Website Cerita Silat Indomandarin Ready For Sale

Jilid 08

SEJENAK HENING tidak ada yang bersuara. Sang ayah tak percaya dengan perkataan anaknya yang baru didengarnya sebab diketahui olehnya bahwa Lie Kim Nio juga pandai ilmu silat sehingga tentunya tak mudah kena diperkosa orang. Disamping itu dia juga pandai ilmu s ilat; sehingga tak mungkin dia tidak mengetahui jika didalam rumahnya telah kedatangan seseorang yang tak diundang.

"Ayah, aku diperkosa bukan di dalam rumah; akan tetapi terjadi waktu tadi aku meninggalkan rumah."

Dengan disertai oleh suara isak tangisnya maka Lie Kim Nio kemudian menceritakan bahwa dia tadi naik keatas gunung dengan hati risau, merasa malu  dan penasaran karena tuduhan suaminya. Dia duduk  di.atas satu batu besar, kemudian dia  menangis dan menangis  memikirkan entah tapak kaki siapa sebenarnya yang terlihat bekasnya diluar jendela kamarnya. Jelas bukan bekas kaki  suaminya  dan bukan juga ayahnya sebab ukurannya berlainan. Orang  itu pasti berilmu sehingga Lie Kim Nio tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang berdiri didekat jendela kamarnya.

Disaat Lie Kim Nio sedang merenungkan hal itu, maka secara tiba tiba tubuhnya dirangkul seseorang dari bagian belakang. Dia  meronta, tetapi dia  tak dapat melepaskan rangkulan itu. Sekali lagi dia meronta dengan mengerahkan tenaganya. Dia berhasil tetapi pakaiannya ikut terkoyak masih dipegang oleh seseorang yang merangkul  dari  bagian belakang itu.

Seseorang itu berdiri dihadapannya dengan perdengarkan suara tawa. Tawa lucu karena dia  melihat bagian  tubuh Lie Kim Nio yang pakaiannya terkoyak, dan sementara itu ditangannya masih tetap dia memegang bagian baju Lie  Kim  Nio yang robek. Tanpa menghiraukan keadaan pakaiannya, Lie Kim Nio menyerang laki laki itu memakai sepasang kepalannya.

Laki laki tidak dikenal itu berkelit menghindar, dan dia tetap tertawa setiap kali ia harus berkelit dari serangan Lie Kim Nio yang bertubi tubi.

Lie Kim Nio terus me lakukan serangan, dia  penasaran karena setiap serangannya dengan mudah dapat dihalau oleh laki laki asing itu sampai disuatu saat laki laki itu justru yang berhasil merangkul, mendekap muka Lie Kim Nio memakai sehelai kain sutra warna hijau.

Sempat tercium oleh Lie Kim Nio suatu bau harum yang menyerang hidungnya; dan sempat dia berpikir bahwa  dia telah terperangkap, akan tetapi dia  tidak tahu bahwa dia terkena obat perangsang. Dia merasa bagaikan dia  dirangkul dan dicumbu oleh suaminya sendiri, sampai kemudian dia siuman dan menemukan diri berada didalam  sebuah  goa tanpa ada seseorang didekatnya sementara  tubuhnya  letih dan masih dalam keadaan polos.

Segera Lie Kim Nio berteriak seperti kerasukan; karena dia menyadari apa sebenarnya yang telah terjadi terhadap dirinya. Tergesa gesa dia memakai pakaiannya dan tanpa disengaja menemukan sekantong penuh berisi senjata rahasia.

Lie Kim Nio merasa yakin bahwa  kantong itu adalah milik laki laki yang sudah memperkosa dia, dan kantong itu pasti tertinggal tanpa disengaja.

Tidak sukar buat Lie Kim Nio  mengetahui siapa  sipemilik dari kantong berisi senjata rahasia itu, sebab hampir setiap orang mengetahui senjata rahasia yang khas dari si pemilik kantong itu.

Lie Kim Nio bertekad hendak mengadu jiwa, dari itu dia berangkat setelah dia menceritakan kejadian  yang sebenarnya, dan Ong Kun Bie menyusul ketika dia pulang dan ikut mengetahui peristiwa yang sebenarnya dari ayah mertuanya).

Itulah kejadian yang Go Bun Heng ketahui dari Kang-lam hiap Ong Tiong Kun.

Si kakek yang sedang bercerita dikedainya Ouw lopek mengaku bernama Lie lopek atau kakek Lie'  sedangkan  Lie Kim Nio juga marga yang sama. Apakah si kakek Lie ini adalah ayahnya Lie Kim Nio? Inilah yang dipikirkan oleh Twa to Go  Bun Heng dan dia merasa menyesal bahwa dulu Ong Tiong  Kun tidak me lukiskan wajah muka si kakek yang menjadi ayahnya Lie Kim Nio,

Meskipun twa to Go Bun Heng berjalan sambil dia berpikir akan tetapi sepasang telinganya sudah terlatih  benar  dan naluri hatinya cepat memberitahukan kepadanya bahwa  saat itu ada seseorang yang sedang mengikuti dia, seseorang atau mungkin lebih dari satu orang, cepat si golok maut Go bun Heng menunda langkah kakinya dan memutar tubuh dan secepat itu juga kelihatan ada 4 orang laki laki yang pada saat itu bergerak terpencar dua  menyisi kesebelah kiri dan kesebelah kanan; sementara yang dua  orang lagi tetap menghadapi si golok maut Go Bun Heng.

'Siapa kalian dan apa maksud kalian mengikuti aku ?” tanya Go Bun Heng selagi dia meneliti ke empat orang itu, dan meneliti juga keadaan disekitarnya.

Ke empat orang lelaki  itu tertawa Ialu  yang seorang terdengar berkata :

"Go Bun Heng, siasia kau mendapat gelar si golok maut, sebab maut justru sedang mengintai kau !"

Orang itu menyudahi perkataannya dengan melakukan serangan memakai senjata gada besi yang pada bagian ujungnya berduri lima. Keadaan dijalan pegunungan itu sangat sunyi dan gelap, hanya ada sinar bintang bintang yang berkelap kelip; akan tetapi sigolok maut Go Bun Heng sempat melihat ke empat orang orang yang mengepung dia, yang semuanya berpakaian serba hitam dan sebagian muka mereka  ditutup  dengan secarik kain warna hitam; yakni pada bagian bawah mata sampai menutup bagian hidung dan mulut.

Dengan goloknya yang sudah belasan tahun menjelajah di kalangan rimba persilatan, twa to Go Bun Heng melakukan perlawanan terhadap ke empat orang orang yang mengepung dan ke empat orang orang itu ternyata memakai senjata yang sama bentuknya; yakni sebuah gada besi dengan ujung bercagak lima yang runcing.

Jelas bahwa keempat senjata musuh itu merupakan senjata senjata yang berat, akan tetapi golok twa to  Go  Bun Heng juga bukan merupakan senjata yang ringan meskipun tidak seberat senjata ke empat orang pengepungnya.

Si Golok maut Go Bun Heng bahkan bergerak dengan ges it mencari sasaran bagian yang  membahayakan  nyawa lawannya, tanpa menghiraukan jum lah lawan yang mengepungnya; karena dimana saja atau  kemana saja  golok itu mengarah, pasti akan membikin musuh menjadi repot berusaha menolong diri; menangkis dan berkelit menghindar. Ke empat musuh yang mengepung itu merasa penasaran karena sampai sedemikian lamanya mereka belum dapat mengalahkan seorang lawan. Mereka serentak perdengarkan pekik suara mereka lalu gerak tubuh mereka menjadi lebih mirip dengan serangan gelombang empat lautan. Akan tetapi, tidak s ia sia si golok maut Go Bun Heng menjadi salah seorang ahli waris dari Pek see siansu, atau si orang tua sakti dari Pasir putih, pencipta ilmu silat golok See gak hun kunkun, oleh karena didalam menghadapi desakan musuh yang dilakukan secara bergelombang dengan lincah golok Go bun Heng bergerak dalam serangan tipuan maupun serangan sungguhan, mengakibatkan  sering kali pihak empat orang lawannya menjadi tergopoh gopoh menolong diri atau menolong kawan mereka dari ancaman golok !

Pertarungan dengan masing masing pihak mengerahkan kemampuan itu, cepat sekali menentukan pihak yang lemah dan pihak yang lebih kuat.

Dua orang dari empat pengepung itu sudah mengeluarkan darah dari mulut mereka; menandakan bagian dalam tenaga mereka sudah kena gempur, sedangkan dipihak  twa-to  Go Bun Heng yang banyak menggunakan tenaga karena  dikepung; kelihatan nyata mukanya berubah menjadi merah, akan tetapi masih sanggup dia bertahan.

Khawatir kalau pihaknya akan lebih banyak  menderita,  maka keempat musuh yang berseragam serba hitam itu mengundurkan diri; hilang dikegelapan malam.

Twa to Go Bun Heng tidak me lakukan pengejaran, dia merasa perlu mengatur pernapasannya, sampai kemudian dia meninggalkan bekas pertempuran itu, sedangkan didalam hati dia memikirkan masalah pengepungan tadi karena dia belum dapat meraba, entah musuh darimana yang mengarah dia.

Waktu si Golok maut Go Bun Heng tiba di tempat penginapannya maka dia menemukan suatu keadaan yang ramai dengan suara tangis dari keluarga yang punya rumah, oleh karena ternyata pihak musuh mendatangi rumah tempat Go Bun Heng menginap.

Ternyata Go Bun Heng dengan kedua temannya menginap disa lah satu rumah penduduk dusun  dengan  memberikan uang yang cukup seperti mereka menyewa kamar dirumah penginapan.

Penduduk dusun yang ditumpangi itu hanya terdiri dari seorang laki laki muda dengan isteri dan ibunya. Di saat si golok maut Go Bun Heng mengunjungi kedai kakek Ouw; rumah itu didatangi oleh sejumlah orang orang yang mengenakan pakaian serba hitam lengkap dengan tutup muka memakai secarik kain warna hijau.

Kedatangan mereka disambut oleh Gwa Teng Kie dan adiknya yang memberikan perlawanan.

Pihak musuh yang berseragam serba  hitam itu jelas mempunyai maksud hendak membunuh twa to Go Bun Heng bertiga akan tetapi mereka menghadapi dua lawan  yang bukan sembarang lawan sebab Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin mengamuk, memakai jurus jurus ilmu s ilat yang Khas dari golongan Siao lim, mengakibatkan pihak musuh tak sanggup bertahan, dan mereka lari terbirit birit, akan tetapi sempat mereka membawa lari laki laki muda yang punya rumah.

))dw(( X ))hnd((

ESOK PAGINYA twa to Go Bun Heng mengajak kedua bersaudara Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin singgah lagi di Kedai kakek Ouw; dan mereka menemukan kedua kakek tu sudah menghadapi lagi permainan mereka, bahkan kakek Lie sedang bersiap siap hendak menyambung bercerita  mengenai si 'macan terbang* Lie Hui Houw:

“...Nio Kok An datang dengan menyertai tawa yang ramah dan mengucap maaf karena terlambat.  Dia  memesan makanan dan memaksa mengajak Lie Hui Houw  bertiga makan dan minum arak sambil dilayani oleh perempuan perempuan cantik itu, akan tetapi Lie Hui Houw mencegah waktu kakak dan pamannya hendak mendahulukan minum, sebab dia khawatir didalam arak dicampur sesuatu racun atau obat bius…

“…si macan terbang Lie Hui Houw yang mahir ilmu tenaga dalam mengerahkan tenaganya waktu dia minum semangkok arak yang disediakan. Setelah yakin bahwa arak dan makanan yang tidak bercampur racun, barulah Lie  Hui  Houw membiarkan paman dan kakaknya ikut minum dan makan…” “Pantas…” terdengar kakek Ouw bersuara menggerutu, memutus cerita kakek Lie.

“Pantas apa…?” tanya kakek Lie yang merasa heran. “Dia teliti…”

“Ooh…!”

Cuma itu kakek Lie bersuara, lalu dim inumnya  araknya selagi dia menunda bercerita diikuti oleh kakek Ouw, sedangkan A heng kelihatan sibuk juga melayani beberapa orang tamu.

Seorang penduduk dusun yang baru datang, tiba tiba terdengar berkata kepada beberapa penduduk dusun yang sudah datang lebih dahulu ;

"Semalam dirumah Thio Keng telah terjadi pertempuran . .”

“Eh ! bicara sembarangan saja . . !” seorang penduduk dusun yang tua usia nyelak bicara; sementara dari balik meja yang terlindung, dengan jari tangannya dia menunjuk kearah tempat duduk Go Bun Heng bertiga. Maksudnya jelas  bahwa dia melarang orang tadi bicara lebih lanjut, karena  orang orang yang semalam bertempur justru berada ditempat itu juga.

Sekilas kakek Lie mengawasi kearah orang orang dusun itu, dan kakek Ouw mengawasi kakek Lie, setelah itu dia ikut melihat ke arah yang sama.

“Rupanya ada keributan tadi  malam.. .” kakek Lie menggerutu perlahan.

"Mungkin . " sahut kakek Ouw, juga perlahan suaranya. 'Akan tetapi, mengapa orang tidak dibolehkan bicara . . ."

kakek Lie yang berkata lagi. "Mana kutahu . . !" sahut kakek Ouw singkat. "Apakah semalam Ouw Heng tidak melihat ?" kakek Lie menanya teman bicaranya.

“Melihat apa . . ?" kakek Ouw balik menanya. “Pertempuran itu . . “

"Dimana . ?" sekali lagi kakek Ouw yang balik menanya.

"Akh . .!" dan si kakek Lie jadi batal bicara .

“Kita teruskan . . !" akhirnya si kakek Lie yang bicara lagi, setelah sejenak tadi dia diam tidak bersuara.

"Apanya . ?” masih kakek Ouw menanya. “Cerita dan permainan kita …"

"Silahkan . . " sahut kakek Ouw dan mereka menyambung permainan catur, sambil kakek Lie meneruskan bercerita:

“. . sehabis waktu bersantap Nio Kok An mengajak Lie Hui Houw memasuki sebuah kamar pribadi di rumah makan itu: membiarkan sang kakak dan sang paman duduk menunggu. Mereka hanya berada berdua didalam kamar pribadi yang serba mewah itu, yang lebih m irip merupakan sebuah kamar khusus untuk menerima tamu-tamu yang  penting;  dan  Nio Kok An ternyata merupakan pemilik dari rumah makan itu, sekaligus merupakan orang yang mewakilkan  perusahaan Kong goan... .

... Nio Kok An persilahkan Lui Hui Houw duduk, sementara dia sendiri duduk pada sudut lain; berbatas sebuah meja tulis yang besar dan mewah, sehingga mereka berdua jadi saling berhadapan :

"Lie hiantee . . " kata Nie Kok An yang mulai  membuka bicara dan menyambung lagi :

'Sebelum aku menyerahkan pembayaran uang persekot yang dijanjikan oleh pihak Kong goan, ingin aku mengajukan sedikit pertanyaan kepada kau. ; 'Silahkan .' sahut Lie Hui Houw singkat sambil dia ikut mengawasi selagi Nio Kok An mengawasi dia seperti meneliti.

"Apakah sesungguhnya kau hendak menyerahkan uang itu kepada mereka ,.,?”

"Maksud kau.., .?" tanya Lie Hui Houw yang merasa heran tidak mengerti dengan pertanyaan Nio Kok An.

“Bukankah sebaiknya buat kau saja uang  itu?  Mereka semua adalah orang orang yang bodoh, ,”

“Nio Kok An ! kau belum kenal s iapa aku dari itu boleh saja kau mengucap begitu, akan tetapi ketahuilah, aku bukan sebangsa manusia yang dapat dibeli atau dapat disuap.  Setelah sekarang kau mengetahui, aku harap kau tidak mengulang perkataan yang semacam tadi..,..“ sahut Lie Hui Houw dengan muka merah menahan marah.

Lie Hui Houw bicara sambil dia menuding Nio Kok An dan Nio Kok An yang merasa dirinya berpengaruh,  tentu saja menjadi marah; terlebih karena namanya disebut seenaknya oleh Lie Hui Houw,..,

... dan selagi Lie Hui Houw bicara dengan suara keras tadi, maka datang empat orang kauwsu atau tukang pukul yang bertubuh tegap penuh otot. Mereka bersiap siap menunggu perintah dari Nio Kok An.

“… akan tetapi, saat itu rupanya Nio Kok An sudah mempunyai cara lain; sehingga dia  tidak memerintahkan  orang orangnya buat menghajar Lie Hui Houw, dan sebagai akhir dari pembicaraan mereka maka  Nio  Kok  An menyerahkan selembar surat berharga dengan jumlah uang tertulis yang cukup buat membayar sisa uang persekot dan surat berharga itu dapat ditukar dengan uang tunai di kantor Kong goan . . .

".., si 'macan terbang' Lie Hui Houw merasa girang karena dia menganggap dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Pembayaran sudah diterima, tinggal ditukarkan menjadi uang tunai dan membagikan kepada orang orang yang berkepentingan, setelah itu dia akan melakukan tugas berikutnya, mencari Lie Kim Nio yang menjadi kakak misannya,.’

"..pada hari itu mereka tidak sempat menukarkan surat berharga itu dengan uang tunai, sebab sudah  lewat  waktu kerja dan kantor 'Kong goan* sudah ditutup, Dari itu mereka pulang untuk kembali pada esok harinya.'

“…diluar tahu mereka, perjalanan Lie Hui Houw bertiga ternyata telah dibayangi oleh belasan orang orang yang tidak mereka kenal, dan belasan orang orang itu melakukan penyerangan waktu mereka sudah berada  ditempat yang cukup sunyi, dengan maksud hendak merampas  surat berharga yang baru diterima oleh Lie Hui Houw…

“…kembali si macan terbang Lie Hui Houw harus perlihatkan kegagahannya buat dia me lakukan perlawanan, akan tetapi dia agak repot karena dia harus melindungi paman dan kakaknya yang ilmu silatnya tidak memadahi seperti dia…”

“…banyak sudah orang orang yang bergelimpangan di jalan raya kena pukulan si macan terbang Lie Hui Houw, akan tetapi pertempuran itu belum berhenti, bahkan sang paman sampai tewas dan kakaknya Lie Hui Houw terluka parah…”

“Apa? Sang paman tewas…?” sekaligus dua orang perdengarkan suara mereka menyatakan rasa heran  dan kaget. Kedua orang itu adalah si kakek Ouw dan si Golok maut Go Bun Heng.

Didalam hati dua orang itu justeru sedang menduga bahwa si kakek Lie Kim Nio atau pamannya Lie Hui Houw dari itu mereka menjadi sangat terkejut waktu mendengar sang paman atau ayahnya Lie Kim Nio sudah binasa dalam perkelahian. 'Hayaa! kau kumat lagi dan orang itu juga kumat lagi…!” kata kakek Lie sementara dengan orang itu yang dia maksud adalah twa to Go Bun Heng yang ikut bersuara tadi padahal tidak diajak bicara dan tempat duduk mereka juga terpisah,

“Tetapi apa sebab kalian merasa heran atau terkejut...?" kakek Lie yang meneruskan bicara menanya kakek Ouw tetapi sengaja memakai istilah kalian, sebab ditujukan juga  kepada twa to Go Bun Heng.

“Hayaaa! aku cuma kaget,,," sahut kakek Ouw, jelas dia membohong. Dan, twa to Go Bun Heng? Sudah tentu dia tidak dapat ikut bicara sebab dia duduk cukup jauh terpisah dari tempat kedua kakek itu, dia bahkan memang tidak  diajak bicara !

Pada wajah mukanya, kakek Lie memang tidak perlihatkan sesuatu perobahan, Akan tetapi didalam hati dia  tertawa girang; sebab dia merasa sudah memenangkan sebagian dari permainannya. Sebaliknya di dalam hati kakek  Ouw,  dia sedang berpikir bahwa si kakek Lie yang membohong; mengatakan ayahnya Lie Kim Nio sudah binasa, padahal masih hidup dan sedang duduk dihadapannya,  menceritakan  kisah itu. Singkatnya, kakek Ouw berpendapat bahwa ayahnya Lie Kim Nio justeru adalah si Kakek Lie yang sedang dia  ajak bicara sambil bermain catur !

Disaat si kakek Lie hendak  meneruskan  bercerita, mendadak masuk kedua orang penduduk dusun itu langsung menyampaikan suatu berita; bahwa diatas gunung Kauw it san mereka menemukan mayat seorang laki  laki muda; yang ternyata adalah Thio Keng. Semua yang berada dikedai kakek Ouw kelihatan menjadi terkejut, terlebih pihak twa to Go Bun Heng bertiga; sebab mereka tahu bahwa lelaki muda yang bernama Thio Kengkz atau yang ditemukan mayatnya itu  adalah nama orang yang rumahnya mereka tumpangi yang semalam diculik oleh serombongan orang orang berseragam serba hitam. “Siapakah Thio Keng itu ?” tanya kakek Lie kepada kakek Ouw; mungkin satu satunya orang yang merasa tidak terlalu kaget.

“Seorang penduduk dusun didekat tempat kita. Pekerjaannya sehari hari mencari kayu,” sahut kakek  Ouw yang memberikan penjelasan kepada kakek Lie.

“Mengapa dia dibunuh ?” kakek Lie menanya lagi.

“Mana kutahu. Mungkin dia  sedang mencari kayu dan kemalaman diatas gunung Kauw it san, dan…”

“Dan apa? Ouw heng?” kakek Lie kelihatan merasa heran sebab kakek Ouw tak meneruskan perkataannya, sehingga kakek Ouw lalu berkata lagi :

“Mungkin dia dibunuh oleh si hantu muka hitam.”

“Hantu muka hitam ?” twa to Go Bun Heng yang nyelak bicara dari tempat duduknya dan dia bahkan bangun berdiri, lalu mendekati tempat kedua kakek itu langsung  dia menyambung bicara yang ditujukan kepada kakek Ouw :

“Ouw lopek, kau tadi mengatakan tentang hantu muka hitam; sudikah kau memberikan penjelasan kepadaku ?”

“Hayaa ! kau ini sudah berulangkali mengganggu urusan lain orang apakah ....” kakek Lie yang mendahulukan bicara: akan tetapi si golok maut Go Bun Heng jadi ngomel ngomel.

"Lie lopek ! aku tak menanya pada Ouw lopek !' demikian  Go Bun Hengkz memutus perkataan kakek Lie, dan kali ini kelihatan gemetar sepasang tangan kakek Lie, karena agaknya dia harus menahan rasa marah namun  dia  tidak berdaya karena memang dia pihak yang salah.

Sementara itu kakek Ouw mengawasi muka si Golok maut Go Bun Heng, dengan sepasang mata yang kelihatan bersinar menyala, bagaikan mengandung arti menyimpan dendam dan kali ini sempat dilihat oleh kakek Lie... 'Go hiante, silahkan duduk kalau kau juga ingin mendengarkan kisah yang sukar dipercaya tentang kejadian diatas gunung Kauw it san . . “ demikian akhirnya kakek Ouw berkata; sedangkan si golok maut Go Bun Heng mengucap terima kasih, lalu tanpa ragu ragu lagi dia  menarik  sebuah kursi dan duduk di antara kakek Lie berdua kakek Ouw.

Sementara itu si kakek Oudw mulai berkata, “Orang orang desa yang percaya takhayul dan berhati penakut mengatakan bahwa diatas gunung Kauw it san sekarang ini dihuni oleh hantu jejadian bermuka hitam, dengan rambut panjang dan sepasang mata melotot perlihatkan sinar merah.  Tentang hantu ini, aku tidak mengetahui siapa yang pernah bertemu dan melihatnya sehingga  orang orang bisa melukiskan ujudnya, padahal menurut kata orang-orang jikalau ada seseorang yang bertemu dengan hantu itu, sudah pasti orang itu akan mati . . "

"Dan hantu muka hitam itu akan muncul kalau  orang melihat adanya lentera lentera merah yang  bargantungan diatas dahan pohon pohon diatas gunung Kauw it san .”  si kakek Lie menambahkan keterangan yang  diberikan  oleh kakek Ouw, tanpa dim inta; membikin si Golok maut Go Bun Heng jadi perlihatkan senyumnya merasa girang karena kakek Lie tidak menyimpan dendam dengan sikapnya tadi.

"Apakah sudah terdapat korban yang tewas akibat keganasan hantu bermuka hitam itu . . ?" tanya Go Bun Heng yang ingin mengetahui lebih lanjut.

"Mana kutahu,sebab aku tidak melihat dan tidak  menghitung ...” sahut kakek Ouw.

"Akan tetapi, setidaknya Ouw lopek tentu bisa memperhatikannya, sesuai dengan pembicaraan orang orang yang menemukan mayat mayat itu..,," Go Bun Heng mendesak. "Cukup banyak ...” akhirnya sahut kakek Ouw perlihatkan sikap tidak senang.

