Jilid 47 (Tamat)
Untuk mempermudah gerak geriknya dia menetapkan untuk melanjutkan perjalanannya dengan mengerahkan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im. Walaupun begitu ternyata kecepatan geraknya tidak berada dibawah kecepatan lari kuda Hek liong kou tersebut. Tidak sampai setengah harian, dia telah tiba di depan lembah Hek sik cun, tempat kediaman si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian.....
Gua yang panjangnya mencapai beberapa li dengan mulut gua yang lebar, kini telah siap menantikan kedatangannya. Adapun tujuan Thi Eng khi yang terutama adalah memutuskan hubungan para gembong iblis yang berada di dalam gua dengan dunia luar, maka begitu sampai ditempat tujuan, dia langsung berdiri tegak di depan mulut gua sambil bersiap siaga.
Belum lama dia berdiri tegak disitu, mendadak dari balik gua berkumandang suara langkah kaki manusia yang cukup ramai, menyusul kemudian terlihat munculnya empat orang kakek. Thi Eng khi tidak kenal dengan mereka, namun keempat kakek tersebut rupanya cukup mengenalinya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun mereka menjerit kaget, membalikkan badan dan melarikan diri terbirit birit. Nampaknya mereka tak berani memusuhi Thi Eng khi yang dipandang sebagai momok oleh mereka.
Sambil tertawa nyaring Thi Eng khi segera berseru :
“Sekarang aku telah hadir disini, akan kulihat kemanakah kalian mau lari!”
Suara seruan yang menggaung dalam lorong gua itu bergema sampai beberapa li jauhnya dan mendengung di sisi telinga Hian im Tee kun. Begitu awal kemunculan Thi Eng khi di situ, pada hakekatnya sangat mencengangkan Hian im Tee kun, bahkan membuatnya sama sekali diluar dugaan, terutama sekali sikap Thi Eng khi yang berjaga jaga di depan mulut gua, hal ini membuatnya semakin kesulitan untuk menghadapinya. Sebab mulut gua itu amat sempit, dalam keadaan seperti ini boleh dibilang komplotannya tak mampu dimanfaatkan lagi kekuatannya. Sebaliknya kalau mesti bertarung seorang diri? Kecuali dia sendiri, siapakah yang mampu menandingi kelihayan dan kehebatan Thi Eng khi? Kalau dikeroyok saja beramai ramai? Dalam keadaan seperti ini, mana mungkin dia dapat main kerubut...? Kalau dia pasti muncul sendiri untuk menerima tantangan Thi Eng Khi?
Dia pun tidak tahu berapa banyak konco yang diajak Thi Eng Khi datang kesana, padahal konco konconya tak bisa dimanfaatkan kemampuannya disitu, bila sampai terjebak ke dalam perangkap Thi Eng khi bukankah hal tersebut akan semakin berabe? Oleh karena itu, Hian im Tee kun tetap membiarkan Thi Eng khi berpekik tiada hentinya di luar gua, sementara dia sendiri hanya memutar otak dan membungkam dalam seribu bahasa.
Hingga keempat kakek yang siap keluar gua tadi datang melaporkan kalau cuma Thi Eng khi seorang yang berjaga jaga diluar gua. Hian im Tee kun baru memutuskan untuk memanfaatkan peluang ini guna menghadapi Thi Eng Khi. Dia segera memimpin langsung sejumlah kawanan iblis untuk menyerbu keluar dari gua dan siap melangsungkan pertarungan mati hidup dengan si anak muda tersebut.
Semenjak pertarungannya melawan Thi Eng khi tempo hari, walaupun Hian im Tee kun merasa masa depan si anak muda itu cukup cemerlang dan di kemudian hari bakal menjadi seorang musuh yang sangat menakutkan, namun dia yakin seyakin yakinnya bahwa kemampuan yang dimilikinya sekarang masih cukup untuk mengungguli Thi Eng khi, terutama sekali setelah pengasingan dirinya selama ini dan mempelajari beberapa macam kepandaian lagi, dia semakin tidak memandang sebelah mata terhadap pemuda itu.
Boleh saja Hian im Tee kun mempunyai perhitungan demikian, dan hal ini memang tak dapat menyalahkan dia, sebab penampilan Thi Eng khi dikala penumpasan terhadap Ban Seng kiong tempo hari memang tidak memperlihatkan kelebihan kelebihan lain yang dapat mengungguli atau melampaui dirinya. Begitulah, dengan membawa keyakinan yang sangat besar Hian im Tee kun memimpin sejumlah kawanan iblis munculkan diri dari dalam gua pertahanannya. Benar juga, dia menyaksikan Thi Eng khi berdiri seorang diri diluar gua. Namun gembong iblis tua ini masih kuatir apabila pemuda itu mempersiapkan jago jagonya disekitar tempat itu, yaa, siapa tahu kalau kemunculan Thi Eng khi seorang diri dimulut gua tersebut hanya sebuah pancingan belaka?
Setelah berpikir sebentar, dia memutuskan untuk melangsungkan pertarungannya melawan Thi Eng khi di dalam gua, asal Thi Eng khi berhasil dibunuh, maka dia lebih lebih tak usah kuatir menghadapi kerubutan kawanan jago lainnya. Setelah berpikir pulang pergi, akhirnya Hian im Tee kun menganggap jalan pemikirannya tak bakal salah lagi, apalagi bila dia menyerbu keluar gua dan bertarung melawan Thi Eng khi, dibawah komandonya langsung, dikombinasikan dengan kerja sama para iblis, mungkinkah Thi Eng khi bisa mempertahankan diri?
Padahal tindakan Hian im Tee kun tersebut justru telah menghemat banyak tenaga dan kekuatan dari Thi Eng khi.
Sambil memandang kearah Thi Eng khi, Hian im Tee kun tertawa dingin tiada hentinya, kemudian ejeknya :
“Beranikah kau untuk melangsungkan duel satu melawan satu denganku di dalam lorong gua ini?”
Mendengar tantangan tersebut, Thi Eng khi segera tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh .....haaahhh... haaahhh iblis tua, pokoknya asal kau
yang turun tangan sendiri, dimanapun dan pada saat apapun pasti akan kulayani!”
Hian im Tee kun segera memerintahkan kepada kawanan iblis yang berada dibelakangnya agar mengundurkan diri, sementara dia sendiripun ikut mundur sejauh tiga kaki lebih. Dengan langkah lebar Thi Eng khi berjalan masuk ke dalam gua tersebut kemudian setelah saling berhadapan dengan Hian im Tee kun, dia berkata :
“Iblis tua, kali ini kau seharusnya yang mempergunakan senjata tajam!” Sudah barang tentu maksud dari perkataan ini adalah pernyataan bahwa dia sendiri akan menghadapi tantangan tersebut dengan sepasang tangan kosong belaka. Rasa benci Hian im Tee kun terhadap Thi Eng khi boleh dibilang sudah merasuk sampai ke tulang sumsum, kalau bisa dia ingin sekali dapat membinasakan Thi Eng khi dalam satu gebrakan saja, kemudian mencincang tubuhnya sehingga hancur berkeping keping.....
Sudah barang tentu, untuk mewujudkan keinginannya tersebut, dia tak akan memberi kesempatan kepada lawannya untuk lebih banyak meraih keuntungan. Tatkala mendengar perkataan tersebut, dia segera tertawa terbahak bahak saking gusarnya, kemudian berkata :
“Aku bukan seorang manusia pengecut yang ingin meraih kemenangan dengan mengandalkan senjata tajam, bila kau ingin memakai senjata pedang emas naga langit, silahkan saja digunakan, buat apa sih membuat alasan yang tidak tidak?”
