Jilid 04
ANAK muda itu tak menyangka kalau nona tersebut bakal melakukan gerakan senekad ini cepat ia jatuhkan diri ke belakang, menggunakan kesempatan itulah Wan- Hong- giok lantas menyambar senjata kaitan kemala yang bergantung di atas pelana, sambil melompat turun dari punggung kudanya ia berteriak:
"Orang she-Pek, engkau terlalu menghina orang, jangan dianggap nonamu bisa dipermainkan dengan seenaknya Hmm Memangnya kau anggap karena ilmu silatku tak menangkan kau, maka kau lantas dapat mempermainkan diriku, dengan seenaknya? Sampai matipun aku tak akan melepaskan kau dengan begitu saja"
Senjata kaitannya segera diayun sambil menubruk ke depan, cahaya hijau bayangan merah secepat sambaran kilat menerkam ke depan dan langsung menusuk lambung Hoa-In- Liong.
Berbicara yang sesungguhnya, betapa tinggi nilai bibir dari seorang nona, tapi sekarang bibir yang berharga itu telah dicium Hoa In-liong sepuas-puasnya, kesemua itu boleh dibilang muncul karena kerelaan hatinya, kendati begitu kejadian tersebut cukup membuat sang nona jadi merah jengah dan berdebar hatinya.
Tapi sekarang, setelah Hoa In-Liong puas menciumi bibirnya, dia malahan menuntut terus kepadanya untuk menerangkan asal-usul Hong-ji, hal ini sama artinya seakan- akan ia menuduh bahwa asal-usul Hong-ji sangat mencurigakan dan ada kemungkinan adalah barang curian, dalam malu dan marahnya tak heran kalau Wan Hong-giok jadi nekat dan ingin beradu jiwa.
Hoa In-liong sendiri terlalu yakin akan ilmu silatnya sendiri yang dianggapnya lebih hebat dari kungfu Wan Hong- giok. ditambah pula wataknya yang binal, maka ketika Wan Hong- giok berhasil merampas senjata kaitannya dan melompat turun dari pelana, ia tak terlalu memperhatikan, menanti nona itu menerjang datang sambil menyerang secara kalap. ia baru merasa amat terperanjat.
Garang dan nekat sekali serangan-serangan dari Wan Hong-giok, bayangan senjata menyelimuti angkasa sampai berlapis-lapis banyaknya, sementara Hoa In-Liong- masih terkejut, tahu-tahu desingan angin tajam telah tiba di depan mata.
Dalam keadaan begini, ia tak berani gegabah lagi, sekali menjejak permukaan tanah, tubuhnya lantas metejit dan bersalto beberapa kali di udara, kemudian melayang turun beberapa kakijauh nya dari tempat semula. Kendatipun cukup cepat ia menghindar, namun terlambat juga gerakan itu "Breet" tahu-tahu baju bagian dadanya tersambar hingga robek sebagian, untung tak sampai melukai badannya.
Wan Hong- giok tidak puas dengan hasil serangannya itu, ia melayang ke muka, kemudian membacok lagi batok kepala Hoa in-liong dengan jurus Ciong-eng-po-toh (burung elang menubruk kelinci).
Desingan angin tajam menderu- deru dan memekikkan telinga, hebat dan ganas ancaman tersebut.
Waktu itu Hoa In-Liong baru saja berdiri tegak, tatkala menyaksikan tibanya serangan dengan cahaya hijau yang tajam dari atas udara, cepat-cepat dia menyingkir selangkah ke samping untuk menghindarkan diri
sekarang anak muda itu pun sudah tahu kalau Wan Hong- giok benar-benar telah gusar, berbicara soal ilmu silat kendatipun dia harus bertarung dengan tangan kosong belaka, pemuda itu tak akan jeri menghadapi Wan Hong-giok yang bersenjata kaitan, dasar mata keranjang dan suka perempuan Hoa In-Liong tak ingin sungguh-sungguh bermusuhan dengan nona itu.
Maka ketika serangan menggulung tiba lagi, ia tidak menghindarkan diri malahan sambil membenarkan bajunya menjura dari kejauhan.
"Nona, jangan marah dulu Dengarkanlah perkataanku." pintanya setengah memohon.
"Tidak Aku tak sudi mendengarkan perkataan mu" terlak Wan Hong-giok sambil marah-marah.
Kembali kaitan kemalanya dibabat kedepan seperti jaring langit dengan jurus Giok-cong-seng-cui (tenda kemala menyelimuti jagad). Cepat Hoa In-Liong berkelit kesamping, kembali dia menjura sambil memohon:
"Nona, anggap aku yang telah berlaku kasar terhadap nona cantik, terimalah permintaan maafku ini"
Padahal berbicara sesungguhnya, diapun tahu bahwa ilmu silat dari Hoa In-liong berlipat kali lebih tinggi dari kepandaiannya, jika ia ingin merobohkan musuhnya maka perbuatan itu boleh di bilang sukar sekali.
Ditambah pula Hoa In-liong berparas tampan diam-diam ia sudah terpesona oleh kegagahan lawannya, maka andaikata ia disuruh membacok pemuda itu secara sungguh-sungguh, belum tentu ia tega untuk melukainya.
Maka setelah dilihatnya Hoa In-liong beberapa kali menjura sambil meminta maaf, hawa amarahnya sudah berkurang beberapa bagian, ia tidak menyerang lagi, sebaliknya sambil bertolak pinggang membentak:
"Hmm Kau anggap urusan ini dapat diselesaikan dengan begini saja? Hayo cabut keluar pedang mustikamu, dan tentukan siapa yang lebih tangguh nonamu"
Wan Hong-giok merasa agak jengkel juga setelah beberapa kali serangannya tidak mencapai sasaran.
Yang benar, ia jadi nekad dan menyerang secara membabi buta lantaran rasa mangkel dan penasarannya tak tersalur keluar, selain itu diapun mendapat perlakuan kasar dari sang pemuda, maka dalam malu dan jengkelnya ia jadi marah.
Hoa In-liong cukup berpengalaman dalam menghadapi kaum nona, dan diapun cukup memahami watak-watak dari kaum hawa, perkataan tersebut diapun segera tahu bahwa kegusaran dalam hati Wan Hong-giok sudah berkurang sebagian. Cepat-cepat dia menjura lagi sambil berkata:
"Ilmu silat milik nona sangat lihay, aku tahu bahwa kepandaianku bukan tandingan nona, apa gunanya kita bertarung lagi untuk menentukan siapa yang lebih unggul?"
"Hmm Kau anggap aku rela membiarkan diriku dianiaya seenaknya olehmu...?" teriak Wan Hong-giok sambil mendengus.
Dalam hati Hoa In-liong merasa geli, tapi di luaran ia menjura lagi dengan wajah bersungguh-sungguh sambil berkata:
"Manusia kan bukan rumput atau kayu yang tak berperasaan, masakah aku bisa melupakan cinta kasih nona? Paras nona cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, bisa mencium nonapun sudah merupakan suatu keuntungan yang tak terkirakan bagiku, masa pembuatan ini dianggap sebagai suatu penganiayaan?"
Merah padam wajah Wan Hong-giok setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan manja.
"Hmm Enak benar kalau bicara, coba jawab kenapa kau menuduh aku telah mencuri kudamu"
Hoa In-liong segera berpura-pura gugup, sahutnya:
"Harap nona jangan menganggap sungguhan ucapanku itu, kau toh tahu bahwa aku suka bergurau? Jangan nona anggap ucapanku tadi serius"
Menyaksikan sikapnya yang gugup dan serba tak menentu itu, Wan Hong-giok segera berpikir pula dalam hati:
"Aaaai, orang ini benar-benar aneh dan binal, tentunya ia sudah terbiasa dengan wataknya sedari kecil, bila aku mesti bersungguh-sungguh terhadap dirinya, nihil juga akhirnya."
Berpikir demikian lenyaplah sudah semua amarahnya, tapi untuk menjaga gengsi ia tak sudi menunjukkan perubahan sikap secepat itu, sambil mencibirkan bibirnya kembali ia mendengus.
"Hmm Kau anggap nonamu bisa dipermainkan seenaknya?
Hari ini kau harus memberikan keadilan kepadaku"
sikap Hoa In liong yang sebentar bersungguh sungguh sebentar tidak ini sebenarnya terselip tujuan tertentu, sungguh girang hatinya ketika ia lihat siasatnya termakan, maka sambil maju ke depan ujarnya:
"Nona, simpan dulu kaitan kemalamu itu, bagaimana kalau kita bicarakan persoalan ini secara perlahan-lahan?"
setibanya di hadapan Wan-Hong-giok. dia ambil oper senjata kaitan itu dan menggantungkan di atas pelana, semua gerak geriknya lembut tapi cekatan seperti orang yang ketakutan, seperti juga orang yang bersungguh-sungguh, tapi sikapnya itu justru mendatangkan suatu daya pikat yang istimtawa dalam pandangan nona baju merah itu.
Benar juga, Wan-Hong-giok segera merasakan jantungnya berdebar keras, ia merasa pemuda itu makin menarik dan mempesonakan hatinya, sehingga tanpa terasa lagi dia mengerling sekejap ke arah pemuda itu.
Indah sekali kerlingan mata nona tersebut, apalagi oleh seorang dara cantik jelita yang berperawakan menawan hati, melihat itu Hoa- In-Liong merasa kegirangan, serta merta gerak geriknya lebih lembut dan lebih bersungguh-sungguh.
Menggunakan kesempatan itu dia maju menghampiri sang nona dan merangkul pinggang yang lembut, kemudian bisiknya lirih:
"Nona, mari kita duduk disana, kita berbicara lagi ditempat yang rindang itu"
Wan Hong-giok yang pinggangnya dirangkul seketika merasa adanya aliran listrik yang menembusi semua organ tubuhnya, nona itu berdebar keras dan tak tahu musti gugup atau bergirang hati.
Dengan wajah tersipu ia coba menggeliat, tentu saja menggeliat secara pura-pura, lalu sambil mengerling genit omelnya:
"Aaah, bagaimana sih kamu ini? Bersikaplah sok sopan, aku toh bukan kekasihmu, kenapa kau rangkul aku sekencang ini?"
Dalam hati Hoa In-liong merasa geli, namun ia tidak mengucapkan sepatah katapun, dengan masih merangkul nona itu mereka berjalan menuju ketepi sebuah batu gunung.
Hawa khas dari seorang laki-laki membuat Wan Hong-giok serasa mabuk. la merasa tubuhnya jadi hangat dan nyaman, enggan rasanya untuk menampik rangkulan tersebut, ta sadar dia mengikuti juga kepergian pemuda itu untuk duduk di tepi batu cadas.
sekalipun sudah duduk Hoa In-lion masih juga merangkul pinggangnya namun ia tidak melakukan tindakan selanjutnya, kecuali memandang wajah nona itu sambil tersenyum.
Ditatap lekat-lekat oleh pemuda setampan itu merah juga selembar wajah Wan Hong-giok serunya dengan suara tersipu-sipu:
"Eeeh, kamu ini benar benar tak sopan, kenapa merangkul melulu tanpa berbicara?" "Nona terlampau cantik, aku jadi terkesima rasanya" sahut sang pemuda sambil tertawa.
Tidak menunggu Wan Hong-giok melanjutkan kata-katanya sudah menghela napas panja sambil berkata lagi:
"Nona, tahukah engkau bahwa aku sedang berada dalam keadaan bahaya?"
"Apa sangkut pautnya urusanmu dengan aku? Kenapa engkau menuduhku sebagai begal kuda?" tukas sang nona dengan dahi berkerut.
Hoa In-liong gelengkan kepalanya berulang kali.
"Jangan nona anggap serius perkataanku itu" katanya, "aku hanya bergurau saja denganmu"
"Hmm Dan kau ingin minta maaf kepadaku agar aku bisa mengampuni dirimu??" Hoa In liong tertawa getir.
"Bergembiralah hatiku bila nona bersedia mengampuni aku, tapi kalau nona tidak sudi memberi ampun, terpaksa aku harus menantikan hukumannya" ia menjawab.
Wan Hong-giok betul-betul dibuat kehabisan akal menghadapi pemuda itu, akhirnya setelah termenung sebentar sahutnya:
"Baiklah Coba kau terangkan dulu kesulitan dan mara bahaya apakah yang sedang kau hadapi?"
"Aku sedang melaksanakan suatu tugas yang sangat berat, setiap saat aku harus berjaga-jaga terhadap sergapan musuh yang ingin mencelakai jiwaku."
"Aku lihat usiamu sebaya dengan aku, tugas berat apa yang sedang kau lakukan? Harus berjaga jaga pula terhadap sergapan dari siapa??" Hoa ln-Liong menghela nafas panjang, ia menjawab:
"Tiap orang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda, sejak kecil nasibku jelek, sekarang aku punya rumah tapi tak bisa kembali, akupun tak tahu pula siapa musuh besarku, setiap hari harus luntang lantung tanpa tujuan sambil berjaga- jaga atas sergapan musuh yang akan mencelakai jiwaku betapa menderitanya aku ini" Pemuda itu tak tahu siapa gerangan Wan- Hong giok ini, dan diapun kuatir kalau nona baju merah ini adalah satu komplotan dengan musuhnya maka ia berusaha untuk merahasiakan asal-usul dengan mengarang suatu cerita bohong yang melukiskan betapa sengsara dan menderitanya kehidupannya selama ini.
Wan Hong giok merasa simpatik dan ikut beriba hati oleh nasib jelek pemuda itu, tanpa terasa ia berguman seorang diri "Musuh dalam kegelapan dan kita ada ditempat terang,
untuk menjaga diri memang susah rasanya."
"Benar" sambung Hoa In liong, "coba bayangkanlah nona, kemarin malahan kudaku ini masin berada dirumah penginapan, tapi sekarang tiba-tiba nona memakainya untuk datang kemari, setelah menyaksikan kesemuanya ini, bagaimana aku tidak kuatir kalau rahasiaku sudah bocor dan ketahuan musuh "
"Jadi kalau begitu, kau telah menganggap aku sebagai musuhmu?" seru Wan Hong-giok tertegun.
" Waktu berjumpa untuk pertama kalinya tadi aku memang curiga" sahut pemuda itu berterus terang, "tapi sekarang aku sudah mengerti"
Wan Hong-giok tak dapat memberi penjelasan maka ia segera membantah dengan lantang. "Aku tak mungkin adalah musuhmu, kuda ini kudapatkan karena hadiah dari orang lain"
"Aku mengerti" sahut Hoa In-Liong sambil mengangguk, "dan aku curiga kalau orang yang menghadiahkan kuda ini kepadamu itulah musuhku"
Wan Hong-giok tertegun, lama sekali ia baru berseru: "Aaah, tak mungkin sebab orang itu adalah suhengku sendiri."
Hoa In-liong pun tersenyum.
"Kalau begitu kakak seperguruanmu itulah si begal kuda yang kumaksudkan "
Baru saja ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba terdengar seseorang membentak dengan penuh kegusaran:
"Bocah keparat, jangan sembarangan menuduh, bicaralah yang agak tahu sopan" suara itu muncul dari belakang mereka, meski demikian Hoa- ln-Liong tidak nampak gugup atau terkejut, ia malahan berkata dengan tawa: "saudara, semestinya kau harus sudah munculkan diri semenjak tadi"
Ketika orang itu munculkan dirinya dari tempat persembunyian, dengan alis mata berkenyit Wan Hong-giok sebera menegur ketus:
"ooooh rupanya kau sudah datang kemari sejak tadi, kenapa tidak segera munculkan diri melainkan hanya bersembunyi melulu?"
orang itu adalah seorang pemuda tampan yang berdandan sebagai seorang pelajar, dibawah pinggangnya tersoren sebilah pedang antik yang berwarna coklat, pada mulanya dia muncul dengan wajah penuh kegusaran, tapi setelah ditegur oleh Wan Hong-giok sambil tertawa cengar-cengir jawabnya tergagap: "Aku.....aku Gi-heng. "
"Hmm sekalipun tidak kau katakan aku juga tahu" seru Wan-Hong-giok sambil mendengus, "terus terang kuberitahukan kepadamu lebih baik kau tak usah mengurusi semua tindak tandukku karena kau tidak berhak untuk mencampurinya"
seraya berkata nona itu sengaja menggeserkan badannya sehingga duduk makin rapat disisi Hoa In-liong.
Perbuatannya itu kontan saja menggusarkan hati pemuda sastrawan tersebut, api cemburu membakar hatinya, namun ia tidak sampai mengumbar hawa amarahnya.
"sumoay " serunya setelah termenung sebentar "tahukah kau, siapi gerangan bocah keparat itu ?"
"Hmm Perduli amat siapakah dia, mau apa kau turut campur? Lebih baik janganlah merecoki aku terus."
Hoa In-liong sendiripun tetap duduk tenang tanpa bergerai katanya pala dengan nada datar:
"Aku bernama Pek Khi, tolong tanya siapa namamu??"
Terhadap Wan Hong-giok. pemuda sastrawan itu memang munduk-munduk ketakutan, tapi terhadap orang lain dia bersikap angkuh dan tinggi hati, sepasang matanya langsung melotot ketika mendengar ucapan itu, bentaknya: "Benarkah engkau bernama Pek Khi??" Hoa In-long tersenyum:
"Kalau bukan bernama Pek-Khi, lantas menurut pendapat saudara siapakah namaku?" ia balik bertanya.
Pemuda itu mendengus dingin, sambil berpaling kepada Wan-Hong-giok serunya:
"sumoay, bocah keparat ini sengaja sedang membohong imu, dia adalah teji dari keluarga Hoa di bukit Im-tiong-san, bernama Hoa- Yang"
Agak tertegun Wan- Hong- giok mendengar perkataan itu, sepasang matanya terbelalak semakin besar dan menatap wajah Hoa- In-Liong tak berkedip. agaknya ia merasa kaget bercampur curiga nampak pula mendongkol dan gusar, pokoknya perasaan hatinya waktu itu bercampur aduk dan sukar dilukiskan dengan kata-kata. Hoa- In-Liong tertawa, katanya lagi:
"Aku tidak merasa pernah berkenalan dengan saudara, tapi engkau dapat menyebutkan namaku secara jelas, ini berarti bahwa engkau menaruh maksud tertentu padaku pula, sekarang aku Hoa teji justru ingin minta petunjuk darimu"
Memang inilah yang diharapkan pemuda tersebut, maka ia langsung mencabut keluar pedangnya dan berkata dengan dingin.
"Hayo majulah sauya mu bernama siau Ciu, aku memang ingin menjajal kepandaian silatmu"
Tiba-tiba Wan Hong-giok bangkit berdiri seraya membentak: "Tunggu sebentar, aku hendak menanyai dirinya lebih dulu"
sambil putar badannya menghadap kearah Hoa In-liong. ujarnya lebih lanjut:
" Hayo jawab mengapa kau bohongi aku? mengapa tidak menyebutkan nama aslimu? apakah Wan Hong-giok tidak pantas untuk barkenalan dengan Hoa Yang. " Hoa In-liong
bersikap serius dan tersenyum sahutnya:
"Nona bernama Hong-giok. karena itu akupun menyebut diriku sebagai Pek Khi. sebab hakekat-nya Pek Khi maupun Hong-giok adalah benda-benda mustika yang berharga, orang bilang bunga meski tidak indah namun ia akan lebih indah bila berdaun hijau, dan Hong-giok akan bertambah mahal bila diimbangi dengan Pek Khi, nona masakah kau belum memahami perasaan hatiku? Jika nona menegur aku karena soal itu, maka engkau salah menegur diriku ini"
Meski diluaran ia berbicara demikian, otaknya berputar keras memikirkan masalah yang dihadapinya ia berpikir:
"Bocah keparat ini bernama siau ciu, dan membegal pula kudaku dari rumah penginapan, kemungkinan besar dialah yang disebut Ciu-kongcu oleh nona berbaju hitam itu aaah,
susah payah kucarijejak mereka tak tahunya bisa ditemu kan secara kebetulan, apa salahnya kalau kugunakan sedikit akal muslihat untuk menyelidiki siapa gerangan yang berada dibalik layar dalam peristiwa ini?"
sementara Hoa In-liong masih berpikir sampai disitu, tiba- tiba terdengar siau Ciu berkata sambil tertawa terbahak- bahak:
"Haaahhh....haaahhh Hoa teji, apa gunanya kau ngaco
belo sambil merayu dengan kata-kata yang manis? Apakah kau hendak menipu perasaan cinta dari sumoayku?" Baru ia selesai berbicara, wan Hong-giok telah membentak nyaring: "Hey, siapa yang suruh kau campuri urusanku? sana, berdiri agak kejauhan" sambil berkata ia lantas mendorong siau Ciu agar mundur kebelakang. Menggunakan kesempatan itu, Hoa in-liong lantas menyindir sambil tertawa tergelak:
"Haaahhh...:haaahhh haaahhh anjing menggigit tikus,
Itulah akibatnya kalau suka mencampuri urusan orang lain, akhirnya siu-heng sendiri yang terbentur pada batunya"
Tampaknya cinta kasih siau- Ciu terhadap Wan-Hong-giok sudah mendalam sekali, sehingga meski dibentak-bentak dan dicaci maki dihadapan orang, ia tidak merasa gusar
tapi begitu Hoa- In-Liong menyindir dengan kata-kata yang pedas, Ia tak kuat untuk menguasai lagi.
secepat kilat tubuhnya berkelebat kedepan begitu terhindar dari penghadangan telapak tangan Wan Hong-giok. serta merta pedangnya dicabut keluar dan langsung menusuk ke dada lawan.
"Keluarga Hoa tak ada manusia cerewet macam kau" bentaknya, "sambutlah sebuah tusukan maut dari sauya mu"
Hoa- In-Liong tertawa nyaring, ia berkelit kesamping lalu menjawab:
"Jika siau-heng ingin bertempur, aku dapat melayani dirimu dengan senang hati, tapi jawab dulu mengapa kau curi kudaku ini? Bagaimanapun kau toh musti memberi keadilan dulu kepadaku"
"Telur busuk. siapa yang telah mencuri kudamu?" teriak siau- Ciu dengan gusar.
Pedangnya langsung dibabat kedepan dengan jurus giok- tay-wi-yau (ikat pinggang kemala mengelilingi dibadari) hebat sekali serangan tersebut dan penuh disertai tenaga dalam yang hebat.
Hoa- In-Liong adalah keturunan seorang pendekar besar, ilmu silat yang dimilikinya belajar langsung dari Hoa Thian- hong, padahal Hoa Thian hong adalah seorang pendekar tanpa tandingan yang lihay dalam ilmu pedang, tentu saja secara otomatis Hoa Loji lihay juga dalam ilmu pedang.
Maka dari itu ketika siau- Ciu menyerang untuk kedua kalinya dengan babatan mendatar, ia lantas mengetahui bahwa jurus serangan yang akan digunakan lawannya adalah jurus Giok tay wi yau sebab itulah tanpa berpikir panjang lagi, ia mengigos kesamping kiri
siapa tahu, baru saja badannya bergerak meninggalkan posisi semula mendadak ia merasa gerak pedang musuh sangat aneh dan mencurigakan, bukannya terlepas dari ancaman tersebut, tubuhnya malahan menyongsong tibanya ujung pedang siau ciu.
Kejadian ini sangat mengejutkan hatinya dalam, kagetnya peluh dingin sempat membasahi tubuhnya, buru-buru ia putar pinggang sambil metejit dengan gerakan ikan leihi meletik secara beruntun ia berjumpalitan beberapa kali diangkasa dan melayang turun satu kakijauhnya dari tempat semula, nyaris tubuhnya termakan oleh babatan pedang lawannya itu.
Apa yang sebenarnya telah terjadi? Rupanya siau Ciu bertangan kidal, ia menyerang dengan menggunakan tangan kiri, dengan sendirinya ilmu pedang yang digunakan pun merupakan ilmu pedang tangan kiri
sewaktu membacok atau menusuk kedepan, baik tangan kiri maupun tangan kanan tak jauh berbeda, tapi untuk membacok kesamping kiri atau kekanan maka jurus pedangnya justru berlawanan dengan pedang biasa, Hoa In- liong tidak menduga sampai ke situ, maka karena teledornya hampir saja ia terjebak oleh tipu muslihatnya musuhnya.
setelah melayang turun ke atas tanah dan berhasil menenangkan hatinya, Hoa In-liong baru merasa curiga, pikirnya dalam hati:
"Aneh, benar-benar sangat aneh, ayah telah memberi penjelasan yang amat seksama terhadap tiap ilmu pedang yang berada dikolong langit, apa sebabnya ia tak pernah membicarakan tentang ilmu pedang tangan kiri? Darimana orang she siau ini mempelajarinya? "
sementara ia masih termenung, cahaya pedang tiba-tiba menyambar lagi dengan dahsyatnya, ternyata siau Ciu telah memburu datang sambil melancarkan bacokan kilat. "Hoa teji, lihat serangan" demikianlah ia membentak.
"sungguh cepat dan lihay ilmu pedangnya " puji Hoa In- Liong dalam hati, kali ini ia tak berani berayal lagi, cepat tubuhnya metejit dan menyelinap kebelakang tubuh siau Ciu, setelah itu sambil tertawa nyaring katanya:
"Haaahh haaahh haaaahh main golok main pedang hanya akan mengakibatkan retaknya hubungan persaudaraan, memandang diatas wajah nona Wan, asal siau-heng bersedia untuk menerangkan mengapa kau curi kudaku itu, kita boleh berjabatan tangan sambil berdamai"
"Keparat siapa yang kesudian berjabatan tangan sambil berdamai dengan engkau?" teriak siau ciu marah. Pedangnya dicutar mengikuti gerakan tubuhnya sekali lagi dia menyerang dengan gencar.
"sekalipun kau tak berani mencabut pedangmu aku sama juga bisa membinasakan dirimu, sampai waktunya jangan kausalahkan kalau aku bertindak keji lagi" kembali dia berseru.
serangan demi serangan dilancarkan makin gencar dan kuat, semuanya mendepak Hoa In-Liong habis-habisan, tampaknya sebelum pemuda lawannya itu berhasil dibasmi, ia tidak merasa puas.
Hoa In-liong sendiri sambil berkelit kesana ke mari, pikirnya dalam hati:
" orang ini berulang kali tak mau mengakui bahwa dialah yang mencuri kudaku, sebaliknya selalu berusaha untuk membereskan nyawaku, tampaknya orang inilah ketua regu dari perkumpulan Hian-beng-kau yang sedang melaksanakan tugas perintah padahal sekarang aku butuh untuk menyediki duduk perkara yang sebenarnya serta mencari tahu siapa pembunuh sebenarnya, bila tidak ku demontrasikan kelihayanku, niscaya usahaku ini akan sia-sia belaka"
Karena berpikir demikian, ia lantas mengambil keputusan dalam hati, lengan kanannya diterobos keluar untuk mencabut keluar pedangnya, kemudian sreet sreet sreet secara beruntun dia lepaskan tiga buah serangan berantai untuk membendung ancaman siau ciu.
"saudara " bentaknya ketus, "kalau engkau masih saja tidak tahu dirijangan salahkan kalau aku Hoa-loji akan suruh kau merasakan kelihayanku kemudian baru akan kulihat apa yang bisa kau katakan lagi"
Gaya serangan itu demikian rapat dan penuhnya seakan- akan hendak menyelimuti seluruh jagad yang ada dihadapannya, begitu dimainkan terasalah angin pedang mendesis, suara guntur dan hembusan angin puyuh menyertai setiap gerakan anak muda itu.
Ilmu pedang dari siau ciu aneh, sakti dan luar biasa, tapi setelah berhadapan dengan jurus serangan yang begitu bahsyat dari musuhnya, seketika terasalah suatu perbedaan yang menyolok.
Tiga jurus kemudian, Hoa In-liong menghentikan gerak tubuhnya lalu membentak nyaring: "Hayo bicara Kau mendapat perintah dari siapa untuk membunuh suma siokya ku?"
Tatkala serangan mendadak terbendung semua, dalam sangkaan siu Ciu hal ini disebabkan ia kurang waspada. malu dan gusar langsung berkecamuk dalam dadanya, dia putar senjatanya dan melepaskan sebuah tusukan lagi keulu hati lawannya dengan jurus hek hong-tou-sin (harimau hitam mencuri hati).
"Apa itu perintah tidak perintah, yarg diketahui sauyamu hanyalah bagaimana caranya uituk mencabut jiwamu" bentaknya.
"Traang " Hoa ln-Liong menangkis dengan pedangnya sehingga berbunyi nyaring, begitu ia punahkan datangnya ancaman tersebut, segera ujarnya sambil mendengus:
"Hmm Tampaknya sebelum kuberi sedikit pelajaran kepadamu, kau tak akan mengakuinya dengan terus terang"
Dalam bentrokan itu, Siau- Ciu merasakan pergelangan tangannya bergetar keras dan hampir saja pedangnya tak sanggup digenggam. Meski hatinya terkejut tapi api cemburu yang berkobar dalam hatinya mengalahkan segala-galanya, tanpa berpikir panjang hawa murninya kembali disalurkan kedalam senjatanya.
"Tak ada gunanya bersilat lidah, kalau memang ampuh, sambut dulu tiga buah seranganku ini." bentaknya.
Tapi sebelum ucapannya selesai diutarakan keluar Hoa- In- Liong telah menyambung dengan suara dalam:
"Baik Dalam tiga gebrakan, aku akan memaksa kau untuk melepaskan pedangmu itu"
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, tubuh berikut pedangnya menerjang kemuka dan sekejap kemudian sudah terjerumus dalam lingkaran cahaya pedang Siau Ciu. Dalam permainan silat orang memang tak bisa berpura pura, maka berbareng dengan selesainya ucapan itu, terjadilah tiga kali benturan pedang yang amat nyaring, disusul kemudian serentetan cahaya putih meluncur keangkasa kemudian meluncur kearah sebatang pohon besar enam tujuh kaki dari arena pertarungan, ketika menancap diatas dahan, gagang pedangnya masih bergetar keras tiada hentinya.
selesai memukul rontok senjata musuh, Hoa In liong masukkan kembali pedangnya kedalam sarung kemudian sambil memandang siau Ciu yang mundur dengan ketakutan, ujarnya tawa:
"Bagaimana? Apakah engkau masih ingin berkeras kepala terus??"
siau Ciu terbelalak dengan mata lebar, dadanya turun naik dengan tiada beraturan, dapat diketahui bahwa ia merasa kaget bercampur gusar, sukar dilukiskan perasaan hatiaya waktu itu.
Hoa In-liong mendengus dingin, kembali ujarnya:
"Terus terang kukatakan kepada diri siau-heng bahwa aku Hoa-loji telah mendapat perintah dari ayahku untuk menyelidiki peristiwa yang menimpa keluarga suma hingga jadi terang, dan sampai sekarang engkaulah titik terang yang berhasil kutemukan, mustahil aku Hoa teji bersedia untuk melepaskan engkau dengan begitu saja, maka jika engkau cerdik dan pandai melihat gelagat, lebih baik berbicaralah terus terang, kalau tidak. ..Hmm Hm Kendatipun aku berhati welas, akupun mempunyai kemampuan untuk melakukan penyiksaan dengan ilmu Ngo-im-soh-hun (panca hawa dingin pembetot sukma) serta Ban-gi-coan.sim (selaksa semut menerobos Hati) yang akhirnya toh bisa memaksa kau untuk menjawab sejujurnya bagaimana? Kau lebih mendengarkan
anjuranku ataukah tetap bersikeras?" siau Ciu memutar sepasang biji matanya, kemudian menjengek dengan nada dingin. "Heeehh...heeehhh heeehh sudah lama kudengar
keluarga Hoa dari bukit Im-tiong-san berbudi luhur, berjiwa besar dan berpibadi seorang ksatria, tapi setelah bertemu hari ini, aku jadi ketawa dan benar-benar kectawa sekali "
"Eeeh hati-hati kalau berbicara" tukas Hoa In liong memperingatkan, "jangan sembarangan ngomong sehingga tidak akan sampai tersambar petir, Kalau sampai terjadi begitu, itu namanya mencari penyakit buat diri sendiri.." siau Ciu mendengus dingin.
" Hoa jiya, apakah kau hendak mengandalkan ilmu silatmu yang tinggi untuk memaksa orang agar menuruti nasehatmu itu?"
Mula-mula Hoa In-Liong agak tertegun, menyusul kemudian ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahhh haaaahh.....haaaahh benar-benar selembar
mulut yang tajam" serunya "tapi sayang siau-heng telah salah menilai atas diriku. Ketahuilah bahwa Hoa teji berbeda dengan orang lain, menghadapi urusan apapun aku lebih menitik beratkan pada suksesnya tujuan yang harus dicapai daripada segala persoalan yang tetek bengek. mau menilai aku jujur boleh saja, mau menilai aku tak tahu diri juga silahkan, aku tak akan ambil peduli apalagi memikirkan dihati, mengerti saudara siau?"
TerCekat juga perasaan hati siau Ciu setelah mendengar perkataan itu, tapi dia terhitung seorang pemuda yang berjiwa panas juga, tentu saja tak sudi menyerah begitu saja, maka setelah berhenti sebentar sahutnya ketus:
"Aku sudah mengerti, dan soal membegal kuda maupun membunuh orang sauya sama sekali tidak tahu"
"Benar?" teriak Hoa In-Liong terperanjat, sinar tajam memancar keluar dari matanya.
Tiba-tiba siau- Ciu menengadah lalu mendengus
"Hmm Akupun ingin memberitahukan kepada Hoa-heng, meski aku orang she-siau tidak mempunyai asal usul yang tersohor, tidak memiliki ilmu silat yang menggetarkan sukma, tapi aku mempunyai sifat yang angkuh, apa yang kuucapkan tak pernah diputar balikkan dari kenyataan."
"Haaaah haaaah haaaah bagus, bagus sekali" Hoa In
liong terbahak-bahak, "lunak tidak diterima, keras tak ditakuti, kau memang laki-laki sejati, Nah Berhati-hatilah.."
sebagai keturunan manusia, dalam darah yang mengalir dalam tubuh Hoa In-liong terdapat kejujuran dan kepolosan Hoa-thian Hong, namun terdapat pula kekejaman serta kecerdikan Pek Kun-gi, seringkali perbuatan yang akan dilakukan olehnya menyimpang dari keadaan yang berlaku pada umumnya.
Pada saat itu lengan kanan nya sudah diangkat,juri tangannya seperti tombak yang keras ditunjukkan kedepan sementara tubuhnya selangkah demi selangkah maju mendekati tubuh siau- Ciu.
Gaya serangan darijari tangannya yang kaku seperti tombak itu aneh dan tidak umum, jari telunjuknya diluruskan kedepan sementara jari tengahnya ditekuk keadaan ini aneh sekali.
Pada hakekatnya inilah jurus pembukaan dari ilmu Ci yu-jit- ciat (tujuh kupasan dari Ci-yu), ketika Hoa-Thian-hong baru mempelajarinya belum lama tempo- hari, dengan kepandaian tersebut ia bisa membuat Yan-san-it-koay dari perkumpulan Hong-im-hwee yang amat tangguh itu pontang-panting tak karuan (untuk mengetahui cerita ini silahkan membaca : Bara- Maharani) .
Maka ketika dipraktekkan oleh Hoa- In-Liong sekarang, segera terlihatlah betapa kacau dan banyak raganya tipu muslihat dibalik serangan tersebut. Tampaknya siau- Ciu tak akan lolos dari serangan maut tersebut. Tiba-tiba terdengar Wan-Hong-giok berteriak dengan suara gemetar. "Pek-Khi, Pek hey, tahan Tahan Jangan kau lancarkan serangan itu"
sesosok bayangan merah dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat telah menerjang maju kedepan
Hoa- In-Liong sebera menarik kembali serangannya, dan sekali sambar ia telah merangkul bayangan merah itu kedalam pelukannya. "Ada apa?" tegurnya, "perkataan apalagi yang hendak kau ucapkan keluar?"
Wai- Hong- giok tidak menjawab pertanyaan itu sambil meronta untuk melepaskan diri dari rangkulan orang, ia berpaling dan serunya dengan gelisah.
"Siau suheng, katakanlah terus terang, apa gunanya kau pikul dosa bagi kepentingan orang lain."
Penonton biasanya lebih jelas daripada pelakunya, demikian pula halnya dengan Wan-Hong-giok oleh karena pertama ia terdesak oleh hubunganya sesama perguruan, ketika menyaksikan sikap Hoa In-liong yang aneh dan ilmu silatnya yang tinggi itu, jika serangan tersebut dilancarkan siau-Ciu benar-benar akan menderita siksaan besar. Kedua mungkin juga nona ini mengetahui lebih jelas duduknya persoalan, dan ia merasa tak ada gunanya "memikul dosa demi kepentingan orang lain", ini berarti pula bahwa dibalik ke semuanya itu masih terdapat hal-hal yang tidak beres.
Ketika mendengar ucapan itu, Hoa- ln-Liong segera jadi curiga, dengan tatapan mata setajam sembilu dia mengawasi siau- Ciu tanpa berkedip. ia sedang menantikan jawabannya.
Apa mau dikata siau- Ciu mempunyai rasa cemburu yang sangat besar, kunci terpenting dalam masalah ini terletak pada Wan- Hong- giok seorang. Andaikata nona itu tidak buru-buru menubruk ke depan sehingga dirangkul Hoa-ln-Liong kedalam pelukannya, mungkin perubahan yang terjadi agak lebih sederhana.
Tapi sekarang, setelah Wan- Hong giok terjatuh dalam pelukan mesra laki-laki lain, hawa cemburu yang terkobar dihati siau- Ciu semakin menebal, dan sikapnya pun jauh diluar dugaan pula.
siau- Ciu berparas tampan dan menarik. diapun berpandangan picik, terlampau menuruti emosi. Meski asal usul dari ilmu pedang tangan kirinya merupakan suatu teka- teki, namun yang pasti ilmu silatnya terhitung kelas satu dalam dunia persilatan. Dia adalah saudara seperguruan dengan wan Hong-giok dan boleh dibilang sepasang sejoli yang amat cocok. sayang wan Hong-giok tidak tertarik oleh suhengnya ini dan setiap kali justru berusaha untuk menghindari kejaran dari kakak seperguruannya ini.
Untuk kegiatannya itu, siau- Ciu merasa sangat penasaran, apalagi sekarang setelah dilihatnya Hoa- ln-Liong berparas tampan, asal usulnya populer dan ilmu silatnya lebih tinggi ditambah pula sumoaynya tidak menolak waktu dirangkul, sebagai seorang pemuda yang berpandangan picik, tentu saja keadaan ini tak dapat diterima dengan begitu saja olehnya.
Meski demikian sebagai orang yang berpikiran panjang dan mempunyai banyak tipu muslihat, tak sudi ia utarakan ketidak senanganya itu dengan jelas, otaknya berputar kemudian ujarnya dengan dingini "sumoay, ku suruh aku mengatakan apa?"
"supek telah berusia lanjut, dihari-hari biasa beliau selalu melarang suheng untuk jauh meninggalkannya, tapi kali ini demi siau- moay kau telah melanggar perintah guru dan mengejar ke daratan Tionggoan, aku tahu bahwa engkau tidak mempunyai sangkut pautnya dengan peristiwa berdarah yang menimpa keluarga suma "
"Jadi sumoay sudah tahu perasaan hatiku?" seru siau Ciu dengan suara hambar.
"Tentu saja su-moay tahu" sahut Wan Hong-giok dengan kening dikerutkan, "tapi....tapi "
"Hmm Kalau sumoay sudah tahu itu lebih baik lagi, mari kita pulang kerumah"
Wan Hong-giok tidak segera menjawab, dia melirik sekejap kearah Hoa In-liong, ketika dilihat nya pemuda itu sedang mengawasi siau Ciu tanpa berkedip. ia lantas mengira bahwa pemuda itu sedang mengawasi gerak-gerik kakak seperguruannya. Dengan hati yang amat gelisah segera katanya:
"Tidak bisa Kita tak boleh pulang dengan begitu saja, Hoa kongcu menaruh kesalahan paham terhadap suheng, ia mengira kau mencuri kudanya dan membinasakan pula suma siok-nya, maka sudah sepantas nya jika suheng memberi penjelasan, kepadanya agar perselisihan dapat dihindari, selain menghilangkan kesalahan paham tersebut kitapun tak akan mengganggu usaha Hoa kongcu untuk menyelidiki pembunuh yang sebenarnya."
Maksud nona itu dengan perkataannya ini antara lain kesatu, ia memberi kisikan kepada Hoa ln liong bahwa apa yang telah terjadi hanya suatu ke salah pahaman, kedua diapun hendak menghilangkan bibit bencana bagi siau Ciu.
Bagi Hoa In-liong yang berpikiran lebih luas, tentu saja maksud tersebut dapat diterima olehnya berbeda dengan siau Ciu, ia sudah terpengaruh oleh nafsu cemburu, arti diri kata- kata itu justru di maksudkan sebaliknya. Diam-diam ia mendengus dingin, pikirnya:
"Bagus Rupanya kalian sudah seia sekata, sampai dalam pembicaraanpun saling membelai. Hmmm sekalipun aku siau Ciu tak berhasil mendapatkan kau, jangan harap kaupun bisa mendapatkan bocah keparat she-Hoa itu, tunggu saja tanggal mainnya"
Meski dalam hati kecilnya sudah timbul niat jahat, perasaan tersebut tidak dicerminkan diatas wajahnya, malahan sambil berlagak apa boleh buat ia-berkata: "Aaaah baiklah, mari kita berjabatan tangan dan damai saja"
sambil merangkap tangannya, dia lalu menjura kearah Hoa In-liong dari tempat kejauhan.
Hoa ln-Liong sendiripun dari pembicaraan tersebut dapat menarik kesimpulan bahwa siau Ciu baru datang kedaratan Tionggoan, itu berarti bahwa ia tak mungkin ada sangkut pautnya dengan peristiwa berdarah yang menimpa keluarga suma, ia pun lantas menduga bahwa dirinya memang sudah menaruh rasa salah paham, siapa tahu kalau kuda Liong-ji nya bisa terjatuh ketangannya lantaran sebab-sebab lain??
Kendatipun dia binal dan tak tingkah lakunya, tapi kegagahan serta kebesaran jiwa keluarga Hoa menurun pula dalam darahnya. Karena berpendapat demikian, dan lagi siau Ciu sudah memberi hormat dan bersedia berjabatan tangan untuk damai, dengan langkah lebar dia lantas menyongsong pemuda tersebut.
"Haah haaaaah haaaahhh.,..,bagus bagus bagus Mari kita
berjabatan tangan untuk damai" katanya sambil tertawa tergelak, "asal siau-heng bersedia untuk menuturkan hal ikhwal waktu mendapatkan kuda ini, siaute segera akan mengakhiri persoalan hampai disini saja, apalagi kalau aku bisa menemukan jejak musuhku dari pembicaraan tersebut, siaute akan lebih-Iebih merasa berterima kasih lagi."
seraya berkata ia lantas mengulur tangan kanannya dan siap menggenggam tangan siau- Ciu.
sekilas senyum licik menghiasi ujung bibir siau ciu, katanya pula dengan berlagak pilon:
"Benarkah engkau akan menyudahi persoalan ini sampai disini saja, bila kuterangkan kisah yang sebenarnya?"
Diapun menjulurkan tangannya untuk menyambut telapak tangan lawannya. Ketika dua tangan saling bertemu, Hoa In- liong manggut-manggut berulang kali.
"Tentu saja, tentu saja siau-te sudah salah menuduh, harap siau-heng bersedia memaafkan "
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba terdengar wan Hong-giok menjerit lengking. "Hei...hati-hati "
Menyusul teriakan tersebut, bayangan saling menggumul dan salah seorang diantaranya melancarkan sebuah tendangan yang mengakibatkan orang yang lain mencelat jauh kebelakang.
"Sungguh keji perbuatanmu." teriakan keras- menggema diangkasa.
Wan Hong-giok sangat terkejut, sambil menjerit buru-buru dia lari maju ke depan.
"siau-ciu memang berhati busuk. rupanya pada jari tengah tangan kanannya mengenakan sebuah cincin yang besar, ruang tengah dari cincinnya itu kosong dan bersembunyi jarum beracun. Ketika saling berjabatan tangan tadi, diam-diam ia telah memencet tombol rahasianya siap membidikkan jarum-jarum mautnya.
Hoa In-liong sama sekali tak menduga sampai kesitu, maka ketika tangan mereka saling berjabatan tangan mendadak tangan kirinya diangkat menyodok iga kanan musuhnya sementara jarum maut itu dibidikkan keluar.
sebenarnya menurut keadaan pada waktu itu, semestinya tiada kesempatan bagi Hoa In-liong untuk meloloskan diri, apa mau dikata perhitungan manusia tak menangkan perhitungan langit, Wan Hong- giok segera menyadari kelicikan suheng nya dan Hoa In-liong pun cekatan dan amat cerdik sekali.
Begitu mendengar jeritan, cepat ia memburu maju kedepan, tubuhnya membungkuk dan telapak tangan kanannya ditekan ke bawah, sementara kaki kanannya tiba- tiba diangkat keatas dan menendang tubuh siau-ciu keras- keras.
Dldalam serangannya itu, ia lancarkan dalam keadaan gusar dan bertenaga besar, Iagipula tepat menghajar iga sebelah kirinya, seketika itu juga tubuh siau- ciu mencelat ke tengah udara tulang iganya patah dua biji, isi perutnya menderita luka parah dan tak bisa dicegah lagi sambil muntah darah tubuhnya roboh terjengkang diatas tanah dan tak mampu bangkit berdiri lagi.
Hoa ln-Liong masih penasaran, begitu berhasil menendang musuhnya sampai mencelat dia segera melompat kedepan, dia siap memburu maju lebih jauh...
Untunglah Wan Hong-giok segera memburu ke depan, dia menangkap lengannya, ia berteriak dengan perasaan ngeri: "Hoa kongcu, tunggu sebentar"
" orang ini terlalu keji dan licik sekali hatinya Hoa teji tak dapat mengampuni jiwanya" teriak Hoa in-liong dengan amarah yang meluap-luap.
"Tapi yang penting periksa dulu apakah engkau sudah terkena jarum beracunnya?" kata Wan Hong-giok dengan gelisah, " ketahuilah bahwa racun yang terdapat diujung jarum itu sangat jahat dan tak ada obat penawarnya, bila sampai bertemu dengan darah maka jiwamu akan terancam mara bahaya." Hoa In-liong mendengus dingin.
"Hmmm Aku Hoa teji tidak mempan diracuni, apalagi jarum beracun macam itu, tak mungkin bisa mengapa-apakan diriku "
Lengan kanannya segera digetarkan siap melepaskan diri dari cengkeraman wan Hong-giok, apa mau dikata baru saja lengan kanannya digerakkan, ia segera merasakan sikutnya sudah kesemutan dan kaku, lengan itu tak kuat rasanya untuk digerakkan kembali.
Waktu melancarkan sergapan tadi, Siau Ciu menyerang dari jarak yang sangat dekat, kendatipun Hoa In-liong cukup cekatan dan tubuhnya terlindung oleh kaus kutang pelindung badan, namun jarum lembut seperti bulu kerbau yang jumlahnya mencapai dua tiga puluh biting itu sukar di hindari keseluruhannya, tanpa dirasakan olehnya bahwa ada empat- lima batang diantaranya sudah menancap dibagian sikutnya.
Wan Hong-giok cukup memahami kelihayan dari racun jarum itu, ketika dilihatnya paras muka Hoa In-liong agak berubah, ia jadi terperanjat dan buru-buru serunya.
"Bagaimana? Apakah lengan kananmu sudah tak dapat digerakan lagi?"
Tiba-tiba Siau ciu tertawa seram, lalu ujarnya pula dengan suara yang mengerikan:
"Sumoay, racun jarum perguruan kita amat lihay dan siapa yang terkena tak mungkin bisa ditolong lagi, tunggu saja disitu untuk mengurusi layon Hoa loji" Dengan sempoyongan dia bangkit berdiri lalu kabur dari situ menuju kearah utara.
Ketika mendengar seruan tsrsebut, Wan Hong giok berpaling, ia saksikan paras muka Siau ciu pucat pias seperti mayat, noda darah membasahi dadanya, tak kuasa lagi ia bangkit dan menyusul dari belakangnya. "Suheng. Siau
suheng. tunggulah aku" teriaknya keras- keras. Tapi baru lari
sejauh dua kaki. tiba-tiba ia berhenti dan berpaling, teriaknya pula: "Hoa kongcu, lenganmu " Sebelum kata-katanya sempit diutarakan keluar air mata bagaikan layang-layang putus benang nya sudah mengucur ia menangis terisak.
Kasihan memang Wan Hong- giok. posisinya saat itu boleh dibilang serba salah, disatu pihak Siau ciu adalah kakak seperguruannya, dilain pihak Hoa In-liong adalah pemuda idaman hatinya, dan sekarang kedua belah pihak sama-sama terluka, ia jadi bingung dan apa yang harus dilakukan, menolong kakak seperguruannya ataukah menolong pemuda pujaan hatinya.
Hoa In-liong segera menghela napas panjang setelah melihat nona itu menangis terisak. katanya sambil mengulapkan tangan:
"Pergilah suhengmu menderita luka parah yang cukup parah, pergi dan rawatlah dia."
"Dan kau " bisik Wan Hong-giok sambil menahan isak
tangisnya. Hoa In-liong tertawa tawa.
"Aaah racun jarum itu tak seberapa hebat, tak nanti bisa
mencelakai jiwaku" katanya.
Tapi Wan Hong-giok masih juga menangis tersedu. "Jarum beracun itu terbuat dari sembilan buah racun lebah
ditambah tujuh jenis tumbuh-tumbuhan berbisa, bila terkena darah maka tubuh manusia yang terkena akan segera mencair"
"Haaahh...,haaahhh,....haaahh kalau bisa mencair
tubuhku telah mencair sedari tadi. Pergilah Kalau tidak berangkat mulai sekarang, kau akan gagal untuk menyusul dia lagi"
Wan Hong-giok kembali tertegun, dia menatap wajah anak muda itu tajam-tajam, ditemuinya senyum manis masih menghiasi wajah, kecuali lengan kanannya agak lumpuh, diatas paras mukanya tidak ditemukan gejala lain yang mencurigakan.
Menyaksikan kesemuanya itu ia jadi setengah percaya setengah tidak. akhirnya rasa kuatirnya terhadap siau Ciu mengalahkan segala galanya, maka bisiknya dengan lirih: "Kalau begitu, baik-baiklah menjaga diri" Hoa In-liong ulapkan tangannya berulang kali.
"Aku bisa menjaga diriku sendiri, justru kaulah yang harus bersikap mesra terhadap suhengmu"" katanya sambil tertawa.
Rasa murung dan sedih terpancar keluar dari balik tatapan mata Wan Hong-giok, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya maksud itu dibatalkan, mendadak ia putar badan dan berlalu dari tempat.
"Nona Wan" tiba-tiba Hoa In liong memanggil lagi.
Wan Hong-giok segera berhenti dan berpaling. "Ada apa?" tanyanya lirih.
"suhengmu telah lupa membawa pergi pedang puskanya, bawakan pedang itu untuknya .
Wan Hong-giok menghela nafas sedih, ia berjalan kebawah pohon besar itu dan mencabut pedang mustika tersebut, setelah memandang sekejap kea-rah Hoa ln- liong dengan tatapan mesrah, dia baru melanjutkan pengejarannya menuju kearah mana siau- ciu melenyapkan diri
saat itu tengah hari telah menjelang tiba, sang surya memincarkan sinarnya dari tengah tengah awang-awang.
Memandang bayangan punggung Wan- Hong giok yang lenyap ditempat kejauhan, Hoa- In- liong merasakan hatinya sedih dan murung, tak kuasa lagi dia bersenandung:
"Yang laki cinta apa daya yang perempuan tak tertawa: sedih dan murung hatiku menyaksikan kesemua nya ini....
Bila hati telah bersatu padu,
biar mati-mati dengan hati yang tenang"
Akhirnya ia menghela napas panjang, setelah gelengkan kepalanya, memeriksa lengan kanannya, perlahan-lahan anak muda itu naik kepunggung kuda Liong-ji dan kembali ke kota Lok yang.
BAB 5 KETIKA tiba kembali di kota Loksyang, tengah hari sudah menjelang tiba, saat itu adalah waktu orang bersantap siang, banyak sekali orang yang berlalu lalang masuk keluar dari dari rumah makan, suasana ramai sekali.
Ketika sang pelayan menyaksikan Hoa- In- liong telah kembali, buru-buru maju menyongsongnya, sambil menerima tali les kuda ia berkata.
"Kongcu, kapan kau meninggalkan rumah penginapan?
Ketika tidak melihat kongcuya bangun kami tak berani mengganggunya, kemudian ketika menemukan kudanya sudah tiada, kami membuka kamar tidur kongcu-ya, semua orang merasa lebih tercengang lagi setelah dilihatnya tempat tidur masih teratur rapi dan buntalan masih ada disana."
Hoa- In- liong sedang murung dan kesal, ia tidak berniat untuk menjawab, setelah mendengus la turun dari kudanya dan langsung masuk ke dalam rumah penginapan.
Pelayan itu menyerahkan kuda yang diterimanya itu kepada orang lain, kemudian mengejar kedepan, katanya lagi:
"Dikota ini banyak terdapat gadis-gadis cantik jelita yang menjual diri untuk mencari sesuap nasi, meski paras mereka cantik jelita tapi selalu menganggap tingkatannya rendah, kalau aku tahu bila kongcu-ya suka dengan hal ini, cukup kau memberitahukan kepadaku, aku cu siau-cit pasti "
Rupanya pelayan itu mengira kalau Hoa In-liong semalam tidak pulang ke rumah penginapan karena sedang menghibur diri dirumah pelacuran, maka ia hendak menggunakan kesempatan tersebut untuk mencari keuntungan pribadi. Apa mau di kata baru saja berbicara sampai ke situ, mendadak dia temukan pakaian yang dikenakan tamunya tidak teratur dan lagi bagian dada serta punggungnya telah robek -Ini menyebabkan dia jadi tertegun.
segera tanyanya lagi dengan wajah keheranan: "Eeeh Kongcu-ya, kenapa keadaanmu sangat
mengenaskan ? Apa yang telah terjadi??"
Hoa In-liong jadi amat jemu dengan sikap pelayan ini, dengan agak mendongkol bentaknya: "Aaah, kamu cerewet amat" Kemudian setelah berhenti sebentar, tanyanya pula: "Apakah kemarin malam ada orang mencari aku?"
Mula-mula pelayan itu agak tertegun karena di bentak, menyusul kemudian sambil membungkukkan badannya ia menyahut: "oooh... tidak ada, tidak ada "
"Kalau begitu, kau tak usah cerewet lagi, sana siapkan santapan bagiku dan antar ke dalam kamar"
Pelayan itu tak berani banyak bicara lagi, dia mengiakan berulang kali lalu mengundurkan diri dari sana.
Setelah membersihkan badan, seorang diri Hoa Tn- liong bersantap dalam kamarnya, sambil bersantap tanpa terasa dia membayangkan kembali pengalaman yang ditemuinya semalam.
Pertama-tama ia membayangkan kembali diri nyonya Yu, paras muka nyonya tersebut memang cantik dan ilmu silatnya biasa-biasa saja, ia menyebut dirinya sebagai gundik Suma Tian-cing, ditinjau dari pengetahuannya tentang gerak-gerik tingkah laku serta kebiasaan SUma Jin, rasanya soal ini tak perlu dicurigakan lagi.
Tapi secara diam-diam ia telah menyergap dirinya, kemudian menyediakan pula obat racun yang disembunyikan di dalam peti mati, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa nyonya itu memang sengaja telah disusupkan oleh pembunuhnya untuk melaksanakan tugas tersebut.
Suma Tiang- cing bergelar Kiu-mia-kiam-khek (jago pedang berjiwa sembilan), bukan saja ilmu silatnya lihay, pengetahuan maupun pengalamannya luar biasa luasnya, tipu muslihatnya macam apapun sulit untuk mengelabuhi ketajaman matanya, tapi nyonya Yu sudah bertahun-tahun lamanya menyelinap dalam keluarganya, namun ia tak berhasil mengetahui rahasia tersebut, dari sini dapat diketahui pula bahwa semua rencana itu disusun oleh sang pembunuh dengan sempurna sekali.
" Nyonya Yu ku memang menakutkan sekali, agaknya sudah lama sekali Si pembunuh itu menentukan dan memerintahkan untuk menyusup kedalam keluarga Suma- siok-ya, kalau bukan seorang manusia yang berhati teguh dan berwatak jahat, tak mungkin pembunuh itu dapat menyusun rencana jangka panjangnya sesempurna ini"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi keringat dingin membasahi seluruh badan Hoa- In- liong, ia merasa jantungnya berdebar keras, dan pemuda ini semakin sadar bahwa rintangan-rintangan yang bakal ditemuinya akan semakin banyak. bukan suatu pekerjaan yang gampang baginya untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Sekalipun tidak gampang untuk diselesaikan lantas bagaimana? Suma Tiang- cing adalah saudara angkat dari kakeknya Hoa-Goan-siu, hubungan mereka lebih akrab dari pada saudara kandung sekali, sebagai keturunan dari keluarga kenamaan sekalipun tak ada perintah dari ayah atau neneknya Hoa-loji harus menyelesaikan juga tugas itu sebisa mungkin.
Dia angkat cawan dan menghabiskan isinya, kemudian berpikir lebih jauh, kali ini ia terbayang kembali akan diri nona baju hitam beserta pembantunya yang misterius.
Menurut pengakuan nona berbaju hitam, orang yang membunuh Suma siok-ya nya adalah seorang pemuda dari marga Ciu, orang itu hanya seorang kepala regu perkumpulan Hian-beng-kau yang tak ada artinya, sedangkan nyonya Yu dikatakan sebagai anak buah Ciu kongcu itu, setelah dipikir beberapa saat anak muda ini pun merasa bahwa kejadian ini janggal dan tak masuk di akal.
Pertama: orang she- Ciu itu disebut kongcu, itu berarti bahwa usianya tidak terlampau besar, kalau dibilang jauh beberapa tahun berselang Ciu kongcu telah mengutus nyonya Yu untuk menyusup ke samping suma Tiang- cing, maka hal ini rasanya tak mungkin terjadi.
Kedua: Ketika akan meninggalkan rumah, ayah dan neneknya telah menyatakan rasa curiganya terhadap Giok- teng hujin yang ada kemungkinan merupakan otak dari pembunuhan berdarah itu.
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, diapun lantas berpikir: Jangan-jangan pemimpin perkumpulan Hian-beng-kau adalah Giok-teng hujin dan nyonya Yu diutus Giok-teng hujin untuk melaksanakan pembunuhan tersebut dan ciu kongcu paling banter hanya bertugas untuk mengawasi pelaksanaan dari pembunuhan itu, siapa tahu memang begitulah jalannya peristiwa?
Ia dapat menduga sampai kesitu karena tiba-tiba pemuda itu teringat kembali akan Hek-ji si kucing hitam yang dipelihara nyonya Yu.
Menurut apa yang diketahui olehnya, suma siok-ya nya suami istrinya terbunuh ketika tertidur nyenyak. pada tenggorokan mereka terdapat bekas luka seperti digigit oleh sejenis binatang.
Meskipun Hek-ji cuma seekor kucing hitam, tapi cakar dan giginya runcing dan tajam, gerak geriknya secepat angin dan pandai sekali bertempur, ditinjau dari majikannya yakni nyonya Yu adalah mata-mata yang diutus sang pembunuh untuk menyusup kedalam keluarga Suma, maka dapatlah diduga bahwa Hek-ji itulah pelaksana pembunuhan, sedangkan nyonya yu adalah pemilik dari binatang pelaksana pembunuhan tersebut.
Sekarang diapun sudah tahu kalau Ciu kongcu masih dikota Lok-yang, maka setelah berpikir beberapa waktu ia merasa bahwa tindakan yang harus dilaksanakan sekarang adalah mencari Ciu kongcu seru menyelidiki siapa gerangan "otak" dari pembunuhan itu
Kendati begitu, ia tidak segera melaksanakannya, malahan sambil bertopang dagu anak muda itu melamun lebih jauh.
Sebagai keturunan keluarga Hoa, Hoa- In- liong memang gagah dan berjiwa ksatria, tapi sifatnya yang romantis membuat pemuda ini tak boleh bertemu dengan perempuan cantik.
Tiba-tiba ia teringat kembali akan sikap si nona baju hitam yang bersembunyi dalam ruang sembahyangan, dari gerak geriknya nona itu tampaknya sedang menyelidiki rahasia perkumpulan Hian-beng-kau, dan ia merasa orang itu mempunyai hubungan yang erat dengan dirinya, ia masih ingat pula dengan perkataan dari Si Nio: Jika kita bunuh bocah keparat ini, maka keselamatan loya akan tertolong."
Ditinjau dari sini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keselamatan ayah dari nona baju hitam itu terancam bahaya, dan nasibnya cukup memilukan hati.
Sebagai seorang pemuda yang cerdik, hanya menganalisa sebentar saja dia lantas mengetahui bahwa nona baju hitam itu bukannya tanpa alasan tertentu ketika memberi keterangan kepadanya.
Nona baju hitam itu pernah berkata begini. "Menurut perasaan siau-li, dunia persilatan sedang menuju perubahan yang amat besar, kematiansu ma Tiang- cing tak lebih hanya korban penasaran pertama yang harus ditanggung demi kepentingan orang lain"
sekarang kalau dicocokkan kembali dengan pesan dari ibunya, maka rasanya persoalan ini ada kemiripannya meskipun berlawanan waktunya.
Diapun teringat kembali dengan perbuatan si- Nio yang akan meracuni dirinya serta mencabutjiwanya, dari masalah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa nona baju hitam dan pembantunya di tekan oleh seseorang untuk melakukan pembunuhan tersebut, dan korbannya bukan dia seorang melainkan setiap anggota keluarga Hoa.
Atau tegasnya ayah dari nona baju hitam ini di sekap orang, bahkan kemungkinan besar jiwanya terancam, dan mereka berdua dipaksa untuk memusuhi dan membunuh anggota keluarga Hoa demi menyela matkanjiwa ayahnya itu.
Hoa In liong telah memandang keterangan yang diberikan nona baju hitam itu sebagai suatu peringatan, maka serta merta diapun merasakan betapa seriusnya yang sedang dihadapi sebab jelas musuh dibalik tirai yang sedang dihadapinya sekarang adalah musuh tangguh yang khusus memusuhi keluarga Hoa.
Tercekat juga perasaan hatinya setelah menerapkan kesimpulan terakhir itu, pada mulanya dia ada niat untuk kembali ke perkampungan Liok soat san-ceng untuk melaporkan kejadian ini kepada ayah dan neneknya, tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya:
" Nenek dan ayah telah menyerahkan tugas ini kepadaku, aku mana boleh pulang ke rumah sebelum berhasil menemukan jejak dari pembunuhnya. selama ini aku Hoa Yang dianggap seorang pemuda bergajul dalam pandangan orang rumah, kenapa tidak kumanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk membuktikan diri bahwa akupun bukan manusia tak berguna, siapa tahu kalau usahaku berhasil dan namaku ikut tersohor pula dalam pandangan orang lain?"
Memang demikianlah watak seorang pemuda yang masih berjiwa panas, setelah mengambil ketetapan dihati. iapun tersenyum dan meneguk habis isi cawannya.
selesai bersantap ia kenakan jubah sutera yang halus, membawa pedang menggoyangkan kipas dan berjalan keluar dari kamarnya dengan langkah yang santai.
Dikatakan ia akan keluyuran sebenarnya tak cocok sebab pada saat ini ia berhasrat untuk keliling kota sambil berharap dapat berjumpa dengan Kong-cu she-ciu itu, dan lebih-lebih berharap dapat bertemu sekali lagi dengan nona berbaju hitam itu.
Tapi Nona berbaju hitam itu tak ada tempat tinggal yang tetap tidak diketahui pula nama-nya, sedang ciu kongcu belum pernah ditemui, bagaimana tampangnya juga tak diketahui olehnya. maka ingin berjumpa dengan mereka boleh diibaratkan mencari jarum didasar samudra, bukan suatu pekerjaan yang gampang.
sang surya telah condong kebarat malampun menjelang tiba, cahaya lampu telah menerangi seluruh kota, tapi tiada suatu hasilpun yang berhasil ditemukan.
Ketika dalam perjalanan kembali ke rumah penginapan, kebetulan ia lewat dijalan raya sebelah timur sewaktu lewat di depan pintu gerbang keluarga suma mendadak satu ingatan terlintas dalam benaknya, ia lantas berpikir: "sudah beberapa hari suma siok-ya terbunuh, namun layonnya belum dikebumikan dan masih bersemayan dalam ruang tengah, keadaan ini bukan saja dapat membuat tak tenangnya arwah siok ya bahkan bisa pula digunakan pihak lawan untuk menyiapkan jebakan dan memancing rekan-rekan sealiran masuk perangkap. Apa salahnya kalau ku singkirkan dahulu jenasahnya mereka kesuatu tempat tertentu, kemudian baru kuundang kedatangan Jin kokoh untuk menyelenggarakan upacara penguburan? Aaai, aku harus mengambil keputusan cepat dan segera melaksanakannya"
seandainya Hoa se toakonya yang menghadapi kejadian semacam ini, bagimanapun juga ia tak akan berani mengambil keputusan secara sembarangan, tapi Hoa Yang alias In- liong tak kenal artinya adat istiadat, apa yang terpikir hanya soal cengli, dan apa yang telah melintas dalam benak nya segera dilaksanakan tanpa berpikir panjang lagi.
Begitulah, setelah menengok kekiri kanan dan yakin kalau disekitar sana tak ada orang, ia lantas menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melompati pagar pekarangan langsung menerobos masuk ke ruang tengah.
la telah mempunyai rencana yang cukup masak malam itu juga akan dibawanya jenasah dari suma Tiang- cing suami istri ke rumah gubuk yang pernah dikunjunginya semalam.
Ia merasa tempat itu aman dan cukup tersembunyi, kendati sudah terbakar tapi dengan semak belukar yang begitu tinggi mengitari sekelilingnya, tempat itu tak mudah menarik perhatian orang, dan jenasah sioksya nya ditempatkan disana untuk sementara waktu, maka orang tak akan menyangkanya.
Siapa tahu ketika Hoa In-liong tiba dalam ruangan itu dan menengok ke dalam, apa yang ditemuinya hampir saja membuat pemuda itu menjerit keras matanya terbelalak karena tercengang bercampur heran untuk sesaat ia berdiri tertegun.
Meskipun kain horden masih menghiasi ruangan seperti sedia kala, meja sembahyangan dengan lentera dan lilin masih utuh, namun dua buah peti mati itu sendiri sudah lenyap tak berbekas.
Padahal ia tahu jelas bahwa satu-satunya keturunan dari suma siok-ya nya berada jauh diperkampungan Liok-soat-san- cung yang berada dibukit Im tiong-san, bila dikatakan ia telah mengebumikan jenasah kedua orang itu, boleh dibilang hal ini tak mungkin terjadi, tapi kenyataannya peti mati itu benar- benar sudah lenyap tak berbekas. Selang sesaat kemudian, Hoa in-liong mencibir kan bibirnya lalu mendengus dingin.
"Hmm Permainan busuk macam beginipun disuguhkan kepada aku Hoa-loji, sungguh keterlaluan."
Maksud musuh sudah jelas sekali, jelas mereka memang sengaja memindahkan peti mati itu agar dia jadi bingung dan kelabakan untuk mencarinya kembali.
Hoa In liong menjengek sinis, walaupun dia tahu bahwa musuh sedang memasang jaring untuk menjebaknya, dilakukan juga pemeriksa yang seksama disekitar gedung bangunan itu.
Tapi akhirnya anak muda itu merasa kecewa, orang-orang yang memasukkan peti mati itu telah bekerja teliti, kecuali barang yang kacau terdapat di sekitar meja sembahyang dan kedua belah sisi bekas tempat peti mati itu. boleh dibilang tiada tanda lain lagi yang berhasil ditemukan, hal ini semakin mengejutkan- hati Hoa In- liong.
Haruslah diketahui ruang jenazah menempati ruangan tengah yang panjang dan lebarnya mencapai seluas lima kaki, karena sudah lama tak di kunjungi orang, debu yang menempel diatas lantai tebal sekali, sebaliknya kedua peti mati itu hanya menempati tempat yang tak begitu luas, beratnya juga luar biasa, untuk memindahkan benda seperti itu bukan saja sangat repot bahkan tidak gampang.
Tapi kenyataannya sekarang, bukan saja mereka dapat memindahkan peti-peti mati itu, malahan tidak meninggalkan bekas apa-apa, dari sini dapat lah diketahui bahwa orang- orang itu bukan saja amat cermat dan teliti, kekuatan mereka serta kelihayan ilmu meringankan tubuh mereka sudah mencapai tingkatan yang luar biasa. Tapi siapakah orang itu???
Dengan hati tercekat bercampur kaget, Hoa In liong berpikiri
"seandainya peti mati itu masih berada disini, memang gampang untuk menjebak orang masuk perangkap. tapi apa maksud mereka membawa pergi peti-peti mati itu..."
Ia bukan seorang pemuda yang gegabah, juga bukan manusia pengecut yang bernyali kecil, dalam tubuhnya mengalir sifat-sifat orang tuanya dan terdapat pula hasil didikan dari Bun Tay-kun, meski romantis namun mempunyai semangat yang besar, mempunyai keberanian yang luar biasa dan berani menyerempet bahaya.
Lama sekali sianak muda itu termenung, dan berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi nya, ketika tanpa hasil, dengan dahi berkerut dan bibir dicibirkan ia berjalan menuju kepintu kecil dibalik horden dengan langkah lebar.
Mendadak dari arah belakang terdengar seseorang tertawa dingin, menyusuljengekan dingin berkumandang memecahkan kesunyian: "Hoa loji, kau akan kabur kemana lagi?"
Hoa In-liong tidak kaget juga tidak gugup, malahan menjawabpun tidak. selangkah demi selangkah ia lanjutkan perjalanannya menuju kemuka.
Tiba-tiba serentetan cahaya putih menyambar lewat, dengan disertai hawa pedang yang hebat tanu-tahu sebilah pedang panjang telah menusuk punggungnya.
Secepat kilat Hoa-In-liog memutar tabuhnya sambil mengebaskan kipasnya kesamping ujarnya sambil tertawa:
"Haaahhh haaahhh haaaahhh. dengan kepandaian macam beginipun berani bertingkah dihadapanku? Huuh, masih ketinggalan jauh."
"Traaang. " dengan telak kipas itu menghajar ujung
pedang lawan, sementara tulang bambu di balik permukaan kertas menyabet pedang tersebut kesamping, walaupun pedang tadi bergeser dua depa kesamping, ternyata kipasnya sendiri tetap utuh. Untung si penyergap itu segera mengundurkan diri, kalau tidak pedangnya niscaya sudah terlepas dari genggaman.