"Apakah yang binasa itu semuanya merupakan penduduk dusun sekitar tempat ini ?" masih twa to Go Bun Heng menanya lagi.

“Yang binasa adalah orang orang yang naik keatas gunung Kauw it san tidak perduli apakah dia merupakan orang orang setempat atau merupakan orang orang perantau;..” Sahut kakek Ouw.

"Akan tetapi; Thio Keng yang kedapatan mati, semalam dia tidak keluar dari rumahnya ,..” Go Bun Heng memberikan keterangannya.

Sekarang ganti kakek Lie yang kelihatan merasa heran sehingga dia yang menanya.

“Bagaimana kau tahu bahwa Thio Keng tidak pergi dari rumahnya,.,?"

"Sebab aku dan dua temanku menginap di rumah Thio Keng. Dia tidak pergi sebaliknya semalam ada datang orang orang yang memakai seragam serba hitam, menculik  Thio Keng dan membunuhnya, kemudian mayatnya dibuang diatas gunung Kauw it san “ sahut Go Bun Heng dengan sepasang mata kelihatan bersinar merah.

'Kalau begitu hantu itu tentu banyak pengikutnya” kata kakek Lie yang perlihatkan Iagak ketakutan.

"Mereka bukan hantu mereka manusia biasa. Aku yakin bahwa yang mengaku sebagai hantu muka hitam, tentunya adalah yang menjadi pemimpin dari orang-orang yang berseragam serba hitam itu.”

Ouw lopek kelihatan ikut terkejut waktu dia mendengar perkataan si golok Go Bun Heng dan bibirnya bahkan kelihatan sampai gemetar tetapi sepasang sinar matanya yang mengawasi twa to Go Bun Heng, merupakan sinar mata yang bukan ketakutan, dan secara diam diam  kakek  Lie  meneliti dan menilai didalam hati.

Sementara itu, twa to Go Bun Heng terdengar berkata lagi :

'Ouw lopek, kau berdagang membuka kedai nasi di sini ternyata kau sudah cukup lama berdiam ditempat ini. Kalau boleh aku menanya, sudah berapa lama,. "

"Cukup lama…!" sahut kakek Ouw singkat, agaknya tidak mau dia menjelaskan berapa lama sudah dia  berdiam ditempatnya itu dan sikapnya ini diam diam sudah membikin kakek Lie jadi merasa menyesal; sebab sebelumnya dia juga ingin mengetahui sudah berapa lama sebenarnya si  kakek Ouw mengusahakan kedai nasinya itu.

Dilain pihak, twa to Go Bun Heng tidak menghiraukan sikap sikakek Ouw dan dia bahkan meneruskan pertanyaannya.

'Baik, cukup lama. Dan selama itu, apakah Ouw lopek tidak mengetahui atau tidak pernah mendengar bahwa diatas gunung kauw it san atau ditempat yang berdekatan disini terdapat sarang kawanan perampok ..?’

'eh mengapa dia hubungkan urusan hantu muka hitam ini dengan urusan kawanan perampok ?' pikir kakek Lie didalam hati, sementara kakek Ouw memberikan  jawaban atas pertanyaan Go Bun Heng tadi:

"Aku tidak tahu dan tidak pernah mendengar. Di sekitar kampung ini selalu aman tidak pernah  mendapat  gangguan dari kawanan perampok . . .”

"Tidak pernah diganggu kawanan perampok belum berarti didekat sini tidak ada sarang kawanan  perampok. Besar kemungkinan mereka melakukan kejahatan di tempat lain, dan disini mereka tidak mau orang mengetahui adanya sarang mereka; dari itu mereka tidak merampok, sebaliknya mereka membunuh jika ada seseorang yang kebenaran menyelidik . . ! " kata Go Bun Heng. 'Nah, dia kaget lagi . . ! ' kata kakek Lie didalam hati; sebab dia tetap memperhatikan wajah muka bahkan segala gerak kakek Ouw sedangkan kakek Ouw terus mengawasi si Golok maut Go Bun Heng yang sedang bicara sehingga kakek Ouw tidak mengetahui bahwa dia sedang diteliti oleh kakek Lie.

'Go hiantee. Mendengar pembicaraan kau tadi, maka aku jadi menganggap bahwa kau adalah seorang yang cerdas dan pemberani. Akan tetapi, kami penduduk dusun disini adalah orang orang yang bodoh dan penakut, dari itu aku persilahkan kau selidik sendiri perihal sarang kaum perampok seperti yang kau duga dan katakan, sedangkan aku hanya bantu dengan doa supaya kau berhasil menemukan sarang perampok itu - -“ akhirnya kata kakek Ouw dan dari nada dia bicara, dia ingin supaya si Golok maut Go Bun Heng tidak mengajak dia bicara lagi.

'Terima kasih, Ouw lopek, untuk doa dan penjelasan yang sudah kau berikan - ,” kata si Golok maut Go Bun Heng yang agaknya dapat mengerti dengan kehendaknya kakek Ouw dan si Golok maut Go bun Heng menyudahi pembicaraannya dengan dia kembali ke tempat dia  dan kedua  temannya duduk.

Sementara itu, keadaan di kedai kakek Ouw sudah berobah menjadi tenang. Sebagian para tamu yang terdiri dari para penduduk setempat sudah pada pergi, mungkin untuk mengurus mayat Thio Keng, sedangkan dua  orang orang gelandangan yang menjadi temannya twa to Go Bun Heng kemudian ikut pergi membiarkan Go Bun Heng tetap duduk sendirian ditempatnya.

"Eh; bagaimana ? apakah kita teruskan permainan  kita  yang tertunda, dan aku teruskan ceritaku - - ?"' tanya kakek Lie yang melihat kakek Ouw bagaikan sedang merenungkan sesuatu masih terpengaruh dengan pembicaraan tadi.

“Sebaiknya kita tunda dan kita makan dulu perutku sudah Iapar “sahut kakek Ouw yang berusaha menyertai senyumnya. 'Setuju ! aku juga lapar akan tetapi aku sampai lupa makan,” sahut kakek Lie yang perlihatkan lagak jenaka; lalu  dim inumnya sisa araknya sementara kakek Ouw memanggil A heng buat menyediakan makanan.

Dipihak si Golok maut Go Bun Heng, dia juga ikut memesan makanan, karena agaknya dia tidak mau meninggalkan kedai kakek Ouw, sebab dia ingin ikut mendengarkan cerita si kakek Lie yang menyangkut urusan Lie Hui Houw,  yang  menurut kata si kakek Lie sudah tidak lagi berada di kota Tio tyiu.

Demikian masing masing pihak menghadapi santapan siang dan masing masing pihak saling berpikir  didalam  hati membikin suasana di kedai kakek Ouw menjadi hening, akan tetapi suasana hening ini tidak berlangsung lama, sebab pada saat berikutnya di kedai kakek Ouw itu kedatangan dua tamu lain, tamu yang juga merupakan orang orang  yang pandai  ilmu silat, dan kedua tamu baru itu  ternyata  sudah  saling kenal dengan twa to Go Bun Heng, terbukti mereka saling menyapa dalam suasana penuh kegembiraan,  terlebih dipihak si Golok maut Go Bun Heng yang merasa  membutuhkan teman teman.

Dua tamu yang baru datang itu merupakan orang orang yang sebaya dengan usia si Golok maut Go Bun Heng dan dari pembicaraan yang terjadi diantara mereka ternyata dua  duanya pendatang baru itu usianya sedikit agak lebih tua, karena Go Bun Heng menyebut toa ko dan jie ko kepada mereka. Yang tertua atau yang disebut toako ternyata bernama Tan Heng Gie; sedangkan teman seperjalanannya yang berpakaian sebagai seorang pendeta ternyata adalah Hui beng siansu yang dulunya bernama Tan Hui Beng, terhitung adik misan dari Tan Heng Gie dan Tan Hui Beng ini justeru adalah sa lah seorang yang paling gigih mengejar si iblis penyebar maut alias Han bie kauwtyu sejak usianya masih muda. Oleh karena itu, pertemuan yang terjadi antara si Golok maut Go Bun Heng bertiga di kedainya kakek  Ouw  sudah tentu sangat menggirangkan mereka bertiga, terlebih pada saat itu Go Bun Heng merasa sedang menghadapi suatu urusan yang rumit, sehingga dengan adanya Tan  Hui Beng alias Hui beng siansu yang terkenal cerdas, sudah tentu si Golok maut menjadi sangat kegirangan.

