Jilid 46
Tujuannya yang terutama di dalam melancarkan serangan ini adalah untuk menyelamatkan nona Ting Un dari kegegabahannya melancarkan serangan, karenanya sementara tangan kanan melepaskan serangan, tangan kirinya dipergunakan untuk menahan nona Ting Un agar tidak maju lebih ke muka.
“Adik Un,” teriaknya keras keras, “untuk menghadapi manusia jahat seperti ini, lebih baik kita bertiga sama sama mencabut senjata…”
Maksud dari teriakannya itu adalah menyadarkan nona Ting Un agar secepatnya meloloskan pedangnya.
Hian im li Cun Bwee sendiri ketika menyaksikan sikap Ting Un begitu polos dan kekanak kanakan, bahkan ingin menghadapinya dengan tangan kosong belaka, dengan perasaan geli dia lantas berhenti bergerak, dia ingin melihat dulu gerak serangan dari lawannya sebelum turun tangan meringkus gadis tersebut.
Menurut perhitungannya, seandainya Ting Un berhasil dibekuk dan dijadikan sandera, niscaya dia tak perlu repot repot lagi untuk melangsungkan pertarungan. Siapa tahu Hui cun siucay Seng Tiok sian sangat menguatirkan keselamatan Ting Un dan tiba tiba saja menyerobot maju ke depan sambil melepaskan serangan.
Tatkala Hui cun siucay Seng Tiok sian mempergunakan gerakan Hu kong keng im untuk pertama kalinya tadi, oleh karena kecepatannya diluar dugaan Hian im li Cun Bwee, maka walaupun tenaga dalam yang dimiliki gadis itu cukup lihay, namun berhubung dia tak tahu kalau ilmu Hu kong keng im yang dipelajari Hui cun siucay Seng Tiok sian sudah mencapai pada kesempurnaan, dalam gugupnya dia kena terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih.
Sebagai gadis yang cerdik, Ting Un segera dapat merasakan betapa kasihnya Hui cun siucay Seng Tiok sian untuk melindungi keselamatannya tadi, dia menjadi terperanjat. Sekarang dia baru menduga kalau Hian im li adalah seorang manusia yang sukar dihadapi, itulah sebabnya Hui cun siucay Seng Tiok sian baru menghadang dihadapannya untuk melindungi keselamatan jiwanya….. Maka setelah mundur ke belakang, dengan cepat dia meloloskan kembali pedang Gin kong kiamnya untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.
Setelah bergeser tiga langkah ke samping, Hian im li Cun Bwee segera mendengus dingin seraya berseru :
“Baru berpisah beberapa hari, kemajuan yang kauperoleh benar benar pesat sekali, sejak kapan kau berhasil mempelajari ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im nya si Kian tua?”
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lagi : “Dengan dasar kepandaian silat yang kau miliki sudah pingin
pelajari ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im? Hmmm, aku lihat akhirnya toh tiada gunanya juga.”
Telapak tangannya segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan dahsyat yang membuat bayangan kipas dari Hui cun siucay Seng Tiok sian tergetar keras dan mencelat ke samping.
Diantara kalangan angkatan muda, Hui cun siucay Seng Tiok sian termasuk seorang jagoan yang menonjol, apalagi setelah memperoleh banyak kebaikan dari Bu im sin hong Kian Kim siang selama berada di istana Ban seng kiong, tenaga dalamnya boleh dibilang sudah maju setapak lagi. Siapa tahu serangan yang dianggapnya cukup dahsyat tersebut dalam kenyataannya berhasil dipunahkan oleh Hian im li Cun Bwee dengan sangat gampang, ini menyebabkan hatinya tercekat, segera bentaknya keras keras :
“Adik Un, Seng Liang, mari kita maju bersama sama.” Dengan jurus Keng to pak an (ombak dahsyat memecah ditepian) kipas emasnya disodok kembali menyerang Hian im li Cun Bwee.
Seng Liang dengan mengayunkan golok raksasanya memainkan jurus Heng sau cian kun (menyapu rata seribu prajurit), segulung desingan angin golok segera menyambar di udara dengan amat dahsyat…..
Nona Ting Un tidak ambil diam, pedang Gin kong kiamnya memainkan jurus Tin go ci hou (Tin go menusuk harimau) dan memancarkan serentetan cahaya perak yang amat menyilaukan mata. Tampak Hian im li Cun Bwee memutar badannya dua lingkaran serta menghindarkan diri dari sambaran pedang Gin kong kiam dari nona Ting Un dan bacokan golok dari Seng Liang, kemudian tiba tiba saja dia memutar pergelangan tangannya dan secara beruntun melepaskan tiga jurus serangan berantai ke arah Hui cun siucay Seng Tiok sian.
Ketiga jurus serangan ini dilancarkan dengan kecepatan luar biasa dan disertai kekuatan yang amat dahsyat, arah yang diserangpun berupa jalan darah penting diseluruh badan Hui cun siucay Seng Tiok sian, kontan saja pemuda itu terdesak sehingga mundur empat langkah ke belakang. Begitu berhasil mendesak mundur Hui cun siucay Seng Tiok sian, Hian im li Cun Bwee membalikkan lengan dan bertekuk pinggang, tangan kiri serta tangan kanannya digerakkan bersama sama, lagi lagi dia berhasil mendesak mundur nona Ting Un dan Seng Liang sejauh tujuh langkah lebih dalam satu gebrakan saja.
Selesai mendesak mundur Hui cun siucay Seng Tiok sian, nona Ting Un dan Seng Liang bertiga mendadak Hian im li Cun Bwee membentak nyaring :
“Sekarang, kalian pun saksikan kelihayanku ini!”
Mendadak dia melompat ke tengah udara, kemudian tubuhnya bergerak lemas seperti daun yang liu yang bergoyang terhembus angin, tahu tahu sesosok bayangan manusia sudah berkelebat di dalam ruangan itu. Hui cun siucay Seng Tiok sian segera mengerti bahwa Hian im li Cun Bwee bermaksud memamerkan kekuatan tenaga dalamnya dalam gerakan ini, dia tidak berani berayal lagi, sambil mengembangkan ilmu Hu kong keng im nya yang lihay, dia bergerak mengikuti perubahan lawan.
Tiba tiba saja dari dalam ruangan bergulung lewat angin puyuh yang menderu deru, hawa serangannya maha dahysat tersebut segera memancar ke empat penjuru. Bayangan kipas, cahaya pedang, sinar golok, angin pukulan seketika bercampur aduk menjadi satu, suatu pertarungan yang sengit dan menggidikkan hati pun berlangsung di sana.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, mendadak terdengar Seng Liang menjerit keras dan.....
“Traaaang!” golok raksasanya terhajar oleh pukulan Hian im li Cun Bwee sehingga mencelat ke belakang dan jatuh ke tanah.
Sementara orangnya ikut terhajar pula sampai mundur sejauh lima langkah lebih, akhirnya dia jatuh terduduk ke tanah dan memuntahkan darah segar.
Pada saat Seng Liang menderita luka, nona Ting Un menjerit pula dengan suara keras, pedang Gin kong kiamnya terlepas dari tangan dan tubuhnya mundur ke sudut ruangan dengan wajah pucat pias seperti mayat dan napas tersengkal sengkal, akhirnya setelah bersandar di dinding dengan tubuh gemetar, ia jatuh terduduk ke atas tanah.
Rupanya jalan darah Cian keng hiatnya sudah terhajar Hian im li Cun Bwee sehingga gadis tersebut kehilangan kemampuannya untuk melanjutkan pertarungan. Walaupun demikian, masih untung isi perutnya tidak sampai terluka parah, namun begitu si nonapun untuk sementara waktu tak dapat menerjunkan diri lagi dalam arena pertarungan. Setelah berhasil melukai dua orang lawannya, kini Hian im li Cun Bwee tinggal menghadapi Hui cun siucay Seng Tiok sian seorang saja. Dengan kemampuan yang dimiliki Hui cun siucay Seng Tiok sian, bayangkan saja bagaimana mungkin dia bisa menandingi kelihayan Hian im li Cun Bwee?
Untung saja dia baru mempelajari ilmu Hu kong keng im yang sangat lihay, sehingga kendatipun tenaga dalam yang dimiliki Hian im li cukup lihay, untuk sesaat dia tak mampu merobohkan lawannya. Tapi hal itu sudah jelas tertera pula menang atau kalah adalah masalah waktu belaka.
Kecuali Bu im sin hong Kian Kim siang, ketua Siau lim pay Ci long siansu, ketua Bu tong pay Keng hian totiang bertiga yang selama hidup tak pernah menunggang kuda, atau para jago anggota Siau lim pay dan Bu tong pay kurang leluasa menunggang kuda, maka Thi Eng khi, Pek leng siancu So Bwe leng, si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, si Unta sakti Lok It hong serta kakak beradik Bu Nay nay dan Bu Im bersama sama menunggang kuda jempolan dan menuruni bukit Ban seng kiong menuju ke kota Sah si dimana sarang Hian im Tee kun berada.
Tentu saja Thi Eng khi telah menunggang kuda kesayangannya Hek liong kou lagi. Bu im sin hong Kian Kim siang, ketua Siau lim pay Ci long siansu dan ketua Bu tong pay Keng hian totiang bertiga tetap berjalan kaki mengikuti dibelakang.
Bagi penglihatan umat persilatan, jarak dari Ban seng kiong yang berada di bukit Wu san sampai di kota Sah si tidak termasuk suatu perjalanan yang terlampau jauh, apalagi dengan menunggang kuda tanpa berhenti, tak sampai berapa hari kemudian mereka sudah tiba di tempat tujuan. Sekarang mereka melakukan tindakan kilat, bagaikan segulung angin puyuh, seluruh daerah di sekitar sarang Hian im Tee kun sudah terkepung rapat rapat.
Begitu melayang turun dari kudanya, semua orang mengepung pohon besar dimana mulut masuknya terletak, kemudian setelah berunding sejenak, diputuskan Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian Kim siang berdua yang melakukan penyelidikan lebih dulu.
Sedangkan sisanya dipimpin oleh Ciu Tin tin, bertugas untuk mencegah usaha Hian im Tee kun kabur dari situ.
Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian Kim siang dengan cepat melompat masuk ke balik batang pohon dan lenyap dari pandangan mata. Dengan Thi Eng khi berjalan di muka, Bu im sin hong Kian Kim siang menyusul dibelakangnya, secepat kilat mereka sudah selesai menelusuri lorong rahasia itu. Dihadapan mereka sekarang sudah nampak cahaya terang yang memancar keluar dari balik gua.
Pintu gua berada dalam keadaan terbuka lebar, seperti apa yang dilihat Thi Eng khi tempo hari, keadaannya sama sekali tidak berubah, cahaya itu memancar keluar dari balik penyekat dan menyinari sebagian dari lorong rahasia tersebut. Setibanya di depan pintu gua, Thi Eng khi bersiap siap akan menerjang masuk secara langsung. Tapi Bu im sin hong Kian Kim siang yang berpengalaman segera menarik tangan Thi Eng khi dan berbisik dengan ilmu menyampaikan suara :
“Saudara cilik, harap tunggu sebentar! Hian im Tee kun bukan manusia sembarangan, pintu gua yang terbentang lebar lebar ini cukup mencurigakan sebab sama sekali berlawanan dengan kejadian yang wajar, kita tak boleh menyerempet bahaya tanpa perhitungan, dari pada akhirnya mesti menderita kerugian besar.”
Merah jengah selembar wajah Thi Eng khi setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian :
“Perkataan Kian tua memang benar, dari pada kita terperangkap oleh tipu muslihatnya, lebih baik kita tantang saja gembong iblis tersebut secara terang terangan.”
“Betul, kita tantang saja secara terang terangan, agar gembong iblis tua itu terperanjat.”
Thi Eng khi segera menghimpun tenaga dalamnya, kemudian berseru dengan nyaring :
“Bu im sin hong Kian Kim siang dan Thi Eng khi datang menyambangi Hian im Tee kun!”
Suaranya yang keras dan nyaring segera menggema ke dalam gua tersebut, lama sekali suara itu mendengung, akan tetapi tidak terdengar seorang manusia pun yang memberi tanggapan. Dengan kening berkerut Thi Eng khi segera berseru :
“Jangan jangan Hian im Tee kun sudah merasakan gelagat tidak beres dan melarikan diri?” Dengan suara menggeledek Bu im sin hong Kian Kim siang turut berteriak lantang :
“Gembong iblis tua, jika kau tidak menjawab, lohu akan menyerbu langsung ke dalam!”
Suasana didalam gua masih tetap sepi dan tidak kedengaran sedikit suarapun, seakan akan gua tersebut memang berada dalam keadaan kosong. Menyaksikan keadaan ini, Bu im sin hong Kian Kim siang segera berkata :
“Saudara cilik, entah permainan setan apakah yang sedang dipersiapkan Hian im Tee kun? Mari kita lakukan penggeledahan secara besar besaran, lancarkan dulu sebuah pukulan dari kejauhan, dengan demikian dia tak akan berkesempatan untuk menunjukkan permainan busuknya.”
