Jilid 17
"Kalau aku pergi untuk mampus?" Kim Thi sia balik bertanya sambil membuka matanya lebar- lebar dan tertawa mengejek. "Apa pula yang hendak kau lakukan?"
Sekali lagi putri Kim huan dibuat termangu, rasa mangkel yang tak tersalur keluar membuat paras mukanya berubah, sementara butiran air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Baru pertama kali ini dia merasakah pembalasan dari Kim Thi sia, meski baru permulaan namun sudah cukup menyakitkan hatinya.
Akhirnya dia menjadi sangat lemah, sebab bila seorang yang keras kepala dan angkuh telah bertemu dengan orang yang lebih keras kepala dan angkuh, maka sekalipun dalam hati kecilnya ia mempunyai keangkuhan yang luar biasa, namun senang perasaan mana tak mampu dilampiaskan keluar.
Begitu pula keadaan putri Kim huan dihadapan Kim Thi sia sekarang, ia tak mampu mengemukakan keangkuhan serta sikap ingin menangnya, entah mengapa kalau terhadap lelaki lain ia selain bersikap acuh dan memandang rendah, sebaliknya terhadap Kim Thi sia ia berpandangan lain-
Sementara itu Kim Thi sia merasa gembira sekali setelah semua rasa mangkel yang disimpannya selama berhari-hari akhirnya terlampiaskan keluar. Apalagi sesudah menyaksikan gadis itu mencucurkan air mata dengan perasaan mendongkol ia amat gembira dan puas.
sambil memegang pedangnya ia segera berbalik badan dan pergi meninggalkan tempat itu.
Kali ini putri Kim huan tidak berusaha menghalanginya, malah sewaktu ketiga orang anak buahnya berniat menghadang, ia justru membantu Kim Thi sia untuk menegur mereka sehingga pemuda itu bisa pergi dari situ dengan bebas.
Kim Thi sia pun tidak mengucapkan kata-kata terima kasih, sebab dia menganggap hal ini sudah seharusnya demikian, maka sambil tertawa katanya kemudian:
"Aku tak akan mencari gara-gara denganmu lagi, sebab pedang Leng gwat kiam telah kembali ketanganku, tapi ingat bila kau berniat merampas pedangku lagi, jangan salahkan bila aku pun akan menyatroni dirimu lagi."
"Aku tak menginginkan pedangmu lagi. " putri Kim huan berbisik lirih.
Kim Thi sia segera tertawa tergelak.
"Haaaaah......haaaah......haaaah. kalau begitu aku harus pergi sekarang, moga- moga
nasibmu selalu mujur"
Ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi.
Putri Kim huan berusaha mengamati wajahnya, berharap pemuda itu menunjukkan sikap berat hati untuk meninggalkannya, tapi gadis itu segera merasa kecewa, seperti tempo hari Kim Thi sia tidak meninggalkan kesan apapun.
Pemuda itu bagaikan tak berperasaan, ia tak pernah memandang sebelah mata pun terhadap gadis cantik. Tapi justru karena ia makin besar pula keinginan putri Kim huan untuk mendekatinya. Karena ia berprinsip makin susah suatu benda diperoleh, makin berharga pula nilainya.
Dengan wajah termangu-mangu dia memandang hingga bayangan punggung Kim Thi sia lenyap dikejauhan sana, perawakan tubuhnya yang kekar dan sikapnya yang angkuh dan keras kepala, entah mengapa justru meninggalkan kesan yang indah didalam hati kecilnya.
Dengan langkah lebar Kim Thi sia memasuki sebuah kota, dia ingin mengisi perut sekenyangnya dan beristirahat sepuasnya.
Tapi saat ini dia tak beruang barang sepeserpun, apalagi pakaian hanya terdiri dari daun pepohonan, namun ia tak ambil perduli kesemuanya itu. Dengan langkah cepat dia memasuki sebuah rumah makan.
Rumah makan merupakan tempat berkumpulnya berbagai macam manusia, tak heran kalau kehadiran Kim Thi sia dengan dandanan yang super luar biasa ini segera menarik perhatian orang banyak. Hampir semua perhatian dan pembicaraan orang disitu tertuju kepadanya.
Kim Thi sia tak takut menghadapi semua masalah, tapi ia takut disebut orang bodoh. Apalagi melihat sikap semua orang yang memandang aneh kearahnya, ibarat duduk diatas jarum, ia merasa amat tak tenang.
Dalam keadaan begini, kalau bisa dia ingin mencari seorang bajingan, merampas pakaiannya dan mengganti baju dedaunan itu dengan pakaian yang layak.
sementara dia masih masgul, tiba-tiba dari arah meja sebelah timur muncul seorang laki bermata tikus yang berjalan mendekati kearahnya. sejak masuk kepintu rumah makan, Kim Thi sia sudah menaruh perhatian kepada mereka, sebab beberapa orang itulah yang mentertawakan dia kelewat batas malah sambil menuding kearahnya mereka mengejek dirinya sebagai orang "gunung", "orang liar".
Ia merasa amat gusar dan berniat memberi pelajaran kepadanya, hanya selama ini belum ada kesempatan saja untuk berbuat begitu, maka disaat ia saksikan ada lima enam orang menghampirinya untuk menggoda, Kim Thi sia menjadi sangat gembira.
seorang lelaki berwajah bopeng berjalan mendekati kemejanya, orang itu berlagak sok tahu aturan dan bersikap hormat, sambil memberi hormat sapanya: "Selamat bertemu orang gunung, terimalah hormat dari siaute"
"Ada urusan apa?" sambil menahan diri Kim Thi sia menegur. sibopeng itu berkata: "Siaute melihat orang gunung bertubuh kekar dan berwajah segar, siaute tahu orang yang
hidup digunung mempunyai kebiasaan untuk hidup sehat dan kuat, itulah sebabnya kami mohon petunjuk dari orang gunung, bagaimana caranya kami hidup agar umur kami panjang dan rejeki kami luas?"
Kim Thi sia mendongkol sekali mendengar ocehan tersebut, tapi ia masih mencoba untuk menahan diri, tegurnya ketus:
"Aku bukan orang gunung, tidak mengerti bagaimana hidup berumur panjang, kau jangan mengaco belo"
sibopeng itu segera cengar cengir, dengan lagak sungguh-sungguh dia berkata lagi:
"orang gunung jangan bersungkan lagi. sejak pertama kali melihat diri andai tadi, kami sudah tahu kalau orang gunung bukan manusia biasa, bila orang gunung sudi memberi petunjuk. kami pasti akan berterima kasih sekali "
Berbicara sampai disitu, sibopeng segera berpaling kearah rekan-rekannya sambil mengerdipkan mata dan membuat muka setan, kontan saja rekan-rekan lainnya tertawa terbahak- bahak.
Kembali sibopeng menyindir:
"Aku lihat orang gunung bertubuh gagah dan berwajah cerah bagaimana kalau orang gunung ramalkan nasib kami untuk hari depan"
Kim Thi sia mulai tidak senang hati, serunya keras:
" Cepat minggir dari sini, sekali kubilang tak tahu, aku tetap tidak tahu, lebih baik jangan mencari gara-gara."
Gelak tertawa bergema lagi dari seluruh ruangan rumah makan, jelas mereka menganggap kejadian ini sebagai suatu lelucon, bahkan semua orang berharap sibopeng itu bisa mempermainkan Kim Thi sia lebih jauh.