("Siapa bilang dia cerdas - . ." gerutu Cie in suthay yang sedang duduk di ruang tamu pada sebuah rumah penginapan, dengan ditemani oleh si 'macan terbang' Lie Hui Houw, selagi Lie Hui Houw menyambung cerita dan mengatakan Hui beng siansu adalah orang yang terkenal cerdas.

Si 'macan terbang* Lie Hui Houw tidak segera mengucap apa apa, selagi ceritanya diputus oleh biarawati muda usia itu. Dia mengawasi bagaikan orang yang tidak mengerti,  dan  Cie in suthay lalu menambahkan perkataannya :

"Selama hidupku, aku baru menemui satu orang  yang benar benar cerdas ..."

"Siapa dia .. . ?" tanya Lie Hui Houw ingin mengetahui. "Si iblis penyebar maut alias Han bie-kauwtyu…”

Sepasang mata Lie Hui Houw menjadi membelalak, akan tetapi diam diam dia mengakui tentang kecerdasan si iblis penyebar maut alias Han bie kauwtyu, terbukti berulangkali si iblis berhasil menghindar dari ancaman kawanan pendekar yang mengepung dia).

Pada kesempatan bertemu itu, maka si golok maut Go Bun Heng lalu menceritakan pada Hui beng siansu berdua Tan  Heng Gi tentang kejadian yang sedang dia hadapi bersama sama Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin; baik mengenai urusan si hantu bermuka hitam serta mengenai si kakek Lie yang se- dang menceritakan tentang si 'macan terbang' Lie Hui Houw. Selama mendengarkan kata kata yang diucapkan oleh si Golok maut Go Bun Heng, sepasang mata Hui Beng siansu berdua Tan Heng Gie berulangkali melirik ke arah tempat duduk kakek Lie berdua kakek Ouw, yang waktu itu sedang bersantap dengan lagak tak menghiraukan kehadiran tamu tamu yang sedang bicara itu.

Kedua kakek itu perlihatkan lagak tak menghiraukan atas kedatangan kedua tamu yang menjadi sahabatnya Go Bun Heng akan tetapi didalam hati mereka terlalu banyak yang sedang mereka pikirkan.

Waktu pertama kali Hui Beng siansu dan Tan Heng Gie memasuki kedainya, sekilas kelihatan kakek Ouw seperti orang yang gugup; pada wajah mukanya dia memang tidak perlihatkan perobahan apa apa, akan tetapi pada  sinar matanya ...

“. . sinar mata itu yang pada mulanya perlihatkan rasa terkejut.. . ." pikir kakek Lie didalam hati;  kemudian  sinar mata itu kelihatan menyimpan dendam waktu sepasang mata kakek Ouw mengawasi Hui beng siansu.

“Ouw heng; apakah kau kenal dengan mereka yang baru datang.., ,.. “ tanya si kakek Lie perlahan  tak  mungkin didengar oleh pihak Hui Beng siansu.

'Tidak - ' sahut kakek Ouw tanpa ragu dan bersikap acuh, sementara nada suaranya terdengar wajar.

"Aku lihat mereka bukan merupakan orang orang sembarangan. Mereka tentunya pandai ilmu  silat...,.."  kakek Lie yang berkata lagi, tetap perlahan suaranya,

“Hebat matamu, Lie heng, dengan sekali lihat kau mengetahui bahwa mereka pandai ilm u silat. Apakah Lie heng juga pandai ilmu silat ? Ingin benar aku  belajar  .,,;,"  dan kakek Ouw perlihat sedikit senyumnya, 'Akh, Ouw heng, kau mulai bergurau,.,' sahut kakek Lie yang jadi tertawa, akan tetapi kakek Ouw tidak ikut tertawa.

"senyumnya juga senyum paksa .. !" kata kakek  Lie  didalam hati.

Setelah keduanya selesai bersantap, maka kakek Lie dan kakek Ouw mulai lagi bermain  catur, sambil kakek Lie menyambung lagi ceritanya, tanpa menghiraukan lagak si Golok maut Go Bun Heng yang bergegas memberikan tanda kepada kedua sahabatnya, supaya mereka ikut bersiap siap buat mendengarkan.

"... dengan susah payah Lie Hui Houw pulang ke rumahnya, membawa mayat pamannya dan membantu  kakaknya berjalan.. “

“nah, dia juga kaget .. .' pikir kakek Lie didalam hati selagi dia baru mulai menyambung bercerita;  sebab sekilas dia sempat melirik kearah Hui beng siansu.

Dilain pihak, diam diam twa to Go Bun Heng sampai memegang sebelah tangan Hui beng siansu yang  berada diatas meja menghendaki supaya sahabatnya berlaku tenang dan tetap mendengarkan cerita kakek Lie:

"... sudah tentu pulangnya Lie Hui Houw disambut dengan pekik tangis dari ibunya, juga isteri kakaknya dan Lie Siu Lan; bahkan si kecil anaknya Lie Sun Houw ikut jadi menangis . - -“

"Jadi kakeknya Siu Lan dimakamkan dikota Tio tyiu .  ?' tanya kakek Ouw penuh perhatian.

"Didalam kota Tio tyiu dekat rumahnya Lie Hui Houw - " kakek Lie menegaskan dan menambahkan. Nada suaranya tegas tidak ada tanda tanda dia membohong.

"... pada malam harinya ternyata serombongan manusia biadab itu datang lagi. Datang  untuk  menyerang  rumah  Lie Hui Houw dengan jum lah puluhan orang banyaknya. Dan didalam pertempuran yang segera terjadi lagi lagi si macan terbang Lie Hui Houw menjadi repot; karena dia harus bertempur sambil menjaga ibunya, bertempur dan membantu kakaknya yang kepayahan sebab menderita luka parah akan tetapi harus berkelahi lagi, bertempur sambil s i macan terbang Lie Hui Houw ini harus menolong isteri kakaknya yang sedang dihina, robek pakaiannya oleh manusia manusia biadab itu; bertempur lagi dan cepat cepat dia harus  menggendong  si kecil anak kakaknya; dan bertempur lagi tetapi sambil membantu Lie Siu Lan yang terjempit diantara kaki kaki empat orang musuhnya, dan ..."

"Akh repot benar kau bercerita . .’ kakek Ouw memutus perkataan kakek Lie dan tak dapat menahan tawanya; melihat lagak kakek Lie yang bercerita sambil sepasang tangan dan kakinya ikut  bergerak memberikan contoh, seperti  orang dalam wayang boneka di kelenteng toasebio.

"Ya,,memang repot benar Lie Hui Houw waktu itu . .  “  sahut kakek Lie yang tidak ikut tertawa dan tidak menyadari maksud perkataan kakek Ouw.

"Aku maksud yang repot . . .” kakek Ouw menegaskan dan menyambung tertawa.

".Akh, Ouw heng, bergurau lagi. . . “ ada sedikit nada gemetar pada nada suara kakek Lie.

"Aku tidak bergurau, akan tetapi singkatkan saja ceritamu pada bagian pertempuran itu, tidak perlu kau pakai contoh dengan gerak tanganmu segala. Bagaimana akhirnya pertempuran itu ?"

“Ya,  semuanya mati     !" sahut kakek Lie.

"Jadi; si 'macan terbang* juga mati .    .?"

". .. . . nah ! Sekarang semuanya jadi kaget . . . “ pikir kakek Lie dalam hati; sebab memang benar; kakek Ouw kelihatan kaget; juga twa to Go Bun Heng bertiga. “Lie Hui Houw juga tidak mati. Yang mati adalah ibunya, kakaknya dan isteri kakaknya; sedangkan si "macan terbang' Lie Hui Houw terpaksa harus lari dengan menggendong si kecil anaknya Lie Sun Houw serta menarik sebelah lengan  Lie  Siu Lan supaya dapat lari cepat . "

Kakek Lie berhenti sebentar buat dia  minum araknya,  sambil perhatiannya dia curahkan ke arah biji biji catur yang saat itu sedang dia  hadapi,  setelah  itu  dia menyambung lagi: "

.  . Lie  Hui Houw dapat  menyelamatkan diri dari kejaran pihak

musuh; dan dia dapat pula menyelamatkan Lie Siu Lan serta anaknya Lie Sun Houw, untuk kemudian mereka umpatkan diri disa lah satu rumah penduduk setempat . . .

