Jilid 13
MANAKALA Tan Kiam Lam ingin mengadakan pembunuhan, muncul seorang wanita berbaju merah, gerakan Tan Kiam Lam berhasil dihentikan olehnya.
Dilihat sepintas lalu, Tan Kiam Lam kenal kepada wanita berbaju merah ini, sebaliknya. wanita tersebut tidak mengenali wajah Tan Kiam Lam, terdengar ia berkata.
"Siapa kau?"
Tan Kiam Lam disadarkan dari lamunannya, ia terkejut sekali, suatu peringatan kepada dirinya bahwa wanita baju merah itu sudah tidak mengenali wajahnya.
"Kau siapa?" Seolah-olah tidak kenal. Tan Kiam Lam mengajukan pertanyaan yang sama.
"Kau belum menjawab pertanyaanku." Berkata wanita baju merah itu.
"Aku adalah ketua Benteng Penggantungan." Tan Kiam Lam berkata.
"Kesalahan apa yang telah dilakukan oleh mereka? Tega benar kau menurunkan tangan jahat?" Bertanya wanita baju merah itu yang menunjuk Tan Ciu dan Co Yong.
"Kau tidak perlu tahu." Berkata Tan Kiam Lam. "Mengapa tidak boleh tahu?" Berkata wanita baju merah. "Aku kenal kepada pemuda itu. Namanya Tan Ciu, bukan?"
"Betul."
"Kau telah melukainya?" "Ng. . ."
"Aku mempunyai urusan dengannya." Berkata wanita baju merah, "Aku akan membawa pergi dirinya."
Wajah Tan Kiam Lam berubah.
"Hanya dengan alasan ini, kau ingin mengambil orang?" Ia tidak puas.
"Alasan apa yang kau mau?" Berkata Wanita tersebut suaranya sangat dingin.
"Alasan yang harus masuk diakal."
"Huh. Siapa yang berani melarang kemauanku?" "A k u."
"Bagus! Kau kira, namun itu dapat menakutkanku ?"
"Bila kau berani mengambil dirinya dari tanganku, mengapa aku tidak berani melarangmu!"
"Bagus . . . Bagus.. . Lihatlah . . . Aku segera mengambil dan membawa dirinya." kata wanita itu, ia bergeser langkah, mendekati Tan Ciu.
Tan Kiam Lam ada niatan untuk mencegah, tapi kepandaian sang lawan luar biasa, dapatkah dia mencegah? Badannya gemetaran
Wanita itu menoleh, disaksikan gerakkan diam itu, lalu tertawa, "Bagaimana?" Ia mengeluarkan suara cemooh, "Mengapa tidak mencegahku?"
Tan Kiam Lam tidak berhasil menguasai diri tubuhnya bergerak disertai dengan gerakkan keras ia menyerang wanita itu.
Wanita berbaju merah itu menyingkir kesamping dari sini ia mengirim serangan balasannya.
Tan Kiam Lam merendahkan dirinya, maka serangan itupun tidak mengenai sasaran dari sini, ia menempatkan dirinya kearah yang menguntungkan, dan mengirim serang balasan.
Tatkala cepat untuk diceritakan, didalam waktu satu tepukan tangan mereka telah bergebrak empat kali, masing- masing mengirim empat serangan dan menghindari empat ancaman lawan.
Manakala Tan Kiam Lam dan wanita baju merah itu saling gebrak dengan kecepatan kilat. Co Yong telah sadarkan diri, lukanya sangat parah, pukulan Tan Kiam Lam bukanlah pukulan biasa. seluruh isi jereonnya berger- geseran dari tempat semula. Dilihat olehnya ada dua gulungan yang saling gumul itu, matanya terbelalak, tidak diketahui. jago dari mana yang sedan menolong dirinya.
Bertepatan pada saat itu . . .
Dua bayangan yang bergumul itu terpisah, Tan Kiam Lam mundur dari tempat kedudukannya sampai beberapa tombak.
Wanita berbaju merah mengeluarkan suara. "Bagaimana?" Tan Kiam Lam semakin seram untuk meneruskan pertandingan, tubuhnya pun mulai bergoyang lagi. Ia tak menjawab pertanyaan itu.
Wanita tersebut telah memenangkan pertandingan tadi, dengan puas ia tertawa, kemudian berkata.
"Wahai, ketua Benteng Penggantungan, dengarkan aku baik-baik, pemuda itu harus kubawa. Dan kau dilarang mengadakan pengejaran."
Ia menoleh kearah Tan Ciu berbaring. "Aaaaa !"
Tiba-tiba wanita baju merah itu mengeluarkan suara jeritan. Tempat dimana tadi Tan ciu terbaring sudah kosong, tidak ada selembar mahlukpun ditempat itu.
"Kemanakah lenyapnya Tan Ciu?" Wanita baju merah itu bergumam. "Siapa yang melarikan lagi?"
Pertanyaan yang sama sedang menyerang Tan Kiam Lam. Manusia pandai manakah yang dapat membawa orang dari samping sisinya dan wanita baju merah ini? Hal ini sungguh-sungguh memecahkan kepala mereka.
Wanita itu telah mengambil langkah cepat, tubuhnya melesat dan mengadakan pengejaran.
Tan Kiam Lam terbenam didalam lamunannya, hal itu berlangsung untuk beberapa saat. Bagaimana ia tidak terpatung, mengetahui bahwa orang-orang berkepandaian tinngi mulai bermunculan kembali?
"Dia?... Bagaimana hidup lagi?" Tan Kiam Lam bergumam, "Aku tak mengimpi? Tapi... ia hidup lagi Ilmu
kepandaiannya lebih tinggi....Darimana didapat ilmu silat itu?...Sudah waktunya aku menyembunyikan, diri Bila
tidak... Huh... Aku harus melatih ilmu yang dapat mengatasinya... ilmu yang dapat mengatasinya semua orang. setelah itu.,, Hm... Aku harus memperdalam ilmuku "
Bagaimana sekian lama, Tan Kiam Lam telah menebalkan keyakinannya, tubuhnya melesat. dan meninggalkan tempat kejadian.
Pulang kebenteng Penggantungankah orang ini? Tidak!.
Tan Kiam Lam mengetahui, bahwa penyamarannya segera terbuka. Benteng Penggantungan tidak dapat dijadikan sarang lagi. Mengambil arah yang bertentangan dengan benteng itu, ia pergi.
Sampai disini. cerita telah meningkat kearah klimaks, cerita berikutnya menanjak langsung keatas.
Menyusul Tan Ciu . . .
Tatkala matahari pagi bercahaya terang.
Tan Ciu telah berada disebuah rumah gubuk, Ia masih belum sadarkan diri.
Orang yang menolong sipemuda bukan Co yong. Si gadis juga berada didalam keadaan luka. tidaklah mungkin mempunyai itu kekuatan untuk menggendongnya.
Siapakah yang menolong kedua orang ini?
Seorang wanita berbaju hitam yang mengenakan kerudung tutup muka berwarna hitam juga berada diluar rumah gubuk itu. Wanita inilah yang telah menolong Tan Ciu dari segala bahaya. Bukan satu kali saja, ia mengeluarkan tangan bantuannya.
Siapa dia ? Hal ini masih berupa satu kabut teka teki. Wanita baju hitam itu melongok kedalam. dilihat dua sosok tubuh masih terbaring. Itulah Tan Ciu dan Co Yong.
Seorang gadis berbaju hitam berjalan mendekatinya. Wanita berkeruduug itu diam saja. Si gadis turut melongok kedalam dan berteriak.
"Adik Ciu!"
Wanita berkerudung cepat mencegah. "Jangan bangunkan dirinya."
Gadis itu tidak menyetujui usul ini, Ia ingin mengajukan usul protes, katanya. "Tapi "
Wanita berkerudung membentak. "Jangan membantah." "Ibu "
"Tan Sang." Bentak wanita berkerudung. "Lupakah kepada pesanku?"
Tan Sang?
Mungkinkah Tan San tidak mati? Siapa yang tergantung pada pohon Penggantungan?
Terdengar gadis baju hitam yang dipanggil Tan Sang itu berkata, "Apa ia bisa mati ditempat ini?"
"Belum waktunya." "Mengapa?"
"Hal ini akan mengganggu dirinya."
Tan Sang dapat diberi mengerti iapun menganggukkan kepalanya. Menyetujui pendapat itu. Walau agak berat untuk berpisah dengan sang adik, Tan Ciu adalah adik kandung satu-satunya itulah yang membuat ia berat. "Mari." Berkata wanita berkerudung hitam "Kuatkan imammu. Mari kita pergi."
Mata Tan Sang basah dengan butiran2 yang bening, itulah air mata.
Dua wanita itu meninggalkan rumah gubuk dimana Tan Ciu dan Co Yong masih terbaring.
Beberapa saat kemudian.....
Co Yong sadarkan diri lebih dahulu. dilihat Tan Ciu yang terbaring disampingnya, ia sangat terkejut segera ia berteriak.
"Tan Ciu !"
Tidak ada jawaban, seolah-olah memanggil sesosok mayat yang menunggu dikebumikan.
Didorongnya tubuh itu. tidak ada reaksi, Didorong- dorongnya lagi sehingga beberapa kali. Co Yong masih mengharapkan keajaiban.
Masih tidak ada reaksi.
Co Yong menangis senggukkan. Ia sangat bersedih, sangkanya Tan Ciu telah meninggal dunia. Manakala ia memegang denyutan nadi si pemuda, saking lemahnya gerakaan itu, ia tidak dapat merasakannya.
Tiba tiba ...
Satu suara derap langkah kaki bertindak kearahnya, datang dari arah belakang sigadis. Co Yong berlompat balik, segera ia membentak,
"S i a p a?!"
Satu bayangan merah telah berada di dalam gubuk itu, Co Yong segera mengenali kepada wanita yang ingin menolong mereka dari cengkraman Tan Kiam Lam. Co Yong menduga, wanita berbaju merah inilah tentunya yang menolong mereka dari kesulitan.
Segera ia memberi hormat, berkata. "Cianpwe, terima kasih kepada pertolonganmu."
Wanita berbaju merah ini mendekati Co yong dan Tan Ciu. ia menggelengkan kepala katanya. "Bukan aku yang menolong kalian."
Co Yong sadar, dikala ia mendapat totokkan. wanita baju merah ini masih menempur Tan Kiam Lam. siapakah yang menjauhkan mereka dari Tan Kiam Lam?
Wanita baju merah itu masih berjalan maju. Co Yong menaruh curiga, apa maksud kedatangannya? Segera ia mengajukan pertanyaan.
"Cianpwe, kau?"
"Aku mencarinya," Tukas wanita baju merah itu yang menudingkan jari kearah tempat dimana Tan Ciu masih berbaring.
"Ada urusankah denganya?" Bertanya Co yong.
Wanita baju merah itu tertawa. berkata. "Jangan khawatir. aku mencarinya bukan mencari urusan."
"Maksud cianpwe?"
"Anak Tan Kiam Lam, bukan?" "Betul."
"Aku ingin bertanya kepadanya. dimanakah ayahnya itu berada." Berkata wanita baju merah.
Mata Co Yong terbelalak. "Cianpwee ingin mencari Tan Kiam Lam." Ia bergumam tidak mengerti. "Belum lama mereka bertempur seru. Bagaimana ingin menanyakannya lagi?"
Wanita baju merah tidak dengar akan gumam Co Yong, ia sudah berada didepan Tan Ciu, memperhatikannya sekian lama dan berkata.
"Biar kutolong dirinya dahulu." Dari dalam saku bajunya, mengeluarkan obat berwarna merah diselipkan kedalam mulut Tan Ciu, dan menepuk-nepuk beberapa jalan darah pemuda itu.
Sebentar kemudian, Tan Ciu telah siuman, Ia mengeliat bangun.
Co Yong berteriak girang. "Tan Ciu, akhirnya kau bangun juga!"
Tan Ciu memandang keadaan disekeliling itu rumah gubuk tersebut masih terlalu asing baginya.
Co Yong memanggil lagi. "Bagaimana perasaanmu?" "Agak baik." si pemuda memberi jawaban. "Syukurlah."
"Eh, bagaimana aku dapat berada ditempat ini?" Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Cianpwe inilah yang menolongmu." Co Yong memberikan keterangan.
Tan Ciu memberi hormat. "Terima kasih kepada Cianpwe.".
"Ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu." Berkata wanita berbaju merah itu.
"Boanpwe akan memberikan segala jawaban" Berkata Tan Ciu. "Namamu Tan Ciu?" "Betul."
"Putra Tan Kiam Lam.
"Tidak boanpwe sangkal."
"Pertanyaanku yang pertama ialah. pertanyaan tentang ayahmu. Dan sekalian mengucapkan terima kasih kepadamu."
"Terima kasih kepada boanpwe?" Tan Ciu mengkerutkan jidatnya.
"Kau telah menolong Ong Leng Leng, dan aku adalah gurunya”. Wanita berbaju merah itu memberi keterangan.
Oooo... Ternyata wanita ini adalah guru dari si Jelita Merah Ong Leng Leng!
Tan Ciu mengerti akan duduk perkara, ia berkata. "Nona Ong baik?"
"Satu tahun lalu, pernah dikatakan olehnya bahwa kau pernah memberikan pertolongan. Hutang budi ini tidak akan kami lupakan. Setelah itu ia pergi entah kemana, kami belum berjumpa lagi."
"Ng..."
"Tentang ayahmu, dimanakah kini ia berada?" Berkata lagi guru si Jelita Merah.
"Tan Kiam Lam yang cianpwe maksudkan?" Tan Ciu tidak mengerti.
"Ayahmu bernama Tan Kiam Lam, bukan?" "Cianpwe ingin mencarinya?"
"Betul. Ada urusan yang belum kuselesaikan dengannya." "Ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama Tan Kiam Lam."
"Hee !?....." Wanita berbaju merah berteriak keras. Bila diketahui bahwa ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama Tan Kiam Lam, ia tidak akan melepaskannya.
Co Yong juga sangat terkejut.
Wanita baju merah berkata lagi. "Kau katakan bahwa ketua Benteng penggantungan itu yang bernama Tan Kiam Lam?"
"Tidak salah lagi. Cianpwe kenal dengannya!"
"Tidak. Bila kukenal. Tentu tidak akan kubiarkan ia pergi begini saja."
"Cianpwe berhasil mengalahkannya?"
Co Yong menceritakan kejadian tadi, dimana wanita baju merah ini menempur Tan Kiam Lam.
"Cianpwe ingin menemui Tan Kiam Lam, ada urusan apakah yang penting?"
"Aku ingin menanyakan seseorang." "Bagaimanakah gelar nama orang itu?" "Si Telapak Dingin Han Thian Chiu"
Tan Ciu terkejut. Bila keterangan Tan Kiam Lam tidak salah, orang yang bernama Han Thian Chiu itu adalah musuh dirinya. Bagaimana guru si Jelita Merah bertanya tentangnnya.
Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Tan Kiam Lam mengetahui tempat bersemayamnya Han Thian Chiu?" "Sebarusnya. ia tahu dimana Han Thian Chiu itu menetap.
"M e n g a p a ?"
"Mereka adalah kawan yang terbaik."
"Kawan yang terbaik?" Lagi-lagi Tan Ciu berteriak. mungkinkah hal ini terjadi?
Dikatakan oleh Tan Kiam Lam bahwa orang yang bernama Han Thian Chiu itulah yang ditakuti, maka ketua Benteng Penggantungan tersebut menyembunyikan diri didalam lembah sepi, membuat satu benteng kokoh untuk menghindari diri dari kejarannya.
Bagaimana boleh dibantah bahwa Tan Kiam Lam kenal baik dengan Han Thian Chiu? Bahkan mereka bersahabat baik?
-oo-OdwO-oo-
TAN CIU masih bingung dan tidak mengerti.
Wanita baju merah berkata. "Tan Kiam Lam dan Han Thian Chiu adalah kawan baik, mereka pasti tahu tempat kediaman dari kawan kawan itu."
"Tidak mungkin." Tan Ciu berteriak. ”Mengapa tidak mungkin?"
"Dikatakan oleh Tan Kiam Lam„ bahwa Han Thian
Chiu itu adalah musuh besar dirinya."
"Keterangan ini tidak benar. Mereka adalah saudara seperguruan, suheng dan sutee."
"A a a a a a a ...!" Tan Ciu jelas dan mengerti, ternyata Tan Kiam Lam telah menipu dirinya, segala obrolan kosong. dasar penipu ulung.
Dengan alasan apa, Tan Kiam Lam menceritakan kejadian itu?
Tan Ciu menggoyang-goyangkan kepala, berkata,
"Tidak benar. Kau tahu jelas tentang keadaan Tan Kiam Lam dan Han Thian Chiu mengapa tidak kenal kepada wajah mereka?"
Wanita baju merah memberi keterangan.
"Yang kukenal adalah waiah Han Thiam Chiu, dari orang ini kuketahui bahwa masih ada saudara seperguruannya yang bernama Tan Kiam Lam. Tapi aku belum pernah menjumpai Tan Kiam Lam."
Tan Ciu diam tepekur.
Wanita baju merah berkata lagi. "Ong Leng Leng tidak menceritakan hal ini kepadamu?"
"Ia pernah mengatakan, pada suatu hari ia akan menceritakan keadaan dirinya. Kukira termasuk juga kejadjan ini. Tapi sehingga saat ini, ia belum mempunyai itu kesempatan untuk bercerita."
Wanita berbaju merah berkata. "Ong Leng Leng tidak pernah menyebut namaku?"
"Belum."
"Pernah dengar nama Permaisuri dari Kutub Utara?" "Cianpwe pribadikah yang mendapat julukan itu?"
"Kau memang pandai." Permaisuri dari kutub Utara menganggukkan kepala. "Aaaaaa. . ." "Diluar dugaan ?"
"Diceritakan orang bahwa cianpwe telah tiada."
"Sampai hari ini, aku masih dapat bernapas."
"Dikatakan oleh mereka, setelah kau dibunuh orang, mereka menggantung jenazahmu di atas Pohon Penggantungan."
"Disana, aku berhasil ditolong orang."
"Siapa yang menggantung cianpwe diatas Pohon Penggantungan?"
"Si Telapak Dingin Han Thian Chiu." "Han Thian Chiu!"
"Kukatakan kepadamu, bahwa Han Thian Chiu adalah orang yang kucintai, itu waktu, aku belum cukup dewasa, maka mudah masuk kedalam perangkapnya, dergan kata- kata yang manis dengan janji-janji yang seperti madu aku menyerahkan diri. Tidak lama, aku melahirkan seorang anak perempuan, ternyata Han Thian Chiu tidak cinta kepadaku, setelah bosan ditinggalkan begitu saja."
Mata si Permaisuri dari Kutub Utara basah dengan air mata.
"Demikian Ong Leng Leng terlahir?" "Bukan. Dia bukannya Ong Leng Leng." "Kemanakah kemudian anak itu?"
"Hampir kubunuh putri yang tak kenal dosa itu. selain terbayang kenangan wajah ayahnya yang kejam. Karena kepergian Han Thian Chiu, sifatku berubah, mulai membenci semua lelaki yang hidup didunia. Tidak sedikit yang telah kujadikan korban, kematian-kematian orang2 banyak ini menimbulkan kemarahan umum si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip mengajak orang- orangnya mengeroyok aku, sehingga terjadi drama Pohon Penggantungan, aku digantung diatas pohon itu.”
"Bagaimana Han Thian Chiu itu menggantung cianpwe?"
"Suatu hari ia kembali. Tentu saja rasa senangku tidak kepalang. Kukira ia sudah insaf dan betul-betul cinta kepadaku, maka ia kembali lagi, Ia pandai membujuk rayu, dibawah buaian asmara yang sudah hampir menjadi abu, sekali lagi kuserahkan diriku. Didalam keadaan setengah sadar dan tidak sadar, ia menotok jalan darahku. menggantungkan diatas pohon Penggantungan."
Tan Ciu menggeretek gigi. "Sungguh kejam."
"Maka dengan tekun, aku melatih diri maksud ingin menuntut balas kepadanya." Berkata si Pemaisuri dari Kutub Utara.
"Hanya Tan Kiam Lam yang mengetahui tempat persembunyian Han Thian Chiu?"
"Kukira Tan Kiam Lam harus tahu."
"Mudah diselesaikan, kau boleh pergi ke Benteng penggantungan bertanya kepadanya."
"Segera kudatangi Benteng Penggantungan itu."
"Ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama Tan Kiam Lam."
"Heran." Tiba-tiba Permaisuri dari Kutub Utara mengerutkan alisnya. "Tan Kiam Lam adalah ayahmu, mengapa begitu kejam, ingin menurunkan tangan jahat membunuh putra sendiri?" "Diantara kami tak ada keserasian paham."
"Keserasian paham tidak akan memisahkan hubungan keluarga. Tidak mungkin ada seorang ayah yang ingin membunuh anaknya, kecuali bukan hasil kandungan ayah itu?"
"Maksudmu, Tan Kiam Lam itu bukan ayahku ?" "Aku agak kurang percaya."
Tan Ciu menundukkan kepala, bagaimana ia tidak bingung menghadapi persoalan yang sangat rumit seperti ini.
Tiba-tiba si Permaisuri dari kutub Utara membentak. "Siapa?" Tubuhnya melesat keluar dari gubuk rumah itu.
Tan Ciu dan Co Yong turut lari keluar. disana. terlihat permaisuri dari Kutub Utara sedang berhadapan dengan seorang penjemis tua. Itulah pengemis yang mengaku Serba tahu menyebut dirinya sebagai si tukang Ramal Amatir.
"Kau ? . . ." Tan Ciu agak heran.
Permaisuri dari Kutub Urara menurunkan tangannya kebawah, dengan patuh memanggil. "Cianpwe . . ."
Tan Ciu mundur satu langkah, tak disangka, dengan ilmu kepandaian permaisuri dari Kutub Utara yang disegani itu pun memanggil Cianpwe, bukankah si Tukang Ramal Amatir mempunyai tingkat derajat yang sangat tinggi?
Terlihat pengemis tua itu tertawa Ha ha-hi hi hi. ia berkata,
"Eh, kau belum mati?"
Kata-kata itu ditujukan kepada Permaisuri dari Kutub Utara. Wanita baju merah itu berkata, "Atas kemurahan hati Tuhan, kematian boanpwee dibatalkan."
"Masih ingin membunuh orang?" Tegas lagi pengemis tua itu.
"Mana boanpwee berani."
"Syukurlah! Sipatmu telah dapat berubah."
Tanpa memperdulikan Permaisuri dari Kutub Utara, si pengemis Tukang Ramal Amatir memandang Tan Ciu dan berkata.
"Toh. berapa lama kucari-cari dirimu. Tidak kusangka, kau berani menyelusup masuk kedalam Benteng Penggantungan. Setengah mati aku meramalkan tempat pesembunyianmu itu."
Tan Ciu maju mendebat kata-kata si pengemis.
"Di Pohon Penggantungan, kau telah meninggalkan aku dahulu. Bagaimana menyalahkan orang. Mana kutahu. kemana kau pergi menyembunyikan diri?"
"Ha, ha . , ."
"Takut kucopot batang lehermu?" Bertanya lagi Tan Ciu kepadanya.
"Mengapa harus menyerahkan batok kepalaku?" Cemooh sipengemis. "pertaruhan dikalahkan olehmu. Akulah yang seharusnya memotes batang leher kecilmu itu."
"Huh, bagaimana kutahu, aku telah kalah?"
"Suatu hari kau akan tahu bahwa pertaruhan itu telah dimenangkan olehku."
"Tidak mungkin." "Ha...ha... kertas cacatanku masih berada padamu?" "Masih."
"Bagus! Jagalah baik-baik. Nasibmu ditentukan olehnya,
tahu?"
"Huh . . . Hmm . . ."
Si Tukang Ramal Amatir berbalik kearah Permaisuri dari Kutub Utara kepadanya ia berkata.
"Kudengar kalian sedang memperbincangkan urusan Tan Kiam Lam maka aku turut campur."
Permaisuri dari Kutub Utara menganggukkan kepala. Ia membenarkan kata-katanya si pengemis tua.
Pengemis itu berkata lagi. "Juga membicarakan soal Han Thian Chiu?"
"Betul." Berkata si wanita baju merah. "Semua urusanku tidak luput dari pada mata cianpwee yang lihay."
"Ha . . .ha . , ." Si pengemis tua tertawa. "Sudah jelas perkara apakah yang dapat mengelabui mataku? Dan jangan kalian kaget kutahu Tan Kiam Lam itu sudah tiada!"
"Aaaaa...!" "Apa?"
Tan Ciu dan Permaisuri dari Kutub Utara berteriak bareng.
Sebagai seorang yang masih mempunyai hubungan keluarga. Tan Ciu tidak dapat melepas darah dagingnya begitu saja. walau sang ayah berbuat jahat, sebagai seorang anak yang berbakti. ia turut berprihatin.
"Cianpwe mengatakan bahwa ayahku sudah mati?" Ia meminia ketegasan. Si Tukang Ramal Amatir menganggukken kepala seolah- olah, ramalannya ini sudah terlaksana.
"Siapakah orang yang menjadi ketua Benteng Penggantungan itu?"
"Kau percaya. bahwa si Ketua Benteng Penggantungan sebagai jelmaan Tan Kiam Lam?"
"Mungkinkah bukan Tan Kiam Lam?" "Dia bukan Tan Kiam Lam!"
Tan Ciu mengerutkan kedua alisnya. Mungkinkah kata- kata itu dapat dipercaya?
Segera ia mengutarakan kecurigaannya.
"Bagaimana kau tahu bahwa dia bukan Tan Kiam Lam?" "Dia tidak mirip Tan Kiam Lam."
"Tidak mirip?"
"Betul. Tidak mirip Tan Kiam Lam." "Aku tidak mengerti."
"Heem......." Si pengemis tua itu berdehem. "Tahukah kedatangan si pendekar Dewa Acgin Sin Hong Hiap ke Benteng Penggantungan?"
"Pamanku yang bernama Tan Kiam Pek itu yang menjanjikannya bertempur didepan Benteng Penggantungan."
"Tepat. Tahukah alasannya. mengapa Tan Kiam Pek menantang Sin Hong Hiap menempurkan dirinya didepan Benteng Penggantungan?"
"Aku bukan tukang ramal! Aku tak tahu." "Aku telah bertemu dengan Tan Kiam Pek dan ia telah bercerita kepadaku." Berkata si tukang ramal Amatir itu.
"Apakah alasan yang dikemukakan olehnnya"
"Alasan pertama, ingin membuktikan bahwa ketua Benteng Penggantungan bukanlah Tan Kiam Lam."
"Dan ia berhasil?"
"Tentu. Telah dipastikan olehnya bahwa ketua Benteng Penggantungan itu bukanlah Tan Kiam Lam."
"Alasannya?"
"Sebagai seorang saudara, Tan Kiam Pek tahu jelas akan kebiasaan sang saudara, dan hal ini tidak terdapat pada Tan Kiam Lam palsu."
"Apakah kebiasaan Tan Kiam Lam yang paling khas." "Manakala ia bertempur. pasti ia menggunakan tangan
kanan, sedangkan ketua Benteng Penggantungan itu pandai menggunakan tangan kiri, ketidakserasian yang paling
menyolok mata."
Tan Ciu dapat diberi mengerti. Pengemis tua itu berkata lagi,
"Tujuan berikutnya dari rencana Tan Kiam Pek sebagai berikut, ia ingin mengetahui ilmu-ilmu silat dari kedua orang yang bertempur itu, dengan demikian ia dapat menambah pengalaman. Dimisalkan betul, ia berhasil mempelajari ilmu silat dari kedua jago tersebut. pada suatu hari, ia dapat menandingi Tan Kiam Lam."
Tan Ciu berkata.
"Jadi. tidak dapat disangsikan lagi, bahwa Tan Kiam Lam itu adalah Tan Kiam Lam palsu."
"Tentu saja." "Tapi. . . . Tapi "
"Masih meragukan keteranganku?" Bertanya sipengemis tua.
Tan Ciu berkata.
"Mengapa mempunyai wajah Tan Kiam Lam." "Wajah itu mudah diubah."
"Maksud Cianpwe, wajah siketua Benteng penggantungan telah diubah oleh seorang tokoh make up yang lihay?"
Siapakah akhli make up yang sangat lihay ini?
Si Tukang Ramal Amatir tidak segera menjawab pertanyaan ini, sebaliknya memandang kearah permaisuri dari Kutub Utara, dengan perlahan-lahan dan tandas, ia berkata.
"Itulah si Telapak Dingin Han Thian Chiu," "Aaaaa !"
Permaisuri dari Kutub Utara mempentang kedua matanya lebar-lebar.
"Kau menuduh, seolah-olah bahwa ketua Benteng Penggantungan itu sebagai jelmaan Han Thian Chiu?" Permaisuri dari Kutab Utara meminta ketegasan.
"Betul." Si pemuda menganggukkan kepala. "Dengan ilmu kepandaian menghias mukanya Han Thian Chiu dapat mengubah siapa pun juga. Termasuk juga Wajah Tan Kiam Lan."
Permaisuri dari Kutup Utara mengoceh. "Han Thian Chiu. ..? Han Thian Ciu." Tiba-tiba ia bertepuk keras. "Betul. ia pandai menggunakan tangan kiri. Tatkala baru melihat wajahku, ia gemetaran takut. Ternyata ia bingung karena kehadiran aku, ia bingung karena aku tidak mati."
Si Tukang Ramal Amatir berkata lagi. "Tentunya, Tan Kiam Lam telah dianiaya olehnya. Dengan demikian, dengan menggunakan wajah Tan Kiam Lam, ia memunculkan dirinya didalam rimba persilatan. Menjadikan dirinya sebagai seorang ketua Benteng Penggantungan."
Tan Ciu mempunyai pendapat yang sepaham, sangatlah masuk diakal. bila ketua Benteng Penggantungan itu ingin membunuh dirinya mengingat bahwa dirinya bukanlah putra si jahat.
Permaisuri dari Kutub Utara menggerak tubuhnya, ia melesat jauh.
Terdengar suara bentakan si pengemis tua, "Hei. apa yang kau ingin kerjakan?"
Tubuhnya turut melesat. sebentar kemudian berhasil menghadang wanita baju merah itu.
"Ingin ke Benteng Penggantungan?" Demikian ia dapat menduga isi hati orang.
"Betul, aku harus segera membunuh Han Thian Chiu," "Akh..." sipengemis tua menghela napas.
"Telah dua puluh tahun, kunanti-nantikan saat yang
seperti ini." Berkata lagi Permaisuri dari Kutub Utara. Tan Ciu turut membuka suara. "Aku turut serta."
"Bagus," berkata permaisuri dari Kutub Utara itu. "Mari kita bersama-sama membikin perhitungan dengannya Menghindari diri sipengemis tua, Tan Ciu dan Permaisuri dari Kutub Utara menuju Benteng Penggantungan.
Si tukang Ramal Amatir tidak mau ketinggalan, diajaknya Co Yong dan berkata. "Mari kita turut menyaksikan keramaian."
Co Yong telah mengikatkan hatinya kepada Tan Ciu, kemana pemuda itu pergi. iapun terus turut serta, kini diketahui bahwa Tan Ciu harus mencari orang yang telah memalsukan ayahnya, bagaimana ia tidak turut serta?
Iring-iringan ini menuju kearah Benteng Penggantungan.
Sebagai perintis jalan adalah Permaisuri dari Kutub Utara, direndengi oleh Tan Ciu. Dibelakang mereka adalah sipengemis tua menyebutkan dirinya sebagai si Tukang Ramal Amatir, tidak ketinggalan juga Co Yong.
Sebentar kemudian.
Tan Ciu beserta ketiga kawannya telah didepan Benteng Penggantungan.
Keadaan sangat sepi, tidak ada penjagaan juga tidak terlihat ada orang yang mencegat perjalanan mereka.
Mengapa? Mengapa dapat terjadi kejadian seperti ini?
Ternyata, didalam Benteng Penggantungan telah terjadi perubahan. Munculnya Permaisuri dari Katub Utara sangat mengejutKan ketua Benteng itu, mengetahui bahwa penyamarannya segera terbuka, ia pun segera melarikan diri.
Keadaan di Benteng Penggantungan sangat tenang. Tiba-tiba..... Keempat orang itu dikejutkan oleh terdengarnya suara rintihan seseorang. Mereka mengikuti datangnya suara dan menemukan seorag yang menggeletak ditanah dalam keadaan luka.
Tan Ciu bertindak gesit, segera dikenali orang tua bungkuk yang telah membantu dirinya melarikan diri.
"Cianpwe....!" Ia berteriak.
Orang tua bungkuk itu tidak dapat melihat, ia berkata lemah. "Siapa?"
"Aku." Jawab si pemuda. "Aku Tan Ciu." Permaisuri dari Kutub Utara berteriak.
"Aaaa , . .! Kau berada ditempat ini?" Ternyata ia kenal pada orang tua bungkuk itu.
Tan Ciu mengajukan pertanyaan. "Cianpwe kenal dengannya? Siapakah dia?"
"Dia adalah Kui Tho Cu," permaisuri dari Kutub Utara
memberikan jawaban.
"Aaaa,..! si bungkuk Kui Tho Cu?!" "Betul!"
Tan Ciu tahu betul bahwa Cang Ceng-ceng juga mencari seorang bungkuk yang bernama Kui Tho Cu, tidak disangka bahwa orang yang mau dicari oleh gadis berbaju putih itu telah dilukai olenya juga. Mereka telah bertemu, segera mereka bertempur, dan tentunya Kui Tho Cu jatuh dibawah tangan Cang Ceng Ceng.
Tan Ciu pernah menanyakan keadaan Kui Tho Co kepada ketua Benteng Penggantungan itu, demikian juga Cang Ceng Ceng, tapi disangkal dan tidak diberi tahu. Sehingga terjadi kejadian seperti ini. Tan Ciu mengeluarkan dua butir obat Seng Hiat Hoan hun-tan, ditelankannya kedalam mulut Kui Tho Cu.
Permaisuri dari Kutub Utara menggerak-gerakkan jarinya, menotok beberapa jalan darah orang tua bungkuk itu, ia ingin mempercepat proses pengobatan.
Luka Kui Tho Co sangat berat. masih ia menggeliat, tidak ada tenaga untuk menengok lagi.
Tan Ciu memandang wanita baju merah itu dan mengajukan pertanyaan.
"Masih ada harapan?"
Ilmu kepandaian Permaisuri dari Kutub Utara tinggi sekali dan lihai, ia tahu bagaimana keadaan luka yang diderita oleh manusia bungkuk itu, ia berkata.
"Biar kuusahakan sedapat mungkin."
Dikerahkan tenaganya, dan siap memasangkan telapak tangan kepunggung orang, maksudnya menyalurkan tenaga dalam.
Si Tukang ramal amatir segera menyusul dan berteriak. "Tugas ini serahkan kepadaku."
Permaisuri dari Kutub Utara mengundurkan diri, menyerahkan tugas tersebut padanya.
Pengemis tua itu segera menyalurkan tenaga kearah sibungkuk.
Permaisuri dari Kutub Utara berkata. "Mari kita mencarinya."
"Baik!" sahut Tan Ciu yang tidak sabar untuk mengetahui rahasia ketua Benteng Penggantungan
Co Yong berteriak. "Tan Ciu...!" Si pemuda menghentikan langkahnya. menoleh kearah gadis itu dan berkata.
"Ada apa ?"
“Ilmu kepandaian gadis berbaju putih itu tidak berada dibawah si ketua Benteng Penggantungan. Dibawah kekuasaan Ie-hun Tay-hoat mana mungkin ia membedakan kawan dan lawan. Ada lebih baik untuk menunggu sebentar."
"Jangan takut." Berkata Permaisuri dari Kutub Utara. "Masih ada diriku bukan?"
Co Yong menggeleng-gelengkan kepala. "Ada lebih baik menunggu cianpwe ini."
"Masakah aku kalah dengan Han Thian Ciu?" berkata Permaisuri dari Kutub Utara tidak puas
"Kau akan dikalahkan oleh Cang Ceng Ceng." "Belum tentu."
"Ilmu kepandaianmu dapat memenangkan orang tua bungkuk ini?"
Permaisuri dari Kutub Utara tertegun, ilmu kepandaiannya berada dibawah tingkat Kui Tho Cu. sedangkan manusia bungkuk itu dapat dikalahkannya, bagaimana ia dapat memenangkan pertandingan?
Permaisuri dari Kutub Utara dapat diberi mengerti, ia harus menungga hasil dari penyembuhan Kui Tho Cu. Beberapa saat kemudian Si Tukang Ramal Amatir melepaskan saluran tenaganya, Kui Tho Cu menoleh dan bersempokan mata dengan pengemis tua itu.
"Eh, kau belum mati?" Ia terkejut sekali. "Kentut busuk, bila kau mati. Siapa yang menyembuhkan lukamu?" Bentak pengemis tua yang mempunyai sifat angin-anginan!
"Untung kau tiba pada saatnya," berkata Si manusia bungkuk.
Tan Ciu maju mengadakan pertanyaan. "Cianpwe, bagaimana kau terluka ?"
Kui Tho Cu. mendelikkan mata, katanya. "Telah kau saksikan, bukan? Aku ditempur oleh kawan wanitamu itu. Dan tentu saja, aku kalah dibawah tangannya."
”Kini, dimanakah ia berada ?" "Ia juga menderita luka."
Tan Ciu berteriak girang. "A a a a ... ia juga menderita luka? Syukurlah, kita segera dapat mengalahkan mereka."
"Lukanya tidak lebih ringan dari luka yang kuderita." berkata Kui Tho Cu memberi keterangan.
"Pernah lihat ketua Benteng Penggantungan itu?" "Tidak, entah kemana ia telah pergi."
Bebetapa bayangan melayang datang, mereka adalah wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen, si pemuda dingin Pek Hong, wanita berbaju hitam Kang Leng, Cie Yan dan lain-lain.
Co Yong Yen menghadapi rombongan Tan Ciu dan berkata. "Tan Ciu, tidak kusangka, kau dapat mengajak konco-konco yang banyak sekali."
"Aku ingin menjumpai ketua kalian." Tan Ciu membentak keras.
”Ia tidak ada." Berkata Co Yong Yen memberi keterangan. Pengemis tua turut maju, dengan senyuman yang angin- anginan, ia berkata.
"Nona Co, masih kenalkah kepadaku?"
Co Yong Yen menatap tajam-tajam si Tukang Ramal Amatir. Tiba-tiba terjadi perubahan yang mendadak. wajahnya pucat pasi, dengan patuh ia memberi hormat.
"Cianpwe "
"Tidak kusangka," berkata si pengemis tua, "Kau telah menduduki jabatan wakil ketua Benteng Penggantungan....
Syukur.... Syukur,.. Aku harus mengucapkan selamat
kepadamu."
"Cianpwe pandai berkelakar." "Beruntung kau masih ingat kepadaku."
"Bagaimana tidak? itu waktu, cianpwe telah menolong diriku dari kesusahan. hal ini "
"Tolonglah panggil keluar ketua kalian." Berkata si Tukang Ramal Amatir singkat.
"Ia belum kembali kebenteng." Co Yong Yen yang memberi keterangan.
"Bohong." Bentak Tan Ciu keras.
"Sungguh." Berkata Co Yong Yen. "Kami pun sedang berusaha mencarinya. Masih belum berhasil."
Tukang Ramal Amatir berpikir sebentar, ia berkata. "Kukira ia telah melarikan diri."
"Melarikan diri?"
"Betul. Hal ini sudah berada didalam perhitungannya. Munculnya kau didepan dirinya menggetarkan nafsu hidup Han Thian Chiu." Ia memandang Permaisuri dari kutub utara. Wanita berbaju merah itu menganggukkan kepala, ia dapat menyetujui dugaan tersebut, katanya.
"Betul, kukira ia telah melarikan diri. Munculnya aku dihadapannya telah meruntuhkan semua iman-imannya, pasti aku menuntut balas, dan uutuk menghindari tekanan itu, ia menyembunyikan diri jauh-jauh. Ia terlalu gesit bagiku."
Kui Tho Cu berkata.
"Bila tidak mempunyai kegesitan yang melebihi orang, mana mungkin dapat membangun itu Benteng Penggantungan."
Pengemis tukang ramal memandang Co Yong Yen berkata, "Nona Co, bila kami ingin membakar Benteng Perggantugan. apa langkah yang kau ambil."
"Kami akan mempertahankan sedapat mungkin." jawab wakil ketua benteng itu.
"Ketua kalian telah melarikan diri, apa yang harus dipertahankan."
"Demi kemulian benteng, jiwa kamipm akan kami persembahkan."
"Bagus! kata-kata yang penuh kekasatriaan. Tapi kalian bukanlah tandingan kami."
"Budi Tan Kiam Lam terlalu besar." "Dia bukan Tan Kiam Lam." "Ha?!"
"Percayalah keteranganku. Dia bukan Tan Kiam Lam. Dia adalah si Telapak Dingin Han Thian Chiu. Ilmu mengubah mukanya sangat mahir sekali. Tak seorang pun yang dapat membedakan persamaan itu. Dan kau kau
pernah benci kepada si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip itu orang yang pernah mempekosa tersebut itupun adalah jelmaan Han Thin Chiu juga,"
"A a a a a a "
Tan Ciu segera maju berkata. "Dimanakah nona Cang berada?"
"Didalam."
Tubuh Tan Ciu melesat, menuju kearah yang telah ditunjuk.
Satu suara rintihan terdengar keluar dari salah satu kamar. si pemuda melesatkan dirinya kedalam kamar tersebut.
Cang Ceng ceng terbaring disuatu tempat tidur, keadaan lukanya tidak ringan, terlihat gadis berbaju putih itu sedang menerima penderitaan.
Tan Ciu berteriak sedih. "Nona Cang "
Cang Ceng.ceng lompat bangun, reflek ilmu kepandaiannya yang tertinggi belum lenyap, menengok dan terlihat kedatangan si pemuda.
"Kau? " Ia mengerutkan alisnya.
"Betul. Aku Tan Ciu."
"Apa maksudmu datang kembali lagi?" "Aku harus menolongmu."
"Pergi! Aku tidak membutuhkan pertolonganmu." Tan Ciu menghentikan langkahnya.
Wajah Cang Ceng ceng menunjukan kemarahan. ia membentak, "Jangan kau maju lagi. Setapak saja lagi mendekatiku. segera kubunuhmu."
"Nona Cang... kau telah terluka... Tidak dapat kubiarkan begitu saja."
Tan Ciu mendekati tempat tidur itu.
Bagaikan berhadapan dengan maut, mata Cang Ceng Ceng menjadi liar, gadis itu segera lompat dari tempat tidurnya, ia menerkam si pemuda.
Tan Ciu berteriak. "Nona Ceng...!"
Dan ia menyingkirkan diri dari serangan Cang Ceng Ceng, tidak mungkin ia dapat menerima serangan itu.
Tubuh si gadis menubruk tempat kosong, sempoyongan, hampir menubruk tembok. Tan Ciu mengulurkan tangannya, maksudnya memayang orang.
Cang Ceng Ceng membentak. "Pergi . . . Pergi kau . . ." Satu pukulan pula dihadiahkan kepada si pemuda.
Tan Ciu tidak tega membiarkan tubuh gadis tersebut menubruk benda lain, ia berusaha menghindari diri perlahan, karena itulah terkena pukulan, beruntung Cang Ceng Ceng menderita luka yang agak parah, maka pukulan itu tidak merusak tubuhnya.
Walaupun demikian, karena menggunakan tenaga besar, luka Cang Ceng Ceng membuat bibirnya si gadis telah basah dengan darah.
Memandang wajah sigadis, dengan adanya darah yang berceceran, Tan Ciu menggigil dingin sangat seram.
Cang Ceng ceng membentak. "Masih tidak mau pergi ?"
Hanya kata-kata itu yang dapat dikeluarkan. tubuh si gadis telah melemas, terjatuh ditanah. Tan Ciu segera memayangnya, ia mengeluarkan obat Seng-hiat hoan-hun tan, maksudnya ingin mengobatinya.
Terdengar satu suara yang membentak. "Jangan..!"
Si pengemis tua, orang yang menamakan dirinya sebagai tukang ramal itu telah berada dibelakang Tan Ciu. Dialah yang mengadakan pencegahan.
"Cianpwe melarang memberikan pertolongan kepadanya?" Bertanya Tan Ciu.
"Betul." "Mengapa ?"
"Setelah disembuhkan. dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, siapakah yang dapat mengalahkannya."
Kui Tho Cu turut masuk kedalam kamar itu. Tan Ciu memandang si bungkuk, meminta pendapatnya.
Manusia bungkuk itu mengangkat pundak, saran apa yang dapat diberikan olehnya. Diketahui betul Tan Ciu menyintai gadis itu. bagaimana ia melarang memberi obat?
Bila disetujui maksud si pemuda, setelah Cang Ceng Ceng sembuh, siapakah yang dapat mengalahkan dirinya?
Apa yang Tan Ciu dapat lakukan kepada Cang Ceng Ceng?
Tidak dapat menolongnya, juga tidak dapat membiarkan begitu saja, gadis tersebut menderita luka berat.
Adanya Cang Ceng Ceng masuk kedalam Benteng Penggantungan dikarenakan membela dirinya, sehingga kena ilmu Ie-hun Tay-hoat Han Thian Chiu.
Ia harus turut tanggung jawab.
Tan Ciu memandang si Tukang Ramal Amatir. Pengemis tua itu berkata. "Berusahalah membebaskan dirinya dari kekangan ilmu Ie-hun Tay hoat itu."
"Cianpwe tidak dapat menolong ?" "Aku tidak mempunyai itu kepintaran." Tan Ciu memandang Kui Tho Cu.
Dan sibungkuk pun berkata. "Aku tiada guna."
"Mungkinkah tidak ada orang yang dapat menghilangkan ilmu Ie-hun Tay-hoat?"
"Kecuali si Telapak Dingin Han Thian Chiu." "Mana mungkin . .."
Beberapa orang berjalan masuk lagi, mereka adalah Permaisuri dari Kutub Utara, Co Yong dan wanita berbaju hitam Kang Leng.
Mata Co Yong basah dengan air mata, wajahnya kumel sekali.
Tan Ciu tak tahan mengajukan pertaayaan. "Eh, kau mengapa ?"
Co Yong menangis semakin sedih. "Nona Co " Panggil lagi Tan Ciu.
Kang Leng tampil memberi keterangan. "Sebelum kau meninggalkan Benteng Penggantungan pernah kuceritakan sedikit tentang keadaan Benteng Penggantungan, termasuk asal usul Nona ini, bukan?"
"Aku tidak mengerti." Berkata Tan Ciu.
"Co Yong. . . Bukan Namanya adalah Pek Co Yong,
pocu kami menyerahkannya kepada Hu Pocu, tegasnya untuk mendidik ilmu surat dan juga ilmu silat, tapi tidak diceritakan asal usul dirinya?" Permaisuri dari Kutub Utara turut bicara. "Ternyata. dia adalah putriku ini."
Tan Ciu berteriak! "Aaaaaa !"
Kang Leng memberikan keterangan yang lebih jelas, "Nama Cianpwee ini adalah Pek Pek Hap dan dia adalah
Pek Co Yong." Ditudingnya gadis yang sudah basah dengan air mata itu!
Tan Ciu pernah mengadakan janji untuk sehidup semati dengannya. Tidak disangka perubahan situasi dapat berkembang seperti ini, Tubuhnya gemetaran, menggigil dingin!
Pek Co Yong menangis semakin sedih!
Tan Ciu berkata, "Kau! Kau Putri Han Thian Cu?" Pek Co Yong menganggukkan Kepala lemah.
Tan Ciu semakin bingung, Diketahui bahwa Han Thian Cu itu sebagai musuh besar, bagaimana ia akan mengawini putri musuh?
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berkata. "Oo, anakku "
Pek Co Yong menangis sesenggukkan didalam rangkulan ibunya.
Pek Pek Hap mengelus-elus rambut putrinya, katanya. "Janganlah kau bersedjh lagi "
Pek Co Yong menjerit. "Tidak . . . Tidak . . .Aku tidak mau menjadi putrinya. Dia bukan ayahku? Hal ini tak dapat disangkal sama sekali, Aku tidak mau Aku tidak mau!"
Pek Pek Hap menghela napas, "Aku mengerti kesulitannya, tapi?. . . Ia telah merusak kebahagian hidupku. Tidak sedikit kebahagiaan orang yang telah rusak dibawah tangan ayahmu itu."
"Uh . . . uh . .."
Tan Ciu maju menghampiri, ia berkata, "Nona Pek, tidak seharusnya kita dirundung kemalangan ini."
"Aku tidak dapat melupakanmu." Berkata Pek Co Yong. "Demikian juga dengan keadaan diriku." "Kehilanganmu, aku akan kehilangan pegangan hidup."
Berkata si gadis.
"Kau harus berani menerima kenyataan."
"Jodoh kita tidak mungkin terlaksana. . .." Suara Pek Co Yong sangat perlahan sekali. Hanya Tan Ciu seorang yang dapat mengikuti suara itu.
Tidak dapat disangka. Jodoh mereka terganggu! Biar bagaimana Tan Ciu harus membunuh Han Thian Chiu, sedangkan orang itu ayah si gadis.
Tan Ciu berkata, "Gagalnya perjodohan kita tidak akan mengganggu masa depan, kau harus berusaha hidup. kita harus berusaha menguasainya."
"Aku sudah bosan hidup, aku ingin mati," "Berpikirlah Secara tenang."
"Tentu saja kau dapat berpikir tenang." Berkata pek Co Yong. "Setelah melepaskan diriku kau masih ada seorang Cang Ceng Ceng. Tapi... bagaimana dengan keadaan diriku?"
Kata-kata yang sangat menyayatkan hati. Sangat masuk diakal. Tan Ciu dapat melupakan kejadian itu. karena masih ada calon lainnya, itulah Cang Ceng Ceng. Bagaimana dengan keadaan Pek Co Yong yang tidak mempunyai pilihan kedua?
Tan Ciu berkata.
"Kudoakan. agar kau menemukan seorang pemuda yang lebih baik dariku..."
"Tidak mungkin sama sekali..." "Kukira dapat. Berusahalah."
"Huh? Kau tidak dapat menyelami hati seorang gadis, ia
hanya dapat menerima satu kali ketukan pintu percintaan! Hanya satu kali, seterusnya, itulah bukan cinta lagi."
"Kenyataan tidak dapat dielakan! Apa yang dapat kita tinggalkan! Sudah tentu dapat dicari kembali!"
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap turut menghibur sang putri, "Co Yong, kuatkanlah imanmu. Apa yang dikatakan olehnya harus mendapatkan perhatian. Walau pun kalian tidak dapat hidup bersatu. Kuharap saja dapat mempertahankan hubungan baik itu."
"Tidak . . .Bukan persahabatan yang kubutuhkan . . .Aku membutuhkan cintanya "
Sang ibu berkata.
"Kau Tidak mungkin kau mendapat cintanya lagi."
Pek Co Yong memandang ibu itu tertegun beberapa saat. tiba-tiba ia lompat keluar, meninggalkan semua orang.
"Co Yong " Tan Ciu mencoba mencegah.
"Co Yong. . . ." Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap segera mengejar sang putri. Sebentar kemudian, Pek Co Yong telah keluar dari Benteng Penggantungan.
Pek Pek Hap berusaha mengejar putri tersebut, beberapa saat kemudian, ia berhasil, dicegatnya jalan lari gadis itu dan membentak.
"Co Yong. . ."
Pek Co Yong menggeram. "Minggir." "Jangan kau mengambil putusan nekad." "Jangan kau ikut campur."
Butiran air mata membasahi wajah Permaisuri dari
Kutup Utara itu. Ia sangat bersedih. Ia hanya mempunyai seorang putri. Telah lama dipisahkan Han Thian Chiu kini berhasil berkumpul menjadi satu. Semua harapan dilepas kepada putri tunggal tersebut, dengan demikian, kesedihan yang ditimbulkan oleh Han Thian Chiu bisa terlupakan. Tak disangka hanya persoalan cinta, Pek Co Yong meninggalkan dirinya. Bagaimana tidak bersedih?
"Co Yong Yen. . ." Ia berkata dengan ratapan hati. "Dengarlah kata-kata ibumu. . ."
"Cukup." Pek Co Yong berteriak. "Aku tidak mau dengar "
"Kau harus dengar kata-kata ibumu .. ." pek Pek Hap berusaha mendekati putri itu.
"Tidak . . . tidak "
"Dengar, jangan kau menjadi tolol." "Jangan kau maju lagi dari tempat ini,"
-ooo0dw0ooo-