Mendengar para tamu ikut tertawa senang, bopeng itu makin bersemangat, lagi-lagi dia menggoda:
"Aaaaaah, betul, kata orang makin lihay kepandaiannya makin sederhana orangnya, orang itu pasti seorang pertapa sakti, nah saudara-saudara sekalian, inilah kesempatan baik buat kita untuk meminta petunjuk emas dari orang gunung. ayoh kita beramai-ramai memohon kepada orang
gunung. "
serentak rekan-rekan lainnya maju mengerubung, ada yang menarik-narik baju dedaunan Kim Thi sia, ada pula yang menjura sambil memohon dan bahkan ada juga yang mengamati Kim Thi sia dari atas hingga kebawah seperti menikmati barang "antik".
Bisa dibayangkan betapa rikuh dan gusarnya pemuda tersebut.
Akhirnya dia tak mampu menahan diri lagi, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia melompat bangun dan mencengkram tubuh sibopeng lalu dihajarnya habis-habisan- sibopeng itu segera menjerit kesakitan, suaranya mengenaskan seperti babi yang mau disembelih.
Rekan-rekan lainnya tak ambil diam melihat sibopeng dihajar. Merekapun segera menyambar bangku dan bersama-sama dibentamkan keatas kepala Kim Thi sia.
Sejak ilmu silatnya pulih kembali, Kim Thi sia tak usah kuatir menghadapi berandal-berandal kota itu, tak selang berapa saat kemudian ia sudah menghajar orang-orang itu hingga terkapar ditanah dan tak mampu merangkak bangun kembali.
Tanpa sungkan-sungkan diapun melepaskan pakaian yang dikenakan sibopeng dan dikenakan ditubuh sendiri.
Mimpipun sibopeng tak mengira kalau ulahnya menimbulkan kerugian bagi pihaknya, dengan ketakutan ia segera menjerit-jerit:
"Begal, tolong. begaL Bocah keparat ini adalah begal, cepat kalian bekuk dan dibawa
kekantor polisi. "
Dengan acuh tak acuh Kim Thi sia meninggalkan rumah makan itu dengan langkah lebar, tak seorangpun berani menghalanginya, begitu pula deengan para pelayan rumah makan, tak seorangpun berani menghalangi kepergiannya dan minta uang sayur.
Hal ini membuat Kim Thi sia pun sudah terbebas dari kerikuhan karena tak punya uang untuk membayar hidangan tersebut.
Sekarang ia berpakaian seperti orang biasa, tak ada yang mengawasinya dengan sorot mata aneh lagi.
Berapa jauh ia telah menelusuri jalan kota, tiba-tiba dari depan situ muncul seorang lelaki kurus bertubuh kerempeng yang melemparkan senyuman lebar kearahnya. Kim Thi sia tertegun, segera pikirnya:
"Aku tak kenal dengan orang ini, mengapa dia tertawa kepadaku? sungguh aneh"
Lelaki itupun tidak menegur atau menyapa, sewaktu tiba dihadapannya, mendadak ia seperti tersandung batu hingga badannya terperosok kemuka.....
Karena selisih jarak mereka berdua begitu dekat, cepat-cepat Kim Thi sia memayang badannya, dengan tak mengundang banyak orang itu sudah ditegakkan kembali.
"sobat" ia segera menegur. "Berhati- hatilah kau berjalan jangan sampai melukai badan sendiri"
Buru-buru lelaki ceking itu menjura seraya menyahut dengan rasa terima kasih: "Terima kasih atas bantuan anda"
Kim Thi sia manggut- manggut dan meneruskan perjalanannya lagi.
Mendadak ia merasakan ada sesuatu yang tak beres, tubuhnya terasa jauh lebih ringan, ternyata pedang Leng gwat kiam yang tersoreng dipinggangnya telah hilang lenyap tak berbekas.
Kejadian tersebut kontan saja amat mengejutkan hatinya, ia bukan terkejut bukan karena hilangnya pedang tersebut, tapi kemampuan orang itu untuk mencuri pedangnya tanpa ia merasakannya sama sekali.
Tanpa terasa diapun teringat kembali dengan lelaki ceking yang tersandung jatuh tadi, sebab hanya orang ini yang bersentuhan dengan tubuhnya.
secepat kilat dia berpaling kebelakang, namun bayangan lelaki bertubuh ceking tadi sudah lenyap tak berbekas, dari sini terbukti sudah bahwa orang itulah yang telah mencuri pedang Leng gwat kiam nya.
Dengan susah payah pedang mestika itu dicuri balik dari tangan putri Kim huan, tapi sekarang ternyata tercuri kembali dalam gusarnya kontan saja pemuda itu mengumpat:
"Pencuri sialan, anak jadah. Awas kalau tertangkap nanti akan kucabut nyawa anjingmu. " sambil membalikkan badan ia segera melakukan pengejaran.
Mendadak ia merasakan kembali ada sebuah benda yang hilang daripingganya, benda tersebut adalah kotak berisi lentera hijau yang telah menyelamatkan jiwanya, dalam gusar dan mendongkolnya dia mengejar makin cepat.....
Belum jauh dia berlari tiba-tiba muncul serombongan kuda yang berlari kencang dari tikungan jalan situ Dalam keadaan begini sulit bagi Kim Thi sia untuk menghindarkan diri
Dasar lagi gusar bercampur mendongkol tanpa berpikir panjang lagi pemuda itu segera melepaskan sebuah pukulan keatas kuda yang berjalan dipaling muka.
Mungkin karena kesakitan, kuda itu segera meringkik panjang sambil mengangkat sepasang kaki depannya keatas, hampir saja penunggangnya terlempar jatuh daripunggung kuda itu.
"Anjing keparat. " terdengar orang itu mengumpat gusar.
Tapi belum habis umpatan tersebut, agaknya orang itu telah melihat jelas paras muka Kim Thi sia, dalam terkesiapnya ia baru berseru lagi sesaat kemudian-"Bukankah kau. kau adalah Kim
tayhiap."
sebenarnya Kim Thi sia pun hendak mencaci maki orang itu, namun melihat orang tersebut mengenali dirinya, rasa mendongkolpun turut hilang sebagian, cepat-cepat dia mengamati penunggang kuda itu dengan cermat.
Diatas empat ekor kuda yang tinggi besar, masing-masing duduklah seorang pemuda yang tampan berusia delapan sembilan belas tahunan yang memakai baju ringkas berwarna hijau.
Ia seperti pernah bertemu dengan keempatjago muda ini disuatu tempat, wajah merekapun seperti pernah dikenal, tapi Kim Thi sia tak dapat mengingatnya kembali dimanakah mereka pernah saling bertemu.
Kedua belah pihak saling berpandangan berapa saat lamanya, akhirnya pemuda tampan tadi berseru lebih dulu:
"Kim tayhiap. kami adalah murid-murid dari sipedang sakti bunga beterbangan yang sedang berkelana dalam dunia persilatan-"
Kim Thi sia segera teringat kembali dengan serombongan anak muda yang dipimpin Pedang sakti bunga beterbangan, malah waktu itu sipedang sakti bunga beterbangan sempat menitipkan anak didiknya kepadanya untuk dibantu bilamana perlu. Karenanya sambil tertawa iapun berkata:
"ooooh maaf, rupanya kalian, apakah guru kalian tidak turut serta dalam perjalanan ini?" "Suhu tak ingin pergi jauh, maka beliau menyuruh kami berkelana sendiri sambil mencari
pengalaman" kata keempat orang itu serentak.
"Ya a, sudah sepantasnya demikian- kata Kim Thi sia tertawa, "Bukankah seluruh ilmu silat dari sipedang sakti bunga beterbangan sudah kalian pelajari semua? Aku percaya sekalipun bertemu musuh tangguh, kalian masih sanggup untuk menghadapinya"
Keempat pemuda yang baru terjun kedalam dunia persilatan ini amat senang mendengar sanjungan tersebut, wajah mereka kontan saja berseri-seri segera katanya lagi:
" Kim tayhiap terlalu memuji, suhu pernah bilang, dalam perjalanan pertama kami dalam dunia persilatan, paling baik bila mendapat bimbingan dan petunjuk dari seorang jago kawakan yang berpengalaman, sebab dari situ banyak manfaat yang bisa kami raih. Kim tayhiap. bagaimana kalau kita menempuh perjalanan bersama-sama? Usia Kim tayhiap hampir sebaya dengan kami, mungkin dalam kegemaranpun tak jauh berbeda, apakah Kim tayhiap bersedia membimbing kami berempat?" Diam-diam Kim Thi sia tertawa geli, pikirnya:
"Yaa ampun, berapa luasnya pengalamanku bila dibandingkan kalian berlima? padahal aku sendiripun belum lama terjun kearena dunia persilatan- "
Tentu saja ia tak bisa berkata demikian dihadapan pemuda-pemuda itu, katanya kemudian- "Kalian jangan menganggap pengalamanku amat luas, padahal aku sendiripun belum lama terjun kedunia persilatan, selisihku dengan kalian tak terlampau jauh."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, rasa kecewapun segera menghiasi wajah keempat pemuda itu, hampir bersamaan waktunya mereka memohon-
"Kim tayhiap terlalu sungkan, padahal kami semua tahu Kim tayhiap mempunyai nama yang termashur dan ilmu silat yang tinggi, kami mengerti belum tentu kau bersedia menempuh perjalanan bersama kami orang-orang bodoh."
"Harap kalian jangan salah paham" buru-buru Kim Thi sia berseru. "sesungguhnya akupun senang bergaul dengan kalian, tapi karena.....karena "
Tentu saja ia tak bisa menerangkan kalau pedangnya telah dicuri orang, maka sampai setengah harian lebih dia tak mampu melanjutkan perkataannya. " Karena apa ?" serentak keempat
orang itu bertanya.
Ketika melihat Kim Thi sia berkerut kening, agaknya sedang menghadapi suatu kesulitan- mereka berseru lagi:
"Bila Kim tayhiap hendak memerintahkan sesuatu, kami bersedia untuk melakukannya, mohon Kim tayhiap sudi menerima permohonan kami."
Kim Thi sia tak bisa menolak lagi terpaksa dia menerima tawaran tersebut dan berkumpul dengan kawanan anak muda itu.
salah seorang diantara keempat orang itu segera menyerahkan kuda tunggangannya kepada Kim Thi sia seraya berkata:
"Kim tayhiap. silahkan naik kuda, biar aku naik kuda bersama suheng "
Kembali Kim Thi sia merasa rikuh untuk menampik, terpaksa diapun melompat naik keatas kuda dan bersama keempat orang pemuda itu melanjutkan perjalanan kedepan.
Ditengah jalan, pemuda yang terkecil diantara keempat orang itu bertanya dengan polos: "Kim tayhiap siapakah orang didalam dunia persilatan saat ini yang memiliki ilmu silat paling
tinggi?"
"Tentu saja malaikat pedang berbaju perlente" jawab Kim Thi sia tanpa berpikir panjang. "siapakah yang nomor dua?" kembali pemuda itu bertanya.
"simalaikat pukulan dari selaksa pukulan ciang sianseng"
"Dan ketiga?" dengan perasaan tak puas pemuda itu mendesak lebih lanjut.
Kim Thi sia berpikir berapa saat, namun tak berhasil menemukan siapakah diantara para jago yang bisa menandingi kelihayan dari simalaikat pedang berbaju perlente maupun Ciang sianseng, karena seingatnya belum ada seorang manusiapun yang bisa disejajarkan dengan kedua orang tokoh persilatan itu. Terdengar pemuda itu mendesak kembali: "siapalkah urutan yang ketiga itu Kim tayhiap."
Dalam gelisahnya karena kuatir dianggap tak berpengetahuan dan berpengalaman dalam dunia persilatan, terpaksa Kim Thi sia menjawab seadanya: "Tentu saja murid-murid dari si Malaikat pedang berbaju perlente"
" Lalu yang nomor empat?"
"Keempat adalah murid si Rasul dari selaksa pukulan, ciang sianseng " sambil mengerdipkan
sepasang matanya bulat-bulat, pemuda itu segera berkata:
"Siapa pula murid simalaikat pedang berbaju perlente? siapa pula murid Ciang sianseng?
Apakah usia mereka masih amat muda?"
Belum sempat Kim Thi sia menjawab pertanyaan ini, abang seperguruannya telah menimpal: "sute yang bodoh, murid si malaikat pedang berbaju perlente tak lain adalah Kim Thi sia sendiri, sedang murid Ciang sianseng adalah sipelajar bermata sakti"
"Aaaaah. " pemuda tadi berseru kaget dan mengawasi Kim Thi sia dengan mata terbelalak
lebar-lebar.
sesaat kemudian ia baru berseru kembali dengan perasaan terkejut:
"Kim tayhiap. kau......kau benar-benar luar biasa. kami merasa beruntung sekali bisa
bergaul dengan tokoh nomor tiga dari dunia persilatan "
Menyusul kemudian dia bertanya lagi dengan gelisah:
"Bagaimana dengan guruku, sipedang sakti bunga beterbangan? Dia menempati urutan yang keberapa? Kim tayhiap. coba kau jelaskan- "
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, dia tergagap oleh pertanyaan tersebut, setengah harian kemudian baru katanya: "Soal ini......aku sendiripun kurang jelas.....sebab. "
"Sebab apa?" Dia sendiripun tidak mampu melanjutkan perkataan itu karena pengalaman serta pengetahuan yang dimilikinya memang terlalu minim. Untung si abang seperguruan segera menimbrung.
"su sute, kau jangan bertanya terus, apakah kau tak kuatir ditegur orang karena kelewat cerewet?"
Dengan kepala tertunduk malu, su sute itu bergumam lirih:
"Suhu....wahai suhuku. sampai kapan kau baru mendapat urutan nama didalam dunia
persilatan? Mengapa selama ini kau tak punya nama serta kedudukan "
Kuda mereka berjalan lambat menelusuri jalan raya tatkala pemuda itu mendongkkan kepalanya kembali, tampak ada dua orang tojiu berdandan aneh sedang mengawasinya dengan pandangan bengis. Melihat itu diapun segera menegur:
"Hey, mengapa kalian berdua mengawasiku terus menerus?"
Toa suheng ingin menghalangi sayang terlambat, tanpa terasa dia menjura kepada dua orang tojiu berdandan aneh dan berseru sambil tertawa:
"Harap tootiang jangan gusar, sute kami baru terjun dalam dunia persilatan, dia tak banyak mengetahui adat kesopanan, untuk itu harap sudi dimaafkan. "
siapa sangka tojiu itu bukannya menyudahi persoalan, sebaliknya malah melotot kearah mereka makin buas, serunya sambil mendengus dingin:
"Kalau baru terjun kedunia persilatan lantas kenapa? Memangnya bisa menelan manusia?" Jelas ucapan tersebut kasar dan tak tahu sopan santun-
siabang seperguruan menjadi tertegum sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, pemuda yang paling muda tadi telah berteriak lagi.
"Tejiu setan, kau harus mengerti, kami bukan manusia yang gampang dipermainkan"
Rupanya dia kelewat mengandalkan kemampuan si "jagoan nomor tiga dari kolong langit" yang hadir disitu sehingga sikapnya menjadi lebih garang dan berani. Merasa ucapan tadi kurang gagah, dengan cepat dia menambahkan lagi: "Kalian harus tahu, kami tak pernah takut langit, tak pernah takut bumi "
Kedua orang tojiu itu seketika dibuat tertegun oleh perkataan yang bersifat kekanak-kanakan itu, setelah termangu sesaat segera umpatnya lebih garang:
"setan cilik, kau tahu dimanakah kalian berada sekarang? coba tanya kepada orang lain, apa akibatnya bila berani menyalahi tuan-tuanmu sekalian?" Dengan mengandalkan kehadiran Kim Thi sia disampingnya, si sute keempat itu makin berani, bentaknya lantang:
"Kau sendiri si setan cilik, coba kau lihat tampang kalian itu, persis tak berbeda seperti setan cecunguk"
Agaknya dia berniat untuk memperlihatkan kebolehan dihadapan Kim Thi sia, dengan cepat pednagnya diloloskan dari sarung, kemudian sambil melompat turun dari kudanya, ia langsung berjalan mendekati tojiu yang bengis tadi.
"Hey, jangan membuat keonaran" Kim Thi sia segera berteriak keras. Kali ini si sute keempat menurut, buru-buru dia balik kembali ketempat semula.
Disatu pihak Kim Thi sia ingon menyudahi persoalan sampai disitu saja, dipihak lain kedua orang tojiu itu enggan menyelesaikan persoalan sampai disitu saja. Mendadak mereka melotot makin buas sambil menjerit keras: "Kurang ajar "
Kemudian sambil menuding kearah Kim Thi sia umpatnya:
"Anjing cilik, apakah bocah keparat itu kau yang bawa keluar. ?"
Kim Thi sia paling benci kalau dimaki orang sebagai "anjing cilik" sepasang alis matanya yang tebal segera berkenyit, namun dia tak mengumbar amarahnya. Terdengar tojiu itu berkata lagi:
"Anjing cilik tempat ini adalah pek hun koan, bukan tempat untuk kalian membuat keonaran-
......."
Begitu ucapan tersebut diutarakan Kim Thi sia tak sanggup menahan diri lagi, sambil mengulapkan tangannya dia segera berseru:
"Toa suheng, ji suheng coba kalian berdua menghadapi kedua orang cecunguk itu"
Toa suheng dan ji suheng menerima perintah dan segera mendekati tojiu-tojiu buas tadi, serunya kemudian-
"Totiang, banyak berbicarapun tak berguna, lebih baik kita selesaikan masalahnya dengan kepandaian silat"
Cara berbicaranya lembut, sikapnya gagah, bahkan menganggap sepi ucapan kotor dari kedua orang musuhnya, jelas terlihat betapa berbedanya hasil pendidikan dari seorang guru ternama.
Kedua orang tosu itu menengus dingin, pelan-pelan mereka meloloskan sebuah ruyung yang lemas dari pinggangnya dan digetarkan keras hingga menimbulkan suara nyaring.
Toa suheng maupun ji suheng yang baru pertama kali ini menghadapi musuh sedikit banyak kelihatan agak gugup, sebagai orang yang berpengalaman kedua orang tosu itu segera mengetahui kalau musuhnya baru pertama kali terjun kedunia persilatan.
Mereka segera saling berpandangan sekejap, lalu secara tiba-tiba menyerbu kemuka dan melancarkan sergapan kilat.
Kim Thi sia yang menyaksikan peristiwa itu segera mendengus dingin-
"Benar-benar tak tahu malu, kalau ingin menyerang berkatalah dulu, kalau bertarung macam begini mah biar menang juga tak gagah."
Namun kedua orang tosu itu berlagak seolah-olah tidak mendengar, mereka kembangkan permainan ruyungnya dan melancarkan serangan bagaikan hembusan angin puyuh.
Toa suheng dan ji suheng yang sedikit agak keder menjadi gelagapan, banyak jurus silat yang pernah dipelajari tahu-tahu lupa dengan begitu saja, tak heran kalau sejenak kemudian mereka sudah terdesak diposisi bawah angin-....
su sute menjadi amat gelisah terutama setelah melihat kedua orang abang seperguruannya terdesak hebat, dia segera berpaling kearah Kim Thi sia. Wajahnya jelas memancarkan harapan untuk memohon pertolongan-Cepat-cepat Kim Thi sia menghibur: "Tak usah kuatir, bila abang seperguruanmu kalah, aku segera akan turun tangan-" Mendengar perkataan tersebut, bagaikan memperoleh jaminan keamanan yang paling hebat,
wajah si sute keempat itu segera menjadi cerah kembali.
Tampak cahaya ruyung bayangan pedang memancar diseluruh angkasa, pertarungan berlangsung amat seru dan hebat.
Lambat laun toa suheng dan ji suheng sudah mulai meresapi pengalaman dalam menghadapi suatu pertempuran, ditambah lagi dasar ilmu silat mereka memang tangguh maka berapa puluh gebrakan kemudian mereka mulai terbiasa dengan situasi pertarungan dari posisi dibawah angin pun kini berubah menjadi pihak penyerang.
Kini si sute keempat itu tidak merasa takut lagi, dengan wajah berseri-seri segera teriaknya sambil bertepuk tangan:
"Ayoh dihajar, hajar terus, hajar mampus tosu bau itu. "
Berbeda dengan Kim Thi sia, dia mulai berpikir lebih jauh sekarang dia mulai memikirkan rencana penanggulangan atas pembalasan dari orang-orang kuli Pek hun koan. Pikirnya dihati:
"Bila tindak tanduk serta sepak terjang para tosu bau dari Pek hun koan memang hebat dan merugikan masyarakat banyak. aku bersumpah akan menegakkan keadilan serta kebenaran didalam dunia persilatan dengan menumpas sampah-sampah masyarakat itu."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, toa suheng dan ji suheng telah berhasil meraih posisi diatas angin. satu persatu mereka hajar tosu-tosu bengis itu sehingga akhirnya seorang tewas dan lainnya melarikan diri dengan membawa luka. Dengan perasaan gembira toa suheng segera berseru:
"Kim tayhiap. aku menyesal sekali tak sanggup mengendalikan perasaan pada permulaan pertarungan hingga terdesak dibawah angin akhirnya. "
"Akhirnya kau toh berhasil menang" sambung Kim Thi sia sambil tertawa tergelak.
Meski wajahnya nampak agak malu, namun sepasang mata toa suheng memancarkan sinar berkilat, jelas terlihat betapa girangnya dia. sedang ji suheng segera berkata pula:
"Andaikata kami tidak berpikiran bahwa Kim tayhiap pasti akan membantu bila kami menderita kalah tadi, mungkin kami berdua tak bisa mengendalikan perasaan dalam bertarung melawan tosu-tosu bengis itu."
"Tentu saja" kata Kim Thi sia cepat dengan wajah serius. "siapa yang bertarung tanpa perasaan takut atau sangal, maka dia pasti akan menangkan setiap pertarungan" sementara semua orang tertawa gembira Kim Thi sia berkata lagi: "sekarang kita harus mempertimbangkan langkah berikut" Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua orang dibuat tertegun.
sambil tertawa Kim Thi sia mengerling sekejap kearah orang-orang itu, lalu menjelaskan: "Kedua orang tosu bengis tadi mengaku sebagai anggota Pek hun koan, ini berarti mereka
mengandalkan kehebatan dari Pek hun koan untuk berbuat semena-mena, kini kalian telah membunuh seorang diantaranya dan melukai yang lain, berarti mereka pasti tak akan menyudahi persoalan sampai disini saja, itulah sebabnya aku mengajak kalian mempertimbangkan langkah berikut. "
susute rupanya kelewat percaya pada kemampuan Kim Thi sia, mendengar perkataan itu segera serunya sambil tertawa:
"Kim tayhiap. engkau toh berada bersama kami, aku percaya kau bisa menjamin keselamatan kami semua."
"Jangan memandang kemampuanku kelewat tinggi, sebab bila sampai terjatuh maka kau akan merasa amat kesakitan." "Aku tak kuatir, suhu Kim Thi sia adalah jago nomor wahid diseluruh kolong langit. siapakah yang berani tidak memberi muka kepadamu?"
"Perkataan itu keliru besar?" dengan kening berkerut Kim Thi sia segera berseru. "Kita terjun kedunia persilatan adalah untuk mencari pengalaman bagi diri sendiri Ini berarti kita tak boleh terlalu mengandalkan keberhasilan dari guru kita, sebab sikap seperti ini bisa ditertawakan bahkan dipandang hina oleh umat persilatan-"
semua orang merasa menyesal bercampur kagum setelah mendengar perkataan itu, sahutnya kemudian sambil mengangguk:
"Perkataan Kim tayhiap memang tepat, kami tak akan kelewat mengandalkan keberhasilan dari guru serta angkatan tua kami"
Perjalananpun dilanjutkan kembali, berapa saat kemudian mendadak paras muka Kim Thi sia nampak berubah hebat, dengan cepat dia melompat bangun dan lari kedepan dengan cepat.
orang yang berjalan didepan adalah orang lelaki bertubuh kecil lagi pendek. bayangan punggungnya nampak seperti dedaunan dimusim salju, kecil dan gersang hingga nampak mengenaskan-
Keempat orang pemuda itu tak tahu apa yang telah terjadi, tahu-tahu Kim Thi sia telah lari kedepan dan mencengkeram ujung baju orang tersebut.
orang itu berseru tertahan, mendadak ia meronta keras dan melepaskan diri dari cengkeraman Kim Thi sia kemudian dengan amat cekatan menghindarkan diri kesamping.
"Wah, tak nyana keparat ini mempunyai ilmu simpanan " umpat Kim Thi sia didalam hati.
Ia segera mendesak maju lagi kedepan sambil melepaskan sebuah tendangan kilat.
Tendangan tersebut dilancarkan tepat, cepat dan disertai desingan angin tajam, diam-diam para penonton menjadi terkejut dan menguatirkan keselamatan dari lelaki ceking itu.
Namun sebelum ujung kaki Kim Thi sia sempat menyambar tubuh orang tersebut, dengan suatu gerakan yang amat cekatan lelaki ceking itu sudah mengayunkan tangannya kebelakang menyambar kaki kanan Kim Thi sia, kemudian dilemparkan kedepan.
Akibatnya Kim Thi sia menjadi tak mampu berdiri tegak dan terlemparkan kebelakang, hampir saja tubuhnya roboh terjengkang.
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, tak terlukiskan hawa amarah yang membara dalam dadanya sekarang. Baru saja dia hendak mengeluarkan ilmu Taygoan sinkangnya, lelaki ceking itu sudah berseru lebih dulu sambil tertawa lebar:
"Sobat kecil, bila kau ingin mempermainkan lawanmu, kepandaianmu masih ketinggalan amat jauh."
Ucapan tegas dan penuh kekuatan, jelas orang ini memiliki kepandaian silat yang cukut tangguh.
sebenarnya Kim Thi sia hendak mencaci maki dan menuntut kembali pedangnya yang tercuri, namun belum sempat kata-kata tersebut meluncur keluar dari ujung bibirnya mendadak ia merasa bahwa orang ini meski memiliki perawakan yang sama dengan pencuri itu, namun paras muka mereka ternyata sangat berbeda.
orang ini memiliki mata yang besar, mulut lebar, alis tebal dan hidung mancung, sepasang telinganya besar lalu panjang, tampangnya kelihatan gagah sekali.
Meski Kim Thi sia sempat menderita sedikit kerugian, namun amarahnya sudah hilang sebagian besar, untuk sesaat mukanya menjadi merah padam, ia merasa rikuh sendiri
Terdengar orang itu berkata lagi: "Engkoh cilik, watakmu tak jauh berbeda seperti watakku dimasa muda dulu bagaimana kalau kita mengikat tali persahabatan dan mengembara bersama dalam dunia persilatan?"
"Siapa kau?" Kim Thi sia segera bertanya.
Lelaki ceking itu miringkan kepalanya dan tertawa terkekeh, sahutnya cepat: "Coba kau tebak" orang ini sudah berusia empat puluh tahunan namun cara berbicara maupun tertawanya seperti
bocah berusia tiga tahun saja.
Kim Thi sia menjadi termangu, lalu sahutnya sambil gelengkan kepala: "Tak sedikit jumlah jagoan dikolong langit kemana aku mesti menguaknya?" si sute keempat segera menyela:
"Aku tebak nama serta julukannya pasti tak jauh berbeda tapi kecebolannya. "
Belum selesai ucapan tersebut diutarakan toa suheng telah membentak cepat: "Sute jangan bicara sembarangan, coba lihat Kim tayhiap sedang berbicara dengannya."
"suheng" su sute segera berbisik. "Kenapa Kim tayhiap sudah keok dalam satu gebrakan saja?
Mungkinkah orang itu adalah jagoan nomor wahid atau nomor dua dari kolong langit. "
Dasar sifat kekanak-kanakannya belum hilang, apa yang terpikir segera diutarakan secara terus terang, betul suaranya kecil namun Kim Thi sia masih dapat mendengarkan secara lamat-lamat, kontan saja paras mukanya berubah menjadi merah jengah.
Toa suheng yang mendengar berkataan tersebut kontan saja menegur dengan suara lirih: "Sute, Kim tayhiap adalah murid seorang malaikat pedang, tak mungkin kepandaian silatnya
rendah bisa jadi dia salah perhitungan sehingga dipecundangi orang, kau tak boleh menilai kemampuan orang hanya atas dasar pandangan sekilas."
su sute segera mengiakan berulang kali dan tak berani berbicara lagi.
sementara itu silelaki ceking tadi kelihatan amat kecewa, sambil memoncongkan mulutnya dia berseru:
"Engkoh cilik, apakah kau bukan seorang badut? Lantas apa sebabnya kau permainkan aku tadi. "
"Meski aku bukan badut, tapi aku suka membadut. "
Belum selesai perkataan itu diutarakan, sambil tertawa lelaki ceking itu sudah menukas: "Cukup, cukup begitupun sudah cukup, nanti kuajari kepandaian membadut kepadamu.
Tanggung tak sampai setengah tahun saja kau sudah luar biasa hebatnya. Aaaaai "
Mendadak ia menghela napas sedih, kemudian melanjutkan:
"Semenjak pasanganku meninggal dunia, aku selalu hidup sebatang kara tanpa sahabat sekalipun berhasrat untuk membuat permainan baru, akupun tak sanggup untuk menyelesaikan sendiri. "
"Tapi sekarang. " dengan lebih bersemangat lelaki ceking itu melanjutkan. "Kau telah
datang, akhirnya aku berhasil menemukan pasangan. Kau harus tahu, seekor serigala harus diimbangi dengan satu kelicikan- Hanya kelicikan seekor serigala yang bisa mendatangkan permainan yang menarik hati."
Kim Thi sia ingin sekali melepaskan diri dari orang tersebut, namun tak berhasil, terpaksa katanya sambil bermuram durja:
"Aku tak mengerti membadut, biar ingin pun tak memiliki kemampuan untuk berbuat begitu, mustahil bagiku untuk berpasangan denganmu. Maaf atas kelancanganku tadi, silahkan kau mencari orang lain saja."