“ . . selama umpatkan dirinya; Lie Hui Houw berpikir keras mengenai pihak musuh disamping dia merasa yakin bahwa pihak musuh pasti akan terus mencari dia tidak akan berhenti sebelum mereka berhasil merebut kembali surat  berharga yang masih dia simpan. Akhirnya Lie Hui Houw memutuskan, sebaiknya dia yang mendatangi pihak musuh, dari pada dia harus dikejar kejar musuh...

" . .mula pertama Lie Hui Houw mendatangi pelabuhan tempat penerimaan pendaftaran. Disini dia  disambut oleh sejumlah musuh. Dia mengamuk bagaikan seekor  harimau gila, mengakibatkan mayat  rnayat  bergelimpangan  lagi, sampai kemudian dia berhasil menangkap orang yang mengurus pendaftaran dan orang itu mengatakan bahwa yang bertanggung jawab sebenarnya adalah Nio Kok An.., .

. . . Lie Hui Houw tidak mengetahui rumahnya Nio Kok An, akan tetapi dia mencari di rumah makan; dan di tempat ini dia disambut oleh puluhan musuh sehingga lagi lagi Lie Hui Houw harus mengamuk dan lagi lagi mayat mayat pada bergelimpangan, akan tetapi tetap dia tidak berhasil menemukan Nio Kok An ,,, "

“Tetapi, eh Ouw heng, lagi lagi kau mencoba bermain curang ,.. " tiba tiba kakek Lie menegur teman mainnya. "Kenapa...” tanya kakek Ouw tidak mengerti.

'Yang ini kau langkahi, padahal sejak kapan ada peraturan yang semacam itu.. . ?'

"Oh, maaf ; aku benar benar tidak sengaja. Baiklah hari ini aku mengaku kalah lagi akan tetapi besok pasti aku balas ..." sahut kakek Ouw yang menyudahi permainan itu.

'Kenapa besok. .. ?” tanya kakek Lie yang ingin mengajak kakek Ouw main pada malam nanti.

"Hayaaa! aku lupa memberitahukan kepadamu, rapat pemilihan ketua kampung belum selesai, malam ini disambung lagi dan aku harus ikut hadir…”

“Wah, aku bakal ditinggal sendirian lagi..”kakek Lie menggerutu; membikin kakek Ouw jadi tersenyum.

Oow)dwxhnd( woO

Dua pengemis muda Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin berhasil mengurangi kesedihan keluarga Thio Keng, dengan memberikan sumbangan uang perak dan mengurus  jenasah Tio Keng, sekalian untuk menjamin  hari kemudian  keluarga itu. Kemudian Gwa Teng Kie berdua Gwa Teng Sin  berhasil pula menemukan sebuah kuil; buat dipakai menginap bersama twa to Go Bun Heng, Tan Heng Gie dan Hui Beng siansu.

Pengurus kuil memperkenalkan diri dengan nama Cie Seng hweesio, dia tidak keberatan menerima  tamu tamu  itu, terlebih karena Hui Beng siansu juga merupakan seorang pendeta serta twa to Go Bun Heng memberikan dana yang cukup besar.

Dua kamar yang letaknya dibagian belakang dari bangunan kuil itu, disiapkan buat para tamu menginap,  dan pada kesempatan bertemu itu Hui beng siansu mengatakan kepada twa to Go Bun Heng, bahwa perjalanan yang dia lakukan bersama sama Tan Heng Gie, sebenarnya adalah  mereka hendak menuju ke kota Tio tyiu  sebab Tan Heng  Gie menerima berita mengenai Lie Hui Houw memerlukan tenaga bantuan dan berita itu katanya diperoleh dari seorang anggota Kay pang yang memerlukan mencari Tan Heng Gie.

Dipihak twa to Go Bun Heng, dia juga mengatakan sedang dalam perjalanan menuju ke kota T io tyiu bersama Gwa Teng Kie serta Gwa Teng Sin, akan tetapi di kedai kakek Ouw mereka mendengar kisah yang sedang diceritakan oleh kakek Lie, cerita mengenai si 'macan terbang' Lie Hui Houw, sampai kemudian ia ikut terlibat dalam pembicaraan dan menghadapi sikap aneh dari sikakek Lie padahal si kakek Lie mengatakan bahwa simacan terbang Lie Hui Houw sudah tidak ada lagi di kota Tio tyiu.

"Jadi, dimana gerangan dia sekarang,” tanya Tan Heng Gie yang jadi ragu.

"Justru sikakek Lie itu aneh orangnya. Dia sukar diajak bicara dan aku bahkan mencurigai dia…" sahut twa to Go Bun Heng yang selanjutnya menceritakan tentang dia yang seolah olah sudah dipermainkan oleh s ikakek Lie.

“Dia mengetahui banyak tentang kisah si  macan  terbang Lie Hui Houw di kota Tio tyiu, dia tentu adalah pamannya Lie Hui Houw,,." kata Hui beng siansu yang menyatakan dugaannya.

"Aku juga menduga begitu meskipun  dia  mengatakan pamannya Lie Hui Houw sudah binasa. Sayangnya dulu Ong hiantee tidak me lukiskan wajah muka ayahnya Lie Kim Nio sehingga sekarang kita menghadapi keragu-raguan.,”

Hui beng siansu diam berpikir; lalu tiba tiba mukanya bersinar cerah menandakan kegembiraannya :

“Ada lagi seseorang lain yang pernah bertemu dengan ayahnya Lie Kim Nio . . .” demikian kata Hui beng s iansu. “Siapa....?" tanya Go Bun Heng yang merasa heran.

“Thie tyiang Tio Kun Liong, si tangan besi. Dulu waktu dia menyusul Kanglam ke kota Hoa lam, dia  juga numpang menginap dirumah ayahnya Lie Kim Nio yang bahkan telah menceritakan tentang kisah anaknya …”

“Akan tetapi.., ,"

Hui beng siansu tidak menghiraukan waktu Go Bun Heng memutus perkataannya, dan pendeta ini mencegah lalu meneruskan bicara: "… Tio hiantee juga akan lewat disini, sebenarnya kami bermaksud berangkat bersama sama, akan tetapi dia terintang dengan urusan keluarga, dari itu kami berangkat terpisah.”

"Mudah mudahan kita dapat bertemu dengan dia ditempat ini..'' akhirnya kata Go Bun Heng; dan mereka  tidak mengetahui bahwa Tio Kun Liong justeru pernah melihat kehadirannya si kakek Lie !

Sementara itu pembicaraan mereka terhenti  sebentar, sebab masuknya dua hweeshio muda yang menyediakan santapan malam bagi mereka dan ditengah waktu makan itu pembicaraan mereka beralih kepada persoalan hantu muka hitam yang katanya bermukim diatas gunung Kauw it  san, serta tentang orang orang berseragam serba hitam yang pernah ditempur Go Bun Heng dan dua bersaudara Gwa Teng Kie serta Gwa Teng Sin.

"Kelihatannya Cie seng hweesio keberatan membicarakan tentang hantu bermuka hitam itu, sehingga t idak mungkin kita bisa mencari keterangan melalui dia ....” kata Go Bun Heng dengan perasaan menyesal.

“Dia tentu takut dengan hantu itu . "Tan Heng Gie ikut bicara.

“Aku kira bukan hantu yanng menyebabkan dia takut. Aku yakin dibalik cerita hantu bermuka hitam ini,  ada sesuatu persekutuan yang ganas dan kejam yang mengancam rakyat setempat dan orang orang yang coba mencari tahu tentang mereka; terbukti mereka telah me lakukan penyerangan terhadap Go hiantee bertiga ..." kata Hui beng siansu.

“Benar mereka telah melakukan penyerangan, akan tetapi.

. "

"Akan tetapi kenapa . .? " tanya Hui beng siansu karena Go

Bun Heng tidak menyelesaikan perkataannya, sebaliknya si Golok maut itu kelihatan berpikir.

"Aku merasa sudah diserang sebelum aku mencari keterangan tentang mereka, jadi .”

“Jadi . .”

“Agaknya musuh sudah kenal dengan aku. Musuh sudah mengetahui kehadiranku sebelum aku mengetahui tentang adanya hantu muka hitam diatas gunung Kauw it san...” sahut Go Bun Heng seperti baru menyadari sesuatu.

“Dan musuh memakai tutup muka sehingga sukar untuk dikenal…” Hui beng siansu menggerutu; sedangkan  didalam hati dia jadi teringat dengan kebiasaan orang orang Han bie kauw yang selalu memakai tutup muka dan berseragam serba hitam.

