Postingan

Jilid 20  

“KOAN ING!” kata Ciu Tong dengan dingin sambil kerutkan dahi. “Mungkin inilah ilmu Boe Lan Sinkang yang kau andalkan karena kelihayannya bukan? hmm! cuma sayang kau sudah menderita luka yang amat parah kendati kau telah berhasil menghindarkan diri dari serangan yang pertama, tapi belum tentu bisa menyingkir dari seranganku yang kedua!”

Sehabis berkata ia tertawa dingin tiada hentinya.

Semakin bersabar Koan Ing merasa hatinya semakin kheki bercampur marah, akhirnya tak tertahan lagi ia berteriak, “Walaupun kau berhasil membinasakan diriku lalu apa gunanya? Kini putramu sudah mati sedang kaupun sudah terdesak sehingga menelan racun. sekalipun kau berhasil mempelajari ilmu silat aliran Hiat Hoo Bun pun tidak ada gunanya!”

“Oouw.... kiranya kau tidak bermaksud sungguh-sungguh untuk mewariskan ilmu silat aliran Hiat Hoo Bun itu kepadaku?” kata Ciu Tong sambil tertawa sinis dan diapun mendesak satu langkah kembali ke depan. “Jika ditinjau dan nada ucapanmu agaknya kau lagi menaruh rasa kasihan kepadaku ya?”

Kembali ia maju satu langkah ke depan, suara tertawa dingin tiada hentinya bergema memenuhi angkasa.

“Sebenarnya aku mengira kau bukanlah manusia yang tidak kenal budi,” ujarnya lagi. “Tetapi sekarang pandanganku telah berubah, kalau memangnya kau menaruh kasihan kepadaku maka sekarang juga aku akan membinasakan dirimu!”

Koan Ing tetap berdiri tegak. hanya dengan perlahan-lahan dia mulai melepaskan busur peraknya.

Ciu Tong pun menghentikan langkahnya, mendadak ia merasa saat inilah merupakan suatu kesempatan yang amat bagus untuk membereskan nyawa Koan Ing, karena bilamana kekuatan tubuh pemuda tersebut telah pulih kembali, maka bermimpi pun jangan harap bisa membunuh dia orang.

Kiranya saat itu bukannya ia yang bakal berhasil membunuh pemuda tersebut, justru kemungkinan ada sebaliknya mungkin Koan Ing yang akan turun tangan terhadap dirinya.

Begitu ingatan tersebut berkelebat di dalam benak si iblis sakti dari Lautan Timur ini. tubuhnya segera mencelat ketengah udara dan menubruk ke arah musuhnya.

Sepasang telapak tangan dengan disertai sepenuh tenaga didorongkan ke depan sejajar dada menghantam tubuh sang pemuda.

Koan Ing pada saat ini masih menderita luka yang amat parah, baaimana mangkin ia dapat menerima datangnya serangan tersebut? Ia tidak sempat lagi mencabut keluar anak panahnya, maka dengan menggunakan busur petak ia membabat ke arah depan sedang tubuhnya menyingkir ke sebelah kiri.

Namun pada saat yang bertepatan juga terasalah segulung angin pukulan yang maha dahsyat serta menyesakkan pernapasan telah menekan datang, sekalipun ia bermaksud untuk mengindarkan dirinya, tapi apa daya tenaganya tidak memadahi.

“Braaak....!” ditengah suara bentrokan yang amat keras tubuh Koan Ing kena dilempar ke arah samping.

Pemuda itu segera merasakan darah bergolak dengan amat kerasnya di dalam dada, tak kuasa lagi ia muntahkan darah segar dan kembali rubuh di atas tanah.

Dengan menggunakan sepasang tangannya ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk menegakkan badannya kembali, di hadapannya terasalah sesosok bayangan manusia yang amat buram dan kabur berjalan semakin mendekati ke arahnya.

“Heee.... heee. Koan Ing.” terdengar suara tertawa dingin

dari Ciu Tong bergema ke dalam telinganya. “Kau jangan salahkan kepadaku akan turun tangan kejam, siapa yang suruh kau orang secara sukarela menurunkan ilmu silat aliran Hiat-ho-pay itu kepadaku? Selama ini aku selalu mengandung maksud untuk membinasakan dirimu, tetapi kali ini kau sendiri yang menghantarkan nyawamu!”

Ooo)*(ooO

Bab 49

PERLAHAN-LAHAN Koan Ing memejamkan matanya, di dalam benaknya kembali terlintas berbagai ingatan yang sangat aneh, Ciu Tong menolong dirinya dan ia menurunkan kepandaian silat aliran Hiat-ho-pay kepadanya tetapi kenapa sekarang si iblis sakti dari lautan Timur ini hendak membinasakan dirinya? Sungguh aneh sekali!

Kembali selangkah demi selangkah Ciu Tong mendesak ke depan, senyuman dingin yang memperlihatkan kebanggaannya tiada hentinya terlintas pada ujung bibir,

Pada Saat yang kritis itulah tiba-tiba....

“Ciu Tong, tahan!” bentak seseorang dengan amat dinginnya dari balik gua.

Ciu Tong rada melengak, dengan perlahan ia menoleh ke belakang. tampaklah seorang perempuan berusia pertengahan yang sama sekali tidak dikenal telah munculkan dirinya di dalam gua, bahkan pada saat ini sedang memandang ke arahnya dengan suatu senyuman yang amat tawar.

Koan Ing pun dengan cepat menoleh ke arah perempuan tersebut, tetapi sebentar kemudian ia telah mengenalkan kembali. Ia bukan lain adalah Sian-thian-kauwcu Song Ing adanya!

Melihat munculnya perempuan tersebut, pemuda itu baru bisa menghembuskan napas lega, perlahan-lahan ia mulai pejamkaa matanya.

Song Ing pun dengan amat keren dan berwibawa selangkah demi selangkah berjalan mendekati diri Ciu Tong.

“Haaa.... haaa. kau perempuan sungguh bernyali, kendati

sudah tahu akulah Ciu Tong kenapa masih memaksa juga untuk berjalan masuk!” teriak si iblis dari lautan Timur itu sambil tetawa terbahak-bahak,

“Hm! Beranikah kau orang menerima tiga buah serangan pedangku ?” Tantang Song Ing sambil tertawa sombong.

“Haa.... haa.... tiga jurus serangan pedang? Kau kira dengan mengandalkan dirimu sudah begitu berani menyuruh aku berhenti dan menerima tiga buah seranganmu! haa....

haa.... aku mau lihat, apa kau memang patut dinamakan perempuan tak tahu diri!” seru Ciu Tong menghina.

Siapa sangka baru saja dia menyelesaikan kata-katanya Song Ing telah mencabut keluar sebilah pedang dari sarungnya.

Cahaya perak berkelebat menyilaukan mata diantara suara dengungan yang amat keras pedangnya dengan kecepatan tinggi telah mengancam kening dari si iblis tua tersebut.

Begitu melihat datangnya serangan tersebut Ciu Tong merasa hatinya berdesir. ia bukan merasa terkejut karena kedabsjatan tenaga dalam yang dimiliki Song Ing. justru karena dia merasa amat kenal dengan jurus pedang yang digunakannya itu bahkan terlalu mengenalnya.

Bukankah jurus serangan tadi telah menggunakan jurus “Ci Cie Thian Yang” atau mengukur ujung langit dari ilmu pedang “Thian-yu Khei Kiam”? Ia sama sekali tidak menyangka kalau perempuan di hadapannya ini ternyata masih ada hubungan dengan partai Thian-yu-pay, tetapi bukankah dari aliran Thian-yu Bun cuma tinggal Koan Ing seorang?

Bilamana dikatakan dia bukan aaggota Thian-yu-pay, lalu secara bagaimana perempuan itu bisa memahami pula jurus ilmu pedang 'Thian-yu Kiam Hoat” Apa mungkin perempuan  ini adalah cianpwee dari Koan Ing yang ia sendiripun tidak mengenalnya?

Maka dengan perlahan Ciu Tong menarik napas panjang?, tubuhnya menyingkir ke sebelah kanan, bersamaan itu pula iapun hendak menggunakan jurus serangan dari “Thian-yu Kiam Hoat” pula untuk menghadapi perempuan tersebut.

Namun baru saja ia berkelebat ke samping pedang panjang dari Song Ing telah menghadang di depan matanya pula.

Hal ini membuat hatinya terasa bergetar amat keras, ia merasa terkejut bercampur murka karena dirinya telah menemukan kalau separuh jurus selanjutnya bukanlah jurus serangan dari Thian-yu Kiam Hoat lagi, bahkan terhadap serangan itupun ia sangat mengenalnya.

Bukankah jurus serangan ini berasal dari 'ilmu sakti aliran pulau Ciat Ih To? Tidak disangka jurus serangan tersebut bisa demikian hapalnya ditangan perempuan tersebut.

Maka tubuhnya buru-buru meloncat mundur beberapa langkah ke belakang sambil bentaknya dengan keras: “Dari mana kau peroleh ilmu silat. ?“

Belum habis Ciu Tong berteriak, jurus serangan dari Song Ing telah berubah lagi. pedangnya mencukil ke atas dan membentuk berpuluh-puluh bayangan yang menyilaukan mata bersama-sama menerjang ke depan.

Inilah jurus “Tan Kiam Cing Thian” atau pedang tunggal menculik langit dari ilmu pedang Thian San Kiam Hoat. Ciu Tong benar-benar merasa amat terperanjat, semula ia mengira untuk menghadapi serangan yang menggunakan jurus perguruannya hanya sekali menyingkir saja telah bisa menghindari, siapa sangka Song Ing sama sekali tidak menggunakan jurus yang dipikirkannya untuk menghantam dirinya.

Semula ia bermaksud untuk menanyakan dari siapakah Song Ing berhasil mempelajari jurus serangan itu, siapa sangka karena pikirannya bercabang maka jurus pedang dari perempuan tersebutpun telah berubah laksana sambaran kilat membabat ke arah lehernya.

Ciu Tong mendengus dingin, telapak kanannya menghantam ke depan sedang tubuhnya menyingkir ke kiri....

“Sreeet....!” tahu-tahu pakaiannya sudah kena dibabat robek oleh pedang Song Ing, hanya kurang beberapa coen saja lehernya kena dibabat putus, walaupun begitu hawa berdesir telah memenuhi seluruh tubuhnya.

Tenaga dalam yang dimiliki Song Ing tidak berada di bawah Ciu Tong sekalian ditambah pula ia mempelajari ilmu silat dari empat penjuru, hal ini membuat ia semakin lihay.

Walaupun Koan Ing telah mendapatkan kitab pusaka ‘Boe Shia Koei Mie’ namun kesempunaan serta kemujijatannya tak berhasil ia keluarkan, hal itu cuma menambah pengetehuan serta daya tariknya terhadap ilmu saja.

Sebaliknya terhadap diri Song Ing yang telah memiliki hasil latihan selama puluhan tahun, sudah tentu kelihayannya luar biasa sekali.

Tadi Song Ing berjanji hanya bergebrak sebanyak tiga jurus saja dengan diri Ciu Tong, kini pedangnya berhasil merobek pakaian dari si iblis tua tersebut, sudah tentu dia tidak suka melepaskan tangan begitu saja, kembali tubuhnya laksana sambaran kilat dengan cepat mendesak ke depan lebih lanjut. Ciu Tong yang namanya berada di dalam urutan empat manusia aneh kini harus menderita kekalahan yang sedemikian parahnya, sudah tentu dia tidak akan terima dengan begitu saja.

Maka dengan gusarnya ia membentak keras tubuhnyapun meloncat kesamping. lalu dengan separuh badannya yang sebelah kiri menerima datangnya serangan pedang Song Ing.

Dan tangan kanannya dengan cepat melancarkan cengkeraman juga ke depan, ia bermaksud bilamana perempuan itu menusukkan pedangnya kebadannya sebelah kiri maka tangan kanannya segera akan membinasakan musuhnya.

Siapa sangka tempo hari Song Ing pernah mencuri pergi kepulau Ciat Ih To untuk menonton dia berlatih ilmu silat, maka terhadap kepandaian silat yang dimiliki Ciu Tong ia sudah mengenalnya bagaikan mengenal jari tangannya sendiri, apa maksud dari perbuatan si iblis sakti pada saat ini pun sudah tentu tidak bakal dapat mengelabui dirinya.

Maka pedang Song Ing dengan cepat disentakkan ke atas dan langsung menyerang batok kepala dari Ciu Tong,

Melihat batok kepalanya yang diserang kembali Ciu Tong merasa amat terperanjat selama beberapa tahun ini ia selalu memikirkan cara untuk memecahkan kekurangan dari ilmu mayat membusuknya, dimana ia berhasil memindahkan aliran darah pada tubuh sebelah tetapi selama ini tak berhasil mengerahkan aliran darah itu pada bagian kepalanya.

Kini serangan Song Ing justru mengancam kepalanya, hal ini bagaimana mungkin tidak membuat hatinya jadi amat kaget!

Ciu Tong menarik napas panjang-panjang. ia tidak menyangka kalau Song Ing berhasil mendahului dirinya dan menyerang titik kelemahan yang selama ini selalu ia rahasiakan itu.

Kembali tubuhnya terdesak dan dengan hati kebat-kebit ia mengundurkan dirinya ke belakang.

Song Ing yang melihat serangannya berhasil mendesak pihak musuhnya, sudah tentu ia tidak suka membuang kesempatan lagi dan jurus serangannya laksana air bah dengan dahsyatnya menggulung dari atas kebawah tiada hentinya, cahaya pedang pun berkilauan memenuhi angkasa.

“Braaak....!” Pedang dan telapak tangan kembali bentrok menjadi satu, terdengarlah Ciu Tong mendengus berat dan mencelat mundur ke arah belakang.

Kali ini Song Ing tidak mengejar lagi dan dengan pandangan dingin ia memperhatikan diri si iblis sakti jari Lautan Timur ini.

Dengan gunakan tangan sebelah Ciu Tong mencekal lengan kanannya yang mengucurkan darah dengan deras dan dengan pandangan gusar ia melototi diri Song Ing.

Selama ini belum terpikirkan olehnya kalau ia bakal terluka ditangan seorang perempuan yang sama sekali tidak dikenal namanya! Maka dengan gusarnya ia mendengus.

“Hmmm! siapakah nama besarmu? tanyanya dengan sinar mata berkilat2,

“Akulah Sian-thian-kauwcu!”

Kembali terdengar Ciu Tong menarik napas panjang- panjang ia tidak mengira kalau nama Sian-thian-kauwcu yang pernah didengarnya ditengah sungai Tiang Kang sewaktu untuk pertama kalinya terjun ke dalam dunia kangouw bukan lain adalah perempuan yang kini berada dihadapan matanya ini. Dan dalam hati ia merasa amat terperanjat karena perempuan ini sangat memahami benar ilmu silat aliran Ciat Ih Too-nya bukan begitu saja bahkan ilmu sakti dari Thian-yu- pay serta seluruh partay di kolong langit manapun dapat ia pahami dan menggunakannya dengan begitu hapal, hal ini benar-benar sukar baginya untuk percaya.

“Heee.... heee.... ini hari aku berhasil kau lukai dalam tiga jurus, hal ini sudah tentu tidak menyalahkan dirimu, tetapi kaupun memahami ilmu silat dari aliran Ciat Ih Too kami, hal ini pasti akan aku selidiki sampai jelas!” katanya dingin.

Selesai berkata ia putar badan dan berlalu dari sana,

Menanti bayangan dari Ciu Tong telah lenyap dari pandangan mata Song Ing baru putar badannya Ke arah pemuda tersebut.

“Subo!” terdengar Koan Ing berseru sambil membuka matanya kembali.

Agaknya Song Ing sama sekali tak menyangka kalau Koan Ing bisa memanggil dirinya dengan sebutan itu, maka tubuhnya kelihatan tergetar amat keras diikuti tubuhnya sedikit bergerak tahu-tahu telapak kanannya sudah ditempelkan di atas punggung pemuda itu.

“Kau jangan banyak bicara. pusatkanlah seluruh perhatianmu karena aku mau bantu kau untuk sembuhkan lukamu itu.” katanya dengan halus.

Koan Ing sama sekali tidak menyangka kalau Song Ing suka menolong dirinya, ia jadi tertegun dan lama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun.

“Kini musuh ada diempat penjuru, salah sedikit saja bakal mendatangkan bencana buat diri sendiri, bilamana kau tidak berusaha untuk sembuhkan lukamu lagi lalu siapakah yang bakal melindungi dirimu? Ajoh cepat pusatkan seluruh perhatian!” seru Song Ing dengan amat cemas. Koan Ing merasa hatinya tergetar amat keras, buru-buru ia pejamkara matanya dan pusatkan seluruh pikiran

Terasalah segulung hawa panas dengan cepat mengalir masuk melalui punggungnya untuk kemudian mengalir ke seluruh tubuh, begitu hatinya tenang maka pikiranpun telah terpusatkan untuk menyembuhkan luka.

Entah lewat beberapa saat lamanya menanti ia merasa lukanya sudah sembuh baru dengan perlahan pemuda itu membuka matanya kembali.

Saat ini cuaca telah menunjukkan malam hari. Song Ing yang ada dibelakangnya dengan amat kelelahan telah menarik kembali tangannya dan tersenyum.

“Koan Ing ucapkan terjma kasih atas bantuan dari Subo!” serunya kemudian dengan menjatuhkan diri berlutut dihadapan perempuan tersebut.

Song Ing pun tersenyum, “Aku tidak menyangka kalau tenaga dalammu sudah berhasilkan latihan sedemikian tingginya, sekali pusatkan pikiran harus memakan waktu selama tiga hari tiga malam?”

Koan Ing yang mendengar perkataan itu jadi tertegun juga dibuatnya ia sendiripun tidak tahu bagaimana mungkin dirinya telah bersemedi selama tiga hari tiga malam. hal ini bagi dirinya masih tidak mengapa'tetapi telah melelahkan diri Song Ing juga.

Selagi dalam hati ia merasa amat terharu itulah tampaklah sambil tersenyum Song Ing telah mengulapkan tangannya.

“Kau tidak usah banyak berbicara lagi,” katanya. “Kini di tempat luaran sudah kedatangan musuh tangguh, sedang anak buah dari perkumpulan akupun telah setengah harian lamanya berjaga2, kita harus cepat2 keluar untuk memeriksa!” Dalam hati kembali Koan Ing merasa amat terkejut, siapa yang telah datang? Maka tanpa banyak bicara lagi ia mengikuti juga diri Song Ing berjalan keluar.

Baru saja Song Ing berjalan keluar dari mulut gua, dari luar gua telah terdengar suara bentakan yang amat keras; “Kauwcu tiba!”

Seketika itu juga suasana diluar gua amat sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, bintang2 beterbangan memenuhi angkasa, sedang angin malam bertiup sepoi-sepoi.

Dengan tenangnya Song Ing menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, waktu itulah tampak dua orang budak berbaju putih dengan amat ringannya telah melayang turun dari balik batu dan berdiri disisi Song Ing.

Sinar mata Koan Ing berkilat, diapun menyapu sekejab ke sekeliling tempat itu tetapi sesuatu apapun tak terlihat olehnya.

Mendadak....

“Bo-liang-so-hud!”

Suara pujian bergema memenuhi angkasa dan dari balik pohon muncullah seorang toosu berjubah hijau yang bukan lain adalah Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien dari Bu-tong- pay.

Dibelakangnya mengikuti seorang kakek berkerudung serta seorang kakek bongkok, mereka bukan lain adalah sijaring emas penguasa yangit Phoa Thian-cu serta Si Ih Mo Tuo dua orang.

Dan dengan munculnya ketiga orang itu maka anak buah dari perkumpulan Sian-thian-kauw-pun pada bermunculan dari balik batu-batu cadas di empat penjuru, dan terlihatlah busur pada terpentang siap-siap melepaskan anak panah ke arah mereka bertiga. Yuan Si Tootiang yang melihat Koan Ing pun beruda disana agaknya merasa berada di luar dugaan.

“Hmm! Aku kira yang hadir cuma orang-orang dari perkumpulan Sian-thian-kauw saja, kiranya disinipun muncul diri Koan Ing” serunya sambil mendengus,

“Hmm.... apakah kalian bertiga ada maksud untuk mengadu kekuatan dengan perkumpulan Sian-thian-kauw kami?” tanya Song Ing dingin.

“Haaa.... haaa.... apa itu perkumpulan Sian-thian-kauw?” teriak Phoa Thian-cu itu Kokcu dari lembah Chiet Han Kok sambil tertawa terbahak-bahak. “Kau berani menantang kami bertiga untuk bergebrak? Tetapi bilamana ini hari kau suka menyerahkan Koan Ing kepada kami maka urusan ini akan  aku anggap selesai, tetapi kalau tidak.... heee.... cukup aku kirim perintah maka perkumpulan Sian-thian-kauw akan ludas dan binasa!”

Song Ing yang mendengar perkataan dari Phoa Thian-cu itu sama sekali tidak menjadi gusar.

“Walaupun perkumpulan Sian-thian-kauw kami tak ada kekuatan apa-apa, tetapi dengan mengandalkan kekuatan kalian beberapa orang saja belum tentu bisa berbuat semaunya!”

“Haaa.... haaa.... aku kepingin sekali melihat kau orang hendak menggunakan cara apa untuk menghadapi diriku!” teriak Phoa Thian-cu kembali sambil tertawa panjang.

Song Ing kerutkan dahi, perlahan-lahan ia menoleh dan menyapu sekejap disekeliiing tempat itu kemudian dengan perlahan mengangkat tangan kanannya ke atas.

Dan dari empat penjuru dengan cepatnya bermunculan berpuluh-puluh orang lelaki kekar yang pada mencekal busur ditangannya. Di atas busur terpasanglah sebatarg anak panah. berwarna hitam yang aneh sekali bentuknya, anak2 panah tersebut siap- siap dibidikkan ke depan.

Terdengar Song Ing kembali tertawa tawar. “Kalian ingin pergipun sudah terlambat!” katanya dingin,

“Tentunya kalian sudah pernah mendengar nama anak panah “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam” bukan?”

Phoa Thian-cu sekalian yang mendengar disebutnya anak panah berapi tersebut air mukanya segera pada berubah sangat hebat.

Koan Ing sendiripun merasa amat terperanjat, tak kuasa lagi dia memandang lebih tajam lagi terhadap anak panah berwarna hitam itu. Ia sama sekali tidak menyangka kalau anak panah berapi “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam” yang dimiliki oleh “Hwee Khie Thaysu Lam Hoa Lieh bisa muncul di tempat ini.

Ia pernah dengar orang berkata kekuatan dari anak panah ini bisa memusnahkan tempat seluas sepuluh kaki persegi tanpa meninggalkan kehidupan apapun bilamana benar-benar anak panah tersebut dibidikkan maka jangan harap lagi Yuan Si Tootiang bertiga bisa loloskan diri.

“Sebenarnya aku hendak menggunakan anak panah itu untuk mencegah kalian memasuki gua ini, tapi kalian tidak tahu diri, terpaksa aku harus perlihatkan dulu kepada kalian!” kata Song Ing lagi dengan tanpa perubahan.

Yuan Si Totiang mendengus dingin, ia mengerling sekejap ke arah sibongkok dari daerah Si Ih.

Si Ih Mo Tuo menyahut, tiba-tiba ia bertepuk tangan tiga kali ke arah hutan, sebentar kemudian tampaklah seorang berbaju hitam be jalan mendatang sambil menyeret seorang gadis. Koan Ing yang melihat munculnya gadis tesebut jadi amat terperanjat, karena perempuan itu bukan lain adalah Cha Ing Ing adanya, Cha Ing Ing yang melihat Koan Ing pun ada disana tak kuasa lagi sambil mengucurkan air mata berteriak keras!

“Engkoh Ing!”

Walaupun beberapa hari ini dirinya tidak mendapat perlakuan yang buruk dari Yuan Si Tootiang yang karena ia tahu kalau gadis itu adalah puteri kesayangan dari Cha Can Hong tetapi gadis yang selalu dimanja ini bagaimana mungkin kuat menahan kesabarannya?

“Heee.... heee.... walapun anak panah berapi “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam” tersebut amat lihay dan menakutkan tetapi aku ada puteri dari Cha Can Hong ditanganku. Bilamana kalian ingin lepaskan anak panah ayo cepat lakukan, aku tidak bakal takut” seru Yuan Si Tootiang sambil kerutkan keningnya rapat- rapat.

Koan Ing yang melihat Yuan Si Tootiang hendak menggunakan Cha Ing Ing sebagai tameng, tidak kuasa lagi memandang sekejap ke arah diri Song Ing.

Sinar mata Song Ing berkilat, ia tertawa tawar.

“Buat apa kau begitu cemas”, katanya dingin, “Aku cuma memberi tahu kalian kalau aku punya cara untuk menguasai diri kalian, tetapi saat ini aku tidak bermaksud untuk membinasakan kalian, hmmm! Buat apa kalian merasa begitu tegang!”

“Hmm! akupun ingin memberi tahu kepadamu akupun punya cara buat paksa kau tidak bisa berbuat seperti apa yang telah kau rencanakan” seru Yuan Si Tootiang pula sambil mendengus dingin.

Song Ing kerutkan alisnya rapat-rapat lantas berdiam diri tidak mengucapkan sepatah katapun. Walaupun dia tidak berbicara tetapi Koan Ing yang berada disampingnya dapat mengetahui kalau saat ini perempuan itu benar-benar telah mencapai pada puncak kegusarannya.

“Yuan Si!” terdengar perempuan itu berseru setelah memandang dingin wajah toosu tua tersebut. “Ada satu hari aku akan membinasakan dirimu ditanganku!”

Koan Ing yang mendengar perkataan tersebut segera merasakan hatinya rada berdesir, dia mengetahui kalau Song Ing mempunyai kebiasaan apa yang diucapkan pasti dilakukan.

Yuan Si Tootiang sendiripun merasa rada berdesir setelah mendengar perkataan itu dia sendiri juga merasa heran bagaimana mungkin dirinya bisa menaruh rasa bergidik terhadap perempuan yang sama sekali tidak diketahui namanya ini!

“Untuk sementara kita mundur dulu dari sini!” serunya dengan suara berat terhadap diri Phoa Thian-cu serta Si Ih Mo Tuo.

Sebetulnya mereka bertiga merasa takut bilamana secara tiba-tiba anak panah berapi “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam” dibidikkan ke arah mereka,

Maka dengan pandangan yang amat dingin Song Ing memandang mereka mengundurkan diri dari sana, Cha Ing Ing sendiripun memandang ke arah Koan Ing dengan pandangan yang sayu, dia tahu pada saat dan keadaan seperti ini pemuda itu benar-benar tak mungkin bisa menolong dirinya, dan saat inilah ia mulai merasa menyesal atas kepergiannya yang tanpa pamit itu.

Song Ing sendiripun dengan termangu-mangu memperhatikan diri Cha Ing Ing dalam hati ia bermaksud untuk menolong dirinya tetapi sayang maksud ada tenaga kurang, dan dengan kepandaian silat yang dimiliki Yuan Si Tootiang sekalian hanya di dalam sekali kelebatan saja mereka dapat membinasakan dirinya,

Pada ujung bibir Yuan Si Tootiang mulai tersungginglah satu senyuman bangga.

Mendadak dari tengah hutan berkumandang datang suara ringkikan kuda yang amat keras sekali disusul dengan berkumandangnya suara tertawa keras yang amat menyeramkan.

Koan Ing hanya merasakan hatinya berdesir kata-kata ‘Kereta berdarah!’ yang siap-siap meluncur keluar dari bibirnya segera ditarik kembali, karena tiba-tiba....

“Braam....!” dengan disertai mengepulnya debu dan pasir yang beterbangan memenuhi argkasa tergema keluar dua buah suara jeritan ngeri disusul dengan mencelatnya dua sosok mayat yang melayang keangkasa.

Sinar mata Koan Ing berkilat, belum sempat dirinya mengambil sesuatu keputusan kereta berdarah tersebut ditengah suara tertawa yang amat menyeramkan telah menerjang masuk ketengah kalangan yang disusul suara desiran angin dari serangan cambuk yang menghajar tubuh Yuan Si Tootiang sekalian.

Melihat datangnya serangan tersebut Yuan Si Tootiang merasa nyalinya pecah, karena ia baru saja sembuh dari luka yang amat parah sudah tentu tidak berani menerima datangnya serangan yang begitu dahsyat dari orang dibalik kereta berdarah tersebut.

Tubuhnya terburu-buru mengundurkan diri dua langkah ke belakang, tapi Phoa Thian-cu yang ada disisinya segera membentak keras. Jaringan emasnya digetarkan ke depan sehingga tampaklah cahaya keemas-emasan berkilauan melindungi seluruh tubuh si tosu tua dari Bu-tong-pay ini, sedang Si Ih Mo Tuo pun dengan dengusannya yang berat melancarkan satu serangan toya ke arah ujung cambuk. Cambuk panjang itu dengan cepat meleset ke samping lalu membentuk gerakan busur ditengah udara.

“Plaaak!” Dengan disertai suara bentrokan yang amat nyaring, seorang berbaju hitam yang menjaga diri Cha Ing Ing sudah kena dipukul mental dan bersamaan itu pula tubuh Cha Ing Ing sudah kena telibat dan ditarik masuk ke dalam kereta.

Tindakannya ini benar-benar berada diluar dugaan semua orang yang hadir di dalam kalangan dan tampaklah kereta berdarah itu dengan cepatnya sudah menerjang kembali ke arah diri Koan Ing.

Melihat tindakan dari orang yang berada di dalam kereta berdarah itu, Koan Ing jadi teramat gusar.

“Tong Phoa Pek! Cepat lepaskan kembali gadis itu!” bentaknya keras.

Ditengah suara suitannya yang amat nyaring, tubuhnya laksana seekor burung rajawali dengan cepatnya sudah menubruk ke arah kereta berdarah sedang sepasang telapaknya ber~sama-sama didorong ke depan melancarkan satu pukulan dahsyat.

Suara tertawa seram bergema memenuhi angkasa, dari balik kereta berdarah itupun segera bergulung satu pukulan yang maha dahsyat menyambut datangnya serangan dari pemuda tersebut.

“Braaak!” kedua gulung hawa pukulan tersebut bentrok menjadi satu ditengah udara, dan tubuh Koan Ing segera terpukul getar sehingga mundur setengah tindak ke belakang, sedangkan kereta berdarah itu sendiri pun goncang amat keras.

Sekali lagi Koan Ing menutulkan ujung kakinya ke atas tanah dan menubruk kembali ke arah kereta berdarah tersebut. Ditengah larinia kuda berwarna merah yang amat cepat, kereta berdarah tersebut telah berlari meninggalkan tempat itu. Sehingga ditengah kalangan cuma tinggal debu serta pasir yang mengepul memenuhi seluruh angkasa.

Semua orang yang hadir ditengah kalangan itu dibuat terperanjat oleh perubahan yang secara mendadak ini, apalagi tenaga dalam Koan Ing yang demikian dahsyatnya itu seketika itu juga membuat semua orang jadi tertegun.

Yuan Si Tootiang sendiri sama sekali tidak menyangka kalau tenaga dalam dari pemuda itu bisa pulih dengan demikian cepatnya, ditambah pula setelah mendengar sipemuda membentak tadi, dua orang yang ada di dalam kereta berdarah itu bukan lain adalah ‘Thian Yang Siauw Yu’ Tong Phoa Pek. hatinya semakin terperanjat lagi.

Menanti Koan Ing serta kereta berdarah itu sudah pada berlalu. Yuan Si Tootiang baru sadar kembali dari lamunannya, aku melihat Song Ing masih ada disana terutama anak panah berapi “Hek Siauw Liew Hwee Ciam”nya buru-buru mereka bertiga melayang pergi dari sana.

Pada saat ini Song Ing pun tak ada kekuatan untuk menghadapi mereka bertiga, karena itu melihat mereka meninggalkan tempat tersebut dia sama sekali tidak turun tangan mencegah.

Kita balik pada Koan Ing yang mengejar kereta berdarah itu, hanya di dalam sekejap saja sepuluh li sudah dilalui dengan cepatnya, sedang yang dilalui kereta berdarah itupun semakin lama semakin curam dan semakin berbahaya.

“Tong Phoa Pek!” bentaknya kemudian sembari mengejar dari belakang kereta berdarah tersebut. “Bilamana kau menyebut dirimu sebagai orang nomor wahid dari seluruh kolong langit, kenapa tak berani menghentikan kereta untuk bergebrak melawan aku?” Tong Phoa Pek yang berada di dalam kereta berdarah itu sama sekali tidak menggubris akan perkataannya, sebaliknya kereta tersebut masih tetap berlari dengan amat cepatnya menuju ke arah depan.

Hanya di dalam sekejap saja sampailah mereka di atas sebuah tebing yang amat curam dan terjal dan secara tiba- tiba kereta berdarah itu berhenti berlari.

Buru-buru Koan Ing enjotkan badannjta menghalangi di depan kereta berdarah tersebut. Saat itulah tampak Tong Phoa Pek sambil mengempit tubuh Cha Ing Ing dan tangannya yang satu mencekal tali les kuda sedang memandang ke arahnya dengan pandangan sinis.

Koan Ing pun dengan pandangan yang amat sinis memperhatikan diri Tong Phoa Pek. Empat mata bertemu jadi satu, tetapi tidak seorangpun yang mengucapkan sepatah kata,

“Nih aku kembalikan kepadamu!” seru Tong Phoa Pek, kemudian seielah berdiam beberapa saat lamanya.

Selesai berkata tangan kirinya diajunkan ke depan melemparkan tubuh Cha Ing Ing ke arah Koan Ing.

Melihat tindakan tersebut Koan Ing merasa hatinya terperanjat, dia tidak mengerti apa maksud dari perbuatan Tong Phoa Pek ini tetapi tak ada salahnya ia menerima gadis tersebut.

Maka tangannya dengan cepat menyambut datangnya tubuh Cha Ing Ing, kemudian menepuk bebas jalan darahnya yang tertotok.

Cha Ing Ing dengan erat mencekal ujung baju Koan Ing lalu bersembunyi dibalik tubuh pemuda itu untuk memandang ke arah Tong Phoa Pek dengan pandangan amat terperanjat.

Sebetulnya banyak perkataan yang hendak diucapkan olehnya terhadap sang pemuda tetapi melihat keadaan dan situasi yang demikian tegangnya untuk sesaat tak sepatah katapun yang berhasil diucapkan keluar.

Saat inilah dia baru dapat melihat majikan dari kereta berdarah yang selama ini bertindak sangat misterius itu,

Mendadak Tong Phoa Pek mengajunkan kembali tangan kanannya, dan terlihatlah serentetan cahaya keemasan berkelebat ke arah depan,

Dengan gesitnya Koan Ing menyambut datangnya cahaya keemasan yang bukan lain adalah pedang Kiem-hong-kiamnya itu, dan tak kuasa lagi hatinya rada melengak.

Bagaimana mungkin ini hari Tong Phoa Pek bisa bersikap lapang dada terhadap dirinya?

“Koan Ing!” terdengar Tong Phoa Pek menegur dengan suaranya yang amat dingin. “Sudahlah, ini hari di tempat ini tak bakal ada orang lain yang mengganggu kita lagi aku dengar nasibmu sangat mujur, bukan saja tidak mati bahkan sebaliknya telah mendapatkan ilmu silat peninggalan Hiat-ho- pay oleh karena itu ini hari juga aku akan mengadakan pertempuran untuk menentukan siapa yang unggul lebih diantara kita!”

Selesai berkata dengan perlahan dia bertindak turun dari kereta berdarahnya. Koan Ing yang melihat sikap dari perkataannya itu segera mengetahui kalau Tong Phoa Pek telah mengambil keputusan untuk mengadakan pertempuran sengit dengan dirinya.

Tak kuasa lagi alisnya dikerutkan rapat-rapat, dan dengan menggunakan tiga buah jari tangan kirinya dia mulai menekuk pedang kiem-hong-kiamnya sehingga berbentuk setengah busur.

“Hee.... hee.... bisa memperoleh pengajaran dari Thian Yang Siuw-su hal ini merupakan keberuntungan dari aku orang she-Koan” katanya sambil tersenyum. Sehabis berkata tangan kirinya dilepaskan dengan

menimbulkan suara dengungan yang memekikkan telinga pedang kiem-hong-kiamnya memantul kembali menjadi lurus.

“Koan Ing!!!” seru Tong Phoa Pek sambil dengan perlahan bertindak turun dari kereta berdarah itu dan tertawa dingin. “Kepandaian silatmu terlalu tinggi, dengan usiamu yang masih begitu muda ternyata bisa memiliki kepandaian yang begitu dahsyat, hal ini sangat berbahaya bagi kita orang-orang dari angkatan tua karena itu tak ada jalan lain lagi kecuali menghukum mati dirimu!”

“Engkoh Ing hati-hati1ah!” ujar Cha Ing Ing perlahan sambil melepaskan cekalannya pada ujung baju pemuda tersebut,

Setelah itu dengan hati yang kebat-kebit setindak demi setindak ia mengundurkan dirinya ke belakang.

Koan Ing tersenyum sambil menoleh ke arah Tong Phoa Pek katanya, “Siapa yang bakal menderita kalah belum bisa ditentukan, buat apa kau orang bicara terlalu besar!”

Selesai berkata tubuhnya mencelat ke atas, pedang kiem- hong-kiamnya dengan menimbulkan suara desiran yang amat memekakkan telinga segera membentuk gerakan satu lingkaran busur yang amat besar mengurung seluruh tubuh Tong Phoa Pek.

Inilah jurus ‘Noe Ci Sin Kiam’ dari ilmu pedang ‘Thian-yu Khie Kiam’.

Tong Phoa Pek-pun menggetarkan cambuknya ketengah udara, dan seketika itu juga seluruh angkasa telah dipenuhi dengan desiran angin tajam yang menyesakkan napas.

Mendadak Koan Ing berteriak keras, tubuhnya melayang ke atas, sedang pedang kiem-hong-kiamnya dengan gerakan jurus “Ban Sin Peng To” menekan ke arah bawah, menggencet ujung cambuk dari Tong Phoa Pek. Air muka Tong Phoa Pek segera berubah hebat, cambuknya kembali ditegangkan laksana kawat baja yang amat kuat.

Cahaya keemas-emasan berkilat memenuhi angkasa. yang membuat cambuk panjang itu seketika itu juga terbabat putus menjadi dua bagian.

Kembali Koan Ing membentak keras. pedang kiem-hong- kiamnya segera mengejar ke arah tubuh Thian Yang Siauw Su ini.

Tong Phoa Pek meraung keras, cambuknya segera disambitkan ke arah pemuda tersebut sedang tubuhnya sendiri mencelat ke dalam kereta berdarah.

“Criiiing. !” tahu-tahu sewaktu memutar tubuhnya kembali

ditangannya telah bertambah sebilah pedang berwarna hijau yang memancarkan cahaya tajam.

Dan dengan kerennya dia berdiri di atas kereta berdarah itu sambil melintangkan pedangnya di depan dada, dia tahu  untuk memperoleh kemenangan dengan mengandalkan cambuk tidaklah mungkin akan berhasil, apa lagi  tenaga dalam dari Koan Ing telah memperoleh kemajuan begetu pesat. karena itu akhirnya ia mengambil keputusan untuk menggunakan pedang saja untuk menghadapi pemuda tersebut.

Koan Ing yang tadi berhasil menangkis jatuh datangnya sambitan cambuk dari Tong Phoa Pek sewaktu melihat diapun mencabut keluar pedangnya hatinya jadi rada berdesir, diapun buru-buru melintangkan pedangnya di depan dada.

Dengan gusarnya Tong Phoa Pek membentak keras, tubuhnyapun segera melayang ke atas dan menubruk ke depan, pedangnya segera memainkan ilmu pedang “Suo Sim Kiam Hoat” yang merupakan ilmu pedang dari si iblis nomor satu dari Bu-lim, sijagoan penghancur sukma Pek Lie Si Beng. Begitu pedang tersebut menyambar keluar segera terlihatlah cahaya pedang yang menyilaukan mata bermunculan dari ujung pedang mengurung beberapa depa di sekeliling tempat itu.

Koan Ing merasa amat terperanjat, ilmu pedang “Suo Sim Cap Pwee Kiam” inipun ia pernah mempelajarinya, kini Pong Phoa Pek hendak mengeluarkannya untuk menghadapi dia orang hal ini sudah tentu tidak membuat dirinya jadi jeri.

Maka ditengah suara bentakannya yang amat keras diapun mengeluarkan jurus-jurus serangan mengikuti iimu ‘Suo Sim Cap Pwee Kiam’ tersebut.

Seketika itu juga seluruh kalangan dipenuhi dengan suara desiran angin serangan yang mengerikan.

Cha Ing Ing yang melihat mereka berdua saling serang menyerang dengan dahsyatnya, saking terperanjat tak sepatah katapun bisa diucapkan keluar. Dan dengan kedahsyatan dari tenaga dalam yang mereka berdua memiliki mungkin pada saat ini sukar uniuk mennyarikan tandingannya.

Jurus-jurus serangan Tong Phoa Pek semakin lama semakin gencar dan semakin gesit, tetapi tiba-tiba ia menarik kembali pedangnya lalu menempelkan pada pedang ditangan Koan Ing.

Pedang Kiem-hong-kiam yang berada ditangan Koan Ing begitu kena ditempel oleh pedang pihak lawan, hatinya jadi rada terperanjat dibuatnya, secara samar-samar dia merasa dari balik pedangnya tergulunglah satu tenaga tekanan yang menggetarkan seluruh isi hatinya, dia orang yang berusaha untuk melepaskan diripun tak sanggup.

Dalam hati ia lantas menebak kalau jurus serangan ini tentulah sudah menggunakan ilmu pepang yang diunggulkan oleh “Bu-lim Kiam Sin” Yong Ci Teng, maka sinar matanya kembali berkilat2 dan dia tahu bilamana dirinya tidak berusaha untuk melepaskan diri, maka pedangnya tentu akan terlempar lepas.

Berbagai ingatan dengan cepat berkelebat memenuhi seluruh benak pemuda tersebut dan ditengah suara suitan gusar yang amat nyaring pedang kiem-hong-kiamnya digetarkan sekeras2nya sekali lagi dia melancarkan serangan dengan menggunakan jurus “Noe Tai Sin Kiam” dari ilmu pedang “Thian-yu Kiam Hoat”

Tong Phoa Pek hanya tertawa dingin tiada hentinya, ia sama sekali tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya. sebaliknya Koan Ing yang pedangnya kena dihisap itu boleh dikata sama sekali tak berhasil bergerak maka sudah tentu serangannya tadipun sama sekali tak berguna.

Sampai pada waktu itulah Koan Ing baru merasa amat terkejut bercampur cemas, dan dengan gusarnya kembali ia bersuit gagang pedangnya mendadak meluncur kebawah menghajar iga dari Tong Phoa Pek inilah serangan yang kedua dari ilmu Lian Huan Sam Ci.

Melihat datangnya serangan tersebut Tong Phoa Pek jadi sangat terkejut. dia sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing masih memiliki jurus serangan yang demikian dahsyatnya, maka buru-buru tangan kirinya diangkat menghantam pergelangan tangan dari pemuda tersebut.

Belum habis Koan Ing bersuit nyaring tangan kirinya laksana kilat cepatnya sudah membentuk gerakkan setengah busur ditengah udara lalu dengan hebatnya menghajar jalan darah “Ci Bun Toa Hiat” pada dada sebelah kiri dari musuhnya

Tong Phoa Pek jadi amat kaget, dia tak sempat untuk menghindarkan dirinya lagi karena jurus serangan ini adalah serangan yang dilatih Kong Boen Yu Selama dua puluh tahun ini, sudah tentu kedahsyatannya luar biasa sekali.

Maka pedang ditangan kanannya buru-buru di tarik ke belakang, tetapi siapa sangka Koan Ing pun pada saat itu telah menggunakan gerakan melengket untuk menghisap pedang pihak lawan, jadi walaupun ia sudah mencabutnya tetapi tetap tak berhasil melepaskan diri.

Baru saja Tong Phoa Pek merasa amat terperanjat tahu- tahu....

“Braaak....!” dengan kerasnya dada sebelah kirinya kena dihantam oleh serangan Koan Ing tersebut, dia meraung keras dan mengundurkan diri dengan sempoyongan sambil melepaskan pedangnya, karena tak kuasa lagi darah segar segera muncrat keluar dari mulutnya.

Dengan amat tenangnya Koan Ing segera kebaskan tangan kanannya untuk melepaskan diri dari hisapan pedang Tong Pho Pek.

“Bagaimana? Mau diteruskan tidak pertempuran kita ini?” ejeknya.

Tiba-tiba Tong Phoa Pek enjotkan badannya melayang ke atas kereta berdarah, ditengah suara bentakkannya yang amat keras bercampur gusar itu ia sudah melarikan kereta tersebut. meninggalkan tempat tersebut.

Melihat tindakan itu Koan Ing jadi amat kaget dia tidak menyangka kalau sewaktu dirinya berada di dalam keadaan girang Tong Phoa Pek bisa melarikan diri dengan menggunakan kereta berdarah tersebut.

Kembali dengan termangu-mangu Koan Ing memandang kereta berdarah itu menjauh dari atas tebing, dan hampir- hampir dia merasa tidak percaya atas pandangannya sendiri.

Manusia seperti ‘Thian Yang Siuw-su’ Tong Phoa Pek yang begitu sombong ternyata sudah pergi setelah kalah satu jurus dari dirinya.

Ooo)*(ooO

Bab 50 BELUM HABIS BERPIKIR, Cha Ing Ing dengan cepatnya sudah berlari mendekati lalu menubruk ke dalam  pelukan Koan Ing dan menangis tersedu-sedu,

“Ing Ing! Aku sudah membuat kau tersiksa,” ujar Koan Ing tersenyum dan merangkul tubuh gadis tersebut. “Tetapi sekarang sudah tak ada urusan lagi, marilah kita pergi mencari ayahmu!”

Cha Ing Ing segera dongakkan kepalanya dan memandang ke arah Koan Ing, tetapi beberapa saat kemudian dengan perlahan ia menundukkan kepalanya kembali dan mengusap kering air mata yang menetes keluar membasahi pipinya

Sebetulnya dia mengharapkan Koan Ing bisa sedikit mesra padanya, dan kini ternyata Koan Ing benar-benar suka padanya, dan perkataan ini ditimbulkan secara spontan dari dasar hatinya tanpa mencampurkan rasa cinta muda-mudi didalamnya.

Demi dirinya Koan Ing sudah rela bertempur dengan Tong Phoa Pek, dan dari sudut ini sudah cukup menunjukkan kalau dia sangat baik terhadap dirinya,

Karena itu terhadap pemuda tersebut tak sepatah katapun bisa diucapkan keluar, hanya saja dalam hati merasa kecewa.

Sambil tersenyum pemuda itu memandang wajah Cha ing Ing, dia telah mengetahui, apa yang dipikirkan gadis itu pada saat ini.

“Ing Ing! Mari kita berangkat” ajaknya kemudian sambil menggandeng tangan dara itu.

Mereka berdua melakukan perjalanan ke depan saat itu hari sudah terang tanah, cuma saja sekeliling tempat tersebut dipenuhi dengan kabut yang amat tebal sekali, sehingga permukaan tanah terasa sangat lembab dan basah.

“Sungguh aneh sekali!” ujar Koan Ing sambil memandang sekeliling tempat itu, dahinya dikerutkan rapat-rapat “Hari sudah terang tanah, kenapa tempat ini masih diliputi kabut yang demikian tebalnya?”

Siapa sangka baru saja dia menyelesaikan kata-katanya dari balik kabut terdengarlah suara seseorang yang amat berat, “Aneh? Kalau cuma soal ini belum begitu mengherankan, peristiwa yang aneh masih banyak dibelakang!”

Mendengar munculnya suara tersebut baik Koan Ing maupun Cha Ing Ing merasa hatinya bergidik dan serentak menghentikan langkahnya.

Cha Ing Ing dengan rasa ketakutan segera bersandar pada tubuh Koan Ing sedang matanya dengan tajam menyapu ke sekeliling tempat tersebut.

Dia tidak menyangka sama sekali kalau perkataan  dari Koan Ing tadi bisa mendatangkan jawaban dari seseorang yang sama sekali tidak dikenal.

Sinar mata pemuda tersebut dengan tajamnya menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu walaupun begitu suasana di tempat itu masih tetap tenang-tenang saja tak tampak sesosok bayangan manusiapun.

Apalagi Cha Ing Ing benar-benar terperanjat Oleh kejadian itu. bisiknya kepada pemuda itu;

“Siapa?”

“Haaaa.... haaaa.... sekalipun kau bertanya kepada diri Koan Ing diapun tidak bakal tahu!” seru orang dibalik kabut itu sambil tertawa terbahak-bahak. “Coba kau lihat aku perlihatkan semacam benda kepada kalian!”

Baru saja perkataannya selesai diucapkan, dari hadapannya mendadak Koan Ing dapat melihat munculnya seorang kakek tua berambut putih yang sedang berjalan mendekat dengan sempoyongan. Tetapi begitu melihat munculnya orang itu Koan Ing jadi amat terperanjat karena dia bukan lain adalah Ciat Ih Toocu dari lautan Timur, Ciu Tong adanya!

Ditangan kanan si iblis sakti itu mencekal sebatang pohon yang amat besar sekali, sepasang matanya yang amat tajam telah berubah menjadi memerah. Langkahnyapun sempoyongan dan tidak tetap. Agaknya kesadaran dari orang tua itu sudah punah.

Koan Ing benar-benar merasa hatinya terperanjat, dengan kedahsyatan dari tenaga dalam yang dimiliki Ciu Tong untuk tidak tidur selama tiga hari tiga malampun bukan satu persoalan yang sulit tidak disangka baru saja mereka berpisah selama empat hari dia orang sudah berubah jadi demikian, jelas setelah perpisahannya dengan dia si kakek tua dari Lautan Timur ini pasti telah menemui peristiwa yang mengherankan, kalau tidak mana mungkin bisa jadi begini.

Walaupun dalam hati pemuda itu merasa amat gemas terhadap tindak-tanduk serta sikap dari Ciu Tong, tetapi melihat dia sudah berubah jadi demikian mengenaskan hatinya jadi iba juga.

“Siapakah orang yang berada dibalik kabut itu?” pikirnya di dalam hati. “Kepandaian silatnya tentu sangat luar biasa,  kalau tidak bagaimana mungkin Ciu Tong bisa berubah jadi begini?”

Dengan jalan sempoyongan Ciu Tong berjalan ke depan tubuh Koan Ing. lama sekali dia memandang pemuda itu termangu-mangu.

“Kaukah Koan Ing?” tanyanya perlahan “Cepat tolong aku Kalau tidak kaupun bakal ikut mati!!”

Selesai berkata tangannya mengendor dan rubuh tidak sadarkan diri. Koan Ing merasa hatinya berdesir, perlahan-lahan ia berjongkok memeriksa keadaan dari Ciu Tong.

“Heee.... heeee.... apakah pada saat ini kau masih punya niat untuk menolong dirinya? Kaulah manusia yang dicari oleh kami pihak rimba ‘Wang Yu Liem’!” seru orang yang berada dibalik kabut itu sambil tertawa.

Koan Ing jadi tertegun karena dari benaknya terlintaslah satu bayangan. Rimba ‘Wang Yu Liem’? Bukankah tempat itu

adalah salah satu dari tiga tempat terlarang di dalam Bu-lim? Bagaimana mungkin pihak rimba Wang Yu Liem pun ikut di dalam perebutan kereta berdarah ini?.

Maka dengan perlahan-lahan ia bangun berdiri, selama ini belum pernah ada manusia yang bisa loloskan diri dari dalam rimba Wang Yu Liem dan kini dirinya telah terjerumus ke dalam lingkungan rimba yang amat mengerikan itu.

Kabut mengalir semakin tebal, segulung angin dingin bertiup lewat membuat suasana terasa nyaman.

Selagi dia berdiri termangu-mangu itulah mendadak dari balik kabut berjalanlah keluar seseorang.

Melihat akan tampang orang itu seketika itu juga Koan Ing merasa darah panas di dalam tubuhnya bergolak amat hebat.

Dia bukan lain adalah musuh besar pembunuh ayahnya, si sastrawan berbaju sutera Bun Ting-seng adanya.

Dalam gusarnya Koan Ing membentak Keras, tubuhnya mencelat ke atas, sedang pedang kiem-hong-kiamnya dengan membentuk serangkaian pelangi merah, dengan dahsyatnya menghajar diri Bun Ting-seng,

Melihat musuh besarnya hendak melarikan diri, Koan Ing segera kibaskan pedangnya ke depan pula, dengan disertai suara desiran yang amat tajam ia mendesak lebih ke depan. Tiba-tiba dari balik kabut terdengarlah suara tertawa terbahak-bahak yang amat nyaring bergema memenuhi angkasa.

“Haaa.... haaa.... di dalam rimba Wang Yu Liem tidak diperkenankan untuk membunuh orang!” seru orang itu keras.

Baru saja perkataan itu diucapkan keluar Bun Ting-seng kembali berkelebat ke arah belakang, kecepatan geraknya memaksa dia orang tak sempat lagi untuk mengejar.

Melihat kejadian itu Koan Ing terasa hatinya berdesir, karena hal ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang lain. Dengan kesempurnaan dari tenaga dalamnya, orang tak akan bisa lolos.

Dia bersama-sama dengan Sang Siauw-tan pernah mengalami apa yang disebut 'Menipu mata memindah barang', bukankah apa yang dilihatnya sekarang ini sama dengan apa yang dialaminya dulu?

Berpikir akan hal itu Koan Ing segera putar balik dan berkelebat mengikuti jalan semula. Siapa sangka sewaktu tiba ditempatnya semula itulah bayangan dari Cha Ing Ing serta Ciu Tong telah lenyap tak berbekas, kini hatinya jadi amat cemas bercampur gusar tetapi sekalipun begitu, apa daya tenaganya sendiri tak sampai.

Dengan hati amat menyesal ia menutupi wajahnya sendiri dengan tangan, karena tadi tidak seharusnya dia orang meninggalkan Cha Ing Ing sekalian.

Baru perlahan-lahan hatinya menjadi tenang kembali dan Koan Ing pun segera jatuhkan diri bersila, dia merasa saat ini dirinya telah bertemu dengan musuh yang paling tangguh, bilamana orang yang ada dibalik kabut itu tidak dihadapi dengan kesabaran, maka dirinya bakal menderita kekalahan total. “Heeei.... bilamana Sang Siauw-tan ada pula disini, alangkah baiknya!” pikirnya di dalam hati. Sewaktu hatinya telah jadi tenang, dengan perlahan ia baru bangun berdiri....

Pada saat itulah, tiba-tiba....

Suara bentakan nyaring bergema datang disusul dengan munculnya sebuah kereta yang amat besar menerjang masuk ke dalam rimba.

Koan Ing segera kerutkan dahinya, bukankah kereta itu adalah kereta berdarah? Apa maunya datang kemari?

Apa mungkin Tong Phoa Pek telah melihat sesuatu? Lalu siapakah majikan diri rimba Wang Yu Liem ini? Bagaimana diapun memiliki ilmu iblis “Menipu mata memindah barang” yang amat lihay itu!

Saat inilah dari sudut yang diinjak Koan Ing serta kereta berdarah itu sama sekali berbeda, karenanya tak ada niat baginya untuk mengejar kereta tersebut.

Ditengah suara bentakan yang amat keras Tong Phoa Pek sambil menunggang kereta berdarah menerjang ke arah depan dengan cepatnya.

Dengan langkah yang amat perlahan Koan Ing pun melanjutkan perjalanannya ke depan dia tahu kabut inipun tentu sengaja disebar oleh orang-orang pihak rimba ‘Wang Yu Liem’ sembari berjalan matanya dengan tajam mengingat2 terus keadaan di sekeliling tempat itu, karena dia takut kalau dirinya akan tersesat jalan.

Tiba-tiba bayangan dari Bun Ting-seng itu sisatrawan berbaju sutera muncul kembali di hadapannya.

Sinar mata Koan Ing berkilat, setelah secara diam-diam menghitung sudutnya mendadak dia melepaskan busur dan membidik ke arah bayangan tersebut. Bayangan dari Bun Ting-seng seketika itu juga lenyap tak berbekas. Bersamaan waktunya pula Koan Ing melesat ke arah bayangan itu, ternyata dugaannya sedikit pun tidak salah di tempat itu tampaklah sebuah batu berkaca yang memancarkan cahaya tajam terpapas jadi dua bagian.

Suara tertawa yang amat keras kembali bergema memenuhi angkasa. dan begitu mendengar suara tersebut Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat. Karena suara itu bergema dan memantul kesana kemari, agaknya orang itu mempunyai maksud untuk mengacaukan perhatiannya.

“Dimanakah majikan dari rimba Wang Yu Liem ini? Kenapa kau tidak suka munculkan diri?” teriak Koan Ing sambil kerutkan alisnya rapat-rapat.

“Koan Ing!” teriak orang yang ada dibalik hutan itu sambil menarik kembali suara tertawanya. “Orang-orang berkata kau adalah jagoan muda nomor wahid di dalam Bu-lim pada saat ini, ternyata sedikitpun tidak salah! Cuma saat ini aku tidak ingin berjumpa dengan dirimu, tidak sampai keadaan yang kepepet aku tidak bakal munculkan diri. Hey, ,anak muda! Tunggu saja sampai tiba saatnya!”

Selesai berkata suara tertawa yang amat keras kembali bergema memenuhi angkasa.

Koan Ing menarik napas panjang-panjang, dia tahu dengan mengandalkan kekuatan seorang diri tidak bakal dirinya bisa memperoleh kemenangan. dan kenapa tidak mengundurkan diri terlebih dahulu dari hutan ini? Bilamana kekuatan dari Sian-thian-kauw bisa digabungkan dengan kekuatan dari Tiang-gong-pang bukankah untuk memusnahkan rimba Wang Yu Liem ini jadi amat mudah sekali?

Baru saja ia berpikir sampai disini mendadak dan balik kabut muncullah seorang nikouw berbaju putih.

Hati pemuda tersebut jadi amat terperanjat, bukankah dia adalah Cing It Nikouw? Bagaimana mungkin dia bisa tiba disini juga? Apakah itupun merupakan pengaruh dari menipu mata memindah barang? Dan setelah menanti Cing It Nikouw sudah berjalan mendekati pemuda tersebut, Koan Ing baru tahu kalau dia bukanlah bayangan tipuan.

“Suci, bagaimana kau pun bisa tiba disini?” Tanya Koan Ing buru-buru sambil maju menyongsong.

Dengan perlahan Cing It Nikouw menundukkan kepalanya rendah-rendah lalu katanya dengan suara yang amat lirih, “Majikan dari rimba Wang Yu Liem minta aku datang memberitahukan kepadamu, dia minta kaupun suka menggabungkan diri dengan pihak rimba Wang Yu Liem, karena pihak Wang Yu Liem bertujuan untuk membentuk keadilan di dalam Bu-lim, mereka tidak akan sembarangan turun tangan membunuh orang!”

Koan Ing tersenyum.

“Bagaimanapun aku bisa bertemu kembali dengan suci sudah cakup membuat hatiku jadi girang. tempo hari sewaktu ada di lembah Chiet Han Kok. aku sangat menguatirkan jejak dari suci, kini melihat suci tidak cedera sedikitpun hatiku jadi ikut lega pula”

Cing It nikouw yang mendengar perkataan tersebut segera merasakan hatinya tergetar sangat keras, dan dengan perlahan-lahan dia mulai dongakkan kepalanya. memandang diri Koan Ing, ketika melihat sepasang biji matanya yang hitam dan bening seperti hendak mengucapkan banyak kata terhadap dirinya membuat dia merasa amat terharu sekali.

Koan Ing yang melihat sikap nikouw muda ini amat aneh sekali tak kuasa lagi dia lantas bertanya,

“Suci'! kau kenapa? Mari kita keluar dari hutan ini dulu baru berbicara lagi!” Sehabis berkata sambil membimbing lengan Cing It Tootiang yang tinggal sebelah kiri itu mereka berjalan keluar dari hutan.

Sedangkan Cing It nikouw pun sambil tundukkan kepala dan tak mengucapkan sepatah katapun mengikuti diri pemuda tersebut.

Dari balik hutan kembali berkumandang datang suara tertawa terbahak-bahak yang amat nyaring sekali....

“Haa.... haa.... Koan Ing? Kerapa kau harus mencelakai dirinya, dia kan sudah memasuki rimba Wang Yu Liem dan telah bersumpah tak akan keluar lagi dari rimba ini. Dia apabila keluar hutan ini dia pasti bakal mati.”

Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi amat terperanjat, maka dengan cepat dia menghentikan langkahnya dan menoleh memandang wajah sang nikouw.

Cing It nikouw menundukkan kepalanya rendah-rendah, dan ketika melihat nikouw tersebut tidak berbicara diapun lantas tahu kalau urusan ini tidak mungkin bohong. Tak kuasa lagi keningnya dikerutkan rapat-rapat.

“Suci!” ujarnya sambil tertawa ringan. “Sebenarnya siapakah manusia jahanam yang ada di dalam rimba Wang Yu Liem itu? Apa yang dia suruh kau lakukan? cepat beritahukanlah kepadaku, kita sebagai kakak beradik seharusnya bicara blak2an!”

“Adik Ing!” seru Cing It nikouw dengan sedihnya sambil memandang wajah Koan Ing “Kau tak usah ngurusi apa yang dia suruh aku lakukan, orang ini terlalu kejam dan licik. Cepat kau bawalah aku keluar dari hutan ini. Sekalipun mati aku ingin mati disisi tubuhmu!”

Dengan pandangan sayu Koan Ing menyaksikan wajah Cing It Nikouw yang pucat pasi itu berbagai ingatan segera berkelebat memenuhi benaknya. “Suci, buat apa kau begitu murung dan sedih hati?” ujarnya kemudian sambil tartawa. “Aku tidak percaya kalau bangsat  itu ada kepandaian yang melebihi orang lain!!”

Kembali dengan perlahan Cing It Nikouw menundukkan kepalanya. tak sepatah katapun yang diucapkan keluar.

“Suci! mari kita cepat keluar dari sini,” ajak Koan Ing lagi sambil membimbing tubuh nikouw tersebut.

“Koan Ing!” Kembali orang yang ada di dalam rimba itu berseru sambil tertawa keras. “Buat apa kau mencelakai nyawanya? Apalagi kaupun tidak bakal memperoleh kebaikan dari dirinya, cepat atau lambat kau bakal menggabungkan diri dengan kami dari pihak rimba Wang Yu Liem, karena kami menghendaki damai! tidak sampai mengucurkan darah.”

Koan Ing sama sekali tidak suka mendengarkan perkataan selanjutnya dari majikan Wang Yu Liem tersebut, maka tanpa mengucapkan kata-kata lagi dengan mengajak Cing It Nikouw berlalu dari dalam hutan.

Kurang lebih satu jam lamanya mereka berdua melakukan perjalanan di tengah kabut itu akhirnya sampailah mereka diluar rimba yang berudara segar.

Koan Ing segera menarik napas panjang-panjang, sedang Cing It Nikouw yang bersandar pada tubuhnya sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun.

Koan Ing yang melihat nikouw tersebut sepertinya sama sekali tak bertenaga buru-buru merebahkan tubuhnya ke atas tanah.

“Suci! sekarang kau merasa bagaimana?” tanyanya dengan halus.

Cing It nikouw menundukkan kepalanya tidak berbicara, melihat sikapnya itu pemuda itupun lantas memeriksakan urat nadinya Terasalah denyutan jantungnya normal, sedikitpun tak perlihatkan tanda2 menderita sakit hal itu sudah tentu membuat sang pemuda mengerutkan dahi.

Selagi Koan Ing merasa amat cemas itulah mendadak dari hadapannya tampaklah Song Ing dengan membawa dua  orang muncul di dalam pandangan.

Hatinya amat girang sekali. “Subo! aku disini!” teriaknya keras,

Song Ing jaga melihat Koan Ing pun ada disana dengan cepat enjotkan badannya melayang ke arah pemuda tersebut,

Dengan mengajak Cing It Nikouw mereka berdua lalu serentak menjatuhkan diri memberi hormat.

Song Ing yang melihat Cha Ing Ing tak ada disana alisnya segera dikerutkan rapat-rapat.

“Dimanakah gadis cilik yang satunya lagi?” tanyanya tanpa terasa.

“Rimba Wang Yu Liem tertera dihadapan mata, sedang Cha Ing Ing lenyap dibalik rimba tersebut.... ” sahut pemuda itu dengan mata berkilat2.” Baru saja boanpwee bertemu dengan Cing It suci, dan karena dia dipaksa menelan racun maka aku tolong ia keluar dari dalam rimba terlebih dulu kemudian baru berusaha mencari akal menghancurkan rimba Wang Yu Liem ini.”

Song Ing yang mendengar rimba Wang Yu Liem sudah terpindah kesana dia lantas berseru tertahan setelah memperhatikan hutan serta kabut yang aneh itu perintahnya kemudian, “Perintah seluruh anak murid perkumpulan untuk bersiap-siap melancarkan serbuan!”

Dua orang budak yang ada di belakangnya segera menyahut dan mengundurkan diri dari sana. “Baru saja aku bertemu dengan Sang Su-im,” kata Song Ing kemudian sambil menarik napas panjang. “Sebentar lagi dia bakal tiba kemari, Sang Siauw-tan pun akan ikut datang.”

Baru saja dia bicara sampai disitu tampaklah Sang Siauw- tan telah munculkan dirinya,

Koan Ing yang melihat munculnya Sang Siauw-tan gadis idamannya itu hatinya jadi amat girang tak kuasa lagi dia berjalan menghampiri mereka.

Cing It nikouw yang melihat sikap dari pemuda itu dengan termangu-mangu memandang bayangan punggungnya, jelas ia merasa amat sedih sekali

Song Ing yang melihat sikap dari nikouw tersebut dalam hati lantas memahami, dia tahu walaupun kedua orang tersebut masing-masing pihak sebagai kakak beradik tetapi secara diam tentu cing It nikouw telah menaruh rasa cinta terhadap pemuda tersebut.

Sang Su-im yang melihat Koan Ing hendak memberi hormat, buru-buru ulapkan tangannya.

“Buat apa kita masih menggunakan cara ini!” cegahnya sambil tertawa.

Sang Siauw-tan pun dengan cepat menerjang kehadapan Koan Ing dan mencekal tangannya erat-erat, mereka berdua masing-masing merasa hatinya amat girang dan ketika empat mata bertemu tak seorang pun yang megucapkan kata.

Lama sekali baru terdengar Sang Siauw-tan berkata; “Engkoh Ing aku merasa amat gembira sekali bisa berjumpa kembali dengan dirimu!”

Sehabis berkata tak tertanan lagi air matanya bercucuran membasahi pipinya. Koan Ing sendiripun merasa hatinya ikut terharu karena melihat Sang Siauw-tan menangis dan tak kuasa lagi diapun menundukkan kepalanya rendah-rendah.

“Siauw-tan! Bukankah aku masih sehat-sehat  saja”, katanya sambii tertawa dipaksakan.

Bilamana di samping situ tak ada orang lain mungkin mereka berdua sudah berpekik2an dengan kencangnya.

Song Ing hanya tersenyum, tiba-tiba ia berkata memecahkan kesunyian yang mencekam, “Putri kesayangan dari Thja Can Hong terjerat di dalam rimba Wang Yu Liem. murid kesayangan dari Sin Hong Soat-nie pun membutuhkan obat pemunah, aku sudah perintahkan orang-orangku untuk siap-siap menyerbu. Kau Sang Pangcu! Bagaimana maksudmu!”

Sang Su-im merasakan hatinya tergetar amat keras, sinar matanya berkilat. “Apakah kereta berdarah itupun juga ada didaiam rimba?”

Dengan perlahan Koan Ing mengangguk.

“Saat itu kereta berdarah pun ada di dalam rimba, tetapi siapakah majikan dari rimba Wang Yu Liem ini, aku sendiripun tidak tahu karena dia tak suka munculkan diri!”

Selagi Sang Su-im termenung berpikir keras itulah mendadak terdengar suara helaan napas perlahan, karena Cing It nikouw telah rubuh tak sadarkan diri.

Koan Ing jadi terperanjat, buru-buru dia menghampirinya.

Tampaklah wajah Cing It nikouw pucat pasi bagaikan mayat, denyutan jantungnya amat lemah jelas sekali dia sudah terkena racun amat jahat.

Akhirnya setelah memeriksa tak berhasil mendapatkan hasil ia dongakkan kepalanya menandang ke arah Song Ing bertiga. Pada waktu itulah sitombak sakti Hoo Lieh telah tiba di tempat itu, dengan beratnya Sang Su-im segera mendengus.

“Cepat kirim perintah untuk kepung rapat-rapat rimba ini dan mengadakan pemeriksaan dengan teliti!” perintahnya.

Dengan amat hormat Hoo Lieh menyahut. baru saja ia bersiap untuk mengundurkan dirinya tiba-tiba Sang Su-im berkata lagi, “Bilamana keadaan terdesak bakar saja rimba ini!”

Baik Koan Ing maupun Song Ing yang mendengar perintah itu merasa amat terkejut tapi merekapun merasa kagum atas perbuatan dari Sang Su-im ini.

Kereta berdarah adalah benda yang diincar oleh semua orang. Sedangkan Cha Ing Ing adalah putri kesayangan dari kawan karibnya, dan tanpa memperdulikan resikonya, pada saat yang perlu ia sudah turunkan peiintah untuk membakar hutan itu.

Bagi Koan Ing perbuatan ini adalah suatu tindakan yang paling tepat, karena di dalam rimba Wang Yu Liem ini amat sulit untuk mengadakan hubungan satu sama lainnya, bilamana tak ada hubungan maka terpaksa mereka akan terjerumus di dalam kancah pertempuran satu lawan satu, dari pada harus berbuat begitu, adalah jauh lebih baik bakar saja hutan itu.

Dengan termangu-mangu Song Ing memperhatikan rimba Wang Yu Liem yang penuh diliputi oleh kabut itu, setelah menarik napas panjang-panjang akhirnya dia berkata, “Pangcu! Bilamana kau sudah ambil keputusan untuk mengadakan penyerbuan, maka anak buah dari perkumpulan kami dengan senang hati akan menjalankan perintah dari Pangcu!”

Keadaan seperti ini Sang Su-im tak sungkan-sungkan lagi, setelah memberi pesan terhadap beberapa rmacam tanda rahasia, iapun menyuruh Hoo Lieh mengirim perintah. Tidak selang lama Hoo Lieh sudah ayunkan tanganya ke atas, sebuah anak panah berapi dengan cepat meledak sebanyak tiga kali ditengah udara inilah tanda dari perintah penyerbuan.

Segerombolan demi segerombolan manusia dengan cepatnya menerjang masuk ke dalam rimba tersebut.

Sinar mata Sang Su-im berkilat dia merasa pekerjaannya kali ini tentu akan memperoleh sukses seperti yang diinginkan.

Merpati seekor demi seekor dilepaskan tetapi selama ini belum pernah melihat apapun, entah orang-orang dari pihak lembah Wang Yu Liem itu sudah pada bersembunyi dimana.

Kembali Sang Su-im termenung berpikir keras, pada saat ini empat penjuru hutan telah terkepung rapat kecuali orang dari rimba Wang Yu Liem melarikan diri, dari tebing yang setinggi laksa kaki itu kalau tidak mereka tentu sedang bersembunyi.

Beberapa saat kemudian ia mengulapkan tangannya, Hoo Lieh segera perintah untuk melepaskan sepuluh ekor burung merpati keangkasa dan mengitari satu kali ke seluruh rimba.

Inilah tanda dari menarik mundur seluruh pasukan.

Tidak selang lama kemudian semua orang pada berjalan keluar dari balik hutan. Waktu itulah Sang Su-im baru menoleh ke arah SOng Ing, perempuan itu mengangguk dan ulapkan tangannya.

Sepuluh orang lelaki dengan cepat berkelebat keluar, diantara desiran yang amat tajam, sepuluh batang anak panah berapi “Hek Siauw Lieh HWee Ciam” telah dibidik ke dalam hutan tersebut.

“Blaam.... ” seketika itu juga seluruh hutan sudah terjilat api dan terkurung di dalam lautan api setinggi puluhan kaki.

Koan Ing yang melihat kejadian itu dalam hatinya merasa agak tergetar, karena tidak menyangka akan kedahsyatan dari jilatan api yang dihasilkan oleh panah berapi “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam” adalah sedemikian dahsyatnya, maka dengan perlahan dia lantas menoleh ke arah Cing It nikouw.

Waktu itu kening dari nikouw muda itu sudah dibasahi oleh keringat yang mengucur keluar dengan derasnya.

Lama sekali dia berdiri termangu-mangu, akhirnya tak tertahan lagi kepada Song Ing serta Sang Su-im serunya, “Bagaimana kalau aku pergi periksa sebentar keadaan dari hutan ini?”

Song Ing kerutkan alisnya rapat-rapat, belum sempat ia mengucapkan sesuatu pemuda itu sudah berkata lagi, “Bilamana aku pergi mengadakan pemeriksaan maka segera akan tahu apa yang telah terjadi bilamana ada kemungkinan aku akan segera menolong Cha Ing Ing keluar dari rimba tersebut dan sekalian mintakan obat pemunah bagi Cing It suci.”

“Kau pergilah ujar Sang Su-im kemudian sambil tertawa, Aku sih selamanya lega hati cuma Sang Siauw-tan  mengijinkan atau tidak?”

“Siauw-tan!” seru pemuda itu kemudian sambil menoleh ke arah gadis pujaannya. “Aku mau pergi sebentar, kau wakillilah diriku untuk menjaga diri Cing It Suci?”

Sambil tertawa paksa Sang Siauw-tan mengangguk.

Demikianlah Koan Ing dengan cepat mencabut keluar pedangnya, setelah memberi hormat terhadap Song Ing berdua dengan cepat dia putar badan dan mencelat masuk ke dalam hutan laksana seekor burung walet saja.

Dan ketika tubuhnya melayang ke atas permukaan tanah itulah terasalah asap mengepul memenuhi angkasa dan menyesakkan napas karena jilatan api membara dengan hebatnya. Buru-buru sinar matanya menyapu sekejap di sekeliling tempat itu, lalu dengan cepatnya dia menyusup kehutan yang lebih dalam,

Asap kabut tebal setelah terkena hawa api kini sudah separuh bagian bujar. Dan ketika memperhatikan keadaan disana apapun tak kelihatan hal ini membuat hatinya jadi cemas.

Sewaktu pemuda itu lagi kebingungan itulah tiba-tiba terdengar suara sapaan dari seseorang yang sangat dikenalnya.

“Koan Ing!”

Koan Ing menarik napas panjang-panjang, bukankah suara itu berasal dari majikan rimba Wang Yu Liem? jelas sekali suaranya berasal dari sebelah kiri.

Kembali alisnya dikerutkan rapat-rapat, jelas ia bermaksud untuk memancing kedatangannya. Tetapi kejadian sudah jadi begini tidak pergipun tidak mungkin terjadi.

Akhirnya setelah ragu-ragu sejenak dia melayang ke arah sebelah kiri dimana asalnya suara tersebut.

Kembali ia melakukan perjalanan beberapa saat lamanya, waktu itulah suara panggilan tersebut sekali lagi berkumandang datang dan kali ini dia dapat memastikan kalau suara tersebut muncul dari sebuah gua yang gelap disebelah kirinya.

Jelas sekali suara itu muncul dari dalam gua itu. Dia yang berkepandaian tinggi dan bernyali tebal segera putar badan dan dengan langkah lebar berjalan menuju kegua tersebut.

Suara tertawa yang amat keras kembali bergema keluar dari gua itu. Selangkah demi selangkah Koan Ing memasuki ke dalam gua itu, lewat beberapa saat belum juga tiba pada tempat tujuannya, tak terasa pikirnya dihati: “Tidak aneh kalau mereka tak takut dengan api, kiranya mereka berdiam di dalam gua yang demikian dalamnya.”

Kurang lebih puluhan kaki lagi ia berjalan akhirnya sampailah disuatu tempat yang diterangi dengan sinar yang amat kuat.

Tempat itu bukan lain adalah sebuah ruangan batu yang di sekelilingnya tertera permata yang memancarkan cahaya tajam, seluruh ruangan terang benderang sehingga terlihat apa saja yang ada disana.

Di-tengah-tengah gua duduklah seorang sastrawan berusia pertengahan yang tersungging satu senyuman yang amat tawar.

“Kaukah majikan dari rimba Wang Yu Liem ini?” tanya pemuda itu dengan memandang tajam si sastrawan,

“Haaaa.... haaaa.    , sedikitpun tidak salah, akulah majikan

dari rimba Wang Yu Liem” kata sastrawan berusia pertengahan itu sambil tertawa terbahak-bahak. “Siapakah namaku yang sebetulnya aku sendiripun tidak tahu, heee....

hee. akhirnya kita dapat berjumpa pula!”

“Hmmm! apakah Cha Ing Ing ada ditanganmu? Masih ada pula obat pemunah dari Cing It nikouw!” kata Koan Ing dengan sinar mata berkilat.

“Haaa.... haaa.... kau tak usah cemas persoalan itu tidak lebih cuma soal yang amat kecil” kata sisasterawan berusia pertengahan itu sambil tertawa keras. “Aku rasa diantara kita sudah terjalin suatu kesalah-pahaman!”

Tapi dengan perlahan Koan Ing mencabut keluar pedang kiem-hong-kiamnya, dan berkata dengan berat.

“Aku datang kemari bukannya bertujuan untuk membicarakan apakah ada kesalahan paham antara kita atau tidak, tapi aku datang kemari adalah bermaksud untuk minta orang dan obat pemunah, bilamana kau banyak cincong lagi.... hee.... jangan salahkan aku orang akan menggunakan kekerasan.”

“Aku mengabulkan untuk melepaskan Cha Ing Ing serta serahkan obat pemunah itu, tetapi setelah perkataanku selesai kuucapkan kau masih punya permintaan apa lagi?” kata majikan rimba Wang Yu Liem itu lagi sambil tertawa.

Walaupun pada saat itu Koan Ing merasa amat cemas, tetapi orang itu ada maksud untuk mengundang dirinya masuk ke dalam gua, untuk menggunakan kekerasan rasanya tidaklah patut dan kurang sopan, karenanya dia suka untuk bersabar juga. Dan berpikir sampai disitu dengan perlahan pedang kiem-hong-kiamnya diturunkan kebawah.

“Cayhe masih mempunyai satu permintaan yang sebenarnya tidak patut” kata si sastrawan berusia pertengahan itu lagi sambil mengerutkan keningnya. “Kami dari pihak rimba Wang Yu Liem selamanya paling pantang menggunakan kekerasan, dan aku melihat pedang yang ada ditanganmu saja aku sudah merasa tak betah. Sukakah Koan siauw-hiap memasukkan kembali pedangmu ke dalam sarung dan duduk berbicara?”

Koan Ing yang berpikir kendati dirinya telah mempercayai omongannya, kenapa tidak sekalian memasukkan pedangnya ke dalam sarung?

Teringat akan kata-kata tersebut, diapun segera memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung dan duduk bersila di atas tanah

“Silahkan kau Orang cepat utarakan isi hatimu”, katanya kemudian dengan dingin. “Karena aku masih ada dua orang cianpwee yang lagi menunggu diriku diluar hutan, bilamana sampai sedikit kelamaan saja ada kemungkinan mereka jadi cemas. Apalagi kaupun harus tahu bagaimanakah kekuatan dari perkumpulan Tiang-gong-pang, semakin lama keadaannya semakin tidak menguntungkan bagi dirimu!” “Inipun merupakan satu persoalan, aku sebetulnya tak ada urusan dengan dirimu. sedangkan ikatan sakit hatipun tak ada dan kini kau telah membakar rimba kami, bukankah tindakan ini kurang memperlihatkan rasa persahabatan?”

“Heee.... heee.... apakah diantara kita ada hal-hal yang bertentangan dan aku rasa dalam hati tentunya kau sudah merasakan sendiri, bukan?”

“Haa.... haaa. Cing It Nikouw suka masuk ke dalam rimba

secara sukarela bahkan sumpah berat yang diucapkan pun dia yang melakukan sendiri dan hal ini sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan dirimu. Sebaliknya tentang Cha Ing Ing dia sendirilah yang sudah salah jalan sehingga tersesat, bukankah aku orang sama sekali tidak memperlakukannya kurang sopan terhadap dirinya!”

“Heee.... heee.... aku rasa tidak cuma begitu saja bukan.” kata Koan Ing sambil kerutkan alisnya rapat-rapat. “Aku lihat lebih baik kau janganlah menganggap aku sebagai seorang bocah cilik dan menipu diriku mentah2, bilamana Cing It Nikouw masuk ke dalam rimba secara sukarela kenapa sewaktu dia hendak meninggalkan rimba ini kau berusaha menggertak dan menghalanginya? Sedang Cha Ing Ing pun bukan bocah cilik lagi. kenapa kau menahan dirinya bahkan dengan menggunakan ilmu ‘Menipu mata memindah benda’ kau pancing ia agar tersesat.”

“Kami dari pihak Wang Yu Liem paling pantang menggunakan kekerasan,” kata si sastrawan berusia pertengahan itu lagi sambil tertawa tawar. “Ilmu silat cuma digunakan untuk melindungi nyawanya serta keselamatan sendiri, bilamana semua orang bisa menghadapi satu persoalan dengan hati tenang bukankah urusan dengan cepat bisa dibereskan? Kenapa kau harus turun tangan membunuh orang?”

Ooo)*(ooO Bab 51  

Koan Ing yang mendengar dia berusaha untuk menghindarkan diri dari pertanyaannya dengan dingin segera mendengus.

“Perkataanku belum kau jawab!” serunya.

“Jadi urusan ini harus diselesaikan dengan kenyataan, Ya?” kata majikan dari rimba Wang Yu Liem itu sambil kerutkan dahinya. “Aku sudah berjanji setelah aku menyelesaikan kata- kataku, segera akan melepaskan Cha Ing Ing serta menyerahkan obat pemunah, bukankah hal ini sudah menunjukkan maksudku?”

Untuk beberapa saat lamanya Koan Ing tak dapat berbicara lagi, diapun hanya tertawa tawar.

“Baiklah! untuk kali ini aku suka mempercayai dirimu,” katanya dingin. “Tetapi sekarang aku ingin bertanya, bilamana ada orang turun tangan membinasakan ayahmu apakah kau pun harus berbicara dengan mengutamakan cengli?”

Selesai berkata ia kerutkan keningnya rapat-rapat sudah tentu yang dimaksudkan dari perkataannya itu adalah si sastrawan berbaju sutera Bun Ting-seng adanya.

“Orang lain membunuh ayahmu, lalu apa gunanya kau pun turun tangan membinasakan dirinya?” kata si sastrawan sambil tertawa tawar. Semuanya ini hanya dikarenakan nafsu sedetik saja, bilamana kau berhasil membujuk dirinya dengan kata-kata yang cengli sehingga dia orang suka menyesali perbuatannya dan bertobat, bukankah hal ini jauh lebih baik lagi?”

Koan Ing yang mendengar perkataan dari orang itu semakin lama semakin mendesak dirinya, tidak kuasa lagi dia segera tertawa dingin. 

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar