang Kang ouw yang keluar dari dalam rumah.

Ha Hay Hong yang masih berada dalam keadaan keheranan, sudah dijambret oleh orang yang berjalan di muka.

Ho Hay Hong bertanya dengan heran: "Apa  artinya ini? Mengapa kalian tanpa tanya lebih dulu sudah menangkap aku?"

Orang-orang itu tidak menjawab, Hay Hong dibawa oleh tiga orang.

Keadaan rumah itu teratur sangat rapi, dindingnya penuh lukisan dan tulisan kuno. Ditengah-tengah ruangan terdapat sebuah meja persegi, di atas meja terdapat alat-alat tulis lengkap.

Di samping meja. di atas sebuah kursi, duduk seorang wanita muda dan cantik jelita.

Ketika Ho Hay Hong menampak wanita cantik itu, mendadak tercengang dan berseru: "Aaaah kau!"

Ia sungguh tidak menduga bahwa wanita cantik itu adalah gadis kaki telanjang yang sedang dicarinya.

"Benar. aku. Silahkan duduk." jawab gadis itu tenang. Seorang Kangouw membaw akan sebuah kursi,

mempersilahkan Ho Hay Hong duduk, waktu itu lengannya masih dipegangi oleh tiga orang Kang ouw, tetapi setelah mengetahui siapa adanya orang yang minta ia datang kesitu, ia lantas duduk tanpa merasa khaw atir.

Kini ia baru sadar bahwa orang yang meninggalkan surat di atas punggung kuda, adalah  gadis kaki telanjang. Diam-diam ia merasa heran, tapi juga girang, sebab ia memang sedang mencarinya.

Ia memandang orang di seputarnya, semua menunjukkan sikap dingin, berdiri tanpa bergerak dan bersuara, semua seperti patung hidup, hingga diam-diam merasa heran entah apa sebabnya gadis itu perlakukan dirinya demikian rupa?

"Kalau dibilang, sudah setengah bulan lebih kita tidak bertemu, hari in i aku bisa bertemu muka lagi denganmu, dalam hatiku merasa girang sekali." kata gadis kaki telanjang. Perasaan Ho Hay Hong mendadak tegang, ia pikir: "Sewaktu gadis in i meninggalkan surat untukku, gadis berbaju ungu sedang di sampingku, entah diketahui olehnya atau tidak?"

Karena berpikir demikian maka ia merasa bimbang atas pertanyaan gadis itu, khaw atir kalau kalau gadis itu sudah mengetahui segala-ga lanya, maka lantas menjawab.

"Aku juga merasa girang sebab kenanganku keselatan ini, sebab yang utama ialah hendak menengok kau."

Sehabis berkata demikian, ia memperhatikan keadaan gadis tersebut, ia melihat gadis itu masih tetap tenang, hatinya merasa lega, lalu sambungnya: "lama tidak ketemu, kau masih tetap cantik seperti dulu. bahkan tambah tampak gembira, aku juga merasa turut gembira!"

Mendengar perkataan itu, senyum dibibir gadis itu mendadak lenyap, sikapnya berubah.

"Terima kasih atas perhatianmu, sebetulnya aku t idak begitu gembira, senyum ada kalanya juga bukan suatu tanda gembira. Aku minta kau datang kemari tokh tidak boleh menyambut kedatanganmu dengan muka masam!" demikian katanya.

Ho Hay Hong terkejut, dalam hatinya berpikir: kiranya senyummu tadi hanya sekedar sebagai suatu tanda persahabatan saja, in i benar benar sangat mengecewakan hati.

Ia memperhatikan lagi sikap dan gerak-gerik orang- orang yang lainnya, ia lalu mengambil kesimpulan bahwa maksud gadis kaki telanjang minta ia datang kemari, sesungguhnya tidak mengandung maksud baik.

"Tahukah kau, mengapa aku minta kau datang kemari?" tanya gadis itu.

"Aku sedikitpun tidak tahu, dan tolong kau jelaskan!" jawab Ho Hay Hong sambil menggelengkan kepala.

Gadis itu tersenyum, ia tidak menjelaskan lebih dulu, tangannya menunjuk orang-orang Kang ouw seraya berkata:

"Mereka semua adalah sahabatku."

Ho Hay Hong menganggukkan kepala, diluarnya ia menunjukkan senyum merendah, tetapi dalam hati timbul berbagai pertanyaan dari mana kau dapatkan demikian banyak sahabat? Apa pula sebabnya ?

Gadis itu memerint ahkan salah seorang untuk mengambil barangnya.

Seorang diantara mereka menerima baik tugas itu, tak lama kemudian ia balik kembali dari dalam dengan membaw a sepotong kain sutra, yang terdapat tanda darah.

Ho Hay Hong t idak mengerti, selagi hendak menanya, gadis itu sudah berkata:

"Kain sutra ini adalah sobekan baju ayah dimasa hidupnya, ia sudah meninggal dunia pada delapan belas tahun yang lalu."

Sehabis berkata, ia menghela napas, sikapnya nampak sangat berduka. Ho Hay Hong segera mengerti bahwa potongan kain sutra itu pasti mengandung riw ayat permusuhan atau dendam sakit hati yang sangat dalam. Jikalau t idak, gadis yang adanya tinggi itu tidak mungkin bisa berduka demikian rupa.

Pada saat itu, dari dalam muncul seorang wanita pertengahan umur, gadis kaki telanjang ketika menampak wanita itu. lantas memperkenalkannya kepada Ho Hay Hong:

"Ini adalah ibuku !"

Ho Hay Hong buru-buru bangkit dari tempat duduknya dan berkata:

"Oh, kiranya adalah bibi, silahkan duduk!"

