Jilid 02
“SAM-KOH!” seru Hoa Hujin dengan alis mata berkenyit, “benda mujarab yang amat langka itu jangan dibuang dengan percuma!”
“Hmmm…. semua orang mengatakan bahwa benda ini dapat ganti tulang ganti kulit serta menambah umur, aku si nenek tua tidak percaya dengan kabar berita semacam itu….” “Kalau memang tidak percaya, apa yang hendak kau lakukan?”
“Akan kucoba!” Tio Sam-koh berpaling ke arah Hoa Thian- hong dengan mata melotot besar, lalu membentak, “Hey, bukankah aku suruh engkau pentang lebar mulutmu? apakah telinga mu sudah tuli?”
Hoa Thian-hong menggerakkan bibirnya seperti mau mengucapkan sesuatu, tapi ujung kuku Tio Sam-koh telah menggurat diatas daun Leng-ci itu, karena terpaksa ia buka mulut untuk menerimanya.
Cairan yang dingin dan membawa rasa getir masuk lewat tenggorokannya masuk ke dalam perut.
Ketika Hoa Hujin menyaksikan Tio Sam-koh kurang terima dan kembali akan menyobek pula daun terakhir yang masih tersisa, buru-buru ia cekal pergelangan tangannya segera merampas kembali kotak kumala itu, ujarnya sambil menghela napas panjang, “Badan kulit rambut berasal dari orang tua, kenapa pasti ganti kulit lagi? sekarang kaum iblis sedang merajalela manusia dibuat permainan dan banyak yang mati karena sengsara meskipun ada obat mujarab nasib manusia sudah ditentukan takdir”
Habis berkata ia tutup kotak kumala itu dan bermaksud dimasukkan kedalam sakunya.
Tio Sam-koh sama sekali tidak menggubris ucapan itu sambil tertawa dingin kembali ia berkata, “Benda itu toh miliknya pribadi kenapa engkau menghematnya? hendak buat apa benda itu? Hoa Thian-hong segera tertawa dan menubruk, “Sam poo boanpwee….”
“Tutup mulut!” bentak Tio Sam-koh dengan gusar.
Hoa Hujin tersenyum, dia serahkan kembali kotak kumala itu ke tangan Hoa Thian-hong sambil pesannya, “Simpan baik- baik benda ini, sekarang duduklah bersemedi serta mengatur pernapasan”
Buru-buru Hoa Thian-hong menerima kembali kotak kumala itu dan dimasukkan kedalam saku, kemudian pejamkan mata dan duduk bersemedi.
Tio Sam-koh memperhatikan pemuda itu beberapa saat lamanya, lalu duduk pula di sampingnya sedangkan Hoa Hujin ambil beberapa lembar kitab yang sudah rusak dan pusatkan perhatiannya untuk mempelajari isi buku tersebut.
Kurang lebih setengah jam kemudian, air muka Hoa Thian- hong yang pucat pias telah berubah jadi merah kembali, dengusan napas pun kian lama kian bertambah berat, sedikit pun tidak mirip seorang jago silat yang memiliki tenaga dalam.
Walaupun Tio Sam-koh duduk agak jauh dari pemuda itu, namun sepasang matanya menatap wajah Hoa Thian-hong tanpa berkedip, dia awasi terus semua perubahan wajah.
Sedangkan Hoa Hujin sama sekali tidak menggubris putranya yang sedang duduk bersemedi itu bahkan melirik barang sekejappun tidak, dia hanya pusatkan perhatiannya untuk membaca buku.
Buku tadi bukan lain adalah kitab catatan Ci yu jit ciat yang berhasil dirampas oleh Tio Sam-koh dari saku Hoa Thian-hong. Menyaksikan Hoa Hujin pusatkan perhatiannya untuk membaca buku dan sama sekali tidak mengurusi putranya, Tio Sam kong naik pitam dan merasa mendongkol sekali, dia ingin sekali membentak perempuan tersebut, tapi diapun takut bentakan itu akan mengganggu ketenangan Hoa Thian-hong dalam melakukan semedinya.
Setelah bersabar beberapa saat lamanya, lama-kelamaan ia tak kuat menahan diri lagi, dengan ilmu menyampaikan suara segera tegurnya terhadap diri Hoa Hujin, “Obat itu mulai bekerja, coba tengoklah sebentar wajah Seng ji”
Hoa Hujin menengadah memandang sekejap ke arah Hoa Thian-hong kemudian menjawab, “Kita tak tahu setelah Leng- ci itu dimakan bagaimanakah reaksinya apabila bertemu dengan sari racun dari teratai racun empedu api yang bersarang didalam tubuhnya, dan lagi akupun tak tahu bagimana akibatnya nanti?”
“Apakah engkau tak dapat menggerakan tangan untuk memeriksa sebentar denyutan nadinya?” seru Tio Sam-koh dengan gusar.
Hoa Hujin tersenyum.
“Seng ji bisa mendapat perhatian yang begitu serius dari engkau, boleh dibilang dia memang punya rejeki yang amat besar”
Telapak kanannya segera ditempelkan keatas batok kepala Hoa Thian-hong, terasalah aliran darah didalam tubuh pemuda itu bergerak amat cepat sekali, kecuali itu tiada tanda lain yang mencurigakan. Lewat beberapa waktu kemudian, tiba-tiba Hoa Thian-hong menggerakkan bulu matanya dan berkata dengan suara seperti sedang mengigau, “Ibu, aku ingin tidur….”
“Kalau ingin tidur, pergilah tidur!“ jawab Hoa Hujin berpikir sebentar.
“Tio Sam-koh segera memburu kedepan, omelnya, “Engkau memang seorang manusia yang berhati keras seperti baja, aku nenek tua merasa takluk padamu”
“Orang kuno memang lebih tahan uji dan banyak merasakan pahit getirnya kehidupan daripada orang sekarang….”
Tiba-tiba ia membungkam dan segera alihkan sorot matanya ke arah jembatan batu bagian seberang.
Tio Sam-koh segera mengalihkan pula sorot matanya ke arah jembatan batu itu, tampaklah dari arah Timur, laut muncul serombongan manusia sedang bergerak mendekat, berhubung jaraknya masih jauh maka raut wajah orang-orang itu tidak nampak begitu jelas.
Tanpa terasa lagi ia meryumpah didalam hati, “Hmmm! kalau ini hari aku nenek tua tidak melakukan pembunuhan secara besar-besaran, aku bersumpah tak mau menjadi manusia!”
“Diantara mereka terdapat pula Hoa In, aku pikir rombongan itu pastilah sahabat-sahabat dari Bu Lim” sambung Hoa Hujin dengan cepat.
Tio Sam-koh alihkan kembali sorot matanya ke arah orang- orang itu, sesaat kemudian ia baru melihat bahwa orang yang berjalan di paling depan bukan lain adalah Hoa In, sedang dibelakangnya mengikuti belasan orang baik pria maupun wanita baik tua maupun muda.
Lewat beberapa saat kemudian semua orang sudah tiba di tepi sebrang jembatan batu, tampaklah Hoa In sambil menggendong sebuah keranjang amat besar berjalan di paling depan, dibelakangnya mengikuti Cu Im taysu yang pelihara rambut berwarna keperak-perakan, memakai jubah warna putih serta membawa senjata sekop, disamping itu terdapat pula Ciong liang kek yang bertangan tunggal, si telapak pasir emas Chin Pek-cuan serta putranya Chin Giok-liong….
Selain itu terdapat pula tiga orang gadis berdandan suku Biau mengelilingi seorang dara berbaju hitam. Harimau berlarian Tiong Liau serta Harimau Ompong Tiong Lo poo cu dari tiga harimau keluarga Tiong menguntil dipaling belakang.
Sepanjang jalan ketiga orang dara suku Biau itu “Kuku…. kakakk….kaak”, bicara tiada hentinya, sedangkan air muka dara baju hitam itu tetap tenang namun serius sekali.
Dalam sekejap mata rombongan para jago telah tiba diatas bukit, belasan pasang mata bersama-sama dialihkan ke arah dalam gua.
Hoa Hujin segera bangkit berdiri untuk menyambut kedatangan mereka, dari mulut Hoa Thian-hong telah mengetahui asal usul dari rombongan orang itu, apa lagi sebagian besar merupakan sahabat- sahabat lamanya tentu saja perempuan itu mengenali siapakah mereka.
Teringat bahwa pertarungan sengit sudah hampir berlangsung dan para jago persilalatan itu sudah berdatangan tepat pada saatnya dengan perasaan terharu bercampur terima kasih Hoa Hujin memunculkan diri dan berteriak dengan suara lantang, “Taysu, Cion liang hin heng….” “Hujin, baik engkau?” tegur Cu Ing taysu pula dengan suara lantang, “gunung thay san belum ambruk, akarnya masih berada dalam tanah, rupanya kami sekelompok sukma sukma gentayangan akhirnya dapat melegakan hati!”
