Jilid 17
"Menuntut balas melampiaskan dendam benar adalah tugas mulia dan itu memang yang utama bagi kita." demikian ujar Ai-pong sut Thong ciau, ”tapi hanya mengandal tenaga kita sekarang masih jauh dari mencukupi. Berkat bantuan para Enghiong sehingga kali ini kita berhasil merebut kembali Kwi- hun-ceng, betapapun mereka bukan atau belum menjadi anggota kita.”
Jadi menurut aturan Bulim, perguruan atau golongan mana yang tidak banyak menerima murid serta mendidiknya. generasi demi generasi merupakan tradisi. Hanya Pang atau Pay saja yang boleh mengumpulkan sebanyak mungkin tunas- tunas muda, serta tokoh-tokoh lihay dan orang aneh yang berkepandaian tinggi, berjuang berdampingan demi mencapai cita-cita tinggi.
Maka Losiu berpendapat,” Hong-lui-bun sudah dua puluh tahun hapus dari percaturan dunia persilatan, anggota lama kita sudah bubar dan tersebar entah kemana, kalau kali ini kita harus berdiri pula dan merehabilitir nama baik Hong-lui- bun kita dulu, lebih baik kalau memupuk kekuatan dasar dan memperbanyak anggota, dengan kekuatan utuh dan besar, baru kita bisa menjagoi bulim.”
Mendengar petunjuk Locianpwe yang satu-satunya ini, Liok Kiam-ping juga merasakan betapa gawat urusan yang harus dihadapinya. Maklum, soalnya pengalaman dirinya di kalangan Kangouw masih terlalu cetek sehingga sukar baginya mengambil suatu kesimpulan dan keputusan, setelah manggut-manggut Kiam-ping mohon petunjuk lebih lanjut kepada Ai-pong-sut Thongciau: "Baiklah, menurut pendapat cianpwe, bagaimana kita harus mempersiapkan diri supaya lebih sempurna. Kiam-ping masih muda cetek pengalaman, mohon banyak diberi petunjuk."
Melihat sikapnya yang polos dan setulus hati, maka Ai- pong-sut menghela napas, katanya: ”Situasi sudah mendesak. Hong-lui-bun pantang mundur, jikalau urusan ini sampai gagal bukan saja mengabaikan harapan dan cita-cita para cianpwe yang telah berada dialam baka, selanjutnya akan mengalami masa bahaya dan kemungkinan bisa runtuh lagi. oleh karena itu kita harus memperbesar, nama dan melebarkan kekuatan selanjutnya diganti menjadi Hong-lui-pang. Pintu dibuka lebar untuk menerima dan mengumpulkan orang-orang gagah sebanyak mungkin, baru kita akan berdiri dalam percaturan Bulim, selanjutnya tinggal usaha kita untuk memperbesar sayap dan menambah kekuatan- Tentang tata tertib dan peraturan, tetap kita gunakan ketentuan-ketentuan yang telah dicapai oleh para cianpwe terdahulu. Ini adalah usul pribadi Losiu sendiri, mohon ciangbun dan lain-lain ikut mempertimbangkan lebih dulu.'
Kim-gin-hu-hoat ternyata langsung mengangguk tanda setuju.
Liok Kiam-ping lantas berkata dengan prihatin: ”ini persoalan besar jaya atau runtuhnya perguruan kita. Petunjuk cianpwe memang sesuai situasi dan kondisi. Maka Kiam-ping harus lebih giat bekerja. Baiklah dikala peresmian akan kupanjatkan doa kepada para cosu dan cianpwe yang telah mendahului kita, supaya beliau-beliau lega hati."
Selanjutnya Kim-ji-tay-beng berkata:
"Kalau mengundang dan menerima banyak orang gagah dariBun dirobah jadi Pang. Disaat Hong-lui-pang akan diresmikan, kita harus menyebar luas undangan untuk sesama kaum persilatan, sebagai gengsi dan menjaga harga diri."
Liok Kiam-ping mengangguk, tapi lekas dia mengerut alis, katanya: "Menilai situasi yang kita hadapi sekarang, musuh terlalu banyak. kurasa tidak benar kalau urusan dibesar- besarkan- Tapi peresmian Hong-lui-pang merupakan urusan besar, adalah pantas kalau hal ini disampaikan kepada para Bulim cianpwe... " sebelum dia bicara habis Ai-pong sutThong ciau sudah ditatapnya seperti mohon pendapatnya.
Betapapun usia Ai-pong-sut memang lebih tua, pengalamanjuga lebih matang, sejenak dia menerawang lalu berkata dengan seri tawa: "Urusan tiada yang sempurna dan kita tidak boleh terlalu menitik beratkan sesuatu pada urusan bercabang. Demi menyesuaikan keadaan yang kita hadapi sekarang, terpaksa harus bekerja demi keuntungannya saja, marilah kita tentukan dulu kapan peresmian akan dirayakan, baru selanjutnya dipilih pula siapa-siapa yang patut kita undang bagaimana pendapat ciangbun ?'
Liok Kiam-ping memuji berulang kali. Sudah tentu Kim-gin- hu-hoatjuga setuju saja. Maka mereka berempat lantas merundingkan waktu untuk peresmian itu. Baru saja rapat kerja itu berakhir. Kebetulan Suma Lingkhong telah datang. Dua saudara muda bertemu lagi, sudah tentu bukan kepalang riang hati mereka, hubungannya semakin intim.
Baru saja Liok Kiam-ping turun dari atas loteng, tiba-tiba didengarnya sebuah suara semerdu kicau burung kenari: "Pingko, kenapa sampai sekarang baru bubar rapatnya, betapa gelisah aku menanti. Apakah kalian mau berangkat lagi? Jangan seperti tempo hari waktu menyerbu ke Tang-ling- kiong, begitu lama kaupergi hingga aku menunggu dengan merana... " tiba-tiba siau Hong sudah berdiri didepannya, dengan langkah gemulai menyambut dirinya, entah karena sudah terlalu rindu atau keki, dengan cemberut tiba-tiba dia membalik tubuh pula terus melangkah pergi dengan lebar.
Sudah terlalu biasa Kiam-ping memanjakan nona jelita yang menjadi teman bermainnya sejak kecil. Sejak dia menyembuhkan luka-lukanya, nona binal ini sudah anggap Kiam-ping sebagai teman hidupnya seumur hidup, maka makan minum dan dandanan, semua menuntut dan harus dipenuhi, kemanapun Kiam-ping pergi selalu dia mendampingi. Kali ini karena harus merundingkan urusan besar, maka terpaksa Siau Hong disuruh menunggu di bawah.
Sebenarnya cinta Liok Kiam-ping sudah dicurahkan kepada Le Bun, padahal Kiamping pemuda romantis, lelaki sejati yang berpegang teguh pada norma-norma susila. apapun dia tidak akan mengalihkan cintanya kepada gadis lain, terhadap Siau Hong yang sebatang kara ini, hanya belas kasihan belaka yang meresap dalam sanubarinya, maka dalam hal apa saja dia selalu membela dan melindunginya seperti adik kandung sendiri.
Kini melihat Siau Hong mengumbar adat pula, lekas dia memburu dua langkah, dengan lembut dia pegang kedua tangannya, lalu berkata dengan tawa lembut: "Hari ini harus membicarakan pemulihan perguruan kita dalam percaturan Bulim, maka banyak persoalan yang harus dibicarakan, sehingga kau menunggu terlalu lama. Tentang perjalanan ke Tang-ling-kiong tempo hari, mengingat pentingnya menolong jiwa orang, terpaksa aku hatus bekerja keras hingga terlambat pulang. Waktu sudah lohor, hayolah kita makan siang."
Melihat betapa besarperhatian Kiamping terhadap dirinya, seketika lebar senyum Siau Hong, dia balas memeluk lengan Kiamping serta melangkah gemulai ikut Kiam-ping menyusuri jalan kecil berbatu menuju kekamar makan
Tiga hari kemudian.
Luar dalam Kwi hun-ceng sudah disapu dan dibersihkan serta dipajang, sejak pinggir jembatan sampai diluar pintu gerbang perkampungan, setiap tiga tindak dipasang sepasang tamplon merah. Dibawa h lamplon berdiri seorang pemuda berpakaian ketat warna hijau.
Empat lamplon besar dengan cahayanya yang benderang tergantung masing-masing dua di kanan kiri pintu gerbang, cahayanya menerangi daonpintu gerbang yang bercat merah hingga kelihatan semarak.
Hong-lui-ting terletak tak jauh dibela kang pintu gerbang, menghadap keluarpintu pula, jendela kaca tampak bersih dan dihiasi guntingan kertas yang rapi dan bagus dengan berbagai corak dan warna. Semua kelihatan bersih mengkilap. didepanpintu berdiri delapan orang lelaki seragam biru muda, semua berperawakan kekar berotot dengau daging merongkol, tampak betapa besar semangat mereka dengan pandangan lurus menyala.
Lantai Hong-lui-ting yang mengkilap bagai kaca itu terbuat dari batu hijau, luasnya ada satu setengah bau, ruang seluas ini hanya disanggah dua saka bundar besar di kanan kiri ruangan tengah, melingkari kedua saka beton besar itu adalah relif dua ekor naga besar yang berebut mutiara, proyek bangunannya sungguh luar biasa.
Mepet dinding diujung ruangan sana, dikiri kanan dijajar dua baris kursi besar bersandar dikanan kiri dan belakang terbuat dari kayu cendana, alas kursi adalah kasur bundar terbuat dari beludru biru bersulam indah, menambah semarak dan angker. Sejajar dengan dua baris kursi kebesaran itu tergantung disebelah atas lampu sorot sebanyak puluhan buah, sehingga seluruh ruangan besar ini benderang seperti di siang hari bolong.
Tepat ditengah ruangan letaknya agak ke belakang terdapat sebuah meja panjang, asap dupa tampak mengepul dari hlolo yang berada diatas meja. Disebelah kiri terdapat meja kecil, sebuah kotak batu jade berada di atasnya, permukaan batujade berukir empat huruf berbunyi wi-hong- pit-kip. diatas kotak batujade terletak sekeping batujade warita putih hijau mengkilap. ditengahnya terukir seekor naga warna darah yang sedang pentang cakar, ukirannya begitu bagus seperti hidup,
Dibelakang kotak tertancap tiga batang panji masing- masing berwarna merah biru dan putih, ditengah setiap panji disulam benang hitam bertuliskan dua huruf "HONG LUI". Diatas rak meja panjang itu tertancap sebuah pentung bambu sebesar mulut mangkok, bagian luarnya dibungkus kain kuning. Dibelakang meja panjang terdapat tempat pemujaan, di sana dipuja sinci cousu IHonglui-bun Kiu-thian sin-llong, dan para cianpwe dari beberapa generasi. Kain gordyn warna kuning tampak menjuntai dari langit-langit terbelah dua kekanan kiri. Didepan gordyn tergantung sebuah lampu abadi yang akan menyala sepanjang jaman
Ruangan sebesar itu kini diliputi keheningan. Kira-kira menjelang tengah hari, bunyi genta bertalu sembilan kali, maka dari belakang ruangan muncul Tan Kian-thay, dilengan kirinya terikat secarik kain merah yang bertuliskan ci tong dua, huruf kuning, dibelakangnya ikut delapan anak-anak berbaju hijau.
Begitu masuk ruang besar Tan Kian-thay pimpin kedelapan anak-anak itu menuju kemuka meja panjang serta menyampaikan sembah hormat kearah pemujaan. Setelah itu mereka berpencar, menyalakan Tingeoa, lilin dan menyiapkan meja sembahyangan, dengan teliti dan penuh perhatian- Dua batang lilin merah sebesar lenganpun sudah dinyalakan, dibatang lilin itu ada ditulisi huruf yang berbunyi 'bersatu padu kita teguh" sementara lilin sebelah kanan ditulisi "melebarkan sayap membesarkan kekuatan", dibawah penerangan yang benderang, persiapan ini berjalan tertib hikmad.
Thipi-kim-toTan Kian-thay membalikkan badan lalu berdiri tegak disamping kiri pintu, kedua tangannya terkembang, maka delapan anak-anak berseragam hijau itu berpencar berdiri jajar di kanan kiri pintu.
Tak lama kemudian, dari kejauhan terdengar derap langkah yang lembut tapi kerap dan banyak. Maka dari pintu kiri membelok masuk empat pasang lampu istana yang kelihatan antik berwarna merah, dibelakangnya adalah pemuda berjubah putih, alis lentik mata menyala semangatnya gagah, langkahnya mantap dan enteng langsung menuju, kearah pintu. Delapan lamplon antik istana itu sudah berpencar pula di kanan kiri pintu semuanya angkat tinggi lampu diatas kepala, Tan Kian-thay memburu maju keambang pintu serta menjura. Liok Kiam-ping sedikit mengangguk terus melangkah masuk kedalam ruang besar.
Dibelakangnya adalah orang-orang gagah serta anggota Hong-lu^-bun, beriring satu persatu melangkah masuk. pelan tapi pasti ruang besar itu akhirnya penuh sesak dibanjiri manusia.
Liok Kiam-ping langsung menuju kedepan tengah menghadap kepemujaan, maka protokol segera menarik suara:
"Upacara dimulai." Seorang petugas atau pembantu upacara segera maju menyerahkan sembilan batang dupa wangi kepada Liok Kiam-ping, maka Liok Kiam-ping mulai menyampaikan sembah sujudnya kepada pemujaan setelah doa dipanjatkan maka dupa itu ditancapkan diatas hiong-lo kuningan berukir kepala singa. Setelah itu dia berlutut tiga kali menyembah sembilan kali. Hadirinpun ikut menjura kearah altar. Setelah berdiri pula pelan-pelan Kiam-ping membalik menghadap keluar, Ai-pongsut Thong ciau melangkah maju dari rombongan orang banyak, terlebih dulu dia menjura kearah altar lalu berseru lantang: 'Sejak ciangbunjin Hong-lui- bun kita mengalami keroyokan serta gugur oleh enam partai besar perguruan di Tay-pa-san, tanda kebesaran dan Pit-kip kita juga direbut hingga akhirnya tak karuan paran, maka seluruh anggota kita tercerai berai dan dipaksa menvembunyikan diri secara terpencar dua puluh tahun lamanya. Demi memikul tugas dan tanggung jawab warisan para leluhur, hari ini Liok-ciang bun menegakkan pula nama kebesaran Hong-lui-bun kita, bersumpah untuk menuntut balas, maka sejak hari ini kita memaklumkan kepada hadirin bahwa selanjutnya kita merobah dan memperluas Hong-lui- bun menjadi Hong-lui-pang, semoga kita bersatu padu, berjuang bahu membahu memperkuat diri dan masa depan yang lebih cemerlang.
Yakin para Enghiong yang mengadiri upacara kebesaran ini, semua punya tekad dan cita rasa yang seirama dengan kita, maka hadirin pasti juga setuju akan kebi^aksanan dari ciang bun.'
Serentak hadirin mengiakan bersama sambil angkat tinju kanan keatas kepala: 'Setuju ' suaranya bergema dan bertalu- talu hingga mengalun panjang dan lama.
Ai-pong-sut berputar menghampiri. meja kecil disebelah kanan, mengambil Hiat-llong-po-giok serta diangkat setinggi alis, setelah menjura tiga kali kearah altar lalu mendekati Liok Kiam-ping serta mengalungkan batu pusaka itu dileher Liok Kiam-ping. Kembali hadirin bersuara dalam paduan yang rendah berat: "Pangcu." semua menjura hormat.
Lekas Liok Kiam-ping balas menjura, setelah mengangguk dia ulapkan tangan serta berkata dengan tersenyum: "cukup sampai sekian saja." lalu wajahnya berobah serius. katanya lebih lanjut: "Atas kebijaksanaan dan kewelas-asihan para cosu kita, hari ini Kiam-ping diangkat menjadi ciang bun dan menerima warisan serta cita cita besar para leluhur, sejak kini sebagai Llong-thian Pangcu dari Hong-lui-pang, tugas utama adalah menegakkan Hong-lui-pang didalam percaturan dunia persilatan, giat bekerja demi membela kebenaran dan keadilan kaum Bulim, Kami kuatir dengan bekal kemampuanku yang kurang becus ini tidak mampu memikul tugas dan tanggung jawab berat, untuk itu kami mohon kesudian para cianpwe dan saudara serta seluruh anggota kita untuk memberikan nasehat, petunjuk dan koreksi, segala persoalan harus dimusyawarahkan dan ditampung bersama. Dengan bekal Kungfu yang kumiliki aku bersumpah untuk membela keutuhkan Pang kita serta rela berkorban demi tegaknya kebesaran Hong-lui-pang pula."
Habis Liok Kiam-ping menyampaikan pidato sambutannya, protokol melambai tangan keluar, dua orang pembantu upacara segera menggotong masuk sebuah guci perak tinggi satu kaki dengan kaki sepanjang dua kaki ketengah ruang besar. Dua orang lagi dibelakangnya membawa sebuah guci arak simpanan lama, segel dibuka arakpun dituang kedalam guci perak berbareng empat orang itu memberi hormat kepada Kiam-ping lalu mengundurkan diri kes ambing.
Maka Thi-pi-kim-to Tan Kian-thay selaku protokol tarik suara pula, ”Bersumpah setia minum arak darah."
Seorang pembantu upacara lain segera tampil kedepan, sebelah tangan menyunggih sebuah nampan perak. diatas nampan menggeletak sebilah pisau yang kemilau tajam kedepan Liok Kiam-ping, sebelah lututnya tertekuk, kedua tangan dia angkat nampan berat berisi pisau tajam kehadapan sang Pangcu.
Liok Kiam-ping ambil pisau cilik itu serta berkata: "Atas kebijaksanaan para cos u, sehingga para Enghiong sudi menyatukan diri kedalam Hong-lui-pang kita, selanjutnya Hong-lui-pang akan terjun dalam percaturan dunia persilatan, inipun merupakan keberuntungan dan kebahagian kaumBulim, mohon para saudara sudi bersatu padu seia-sekata berjuang bercama menanggulangi segala kesukaran. Sekarang cayhe memberi contoh, dengan darahku ini kutuang kedalam arak sebagai tanda setia kawan"
Pisau kecil tajam itu segera mengiris ujung jari tengahnya, darah segera mengucur dan menetes kedalam guci perak. dengan lantang mulutnya membacakan naskah sumpah serta sepuluh larangan besar setiap anggota.
Selanjutnya Ai-pong-sut, Kim-ji tay-beng Kongsun cin- kheng, Ginjutay-beng Kongsun cin-giokJian-li-tok-hengJin Hou dan lain-lain berurutan maju kedepan diambil darahnya. Setelah seluruh hadirin sudah memberikan darahnya, semua kembali ketempat semula. Acara selanjutnya adalah pemberian hormat kearah altar pemudaan para cos u, dua belas orang maju bersama berdiri satu barisan, d iba wah komando protokol mereka bersumpah setia.
Setelah seluruh acara selesai. Dengan lantang Liok Kiam- ping berkata: "upacara perserikatan kita bersama telah berakhir. Sekarang silakan protokol membacakan daftar para Tong-cu dan Hiangcu Hong-lui-pang kita.'
Ruang sebesar itu, dengan hadirin sebanyak itu, ternyata hening lelap. seluruh hadirin berdebar jantungnya.
Liok Kiam-ping melangkah kedepan menjura kearah altar lalu dari atas meja panjang dia mengambil sejilid buku tebal bersampul kulit kambing, itulah buku jurnal dari permulaan berdirinya Hong- lui-pang.
Thi-pi-kim-to-Tan Kian-thay memburu maju dua langkah menjura kepada Liok Kiamping lalu terima buku tebal itu dari tangan Liok Kiam-ping. Sejenak dia tenangkan diri serta membasahi teng gorokan- maka dengan lantang dia membacakan: "Para calon Tongcu dan Hiangcu kita sudah diputuskan dalam rapat. Jin-bong-tong Tongcu Kim-ji-tay-beng Kongsun cin-kheng, tugasnya mengatur jadwal kerja para anggota serta diberi wewenang penuh dalam keanggotaan-
Kim-ji-tay-beng segera tampil kedepan altar, dengan laku hormat. dia menyulut dupa serta sembahyang kearah altar, lalu membalik kearah Kiam-ping memberi hormat pula, dengan kedua tangan dia terima selembar panji kebesaran jabatannya lalu mundur kesamping.
Protokol melanjutkan dengan lantang, Jun-lui-tong Tong-cu Jian-li-tok-heng Jin Hou, berkuasa dalam hukum serta berhak memberi jasa kepada anggota yang berpahala.
Jian-li-tok-hengJin Houjuga maju kedepan altar memberi hormat selayaknya, dari Kiam-ping diapun menerima selembar panji kecil warna biru.
Hoat-hi-tong Tongcu Gin-ji-tay-beng Kongsun Cin-giok, mengurus ransum dan dana. Ginjutay-beng juga menerima selembar panji warna putih.
Lebih lanjut adalah: "Sing-tong-cu It-cu-kiam Koan Yong pelaksana hukuman. Ci-tong-cu bagian protokol Thi-pi-kim-to Tan Kian-thay. Coh-huhoat Coh-sung-hwi lh Tiau h long, Yu- huhoat Ki-ling-sin Siang Wi. Congsinje (komisaris umum) Suma Ling-Khong. Cong koan perkampungan Pi-lik-jiu Ciu Khay, selanjutnya di bacakan pula para Hingcu dan Thocu, mereka juga menerima tanda jabatan yang terbuat dari sekeping bambu kuning.
Para angggota biasa juga menerima selembar kain panjang yang berbeda warna dan tulisannya, tanda para anggota terbagi dalam beberapa barisan yang harus tunduk kepada pimpinan masing-masing.
Terakhir Liok Kiam-ping berseru lantang, pula: 'Hari ini Pang kita berdiri secara resmi, berkat bantuan Tiang lo kita sejak generasi lampau Ai-pong-sut Thong-locianpwe yang ikut memberikan saran dan pendapatnya, maka beliau juga patut mendapat kehormatan dari seluruh anggota." hadirin serempak menjura kepadanya. Sampai di sini maka upacara resmi berdirinya Hong-lui-pang telah berakhir.
Suasana berobah riang gembira, satu sama lain memberi salam dan selamat, cukup lama ramah tamah ini berlangsung acara terakhir adalah perjamuan, dalam ruang samping sudah tersedia lengkap puluhan meja perjamuan, hadirin segera mencari tempat duduk. Kembali suasana menjadi ramai oleh gelak tawa yang riuh rendah. Bila perjamuan usai haripun sudah hampir tengah malam.
Liok Kiam-ping kembali ke Pau-gwat-lau, Siau Hong seperti burung mungil segera lari menyongsongnya. memicingkan matanya yang masih ng antuk dengan Jenaka dia mengawasi wajahnya.
Liok Kiam-ping tertegun, katanya penuh kasih sayang: "Kenapa belum tidur. kalau kedinginan kau bisa selesma"
Betapa kasih sayang dan besar perhatian Kiam-ping terhadap dirinya, sungguh manis dan senang hati Siau Hong dengan wajah merah dan aleman dia pegang kedua lengan Kiam-ping, bibirnya yang merah merekah mendesis haru: "Ping-ko." segera dia menjatuhkan diri kedalam pelukan Kiam- ping.
Sikapnya yang aleman tidak perlu dibuat heran, sejak Liok Kiam-ping kembali di Kwi-hun-ceng, hanya Kiam-ping seorang yang pandang sebagai orang dekatnya, Kiam-ping begitu kasih sayang dan memperhatikan segala kebutuhannya, betapa hatinya takkan senang dan haru hingga sesenggukan-
Liok Kiam-ping melenggong, lekas dia pegang pundak Siau Hong dan berkata lembut: "Siau Hong, jangan terlalu emosi, di sini banyak orang, sebentar mungkin ada orang datang, hari sudah larut malam, kau harus istirahat." bicara punya bicara nada suaranya ternyata makin sember, tenggorokannya terasa tersumbat. Sejak kecil bukankah Liok Kiam-ping juga sudah sebatangkara, pernah hidup terlunta-lunta, melihat betapa haru Siau Hong, dengan sendirinya terketuk hula sanubarinya. Mendengar suara Kiamping juga tersendat, lekas Siau Hong angkat kepalanya, dengan berlinang air mata dia tersenyum manis, barusan dia mau bicara, didengarnya langkah orang mendatangi dari bawah loteng, tersipu-sipu mereka memisah diri.
---ooo-dw-ooo---
Tiga bulan kemudian
Malam hari dimusim panas. Kwi-hun-ceng tampak berdiri gagah perkasa ditengah kegelapan, disepanjang sungai pelindung perkampungan mondar mandir rombongan ronda.
Disekeliling Hong-lui-ting juga terpendam para penjaga yang tersembunyi, namun tidak sedikit pula para Hiang-cu serta Thocu yang bertugas jaga dibagian luar, ini pertanda ada persoalan penting sedang dibicarakan, ternyata rapat memang sedang berlangsung didalam.
Ruang besar itu terang benderang. Didepan meja panjang duduk berderat belasan orang,
Liok Kiam-ping duduk ditengah, diatas kursi berukir indah, sebelah kanan duduk Ang pong-sut Thong Ciau lalu berurutan Kim-ji tay-beng Kongsun Cin-kheng,Jian-li-tok-heng Jin Hou, Gln-ji-tay-beng Kongsun Cin giok dan seterusnya dengan beberapa Hiangcu, hadirin bersikap serius dan duduk tegak menambah suasana menjadi hikmad.
Liok Kiam-ping membuka suara lebih dulu, "Sudah tiga bulan sejak Hong-lui-pang kita berdiri, berkat kerja sama para saudara, sampai sekarang kita telah berhasil mencapai kemajuan tahap pertama, para Thocu dari berbagai cabang juga sudah menunaikan tugasnya. Dalam beberapa hari belakangan ini, laporan terus masuk. ada beberapa perguruan yang pernah bermusuhan dengan kita, secara diam-diam sedang berlatih diri serta mengundang bala bantuan menambah kekuatan, jelas mempunyai rencana jahat terhadap pihak kita, terutama Ham-cui, Tang- ling dan Se- bong sudah ada tanda-tanda akan berserikat, bila saatnya sudah tiba, pasti akan mengadakan aksi yang tidak menguntungkan kita. Sementara Siau-lim, dan Gobi agaknya juga sudah terhasut oleh Bu-tong, tanpa hiraukan nama baik dan kebesaran perguruan mereka di Bulim, secara diam-diam memilih dan menguji jago-jago mereka untuk bergabung menyerbu markas besar kita ini. Demikian pula Pa-kian toa- hud dari Tibet juga ada niat jahat terhadap kita. Menyaring seluruh laporan ini, jelas posisi Pang kita dalam bahaya, untuk itu harap persoalan kita rundingkan bersama, entah bagai mana pendapat kalian.
Maka Ai-pong-sut bicara lebih dulu: "Hong-lui-pang kita baru memupuk dasar kekuataannya, kekuatan luar dalam sudah terjalin dengan baik, sudah saatnya kita beraksi untuk bertindak kepada para musuh, dengan menggempur musuh lebih dulu, kita akan menegakkan wibawa di Kangouw,jikalau kita menunggu partai-partai persilatan itu bergabung mengeroyok kita, nasib ciangbun kita yang dahulu menjadi contoh yang nyata, maka beliau mati di Tay-pa san dikeroyok enam perguruan bestar, hal ini perlu kita pertimbangkan secara mendalam."
Menyinggung dendam perguruan, Hoat-Tongcu Girn ji-tay- beng berkata penuh emosi sambil melotot mata: "Yang menamakan dirinya perguruan besar tidak lebih hanyalah manusia yang sudi berbuat kotor dan rendah, demi meruntuhkan kita dan merebut tanda kebesaran tidak segan- segan mereka main bunuh jikalau dendam kesumat ini tidak segera di balas bagaimana kita tegak berwibawa di Kangouw, betapa kita harus bertanggung jawab kepada arwah leluhur kita." Jin-hung-tong Tongcu Kim-ji-tay-beng juga tampil bicara dengan menegak alis: "Membalas dendam kematian ciangbunjin kita yang terdahulu merupakan tugas utama yang harus segera kita lakukan. Urusan tidak berlaru-larut, mumpung situasi masih menguntungkan kita sebelum musuh bergabung dan meluruk kemari, lebih menguntungkan bila kita turun tangan lebih dulu, satu persatu kita gempur dan hancurkan."
Pi-lik-jiu Ciu Kay juga terbakar amarahnya, katanya: "Cianpwe kita mengalami ajalnya secara mengenaskan dalam pengeroyokan yang tidak seimbang, dendam ini tidak boleh ditunda pula. Pangcu, meski harus terjun kedalam lautan api. Ciu Khay siap menpelopori"
Hadirin yang lainjuga memeluk dendam dan kemarahan yang memuncak, semua bertekad menuntut balas, semangat tempur mumpung menyala.
MakaJun-lui-tong Tong-cuJian-li-tok-heng Jin Hou angkat bicara dengan kalem: "Menyerang atau bertahan harus pandai melihat gelagat, terutarna sebelum menyerang harus dapat mengukur kekuatan lawan dan mempertimbangkan tenaga sendiri. Untuk itu lebih baik kita jadikan dendam permusuhan lama menjadi ukuran, atau kita pilih dulu yang dekat baru menggempur yang lebih jauh pelajaran sudah membuktikan, markas pusat kitapun tilak boleh kosong. Hal inipun perlu dipertimbangkan."
Liok Kiam-ping manggut, katanya: "Usul kalian memang seirama dengan tekadku, menilai kekuatan musuh, kukira pihak Ham-cui paling tangguh, selanjutnya Se-bong, Pa-kim Tay-hud yang utama. Selanjutnya Bu-tong, Hwe-hun dua partai ini pernah kusikat habis kekuatan inti mereka, yakin dalam waktu dekat mereka takkan berani bertindak. Tang- ling juga sudah kita obrak abrik, mereka sudah takluk dan bergabung kepada Ham-cui Malah anasir-anasir mereka sudah diselundupkan ke Tionggoan pula, maka tindakan pertama kita harus menggempur Ham-cui-kiong, sekaligus mencegah mereka kerja sama dengan Se-bong, Setelah itu baru kita luruk ke Tibet mengganyang Bong-siu, Sa-yang dengan pihak Tang-ling kita sudah menjanjikan waktu pertandingan, bila sekarang kita serbu, apakah tidak melanggar aturan, entah bagaimana pendapat hadirin ?' lalu Kiamping mengeluarkan selembar peta, diataspeta itu memberi garis-garis sebagai jalan dari mana mereka harus menggempur musuh.
Sing-tong-cu It cu-kiam Koan Yong berkata: 'Kawanan jahat yang selalu ingkar janji dan sering berbuat keji, tak perlu kita bicara tentang aturan dengan mereka.'
"Betul." seru Gin-ji-tay-beng, bersikap aturan dengan mereka akan merugikan kita sendiri. Kematian ciangbunjin kita yang terdahulu karena dikeroyok di Tay-pa-san merupakan contoh yang nyata."
Coh-siang-hwi Ih Tiau-hiong berpikir panjang, katanya perlahan: "Untuk menggempur musuh kita harus kerahkan seluruh kekuatan, baru punya keyakinan bisa menang, dengan sendirinya pertahanan markas besar kita menjadi lebih lemah, dalam situasi yang sudah gawat luar dalam sukar mengadakan ikatan kerja sama, Tang- ling dekat didepan mata, umpama duri yang mengancam keselamatan kita, sembarang waktu akan meluruk kemari lebih dulu. Maka mereka perlu dilenyapkan lebih dulu, tentang bagaimana kita serbu partai perguruan yang lain, biarlah kita tentukan lagi setelah saatnya tiba.'
Pendapat Coh-siang-hwi Ih Tiau-hiong memang obyektif, orang banyak hanya memperhitungkan cara bagaimana menyerbu musuh, tidak memikirkan pertahanan sendiri, apalagi musuh terlalu banyak, bukan mustahil di saat markas kosong, musuh lain meluruk datang, bukankah sejarah akan berulang, Coh-siang hwi memang cerdik dan cermat tak heran orang banyak kagum dan memujinya. Liok Kiam-ping memuainya berulang kali, katanya: "Coh- huhoat memang betul, situasi memang seperti apa yang diuraikan- Maka keputusan pertama saat ini adalah serbu dulu Tang-ling, tapi kita juga harus mengadakan segala persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan. "
Ci-tong-su Thi-pi-kim-to Tan Kian-thay berkata: "Dalam menghadapi situasi didepan mata, kurasa kekuatan kita tidak boleh dipencar, apakah pada arah menyerbuan kita, sepanjang jalan perlu didirikan pos-pos penghubung, bila menghadapi situasi genting, bagaimana harus memberi tanda S.o.S., bagaimana pula pihak yang lain harus segera memberi bantuan, semua ini harus kita bicarakan juga."
"Hal ini memang sudah kupikirkan,' ucap Liok Kiam-ping. "Baiklah sekarang kita tentukan, Suma Cong-sin harus memimpin puluhan orang kita yang cekatan, pandai bekerja bertindak cepat untuk mengatur segala keperluan kita di sepanjang jalan, kontak harus selalu diadakan sehingga lancar dan tertib. Tiga buah kapal besar sudah harus disiapkan di Ciok-wi-cun untuk dipakai"
Cong sin-je Suma Ling-khong berdiri, sambil menjura dia menyatakan terima tugas, Terus mohon mengundurkan diri, segera mempersiapkan tugasnya.
Liok Kiam-ping berkam kepada Ai-thong-sut -Thong ciau dengan tertawa: "Markas pusat ini perlu dijaga juga, untuk ini aku mohon cia npwe suka menerima tugas berat, dibantu oleh Ciu-congkoan. Bila menghadapi persoalan genting lekaslah adakan hubungan dengan tanda panah api. Selebihnya harus ikut dalam penyerbuan ini. Diantara anak buah para Tongcu, pilih dulu sepuluh Hiangcu sebagai pengawal." Rapat ini diakhiri setelah hadirin makan tengah malam.
---ooo-dw-ooo--- Dari dalam Kwi-hun-ceng dicongklang puluhan kuda tunggangan, dipimpin oleh seorang pemuda jubah biru berwajah putih cakap. penunggang kuda dibelakangnya semua berpakaian ketat warna hitam, perawakan kekar tubuh tegap.
Setiba diluar perkampungan kuda dibedal kencang, penunggangnya mendekam dipunggung kuda, lekas sekali rombongan besar berkuda tadi lenyap ditelan tabir malam-
Pemuda cakap itu adalah Suma Lingkhong yang sekarang menjabat komisaris umum Hong-lui-pang, malam itu dia pimpin belasan, orang menuju ke ciok-wi-cun serta mengatur pos-pos penjagaan sebagai kontak antara markas pusat dengan rombongan besar yang akan menyerbu ke Tang-ling- kiong, merekapun harus menyiapkan tiga buah kapal besar.
Besok pagi, hari belum terang tanah, didepan perkampungan telah berjajar dua barisan panjang, semua berdiri tegak penuh semangat, sepasang matanya menatap kearah pintu gerbang, tampak betapa gagah perkara barisan ini.
Tak jauh disisijembatan, tiga puluhan anak buah Hong-lui- pang, setiap tangan memegang tali kendali seekor kuda, perawakkan tinggi badan kekar kaki panjang, selintas pandang orang biasa juga akan tahu, kuda-kuda itu semua pilihan. Dengan tenang mereka melalui dipinggir sungai.
Tak lama kemudian, dari dalam perkampungan beranjak keluar serombongan orang, dua orang berjalan paling depan, sebelah kiri adalah pemuda jubah putih, wajah cerah mata bersinar, laagkahnya tegap gagah, dan bukan lain adalah - Hong-lui-pang Pang-cu Pat-pi-kim-liong Liok Kiam-ping, Ai- pong-sut Thong ciau berjalan disebelah kanan, tampak wajahnya bundar, jenggot alisnya putih, kepalanya plontos, tubuhnya pendek gemuk, semangatnyapun bergairah, suara bicaranya lantang, wajahnya cerah dan tersenyun lebar dan ramah, Dibelakangnya adalah orang-orang gagah Hong-lui-pang, tinggi rendah, tua muda tidak ketinggalan
Setiba rombongan besar ini didepan perkampungan, barisan yang berada diluar itu segera siap tegak lalu memberi hormat.
Liok Kiam-ping sambut dengan anggukan sedikit kepala. setelah mereka melewati jembatan Liok Kiam-ping menghentikan langkah, dengan senyum ramah dia berkata kepada Ai-pong-sut Thong Ciau, "Kiam-ping serba tidak mampu, mana berani membuat capai Cianpwe mengantar sejauh ini, mohon silakan berhenti sampai di sini saja, Terima kasih."
Ai-pong-sut Thong Cau berkata: "Ah, kenapa Pangcu bilang demikian Terpaksa Losiu tunduk akan perintah, semoga kalian sukses dalam tugas. lekas pulang."
Liok Kiam-ping menerima tali kendali, setelah mengucap selamat berpisah, segera dia cemplak kuda terus dibedal keluar hutan orang-orang gagah yang lainjuga naik kepung g ung kuda masing-masing. Lekas sekali rombongan besar Hong-lui-pang ini sudab lenyap dikejauhan
Dibawah terik matahari Liok Kiam-ping pimpin barisannya menempuh perjalanan dalam kecepatan tinggi, daerah yang mereka lalui sekarang adalah pegunungan yang berhutan belukar, maka kuda terpaksa dilarikan agak perlahan, hingga hari sudah lohor, mereka yang berada dibela kang sudah merasa gerah dan capai, maka Kiam-ping perintahkan barisan beristirahat, setiap orang membawa rangsum kering sendiri, sambil istirahat mereka makan siang, hanya beberapa kejap istirahat setelah makan, mencongklang kuda pula melanjutkan perjalanan secara tertib tidak banyak berisik.
Menjelang magrib, sebelum mentari terbenam, ciok-wi-can sudah jauh kelihatan di sebelah depan. Diwaktu barisan depan mulai memasuki hutan pula, sayup,sayup Kiam-ping mendengar suara caci maki dan bentakan serta bentrokan senjata tajam yang beradu disebelah depan agaknya ada orang lagi bertempur sengit, dari suaranya kedengarannya bukan hanya satu dua orang.
Tahu ada sesuatu yang tidak beres, lekas Kiam-ping memberi tanda kebelakang barisan, segera dia mendahului lompat turun dari punggung kuda terus menerobos hutan bertari kearah datangnya suara.
Lekas sekali orang banyak telah tiba di gelanggang pertempuran, tampak Suma Ling-khong bersama dua anak buahnya sedang dikeroyok oleh tujuh orang Tang-ling-kiong. seorang anak buah Suma Ling-khong tampak terluka lengan kirinya, darah membasahi separo badannya, namun dia masih bertempur gagah berani.
Tak jauh dikaki tembok sana, tampak rebah seseorang, dari dandanannya jelas adalah anggota Hong-lui-pang. Seorang diri suma Ling-khong sedang melawan seorang tua jubah hitam dan lima orang Tang-ling-kiong, kelihatan keadannya sudah demikian payah, untung Lwekangnya terpupuk baik dan kuat, dalam waktu dekat masih kuat bertahan.
Laki-laki tua jubah hitam adalah seorang Tongcu dari Tang
-ling-kiong, bulan lalu dia ditugaskan pegang pimpinan markas cabang Tang-ling-kiong di ciok-wi-ca.- Memergoki Suma Ling- khong mencari kapal dan hendak menyewanya pergi ke ciokshoan-to, maka dia menampilkan diri serta bertanya dengan sikap menantang karena tiada persesuaian kata, maka mereka saling labrak.
Semula dia masih mampu menandingi Suma Ling-khong, tapi lama kelamaan dia semakin terdesak. Melihat pihak lawan hanya ada empat orang, sementara pihak sendiri lebih banyakjumlah dan tenaganya, maka dengan siulan lagu khusus dia memberi isyarat kepada anak buahnya supaya ikut terjun kedalam arena. Seorang diri menghadapi keroyokan orang banyak. semula Suma Ling-khong masih gagah perkasa, serang menyerang dengan leluasa, celaka adalah tiga anak buahnya, ilmu silat mereka biasa saja, mana kuat menghadapi serbuan belasan musuh, dalam per tempuran seru itu seorang anak buahnya menjerit roboh, saat itulah lengannya terbacok luka panjang, untung Suma Ling-khong sempat memburu datang menolongnya sehingga jiwanya diselamatkan
Melihat adik angkatnya dikeroyok dan anak buahnya menjadi korban, karuan bukan main gusar Liok Kiam-ping, ditengah bentakan, dia melompat maju seraya mengayun kedua tangan sebelah tangan menggempur kearah lelaki tua jubah hitam, tangan yang lain menggempur kawanan Tang- ling-kiong.
Pihaknya sudah hampir menang, suma Ling-khong tinggal tunggu waktu menerima kekalahan, mimpipun tidak terbayang dalam benaknya bahwa elmaut justru merengut nyawanya, begitu mendengar bentakan, sementara damparan angin kencang sudah melanda tiba, mau menangkis sudah terlambat. Tahu-tahu dia rasakan dada seperti ditumbuk kepala kerbau, kerongkongan seketika menjadi anyir, darah segarpun menyembur dari mulutnya, tubuhnyapun terlempar dua tombak jauhnya. tanpa mengeluarkan jeritan, nyawanya melayang seketika.
Hanya segebrak Liok Kiam-ping telah tamatkan riwayat lelaki tua jubah hitam sudah tentu anak buah Tang-ling-kiong yang lain menjadi panik dan terbang sukmanya, melirikpun tidak berani, mereka berlomba melarikan diri.
Gusar Suma Ling-khong belum termampias, dengan gemas masih sempat dia membunuh dua orang dengan pedangnya, agaknya masih belum puas lagi, dia terus mengudak. Lekas Liok Kiam-ping menyusulnya serta memanggilnya: "Hian-te, musuh sudah lari tak usah dikejar, lebih penting kita selesaikan dulu urusan kita." Suma Ling-khong menghentikan langkah terus putar balik, dia sendiri turun tangan membubuhi obat serta membalut luka anak buahnya. Kejap lain orang banyak langsung menuju ke sungai.
Sementara itu orang-orang Tang-ling-kiong sudah tidak kelihatan lagi bayangannya, Ciok-wi-can seperti kedatangan perampok. para nelayan dan keluarganya masuk pintu, tiada seorangpun yang berkeliaran dijalanan, demikian pula toko, warung dan hotel restoran semua tutup pintu, tidak heran kalau keadaan dermaga juga sepi lengang.
Dengan susah payah berhasil juga mereka menggunakan tiga kapal layar, cukup tiba muat seluruh orang-orang Hong- lumpang yang datang. Coh-siang-hwi tetap pegang kemudi di kapal paling depan, berlayar ketimur laut menuju ke Giok- koan-to. Karena pernah datang, sekali maka In Tiau-hiong lebih leluasa bekerja, kapal mereka tidak mengalami hambatan sedikitpun, kali ini. mereka hanya memerlukan waktu dua jam, Tang- ling kiong sudah jauh kelihatan diatas bukit.
Sudah tentu pihak Tang-ling-kiong sudah kelihatan bayangan orang berlari kian kemari menempati pos-pos penjagaan mereka agaknya musuh sudah siap menyambut serbuan mereka.
Kira-kira lima tombak lagi kapal sudah akan menepi, tapi Liok Kiam-ping sudah tidak sabar lagi, segera dia mendahului melompat tinggi lima tombak. dengan gaya seorang juara loncat indah dia meluncur keatas hinggap diatas karang tak jauh dibawah undakan batu.
Kejap lain orang-orang gagah lainnyapun eudah berlompatan keatas darat. Seperti air bah yang tak terbendung lagi, orang-orang Hong-lui-pang terus menyerbu keatas, ternyata perlawanan musuh tidak berarti hingga mereka mencapai depan istana, ternyata ditanah lapang diluar istana inilah Tang-ling-sin-kun pusatkan seluruh kekuatannya untuk menyambut serbuan mereka, Kecuali seluruh anak buah Tang-ling-kiong, pihak musuh ketambah dua padri perawakan kasar dengan kasa warna merah. Liok Kiam-ping bersama rombongannya maju terus sampai dipinggir tanah lapang.
Padri disebelah kiri gelak-gelak tertawa, katanya: "Apakah kalian datang dari Kui-hun ceng, Pinceng beramai memang sedang bersiap-siap bersama Tang-ling-sin-kun untuk meluruk kesarang kalian, kebetulan kalian datang sendiri. agaknya yang maha Kuasa nemang memberi berkah kepada kepada kalian untuk mencari jalan kematian. kembali dia akhiri perkataannya dengan loroh tawa latah.
Padri bertubuh sedikit kate disebelah kanan ikut menimbrung: "itulah yang dinamakan berbuat jahat memperoleh ganjaran semestinya, cepat atau lambat jiwa kalian harus menebus dosa." betapa jumawa sikap dan tutur katanya sungguh menyebalkan, seolah-olah para pendekar dari Hong-lui-pang sudah dianggapnya domba-domba yang sudah siap dijagal.
Berdiri alis Liok Kiam-ping, maju selangkah dia membentak sambil menuding: 'Kepala gundul, jangan takabur dan membual belaka, sebutkan dulu nama kalian, Hong-lui-pang tidak sudi bergebrak dengan kawanan celurut yang tidak punya nama."
Umpat caci Kiam-ping ternyata manjur, kedua padri asing mendelik gusar, bentaknya geram: "Anak muda, kau inilah Pat-pi-kim-liong bukan, kami Kelin dan Kelong dua diantara sepuluh Huhoat Pa-kim Tayhud juga tidak kau ketahui, buat apa kau mengagulkan diri dlkalangan Kangouw. ingin aku tanya ada permusuhan apa perguruan kita dengan kau, berani kau membunuh Keling dan Keting dua Huhoat kita, hari ini kau harus menebus dosamu."
Liok Kiam-ping menerawang: "Bagaimana jadinya padri- padri Tibet ini bisa sekongkol dengan pihak Tang-ling-kiong, jelas dalam persoalan ini pasti ada seseorang yang menjadi promotor dari muslihat keji ini." lalu dia menyeringai dingin: "Wah kurang hormat agaknya sikapku tadi, kiranya tokoh kosen dari luar perbatasan yang masih liar, memang harus di akui cayhe belum pernah mendengar nama kalian. Perbuatan jahat, memperkosa, merampok serta membunuh semena- mena adalah pantangan utama kaum persilatan, sebagai insan persilatan, menjadi kewajiban kita bersama untuk menegakkan kebenaran, membela yang lemah menindas yang lalim, terhadap manusia durjana yang keliwat berbuat jahat, siapapun wajib menumpasnya. Dengan alasan itulah maka aku wakilkan guru kalian membersihkan anasir jahat, kalian adalah pendeta dari perguruan besar yang ternama, kenapa sebaliknya bicara soal dengan dan pembalasan segala."
Makin berkobar amarah kelin, bentaknya dengan melotot: "Tutup mulutmu, membersihkan anasir jahat adalah menjadi kewajiban perguruan kita sendiri, umpama hari ini lidahmu dapat berkembang laksana bunga teratai juga jangan harap mencuci bersih dosa kesalahanmu, apapun hari ini kita pasti menuntut balas bagi kematian kedua Sute."
Liok Kiam-ping tertawa menyindir: "Hanya kalian berdua, apa yakin dapat tercapai?"
Kelong menimbrung: 'Kami dapat perintah kemari untuk membantu Tang-ling-sin-kun, biar kuberitahu kepadamu, guru kami Pa-kim Tayhud dengan empat Huhoat besar segera juga menyusul datang langsung meluruk ke Kui-hun-cang. sekarang umpama kalian ingin putar balikjuga jangan harap bisa lolos. Nah, coba kalian lihat kebelakang, apa yang ada di sana." tangannya menuding kebelakang orang banyak.
Jian-li-tok-beng dan coh-siang-hwi segera membalik badan, tampak dari arah jalan mereka datang tadi. pihak Tang-ling- kiong telah memasang tiga pucuk bedil, ternyata Tang-ling- sin-kun yang culas dan jahat ini insyaf bahwa Hong-lui-pang kali ini pasti menyerbu dengan segala kekuatannya, apakah pihaknya kuat membendung serbuan mereka masih merupakan tanda tanya, mumpung padri Tibet ajak mereka perang mulut, diam-diam dia sebar juru tembaknya berputar kebelakang lalu mencari posisi yang baik siap menembak bila diberi aba-aba. Jarak orang-orangnya dengan kedua padri Tibet tidak terlalu jauh dari orang-orang Hong-lui-pang, maka mereka agak kuatir bila tembakan bedil mengenai pihak sendiri.
Jian-li-tok-heng banyak pengalaman, coh-siang-hwi cermat dan teliti, kedua orang segera membisiki sesuatu kepada Liok Kiam-ping. Langsung Liok Kiam-ping angkat lengan kanannya seraya membentak: "Lekas berpencar dan terjang kedepan, jangan biarkan mereka menyingkir jauh, dekati secara ketat."
Belum habis bicara orangnya sudah mendahului melompat keatas menubruk kedepan, berbareng kedua tangan bergerak menyerang sejurus kepada Kelin. Memikirkan keselamatan markas pusat di Kui-hun-ceng, pasti Ai-pong-sut Thong can yang berada di sana takkan kuat melawan serbuan musuh. maka dia merasa perlu urusan di sini segera dibereskan untuk segera pulang memberi bantuan, maka serangannya ini menggunakan tenaga penuh.
Kelin adalah Huhoat terbesar dari sepuluh murid Pa-kim Tayhud, Lwekangnya tangguh, biasanya dia terlalu agulkan dirinya, kali ini ada kesempatan meluruk ke Tionggoan, dia pikir musuh masih terlalu muda, betapapun tinggi Lwekangnya juga pasti bukan tandingannya, maka dia juga gerakkan kedua lengan menangkis hanya dengan delapan kekuatan
"Blang" dentuman menggelegar. Badan Kelin yang tinggi besar itu terpental delapan kaki dan jatuh terduduk darah bergolak sudah menyentuh tenggorokan, untung Lwekangnya tinggi, lekas dia telan kembali darah yang sudah hampir menyembur keluar, lekas dia keluarkan sebutir pil merah terus ditelannya, mukanya yang kasar berwarna coklat mengkilap kini menjadi pucat hijau, jelas luka dalamnya tidak ringan- Pukulan Liok Kiam-ping benar-benar memecah nyalinya, dari mana bocah ini bisa memiliki Lwekang setangguh ini ?'
Mendengar aba-aba Liok Kiam-ping Kim-ji-tay-beng segera memberi tanda kepada saudaranya, segera mereka berpencar menubruk kearah Tang-ling-sin-kun dan Kim-kong-ci Hong Kiat. Empat orang ini sudah menjadi musuh bebuyutan, bukan sekali ini mereka sudah bertarung, kekuatan mereka kira-kira seimbang, kini bertarung merebut mati hidup, maka setiap pukulan menggunakan seluruh kemampuan mereka.
Jian-li-tok-heng melompat kedepan Tay-bok-it-siu, katanya gelak tertawa: "Saudara lama memalukan kalau kami menganggur, hayolah menambah keramaian” mulut berceloteh, kaki tangan bekerja, dia mainkan pukulan kilatnya merabu Tay-bok-it-siu segencar hujan badai. Telapak tangannya berpeta laksana lapisan baling-baling mengurung tubuh lawan
Tay-bok-it-siu siap membalas olok-olok lawan, apa celaka serbuan lawan terlalu gencar sesaat dia tersedak kerepotan, terpaksa dia meng konsentrasikan diri mengembangkan Loh- ing-ciang-hoat, selincah kupu menari dia berlompatan kian kemari setiap peluang tidak diabaikan untuk balas menyerang.
Melihat Kelin Sang Suheng roboh hampir muntah darah dalam segebrak. Kelong merinding dibuatnya, namun dia nekad menerjang maju dengan sergapan dahsyat membendung pukulan Liok Kiam-ping.
Liok Kiam-ping terloroh tawa, katanya: "Kalian berdua boleh maju bersama, supaya aku tidak membuang tenaga." kedua tangan bergerak. kini menepuk kedua lawan
Dalam pada itu It-cu-kiam Koan Yong, Thi-pi-kim-to Tan Kian-thay dan coh-siang-hwi Ih Tiau-hiang juga menerjang maju melabrak lima jago Tang-ling-kiong. Sementara si gede Siang Wi tanpa bicara menerjang ketengah rombongan besar anak buah Tang-ling-kiong, Belasan hiangcu yang lain juga menyerbu dengan sengit. Pertempuran besar berlangsung dalam ketegangan yang memuncak. benturan senjata tajam diselingi jerit kesakitan, jiwa melayang dan korbanpun berjatuhan diantara ceceran darah yang mengerikan
Kim-ji-tay-bang melawan Tang-ling-sin-kun, kedua lawan sama-sama memiliki Ginkang tinggi, mereka mengadu kelincah dan ketangkasan, Lwekang merekajuga setanding, maka pertarungan mereka kelihatan lebih dahsyat, pukulan telapak tangan berwarna kuning emas berbentuk laksana busur yang berpindah-pindah, gerak gerik mereka kelihatan sebat dan saling merebut kesempatan, maka mereka berusaha dahulu mendahului menyerang lawan
Kim-ji-tay-beng juga kuatir akan keselamatan markas pusat, maka dia tidak ingin bertempur berkepanjangan, sambil bersiul panjang tubuhnya melambung keangkasa, ke dua tangan terkembang laksana sayap burung mengembangkan Eng-sian-kiu-cwan (elang sembilan putaran) Ginkang andalannya, sinar emas dari kedua telapak tangannya menindih turun dari atas kebatok kepala Tang-ling-sin-kun-
Berada di bawah jelas posisi Tang-lin-sin-kun, agak terjepit, melihat lawan menudih dengan setaker tenaganya, dasa rjahat dan otaknya licik, jelas dia tidak mau dikalahkan dengan menderita rugi besar, lekas dia menggeser lima kaki kepinggir, tubrukan dari atas terhitung dapat diluputkan. Begitu kaki menyentuh tanah, baru saja dia membalik hendak balas menggempur, tak nyana segulung tenaga dahsyat telah menindih tiba laksana gugur gunung. Ternyata meminjam daya pantul pukulannya yang luput, Kim-ji-tay-beng melambungkan pula tubuhnya sambil berputar satu lingkar mengudak musuh yang menyingkir. Belum tubuhnya menerjang tiba angin pukulannya sudah menerjang tiba lebih dulu.
Melihat gempuran lawan berantai, untuk menangkis dengan membalik tidak sempat lagi, Tang-ling-sin-kun tahu lebih penting menyelamatkan diri, lekas dia menjejak kaki melompat maju sekalian, begitu ujung kaki menyentuh tanah, kembali dia kerahkan tenaga hingga tubuhnya melejit kedepanpula lebih jauh.
Begitu turun tangan Gin-ji-tay-beng menggunakan caranya pula, setiap pukulannya dilandasi kekuatan Lwekangnya yang dahsyat, padahal taraf Lwekang setingkat lebih asor dari Hong Kiat, namun kekuatan Kim-kong-ci Hong Kiat sudah dipunahkan oleh Liok Kiam-ping, maka Lwekangnya dikorting cukup besar, sehingga pertarungan melawan Gin-ji-tay-beng cukup seimbang. Setelah mengadu beberapa kali pukulan, bahwa .tenaganya tidak lebih asor, semangat tempur Gin ji- tay-beng semakin besar, apalagi dia tahu Hong Kiat baru mengalami luka dalam yang cukup parah, meski sudah sembuh juga belum pulih seperti semula, kekuatannya tidak akan kuat bertahan lama, maka serangannya tidak pernah kendor.
Tiga puluh jurus kemudian, Hong Kiat sudah terdesak hingga napasnya sengal-sengal. Sedang Gin-ji-tay-beng hanya berkeringat jidatnya.
Jian-li-tok-heng sesuai nama gelarannya, diapun mengembangkan kelincahan gerak tubuhnya, Tay-bok-it-siu terus dicecar dengan serangannya, diselingi pula olok-olok yang membakar amarah lawan, karuan Tay-bok-it-siu semakin naik pitam, serangan balasannya semakin sengit dan bernafsu.
Si gede Siang Wi putar tongkat besarnya menerjang kian kemari diantara rombongan besar orang-orang Tang -ling- kiong, dimana tongkatnya menyambar, batok kepala pecah, kaki tang a n putus, jeritan demi jeritan. seperti rumput yang disapu badai saja, anak buah Tang- ling-kiong diterjangnya tercerai berai. Makin mengamuk Siang wi makin bernapsu, sementar mulutnya berkaok-kaok pula: "Anak kura-kura, kemana kalian akan lari." Ditengah menghambur serangan dan caci makinya, sekonyong-konyong segulung angin pukulan dahsyat menerjang dari depan. Karuan si gede melengak. gerakannya tertunda sesaat, setelah melihat yang membokong adalah Yu- ling Kongcu yang juga menghadang didepannya, dengan murka dia ayun tongkatnya mengemplang.
Ternyata sejak tadi Yu-ling Kongcu memimpin juru tembaknya dan memencar kekuatan barisan senjata apinya ini ditempat-tempat strategis, mendadak dilihatnya sigede mengamuk dan membantai anak buahnya dengan tongkat besarnya, lekas dia melompat maju menghadang. Dia tahu sigede ini meyakinkan kekebalan, senjata tidak mempan, tenaganyapun dahsyat, sukar dilawan dengan kekuatan kasar, melihat pentung lawan mengemplang segera dia kembangkan kelincahan badannya berkelit kekanan, kedua lengan membundar terus terangkap didepan dada serta didorong dengan landasan Hek-sat-ciang kedua telapak tangannya berwarna hitam legam mengeluarkan asap hitam pula.
Bahwa badannya kebal selama bertempur belum pernah menderita kalah, mana si gede tahu kelihayan Hek-sat-ciang, melihat dorongan kedua telapak tangan lawan perlahan dan lemah, pentungnya tetap diputar memapak maju. Seketika hidungnya mengendus bau racun, kepala menjadi pusing pandanganpun gelap. "Bluk" tongkat besarnya terlepas jatuh, langkahnyapun sempoyongan hampir jatuh.
Melihat serangan berhasil, Yu-ling Kongcu tidak menyia- nyiakan kesempatan, lekas dia maju selangkah, tangan terangkat terus membelah.
Coh-siang-hwi sedang melabrak seorang jago Tang-ling- kiong, jaraknya paling dekat, ditengah pertempuran sengit, dia mendengar tongkat beratjatuh, sekilas dia melirik ke sana, melihat sigede kecundang oleh Yu-ling Kongcu, tempo hari dia pernah terluka juga pukulan Heks sat-ciang Tang-ling-sin-kun. tahu betapa lihaynya pukulan sesat ini, maka tanpa ayal sekuatnya dia menggempur lawannya hingga terdesak mundur. kaki kerahkan tenaga menjejak sekuatnya, tubuhnya melambung keudara meluncur kesamping si gede, sambil menahan napas dari samping dia menusuk telapak tangan musuh.
Yu-ling Kongcu tengah lancarkan serangan mematikan, tiba-tiba selarik sinar putih dingin menyambar tiba, betapapun tinggi kungfunya, dia dipaksa menyelamatkan diri dengan membatalkan serangan lebih dulu, lekas dia berkelit kesamping. Dilihatnya pula asap beracun Heks-sat-ciangnya tidak membawa pengaruh terhadap penyergapnya ini, lekas dia melompat sambil ayun tinju menyerang.
Lebih penting menolong orang, maka coh-siang-hwi berdiri tegak ditengah gelanggang sambil menuding pedang menahan serangan musuh. Tapi kepandaian Yu ling Kongcu teramat tinggi bagi dirinya, maka dia dipaksa melayani dengan cukup berat.
It-ji-hwi-kiam yang dilancarkan Koan Yong bertubi-tubi laksana semburan sumber air yang deras, lawan digempur ketat sehingga keripuhan- Sementara Thi-pi-kim-to Tan
Kian-thay disamping melancarkan ilmu goloknya juga mengembangkan coh-pit-kun (tinjau lengan kiri) dikombinasikan permainan Pat-kwa-to-hoat, sehingga perbawa permainannya berlipat ganda.
Sementara Liok Kiam-ping menahan Kelin dan Kelong, tenaganya lebih kuat, ketrampilannyajuga lebih unggul, namun permainan silat kedua paderi Tibet ini memang aneh dan lihay pula, Lwekang mereka juga tangguh, hingga Kiam- ping dipaksa untuk mencurahkan perhatiannya. Mendadak dia bersiul, kedua tangannya melintir terus disendai dengan jurus Llong-kiap-sin-gan.
Wi-liong-ciang merupakan ajaran silat warisan jaman kuno, tampak bayangan telapak tangan berterbangan diselingi gemuruh guntur yang menggelegar, seluruh Hiat-to ditubuh lawan menjadi incaran jari jemarinya. Betapapun tingginya kungfu Kelin dan Kelong, kapan pernah menyaksikan ilmu pukulan selihay ini, denganjurus apa musuh menyerang, hakikatnya dia belum melihat jelas, maka dia tidak berani melawan dengan pukulan keras pula, dalam seribu kesibukannya lekas dia kembangkan ajaran perguruan yang tidak sembarang diajarkan kepada muridnya, yaitu Liu-sip- biau-hong-pou-hoat, badannya bergeming langkahpun bergerak.
Diluar tahunya jurus serangan Liok Kiamping tidak diteruskan, sebelum tenaga dikerahkan, telapak tangan kiri yang dilandasi tenaga berputar balik dengan jurus Liong-jiau- king-thian, secepat kilat menabok belakang batok kepala Keling yang gundul.
Kelong sedang kebingungan karena kuatir Kelin mati dibawah pedang Liok Kiam-ping, apapun dia tidak menduga bahwa gerak gerik lawan bisa segesit setan, tahu-tahu sudah putar balik kebelakangnya, serangannya jauh lebih dahsyat dan sigap dari serangan yang terdahulu. Padahal angin pukulan sudah menyentuh badan, berkelit jelas tidak sempat, namun dia tetap berusaha menjejak kaki, badannya mumbul kedepan, tapi terasa pinggangnya seperti ditumbuk Suatu benda ribuan kati. mulutnya seketika mengerang tertahan, orang nyapun ambruk tersungkur, darah menyembur sejauh setombak dari mulutnya.
Sudah tentu Kelin tersirap kaget, serasa terbang arwahnya, nyalinya pecah, lekas dia bersalto beberapa kali, menyelinap kedalam rombongan orang banyak terus menghilang.
Baru sekarang Liok Kiam-ping sempat menjelajah pandang sekelilingnya, dilihatnya si gede menggeletak ditanah, coh- siang-hwi melindungi mati-matian menghadapi serangan Yu- ling Kongcu, dia membatin sigede tentu semaput terkena pukulan Hek-sat-ciang yang beracun, padahal dengan kekebalan badannya, tak mungkin dia bisa kecundang secepat ini, kuatir coh-siang-hwi juga menjadi korban, lekas dia melesat kesana, tiba diarena. langsung dia menepuk tangan kearah Yu-ling Kongcu.
Pada saat yang sama, seorang jago pedang Tang-ling-kiong secara diam-diam menyelinap kebelakang si gede yang menggeletak miring tak bergerak. tiba-tiba pedangnya menusuk kepunggungnya. Sudah tentu cohsiang-hwi Ih Tiau- hiong tersirap gusar, bola matanya melotot membara, untuk membebaskan diri dari serangan Yu-ling Kongcujelas tidak bisa, mana mungking dirinya mampu menyelamatkan jiwa si gede.
Walau kepalang pusing tujuh keliling, pandangan berkunang-kunang, tapi kekebalan si gede ternyata tidak jadi pudar, punggungnya terasa sakit seperti kena lecutan pakaian dipunggung, bolong dan sobek. garis putih seperti goresan kapur menghias punggungnya.
Melihat si gede tidak kurang suatu apa, lega hati coh-siang- hwi, namun amarahnya juga memuncak. dia benci kepada jago yang membokong secara licik, tanpa bersuara dengan kertak gigi dia merangsa sengit.
Tang-ling-sin-kun didesak mundur berulang kali, karuan semakin membara amarahnya, semula dia berikrar untuk mengulur waktu, setelah para juru tembaknya menempati posisi yang menguntungkan baru akan mengganyang musuh. Tapi setelah dia menerawang arena pertempuran dilihatnya pihak sendiri jatuh korban lebih banyak. orang-orang Hong-lui- pang bertempur seperti banteng ketaton laksana harimau ngamuk celakanya dua padri Tibet yang diandalkan juga sudah dikalahkan, situasi jelas tidak menguntungkan pihaknya, bila tidak segera melancarkan pukulan jahatnya, kemungkinan urusan bisa berantakan, Serta merta dia kerahkan Hek-sat-ciang-kang, dua gumpal asap hitam menyembur dari telapak tangannya menerjang kearah Kim-ji- tay-beng yang menukik turun
Ditengah udara sedang menukik lagi, tahu-tahu dirinya disongsong semburan asap hitam uncuk memutar tubuh jelas tidal keburu lagi, lekas Kim-ji-tay-berg menahan napas serta memberatkan badan anjlok kebawah turun ditanah.
Liok Kiam-ping berhasil membatalkan sergapan Yu-ling Kongcu, baru saja dia hendak menyerang pula, ujung matanya menangkap situasi yang mengancam jiwa rekan-rekannya yang lain, dengan darah tersirap lekas dia menggentak, tubuhnya melambung. kedua tangan mumpung tubuh masih menerjang kemuka sekuatnya dia pukulkan menimbulkan damparan angin lesus.
Begitu keterjang angin lesus gumpalan asap hitam beracun itupun buyar, meski ada sebagian yang melanda kearah Kim- ji-tay-beng, untung dia sudah menutup napas, hingga asap racun tidak sampai melukainya. Tapi hatinya sudah kebat kebit dan mengucap syukur.
Mumpung Liok Kiam-ping menolong Kim-ji-tay-beng, Yu- ling Kong cupunya peluang berlari kearah barisan juru tembaknya.
Dalam pada itu Gin-ji-tay-beng masih bertarung dengan Hong Kiat, keduanya mengerahkan tenaga latihan puluhan tahun, gempur menggempur adu kekuatan. Kini napas Gin-ji- tay-beng juga sudah senin kempis, badan Hong Kiat sudah basah kuyup, napasnya berat tinggal satu-satu, Limu puluh jurus kemudian gerak gerik mereka mulai lamban. Setiap kali mengadu pukulan harus diselingi istirahat yang cukup makan waktu, begitu bentrok lantas terpencar pula, seperti bocah bermain petak satu sama lain saling kejar. Seratus jurus kemudian, gerakan mereka benar-benar diperhitungkan, keduanya sudah kehabisan tenaga, laksana dian yang hampir kehabisan minyak. namun jurus serangan yang dilancarkan justru merupakan ilmu simpanan yang sakti dan tunggal, cukup lama baru melontarkan sejurus serangan
Jian-li-tok-heng masih terus mempermainkan Tay-bok-it-siu dengan serangan dan olok-olok, tujuh turunan Tay-bok-it-siu telah dimakinya hingga mata mendelik rambut berdiri, saking murka dan gemas, ingin rasanya dia kremus musuh yang satu ini. Maka serangannya dilandasi kekuatan besar, laksana angin ribut saja dia menggempur dengan sengit.
Rangsakan badai Tay-bok-it-siu ini justru telah melanggar pantangan bagi setiap pesilat didalam arena pertarungan antara mati dan hidup. Melihat pancingan berhasil dan saat sudah tiba, maka Jian- li-tok- heng juga lancarkan permainan pukulannya mencapai puncak kehebatannya. Dengan sendirinya keadaan Tay-bok-it-siu lebih mendekati adu jiwa secara ngawur dan menghabiskan tenaga.
Kebetulan saat itu Jian- li-tok- heng tengah melancarkan jurus cui-hun-cu-bu, (mengejar mega menyandak kabut), kedua telapak tangannya menepuk secara bersilang, kecepatannya luar biasa. Dirangsak oleh serangan hebat ini Tay-bok-it-siu menyurut selangkah, telapak tangannya sekalian balas menepuk kepundak kiri mengincar Thian-cong- hiat di pundak kiri Jian-li-tok-heng mengundurkan kaki kiri, berbareng tubuhnya berputar ke kanan, dlkala berputar itulah sigap sekali tangan kiri sudah menggenggam dua butir biji teratai besi.
Bila tubuhnya sudah berputar berhadapan, tangan kanan mencengkeram pergelangan tangan Tay-bok-it-siu dengan jurus memetik bintang merogoh rembulan
Karena jarak terlampau dekat, Tay-bok-it-siu dipaksa berkisar sambil berkelit, diwaktu dia menyurut mundur inilah, tangan kiri Jian-li-tok-heng menutupi lengan kanan yang melengkung lalu menggunakan im-jiu menggentak. tampak dua titik bayangan gem melesat ke kanan kiri pundak Tay- bok-it-siu. Jurus Am-toh-tan-jiang (diam-diam menyebrang sungai) me rupakan jurus tunggal yang peranti untuk membebaskan diri dari ancaman elmaut berbareng balas menyerang, sebetulny merupakan permainan keji dan kotor, selama hidup jarang dia guankan, kini mengingat dirinya berada di sarang musuh, menguatirkan keselamatan para saudara yang lainpula, maka dia tidakpikirkan resikonya lagi, tapi setiap dia lancarkan jurus keji ini, tiada lawan yang mampu menyelamatkan diri.
Tay-bok-it-siu diburu amarah, hatinya tegang dilandasi emosi lagi, sehingga serangannya kurang kontrol, begitu merasa samberan angin tajam dia juga sudah menginsyafi adanya bahaya, secepat kilat dia berkisar sambil merendahkan tubuh, meski cukup sigap dia bergerak tak urung pundak kirinya terkena am-gi lawan
Jarak sedemikian, daya luncuran biji teratai besi teramat besar hingga senjata rahasia itu tembus melobangi pundaknya. Saking kesakitan dia menjerit ngeri, badannya terhuyung tiga langkah.
Kali ini Jian-li-tok-heng tidak memberi ampun lagi, laksana setan dia menubruk maju dengan mengayun kedua tangan menyerang Hong-kay-hiat dan Tam-tiong-hiat didada orang. Serangan ini lebih keji dan menamatkan riwayat orang. Karena terluka gerak gerik Tay-bok-it-siu sudah jauh lebih lamban, untuk berkelit sudah tidak mampu lagi, cepat dia sumbat beberapa Hiat-to bagian atas disekitar luka, sekalian menjatuhkan diri menggelundung kesana. Sayang usahanya tetap terlambat serambut, pukulan lawan menyerempet Seng- kiat- hiat dan telak mengenai dada, tubuhnya terlempar dua tombak darah menyembur dari mulutnya. begitu terbanting ditanah dengan luka parah dan semaput.
Jian-li-tok-heng tahu, pukulannya berusaha teramat berat, umpama tidak mati iblis tua ini pasti terluka parah, dalam jangka lima tahun paling cepat baru bisa memulihkan tenaga semula.
Setelah Tay-bok-it-siu dipukulnya roboh, tanpa ayal Jian-li- tok-heng menyerbu kearah Kim-ji-tay-beng sambil bersiul panjang keduanya mahir Ginkang tinggi, dari kiri kanan mereka menggencat musuh mengudak keluar kalangan- menyusurijalanan kecil mereka berlari kencang kearah kiri terus berputar balik, hanya dalam sekejap tanpa banyak mengeluarkan suara mereka sudah menyelinap kedalam hutan, Mereka merunduk hati-hati dan penuh perhatian menyelinap kebelakang barisan juru tembak yang sudah siap membidikkan bedilnya.
Mendadak keduanya membentak bersama, kedua tangan masing-masing menggempur dengan seluruh kekuatan mereka kearah kawanan juru tembak. Maka terjadilah penjagalan secara tuntas, di mana angin pukulan melanda jiwa melayang mayat bergelimpangan. Kaki tangan protol darah berhamburan. hanya beberapa orang yang sempat melarikan diri kedalam hutan karma jarak mereka tidak terjangkau oleh kekuatan pukulan mereka berdua, sekejap mata musuh telah ngacir dan tidak kelihatan lagi.
Lekas Jian-li-tok-heng melejit kedepan mendekati beberapa pucuk bedil yang ditinggalkan begitu saja, dengan gerak cepat dia kumpulkan beberapa pucuk bedil, serta memegang satu dan siap menarik pelatuknya.
Lain lagi yang dilakukan Kim-ji-tay-beng, dia langsung memanjat keatas ngarai yang berpohon rotan menjuntai kebawah, setelah melampaui sebuah gundukan karang, dia menyusuri lekukan karang menyelinap kebelakang hutan diarah lain, Ginkangnya tinggi gerakannya laksana burung elang yang menyelinap keselah-selah dahan pohon- Bila dia sudah tiba diatas kawanan juru tembak mendadak dia menarik kedua lengannya, laksana malaikat dewata dia terjun dari tengah udara. Juru tembak itu sedang tumplek perhatian kearah gelanggang pertempuran didepan sana, mimpi juga tidak menduga bahwa elmaut mengancam dari belakang hutan, malah penyergap mempunyai Kungfu tinggi, bila mereka sadar telah kedatangan musuh, untuk menyelamatkan diri atau bertindak sudah tidak keburu lagi.
Sebelum Kim-ji-tay-beng anjlok kebawah, tenaga sudah dikerahkan dikedua tangan, "Plak, plok" beruntun dua juru tembak terdekat telah ditempeleng dan ditabok batok kepalanya, dua jiwa melayang seketika. Begitu kedua kaki hinggap diatas tanah, ke dua tangannya lantas bekerja, cahaya emas lantas gemerlapan diudara, jeritan demijeritan, berapa kali dia gerakan tangan mengangkat kaki, beberapa orang telah dirobohkan lagi dengan patah tangan, kaki keseleo, mayat tumpang tindih.
Saat itulah juru tembak diarah kanan sana sudah mulai membidikkan bedilnya dengan suaranya yang menggelegar.. "Dar." asap mengepul pelor besipun beterbandan sehingga daon-daon pohon rontok berhamburan dengan suaranya yang keresekan.
Jian-li-tok-heng yang sembunvi di hutan sebelah depan segera menggeser arah bedil, tapi dia tidak berani balas menembak karena kuatir bila Kim-ji-tay-beng belum berhasil dengan sergapannya, pihak dirinya kemungkinan bisa jatuh korban lebih banyak, sekali salah langkah, urusan besar bisa gagal total.
Sementara itu Kim-ji-tay-beng sudah menyikat juru tembak dihutan sebelah kiri, segera dia angkat sepucuk senapan terus menembak kearah hutan sebelah kanan- "Dar." karuan orang- orang Tang-ling-kiong tersirap kaget dan bingung, namun nyali mereka memang sudah ciut, siapa berani mengadu jiwa raga sendiri dengan pelor besi yang mengandung pasir besi, ingin membuang bedil melarikan diri, namun Yu-ling Kong-cu berada dibelakang mendorong semangat tempur mereka, keadaan jadi serba susah, maju mundur berabe, terpaksa hanya mengeluh dalam hati.
Mendengar tembakan Kim-ji-tay-beng Jian-li-tok-heng kegirangan, segera diapun menarik pelatuk bedil menembak kearah kanan, serumpun lidah api menerjang kearah hutan sebelah kanan Maka Kim-ji-tay-beng tahu bahwa Jian-li-tok- heng juga sudah berhasil, tanpa ayal kembali dia membidik pula dengan beberapa kali tembakau. Reaksi jian-li-tok-heng juga tidak lambat, tembakan demi tembakanpun dibidikkan.
Suara "Dar, dor" tembakan bedil kuno memang cukup keras hingga mereka yang lagi berhantam ditengah arena pekak telinga.
Sudah tentu juru tembak orang-orang Tang-ling-kiong tidak hiraukan perintah lagi, beramai-ramai mereka lari lintang pukang keempat penjuru. Yu-ling Kongcu berkaok-kaok sambil mengancam, tapi menyelamatkan jiwa lebih penting, Siapapun tiada yang tunduk akan perintah dan ancamannya lagi.
Karuan amarahnya memuncak. sambil menggerung dengan mata membara dia melompat ma menerjang kearena, Hek- sat-ciang di lancarkan sekuat kemampuannya, yang dijadikan sasaran serangan kejinya adalah para Hiangcu, Thocu Hong- lui-pang. Tindakan Yu-ling Kongcu memang keji, di mana asap hitamnya menyembur, beberapa jiwa seketika melayang. Karuan beberapa jago kosen Hong-lui-pang yang sibuk mengganyang musuh dipaksa putar balik melindungi orang sendiri. orang-orang Tang-ling-kiong sebelumnya sudah menelan obat pena war racun, kalau musuh kuatir menghirup asap beracun sebaliknya pihak mereka menyerbu majupula beramai-ramai. Melihat situasi yang mendesak bertaut alis Liok Kiam-ping, mendadak dia membentak keras, tubuhnya melejit ke atas menubruk kearah Yu-ling Kongcu.
Begitu tekanan menjadi enteng, Tang- ling-sin-kun kini dapat bergerak bebas, make timbul niat jahatnya, jelas para juru tembak dan bedil pihaknya sudah terjatuh ketangan musuh, terpaksa dia kembangkan senjata ampuh satu-satunya yang masih ada yaitu melancarkan Hek-sat-ciang yang ganas.
Kini ganti dia yang melabrak ke rombongan orang-orang Hong-lui-pang. Lwekangnya tangguh maka Hek-sat ciang memperlihatkan kekuatannya yang mengejutkan, sebelum tenaga pukulan mengenai sasaran, semburan asap hitam telah melanda lebih dulu, siapa saja sedikit menghirup asap hitam ini, kontan jatuh pingsan-
coh-siang-hwi Ih Tiau-hiong berteriak: "Kalian harus menahan napas, cari tempat yang lebih tinggi dan melawan angin," cara yang diserukan ternyata memang tepat, dalam waktu dekat pihak Hong-lul-pang masih belum terancam secara fatal, namun untuk bertahan selamanya diposisi yang lebih menguntungkan jelas tidak mungkin, apa lagi mereka harus melindungi orang-orang yang sudah keracunan, balas menyerang juga serba susah.
Dalam pada itu Gin-ji-tay-beng dengan Hong Kiat sudah berhantam dua ratus jurus, tenaga kedua belah pihak sudah hampir ludes, bola mata mendelik bunder, keduanya saling melotot dengan langkah berat maju setindak demi setindak.
Mendadak Gin-ji-tay-beng menggeram rendah, tenaga terakhir dia kerahkan dikedua tangan terus menggempur kedepan, Gumpalan angin pukulan memang menerpa, tapi kekuatannya sudah jauh berkurang. Hong Kiat juga kertak gigi, kedua tangan terangkat lurus didepan dada, dari pusar dia kerahkan sisa tenaganya memapak pukulan lawan-\ "Blang" dua kekuatan beradu.
Kim-kong-ci Hong Kiat terg entak mundur pula tiga langkah, tubuhnya sempoyongan, tenggorokan terasa anyir, meski sekuatnya dia menahannya supaya tidak tumpah, tapi darah tetap meleleh dari ujung mulut, jelas luka-lukanya tambah parah. Giniji-tay-beng hanya tergentak selangkah, namun darah bergolak didadanya, matapun berkunang-kunang. Ternyata kedua musuh ini masih belum kapok, sudah selemah itu kondisi mereka, tapi masih belum ada yang mau kalah dan mengakhiri pertarungan adu jiwa ini. Dengan langkah berat limbung kembali mereka maju selangkah dua langkah akhirnya berhadapan pula dalam jarak dekat.
Tembakan-tembakan dari sebelah kanan sudah bungkam, Jian-li-tok-heng dan Kim-ji-tay-beng mendengar pertempuran ditengah arena bertambah kalut, maka mereka menduga Yu- ling Kongcu mengabaikan bedil-bedil, mereka terjun ketengah arena. Secepatnya mereka menghancurkan bedil rampasan, lalu meluruk kehutan sebelah kanan. Bedil-bedil yang ditinggalkan, mereka hancurkan pula, terus terjun ketengah gelanggang..
Tang-ling-sin-kun sudah mengembangkan Hek-sat-ciang pada tingkat paling tinggi, bau amis mengarungi seluruh gelanggang pertempuran, Gin-ji--ay-beng sedang mengadu kekuatan terakhir dengan Hong Kiat, keadaannya sudah benar-benar lemah kehabisan tenaga, mana dia sempat perhatikan keadaan sekelilingnya, kebetulan dia berdiri diposisi bawah jadi menghadap kearah datangnya angin
Sekilas dia tarik napas, hawa racunpun disedotnya cukup banyak, kontan badannya limbung dan tersaruk jatuh ditanah.
Kim-kong-ci Hong Kiat mengira ada peluang, mendadak dia menghimpun tenaga dan semangat, maju dua langkah tangannya terus diayun Untung Kim-ji-tay-beng terjun kearena tepat pada waktunya, melihat adiknya terluka dan semaput, kini hampir dipukul Hong Kiat pula, lekas dia menghardik sambit mempercepat langkahnya, laksana luncuran anak panah dia memburu kedepan Hong Kiat.
Sinar emas berkelebat, anginpun menderu kencang menindih keatas kepala Hong Kiat.. Tapi asap hitam mengebul menghadang jalan, Kim-ji-tay- bong harus bergerak secara hati-hati. sehingga gerakannya banyak tertunda, dengan sendirinya tenaga pukulannya banyak berkurang, maka Hong Kiat hanya tergentak mundur jatuh tersungkur.
Begitu tiba ditengah gelanggang tampak oleh Jian-li-tok- heng, orang-orang Tang-ling-kiong sudah memburu datang pula, yang diburu dan diincar adalah orang-orahg Hong-lui- pang yang sudah tidak berkutik ditanah, seorang Hiangcu yang semaput ditanah sudah terbunuh oleh bacokan senjata musuh, keadaan yang lain juga amat berbahaya. Lekas dia rogoh segenggam biji teratai besi, kedua tangan menimpuk dengan gaya hujan kembang di angkasa, dia taburkan biji teratai besinya kearah orang-orang Tang-ling-kiong.
Orang-orang Tang-ling-kiong tengah kegirangan, pikirnya dengan mudah dapat mengganyang musuh, tak nyana belum lagi mereka banyak bertindak jiwa sendiri sudah amblas disambar biji teratai besi, tidak sedikit yang menjerit roboh, yang selamat dan hanya terluka segera sipat kuping. Tapijumlah mereka memang terlalu banyak. yang depan roboh yang belakang maju pula. Walau biji teratai besi amat ampuh, betapapun tak mampu membendung arus manusia yang menyerbu secara bergelombang. jelas situasi amat mendesak.
Menghadapi situasi yang amat kritis coh-siang-hwi tidak pernah gugup atau bingung otaknya memang encer, disamping mencari akal dia bantu para Hiangcu dan Thocu, mumpung
Kim-ji-tay beng dan Jian-li-tok-heng memburu datang membendung serbuan orang-orang Tang-ling-kiong. lekas dia pimpin beberapa orang mengumpulkan kawan-kawan mereka yang roboh kesuatu tempat serta dijaga ketat, situasi berobah lebih enteng dan tidak segawat tadi.
Bukan kepalang benci Liok Kiam-ping akan kelicikan dan kekejian Yu-ling Kongcu dan bapaknya, begitu menerjang tiba dia menyerang dengan jurus Llong-kap-sin-gan. Wi- liong- ciang adalah ilmu pukulan digdaya, kini dia menyerang dengan amarah lagi. Maka perbawanya lebih dahsyat. Sekujur badan Yu-ling Kongcu seperti dikurung oleh lapisan telapak tangan
Dulu Yu-ling Kon-cu pernah kecundang ditangan Liok Kiam- ping, Lwekang Liok Kiam-ping sekarang jauh maju berlipat ganda, sebelum tenaga pukulan tiba, damparan angin sudah menyapu tiba, karuan pecah nyali Yu-ling Kongcu, lekas dia kembangkan langkah ajaibnya, sekuatnya mengegos tujuh kaki kepinggir.
Bahwa serangannya luput amarah Liok Kiam-ping semakin memuncak. segera dia melompat keatas denganjurus Llong- hwe-kiu-thian menyerang musuhnya pula.
Begitu ujung kaki menyentuh tanah, tenaga gempuran musuh laksana tindihan gunung ambruk telah mengancam punggungnya pula, untuk berkelit lagi kali ini sudah tidak keburu, tapi otaknya memang licik, meski terancam bahaya tidak lupa dia mencari akal menyelamatkan diri, terpaksa dia menjatuhkan diri dengan gerakan keledai malas bergulingan dia menggelundung setombak lebih.
Tenaga pukulan Liok Kiam-ping kedua inijauh lebih ampuh, "Biang" tempat dimara
Yu-ling Kongcu berpijak barusan terpukul bolong, tanahnya seperti dikeduk rata. Yu-ling Kongcu menggelundung cukup cepat, tapi sekujur badan teruruk oleh tanah yang terkeduk oleh kekuatan pukulan tangan Kiamping, keadaannya sungguh lucu dan ruyam.
Melihat putra kesayangannya terancam oleh Liok Kiam- ping, lekas Tang-ling-sin-kun memburu kebelakang Liok Kiam- ping, tanpa buka suara mendadak dia menggempur punggungnya. Tujuannya menolong jiwa putranya maka dapat dibayangkan perbawa kekuatan pukulannya. Tahu musuh menyergap dengan serangan dahsyat, Kiam- ping kerahkan Kim-kong-put-hoay-sin-kang menutup seluruh badan. Begitu teka nan pukulan Tang-ling-sin-kun tiba dibelakang tubuhnya, maka terdengarlah letupan beruntun, seperti riak gelombang yang berbuih terus sirna tanpa bekas.
Karuan saking kaget berobah air muka Tang-ling-sin-kun, pikirnya: "Sinkang bocah ini agaknya sudah pulih dan maju berlipat ganda pula malah, pertempuran hari ini agaknya sulit mempertahankan Tang ling- kiong pula." "karuan merinding bulu kuduknya, keringat dinginpun bertetesan. mendadak dia mencebir bibir bersiul sekali, diam-diam dia memberi tanda rahasia kepada Yu-ling Kong cu putranya supaya lekas melarikan diri. Sementara kedua tangan dengan segala daya kemampuannya menggempur Kiam-ping beberapa jurus. Mendengar suara Yu-ling Kongcu tahu maksud sang ayah, segera dia putar badan menyerbu kearena pertempuran orang banyak kembali dia kembangkan Hek-sat-ciang, seperti gila dia merabu kepada musuh.
Kuatir pihak sendiri jatuh korban pula, lekas Kiam-ping menepuk sejurus serangan kepada Tang-ling-sin-kun, dari arah samping mendadak dia mencegat ke sana. Ternyata tindakan Yu-ling- Kongcu hanya pancingan belaka, begitu Liok Kiam-ping memburu kemari, segera dia menyelinap kedalam rombongan anak buahnya terus menghilang. Setelah meluputkan diri dari serangan Kiam-ping, melihat sang putra sudah berhasil menyelamatkan diri, kuatir Kiam-ping membalik melibat dirinya dalam pertempuran sengit pula, lekas dia mencelat mundur, sempatjuga dia meraih tubuh Hong Kiat yang menggeletak terus lari kepinggir laut dan menghilang.
Kejadian berlangsung sekejap mata orang-orang yang lagi baku bantam itu ternyata tiada yang tahudan sadar bahwa Yu- ling sin-kun bapak dan anak telah melarikan diri.
Melihat tidak sedikit anak buahnya yang menggeletak keracunan, bila tidak segera diberi pertolongan, racun menyerang jantung, meski punya obat dewa juga takkan mungkin bisa ditolang lagi. Maka dia bekerja secara kilat, Hiat- to mereka dia tutuk satu persatu, lalu dia keluarkan tiga kelopak kembang teratai saiju, serta dibagi-bagikan kepada semua yang menjadi korban
Soat lian obat mujarab, bagi mereka yang keracunan membawa khasiat yang luar biasa, untung orang banyak tidak berat keracunan, tiga kelopak kembang salju itu sudah lebih dari cukup untuk menolong mereka.
Tengah Kiam-ping sibuk menolong anak buahnya itu, mendadak didengarnya sempritan melengking sahut bersahutan, waktu dia angkat kepala, dilihatnya anak buah Tang-ling-kiong sedang berlompatan mundur kepinggir laut dan ngacir kedalam hutan. Agaknya baru sekarang mereka sadar bahwa Tang-ling-sin-kun dan anaknya telah menyelamatkan jiwa lebih dulu, tahu Tang ling-kiong takkan kuat bertahan lagi, maka beramai-ramai mereka melarikan diri. Kim-ji-tay-bengJian-li-tok-heng dan lain-lain sudah mengudak dan mengganyang musuh, namun Kiam-ping keburu mencegah dan menarik balik mereka.
Lekas sekali para korban sudah siuman, Kiam-ping sendiri sudah mandi keringat. Belum lagi mereka sempat mengatur napas, mendadak dari arah barat daya terdengar dentuman keras, asap biru tampak meluncur ketengah udara lalu meledak keras memercikan kembang api dan asap merah. Itulah tanda bahaya yang sudah dipersiapkan oleh pihak Hong-lui-pang, karuan hati Kiam-ping beramai kaget dan gugup,
Kiam-ping membatin: Kemungkinan Pa-kim Tayhud sudah meluruk ke Kwi-hun-ceng, maka markas pusat perlu memberikan tanda bahaya dan minta bantuan Maka dia perintahkan Kim-ji-tay-beng dan It-cu-kiam Koan Yong sementara tetap tinggal diatas pulau ini, menghancurkan sarang musuh, untuk segera menyusul pulang. lalu Kiam-ping pimpin semua anak buahnya kembali, dengan tiga kapal yang mereka bawa lekas sekali mereka sudah berlayar menuju ke ciok-swi-cun.
Dalam perjalanan kembali ke ciok-wi-cun itulah, mendadak terlihat dari depan meluncur mendatangi sebuah tongkang kecil sempit yang berlajupesat kearah kapal mereka.
Lwekang Kiam-ping tangguh daya, penglihatannya jauh lebih tajam dari orang lain, jarak masih jauh, tapi dia sudah melihat Suma Ling-kong berdiri diujung tongkang sambil tolak pinggang mengawasi kedua kapal besar yang mendatangi. Kebetulan cuaca cerah cerah, tiada angin tiada ombak. kapal berlaju dengan kecepatan tinggi, dalam sekejap tongkang kecil itu sudah dalam jarak sepanahan Kiam-ping segera memberi tanda kapal memperlambat daya lajunya. setelah dekat benar, Kiam-ping memberi aba-aba lalu meraih tambang panjang yang dilemparkan Suma Ling-khong.
Tongkang kecil itujuga tidak dinaikan, cuma ditambat disamping kapal hingga berlaju jajar melanjutkan perjalanan kedepan.
Setelah berada di atas kapal Suma Ling-khong lantas melaporkan keadaan Kwi-hun-ceng. Ternyata Pa-kim Tayhud dengan ke empat muridnya telah meluruk ke Kwi-hun-ceng, katanya mau menuntut balas kematian Keting dan Keling. Ai- pong-sat Thong cau dan Pi-lik- jiu cin Khay sedang pimpin seluruh kekuatan yang ada menghadapi tantangan musuh.
Lwekang tangguh, kepandaian tinggi, seorang diri Ai-pong- sut Thong cau masih mampu menghadapi Pa-kim Tayhud seorang, tapi keempat murid besarnya itujuga memiliki Kungfu tinggi, beringas dan mahir berperang, jelas Pi-lik-jiu ciu Khay danpara Hiang-cu yang ditinggalkan susah melawan ketangkasan mereka. Beruntung jumlah mereka lebih banyak dengan kekuatan keroyokan yang terpimpin, sementara serbuan musuh masih dapat dibendung. Melihat situasi amat mendesak. jiwa orang-orang sendiri terancam bahaya, suatu kesempatan Ai-pong-sut menimpuka n pelor tanda bahaya. Dalam jarak belasan li orang-orang Hong-lui-pang dipendam sepanjangjalan antara markas pusat sampai ke ciokswi-cun, maka secara beruntun, dari satu penjagaan kepenjagaan yang lain tanda bahaya dan minta bantuan itu terus disambung sehingga terlihat dari Tang ling- kiong. Terakhir Suma Ling-khong yang melepas tanda s.o.s itu sehingga terlihat oleh Liok Kiamping dan lain-lain
Segera Kiam-ping suruh coh-siang-hwi dan lain-lain membantu para kelasi sehingga kapal layar ini laju lebih cepat lagi, beruntung saat itu ada angin buritan lagi, sehingga perjalanan yang biasa makan waktu dua jam kali ini bisa ditempuh dalam satu jam lebih sedikit, lekas sekali orang banyak sudah mendarat di ciokswi-cun.
Suma Ling-khong kembali menjadi pelopor barisan, dia menunjukan jalan dan arah sehingga Liok Kiam-ping bisa terus membedal kuda secara berganti memburu ke Kwi-hun-ceng, belum setengah perjalanan kuda mereka sudah ambruk keletihan, terpaksa mereka ganti berlomba lari, semula rombongan mereka masih bisa bergerombol, namun karena Ginkang masing-masing berbeda lama kelamaan banyak yang ketinggalan di belakang, jarakpun makin jauh.
Celaka adalah si gede yang tidak pernah meyakinkan Ginkang, dia hanya bisa barlari dengan langkah lebar, meski sudah kerahkan seluruh tenaganya, tetap dia ketinggalan paling belakang. keringat sudah membasahi badan, napas juga egos-ngosan.
Dua jam lamanya Liok Kiam-ping tancap gas, berlari dalam keeepatan tinggi, Kwi-hun-ceng sudah tampak dikejauhan- Jarak masih cukupjauh, namun dia sudah mendengar gegap pertempuran yang riuh rendah.
Amarah Kiam-ping mendidih dirongga dadanya, segera dia percepat larinya, tubuhnya meluncur bagaikan anak panah melampaui sungai pelindung perkampungan Sekilas dilihainya Ai-pong-sut sedang berhantam sengit melawan seorang padri Tibet bertubuh tinggi besar berkasa merah dengan gelang emas melingkar diatas kepalanya yang gundul. Takjauh dipinggir sana, Pi-likjiu ciu Khay bersama orang-orang Hong- lui-pang lainnya sedang mengerubut dua padri Tibet kasa kuning yang menyerang bagai serigala kelaparan jelas pihak mereka terdesak payah meski berjumlah lebih banyak. dipinggir gelanggang menggeletak tiga mayat orang-orang pihak Hong-lui-pang yang jadi korban keganasan musuh.
---ooo0dw0ooo---
Marilah kita bertolak kebelakang sejenak. Dua hari setelah rombongan Kiam-ping berangkat, menjelang lohor peronda kampung jauh diluar garis sungai pelindung berlari tergopoh mernberi laporan: "Ada lima padri yang tidak diketahui asal usulnya, tanpa hiraukan peringatan juga tidak mau menjelaskan maksud kedatangan mereka, tapi Lwekang dan Kungfu mereka teramat tinggi terus menerjang kedalam perkampungan, beberapa kawan telah ditutuk mati kutu, gelagatnya tidak menguntungkan bagi Hong-lui-pang kita."
Ai-pong-sut yang memperoleh laporan melengak kaget, sejenak dia berpikir tak habis dia berpikir, kawan atau musuh yang meluruk datang, lekas dia panggil Pi-lik-jiu dan pimpin para Hiang-cu yang lain keluar menyambut, tak lupa dia perintahkan perketat penjagaan
Waktu mereka tiba dipintu gerbang perkampungan, tampak lima padri berdiri jajar menghadang pintu. Yang berdiri ditengah adalah seorang Thauto (imam berambut) dengan rambut ubanan muka merah seperti bayi usianya sudah tujuh puluhan, kedua matanya terpejam, wajahnya yang keriputan tampak merah, mirip sebuah patung batu, yang diletakan ditengah jalan. Dikanan kirinya berdiri masing-masing dua padri berkasa kuning, semuanya beralis tebal, mata melotot bertampang bengis dan menyeramkan
Ai-pong-sut Thong cau membatin: "orang sering bilang, bukan naga ngamuk takkan menyebrang kali, kawanan padri yang tidak memiliki kepandaian tinggi takkan berani bersikap garang dan berani meluruk ke Kwi-hun-ceng, maksud kedatangan mereka jelas hendak mencari gara-gara, hari ini aku harus hadapi mereka dengan hati-hati, apalagi tampang mereka begitu bengis dan buas, jelas bersikap bermusuhan" segera dia tampil kedepan serta menyapa lantang: "Harap tanya siapakah nama-nama gelar Taysu dan tetirah dikelenteng mana selama ini ? Apa maksud kedatangan kalian ke Kwi-hun-ceng kita ? Semoga sudi menjelaskan pula."
Padri berambut dengan tubuh kekar gede ditengah mendadak membuka kedua matanya, sinar terang mencorong dari bola matanya, suaranya berat: "Asal Pat-pi-kim- liong keluar, urusan akan mudah dibereskan, kalian tidak perlu tanya siapa kami.'
Melihat betapa j umawa sikap mereka, "Ai-pong-sut yang berdarah panas ini amat gusar, tapi latihan Lwekangnya tinggi, kesaabarannya juga melebihi orang biasa, Sebelum dia tahu asal usul lawan dan tahu maksud kedatangannya, sedapat mungkin dia kendalikan emosi, katanya: "Siang kemaren karena sesuatu urusan penting Liok pangcu sedang keluar pintu. Taysu boleh jelaskan apa maksud kedatanganmu, bila dia sudah pulang pasti akan kulaporkan kepadanya."