Jilid 15
“Jangan!” cegah Tiang pek lojin dengan wajah serius, “kalian berdua jangan sekali kali memikirkan keselamatan cucuku sehingga meninggalkan bibit bencana bagi umat persilatan!" "Omitohud!" kata Ci long taysu sambil merangkap tangannya didepan dada, "nona So sudah banyak menderita bagi dunia persilatan, harap kau sudi menerima kebaikan dan niat tulus dari umat persilatan didaratan Tionggoan."
Keng hian totiang dari Bu tong pay juga turut berkata :
"Bila hari ini kami membiarkan nona So menderita lagi ditangan orang itu, seluruh umat persilatan didunia ini tak punya muka lagi untuk menancapkan kaki dalam dunia persilatan."
Menyaksikan keadaan yang dinantikan telah tiba, Huan im sin ang sama sekali tidak menggubris apakah Tiang pek lojin setuju atau tidak, diam diam dia mengerahkan tenaga dalamnya dan mendorong tubuh So Bwe leng ke arah Thi Eng khi, kemudian serunya :
"Kuserahkan nona ini kepadamu, kau anggap luka dalam yang dideritanya dapat kau sembuhkan?"
Huan im sin ang memang seorang yang licik, sudah jelas dia enggan menyembuhkan luka dalam yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng, akan tetapi justru dengan kata kata yang pedas dia memanasi lawannya agar pihak lawan tak usah mengajukan syarat agar dia menyembuhkan lukanya itu.
Thi Eng khi masih muda, darahnya masih panas, manusia semacam inilah yang paling gampang terjebak. Benar juga, dengan mata melotot dia lantas berseru :
"Kau jangan menganggap kepandaianmu hebat, aku tidak percaya kalau luka yang dideritanya tak dapat disembuhkan, lihat saja nanti!"
Huan im sin ang tertawa seram, dengan membawa serta anak buahnya dia segera beranjak pergi dari situ. Ketika hampir keluar dari arena, mandadak Thi Eng khi melompat ke depan dan menghadang jalan perginya.
Huan im sin ang segera tertawa dingin, serunya :
"Apa yang kalian ucapkan itu masih bisa dianggap atau tidak?" "Hmmm... " Thi Eng khi mendengus "aku masih ingin mengajukan sebuah pertanyaan lagi kepadamu!"
"Pertanyaanmu terlampau banyak," dengus Huan im sin ang sinis.
"Ketika berada diperkampungan Ki hian san ceng tempo hari, kau telah merampas lukisan Kun eng toh, apakah sampai sekarang masih kau simpan baik baik?"
"Hmmm, siapa yang merampas lukisanmu? Bila ingin menagih hutang, tagihlah kepada orang yang berhutang kepadamu.
Lukisanmu itu bagaimana hilangnya? Seharusnya kau musti pergi ke perkampungan Ki hian san ceng dan menagihnya sendiri dari kawanan manusia tak becus itu."
Bukan saja menampik permintaan bahkan berusaha untuk menyinggung kembali sakit hati lama dari Thi Eng khi. Dengan cepat kejadian yang dialaminya dalam perkampungan Ki hian san ceng tempo hari terlintas kembali dalam benak Thi Eng khi, tanpa terasa ia menjadi amat murung.
Ketika Huan im sin ang lewat dari sisinya dan pergi jauh, dia masih belum merasakan apa apa, setelah sampai jauh, suara tertawa dari Huan im sin ang baru terdengar kembali :
"Bocah keparat, kau tak usah kuatir, lukisan itu masih tidak kupandang sebelah matapun, asal kau punya nyali, istana Ban seng kiong dibukit wu san selalu menantikan kedatanganmu."
Sesungguhnya Thi Eng khi memang sama sekali tidak berhasrat untuk mencegah kepergian Huan im sin ang, dia hanya teringat kalau lukisan tersebut masih berada ditangan Huan im sin ang belaka, karena dia pernah bersumpah hendak mengandalkan kepandaiannya untuk merampas kembali benda itu. Maka ketika dilihatnya Huan im sin ang berlalu dengan membawa kekalahan dia sama sekali tidak berniat untuk menghalanginya. Menanti Huan im sin ang sekalian sudah lenyap dari pandangan mata, ketua Kay pang si Pengemis tua sakti bermata harimau Cu Goan po baru menghela napas panjang katanya:
"Saudara cilik, gara gara ucapanmu tadi aku kuatir nona Leng bakal menderita banyak siksaan!"
Setelah mendengar perkataan itu, Thi Eng khi sendiripun merasa menyesal dengan perkataan tadi sehingga melepaskan Huan im sin ang dengan begitu saja sebelum memaksanya untuk menyembuhkan dulu luka yang diderita So Bwe leng....
Sebaliknya Tiang pek lojin segera menghibur sambil tertawa. "Anak Eng, kau tidak salah, bila kita ti¬dak berhasil
menyembuhkan luka dalam yang diderita Leng ji, percuma saja kita berbicara tentang bagaimana menghadapi Huan im sin ang!"
Mendengar ucapan tersebut, Thi Eng khi segera merasakan semangat jantannya berkobar kembali :
"Benar, kita harus berusaha sendiri untuk menyembuhkan luka yang diderita adik Leng."
Sementara sorot mata yang penuh perasaan menyesal dialihkan ke wajah Pek leng siancu So Bwe leng. Mendadak terdengar suara seseorang yang parau berkumandang disisi telinga Thi Eng khi :
"Melepaskan harimau mudah, menangkapnya sukar, gara gara keselamatan seorang gadis, Huan im sin ang harus dilepaskan dengan begitu saja, terhadap tindakan ini, lohu merasa amat tidak setuju!"
Dengan terkejut Thi Eng khi berpaling, hatinya yang sudah tak senang kini semakin tak senang lagi, sebab orang yang berbicara sekarang tak lain adalah lo pangcu dari perkampungan Ki hian san ceng Sangkoan Yong adanya.
Dibelakangnya berdiri pula sekelompok jago yang pernah dijumpai ketika berada dalam perkampungan Ki hian san ceng dulu. Ternyata sejak dipermainkan oleh Huan im sin ang dalam perkampungan Ki hian san ceng dulu, kemudian lukisan Kun eng toh dirampas pula oleh lawan, Sangkoan Yong sekalian merasa makin lama semakin tak sedap, rnereka sadar bila peristiwa ini sampai tersiar ke dalam dunia persilatan, maka kejadian itu pasti akan ditertawakan semua orang.
Kalau orang mengindap penyakit yang sama, otomatis merekapun akan bergabung serta memiliki pandangan yang sama pula, itulah sebabnya orang itu malahan justru bersatu padu dan mengelompok dengan akrabnya, dengan demikian terciptalah suatu kelompok kecil yang tersendiri.
Tak dapat disangkal lagi orang orang itu amat membenci Huan im sin ang, tapi terhadap Thi Eng khi pun tidak menaruh kesan yang baik, sebab mereka beranggapan jika Thi Eng khi tidak menerobos masuk ke dalam berkampungan Ki hian san ceng dan tidak mengeluarkan lukisan tersebut, tak akan menunjukkan perbuatan rnemalukan, dengan begitu merekapun tak akan ditertawakan oleh umat persilatan.
Oleh sebab itu, tatkala mereka mendengar kalau pihak Siau lim pay dan Bu tong pay telah bentrok dengan Tiang Pek lojin gara gara urusan Thi Eng khi, mereka segera berangkat ke kuil Siau lim si untuk memberikan bantuan. Dalam anggapan mereka, dengan perbuatannya ini, Thi Eng khi sudah pasti tidak mempunyai teman lagi didalam daratan Tionggoan.
Siapa tahu, berkat diplomasi si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po, rasa permusuhan Ci long taysu ketua Siau lim pay dan Keng hian totiang ketua Bu tong pay terhadap Tiang pek lojin telah lenyap sama sekali, kenyataan ini membuat mereka menjadi kecewa sekali.
Apalagi setelah menyaksikan pihak Siau lim pay dan Bu tong pay telah bersatu padu kembali bahkan memberi kesempatan kepada Thi Eng khi untuk menampilkan diri, merasa kalau termashurnya Thi Eng khi bakal mendatangkan ancaman bagi mereka kontan saja timbul niat jahat mereka untuk merusak nama baik Thi Eng khi, agar si anak muda itu tak bisa menampilkan diri untuk selamanya. Tentu saja hal ini merupakan pandangan mereka sendiri terhadap perbuatan Thi Eng khi sedang mengenai bagaimanakah sikap Thi Eng khi sendiri terhadap orang orang yang dijumpainya dalam perkampungan Ki hian san ceng tempo hari, apakah dia masih mendendam dihati, atau merasa tak senang, atau sudah tidak menganggap mereka sebagai musuh lagi, dalam keadaan begitu mereka enggan untuk mempertimbangkannya.
Tapi hal inipun tak dapat salahkan mereka, sebab memang demikianlah keadaan dalam persilatan pada waktu itu, bila ada dendam tak dibalas dia bukan lelaki sejati, kalau ada sakit hati tidak dituntut dia bukan lelaki gagah, apa bedanya pula dengan mereka?
Berbicara sesungguhnya, Thi Eng khi sendiripun sama sekali tidak mempunyai kesan baik terhadap mereka. Oleh karena itu dia segera berpaling setelah mendengar perkataan itu dan paras mukanya juga berubah amat dingin seteiah mengetahui siapakah mereka, serunya dengan gusar :
"Aku Thi Eng khi berani berbuat berani bertanggung jawab, hari ini aku lepaskan Huan im sin ang, dikemudian hari aku pula yang bertanggung jawab untuk menaklukkan penjahat tersebut!"
Mendengar perkataan itu, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong tertawa terbahak bahak.
"Haaaahhh...... haaaahh.... haaahhhh kalau omong besar sih
setiap orang bisa, tapi sudahkah kau bayangkan bagaimana akibatnya? Mulai sekarang jika ada orang yang kena dicelakai oleh gembong iblis tua itu, maka hal tersebut merupakan akibat dari perbuatanmu yang mementingkan kepentingan pribadi. Tampangnya saja kelihatan seperti gagah dan perkasa, tak tahunya cuma seorang manusia mementingkan kepentingan pribadi belaka, sedang terhadap keselamatan umat persilatan boleh dibilang sama sekali tidak memperhatikannya, lohu sebagai salah seorang anggota persilatan merasa tidak senang dengan perbuatanmu itu, demi kepentingan umat persilatan mau tak mau aku baru mengucapkan beberapa patah kata kepadamu." Setelah berhasil menangkap titik kelemahan dari Thi Eng khi karena ia melepaskan Huan im sin ang, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong segera melancarkan pukulan dahsyat yang sama sekali tidak mengenal rasa kasihan....
Sewaktu mengucapkan kata kata tersebut suaranya amat keras dan nadanya nyaring setiap patah kata boleh dibilang diucapkan dengan mengerahkan tenaga dalam yang sempurna. Betul sasarannya adalah Thi Eng khi, tapi yang benar tujuannya adalah agar setiap orang dapat turut mendengarnya.
Begitu mendengar perkataan tersebut, paras muka setiap orang lantas berubah, rupanya mereka terpengaruh juga oleh hasutan tersebut dan merasa tidak seharusnya Thi Eng khi rnelepaskan gembong iblis tua itu dengan begitu saja gara gara seorang gadis dari luar perbatasan, sehingga meninggalkan bibit bencana bagi umat pesilatan.
Tapi saat ini siapapun tak ada yang berpikir dengan lebih seksama lagi, mereka tak ada yang mau tahu, andaikata Thi Eng khi tidak berbesar jiwa dan bersedia berkorban dengan pertaruhan nyawa sendiri untuk membongkar rencana busuk Huan im sin ang untuk mengadu domba jago jago dari dara¬tan Tionggoan dan jago jago luar perbatasan itu jadi berantakan, bagaimana pula akibatnya.
Thi Eng khi segera merasakan dirinya bagaikan kena difitnah, diapun enggan untuk memamerkan jasa sendiri saking marahnya merah padam selembar wajahnya.
"Tak mau banyak berbicara lagi," sahutnya kemudian, "kalau memang Sangkoan tayhiap merasa begitu, mengapa kau tidak turun tangan untuk membekuk iblis tua itu? Asal kalian turun tangan, bukanlah cita cita kamu semua menjadi terwujud?"
Kembali Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhh....... haaahhh lohu tak ingin menodai
nama baik ketua Siau Sim pay dan Bu tong pay maka peringatan ini baru kusampaikan setelah kejadian, saudara, dengan ucapan ini apakah kau ingin mencoba untuk mengadu domba umat persilatan dari daratan Tionggoan?"
Setelah tertawa dingin, dia melanjutkan :
"Heeeehhh.... heehhhh.... heeehhhh hidup sebagai seorang
manusia, janganlah sekali kali melupakan pada nenek moyang sendiri, kau jangan menganggap dengan adanya jago jago dari luar perbatasan menjadi tulang punggungmu maka kau memandang rendah kemampuan sobat-sobat persilatan didaratan Tionggoan, ketahuilah, bagaimanapun kau tetap merupakan seorang ketua dari suatu perguruan yang ada didalam daratan Tionggoan "
Bukan saja nadanya amat berat sukar dilukiskan dengan kata kata, tujuannya pun ingin menghasut para jago dari daratan Tionggoan agar menaruh kesan jalek terhadap Thi Eng khi.
Saking gusarnya paras muka Thi Eng khi telah berubah menjadi hijau membesi, empat anggota badannya gemetar keras, ia sudah tak sanggup mengucapkan sepatah ka¬ta pun. Sebaliknya Tiang pek lojin merasa marahnya bukan kepalang, sepasang matanya melotot besar, mukanya merah padam, rambutnya pada berdiri seperti landak, agaknya ia sudah bersiap siaga untuk melancarkan serangan.
Ci long taysu, ketua dari Siau lim pay segera dapat merasakan gelagat yang kurang menguntungkan, dia tahu jika percekcokan ini dibiarkan berlangsung lebih jauh, kemungkinan besar akan tercipta suatu pertumpahan darah yang mengerikan. Maka dengan cepat dia menyelinap ke tengah tengah kedua kelompak manusia itu, lalu berseru memuji keagungan sang Buddha.
"Omitohud, kalian berdua sama sama adalah teman baik Siau lim si kami, kini pertemuan sudah bubar, bila masih ada persoalan, bagaimana kalau kita bicarakan di dalam kuil saja?"
Tujuan yang sebenarnya dari Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong sebetulnya adalah hendak memberi pelajaran kepada Thi Eng khi agar dia jangan memandang rendah kelompok manusia dari Ki hian san ceng, apalagi perkataannya tadi telah berhasil menghasut para jago hingga menaruh kesan jelek terhadap Thi Eng khi.
Begitu tujuannya tercapai, diapun enggan untuk mencari gara gara lagi dengan pihak Siau lim si, dengan senyuman dikulum segera ujarnya :
"Bergembira sekali dapat menyaksikan kuil anda berjabatan tangan lagi secara damai dengan Tiang pek lojin, kejadian ini sungguh merupakan keuntungan buat umat persilatan didaratan Tionggoan, sayang ka¬mi semua masih ada urusan penting yang belum terselesaikan, biarlah kami mohon diri lebih dahulu."
Selesai berkata dia lantas menjura dan mengajak kawannya berlalu dari bukit Siong san. Kawanan jago lainnya yang kena dihasut pun serentak bangkit berdiri dan turut meninggalkan tempat itu.
Tak lama kemudian, kecuali para jago dari luar perbatasan serta para jago dari Siau lim pay dan Bu tong pay hampir semuanya sudah berlalu dari sana. Keng hian totiang, ketua Bu tong pay yang menyaksikan kejadian itu segera menghela napas panjang, katanya lirih :
"Sebenanya tiada persoalan di dunia, manusialah yang banyak bertingkah."
Dengan penuh rasa marah bercampur mendongkol ketua Kay pang Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po berseru pula lantang :
"Dalam pertemuan di perkampungan Ki hian san ceng tempo hari, perbuatan mereka benar benar memalukan sekali, itulah sebabnya mereka selalu menaruh perasaan was was terhadap Thi ciangbunjin, kuatir kalau Thi ciangbunjin akan melepaskan mereka dari malu rupanya mereka menjadi gusar maka merekapun tidak membiarkan Thi ciangbunjin bisa tampilkan diri dalam mata masyarakat."
"Ucapan engkoh tua memang benar," kata Thi Eng khi, "mengalah bukan berarti kalah, asal mereka tidak terlalu mendesakku sehingga kelewat batas, siautepun tak akan ribut dengan mereka!"
Ci long taysu dari Siau lim pay dan Keng hian totiang dari Bu tong pay segera berseru memuji :
"Omitohud!" "Buliangohud!"
"Kebajikan dan kebaikan dari Thi ciangbunjin sungguh agung dan mulia, hal ini benar benar merupakan keberuntungan bagi umat persilatan!"
Setelah mendengar perkataan itu, kemarahan Thi Eng khi terhadap tingkah laku Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong yang kelewat tadipun sudah menjadi mereda.
Tampaknya Tiang pek lojin merasakan pula keadaan yang sama, katanya :
"Belajar sampai tua, tak ada habisnya, menjelang usia tua begini tak nyana lohu akan mengalami kejadian seperti ini, aaai "
Dengan penuh rasa sedih dan menyesal, ia menghela napas panjang. Thi Eng khi segera membopong tubuh pek leng siancu So Bwe leng, lalu sambil menengadah katanya :
"So yaya, kitapun harus pergi dari sini, luka yang diderita adik Leng tidak enteng."
Tampaknya Tiang pek lojin pun merasa tiada kepentingan untuk tetap tinggal disana, diapun mengajak anak buahnya mengundurkan diri dari situ. Maka pertemuan besar dibukit Siong san pun berakhir dalam suasana kesedihan, ancaman badai pun mereda.
Di belakang kuil Siong gak bio terdapat sebuah kamar kecil yang berdiri sendiri, Na im siusu So Ping gwee berdiri tegak didepan pintu, Boan san siang koay berdiri di kiri dan kanannya sedang Tiang pek sam nio dan Pek sui su kui mengelilingi di sekelilingnya, hingga ruangan kecil itu boleh dibilang terlindung kuat sekali. Dalam kamar diatas pembaringan, terbaringlah Pek leng siancu So Bwe leng dengan wajah pucat kehijau hijauan, telapak tangan tunggal dari Thi Eng khi sedang ditempelkan di atas jalan darah Pek hwee hiat ditubuh So Bwe leng, dia sedang menggunakan ilmu Pek hui tiau yang tayhoat untuk menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya dan menyalurkan ke dalam tubuh Pek leng siancu So Bwe leng.
Ilmu Pek hui tiau yang tayhoat merupakan suatu kepandaian sinkang dari aliran Thian liong pay yang cuma bisa dipelajari bila ilmu sian thian bu khek ji gi sin kang telah selesai dipelajari, oleh karena berunsur im dan yang, oleh karena itu kekuatan mana mempunyai sifat untuk menyembuhkan luka dalam yang diderita seseorang, untuk menolong jiwa Pek leng siancu So Bwe leng, kini Thi Eng khi dengan tak sayangnya telah mempergunakan kepandaian itu.
Paras muka Pek leng siancu So Bwe leng yang semula memucat, lambat laun berubah menjadi merah, tapi warna merah itu mengenaskan sekali sebab sedemikian tipisnya hingga sukar untuk ditemukan bila tidak diamati lebih seksama.
Sekarang, semua harapan Tiang Pek lojin telah dicurahkan ke atas tubuh Thi Eng khi. Akan tetapi, satu jam sudah lewat, warna merah yang tipis itu lagi lagi tertelan oleh warna putih pucat tersebut.
Sekujur badan Thi Eng khi sudah basah kuyup oleh peluh dingin bahkan sekujur badannya mulai gemetar keras. Tak terlukiskan rasa kaget Tiang pek lojin, setelah menyaksikan kejadian itu, buru buru dia tempelkan telapak tangannya diatas punggung Thi Eng khi sambil memban¬tu pemuda itu untuk pulihkan tenaga, dengan ilmu menyampaikan suara katanya :
"Anak Eng yang bisa dilakukan lakukanlah, tapi jangan terlampau memaksakan diri sehingga akibat kedua belah pihak sama sama menderita kerugian besar!"
Dengan sedih Thi Eng khi segera menarik kembali tangannya, kemudian berkata : "Eng ji tak becus, aku telah menyia nyiakan harapan So yaya!"
Tiang pek lojin cukup mengetahui akan kehebatan ilmu pek hui tiau yang tayhoat dari Thian liong pay, kalau ilmu pek hui tiau yang tayhoat pun tidak mendatangkan hasil, sekalipun tenaga dalam yang dimiliki lebih sempurna pun ia tak berani mencoba secara gegabah.
Terpaksa dengan nada menyelidiki dia bertanya :
"Anak Eng sewaktu mengerahkan tenaga tadi, apakah kau telah rnenemukan suatu keanehan didalam tubuh anak Leng?"
Thi Eng khi termenung sambil berpikir sebentar, lalu sahutnya dengan sedih :
"Semua nadi didalam tubuh adik Leng bebas dan lancar, ketika kukerahkan tenaga dalam tadi bagaikan memasuki samudera luas yang tak bertepian, oleh karena itu sukar untuk menemukan letak lukanya hingga tak bisa membangkitkan semangat hidupnya.
Sekalipun Eng ji telah mengerahkan segenap tenaga yang kumiliki, hasilnya tetap nihil."
Paras muka Tiang pek lojin segera berubah hebat, setelah termenung sejenak, akhirnya dia berkata dengan sedih :
"Gejala tersebut merupakan pertanda kalau hawa murninya telah buyar dan darah mendekati tanda mengering, bila tidak bisa ditolong dalam beberapa hari ini, mungkin anak Leng sudah tiada harapan untuk tertolong lagi."
Thi Eng khi segera mengulurkan pil Toh mia kim wan terakhir yang dimilikinya lalu berkata :
"Aku masih mempunyai sebutir pil Toh mia kim wan, coba dilihat bagaimanakah kemujuran nasibnya!"
Selesai berkata dia lantas menjejalkan pil Toh mia kim wan tersebut kemulut Pek leng siancu So Bwe leng. Tiba tiba Tiang pek lojin mencengkeram pergelangan tangan Thi Eng khi lalu sambil menggelengkan kepalanya dia berkata :
"Pil Toh mia kim wan merupakan mestika dalam dunia, percuma kalau kau berikan pada anak leng sebab dia sudah kehilangan tenaga hisapnya, tak usah dicoba lagi!" "Bagaimana juga, anak Eng harus berikan pil kim wan ini untuk adik Leng!" seru Thi Eng khi dengan air mata bercucuran. Walaupun sedang sedih ternyata Tiang pek lojin tidak kehilangan kewibawaannya, dia berkata :
"Anak Eng tak boleh begitu, menyia nyiakan benda mestika rnerupakan dosa besar yang tak terampuni, sekalipun kau berbuat demikian, mengapa tidak kau simpan pil mestika itu dan dikemudian hari diberikan kepada orang lain atas nama Leng?"
Thi Eng khi berpikir sebentar, kemudian dengan sedih ia serahkan pil Toh mia kim wan tersebut kepada Tiang pek lojin, katanya :
"Kalau begitu harap So yaya bersedia mewakili adik Leng untuk menyimpan pil ini, gunakanlah untuK menolong mereka yang membutuhkan dikemudian hari."
Ketikadilihatnya paras muka Thi Eng khi aneh sekali, Tiang pek lojin menjadi tercengang, serunya dengan cepat :
"Apa bedanya jika pil Toh mia kim wan tersebut disimpan dalam sakumu "
Thi Eng khi nampak sedih sekali, sahutnya :
"Eng ji tidak memperdulikan keselamatan adik Leng, kemudian tak tahu diri dengan menerima hasutan Huan im sin ang, setelah salah berbuat kesalahan lagi sehingga menyebabkan adik Ling terjerumus dalam keadaan demikian, bila adik Leng sampai menjumpai keadaan yang tidak beres, Eng ji pun tak akan hidup seorang diri didunia ini. Oleh karena itu, mau tak mau harus kutitipkan dulu pesan ini kepada kau orang tua!"
Tiang pek lojin merasa terkesiap sekali setelah mendengar ucapan itu, peluh dingin sampai jatuh bercucuran membasahi tubuhnya, tapi ia tak berani berdebat dengan Thi Eng khi sebab kuatir kalau salah berbicara hingga menyebabkan keadaan yang semakin runyam.
Andaikata Thi Eng khi sampai mengambil keputusan untuk melakukan perbuatan nekad, peristiwa semacam inilah baru benar benar merupakan suatu tragedi besar. Menyadari akan pelbagai resiko yang dihadapi, terpaksa dia harus menekan perasaan sedihnya didalam hati, kemudian sambil tertawa nyaring ia berkata :
"Anak bodoh, mengapa kau ucapkan perkataan semacam itu? Orang bilang manusia punya keinginan, Thian punya kuasa, segala sesuatu yang ada dialam semesta ini. Dialah yang menentukan! Yaya tentu saja tak akan rela membiarkan Leng-ji meninggal dengan begitu saja. Sekarang, simpan dulu pil Toh mia kim wan tersebut, kita tak usah menganggu ketenangan anak Leng disini, mari kita berunding diluar sana sambil berusaha untuk mencari akal lain."
Tidak menanti jawaban lagi, dia lantas menarik Thi Eng khi, dan diajak menuju ke ruangan lain. Didalam kamar itu, selain Tiang Pek lojin dan putranya, juga hadir Thi Eng khi, Boan san siang koay, Tiang pek sam nio serta ketua Kay pang si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po.
Secara ringan Tiang pek lojin menjelaskan keadaan luka yang dialami Pek leng siancu So Bwe leng, kemudian sambil memberi tanda dengan kerlingan mata kearah si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po, katanya :
"Hei, orang she Cu, lohu sudah lama tak pernah terjun kedaratan Tionggoan, kini aku menjadi seseorang yang picik pengetahuannya, tolong lote suka memperkenalkan seorang tabib sakti yang bisa menyelamatkan jiwa Leng ji, lohu dan Eng ji tentu akan terima kasih sekali kepadamu."
Si pengemis sakti bermata harimau bukannya tidak melihat kerlingan mata dari Tiang pek lojin, akan tetapi ia tidak memahami maksud hati dari orang tua tersebut, maka sambil menggelengkan kepala dia berkata lebih jauh :
"Dalam daerah seputar daratan Tionggoan selama puluhan tahun ini minim dengan tabib kenamaan, aku si pengemis tua benar benar tidak berhasil menemukan nama dari seorang tabib kenamaan yang mempunyai ilmu tinggi dan bisa menyelamatkan nona Leng dari musibah ini."
Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi kecut sekali, tanpa terasa titik-titik air mata jatuh bercucuran. Dengan gelisah bercampur panik, Tiang pek lojin mendepak depakkan kakinya berulang kali ke atas tanah, kemudian serunya lagi :
"Enam puluh tahun berselang, lohu masih ingat terdapat seorang tabib kenamaan didunia ini yang bernama ..... apa seperti
memakai julukan boneka "
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po bukannya seorang yang bodoh, akan tetapi menghadapi pertanyaan yang tidak diketahui ujung pangkalnya ini, untuk sesaat dia menjadi gelagapan sendiri dan tak tahu bagaimana musti menjawab. Dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa dia harus menjawab dengan berterus terang :
"Satu satunya tabib sakti yang pernah menggetarkan dunia persilatan pada enam puluh tahun berselang adalah Giam lo heng (pendendam raja akhirat) Kwik Keng thian, selama masa jayanya belum pernah ia gagal menyelamatkan jiwa manusia sehingga pekerjaannya itu seolah olah memusuhi tugas raja akhirat, itulah sebabnya orang persilatan menghadiahkan nama Pembenci Raja akhirat kepadanya. Aai. sayang sekali pada akhirnya dia toh tak
berhasil juga memenangkan kekuasaan raja akhirat, konon selembar jiwanya juga telah menghadap ke depan Giam lo ong!"
Saking kagetnya Thi Eng khi menjerit tertahan, tubuhnya segera gontai karena sedih. Tiang pek lojin menjadi gusar sekali, teriaknya kemudian keras keras :
"Omong kosong ! Ucapanmu benar benar ngaco belo belaka!
Siapa yang mengatakan kalau si Pembenci raja akhirat sudah mati? Bukankah dia..... dia..... tinggal ditempat apa namanya?"
Sekarang pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po baru memahami maksud hati yang sebenarnya dari Tiang pek lojin, dengan gugup buru buru dia berganti ucapan :
"Aaah, betul betul! kemudian dia mula yang mengatakan kalau berita kematian dari Pembenci raja akhirat tak lebih cuma berita isapan jempol belaka, yang benar dia sudah tidak mencampuri urusan keduniawian lagi dan mengasingkan diri kebukit Huan keng San." Dalam pembicaraan terakhir itu hanya satu dua bagian merupakan kenyataan, sedang delapan sampai sembilan puluh persen sisanya merupakan karangannya sendiri. Sekalipun Thi Eng khi terhitung seorang pemuda yang amat cerdas, tapi berhubung pikiranya sedang kalut, maka apa yang didengar hanya terbatas pada apa yang ingin diketahui saja, sedangkan penyakit di balik ucapan tersebut boleh dibilang sama sekali tidak ditemukan olehnya.
Semangatnya segera berkobar kembali setelah mendengar perkataan yang terakhir itu, sambil melompat bangun serunya :
"Yaya, kamu mesti berusaha untuk mencari akal guna memperpanjang kehidupan adik Leng selama beberapa hari,sekarang juga Eng ji akan berangkat ke bukit Huan keng san!"
Begitu selesai berkata dia lantas melompat keluar dari ruangan dengan menerobosi jendela.Tiang pek lojin segera melemparkan seuntai mutiara kepadanya seraya berseru :
"Gunakanlah seuntai mutiara ini sebagai ongkos selama perjalananmu, kami akan berusaha dengan segala macam kemampuan untuk memperpanjang kehidupan anak Leng sampai kedatanganmu kembali."
Thi Eng khi tidak banyak berbicara lagi, setelah menerima untaian mutiara itu, secepat kilat dia berlalu dari sana. Menanti pemuda itu sudah berlalu, pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po yang sudah diliputi pelbagai pertanyaan yang membingungkan hatinya, tak tahan segera berkata :
"Locianpwe, barusan kau telah memberikan teka teki apa saja kepada aku si pengemis tua?"
Tiang pek lojin segera berkerut kening kemudian dia membeberkan niat Thi Eng khi yang hendak menghabisi nyawa sendiri, setelah mendengar keterangan tersebut, semua orang baru menghela napas gegetun.
Dengan nada sedih bercampur murung, pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po segera berkata : "Aku tahu, watak saudara cilikku ini memang keras dan panas, sekalipun untuk se¬saat aku dapat membohonginya, bukan berarti bisa membohonginya terus menerus, bagaimanakah selanjutnya?"
Seperti sudah mempunyai rencana tertentu, Tiang pek lojin segera berkata :
"Sekarang Eng ji sedang berada dalam perjalanan menuju bukit Huan keng san padahal jarak dari sini ke tempat itu tidak dekat, menanti dia tidak berhasil menemukan jejak Pembenci raja akhirat dan kembali kesini, paling tidak hal itu akan terjadi dua bulan kemudian. Nah, selama ini kita bisa pergunakan kesempatan yang ada untuk berusaha menyembuhkan penyakit dari Leng ji disamping mencari akal lain yang jauh lebih baik. Kemudian mengutus orang pula untuk mencari seseorang yang berwajah mirip dengan Leng ji untuk menggantikan kedudukan Leng ji dan menipunya sekali lagi."
"Suadara cilikku adalah seseorang pemuda yang amat cerdas, aku rasa bukan suatu pekerjaan yaag gampang untuk membohonginya. Apalagi untuk mencari seseorang yang berwajah kembar bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang."
"Apa susahnya? Asal kita berhasil menemukan seseorang yang berwajah agak mirip saja, aku sudah mempunyai akal untuk membohongi dirinya."
"Boanpwe siap mendengarkan semua keterangan dari cianpwe," ucap pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po kemudian.
"Asal kita bisa menemukan seseorang yang mirip, maka kita bisa saja mengatakan kalau Leng ji telah meloloskan diri dari ancaman maut dan menembusi soal keduniawian sehingga diputuskan ia hendak mencukur rambut menjadi pendeta, setelah mengenakan dandanan yang berbeda bisa dipastikan sulit buatnya untuk menemukan perbedaan tersebut. Di samping itu, kitapun bisa menggunakan alasan ini guna menjauhkan anak Leng dari Eng ji, agar Eng ji hanya bisa memandangnya dari kejauhan saja, bukankah cara ini manjur sekali?" "Tapi dengan terjadinya peristiwa ini, entah sampai dimanakah rasa sedih saudara cilikku itu?" seru Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po dengan wajah iba.
"Yaa, kita sedang menghadapi suatu masalah yang amat pelik, asal Eng ji mengetahui kalau Leng ji masih hidup, dia tak akan mencari kematian untuk diri sendiri dan inilah pekerjaan yang harus kita lakukan sekarang."
Walaupun Tiang pek lojin dapat berkata demikian tapi sampai akhirnya dia sendiripun tak dapat menahan emosinya sehingga suasana menjadi sesenggukan.
Thi Eng khi melakukan perjalanan cepat menuju kekota Yap sian setelah menjual sebutir mutiara dia membeli seekor kuda jempolan, dengan kecepatan paling tinggi melanjutkan kembali perjalanannya. Menanti kudanya sudah tak sanggup menahan diri untuk berlari lebih jauh, dia membeli seekor kuda baru untuk menyambung kembali perjalanannya.
Begitulah seterusnya, secara beruntun dia telah membeli puluhan ekor kuda, sementara dia sendiripun sudah tiba di Se te si¬an dalam keresidenan Sam siang. Pada waktu itu kudanya benar benar sudah kehabisan tenaga dan tak sanggup melanjutkan perjalanan lagi.
Se te sian merupakan suatu tempat pemberhentian yang cukup besar, manusia yang berlalu lalang disitu cukup ramai.
Dengan uang sebesar lima puluh tahil perak Thi Eng khi kembali membeli seekor kuda berbulu serba hitam yang cuma berwarna putih pada keempat kakinya. Sepintas lalu kuda hitam itu kelihatan gagah sekali, meski demikian harganya tidak sampai mencapai lima puluh tahil, tapi penjual kuda itu selain menawarkan dengan harga murah, lagi pula setelah menerima uang segera melarikan diri, seakan akan kuatir kalau Thi Eng khi sampai merasa menyesal.
Thi Eng khi hanya berpikiran bisa cepat melanjutkan perjalanan, meski diapun merasakan keanehan dari penjual kuda itu, namun dia beranggapan mungkin kudanya kelewat binal dan sukar ditunggangi, maka penjual kuda itu keburu merat.
Thi Eng khi dengan kepandaian silatnya yang luar biasa tentu saja tidak kuatir gagal menundukkan seekor kuda binal maka diapun tidak begitu menaruh perhatian. Sambil meningkatkan kewaspadaannya, dengan cepat dia melompat naik keatas punggung kuda itu.
Ternyata kuda berbulu hitam itu cukup jinak, sama sekali tidak melakukan perlawanan apa-apa. Maka Thi Eng khi pun lantas menganggap kuda itu sudah cocok dengannya maka menganggap dia sebagai majikannya dan sama sekali tidak melakukan perlawanan.
Berpendapat demikian, sikapnya terhadap kuda itupun bertambah simpatik, dengan perasaan yang lega dia membedal kudanya cepat- cepat. Dalam sekejap mata puluhan li sudah dilewatkan tanpa terasa. Kuda berbulu hitam ini memang seekor kuda yang jempolan, langkah kakinya lebar lebar dan larinya amat stabil, memang tak malu disebut seekor kuda jempolan.
Thi Eng khi sangat menguatirkan perubahan penyakit yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng, maka dia melakukan perjalanan dengan kecepatan tinggi, sekarang setelah memperoleh kuda jempolan tersebut, sudah barang tentu dia merasa girang se¬kali.
Dalam waktu singkat, puluhan li kembali sudah dilewati, mendadak berkumandang suara pekikan nyaring, berkumandang datang dari balik sebuah lembah bukit. Ketika mendengar pekikan tersebut, kuda berbulu hitam itu segera menggerakkan telinganya sambil balas berpekik panjang, kemudian dengan kecepatan tinggi binatang tersebut berlarian menuju kearah mana berasalnya pekikan nyaring tadi.
"Berhenti!" Thi Eng khi segera membentak keras. Sambil membentak dia menggerakkan ta¬li lesnya untuk membawa kuda berbulu hi¬tam itu menuju kearah lain. Tapi kali ini kuda tersebut tidak menuruti perkataannya lagi, walaupun tali lesnya sudah digerakkan berulang kali, kuda itu masih berlarian dengan kencangnya me¬nuju ke arah mana berasalnya suara pekikan tadi.
Thi Eng khi berusaha beberapa kali la¬gi, ketika usahanya itu belum mendatangkan hasil juga, akhirnya dengan perasaan apa boleh buat terpaksa dia membiarkan bina¬tang tersebut melarikan dirinya menuju ke¬arah suara pekikan tadi. Dengan mengendornya tarikan tali les kuda berbulu hitam itu lari semakin kencang lagi, dalam waktu singkat dia telah memasuki lembah bukit tersebut.
Dalam lembah itu penuh dengan tumbuhan pohon bambu, suasana amat hijau dan rindang. Setelah melewati hutan bambu, sampailah mereka didepan sebuah air terjun yang berpemandangan alam sangat indah. Air itu dimuntahkan lewat sebuah celah jurang yang amat dalam dan memancar kedalam sebuah telaga yang luas, oleh karena pancaran air terjun tersebut sangat kuat membuat gulungan ombak amat meninggi dan butiran air memercik sampai dimana-mana.
Disamping kiri telaga besar itu terdapat sebuah bangunan rumah berloteng yang megah, bangunan tersebut dibangun menghadap ke arah telaga sehingga tampak mungil dan menarik hati.
Kuda berbulu hitam itu sama sekali tidak mengurangi kecepatan larinya, dengan cepat binatang tadi lari menuju ke depan bangunan berloteng itu dan berhenti, sejak itu binatang tadi tidak bergerak lagi.
Jelas kuda ini mengerti akan inti sari ilmu silat tingkat tinggi, sebab gaya yang ditunjukkan kuda itu sekarang merupakan gerakan Teng im lik ki (berhenti diawan berdiri tegak) dari suatu ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi.
"Aaaai. !" Thi Eng khi segera berseru tertahan wajahnya segera
menunjukkan perasaan kaget bercampur tercengang.
Belum lagi dia melompat turun dari kudanya, mendadak dari balik jendela bangunan rumah berloteng itu sudah melayang turun sesosok bayangan manusia berbaju putih, dia adalah seorang sastrawan yang amat tampan sekali.
Begitu melayang turun dihadapan kuda tersebut, tegurnya sambil tertawa :
"Siauseng memang kurang sopan sehingga tiba tiba saja menganggu perjalanan Thi ciangbujin!"
Thi Eng khi ketika itu hanya rnemikirkan tentang keselamatan dari Pek leng siancu So Bwe leng belaka, ia tidak berniat turun dari kudanya. Maka sambil menjura dari atas punggung kudanya, dia berkata :
"Saudara mengundang aku datang kemari, tolong tanya ada urusan apakah yang hendak disampaikan?"
Sastrawan berbaju putih itu segera tertawa ramah, ujarnya : "Siaute she Seng bernama Tiok sian, sudah lama mengagumi
kegagahan saudara Thi bersediakah saudara Thi bersahabat dengan diriku ?"
Sejak berjumpa dengan Seng Tiok sian, Thi Eng khi sudah mempunyai kesan yang mendalam terhadap orang ini, tapi lantaran kuatir kalau perbincangan mereka akan menunda perjalanannya, terpaksa ia menjura kembali dari atas kudanya sambil berkata:
"Saudara Seng adalah seorang yang gagah siaute kuatir tak sanggup untuk menerima uluran tanganmu itu?"
Seng Tiok sian segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh… haaahhh.... haahhh…. saudara Thi kalau toh kau bersedia memberi muka kepada siaute, mengapa tidak turun dari kudamu dan beristirahat sebentar dalam ruangan agar kita bisa berbincang bincang semalam suntuk."
Thi Eng-khi segera tertawa getir.
"Maaf, kebetulan siaute ada urusan penting yang harus segera diselesaikan sehingga tak mungkin bisa berdiam kelewat lama di sini, bagaimana kalau perbincangan ini kita tunda sampai di kemudian hari saja?"
Sambil berkata dia lantas menggerakkan tali les kudanya siap berlari dari situ. Tapi aneh sekali, bagaimanapun Thi Eng khi berusaha untuk menggerakkan tali les kudanya, ternyata kuda berbulu hitam itu hanya meringkik belaka tanpa bergerak da¬ri tempat semula.
Seng Tiok-sian segera menepuk-nepuk kepala kuda berbulu hitam itu seraya berkata :
"Meh-ji, hantarlah saudara Thi ke belakang, kemudian kau baru balik kembali!"
Thi Eng khi yang mendengar perkataan itu jadi tertegun, sambil berseru tertahan dia segera melompat turun dari atas punggung kuda berbulu hitam itu. Setelah melompat turun dari kuda tersebut, Thi Eng khi baru berkata agak gugup :
"Ooh rupanya kuda jempolan ini adalah kuda milik saudara
Seng. ?"
Seng Tiok sian segera manggut manggut.
"Yaa, berhubung siaute kuatir saudara Thi enggan datang kernari, maka kugunakan sedikit akal untuk mengundangmu kemari, harap kau bersedia tinggal disini!"
Pada mulanya Thi Eng khi mengira dirinya sudah membeli seekor kuda jempolan, siapa tahu kuda tersebut sudah ada pemiliknya, kehilangan kuda adalah soal kecil, menelantarkan persoalan baru merupakan masalah yang besar. Maka setelah memandang sekejap ke arah kuda berbulu hitam itu dengan pandangan berat hati, tiba tiba dia membusungkan dadanya dan berseru lagi :
"Baiklah, kalau toh begitu, harap saudara Seng bersedia untuk menerima kembali kudamu itu, siaute ingin mohon diri lebih dulu."
Dia lantas membalikkan badannya siap berlalu dari situ. Seng Tiok sian segera melayang ke depan menghadang jalan pergi dari Thi Eng khi, katanya : "Saudara Thi, jika kau tidak bersedia berbincang bincang dengan siaute, harap kau suka mengutarakan kesulitan hatimu, siaute bersedia untuk membantumu dengan sepenuh tenaga."
Walaupun Thi Eng khi merasa Seng Tiok sian adalah seorang yang gagah tentu saja dia tak menyangka kalau orang itu merupakan seorang ahli waris dari seorang tabib kenamaan dalam dunia persilatan.
Sambil bermuram durja dan tertawa getir, sahutnya cepat : "Siaute ada urusun penting hendak pergi ke bukit Huan keng san
untuk mencari seorang locianpwe!"
Ketika Seng Tiok sian menyaksikan Thi Eng khi tak mau berbicara terus terang, diapun tidak banyak bertanya lagi, sambil memanggil kuda berbulu hitamnya dia lantas berkata:
"Bila saudara Thi tidak keberatan, bagaimana kalau kau gunakan kudaku untuk melanjutkan perjalanan?"
Melihat maksud baik orang, Thi Eng khi pun tidak menampik lagi, dengan cepat dia melompat naik ke atas punggung kuda berbulu hitam itu seraya ujarnya :
"Terima kasih banyak atas maksud baik saudara Seng, bila urusan telah selesai nanti, siaute pasti akan berkunjung kembali ke sini sambil menyampaikan rasa terima kasihku."
Dengan cepat dia mencemplak kuda itu dan kabur meninggalkan tempat tersebut. Seng Tiok sian hanya memandang bayangan punggung Thi Eng khi yang menjauh dengan termangu mangu, lama kemudian dia baru menghela napas panjang dan balik ke dalam rumahnya.
Sementara itu Thi Eng khi telah membedal kudanya secepat hembusan angin, dalam waktu singkat dia telah keluar dari lembah itu menuju ke jalan raya. Sebelum hari menjadi gelap sorenya, dia telah tiba di Lu si. Thi Eng khi kuatir kudanya yang lari kelewat cepat akan mengejutkan orang orang yang hendak masuk ke dalam kota maka diapun melambankan lari kudanya sambil memasuki kota. Ketika baru sampai puluhan kaki didepan pintu kota mendadak ia saksikan ada dua orang manusia sedang berlarian keluar dari balik kota tersebut. Thi Eng khi buru buru menjalankan kudanya menyingkir ke samping, dengan kecepatan tinggi kedua sosok bayangan manusia itu segera berkelebat lewat dari sisinya. Menanti kedua sosok bayangan manusia itu sudah lewat berapa saat lamanya, Thi Eng Khi batu teringat akan sesuatu, dia segera berseru tertahan.
"Aaai…. Bukannya orang yang lari di depan seperti dikejar orang itu adalah Ban li tui hong Cu tayhiap? Yaa, sudah pasti dia "
Menyusul kemudian dengan suara kaget dia lantas berteriak dengan suara dalam :
"Sekarang dia dikejar kejar orang, aku tak dapat berpeluk tangan belaka."
Dengan cepat dia membalikkan kudanya dan mengejar dari belakang.
Ban li tui hong (Selaksa li pengejar angin) Cu Ngo merupakan orang persilatan pertama yang dijumpai Thi Eng khi, demi keselamatannya pihak Thian liong pay juga telah menghadiahkan sebutir pit Toh mia kim wan yang merupakan mestika dari perguruan naga langit itu untuknya, itulah sebabnya Thi Eng khi mempunyai kesan yang mendalam sekali terhadap orang itu.
Justru karena timbulnya suatu perasaan yang tak terlukiskan dengan kata kata didalam hatinya maka diapun segera menyusul dari belakang dengan perasaan kuatir. Dari kejauhan sana, dia saksikan sesosok bayangan manusia kembali menampakkan diri dari sisi jalan untuk menghadang jalan pergi dari Ban li tui hong Cu Ngo.
Tergerak hati Thi Eng khi setelah menyaksikan kejadian itu, dia ingin mencari tahu lebih dulu apa gerangan yang telah terjadi diantara beberapa orang itu. Dengan suatu gerakan yang ringan dia lantas melayang turun dari kudanya dan pelan pelan berjalan mendekat. Sementara itu rembulan telah rnuncul diangkasa dan memancarkan sinarnya yang keperak perakan diatas wajah ketiga orang itu, sehingga raut wajah maupun potongan badan mereka dapat terlihat jelas.
Tak salah lagi, orang yang terkurung itu memang tak lain adalah Ban li tui hong Cu Ngo. Sedangkan dua orang lainnya adalah kakek berusia lima puluh tahunan, yang seorang bersenjatakan sebuah senjata aneh, sedangkan yang lain membawa sebilah pedang panjang.
Tampak sikakek yang bersenjatakan aneh itu berkata dengan suara dalam :
"Orang menyebut Ban li tui hong Cu Ngo sebagai seorang lelaki sejati dalam dunia persilatan, dimasa lalu lohu percaya seratus persen dengan perkataan itu, tapi sekarang apa yang bisa kau katakan lagi? Hayo jawab!"
Tampaknya Ban li tui hong Cu Ngo seperti merasa amat panik, dia mundur selangkah seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi kemudian niat tersebut diurungkan kembali, dengan mulut membungkam dalam seribu bahasa dia berdiri tak berkutik ditempat semula :
"Cu Ngo, kami tak akan banyak berbicara lagi, aku harap kau mempertimbangkan dirimu sendiri dan berikanlah suatu pertanggung jawaban kepada kami!"
Didesak secara begini, terpaksa Ban li tui hong Cu Ngo baru buka suara, dia menghela napas panjang, lalu ujarnya :
"Yan ciangbunjin, Pi tayhiap, asal kalian berdua suka bermurah hati dengan melepaskan diriku dikemudian hari aku pasti tak akan membuat kalian berdua menjadi kecewa, tapi dewasa ini aku benar benar mempunyai kesulitan yang tak bisa dielakkan lagi, sulit bagiku untuk menerangkan kesemua itu kepada kalian."
Yan ciangbunjin tak lain adalah si kakek yang bersenjatakan aneh itu sambil menahan marahnya dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak amat nyaring. ''Haaahhhh.... haaaahhh... haaaahhhh... hari ini saja kau sudah tidak memandang sebelah matapun terhadap aku orang she Yan, apalagi dikemudian hari, siapa yang akan mempercayai dirimu? Bila kau tidak menerangkan hal yang sebenarnya, jangan salahkan kalau aku Yan Ceng wi tak akan berbuat sungkan sungkan lagi."
Sam siang kiam kek (jago pedang dari sam siang) Pi Kiat atau si kakek bersenjata pedang itu turut membentak pula :
"Cu Ngo, dalam sepasang mata aku orang she Pi telah kemasukan pasir, kau anggap kami benar benar tidak mengetahui latar belakangmu itu?"
Ban li tui hong Cu Ngo benar benar terdesak sehingga tak marnpu berkata apa-apa lagi. Melihat lawannya membungkam, Sam siang kiam kek Pi Kiat segera menuding kearah ujung hidung Ban li tui hong Cu Ngo sambil mencaci maki kalang kabut :
"Semenjak kapan kau menjadi kaki tangannya pihak Ban seng kiong? Rencana keji apakah yang kau bawa dengan kehadiranmu dikota Seng ciu ini?"
"Jika kau tahu diri, cepat utarakan semua rencanamu itu dengan sejelas-jelasnya, hari ini pun kami berjanji tak akan menyusahkan dirimu."
Thi Eng khi yang mendengarkan pembicaraan itu menjadi kaget bercampur tercengang, sebab dia tahu Ban li tui hong Cu Ngo hampir saja tewas di tangan Huan im sin ang dimasa lalu, kalau dibilang dia bergabung dengan pihak Ban seng kiong sekarang, kejadian ini benar-benar membuatnya tidak percaya.
Tampaknya rahasia hati Ban li tui hong Cu Ngo tersentuh, sehingga diapun turut naik darah, dengan cepat suaranya berubah makin ketus dan kasar, katanya :
"Aku tak bisa berkata apa-apa lagi jika kalian berdua mempunyai suatu kemampuan, akan kusambut semuanya dengan lapang dada!"
Seraya berkata, dia lantas mengeluarkan sepasang senjatanya dan bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Sam siang kiam kek Pi Kiat benar-benar amat gusar, sambil tertawa keras teriaknya :
"Bagus! Bagus sekali, biar aku Pi Kiat yang mencoba dahulu kelihayan ilmu silat Cu tayhiap!"
"Nguuunnng.!" diiringi desingan angin tajam, pedang ditangan Sam siang kiam kek Pi Kiat menyambar ke muka dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, kekuatannya amat lihay, jelas dia mempunyai kesempurnaan yang menyakinkan didalarn permainan ilmu pedangnya.
Ban li tui hong Cu Ngo merasa terkejut sekali, dengan perasaan bergetar keras dia menarik napas panjang-panjang, senjatanya segera di putar dengan jurus Tay lian wang gwat (mengungkap tirai menengok rembulan) balas menggulung ke atas.
Sam siang kiam kek Pi Kiat segera tertawa dingin. "Sambutlah sebuah seranganku ini!" serunya.
Pedangnya dengan membawa desingan angin tajam, dengan taktik menotok, mencukil dan menusuk tiga macam perubahan se¬gera meneter musuhnya habis-habisan. Kesempurnaan tenaga dalam yang menya¬kinkan ditambah dengan kelincahan gerakan tubuhnya membuat serangan tersebut berlipat ganda kehebatannya.
Keistimewaan dari kepandaian yang dimiliki Ban li tui hong Cu Ngo adalah ilmu meringankan tubuh, kalau berbicara tentang kepandaian silat yang sebenarnya dimiliki, dia masih kalah setingkat kalau dibandingkan dengan kemampuan dari Sam siang kiam kek Pi Kiat.
Tanpa terasa perasaannya menjadi tercekat, serangan tersebut tidak berani disambut dengan kekerasan, sambil membalikkan tubuhnya dengan gaya Hwee hong wu liu (pusaran angin menarikan daun) dia meloloskan diri dari ancaman pedang itu sambil mundur sejauh lima langkah. Sam siang kiam kek Pi Kiat sama sekali tidak memberi kesempatan kepada musuhnya untuk menghindar, berikut pedangnya berputar kencang lalu diiringi desingan angin serangan yang memekikkan telinga,dia mengurung seluruh tubuh Ban li tui hong Cu Ngo.
Kedahsyatan dari serangan itu pada hakekatnya benar benar mengerikan sekali. Dalam keadaan seperti ini, terpaksa Ban li tui hong Cu Ngo harus memberikan perlawanan dengan sekuat tenaga, sepasang kaitan bajanya dengan menciptakan selapis cahaya tajam langsung menyongsong datangnya ancaman lawan, sekaligus dia sambut kelima jurus serangan tanpa gentar.
Walaupun dalam soal tenaga dalam Ban li tui hong Cu Ngo masih belum sanggup untuk menandingi Sam siang kiam kek Pi Kiat, namun ilmu gerakan tubuhnya yang sempurna telah menutupi kelemahannya disektor tenaga dalam, itulan sebabnya untuk sementara waktu dia masih mampu untuk menghadapi serangan serangan gencar dari lawannya.
Begitu berpisah tubuh kedua orang itu saling menubruk maju lagi, dalam waktu singkat kedua puluh jurus sudah lewat tanpa terasa. Begitu pertarungan berlangsung agak lama akhirnya toh Ban li tui hong Cu Ngo kena terdesak juga sehingga kalang kabut sendiri, langkahnya makin lamban dan gerakan tubuhnya semakin kaku.
Sekarang dia mulai sadar, bila keadaan seperti ini dilangsungkan lebih jauh, maka sulit baginya untuk bertahan sebanyak sepuluh gebrakkan lagi. Tampaklah cahaya pedang yang memancar keluar dari permainan Sam siang kiam kek Pi Kiat makin lama semakin memancar keempat penjuru, diiringi berkumandangnya suara pekikan nyaring, terdengar jagoan tersebut membentak keras :
"Lepas tangan!"
"Traang. !" benturan nyaring berkumandang memecah
keheningan, ditengah kegelapan malam tampak dua titik cahaya berkilauan diangkasa, tahu tahu senjata kaitan pendek milik Ban li tui hong Cu Ngo sudah tergetar lepas dari cekalannya. Dengan suatu gerakan cepat Ban li tui hong Cu Ngo melayang mundur sejauh satu kaki, akan tetapi dia belum berhasil juga meloloskan diri dari ancaman ujung pedang Sam siang kiam kek Pi Kiat yang telah menempel diatas dadanya itu.
Untuk sesaat suasana menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun, namun suasananya justru jauh lebih tegang.
Dengan suara menggeledek, Sam siang kiam kek Pi Kiat, membentaknya nyaring :
"Cu Ngo, apa yang kau hendak katakan lagi?"
Ban li tui hong Cu Ngo segera memejamkan matanya rapat-rapat, jawabnya tenang :
"Aku akan menanti kematianku!"
Jawaban ini sangat menggusarkan Sam siang kiam kek Pi Kiat, dia mendengus dingin, lalu serunya :
"Kau anggap lohu tidak berani membunuh orang?"
Pedangnya digetarkan kedepan dan "Breeet!" pakaian bagian
dada yang dikenakan Ban li tui hong Cu Ngo segera tersambar robek sepanjang lima inci lebih, di antara lekukan dada yang kekar tampak ujung pedang tersebut sudah mengancam diatas dadanya, asal senjata mana digerakan lebih ke muka, niscaya kulit dada yang kekar tersebut akan terobek dan berdarah.
Yan Ceng wi segera maju ke depan dan menangkis senjata pedang Sam siang kiam kek Pi Kiat dengan senjata swastikanya, ia berseru :
"Saudara Pi, harap ampuni selembar jiwanya, mungkin saja Cu tayhiap memang benar-benar mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan kepada orang lain, lebih baik kita lepaskan dirinya saja."
Jelas dia membatalkan niatnya semula karena menyaksikan kegagahan Ban li tui hong Cu Ngo yang tidak gentar menghadapi ancaman bahaya maut. Sam siang kiam kek Pi kiat segera menarik kembali senjatanya, kemudian berkata :
"Baiklah, hari ini kuampuni selembar jiwamu, semoga saja kau bisa tahu diri dan jangan membantu kaum penjahat untuk berbuat kekejian lagi. " Ban li tui hong Cu Ngo berdiri dengan wajah amat sedih, tanpa menggubris senjata kaitan pendeknya yang terlepas dari cekalan lagi, dia segera menjejakkan sepasang kakinya ke tanah dan meluncur sejauh tiga kaki dari tempat semula.
"Cu tayhiap tunggu sebentar!"
Thi Eng khi segera menampakkan diri dan mengha¬dang jalan perginya Ban li tui hong Cu Ngo tentu saja tak akan menyangka kalau orang yang akan munculkan diri dan menghadang jalan perginya adalah Thi Eng khi, dalam gusarnya dia segera membentak keras :
"Mau apa kau?"
Sepasang telapak tangannya segera didorong kemuka melepaskan sebuah pukulan dahsyat. Dengan cepat Thi Eng khi menyambut sebuah serangan dari Ban li tui hong Cu Ngo kemudian katanya :
"Cu tayhiap jangan salah paham, aku adalah Thi Eng khi."
Dengan cepat Ban li tui hong Cu Ngo mundur sejauh tiga langkah, dengan wajah kebingungan dan ragu dia berseru kemudian
:
"Saudara Thi, kau?"
Sementara mereka sedang bertanya jawab, Yan ciangbunjin dan Sam siang kiam kek Pi Kiat telah berjalan mendekat. Kedua orang itu segera memperhatikan Thi Eng khi sekejap kemudian dengan penuh kewaspadaan berjalan makin mendekat. Sam siang kiam kek Pi Kiat telah menganggap pemuda itu sebagai komplotan dari Ban li tui hong Cu Ngo, dengan suara dingin dia segera menegur.
"Siapakah kau?"
Melihat kedua orang itupun menaruh kesalahan paham pada dirinya, Thi Eng khi tertegun dan tak tahu bagaimana harus menjawab. Ban li tui hong Cu Ngo yang sikapnya sama sekali telah berubah, buru buru memperkenalkan : "Dia adalah Thi ciangbunjin dari partai Thian liong pay!"
Yan ciangbunjin Yan Ceng wi dan Sam siang kiam kek Pi kiat sama sama tertegun pula, kemudian katanya :
"Oooh rupanya Thi ciangbunjin!"
Perlu diketahui, semenjak pertemuan para jago dibukit Siong san, walaupun Thi Eng khi tidak mendemonstrasikan kepandaian silatnya dalam pertemuan itu namun kegagahannya yang luar biasa telah tersiar luas sampai diseluruh dunia persilatan. Betul waktu itu kepercayaan orang kepadanya berkurang separuh akibat hasutan dari Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, tapi Yan Ceng wi dan Sam Siang kiam kek Pi kiat tetap mengagumi dirinya.
Sekali lagi Thi Eng khi memberi hormat kepada kedua orang itu, kemudian dengan wajah serius dia baru berkata kepada Ban li tui hong Cu Ngo :
"Cu tayhiap, bila kau bersedia memberi muka kepadaku, harap jawablah pertanyaan dari Yan tayhiap dan Pi tayhiap tadi!"
Thi Eng khi mempunyai kesan yang sangat baik terhadap Ban li tui hong Cu Ngo maka dia tak ingin rekannya ini dicurigai orang, maka diputuskan akan menerangkan semua persoalan sampai jelas. Berada dihadapan Thi Eng khi, ternyata Ban li tui hong Cu Ngo telah berubah semua sikapnya tadi, tanpa banyak alasan dia segera menyanggupi permintaan orang.
Sam siang kiam kek Pi kiat dan Yan Ceng wi segera saling berpandangan sekejap setelah menyaksikan kejadian itu, mereka sama sekali tidak menyangka kalau Ban li tui hong Cu Ngo bisa bersikap begitu hormat kepada Thi Eng khi. Oleh karena itulah, merekapun lantas mempunyai pandangan yang lain pula terhadap Thi Eng khi.
Mereka berdua lantas menawarkan kepada Thi Eng khi dan Ban li tui hong Cu Ngo untuk berbincang bincang didalam kota raja. Thi Eng khi sendiri memang ada minat untuk bermalam di kota Lu si, tentu saja dia tidak menampikkan tawaran tersebut. Sebaliknya Ban li tui hong Cu Ngo segera berkerut kening seraya berkata : "Dalam kota banyak orang dan kurang leluasa untuk berbincang bincang, menurut pendapatku lebih baik kita mencari suatu tempat disekitar tempat ini saja untuk berbicara."
Ketika Sam siang kiam kek Pi Kiat menyaksikan Ban li tui hong Cu Ngo berbicara dengan amat serius, dia lantas menduga kalau apa yang hendak dibicarakan orang she Cu itu adalah suatu masalah yang maha penting dan tak ingin diketahui orang lain. Maka setelah berpikir sebentar katanya :
"Aku mempunyai suatu tempat yang cukup rahasia letaknya harap kalian suka mengikuti diriku."
Thi Eng khi segera menuntun datang kuda berbulu hitamnya, ketika Sam siang kiam kek dan Yan ciangbunjin menjumpai Meh liong kou atau kuda naga hitam itu, diatas wajah mereka segera terlintas suatu perubahan yang sangat aneh, tapi mereka tidak berbicara apa apa lebih jauh.
Begitulah, dipimpin oleh Sam siang kiam kek Pi Kiat, berangkatlah mereka menembusi sebuah hutan memasuki sebuah lembah dan setelah berbelok kesana kemari akhirnya tiba didepan sebuah gua.
Sam Siang Kiam kek Pi Kiat segera menggerakkan tangannya meraba dinding gua itu mendadak diiringi suara nyaring muncul sebuah pintu gua yang lebar.
Semua orang berikut kuda segera melangkah masuk kedalam gua tersebut, begitu mereka tiba dalam ruangan, pintu gua itupun menutup kembali secara otomatis. Yang lebih mengagumkan adalah suasana dalam ruangan yang terang benderang. Sambil membawa sebuah lentera Sam siang kiam kek Pi Kiat mengajak mereka menelusuri sebuah lorong yang panjang dan mema¬suki sebuah ruang batu yang mirip sekali dengan sebuah kamar baca.
Sam siang kiam kek Pi Kiat segera mempersilahkan semua orang duduk, kemudian sambil tertawa katanya :
"Tempat ini merupakan tempat siaute untuk menghindarkan diri dari keramaian bila Cu tayhiap ingin mengucapkan sesuatu, katakan saja berterus terang, kujamin tak akan sampai bocor keluar!" Menyusul kemudian penuturan dari Ban li tui hong Cu Ngo membuat semua orang menjadi tertegun.