Tiba-tiba terdengar para gadis berdandan sukma Biau itu kemudian memanggil dengan suara lantang, “Siaulong….”
“Telur busuk cilik!” omel Tio Sam-koh didalam hati, “dimana-mana meninggalkan bibit bencana, teman gadisnya terlalu banyak….”
Hoa Hujin tersenyum, sambil menyapa gadis muda itu sahutnya, “Putra sedang merasa kurang enak badan, maafkanlah kalau ia tak dapat bangkit berdiri untuk menyambut kedatangan kalian”
Mendengar Hoa Thian-hong tidak enak badan, tanpa sadar kawanan gadis muda itu mempercepat langkahnya dan didalam waktu singkat telah meluruk tiba semua.
Adat istiadat suku Biau jauh lebih bebas daripada suku bangsa Han yang kolot dan banyak tata cara itu, ketika mereka saksikan Hoa Thian-hong tertidur amat nyenyak diatas tanah dengan cepat gadis-gadis itu mengelilingi tubuhnya, ada yang memegang kepala, ada yang memeriksa denyutan nadinya, dan ada pula yang membuka pakaian untuk memeriksa luka diatas dadanya, suara pembicaraan terdengar amat gaduh sekali membuat suasana jadi amat ramai.
Sementara itu Harimau pelarian Tiong Liau serta nenek tua she Tiong secara diam-diam ikut mengelilingi pula si anak muda itu. Cu Im taysu tidak kenal bahasa Biau, ia takut Hoa Thian- hong mengalami luka yang cukup parah, tidak sempat ia memberi hormat lagi segera tegurnya, “Hoa Hujin kenapa dengan putramu itu?”
Hoa Hujin tersenyum.
“Sebetulnya luka yang diderita tidak terlalu ringan untung kita memperoleh sebatang Leng-ci berusia seribu tahun, baru saja ia makan Leng-ci itu kemudian tertidur pulas.
Seperti baru saja menurunkan beban yang berat dari atas bahunya, Cu In taysu jadi amat girang kembali ia berkata, “Leng-ci berusia seribu tahun apalah benda langka yang amat berharga sekali dalam kolong langit, pemuda itu bisa memperoleh obat semujarab itu hal tersebut menunjukkan kalau dia memang punya rejeki besar”
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lagi, “Silahkan hujin bercakap-cakap dengan saudara yang lain, pinceng akan pergi kesana untuk menengok keadaan dari Hoa kungcu”
Habis berkata ia segera berjalan menuju ke arah Hoa Thian-hong.
Hoa Hujin tersenyum, sambil berpaling ke arah Ciong Lian- khek serta Chin Pek Cain, ujarnya, “Putraku bodoh dan tak banyak pengalaman, dimana-mana selalu menimbulkan keonaran aku sangat berterima kasih karena engkau berdua sering kali membantu dirinya.
Dengan wajah murung Ciong Lian-khek tetap membungkam, senyumnya tersungging di ujung bibirnya.
Sedangkan Chin Pek-cuan segera goyangkan tangannya berulang kali, sambil tertawa ia berkata, “Hujin tak usah sungkan-sungkan, seorang pimpinan tidak melihat berapakah usianya, aku sekeluarga sudah kerap kali mendapat bantuan dari Seng ji, aaaai….! mengingat kita adalah sahabat lama rasanya aku pun tak perlu mengucapkan terima kasih padamu”
Ia berpaling lalu membentak keras, “Giok Liong Hong ji cepat datang kemari dan memberi hormat kepada Tio loocianwee serta Hoa Hujin.
Chi Giok liong serta dara baju hitam itu mengiakan, mereka segera maju kemuka dan memberi hormat kepada Hoa Hujin serta Tio Sam-koh.
Dengan sorot matanya yang tajam, Tio Sam-koh mengawasi terus gerak-gerik dari dara baju hitam itu, Pikirnya dalam hati, “Budak ini halus, sederhana dan merupakan seorang calon istri dan ibu yang amat baik sedang Pek Kun-gie kecuali dalam hal kecantikan, tak satupun yang bisa menangkan dirinya…. aku setuju sekali kalau dia dijadikan bakal istrinya Hoa Thian-hong….!”
Rupanya Hoa Hujin sendiri pun menaruh perhatian khusus kepada Chin Wan-hong, hanya saja karena ia sedang merisaukan keadaan dalam dunia persilatan maka untuk sementara waktu masalah mengenai putranya ini belum sempat ditangani.
Setelah membalas hormat, sambil tertawa ujarnya, “Gurumu paling suka mengasingkan diri dan selamanya tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan, kedatangan nona kesini apakah telah memperoleh izin gurumu?”
“Sudah lama suhu mengagumi akan kebesaran jiwa hujin,” sahut Chin Wan-hong dengan rasa hormat, “kali ini beliau mengijinkan Hong ji serta tiga orang suci untuk turun gunung karena pertama suci bertiga yang selalu memohon ijin kepada suhu, dan kedua karena suhu amat menyayangi Hoa si heng serta menguatirkan soal racun teratai empedu apinya, walaupun banyak nasehat harus kami dengar namun akhirnya beliau mengijinkan suci sekalian datang kemari guna membantu hujin.”
Hoa Hujin tertawa.
“Orang-orang persilatan didaratan Tionggoan mengira gurumu adalah seorang tokoh sakti yang suka menyendiri, sungguh tak nyana suhumu adalah seorang manusia yang berjiwa besar dan begitu saleh hatinya”
Sementara itu Chin Pek-cuan telah melirik sekejap ke arah tiga orang gadis suku Biau yang sedang mengelilingi tubuh Hoa Thian-hong, sambil tertawa katanya, “Ketiga orang nona itu adalah Biau nia sam sian tiga dewa dari wilayah biau, meski pun usianya nampak masih muda namun ilmu silatnya luar biasa sekali, terutama dalam hal menggunakan ilmu racun boleh dikata luar biasa sekali, dua hari berselang mereka telah mendemonstrasikan kelihayannya, membuat satu sarang srigala dan tikus dari sekte agama Thong-thian-kauw kocar kacir serta kacau tak karuan, bahkan sampai ini haripun mereka masih muntah berak tiada hentinya!”
Bicara sampai disini jago tua tersebut tak dapat menahan rasa gelinya lagi dan segera tertawa terbahak-bahak.
Tio Sam-koh pun ikut tertawa, tiba-tiba ia bertanya, “Chin Wan-hong, selama satu tahun lebih belajar ilmu, aku rasa kepandaianmu didalam menggunakan racun pasti tidak lemah bukan?”
Dengan cepat Chin Wan-hong gelengkan kepalanya. “Hong ji belum pernah belajar ilmu melepaskan racun!”
“Pertama kali angkat guru dan menjadi murid orang, seharusnya rajin belajar ilmu silat, dengan begitu dasarnya baru dapat kokoh,” ujar Hoa Hujin pula.
Merah jengah selembar wajah Chin Wan-hong mendengar nasehat itu, ia tundukkan kepalanya rendah-rendah dan menjawad, “Hong ji juga tidak belajar ilmu silat….!”
Chin Pek-cuan yang berada disisinya segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh….haaaahh….haaah…. budak ini khusus belajar ilmu ilmu obat-obatan, dikemudian hari dia bakal menjadi seorang ahli dalam memunahkan pelbagai macam racun!”
Air muka Chin Wan-hong berubah semakin merah padam selesai mendengar perkataan itu kepalanya ditundukan semakin rendah dan saking malunya sehingga tak berani angkat kepalanya lagi.
Hoa Hujin yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam segera berpikir didalam hati, “Teratai racun empedu api merupakan sejenis racun yang tak dapat dipunahkan oleh obat mujarab apapun, bocah ini melepaskan niatnya belajar silat dan mengkhususkan diri dari ilmu obat-obatan tujuannya pistilah demi Seng ji, rasa cinta yang bersemi dalam hati
benar-benar suci bersih membuat hatiku amat terharu….”
Berpikir simpai disitu, ketika dilihatnya ia masih tersipu-sipu maka segera ujarnya, “Ada dua orang rekan kita terjebak didalam perkumpulan Thong-thian-kauw, barusan Thian Ik-cu datang kemari mencari aku merundingkan untuk membebaskan kedua orang itu dengan syarat obat pemunah bagi anak buahnya, Hong ji pergilah temui sucimu serta mintakan obat pemunah, kita segera mengutus orang untuk membebaskan orang-orang kita yang tertawan!”
Semenjak tadi pikiran maupun perasaan Chin Wan-hong telah dicurahkan keatas tubuh Hoa Thian-hong, tetapi berhubung ia takut kurang hormat dihadapan Hoa Hujin maka sekuat tenaga ia berusaha untuk mempertahankan diri.
Kini setelah mendapat perintah, gadis itu sepera mengangguk dan berlalu dengan riang hati.
Li hoa siancu sedang berjongkok disamping tubuh Hoa Thian-hong, ketika dilihatnya Chin Wan-hong datang, ia segera berteriak, “Hong ji, cepat datang lemari! benarkah siau long baru saja makan rumput mustajab Leng-ci usia seribu tahun?”
Rupanya selama ini Hoa Thian-hong tertidur dengan pulasnya, dipandang dari mukanya yang merah padam persis sekali seperti obat yang mabok oleh arak, tiga dewi dari wilayah Biau telah membolak-balikkan tubuhnya akan tetapi dia tetap tidak merasa, bahkan kelopak matanya sedikitpun tidak bergoyang.
Chin Wan-hong segera berjongkok dan memegang urat nadi Hoa Thian-hong setelah termenung sebentar dia periksa pula pernapasannya, lidah serta kutu, setelah itu jawabnya, “Kalau dilihat dari denyutan nadinya yang teratur serta hawa murninya yang bergerak lancar…. rupanya ia sama sekali tidak menderita keracunan”
“Tentang soal itu aku tahu, jawab Li hoa Siancu tapi kenapa tidur dengan pulasnya?”
“Aku rasa hal ini disebabkan karena, reaksi daya kerja obat mujarab itu….” “Aku dengar dari suhu, katanya bagi yang makan Leng-ci berusia seribu tahun keadaannya tidak seperti ini” sela Ci Wi siancu sambil tertawa.
“Hong ji, seru Li hoa siancu pula benarkah pemeriksaanmu itu? jangan-jangan siau long sudah kena ditipu orang sehingga yang dimakan bukan Leng-ci tapi yang dimakan benda jahat lainnya?
Mendengar perkataan itu air muka Chin Wan-hong berubah sangat hebat, dengan gugup segera serunya, “Coba kutanyakan pada hujin….!”
Lan hoa siancu yang berada disisinya segera tertawa tergelak.
“Hiiiihh….hiiiih….hiiih Hong ji, tak usah takut! mereka sedang menggoda dirimu serunya, didalam saku siau long masih ada sisa separoh batang Leng-ci seribu tahun, yang dia makan memang benar benar Leng-ci mujarab.
Li hoa sincu serta Ci wi siancu segera tertawa cekikikan, terdengar Hoa siancu berkata, “Hong ji ilmu obat-obatan apa yany kau pelajari? mungkin engkau belum berhasil mempelajari segenap kepandaian dari suhu!”
Merah jengah selembar wajah Chin Wan-hong, sahutnya dengan suara lirih.
“Aku memang tak tahu apa-apa, aku baru belajar satu tahun saja!”
Tiba-tiba ia lihat Hoa Hujin sekalian berjalan menghampiri mereka, buru-buru ia ceritakan kepada Lan Ho siancu bahwasanya Bong pay serta Tiong Long telah tertangkap pihak lawan serta masalah tentang tukar oragp dengan obat pemunah.
Mendengar perkataan itu, dari sakunya Lan Hoa Siancu ambil keluar sebuah botol porselen mengeluarkan sedikit bubuk obat warna putih yang dibungkusnya dengan kertas lalu diserahkannya ke tangan Chin Wan-hong.
Harimau pelarian Tong Liau setelah mengetahui bahwa putranya tertangkap, segera mengajukan diri sebagai wakil untuk tukar orang dengan obat pemunah tersebut.
Chin Wan-hong tak berani mengambil keputusan, ia sampaikan hal tersebut kepada Hoa Hujin, Ciong Lian-khek yang mendengar laporan itu menyatakan kesediaannya untuk mendampingi Harimau Pelarian Tong Liau.
Hoa Hujin berpikir sebentar, akhirnya dia perintahkan Hoa In serta Tong Liau yang melaksanakan tugas tersebut, setelah Chin Wan-hong menerangkan bagaimana caranya menggunakan obat pemunah tersebut, berangkatlah kedua orang itu dengan terburu-buru.
Sepeninggalnya dua orang jago itu, Hoa Hujin segera menanyakan kabar berita tentang dewa yang suka pelancongan Cu Tong.
Cu Im taysu menjawab, “Sebagian besar para jago persilatan yang berhasil menyelamatkan diri dari pertempuran Pak beng hwee tempo hari dan selama ini mengasingkan diri telah bermunculan semua untuk menggabungkan diri dengan mereka. Dewa yang suka pelancongan Cu Tong sedang mencari kabar berita serta mengadakan hubungan kesana kemari untuk memperkuat posisi pihak golongan kaum lurus yang dipimpin oleh Hoa Thian-hong.” Berbicara pulang pergi akhirnya beberapa tokoh silat kawakan itupun membicarakan menang kalah yang bakal terjadi sesudah terjadinya pertarungan di masa mendatang.
Kawanan jago tua itu kebanyakan adalah mereka-mereka yang berhasil meloloskan diri dari pertemuan berdarah Pak beng hwee, siapa pun sudah tidak mempersoalkan hidup atau mati mereka lagi, demi tegaknya keadilan dalam dunia persilatan, demi dendam pribadi mereka semua telah berbulat tekad untuk melawan kaum iblis dari golongan sesat hingga titik darah penghabisan.
Akan tetapi kendatipun semangat semua orang berkobar dan semangat bertempur yang mereka miliki sangat kuat namun dalam hati kecil semua orang mengetahui bahwa belasan tahun belakangan ini kekuatan di pihak kaum pendekar kaum lurus sama sekali belum pulih kembali, sebaliknya kaum iblis dari golongan sesat semakin kuat menghimpun kekuatannya, pengaruh merekapun kian lama kian bertambah besar, jika kedua belah pihak dibandingkan maka tampak perbedaan yang amat menyolok.
Pihak kaum lurus hanya mengandalkan bekas-bekas panglima yang pernah kalah perang, sebaliknya kaum sesat bukan saja andalkan jago-jago tuanya bahkan jago-jago mudapun tak terhitung banyaknya, sekilas memandang bisa diketahui betapa suramnya masa depan kaum lurus dalam dunia persilatan.
Sekalipun begitu dalam tubuh perkumpulan Thong-thian- kauw telah tersembunyi seorang jago perempuan, yakni Giok Teng Hujin, pengakuannya sebagai keturunan dari It kiam kay Tionggoan Pedang sakti menyapu Tionggoan Siang Tang Lay telah membuat pandangan orang terhadap dirinya sama sekali berubah. Peristiwa berdarah tentang kematian dari Jin Bong putra Jin Hian hingga kini belum dapat terselesaikan, andaikata Giok Teng Hujin betul-betul dapat menyulut api peperangan antara pihak perkumpulan Hong-im-hwie melawan sekte agama Thong-thian-kauw, maka kendatipun pihak kaum lurus hanya mengandakan sisa-sisa laskar yang pernah kalah perang, siapa tahu akan timbul suatu kemukjijatan?
Oleh karena itulah Pedang emas yang kecil dan kabar beritanya sudah amat meluas di kolong langit namun jarang sekali ada orang yang pernah melihat sendiri itu telah menjadi satu-satunya titik harapan bagi kaum pendekar dari kalangan lurus asalkan pihak lurus berhasil menangkap titik harapan tersebut maka besarlah kemungkinan bagi mereka untuk munculkan diri kembali dalam kolong langit.
Bicara pulang pergi akhirnya masalah terhenti pada soal pedang emas, rahasia tentang Pedang emas itu muncul diri mulut Giok Teng Hujin dan hanya Hoa Thian-hong seorang yang mendengar dengan mata kepala sendiri kini pemuda tersebut sedang tidur nyenyak dan semua orang tidak ingin menunggu sampai Hoa Thian-hong mendusin menanyai secara jelas kemudian barulah mengambil keputusan.
Saat itu Hoa In, Bong Pay serta Tiong Lian, Tiong Ling telah kembali keatas bukit bahkan mereka membawa pula bahan makanan dalam jumlah besar.
Selesai bersantap, Hoa Hujin berpesan kepada Hoa In, “Engkau berdiamlah pada ujung jembatan batu itu, mulai sekarang kita harus memelihara tenaga serta menghimpun hawa murni kita masing-masing dengan sebaik-baiknya, dalam empat lima hari mendatang bilamana ada musuh yang menyerang datang, engkau segera mengirim tanda bahaya, kami akan menggunakan jembatan batu itu sebagai tempat pertahanan serta menghindari pertarungan-pertarungan yang tak berguna” “Budak terima perintah” jawab Hoa Itu dia melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong yang berbaring diatas tanah, lalu tanyanya, “Benarkah Siau Koan-jin tidak apa-apa?”
“Engkau tak usah kuatir, beberapa orang nona itu kesemuanya adalah murid-murid orang kenamaan yang memiliki kepandaian mendalam tentang ilmu obat-obatan serta pertabiban, dengan kehadiran mereka ditempat ini, aku rasa Seng ji tak akan menemui kejadian yang tidak diharapkan lagi”
Li Hoi siancu yang berada disana segera ikut menimbrung sambil tertawa.
“Pengurus tua, cairan kumala dari tumbuhan Leng-ci berusia seribu tahun adalah benda yang mamabukkan, apalagi cairan tersebut digunakan dalam jumlah yang besar, maka orang akan mabuk dan tidur terus dengan nyenyak, walaupun aku tak tahu Leng-ci berusia seribu tahun itu mampukah untuk memunahkan racun teratai, akan tetapi kedua kekuatan tersebut tidaklah saling bertentangan satu sama lainnya, Siau Koan-jin mu itu pasti tak akan menemui kesulitan apapun”
Hoa In jadi berlega hati setelah mendengar penjelasan itu, katanya kemudian, “Terima kasih atas petunjuk dari nona!” dan diapun putar badan mengundurkan diri dari situ.
Tiba-tiba Lam hoa siancu tertawa merdu sambil berkata, “Hoa Hujin, daripada kita harus meronda dan jaga malam hingga melelahkan sang badan, bagaimana kalau kami gunakan sedikit kepandaian untuk mengatur suatu penjagaan yang kuat disekitar tempat ini? dengan begitu kitapun bisa menghemat tenaga kita dengan percuma!” “Nona adalah murid tertua dari Kiu-tok Sianci” sahut Hoa Hujin sambil tertawa, “sebagaimana gurunya, sang muridpun sudah bisa diraba sampai dimanakah kelihayannya, kalau memang hendak tunjukan kepandaian, ayohlah cepat dilakukan, agar kita semuanya dapat ikut menyaksikan!”
Biau nia sam sian tiga dewi dari wilayah Biau yang mendengar ucapan itu jadi sangat gembira mereka bersama- sama bangkit berdiri dan berjalan menuju ke tepi jembatan batu kurang lebih sepuluh tombak jauhnya dari ujung jembatan sebelah sana, semua orang dengan keheranan ikut turun pula kebawah hanya Chin Wan-hong serta tiga harimau dari keluarga Tiong yang masih tetap menjaga disisi Hoa Thian-hong.
Tempat itu merupakan dua buah bukit yang dipisahkan oleh sebuah jurang yang sangat dalam, pada jurang itu terbentanglah sebuah jembatan batu yang terputus-putus dengan lebar beberapa depa, setelah memperhatikan sejenak keadaan medan, Biau nia sam sian segera melayang naik keatas jembatan batu itu dengan langkah yang enteng.
Semua orang yang mengikuti dibelakangaya segera berhenti pada tepi jurang tersebut, tampaknya Lam hoa siancu berjalan beberapa depa jauhnya ketengah jambatan dan berhenti diatas tonggak batu yang luasnya dua depa ditengah dua lekukan batu yang terpatah, sedangkan Li hoa siancu berjalan menuju kesamping jembatan tadi sebaliknya Ci wi siancu berdiri pada jarak dua tiga tombak dari tepi seberang, sesudah merciri posisinya, masing-masing berdiri tegak.
Cu Im taysu yang menyaksikan posisi dari ketiga dewi tersebut sambil mengelus jenggotnya segera tertawa seraya berkata, “Makin dekat ke ujung jembatan sebelah sini pertahanan yang dipasang semakin lihay, benar juga cara seperti ini!”
Tiba-tiba terdengarlah Ci wi siancu yang ada diujung jembatan batu itu berseru dengan suara lantang, “Toa suci, ji suci! apakah sudah siap?”
Angin gunung terlalu besar, terpaksa kita harus bekerja sekenanya saja! jawab Li hoa siancu yang berada ditengah jembatan.
Dia ulapkan tangannya, dan tiga dewi dari wilayah Biau pun bagaikan burung walet pulang tahu-tahu sudah balik kembali ketempat semula.
Hoa Hujin serta Cu Im taysu yang menyaksikan perbuatan tiga dewi tersebut segera saling bertukar pandangan dengan mulut membungkam, Ciong Lian-khek yang di hari-hari biasa selalu murung dan tak pernah menunjukkan suatu perubahan sikappun pada saat ini wajahnya agak berubah, dengan ketajaman mata beberapa orang ini ternyata mereka hanya sempat melihat Biau nia Sam sian berdiri sebentar ditempat dituju kemudian tanpa menggerakkan tangannya telah balik kembali ketempat semula, siapapun tak sempat melihat persiapan apakah yang telah diatur oleh beberapa orang itu.
Sesudah tiga dewi dari wilayah Biau melayang kembali ketempat semula, sambil tersenyum Li hoa siancu segera berkata, “Hujin! kami telah mendemonstrasikan kejelekan, harap engkau jangan mentertawakan”
Hoa Hujin tertawa merah, sementara dalam hati kecilnya ia berpikir, “Mereka sama-sama mengenakan pakaian adat suku Biau yang sama sekali tak berlengan panjang, namun gerakan tangannya sedikit pun tidak meninggalkan jejak bahkan kecepatannya membuat orang sukar untuk mempercayainya, kepandaian tersebut benar-benar luar biasa dan sangat mengagumkan!”
Perempuan yang berpengalaman ini tahu bahwa ilmu melepaskan racun yang mereka miliki merupakan kepandaian rahasia yang tidak diwariskan kepada orang lain, meskipun hati kecilnya ingin tahu namun perasaan tersebut hanya diangan dalam hati belaka.
Sementara itu Tio Sam-koh dengan perasaan ingin tahu segera bertanya, “Eeei….sebenarnya apa sih yang telah kalian kerjakan? seandainya ada orang menyebrangi jembatan batu ini, apa yang bakal terjadi?”
Ci wi Siancu tertawa cekikikan.
“Kami telah melepaskan diatas jembatan batu tersebut, apabila seorang yang memiliki kepandaian agak rendah berani melangkah diatas jembatan itu mula-mula kepalanya langsung akan menjadi pusing dan pandangan matanya berkunang- kunang, tubuh pun jadi lemas hingga gontai!”
“Dibawah jembatan merupakan jurang yang dalamnya mencapai ratusan tombak, apabila terjatuh sedalam jurang, bukankah tubuhnya akan hancur lebur….?” seru Tio Sam-koh sambil menjulurkan lidahnya.
Ci wi siancu menutupi mulutnya menahan geli, sahutnya, “Kalau seorang memiliki tenaga dalam yang amat sempurna atau lebih tinggi kewaspadaan dan mungkin saja pada pertahanan yang pertama itu tubuhnya tak akan sempai roboh”
Setelah berhenti sebentar, tambahnya, “Angin gunung terlalu besar, daya kerja obat itu hanya mampu bertahan suatu saat yang tertentu saja, besok kita harus mengaturnya kembali”
“Bagaimana dengan nona yang lain?” tanya Tio Sam-koh kembali sambil alihkan sorot matanya.
Li hoa siancu tertawa, sahutnya, “Bila ada orang berani melewati tempat pertahananku itu, kecuali dia meniliki kepandaian silat setaraf dengan Hoa Hujin, bila tidak ingin roboh maka hal itu merupakan suatu perkerjaan yang amat sulit!”
Ia tertawa cekikikan, kemudian sambungnya lebih jauh, “Asalkan orang mengerti tutup napas maka pos pertahanan yang pertama bisa di lewati, namun untuk melewati pos pertahanan yang kedua, sekalipun menutup napas juga sama sekali tak tak ada gunanya”
Tio Sam-koh segera alihkan sinar matanya ke arah Lan hoa siancu namun bibirnya yang telah bergetar, tiba-tiba ditutup kembali.
Hob hujin termenung sebentar, lalu bertanya, “Bagaimana dengan nona Lan hoa?”
Lan hoa siancu tersenyum, jawabnya, “Kepandaian tak seberapa yang jelek mungkin cuma akan mentertawakan semua orang belaka, aku hanya mencuri belajar cara guruku saja yakni menyebarkan sedikit kabut sembilan bisa bikinan guruku disekitar tempat itu….!”
“Kalau memang racun itu hasil bikinan gurumu, kurasa kelihayannya pasti luar biasa sekali” ujar Hoa Hujin dengan alis mata berkernyit. Sesudah termenung beberapa saat lamanya, ia menyambung lebih jauh.
“Cuma saja, dengan demikian ada sahabat dari aliran kita yang tak tahu duduknya perkara berjalan melewati jembatan itu, kemungkinan besar mereka korbankan jiwanya dengan percuma, bagaimana baiknya?
Lan hoa siancu segera tertawa.
“Menurut hujin apa yang harus kita lakukan?” serunya, “apakah perlu kita bubarkan pertahanan itu?”
“Tidak usah!” jawab Cio Sam-koh dengan cepat, “lebih baik beberapa orang budiman ikut mati daripada kita tak mampu membinasakan beberapa orang bajingan….”
Semua orang tertawa geli sehabis mendengar perkataan itu.
Hoa In segera berkata, “Bagaimana kalau budak berjaga- jaga ditepi seberang sana? apabila yang datang adalah orang- orang pihak kita maka budak akan sambut kedatangan orang- orang itu?”
“Kalau sampai berbuat dimikian maka kitapun akan kehilangan tujuan yang semula dalam melakukan pertahanan tersebut yakni menghemat tenaga” kata Hoa Hujin sambil gelengkan kepalanya, “begini saja, buatlah sebuah batu peringatan pada ujung jembatan batu sebelah sana dan cantumkan tulisan di atas batu peringatan tersebut yang berbunyi demikian: Barang siapa merasa sahabat harap laporkan dahulu kedatangannya, dengan begitu aku rasa pihak mereka pasti akan memberi kabar lebih dahulu” Hoa In segera mengiakan dengan membawa pedang baja milik Hoa Thian-hong serta mendapat obat pemunah dari Biau nia sam sian berangkatlah pelayan tua itu menyebrangi jembatan.
“Hoa In, engkau jangan mencoba-coba daya kerja racun yang diserangkan oleh Sam sian!” tiba-tiba Hoa Hujin memperingatkan.
Hoa In segera berhenti dan menyahut, “Hamba tidak berani!”
Tio Sam-koh yang berada disisi perempuan itu segera tertawa terbahak-bahak, serunya, “Haaahh….haaahh….haaahh…. dalam hati aku nenek tua sedang berpikir perlukah untuk mencoba kelihayan dari kabut sembilan bisa, eeei….! tahu-tahu engkau sudah berteriak lebih dahulu, dengan demikian aku jadi urungkan maksudku semula….”
“Apa yang sedang kita hadapi saat ini bukanlah permainan kanak-kanak” kata Hoa Hujin dengan serius, “kita tunggu saja sampai tiba saatnya ada musuh yang masuk perangkap, pada waktu itulah kalian baru akan saksikan sampai dimana kelihayan yang dimiliki Kiu-tok Sianci!”
Malam amat Sunyi rembulan bersinar dengan terangnya diangkasa, segerombolan laki perempuan tua muda yang berkumpul diatas bukit sama-sama duduk bersila mengatur pernapasan hanya Hoa Thian-hong seorang yang tidur terlentang diatas tanah dengan nyenyaknya.
Tengah malam baru saja lewat, tiga harimau dari keluarga Tiong, ayah dan anak dari keluarga Chin serta Bong Pay yang merupakan jago-jago dengan tenaga dalam agak rendah telah menyelesaikan semedinya dan secara beruntun sudah tertidur diatas tanah, Chin Wan-hong sendiri selelah melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong yang tertidur pulas segera ikut membaringkan diri pula diatas tanah.
Lewat beberapa saat kemudian Hoa Thian-hong yang tertidur pulas tiba -iba menghembuskan napas panjang meskipun hembusan napas itu tidak terlalu keras namun beberapa orang yang sedang duduk bersemedi itu sama-sama mementangkan matanya lebar-lebar dan alihkan sorot matanya ke arah pemuda itu bahkan Hoa In yang berada didekat jembatan batupun ikut berpaling kebelakang.
Tampaklah Hoa Thian-hong menggerakkan keempat buah anggota badannya kemudian bangun duduk dan bersila, meskipun dia belum sadar dari tidurnya namun secara otomatis telah melakukan semedi sendiri.
Semua orang saling bertukar pandangan sekejap, tetapi melihat Hoa Hujin tidak berbicara, semua orangpun tak berani buka suara, lewat beberapa saat kemudian Hoa Thian-hong masih tetap tidak menunjukkan perubahan apa-apa, Hoa Hujin pun segera mejamkan matanya kembali dan meneruskan semedinya, sedangkan orang lainpun sama-sama meneruskan semedinya pula.
Kurang lebih satu jam kemudian, Hoa Thian-hong yang sedang duduk bersemedi mendadak mementangkan bibirnya dan memperdengarkan suara suitan panjang yang ringan namun memanjang dan berkumandang tiada hentinya.
Semua orang dibikin terkejut hingga bangkit dari semedinya dan menengok ke arah pemuda itu. Bong Pay pun meloncat bangun sambil menggerakkan bibirnya seperti mau mengucapkan sesuatu, namun Ciong Lian-khek segera goyangkan tangannya mencegah dia untuk berbicara. Suara suitan terpait panjang bagaikan serat yang diludahkan oleh ulat sutera, panjang tiada putusnya hingga berlangsung selama seperminum teh lamanya, saat itulah Hoa Thian-hong baru hentikan suitannya dan membungkam.
Seluruh lembah dan bukit segera mendengung suara pantulan yang nyaring bagaikan Pekikan naga, lama sekali baru membuyar.
0000O0000
43
SEMUA orang saling bertukar pandangan dengan wajah tercengang, sebaliknya Hoa Thian-hong masih tetap duduk tenang seperti semula, terhadap suitan yang dipancarkan barusan sedikitpun tidak merasakannya.
Cu Im taysu tak dapat menahan diri lagi, dengan ilmu menyampaikan suara ia lantas berbisik, “Hoa Hujin, pinceng menyadari bahwa emposan tenaga dalamku tidak mampu menandingi panjangnya suitan yang dipancarkan oleh putramu itu, menurut pendapat hujin apakah hal ini merupakan hasil dari kemujaraban Leng-ci berusia seribu tahun itu?”
Hoa Hujin termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian dengan suara rendah ia menghela napas panjang, sahutnya, “Bocah ini mula-mula makan Teratai racun empedu api lebih dahulu, kemudian menelan Leng-ci berusia seribu tahun, bagaimanakah akibatnya bilamana dua macam benda langka itu bercampur menjadi satu, aku orang she Bun pun kurang begitu paham” “Menurut pendapatku” jawab Chin Pek-cuan tiba-tiba, “Thian pasti akan melindungi kaum budiman, karena bencana Thian Hong tentu bakal mendapat rejeki”
“Pada saat ini Seng ji sedang bersemedi dalam keadaan lupa segala-galanya, lebih baik kita semua tutup mulut daripada mengganggu konsentrasinya….!” tiba-tiba Tio Sam- koh menggerutu dengan suara lirih.
“Benar” buru-buru Chin Pek-cuan menyahut, “kalau ada persoalan kita bicarakan besok pagi saja!”
Hoa Hujin tersenyum, sementara dia hendak meneruskan kembali semedinya tiba-tiba sorot matenya berhasil menangkap berkelebatnya dua sosok bayangan manusia ditepi pantai seberang,
Gerak-gerik dari dua sosok bayangan manusia itu amat hati-hati dan cermat, mereka gunakan batu cadas atau semak belukar sebagai tempat persembunyian dan sebentar berjongkok sebentar bergerak, gerakan tubuhnya lincah dan cekatan sekali andaikata pada saat terang-terang bulan ditambah pula ketajaman mata Hoa Hujin yang melebih orang lain, mungkin jejak itu sulit untuk ditemukan.
Dalam sekejap mata kedua sosok bayangan manusia itu sudah berkelebat sampai diatas jembatan batu dan menyembunyikan diri di belakang batu peringatan yang didirikan belum lama berselang itu, kemudian mereka tidak menunjukkan gerak-gerik apa-apa lagi.
Ketika semua orang menyaksikan sorot mata Hoa Hujin dialihkan ke arah tebing seberang, mereka dapat menduga apa yang sudah terjadi, sorot mata orang-orang itupun segera dialihkan pula ke tebing seberang. Hoa In yang berjaga-jaga diujung jembatan batu sedang memikirkan keselamatan Hoa Thian-hong, dia malah justru tak merasakan sesuatu apapun.
Setelah memandang beberapa saat lamanya namun tidak menemukan sesuatu apapun, Li hoa siancu tak tahan lagi segera berbisik, “Hoa Hujin, apakah kedatangan musuh?”
Hoa Hujin mengangguk, jawabnya dengan berbisik, “Ada dua orang manusia menyembunyikan diri dibelakang batu peringatan itu….!”
Tio Sam-koh segera tertawa dingin, ujarnya, “Gerak- geriknya tersembunyi dan main kucing-kucingan, pastilah yang datang hanyalah dua orang kurcaci belaka. Hmm! besar amat nya li orang-orang itu!”
“Kedua oraug itu pastilah mata-mata dari perkumpulan Thong-thian-kauw yang secara kebetulan berada disekitar tempat ini” ujar Chin Pek-cuan mengemukakan pendapatnya, “karena mendengar suitan dari Thian Hong, mereka datang untuk menyelidiki duduknya perkara….”
“Benar!” sambung Ci wi siancu sambil tertawa, “pekikan dari Siau long itu paling sedikit dapat mencapai kejauhan sepuluh li lebih, mereka pasti terpancing datang oleh pekikan tersebut”
Cu In taysu alihkan sorot matanya ke arah tepi seberang, kemudian berkata, “Kalau kedua orang ini tahu diri, setelah membaca tulisan diatas batu peringatan tersebut semestinya segera mengundurkan diri dari sana…. karena dengan berbuat begitulah jiwanya baru bisa diselamatkan”
“Hmmm! hweesio tua, apakah dalam hatimu telah muncul kembali perasaan welas kasihmu?” ejek Tio Sam-koh. Sorot matanya beralih dan melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong, tiba-tiba bentaknya, “Bagaimana kalau kalian semua jangan berbicara lebih dahulu??”
Diam-diam semua orang tertawa geli, mendadak dari bilik batu peringatan muncul sesosok bayangan manusia, sambil menempel jembatan batu sekali berkelebat tubuhnya sudah mencapai beberapa tombak jauhnya dari tempat semula dan tepat berhenti diatas batu cadas dimana Ci wi siancu melepaskan racunnya pada pos pertahanan yang pertama.
Baru saja orang itu melangkah maju kedepan, hidungnya segera mencium bau harum aneh yang amat tipis, dalam waktu singkat kepalanya terasa pusing tujuh keliling dan pandangan matanya berkurang, kejadian ini sangat mengejutkan hatinya, buru-buru ia tutup pernapasan putar badan dan siap mengundurkan diri dari tempat itu.
Hoa In yang berjaga-jaga ditepi jembatan batu segera menemukan jejak orang itu, menyaksikan musuhnya siap meloncat mundur dari sana ia segera meloncat bangun sambil membentak keras, “Bajingan yang tak tahu diri, cepat berhenti!”
Buru-buru ia menelan sebutir pil pemunah dan mengejar ke arah depan.
Dalam pada itu, orang tadi baru saja akan loncat mundur dengan sepenuh tenaga, ketika secara tiba-tiba mendengar suara bentakan keras sepasang kakinya kontak jadi lemas dan tak dapat dihindari lagi tubuhnya segera tergelincir dan roboh kebawah.
Terdengarlah jeritan kaget yang menyayat kata hati berkumandang memecahkan kesunyian, sesosok bayangan manusia berjumpalitan beberapa kali ditengah udara kemudian terjatuh kedalam jurang yang dalamnya mencapai ratusan tombak itu.
Mendengar jeritan tersebut, dengan cepat Hoa In berhenti mengejar merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Sedangkan bayangan manusia yang masih menyembunyikan diri dibelakang batu peringatan itu segera melarikan diri terbirit-birit setelah menyaksikan rekannya mati terjatuh kedalam jurang.
Hoa Thian-hong sedang bersemedi di punggung bukit tersentak kaget dan sadar dari semedinya, ia segera berteriak, “Ibu, apa yang sudah terjadi?”
“Ada seorang bandit terjatuh kedalam jurang!” sahut Hoa Hujin sambil berpaling.
Tio Sam-koh pun buru-buru berseru, “Seng ji, hawa murnimu tidak sampai tersumbat bukan? cobalah mengepos tenaga lagi….”
Nada suaranya penuh mengandung perasaan sayang dan kuatir.
“Terima kasih Sam po….” sahut Hoa Thian-hong sambil tertawa.
Tiba-tiba ia temukan bahwa disekitar tubuhnya berdirilah beberapa orang pria dan wanita yang semuanya merupakan orang-orang yang dia rindukan dan kuatirkan selama ini, hatinya jadi terkejut bercampur girang hingga tanpa terasa ia menjejakkan kakinya bangun berdiri. Jejakan kaki yang sama sekali dilakukan tanpa maksud apa-apa itu ternyata sudah memantulkan badannya hingga mencelat setinggi tombak lebih ketengah udara….
Cu Im taysu yang menyaksikan kejadian itu sambil tertawa terbahak-bahak segera berkata, “Budha maha pengasih, ternyata Hoa kongcu telah sehat walafiat kembali bahkan karena bencana mendapat rejeki”
Hoa Thian sendiri merasa amat gembira karena dapat berkumpul kembali dengan rekan-rekan lamanya, ia sama sekali tidak memperdulikan arti dari perkataan Cu Im taysu itu, sambil memberi hormat ujarnya beulang kali.
“Taysu, baik-baikkah engkau? Chin locianpwee Ciou Lian cianpwee baik-baikkah engkau? Chin locianpwee, Ciong lian cianpwee baik-baikkah selama ini, kakak dan enci sekalian?”
“Hooree…. Sian long, baik-baiklah engkau sendiri?” teriak tiga dewi dari wilayah Biau sambil bersorak, “setiap kali kami berjumpa dengan dirimu, engkau pasti sedang tertidur pulas dan belum bangun!”
Hoa Thian-hong tertawa cekikikan
“Haaah….haaa…. haaahhh…. baik-baikkah Sian nio? selama satu tahun belakangan ini aku selalu kangen dan rindu kepada dia orang tua”
“Suhu pun sangat memperhatikan dirimu,” jawab Lan Hoa siancu sambil tertawa, “kalau tidak, kali ini kamipun tak dapat ikut keluar ontuk bermain….”
“Siou long!” seru Li hoa siancu pula, “Hong ji dengan rajin dan tekun mempelajari ilmu pertabiban dan ilmu obat-obatan, ia selalu berusaha agar bisa menyembuhkan racun teratai yang mengeram dalam tubuhmu, siapa tahu engkau telah menemukan kejadian aneh hingga aman tiada urusan, waah…. kalau begitu perjuangannya selama ini hanya sia-sia belaka”
Hoa Thian-hong serta Chin Wan Hoa saling bertukar pandangan sekejap lalu tersenyum, beribu-ribu patah kata yang ingin diucapkan masing-masing pihakpun lenyap dibalik senyuman tersebut.
Tiba-tiba terdengar Ciong Lian-khek berkata, “Thian Hong, aku dengar engkau sudah kehilangan banyak darah, sekarang cobalah lebih dahulu racun teratai itu sudah punah atau belum, dan bagaimana pula tenaga dalammu kalau dibandingkan dengan keadaan tempo dulu….?”
Hoa Thian-hong pejamkan mata dan mencoba sebentar, kemudian sambil tertawa jawabnya, “Racun teratai kambuh setiap tengah hari, biasanya didalam pusar terdapat segumpal hawa hangat yang bersarang terus disana, kini hawa hangat tersebut telah punah, aku rasa racun teratai itu semestinya sudah punah!”
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambil tertawa cekikikan katanya kembali, “Aku mempunyai satu cara untuk mencoba apakah racun teratai itu masih bersarang di dalam tubuhku atau tidak”
“Bagaimanakah caramu itu? dan bagaimana cara untuk mencobanya?” tanya Chin Pek Cuin dengan penuh perhatian.
Pada dasarnya ia memang merasa amat senang dengan pemuda ini, ditambah pula mengetahui kalau putrinya mempunyai hubungan cinta dengan si anak muda tersebut, dalam hati kecilnya diam-diam ia sudah mengambil keputusan untuk menerima dia sebagai calon menantunya. Dengan wajah berseri-seri, Hoa Thian-hong berpaling ke arah Tiga dewi dari wilayah Biau, kemudian sambil angsurkan tangannya kedepan ia berkata, “Ketika aku masih mengidap racun teratai, serangan obat beracun yang bagaimanapun lihaynya tak mampu untuk menyerang tubuhku, cici bertiga, asal kalian berikan sedikit obat racun kepadaku untuk dicoba maka andaikata wajahku menunjukkan tanda-tanda keracunan, hal itu membuktikan kalau racun teratai tersebut sudah tidak berada di dalam tubuhku lagi”
“Cara apa itu? caramu itu adalah cara yang goblok” teriak Tio Sam-koh dengan keras. “Sudah jangan dicoba lagi!”
Lam hoa siancu tertawa.
“Obat racun bukanlah gula!, mana boleh kau makan sebagai barang mainan, Hong ji adalah seorang ahli dalam hal racun teratai, mintalah petunjuk darinya untuk mengetahui bagaimana gejalanya kalau racun teratai masih bersarang didalam tubuhmu”
Hoa Thian-hong segera berpaling dan serunya, “Hong ji….”
Chin Wan-hong tertawa, ujarnya, “Racun teratai itu kecuali kambuh satu kali setiap tengah hari, racun itupun mempengaruhi urat syaraf Tay yang simkeng….!”
“Aah! kenapa aku tidak berpikir sampai kesitu” teriak Hoa Thian-hong seperti menyadari akan sesuatu.
Diam-diam ia mengerahkan hawa murninya untuk menggerakkan jalan darah darah Tay yang sim keng, mendadak ia teringat akan sesuatu dan buru-buru membuyarkan kembali hawa murninya. Kiranya racun teratai itu kecuali tiap tengah hari bekerja satu kali, kalau badan nya terpengaruh oleh nafsu birahi maka daya kerja racun itupun akan kambuh pula, itulah sebabnya selama racun treratai masih mengeram dalam rubuhnya ia tak dapat mempunyai bini.
Dengan menggerakan hawa murninya kedalam urat Tay yang sim keng bisa mengobarkan nafsu birahinya, dan dari sanapun bisa digunakan untuk memeriksa apakah racun teratai itu masih bersarang didalam tubuhnya atau tidak, akan tetapi dengan begitu maka alat kelaminnya akan menjadi tegang dan berdiri kaku seperti tongkat besi, dalam pandangan banyak orang tentu saja pemuda itu merasa malu untuk berbuat begitu.
Bong Pay yang tak tahu duduknya perkara, ketika menyaksikan kerikuan yang menyelimuti wajah si anak muda itu jadi merasa keheraran, segera ia berseru, “Permainan apa sih yang sedang kau lakukan? pekerjaan yang menyangkut dirimu sendiri kenapa tidak dilakukan secara blak-blakan dan tanpa ragu-ragu?”
Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong sehabis mendengar perkataan itu, jawabnya, “Tenaga dalam yang siau te miliki masih kurang sempurna, aku tak berani secara sembarangan urat penting!”
“Kalau memang begitu, tunggu saja sampai besok tengah hari bukankah beres….?” seru Bong Pay.
“Sedikiipun tidak salah!” sahut Hoa Thian-hong buru-buru sambil tertawa.
Ia mendongak memandang cuaca, dari ufuk sebelah timur tampaklah sang surya mulai memancarkan sinar keemas- emasannya, buru-buru ia bertanya, “Ini hari sudah tanggal berapa?”
“Ini hari tanggal sebelas!” sahut Tio Sam-koh dengan cepat.
Air muka Hoa Thian-hong berubah hebat, sambil berpaling ke arah ibunya dia segera berseru, “Ibu, waktunya mulai sekarang sampai di selenggaranya pertemuan besar Kian ciau tayhwee tinggal tiga hari lagi, bagaimana caranya kita untuk menyerang dan bagaimana pula caranya untuk mempertahankan diri, harus mulai dibicarakan mulai sekarang”
Hoa Hujm tertawa, katanya, “Dalam perundingan kemarin malam kita semua belum mengambil keputusan, sekarang kemukakan lebih dahulu bagaimanakah pendapatmu, setelah itu barulah kita rundingkan kembali!”
“Kalau kita harus berduel melawan salah satu diantara perkumpulan Sia Kin Pang, atau Hong-im-hwie atau Thong- thian-kauw, kelompok kita meskipun masih bukan tandingannya, aku rasa masih mampu untuk mempertahankan diri….” kata Hoa Thian-hong sesudah termenung sebentar.
“Menurut penglihatan aku nenek tua” ujar Tio Sam-koh dengan cepat, “Tiga bibit bencana pasti akan bersatu padu pada saat yang terakhir untuk menghadapi kita”
“Kalau sampai tiga bibitbencana bersatu padu…. sekalipun pihak kita lebih banyak beberapa orangpun, pasti bukan tandingan mereka”
“Omong kosong! bentak Tio Sam-koh dengan gusar telah mendengar perkataan itu, “tentang soal ini buat apa engkau katakan lagi?” Hoa Thian-hong tersenyum, kembali dia berkata, “Maksud boanpwee, apabila mulai sekarang juga kita sudah dapat menduga kalau pihak perkumpulan Sin-kie-pang, Hong In Hwee dan Tong Thiau kau pasti akan bekerja sama untuk menghadapi kita, itu berani siapa tangguh siapa lemah sudah tertera dengan jelas sekali, dalam keadaan demikian lebih baik kita mundurkan diri mulai sekarang juga, lebih baik menerima ejekan dari musuh daripada menghindari pertemuan besar Kian citau tayhwee tersebut….”
“Kentut busuk!” bentak Tio Sam-koh dengan gusar, “paling banter kita mati semua, kenapa harus mengundurkan diri sambil menahan malu….??”
Air muka Hoa Thian-hong berubah jadi amat serius, katanya dengan nada sungguh-sungguh, “Boanpwee bukanlah seorang manusia yang takut mati, tapi aku menguatirkan kalau sumber kekuatan dari golongan lurus kita terbasmi semua sehingga lenyap tak berbekas, andaikata sampai terjadi keadaan seperti ini sampai kapankah kita baru akan melihat cahaya sang surya lagi?”
Tiba-tiba dia menghela napas panjang, dengan suara tegas dan tandas ia meneruskan, “Kejadian dalam pertemuan Pak beng hwee tidak boleh sampai terulang kembali pada saat ini!”
Mengungkap kembali tentang peristiwa berdarah dalam pertemuan Pak beng hwee, air muka semua orang berubah jadi sedih, Tio Sam-koh sendiri yang segera teringat kembali akan cita-citanya selama ini adalah membalas dendam serta menuntut sakit hati yang pernah dialaminya dimana lampau, terpaksa menekan hawa amarah dan berangasan nya dalam seribu bahasa. “Hoa kongcu!” beberapa saat kemudian Cu Im taysu berkata dengan suara lirih, “menurut pendapatmu, mungkinkah tiga bibit bercana bagi umat persilatan itu dapat bekerja sama kembali untuk menghadapi pihak kita?”
“Dalam keadaan yang terdesak dan mengenaskan, persekutuan mungkin bisa muncul dan janji kerja samapun pasti akan terjadi”
Cu Im taysu mengerutkan dahinya sehabis mendengar perkataan itu, katanya, “Hoa kongcu berpengetahuan luas, perkataan ini pasti didasarkan olen alasan-lasan tertentu, pinceng bersedia untuk mendengarkan keteranganmu lebib jauh”
“Boanpwee masih muda dan pengalamanku masih cetek, dalam kenyataan apa alasannya aku rasa taysu serta locianpwee sekalian pasti jauh lebih memahami daripada diriku”
Bicara sampai disiiu sorot matanya segera dialihkan ke arah ibunya.
Dengan wajah serius Hoa bu jin segera berkata, “Locianpwee sekalipun mempunyai pandangan yang sama seperti jalan pikiranmu itu, coba beberkanlan rencanmu itu agar para cianpwee bisa ikut menilai serta mempertimbangkannya”
Hoa Thian-hong berpikir sebentar, kemudian setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, katanya, “Diantara tiga kekuatan besar yang berkuasa dalam kolong langit dewasa ini sebenarnya terselip pula hubungan-hubungan yang terasa serba salah dan diantara kesemuanya itu tentu saja pokok persoalan yang paling penting adalah kasus terbunuh nya Jin Bong secara misterius serta soal pedang emas tersebut, dasar daripada pandang anku ini adalah mengikuti perkataan dari Giok Teng Hujin, aku percaya masih terdapat sebilah pedarg emas lain yang disembunyikan didalam pedang mustika Poan liong poo kiam Tong Thiang kaucu”
“Seandainya apa yang terjadi memang demikian, lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Cu Im taysu.
“Didalam pembukaan pertemuan besar Kian ciau tayhwee tersebut, pertama-tama kita bongkar dahulu rahasia tersebut didepan umum, dalam suasana para jago dari kolong langit bersama-sama kumpul jadi satu, asalkan redang emas itu munculkan diri maka Thian Ik-cu sekalipun hendak menyangkal juga tak akan berhasil, suasana pasti akan kacau balau”
Cu Im taysu mengangguk, katanya, “Pendapat Hoa kongcu memang tinggi, asalkan terjadi peristiwa semacam ini lalu apa yang harus kita lakukan?”
“Sebagian besar orang dalam dunia persilatan telah terpengaruh oleh kabar berita yang tersiar diluaran dan mempercayai kalau pedang emas itu mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sejilid kitab pusaka ilmu silat, seandainya ada orang berbasil mendapatkan kitab pusaka itu maka ilmu silat It kiam kay Tionggoan Siang Teng Lay, dan tiada tandingannya di kolong langit, oleh sebab itulah sajak dahulu pedang emas sudah dianggap sebagai benda mustika, asal pedang itu munculkan diri maka para jago pasti akan saling berusaha untuk memperebutkan dan pertarungan untuk merebut mustikapun pasti akan berkobar….”
“Aaah! belum tentu begitu” tiba-tiba Tio Sam-koh berteriak keras, “aku nenek tua tidak percaya dengan kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan, sekalipun pedang emas itu munculkan diri didepan mata, aku sinenek tua tak akan ikut untuk memperebutkannya”
Cu Im taysu yang mendengar perkataan itu segera tertawa, ujarnya, “Tio lo tay, orang kuno ada satu cerita….”
“Hweesio tua tidak membicarakan tentang pelajaran agama Buddha, cerita apa yana hendak kau tuturkan kepadaku?” seru Tio Sam-koh dengan mata melotot besar.
“Seorang pelayan datang melapor, katanya diluar pintu muncul seekor harimau, sang majikan tidak percaya. Kembali seorang pelayan datang melapor katanya diluar pintu muncul seekor harimau, sang majikan setengah percaya setengah tidak, seorang pelayan kembali datang melapor….”
“Aku nenek tua lebih tidak percaya!” teriak Tio Sam-koh dengan penuh kegusaran.
Melihat kekerasan nenek tua itu, dengan gusar Ciong Lian- khek segera membentak keras, “Sang harimau telah masuk kedalam pintu!”
“Aku nenek tua sekali hajar membinasakan binatang itu!” seru Tio Sam-koh kembali setengah berteriak.
Mendengar jawaban tersebut, Cu Im taysu segera tertawa ter-bahak-bahak.
“Haah….haaahh….haaahh…. kalau begitu, Tio lo tay tetap percaya kalau diluar pintu ada harimaunaya bukan?” serunya.
Sementara itu terdengar Chin Pek-cuan telah berkata, “Thian Hong, lanjutkan perkataanmu itu!” Hoa Thian-hong mengangguk, katanya, “Karena sebilah pedang emas. Ciu It-bong sudah merasakan penderitaan hidup yang tidak menyerupai kehidupan seorang manusia selama belasan tahun lamanya, setelah pedang emas itu munculkan diri, perduli sudah terjatuh ketangan siapapun, dia pasti akan mempertaruhkan nyawanya untuk merebut kembali”
Cu Im taysu menghela napas panjang, katanya, “Memang disinilah terletak kelemahan watak manusia, Hong kongcu bisa menyelaminya, hal itu membuat pinceng merasa amat kagum”
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, ujarnya kembali, “Pek Siau-thian berdaya upaya menyekap Ciu It-bong sampai belasan tahun lamanya, itu berarti diapun menaruh perhatian khusus terhadap pedang emas serta berusaha untuk mendapatkannya, dendam sakit hati selaa belasan tahun tak mungkin dibiarkan berlalu dengan begitu saja oleh Ciu It- bong, ia pasti akan berusaha untuk membina sakan Pek Siau- thian serta melampiaskan rasa mendongkol yang disiap kannya selama ini di dalam hati. Andaikata pedang emas benar-benar berada ditangan Thian Ik-cu, sekalipun antara pihak Sin-kie-pang ser ta Thong-thian-kauw sudah ada perjanjian untuk bersekutu, Pek Siau-thian tak mungkin mengerahkan segenap kekuatannya untuk turun gelanggang, dia pasti akan berusaha untuk menjauhkan diri dari pertentangan tersebut”
“Bandit-bandit dari kalangan hitam memang merupakan manusia bangsa kurcaci yang gampang melupakan budi, untuk kepentingan diri sendiri mudah saja mereka berganti haluan” ujar Ciong Lian-khek.
“Itulah dia,” sambung Hoa Thian-hong lebih jauh, “kalau pedang emas benar-benar muncul didalam pedang mustika Poan liong poo kiam milik Thian Ik-cu, Jin Hian pasti akan menuduh Thian Ik-cu sebagai pembunuh putranya, sekalipun dia adalah seorang pimpinan suatu perkumpulan besar, dalam keadaan begini tak mungkin ia bisa berpeluk tangan belaka.
Asal situasinya sudah berubah jadi begini maka persekongkolan Sin-kie-pang, Hong In Hwee serta Thong- thian-kauw untuk menghadapi golongan kitapun tak mungkin bisa diwujudkan kembali!”
“Andaikata pedang emas itu tidak berada didalam pedang pusaka Poan liong poo kiam milik Thian Ik-cu, dan apa yang diucapkan Giok Teng Hujin adalah ucapan yang kosong belaka, apa yang harus kita lakukan?” sela Tio Sam-koh dari samping.
Mendengar perkataan itu Hoa Thian-hong menghela napas panjang.
“Aaaai….! pembicaraan boanpwee dilakukan dengan dasar mempercayai perkataan dari nona Siang, andaikata perkataan yang di ucapkan adalah kata-kata yang kosong belaka, maka rencana besar kita dalam menghadapi pertarungan besar ini tak berani kukatakan lagi”
Tiba-tiba Li hoa siancu berkata, “Leng-ci berusia seribu tahun adalah benda langka yang sukar ditemukan didalam kolong langit, kalau aku bersedia menghadiahkan benda tersebut kepada seorang, itu berarti bahwa akupun bersedia untuk memberikau pula selembar jiwaku kepadanya”
“Akupun berpendapat demikian” sambung Ci wi siancu pula.
“Giok Teng Hujin tidak mungkin mempunyai hasrat untuk mencelakai jiwa Siau long, masalah ini adalah suatu masalah yang besar dan serius, tak mungkin ia berani bicara secara ngawur dan sembarangan”
“Thian Hong,” tiba-tiba Chin Wan-hong bertanya, “berapakah usia Giok Teng Hujin itu?”
Hoa Thian-hong tertegun, kemudian jawabnya, “Sekilas memandang usianya diantara dua puluh satu, dua tahunan, yang benar berapa dia tak pernah mengakuinya sendiri, ada apa sih engkau tanyakan tentang persoalan ini?”
Chin Wan-hong tersenyum.
“Aku sedang menyelidiki apakah pertanyaannya itu bisa dipercaya atau tidak….”
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, “Ia menyebut diriya sebagai hujin, apakah ia telah mempunyai suami….?”
“Aku rasa tidak!”
Tio Sam-koh yang mendengarkan pembicaraan itu, diam- diam berpikir didalam hatinya, “Hmmm! anak perempuan benar-benar musingkan kepala, dunia mau ambruk tidak digubris, yang dipikirkan cuma merebut orang laki saja….”
Berpikir sampai disini, ia segera berpaling ke arah Hoa Hujin yang berada disisinya dan bertanya, “Sebenarnya Siang Tang Lay sudah mati atau masih hidup?”
“Setelah berhasil kami selamatkan jiwanya tempo dulu, keadaannya amat payah, empat otot besar pada anggota badannya sudah putus, ilmu silatnya punah dan tubuhnya telah menjadi cacat, setelah Goan Siu menghantar dirinya pulang ke wilayah See Ih, kabar beritanya tiba-tiba terputus dan aku sendiri pun tak tahu apakah dia masih hidup di kolong langit atau tidak”
“Kecuali mempunyai seorang Putri, masih ada siapa lagi yang punya bubungan dengan dirinya? apakah dia mempunyai anak murid?”
Hoa Hujin segera menggeleng.
“Pada waktu itu Siang Tang Lay sudah berputus asa dan orangnya jadi pemurung sekali, ketika Goan Siu mengantar dirinya melakukan perjalanau sejauh puluhan laksa li dalam waktu empat bulan, dan sendiripun masih belum dapat menyelami perasaan hatinya”
Setelah berpikir sebentar, sambungnya lebih jauh, “Setelah Goan Siu menghantar dia sampai diwilayah See Ih, diapun menghadiahkan pedang berat terbuat dari baja itu untuk dirinya dan sejak itulah mereka berpisah, untuk selanjutnya apakah Siang Tang Lay beristri dan beranak, apakah dia mempunyai murid? Goan Siu sama sekali tidak tahu”
“Oooh….! rupanya pedang baja yang amat berat milik Sang ji adalah hadiah dari Siang Tang Lay, barang pusaka yang dia miliki benar-benar amat banyak, bukan saja ada pedang emas bahkan Leng-ci berusia seribu tahun pun dimiliki olehnya”
Setelah tertegun sebentar, sambungnya kembali, “Kalau memang putri Siang Tang Lay bisa menghadiakan Leng-ci berusia seribu tahun itu untuk orang lain, bukankah itu berarti bahwa penyakit cacad yang diderita Siang Tang Lay telah sembuh?”
“Itu belum tentu” jawab Chin Pek-cuan sambil tertawa, “bukankah didalam cupu-cupunya manusia pincang she Lie penuh berisikan obat mujarab yang bisa menghidupkan kembali orang mati? namun justru kakinya yang pincang tak mampu untuk disembuhkan”
“Chin loo ji, apakah engkau ada maksud untuk mencari gara-gara dan ribut dengan aku nenek tua?” bentak Tio Sam- koh dengan gusar.
“Aku tidask berani! buru-buru Chin Pek-cuan berseru sambil tertawa.
Dengan suara berat Ciong Lian-khek pun berkata, “Thin Hong, kalau keadaannya memang begitu, terpaksa kita harus maju terus pantang mundur, tapi pedang emas disembunyikan didalam pedang mustika Poan lio ng poo kiam milik Thian Ik- cu, menurut pendapat mu apa yang harus Kita lakukan untuk membongkar rahasia tersebut?”
“Boanpwee pernah memikirkan persoalan ini, aku merasa andaikata kita bongkar dengan menggunakan kata-kata, maka orang lain malah justru akan menaruh cunga bahwasanya sengaja Kita sedang mengadu domba dan menggunakan siasat”