Bagian 18
Alis Kiau Hun perlahan-lahan terjungkit ke atas, dia meningkatkan kewaspadaannya.
Tangan kanannya secara diam-diam mengeluarkan tiga batang jarum Bwe Hua Ciam, siap dilancarkan setiap saat.
Sambil menyanyi dan menari, kedua belas gadis itu semakin merapat ke arah para pendekar yang hadir dalam ruangan tersebut. Suasana yang memang sudah tegang semakin menjadi-jadi.
Tan Ki melihat para gadis itu mulai meninggalkan Mei Ling yang masih berdiri termangu-mangu. Dia menganggap inilah kesempatan yang paling baik. Tangannya
bertumpu di atas meja, sekali sentak tubuhnya melesat ke tengah udara kemudian dengan kecepatan yang bagai kilat dia meluncur ke depan. Ketika kakinya mendarat lagi di atas tanah, posisinya tepat di samping Mei Ling.
Hampir tepat pada waktu yang sama, diantara para pendekar yang sedang duduk sudah ada beberapa orang yang bangkit berdiri. Wajah mereka yang serius menyiratkan ketegangan yang tidak terkatakan. Tampaknya mereka sudah siap menghadapi musuh tangguh di depan mata. Tetapi kedua belas gadis yang bugil itu sudah semakin mendekat, hidung mereka mengendus bau harum yang memikat. Bau harum itu semakin lama semakin menebal. Hati mereka terkesiap, wajah mereka pun mulai terasa panas.
Rupanya bau harum yang terpancar dari tubuh-tubuh para gadis ini bukan sejenis minyak pengharum yang sering digunakan oleh para wanita penghibur, tetapi semacam obat dari golongan sesat yang dianggap sebagai benda pusaka. Obat ini diramu dari jenis rumput-rumputan yang hanya tumbuh di wilayah bercuaca dingin. Khasiatnya dapat
membius perasaan maupun pikiran orang. Juga merupakan obat yang keras. Entah bagaimana, ternyata Oey Kang dapat memilikinya, kemudian dia menaburkannya pada tubuh-tubuh para gadis itu sehingga mengacaukan pikiran para pendekar. Dalam golongan sesat juga menggunakan obat ini sebagai ramuan perangsang.
Terdengar suara raungan yang keras dari tengah ruangan. Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar tidak dapat menahan gairah yang berkobar-kobar dalam dadanya. Dia menerjang ke depan secara tiba-tiba.
Pikiran atau akal sehat orang ini sudah lenyap. Dalam sekejap mata dia sudah sampai di hadapan seorang gadis. Tampak matanya menyorotkan sinar yang menyeramkan.
Sepasang lengannya terbuka lebar-lebar dan dengan tampang garang dia menubruk ke arah gadis itu dengan kalap.
Tampaknya gadis itu masih belum melihat laki-laki bertubuh tinggi besar itu sedang menerjang ke arahnya. Tangannya masih bergerak dengan lemah gemulai, pinggangnya melenggok-lenggok. Perlahan-lahan dia mengayunkan langkahnya.
Saat itu juga, mata para pendekar lainnya sudah terbelalak lebar- lebar. Mereka bahkan tidak berkedip sedikitpun. Rasanya mereka ingin melihat bagaimana caranya gadis itu melepaskan diri dari rangkulan laki-laki bertubuh besar itu nanti. Dalam pikiran mereka, meskipun terjangan laki-laki itu tidak bagaikan kilat, tetapi kecepatannya sudah termasuk luar biasa. Kalau ia cuma salah seorang Bu Beng Siau-cut di dunia Kangouw, jangan harap bisa berhasil.
Waktu yang demikian singkat justru merupakan saat-saat yang paling menegangkan bagi para pendekar. Tampak sepasang lengan laki-laki itu begitu kokoh dan kekar.
Lilitannya pun pasti kuat sekali seperti belitan ular. Sejenak lagi pinggang gadis tersebut pasti terangkul olehnya. Tiba-tiba, tampaknya gadis itu seperti tersentak, mulutnya mengeluarkan seruan terkejut. Dengan gerakan yang aneh tubuhnya berputar. Selendang di tangannya otomatis ikut berputar dan melambai-lambai di udara. Gayanya itu seakan refleksi dari rasa terkejutnya, namun dengan telak selendangnya menerpa wajah laki-laki bertubuh tinggi besar itu.
Terdengar suara dengusan yang lirih. Disusul dengan suara berdebum yang keras. Dua hal terjadi dalam waktu yang bersamaan. Begitu mengeluarkan suara dengusan yang lirih, laki-laki bertubuh tinggi besar itu tahu-tahu sudah terkulai di atas tanah, jatuh tidak sadarkan diri. Sementara itu, Tan Ki tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia segera memeluk tubuh Mei Ling kemudian membopongnya lari ke depan pintu. Tangannya segera terangkat dan dihantamkan ke arah pintu tersebut. Suara berdebum keras yang terdengar tadi justru hasil dobrakan yang menyebabkan pintu kayu itu hancur seketika. Diantara hamburan kepingan kayu-kayu tersebut, tubuh Tan Ki pun menerjang keluar.
Dia takut Oey Kang menyuruh orang mengejarnya. Kalau benar, dia tentu akan mendapat tidak sedikit kesulitan. Oleh karena itu, begitu menerjang keluar, dia segera mengerahkan tenaga sepenuhnya dan lari terbirit-birit. Ingin rasanya dia mempunyai sepasang sayap di punggung agar dapat terbang sejauh mungkin. Dalam pikirannya dia membayangkan, seandainya bisa lebih cepat meninggalkan tempat tersebut, justru semakin baik.
Dengan jelas Kiau Hun melihat orang yang dicintainya malah menolong gadis saingannya meninggalkan tempat tersebut. Dia merasa ada serangkum kebencian yang
memenuhi hatinya. Hidungnya terasa tersumbat. Perasaannya menjadi pilu. Apabila saat itu dia langsung mengerahkan tenaga mengejar keluar, meskipun ilmu ginkang Tan Ki lebih hebat dari sekarang, dia juga tidak dapat melepaskan diri dari kejaran Kiau Hun.
Tetapi Kiau Hun mempunyai rencana yang besar sekali. Bahkan lebih penting daripada urusan asmara. Oleh karena itu, dia mendengus dingin dan menahan kebencian yang menyelinap dalam hatinya. Dipaksakannya dirinya untuk duduk tenang.
Pada saat itu, keadaan di dalam ruangan itu sudah berubah menjadi kacau balau. Para pen-dekar yang melihat rekannya yang bertubuh tinggi besar itu dengan mudah dilumpuhkan oleh pihak lawan, tidak ada satupun yang tidak terperanjat. Dalam pikiran mereka, dari pada duduk menunggu diserang, mengapa tidak mengambil tindakan terlebih dahulu. Kalau bisa bunuh beberapa orang dari gadis itu untuk melampiaskan kemarahan. Oleh karena itu, dengan perasaan gusar, beramai-ramai mereka menerjang keluar.
Terdengar suara dentangan yang bising. Meja kursi pecah berantakan, mangkok maupun cawan-cawan pecah berhamburan.
Para pendekar itu menyerang serentak. Hati mereka tergerak seketika, suara bentakan mereka penuh kegusaran, bagai burung berapi yang sudah lama padam tiba-tiba bergolak kembali dan bisa meletus setiap saat. Suaranya menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.
Siapa nyana, tampaknya para gadis itu sudah menduga para pendekar akan mengambil tindakan demikian. Ketika mereka membalikkan kursi meja dan bangkit berdiri, tubuh para gadis itu juga bergerak serentak. Masing-masing mengeluarkan suara teriakan dan menyambut terjangan para pendekar itu.
Terdengar suara tertawa cekikikan dan jerit menyeramkan. Keadaan semakin kalut. Suara itu bagai saling susul menyusul. Dalam sekejap mata sudah tiga orang pendekar terkapar di atas tanah dengan jiwa melayang.
Ternyata para gadis yang menari-nari itu mendekati para pendekar, mereka tidak me- lancarkan pukulan maupun menyerang dengan senjata rahasia. Tetapi justru di saat para pendekar mengendus bau harum yang terpancar dari tubuh mereka, untuk sesaat mereka jadi termangu-mangu. Pikiran maupun akal sehat bagai terpengaruh. Dalam waktu yang bersamaan, tangan para gadis itu melambaikan selendangnya dengan lemah lembut yang mereka kibaskan ke arah para pendekar tersebut. Meskipun tampaknya lemah gemulai namun kecepatannya hebat tidak terkira.
Kalau dikatakan memang aneh. Wajah para pendekar terkibas oleh selendang yang tipis itu, mereka segera mengeluarkan suara jeritan yang menyayat hati. Tubuh mereka terhuyung-huyung dan akhirnya terkulai jatuh.
Perubahan yang mendadak ini, juga merupakan kejadian yang belum pernah didengar atau ditemui oleh para pendekar. Tanpa dapat ditahan lagi, mereka menghembuskan nafas panjang. Hati mereka terkejut sekali. Semacam kengerian di ambang kematian bagai menyelimuti benak mereka.
Diantara para pendekar, ilmu Liu Seng yang paling tinggi. Tetapi saat ini dia sudah jatuh tidak sadarkan diri di atas tanah dan tidak tahu apa-apa lagi. Sisanya seperti Cu Mei, Yi Siu, Kok Hua-hong malah seperti naga yang kehilangan kepalanya. Usaha besarpun sulit diharapkan untuk berhasil. Meskipun mereka sudah mengetahui bahwa selendang yang tipis itu merupakan faktor terpenting yang menyebabkan kekalahan para pendekar, tetapi
dalam situasi yang kalang kabut seperti ini, mau tidak mau mereka memikirkan keselamatan dirinya masing-masing terlebih dahulu. Akibatnya tidak ada satu orangpun yang menyambut para gadis itu. Malah begitu melihat mereka semakin mendekat, para pendekar pun meninggalkan tempat duduk masing-masing dan menyingkir sejauh- jauhnya.
Di tempat duduk para hadirin, hanya Kiau Hun seorang yang masih duduk di tempat semula dengan tenang menyaksikan apa yang berlangsung di hadapannya. Tubuhnya pun tidak bergerak sama sekali. Kalau dibandingkan dengan tampang para pendekar yang ketakutan, justru ketenangannya makin tersirat nyata. Bahkan pertahanan dirinya sangat mengagumkan dan menandakan nyalinya yang besar.
Pada saat ini di tengah arena telah terjadi lagi perubahan yang besar. Para pendekar dikepung oleh gadis-gadis yang berjumlah dua belas orang itu sampai terdesak mundur terus. Akhirnya mereka tidak ada jalan mundur lagi. Bagian belakang mereka merupakan dinding ruangan. Terpaksa mereka melawan sebisanya, tetapi mimik wajah mereka menyiratkan perasaan khawatir dan tidak tenang.
Udara kematian semakin memadat seakan memenuhi seluruh ruangan tersebut. Kalau para gadis itu maju lagi satu langkah, maka para pendekar terpaksa mengadu nyawa mati- matian. Tapi kalau ditilik dari keadaan yang berlangsung sejak tadi, tampaknya mereka juga bukan tandingan para gadis tersebut.
Yi Siu dari Ciong San Suang-siu biasanya banyak akal dan lebih berani daripada yang lain. Tetapi menghadapi keadaan seperti ini, dia juga menjadi kalang kabut. Matanya melihat rekan-rekannya didesak oleh pihak lawan sampai mengeluarkan suara raungan sekeras-kerasnya. Kipas di tangan kanannya direntangkan. Kakinya melangkah ke depan dengan menerjang, jurus Ceng Tian Tiong-ho (Sungai Panjang Di Hari Yang Cerah) langsung dikerahkan, sasarannya seorang gadis yang ada di hadapannya.
Jurus ini dilancarkan dalam keadaan marah dan hampir putus asa, angin yang terpancar dari serangannya begitu kuat bagai himpitan gunung atau ombak yang bergulung-gulung. Pengaruhnya sungguh mengejutkan.
Gadis itu seakan tidak bersiap sedia, begitu terkena serangannya, dia langsung berteriak terkejut. Kepalanya menunduk dan menerjang ke samping kira-kira dua mistar. Entah kebetulan atau bukan, pokoknya dia berhasil menghindarkan diri dari serangan kipas Yi Siu.
Ketika melihat serangannya gagal, hati Yi Siu langsung tercekat. Tanpa menunggu kipasnya ditarik kembali, lengan kirinya langsung diulurkan. Segera dilancarkannya sebuah pukulan ke depan. Dalam keadaan gusar, rupanya dia mengerahkan sejenis ilmu yang hebat bukan main. Tidak perduli orang akan mengatakan yang tua menghina yang muda, atau mengejeknya karena menyerang seorang gadis yang tidak terkenal.
Biar bagaimana, Yi Siu merupakan seorang tokoh yang sudah malang melintang di dunia Bulim selama puluhan tahun. Nama besarnya bukan didapatkan dengan begitu saja. Tetapi karena ilmu silatnya memang hebat. Begitu serangannya dilancarkan, pukulannya saling susul menyusul, kecepatannyapun tidak terkirakan. Meskipun gadis itu berusaha untuk menghindarkan diri, tetapi tampaknya sudah agak terlambat. Tentu saja hati Yi Siu diam-diam menjadi senang.
Kali ini hendak kulihat ke mana kau akan mengelak, pikirnya dalam hati.
Dia segera mengempos hawa murninya dan menambah tenaga serangannya sebanyak dua Bagian. Tiba-tiba dia merasa ada serangkum bau harum yang tajam menghembus ke arahnya…
Telinga dan matanya sangat tajam, Yi Siu segera sadar bahwa ada seseorang yang nyerang dari sebelah kirinya, dia mendengus satu kali. Baru saja dia bermaksud mengibaskan kipasnya untuk menyambut, tiba-tiba dia merasa dadanya sesak. Seluruh tenaga dalam tubuhnya lenyap. Hampir saja dia terkulai jatuh. Hatinya terkejut bukan kepalang. Dengan panik dia menutup pernafasannya dan tidak berani lagi mengendus bau harum yang dapat membuat dirinya seperti terbius itu.
Justru ketika Yi Siu masih sibuk mengendalikan dirinya, ada seorang gadis yang meng- gunakan kesempatan itu untuk mendekatinya. Pergelangan tangan gadis itu bergerak serta mengibaskan selendang ke arahnya.
Beberapa gerakan ini, terjadinya dalam waktu yang hampir bersamaan. Saking cepatnya, mata Yi Siu sampai berkunang-kunang dan tidak dapat melihat dengan jelas. Mimpi pun dia tidak pernah membayangkan pihak lawan akan menyerangnya dengan kecepatan yang membuatnya terperanjat setengah mati. Ketika dia menyadarinya, sudah sulit baginya untuk menghindarkan diri. Diam-diam dia menarik nafas panjang. Hatinya berniat memejamkan mata saja untuk menunggu kematian. Tiba-tiba dia melihat tiga titik sinar putih berkilauan yang melayang datang bagai kilat. Dalam waktu yang hampir bersamaan, telinganya menangkap suara jeritan yang menyeramkan. Suara jeritan itu hanya satu kali kemudian sirap. Menyusul gadis yang barusan menyerangnya pun terkulai jatuh.
Yi Siu berhasil terlolos dari kematian. Untuk sesaat dia sampai termangu-mangu.
Namun sesaat kemudian dia sudah tersentak sadar, matanya beralih ke arah datangnya senjata rahasia tadi. Dia langsung tahu siapa yang memberi pertolongan kepadanya. Oleh karena itu dia segera menganggukkan kepalanya kepada Kiau Hun. Setelah itu mulutnya mengeluarkan suara raungan yang keras, telapak tangan kiri dan kipas di tangan kanan menyerang dengan berturut-turut. Para gadis itu terkejut sampai mundur beberapa langkah.
Oey Kang melirik Kiau Hun sekilas.
“Cara menimpukkan Bwe Hua-ciam Nona sungguh bagus!” katanya dengan suara datar. Isi hati orang ini benar-benar sulit diraba, dia sanggup memendam perasaannya dalam-
dalam. Meskipun dia kesal melihat Kiau Hun melancarkan bokongan sehingga salah satu
gadis tadi terluka, namun tampangnya masih tenang dan tidak menyiratkan kemarahan sedikitpun.
Kiau Hun tersenyum simpul.
“Kepandaian tidak berarti, hanya menjadi bahan tertawaanmu saja.”
Jarak diantara kedua orang itu sangat dekat, asal mengulurkan tanganpun mereka dapat bersentuhan sebaliknya mereka justru berbicara dengan tersenyum-senyum, seperti
dua orang sahabat lama yang sudah lama tidak berjumpa. Penampilan merekapun sangat wajar.
Oey Kang mendengus satu kali, namun sedikit banyaknya dia merasa kagum juga terhadap Kiau Hun.
“Keberanian maupun kepandaian Nona, benar-benar di luar bayangan orang she Oey.
Apabila barisan gadis pemikat ini dikepalai oleh Nona, paling tidak kekuatannya akan bertambah menjadi dua kali lipat. Aku pikir…”
Tiba-tiba terdengar suara benturan logam yang berkumandang memenuhi seluruh ruangan, sehingga kata-kata Oey Kang jadi terputus. Rupanya para pendekar yang melihat Yi Siu mulai menerjang, beramai-ramai merekapun ikut menyerbu.
Tampak cahaya golok dan pedang berkilauan, cemeti menimbulkan bayangan yang melambai-lambai ke sana ke mari. Berpuluh macam senjata tajam maupun tidak berlainan jenis berkelebat kian ke mari. Seluruh ruangan dipenuhi suara bising benturan senjata tersebut.
Kedua belas gadis tadi sudah berhenti menari, mereka mulai melakukan gerakan menghadapi musuh tangguh. Orang-orang ini sudah mendapat didikan langsung dari Oey Kang. Ilmu mereka sangat tinggi. Meskipun belum terhitung jago kelas tinggi di dunia Bulim, tetapi kalau dibandingkan dengan sekumpulan busu (guru silat) yang umum saja masih terpaut jauh.
Tampak mereka melangkahkan kakinya sambil melancarkan pukulan, kecepatannya bagai luncuran ular berbisa, dalam sekejap mata mereka dapat melancarkan tiga empat buah serangan.
Sejenak saja, kedua belah pihak sudah terlibat pertarungan yang sengit. Tenaga dalam para pendekar rata-rata sangat kuat, jurus serangannya juga termasuk ilmu kelas tinggi. Angin yang timbul dari pukulan mereka menderu-deru. Serangan dapat dilancarkan sesuka hati. Namun gerakan yang dilakukan oleh para gadis itu sangat aneh, mereka mempertahankan diri dalam jarak dekat, dari jauh mereka malah menyerang. Sungguh ilmu yang hebat. Biar bagaimana caranya para pendekar itu melakukan penyerangan, tetapi sedikitpun mereka tidak dapat menarik keuntungan.
Selagi pertarungan berlangsung dengan sengit, terdengar beberapa kali suara dengusan yang berat, kemudian menyusul empat orang terkulai jatuh. Rupanya selendang yang digunakan oleh para gadis itu mengandung taburan sejenis obat yang lebih lihai dari Bong Hun-yok (Obat Penggetar Sukma) yang biasa digunakan oleh kaum sesat. Begitu tercium, mereka langsung jatuh tidak sadarkan diri. Lagipula reaksinya begitu cepat sehingga orang tidak sempat berjaga-jaga.
Sisa para pendekar yang masih ada melihat rekan-rekan mereka kembali tumbang empat orang. Wajah mereka segera berubah hebat. Hati mereka terguncang melihat kenyataan ini. Semangat berjuang yang tadinya meluap-luap otomatis terpengaruh. Sementara pihak lawan dengan licik menggunakan kesempatan yang baik ini. Mereka menyerang dengan gerakan yang aneh. Saat itu juga keadaan menjadi kacau balau, kedudukan para pendekar semakin kritis. Tiba-tiba…
Sayup-sayup terdengar suara siulan panjang yang menyusup ke dalam gendang telinga. Suaranya tinggi melengking, seakan orang yang mengeluarkan suara siulan itu berada di tempat sejauh setengah li, tetapi juga seperti berada dalam jarak yang sangat dekat. Suara itu sendiri bagai raungan naga yang marah, namun suara irama yang mengiringi tarian para gadis itu jadi tertekan. Mungkin karena gangguan suara siulan tadi, para gadis itu mendadak menghentikan serangannya.
Para pendekarpun mendapat kesempatan untuk mengatur nafasnya sejenak, dengan cepat mereka memperbaiki posisi masing-masing, merubah kedudukan pada posisi yang menguntungkan. Setiap dua orang membentuk satu kelompok, dengan bahu saling menempel dan wajah menghadap ke depan sehingga dapat bekerja sama melawan musuh.
Sejak awal hingga akhir, Oey Kang memperhatikan keadaan yang berlangsung dengan tenang. Tetapi sejak berkumandangnya suara siulan barusan, wajahnya berubah menjadi serius. Kepalanya menoleh ke arah pintu depan. Dari suara siulan itu saja, dia sudah dapat menerka bahwa ilmu pihak lawan sangat tinggi. Kemungkinan tidak di bawah dirinya sendiri.
Suara siulan yang sayup-sayup itu terus berkumandang. Begitu suara itu berhenti, irama musik kembali mengalun. Para gadis itu kembali bergerak melancarkan serangan. Namun saat ini posisi para pendekar sudah berubah. Dengan punggung saling menempel, mereka tidak khawatir akan dibokong oleh musuh dari belakang. Kalau ditilik dari keadaannya sekarang, rasanya untuk sementara mereka masih dapat mempertahankan diri.
Tiba-tiba tampak bayangan menghalang di depan pintu. Seseorang melangkah masuk dengan tenang. Terlihat wajahnya ditutup oleh sehelai cadar yang tipis. Dia mengenakan jubah panjang. Dengan langkah setindak-setin-dak dia melangkah masuk. Penampilannya santai sekali.
Gerakannya sangat lambat, bagai orang penyakitan yang tidak kuat berjalan cepat- cepat.
Kakinya seolah diganduli benda yang berat. Tetapi sebetulnya gerakan langkah kaki orang itu sangat cepat. Dalam sekejap mata dia sudah sampai di depan meja Oey Kang.
Wajah si raja iblis Oey Kang menjadi kelam seketika. Perlahan-lahan dia bangkit dari tempat duduknya.
“Saudara ini…”
Manusia bercadar ini tidak menyahut, tiba-tiba tubuhnya berputar. Lengan bajunya diki- baskan dan segulungan tenaga tidak berwujud segera terpancar keluar. Dua batang lilin yang jaraknya kurang lebih dua depa langsung padam seiring dengan gerakan tangannya. Begitu memandang lagi ke arahnya, orang itu sudah berdiri dengan santai sambil berpeluk tangan. Seakan tidak pernah terjadi apapun.
Melihat gerakannya yang hebat itu, rasa terkejut Oey Kang semakin menjadi-jadi. Tetapi dia berusaha mempertahankan ketenangannya. Mulutnya mengeluarkan suara tertawa dingin.
“Kehadiran Saudara ke rumah kami yang jelek ini, rupanya hanya ingin memamerkan kekuatan, meskipun orang she Oey ini tidak becus, tetapi masih ada dua Bagian kepercayaan diri untuk menemani barang beberapa jurus!”
Manusia berkerudung itu mendongakkan wajahnya sambil tertawa terbahak-bahak. Ta- ngannya sekali lagi diangkat kemudian dikibaskan, kembali tiga batang lilin padam sekaligus.
Dalam waktu sekejapan mata saja dia sudah memadamkan lima batang lilin secara berturut-turut. Pada saat ini, matahari sedang bersinar dengan terik di atas kepala.
Padamnya lima batang lilin tadi tidak berpengaruh banyak bagi penerangan di dalam ruangan. Tetapi suatu hal yang aneh langsung terlihat seiring dengan perbuatannya tadi.
Sisa sebelas orang gadis yang masih terus bergerak dengan lemah gemulai mengikuti alunan musik, kadang-kadang menyerang dengan mendadak ke arah para pendekar.
Tetapi pada saat kelima batang lilin dipadamkan si manusia berkerudung, gerakan mereka yang cepat bukan kepalang lambat laun berubah jadi perlahan. Langkah kaki mereka seakan tiba-tiba jadi berat. Jauh berbeda dengan kelincahan yang mereka perlihatkan tadi. Ada kalanya mereka melancarkan sebuah serangan, padahal lawannya terang-terangan menghindar ke arah kiri dengan cepat, namun mereka masih menerjang terus dengan membabi buta, mereka terus melancarkan serangan ke tempat yang kosong atau menendangkan kakinya asal-asalan. Gerakan mereka persis seperti orang buta yang tidak tahu ke mana lawannya mengelak.
Perubahan yang benar-benar di luar dugaan ini, juga merupakan kejadian bagi para pendekar. Tentu saja mereka jadi termangu-mangu dibuatnya.
Begitu diperhatikan, tampak biji mata gadis-gadis bugil tadi masih normal seperti biasa dan tetap mengerling ke sana ke mari, tetapi sinar kehidupan seakan telah pudar dan seolah tidak bisa melihat lagi. Mereka menyerang dengan kalap. Gerakan kaki pun tidak sekompak sebelumnya lagi.
Kiau Hun adalah seorang gadis yang luar biasa cerdasnya. Sekali pandang saja, dia sudah berhasil mengetahui rahasianya. Rupanya lilin-lilin yang tertebar di sekeliling ruangan merupakan titik pengendali gerakan para gadis tersebut. Juga merupakan pusat penglihatan mereka. Begitu lilin itu padam, mata mereka pun kehilangan daya gunanya. Tanpa dapat ditahan lagi, hatinya merasa menyesal sekali.
Ketika aku masuk tadi, mengapa aku tidak merasa heran, pada siang bolong seperti ini banyak lilin yang dinyalakan? Bukankah ini merupakan hal yang aneh? Seandainya sejak semula aku menyadari hal ini, dengan sekali gerak aku dapat memadamkan lilin tersebut, tentu gadis-gadis itu dapat dikendalikan sejak awal. Tentunya aku bisa menimbulkan kesan yang baik di hati para pendekar, juga kepercayaan. Setelah itu tinggal mencari akal yang baik agar mereka tergugah untuk mengadakan rapat memilih Bulim Beng-cu dan mencari pemecahan untuk menghadapi Oey Kang. Setelah itu tambah sedikit rencana yang lain untuk merebut jabatan Beng-cu. Pada saat itu, apabila Toa Suheng menyertai Suhu bergerak dari Selatan dan menguasai Tionggoan, aku akan menjadi mata-mata yang baik. Apabila semuanya sudah terlaksana, tidak usah takut lagi urusan besar akan gagal. Sayang sekali, manusia bertopeng ini justru yang berhasil mendahului, sehingga rencana ini jadi rusak… keluhnya dalam hati.
Kiau Hun terus menyalahkan dirinya sendiri dalam hati, tetapi sepasang matanya terus mengedar ke sana kemari memperhatikan keadaan yang berubah-ubah. Sejenak kemudian dia mengeluarkan empat batang Bwe Hua-ciam dari dalam kantung kulit rusa. Pergelangan tangannya bergerak, empat batang Bwe Hua-ciam tadi disambitkannya ke arah empat batang lilin yang masih menyala.
Dia sudah melihat bahwa jumlah para pendekar lebih banyak dari pihak lawan.
Meskipun kedudukan mereka sekarang masih di bawah angin, tetapi tidak diragukan lagi manusia berkerudung itu berdiri di pihak mereka. Hal ini memberi dorongan semangat yang tidak kecil bagi para pendekar tersebut. Walaupun Oey Kang mempunyai kepandaian setinggi langit, dia juga tidak dapat mengalahkan orang banyak. Hal ini membuat perasaan menyesal dalam hati Kiau Hun agak berkurang, malah saking gembiranya dia hampir melonjak bangun dan bertepuk tangan. Tapi dia ti-dak melakukan hal itu, karena pada dasarnya dia memang seorang gadis yang cerdas sekali. Dia hanya mengiringi kesempatan yang ada.
Tampak sepasang alis Oey Kang menjungkit ke atas. Wajahnya menyiratkan kegusaran.
Lengan kirinya mengibas. Dengan jurus telapak sakti seratus langkah dia menggetar kembali Bwe Hua-ciam yang disambitkan oleh Kiau Hun sehingga terpental jatuh. Telapak tangan kanannya bagai seorang tukang kayu yang mengayunkan kapaknya. Tenaga yang terkandung di dalamnya sangat dahsyat, dia melancarkan sebuah tebasan ke arah kepala gadis itu.
Kiau Hun tertawa terkekeh-kekeh. Tangannya menekan pegangan kursi. Dengan gaya yang mengagumkan, tubuhnya melayang dalam keadaan posisi duduk di atas kursi dan melesat mundur sejauh dua mistar. Tangan kirinya kemudian terangkat, kembali beberapa titik sinar berwarna keputihan meluncur ke depan.
Terdengar suara yang memecahkan keheningan. Sret! Sret! Cahaya lilin berkibar-kibar, akhirnya padam. Rupanya secara berturut-turut, dia berhasil mematahkan tiga batang lilin dengan sambitan Bwe Hua-ciam dari tangannya.
Dengan menggunakan kesempatan yang baik itu, para pendekar malah berbalik menyerang. Berbagai jurus segera dilancarkan. Dalam waktu yang singkat, dari pihak yang kewalahan, mereka berhasil meraih posisi yang lebih baik.
Oey Kang melihat bahwa seluruh rencananya yang sudah dipersiapkan dengan sempurna jadi rusak akibat kehadiran manusia berkerudung itu. Kemungkinan besar malah pihaknya yang akan mengalami kekalahan. Pada dasarnya dia seorang manusia yang pandai menyembunyikan perasaan senang ataupun gusarnya, serta isi hatinya sangat licik. Namun demi melihat kenyataan yang terpampang di depan mata, tanpa dapat ditahan lagi, hawa amarah di dalam dadanya jadi berkobar-kobar. Terdengar mulutnya mengeluarkan suara tawa yang dingin. Nadanya begitu tajam menusuk, bagai serangkum angin yang berhembus di daerah bersalju. Panjang serta menyeramkan. Sepasang matanya mendelik lebar-lebar, di dalamnya terpancar sinar kemarahan. Dia menatap manusia berkerudung itu lekat-lekat.
“Siapa kau sebenarnya? Kalau kau masih tidak bersedia melaporkan nama besarmu, jangan salahkan kalau aku bertindak kasar!” bentaknya kesal.
Manusia berkerudung itu menyahut dengan nada suara yang tidak kalah dinginnya.
“Meskipun kau tidak dapat melihat dengan jelas raut wajahku, tetapi apakah bentuk tubuh Hengte maupun suara Hengte sudah kau lupakan?”
Begitu mendengar ucapannya, Oey Kang terkejut setengah mati. Cukup lama dia berdiam diri merenungkan. Setelah mengingat-ingat hampir seluruh tokoh Bulim yang pernah dikenal ataupun bertemu dengannya, dia tetap tidak dapat menebak siapa manusia berkerudung yang ada di hadapannya.
Biar bagaimanapun, Oey Kang merupakan seorang iblis yang sudah terkenal.
Kedudukannya dalam dunia Kangouw juga cukup tinggi. Paling tidak dia merupakan seorang tokoh angkatan tua dari golongan hitam. Di hadapan begitu banyak musuh yang hadir di dalam ruangan itu, ternyata dia tidak sanggup mengetahui asal-usul manusia berkerudung hitam tersebut. Hal ini membuat dirinya malu sekali. Namun dia memang merupakan seorang manusia yang pandai serta berpengetahuan luas. Sebelum jelas siapa adanya manusia berkerudung hitam itu, dia sendiri masih berusaha untuk bersikap tenang.
Setelah merenung sekian lama, akhirnya dia berkata dengan suara perlahan-lahan. “Manusia she Oey sudah lama malang melintang di dunia Kangouw. Julukan Sam Jiu
San Tian-sin pasti pernah didengar setiap orang. Kalau bukan sahabat yang mempunyai
kepala serta wajah, seumur hidup memang belum pernah ditemui, tetapi paling tidak namanya sudah pernah kudengar. Tetapi kalau angkatan yang tidak mempunyai nama sedikitpun, orang she Oey mengingatnya pun enggan. Hanya membuang-buang waktu saja!”
Manusia berkerudung segera mendengarkan suara tertawa yang dingin. Meskipun dia sadar Oey Kang menggunakan akal memanaskan hati agar identitas dirinya terbuka, namun dia juga pura-pura marah sekali.
“Ketika Hengte masih malang melintang di dunia Kangouw, julukan kecil seperti Coan Lam Taihiap juga sempat menggetarkan sampai daerah Tibet. Apakah kau belum pernah mendengarnya atau kau memang sudah melupakannya?” tanyanya marah.
Mendengar ucapannya, seluruh tubuh Oey Kang sampai bergetar. Tampaknya rasa terkejut orang itu tidak dibuat-buat.
“Apa? Kau adalah Coan Lam Taihiap Yibun Siu San?” setelah merandek sejenak, dia menundukkan kepalanya untuk merenung. Kemudian tampak dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Tanpa menunggu bantahan dari pihak lawannya, dia melanjutkan lagi dengan nada curiga. “Hal ini benar-benar membuat orang sulit untuk percaya, Yibun Siu San yang kukenal sepuluh tahun lalu, merupakan seorang manusia sederhana yang mencintai keterbukaan. Dia tidak seperti Saudara yang main rahasia-rahasiaan, pakai kerudung penutup muka segala macam!”
Belum lagi kata-katanya selesai, tiba-tiba terdengar suara manusia berkerudung yang tinggi melengking…
Dari Pak Hay aku pindah ke Lam Hay, mengirimkan kabar dengan perantara burung elang tentu tidak mungkin, di musim semi memetik buah tho sambil menikmati secawan arak, malam-malam berhujan selama sepuluh tahun lentera menerangi dunia Kangouw.
Berdiam di rumah yang terlihat hanya empat tembok mengelilingi, mengobati penyakit dengan tiga macam cara yang berlainan, pikiranpun…!”
Baru membaca syair tersebut setengah jalan, tahu-tahu telah terdengar suara bentakan dari mulut Oey Kang.
“Tutup mulutmu!”
Tampangnya terlihat tegang sekali. Tidak henti-hentinya dia mengusap keringat yang membasahi keningnya dengan ujung lengan baju, seakan bentakannya yang keras tadi telah menghambur tenaga yang banyak dan menguras seluruh kekuatannya.
“Apakah kau sudah percaya dengan keterangan Hengte?” tanya si manusia berkerudung.
Oey Kang tertawa dingin satu kali. Dari bawah mejanya dia mengeluarkan sepasang cakar harimau, jenis senjata yang terbuat dari baja dan berbentuk cakar harimau.
“Saudara dapat membaca syair tadi sebagai identitas diri, rasanya memang sahabat lama orang she Oey. Tetapi aku justru mempunyai pikiran, nama mungkin dapat dipalsukan, yang pasti ilmu silat tidak. Mungkin ada baiknya kita tunjukkan sedikit kejelekan agar asli atau palsunya dapat dibuktikan segera!”
Sambil berbicara, sepasang lengannya direntangkan, kaitan berbentuk cakar harimaunya bagai naga sakti yang menimbulkan dua carik cahaya dingin. Dari kanan dan kiri dia melancarkan sebuah serangan.
Ilmu silat orang ini sudah mencapai taraf yang tertinggi. Senjata yang panjang maupun pendek dapat digunakannya dengan sempurna. Sejak semula dia memang sudah mempersiapkan beberapa macam senjata di bawah meja yang mana dapat digunakannya dalam keadaan terdesak. Para pendekar yang berkumpul di dalam ruangan itu merupakan tokoh-tokoh yang sudah luas pengalamannya, namun mereka tidak menyangka Oey Kang selicik itu.
Manusia aneh yang mengenakan kerudung dan mengaku bernama Yibun Siu San menarik nafas dalam-dalam. Dengan mendadak kakinya mencelat mundur tiga langkah. Tidak disangka di belakangnya justru terdapat sebuah meja yang justru menghalangi jalannya. Andai kata Oey Kang terus mendesak maju, maka tidak ada tempat lagi baginya untuk mengundurkan diri.
Yibun Siu San paham sekali watak Oey Kang yang licik serta keji. Dengan adanya kesempatan baik seperti ini, mana mungkin dia membiarkannya? Begitu pikirannya tergerak, dia segera memusatkan perhatiannya. Matanya beredar. Dia melihat Kiau Hun sudah mulai bergerak. Tubuhnya melayang bagai seekor camar yang melintasi lautan meninggalkan kursinya dan mencelat ke tengah arena untuk memberikan bantuan kepada para pendekar yang sedang sibuk meringkus para gadis yang mulai kehilangan kendali itu…
Tiba-tiba dia melihat sebatang golok tergeletak di samping bawah, kakinya segera dihen-takkan. Dalam sekali gerak saja, golok itu sudah tergenggam dalam tangannya.
Tepat pada saat itu, Oey Kang sudah menerjang ke arahnya. Kecepatannya bagai luncuran sebatang anak panah. Orangnya belum sampai, kaitan cakar harimaunya sudah berada di depan mata. Dengan jurus Ular berbisa keluar dari goa, dia melancarkan serangan ke dada Yibun Siu San.
Coan Lam Taihiap Yibun Siu San segera membalas dengan jurus Burung Hong menembus awan. Dia berhasil menghindarkan diri dari serangan kaitan cakar harimau sekaligus mengembalikan serangan tersebut. Tampaknya cahaya golok berkilauan dan menyapu ke depan.
Oey Kang tertawa terbahak-bahak. “Begini baru seru!”
Tubuhnya tiba-tiba bergerak, kaki yang baru saja menginjak tanah dengan mendadak mencelat ke belakang sejauh empat lima mistar. Dia mengelakkan diri dari serangan golok Yibun Siu San, dan pada saat itu juga, perge-langan tangannya bergerak dan melancarkan sebuah serangan kembali.
Begitu berhadapan, keduanya langsung terlibat dalam pertarungan yang sengit. Dalam sekejap mata, tampak cahaya golok bagai salju. Bayangan kaitan bergerak-gerak. Untuk sesaat keduanya bersaing untuk saling menyerang terlebih dahulu.
Setelah bergebrak belasan kali, terdengar Yibun Siu San mengeluarkan suara siulan yang panjang. Tiba-tiba gerakan goloknya berubah, dia segera membuka serangan dan mengerahkan jurus golok Cap Pek Lohan dari Siau Lim Pai. Begitu jurus itu dilancarkan, ternyata tidak terlihat adanya cahaya golok yang berkilauan juga tidak tampak adanya perubahan gerak yang mengejutkan. Tetapi setiap serangan goloknya selalu mengandung tenaga yang dahsyat serta gencar sekali dan tidak dapat dipecahkan dengan mudah oleh lawannya.
Keadaan di dalam ruangan perlahan-lahan mulai berubah. Sejak nyala lilin yang memenuhi seluruh ruangan padam, kesebelas gadis bugil itu kehilangan gaya tempurnya. Apalagi di pihak para pendekar telah bertambah seorang Kiau Hun. Gerakan gadis itu bagai kilat. Ilmu silatnya tinggi sekali, jurus-jurus yang dikerahkannya sangat aneh. Dalam waktu yang sekejap saja, keadaan telah berubah dengan drastis. Para gadis itu berhasil ditekan sedemikian rupa oleh para pendekar. Beberapa orang pendekar sibuk membopong rekan mereka yang jatuh tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat yang tersebar di selendang para gadis itu tadi. Kemudian mereka lalu berdiri dari kejauhan dan menyaksikan jalannya pertarungan.
Tiba-tiba terlihat tangan Oey Kang bergerak-gerak, tubuhnya sendiri mencelat ke belakang, tampaknya dia bermaksud membingungkan pandangan lawan kemudian dengan mendadak mengibaskan pergelangan tangannya. Timbul segulungan angin tajam yang langsung menerpa ke depan. Cara turun tangan orang ini selalu mengandung kelicikan yang tidak terduga-duga. Kaitan harimau di tangannya bukan diserang ke arah lawan, malah diputar sehingga terbit cahaya yang menyilaukan mata. Setelah mengiringi sinar golok yang berpijar-pijar, dengan tiba-tiba Oey Kang meluncurkan kaitan cakar harimau tersebut menerobos ke dalamnya.
Yibun Siu San merupakan seorang tokoh yang sudah lama mengasingkan diri. Ilmu silatnya sangat tinggi. Pengetahuannya juga sangat luas. Tetapi dia juga sempat terpana melihat cara menyerang yang baru kali itu dijumpainya. Cepat-cepat dia menarik nafas dalam-dalam dan mencelat mundur sejauh tiga langkah.
Terdengar suara siulan yang membuat telinga berdengung-dengung. Kaitan cakar harimau di tangan Oey Kang menimbulkan kuntuman bunga-bunga yang setajam golok. Dengan berderai-derai meluncur ke arah beberapa urat darah Yibun Siu San yang berbahaya.
Terdengar Yibun Siu San mengeluarkan suara bentakan, “Sungguh jurus Pohon Besi Bunga Perak yang hebat!”
Tangan kanannya segera mengerahkan jurus Bintang-Bintang Melintasi Sungai.
Gulungan tenaga dalam yang dahsyat bagai disatukan ke ujung telapak tangannya dan bagai ombak yang pasang surut melanda ke arah kaitan cakar harimau Oey Kang.
Cara menghimpun hawa murni dan tenaga dalam yang disatukan dan tersalur ke tempat tertentu, kalau bukan tokoh kelas tinggi yang sudah menguasai tenaga dalamnya sesuka hati, tentu tidak dapat melakukannya.
Melihat serangan Yibun Siu San ini, wajah Oey Kang segera berubah hebat. Hatinya ter- peranjat sekali, dengan cepat dia mengempos tenaga dalamnya dan menarik kembali luncuran serangan kaitan cakar harimaunya. Kemudian diapun mencelat mundur sejauh lima langkah.
Terdengar suara meja dan kursi yang terbalik kemudian pecah berantakan. Rupanya tubuh Oey Kang yang bergerak mundur secara tidak sengaja membentur meja kursi yang ada di belakangnya.
Melihat serangannya berhasil, Yibun Siu San segera memperbaiki posisinya dan kembali melancarkan sebuah serangan yang lain. Tangan kirinya segera bergerak ke depan dan dia mengerahkan jurus Angin Gelap Menggoyangkan Pohon Liu. Ketika pergelangan tangannya memutar, secara mendadak diluncurkan ke depan dan secara keras meluncur menerobos ke dalam kaitan cakar harimau di tangan Oey Kang.
Serangannya ini sungguh aneh. Memang merupakan gerakan yang hanya dapat dilakukan oleh tokoh kelas tinggi. Orang-orang yang menyaksikan jalannya pertarungan merasa terpana. Diam-diam hati mereka kagum bukan main.
Meskipun Oey Kang sendiri terkejut sekali, namun dia tidak menjadi kalang kabut.
Secara diam-diam dia menambah tenaga yang ada dalam pergelangan tangannya, tiba- tiba kaitan cakar harimau berganti arah dan meluncur ke arah pundak Yibun Siu San.
Hati Yibun Siu San tercekat bukan kepalang.
Sepuluh tahun tidak bertemu, ternyata ilmu silat Jiko sudah maju sedemikian pesat. Tidak heran dia sampai mendapat julukan Raja iblis nomor satu di dunia Kangouw,
pikirnya diam-diam.
Begitu pikirannya tergerak, tangan kirinya bergerak ke samping menghindar dari serangan kaitan cakar harimau Oey Kang. Tubuhnya pun melesat dengan cepat dan menerjang ke depan.
Setelah berhasil menghindarkan diri dari bahaya dengan kaitan cakar harimaunya, tubuh orang itu membungkuk sedikit, tangan kiri yang menggenggam kaitan cakar harimau segera terulur dan perlahan-lahan dia mengerahkan jurus Elang Sakti Mengibaskan Sayap. Kehebatan jurus ini tak perlu dikatakan lagi.
Serangannya ini benar-benar di luar dugaan Yibun Siu San. Kalau tidak cepat-cepat menarik kembali serangannya, pasti dirinya akan terluka oleh kaitan cakar harimau lawan. Kebetulan tempatnya berdiri penuh dengan meja serta kursi yang terbalik, jadi jalannya menjadi terhalang. Hatinya terkejut setengah mati. Mulutnya mengeluarkan suara raungan yang keras, tangan kirinya segera dirubah menjadi totokan. Dengan kecepatan kilat dan totokan bagai pisau tajamnya, dia menyambut datangnya kaitan cakar harimau yang dilancarkan oleh Oey Kang.
Beberapa jurus serangan yang berlangsung terus menerus ini, tidak ada satupun yang tidak mengandung kekejian. Serangan Oey Kang hebat bukan main, sedangkan perubahan gerakan yang dilakukan oleh Yibun Siu San sangat serasi dan indah. Apabila sampai terjadi kesalahan sedikit saja, pasti nyawa keduanya terancam bahaya.
Ketika menggerakkan pergelangan tangannya untuk menarik kembali jurus serangan yang sudah dilancarkan, tiba-tiba dia melempar kaitan cakar harimaunya. Tangan kirinya secepat kilat meluncur dan menjepit ujung golok Yibun Siu San. Wajahnya tampak serius, diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya dan menyalurkannya lewat ujung golok tersebut.
Cara menyalurkan tenaga dalam ke ujung senjata lawan dengan maksud menggetarkan pergelangan tangan lawan sehingga terluka, merupakan ilmu tingkat tinggi. Kalau bukan orang yang memiliki tenaga dalam sampai mencapai taraf tertinggi, tentu sulit melakukannya.
Diam-diam hati Yibun Siu San jadi tergetar. Keadaan yang mendesak membuat dia tidak sempat berpikir lama-lama. Dia menarik nafas dalam-dalam kemudian menghimpun tenaga dalamnya untuk mendorong tekanan tenaga yang tersalur lewat goloknya itu.
Dua rangkum tenaga yang sanggup melukai lawannya segera bertemu, tanpa dapat ditahan lagi. Hati Yibun Siu San berdebar-debar, namun Oey Kang justru terdorong oleh pantulan tenaganya sehingga sempoyongan kemudian langkah kakinya pun terpaksa mundur ke belakang.
Sifat orang ini memang jahat sekali. Meskipun dirinya tergetar mundur, namun kekejiannya belum padam. Mulutnya mengeluarkan suara dengusan, tangan kirinya yang menjepit ujung pedang bergetar. Dia menambah beberapa Bagian tenaga dalam. Sebilah golok yang terbuat dari baja ternyata patah menjadi dua Bagian karena getaran tenaga dalamnya.
Meskipun wajah Yibun Siu San ditutupi cadar hitam, tetapi matanya tetap tajam sekali.
Dia melihat Oey Kang tidak memperdulikan pantulan tenaga dalamnya yang dapat menimbulkan bahaya, dan dengan nekat mengerahkan tenaga yang lebih besar agar goloknya terpatah menjadi dua Bagian. Orang ini benar-benar menempuh jalan apa saja asal dirinya terlepas dari kesulitan.
Para pendekar yang melihat dari samping malah dikelabui oleh gerakan yang indah.
Mereka mengira orang itu tergetar mundur karena golok yang menjadi perantara diantara mereka tergetar putus, bukan karena tenaga dalamnya yang kalah kuat.
Setelah tergetar mundur, hati Oey Kang diliputi kebencian yang dalam. Namun dia sengaja memperlihatkan kewajaran, malah mendongakkan wajahnya sambil tertawa terbahak-bahak. Potongan golok di tangannya dilemparkan ke atas tanah.
“Saudara yang ada di hadapanku ini, tidak diragukan lagi pasti Samte. Sepuluh tahun lamanya tidak dengar kabar berita sama sekali, benar-benar membuat Giheng rindu setengah mati.” katanya tenang.
Dengan nada sedingin es Yibun Siu San menyahut…
“Tutup mulut! Siapa yang sudi menjadi Samte-mu, kalau kau dapat membuat Toako hidup kembali, tali persaudaraan kita yang sudah terjalin sekian lama tentu akan tersambung kembali. Sayangnya Toako sudah mati selama sepuluh tahun. Dalam waktu yang sedemikian panjang, Toaso setiap hari bermuram durja. Dengan tekun dia melatih ilmu silat, tetapi tidak ada satu haripun yang tidak dilaluinya dengan berurai air mata.
Hidupnya penuh dengan penderitaan…”
Berkata sampai di sini, hatinya seakan dilanda keharuan yang dalam. Tetapi dia melanjutkan juga kata-katanya. “Kalau bukan Toaso memesankan sampai berulang kali, bahwa bagaimanapun harus menunggu sampai anaknya kembali untuk membalas dendam dengan tangannya sendiri, hari ini aku pasti akan membuatmu sulit melepaskan diri dari keadilan!”
Oey Kang merasa ada serangkum perasaan pilu yang memenuhi hatinya. Tubuhnya bergetar dengan hebat.
“Maksudmu Cen Lam Hong tinggal di tempatmu?” tanyanya marah.
“Sepuluh tahun lamanya, aku terus mengikuti Toaso. Aku tidak meninggalkannya selangkahpun. Apalagi lusa merupakan peringatan kematian Toako, Toaso sudah mempersiapkan…”
Tiba-tiba dia merasa mulutnya telah kelepasan bicara. Sepasang mulutnya membungkam rapat-rapat dan dia tidak melanjutkan kata-katanya lagi.
Sepasang mata Oey Kang mengedar ke kiri dan kanan. Kemudian dia mendengus dingin.
“Toaso sudah terhitung seorang janda. Sedangkan kau adalah seorang bujang lapuk. Seorang laki-laki yang kesepian dengan seorang wanita yang ditinggal mati, hidup dalam satu atap. Pasti akan terjadi hal-hal yang melanggar tata susial!” kata-katanya ini merupakan sindiran yang tajam sekali.
Yibun Siu San menjadi gusar bukan kepalang.
“Siapa diri Toaso, kau dan aku sama-sama mengerti! Kalau kau ingin mengucapkan kata-kata seperti ini, mengapa tidak dinyatakan di depan Toaso sendiri? Membusukkan nama baik orang di belakang punggungnya, mana pantas disebut sebagai laki-laki sejati.
Hari ini aku enggan bersilat lidah denganmu. Aku hanya ingin membawa pergi orang- orang ini. Apakah aku keberatan?” wajahnya tertutup oleh sehelai cadar, hal ini membuat orang tidak dapat melihat mimik wajahnya, apakah sedang bergembira atau bersedih.
Namun dari nada suaranya dapat diketahui bahwa tokoh ini sedang gusar sekali.
“Kata-kata yang bagus. Bagaimana caranya mengurusi orang-orang ini, giheng tidak mem-punyai gagasan sama sekali. Tetapi tolong sampaikan kepada Toaso bahwa dua hari lagi giheng pasti akan hadir di depan perabuan Toako dan memasang hio sebagai tanda duka cita.”
Yibun Siu San mendengus dingin. Dia membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah Kok Hua-hong.
“Tinggalkan tempat ini!” katanya.
Tanpa menunggu jawaban dari para pendekar, dia menyingsingkan lengan bajunya dan dengan perlahan-lahan berjalan keluar.
Para pendekar saling lirik sekilas, lambat laun merekapun menggerakkan kakinya dan berbondong-bondong meninggalkan ruangan tersebut. Meskipun pertarungan yang sempat menentukan mati hidup sudah berlalu, namun di wajah mereka masing-masing masih tersisa ketegangan dan rasa takut yang tidak terkatakan.
Setelah para pendekar meninggalkan pen-dopo tersebut, dari belakang berkumandang suara tawa yang panjang yang melengking. Suara itu begitu menusuk pendengaran dan di dalamnya terkandung rasa gembira serta semangat yang meluap-luap. Seakan ada sesuatu hal yang membuat perasaan Oey Kang demikian senang. Si gemuk pendek Cu Mei membopong Liu Seng yang tidak sadarkan diri. Langkah kakinya dipercepat dan mengejar sampai belakang Yi Siu.
“Lotoa, kalau menurut pandanganmu, ilmu Coan Lam Taihiap ini lebih tinggi atau si raja iblis itu yang lebih unggul?” tanyanya dengan nada lirih.
Yi Siu terpekur sejenak. “Hal ini… sulit dipastikan…” Cu Mei tertawa kecil.
“Untung saja orang yang muncul ini merupakan pendekar yang menjunjung tinggi keadilan. Apabila dia satu komplotan dengan Oey Kang, rasanya kau dan aku sulit keluar lagi dari pintu gerbang Pek Hun Ceng, kita pasti mati…” mengingat hal itu hatinya jadi tergetar cepat-cepat dia menutup mulutnya dan tidak berani melanjutkan kata-katanya.
Suara pembicaraan kedua orang itu begitu lirihnya sampai tidak bisa dikecilkan lagi, entah bagaimana Yibun Siu San seakan dapat mendengarnya. Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dan melirik sekilas kepada kedua orang itu, kemudian seakan tidak ada apa-apa, dia meneruskan langkah kakinya.
Rombongan itu berjumlah sepuluh orang, setelah memutari taman bunga dan melewati dua.halaman terbuka, akhirnya mereka sudah bisa melihat pintu gerbang Pek Hun San- ceng.
Tiba-tiba Yibun Siu San menghentikan langkah kakinya, dia menjura kepada para pendekar:
“Cayhe masih ada urusan lainnya sehingga hanya bisa menemani sampai di sini.
Apabila Cuwi sudah melewati pintu gerbang tersebut, tentu tidak akan terjadi apa-apa lagi. Tapi harap Cuwi ingat baik-baik, lain kali kalau melakukan apapun harus ukur dulu kekuatan sendiri, jangan bertindak mengikuti kata hati saja.”
Kok Hua-hong segera membalas penghormatan Yibun Siu San.
“Apa yang Tuan katakan memang tepat sekali. Nasehat yang baik ibarat emas beratnya, kami tentu akan perhatikan baik-baik.”
Yibun Siu San seperti mempunyai ganjalan dalam hati. Tampak dia menarik nafas panjang.
“Menurut pertimbanganku setelah meninjau selama beberapa hari ada kemungkinan, komplotan kaum sesat dari luar samudera, iblis-iblis dari daerah barat akan melakukan gerakan. Sejak sekarang dunia Bulim tidak dapat tenang lagi, bisa jadi gelombang badai yang akan melanda kali ini besar sekali… aih! Aku tidak akan mengatakan lebih lanjut, harap Cuwi jaga diri baik-baik!”
Sembari berkata, dia menghentakkan kakinya. Tiba-tiba sudah melesat di udara dengan ketinggian kurang lebih satu depa. Gerakannya ringan dan lemah gemulai. Begitu kakinya mendarat lagi di atas tanah, tahu-tahu orangnya sudah mencelat sampai sejauh dua depaan jauhnya. Bukan main hebatnya ginkang orang ini.
****
Kembali kepada Tan Ki yang membopong Mei Ling. Menerjang keluar dari pendopo dengan mendobrak pintu, dia berlari terbirit-birit. Kecepatannya bagai sambaran kilat. Telinganya sampai mendengar jelas desiran angin. Benda-benda maupun pepohonan yang ada di kedua sisinya seperti berjalan mundur dengan cepat.
Setelah berlari kurang lebih setengah kentungan, tenyata tidak terjadi hal apapun yang di luar dugaan, hati Tan Ki menjadi agak lega. Kembali berlari sejauh beberapa depa, baru dia menghentikan langkah kakinya. Dia melepaskan jubah luarnya dan menggunakannya untuk menutupi tubuh Mei Ling yang bugil. Dia takut dirinya sendiri tidak tahan untuk terus melihat, sehingga pikirannya melayang ke hal yang bukan-bukan.
Matahari bersinar dengan terik, pepohonan berdiri tegar dengan daunnya yang melambai-lambai. Angin berhembus dengan lembut, tetapi di dalam hatinya ada bara api yang sedang berkobar-kobar. Dia merasa gugup. Ingin rasanya ada sepasang sayap yang tumbuh di punggungnya agar dapat meninggalkan Pek Hun San-ceng secepat mungkin. Setelah itu dia akan mencari seorang tabib sakti supaya gadis yang dicintainya dapat disembuhkan seperti sedia kala.
Tiba-tiba dia melihat seorang pemuda berpakaian putih memutar keluar dari balik sebatang pohon. Orang itu menghadang di tengah jalan. Dia adalah si pendekar baju putih Oey Ku Kiong.
Tan Ki diam-diam jadi tertegun. Terdengar pemuda itu tertawa bebas.
“Aku mendapat perintah dari Ayah untuk menunggu di sini dan menghadang setiap orang yang akan keluar dari Pek Hun Ceng ini.” selesai berkata, orangnya maju perlahan- lahan menghampiri Tan Ki. Pakaiannya berkibar-kibar, langkah kakinya tidak menimbulkan suara sedikitpun.
Mendengar ucapannya, diam-diam Tan Ki menjadi terperanjat.
Pantas saja sepanjang perjalanan aku berlari keluar, tidak menjumpai seorangpun, rupanya Oey Kang sudah mengutus anak angkatnya menunggu di sini, pikirnya dalam hati.
Diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya ke Bagian telapak tangan dan bersiap- siap menjaga segala kemungkinan.
Tiba-tiba terdengar Oey Ku Kiong menarik nafas satu kali. Dia menghentikan langkahnya tidak jauh dari Tan Ki.
“Gadis yang ada dalam gendonganmu itu, mengapa bukan gadis she Cen yang datang bersama-sama denganmu ke Pek Hun Ceng ini?”
Tan Ki tertegun sejenak.
“Buat apa Saudara menanyakan hal ini?” Oey Ku Kiong agak marah mendengar ucapannya.
“Aku suruh kau menjawab bukan malah bertanya…” dalam hatinya bagai ada ribuan kata-kata yang tercekat di tenggorokan dan tidak dapat tercetus keluar. Dia berhenti sejenak seolah sedang mempertimbangkan sesuatu, kemudian dengan cepat dia melanjutkan lagi. “Aku menyukainya. Sejak pertama kali melihatnya, di dalam hatiku telah timbul kesan yang dalam terhadapnya.”
Tan Ki melihat tampang wajahnya seperti orang yang terharu. Diam- diam dia berpikir di dalam hati: Apakah di dunia ini benar-benar ada kejadian jatuh cinta pada pandangan pertama?
Tiba-tiba dia teringat ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Mei Ling, bukankah dia juga mempunyai perasaan yang sama? Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi, dia jadi tersenyum simpul.
Begitu matanya memandang, tiba-tiba dia melihat jari kelingking sebelah kiri Oey Ku Kiong tampak berkilauan. Rupanya dia melengkungkan tiga jarum Bwe Hua-ciam milik Kiau Hun dan memakainya sebagai cincin. Benda ini memang halus sekali, tetapi bagi pemuda itu tentu mengandung makna yang besar. Seandainya sulit bertemu dengan orangnya sendiri, apa salahnya menumpahkan kerinduan di hati dengan memandangi benda yang ditinggalkannya. Hal ini membuk-tikan sampai di mana dalamnya cinta kasih pemuda itu terhadap Kiau Hun. Juga merupakan hal yang mengibakan hati.
“Tan Heng, tentunya kau mengenal baik Cen Kouwnio itu bukan? Di sini aku mempunyai sebuah akal yang menguntungkan kedua pihak, harap kau sudi mengabulkannya.”
“Coba kau uraikan saja, biar aku mempertimbangkannya baik-baik.”
“Gadis yang ada dalam gendongan Tan Heng itu telah dicekoki obat Li Hun Tan alias pil pelenyap sukma oleh Ayah. Kesadarannya sudah hilang, Tan Heng dapat menggendongnya secara terang-terangan, tentu kau sudah menganggapnya sebagai orang yang dekat sekali hubungannya. Mungkin kau juga berharap agar gadis itu dapat segera pulih kembali seperti sedia kala?”
“Hal ini tidak perlu dikatakan lagi.” Oey Ku Kiong tersenyum simpul.
“Aku bisa mencuri obat penawarnya untukmu. Tetapi kau harus melakukan suatu tugas untukku sebagai imbalannya.”
“Urusan apa?” tanya Tan Ki.
“Kau harus katakan kepada Cen Kouwnio bahwa aku akan menikahinya. Tidak perduli syarat apapun yang dia ajukan, aku pasti akan menerimanya. Kau hanya perlu mengatur pertemuan di antara kami dan bertindak sebagai mak comblang.”
Mendengar ucapannya, Tan Ki jadi terpana.