Thi Eng khi segera menghimpun tenaga dalamnya dan siap melepaskan sebuah pukulan ke depan. Seandainya serangan ini dilancarkan, niscaya anak muda itu akan terjebak oleh siasat busuk Hian im Tee kun dan tubuhnya hancur berkeping keping oleh ledakan keras. Tapi sebelum serangan dahyat itu sempat dilancarkan, tiba tiba saja dari dalam gua itu terdengar suara yang amat lirih bergema memecahkan keheningan. Padahal tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, serta merta dia menarik kembali pukulannya dan berbisik :
“Dari dalam gua terdengar suara yang bergema ”
Bu im sin hong Kian Kim siang mencoba untuk memasang telinga dan mengamati suasana di dalam situ, benar juga, dari dalam gua dia mendengar ada seseorang sedang berbisik dengan suara terputus putus.
“Harap kalian jangan bertindak secara gegabah, kalau tidak, siapa pun tak akan bisa lolos dalam keadaan selamat!”
Orang yang berseru itu nampak lemah sehingga suaranya tidak keras kedengarannya, coba kalau tidak mengerahkan tenaga sudah pasti suara tersebut tak gampang terdengar.
“Siapakah kau?” Bu im sin hong Kian Kim siang segera menegur. Suaranya yang lemah di dalam gua itu menyahut :
“Kalian harus mengabulkan sebuah syarat ku lebih dulu sebelum kuberitahukan sia¬pakah diriku!”
Ternyata orang itu cukup cerdik dan licik, berada dalam keadaan seperti inipun dia tidak ingin dirugikan. Bu im sin hong Kian siang kembali berseru :
“Kami datang kemari mencari Hian im Tee kun, kalau toh Hian im Tee kun tidak berada disini, kami pun belum tentu harus mengetahui siapakah kau, jikalau engkau berkeberatan untuk mengutarakan, kami pun tak akan memaksa lebih jauh!”
Kemudian dia berkata lagi :
“Saudara cilik, mari kita pergi!”
Bu im sin hong Kian Kim siang dapat mendengar kalau orang yang berada dalam gua itu sedang menderita luka parah dan perlu pertolongan cepat, itulah sebabnya dia memanfaatkan situasi tersebut dengan sebaik baiknya. Siapa tahu orang yang berada dalam gua itu berkata lagi :
“Bila kalian enggan menyanggupi syaratku ini maka jangan harap bisa lolos dengan selamat dari tempat ini.”
“Tahukah kau siapakah kami? Seandainya kami betul betul hendak pergi, siapa yang mampu menghalangi kepergian kami?”
“Siapakah kalian, aku rasa kalian sudah menyebutkannya tadi, siapa bilang aku tidak tahu?” ucap orang yang berada dalam gua itu dengan suara yang lemah.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh : “Cuma sayangnya kalian telah berdiri ditengah kurungan alat
rahasia yang sengaja dipersiapkan oleh Hian im Tee kun, asal kalian meninggalkan daerah seluas lima depa ini, maka sumbu bahan peledak yang telah dipersiapkan pasti akan bekerja, waktu itu bukan hanya kalian saja bahkan aku pun akan turut menjadi korban peledakan tersebut”
Orang itu betul betul licik, selesai berkata sampai disitu, dia masih menambahkan lagi : “Bila kalian tak percaya, silahkan dibuktikan sendiri, cuma kalau sampai hal ini terjadi, dalam dunia persilatan mungkin tiada orang lagi yang mampu menandingi Hian im Tee kun!”
Bu im sin hong Kian Kim siang menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan ini, untuk beberapa saat dia tak mampu mengambil sesuatu keputusan. Thi Eng khi segera berkata :
“Kian tua, apakah kita benar benar termakan oleh gertak sambalnya itu?”
“Apakah kau sudah dapat mengenali si¬apakah yang sedang berbicara dengan kita saat ini?” tanya Bu im sin hong Kian Kim siang seraya berpaling, Thi Eng khi segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Tampaknya dia sengaja memaraukan suaranya sehingga sulit untuk kita kenali.”
“Aku pikir, lebih baik percaya dengan apa yang dia katakan barusan dari pada sama sekali tidak mempercayainya, bagaimana kalau kita bicarakan dulu prasyaratnya dengan orang itu?”
Thi Eng khi agak marah bercampur mendongkol oleh ucapan mana, dia berkata :
“Hei, syarat apa sih yang hendak kau ajukan? Ayo cepat diutarakan ”
“Syaratku sederhana sekali, cukup asal kalian berjanji tidak akan membunuhku, setelah itu sudah lebih dari cukup untukku!” kata orang yang berada didalam gua itu tetap parau.
“Aku bukan manusia yang gemar membunuh, kenapa kau menilai diriku dengan pikiran picik seorang siaujin?”
“Biar siaujin juga boleh, Kuncu juga boleh, mau tak mau aku mesti mempersoalkan hal tersebut, karena persoalan itu mempunyai arti yang amat penting bagiku. Ayo jawab, bersedia tidak?” Bu im sin hong Kian Kim siang segera memberi tanda dengan anggukan kepalanya.
Terpaksa Thi Eng khi menghela napas panjang dan menyahut dengan cepat :
“Baiklah menolong orang memang merupakan suatu kewajiban bagiku, bukan saja aku tak membunuhmu, bahkan akan kusembuhkan pula lukamu itu, nah, kau sudah merasa puas dengan jawabanku ini?”
Untuk beberapa saat lamanya suasana dalam gua tersebut menjadi hening dan tak kedengaran sedikit suara pun. Akhirnya suara helaan napas sedih bergema kembali memecahkan keheningan, dia berkata :
“Sekarang aku baru mengerti, tampaknya orang baik dan orang jahat memang berbeda sekali!”
“Sebenarnya siapa sih kau ini? Mengapa belum kau sebutkan juga namamu?”
Suara parau orang yang berada dalam gua itu segera berubah sama sekali, napasnya meski makin lemah namun suaranya berubah menjadi suara seorang wanita. Kedengaran dia berkata :
“Kalian pasti tak pernah menyangka bukan, aku adalah Hian im seng li Ciu Lan!”
“Ooooh , rupanya kau,” Thi Eng khi berseru.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh : “Kami toh sudah pernah mengampuni selembar jiwamu, buat apa
kami mencelakai dirimu lagi? Kau benar benar kelewat menaruh curiga, kesulitan apa sih yang sedang kau hadapi? Mari, sekali lagi kubantu di¬rimu!”
Sembari berkata dia lantas beranjak dan menuju ke arah dalam gua tersebut. Tatkala Hian im seng li Ciu Lan mendengar Thi Eng khi hendak memasuki gua tersebut, dia segera menjerit kaget, kemudian serunya keras keras :
“Kalian jangan sembarangan bergerak, kalau sampai bergerak niscaya kita semua akan tewas!” “Memangnya kau menyuruh kami berdiri terus di tempat ini sepanjang masa?” seru Bu im sin hong Kian Kim siang.
“Tentu saja kita mesti mencari sebuah akal yang bagus untuk mengatasi keadaan ini!”
Kemudian setelah berhenti sejenak dia berkata lebih jauh :
“Satu diantara kalian berdua harap meninggalkan rekannya untuk sementara waktu, sedang yang lain tetap tinggal di tempat, dengan cara ini maka sumbu bahan peledak yang terinjak di bawah kaki tak akan sampai terbakar dan meledak.”
Mendengar perkataan itu, Bu im sin hong Kian Kim siang tertawa terbahak bahak :
“Haaahhh..... haaahhh..... haaahhh apa sulitnya ini? Saudara
cilik, ambillah beberapa buah batu besar dan tekankan diatas alat rahasia tersebut, bukankah pada saat yang bersamaan kita bisa meninggalkan tempat ini?”
Thi Eng khi pun merasa bahwa cara ini memang paling tepat, dia segera ke sisi lorong gua dan mengambil dua batu besar yang kemudian diletakkan di tempat depan pintu gua dimana mereka berdiri, dengan tertekannya alat rahasia itu maka sumbu menuju ke bahan peledak pun segera tertekan. Kemudian mereka bersiap siap akan masuk kembali ke dalam ruang gua.
Tapi suara dari Hian im seng li Ciu Lan kembali berkumandang : “Di dalam gua ini penuh dengan obat peledak yang mudah
terbakar, setiap langkah bisa mendatangkan resiko yang besar sekali, apabila kalian hendak masuk lebih baik kaki jangan sampai menginjak tanah terlalu keras, tubuh pun jangan sampai menyentuh setiap benda yang berada di sini, dengan demikian ancaman bahaya baru dapat dikurangi.”
Bu im sin hong Kian Kim siang dan Thi Eng khi segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh mereka dan menyusup masuk ke dalam ruang gua. Dinding gua tersebut dari batu kemala berpanca warna, di bawah pantulan sinar mutiara nampak membiaskan berbagai cahaya pelangi yang sangat indah. Bukan cuma begitu, bahkan setiap perabot maupun dekorasi yang berada dalam gua itu rata rata megah, mewah dan luar biasa, mungkin jauh lebih mewah dan megah daripada keraton seorang kaisar sekalipun.
Dengan sorot mata yang tajam kedua orang itu memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, namun bayangan tubuh dari Hian im seng li Ciu Lan belum juga ditemukan. Baru saja Bu im sin hong Kian Kim siang hendak bertanya, mendadak suara dari Hian im seng li Ciu Lan telah berkumandang lagi dari belakang gua.
“Aku telah menderita luka yang sangat parah sehingga gerak gerikku kurang lelua¬sa, bagaimana kalau kalian membawaku keluar dari gua ini?”
Mengikuti sumber dari suara tersebut, Thi Eng khi segera membalikkan badan dan lari masuk ke dalam gua.
“Saudaraku, berhati hatilah!” pesan Bu im sin hong Kian Kim siang dari kejauhan.
Sementara itu Thi Eng khi sudah mendekati sisi dinding ruangan, pada saat itulah dia baru menjumpai sebuah pintu kecil di atas dinding gua tersebut, pintu itu tertutup oleh cahaya pelangi yang berwarna warni sehingga bila orang tidak berjalan mendekati tempat itu sukar rasanya untuk menemukan. Mau tak mau Thi Eng khi harus mengagumi kelihayan Hian im Tee kun dalam mengatur tata ruangan tersebut, dengan cepat dia melayang masuk ke dalam ruangan.
Di balik pintu adalah sebuah kamar tidur yang sangat mewah dan megah, Hian im seng li Ciu Lan berbaring di tengah ruangan itu dimana dalam genggamannya memegang sejilid kitab kecil berkulit kambing, sekujur tubuhnya telah dilapisi hawa berwarna merah.
Rupanya si nona tersebut bukan cuma terluka parah, bahkan menderita luka keracunan yang sudah mendalam.
Thi Eng khi segera mengambil keluar sebutir pil Kim khong giok lok wan, kemudian serunya : “Pentangkan mulutmu lebar lebar!”
Hian im li Ciu Lan menurut dan segera membuka mulutnya lebar lebar, dengan cepat pil Kim khong giok lok wan tersebut meluncur masuk ke dalam mulutnya. Dengan suatu gerakan yang cepat Thi Eng khi menotok tujuh buah jalan darah penting ditubuh Hian im li Ciu Lan, kemudian perintahnya :
“Sekarang kau boleh bangkit berdiri!”
Hian im li Ciu Lan masih belum percaya tapi begitu hawa murninya coba dihimpun, tanpa menimbulkan kesulitan dia segera bangkit berdiri bahkan kesempurnaan tenaga dalamnya tidak selisih banyak ketimbang sebelum terluka tadi. Kejut dan girang segera menyelimuti perasaannya. Dia berseru tertahan,
“Aaaaah, luka racunku telah sembuh sama sekali!”
“Aku hanya menggunakan ilmu tiam hiat kui goan hoat untuk membangkitkan hawa murnimu sementara waktu, soal penyembuhan luka tersebut baiklah kita bicarakan sekeluarnya dari gua ini!”
Kemudian dia menambahkan pula :
“Masih ada barang lain yang hendak kau ambil?”
Dengan cepat Hian im li Ciu Lan menggelengkan kepalanya berulang kali :
“Andaikata aku tidak kembali kemari untuk mengambil benda sialan ini, tak mungkin akan menderita bencana seperti hari ini, setiap benda yang berada disini nampaknya tak boleh dijamah lagi, mari kita cepat cepat keluar dari sini!”
Sembari berkata dia memperlihatkan kitab kecil bersampul kulit kambing di tangannya. Namun Thi Eng khi sama sekali tidak memperhatikan benda tersebut...
Dengan cepat mereka bertiga melayang keluar dari gua itu dan muncul melalui batang pohon. Tatkala Pek leng siancu So Bwe leng menyaksikan kemunculan Hian im li Ciu Lan, tanpa terasa jengeknya sambil tertawa dingin tiada hentinya : “Siluman perempuan, kau tak mengira bukan akan menjumpai hari seperti ini?”
Hian im li Ciu Lan membungkam diri dalam seribu bahasa, rupanya dia dibikin malu dan menyesal sekali. Sambil tertawa, Thi Eng khi segera mencegah pandangan permusuhan dari So Bwe leng, katanya cepat :
“Adik Leng, kaupun jangan marah, an¬daikata dia tidak memberi peringatan tadi mungkin aku dan Kian tua tak bisa keluar dari sini dalam keadaan selamat!”
Ucapan tersebut tentu saja membuat sepasang mata Pek leng siancu So Bwe leng terbelalak lebar lebar, beberapa saat lamanya dia memperhatikan Hian im li Ciu Lan dari atas sampai ke bawah, akhirnya sambil menghela napas panjang katanya :
“Kalau begitu, aku pun tak mendendam kepadamu lagi ”
Buru buru Hian im li Ciu Lan menjura dalam dalam : “Terima kasih banyak atas kebesaran jiwa nona!”
Thi Eng khi merasa kurang leluasa untuk turun tangan sendiri menguruti seluruh badan Hian im li Ciu Lan guna menyembuhkan lukanya, maka dia mengeluarkan lagi sebutir pil dan menyuruhnya menelan, kemudian baru minta bantuan Ciu Tin tin untuk mewakilinya menguruti gadis tersebut. Tidak sampai setengah pertanak nasi kemudian, luka keracunan yang diderita Hian im li Ciu Lan telah sembuh kembali seperti sediakala, saking terharu dan berterima kasihnya atas pertolongan ini. Hian im li Ciu Lan pun mulai membeberkan semua rahasia yang diketahui olehnya selama ini.
Rupanya Hian im ji li mendapat perintah dari Hian im Tee kun untuk berangkat lebih dulu menghubungi sisa sisa kekuatan mereka yang tercerai berai agar bersama sama berkumpul di sekitar wilayah See lam...
Mungkin lantaran terlalu tergesa gesa sehingga Hian im li Ciu Lan lupa membawa serta sejilid kitab pusaka ilmu silat yang diperolehnya secara tak mudah. Tatkala tugas yang dilakukan olehnya sudah selesai dikerjakan, ia baru teringat akan hal ini dan pulang ke gua untuk mengambilnya. Tentang sudah dipersiapkannya gua tersebut dengan bahan peledak, gadis ini memang tahu garis besarnya, dengan berhati hati sekali dia berhasil menghindari ancaman peledakan tersebut.
Siapa tahu sebelum meninggalkan gua tersebut Hian im Tee kun telah mempersiapkan permainan busuk lainnya, hal ini menyebabkan dia terluka parah dan keracunan lagi. Seandainya Thi Eng khi tidak datang tepat pada saatnya, mungkin ia sudah mati semenjak dulu dulu. Dan sekarang, selembar nyawanya sama halnya seperti sudah dipungut kembali, penderitaan yang dialaminya tersebut membuatnya sadar akan kesalahan yang pernah dilakukannya dulu, hingga timbullah niatnya untuk kembali ke jalan yang benar.
Tak terlukiskan rasa kaget para jago setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya terutama sekali Bu im sin hong Kian Kim siang yang sangat menguatirkan keselamatan sahabat sahabat lamanya di wilayah See lam, tanpa berhenti sedetikpun, dia tinggalkan rombongan dan berangkat lebih dulu ke situ.
Thi Eng khi kuatir Bu im sin hong Kian Kim siang seorang diri menyerempet bahaya maka dia minta kepada ketua Siau lim pay Ci long siansu dan ketua Bu tong pay Keng hian totiang yang didampingi Hian im li Ciu Lan tetap tinggal ditempat untuk menyelesaikan sarang dari Hian im Tee kun. Sedangkan dia sendiri bersiap siap menyusul Bu im sin hong Kian Kim siang menuju ke See lam.
Hian im li Ciu Lan segera berkata :
“Dalam gua tersebut sudah penuh ditanami bahan peledak yang sulit sekali diatasi, menurut pendapat siau li, lebih baik Thi ciangbunjin segera turun tangan untuk memusnahkannya saja, kemudian kita berangkat bersama sama.”
Ucapan mana segera menyadarkan Thi Eng khi, cepat dia berkata
:
“Perkataan nona memang betul dan masuk diakal, seandainya
kurang sempurna dalam penyelesaiannya nanti, bisa jadi akan merupakan bibit bencana dikemudian hari. Apabila kita musnahkan sekarang juga, urusan akan menjadi beres dan tiada ancaman lagi dikemudian hari, cuma waktu tidak mengijinkan kita berbuat demikian, bagaimana baiknya?”
“Tenaga dalam yang Thi ciangbunjin miliki amat sempurna, asal kau melancarkan sebuah pukulan ke arah lorong gua sehingga menggetarkan isi gua tersebut, niscaya bahan peledak itu akan meledak serta menghancurkan segala sesuatunya.”
Thi Eng khi segera menghimpun segenap tenaga dalamnya dan melontarkan sepasang telapak tangannya ke dalam lorong gua tersebut. Setelah dilepaskan tiga puluh enam buah pukulan, terdengarlah suata ledakan yang memekikkan telinga menggema keluar dari bawah tanah sana. Walaupun jaraknya amat jauh, tapi berhubung lorong itu saling berhubungan, maka tenaga serangannya dapat mencapai ke dalam sana.
Tak lama kemudian ledakan keras yang menggelegar dari permukaan tanah berpusat pada tempat dimana bekas kuil tokoan tersebut berada, asap tebal disertai percikan bunga api memancar ke seluruh angkasa. Sarang Hian im Tee kun pun termakan oleh pukulan Thi Eng khi yang dahsyat sehingga menyebabkan bekerjanya alat rahasia dan meledaknya bahan bahan peledak.
Begitu selesai membereskan tempat itu, maka semua orang segera berangkat ke arah barat daya karena mereka beranggapan Bu im sin hong memerlukan bantuan secepatnya. Kuda hitam Hek liong kou yang ditunggangi Thi Eng khi bergerak paling cepat, setelah meninggalkan beberapa pesan kepada Ciu Tin tin, tanpa memperdulikan rombongan yang lain, dia mencemplak kudanya dan berangkat lebih dulu.
Ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im yang dimiliki Bu im sin hong Kian Kim siang memang termasuk suatu kepandaian maha sakti di kolong langit dewasa ini tapi sayang perjalanan yang harus ditempuh kelewat jauh, hal ini menyebabkan kecepatan geraknya tak dapat selalu berimbang. Sebelum tiba di kota Goan leng, dia berhasil disusul oleh Thi Eng khi. Waktu itu Bu im sin hong Kian Kim siang yang mesti menempuh perjalanan dengan tergesa gesa sudah kelelahan hingga badannya bertambah kurus. Atas bujukan Thi Eng khi berulang kali, terpaksa untuk melanjutkan perjalanan dia mesti mengubah kebiasaan sehari hari dengan membeli seekor kuda jempolan untuk meneruskan perjalanan.
Waktu itu, walaupun Hui cun siucay Seng Tiok Sian telah berangkat pulang lebih dulu, namun berhubung dia tidak menempuh perjalanan dengan tergesa gesa, perjalanan pun dilakukan dengan amat lambat, maka berbicara soal waktu, meski Thi Eng khi mesti berputar dulu ke kota Sah si, tapi oleh sebab perjalanan yang kemudian ditempuh siang malam tak pernah berhenti, akibatnya selisih waktu tibanya di tempat tujuan pun tidak terlalu banyak.
Selain itu, Thi Eng khi berdua pun datang dengan membawa suatu maksud tujuan tertentu, gerak gerik mereka selalu dirahasiakan, ditambah lagi Bu im sin hong Kian Kim siang sangat menguasai keadaan medan disitu, maka sepanjang perjalanan mereka tak berhasil diketahui jejaknya oleh anak buah Hian im Tee kun.
Dikala Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian Kim siang berada dalam perjalanan melalui jalan gunung diluar tempat tinggal Hui cun siucay Seng Tiok sian, ternyata Kuda Hek liong kou yang ditunggangi Thi Eng khi tidak menuruti perintah lagi, bahkan kabur terus menuju ke tempat tinggal Hui cun siucay Seng Tiok sian.
Sudah puluhan tahun lamanya Bu im sin hong Kian Kim siang tak pernah pulang ke dusun, tentu saja dia tidak mengetahui tentang tempat kediaman Hui cun siucay Seng Tiok sian ini. Tatkala dilihatnya perjalanan mereka diselewengkan ke arah jalan setapak yang sempit, buru buru dia memerintahkan kepada Thi Eng khi untuk berganti melewati jalan besar.
Mendadak tergerak hati Thi Eng khi, segera ujarnya :
“Tempat tinggal Hui cun siucay Seng heng berada diatas bukit ini, kalau dilihat dari kecerdasan kuda ini, mungkin dia sudah mempunyai hubungan batin yang amat akrab dengan kuda Hek liong kou milik saudara Seng, karena tahu saudara Seng sudah pulang ke rumah, maka dia hendak menuju ke sana. Kian tua, mengapa kita tidak menengok dulu ke sana? Bila saudara Seng sudah berada di rumah, dari mulutnya kita bisa mendapatkan kabar cerita tentang situasi akhir akhir ini, bukankah hal tersebut jauh lebih baik lagi...?”
Bu im sin hong Kian Kim siang segera menganggukkan kepalanya berulang kali.
“Baik, mari kita larikan kuda kita lebih cepat!”
Dua ekor kuda itu segera dilarikan lebih kencang menelusuri jalan setapak yang membujur didepan mata. Dan pada saat itulah secara kebetulan mereka dapat mendengar suara teriakan Hian im li Cun Bwee serta sekalian kawanan iblis yang sedang mengepung rumah kediaman Hui cun siucay Seng Tiok sian.....
Mendengar suara hiruk pikuk tersebut, buru buru Bu im sin hong Kian Kim siang berseru:
“Ayo cepat, dalam rumah kediaman Tiok sian telah terjadi kekalutan ”
“Kian tua, untuk lebih merahasiakan jejak kita, bagaimana kalau kita tinggalkan kuda disini?”
“Baik!” sahut Bu im sin hong Kian Kim siang cepat.
Dia segera melompat bangun dari kudanya dan menerjang ke depan dengan kecepatan tinggi. Thi Eng khi tidak ketinggalan, dia melejit dari punggung kudanya dan menyusul di belakang Bu im sin hong Kian Kim siang....
“Saudara cilik!” dengan perasaan yang tulus Bu im sin hong Kian Kim siang segera memuji, “ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im mu benar benar jauh lebih hebat daripadaku, di kemudian hari gerakan ini pasti akan banyak membonceng ketenaranmu, bila engkoh tua terbayang akan hal ini, ooooh betapa gembiranya diriku hingga
tak terlukiskan dengan kata!”
Dengan agak rikuh buru buru Thi Eng khi berkata : “Oleh sebab siaute mendengar dari arah rumah kediaman saudara Seng bergema suara pertarungan maka aku pikir lebih baik kita selekasnya tiba di situ, aku kuatir jika sampai terlambat mungkin keadaan sudah tak sempat lagi!”
Tubuhnya secepat sambaran kilat segera meluncur ke depan, dalam waktu singkat Bu im sing hong Kian Kim siang telah ditinggalkan jauh jauh. Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian tersebut selain gembira juga terhibur hatinya, tanpa terasa ia bergumam seorang diri :
“Ya, nampaknya Hu kong keng im baru kelihatan kehebatannya bila saudara cilik yang mempergunakan, bila aku yang menggunakan rasanya cuma menyia nyiakan kehebatan kepandaian saja...!”
Sambil mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya dia segera mengejar dari belakang. Padahal seandainya tiada manusia berbakat macam Thi Eng khi, siapakah dikolong langit dewasa ini yang mampu menandingi kesempurnaan Bu im sin hong Kian Kim siang didalam mempergunakan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im?
Dengan gerakan yang cepat bagaikan sambaran petir dalam waktu sekejap mata Thi Eng khi sudah berada hanya sepuluh kaki saja di depan rumah kediaman Hui cun siucay Seng Tiok sian. Suara pertarungan yang sedang berlangsung dari dalam rumah terdengar makin jelas, bahkan seorang manusia biasa yang tidak memiliki ketajaman pendengaran pun dapat mendengar suara tersebut dengan nyata.
Thi Eng khi yang sudah berapa lama berkelana dalam dunia persilatan, pengalaman maupun pengetahuannya saat ini boleh dibilang telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat, walaupun dia memiliki tenaga dalam yang tiada tandingannya, namun dia toh tak ingin berbuat gegabah dengan melakukan tindakan sombong.
Sebaliknya dengan sikap berhati hati sekali dia mulai melakukan pemeriksaan yang amat seksama disekitar bangunan rumah Tiok sian tersebut. Dalam waktu singkat Thi Eng khi sudah dapat mengetahui siapa siapa saja gembong gembong iblis yang dibawa oleh Hian im li Cun Bwee.
Thi Eng khi segera mengerahkan ilmu gerakan tubuhnya yang amat lihay, dalam suatu keadaan yang mimpi pun tak pernah mereka bayangkan, seorang demi seorang roboh terkapar diatas tanah dalam keadaan jalan darah tertotok.
Selesai dengan pekerjaan tersebut, ia baru berdiri di luar pintu dan bersiap sedia membantu Hui cun siucay Seng Tiok sian bilamana diperlukan. Sementara itu, Bu im sin hong Kian Kim siang telah sampai di tempat tujuan, ketika menyaksikan pertarungan yang sedang berlangsung antara Hui cun siucay Seng Tiok sian melawan Hian im li Cun Bwee tersebut, dia menggelengkan kepalanya berulang kali sembari berkata :
“Kemampuan yang dimiliki Tiok sian sangat terbatas, gerakan tubuh Hu kong keng im yang dilakukan olehnya sungguh membuat lohu merasa amat bersedih hati.”
Thi Eng khi segera tertawa :
“Saudara Seng kan baru belajar, tenaga dalamnya selisih jauh pula dari Hian im li dia bisa bertahan tanpa kalah, hal ini sudah bukan termasuk suatu kejadian yang enteng baginya. Kian tua, apakah perkataanmu barusan tidak kebangetan?”
Bu im sin hong Kian Kim siang segera tertawa :
“Selama hidup, engkoh tua hanya merasa takluk dan tunduk kepada kau seorang, baiklah apa yang kau bilang yaa bilanglah, cuma Tiok sian merupakan satu satunya pewaris engkoh tua disekitar wilayah See lam kau tak boleh membiarkan dia kehilangan muka...“
Thi Eng khi tertawa.
“Cu sim ci su Thio locianpwe memiliki serangkaian ilmu kipas Toalo san hoat yang sesuai bagi saudara Seng, siaute pun sudah membawakan kitab pusaka tersebut bagi saudara Seng, apabila kejadian disini telah usai, bila saudara Seng bersedia melatih diri selama tiga tahun lagi, niscaya ilmu kipasnya akan merupakan manusia nomor wahid di kolong langit, sampai saatnya, mungkin engkoh tua akan menyalahkan siaute lagi yang telah membantu saudara Seng sehingga pamor engkoh tua menjadi berkurang!”
Bu im sin hong Kian Kim siang dibuat kegirangan setengah mati, ia segera berteriak keras :
“Tidak menjadi soal, tidak menjadi soal, jiwa engkoh tua mah tak akan sedemikian sempitnya, kalau begitu kuutarakan rasa terima kasihku dulu untukmu!”
Kali ini Bu im sin hong Kian Kim siang berbicara dengan suara lantang sehingga mereka yang bertarung dalam gedungpun dapat mendengar pembicaraan itu dengan jelas. Cuma saja siapa pun tidak menduga kalau orang yang barusan berbicara tak lain adalah Bu im sin hong Kian Kim siang.
Hui cun siucay Seng Tiok sian yang dibikin kacau ketenangan hatinya, kontan saja dibuat kalung kabut dan tak sanggup menangkis serangan lawan berikutnya. Sebaliknya Hian im li Cun Bwee mengira orang yang sedang berbicara diluar adalah anak buahnya, dengan kening berkerut ia lantas membentak :
“Hei, siapa yang sedang berteriak teriak diluar? Ayo cepat menggelinding pergi dari hadapanku!”
Bu im sin hong Kian Kim siang tertawa terbahak bahak, bersama Thi Eng khi mereka berjalan masuk ke dalam ruangan.
“Siluman perempuan cilik!Pentangkan matamu lebar lebar dan coba lihat siapakah lohu!”
Diam diam Hian im li Cun Bwee merasa terkejut setelah mengetahui siapa yang datang, diam diam dii berpikir :
“Waaah, nampaknya jika aku tak berhasil membekuk seseorang untuk dijadikan sandera, sulit bagiku untuk meloloskan diri dari tempat ini.”
Berpikir demikian tanpa menimbulkan sedikit suarapun dia langsung menerjang ke arah nona Ting Un. Siapa tahu Thi Eng khi bertindak jauh lebih cepat daripadanya, tahu tahu saja dia sudah melayang turun dihadapan nona Ting Un, bahkan sambil tertawa dingin jengeknya : “Selama aku berada disini, kuharap kau jangan mempunyai pikiran jahat!”
Walaupun Hian im li Cun Bwee tidak memandang sebelah matapun terhadap orang lain, sesungguhnya dia benar benar merasa jeri terhadap Thi Eng khi. Tanpa sadar secara beruntun dia mundur sejauh enam tujuh langkah dari posisi semula, kemudian dia meloloskan senjata Hian im kui jiu nya, dia berpekik untuk mengumpulkan segenap anak buahnya.
Melihat perbuatan gadis itu, sambil tertawa Bu im sin hong Kian kim siang segera berkata :
“Siluman perempuan kecil, segenap orang orangmu yang berada diseputar ruargan ini telah dibasmi sampai habis oleh saudara cilikku ini, sekarang tinggal satu jalan saja yang dapat kau tempuh yakni menyerah saja untuk kami bekuk!”
Hian im li segera memutar biji matanya memandang kesana kemari, tampaknya dia sedang berusaha untuk mencari kesempatan guna melarikan diri dari situ. Sementara itu, Hui cun siucay Seng Tiok sian telah mengundurkan diri ke samping, setelah mencekoki sebutir pil ke mulut Seng Liang, dia mulai mengobati luka yang diderita oleh nona Ting Un.
Nona Ting Un yang membelalakkan ma¬tanya, kebetulan menangkap biji mata Hian im li Cun Bwee yang sedang berputar kian kemari serta merta dia berteriak keras :
“Hati hati, perempuan siluman itu sedang merencanakan siasat busuk untuk melarikan diri.”
Mendengar niatnya dibongkar secara blak blakan, tak terlukiskan rasa gusar Hian im li Cun Bwee, alis matanya sampai berkerut kencang, tapi diapun tak bisa berbuat banyak terhadap nona Ting Un. Dengan suara dalam Thi Eng khi segera berkata :
“Asal kau bersedia meninggalkan jalan sesat dan kembali ke jalan benar, aku tak akan menahanmu atau menyiksamu lebih jauh, seperti misalkan sumoaymu Ciu Lan saja merupakan seorang contoh yang baik.” “Apa yang telah kau lakukan terhadap adikku?” teriak Hian im ii Cun Bwee dengan perasaan terkejut.
Dari ucapan mana dapat terlihat bahwa dia menaruh hubungan yang amat akrab dengan saudaranya, sehingga dia amat menguatirkan keadaan Ciu Lan. Titik kelemahan didalam hubungan tersebut mungkin tidak terlihat oleh Thi Eng khi namun tak dapat lolos dari ketajaman mata Bu im sin hong Kian Kim siang.
Dengan cepat orang tua itu berkata :
“Thi ciangbunjin telah menyelamatkan jiwa adikmu, karena kejadian mana adikmu menjadi bertobat dan melepaskan jalan sesat untuk kembali ke jalan benar. Kalau bukan lantaran dia, bagaimana mungkin kami bisa tahu kalau kalian semua berada disini?”
“Sekarang Ciu Lan berada dimana?”
“Dia datang bersama sama rombongan yang lain, tak lama kemudian tentu akan tiba di sini.”
Hian im li Cun Bwee termenung dan berpikir beberapa saat lamanya kemudian katanya :
“Kami kakak dan adik berdua sebenarnya merupakan anak yatim piatu, kemudian kami dipelihara oleh Tee kun dan diwarisi ilmu silat yang tinggi, walaupun kami melepaskan jalan sesat dan kembali ke jalan yang benar, bukan berarti kami mempunyai alasan untuk memusuhi Tee kun. Apabila kalian mengijinkan aku dan adikku pergi meninggalkan tempat ini dan menyingkir sejauh jauhnya, kami pasti akan bertobat dan tidak melakukan kejahatan lagi, tapi hari ini kami tak bisa membantu kalian untuk menghadapi Tee kun. Bila kalian menyetujui hal ini, akupun akan berjanji kepada kalian, kalau tidak, biar sampai mati pun kami tak akan takluk.”
Walaupun perempuan ini termasuk se¬orang manusia sesat yang banyak melakukan kejahatan, namun beberapa patah kata ini diutarakan dengan alasan yang cu¬kup matang, dan begitulah watak dan sikap seorang umat persilatan sejati. Baik Bu im sin hong Kian Kim siang maupun Thi Eng khi segera memperoleh pandangan lain terhadap Hian im li Cun Bwee, mereka tahu biasanya bila manusia semacam ini sudah bertobat dan kembali ke jalan yang benar, mereka tak akan melakukan kejahatan lagi di kemudian hari.
Seketika itu juga mereka berdua mengabulkan permintaannya, begitu Ciu Lan sudah tiba mereka berdua dipersilahkan meninggalkan tempat tersebut dan tidak memaksa mereka untuk memusuhi Hian im Tee kun...
Bahkan untuk menghormati kesetiaan tersebut, baik Thi Eng khi maupun Bu im sin hong Kian Kim siang, tak seorangpun diantara mereka yang mencoba mencari berita tentang Hian im Tee kun dari mulutnya.
Melihat kegagahan dan kebesaran jiwa Thi Eng khi serta Bu im sin hong Kian Kim siang, Cun Bwee dibuat sangat terharu, kesannya terhadap kawanan jago dari golongan kaum lurus pun semakin mendalam. Akhirnya malah dia sendiri yang tidak tahan dan menceritakan keadaan yang sesungguhnya secara garis besar kepada Thi Eng khi...
Ternyata, walaupun Hian im Tee kun berhasil membohongi kawanan jago persilatan dari wilayah See lam namun oleh karena waktu yang terlampau singkat, kecu¬ali sebagian berbakat kurang baik sehingga kemampuan mereka hanya bisa dimanfaatkan untuk pekerjaan ringan ringan, sebagian lainnya harus melalui proses pembujukan yang mendalam lebih dulu sebelum benar benar dapat dimanfaatkan kekuatannya.
Berada dalam keadaan seperti ini, demi keamanan dalam pengendalian selanjutnya Hian im Tee kun menempatkan komplotan dan orang orang kepercayaannya di tempat kediaman si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian, sementara para jago persilatan dari See lam serta sebagian dari orang orang persilatan yang telah mereka kendalikan ditempatkan didalam perkampungan Huan keng san ceng.
Hui cun siucay Seng Tiok sian sangat menguatirkan keselamatan gurunya si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian, menggunakan kesempatan tersebut dia berkata : “Saat ini guruku berada dimana? Bagaimana keadaannya sekarang. ?”
“Gurumu merupakan lambang kepemimpinan umat persilatan wilayah See lam setelah Bu im sin hong Kian tua, Hian im Tee kun menganggap dia memiliki nilai yang amat berharga untuk diperalat kemampuan dan pamornya, maka sampai sekarang dia belum diapa apakan, tapi hanya dibelenggu oleh sebuah persoalan pelik yang sengaja diajukan kepadanya, mungkin hingga sekarang dia masih terkecoh dan belum menyadari kalau dirinya sedang dibohongi orang. Tentang berada dimanakah dia sekarang, kami tidak begitu tahu ”
Selanjutnya dia pun menjelaskan bagaimana Hian im Tee kun meminta kepada si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian untuk menciptakan sejenis obat penawar racun. Setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, Hui cun siucay Seng Tiok sian ba¬ru bisa menghembuskan napas lega.
Kesempatan baik segera akan hilang lenyap dengan begitu saja, maka Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian Kim siang dengan cepat mengambil sebuah keputusan. Thi Eng khi seorang diri langsung me¬nuju ke tempat kediaman Hian im Tee kun untuk menyumbat jalan keluarnya, agar Hian im Tee kun tidak melarikan diri setelah mengetahui datangnya ancaman ma¬ra bahaya. Sedangkan Bu im sin hong Kian Kim siang dengan mengajak nona Ting Un langsung menuju ke perkampungan Huan keng san ceng dengan kewajiban menyadarkan umat persilatan wilayah See lam yang terpengaruh dan mengalihkan kekuatan mereka untuk bersama sama mengepung Hian im Tee kun. Sebaliknya Hui cun siucay Seng Tiok sian, Seng Liang dan Cun Bwee bertiga mendapat tugas untuk menyambut kedatangan rombongan Ciu Tin tin ditengah jalan dan memberitahukan kepada mereka agar segera berkumpul dilembah Hek sik kok.
Di saat semua orang berpisah, nona Ting Un menunjukan perasaan kuatir karena Hui cun siucay Seng Tiok sian menempuh perjalanan sama sama Cun Bwee. Akan tetapi berhubung Bu im sin hong Kian Kim siang dan Thi Eng khi menaruh kepercayaan penuh terhadapnya, dia merasa kurang leluasa untuk mengungkapkan rahasia hatinya, terpaksa dengan sikap yang berat hati dan kuatir dia memandang ke arah Hui cun siucay Seng Tiok sian.
Sebagai manusia yang cerdik Cun Bwee segera dapat menebak rahasia hati nona itu, buru buru digenggamnya tangan nona Ting Un sambil berkata :
“Nona Un, kau tak usah kuatir, aku bukan seorang manusia yang lain di mulut lain di hati!”
Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian tersebut segera tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh... .haaahhh.... haaahhh... budak Un, masa terhadap aku si orang tuapun kau tidak percaya? Ayo cepat berangkat...”
Dia segera menarik tangan nona Ting Un dan mengajaknya berlalu dari situ, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan. Gerakan tubuh Thi Eng khi sewaktu meninggalkan tempat tersebut jauh lebih cepat lagi, sampai sampai Cun Bwee tidak sempat menyaksikan dengan cara apakah pemuda tersebut berlalu dari situ.
Dengan wajah termangu mangu Cun Bwee memandang kepergian mereka, sementara dalam hati kecilnya muncul suatu perasaan ngeri dan takut yang tak terlukiskan dengan kata kata, dia tahu nasib akhir dari Hian im Tee kun sudah ditetapkan.
Mendadak ia mendengar suara dari Hui cun siucay Seng Tiok sian bergema di sisi telinganya :
“Nona Cun Bwee, kita pun harus segera melakukan perjalanan!”
Dalam pada itu, Thi Eng khi yang akan berhadapan dengan musuh tangguh merasa kurang leluasa untuk membawa kuda Hek liong kou kesayangannya.