"Tidak bisa" lelaki ceking itu melompat-lompat sambil berteriak. " Engkoh cilik, kau tak boleh pergi, bila kaupergi aku akan menangis sampai mati. " sambil berkata dia benar-benar menangis terseduh-seduh, suaranya amat mengenaskan dan menusuk pendengaran siapapun, membuat keempat pemuda tersebut cepat-cepat menutup telinganya dan tak berani mendengarkan lebih lanjut........
Melihat orang itu benar-benar menangis, Kim Thi sia dibuat kehabisan akal, terpaksa katanya: "sobat, janganlah bermain gila terus, sesungguhnya akupun tak mampu berbuat apa-
apa. "
Namun lelaki ceking itu tak ambil perduli, sambil menangkis dia bahkan berteriak keras: "Hey bocah muda, bila kau meninggalkan aku, maka biar guntur menyambarmu, biar raja
akhirat menangkapmu, biar kau dibelenggu lima setan, biar kau disiksa dineraka. "
Tak terlukiskan rasa kesal Kim Thi sia menghadapi ulah orang itu, namun sayang kekesalannya tak terlampiaskan keluar, akhirnya dia berteriak keras-keras:
"Sobat, terus terang saja aku bilang, tiada sesuatu yang kutakuti didunia ini kecuali kau"
Tapi lelaki ceking itu tak ambil perduli tiba-tiba ia berjongkok dan mengambil segenggam pasir lalu digosokkan kematanya sendiri. semua orang menjerit kaget, Kim Thi sia berseru keras: "Sobat, matamu bisa buta. "
"Buta juga biar, toh mataku sendiri, perduli amat denganmu" teriak lelaki itu sambil menangis terisak.
"Aku bermaksud baik, tapi kau tak mau menerimanya. "
Tiba-tiba lelaki itu berhenti menangis, sambil bertepuk dada serunya keras:
"Kalau tak menerima lantas kenapa? Hmmm, bila kau tak tahu diri lagi, aku akan mulai memukul orang. "
semua orang benar-benar dibuat serba salah, apalagi Kim Thi sia sendiri, ia merasa mau menangis tak bisa tertawapun tak dapat.
Dalam keadaan begini dia cuma berharap punya sayap dan bisa terbang jauh meninggalkan orang tersebut.
"Sudah pasti urat syaraf orang ini tidak beres " gumam Kim Thi sia kemudian.
Ia segera memberi tanda kepada rekan-rekannya dan berseru: "Lebih baik kita pergi saja, tak usah perduli dia lagi"
Dalam waktu singkat berangkatlah keempat ekor kuda itu meninggalkan tempat tersebut.
Ketika Kim Thi sia kebetulan berpaling kebelakang, mendadak ia menjadi kaget, ternyata lelaki ceking itu masih mengikuti terus disisinya bagaikan sukma gentayangan-Ketika ia mencoba melarikan kudanya lebih cepat, ternyata orang itupun mengikuti terus dengan cepat.
Bukan hanya tak pernah lepas dari sisinya, bahkan sambil memutar biji matanya orang itu bersiul-siul nyaring.
Dalam keadaan begini ingin sekali Kim Thi sia berteriak minta tolong, tapi dengan pikiran itu diapun teringat dengan suatu perkataan yang selama ini beredar dalam dunia persilatan-
" Lebih baik ditusuk jarum harimau dari keluarga Tong, daripada melayani murid simalaikat pedang Kim Thi sia"
Kini, Kim Thi sia berpendapat bahwa gelar "manusia yang paling susah dilayani" sudah sepantasnya diserahkan kepada lelaki ceking tersebut. sebab ulahnya telah membuat Kim Thi sia manusia yang paling susah dilayani pun merasa pusing kepala. Akhirnya pemuda itu melunakkan sikapnya dan berkata pelan-"Loheng, lepaskanlah aku, sebab aku masih ada urusan lain- "
Lelaki ceking itu segera mendengus. "Hmmm, bocah muda urusan aku situa justru lebih penting lagi, kau tak usah berbuat yang aneh-aneh."
Kim Thi sia gelisah sekali, tanpa berpikir panjang dia berteriak lantang:
"Hmmm, paling urusanmu urusan kentut" Dengan kening berkerut lelaki ceking itu berkata: "Puluhan lembar nyawa dikuil Pek huan koan menunggu pertolonganku, coba kaupikirkan
sendiri. terhitung hohan macam apakah kau bila tahunya hanya makan nasi dan berkerut tanpa keselamatan jiwa para jago lurus? Hmmm, kalau urusan seperti inipun enggan dicampur, buat apa kau terjun dalam dunia persilatan?"
Kim Thi sia jadi termangu-mangu oleh ucapan tersebut, namun secara lamat-lamat diapun merasa bahwa dikuil Pek hun koan telah terjadi suatu peristiwa, maka tanyanya kemudian:
"Hey situa, kau bilang dipek hun koan telah terjadi suatu peristiwa. ?"
Lelaki ceking itu mengangguk.
"Tentu saja, gara-gara urusan ini, aku sudah sibuk selama dua hari tanpa beristirahat."
Kali ini dia berbicara dengan suara lebih lembut, nampaknya panggilan "situa" dari Kim Thi sia sangat berkenan didalam hatinya.
"Kau mengatakan banyak jago kaum lurus yang ditangkap pihak Pek hun koan dan sekarang terancam jiwanya?" kembali Kim Thi sia bertanya.
" benar, bila aku situa tidak kesana, maka mereka akan dibunuh oleh kawanan tosu bau dari Pek hun koan-"
Kim Thi sia yang berjiwa kesatria segera tergerak hatinya sesudah mendengar perkataan ini, tanpa berpikir panjang lagi ia berseru:
"Bolehkah aku turut ambil bagian?"
"Tentu saja, tapi kau mesti menurut petunjukku, kalau tidak daripada lebih banyak seorang lebih baik kurang satu orang."
"Baik, aku akan menuruti petunjukmu, toh tujuanku adalah menolong orang, aku tak perduli soal kekuasaan-"
"Bagus sekali kalau begitu akupun akan beristirahat dengan senang hati "
"Apa?" Kim Thi sia berteriak keras. "Kau hanya memberi petunjuk tanpa bekerja?"
"Tentu saja, pertarungan ini biar kalian saja yang bereskan, kalau sudah tak mampu aku baru turun kearena."
"Kau benar-benar cerdik,. hmmmmm" seru Kim Thi sia tak senang hati. sambil tertawa cengar
cengir silelaki ceking itu segera berkata:
"Kalau aku tak pintar, bagaimana mungkin bisa hidup sampai sekarang?
Haaaaah....haaaaah. mungkin sejak sepuluh tahun berselang nyawaku telah melayang."
"Baik, bila kau berbuat demikian, akupun tak akan menuruti petunjukmu, mau apa kau?" "Apa?" lelaki ceking itu berteriak keras. Lalu sambil menuding keujung hidung pemuda serunya
lebih jauh:
"Bocah muda, kau berani berbuat begitu? Jangan lihat aku situa tak becus, kalau masalah memaksa bocah muda menurut perkataan mah aku sangat ahli. "
Kim Thi sia pun amat mendongkol, balasnya:
"Aku Kim Thisia adalah lelaki sejati, aku tak sudi menerima perintah dari cebol macam dirimu, andaikata kau tidak berkata begitu masih mendingan- sekarang setelah kau ungkap. toaya justru sengaja menolak. mau apa kamu. " Dengan penuh rasa mendongkol lelaki ceking itu mengumpat:
"Bagus.......kau. kautak mau menuruti perintahku, akan kuhajar tulangmu sampai parah"
Namun secara tiba-tiba ia seperti teringat akan sesuatu, sekilas perasaan aneh melintas diwajahnya, lalu sambil menuding kearah pemuda tersebut tegurnya lagi.
"Jadi engkau adalah Kim Thi sia, manusia yang sudah termashur karena paling susah dilayani?"
Melihat orang itu memandangnya dengan wajah tercengang, Kim Thi sia segera mengangguk bangga. "Yaa, toaya orangnya"
Lelaki ceking itu segera tertawa tergelak. serunya dengan penuh rasa gembira: "Haaaaaah......haaaaaah.......haaaaah. bagus sekali kalau begitu kita adalah orang sendiri"
"Apa maksud perkataanmu itu?" tanya Kim Thi sia keheranan.
"Kau Kim Thi sia sudah termashur sebagai manusia yang paling susah dilayani, sedang aku situa pun terhitung manusia yang paling susah dihadapi, bukankah hal ini berarti kita adalah orang sendiri. hanya saja."
Berbicara sampai disitu, lambat laun paras mukanya berubah menjadi redup, dengan sikap yang lebih memelas dia melanjutkan:
"Namaku paling termashur pada sepuluh tahun berselan. waktu itu siapa saja tahu kalau aku adalah manusia yang paling susah dihadapi, tapi sekarang kedudukan itu telah kau gantikan- Aaaaai.....nampaknya aku sudah tua, sudah tak berguna lagi "
Mimpipun Kim Thi sia tak pernah menyangka kalau ia akan berjumpa dengan seorang locianpwee dari bidang "manusia yang paling susah dilayani" sedikit banyak ia merasa dibuat serba salah.
Namun ketika dilihatnya sorot mata lelaki ceking itu menunjukkan kesedihan, timbullah perasaan simpatik dalam hati kecilnya, dia segera berkata: "Hey situa, kau belum kelewat tua, jangan terlalu bersedih hati."
Mendadak terdengar su sute berteriak keras:
"Kim tayhiap, coba lihat, didepan situ terdapat kilatan cahaya api. "
Ketika Kim Thi sia mendongakkan kepalanya, betul juga dikejauhan sana tampak cahaya api berkilauan, bayangan manusiapun berkelebat kesana kemari tapi tidak diketahui apa yang terjadi.
Dengan cepat rasa pedih diwajah lelaki ceking itu hilang lenyap tak berbekas, segera serunya pula:
"Aduh celaka, rupanya kawanan tosu buas itu sudha menggunakan siksaan api untuk mencelakai para jago dari golongan lurus, mari kita cepat memberi pertolongan-"
Dalam keadaan begini mau tak mau Kim Thi sia harus merasa kagum juga atas kesempurnaan tenaga dalamnya serta ketajaman sorot matanya.
Empat ekor kuda dengan enam orang penunggangnya secepat kilat memburu ketempat tersebut, dari kejauhan Kim Thi sia telah menyaksikan diatas tiang-tiang kayu tergantung manusia yang sedang dibakar dengan jilatan api yang membara, asap tebal yang membubung keangkasa membuat napas orang terasa sesak.
Disekeliling kobaran api itu nampak manusia berdesakan, mereka adalah kawanan tosu bengis yang sedang mengawasi ketengah arena sambil menyeringai seram.
Kim Thi sia segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,ai saksikan disekitar situ terdapat dua puluhan tiang kayu yang sedang dibakar. Hal tersebut membuat hatinya amat gelisah, sebab jumlah musuh jauh banyak daripada kekuatan sendiri, bagaimana cara mereka untuk memberikan pertolongan? Tanpa terasa dia berpaling kearah silelaki ceking itu, maksudnya hendak meminta pendapatnya, siapa tahu lelaki ceking itupun sedang memandang kearahnya, ketika dua pasang mata saling berpapasan ketika orang itu sama-sama tertawa getir.
Belum lagi mereka berlima turun dari kuda, dua puluhan orang tosu bengis telah mengayunkan cambuknya seraya berteriak memberi peringatan:
"Ayoh balik, ayoh cepat balik, kami adalah orang-orang dari Pek hun koan, jangan mencari penyakit buat diri sendiri" Kim Thi sia berkerut kening, lalu gumamnya:
"Kalau memang orang-orang dari Pek hun koan lantas? Memangnya bisa menelan aku Kim Thi sia bulat-bulat? Hmmm, sungguh menggelikan. "
"Kim tayhiap. dia hendak mengusir kita pergi" teriak su sute tiba-tiba dengan perasaan sangat tak puas.
Kim Thi sia segera melompat turun dari kudanya tanpa mengucapkan sepatah katapun dia maju dua langkah kedepan, lalu sambil mengincar kearah salah seorang tosu bengis yang paling menyolok ulahnya, tiba-tiba ia lepaskan sebuah tonjokan keras kearah hidungnya. "Kuhajar kau sibajingan tosu dari Pek hun koan"
Dalam waktu singkat suasana menjadi gempar, bentakan nyaring bergema dari sana sini mimpipun mereka tak menyangka kalau Kim Thi sia berani mencabut bulu harimau.......
Dalam waktu singkat tampak bayangan manusia berkelebat kesana kemari hujan senjata rahasiapun ditujukan kearah mereka.
Tosu bermuka panjang yang diserang Kim Thi sia barusan sesungguhnya hanya seorang tosu yang berkepandaian silat biasa saja dalam keadaan tak menduga sama sekali tulang dadanya seketika terhajar hingga hancur berantakan, sambil menjerit ngeri mayatnya segera roboh terkapar diatas tanah...
Keberhasilah Kim Thi sia dalam serangannya hingga mengakibatkan tewasnya seorang begundal dari pek hun koan ini segera menyeret pemuda itu terlibat dalam permusuhan dengan kaum tosu tersebut.
Dalam waktu singkat senjata rahasia dan senjata tajam berhamburan disekeliling tubuhnya, lambat laun Kim Thi sia tak sanggup menahan diri, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya cepat-cepat tubuhnya menggelinding kesamping.
Diantara debu dan pasir yang beterbangan, tubuhnya tahu-tahu bergulingan sejauh tiga kaki lebih. Namun jidatnya yang tergoret oleh batu segera menyebabkan darah segar segera bercucuran keluar.
Biarpun pemuda ini tidak takut menghadapi bacokan golok serta tusukan tombak, namun hamburan senjata rahasia membuatnya tak sanggup menahan diri Dengan menggulingkan diri diatas tanah maka semua senjata rahasia yang tertuju ketubuhnya menjadi mengenai sasaran kosong. Malah serangan pedang, tombak dan ruyung yang amat dahsyat tadi seketika menyebabkan tanah seluas berapa kaki menjadi tak karuan bentuknya.
Menyaksikan kejadian ini Kim Thi sia menjulurkan lidahnya, kemudian dia cepat-cepat bangun- Mendadak terdengar lelaki ceking itu berteriak: "Hey bocah muda, ayoh cepat ikuti caraku ini" secepat sambaran angin kakek ceking itu menerjang maju kemuka, dalam sekali ayunan
tangan, ia telah berhasil mencengkeram seorang tosu yang berwajah bengis.
Bukan sampai disitu saja, lelaki ceking itu segera tertawa, sambil mengerahkan tenaganya dia melakukan dorongan kedepan.
Tosu bengis itu segera terdorong oleh semacam kekuatan yang besar hingga menjerit kesakitan dan jatuh terguling diatas tanah. Dengan suartu gerakan yang amat cepat, lelaki ceking itu segera menyambar tubuh bagian belakangnya dan diangkat keatas sebagai tameng. Tentu saja tosu itu mencak-mencak dan berubah meronta dengan sekuat tenaga. Kim Thi sia yang menjumpai hal itu kontan saja berteriak:
"Kalau hendak dibunuh, lebih baik bunuhlah dengan cepat, buat apamesti dipermainkan seperti itu?"
Lelaki ceking itu melotot besar, dengan wajah tak senang hati ia melirik sekejap kearah sang pemuda, lalu jeritnya lengking: "Bocah muda, kau hanya mengerti soal kentut"
Habis berkata dia membanting lagi tosu itu keatas tanah. "Blaaaaaaammmm."
Tosu itu segera merasa pusing tujuh keliling, pandangan matanya menjadi gelap dan darah meleleh dari ujung bibirnya, untuk sesaat dia menjadi kehilangan kesadarannya.
Lelaki ceking tadi tak berdiam diri sampai disitu saja, sekarang dia menyambar kaki kanannya dan memutar tubuh orang itu sebagai sebuah senjata guna merontokkan senjata rahsia yang menyambar tiba.
Dalam waktu singkat, seluruh tubuh tosu itu sudah terkena sambaran senjata rahasia hingga bentuknya tak berbeda seperti seekor landak. sambil tertawa terkekeh-kekeh lelaki ceking itu segera berseru:
"Hey anak muda, inilah cara yang terbaik untuk mengatasi keadaan seperti sekarang ini." sambil berseru kembali dia berpekik aneh, lengannya direntangkan lalu bagai seekor burung
rajawali mencengkeram seorang tosu lagi.
Menyaksikan rekannya tewas dalam keadaan mengerikan, sedangkan si lelaki ceking itu kembali berniat menangkap salah seorang diantara mereka, kawanan tosu itu menjadi ketakutan dan segera melarikan diri tercerai berai untuk menyelamatkan diri
Lelaki ceking itu bertambah gembira, sambil tertawa terkekeh-kekeh hingga giginya yang kuning kelihatan semua, dia berseru:
"Hey anak muda, kau harus segera maju menirukan cara yang dipakai lelaki ceking itu untuk menghadapi kawanan tosu bengis tersebut" dia segera berpikir.
"Tubuh manusia lebih besar daripada pedang ataupun golok. jelas merupakan sebuah tameng yang paling baik. selain terlindung dari serangan senjata rahasia, dapat pula menakut-nakuti musuh, sekali tepuk mendapat dua, benar-benar sebuah cara yang amat bagus."
Karenanya diapun segera menirukan cara dari lelaki ceking tadi dengan menangkap seorang tosu bengis untuk dijadikan tameng.
Akibatnya kawanan tosu bengis itu bukan saja tak berhasil melukai dirinya dengan senjata rahasia, bahkan sebaliknya karena kuatir melukai rekan sendiri, mereka justru mengurungkan serangan senjata rahasianya dan berbalik menyerang dengan menggunakan senjata tajam.
Empat pemuda yang baru terjun kedunia persilatan itu serentak melompat turun dari kudanya sambil meloloskan gedang. serangan gabungan dari kawanan tosu bengis itu seketika terbendung oleh serangan keempat orang pemuda tadi hingga tak mampu maju selangkahpun.
sambil tertawa terkekeh-kekeh lelaki ceking itu segera berseru:
"Hey anak muda, coba kau bertahanlah sejenak. aku hendak pergi menolong orang." "Pergilah kau" jawab Kim Thi sia sambil tertawa. sebuah jotosannya berhasil merobohkan
seorang musuh. "Serahkan saja persoalan disini kepadaku seorang. "
Belum selesai perkataan itu diutarakan tujuh delapan orang tosu telah menerjang kearahnya sambil memutar ruyung panjang. Kim Thi sia membentak keras dan terjun kearena pertarungan, pertempuran sengitpun segera berkobar.
Dengan melompat keluar dari arena pertarungan, lelaki ceking itu menjadi hebat merdeka dan tiada orang yang menyerangnya lagi. Buru-buru dia mengerling sekejap kearah Kim Thi sia yang sedang bertarung sengit lalu gumamnya dengan suara keras:
"Rasain sekarang hey bocah muda, kau bakal merasakan penderitaan yang hebat.
Haaaaah.....haaaaaah. "
Dengan sekali jejakan kaki tubuhnya segera melejit setinggi tiga kaki lebih kemudian dengan melewati diatas kepala orang banyak dia melesat menuju kedepan situ.
Kim Thi sia mendongkol setengah mati, terutama setelah mendengar perkataan tersebut, seorang tosu yang sial nasibnya seketika terhajar batang hidungnya oleh sebuah pukulan dahsyat.
sesungguhnya tosu itu mempunyai hidung yang bentuknya sudah pesek, apalagi setelah dihajar batang hidungnya sampai hancur kontan saja ia menjerit kesakitan seperti babi yang mau disembelih sambil menutupi hidungnya yang berdarah dia lari pontang panting.
sementara itu api sudah mulai berkobar melalap belasan buah tiang besi disekeliling arena ditambah lagi hembusan angin barat yang kencang dalam waktu singkat api telah melalap orang yang terikat diatas tiang besi tersebut.
Kim Thi sia sangat gelisah diam-diam dia merasa gemas apa sebabnya hingga sekarang lelaki ceking itu belum juga turun tangan.
Dalam gelisah dan marahnya ia segera melejit keudara dan mengeluarkan gerak serangan "elang terbang menyambar walet" sepasang telapak tangannya dilontarkan kedepan mendesak mundur dua orang musuh, lalu dengan manfaatkan peluang yang ada dia melirik sekejap kearah tiang besi itu.
Dengan cepat dapat diketahui olehnya bahwa orang yang terikat ditiang besi itu ternyata tak lain adalah kaum wanita kenyataan tersebut kembali membuat hatinya tertegun. satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya.
"Apa-apaan ini? Mengapa kawanan perempuan yang lemah ini berani memusuhi kawanan tosu bau dari pek hun koan yang bengis? Benar-benar tak habis mengerti aku."
Ia semakin gusar lagi ketika dilihatnya lelaki ceking tadi bukannya menolong untuk membebaskan kaum wanita tadi, sebaliknya dia malah mengambil kayu bakar dan memperbesar kobaran api yang membakar tiang-tiang besi itu. Dengan wajah berubah hebat segera bentaknya penuh marah: "Tua bangka celaka, kau harus dibunuh."
Mendengar itu, lelaki ceking tadi segera melompat bangun dan balas mengumpat: "Bocah keparat, kau sendiri yang gobloknya seperti babi"
Kim Thi sia tidak berbicara lagi, dengan cepat dia sudah terlibat dalam pertarungan yang amat sengit, sementara dihati kecilnya dia berpikir dengan gusar:
"Biar aku bodoh seperti babi, tetapi kau justru membantu kaum penjahat melakukan kejahatan, perbuatanmu lebih rendah daripada binatang, tunggu saja tanggal mainnya, akan kubunuh dirimu nanti"
Dalam pada itu lelaki ceking tadi kelihatannya agak sibuk sekali, dia berjalan mondar mandir kian kemari mengambil kayu bakar, malah cara kerjanya jauh lebih giat dari pada kawanan tosu tadi.
Tiba-tiba disaat Kim Thi sia baru berhasil mendesak mundur dua orang musuh dan sedang menghembuskan napas panjang, tahu-tahu ia saksikan kawanan tosu yang semula mengurung disekeliling lelaki ceking tadi dengan garang, mendadak seperti kemasukan roh jahat saja, mereka jatuh bergelimpangan diatas tanah tanpa mengeluh sedikitpun. sebaliknya lelaki ceking itu bergumam sambil berpeluk tangan: "Makanya, gara-gara sekawanan babi ini, hampir saja aku mati kelelahan. "