Maksudnya hendak memberikan tempat duduknya sendiri kepada wanita pertengahan umur itu, tetapi sungguh tidak diduganya, belum ia menyingkir bahunya sudah ditekan oleh orang-orang yang berdiri di belakangnya.

Karena diperlakukan demikian, ia terpaksa duduk lagi, matanya memandang gadis kaki telanjang.

Ia mengira bahwa pasti kelakuan ketiga orang-orang itu akan menimbulkan perasaan tidak senang gadis itu, sebab biar bagaimana ia adalah tetamu yang datang dari tempat jauh, tidak selayaknya mendapat perlakuan demikian.

Tetapi dugaannya itu ternyata keliru. Gadis itu seolah- olah tidak melihat, bahkan memerintahkan orang itu untuk menyediakan kursi bagi ibunya. Ho Kay Hong diam-diam merasa t idak senang, ia tidak mengerti mengapa mendapat perlakuan demikian rupa?

Mendadak gadis itu berkata: "Ho siaohiap, aku sangat menyesal, sebetulnya aku tidak ingin perlakukan kau demikian, tetapi kau adalah musuhku!"

Ho Hay Hong terkejut, tanyanya: "Dengan cara bagaimana kau anggap aku sebagai musuhmu?"

"Dilenganmu ada tanda cacahan burung garuda!" "Ini ada hubungan apa?"

"Kau adalah orangnya Kakek penjinak garuda !"

Ho Hay Hong terperanjat katanya.

"Apa? Kau dengan kakek penjinak garuda sudah berbalik menjadi musuh ? Apa sebetulnya yang telah terjadi ?"

"Aku sudah mendapat keterangan, bahwa kakek penjinak garuda adalah musuh besarku yang membunuh ayahku !"

"Kau mempunyai bukti ?"

"Buktinya banyak sekali, biarlah aku suruh orang bacakan untuk kau dengarkan."

Gadis itu mengacungkan tangannya, seorang laki laki berw ajah kuning lalu membacakan tulisan yang dipegangnya.

"Pada tahun 30 musim kemarau, di suatu waktu senja, pemimpin perkumpulan Keng Hong pang Tiat Ciang Seng, oleh karena salah satu sebab telah berlaku salah terhadap kakek penjinak garuda. Kakek penjinak garuda lalu memerint ahkan orangnya membunuh satu anaknya, anak itu bersama Tiat Siang Hai, terkenal  dengan ilmunya meringankan tubuh, anak muda itu mati digunung lo lo san."

Ia berhenti sejenak dan dari dalam sakunya mengeluarkan sepotong papan yang tertulis: "Lambang garuda sakti "

Meskipun sudah terlalu lama disimpan tapi hurufnya masih dapat dibaca.

Wanita pertengahan umur itu lalu berkata: "Dia adalah anak lelakiku yang pertama, sikapnya lemah lembut, mempunyai hari depan gilang gemilang, tak disangka selagi namanya hendak menanjak telah dibunuh mati oleh suruhan orangnya kakek penjinak garuda, kematiannya itu sangat menyedihkan hatiku dan ayahnya"

Wanita setengah umur itu parasnya mirip sekali dengan gadis kaki telanjang maka dapat dipastikan dimasa mudanya tentu juga cantik.

Seorang Kangouw lain berkata dengan suara keras: "Pada tahun  40,  pangcu Ceng liong  pang  karena soal

perebutan tanah, telah bermusuhan dengan orang-orang

Kowlow pang dari daerah See coan. Tak lama kemudian setelah itu, pangcu Kowlow peng dengan suatu akal licik telah mengadu domba pangcu Ceng liong peng dengan kakek penjinak garuda, hm kakek penjinak garuda memerint ahkan burung garudanya mengubrak abrik Ceng liong pang, Jie kongcu mati dalam cengkeraman burung garuda, orang-orang Ceng liong pang  yang binasa dalam peristiwa itu seluruhnya berjumlah tiga puluh enam orang." Selanjutnya orang itu mengeluarkan beberapa batang bulu burung garuda berw arna hitam, Ho Hay Hong segera dapat mengenali bahwa bulu itu memang benar bulu burung garuda piaraan kakek penjinak garuda.

Dalam marahnya ia lantas berkata dengan  suara keras:

"Benarkah kakek penjinak garuda dimasa lalu berlaku sewenang-wenang demikian apa? Aku ingin mencoba kekuatannya nanti dimana?"

Gadis kaki telanjang berkata pelahan:

"Saudara sekandungku semua mati di tangannya, aku tidak menyangka kalau ia adalah musuh besarku, dan selama itu aku telah anggap dia sebagai famili."

Matanya berkaca-kaca, kepalanya menunduk, agaknya sedang mengenangkan segala perbuatannya  dimasa yang lampau.

Dengan suara keras, kembali seorang kangouw yang tangannya hanya tinggal sebelah berkata dengan penuh emosi:

"Partai Ceng liong-pang, Tiat Ciang Seng berulang- ulang tertimpa nasib malang. Mereka dalam marahnya lantas ia bersumpah, hendak bertempur mati-matian dengan kakek penjinak garuda. Tetapi, hal itu telah diketahui lebih dulu oleh kakek penjinak garuda. Beberapa hari kemudian ia telah datang sendiri dengan membaw a tujuh ekor burung garuda raksasanya untuk menanyakan soal itu. Dalam pertempuran itu, akhirnya Tiat pangcu telah binasa. Anak buahnya yang turut korbankan jiw a semua ada delapan belas orang. Sejak saat itulah, Ceng liong pang kehilangan pemimpin dan merekapun bubarlah. Sebagian anak buahnya ada yang masuk ke perkumpulan lain, ada juga jatuh menjadi berandal”

Dengan sinar mata tajam gadis kaki telanjang itu menatap wajah Ho Hay Hong kemudian berkata:

"Pada potongan kain sutera ini terdapat bekas darah almarhum, sebagai tanda dalamnya permusuhan antara kakek penjinak garuda bersama turunannya dengan keluargaku. Sekarang, kau masih hendak berkata apa?"

Ho Hay Hong tahu bahwa gadis kaki telanjang itu menganggap ia sebagai orangnya kakek penjinak garuda hingga diam-diam ia mengeluh. Pikirnya: ’ia perint ahkan orangnya menangkap aku, apakah lantaran hendak menuntut balas dendam kepadaku?’

Ia sekarang sudah tahu bahwa pangcu Ceng-liong pang, Tiat Ciang Seng adalah ayah gadis itu, dan orang- orang Kang ouw ini adalah bekas anak buah Ceng liong pang dahulu.

Tetapi masih ada sedikit pertanyaan dalam hatinya, kalau kakek penjinak garuda tersebut adalah musuh besarnya, mengapa gadis itu terus berada di sampingnya, bahkan menghormatinya sebagai ayah sendiri?

Maka ia lalu bertanya:

"Aku lihat kau telah bersama-sama kakek penjinak garuda, dan hubunganmu dengannya juga nampaknya tidak buruk, mengapa kau tidak tahu kalau dia adalah musuh besarmu ?" "Aku lahir didunia belum lama, keluargaku lantas tertimpa bencana itu, oleh karena itu, maka keluarga kita terpencar kemana-mana. Sebab usiaku masih terlalu muda, aku t idak tahu sama sekali. Dalam suatu keadaan yang kebetulan, aku telah diketemukan oleh kakek penjinak garuda dan aku dibaw a kampung setan! Waktu itu, ia sama sekali tidak tahu bahwa aku adalah anak keluarga Tiat, maka ia perlakukan aku baik  sekali, sedang aku sendiri juga tidak tahu kalau adalah musuh besarku, maka  selama  itu  aku  melakukan  segala perint ahnya."

"Kemudian dengan cara bagaimana kau mengetahui permusuhan ini?"

"Beberapa hari berselang, oleh karena hendak melakukan sedikit urusan, aku keluar dari kampung setan, ditengah jalan secara kebetulan aku bertemu dengan ibu. Ibu melihat aku yang mirip dengan anaknya yang hilang, lantas t imbul curiga, setelah ia menanyakan padaku, hingga persoalannya menjadi terang.”

Wanita pertengahan umur itu lantas berkata sambil menghela napas:

"Mungkin ini adalah kehendak takdir, sejak suamiku meninggal dunia, seorang diri aku terpaksa jadi orang terlunta-lunta, meskipun selama itu juga berhasil mengumpulkan t idak sedikit bekas anak buah Ceng-liong pang, tetapi karena menginsyafi kekuatan sendiri susah melawan kakek penjinak garuda, mata hasrat untuk menuntut balas, pelahan-lahan mulai pudar.

”Aku tidak berdaya terpaksa mengasingkan diri, bekerja di rumah Bengcu rimba hijau daerah selatan sambil menantikan kesempatan baik, barulah melaksanakan cita-citaku untuk menuntut balas.

”Tak disangka, sewaktu aku sedang melakukan tugas diluar untuk berbelanja, telah berjumpa dengan anak perempuanku. Begitu bertemu muka aku segera mengenali bahwa gadis itu adalah anak perempuanku yang hilang.

”Setelah kutanyakan asal-usulnya ternyata benar. Sungguh tidak kusangka, ia bukan saja sudah bekerja dirumah musuh besarnya, bahkan sudah anggap musuhnya sebagai ayah. Untung Tuhan masih adil, kita ibu dan anak akhirnya diketemukan kembali."

Ho Hay Hong sadar, ia segera memberitahukan maksud kakek penjinak garuda, setelah itu ia bertanya:

"Apakah kakek penjinak garuda tahu perubahan yang terjadi atas dirimu?"

"Aku tidak memberi keterangan padanya, bagaimana ia tahu? Patut disesalkan ialah perbuatannya dahulu yang terlalu kejam!" jawab gadis kaki telanjang.

"Kakek penjinak garuda sangat memikirkan dirimu, menghilangnya kau, membuatnya sering marah-marah, bahkan kadang-kadang tumpahkan kemarahannya kepada orang-orang yang tidak berdosa. Apakah kau tahu?" tanya Hoa Hay Hong.

Pe rtanyaan itu sebetulnya bermaksud hendak menjejak isi hatinya, tak disangka gadis itu setelah mendengar pertanyaan demikian, alisnya lantas berdiri dan balas menanya: "Apakah kedatanganmu ini ialah hendak membujuk aku ?" Melihat gadis itu marah, Ho Hay Hong buru-buru berkata:

"Kau jangan salah paham, aku sedikitpun tidak ada maksud demikian! Dalam perjalananku ke selatan kali in i, aku pernah datang ke kampung setan. kakek penjinak garuda bingung melihat kedatanganku, lantas marah- marah dan minta aku tinggalkan satu lengan tanganku. Tetapi aku t idak takut, aku t idak menghiraukan padanya begitu saja. Ia ternyata tidak bisa berbuat apa-apa. Seandainya waktu itu aku tahu dia dahulu demikian kejam, aku pasti hendak mencoba kepandaiannya. Sayang waktu itu aku sama sekali tidak mengetahui urusan ini !"

Apa yang diucapkan itu memang sejujurnya, tetapi gadis itu tidak merasa gembira, sebaliknya malah keluarkan suara dihidung, kemudian berkata:

"Kau coba merayu aku dengan kata-kata manis juga tidak ada gunanya. Kau adalah keluarganya, juga merupakan musuhku, aku harus perlakukan kau sebagai musuh !"

Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong terkejut, ia sungguh tidak menyangka bahwa maksud baiknya dianggap sebagai kata-kata rayuan.

Dengan perasaan tidak senang ia berkata: "Tidak perduli aku betul keluarganya atau bukan, kau tidak perlu cari tahu. Sekarang aku hendak tanya padamu, bagaimana kau hendak perlakukan aku?"

"Mendengar kata-katamu, seolah-olah kau menyangkal bahwa dirimu tidak ada hubungan dengannya, dengan sebetulnya, pada berapa tahun berselang dia pernah menceritakan padaku tentang kisah yang menyangkut diri kalian. Meskipun kau bukan anaknya sendiri, tetapi bagaimanapun juga adalah anak dari seorang ibu yang pernah menjadi isterinya. Hubungan ini sangat erat, kau jangan pikir untuk melepaskan diri!"

Ho Hay Hong sejak mengetahui riwayat dirinya sendiri, paling takut bila ada orang mengungkap rahasia yang menyedihkan itu. Dia adalah orang yang tinggi hati. baginya asal-usul dirinya yang mengandung riw ayat menyedihkan itu merupakan suatu pandangan sulit untuk dibicarakan.

Sungguh tak diduganya gadis itu telah mengatakan dengan terus terang. Apa mau, orang tersebut justru seorang perempuan yang menjadi kekasihnya sendiri.

Dalam kedudukannya, ia tak dapat mengandalkan peranannya sendiri, maka lalu berkata dengan suara keras:

"Kau benar-benar pandai bicara, aku tidak bisa bicara apa-apa. Kau hendak berbuat apa terhadapku, terserah sesukamu sendiri, aku tidak akan menolak!"

Wajahnya telah berubah demikian menakutkan, kulit mukanya berkerenyut berkali-kali suatu tanda hatinya telah disakiti oleh gadis itu, ia berkata pula:

"Dengan terus terang, aku telah mengetahui bahwa dalam hal ini aku akan mati, aku dari perjalanan  Thiansan pai jauhnya di sebelah utara, sengaja datang kemari, maksudku hanya untuk bertemu  muka denganmu sebagai penghabisan kalinya, tak kuduga dengan cara demikian kau perlakukan diriku." Ia lalu memejamkan matanya, dengan tenang duduk diatas kursinya, seolah-olah menyerahkan nasibnya ditangan gadis itu.

Gadis itu hatinya mendadak bimbang, ia bertanya: "Benarkah malam in i kau mau mati?"

Perasaan Ho Hay Hong yang sudah terjadi perubahan

besar, sebetulnya hendak memberi keterangan, tetapi mengingat sikap dingin gadis pujaannya itu, ia urungkan maksudnya, hanya mengeluarkan suara dari hidung sebagai jawaban.

"Kau tidak mau menjaw ab juga tidak apa2, tetapi kedatanganmu ke selatan yang sengaja hendak menengok aku adalah bohong, aku sudah mengerti kau tidak perlu membohongi aku!"

Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong mendadak membuka matanya dan berkata:

"Aku selamanya t idak pernah membohong, kau jangan demikian menghina aku!"

"Aku telah menyaksikan dengan mata sendiri, kau berjalan bersama-sama dengan nona berbaju ungu, kalian berdua nampaknya sangat int im sekali, tapi sekarang setelah kau bertemu dengan aku kau  sebaliknya mengatakan sengaja datang untuk menengok aku. Apakah ini bukannya bohong semua?"

Sehabis berkata demikian gadis itu mendadak merasa bahwa perkataannya terlalu kasar dan blak-blakan, ia hendak menarik kembali tetapi tidak keburu, mukanya merah seketika, buru-buru menundukan kepalanya. Ho Hay Hong seorang yang pintar, dia segera dapat merasakan dari sikap dan kata-kata gadis itu dapat meraba sedikit isi hati gadis pujaannya, ia berpikir: ”Perkataannya itu jelas menunjukan hatinya t idak senang tampaknya, marah karena melihat aku jalan bersama- sama dengan gadis berbaju ungu. Kalau begitu, apakah ia ada maksud terhadapku?”

Oleh karena itu pula, ia telah mendapat kepastian bahwa segala gerak-geriknya dengan gadis berbaju ungu, sudah diketahui semua olehnya.

Ia coba menenangkan pikiran kembali, ia merasa bahwa selama berada diselatan ia tidak menunjukkan hubungan yang terlalu mesra dengan gadis berbaju ungu, maka lalu berkata:

"Nona berbaju ungu yang kau katakan tadi adalah adik perempuan sepupuku ia ikut  ke selatan juga ingin melihat kau, sebab aku sering menceritakan dirimu dihadapannya!"

Gadis itu tercengang, ia bertanya: "Apa katamu terhadapnya?"

"Aku pernah menceritakan kepadanya bahwa beberapa kali aku mengalami bakal kematian, tetapi karena munculnya kau, akhirnya aku terhindar dari bahaya. Ia sangat mengagumi Kepandaian ilmu silatmu, maka menyatakan hendak berkenalan denganmu.!"

"Aku dengan dia sama-sama seorang wanita, apa yang perlu dilihat."

Mulut gadis itu meskipun berkata demikian, tetapi nada suaranya sudah banyak berubah, jelas bahwa ia merasa girang mendapat pujian Ho Hay Hong. "Dengan terus terang terhadap Kakek penjinak Garuda, selama ini aku tidak senang, orang itu terlalu mengagulkan kepandaian sendiri, sikapnya terlalu sombong, seolah-olah didalam dunia yang luas in i, hanya dia sendiri yang terkuat. Terutama ketika dari mulutmu aku mengetahui segala dosanya dimasa yang lampau, aku benar-benar hendak menguji kepandaiannya!"

Mata Ho Hay Hong menengok keluar, melihat matahari yang sudah mulai silam, ia menghela napas panjang.

Gadis kaki telanjang itu tiba-tiba merasakan kedukaan pemuda itu. yang agaknya benar-benar telah dirundung nasib malang, ia sebetulnya ingin berkata: Kepandaianmu selisih jauh dengan kepandaian Kakek penjinak garuda, sama sekali bukan tandingannya." tapi sebelum dikeluarkan, ucapan itu ditelannya kembali.

Ia seperti mendapat perasaan  bahwa pemuda itu bersifat t inggi hati, maka ketika ia melihat keadaan yang menyedihkan itu, hatinya lantas lemah.

Ia berpikir sejenak, akhirnya berkata:

"Kau tadi kata tengah malam tentu akan binasa, aku merasa geli. jikalau benar bahwa mati hidupnya seseorang bisa diketahui lebih dahulu maka manusia didalam dunia ini setiap saat akan merasa risau."

"Kau salah, aku bukannya dapat mengetahui lebih dahulu tentang kematianku, melainkan disebabkan diriku terkena pukulan kekuatan tenaga dalam yang sangat ampuh, jiw aku hanya terbatas tinggal t iga hari, maka aku buru-buru dari utara melakukan perjalanan kemari dalam perjalanan aku sudah menggunakan waktu dua hari, maka aku tahu bahw a malam in i aku pasti mati!" Gadis itu mengerutkan alisnya dan bertanya:

"Apa namanya ilmu kekuatan tenaga dalam itu?" "Namanya  Sanhoa  tok  cing,   ilmu   kekuatan tenaga

dalam  yang  dipelajari  oleh  seorang tokoh terkuat rimba

hijau daerah utara, Kay see Kim kong. terhadap ilmu pukulan itu aku sendiri masih belum jelas, aku hanya merasa bahwa keadaan diriku tetap seperti biasa, sedikitpun tidak ada perasaan terluka, tapi aku dengar orang kata. bahwa orang yang terkena pukulan ilmu itu, dalam waktu tiga hari pasti binasa. Coba kau pikir aneh atau tidak?"

"Aku belum pernah dengar nama itu, mungkin juga mempunyai pengaruh demikian dahsyat!" berkata gadis itu sambil menggelengkan kepala, kemudian bertanya kepada seorang wanita pertengahan umurnya yang berada di sisinya:

"Ibu, kita harus bertindak bagaimana terhadap musuh kita ini?"

"Aku percaya dia tidak puas terhadap sepak terjang kakek penjinak garuda, dari sifat dan bahasanya aku sudah melihat bahwa dia ada seorang pemuda  yang putih bersih dan besar harapannya dikemudian hari, apa lagi ia kata jiw anya dalam keadaan bahaya, pasti ada banyak tugas penting yang akan dilakukannya. Menurut pikiranku, tidak perlu mempersulit dia lagi. Dalam permusuhan kita itu dia bukanlah pelaku utama, maka bebaskan saja dia!"

"Tetapi, dia adalah keluarga kakek penjinak garuda!" berkata gadis itu. "Jikalau naga menurunkan sembilan anak, sifatnya masing-masing berlainan, meskipun dia keluarga kakek penjinak garuda, belum tentu sifatnya boleh disama ratakan! Jika kita rasa masih perlu memberi ampun, ampunilah dia!" kata ibunya.

Gadis itu lalu berkata pada orang-orangnya:

"Lim piu. Ong Kui lepaskan dia!" Lim piu segera melepaskan tangannya yang memegangi tangan Ho Hay Hong. tetapi t idak demikian dengan Ong Kui. Orang she Ong ini jarinya menotok jalan darah Ho hai hiat ditubuh Ho Hay Hong kemudian berkata dengan gemas:

"Aku protes, coba pikir bagaimana menyedihkan kematian Tiat Pangcu, masa dengan enak kita perlakukan musuh ?"

Ho Hay Hong hanya merasakan hatinya seperti hendak meloncat keluar, darahnya segera menggolak dan matanya berkunang-kunang, jikalau bukan karena latihan kekuatan tenaga dalamnya yang sudah sempurna, barangkali ia sudah rubuh.

Ia menahan rasa sakit dalam badannya berkata sambil tertaw a nyaring:

"Kalau kau tidak sudi melepaskan diriku, berbuatlah menurut sesuka hatimu, jikalau aku Ho Hay Hong sampai mengerutkan alis, bukanlah seorang gagah!"

Dengan alis berdiri, Ong Kui menyerang dada Ho Hay Hong dengan tinjunya. Serangan itu cukup berat, bagi orang biasa pasti akan rubuh binasa. Tetapi Ho  Hay Hong tetap tidak berubah, malah ia berkata dengan  suara nyaring: "Dalam perjalanan ke selatan kali in i, dapat bertemu muka denganmu, aku sudah rasa puas, meskipun aku mati juga tidak penasaran . . ."

Selama bicara itu matanya terus ditujukan keluar memandang matahari yang sudah tenggelam ke barat, diwaktu bicara ujung bibirnya banyak mengalirkan darah.

Gadis itu terkejut, ia berkata kepada orangnya:

"Ong Kui ! Apa kau sudah gila? Lekas lepaskan tangannya ."

Ong Kui seolah-olah tidak mendengar, tinjunya kembali memukul dada Ho Hay Hong sementara mulutnya menjawab:

"Jika tidak pukul anaknya, orang tuanya tidak akan keluar. Hajaran in i anggaplah sebagai tamparan bagi muka Kakek Penjinak Garuda !"

Wanita pertengahan umur menghela napas pelahan- lahan dan berkata:

"Anak, kau seharusnya juga memaafkan pada mereka, sudah beberapa puluh tahun menahan sabar, dendam sakit hatinya begitu meluap, pantas kalau dia tidak mendengar perintahmu!"

Setelah mendengar perkataan ibunya, gadis itu tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Sementara itu Ong Kui terus menghajar Ho Hay Hong dengan tangan dan kakinya hingga pemuda itu beberapa kali dalam keadaan pingsan. Setelah diguyur air dingin baru sadar lagi. Walaupun dihatinya sangat marah dan beberapa kali hendak berontak, tapi akhirnya ia bersabar sambil menggertak gigi. Tak lama kemudian Ong Kui telah merasa puas, baru melepaskannya. Ia tidak tahu bahwa pemuda itu adalah seorang laki-laki yang bersifat jantan. Betapapun dihajar demikian rupa, sedikitpun tidak merint ih atau minta ampun.

Ho Hay Hong perlahan-lahan menyusut darah yang mengalir di bibirnya, kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berkata.

"Dengan memandang matamu, sebelum ajalku tiba, aku sudah dihajar oleh orang-orangmu tanpa melawan."

Ia sebetulnya hendak minta obat Lio yan-hiang, tetapi melihat suasana demikian buruk,  ia  tahu  bahwa permint aannya itu pasti akan dipandang rendah oleh orang lain, maka dengan badannya yang terluka, perlahan-lahan berjalanlah ia keluar.

Pada saat itu, semua harapannya telah padam, hatinya sudah mati. Maka ia hanya ing in mencari suatu tempat yang sunyi sebagai tempat untuk mengubur dirinya sendiri.

Tetapi, baru saja ia melangkahi pintu, tiba-tiba ia ingat bahwa gadis berbaju ungu masih berada di tangan musuh, maka buru-buru ia balik kembali, menurunkan pedangnya dan diletakkan di atas meja, kemudian berkata:

"Aku ada sedikit permint aan, masih mengharap kau suka menolong."

"Katakanlah," kata gadis itu. .

"Tadi aku dengar kata bibi, bahwa bibi bekerja pada Bengcu rimba hijau, apakah itu betul?" "Apa perlunya kau menanyakan itu?" balas menanya gadis itu dengan perasaan t idak mengerti.

"Adik perempuan sepupuku ini, ialah nona berbaju ungu yang pernah kau lihat, belum lama berselang telah ditawan oleh tiga anak buah Bengcu. aku pikir hendak minta pertolongan bibi, untuk minta kepada Bengcu supaya dibebaskan. Sudikah kau menerima permint aanku ini? Oleh karena jiwaku dalam keadaan bahaya, mungkin sekali aku tidak sanggup melakukan sendiri  pekerjaan itu, maka mohon pertolonganmu. Pedang ini anggaplah sebagai barang terima kasihku, aku tidak  tahu bagaimana pikiranmu?"

"Bagaimana seandainya Bengcu tidak mau membebaskan?"

Ho Hay Hong tercengang, pikirnya: Itu memang suatu persoalan sulit, apabila Liong-ceng Houw-sie tidak menerima permint aannya, bukankah ini berarti bahwa gadis itu telah kucelakakan sendiri?

Ia berpikir sejenak, akhirnya berkata: "Kalau begitu aku minta tolong kau bawa aku kepada Bengcu sendiri, aku akan minta sendiri kepadanya."

"Bengcu besar kepala, mungkin dia tidak mau menjumpaimu."

"Apakah ia mengandalkan kedudukannya, tidak sudi menemui seorang yang tidak bernama?"

"Kalau kau hendak anggap demikian, aku terpaksa menjawabnya."

Ho Hay Hong mendadak tertaw a terbahak-bahak dan berkata: "Nona, asal kau sudi bawa aku pergi kepadanya, Bengcu pasti akan keluar menyambut aku sendiri, jikalau kau percaya, aku perlihatkan padamu sebuah barang!"

Ia lalu mengeluarkan sepotong emas yang terukir lukisan gambar naga. lalu diberikan kepada gadis itu dan berkata:

"Emas ini merupakan lambang  kepercayaan kedudukan Bengcu rimba hijau daerah utara, aku percaya Liong ceng Houw sie setelah melihat benda ini, pasti akan terkejut!"

Gadis itu terperanjat, ia lalu bertanya: "Kau pemiliknya benda emas ini?"

"Benar, aku adalah Bengcu rimba hijau daerah utara!"

Ketika ucapan itu keluar dari mulut Ho Hay Hong yang ada disitu mengunjuk sikap terkejut dan terheran-heran, Ong Kui yang tadi pernah menghajar dirinya, mendadak menghampiri dan berkata dengan suara gusar.

"Bocah, kau mengaco belo."

Ho Hay Hong dapat menduga bahwa orang itu diluarnya saja nampak galak, tetapi sebetulnya dalam hatinya merasa jerih maka, lantas menjawab:

"Ong Kui, aku telah mandah kau hajar tanpa melawan, semua ini karena semalam aku pandang muka nonamu ini, jikalau kau anggap aku seorang yang mudah kau perhina, maka anggapanmu itu salah besar!"

Ong Kui terkejut, ia mundur beberapa langkah, tidak berani memandangnya lagi.

Ho Hay Hong menyimpan lagi pelat emasnya, lalu berkata: "Nona aku harap kau sudi menerima permint aanku yang terakhir ini!"

Gadis itu sejenak nampak ragu ragu sejenak, lalu berkata:

"Golongan rimba hijau daerah selatan dan utara selamanya tidak akur, kau berdua telah bersua kemuka, pasti timbul percekcokan Liong ceng Houwsie adalah penolong ibuku, aku tidak mengharap kau sampai berbuat demikian terhadapnya."

"Maksudku hanya minta orang saja, asal ia tidak berlaku keterlaluan, sudah tentu aku t idak akan berbuat apa-apa kepadanya. Hal ini harap kau jangan kuatir."

Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh gadis itu merasa tidak enak menolak lagi, ia lalu bangkit berdiri setelah meninggalkan pesan beberapa patah kata kepada orang-orangnya, lantas berjalan keluar bersama Ho Hay Hong.

Ho Hay Hong membuka tambatan kudanya, dengan membuka kudanya itu jalan menuju kejalan raya.

Ia jarang sekali berada berduaan den gadis itu, maka dalam hatinya sebetulnya banyak perkataan hendak dikatakan, tetapi tidak t ahu bagaimana harus mulai.

Sedangkan gadis itu juga tidak berani berpandangan mata dengan Ho Hay Hong, selama hidupnya ia sering dengan pandangan mata yang dingin membuat musuh- musuhnya berdebaran hatinya.

Untuk pertama kali ini ia menyerah terhadap seorang laki-laki. dalam hatinya lalu memikirkan persoalan in i, tetapi ia t idak mengerti apa sebabnya. Mengapa ia selalu takut berpandangan mata dengan pemuda itu. Bahkan setiap kali berhadapan dengan pemuda itu hatinya selalu berdebar.

Diam-diam ia merasa sayang akan hari depan pemuda itu, jago muda yang sudah mulai menanjak nasibnya itu, sebetulnya mempunyai hari depan yang cerah, tetapi sayang usia jiwanya begitu pendek, sehingga tidak dapat memperkembangkan kepandaiannya.

Dalam perjalanan itu Ho Hay Hong akhirnya menemukan bahan percakapan, ia lalu bertanya.

"Kau anggap Kakek penjinak Garuda itu bagaimana orangnya?"

"Sombong tidak kenal aturan, menganggap dirinya sendiri terlalu tinggi, kurang sopan dan tidak tahu malu, ia suka berbuat menurut perasaan sendiri, tidak memikirkan akibatnya !"

Ho Hay Hong merasa heran gadis itu menggunakan istilah kurang sopan dan tidak tahu malu, untuk menggambarkan pribadi kakek Penjinak Garuda.

Bagi orang tua yang sifatnya berangasan itu, menggunakan kata-kata sombong tak tahu  aturan, terlalu pandang diri sendiri terlalu tinggi dan suka berbuat menurut sesuka hatinya untuk menggambarkan sifatnya memang paling tepat, tapi kalau di anggap ia sebagai seorang yang kurang sopan dan tak tahu malu, sesungguhnya agak aneh.

Sebagai seorang pintar, Ho Hay Hong tahu bahwa gadis itu menggunakan istilah yang sebetulnya sesuai untuk melukiskan sifat pemuda bangor, untuk menggambarkan sifat Kakek Penjinak Garuda, pastilah ada sebabnya, ia lalu berkata:

"Bolehkan nona mengungkap sedikit perbuatan- perbuatan tua bangka itu, yang nona anggap kurang sopan dan tak tahu malu?"

Muka gadis itu mendadak merah membara, kemudian ia balas menanya:

"Mengapa hanya soal ini yang kau tanyakan?"

"Sebab aku anggap tua bangku itu meskipun tinggi hati dan tak kenal aturan, tetapi bukanlah seorang yang kurang sopan dan tak tahu malu, maka aku heran mendengar pernyataanmu tadi, bolehkah kau ungkapkan sedikit kelakuannya yang kau anggap tidak tahu malu itu?"

"Kau belum kenal begitu dalam terhadap pribadinya, maka kau bisa mengatakan demikian,  sebetulnya di dalam mataku, dia seorang yang martabatnya sangat rendah, setelah pada suatu hari dia... dia."

Berulang kali dia mengucapkan "dia" tapi tak dapat melanjutkan, sedang pipinya yang merah nampak semakin merah.

Sikap itu banyak menimbulkan tanda tanya bagi Ho Hay Hong, maka ia berkata lagi:

"Nona, sekali-kali jangan anggap aku sebagai orang luar, ceritakanlah terus terang jikalau ada urusan yang sifatnya rahasia, aku nanti akan merahasiakan?"

Untuk meyakinkan gadis itu, ia menambahkan:

"Atau kau boleh anggap aku sebagai patung sebab tidak lama lagi tokh akan meninggalkan dunia ini!" Gadis itu berusaha menahan perasaannya, akhirnya meluncurkan kata-kata yang mengejutkan:

"Pada suatu hari ia telah minta aku untuk dijadikan istrinya."

Ho Hay Hong terkejut, ia bertanya dengan alis berdiri: "Benarkah ia berbuat demikian?"

Gadis itu menundukkan kepala, ia tak menjawab.

Ho Hay Hong mendadak merasa bahwa pertanyaan itu agak kelebihan, sebab gadis itu tak bisa berbohong padanya, dan juga tiada perlunya untuk berbohong.

Entah apa sebabnya setelah mendengar penuturan itu, Ho Hay Hong mendadak timbul perasaan cemburu. Meskipun ia tahu tapi ia masih pura-pura menanya.

"Akhirnya kau terima atau tidak?"

Mendengar pertanyaan itu gadis itu agaknya terkejut, ia balas menanya:

"Apa kau anggap aku bisa menerima?"

Ho Hay Hong lantas bungkam, ia sendiri juga tidak mengerti mengapa mendadak timbul perasaan cemburunya. Meskipun ia tahu benar bahwa gadis itu tidak mungkin cinta pada seorang laki-laki tua yang usianya beberapa kali lipat dari usianya sendiri, tetapi bagaimanapun juga perasaan cemburu itu tokh tetap timbul dalam hatinya.

Mengingat kelakuan sendiri, ia merasa geli hingga tertaw a sendiri.

Gadis itu angkat muka, tiba-tiba berkata dengan perasaan t idak senang: "Mengapa kau ketaw a?"

"Mana aku tertawa?" Ho Hay Hong balas menanya dengan hati terkejut.

"Apa kau merasa senang karena aku dihina oleh Kakek penjinak garuda?"

"Aku sedikitpun tidak ada itu maksud, harap kau jangan salah paham!"

Saat itu mendadak ia dapat lihat dimata gadis itu mengembang air mata, "jangan jangan." ia terkejut dan kemudian bertanya:

"Kau marah?"

Gadis itu berjalan cepat-cepat, meninggalkan dirinya sebab saat itu hatinya merasa pepet, ia ingin mencari suatu tempat yang sunyi, supaya bisa menangis sepuas- puasnya.

Ho Hay Hong tahu bahwa gadis itu mempunyai sifat rangkap, jikalau selagi baik, bisa berlaku demikian baik sekali, tetapi kalau sedang keluar jahatnya, mukanya begitu asin laksana salju, sehingga orang tidak berani memandangnya.

Ia dapat menyelami perasaannya pada waktu itu, maka buru-buru berkata:

"Sayang, dalam hidupku ini sudah tidak ada kesempatan untuk mengadu kekuatannya dengannya!"

Sehabis berkata demikian ia menghela napas panjang, kemudian alihkan pembicaraannya ke soal lain: "Hanya seorang jahat yang dapat balasan jahat, musuh besarnya, Ing siu ini sudah muncul di daerah utara, aku percaya tidak lama lagi dia pasti bisa mencari padanya untuk membuat perhitungan. Kau tunggu saja tanggal mainnya!"

Tanpa menunggu pertanyaan gadis itu, ia telah menceritakan semua perihal permusuhan antara Ing su dengan si kakek penjinak garuda.

Ia juga menceritakan bahwa kepandaian ilmu silat Ing siu tidak dibawah Kakek penjinak garuda, kekuatan dua orang tua sangat berimbang, kalau pertempuran itu terjadi, dua-duanya pasti hancur.

Mendengar penuturan itu, gadis itu baru merasa lega hatinya.

Tetapi, perasaan girangnya lenyap Ia lalu menundukkan kepala  untuk memikirkan urusannya sendiri.

Ho Hay Hong merasa heran, beberapa kali ia hendak menanya, tetapi akhirnya batalkan.

Tibalah mereka dijalan raya.

Jalan raya yang tidak seberapa luas itu justru merupakan tempat yang paling ramai di kota itu, banyak orang berlalu lalang dan suara hiruk pikuk. Dua tepi jalan terdapat banyak pedagang yang menawarkan dagangannya masing-masing.

Waktu itu, hari sudah menjelang senja, sudah waktunya bagi pedagang untuk pulang, pedagang- pedagang yang belum habis menjual barang dagangannya ramai berkaok-kaok menawarkan dagangannya dengan harga rendah, supaya lekas terjual habis. Gadis kaki telanjang mengeluarkan sepotong kain sutra, selagi hendak menatap motifnya. di belakangnya tiba-tiba terdengar orang memanggil: "Chin Khim. Chin Khim"

Mendengar panggilan itu, wajah gadis itu pucat seketika. Ho Hay Hong yang belum pernah menyaksikan gadis itu demikian ketakutan, diam-diam ia merasa heran. Ia menoleh, dibelakangnya tampak seorang lelaki bermuka merah sedang menghampiri dengan langkah lebar.

Orang lelaki tua bermuka merah itu, adalah orang dari kampung setan.

Ho Hay Hong dapat mengambil tindakan dengan cepat, dan tangannya mengeluarkan hembusan angin hebat sekali, menyapu barang-barang dagangan yang terdapat dipinggir jalan, sehingga pada berterbangan dan keadaan lantas menjadi keruh.

Ada yang berebut barang dagangan, ada juga  yang lari terbirit-birit, ada yang baku tuduh, ada juga yang terpelanting atau terhuyung-huyung. Yang sial adalah para pedagang yang belum habis dagangannya, terus menjerit-jerit tidak terhentinya.

Tetapi Ho Hay Hong lantas melemparkan sepotong uang perak, untuk menutup kerugian mereka.

Ia menggunakan kesempatan selagi keadaan keruh menarik tangan gadis kaki telanjang dan lari jauh. Ia sengaja lari, berputar-putaran, menyusup diantara orang banyak hingga sebentar saja sudah tidak kelihatan mata hidungnya. Gadis kaki telanjang masih belum hilang rasa kagetnya dengan napas tersengal-sengal ia berkata.

"Orang tua bermuka merah itu adalah pembantu kakek penjinak burung garuda yang paling diandalkan. kesaktiannya masih jauh  di atasku, maka aku tidak berani melawan dia, satu-satunya jalan ialah kabur!"

Ho Hay Hong sedikitpun tidak nampak tegang, ia berkata.

"Ia panggil kau Chiu Khim, apakah itu namamu yang sebenarnya?"

"Ya nama itu kakek penjinak garuda yang memberikan, sudah lama aku tidak ingin menggunakan lagi!"

"Apakah aku ada itu kehormatan untuk memberikan nama baru untukmu ?"

"Kau benar-benar aneh, sudah dekat ajalmu, masih mempunyai waktu untuk berkelakar !"

Ho Hay Hong tertaw a terbahak-bahak, ia berkata: "Manusia sejak dahulu kala tidak terhindar dari

kematian, mengapa harus takut mati? Bedanya ialah diwaktu mati orang itu merasa gembira atau t idak."

"Dengan cara bagaimana pada setelah mati kau baru merasa gembira?"

"Ini." Ho Hay Hong ragu-ragu, "untuk sementara aku tidak bisa memberitahuku padamu, tunggu kalau aku sudah akan mati, saat itu kau nanti akan mengerti sendiri."

"Kau t idak mau mengatakan, aku juga mengerti!" Jantung Ho Hay Hong berdebar, ia bertanya dengan heran:

"Kau mengerti apa?"

"Perlu aku menjelaskan? Agar nona baju ungu itu datang, kau tentu gembira betul bukan?"

-ooo0dw0ooo- 

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar