Jilid 03
Begitulah, sambil menghalangi jalan pergi Thi Eng khi, ujarnya : “Perkampungan Ki hian san ceng adalah tempat berkumpulnya
orang-orang kenamaan dalam dunia persilatan, sekalipun Thi ciangbunjin adalah seorang ketua dari Thian liong pay, namun perkampungan kami pun tidak ingin merusak kewibawaan kami sehingga dijadikan bahan gurauan orang dikemudian hari, maaf, jalan disini tidak tembus, silahkan pulang saja ke rumah!”
Demi menjunjung nama baik perguruan Thian liong pay setelah berada dalam keadaan begini tiada pilihan lain baginya kecuali bertahan terus. Dengan wajah serius katanya kemudian :
“Sangkoan sauhiap! Benarkah kau tidak memperkenakan aku untuk masuk kedalam?”
Sambil berkata dengan langkah lebar dia melanjutkannya maju ke depan.
Sangkoan Beng segera menarik sikap cengar-cengirnya, dengan wajah serius katanya pula :
“Kalau toh Thi ciangbunjin begitu tak tahu diri, terpaksa aku harus membuat dosa kepadamu!”
Seraya berkata, dengan jurus liu soat hong san (awan mengalir menyelimuti bukit) dia menciptakan selapis bayangan telapak tangan yang rapat untuk menyerang tubuh bagian atas Thi Eng khi.
Jurusan serangan tersebut merupakan jurus yang sangat tangguh dari ilmu pukulan kilat Huan im hu yu cap pwe kuay jiu yang paling diandalkan perkampungan Ki hian san ceng. Sangkoan Beng agak keder oleh nama besar ketua Thian liong pay, kuatir perbuatannya akan menurunkan gengsi perkampungan Ki hian san ceng dimata umum, maka begitu turun tangan dia lantas menyerang dengan menggunakan jurus serangan yang paling tangguh.
Sungguh kasihan Thi Eng khi yang memiliki tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sin kang yang sempurna itu, didalam menghadapi serangan lawan, dia hanya memiliki tiga jurus ilmu pukulan Thian liong ciang hoat, tiga jurus ilmu jari Thian liong ci hoat, tiga jurus ilmu pedang Thian liong kiam hoat dan tiga jurus ilmu pukulan Thian liong kun hoat yang diwariskan Thian liong su siang kepadanya.
Sekalipun tiga kali empat dua belas jurus ilmu sakti dari partai Thian liong pay, yang dimilikinya itu merupakan inti kekuatan dari ilmu aliran Thian liong pay akan tetapi dengan kematangan yang terbatas itu secara otomatis kekuatan yang terpancar keluar dari serangan itupun sangat terbatas sekali.
Dengan perkataan lain, seandainya dia yang membuka serangan lebih dulu, baik dalam ilmu telapak tangan, ilmu jari, ilmu pedang maupun ilmu pukulan dalam waktu singkat dia bisa lepaskan serangan yang maha dahsyat ibaratnya kehebatan Thia Kau kim.
Tapi jika musuh menyerang duluan maka kedua belas jurus ilmu sakti yang dimilikinya itu akan berubah menjadi satu jurus, jurus serangan yang sama sekali tak ada faedahnya.
Sebab jurus–jurus serangan itu dipelajarinya secara mendesak, apalagi tiada berpengalaman dalam menghadapi pertarungan, otomatis dia tak bisa melakukannya dengan matang.
Dalam pada itu, Sangkoan Beng telah memandang terlampau tinggi akan kehebatan musuhnya, begitu turun tangan dia lantas menyerang dengan jurus perguruannya yang paling hebat, bagaimana mungkin ia mampu untuk menghadapinya? Terasa bayangan telapak tangan menyelimuti seluruh angkasa dan menekan ke atas batok kepalanya, dengan gugup dia segera melompat mundur ke belakang.
Sangkoan Beng tertawa bangga, sambil menarik kembali serangannya ia tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh ....haaahhh .....haaahhh ternyata ilmu silat Thian
liong pay tak lebih Cuma begitu-begitu saja! Ciangbunjin mungkin terlalu awal bagimu untuk berkelana dalam dunia persilatan, silahkan! Silahkan! Kami tak akan mengantar lebih jauh lagi!”
Ucapan itu penuh dengan nada ejekan sindiran amat tak sedap untuk ditangkap dengan pendengaran.
Thi Eng khi segera merasakan darah panas dalam tubuhnya mendidih, tak terlukiskan kemarahan yang berkobar dalam dadanya, segera membentaknya keras-keras :
“Baik! Aku akan persilahkan kau untuk menyaksikan kelihayan dari ilmu silat Thian liong pay kami.”
Dengan menghimpun dua belas bagian tenaga dalamnya, dia mengangkat telapak tangannya keudara, kemudian dengan jurus Lak leng kay san (Lak teng membuka gunung) suatu jurus tangguh dalam Thian liong ciang hoat, dia lepaskan sebuah pukulan dahsayt kemuka.
Jurus pukulan Thian liong ciang hoat yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini sungguh luar biasa hebatnya, mau tak mau Sangkoan Beng harus berkelit juga tanpa berani menangkis atau menyambut secara keras lawan keras.
Secara beruntun Thi Eng khi melepaskan kembali serangan- serangannya dengan jurus Jit pay tiong thian (matahari di tengah angkasa dan Hun im ki gwat (memisah awan meraih rembulan).........
Sangkoan Beng terdesak hebat, dengan jantung berdebar karena kaget bercampur terkesiap buru-buru ia gunakan Giok yan sin hoat (ilmu gerakan tubuh burung walet kemala) untuk berkelit sambil menyelamatkan diri .....
Selewatnya tiga gebrakan, Thi Eng khi segera menghentikan serangannya dengan wajah serius dia berkata :
“Sauhiap, bagaimanakah pandanganmu terhadapan ilmu pukulan Thian liong ciang hoat?”
Padahal selewatnya tiga jurus serangan itu, dia tak sanggup untuk melanjutkan kembali serangannya, terpaksa ia harus menghentikannya sampai disana.
Tentu saja Sangkoan Beng tak menduga sampai ke situ, setelah menghindari ketiga jurus serangan berantai dari Thi Eng khi tadi, ia, sudah bermandi keringat karena kaget bercampur terkesiap, disangkanya Thi Eng khi benar-benar berilmu tinggi, untuk sesaatnya lamanya dia menjadi tertegun dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Sangkoan Gi kuatir keponakannya menderita kerugian, dengan cepat ia melompat kemuka seraya berseru :
“Thi ciangbunjin tenaga dalammu memang cukup sempurna, jelas keponakanku bukan tandingan, aku yang tak becus bersedia untuk memohon beberapa petunjuk darimu!”
Setelah mendapat pengalaman yang cukup pahit tadi, Thi Eng khi sadar jika musuh sampai menyerang lebih dulu, maka dia pasti akan dibikin keteter hebat dan kehilangan muka.
Maka dia sengaja tertawa nyaring, kemudian katanya :
“Kalau memang Sangkoan tayhiap punya minat untuk bermain- main, baiklah akan kupertunjukkan tiga jurus Thian liong ci hoat kami!”
Begitu selesai berkata dia lantas melepaskan tiga totokan berantai dengn jurus Ci thian hua tee (menuding langit mendayung bumi), Kui seng tiam goan (bintang kejora menotok pusat) serta Tiang cian ji im (panah panjang menembus awan). Sangkoan Gi adalah seorang jago kenamaan dalam dunia persilatan, pengalamannya luas dan pengetahuannya matang, ia segera merasakan betapa dahsyatnya ketiga jurus serangan Thian liong ci hoat tersebut, tentu saja ia merasa kuat untuk membendungnya.
Untung saja Thi Eng khi belum cukup berpengalaman, serangannya juga belum bisa digunakan secara matang, maka dari itu kendatipun ia merasa agak payah, toh masih sanggup membendungnya.
Ketika tiga jurus serangan jarinya sudah lewat tanpa menghasilkan apa-apa, terpaksa Thi Eng khi harus menarik kembali serangannya dengan perasaan kaget.
“Ternyata Sangkoan tayhiap betul-betul berilmu tinggi,” serunya “sebagaimana yang telah kukatakan lagi tadi, selewatnya tiga gebrakan, aku tak akan melancarkan serangan kembali.”
“Jika hanya menerima tanpa membalas itu namanya kurang sopan,” kata Sangkoan Gi, “akupun ingin sekali minta beberapa petunjuk dari Thi ciangbunjin!”
“Aduh celaka!” pekik Thi Eng khi setelah mendengar perkataan itu.
Tapi keadaan sudah meruncing ibaratnya anak panah sudah diatas busur, mau tak mau dengan keraskan kepala dia harus berkata :
“Aku ingin sekali cepat-cepat menghadiri pertemuan biar dilain waktu saja, aku akan minta petunjuk lagi dari Sangkoan tayhiap!”
Sangkoan Gi segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh ..... haaahhh...... haaahhh Thi ciangbunjin tak perlu
tergesa-gesa, partai anda tidak termasuk dalam undangan, jangan kuatir ketidakhadiranmu tak bakal sampai mempengaruhi situasi dalam dunia persilatan, menurut pendapatku, kesempatan baik semacam ini sukar ditemukan, kenapa kita musti menyia-nyiakan denga begitu saja?”
Berbicara sampai disitu, tanpa menunggu persetujuan dari Thi Eng khi lagi, dia berseru lebih jauh.
“Silahkan! Aku akan melancarkan serangan lebih dulu.”
Telapak tangannya segera diayunkan kemuka melepaskan sebuah pukulan dahsyat keatas lengan kiri Thi Eng khi.
Ketika dilihatnya suatu pertarungan sudah tak bisa dihindari lagi, terpaksa Thi Eng khi menyongsong serangan itu dengan jurus Ci thian hua tee (menunjuk langit mendayung bumi).
Sangkoan Gi tertawa ringan dari serangan pukulan dia merubah ancamannya menjadi serangan cengkaraman, lengannya diturunkan ke bawah diimbangi tekukan pinggang, dimana jari tangannya menyambar ”Breeeet!” Jubah panjang berwarna biru yang
dipakai Thi Eng khi sudah tersambar sehingga robek sebagian besar, sementara tubuhnya juga kena didesak mundur sejauh lima langkah lebih.
Sangkoan Gi tidak membiarkan musuhnya kabur begitu saja, berhasil dengan serangannya yang pertama dia mendesak lebih jauh, lagi-lagi sebuah pukulan menghajar diatas paha pemuda itu.
Untung saja Thi Eng khi cukup sadar kalau dalam jurus serangan ia masih kalah jauh dibandingkan dengan Sangkoan Gi maka hawa sakti Sian thian bu khek ji gi sin kang yang dimilikinya telah disalurkan untuk melindungi badan.
Selain itu, bagaimanapun juga Sangkoan Gi terhitung juga seorang anggota dari suatu perguruan kenamaan, betul ia berhasrat untuk merobohkan musuhnya tapi bukan berarti hendak melukainya maka ia tidak menggunakan segenap tenaga yang dia miliki.
Walaupun begitu serangan itu cukup membuat kuda-kuda Thi Eng khi menjadi tergempur dan secara beruntun mundur sejauh tiga langkah ke belakang dengan sempoyongan, untung saja ia tak sampai jatuh terduduk di tanah.
Dalam pada itu, Sangkoan Gi sendiripun merasa sangat terkejut setelah pukulannya mampir diatas paha Thi Eng khi, ia merasakan munculnya suatu tenaga pantulan maha dahsyat dari paha si anak muda itu yang membuat telapak tangannya bergetar keras dan kesemutan.
Sangkoan Gi cukup punya nama didalam dunia persilatan, kepandaian silat yang dimiliki tentu saja bukan sembarangan dan otomatis dia cukup mampu untuk menilai kemampuan orang.
Sekalipun serangan yang barusan dilancarkan berhasil mendesak mundur Thi Eng khi sejauh tiga langkah, sebaliknya dia malah tak berani memandang enteng si anak muda itu, dianggapnya pemuda itu masih kurang hapal dengan jurus serangan yang dimilikinya, maka dia agak rugi bila terjadi pertarungan, namun soal tenaga dalam sungguh merupakan seorang jagoan yang tangguh.
Segera timbullah keinginannya untuk beradu tenaga dalam dengan musuhnya itu.
Sambil mengacungkan jempolnya, dia berseru dengan lantang : “Thi ciangbunjin, sungguh amat sempurna tenaga dalammu,
bagaimana kalau kita saling beradu tenaga sebanyak tiga gebrakan?”
Ketika jubahnya kena tersambar sampai robek tadi, Thi Eng khi sudah merasa tak senang hati, apalagi sesudah dipaksa mundur sejauh tiga langkah, api amarahnya sudah makin berkobar, maka ketika mendengar tantangan tersebut, tanpa pikir panjang lagi dia menyahut dengan wajah sedingin es :
“Aku akan melayani keinginamu!”
Dengan cepat tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sin kang yang dimilikinya dihimpun mencapai dua belas bagian, ia sudah bertekad untuk beradu kekuatan dengan musuhnya itu. Sangkoan Gi mengawasi terus lawannya itu dengan seksama, ketika dilihatnya hawa sakti Thi Eng khi sudah terhimpun dan wajahnya berubah menjadi serius, ia semakin tak berani memandang enteng lawannya, buru-buru diapun menghimpun tenaga dalamnya mencapai dua belas bagian pula.
Tampaknya dua ekor harimau segera akan bertarung, sudah barang tentu akibatnya akan fatal sekali .....
Di saat yang amat kritis inilah, tiba-tiba dari luar pintu perkampungan berkumandang suara gelak tertawa yang amat nyaring.
Tjhi Eng khi segera berpaling, tampak tiga orang tosu sedang berjalan mendekat dengan langkah lebar, seorang berjalan dimuka sedang dua orang lainnya mengikuti dari belakang.
Tosu yang berjalan dipaling muka merupakan tosu berusia tujuh puluh tahunan, rambutnya telah beruban tapi wajahnya ramah dan lembut, dialah yang memperdengarkan gelak tertawa nyaring tadi.
Dua orang tosu yang mengikuti dibelakangnya itu telah berusia diatas enam puluh pedang antik tersoren dipunggung dengan gaya yang lembut, cukup memberikan kesan baik bagi siapapun yang melihatnya.
Thi Eng khi tidak kenal dengan ketiga orang tosu tapi setelah menjumpai sikap mereka yang anggun tapi ramah itu, serta merta dia membuyarkan tenaga dalamnya dan berdiri termenung disitu.
Sangkoan Gi tampak sangat terkejut, dengan wajah merah jengah buru-buru ia maju menyambut, katanya sambil memberi hormat :
“Boanpwe Sangkoan Gi menyongsong kedatangan dari locianpwe!”
Tosu tua yang berjalan dimuka itu tertawa ramah, sahutnya : “Sau sicu tak perlu banyak sungkan, rupanya kedatangan pinto
bukan pada saaatnya sehingga mengganggu kesenangan kalian!” Sementara berbicara, dengan sorot matanya yang tajam dia awasi wajah Thi Eng khi.
Mula-mula keningnya tampak berkerut, menyusul kemudian terlintas rasa kaget diwajahnya, dengan perasaan tercengang dia menegur :
“Sauhiap menggembol pedang sakti Thian liong pay kim kiam, tolong tanya apa hubunganmu dengan Thian liong pay? Bolehkah aku mengetahuinya?”
Sekalipun nada ucapannya lembut dan ramah, akan tetapi dibalik keramahan itu justru terkandung sesuatu kekuatan yang membuat orang tak dapat menampik permintaannya.
Dengan serius Thi Eng khi menjawab :
“Boan ”
Sebenarnya dia hendak menbahasai dirinya sebagai “boanpwe” tapi ketika teringat olehnya bahwa sebagai seorang ciangbunjin dari partai Thian liong pay, dia seharusnya mempunyai kedudukan pula dalam dunia persilatan maka segera mengurungkan niatnya itu, dia tak ingin akibat dari sebutan itu berakibat tercemarnya nama baik Thian liong pay.
Maka dia segera menjawab.
“Aku Thi Eng khi adalah ciangbunjin angkatan kesebelas dari Thian liong pay! Entah siapakah nama totiang? Apakah akupun boleh mengetahuinya ?”
Ketika tosu tua itu menyaksikan Thi Eng khi sama sekali tidak mengetahui gelarnya, meski ia merasa pengetahuan yang dimiliki ciangbunjin dari Thian liong pay ini terlalu cetek, namun ia tak sampai merasa gusar, sesudah tertawa hambar sahutnya.
“Pinto adalah Keng hian berasal dari Bu tong pay.” Kemudian sambil menuding kearah dua orang tosu pengiringnya dia melanjutkan.
“Kedua orang ini adalah sute pinto yang seorang bernama Keng ik sedangkan yang lain bernama Keng leng.”
Sekalipun Thi Eng khi belum memiliki pengalaman dalam dunia persilatan, bukan berarti Keng hian totiang itu ciangbunjin dari partai Bu tong paypun tidak dikenalinya, mendengar ucapan tersebut, dia menjadi amat terperanjat.
Buru-buru dia menjura, kemudian katanya :
“Aku masih muda dan cetek pengalaman didalam dunia persilatan, bila tidak mengenali akan kehadiran ciangbunjin dari Bu tong pay, harap kau suka memaafkan.”
Selain daripada itu dalam hati kecilnya juga segera timbul suatu perasaan, bagaimanapun juga dia sendiri adalah seorang ciangbunjin dari suatu perguruan dalam dunia persilatan, bila dibandingkan maka kedudukan mereka adalah berimbang dan tiada yang lebih tinggi dan tiada pula yang lebih rendah.
Akan tetapi sesudah menyaksikan sikap hormat pihak Ki hian san ceng terhadap Keng hian totiang kemudian dibandingkan dengan sikap sinis pihak lawan terhadap dirinya, segera timbul perasaan sedih dan malu dihati kecilnya.
Pikir punya pikir tanpa terasa ia menjadi melamun sendiri sehingga berdiri termangu.
Keng hian totiang sebagai seorang ciangbunjin dari Bu tong pay tentu saja memiliki pengalaman yang cukup luas, sesudah menyaksikan sikap-sikap Thi Eng khi macam orang yang kehilangan sukma itu, dengan cepat dia dapat memahami perasaan orang.
Maka sambil tersenyum segera ujarnya menukas lamunan dari sianak muda itu :
“Bolehkah aku tahu apa hubungan ciangbunjin dengan Keng thian giok cu Thi locianpwe?” “Dia adalah mendiang kakekku!” sahut Thi Eng khi dengan sikap yang hormat kembali.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Keng hian totiang, ciangbunjin dari Bu tong pay itu sambil menggenggam tangan sianak muda itu, katanya dengan gembira :
“Oooh ! Jadi Thi ciangbunjin adalah keturunannya, tak heran
kalau kegagahanmu jauh berbeda daripada manusia-manusia lainnya lagipula berbakat dan memiliki kecerdasan yang luar biasa ......
kemunculan ciangbunjin sungguh merupakan suatu keberuntungan bagi umata persilatannya pada umumnya!”
Oleh perkataan dari Bu tong cainagbunjin itu, Thi Eng khi merasakan semangat dalam tubuhnya serasa berkobar kembali, dengan suara lantang dia lantas berseru:
“Thian liong pay sebagai sesama anggota dunia persilatan sudah merasa berkewajiban untuk bersama-sama dengan anggota dunia persilatan lainnya untuk menegakkan keadilan dan kebenaran bagi kita semua!”
Ketua dari Bu tong pay itu segera tertawa terbahak-bahak. “Haaahh .... haaahhh.... haaahhh pinto bisa berkenalan
dengan manusia semacam Thi ciangbunjin tidak sia-sia perjalananku kali ini.”
Kepada kedua orang sutenya yang berada di belakang sambil berpaling dia lantas berkata lagi :
“Tampaknya kemurungan serta kekuatiran kita di masa lalu cuma suatu kekuatiran yang tanpa dasar.”
“Pendapat ciangbunjin suheng memang tepat sekali, sute berduapun berpendapat demikian, “ dengan serius Keng ik dan Keng leng totiang menjawab.
Dipuji-puji oleh tiga jago dari Bu tong pay, Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi lega dan semangat kembali, tentu saja diapun tidak terlalu teringat dengan peristiwa kecil yang tidak menyenangkan hati tadi, setelah membenahi pakaiannya yang dirobek oleh Sangkoan Gi tadi, dengan kepala terangkat dan dada dibusungkan dia berdiri gagah disitu.
Sekali lagi Keng hian totiang, ketua dari Bu tong pay memperhatikan Thi Eng khi sekejab, kemudian sambil menepuk bahu pemuda itu katanya :
“Ciangbunjin, silahkan!”
Thi Eng khi segera mundur selangkah seraya berkata : “Totiang lebih tua, sudah seharusnya berjalan duluan!”
Ciangbunjin dari Bu tong pay itu kembali tertawa terbahak-bahak serunya :
“Ciangbunjin terlampau merendah, mari kita masuk bersama- sama !”
Sambil tersenyum, Thi Eng khi manggut-manggut, kemudian dengan mendampingi ketua dari Bu tong pay itu mereka masuk bersama-sama ke dalam perkampungan Ki hian san ceng.
Tiba-tiba terdengar Sangkoan Gi berteriak keras :
“Thi ciangbunjin sebelum mendapat persetujuan dari ayahku harap kau menunggu dulu sebentar!”
Thi Eng khi segera berkerut kening, dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Sangkoan Gi, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian diurungkan.
Keng hian totiang, ciangbunjin dari Bu tong pay telah berkata lebih dulu :
“Apa sebabnya Thian liong pay tidak mendapat undangan?”
Sangkoan Gi agak tertegun, kemudian sahutnya dengan cepat : “Alasan sederhana sekali, apakah locianpwe tidak
mengetahuinya?”
Keng hian totiang berpikir sejenak kemudian menggangguk : “Baik, kalau begitu anggap saja Thi ciangbunjin sebagai tamu yang pinto undang, apakah Sangkoan tayhiap bersedia untuk memberi muka kepadaku?”
Ciangbunjin dari Bu tong pay ini mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam dunia persilatan, setelah dia menampilkan diri untuk menanggung hal tersebut, sekalipun Sangkoan Gi terhitung Su Cengcu (kepala kampung keempat) dari perkampungan Ki hian san ceng, toh dia tak berani juga untuk mengatakan kata “tidak”.
Maka dengan mulut membungkam dia menyaksikan Thi Eng khi beserta ketua dari Bu tong pay itu berjalan masuk lewat pintu tengah.
Menanti bayangan tubuh mereka berdua sudah lenyap dari pandangan mata, dia baru mendesakkan kaikinya dan secepat kilat meluncur ke dalam ruang dan lenyap di pintu samping.
Dihantar oleh seseorang, Thi Eng khi serta Keng hian totiang sekalian diantar menerobosi sebuah ruangan tamu yang luas dan bisa menampung tamu sebanyak ratusan orang untuk menelusuri sebuah lorong sempit yang sempit dan memanjang, diujung lorong tersebut terdapat sebuah pintu gerbang yang terbuat dari batu hijau.
Sepasang gelang tembaga yang bercahaya tajam masing-masing menempel diatas pintu besar yang terbuat dari batu hijau tersebut
......
Penunjuk jalan itu segera mendekati pintu dan membunyikan gelang tembaga tersebut tiga kali panjang dan sekali pendek, sejenak kemudian pintu itupun dibuka orang.
Dalam pintu terdapat sebaris undak–undakan batu yang menembus ke ruang bawah tanah, mereka segera menuruni anak tangga tersebut menuju ke bawah.
Di ujung tangga batu tadi kembali terdapat sepasang pintu baja yang besar sekali menghadang jalan pergi mereka. Menyaksikan kesemuanya itu, Thi Eng khi lantas berpikir :
“Tak nyana kalau Sangkoan cengcu adalah seorang yang begini berhati-hati, cukup dilihat dari penjagaan disini pun boleh dibilang cukup ketat.”
Sementara dia masih berpikir, pintu baja itu sudah dibuka orang.
Sesudah melewati pintu baja itu sampailah mereka didalam sebuah ruangan batu yang dua kaki lebarnya.
Didalam ruangan itu terdapat sebuah meja bulat yang terbuat dari batu hijau, disekelilingnya terjajar dua puluh empat buah kursi kebesaran, kurang lebih sudah ada lima belas orang jago persilatan yang hadir disana.
Ketika semua jago yang hadir di dalam ruangan itu menyaksikan kemunculan Keng hian totiang, ketua dari partai Bu tong berjalan masuk kedalam ruangan, serentak orang-orang itu bangkit berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sikap yang hormat.
Pada kursi tuan rumah berdiri seorang kakek berwajah merah ynag memakai jubah lebar berwarna kuning telur, tak usah ditanya lagi orang itu bukan lain adalah lo cengcu dari perkampungan Ki hian san ceng, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong adanya.
Yang lebih mengherankan lagi, ternyata Sangkoan Gi sudah sampai didalam ruangan itu lebih duluan.
Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong segera tertawa nyaring serunya :
“Kehadiran ciangbunjin ditempat kami ini, sungguh merupakan suatu kebanggaan bagi kami siaute. “
Keng hian totiang tertawa, lalu katanya :
“Sudah lama pinto tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi, kebetulan hari ini kutemukan seorang pendatang baru dari dunia persilatan, dia adalah Thian liong ciangbunjin Thi siauhiap adanya, jika kedatangannya agak lancang, harap kau jangan menjadi marah!” Dengan sikap yang amat menghormat Thi Eng khi segera memberi hormat, kemudian katanya :
“Aku Thi Eng khi dari Thian liong pay merasa sangat beruntung sekali bisa berkenalan dengan Sangkoan cengcu.”
Dibalik senyuman yang menghiasi wajah Cang ciong sin kiam segera terlintas perasaan marah dan tak senang hati, ia mendengus dingin dan menunjukan sikap seperti tak senang atas kehadirannya disitu.
Thi Eng khi yang diperlakukan orang secara dingin terpaksa harus menahan diri, sebab dia tahu nama perguruannya selama ini memang tidak menggembirakan.
Sementara dia masih murung, tiba-tiba terdengar Keng hian totiang berbisik dengan ilmu menyampaikan suara :
“Sebetulnya Sangkoan loji adalah seorang manusia yang berdarah panas, satu-satunya kelemahan yang dimilikinya adalah terlalu angkuh dan tinggi hati, dia suka mencari muka dan nama, kedatangan Thi lote tanpa membawa surat undangn itu sudah pasti telah dilaporkan orang kepadanya, maka dengan dasar pikirinnya yang sempit, ia menjadi tak senang hati. Semoga saja lote mau memikirkan keadaan dunia persilatan dengan tidak mempersoalkan hal itu.”
Tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi masih belum cukup sempurna, ia belum dapat mengemukakan maksud hatinya lewat ilmu menyampailkan suara, maka dia hanya tersenyum saja terhadap Keng hian totiang, sementara wajahnya dengan cepat pulih kembali menjadi tenang.
Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong mempersilahkan ciangbunjin dari Bu tong pay itu untuk menempati kursi utama sedangkan Keng ik dan Keng leng totiang meski terhitung juga seorang jago kenamanan didalam dunia persilatan, akan tetapi berhubung ketuanya sudah menempati kursi utama, otomatis mereka duduk di kursi berikutnya. Diam-diam Thi Eng khi merasa kagum juga atas kemampuan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong didalam mengatur tamunya. Ia memang tak malu disebut seorang pemimpin dunia persilatan yang berbakat. Ia jadi ingin tahu, bagaimana caranya orang itu akan mengatur temapat duduk baginya.
Ternyata Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong menitahkan Sangkoan Gi untuk menyiapkan sebuah kursi lagi jauh diluar meja bundar tersebut, setelah itu sambil tertawa paksa katanya :
“Maaf! Kedatangan Thi ciangbunjin sungguh jauh diluar dugaanku, kami tak sempat untuk menyiapkan tempat duduk lagi, maka silahkan kau duduk di situ saja.”
Sekalipun Thi Eng khi merasa gusar setelah mendengar ucapan itu, apalagi ketika dilihatnya disekeliling meja bundar itu masih bayak terdapat kursi kosong tapi sebuah pikiran segera melintas didalam benaknya, pikirnya :
“Tempat duduk yang disediakan di sekeliling meja bundar itu terbatas sekali, tempat dudukpun diatur menurut tingkatan, mungkin saja kursi-kursi kosong itu telah dipersiapkan untuk para undangan yang belum datang, yaaa bagaimanapun juga aku memang
seorang tamu yang tak diundang, tidak seharusnya kutunjukkan kesempitan jiwaku hanya ribut lantaran soal tempat duduk saja.”
Karena berpikir demikian diapun menjadi tenang kembali, malah sambil tersenyum segera menempati tempat duduknya itu.
Waktu itu para undangan belum datang secara lengkap, perundingan juga belum dimulai secara resmi kebanyakan tamu sedang bercakap-cakap membicarakan aneka persoalan.
Thi Eng khi yang tidak kebagian tempat di kursi utama ia merasa enggan untuk turut menimbrung maka selama ini, dia hanya sebagai seorang pendengar belaka.
Keng hian totiang kuatir pemuda itu merasa terlalu diasingkan, maka dengan ilmu menyampaikan suara dia lantas memperkenalkan semua tamu yang hadir disana. Menurut urutannya maka disamping kiri Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong sebagai tuan rumah adalah Keng ik totiang dan Keng leng totiang, kemudian orang yang ketiga adalah seorang kakek ceking berusia lima puluh tahunan yang disebut orang sebagai Tay pek it khi (manusia aneh dari bukit Tay peng san) Ku Kiam ciu.
Orang keempat adalah seorang nenek berambut putih yang wajahnya penuh dengan keriput, tapi sepasang matanya memancarkan cahaya tajam yang mengerikan sekali, dia she Li bernama Kek ci dengan julukan Giok koay popo (si nenek bertongkat kemala).
Bangku kelima dan keenam masih berada dalam keadaan kososng.
Di tempat yang ketujuh adalah seorang sastrawan berusia pertengahan yang disebut Im tiong hok (bangau ditengah awan) Teng Siong adanya.
Kursi kedelapan dan kesembilan masih kosong.
Tempat yang kesepuluh adalah si kakek bungkuk yang pernah dilihat Thi Eng khi ketika masih berada di luar pintu gerbang perkampungan Ki hian san ceng tadi, dia bernama Sin tua (bungkuk sakti) Lok It hong.
Tempat kesebelas masih kosong.
Tempat yang kedua belas, persisi di tengah-tengah meja ditempati oleh ketua Bu tong pay Keng hian totiang.
Tempat yang ketiga belas adalah Ci kay taysu dari Siau lim pay. Tempat yang kempat belas masih kosong.
Tempat yang kelima belas adalah seoarang nyonya setengah umur, dia adalah Ciang hong wancu yang berjulukan Hui hong li (perempuan sakti pelangi terabang) Lu Ciang lian. Tempat yang keenambelas ditempati seorang kakek ceking dan jangkung dia adalah ketua dari Tiong lam pay Ku tiok siu (kakek bambu kurus) Yap Han san.
Tempat ketujuh belas adalah seorang nyonya tua berambut putih yang berwajah cantik, dia adalah Tocu dari pulau Soh sim to yang berjulukan San hoa siancu (Dewi penyebar bunga) Seng Cay soat adanya.
Tempat kedelapan belas ditempati olegh seorang kakek yang bertubuh kekar, dialah Hong im siu (kakek angin mega) Seng Thong dari bukit Bong san.
Sewaktu Thi Eng khi mendengar Keng hian totiang memperkenalkan diri Hong im siu Sang thong tersebut, dia merasa terperanjat sekali, pikirnya :
“Heran, padahal Ban li tui hong Cu Ngo tidak sampai mengirimkan undangan itu kepadanya, kenapa dia bisa hadir dalam pertemunan ini tepat pada waktunya? Sudah pasti dibalik kesemuaannya ini masih ada rahasia lain ”
Karena berpikir demikian, dia lantas mengambil keputusan untuk menyelidiki persoalan ini sampai jelas.
Sementara Thi Eng khi masih melamun, Keng hian totiang dari Bu tong pay telah melanjutkan keterangannya untuk memperkenalkan orang-orang yang lain.
Tempat yang kesembilan belas ditempati oleh seorang ahli senjata rahasia dari wilayah Suchwan yang bernama To pit thiang ong (raja langit berlengan banyak) Tong lian hoat.
Tempat yang kedua puluh adalah Tiang siau mi lek (Mi lek tertawa panjang) Kongsun Cong.
Tempat yang ke dua puluh satu adalah Pu thian toa tiau (rajawali raksasa penubruk langit) Kay Poan thian. Tempat ke dua puluh dua adalah Ku bok long tiong (si penjual obat bermata buta)
Nyoo Cun.
Tempat kedua puluh tiga adalah Tam ciang kay thian (telapak tangan tunggal pembelah bukit) Coh Eng.
Menyusul kemudian pangcu dari Kay pang Hou bok sin kay (pengemis sakti bermata harimau) Cu Goan po masuk kedalam ruangan dan menempati kursi keempat belas, tempat itu hanya selisih satu kursi dengan tempat duduk Keng hian totiang, ini menunjukkan bahwa kedudukannya cukup tinggi.
Tak lama kemudian muncul kembali seorang sastrawan yang lemah lembut menempati bangku kedelapan, dari pembicaraan yang berlangsung kemudian, Thi Eng khi mendapat tahu kalau orang itu adalah Tiang cun siusu Li Goan.
Dengan demikian, selain bangku kelima, enam, sembilan dan sepuluh yang masih kosong tanpa penghuninya, disekeliling meja bundar itu sudah hadir dua puluh jago perslatan yang paling tersohor namanya dalam dunia persilatan waktu itu.
Tidak! Harus dikatakan ada duapuluh tiga orang, sebab Ciang cong sin kiam Sangkoan Yong, sangkoan Gi dan Thi Eng khi belum masuk hitungan.
Pada saat itulah ada orang bertanya.
“Saudara Sangkoan apakah jumlah undangan sudah hadir semua?”
Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong mengeluarkan selembar daftar dan mencocokkan sebentar dengan mereka yang hadir, kemudian sahutnya :
“Tampaknya Ting Kong ai ciangbunjin dari Cing sia pay serta Beng seng Sutay dari kuil Ci tiok an belum datang.” Karena jumlah yang diundang belum komplit, agaknya mereka harus menunggu lebih lanjut.
Tapi pada saat itulah tiba-tiba Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong bangkit berdiri, kemudian katanya :
“Siaute mempunyai suatu masalah yang amat mencurigakan hatiku ingin sekali kuajukan secara terbuka di depan sidang ini.”
Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan :
“Sebelum permasalahannya diajukan, terpaksa aku ingin mohon pengertian lebih dahulu dari Bu tong ciangbunjin Keng hian totiang
....”
Mendengar perkatan itu, Keng hian totiang segera berkerut kening, dia sudah bisa menebak kalau Sangkoan Yong kembali akan menyusahkan Thi Eng khi.
Maka sahutnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh.... haaahhh..... haaahhh Sangkoan tayhiap terlalu
sungkan!”
Setelah memberi hormat kepada ketua dari Bu tong pay, Sangkoan Yong lantas berpaling ke arah Thi Eng khi seraya berkata :
“Lohu ingin sekali memohon keterangan dari Thi ciangbunjin, lohu harap kau sudi memberi petunjuk kepada kami semua.”
Sesungguhnya semenjak tadi Thi Eng khi sudah ingin sekali menerangkan soal dirampasnya surat undangan yang dibawa oleh Ban li tui hong Cu Ngo, maka ketika dilihatnya Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong mencarinya untuk berbicara, ia merasa hal ini malah kebetulan sekali baginya.
Sambil tersenyum dia lantas memberi hormat kemudian sahutnya lembut :
“Lo cengcu ada persoalan apa yang hendak ditanyakan? Silahkan saja diajukan!”
Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong mendehem pelan kemudian ujarnya: “Berhubung pertemuan yang kami selenggarakan kali ini menyangkut soal keselamatan seluruh dunia persilatan maka pertemuan yang diselenggarakan hari ini sengaja kami atur secara rahasia sekali, tolong tanya darimana Thi ciangbunjin bisa mengetahui akan hal ini?”
“Aku mengetahui akan pertemuan ini dari mulut Ban li tui hong Cu Ngo, sebagai salah satu anggota dunia persilataan, partai kami merasa berkewajiban untuk turut serta menanggulangi mara bahaya yang sedang mengancam umat persilatan, karena itu aku datang tanpa diundang, untuk itu harap Sangkoan tayhiap tidak menjadi marah atau tak senang hati!”
Mendengar perkataan itu, Cang ciong sin kiama Sangkoan Yong segra mengernyitkan sepasang alis matanya yang tebal, katanya:
“Ban li tui hong Cu Ngo adalah seorang jago kawakan yang cukup tahu akan pentingnya pertemuan ini, tak nanti dia akan sembarangan buka mulut membicarakan masalah ini, hingga sekarang orangnya belum kembali ke sini, sehingga urusan ini susah diselidiki, apakah Thi ciangbunjin bersedia untuk menerangkan dengan lebih seksama lagi?”
Secara ringkas Thi Eng khi lantas mengisahkan pengalamannya ketika menyelamatkan jiwa Ban li tui hong Cu Ngo yang terluka, kemudian menambahkan :
“Menurut pendapatku, ada baiknya Sang tayhiap yang seharusnya tak sampai menerima surat undangan tersebut memberi keterangan tambahan, asal ia bersedia menerangkan rasanya tidak sulit buat kita untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.”
Hong im siu Sang Thong dari bukit Bong san segera tertawa licik dan aneh, serunya cepat :
“Lohu datang kemari lantaran mendapat kartu undangan, aku sama sekali tidak tahu kalau Cu tayhiap telah mengalami musibah di tengah jalan, jadi akupun tak bisa berkata apa-apa!”
Dengan ucapannya itu, maka sama halnya dengan menuduh ucapan Thiu Eng khi bohong. Thi Eng khi menjadi amat gelisah sekali, maka teriaknya keras- keras :
“Sudah jelas kalau kartu undangan yang dibawa Cu tayhiap telah dibegal orang dekat markas partai kami, mana mungkin undangan itu bisa dihantar sampai ke bukit Bong san? Sang tayhiap, kau jangan bergurau!”
Hong im siu Sang thong menarik muka dan menatapnya dengan bersunguh-sungguh katanya :
“Lohu tidak pernah kenal dengan Thi Ciangbunjin, mengapa aku mesti mengarang cerita bohong untuk menfitnah dirimu?”
Pembicaraan yang ramai segera berkumandang di dalam ruang itu, bahkan beberapa pasang sinar mata yang tajam dan penuh kecurigaan telah dialihkan ke tubuh Thi Eng khi.
Menyaksikan susana tersebut, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong segera mendehem pelan kemudian katanya :
“Empat puluh tahun berselang, kakekmu Keng thian giok cu Thi cianpwe pernah memimpin umat persilatan menanggulangi ancaman berdarah yang melanda dunia persilatan waktu itu, kegagahan serta kejantanannya sudah dipuji semua orang , aku minta Thi ciangbunjin suka menjaga nama baik kakekmu dan jangan memasuki jalan yang sesat!”
Dengan gelisah bercampur cemas, Thi Eng khi segera berseru : “Dengan semangat yang tinggi dan keinginan yang tulus aku
khusus datang kemari untuk bersama-sama kalian menanggulangi ancaman maut yang sedang melanda dunia persilatan, kenapa aku mesti membohongi kalian?”
Keng hian totiang Bu tong pay segera menimbrung dari samping
:
“Menurut pendapat pinto Thi ciangbunjin bukanlah seorang
manusia jahat! Di balik kesemuanya ini adalah pasti ada rahasia lain, pinto harap kalian jangan emosi dan harus menghadapi persoalan ini dengan seksama!” Cepat-cepat Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong menyambung dari samping :
“Lohu pun sudah merasa kalau didalam menyebar surat undangan kali ini telah melupakan Thi ciangbunjin, itulah sebabnya aku minta maaf kepada Thi ciangbunjin atas kelalaian ini. Untung saja Bu tong ciangbunjin telah mengajak Thi ciangbunjin untuk menghadiri pertemuan ini, semoga saja jangan disebabkan keteledoran lohu sehingga mengakibatkan masalah keselamatan dunia persilatan menjadi terlupakan.”
Pu thian toa beng Kay Poan thian segera menyambung pula : “Menurut pendapatku, tindakan Sangkoan tayhiap yang tidak mengundang kehadiran Thoi ciangbunjin di dalam pertemuan ini
adalah suatu tindakan yang benar, jadi aku pikir tak perlu masalah ini dirisaukan.”
Cang ciong sin kiam Sangkoan tayhiap segera tersenyum. “Mendapat dukungan dari Kay loko, lohu benar-benar merasa tak
tentram.”
Pu thian toa beng Kay Poan thian segera tertawa terbahak-bahak. “Haaahhh .... haaahhh..... haaahhh Sangkoan tayhiap adalah
seorang manusia yang berbudi luhur karena itu dihati kecilmu baru muncul perasaan demikian, padahal kedudukan yang dimiliki setiap umat manusia dalam dunia persilatan dinilai dari jaya atau tidaknya orang itu didunia ini, tiga puluh tahun yang lalu tentu saja berbeda sekali dengan tiga puluh tahun kemudian, entah siapapun orangnya dan entah partai dari manapun jika ingin menjagoi dunia persilatan dia harus memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri, mereka yang mempunyai kemampuan yang lebih baru akan mendapat penghormatan orang.”
Sesudah berhenti sebentar, kembali dia melanjutkan :
“Lima belas tahun belakangan ini, boleh dibilang perguruan Thian liong pay sudah kehilangan pamornya dan lenyap dari dunia persilatan, perguruan tidak mirip perguruan, partai tidak mirip partai, keadaan yang terbengkalai semacam ini apa gunanya musti diundang datang? Toh kedatangan mereka bukan saja tak bermanfaat apa-apa, malahan sebaliknya bisa jadi akan menyusahkan saja.”
Mendengar orang itu mencemooh partai Thian liong pay, Thi Eng khi segera mengerut dahinya, lalu serunya dengan gusar :
“Kurang ajar, kau berani memandang rendah partai Thia liong pay kami?”
Pu thian toa beng Kay Poan thian mendesis sinis, katanya sambil berkerut kening.
“Aku hanya berbicara menurut kenyataan, apakah Thi ciangbunjin beranggapan bahwa ilmu silat yang dimiliki partai kalian luar biasa sekali?”
Saking khekinya paras muka Thi Eng khi bahkan menjadi hijau membesi katanya :
“Ilmu silat dari perguruan kami luas bagaikan samudra, mana bisa diperbincangkan dengan pengetahuan Kay tayhiap yang cupat seperti katak dalam sumur itu? Betul, kepandaian yang kumiliki sekarang belum sempurna, tapi suatu ketika pasti akan kubuat kau merasa takluk!”
Pu thian toa beng Kay Poan thian segera tertawa terpingkal- pingkal sahutnya :
“Setiap saat lohu akan menantikan petunjuk darimu itu, semoga saja Thi ciangbunjin bisa jaga diri baik-baik!”
Nada itu sinis dan menghina, jelas dia tak pandang sebelah matapun terhadap lawannya.
Thi Eng khi meraung gusar, tapi sebelum dia mengucapkan sesuatu, mendadak terasa bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Keng hian totiang dari Bu tong pay sudah berdiri di hadapannya, dengan suara lirih dia berbisik :
“Sebagai lelaki sejati harus pandai melihat gelegat, harap Thi ciangbunjin suka menahan diri.” Kemudian dengan ilmu menyampaikan suara terusnya : “Semenjak mendiang kakekmu tiada, dunia persilatan sudah
mengalami perubahan besar, tanpa seorang pemimpin yang cakap, masing-masing orang berusaha untuk menonjolkan dirinya sendiri, ini membuat rasa iri hati mereka kian hari kian bertambah besar. Di masa lampau nama besar partai anda terlalu besar dan tersohor, padahal orang itu berambisi besar untuk merebut kedudukan pemimpin dunia persilatan, tenu saja dia enggan membiarkan Thi ciangbunjin menampilkan diri dalam dunia persilatan, bila Thi ciangbunjin bisa menitik beratkan pada masalah besar, harap kau jangan bertikai hanya disebabkan urusan sekecil ini!”
Thi Eng khi memang seorang yang cerdas, begitu pikirannya terbuka, hawa amarahnya segera ditekan di dalam hati.
Sementara itu, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong telah berkata pula :
“Harap Kay tayhiap jangan gusar dulu, lebih baik kita kembali ke pokok pembicaraan sebenarnya, harap Thi ciangbunjin suka menerangkan kepada kami sehingga kesalah pahaman semua orang bisa diatasi!”
Sekarang Thi Eng khi baru mengerti, walaupun dimulut Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong mengakui atas kehilafannya karena tidak mengundang partai Thian liong pay, sesungguhnya dia bersikap sebaliknya dari pada apa yang dikatakan, tujuan yang sesungguhnya dari orang itu adalah tetap inigin menyingkirkan Thian liong pay dari ruang pertemuan sehingga ingin membuktikan kepada semua orang bahwa tindakannya tidak mengundang pihak Thian liong pay adalah suatu tindakan yang benar.
Betul ilmu silat yang dimiliki Thi Eng khi waktu itu masih cetek, pengalaman soal dunia persilatan juga sangat minim, tapi bukan berarti dia itu tolol, sudah barang tentu diapun bisa memahami maksud yang sesungguhnya dari Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong dengan kata-katanya itu.
Mencorong sinar tajam dari balik mata anak muda itu segera serunya : “Sangkoan tayhiap, suruh aku berbuat bagaimana untuk menjelaskan masalah ini?”
Sesungguhnya Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong bukan termasuk seorang manusia berhati busuk, dia hanya merasa tidak puas karena kehadiran Thi Eng khi tanpa diundang itu sudah menodai nama baiknya, selain itu, setelah masalahnya diungkap diapun banyak menemukan hal-hal yang mencurigakan ditubuh Thi Eng khi, maka baik demi kepentingan umum maupun demi kepentingan pribadi ia bertekad untuk mneyelidiki persoalan ini sampai tuntas.
Maka ketika ia mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Thi Eng khi serta menyaksikan sorot mata orang yang lebih tajam daripada sembilu itu, hatinya kontan saja bergetar keras, pikirnya :
“Mungkinkah perbuatanku ini sedikit kelewatan?”
Tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang jagoan yang kenamaan didalam dunia persilatan, ia malu untuk menarik masalahnya ditengah jalan, maka sembari keraskan hatinya dia berkata lagi dengan suara dalam :
“Ini mah harus dilihat dari ketulusan hati Thi ciangbunjin sendiri!”
Dengan marah, Thi Eng khi segera berseru :
“Jika kalian sudah mempunyai pandangan tertentu kepadaku, meski aku benar-benar bertulus hati juga percuma!”
“Thi ciangbunjin apakah kau tidak merasa ucapanmu itu sedikit kelewat kasar? Bayangkan saja, setiap orang yang hadir dalam ruangan ini rata-rata adalah jago nomor wahid didalam dunia persilatan, asal kau berbicara jujur, keadilan sudah pasti akan kau dapatkan.”
“Tadi kalian semua tak ada yang percaya dengan perkataanku sebaliknya sama sekali tidak menaruh kecurigaan apa-apa terhadap ucapan Sang tayhiap, hal ini merupakan suatu bukti dari ucapanku barusan.” Baru selesai dia berkata, sambil menggebrak meja Hong im siu Sang thong berteriak:
“Thi ciangbunjin menurut pendapatmu apa yang mencurigakan dengan lohu?”
“Aku merasa curiga sekali akan kebenaran dari identiatasmu! Mengapa kau tidak mengaku terus terang saja dihadapan orang banyak ?” seru Thi Eng khi sambil menatapnya lekat-lekat.
Hong im siu Sang thong segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh..... haaahhh..... haaahhh memangnya lohu bisa
gadungan? Tahun ini lohu sudah berusia enam puluh tiga tahun dari sekian banyak orang yang hadir sekarang, separuh diantaranya adalah sobat lamaku, mengapa tidak kau tanyakan kepada mereka, apakah aku adalah Hong im siu Sang thong atau bukan?”
“Tentu saja dia adalah Sang tayhiap, siapapun tak akan menaruh curiga lagi kepadanya!“ seru semua orang hampir berbareng.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Thi Eng khi, pikirnya
:
“Sesungguhnya Hong im siu Sang Thong masih mempunyai cara
lain untuk menjawab perkataanku itu, mengapa ia membawa masalahnya ke soal asli dan gadungan? Jangan-jangan ia memang benar-benar Hong im siu Sang Thong gadungan? Siapa yang telah melakukan kesalahan biasanya akan timbul kecurigaan didalam hatinya terhadap setiap orang karena kuatir rahasianya ketahuan, teori kejiwaan semacam ini sudah merupakan suatu teori yang umum , yaa siapa tahu kalau dia memang gadungan?”
Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata dengan suara yang dingin :
“Aku dengar didalam dunia persilatan terdapat sejenis kepandaian ilmu menyaru muka yang sangat hebat, Sang tayhiap, kau tak boleh membuat orang merasa curiga.” “Kurang ajar!” teriak Hong im siu dengan teramat gusarnya, “Thi ciangbunjin, kau harus memberi suatu pertanggungan jawab kepada lohu!”
Waktu itu Keng hian totiang, ketua dari partai Bu tong sendiripun merasa tuduhan Thi Eng khi itu kekurangan bukti, bahkan mendekati suatu fitnahan, baru saja dia akan mengemukakan pendapatnya, tiba-tiba terdengar olehnya Tam ciang kay san Coh Eng telah membentak keras :
“Darimana datangnya bocah keparat yang tak tahu diri, ngaco belo berbicara tak karuan, aku lihat kedudukannya sebagai ciangbunjin dari Thian liong pay juga amat mencurigakan.”
“Apa susahnya untuk membuktikan hal ini?” seru Giok koay popo Li Kek ci dengan cepat, “asalkan dia bisa memperlihatkan ilmu sakti Thian liong pay, bukankah hal ini segera membuktikan identitasnya?”
Soh sim tocu, San hoa siancu Leng Cay soat yang selama ini berada dalam keadaan membungkam tanpa emosi, tiba-tiba memandang kearah Thi Eng khi , kemudian ujarnya :
“Empat puluh tahun berselang, ketika aku mengikuti kakekmu Keng thian giok cu Thi tayhiap membasmi kaum iblis dari muka bumi dulu, aku paling mengagumi dengan kelihayan ilmu pedang Thian liong kiam hoatnya, terutama sekali jurus Jit teng tiong thian (matahari tepat diatas angkasa) itu, jurus tesebut benar-benar mengandung kelihayan dan perubahan yang luar biasa sekali, malah orang menyebutnya sebagai ilmu yang paling lihay dalam dunia persilatan dewasa ini. Thi ciangbunjin, kau sebagai ahli waris dari kakekmu itu, sudah pasti menguasai jurus Jit teng tiong thian itu bukan? Bagaimana kalau kau mendemonstrasikannya sehingga kami semua bisa turut menikmatinya?”
“Bagus, bagus sekali.” Sambung Tiang siau li lek Kongsun Cong sambil tertawa tergelak, “silahkan Thi ciangbunjin mendemostrasikan kelihayannya, agar kami semua bisa menambah pengetahuan dan pengalaman!” Sampai detik itu Thi Eng khi hanya menguasai tiga jurus pedang Thian liong kiam hoat, jurus Jit teng tiong thian tersebut justru merupakan jurus yang paling tangguh dan dalam bahkan San tian jiu Oh Tin lam yang mengajarkan ilmu pedang kepadanya pun tak mampu mempergunakannya, mana mungkin ia bisa mengajarkan jurus itu kepada sang pemuda?
Kontan saja paras muka si anak muda itu berubah murung bercampur kesal, untuk sesaat lamanya dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Kay pang pangcu Hou bok sin kay Cu Goan menyeka ingusnya lebih dulu dengan ujung bajunya kemudian berkata pula :
“Jit teng tiong thian merupakan inti sari dari ilmu pedang Thian liong kiam hoat, dengan usia Thi ciangbunjin yang masih demikian muda mana mungkin bisa meleakukannya? Buat apa sih kalian musti menyusahkan orang? Aku lihat lebih baik kita suruh dia mainkan satu jurus ilmu pedang Thian liong kiam hoat yang lain saja, toh hal itu sudah lebih dari cukup.”
Agaknya Pu thian toa beng Kay Poan thian sengaja hendak menyusahkan Thi Eng khi segera teriaknya keras-keras :
“Siaute rasa bila ingin menyaksikan ilmu sakti dari Thian liong pay maka kita harus menyaksikan jurus Jit teng tiong thian tersebut, kalau tidak maka kita tak usah terlalu merepotkan Thi ciangbunjin lagi!”
Thi Eng khi tak tahan untuk bersabar lagi, segera teriaknya keras-keras ;
“Jurus Jit teng tiong thian dari Thian liong kiam hoat memang belum sempat kupelajari akan tetapi aku mempunyai suatu benda yang dapat membuktikan akan kebenaran dari identitasku ini.”
Berbicara sampai disitu, dia lantas merogoh ke sakunya dan mengeluarkan sebuah lukisan sambil dibentangkan lebar-lebar katanya :
“Tentunya kalian semua juga tahu bahwa lukisan semacam ini hanya dimiliki oleh partai Thian liong pay saja bukan!” Ketika semua orang–orang mengalihkan perhatiannya ke tengah arena maka perasaan mereka segera bergetar keras.
Ternyata diatas lukisan itu tertera sembilan buah lukisan wajah orang, kesembilan wajah manusia itu semuanya merupakan wajah dari kawanan jago lihay yang paling termashur namanya pada emapt puluh tahun berselang.
Diantara sekian banyak orang, Soh sim tocu San hoa siancu Leng Cay soat paling emosi, bagaikan sedang mengigau dia berseru dengan suara gemetar :
“Coba kalian lihat! Coba kalian lihat! Siapakah gadis termuda yang berada disebelah kiri itu?”
Tidak menunggu orang lain menjawab, ia telah berkata lebih jauh
:
“Dia .... dia adalah diriku pada empat puluh tahun berselang ”
Sangkoan Yong segera menunjuk kearah seorang kakek kurus diantara lukisan itu seraya berseru :
“Yang itu adalah mendiang ayahku!”
Ci kay taysu dari Siau lim pay yang selama ini tak pernah bersuara segera merangkap tangannya kedepan dada sambil memuji keagungan Buddha :
“Omitohud! Mendiang guruku Tong sian sangjin juga berada satu diantaranya!”
Tiong lam ciangbunjin Ku tiok siu Yap Han san segera berkata pula dengan serius :
“Kakek yang berwajah bersih itu adalah mendiang guruku It sim Kisu.”
Menyusul kemudian, Keng hian totiang dari Bu tong pay juga menunjukkan ciangbunjin generasi yang lalu Jut tim totiang, lalu Ciang hong wancu hui hong li Lu Cing lian menunjukkan gurunya Sam biau hujin Song Ting ting, sedang Kay pang pangcu Hou bok sin kay Cu Goan menunjukkan lo pangcu Jin Hua. Dua orang yang lain seperti tak ada yang menerangkan, tapi Soh sim tocu San hoa siancu Leng Cay soat segera menerangkannya untuk semua orang :
“Sastrawan muda yang berada di samping ini adalah ketua Hoa san pay saat ini Pek ih siusi Cu Wan mo, sedangkan nikou tua itu adalah Ci tiok ancu generasi yang lalu Bu wo sutay ”
Sementara itu puluhan pasang mata yang penuh dengan pandangan kagum telah tertuju semua diatas lukisan tersebut.
Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong segera memberi hormat kepada lukisan yang berada ditangan Thi Eng khi itu, lalu katanya :
“Silahkan Thi ciangbunjin pindah kebangku utama!”
Keng hian totiang dari Bu tong pay segera menyingkir dari tempat utama sambil tersenyum.
Thi Eng khi yang dihadapkan dengan tindakan semacam ini malah dibikin tertegun ia tidak menyangka kalau sebuah lukisan saja bisa membawa pengaruh yang begitu besar.
Tentu saja perubahan sikap yang diperlihatkan orang–orang itu bukan karena mereka sudah dapat membuktikan kebenaran dari asal usul Thi Eng khi , sebaliknya karena lukisan yang dibawa oleh anak muda itulah yang membuat mereka mau tak mau harus mempersilahkan Thi Eng khi untuk pindah ke kursi utama.
Bagaimanapun juga, siapa pun tak ingin menyaksikan lukisan dari leluhurnya berada di bawah orang lain, sebab tindakan itu sama halnya dengan merendahkan leluhur sendiri.
Bagi orang lain, bisa saja mereka menghina atau mencemooh orang lain, tapi tak bisa tidak mereka pasti akan menghormati leluhur sendiri.
Begitulah, disebabkan Thi Eng khi membawa lukisan tersebut, maka nilai kedudukan nya berapa ratus lipat lebih berharga, diapun dipersilahkan untuk menempati kursi utama. Setelah berada di kursi utama, pemuda itu merasa kurang leluasa untuk membentang terus lukisan itu, dia bersiap-siap akan meyimpannya ke dalam saku.
Tiba-tiba Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong berjalan mendekat, sesudah memberi hormat katanya :
“Thi ciangbunjin, silahkan kau pentangkan lukisan Enghiong tu tersebut diatas ruangan, agar dihadapan pada leluhurnya setiap orang bisa merasakan semangatnya semakin berkobar serta bersama-sama menanggulangi mara bahaya yang mengancam dunia persilatan dewasa ini!”
“Ucapan Sangkoan cengcu memang tepat sekali,” kata Thi Eng khi dengan terharu, “sudah sepantasnya kalau kita semua menirukan cara kerja leluhur kita untuk bekerja sama serta bersama-sama menanggulangi mara bahaya.”
Sambil mengucapkan perkataan tersebut, dia lantas mengangkat lukisan itu tinggi-tinggi ke udara lalu tambahnya :
“Merepotkan Sangkoan cnegcu untuk memancangnya sendiri diatas dinding.”
Dengan kepala tertunduk dan sikap yang munduk-munduk, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong memberi hormat lebih dahulu kepada lukisan tersebut, kemudian dia baru menyambut lukisan tadi membalikkan badan serta memancangkan lukisan tadi di atas dinding dalam ruangan tersebut.
Menyusul kemudian semua orang lantas bangkit berdiri dan bersama-sama memberi hormat lagi kepada lukisan itu sebelum kembali ke tempat duduknya masing-masing.
Sementara itu, suasana didalam ruang pertemuan berubah sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suarapun, agaknya setiap orang sedang terbuai didalam jalan pemikirannya masing-masing.
Ketika Thi Eng khi menyaksikan ada beberapa orang diantara mereka yang sudah menunjukkan rasa menyesal terhadap dirinya sambil membungkukkan badan dan tersenyum diapun berkata : “Sekalipun kedatanganku yang tanpa diundang ini merupakan suatu keteledoran, namun aku harap kalian mau percaya dengan kesungguhan hatiku ini, aku benar-benar bersedia untuk menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi keadilan dan kebenaran didalam dunia persilatan.”
Keng hian totiang dari Bu tong pay segera tertawa, ucapnya kemudian :
“Thi Ciangbunjin merupakan generasi muda yang menonjol dalam dunia persilatan, pinto sekalian dengan senang hati akan menyambut kedatanganmu!”
Selesai berkata, ia lantas bertepuk tangan lebih dulu.
Menyusul kemudian Cikay taysu dari Siau lim pay, Hou bok sin kay Cu Goan po serta Keng ik totiang dan Keng Leng totiang juga turut bertepuk tangan memberikan dukungannya.
Sisanya hanya saling berpandang-pandangan muka tanpa memberikan reaksi apapun juga.
Paling akhir Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong juga terpaksa ikut bertepuk tangan, tapi tepukan tanganya tidak begitu meriah, agaknya dia hanya melakukannya demi sopan santun seorang tuan rumah terhadap tamunya belaka.
Sabaliknya Pu thian toa beng Kay Poan thian dengan membawa nada yang sinis segera berteriak keras :
“Temen-temen semua, hayo tepuk tangan yang keras!”
Seraya berkata, dia lantas bertepuk tangan lebih dulu sekeras- kerasnya.
Betul juga dengan cepat suara tepukan tangan yang gegap gempita berkumandang didalam ruangan tersebut.
Selesai bertepuk tangan, Hong im siu Sang thong dari bukit Bong san segera berkata: “Sekarang Thi ciangbunjin sudah menjadi rekan kita semua didalam menanggulangi kesulitan dunia persilatan yang sedang dialami kita semua, silahkan Thi ciangbunjin secara terbuka memberi keterangan kepada semua orang atas terjadinya kesalah paham kecil yang sudah terjadi tadi!”
Thi Eng khi benar-benar tidak habis mengerti, apa sebabnya orang–orang itu seperti mempunyai watak yang keras sekali, dengan wajah agak marah serunya kemudian :
“Apa yang harus kukatakan telah kukatakan semua, jika kalian tidak bisa menerimanya akupun tak akan terlalu memaksa, tapi aku berani bersumpah kepada langit dan bumi bahwa aku sama sekali tidak bermaksud bohong atau menfitnah!”
Dari mana dia bisa tahu kalau kawanan jago yang berada dalam ruangan sekarang, sebagian besar adalah manusia-manusia berambisi yang enggan tunduk kepada siapapun, siapa saja diantara mereka tak ada yang berharap orang lain lebih menonjol atau lebih hebat daripada dirinya, kalau bisa, seluruh dunia persilatan terjatuh ditangannya.
Oleh sebab itu, perasaan mereka pada waktu itu sangat kalut sekali.
Seperti misalnya saja dengan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, pertama dia merasa gusar karena kehadiran Thi Eng khi yang tanpa diundang sehingga menodai nama baiknya, kedua diapun merasa merasa marah kepada Keng hian totiang dari Bu tong pay karena tanpa persetujuannya telah membawa masuk Thi Eng khi ke dalam pertemuan tersebut.
Akan tetapi karena dia kuatir atau lebih tepatnya takut untuk mengusir ketua dari partai Bu tong tersebut, otomatis semua kemasgulan serta kekesalannya dilampiaskan diatas tubuh Thi Eng khi seorang.