“Mereka memakai tutup muka dan mereka memakai seragam yang sama, demikian juga dengan orang orang yang datang menyerang Gwa hiantee kakak beradik. Tadi yang aku ingat, dibagian dada sebelah kiri dari seragam  mereka; terdapat gambar kala hitam dalam lingkaran putih…” Go Bun Heng menambahkan keterangannya.

"Kala hitam dengan lingkaran putih … ?” ulang Hui beng siansu sambil dia berpikir keras.

"Benar, dan aku menduga bahwa pakaian seragam mereka menandakan persekutuan mereka. Hanya aku belum tahu; apakah persekutuan ini merupakan persekutuan kawanan perampok atau persekutuan lain - -“

“Bagaimana hiantee pikir, kalau besok pagi kita menyelidiki keatas gunung Kauw-it san dan tempat disekitarnya, mungkin kita dapat menemukan sarang mereka ..."

"Aku pikir sebaiknya t idak ikut pergi, kalian saja yang pergi bersama sama Gwa hiantee kakak beradik dan aku masih merasa perlu mendengarkan kisah yang diceritakan oleh Lie lopek, mengenai urusan Lie Hui Houw dan si iblis penyebar maut . . " kata twa to Go Bun Heng yang kemudian mendapat persetujuan dari pihak Hui beng siansu.

Ada kesalahan pihak Hui beng siansu dalam melakukan pembicaraan itu sebab mereka tidak menghiraukan kehadirannya dua  hweeshio muda yang melayani mereka bersantap, sehingga segala percakapan itu didengar jelas oleh kedua hweeshio muda itu tanpa pihak Hui beng s iansu merasa curiga.

Waktu sudah selesai mengemas bekas makanan para tamu itu maka salah  seorang dari kedua hweeshio muda itu bergegas meninggalkan kuil; berjalan tergesa gesa kearah sebelah barat, akan tetapi waktu sebelum dia jalan jauh dia berpapasan dengan seorang penduduk dusun setempat yang dia sudah kenal.

"Eh, samko; aku ada berita aku harap kau segera memberitahukan kawan kawan . .” demikian kata hweeshio muda itu, dan dia  mengulang semua pembicaraan yang dilakukan oleh pihak Hui beng siansu.

Dilain pihak, kakek Lie yang ditinggalkan oleh kakek Ouw, merasa bahwa dia selalu dimata-matai oleh A heng, sehingga didalam hati s i kakek Lie jadi mendongkol oleh karena sikap A heng seolah olah sedang menghadapi seorang pencuri; atau menduga bahwa kakek Lie hendak melakukan pencurian. "A-heng aku mau kebelakang, kekakus, apakah kau juga mau ikut?” tanya kakek Lie bagaikan dia merasa habis sabar.

A heng menyadari bahwa s ikapnya berlebih-lebihan dari itu dia tersenyum; senyum paksa dan dia membiarkan kakek Lie kebelakang seorang diri.

Didalam hati kakek Lie menjadi tertawa melihat sikap dan lagak A heng.

Waktu sudah berada seorang diri didalam kakus, maka dari balik bajunya kakek Lie mengeluarkan sesuatu benda yang berupa semacam tabung dari bambu sambil dia menyiapkan juga bahan membikin api.

Sepasang matanya liar mencari A heng waktu kakek Lie sudah keluar dari kakus dan setelah mengetahui  bahwa  A heng berada dibagian depan dari kedai kakek Ouw, maka  kakek Lie membakar bagian ujung tabung bambu yang dia pegang dengan tangan kirinya, setelah itu dia lontarkan tinggi ke angkasa untuk kemudian terdengar suara letupan yang cukup keras, lalu memecah sinar  terang yang meluncur semakin tinggi ke angkasa, sehingga sinar itu menerangi puncak gunung Kauw it san, dengan warna hijau dan kuning yang sangat indah dipandang mata !

“Eh, eh ! A heng lekas kau lihat, ada bintang bintang berjatuhan…” kakek Lie berteriak sambil matanya mengawasi ke arah atas angkasa, kearah letak gunung Kauw it san.

A heng lari mendekati kakek Lie dan ikut melihat sinar terang itu. Dia bingung tidak mengerti, dan dia lebih tidak mengerti waktu dilihatnya jauh di sebelah utara terlihat ada lagi sinar yang sama yang meluncur ke angkasa. Jauh sangat terpisah dari letak gunung Kauw it san !

Kisah mengenai kakek Lie ini terjadi sebelum Tay lwee sip sam tyiu atau tiga belas malaikat maut merajalela,  berarti  pada sebelum regu dinas rahasia itu dibentuk. Sinar cahaya kembang api yang memecah di angkasa itu sudah tentu merupakan barang baru buat penduduk dusun sekitar gunung Kauw it san, membikin mereka ramai ramai keluar rumah untuk menyaksikan; tidak terkecuali dengan pihak Hui Beng siansu dan semua kawan kawannya.

Kembang api yang dapat meluncur tinggi ke angkasa kadang kadang ada yang berujud semacam naga, atau kadang kadang ada yang berpeta seperti hurup hurup. Dan yang memecah angkasa disekitar gunung Kauw it san itu, berpeta seperti hurup 'thio* dari Thio Su Seng !

Gwa Teng Kie berdua Gwa Teng  Sin  yang  ikut menyaksikan, menjadi sangat terkejut sekali; sehingga Bun Heng dan yang lain memasuki kamar mereka dan Gwa Teng Sin yang berkata :

“Go toako, ada orang kita didekat sini . . "

"Siapa maksud kau . ?" tanya twa to Go Bun Heng yang kelihatannya sedang berpikir.

“Kembang api itu adalah suatu tanda bagi pasukan kita untuk berkumpul, atau sebagai tanda tenaga kita sangat diperlukan. Orang yang berhak memasang kembang api itu sudah tentu bukan merupakan sembarang orang, dia harus mempunyai kedudukan tinggi dalam pasukan Thio susiok ( dengan Thio susiok yang dimaksud Thio Su Seng). Sekarang kita lihat sinar kembang api itu memancar disekitarnya gunung Kauw it san sudah jelas bahwa  tenaga  kita  diperlukan ditempat ini. Entah siapa yang memasang kembang api itu, akan tetapi yang jelas kita lihat adanya sinar sambutan dari arah kota Boe-ouw. Pasti dalam waktu  yang dekat akan berkumpul tenaga tenaga dari kota Boe ouw …”

'Kalau begitu, sebaiknya besok kita batalkan niat kita yang hendak menyelidik keatas gunung Kauw it san, dan kita harus bersiap sedia; siapa  tahu orang kita  itu berada didalam keadaan bahaya sehingga kita harus memberikan bantuan . . .

." kata Hui beng siansu didekat Go Bun Heng.

"Apa mungkin dia  . . ?" si Golok maut Go Bun Heng terdengar bersuara menggerutu.

"Dia siapa, maksud hiantee . . ?" tanya Tan Heng Gie.

"Lie lopek. Akan tetapi di dalam markas Thio heng belum pernah aku melihat orang yang seperti dia."

"Kita lihat saja, dan kita berikan perhatian istimewa kepada dia . . " Hui beng siansu menyarankan ;

Esok paginya, hanya Go Bun Heng yang datang di kedai kakek Ouw ditemani oleh dua orang orang gelandangan yang menjadi teman seperguruannya, sedang Hui Beng siansu berdua Tan Heng Gie sengaja berada sekitar gunung Kauw it san, buat mencari orang kita yang melepas kembang api. Waktu Go Bun Heng bertiga t iba di kedai kakek Ouw ternyata kakek Ouw sudah membukanya, dan kedua kakek itu bahkan sudah pula menghadapi papan catur mereka, tetapi kakek Lie belum mulai menyambung cerita tentang kelanjutan kisah si 'macan terbang' Lie Hui Houw sebaliknya kedua kakek itu sedang membicarakan perihal adanya sinar  kembang api semalam.

'Apakah Lie heng tidak mengetahui dari mana kira kira kembang api dilepaskan ?' terdengar antara lain tanya kakek Ouw, akan tetapi sepasang matanya melirik kearah twa to Go Bun Heng yang baru saja memasuki kedai bersama kedua orang–orang gelandangan yang menjadi teman temannya;

"Mana aku tahu. Aku justeru sedang berada didalam kakus waktu aku melihat ada sinar terang; dan aku berburu keluar  dan melihat sinar  itu berada diatas angkasa dekat letak gunung Kauw it san ,. " sahut kakek Lie suaranya wajar mengandung kebenaran. “Heran apa mungkin mereka yang melepaskan…” kakek  Ouw berkata seperti menggerutu dan melirik ke arah si Golok maut Go Bun Heng bertiga tidak secara diam diam.

Didalam hati kakek Lie yakin bahwa kakek Ouw menuduh pihak Go Bun Heng yang melakukan peluncuran kembang api itu dan dipihak si Golok maut bertiga,  mereka  juga  tahu bahwa mereka dituduh atau dicurigai, akan  tetapi  mereka tidak menghiraukan.

"Untuk maksud apakah kiranya mereka melepaskan kembang api itu,..?” tanya kakek Lie, nada suaranya seperti ingin mengetahui.

"Mana aku tahu ... “ sahut kakek Ouw; akan tetapi cepat cepat ia menambahkan perkataannya :

“…berdasarkan pembicaraan para tamu yang pernah singgah dikedaiku, ada yang pernah membicarakan tentang maksud memasang kembang api, kembang api yang meluncur ke angkasa tinggi, umumnya digunakan oleh istana kerajaan dalam memperingati hari ulang tahun atau hari hari penting lainnya, akan tetapi ada juga beberapa perkumpulan berpe- ngaruh yang memiliki dan memakai kembang api itu untuk diwaktu perlu buat memberikan tanda bagi kawan kawan mereka yang jauh terpisah.., "

“Tanda apa misalnya ?' kakek Lie memutus perkataan teman bicaranya.

“Mana kutahu akan tetapi orang boleh saja memakai untuk tanda meminta bantuan tenaga; atau sebagai aba aba lain yang terlebih dulu sudah mereka tentukan..”

Kakek Lie tidak lagi mengajukan pertanyaan, dia  lalu minum araknya diikuti oleh kakek  Ouw;  akan tetapi sebelum dia m inum sekilas kakek Ouw memerlukan melirik lagi kearah twa to Go Bun Heng bertiga. “untung, dia lebih mencurigai si Golok maut daripada dia mencurigai aku., ' pikir kakek Lie didalam hati; sementara dia meneruskan langkah yang baik dari biji caturnya,

"Nah, bagaimana kalau sekarang kau  lanjutkan  lagi ceritamu ?" kata kakek Ouw, agaknya dia berm inat benar mendengarkan kisah Lie Hui Houw sampai dibagian akhir,

"Kau belum bosan?” sengaja tanya kakek Lie,

"Kenapa bosan? tetapi sebaiknya kau singkat saja pada bagian bagian yang tidak penting; m isa lnya  mengenai jalannya pertempuran; tidak perlu kau uraikan secara panjang lebar, sebab aku benci dengan perkelahian,” sahut  kakek Ouw.

"Ha ha ha ! aku kira Ouw heng senang dengan perkelahian, seperti umumnya orang yang gemar membaca cerita silat “  kata kakek Lie dengan menyertai tawanya hambar, akan tetapi dia tidak lupa untuk lebih dahulu m inum araknya setelah itu baru dia menyambung bercerita.

"„. di rumah makan Lok thian, banyak musuh yang dibikin bergelimpangan oleh si macan terbang Lie Hui Houw; akan tetapi dia tetap tidak berhasil menemui Nio Kok An; dari itu dengan hati kesal dia pulang ketempat dia  numpang menginap, akan tetapi dia menjadi terkejut waktu menemukan sisa sisa puing dari seluruh rumah yang dia tumpangi bahkan dia tidak berhasil menemui Lie Siu Lan dan si bocah anak kakaknya;

.... meluap kemarahan Lie Hui Houw karena keganasan pihak musuh terhadap orang-orang yang tidak bersalah dan tidak berdaya. Malam itu juga dia kembali mencari Nio Kok An; lupa makan dan lupa istirahat; sedangkan dipihak musuh yang memang menghianati, berusaha memegat dan mengepungnya sehingga berulangkali terjadi pertempuran dan si macan terbang Lie Hui Houw mengamuk seperti seekor macan dan berhasil menerobos kepungan musuh, akan tetapi lambat laun tenaganya menjadi berkurang dan berkurang sampai akhirnya dia kena ditangkap oleh pihak musuh…

…kelihatan muka twa to Go Bun Heng berubah cemas, waktu dia mendengar si macan terbang Lie Hui Houw kena ditangkap, juga Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin, namun si kakek Lie meneruskan ceritanya…

“… si macan terbang Lie Hui Houw dibawa kesebuah rumah yang besar dan mentereng, dan didalam keadaan sepasang tangan terikat; dia diajak menghadap pada Nio Kok An; dan  Nio Kok An ini sempat menyiksa  si macan terbang habis habisan…

“…sebelah kanan paha Lie Hui Houw terluka kena tikaman senjata tajam waktu bertempur. Luka itu terus mengeluarkan darah mengakibatkan Lie Hui Houw banyak  kehilangan tenaga; lalu dia disiksa sehingga pakaiannya hancur tak sedap dipandang dan seluruh tubuhnya terasa nyeri kena  cambuk kulit Nio Kok An, sehingga mengakibatkan kulit punggungnya yang beset. Kalau orang melihat keadaan Lie Hui Houw waktu itu, maka orang menduga dia bakal mati tanpa perlu dibunuh lagi. Dan mungkin karena melihat keadaan Lie Hui Houw itu, maka Nio Kok An membual, mengatakan untuk siapa sebenarnya dia bekerja, dan kemana sebenarnya orang yang bekerja itu dibawa ?*

“Apa kata Nio Kok An itu ?" kakek Ouw  menanya  tidak sabar menunggu kakek Lie berkata; dengan sikapnya itu, dia memperlihatkan hasratnya yang ingin mengetahui. “Hayaaa ! kau sekarang ikut ikut jadi lucu jadi orang dungu. Ceritaku kan belum selesa i, bagaimana mungkin kau mau persingkat begitu saja ?” sahut kakek Lie dan sebelum  ia  mengawasi  muka kakek Ouw, sementara didalam hati kakek Lie bersenyum mengejek.

"Akh, pantas kalau orang mengatakan kau aneh, sebab kau memang benar benar aneh" kakek Ouw menggerutu, akan tetapi dia tidak berdaya memaksa kakek Lie dan dia m inum araknya, berusaha tenangkan hati.

Kakek Lie ikut m inum araknya, sepasang matanya memerlukan melirik kearah twa to Go Bun Heng bertiga disaat twa to Go bun Heng bertiga mengawasi dia; sehingga sejenak pandang mata mereka saling bertemu, dan sekali ini si kakek Lie perlihatkan senyumnya, suatu senyum yang banyak mengandung arti, namun sayangnya arti itu tak  dapat diketahui oleh pihak Go Bun Heng bertiga

"Arti apa, maksud kau . . ? " tanya Cie in suthay yang tidak mengerti dengan perkataan Lie Hui Houw; se lagi mereka sudah meneruskan perjalanan menuju Hong yang.

Salam hangat untuk para Cianpwee sekalian,

Setelah melalui berbagai pertimbangan, dengan berat hati kami memutuskan untuk menjual website ini. Website yang lahir dari kecintaan kami berdua, Ichsan dan Fauzan, terhadap cerita silat (cersil), yang telah menemani kami sejak masa SMP. Di tengah tren novel Jepang dan Korea yang begitu populer pada masa itu, kami tetap memilih larut dalam dunia cersil yang penuh kisah heroik dan nilai-nilai luhur.

Website ini kami bangun sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menghadirkan kembali cerita silat kepada banyak orang. Namun, kini kami menghadapi kenyataan bahwa kami tidak lagi mampu mengelola website ini dengan baik. Saya pribadi semakin sibuk dengan pekerjaan, sementara Fauzan saat ini sedang berjuang melawan kanker darah. Kondisi kesehatannya membutuhkan fokus dan perawatan penuh untuk pemulihan.

Dengan hati yang berat, kami membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin mengambil alih dan melanjutkan perjalanan website ini. Jika Anda berminat, silakan hubungi saya melalui WhatsApp di 0821-8821-6087.

Bagi para Cianpwee yang ingin memberikan dukungan dalam bentuk donasi untuk proses pemulihan saudara fauzan, dengan rendah hati saya menyediakan nomor rekening berikut:

  • BCA: 7891767327 a.n. Nur Ichsan
  • Mandiri: 1740006632558 a.n. Nur Ichsan
  • BRI: 489801022888538 a.n. Nur Ichsan

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar