Bagian 19
Untuk sesaat, mata Tan Ki jadi terbelalak dan mulutnya terbuka lebar. Dia sama sekali tak mengira permintaan Oey Kang merupakan hal yang sedimikian rupa…
Cukup lama dia tidak sanggup memberikan jawaban. Dengan identitas Cian bin mo-ong Tan Ki muncul di dunia Kangouw, dalam setengah tahun dia sudah menimbulkan kegemparan yang hebat. Entah sudah berapa banyak marabahaya yang dihadapinya, belum lagi memecahkan berbagai kesulitan yang pelik. Tetapi, urusan di depan matanya sekarang, merupakan persoalan yang paling rumit dalam seumur hidupnya!
Mungkin, dia tidak sanggup menyelesaikan masalah pelik kali ini…
Karena kalau menurut makna kata-kata Oey Ku Kiong, dia memang sudah jatuh cinta kepada Kiau Hun. Sekarang Tan Ki diminta menjadi perantara dan mengenalkan gadis itu kepadanya?
Tidak mungkin, tidak mungkin…
Hatinya terus berpikir keras, kepalanya pun terus menggeleng. Matanya beralih memandang ke arah Mei Ling yang ada dalam bopongannya. Tanpa dapat mempertahankan diri lagi, bibirnya tertawa sumbang.
Kalau dia tidak mengabulkan permintaan Oey Ku Kiong, tentu dia juga tidak bisa men- dapatkan obat penawarnya. Kesadaran Mei Ling juga sulit dipulihkan untuk selamanya… Bukankah hal ini merupakan kejadian yang mengenaskan serta menakutkan?
Berpikir sampai di sini, tanpa sadar tubuhnya bergetar. Seluruh bulu kuduk dirinya meremang. Hatinya kalut bukan main, hal ini malah membuat keringatnya terus menetes membasahi keningnya!
Oey Ku Kiong sudah menunggu sekian lama, namun dia masih belum memperoleh jawaban dari Tan Ki. Anak muda itu malah berdiri termangu-mangu dan mata menerawang. Hatinya mulai kehabisan sabar, dia mengembangkan seulas senyuman yang licik.
“Urusan ini ada dalam genggaman Tan Heng sendiri. Kau hanya perlu menyampaikan beberapa patah kata, bukan urusan yang sulit sekali. Tetapi kalau, Tan Heng tidak bersedia, aku juga tidak berani memaksa.”
“Ini…” Tan Ki tampaknya masih bimbang, suaranya tersendat-sendat seakan tidak tahu apa yang harus diucapkannya.
Oey Ku Kiong tertawa dingin.
“Dalam hal ini Tan Heng tidak mempunyai pilihan lain. Oleh karena itu tidak perlu mengulur waktu. Bersedia atau tidak tergantung dirimu sendiri. Kau hanya perlu menganggukkan kepala atau menggeleng saja.”
“Urusan ini menyangkut diri Cen Kouwnio secara langsung, bukan aku yang dapat menen-tukan. Kau suruh aku harus bagaimana?”
“Jadi kau sudah setuju?” suara Oey Ku Kiong seakan mengandung kegembiraan yang besar sekali.
Tan Ki menggelengkan kepalanya.
“Kata-kata yang aku ucapkan tadi hanya ungkapan kesulitan dalam hati. Mana pernah aku mengatakan setuju?”
Begitu kata-katanya itu terucapkan, tampang Oey Ku Kiong benar-benar di luar dugaan.
Wajahnya yang tampan dan kurus langsung berubah hebat.
“Kalau begitu, Tan Heng benar-benar tidak sudi membantu sama sekali?” bentaknya marah.
Tan Ki tersenyum simpul.
“Oey Heng salah paham terhadap maksud Cayhe, hal ini sulit dilaksanakan meskipun niat untuk membantu ada. Aku lihat…”
Tiba-tiba mulut Oey Ku Kiong mengeluarkan suara raungan yang keras. Tangannya mencengkeram, saat itu juga timbul bayangan jari yang banyak dan mengancam dada Tan Ki. Kecepatan gerakannya seakan tidak memberi kesempatan bagi lawan untuk mengatur nafas sedetik pun.
Serangan yang tidak terduga ini, benar-benar tidak boleh dianggap ringan. Hati Tan Ki langsung tercekat. Dia menarik nafas panjang- panjang kemudian mencelat ke belakang sejauh tiga langkah.
Tan Ki sedang menggendong Mei Ling. Dengan demikian beban tubuhnya menjadi semakin berat, tetapi ketika dia mencelat ke belakang, gerakannya demikian ringan dan cepat.
Terdengar Oey Ku Kiong mendengus dingin. “Sambut lagi sejurus seranganku ini!”
Dua buah pukulan yang mengeluarkan suara menderu-deru secara berturut-turut dilancarkan. Angin yang ditimbulkannya sangat dahsyat, bahkan debu dan pasir yang terhampar di atas tanah jadi beterbangan sehingga menimbulkan kumpulan yang menyamarkan pandangan mata. Meskipun sebutir pasir yang halus, namun terhempas angin pukulannya dapat menjadi benda tajam yang beterbangan. Setiap butirnya bagaikan anak panah yang menyakitkan apabila terkena pada kulit.
Tan Ki menduga usia lawannya hampir sebaya dengan dirinya sendiri, namun tenaga dalamnya sudah begitu hebat. Tanpa sadar hatinya jadi tercekat.
“Bagus!” teriaknya memuji.
Pundaknya dimiringkan sedikit dan kakinya melancarkan sebuah tendangan, kemudian secara mendadak dia mencelat ke belakang sejauh tujuh delapan langkah. Rangkuman tenaga pukulan yang dahsyat menggetarkan pakaiannya sampai berkibar-kibar.
Dua orang ahli silat apabila bergebrak, kecepatannya bagai kilat yang menyambar.
Kedua orang itu sudah bertarung dalam dua jurus, gerakan mereka selalu maju kemudian mundur kembali. Dalam waktu sekejap saja mereka sudah sadar bahwa kali ini mereka telah bertemu dengan lawan yang seimbang.
Wajah Oey Ku Kiong tampak kelam. Dia menunggu sampai kaki lawannya baru menginjak tanah, tiba-tiba dia maju ke depan dan merapat ke arah lawannya. Dengan jurus Jubah Indah Menutupi Daya Im, dia melancarkan sebuah pukulan yang mengancam arah pinggang lawannya.
Tenaga dalamnya sangat kuat, dengan berturut-turut dia melancarkan tiga jurus. Gerakannya semakin lama semakin cepat. Jurusnya belum dikerahkan sampai selesai, angin yang timbul dari pukulannya sudah menghempas dengan kuat ke arah wajah Tan Ki sampai terasa agak perih.
Tan Ki sedang membopong Mei Ling, tentu saja dia tidak bisa melepaskan serangan balasan. Terpaksa tubuhnya melesat lagi ke samping untuk menghindarkan diri. Kedua orang itu terus bergebrak, yang satu menyerang, yang lain menghindar. Lambat laun dapat dipastikan bahwa Tan Ki yang akan berada di pihak pecundang.
Tiba-tiba… terdengar suara tawa panjang yang memecahkan keheningan dan berkumandang menggetarkan gendang telinga kedua orang itu. Tanpa dapat ditahan lagi, keduanya jadi tertegun. Pada waktu yang bersamaan, keduanya memalingkan wajahnya serentak…
Masih lumayan kalau tidak melihat, sekali pandang wajah Tan Ki yang tampan segera berubah hebat. Hatinya menjadi gentar, keringat dingin pun langsung mengucur membasahi keningnya. Tanpa terasa dia berseru…
“Celaka! Kali ini belum tentu aku dapat meloloskan diri!”
Rupanya Tan Ki melihat orang yang paling ditakutinya. Dalam jarak berapa depa di de- pannya, berdiri seorang tua yang mengenakan jubah hijau. Di sampingnya berdiri seorang gadis berpakaian hitam dengan bahu menyandang pedang. Siapa lagi kalau bukan kakek serta cucunya, Lok Hong dan Lok Ing.
Tampaknya dari kejauhan mereka sudah melihat Tan Ki. Sepasang alis Lok Ing perlahan-lahan terjungkit ke atas. Lambat laun dia melangkah mendekati Tan Ki. Dia berhenti kurang lebih setengah depa di hadapan anak muda itu.
“Siapa yang kau gendong itu?” tanyanya dengan suara membentak. “Seorang teman.” tampaknya Tan Ki juga tidak berani membohongi gadis itu.
Jawabannya wajar sekali.
Lok Ing langsung tertawa dingin. “Masa cuma teman biasa?”
Mendengar sindirannya, Tan Ki jadi tertegun. Kalau ditilik dari ucapannya, tampaknya ada sedikit nada cemburu di dalamnya, jangan-jangan gadis ini juga…
Begitu pikirannya tergerak, saking terkejutnya seluruh tubuh Tan Ki sampai mengeluarkan keringat dingin, jantungnya berdebar-debar!
Tiba-tiba terlihat Lok Ing mengulurkan tangannya dan dengan cepat meluncur ke arahnya. Dalam waktu yang bersamaan terdengar mulutnya berkata, “Biar aku lihat siapa gadis itu, berani-beraninya…”
Kata-kata berikutnya seolah sulit diteruskan, Dia merasa jengah. Baru mengucapkan setengahnya saja, mulutnya langsung membungkam. Gerakan tangannya justru bertambah cepat.
Tan Ki paham sekali watak gadis ini yang ugal-ugalan dan tidak pernah pakai aturan. Melihat gerakannya yang begitu hebat, dia jadi terkejut setengah mati. Kedua pundaknya segera dimiringkan dan kakinya mencelat mundur sejauh tiga langkah.
Melihat niatnya tidak tercapai, hawa amarah dalam dada Lok Ing meluap seketika. Wa- jahnya sungguh tidak enak dilihat.
“Kau berani menghindar?” bentaknya keras.
Pergelangan tangannya memutar. Kakinya mendesak ke depan dua langkah. Sekali lagi dia menyerang lagi ke arah dada Tan Ki. Tenaganya sangat dahsyat, timbul gulungan angin yang mengeluarkan suara menderu-deru!
Perlahan-lahan Tan Ki menggeser tubuhnya dan melesat ke samping. Meskipun dia seorang manusia yang angkuh dan tinggi hati. Tetapi karena hatinya ada ganjalan, dia tidak berani membalas menyerang setengah jurus pun. Menghadapi sikap Lok Ing yang ugal-ugalan, tampaknya dia kehabisan akal dan terpaksa menahan kekesalan yang berkecamuk dalam hatinya.
Bahkan Oey Ku Kiong yang berdiri di samping menyaksikan kejadian yang berlangsung di depan matanya, meskipun ia sendiri barusan berhadapan dengan Tan Ki sebagai musuh, juga benci dengan tindakannya yang semena-mena. Diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya dan bersiap memberikan bantuan kepada Tan Ki.
Oey Ku Kiong bukan bermaksud mencari gara-gara dengan gadis itu. Namun sikap Lok Ing yang bertindak seenak perutnya sendiri, membuat anak muda itu menjadi tidak senang melihatnya.
Tepat pada saat itu, terdengar lagi suara bentakan Lok Ing… “Coba kalau kau masih berani menghindar!”
Dia langsung melancarkan sebuah pukulan yang hebatnya bukan main!
Berkali-kali Tan Ki didesak sedemikian rupa. Sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas. Hawa amarahnya mulai meluap. Begitu matanya memandang, pandangannya menangkap diri Lok Hong yang berdiri di sudut dengan tertawa terkekeh-kekeh. Terpaksa dia menelan kembali kemarahannya yang sudah mulai berkobar. Malah hatinya jadi bergidik. Secepat kilat tubuhnya menggeser ke samping dan dengan mudah dia dapat menghindarkan diri dari serangan Lok Ing yang untuk ketiga kalinya itu.
Secara tiga kali berturut-turut, serangan Lok Ing mengalami kegagalan. Dia merasa dadanya menjadi sesak seakan baru saja mendapat hinaan yang hebat. Tangannya menuding ke arah Tan Ki. Saking kesalnya dia sampai tidak sanggup mengucapkan sepatah kata-pun. Kemudian tampak dia menghentakkan kakinya di atas tanah berkali- kali. Air matanya pun mengalir dengan deras.
Lok Hong cepat-cepat menghampirinya. Bibirnya tersenyum lembut.
“Cucu yang baik, dari tadi kau terus mengoceh ingin bertemu dengannya. Mengapa setelah bertemu malah mengajaknya berkelahi? Bahkan pakai menangis segala… aih, aku benar-benar kewalahan menghadapi sifatmu.”
Orangtua ini merupakan seorang pangcu dari sebuah perkumpulan besar. Tetapi menghadapi cucunya yang satu ini, dia menyayanginya bagai permata hati. Melihat gadis itu demikian kesal dan sakit hati bahkan sampai mengalirkan air mata, terpaksa dia mendekatinya dan menghiburnya dengan kata-kata yang lembut.
Siapa nyana, masih mending kalau Lok Hong tidak menasehatinya. Begitu mengucapkan kata-kata yang menghibur hati, tingkah laku Lok Ing semakin menjadi-jadi.. Dia langsung menubruk ke dalam pelukan Lok Hong dan menangis dengan suara meraung-raung.
Lok Hong jadi kelabakan, dia terus membelai rambut gadis itu dan menghiburnya dengan kata-kata yang lembut.
“Jangan menangis, jangan menangis, Cucuku yang tersayang, anak manis.”
Setelah menangis sesaat, Lok Ing seakan merasa tangisan itu tiada artinya. Dia men- dongakkan wajahnya, tangannya menuding
Tan Ki.
“Dia… dia menghina aku. Yaya, kau tempeleng mukanya tiga kali, agar kekesalan hatiku agak surut!”
Lok Hong tersenyum simpul. “Hal ini mudah sekali.”
Tidak tampak bagaimana dia menggerakkan tubuhnya, hanya terlihat bayangan berkelebat, tahu-tahu dia sudah sampai di hadapan Tan Ki.
Gerakan yang aneh dan cepat, benar-benar membuat orang yang melihat jadi terkesiap!
Bahkan Oey Ku Kiong juga terkejut sekali melihat hal yang di luar dugaannya itu. Dia tidak menyangka orangtua yang tampangnya tidak istimewa sama sekali, ternyata memiliki ilmu yang demikian tinggi!
Terdengar suara Plak! Plak! Plak! Sebanyak tiga kali. Tampak telapak tangan Tan Ki meraba pipinya sembari mencelat mundur. Sebetulnya, apabila dia berniat menghindar, tentu saja bukan hal yang sulit. Tetapi mengingat seluruh ilmu silatnya merupakan hasil curian dari kuburan para leluhur orangtua yang ada di hadapannya ini, tentu saja dia tidak berani memamerkan kepandaiannya sedikitpun juga. Dirinya bagai seorang maling kecil yang berhadapan dengan si pemilik barang. Kalau dia berani mengelak, berarti dirinya sendiri yang mencari bencana. Oleh karena itu, melihat ta-ngan Lok Hong bergerak menampar pipinya secara bergantian sebanyak tiga kali, dia bahkan tidak berani menggeser sedikit juga. Setelah hukuman itu selesai dijalankan, Tan Ki baru berani mencelat mundur ke belakang. Dia menahan hawa amarah dalam dadanya dalam-dalam.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin dari mulut Lok Ing.
“Bagus! Rupanya kau hanya takut kepada Yaya. Terhadap diriku kau malah menganggap berhadapan dengan seorang bocah berusia tiga tahun.”
“Bukan begitu persoalannya!” bentak Tan Ki marah. Biar bagaimana, dia merupakan seorang pemuda yang tinggi hati namun jujur. Mendapat caci maki dari Lok Ing, tanpa sadar dia kelepasan bicara. Tetapi setelah mencetuskan ucapannya, dia malah merasa menyesal secara diam-diam.
Lok Hong tersenyum simpul.
“Beberapa kali bertemu muka, Laote selalu menghindar saja dan tidak membalas sedikitpun. Kalau hatimu merasa tidak puas, mengapa tidak main-main saja dengan Lohu beberapa jurus?”
“Ini…” Tan Ki tidak berani langsung menyetujui.
“Tidak usah begini, begitu… ayolah!” sembari berkata, Lok Hong maju beberapa langkah kemudian berhenti di hadapannya. Bibir orangtua itu tersenyum simpul. Wajahnya tidak menunjukkan kegarangan sama sekali. Tidak seperti orang yang akan berhadapan dengan musuhnya.
Menghadapi keadaan seperti ini, Tan Ki jadi serba salah. Saat ini dia sedang membopong Mei Ling, mana mungkin dia tega melepaskannya dan melawan Lok Hong? Lagi pula, ilmu silat yang dimilikinya merupakan…
Untuk sesaat, dia menjadi bimbang tak menentu. Dalam waktu yang cukup lama dia hanya berdiri dengan termangu-mangu dan tidak berani maju selangkah pun.
Tiba-tiba…
Serangkum angin terasa menerpa, sesosok bayangan berkelebat, tahu-tahu Oey Ku Kiong sudah berdiri di antara kedua orang itu. Kemunculannya begitu cepat dan tidak terduga-duga. Hal itu benar-benar di luar perkiraan Lok Hong. Melihat dia muncul dengan tiba-tiba, orangtua itu terkejut sekali. Namun untuk sesaat, penampilannya pulih kembali.
“Apa yang kau inginkan?” bentaknya dengan suara keras.
Oey Ku Kiong tertawa dingin. “Seorang perempuan yang sama sekali tidak tahu aturan, didampingi orangtua yang tidak tahu diri. Benar-benar pasangan yang serasi. Berani- beraninya datang ke Pek Hun Ceng untuk menghina orang, hal ini sungguh membuat pandangan orang she Oey jadi tidak enak. Sekarang aku berharap dapat menjajal barang beberapa jurus.”
Lok Hong mendengus berat. “Orang lain boleh menganggap Pek Hun Ceng seperti tempat bersemayamnya seekor naga sakti atau gua harimau. Tetapi dalam pandangan Pangcu ini, malah hanya seperti liang kelinci atau sangkar burung. Tidak ada hal yang istimewa sama sekali.”
“Jangan sangka karena kau bisa masuk dengan seenaknya, maka kau seakan melangkah ke tempat yang kosong. Kau kira kau bisa datang dan pergi seenaknya. Sebentar kalau kau bertemu dengan ketiga puluh enam Jendral Langit, baru kau tahu rasa!”
Lok Hong mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak. Suaranya bagai geraman seekor naga yang berkumandang sampai kejauhan serta menggetarkan hati orang yang mendengarnya.
“Omong kosong saja buat apa, aku justru ingin mencoba sampai di mana kehebatan Pek Hun Ceng yang dapat membuat hati para pendekar di dunia Kangouw kebat-kebit.”
Oey Ku Kiong mendengus satu kali. Ujung lengan bajunya disingkapkan, telapak tangan kanannya diulurkan. Terdengar suara yang menderu-deru, dalam keadaan marah dia melancarkan sebuah pukulan.
Lok Hong menganggap dirinya sebagai angkatan tua dalam dunia Kangouw, mana mau dia mengambil keuntungan dari anak muda itu? Dia menarik nafas dalam-dalam,
kemudian mencelat mundur sejauh tiga empat langkah. Tadinya dia bermaksud mengalah tiga empat jurus kepada Oey Ku Kiong.
Tetapi siapa memangnya Oey Ku Kiong itu, mana boleh disamakan dengan pemuda sembarangan. Ketika Lok Hong mencelat mundur, otomatis dia sudah kehilangan kesempatan menyerang terlebih dahulu. Tiba-tiba mulut Oey Ku Kiong mengeluarkan suara bentakan, kakinya melangkah maju. Dia mendesak ke depan kemudian dalam waktu yang bersamaan, dia mengerahkan delapan jurus secara berturut-turut, kakinya pun mengirimkan dua buah tendangan.
Tampak bayangan telapak tangan diiringi deru angin yang keras. Suaranya mendesing- desing, seperti setan-setan gentayangan yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah dan menyerang serentak. Suara ratapannya menggetarkan hati.
Lok Hong merasa hatinya tercekat, dia tidak menyangka seorang pemuda yang masih ingusan dapat memiliki tenaga dalam sehebat itu. Bahkan kecepatannya juga mengagumkan. Begitu terperanjatnya sampai-sampai wajah orangtua ini langsung berubah. Hampir saja dia terkena tendangan Oey Ku Kiong. Secepat kilat tubuhnya menghentak serta melayang ke belakang.
Kali ini, Lok Hong benar-benar tidak berani memandang ringan musuhnya lagi. Dia segera memusatkan perhatiannya untuk menghadapi anak muda itu dengan sungguh- sungguh.
Lok Hong merupakan Pangcu dari Ti Ciang Pang. Meskipun dia j arang berkelana di dunia Kangouw dan namanya tidak termasyhur seperti si pengemis sakti Cian Cong. Tapi, ilmu silatnya tidak kalah dibandingkan tokoh-tokoh tua yang lainnya. Begitu perhatiannya dipusatkan, biar bagaimana pun gencar dan kejinya serangan Oey Ku Kiong, tetap saja dapat dielakkan maupun dipecahkan dengan mudah oleh Lok Hong.
Dalam waktu yang singkat, dia telah diserang sebanyak belasan jurus, tetapi semuanya hanya saling bergebrak kemudian mundur kembali. Kejadiannya berlangsung cepat dan keji. Bahkan Tan Ki dan Lok Ing yang melihatnya sampai merasa mata mereka berkunang- kunang.
Tiba-tiba terdengar suara yang menggelegar, seluruh permukaan tanah langsung bergetar, tampak sosok tubuh Oey Ku Kiong terhuyung-huyung kemudian terdesak mundur sejauh tujuh delapan langkah.
Rupanya tiba-tiba Lok Hong merasa dirinya sebagai Pangcu Ti Ciang Pang yang besar.
Apabila untuk meringkus seorang bocah ingusan saja dia tidak sanggup tentu akan menjadi bahan tertawaan para sahabat di dunia Kangouw kalau sampai berita ini tersebar keluar. Pada saat itu, ke mana kegagahannya yang dibanggakan dan di mana wajahnya harus diletakkan?
Begitu pikirannya tergerak, hawa pembunuhan pun langsung memenuhi hatinya.
Sepasang telapak tangannya telah terhimpun seluruh kekuatannya, dengan posisi menahan di depan dada dia menghantamkan sebuah serangan.
Serangannya ini telah diperhitungkan matang-matang. Dia sudah dapat mengira dengan tepat arah mundur Oey Ku Kiong, sehingga mau tidak mau dia harus menyambut pukulan Lok Hong.
Begitu kekuatan keduanya telah beradu, Oey Ku Kiong merasa aliran darahnya seakan membalik, langkah kakinya menjadi goyah dan tanpa dapat dipertahankan lagi dia tergetar mundur beberapa langkah.
Biar bagaimanapun, tenaga dalam Lok Hong memang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak muda itu. Cara beradu pukulan dengan kekerasan juga sangat berbahaya. Lagipula sulit dihindarkan. Meskipun silat Oey Ku Kiong mengandung berbagai macam jurus yang aneh, tetapi karena dalam bidang tenaga dalam mengalami kekalahan, akhirnya dialah yang menjadi pecundang.
Dengan mengandalkan kelebihan dirinya, Lok Hong memaksa Oey Ku Kiong menyambut pukulannya dengan kekerasan. Setelah itu dia tidak memberi kesempatan sama sekali kepada anak muda itu untuk mengatur pernafasannya. Mulutnya mengeluarkan suara bentakan, lengannya yang kokoh bagai besi langsung terulur kembali. Serangkum angin yang kuatnya bukan main langsung menerpa datang. Ketegangan, kematian seakan mendesak ke arah Oey Ku Kiong!
Kalau Lok Hong benar-benar melancarkan pukulannya, Oey Ku Kiong pasti tidak sempat lagi mengerahkan tenaganya untuk menyambut.
Tiba-tiba…
Terdengar suara siulan yang panjang memecahkan keheningan. Sesosok bayangan berkelebat ke arah mereka dengan cepat!
Hati Lok Hong terkesiap, rangkuman tenaga pukulannya yang kuat ternyata berhasil didorong oleh pukulan orang itu dengan cara kekerasan. Tubuhnya lalu melesat lewat di samping Oey Ku Kiong.
Begitu matanya memandang, ternyata orang yang turun tangan itu adalah Tan Ki yang selalu mengalah dan dipukul berkali-kali tanpa pernah membalas. Tentu saja dia jadi tertegun seketika.
Rupanya, meskipun Tan Ki adalah seorang
pemuda yang tinggi hati namun dia juga orang j yang mengenal budi. Melihat Oey Ku Kiong terjerumus dalam keadaan yang membahayakan jiwanya hanya karena persoalan dirinya, rasa kegagahannya pun terbangkit. Rasa takutnya terhadap Lok Hong seolah tersingkirkan. Oleh karena itu, dia meletakkan Mei Ling perlahan-lahan di atas tanah, kemudian tubuhnya bergerak serta melayang di udara. Dengan tepat dia menyambut serangan Lok Hong yang keji ke arah Oey Ku Kiong.
Pada saat itu juga, dia tidak mempertimbangkan akibat apapun. Begitu mengeluarkan suara siulan yang panjang, dia sudah mengambil keputusan untuk melancarkan sebuah pukulan dan dengan keras menyambut serangan Lok Hong. Dirinya sendiri terdorong oleh rangkuman tenaga yang dahsyat sehingga tergetar mundur dua langkah.
Tepat pada saat itu juga, suasana yang tegang seakan menjadi dua kali lipat. Oey Ku Kiong sudah agak tenang dari rasa terkejutnya. Di wajahnya tersirat perasaan kemalu- maluan. Dia menjura dalam-dalam kepada Tan Ki.
“Terima kasih atas budi pertolongan Tan Heng. Teman sepertimu ini sudah pasti ku-
jalin. Tentang Cen Kouwnio, kelak kita bicarakan kembali…” matanya beralih kepada Lok Hong. Dia mengalihkan pokok pembicaraan. “Kalian berdua berani menyusup ke dalam Pek Hun Ceng, setidaknya pasti mempunyai keyakinan beberapa Bagian. Aku orang she Oey mengaku kalah, tetapi tempat tinggal kami ini memang dibangun sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan tamu-tamu. Apakah kalian mempunyai nyali yang cukup besar untuk mengikuti aku mengelilinginya?”
Lok Hong tertawa terbahak-bahak.
“Aku justru ingin melihat sampai di mana kehebatan Tiga puluh enam Jendral Langit itu…!”
Lok Ing langsung mencibirkan bibirnya dengan kesal.
“Yaya, apakah kau tidak sudi menyelesaikan urusanku lagi?” tanyanya gugup. Rupanya dia masih juga belum puas mempermainkan Tan Ki. Atau mungkin dia merasa berat berpisah dengannya?
Lok Hong melirik Tan Ki sekilas. Dia tertawa datar.
“Sudah tahu bentuknya seperti ini, biar sudah jadi abupun masih bisa dikenali.
Memangnya dia bisa lari ke mana?” tangannya direntangkan dengan gaya mempersilahkan. “Harap kau menunjukkan jalan. Biar Lohu belajar kenal sebentar apa perbedaan Barisan Tiga Puluh Jendral Langitmu dengan Cap-pat Lo-han dari Siau Lim Pai?”
Oey Ku Kiong mendengus satu kali. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Tubuhnya langsung melesat ke depan.
Lok Hong dan Lok Ing segera mengerahkan ginkangnya dan mengikuti dari belakang.
Da-lam sekejap mata mereka sudah menghilang di balik rumpunan pohon bambu. Sebelum me-ninggalkan tempat itu Lok Ing sempat menatap Tan Ki sekilas. Pandangan itu demikian aneh, bukan kebencian ataupun penyesalan, tetapi semacam sinar yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Tan Ki berdiri tertegun beberapa saat. Setelah Lok Hong dan yang lainnya pergi dari sana, baru dia membopong Mei Ling kembali. Direnungkannya apa yang berlangsung barusan. Semuanya bagai khayalan dan impian, tetapi justru merupakan peristiwa yang menegangkan. Kematian dan kehidupan hanya terpaut demikian tipis.
Perlahan-lahan dia berjalan, langkah kakinya seakan berat sekali…
Entah sejak kapan, tahu-tahu dia sudah meninggalkan Pek Hun-ceng. Telapak kakinya mulai berpijak di atas rerumputan. Rupanya dia sudah sampai di sebuah padang rumput. Tetapi ia sendiri masih belum menyadarinya.
Hatinya kalut sekali. Pikirannya ruwet. Benaknya seakan digelayuti berbagai masalah. Namun masalah yang paling dirisaukannya justru bagaimana caranya menolong Mei Ling agar kesadarannya pulih kembali.
Masih mending kalau tidak berpikir. Begitu dipikirkan, rasanya harapan semakin tipis. Li Hun Tan merupakan ramuan khas Oey Kang sendiri. Di mana dia bisa menemukan tabib sakti yang sanggup menyembuhkan penyakit ini? Kalau dia tidak berhasil menemukan orang yang sanggup menyembuhkannya, untuk seumur hidupnya Mei Ling akan menjadi manusia yang seolah kehilangan sukma. Untuk selamanya Tan Ki tidak dapat melihat lagi senyumnya yang polos…
Hatinya diganduli perasaan yang pilu. Dia melangkah terus tanpa menyadari apapun.
Perlahan-lahan dia mendaki sebuah bukit. Dari arah depan terasa angin berhembus, sejuknya bukan main. Rambut Mei Ling sampai berkibaran, pakaian atau tepatnya jubah yang dikenakan gadis itu juga melambai-lambai.
Tan Ki menghentikan langkah kakinya. Dengan termangu-mangu dia berdiri tegak. Di hadapannya terlihat gunung menjulang tinggi. Pemandangannya indah sekali. Tetapi Tan Ki seolah tidak melihat. Dia terus membopong Mei Ling seperti orang yang terpana.
Dengan berdiam diri, tubuhnya tampak tidak bergerak sedikitpun…
Saat yang sekejap itu, sepertinya lebih panjang dari biasa. Hening mencekam. Di benaknya terdapat banyak bayangan para gadis, tetapi sekarang semuanya sudah lenyap, yang teringat olehnya hanya Mei Ling seorang.
Angin masih berhembus, pegunungan tetap sunyi, semuanya tetap sama, tidak ada satu-pun yang berubah. Hanya perasaan Tan Ki yang makin tenggelam dalam kekalutan dan kesedihan. Keringatnya mengalir dengan deras, giginya digertakkan erat-erat.
Tubuhnya bergetar karena hatinya dirisaukan oleh berbagai penderitaan. Pikirannya sama sekali tidak tenang. Kejadian itu berlangsung lama sekali.
Tiba-tiba dia menarik nafas panjang. Perlahan-lahan dia menurunkan Mei Ling dari bo- pongannya. Dibiarkannya gadis itu berdiri tegak. Penyesalan di dalam hatinya masih belum sirna juga.
Kalau tadi aku mengabulkan permintaan Oey Ku Kiong, dengan memperkenalkan Kiau Hun kepadanya, aku akan memperoleh obat penawarnya serta dapat menyembuhkan Mei Ling segera. Urusan lainnya biar lihat perkembangannya saja. Kelak, apakah Kiau Hun juga cinta atau tidak kepada pemuda itu, bukan urusanku lagi. Biar bagaimanapun, Kiau Hun sendiri yang berhak menentukannya, sedangkan aku tidak mungkin mengambil keputusan apa-apa. Pada saat itu aku sudah mendapatkan obat penawar, meskipun belakang hari Oey Ku Kiong marah kepadaku. Aih… mengapa aku demikian bodoh, dalam segala hal selalu mendahulukan kepercayaan dan tata krama, akhirnya Liu Moay Moay menjadi menderita seumur hidup. Dia kehilangan kebahagiaan untuk selamanya! Keluhnya dalam hati.
Berpikir sampai di sini, dia semakin menyesal. Tanpa sadar dia mengangkat tangannya kemudian menampar pipinya sendiri berulang kali. Dalam waktu yang bersamaan, mulutnya pun terus memaki dirinya sendiri…
“Bodoh, tolol, mampus saja kau…!”
Sambil memukul dia terus memaki, tanpa terasa air matanya mengalir dengan deras membasahi pipinya.
Tan Ki menangis. Baru pertama kalinya dia menguraikan air mata demi gadis yang dikasi-hinya. Dia merasa hal itu cukup berharga baginya untuk ditangisi.
Airmata terus mengalir, mengiringi ucapannya yang lirih sekali yang tercetus dari hati kecilnya…
“Liu Moay, sebetulnya aku sudah mendapat kesempatan untuk menolongmu, tetapi dengan mudah aku mengabaikannya. Dua kali aku mendapat uluran tanganmu sehingga aku terlepas dari kesulitan. Malah sekarang aku membiarkanmu sedemikian rupa.
Walaupun aku dihukum seribu bacokan, dosa ini tetap tidak tertebus. Liu Moay, apakah kau mendengarkan ucapanku? Aku harap kau bersedia memaafkan…”
Tenggorokannya bagai tercekat, untuk sesaat dia tidak sanggup melanjutkan kata- katanya. Dua baris air mata mengalir semakin deras. Bahkan kerah bajunya sudah basah karena rembesan air matanya. “Aku mencintaimu…”
Nada suaranya begitu tulus, di dalamnya terkandung kepiluan dan cinta kasih yang murni. Tampaknya setelah bergumam beberapa saat, dia masih belum juga mencetuskan seluruh perasaannya. Itulah sebabnya kemudian dia mengucapkan juga kata-kata yang terakhir itu.
Mei Ling berdiri termangu-mangu dengan bibir tersenyum. Wajahnya tidak menyiratkan perasaan apapun. Gadis itu telah dicekoki Li Hun Tan oleh Oey Kang. Kesadarannya telah hilang. Meskipun kata-kata Tan Ki begitu romantis dan mengungkapkan perasaan yang sedalam-dalamnya, tetap saja dia tidak mengerti.
Suasana semakin mencekam, di dalamnya juga terselip semacam kesunyian yang menge-naskan…
Tiba-tiba, pundak Tan Ki disentuh oleh sebuah tangan. Telinganya mendengar suara yang parau namun mengandung kelembutan…
“Mengapa Abang kecil ini begitu sedih? Bolehkah Yibun Siu San mendengar apa yang telah terjadi, biar kita dapat berbagi sedikit suka dan duka.”
Kedatangan orang ini tidak menimbulkan suara sedikitpun. Seperti setan gentayangan yang kakinya tidak berpijak pada tanah. Meskipun Tan Ki dalam keadaan sedih, ternyata dia tidak tahu sejak kapan orang itu berdiri di belakangnya. Setelah orang itu menegurnya, otomatis dia terkejut setengah mati. Cepat-cepat dia memalingkan kepalanya untuk melihat.
Ketika Tan Ki menolong Mei Ling dan membawanya lari keluar dari pendopo pertemuan, barulah Yibun Siu San muncul. Sampai Coan Lam Taihiap itu melepaskan para pendekar dari mara bahaya, Tan Ki tidak sempat melihatnya. Oleh karena itu, dia tidak kenal siapa orang ini.
Apa yang dilihatnya sekarang, hanya seorang manusia yang wajahnya tertutup cadar dan sedang berdiri di belakangnya. Tentu saja Tan Ki jadi tertegun.
Sejak kecil Tan Ki hidup seorang diri dalam pegunungan yang sunyi. Yang membuat se- mangatnya tidak patah hanya keinginan membalas dendam yang berkobar-kobar dalam hatinya- Dia mempelajari ilmu silat dengan tekun. Diam-diam dia menghabiskan waktu
selama sepuluh tahun tanpa teman seorangpun. Dia juga tidak pernah bertemu dengan siapa-siapa. Hal ini menyebabkan wataknya yang suka menyendiri, angkuh dan keras kepala. Tetapi sebetulnya dia mempunyai hati yang hangat, semacam perasaan yang aneh terus menyelimuti hatinya, meskipun dia tidak mempunyai tempat untuk mengadu dan selalu memendam perasaan hatinya dalam-dalam. Semakin lama dia semakin merasa kesepian. Meskipun hatinya pernah diusik oleh kecentilan Liang Fu Yong, keromantisan Kiau Hun, bahkan Lok Ing yang tidak tahu aturan. Hanya Mei Ling yang lugu yang baru benar-benar merupakan gadis pujaan hatinya, terutama sejak mengacau di rumah keluarga Liu dan berhasil ditolong oleh gadis itu. Begitu pertama kali melihatnya, dia langsung jatuh hati. Bayangannya terus menggelayuti benak Tan Ki. Setiap saat dia selalu merindukan gadis itu.
Oleh karena itu, begitu mendengar ucapan Yibun Siu San, apalagi melihat keadaan Mei Ling yang termangu-mangu seperti orang bodoh serta sulit disembuhkan, hatinya semakin hancur. Air matanya pun mengalir dengan deras. Meskipun untuk sesaat dia sempat tertegun melihat orang di hadapannya, tetapi penderitaan di dalam hatinya semakin menjadi-jadi. Tanpa sadar dia mencetuskan perasaannya, tangannya menunjuk ke arah Mei Ling.
“Dia kehilangan kesadarannya dan berubah menjadi manusia yang tidak tahu apa-apa. Semua ini merupakan kesalahanku…” kesedihan di dalam hatinya sedang meluap-luap. Di tambah lagi tenggorokannya yang kering. Kata-kata yang diucapkannya jadi terputus- putus. Kalimatnya tidak jelas. Persis seperti anak kecil yang berhadapan dengan saudaranya serta mencetuskan kekesalan hatinya dengan ratapan. Orang yang mendengarnya ikut merasa pilu. Apalagi dia tidak membedakan antara kawan lawan dan tidak mempunyai persiapan sama sekali.
Yibun Siu San memperhatikan Mei Ling sekilas. Bibirnya mengeluarkan suara tawa yang ringan.
“Nona ini cantik bak bidadari, wajahnya juga menampilkan keanggunan. Tidak heran kau begitu khawatir bahkan menyalahkan diri sendiri. Lalu, sekarang apa yang kau rencanakan?”
“Tadinya aku bermaksud mencari seorang tabib sakti yang dapat mengobatinya. Dunia ini memang luas sekali, namun rasanya tidak ada seorangpun yang sanggup menyembuhkan atau menawarkan racun Li Hun Tan milik si iblis Oey Kang.”
Yibun Siu San terkejut sekali.
“Apa? Dia menelan racun Li Hun Tan?” “Tidak salah.”
Tampak Yibun Siu San merenung sejenak.
“Kalau begitu, urusannya jadi rada sulit. Li Hun Tan merupakan ramuan dari berbagai jenis rumput-rumputan langka. Oey Kang menghabiskan waktu selama tujuh tahun untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Di bawah kolong langit ini, meskipun banyak kejadian yang kebetulan, tetapi untuk menawarkan racun jenis yang satu ini, sulitnya bukan kepalang!”
Wajahnya ditutupi dengan sehelai cadar, hal ini membuat orang sulit menebak bagaimana perasaannya saat itu. Tetapi dari nada suaranya yang tegas serta yakin, tampaknya dia sendiri tidak dapat melakukan apa-apa.
Hati Tan Ki semakin panik. Dia menarik nafas panjang-panjang. “Lalu bagaimana baiknya?” tanyanya dengan nada putus asa. “Apakah kau benar-benar ingin menolongnya?”
“Asal dapat menyembuhkannya, meskipun harus mati seribu kali, aku rela!” “Baik, mari kau ikut denganku.”
Selesai berkata, orang itu tidak menunggu lagi jawaban dari Tan Ki, dia langsung membalikkan tubuhnya dan menghambur pergi.
Untuk sesaat, Tan Ki seolah tidak mempunyai pertimbangan apa-apa. Dia langsung membopong tubuh Mei Ling dan mengikuti dari belakang.
Matahari bersinar dengan terik, tampak dua sosok bayangan berkelebat secepat kilat. Bagai dua gumpal awan, tubuh mereka melesat jauh. Liku-liku pegunungan telah dilalui, akhirnya mereka sampai di bukit yang sunyi.
Tiba-tiba Yibun Siu San menghentikan langkah kakinya. Dia berdiri di bawah celah batu yang menonjol.
“Di puncak bukit ini, merupakan gubuk tempat tinggalku. Sayangnya sekarang ini tidak sempat mengajak abang kecil ini meninjau-ninjau.”
“Mengapa?”
“Memangnya racun yang diderita nona cilik ini tidak mau disebuhkan lagi?”
Mendengar ucapannya, mula-mula Tan Ki tertegun. Setelah merenung sejenak, dia seperti tersentak dari lamunan. Wajahnya langsung berseri-seri.
“Harap Cianpwe bersedia mengulurkan tangan membantunya.” selesai berkata, dia segera menjura dalam-dalam.
Yibun Siu San tertawa lepas. Dia segera membalikkan tubuhnya dan berjalan melalui tepi sungai di puncak bukit. Setelah melewati hutan bambu yang tidak seberapa luas, begitu mata memandang, di depan terdapat sebuah rumah peristirahatan. Ukurannya sedang-sedang saja. Dinding sebelah dalamnya terbatas pada batu bukit.
Yibun Siu San merentangkan tangannya dengan tanda mempersilahkan. “Masuklah. Aku ada beberapa pertanyaan yang ingin diajukan di dalam nanti.”
Tan Ki tersenyum terharu. Dia mendahului melangkah ke dalam. Pada saat ini hatinya panik sekali. Rasanya ingin ia menyuruh orang ini langsung turun tangan menyembuhkan
penyakit yang diderita Mei Ling agar kesadarannya dapat dipulihkan seperti sedia kala. Bahkan dia tidak sedikitpun melirik dekorasi rumah itu.
Setelah mempersilahkan tamunya duduk, Yibun Siu San sendiri menarik sebuah bangku dan dibimbingnya Mei Ling duduk di sana. Dengan ramah dia bertanya, “Mohon tanya nama dan she Abang kecil yang mulia, serta di mana rumah tinggalnya?”
“Aku bernama Tan Ki. Tinggal di tepi telaga Hoan Yang.” “Ayahmu?”
“Ayah bernama Tan Ciok San. Orang-orang menjulukinya Miau Jiu Su- seng (Pelajar ber-tangan sakti).
Mulut Yibun Siu San mengeluarkan suara ‘Oh…’ kemudian tersenyum simpul sambil menganggukkan kepalanya.
“Rupanya ayahmu juga merupakan seorang tokoh yang cukup terkenal. Kalau begitu ibumu kemungkinan besar juga merupakan sahabat dari dunia Kangouw.”
Wajah Tan Ki langsung berubah hebat. “Bukan!” sahutnya dengan nada enggan. “Tampaknya kau kurang menyukai ibumu?”
“Bukan hanya kurang menyukai saja, malah bencinya setengah mati… aih, sekarang ini aku segan membicarakan urusan ini. Harap Locianpwe segera turun tangan saja.”
Yibun Siu San tersenyum simpul. Tiba-tiba wajahnya menjadi serius, segera tersirat kewibawaan yang dalam.
“Terus terang aku katakan kepadamu, ayahmu merupakan sahabat lamaku.”
Tan Ki terkejut sekali mendengar keterangannya. Dia langsung berdiri tegak dan bermaksud mengucapkan sesuatu. Tampak Yibun
Siu San menarik nafas panjang, seakan dia sedang merenungi masa lalu. Perlahan- lahan dia memejamkan matanya.
“Selama berkelana di dunia Kangouw, apakah Abang kecil ini pernah mendengar nama Lu Wi Sam-kiat alias tiga jago dari Lu Wi?”
“Sejak berkelana di dunia Kangouw sampai sekarang, Boanpwe rasa baru kurang lebih setengah tahun. Pengalaman maupun pengetahuan masih cetek. Jadi belum pernah mendengar nama tersebut.”