Kembali Thi Eng khi tertawa :
“Aku lihat, seandainya kau tidak mempergunakan senjata mungkin kau tak akan mampu menghadapi diriku sebanyak seratus gebrakan pun ”
“Sudah, tak usah banyak ngomong, rasain dulu sebuah pukulan ku ini. !” teriak Hian im Tee kun gusar.
Begitu selesai berbicara, Hian im Tee kun segera berdiri tegak dengan wajah serius, pelan pelan hawa murninya dihimpun menjadi satu, sementara paras mukanya yang semula putih bersih, dalam waktu singkat saja telah dilapisi oleh hawa hijau yang sangat tebal. Kemudian tak lama setelah itu, paras mukanya telah berubah menjadi hijau membesi.
Kalau menurut catatan dalam Hian im cing khi, maka bilamana hawa murni seseorang sudah dihimpun sehingga paras mukanya berubah menjadi hijau membesi, maka secara otomatis udara disekeliling tempat itupun akan turut terpengaruh sehingga berubah menjadi dingin sekali sampai merasuk ke dalam tulang sumsum. Tapi kenyataan yang terbentang di depan mata sekarang bukankah demikian, bukan saja Thi Eng khi tidak merasakan hawa dingin yang mencekam bahkan malah sebaliknya dia merasakan udara yang hangat dan sangat nyaman.
Thi Eng khi yang hadir hari ini, meski usianya masih sangat muda namun dia telah membekali segenap pengetahuan yang terdapat di dalam kitab kitab pusaka milik Cu sim ci cu Thio Biau liong. Atau dengan perkataan lain, si anak muda ini sudah berpengetahuan begitu luas sehingga sukar bagi orang lain untuk mengimbanginya...
Namun dia merasa kaget dan terperanjat juga setelah menyaksikan kejadian ini, segera pikirnya :
“Benar benar tak kusangka, hanya didalam beberapa bulan yang demikian singkatnya, ternyata dia telah berhasil melatih Hian im ceng khinya hingga mencapai taraf apa yang disebut Im khek yang seng (puncak dingin yang menimbulkan kehangatan) tampaknya dia bukan musuh sembarangan musuh, aku tak boleh memandang terlalu rendah tentang dirinya.”
Perlu diketahui apabila ilmu Hian im ceng khi telah dilatih mencapai tingkat ke sepuluh, bila ingin mencapai taraf apa yang dinamakan Im khek yang seng atau puncak dingin yang menimbulkan kehangatan, maka seseorang harus melewati dulu suatu percobaan yang berbahaya sekali. Dengan tenaga dalam Hian im Tee kun yang begitu sempurna, dia sendiripun tak berani mencoba secara sembarangan, sampai pertarungannya kemudian melawan Thi Eng khi, dan menyadari betapa mengerikannya kemampuan Thi Eng khi, dia baru nekad menyerempet bahaya dengan menyelesaikan taraf terakhir yang belum pernah diselesaikan olehnya selama puluhan tahun ini.
Begitu menyadari akan datangnya ancaman bahaya, diam diam Thi Eng khi menghimpun segenap hawa murninya untuk melindungi semua jalan darah penting didalam tubuhnya, lalu bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Pelan pelan Hian im Tee kun mengangkat telapak tangan kanannya yang digoyangkan berulang kali dengan lambat, seketika itu juga muncullah segulung tenaga kekuatan yang sangat dahsyat tapi hangat dan memabukkan langsung menerjang ke atas tubuh Thi Eng Khi....
Thi Eng khi sadar bahwasanya tenaga dalam yang dimiliki Hian im Tee kun sekarang sudah melewati taraf hawa dingin dan menuju ke peralihan hawa panas dan hawa racunnya sudah menyebar sampai ke mana-mana. Berada dalam keadaan begini, entah tubuhnya berlatih tenaga im kang ataupun tenaga yang kang, mustahil bisa membendung hawa serangan ini. Apalagi jika sampai terkena hajaran secara telak, sekalipun tidak sampai mati paling tidak isi perutnya pasti akan terpengaruh oleh hawa serangannya hingga menimbulkan reaksi yang cukup serius sebagai akibatnya sudah barang tentu penderitaan yang diperoleh pun tidak terlukiskan....
Sementara itu, Thi Eng khi sudah buru buru mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi seluruh tubuhnya, bersamaan itu pula hawa sakti tay kim sinkang yang dilatihnya dihimpun ke dalam tangan dan mengayunkannya ke muka untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Segulung hawa pukulan yang lembek dan bersih dengan cepat saling beradu dengan tenaga im kang yang telah berubah jadi hawa yang kang tersebut.
“Blaaammmmm!”
Ledakan yang memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan. Sebagai akibat dari bentrokan kekerasan itu, Thi Eng khi terdorong tubuhnya sampai terhuyung mundur, sedangkan Hian im Tee kun tak sanggup menahan dorongan yang kuat dan secara beruntun mundur sejauh tiga langkah lebih.
Dengan wajah tenang namun serius Thi Eng khi segera berkata lagi :
“Iblis tua, nampaknya aku benar benar sudah menilai dirimu kelewat rendah!” Ketika Hian im Tee kun menyaksikan serangan dahsyatnya ternyata tidak berhasil melukai Thi Eng khi, secara diam diam diapun merasa terkejut. Mendadak saja dia melangkah maju dengan tindakan lebar, begitu menerjang ke sisi badan Thi Eng khi, telapak tangannya langsung diayunkan ke muka melepaskan sebuah bacokan kilat.
Thi Eng khi segera mengeluarkan jurus Sia ci yang khi (mengibarkan bendera dengan posisi miring) yang disertai tenaga Tay kim ceng khi untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
Di dalam bentrokan yang kemudian terjadi untuk kedua kalinya, Hian im Tee kun merasakan tenaga serangan sendiri seolah olah sedang menghantam diatas kapas yang lunak, ternyata tenaga pukulannya tak mampu mewujudkan kekuatan penghancurnya yang maha dahsyat tersebut. Untuk kesekian kalinya dia merasa terperanjat sekali, segera pikirnya :
“Tenaga Tay kim ceng khi yang dimiliki bocah keparat ini benar benar sangat aneh, mungkinkah dia telah memperoleh penemuan aneh lainnya?”
Sementara otaknya masih berputar memikirkan hal tersebut, telapak tangannya sekali lagi telah melancarkan bacokan maut ke tubuh Thi Eng khi...
Di dalam serangan yang dilancarkan kembali dia telah menggunakan segenap kekuatan yang dimilikinya, tentu saja kedahsyatan luar biasa sekali, hawa serangan yang hangat tapi kuat itu seolah olah berdatangan dari empat arah delapan penjuru dan bersama sama menubruk ke arah Thi Eng khi.
“Serangan yang bagus!” bentak Thi Eng khi keras keras.
Kembali dia menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras. Dalam bentrokan kali ini, kedua belah pihak sama sama menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki. Hian im Tee kun yang termakan tenaga Tay kim ceng khi dari Thi Eng khi segera tergetar mundur sejauh lima langkah lebih. Sebaliknya Thi Eng khi termakan juga oleh tenaga pukulan Hian im Tee kun sehingga tergetar mundur sejauh satu langkah.
Sesudah mundur ke belakang, dengan cepat Thi Eng khi memejamkan matanya untuk mengatur napas dan memulihkan kembali kekuatannya. Sedangkan Hian im Tee kun tertawa rawan lalu berkata :
“Tahun ini usiaku sudah mencapai puncaknya, baik, aku akan beradu jiwa denganmu!”
Berbicara sampai disini, dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebutir pil yang segera ditelannya. Paras mukanya yang semula berwarna hijau membesi segera berubah menjadi merah darah, sambil memutar sepasang telapak tangannya, dia membentak nyaring :
“Sambutlah sebuah pukulanku lagi, coba kau rasakan sampai dimanakah kelihayanku!”
Tenaga pukulan yang terpancar keluar dari balik telapak tangannya terasa panas menyengat badan, bahkan secara lamat lamat terlihat juga cahaya merah darah yang menyelimuti seluruh angkasa....
Thi Eng khi sama sekali tidak menghindar ataupun bermaksud untuk berkelit, dia mengayunkan pula sepasang telapak tangannya melepaskan pukulan dengan tenaga Tay kim ceng khi. Tatkala kedua gulung tenaga pukulan tersebut saling membentur untuk kesekian kalinya, ternyata keadaan yang kemudian terjadi jauh berbeda.
Akibat dari bentrokan ini, Hian im Tee kun cuma tergetar mundur sejauh satu langkah, sebaliknya Thi Eng khi sendiripun tidak berhasil memperoleh suatu keberuntunganpun, malah dia sendiri terpaksa mundur juga sejauh satu langkah. Ternyata kekuatan yang mereka miliki sekarang telah meningkat menjadi berimbang.
Hian im Tee kun hanya menelan sebutir saja, namun kenyataannya dari posisi yang terdesak dan dibawah angin, ternyata dia pun mampu memperbaiki posisinya menjadi berimbang.
Menghadapi Hian im Tee kun yang tak segan segan mempertaruhkan jiwa raganya dengan menggunakan sebutir obat untuk merangsang seluruh kekuatan tenaga dalam yang dimilikinya guna beradu jiwa dengannya, diam diam pemuda ini gelisah dan merasa sangat tidak tenang.
Dikala Hian im Tee kun melancarkan serangannya lagi, Thi Eng khi tak berani beradu kekerasan lagi dengan Hian im Tee kun, terpaksa dia harus mempergunakan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng irn untuk berkelit kesana menghindar kemari sembari mencari kesempatan untuk melancarkan serangan balasan.
Dalam waktu singkat udara di dalam lorong gua itu dipenuhi oleh hawa pukulan yang menderu deru, batu gunung dan pasir segera berguguran ke atas tanah membuat kawanan gembong iblis tersebut tak mampu berdiam terus di dalam gua, terpaksa mereka mundur keluar dari gua tersebut.
Dengan begitu, didalam lorong gua yang panjangnya mencapai beberapa li ini hanya diisi oleh dua orang saja yakni Hian im Tee kun serta Thi Eng khi yang terlihat dalam pertarungan mati hidup.
Bersamaan waktunya dengan berkobarnya pertarungan sengit antara Thi Eng khi melawan Hian im Tee kun, dipihak lain, Bu im sin hong Kian Kim siang beserta nona Ting Un telah sampai pula di perkampungan Huan keng san ceng.
Mimpipun nona Ting Un tak pernah menyangka kalau dalam kolong langit dewasa ini terdapat ilmu meringankan tubuh yang begini sempurna. Dia hanya merasakan lengan sendiri ditarik oleh Bu im sin hong Kian Kim siang dan tubuhnya segera melayang layang di tengah udara seperti layang layang.
Bukan cuma kakinya saja yang tidak menempel permukaan tanah, bahkan badannya turut melayang di udara. Malah saking cepatnya mereka bergerak nona ini merasa dadanya sesak dan sukar untuk bernapas. Kendatipun dalam hati kecilnya masih terdapat banyak persoalan yang hendak dibicarakan, akan tetapi dia merasa tak mampu untuk membuka suara. Hingga mereka berada tak jauh dari perkampungan Huan keng san ceng, Bu im sin hong Kian Kim siang baru memperlambat gerakan tubuhnya.
Pada saat itulah, Ting Un baru dapat menghembuskan napas panjang, katanya kemudian :
“Kian yaya, hari ini sepasang mata Un ji betul betul sudah terbuka lebar, lewat beberapa hari, kau harus mengajarkan kepandaian sakti ini kepadaku.”
Nada pembicaraannya selain lincah, polos, juga tidak sungkan sungkan, bahwa di tengah keterus terangannya terlintas pula sifat kekanak kanakannya. Dianggapnya ilmu Hu kong keng im tersebut sudah pasti akan diwariskan Bu im sin hong Kian Kim siang kepadanya. Pada dasarnya Bu im sin hong Kian Kim siang memang bukan seorang manusia yang terlalu terikat dengan segala macam peraturan, malah sebaliknya dia justru gembira dan senang sekali dengan kejujuran, keterusterangan serta kepolosan gadis ini.
Walaupun begitu, ia sengaja menunjukkan mimik wajah yang serius dan keren, kemudian setelah mendengus, katanya dengan suara rendah :
“Mengapa lohu harus mewariskan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im ini kepadamu?”
Tampaknya nona Ting Un tak pernah menduga bakal memperoleh pertanyaan semacam ini, dia menjadi tertegun, lalu serunya :
“Mengapa? Mengapa harus mengapa? Kau orang tua kan tak punya anak murid, masa kau hendak membawa pulang ilmu sakti yang menggetarkan dunia persilatan ini sampai ke dalam liang kubur?”
Tampaknya apa yang terlintas dalam benak gadis ini segera dilontarkan keluar olehnya tanpa dipikir lebih jauh, tak bisa disangkal lagi, inilah watak dari seorang budak liar yang sudah terbiasa hidup dimanja. Sikap semacam ini selain menggelikan bagi yang memandang, juga mendatangkan rasa hangat yang jauh mengakrabkan hubungan. Jalan permikiran nona Ting Un masih sangat polos, dia menganggap Bu im sin hong Kian Kim siang sebagai lambang kepemimpinan dari umat persilatan di wilayah See lam, sedangkan dia pun sebagai angkatan muda diwilayah See lam, sudah pasti permintaan yang diajukan itu akan dipenuhi.
Bu im sin hong Kian Kim siang sendiri pun terhitung seorang manusia yang sangat aneh,
andaikata nona Ting Un memohon kepadanya secara beraturan dan lemah lembut agar ilmu Hu kong keng im tersebut diwariskan kepadanya, mungkin belum tentu dia akan mewariskan kepandaian itu kepadanya. Tapi sekarang, cara dari gadis itu telah menimbulkan rasa gembira dalam hatinya, tanpa berpikir panjang lagi dia menyatakan persetujuannya dihati.
Hanya saja untuk menggoda gadis tersebut, sengaja dia menarik muka sambil berkata lagi :
“Ilmu silat maha sakti hanya diwariskan untuk murid berbakat, apakah kau menganggap berkemampuan untuk mempelajari ilmu sakti Hu kong Keng im tersebut?”
Nona Ting Un segera tertawa lebar.
“Kalau hanya masalah itu mah bukan persoalan, dikala yayaku masih hidup dulu beliau sering kali berkata demikian : Anak Un pandai dan cekatan, apabila dapat bersua dengan Kian loko dan mempelajari ilmu Hu kong keng im miliknya, sudah pasti kau akan menjadi sekumtum bunga aneh dari wilayah See lam. Percayakah kau dengan perkataan yayaku ini?”
Mendadak gadis itu menyinggung kembali tentang sobat lamanya, pudarlah keinginan Bu im sin hong Kian Kim siang untuk menggoda gadis tersebut lebih jauh, dia segera menghela napas panjang.....
“Aaaai, kalian manusia manusia angkatan muda, nampaknya makin hari mukanya semakin tebal satu inci. ”
"Yaya aku pun sering berkata begini,” kembali nona Ting Un berkata dengan wajah serius “bilamana menghadapi persoalan, manfaatkanlah waktu dan janganlah mengalah bilamana tidak perlu untuk mengalah. Bila kau orang tua pergi dan lenyap lagi selama tujuh delapan puluh tahun, bagaimana mungkin aku bisa mempelajari ilmu Hu kong Keng im mu lagi?”
Bu im sin hong Kian Kim siang semakin gembira lagi dibuatnya, tak tahan dia tertawa terbahak bahak :
“Haaahhh.... haaaahhh…. Haaahhh sayang sekali ilmu Hu kong
keng im ku sudah mempunyai ahli warisnya!”
“Bolehkah ahli warisnya diperbanyak seorang lagi?” rengek nona Ting Un.
“Bukan saja aku telah memperbanyak ahli warisku dengan seorang, bahkan sudah mencapai tiga orang banyaknya!”
Nona Ting Un segera tertawa lebar.
“Sudah ada dua pasti tiga, sudah tiga tentu ada empat, toh kau sudah mempunyai tiga orang ahli waris, berarti kau pun dapat menerima ahli waris yang keempat, atau dengan perkataan lain aku pasti mempunyai bagian untuk itu, baik sekarang juga aku akan mengangkatmu sebagai guruku!”
Tanpa menunggu apakah Bu im sin hong Kian Kim siang setuju atau tidak, dia segera bertekuk pinggang dan menjatuhkan diri berlutut.
Pada hakekatnya Bu im sin hong Kian Kim siang memang bukan tandingan dari gadis cilik itu terpaksa ujarnya kemudian sambil tertawa :
“Aaaai, angkatan muda patut disegani, angkatan muda patut disegani, baiklah, memandang diatas wajah yayamu itu rasanya sungkan kalau kutampik keinginanmu untuk mempelajari ilmu Hu kong keng im, cuma soal pengangkatan guru mah tidak usah, ayo bangun, kita harus menyelesaikan dulu urusan penting yang sedang berada di depan mata.” Cepat dia menyambar tangan Ting Un dan tidak menanti gadis itu berbicara dia memaksanya untuk bangkit berdiri. Terpaksa nona Ting Un harus bangun berdiri, katanya kemudian sambil tertawa :
“Kian yaya, kau jahat amat! Padahal aku tahu sejak tadi kau sudah berencana hendak mewariskan ilmu Hu kong keng im tersebut kepadaku, tapi kau sengaja hendak menggoda aku rupanya...”
Ucapan tersebut membikin Bu im sin hong Kian Kim siang tak sanggup menahan diri lagi, kontan saja dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. Baru saja pulang ke kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan puluhan tahun lamanya, kini Bu im sin hong Kian Kim siang berjumpa dengan seorang nona cilik yang binal, pintar, dan membuat hati orang gembira, hal tersebut membuatnya kegirangan setengah mati.
Tidak heran kalau gelak tertawanya itu berkumandang sampai beberapa li jauhnya dan membumbung tinggi menembusi lapisan awan di angkasa. Belum habis gelak tertawanya berkumandang, dari arah perkampungan Huan keng san ceng telah meluncur keluar empat sosok bayangan manusia yang menerjang tiba dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Sebagaimana diketahui, Bu im sin hong Kian Kim siang sudah puluhan tahun lamanya berkelana di luar daerah, dengan demikian dia pun tidak kenal dengan keempat manusia yang merupakan jago jago lihay dari wilayah See lam tersebut. Sebaliknya ke empat jago pun merupakan jago jago angkatan terakhir dari wilayah See lam, mereka muncul agak terlambat dalam dunia persilatan sehingga tak seorangpun diantara mereka yang pernah bersua muka dengan Bu im sin hong Kian Kim siang.
Itulah sebabnya ketika kedua belah pihak saling berjumpa muka, kedua belah pihak sama sama tidak mengenal. Nona Ting Un segera menyongsong kedatangan orang orang itu, lalu serunya dengan lantang :
"Empek dan paman berempat, Kian yaya telah datang, ayo cepat kalian memberi hormat kepada Kian yaya!" Dari keempat orang tersebut, Jit gwat siang beng To bersaudara termasuk pula diantaranya. Hingga sekarang Jit gwat siang beng To bersaudara masih belum mengerti keadaan yang sebenarnya, tatkala mereka mulai curiga dengan situasi, waktu itu gerak gerik mereka sudah dapat dibatasi oleh Hian im Tee kun, bahkan keadaan dunia persilatan untuk wilayah See lam telah dikuasai gembong iblis tersebut.
Terjadinya peristiwa mana cukup membuat kedua orang bersaudara itu menjadi sedih dan menyesal setengah mati, sayang mereka tak berkemampuan untuk menolong keadaan.....
Nona Ting Un memang terkenal sebagai seorang gadis yang binal, manja dan cerdas, apalagi dia memang dsayang oleh cikal bakalnya perkampungan Huan keng san ceng, hal mana menyebabkan semua orang merasa segan dan sungkan kepadanya.
Sekarang, Jit gwat siang beng To bersaudara mengira si nona lagi lagi hendak me¬nyusun permainan setan untuk menjebak mereka berdua karenanya walaupun sudah menghentikan gerakan tubuhnya, dengan nada kurang percaya mereka berseru :
"Nona Un, permainan busuk apalagi yang sedang kau persiapkan? Ayo cepat pulang ke rumah, tahukah kau kepergianmu kali ini tanpa pamit telah membuat gegernya perkampungan Huan keng san ceng. ?"
Menyaksikan orang orang itu tak mau mempercayai perkataannya, nona Ting Un menjadi sangat gelisah, sambil mendepak depakkan kakinya berulang kali, serunya keras keras :
"Goblok, pikun, tolol! Bukankah saban hari kalian merindukan kedatangan Kian yaya? Sekarang Kian yaya sudah muncul disini tapi kalian justru enggan mempercayainya betul betul membuat hati orang mendongkol saja!"
Jit gwat siang beng To bersaudara pernah terkecoh oleh gadis ini semenjak saat itu mereka tak mau percaya dengan setiap perkataan nona Ting Un maka ketika mendengar ucapan mana mereka lantas membalikkan badan dan berjalan mendekati Bu im sin hong Kian Kim siang, katanya kemudian seraya menjura, "Nona Un memang paling senang bergurau dengan kamu, bilamana lotiang juga terkecoh oleh ulahnya, harap kau sudi memaafkan..."
Bu im sin hong Kian Kim siang segera tertawa tergelak. "Haaaahhh.. haaahhh... haaahhh... lohu adalah Kian Kim siang,
boleh kutahu siapa nama kalian berdua?"
Untuk beberapa saat lamanya Jit gwat siang beng To bersaudara menjadi tertegun melongo, tak sepatah katapun yang mampu diutarakan keluar. Selang berapa saat kemudian mereka gelengkan kepalanya berulang kali artinya mereka tak ingin mempercayai kenyataan tersebut dengan begitu saja, mereka harus menyelidiki persoalan tersebut dan membuktikan kebenarannya lebih dulu sebelum mempercayainya secara seratus persen.
Pada saat itulah, dari arah perkampungan Huan keng san ceng kembali muncul tiga sosok bayangan manusia, begitu bertemu dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, mereka segera menjerit kaget :
"Aaaai, Bu im sin hong Kian Kim siang "
Ketiga orang ini merupakan orang orang kepercayaan dari Hian im Tee kun, sewaktu berada di istana Ban seng kiong tempo hari, mereka pernah berjumpa muka dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, itulah sebabnya mereka cukup mengenal tokoh sakti tersebut, tidak heran kalau mereka langsung menjerit kaget begitu bersua muka sekarang.
Akan tetapi mereka pun terhitung manusia yang cerdas dan berpengalaman luas, sekilas pandangan saja, mereka sudah mengenali situasi yang berada di depan mata. Tampaknya orang belum mengenali si Bu im sin hong Kian Kim siang sebagai pemimpin mereka, terutama sekali umat persilatan dari wilayah See lam. Maka dengan perasaan menyesal buru buru mereka menutup mulutnya rapat rapat. Sekalipun mereka tutup mulut dengan cepat, toh ucapan tadi sudah terlanjur diutarakan, hal ini menimbulkan perhatian khusus dari Jit gwat siang beng To bersaudara.
Dengan cepat kedua orang bersaudara itu berpaling, kemudian tanyanya :
“Jadi dia orang tua adalah Bu im sin hong Kian Kim siang, Kian locianpwe?”
Salah seorang diantara ketiga orang kepercayaan Hian im Tee kun itu segera menggeleng.
“Tidak bisa dikatakan demikian, sebab kalau dibilang dia mirip Bu im sin hong Kian Kim siang, agaknya perawakan Bu im sin hong Kian Kim siang yang sesungguhnya masih lebih rendah lima inci daripada perawakan tubuhnya!”
Dengan perasaan lega, Jit gwat siang beng To bersaudara menghembuskan napas panjang.
"Nah kalau begitu tak bakal salah lagi!"
Mereka betul betul merasa kuatir apabila telah melakukan suatu kesalahan besar sebab hal ini akan menyebabkan mereka merasa malu terhadap umat persilatan wilayah See lam dikemudian hari.....
Bu im sin hong Kian Kim siang yang mendengar perkataan tersebut, dengan cepat mengerahkan ilmu Sut kut sin kang (ilmu sakti menyusut tulang) nya hingga perawakan tubuhnya segera berubah menjadi lebih pendek lima inci, setelah itu, ujarnya lagi sambil tertawa :
"Nah, sekarang lohu pasti sudah mirip dengan Bu im sin hong Kian Kim siang bukan?"
Jit gwat siang beng To bersaudara yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi tertegun, tapi senyuman segera menghiasi wajah mereka berdua :
"Lotiang, ilmu saktimu betul betul sangat hebat, boanpwe sekalian sungguh dibuat kagum sekali!" Kalau didengar dari nada pembicaraan ini, tampaknya mereka masih belum mau mengakuinya sebagai Bu im sin hong Kian Kim siang...
Tiba tiba nona Ting Un berteriak karas :
"Nah sudah datang! Sudah datang! Orang yang kenal dengan Kian yaya telah datang!"
Ketika semua orang berpaling ke arah perkampungan Huan keng san ceng, maka terlihatlah seorang nenek yang dihari hari biasa dipanggil Popo oleh nona Ting Un sedang meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Begitu mendekat, nenek itu segera berteriak keras :
"Nona Un ke mana saja kau telah pergi? Membuat aku si nenek merasa panik setengah mati!"
Sambil melayang maju ke muka untuk menyambut kedatangan nenek tersebut, nona Ting Un segera berseru :
"Popo, aku telah berhasil mengundang datang Bu im sin hong Kian Kim siang, cuma mereka tak mau mempercayainya dengan begitu saja !"
"Ooo ada kejadian seperti ini?" seru si nenek cepat.
Ia segera melayang turun dihadapan Bu im sin hong Kian Kim siang lalu sambil memperhatikan Bu im sin hong Kian Kim siang beberapa saat lamanya, dia menggeleng seraya berseru :
"Kau bukan Bu im sin hong Kian loyacu!"
"Popo, kau jangan ngaco belo!" kontan saja nona Ting Un melompat bangun sambil berteriak marah.
Sambil tersenyum Bu im sin hong Kian Kim siang yang berada di sampingnya menimbrung :
"Tang soat, atas dasar apa kau tidak mengenali lohu sebagai Bu im sin hong Kian Kim siang?" Tang soat merupakan nama kecil si nenek di saat masih muda dulu, semenjak yayanya Ting Un meninggal dunia, selama puluhan tahun terakhir ini boleh dibilang belum pernah ada orang yang memanggilnya dengan nama tersebut.
Bukan cuma tiada orang saja yang memanggil dengan nama itu, mungkin selain si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian, mungkin cuma Bu im sin hong Kian Kim siang seorang yang mengetahui nama kecilnya tersebut.
Ternyata Tang soat adalah dayang dari nenek Ting Un sebelum kawin dulu, sejak kecil dia sudah mengikuti keluarga Ting hingga kini, bukan saja masa remajanya dikorbankan, orangnya pun amat setia dengan keluarga. Itulah sebabnya dia selain disegani juga dihormati oleh semua anggota keluarga Ting semenjak dari yang tua sampai yang muda. Maka dari itu, sejak Ting Un dapat berbicara, dia selalu membahasai dirinya sebagai popo.
Si nenek itupun amat menyukai Ting Un bahkan pada hakekatnya menganggap gadis ini sebagai nyawa sendiri.
Dalam pada itu, kulit wajah si nenek telah mengejang beberapa saat lamanya, lama kemudian dia baru berkata :
"Budak masih ada satu persoalan yang tidak mengerti, bila kau benar benar adalah Kian loyacu, mengapa perawakan tubuhmu Nampak jauh lebih pendek daripada Kian loyacu yang dulu?"
Sebagaimana diketahui, walaupun orang sudah meningkat tua, walaupun raut wajahnya mungkin bisa berubah namun sebagian besar masih dapat dikenali dengan jelas. Tentang perawakan tubuhnya, sekalipun karena usia tua mungkin akan menjadi membungkuk, namun perbedaannya tidak akan lebih banyak daripada perawakan dulu.
Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa Tang soat tidak berani mengenali Bu im sin hong Kian Kim siang, lantaran perawakan tubuhnya dia rasakan terlalu pendek.
Sambil tertawa Bu im sin hong Kian Kim siang segera berkata lantang. "Barusan ada orang mengatakan perawakan tubuhku kelewat tinggi, sekarang kau mengatakan perawakanku terlalu pendek, waaah nampaknya makin tua nasibku semakin jelek!"
Sambil berkata dia lantas membungkukkan tubuhnya dan memulihkan kembali ukuran perawakan tubuhnya seperti semula.
Dengan sikap yang sangat hormat si nenek segera berkata : "Harap Kian loyacu sudi memaafkan kelancangan Tang soat
barusan !"
Baru saja senyuman cerah menghiasi ujung bibir Bu im sin hong Kian Kim siang mendadak paras mukanya berubah, kemudian ia membentak nyaring :
"Mau kabur ke mana kalian?"
Dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat ia segera menerjang ke arah tiga orang anggota Ban seng kiong itu. Rupanya ketiga orang penjahat tersebut dapat merasakan kalau gelagat tidak beres, mereka bersiap siap hendak mengundurkan diri ke perkampungan Huan keng san ceng dan bersiap sedia turun tangan lebih dulu untuk mempengaruhi jago jago See lam dan bersama sama menghadapi Bu im sin hong Kian Kim siang.
Sayang sekali perbuatannya segara ketahuan Bu im sin hong Kian Kim siang dan jalan pergi mereka segera dihadang. Bagaimana mungkin ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketiga orang gembong iblis tersebut bisa melebihi ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im dari Bu im sin hong Kian Kim siang yang amat tersohor tersebut. Belum lagi mencapai beberapa kaki dari posisi semula, mereka bertiga sudah berhasil disusul oleh Bu im sin hong Kian Kim siang bahkan jalan perginya segera dihadang.
Menyusul kemudian si nenek Tang soat dan nona Ting Un memburu pula ke depan dan melangsungkan pertarungan sengit melawan ketiga orang itu. Hanya Jit gwat siang beng To bersaudara dan kedua orang lainnya yang tidak berniat turun tangan meski sudah ikut memburu ke depan, malah salah seorang diantaranya segera mencoba melerai : “Kian locianpwe, bila ada masalah lebih baik dibicarakan saja secara baik baik, buat apa Kita mesti saling gontok gontokan sendiri?"
Bu im sin hong Kian Kim siang menjadi gusarnya setengah mati, kontan saja dia mengumpat :
"Manusia goblok, kenapa kalian masih berpeluk tangan belaka? Ayo cepat turun tangan membantu Un ji untuk membekuk kawanan anak iblis tersebut!"
Sambil berbicara, dia sendiripun mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk meneter musuhnya lebih gencar. Kontan saja orang yang bertarung melawannya itu dibuat keteter hebat dan kalang kabut sendiri, tak lama kemudian ia sudah terdesak di bawah angin.
Sedang Jit gwat siang beng To bersaudara masih tetap berdiri tertegun dengan wajah melongo dan kebingungan, mereka tidak turun tangan melainkan hanya mematung. Berada dalam keadaan demikian, Bu im sin hong Kian Kim siang tahu bahwa banyak berbicara tak ada gunanya, dengan mempergencar serangannya dia meneter musuhnya habis habisan kemudian merobohkannya dengan sebuah totokan jalan darah.
Menyusul kemudian dia melayang ke depan menerjang orang yang sedang bertarung melawan Ting Un, tapi tak sampai empat lima gebrakan kemudian, diapun dapat merobohkan kembali seorang lagi. Rupanya tokoh sakti kita ini bertekad akan menyelesaikan pertarungan di dalam waktu singkat, dengan cepat dia menerjang pula anakan iblis yang sedang bertarung melawan Tang soat itu, tidak sampai tiga gebrakan kembali dia sudah berhasil merobohkan.
Begitu selesai merobohkan orang orang itu, ia baru melayang turun di hadapan Jit gwat siang beng To bersaudara dan menegur dengan penuh kegusaran :
"Mengapa kalian enggan melaksanakan perintah?"
Agaknya Jit gwat siang beng To bersaudara mempunyai alasan mereka yang cukup kuat, segera ujarnya : "Kian locianpwe, harap kau jangan marah dulu, perlu diketahui Kwik locianpwe dewasa ini masih berada di tangan mereka, demi keselamatan Kwik locianpwe, mau tak mau kami harus berpikir tiga kali sebelum mengambil keputusan dalam menghadapi setiap persoalan... "
Oleh karena alasan tersebut, Bu im sin hong Kian Kim siang menjadi sungkan untuk mengumbar hawa amarahnya lagi, terpaksa dia mengisahkan kembali tindakan dari Thi Eng khi di lembah Hek sik kok serta bakal tibanya serombongan besar jago jago lihay.
Jit gwat siang beng To bersaudara baru kegirangan setelah mendengar perkataan tersebut, segera ujarnya :
"Kian locianpwe, sekarang juga kami akan memberitahukan hal ini kepada semua orang yang ada di perkampungan, agar mereka bekerja sama menumpas kawanan iblis yang mengawasi kami selama ini, kemudian kami baru berangkat bersama sama menuju ke lembah Hek sik kok untuk membantu usaha Thi sauhiap!"
Begitu selesai berkata, secepat terbang mereka lari masuk ke dalam perkampungan. Sambil tertawa getir, Bu im sin hong Kian Kim siang segera berkata :
"Tampaknya puluhan tahun tidak pulang kampung halaman, umat persilatan di wilayah See lam ini sudah banyak yang melupakan diri lohu "
Ucapan ini meluncur keluar tanpa disadari olehnya, sebab kenyataan yang memperlihatkan bahwa umat persilatan wilayah See lam sudah melupakan dirinya ini pada hakekatnya merupakan suatu peristiwa yang sangat melukai martabat dan nama baiknya. Padahal dia mana tahu kalau Jit gwat siang beng mempunyai watak yang sangat istimewa, yakni mereka bukan bermaksud tidak takluk kepadanya.
Nona Ting Un yang cerdik dan teliti, dengan cepat dapat merasakan kalau kesepian dan kesedihan Bu im sin hong Kian Kim siang timbul akibat dari ulah Jit gwat siang beng, sambil tertawa dia lantas berkata : "Paman To berdua memang berwatak demikian, walaupun sesungguhnya mereka termasuk jago jago berdarah panas, di kemudian hari kau orang tua pasti akan mengetahui bagaimanakah watak mereka yang sebenarnya "
"Aaaah, dasar kawanan katak dalam sumur, tempo hari pun hampir saja kalian mencelakai saudara cilik Thi gara gara salah paham " umpat Bu im sin hong Kian Kim siang sambil tertawa
tergelak.
Dengan gelak tertawanya itu, pembicaraan pun segera diakhiri....
Sementara itu, suara pertarungan sudah mulai berkumandang dari dalam perkampungan, jelas para jago See lam sudah bangkit dan sadar kalau dirinya terkecoh hingga pertarungannya melawan kawanan iblis yang semula menjaga perkampungan pun berkobar.
Bu im sin hong Kian Kim siang segera mengajak nenek Tang soat dan nona Ting Un untuk bersama sama menyerbu ke dalam perkampungan Huan keng san ceng. Walaupun kepandaian silat yang dimiliki kawanan iblis dari Ban seng kiong amat tinggi, namun jumlah mereka jauh lebih sedikit ketimbang kawanan jago dari wilayah See lam, ditambah pula kehadiran Bu im sin hong Kian Kim siang yang memiliki kepandaian silat jauh melebihi kawanan iblis tersebut. Tidak heran kalau pertarungan massal yang berkobar ini yang menyebabkan kawanan iblis yang berhasil lolos dari situ tidak banyak jumlahnya.
Tanpa banyak mengalami kesulitan, perkampungan Huan keng san ceng telah dibebaskan kembali dari cengkeraman maut kawanan iblis dari Ban seng kiong. Bu im sin hong Kian Kim siang segera memilih dua tiga puluhan jago lihay dan bersama sama berangkat menuju ke lembah Hek sik kok.
Pertarungan sengit antara Thi Eng khi melawan Hian im Tee kun yang berlangsung didalam gua lembah Hek sik kok berlangsung dengan ketatnya, ribuan jurus sudah lewat namun pertempuran belum juga mereda, sementara menang kalah juga belum diketahui. Tatkala Bu im sin hong Kian Kim siang beserta rombongannya tiba di situ, Ciu Tin tin sekalianpun belum lama tiba pula ditempat tersebut. Setelah satu sama lainnya menggabungkan diri menjadi satu, selain melototkan matanya lebar lebar memperhatikan deruan angin puyuh yang berhembus keluar dari balik gua, tak seorang pun diantara mereka yang bersuara.
Bu im sin hong Kian Kim siang segera berpaling ke arah Ciu Tin tin, kemudian katanya : "Apakah Thi sauhiap sedang bertarung mati matian melawan gembong iblis tua itu di dalam gua?"
Pertanyaan tersebut sesungguhnya merupakan pertanyaan yang sudah tahu tapi ditanyakan juga, hal ini disebabkan rasa kuatirnya terhadap Thi Eng khi menjadi jadi sehingga tidak tahan dia mengajukan pertanyaan tersebut.
Ciu Tin tin segera menganggukkan.
"Barusan boanpwe telah mengadakan kontak langsung dengan adik Eng melalui ilmu menyampaikan suara, menurut adik Eng kepandaian silat yang dimiliki gembong iblis itu sudah melemah, dia sudah mulai mempergunakan bahan obat obatan untuk menambah tenaganya, jelas iblis tua itu sudah mulai nekad dan ingin beradu jiwa "
Mendengar perkataan tersebut, Bu im sin hong Kian Kim siang menjadi sangat terkejut, segera serunya dengan cepat :
"Kalau sampai hal ini terjadi, mana mungkin saudara cilik sanggup menahan diri? Mengapa kita tidak masuk ke dalam gua untuk membantunya?"
"Ruang gua itu terlampau sempit, siapa pun tak mungkin bisa turut serta di dalam pertarungan tersebut, apalagi di dalam ruang gua itu sudah dipenuhi hawa pukulan yang sangat kuat, aku pikir tiada seorang manusia pun dalam kolong langit dewasa ini yang sanggup menerobos masuk ke dalam gua itu."
"Kau sudah pernah mencobanya?" tanya Bu im sin hong Kian Kim siang dengan kening berkerut. "Tenaga dalam yang boanpwe miliki masih belum mampu menandingi Hian im Tee kun, apalagi dengan tenaga gabungan Hian im Tee kun bersama adik Eng, buat apa aku mesti mencobanya lagi? Jelas percuma saja "
"Lantas apakah kita harus berpeluk tangan belaka membiarkan mereka sendiri yang menentukan menang kalahnya pertarungan tersebut ?"
"Satu satunya cara yang dapat kita tempuh adalah menunggu sampai pertarungan mereka mencapai pada puncaknya dan kedua belah pihak sama kelelahan dan kehabisan tenaga. Waktu itu tenaga pancaran yang dihasilkan di seputar ruang gua pasti akan melemah, didalam keadaan seperti inilah kita baru mempunyai harapan untuk menerobos masuk kedalam."
Bu im sin hong Kian Kim siang adalah seorang tokoh persilatan yang sangat menonjol diantara kelompok jago jago kenamaan lainnya, sudah barang tentu dia memahami teori tersebut, Maka setelah menghela napas panjang, dia pun membungkam diri dalam seribu bahasa.
Siapa tahu pada saat itulah mendadak dari kerumuman orang banyak meluncur keluar sesosok bayangan manusia, kemudian dengan kecepatan yang luar biasa bagaikan sambaran kilat di tengah angkasa langsung menyusup ke dalam gua. Dengan perasaan terperanjat, Ciu Tin tin segera berteriak keras keras :
"Sangkoan tayhiap, jangan bertindak gegabah, ayo cepat mundur dari situ…."
Belum selesai peringatan itu diutarakan tampak Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong sudah mencapai tepi mulut gua. Sayang sekali sebelum tubuhnya sempat menerobos masuk ke dalam gua itu, segulung angin pukulan yang maha dahsyat telah menggetarkan tubuhnya dan melemparkan orang tua itu sejauh dua kaki lebih ke tengah udara. Ketika terjatuh kembali ke atas tanah dia muntah darah segar dan tak mampu bangkit kembali. Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po segera melompat ke depan dengan niat menolong Sangkoan Yong, siapa tahu dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya, ia belum berhasil juga mendekati lokasi tersebut. Tentu saja peristiwa ini menimbulkan perasaan kaget dan terkesiap bagi kawanan jago tersebut, tanpa terasa semua orang menjulurkan lidahnya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Akhirnya semua orang harus merepotkan Bu im sin hong Kian Kim siang yang maju ke tempat lokasi, dengan demikian Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong yang terluka pun dapat dikeluarkan dari lingkaran hawa murni tersebut.
Ditinjau dari kenyataan ini, dimana hanya salah seorang dari empat tokoh sakti yaitu Bu im sin hong Kian Kim siang yang sanggup melewati lingkaran hawa murni itu, para jago seangkatan dengan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong sama sama menggelengkan kepalanya sambil menghela napas.
Sebagai jagoan yang berpengalaman, sebetulnya Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong cukup menyadari resikonya apabila dia menerjang masuk ke dalam gua itu. Tapi dia nekad juga menyerbu ke depan, hal ini disebabkan ia selalu merasa menyesal dan berhutang budi kepada Thi Eng khi, terutama setelah hatinya benar benar ditaklukkan anak muda tersebut. Ia selalu berusaha untuk mencari kesempatan guna membalas budi kebaikan pemuda mana.
Semenjak diketahui olehnya bahwa Thi Eng khi Sedang melangsungkan pertarungan sengit melawan Hian im Tee kun dalam gua, bahkan pertarungan yang sudah berlangsung lama belum juga menghasilkan kemenangan, ditambah lagi sudut pandangan tak mampu mengikuti jalannya pertarungan itu, kesemuanya ini membuat rasa kuatirnya mencapai tingkat tak terkendali.
Pada dasarnya dia memang seorang manusia yang berdarah panas, walaupun kepandaian silatnya masih jauh dibawah kepandaian silat Ciu Tin tin, Bu im sin hong Kian Kim siang atau Pek leng siancu So Bwe leng, namun dalam keadaan gelisah yang tak tertahankan, emosi menguasah seluruh benaknya yang membuat dia tidak memperdulikan segala resikonya. Bukan cuma dia, Pek leng siancu So Bwe leng yang berdiri disisi Ciu Tin tin pun berperasaan demikian, coba kalau tiada Ciu Tin tin yang setiap saat mencegahnya maju, mungkin sedari tadi dia sudah menyerbu masuk ke dalam gua.
Setelah Cang cong sin kiam Sangkoan Yong tertolong, Hui cun siucay Seng Tiok sian segera turun tangan untuk mengobati luka yang dideritanya. Namun perasaan kuatir dari para jago ketika itu sudah mencapai tingkatan yang hampir saja tak terkendalikan.
Apalagi pada saat yang bersamaan dari dalam gua lamat lamat kedengaran Hian im Tee kun sedang membentak keras.
"Kau anggap bisa kabur dari sini?"
Menyusul kemudian terdengar ledakan keras yang memekikkan telinga diikuti pusaran angin pukulan yang menyapu keluar dari dalam gua. Hampir copot rasanya jantung semua orang setelah mendengar kejadian itu. Kalau didengar menurut nada suara Hian im Tee kun barusan, siapapun dapat mendengar, sudah pasti dalam pertarungan yang berlarut lama Thi Eng khi tak sanggup menahan pengaruh daya kerja obat yang membuat tenaga dalam Hian im Tee kun berlipat ganda lebih dahsyat hingga timbul niatnya untuk melarikan diri. Namun usahanya itu agaknya tak berhasil karena Hian im Tes kun menghalangi usahanya tersebut secara mati matian….
Situasi semacam ini, dimana mau kabur namun tak berhasil dapat dirasakan para jago sebagai suatu keadaan yang amat pelik bahkan jauh lebih menderita ketimbang dihalangi golok oleh orang lain diatas tengkuk sendiri.
Bu im sin hong Kian Kim siang tak sanggup menahan diri lagi, dia segera membentak keras :
“Lohu akan beradu jiwa!”
Seraya berkata dia langsung menerjang ke arah mulut gua dan bersiap siap membantu Thi Eng khi. Siapa tahu baru saja badannya mencapai tepi mulut gua, segera terasa olehnya munculnya segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat langsung menghantam dadanya. Buru buru Bu im sin hong Kian Kim siang mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk mencoba melakukan perlawanan. Apa mau dikata tenaga yang memancar keluar tersebut betul betul menggidikkan hati, dia dipaksa mencelat ke belakang tanpa berhasil menahan diri.
Coba andaikata ilmu meringankan tubuh Hu kong keng im yang dimilikinya tidak mencapai tingkatan yang amat sempurna di mana tenaga dalamnya dapat dipergunakan semau hatinya sendiri, mungkin akibat yang dideritanya akan jauh lebih parah daripada keadaan yang dialami Cang ciong sin kiam. Walaupun dia tidak sampai menderita luka dalam, toh hawa darah yang mengelora didalam dadanya membuat napasnya menjadi sesak dan sukar bernapas.
Cepat cepat dia mengatur napas dan bersemedi sejenak, sebelum segala sesuatunya dapat pulih kembali seperti sedia kala.
Mendadak....
Suasana didalam gua itu menjadi hening, sepi dan tidak kedengaran sedikit suarapun. Suara pertarungan yang semula bergema dengan ramai, kini telah lenyap, angin puyuh yang menderu deru pun kini mulai memudar dan hilang ....
Semua orang mulai menduga, agaknya nasib Thi Eng khi telah berakhir secara tragis ...
Pek leng siancu So Bwe leng yang pertama tama tak sanggup menahan diri, bagaikan orang yang kehilangan ingatan, dia menjerit keras lalu tanpa memperhitungkan apa akibatnya, dia langsung menerjang ke arah mulut gua. Ciu Tin tin tidak ketinggalan, dia pun menyusul dibelakang Pek leng siancu So Bwe leng menuju ke arah mulut gua yang diliputi keheningan.
“Mari kita bersama sama mencari gembong iblis tua itu untuk beradu jiwa dengannya!” demikian dia berteriak dengan nada amat sedih. Menyusul kemudian serombongan manusia mengikuti dibelakang mereka, langsung mendekati mulut gua. Gerakan tubuh Ciu Tin tin dan Pek leng siancu So Bwe leng paling cepat, ketika mencapai mulut gua, para jago masih tertinggal sejauh dua tiga kaki di belakang. Siapa tahu pada saat itulah, mendadak dari balik gua menggulung keluar lagi sebuah hawa pukulan yang begitu kuatnya, sehingga Ciu Tin tin dan Pek leng siancu So Bwe leng segera terpental dan mundur kembali ke belakang.
Masih untung disamping Pek leng siancu So Bwe leng hadir Ciu Tin tin yang memiliki tenaga dalam amat sempurna, dengan demikian ia berhasil lolos tanpa terluka. Coba kalau dia berada seorang diri, sudah pasti gadis tersebut akan menderita luka dalam yang parah.
Dengan terjadinya peristiwa ini, suasana diantara para jago menjadi kalut, masing masing pihak segera mengundurkan diri kembali ke tempat semula. Menyusul kejadian ini, suasana didalam gua pun diliputi keheningan dan ketenangan yang luar biasa.
Setelah ada pengalaman pertama, saat ini siapa pun tak ada yang berani untuk menerjang masuk ke dalam gua. Pek leng siancu So Bwe leng yang dibuat amat gelisah tak mampu berbuat lain selain menangis tersedu sedu dengan amat sedihnya...
Ciu Tin tin yang lebih tenang, mencoba mencari kabar dengan mengerahkan ilmu menyampaikan suaranya, akan tetapi tidak memperoleh jawaban dari Thi Eng khi. Kenyataan ini mulai menggelisahkan gadis tersebut, baru saja dia bersiap hendak menerjang masuk lagi ke dalam gua.
Mendadak terdengar ada orang berteriak dengan suara keras. “Aaaah, itu dia, sudah muncul! Sudah muncul!”
Tapi menyusul kemudian bergema lagi suara keluhan bernada amat kecewa.
“Aaaah, ternyata dia!” Nada suaranya penuh diliputi nada sedih. Tampak Hian im Tee kun munculkan diri dari balik gua dengan langkah sempoyongan, dia menerjang keluar tanpa memandang ke kiri maupun ke arah kanan. Namun belum sampai satu kaki dia meninggalkan mulut gua tersebut, mendadak ia terhuyung kemudian roboh terjengkang ke atas tanah.
Ciu Tin tin, Bu im sin hong Kian Kim siang, Pek leng siancu So Bwe leng, Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po, ketua Siau lim pay Ci long siansu, ketua Bu tong pay Keng hian totiang, si unta sakti Lok It hong, kakak beradik Bu serta Hui cun siucay Seng Tiok sian dan nona Ting Un serentak berlarian seperti angin melewati tubuh Hian im Tee kun yang terkapar ditanah dan menyerbu masuk ke dalam gua.
Sementara di luar gua, kawanan jago dengan wajah murung dan sedih berdiri mematung ditempat semula, Hian im Tee kun telah roboh binasa dengan darah kental bercucuran melalui ke tujuh lubang inderanya.
Hian im ji li Ciu Lan dan Cun Bwee meski sudah meninggalkan jalan sesat dan kembali ke jalan kebenaran, namun setelah menyaksikan iblis tua yang telah memelihara serta mendidik mereka selama belasan tahun tewas dalam keadaan yang begini mengenaskan, tanpa terasa titik titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Selanjutnya...
Suasana disekeliling tempat itu diliputi keheningan yang luar biasa, sedemikian heningnya sampai keadaan terasa mengerikan sekali....
Padahal kenyataan yang sesungguhnya bukan demikian, kejadian tersebut hanya berlangsung di dalam setengah penanak nasi belaka, namun di dalam perasaan semua orang, mereka seakan akan sedang menunggu ribuan tahun saja.... Mendadak, dari balik gua sana berkumandang suara gelak tertawa yang amat nyaring. Menyusul kemudian tampak Thi Eng khi dengan wajah yang cerah, segar dan senyuman dikulum munculkan diri dari dalam gua dengan langkah lebar. Tempik sorak yang gegap gempita segera bergema memecahkan keheningan. Ciu Tin tin dan Pek leng siancu So Bwe leng tak mampu menahan diri, serentak mereka berlarian menyongsong pemuda pujaannya dengan pelukan yang mesra.
Beberapa bulan kemudian, Thi Eng khi melangsungkan perkawinannya dengan Ciu Tin tin dan Pek leng siancu So Bwe leng, kehidupan mereka amat bahagia, apalagi setelah kedua istrinya memberi putra putri untuknya, dunia terasa bagaikan sorga.
Sampai disini pula kisah ini dan sampai jumpa lain kesempatan.
TAMAT