Jilid 20
Tu Cu yu menjadi teramat kaget, serasa sukmanya melayang meninggalkan raganya, cepat-cepat ia menjatuhkan diri kebelakang dengan gerak jembatan besi nyaris tubuhnya tertembus oleh sambaran ruyung tersebut.
Akibat dari kelitannya itu, ruyung lemas tadi menghajar diatas pinggiran perahu yang mengakibatkan terjadinya suatu retakan yang besar sekali. Sementara itu, ketiga ruyung lemah tadi sudah diayunkan ke depan melancarkan serangan, sambil membalikkan badannya Hoa In-liong kembali melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Pukulan itu dilancarkan amat sederhana, tapi sulit buat Khong im untuk menghindarinya, terpaksa sambil mengertak gigi dia mengayunkan sepasang telapak tangannya berbareng.
“Blaam…..!” suatu benturan keras terjadi, hawa darah dalam dadanya bergolak keras dan mundur empat lima langkah dengan sempoyongan dengan kakinya melangkah lewat papan geladak tersebut segera hancur berantakan.
Bentrokan sebanyak beberapa gebrakan ini terjadi dalam waktu singkat, para jago Kiu-im-kau yang berada disekitar tempat itu sudah mengetahui akan kelihayannya, tapi kaucu mereka terjatuh ke tangan lawan, bagaimanapun juga mereka tak bisa berpeluk tangan belaka, bentakan keras berkumandang tiada hentinya, serentak mereka siap maju ke depan melancarkan serangan.
Hoa In-liong segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, katanya, Bwe Su-yok cepat perintahkan anak buahmu untuk berhenti menyerang…….!”
Sambil miring ke samping menghindari serangan dari Un Yong ciau, tangan kanannya menyambar ke depan, mencengkeram tengkuk seorang ang gota Kiu-im-kau dan melemparkannya ke laut.
Bwe Su-yok tetap berdiri tegang, ia berlagak seakan-akan tidak mendengar ucapan itu.
Hoa In-liong menjadi naik darah, cengkeraman pada tangan kirinya segera diperhebat, seketika itu juga gadis itu merasakan tulang pergelangan tangannya sakit seperti tulangnya hancur, ia tak mampu berkutik lagi, tapi sambil menggertak gigi gadis itu tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Tu Cu yu merampas sebilah pedang dari anak buahnya dan maju sambil melancarkan tusukan, bentaknya, “Hoa Yang, kalau punya kepandaian hayo lepaskan kaucu kami, kita boleh berduel secara jantan!”
Hoa In-liong tertawa dingin, tiba-tiba ia menggeserkan tubuh Bwe Su-yok ke hadapannya.
Tu Cu yu menjadi amat terperanjat, cepat-cepat pedangnya dimiringkan ke samping dan menyambar lewat disisi tubuh Bwe Su-yok, kendatipun tak sampai melukainya tak urung peluh dingin membasahi juga sekujur badannya.
Dengan gusar Hoa In-liong berseru, “Aku tak ingin melakukan pembunuhan yang terlalu banyak maka aku bermaksud baik agar semua orang menghentikan pertarungan, bila kau tidak menurunkan perintah lagi, jangan salahkan kalau aku bertindak kejam……”
Bwe Su-yok tetap menggigit bibir membungkam dalam seriba bahasa, Hoa In-liong dibuat apa boleh buat sehingga terpaksa harus mengayunkan kembali telapak tangannya untuk melawan musuh. Dengan kepandaian silat yang dimiliki Hoa In-liong, sekalipun yang dihadapi adalah anak buah Kiu-im-kau yang diantaranya terdapat pula Kiu im su ciat, tapi setiap serangan yang dilancarkan kalau bukan jago-jago Kiu-im-kau itu jatuh terbanting, tentu terlempar kelaut atau tertotok jalan darahnya, untung saja Hoa In-liong masih memandang wajah Bwe Su-yok sehingga tak ingin melakukan pembunuhan terlalu banyak, kalau tidak sudah pasti akan lebih banyak anggota Kiu-im-kau yang akan menjadi korban.
Kok See-piau sekalian juga telah mengetahui akan kejadian tersebut, kalau bisa dia ingin menyaksikan Hoa In-liong membunuh Bwe Su-yok, dengan alasan jaraknya terlalu jauh dan lagi sampan-sampan mereka sudah turun ke laut semua, mereka tidak memberikan pertolongan sebaliknya hanya menonton belaka dari kejauhan.
Dalam pada itu, para jago Kiu-im-kau yang sedang bertarung melawan para pendekar diatas lautan telah merasakan juga akan terjadinya suatu perubahan diatas perahu, dengan perasaan terkejut buru-buru mereka kembali ke perahu.
Lei Kiu-it melompat naik keatas perahu paling duluan, tangannya segera diayunkan ke depan melancarkan sebatang jarum To kut teng untuk menyergap punggung Hoa In-liong.
Si anak muda itu segera menggerakkan tangan nya untuk menyambar ke belakang, setelah menangkap jarum tersebut, dia lantas berpikir, “Sepanjang hidupnya entah berapa banyak perbuatan keji yang telah dilakukan Lei Kiu-it? Dia termasuk juga salah seorang pembunuh Suma siok ya, manusia macam ini tak boleh dibiarkan hidup lebih jauh…..” Hawa napsu membunuhnya segera berkobar di dalam dada, dia membalikkan tangannya dan segera menimpuk balik jarum To kut ciam tersebut ketubuh Lei Kiu-it.
Sudah barang tentu Lei Kiu-it tak akan termakan senjata rahasia sendiri, dalam gugupnya ia bekelit ke samping untuk menghindarkan diri.
Tiba-tiba Hoa In Hong membentak keras, tubuhnya meluncur ke depan dan melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Terdengar Lei Kiu-it menjerit ngeri, tubuhnya terpental keluar dari perahu dan tercebur ke laut, semenjak itu tubuhnya tak pernah muncul kembali ke dalam keadaan hidup. Para jago dari Kiu-im-kau semakin keder dan pecah nyali menyaksikan kelihyaan orang itu, namun mereka tak dapat berpeluk tangan belaka, maka secara nekad serangan demi serangan dilancarkan secara bertubi-tubi. Mendadak Hoa In- liong berpikir. “Bagaimanapun juga, Bwe Su-yok adalah seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, sudah barang tentu dia enggan memperlihatkan kelemahannya didepan anak buah sendiri, aku tak boleh membuatnya kehilangan muka.
Pada dasarnya pemuda ini memang seorang yang romantis, bagaimanapun kondisinya dia tak pernah lupa untuk memikirkan sesuatu yang baik untuk sang gadisnya, maka dia lepas tangan sambil berkata, “Suruhlah mereka menghentikan pertarungan, mari kita bercakap-cakap dalam ruangan “
Bwe Su-yok menguruti pergelangan tangan sendiri yang kaku, kemudian membentak nyaring, “Kalian berhenti semua!”
Sejak tadi orang orang Kiu-im-kau sudah dibuat keder oleh kelihayan orang itu, maka begitu perintah diturunkan, serentak mereka menghentikan serangan. Kok See-piau yang menyaksikan kejadian itu segera berpikir.
“Sudah lama aku dengar Bwe Su-yok mempunyai hubungan yang tidak jelas dengan kokoh itu, tampaknya mereka hendak menyingkirkan soal permusuhan untuk bersahabat…”
Hatinya sangat risau sekali, tapi ketika terbayang bahwa sebagian besar anak buahnya pasti membangkang bila Bwe Su-yok be nar-benar sampai berbuat demikian, hatinya rada lega juga”.
Dengan mata yang jeli Bwe Su-yok melotot sekejap ke arah Hoa In-liong, kemudian sambil mengulapkan tangannya dia membalikkan badan dan masuk ke dalam ruang perahu. Hoa In-liong kembali berpikir, “Rupanya dia maksudkan untuk mengundang aku berbicara dalam ruang perahu…..”
Kuatir kalau rasa harga dirinya sebagai seorang ketua tersinggung, pemuda itu merasa rada menyesal dengan apa yang telah dilakukan barusan………
Kiu im suciat merasa tidak berlega hati, mereka siap mengikuti dari belakang, melihat itu sambil berpaling Bwe Su- yok menegur dengan nada tak senang, “Kalian toh tak mampu melindung diriku, tak usah ikut!”
Dengan wajah jengah kiu im suciat sama-sama menundukkan kepalanya dan berhenti.
Setelah masuk ke ruang perahu, Hoa In-liong mencoba untuk memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dilihatnya lukisan orang ternama banyak menghiasi dinding, ruangan itu bersih dengan dekorasi yang indah, sama sekali tidak berbau orang persilatan. Seorang dayang cilik menyongsong kedatangannya sambil memberi hormat, katanya, “Ya tay, baik-baikkah kau? Kau tahu nona kami……
“Tak usah banyak bicara!” tiba-tiba Bwe Su-yok menukas, “keluar dari sini!”
Hoa In-liong Segera mengenali dayang cilik itu sebagai Siau kian, menyaksikan wajahnya yang tertegun dan tidak habis mengerti, buru-buru dia mengulapkan tangan nya tanda tak usah banyak adat, katanya sambil tertawa, “Nona mu sedang kurang enak badan, perasaannya juga kurang baik, keluarlah lebih dulu”
Agaknya Siau kian juga tahu kalau gelagat tidak beres, dia tak berani banyak bicara lagi dan segera mengundurkan diri.
Dengan wajah dingin dan kaku Bwe Su-yok duduk seorang diri disudut ruangan, sambil tersenyum Hoa In-liong turut ambil tempat duduk, mereka berdua sama-sama tidak bersuara sehingga suasana dalam ruangan itu terasa murung dan sesak.
Tak lama kemudian Siau kian muncul menghidangkan air teh kemudian mundur kembali, melihat Bwe Su-yok belum juga bersuara, Hoa In-liong lantas berpikir, “Keadaan tak bisa dibiarkan begini terus, baik buruk persoalan harus dibikin jelas lebih dulu”
Maka dia lantas berkata, “Dapatkah aku berjumpa dulu dengan Si Leng jin dan pelayannya”
Menyaksikan betapa kuatirnya pemuda itu atas keselamatan Si Leng jin, Bwe Su-yok merasa hatinya menjadi kecut dan buru-buru ber paling untuk menahan melelehnya air mata, sementara dimulut dia menjawab dengan dingin “Aku toh sudah berkata sedari tadi, ia sudah mampus!”
Diam-diam Hoa In-liong merasa amat gusar, tapi setelah berpikir sebentar katanya lagi dengan suara dalam, “Mengapa sampai kini kau belum juga mau sadar. Mengapa kau musti bergaul terus dengan Hian-beng-kau. Jangan kau anggap Kok See-piau adalah seorang yang baik”
“Aku toh bukan anak berusia tiga tahun, tak usah kau campuri urusanku!” tukas Bwe Su-yok ketus.
Hoa In Hong mengerutkan dahinya, kemudian ia berkata lagi.
“Apakah kau masih ingin terus menerus terkecoh oleh orang lain tak enggan mendengarkan nasehat orang?”
“Kau itu apaku. Mengapa harus menasehati diriku?”
“Ini bukan nasehat, melainkan suatu peringatan bagimu” kata Hoa In-liong dengan wajah serius.
Tidak sampai pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, Bwe Su-yok telah bangkit berdiri katanya dengan dingin, “Mmm semua pembicaraan cuma kata-kata yang tak sedap didengar, maaf aku hendak mohon diri”
Sambil beranjak dia lantas membalikkan badan dan pergi meninggalkan tempat itu.
Melibat kekerasan kepala orang itu, Hoa In-liong tak kuasa menahan amarahnya, dia lantas menubruk kemuka sambil tertawa keras.
“Nona Bwe harap berhenti” Waktu itu Bwe Su-yok telah bersiap sedia, dia pun tidak puas karena kena dibekuk dalam satu gebrakan tadi sambil membalikkan tangannya dia melepaskan sebuah totokan kemuka, bersamaan itu pula kakinya melangkah dengan ilmu Loan ngo heng mi sian tun hoat.
Baru saja badannya bergerak, tiba-tiba pinggangnya terasa kencang dan tahu-tahu ia sadar dipeluk oleh Hoa In liang.
Sebagai seorang gadis yang angkuh dan bersifat dingin, selama hidup boleh dibilang tak pernah berbenturan badan dengan pria lain, bahkan bicara saling berhadapanpun jarang, bisa dibayang kan bagaimana paniknya ketika pinggangnya dipeluk oleh Hoa In-liong, sekarang sehingga tubuhnya boleh dibilang bersandar diatas dada pemuda itu, bau lelaki yang aneh membuat jantungnya berdebar keras.
Tapi dengan cepat ia dapat menguasahi diri kembali, tiba- tiba timbul rasa malu dan gusar yang bercampur aduk dalam benaknya, dia segera menjerit lengking, “Lepaskan aku!” Hoa In-liong segera lepas tangan, katanya dengan suara dalam, “Aku bertekad akan mencampuri urusan ini!”
Sedih dan kesal bercampur aduk dalam benak Bwe Su-yok ketika itu, mendadak satu ingatan muncul dalam benaknya, dengan ganas dia berkata, “Aku ingin melihat dengan cara apa kau hendak mencampuri urusanku…..!”
Sambil membalikkan jari tangannya tiba-tiba ia menotok jalan darah Ciat ho niat sendiri.
Hoa In-liong merasa amat terperanjat, dengan cepat dia menangkap pergelangan tangan kanan nya dan berkata sambil menghela napas panjang, “Su-yok mengapa kau harus menaruh salah paham terhadap maksud baikku?” Sekujur badan Bwe Su-yok gemetar keras, tiba-tiba air matanya jatuh bercucuran dengan deras, sambil menubruk ke dalam pelukan Hoa In-liong katanya terbata-bata, “Aku benci kepadamu………kau tak pernah menaruh perhatian kepadaku………aku………aku…….makanya akupun tak berani mengutarakan rahasia hatiku…”
Kesedihan yang memuncak membuat gadis itu tak kuasa menahan diri, ia menangis tersedu-sedu.
Dengan penuh kasih sayang, Hoa In-liong membelai rambutnya, lalu berkata dengan lembut.
“Sekalipun demikian, kau juga tak usah berbuat demikian!” “Aku ingin membuatmu sedih dan menderita, agar
menyesal sepanjang masa”
Timbul perasaan kasihan dan sayang dalam hati Hoa In- liong terhadap dara itu sambil menghela napas keluhnya, “Aaai….! Kau ini si budak dungu….. ” Tiba-tiba terdengar bunyi suara langkah manusia berkumandang datang dari ruangan pe rahu, sambil mengerutkan dahinya Hoa In-liong segera berpikir.
“Mungkin Un Yong ciau sekalian yang merasa tidak tenteram datang menjenguk!”
Berpikir demikian, dia lantas membimbing bangun Bwe Su- yok sambil berbisik, “Ada orang datang!”
Buru-buru Bwe Si yok berdiri tegak dan menyeka air matanya, tapi sebelum kering tiba-tiba seorang gadis cantik muncul di situ, ternyata dara itu tak lain adalah Si Leng jin. Hoa In-liong menjadi tertegun menyaksikan ke munculan dara itu, serunya tanpa sadar:
“Kau tidak mengapa?”
Si Leng jin memutar biji matanya dan segera menangkap bekas air mata yang masih membasahi pipi Bwe Su-yok, katanya kemudian dengan wajah tercengang:
“Enci Su-yok, kau menangis?”
“Huuss, jangan sembarangan bicara!” buru-buru Bwe Su- yok menukas dengan wajah berubah menjadi merah jengah.
Si Leng jin segera berpaling kembali, omelnya, “Engkoh Liong, aku dengar dari Siau kian katanya kalian sedang cekcok, maka aku buru-buru kemari, mengapa kau musti menganiaya enci Su-yok……?”
ooooooOoooooo 60
Hoa In-liong tertawa getir dan tak bisa membantah, sementara dalam hatinya ia berpikir, “Aneh, kalau didengar dari perkataan Leng jin ini, tampaknya ia condong kepadanya, agaknya hubungan kedua orang ini sudah cukup akrab, heran, apa yang telah terjadi?”
Sementara ia masih berpikir, si Leng jin telah berkata kembali.
“Aku tahu, sudah pasti beberapa ucapan dari enci Yok telah menggusarkan hatimu, yaa bukan?”
Setelah berhenti sajenak, sambil tertawa dia melanjutkan. “Enci Yok sangat baik kepadaku, kami sudah mengikat diri sebagai saudara angkat, soal lain tak usah dibicarakan, namun dalam hati enci Su-yok hanya ada satu orang, cuma orang itu tidak memahami tindak handuk serta segala perbuatannya, sebaliknya malah justru merata tidak berkenan dengan segala perbuatannya, engkoh Liong coba menurut pendapatmu, manusia semacam ini menggemaskan atau tidak?”
Mendengar ucapan itu, Bwe Su-yok merasakan hati kecilnya tersentuh, kembali ia mengucurkan air mata dengan sedih.
“Adikku yang baik!” cepat-cepat katanya “buat apa dia musti tahu? Siapa suruh aku mencari penyakit buat diriku sendiri?”
Perkataan dari Si Leng jin ini sama sekali diluar dugaan Hoa In-liong, rasa sesal segera muncul dalam hatinya, ia menatap wajah Bwe Su-yok, bibirnya bergerak ingin mengucapkan beberapa patah kata minta maaf, tapi dia tak tahu darimana harus mulai dengan perka taannya itu…..
Si Leng jin ikut terbungkam, matanya berkaca-kaca sehingga tiba- tiba suasana dalam ruangan itu menjadi hening.
Tiba-tiba dari luar ruangan terdengar seseorang berseru dengan suara lantang.
“Lapor kaucu, Kaucu generasi yang lalu telah membawa orang datang kemari!”
Diam-diam Hoa In-liong merasa terkejut, segera pikirnya, “Kalau dilihat dari sini, jelaslah sudah bahwa mundurnya Kiu- im-kaucu dengan memberikan kedudukannya kepada Bwe Su- yok tidak lebih hanya suatu siasat licik.
Bwe Su-yok sendiripun kelihatan agak tertegun, menyusul kemudian dengan suara lirih gumamnya, “Yang bakal datang tak akan bisa lolos, buat apa musti menghindarkan diri?
Setelah mantapkan hati dia lantas berseru kepada orang di luar.
“Aku segera akan menyambut kedatangan dia orang tua, harap kalian semua membuat persiapan!”
Tak lama kemudian mereka bertiga sudah tiba diatas geladak.
Tampak matahari yang merah telah tenggelam dilangit barat, diantara awan berwarna putih tampak pancaran sinar ke emas-emasan yang kelihatan sangat indah memancar ke empat penjuru.
Dari sudut utara sana muncul serombongan ar mada kapal laut, sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa armada itu terdiri dari suatu jumlah kekuatan yang besar sekali.
Dibawah sinar matahari, terlihat jelas panji kepala setan dari Kiu-im-kau berkibar terhembus angin sementara tiga buah perahu dari Jin Hian sudah tak nampak bayangan lagi.
Terkesiap juga Hoa In-liong menyaksikan kesemuanya itu, diam-diam pikirnya, “Ternyata Kiu-im-kau selalu menyembunyikan kekuatan mereka yang sesungguhnya, ditinjau dari situasi saat ini, mungkin saja kesemuanya ini adalah hasil rencana dari Kiu-im-kaucu yang memang berhasrat menjumpai para jago ditengah lautan. aai… gembong-gembong iblis ini betul-betul licik dan banyak tipu muslihatnya”
Berpikir sampai disitiu dia lantas mengamati perahu pertama yang makin mendekat itu, tapi setelah menyaksikan beberapa orang yang berdiri di ujung geladak itu ia menjadi amat tercengang, teriaknya kemudian dengan lantang, “Toako, mengapa kau juga datang?”
Terdengar Hao Si menjawab dengan suara keras, “Ayah dan ibu sebentar juga akan menyusul ke mari dengan membawa serta nona Jin Jite, tahukah kau akan hal ini?”
Kejut dan gembira Hoa In-liong setelah mendengar perkataan itu, teriaknya lagi, “Kapan mereka baru sampai disini?”
“Paling lambat juga satu hari lagi”
“Bagaimana dengan Jin Hian? Apakah sudah berhasil dihadang?”
“Jin Hian telah bersedia untuk mengasingkan diri ditempat terpencil dan selama hidup tidak muncul kembali dalam dunia persilatan, maka kami biarkan mereka pergi. Diatas darat masih terdapat banyak rekan persilatan dari pelbagai penjuru yang menantikan kedatangan kita, soal lain nanti saja kita bicarakan lagi, jaraknya terlalu jauh tak enak untuk bercakap- cakap.
Sementara itu para jago pun ada separuh bagian sudah naik keatas perahu besar dan bertarung disitu, tapi setelah dilihatnya orang-orang keluarga Hoa datang bersamaan Kiu- im-kau, dengan perasaan tercengang, masing-masing pihak segera menghentikan pertarungan dan menengok ke depan. Tiba-tiba dari antara deretan orang yang berdiri diantara Kiu-im-kaucu itu, Coa hujin, Swan Bun sian menemukan seorang lelaki gagah berbaju perlente, tanpa terasa dia landas berteriak keras.
“Goan hau!”
Dengan wajah berseri dan penuh pergolakan emosi, lelaki berbaju parlente itupun berteriak, “Bun sian baik-baikkah kau? Apakah kakek dia orang tua juga baik? Bagaimana dengan anak-anak?”
Menyinggung soal anak, Coa Wi-wi segera mengalihkan pandangan matanya kearah lelaki kekar itu, ia merasa ada suatu hubungan batin yang erat muncul dalam hatinya, segera ditariknya ujung baju ibunya sambil berbisik.
“Ibu apakah dia ayah?”
Setelah berjumpa muka dengan suaminya yang sudah banyak tahun tak pernah bersua, Coa hujin merasakan suatu pergolakan perasaan yang amat hebat, mendengar perkataan itu dia lantas mengangguk.
Sementara itu seorang kakek berwajah cerah yang berdiri disebelah kiri Kiu-im-kaucu sedang mengamati ke sana kemari dengan pandangan tajam, kemudian dengan lantang dia berseru, “Anak Jin, dimana kau?” Mendengar suara itu, bagaikan baru sadar dari impian setelah tertegun sejenak Si Leng jin berteriak kegirangan, “Ayah, anak Jin berada disini!” Tiba-tiba terjadi kegaduhan dalam tubuh orang-orang Hian- beng-kau.
Ketika Kok See-piau menyaksikan orang-orang Kiu-im-kau berubah haluan, apalagi menyaksikan kemunculan Si Seng tek dan melihat ketidak siapan anak buahnya, tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya, tanpa banyak berbicara lagi, tiba-tiba ia berpekik nyaring.
Mendengar tanda rahasia tersebut, orang-orang Hian-beng- kau segera bergerak menyergap orang-orang Kiu-im-kau.
Dari delapan buah tersebut, selain perahu yang ditumpangi Bwe Su-yok, hampir sebagian besar anggotanya adalah orang- orang Hian-beng-kau, rupanya Kok See-piau memang punya rencana sampai kesitu, dengan mengatur jago-jagonya sedemikian rupa.
Kendatipun Kiu-im-kau sendiri juga mengadakan persiapan mana mungkin mereka bisa melawan musuh sebayak itu, dalam waktu singkat ada yang mati tersergap adapula yang mencebur kelaut dengau membawa luka, separuh bagian diantaranya tahu-tahu sudah meninggalkan perahu.
Cepat-cepat orang-orang Hian-beng-kau memutar haluan dan ingin membalikkan perahunya untuk kabur dari situ.
Tiba-tiba Kiu-im-kaucu membentak keras, “Kok See-piau, kau benar-benar tak tahu diri, jika tidak menghentikan perbuatanmu itu bila kubiarkan orang Hian-beng-kau bisa lolos seorangpun aku segera akan bunuh diri. Lautan ini amat luas, tak mungkin kau bisa meloloskan diri”
Kok See-piau segera tertawa dingin. “Heeeh……..heehh…..hhheeh…..bagaimanpun juga toh
sama saja, mau beradu jiwa juga boleh”
“Tidak demikian persoalannya kata Kiu-im-kaucu dengan suara dalam, aku tak ada minat untuk membasmi kalian diatas lautan, telah tiba diatas daratan nanti Hoa kongcu sekalian yang akan membereskan persoalan ini dengan kalian sendiri, pihak kami mengundurkan diri dari persoalan ini”
Mula-mula Kok See-piau agak tertegun kemudian baru mengerti, dia tahu rupanya perempuan ini membiarkan pihak pendekar bertarung dengan pihaknya lebih dulu, sebab bagaimanapun jua bagi Kiu-im-kau hanya ada keuntungan tanpa kerugian.
Sebaiknya bila bertarung diatas lautan, Kiu-im-kau sudah pasti akan bekerja sama dengan pihak pendekar, sudah pasti Hian-beng-kau akan punah sama sekali kekuatannya, kendatipun Cho Thian hua menunjang dirinya”
Maka setelah berpikir sejenak, terpaksa ia berteriak keras. “Semua anggota Hian-beng-kau segera menghentikan
pertempuran!”
Mendengar teriakan itu, terpaksa para jago Hian-beng-kau menghentikan pertarungan dan membiarkan orang-orang Kiu- im-kau untuk menjalankan perahunya untuk bergabung dengan armada lainnya.
Dengan gerakan yang cepat, perahu dari kedua belah pihak saling mendekat, dalam waktu singkat perahu-perahu itu sudah beradu muka, sekali pun cepat dalam waktu namun lama dalam penantian bagi mereka yang berharap bisa cepat bertemu dengan rekan-rekan dekatnya.
Tiba-tiba terdangar Kok See-piau mengejek sambil tertawa dingin, “Kiu-im-kaucu, kalian terhitung juga suatu perkumpulan besar, tapi kenyataannya membatalkau persekutuan ditengah jalan, bila kabar ini sampai tersiar dalam dunia persilatan, apakah kalian tidak malu ditertawakan orang?” Kiu-im-kaucu mendengus dingin.
“Hmm! Kau berniat busuk dengan mengutus Huan Tong untuk mencari info dipihak kami, kau anggap kami tidak tahu? Oleh karena dihari-hari biasa dia cukup tunduk dan patuh padaku maka aku melepaskannya untuk pergi. Tang Kwik-siu berniat busuk menyergap partai-partai besar akhirnya toh mereka juga kalah total. Sesungguhnya dihari ini aku telah menyusun suatu rencana bagus untuk membasmi semua pendekar dari golongan putih termasuk pula dirimu, tak nyana kalau Hoa tayhiap suami istri lebih lihay, sebelum rencanaku dilaksanakan dengan sepatah kata mereka, aku bisa ditaklukan, maka rencana itu kubatalkan. Nah, sekarang rasanya kita juga tak usah banyak bicara, dalam hati kita semua tentu lebih mengerti daripada orang lain mengapa aku musti takut ditertawakan orang?”
Jawaban itu sama sekali diluar dugaan semua orang, tapi semakin jelas menunjuk kan betapa tangguhnya kekuatan yang dimiliki tiga kekuatan besar dunia dan bagaimana cerdasnya otak-otak para pemimpinnya, andaikata sampai terjadi bentrokan kekerasan, sudah pasti darah akan berceceran dan mayat akan menggunung, kepandaian orang- orang keluarga Hoa untuk menduga sebelum terjadinya bencana juga mengagumkan, ini membuat mereka yang diam- diam mengomel atas ketidak hadiran Hoa Thian-hong merasa malu sendiri.
Tiba-tiba Hui Tong melompat ke laut untuk melarikan diri, Un Yong cian dengan gusar membentak keras dan siap mengejar, tapi Kiu-im-kaucu segera mengebaskan tangannya sambilberkata: Un huhoat, tak usah di kejar, ada orang lain yang akan membereskan dirinya. Dengan wajah hijau membesi Kok See-piau segera berseru, “Bagus, bagus, pun sinkun tidak percaya kalau kau bakal berakhir dengan baik, kita tunggu saja perkembangan selanjutnya!”
Sementara pembicaraan sedang berlangsung, perahu dari kedua belah pihak telah saling melintas, Goan cing taysu, keluarga Coa, Si Leng jin, Bwe Su-yok dan Hoa In-liong sekalian segera berlompatan keatas perahunya Kiu-im-kaucu, sedangkan pengemudi perahu tersebut tanpa dipesan lagi segera memutar kemudi dan berlayar balik kearah samudra. Pertama-tama Coa Goan hau menjumpai dahulu diri Goan cing taysu.
Dengan suara lembut Goan cing taysu segera berkata, “Tak usah banyak adat, jumpailah anak Sian!”
Coa hujin segera menitahkan putra putrinya untuk maju menjumpai ayahnya, setelah memberi hormat, Coa Cong gi menyingkir ke samping sedang Coa Wi-wi menubruk kepelukan ayahnya.
Menyaksikan putra putrinya sudah dewasa, Coa Goan hau merasakan hatinya bergetar keras, sambil memeluk sang putri dan memandang istrinya, ia cuma bisa menggetarkan bibirnya tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Agaknya suami istri berdua mempunyai beribu-ribu kata yang menyumbat didalam dada, tapi tak sepotong katapun bisa diucapkan, setelah termenung agak lama, Coa Goan hau baru berbisik dengan lirih.
“Bun sian, selama ini banyak tahun kau tentu amat menderita bukan?” Bersamaan waktunya, Si Leng jin juga berpelukan dengan ayahnya, sambil mengusap rambut putrinya dengan perasaan menyesal, Si Seng tek berkata, “Jin ji, aku sudah membuatmu menderita, aku merasa bersalah kepadamu”
Sedangkan Bwe Su-yok berlutut didepan Kiu-im-kaucu sambil me ngangsurkan tongkat kepala setannya kepada gurunya, dengan sedih ia berkata, “Yok ji tak becus, tak pandai bekerja, harap im su menarik kembali tongkat kekuasaan ini dan menjatuhkan hukuman kepada Ku”
Kiu-im-kaucu agak tertegun, kemudian sambil tertawa katanya, “Yok ji, semua perbuatan mu telah kuketahui, perbuatanmu selama ini bagus sekali, aku justru merasa gembira karena menemukan orang yang tepat, dengan demikian akupun bisa mengundurkan diri dengan hati yang lega”
Tapi dengan tekad yang sudah bulat, Bwe Su-yok kembali memohon, “Suhu, Yok ji tak sanggup memikul beban yang sangat berat ini”
Kiu-im-kaucu segera mengerutkan dahinya sambi1 termenung sejenak, tiba-tiba dia meengganguk dan menerima kembali tongkat berkepala setan itu, katanya dengan lembut, “Rahasia hatimu bukamnya tidak kupahami, tapi kedudukan seorang kaucu adalah berat dan agung, tidak mudah diganti semaunya sendiri, aku lihat lebih baik kau menerimanya dan melaksanakannya lebih lanjut, begini saja, untuk sementara waktu aku akan melaksanakannya untukmu, sedang kau boleh menggunakan kesempatan ini melatih diri, menanti perasaanmu menjadi tenang kembali, kedudukan kaucu ini baru kau tempati lebih jauh, bagaimana menurut pandanganmu Yok?” Bwe Su-yok tahu bahwa permintaannya tak mungkin bisa dikabulkan, sikap gurunya sekarangpun sudah terhitung cukup baik, ia tahu bila mendesak kelewat batas bisa jadi kehidupan selanjutnya akan susah dipertahankan, maka dengan wajah sedih dia memberi hormat dan kemudian bangkit berdiri serta berdiri dibelakang Kiu-im-kaucu.
Dua bersaudara Hoa pun berdiri menonton dari samping sambil tertawa setelah berbicara sebentar.
Pertemuan antara keluarga Coa dan keluarga Si ini jauh sebelumnya telah berada dalam dugaan Hoa In-liong.
Ketika Hoa In-liong berhasil menyelamat kan Coa Goan hau dan Si seng tek tempo hari, dia menghantar mereka langsung ke keluarga Hoa.
Sesungguhnya ilmu silat Si seng tek telah punah karena pengaruh obat pembuyar tenaga, tapi dibawah perawatan dari Chin si hujin, kekuatannya telah dapat didapatkan kembali, sewaktu kedua orang itu tahu kalau Hoa In-liong hendak menghadapi Tang Kwik-siu, maka mereka segera menyusul tiba.
Dari sekian banyak orang, hanya Bwe Su-yok seorang yang merasa sedih bercampur murung, ia tak tahu bagaimana perasaannya waktu itu.
Sedangkan para jago dari Kiu-im-kau juga rata-rata tertegun oleh kenyataan didepan mata.
Angin malam yang kencang membawa perahu mereka bergerak lebih cepat kedaratan, menggunakan kesempatan sewaktu air sedang pasang mereka segera berlabuh dalam sebuah teluk. Diatas darat tampak rombongan manusia yang sangat banyak berkumpul disekitar sana, ketika para jago turun dari perahu, de ngan cepat mereka lantas menggabungkan diri.
Begitu naik ke daratan, Kok See-piau cepat-cepat memutuskan untuk angkat kaki dari situ, dia berniat menghimpun dulu kekua tannya kemudian baru membalas dendam sakit hati ini dikemudian hari.
Siapa tahu teluk tersebut merupakan suatu kantor cabang rahasia dari Kiu-im-kau, tiga penjuru berupa gunung dengan satu arah menghadap ke lautan, situasi medannya amat strategis dengan tiap mulut jalan dijaga oleh sejumlah anggota Kiu-im-kau.
Dalam pada itu, para jago Kiu-im-kau yang baru naik kedaratpun dengan cepat menutup semua jalan pergi mereka, dengan demikian sekeliling tempat itu sudah terkepung rapat- rapat.
Kok See-piau yang menyaksikan kejadian itu dengan cepat memahami siasat busuk dari Kiu-im-kaucu, rupanya andaikata pihak pendekar tidak membasmi mereka maka Kiu-im-kaucu pun tak akan melepaskan pihaknya keluar dari situ dengan selamat, karena itu diundangnya kekuatan para pendekar untuk berkumpul disitu dan bersama-sama membasmi Hian- beng-kau.
Tak terlukiskan rasa bencinya didalam hati, saking gemasnya sepasang gigi sampai bergemerutukan keras, sambil tertawa dingin teriaknya keras-keras.
“Kiu-im-kaucu, bagus sekali siasatmu ini, rupanya kembali ingin menjadi nelayan yang mujur?” Kiu-im-kaucu segera tertawa terbahak-bahak, “Haaahh
…haaahh…….haaahh……. kau ini manusia seperti apa? Terserah apa yang hendak kaukatakan, pokoknya yang ada, kehadiran Hian-beng-kau didunia ini tak lebih cuma meninggalkan bibit bencana bagi umat persilatan”
Biau-nia Sam-sian paling mendendam terhadap pihak Hian- beng-kau, terutama setelah nyaris mampus ditangan Cho Thian hua.
Mendengar perkataan itu dengan cepat Lan hoa siancu berseru, “Betul, demi dunia persilatan kita tak boleh melepaskan orang orang Hian-beng-kau!”
“Liong ji!” seru Siau yau sian Cu Thong pula dengan dingin ” bila Kok See-piau sampai lolos aku akan minta pertanggungan jawabmu!”
Si jago tua ini rupanya paling benci terhadap Kok See-piau. Setelah menyaksikan keadaan yang dihadapinya itu,
tahulah Kok See-piau bahwa mustahil baginya untuk
meloloskan diri, dia menjadi sekad dan segera mengambil keputusan untuk melakukan perlawanan dengan punggung menghadap keair.
Tiba-tiba Go Tang cuan berbisik kepada Kok See-piau dengan ilmu menyampaikan suara, “Sinkun, pihak Kiu-im-kau bertahan diluar, bila kita harus bertarung melawan pihak golongan putih, mustahil buat kita lolos, sebaliknya jika Kiu- im-kau juga kita paksa untuk terjun dalam suatu pertarungan massal maka dalam kekalutan besar kemungkinan kita bisa lolos dari sini”
Dengan cepat Kok See-piau memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ternyata apa yang diucapkan memang benar, harapannya untuk hidup segera muncul, tak tahan lagi dia tertawa terbahak-bahak.
“Haaaaahh…..haaahhh…. hhaaahh…. Go Hu kaucu, pun sinkun akan menggantungkan padamu!”
“Tidak berani, asal hamba pasti akan ku usahakan sedapat mungkin…..” Kecerdasan otak kedua orang itu sangat luar biasa, dalam keadaan terdesak pun mereka masih sanggup untuk melihat keadaan sambil menyusun rencana..
Tiba-tiba Go Tang cuan maju ke depan dengan langkah lebar kemuka Kiu-im-kaucu, katanya dengan dingin:
“Kiu-im-kau menghianati persekutuan, perbuatan kalian sungguh memalukan, aku Hu kaucu dari Hian-beng-kau ingin minta keadilan darimu!”
Kiu-im-kaucu tertawa hambar. “Jika kau ingin cepat mampus, aku pasti akan memenuhi keinginanmu itu….”
Dia lantas mengulapkan tangannya memberi tanda, Sin Seng sam cepat melompat ke depan sambil berkata dengan dingin.
“Pun tongcu siap melayani dirimu!”
Go Tang cuan memang bermaksud kesitu, sambil mendengus dingin dia lantas maju sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke lambung lawan.
Ketika dilihatnya serangan dari Sin Seng sam tersebut sederhana tiada sesuatu yang aneh, dia lantas bergerak maju ke depan sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat, timbul pandangan rendahnya atas kemampuan lawan. Sambil tertawa seram, katanya, “Namanya saja seorang hu kaucu dari Hian-beng-kau……”
Belum habis dia berkata, desingan angin tajam telah menyambar lewat, tahu-tahu cakar musuh telah tiba diatas dadanya, Sin Seng sam amat terkejut, peluh dingin membasahi tubuhnya, untung saja ilmu langkah loan ngo heng mi sian tun huat yang dimilikinya amat sempurna, dalam keadaan kritis dia berhasil menghindari ancaman tersebut.
Terdengar Go Tang cuan tertawa nyaring, mendadak dari antara jurus- jurus serangan-nya muncul serangkaian ilmu pukulan yang aneh sekali.
Sin Seng sam tak sempat untuk menghindarinya, dengan memaksakan diri ia lantas menyambut kelima buah serangan lawan dengan keras lawan keras, akibatnya dia merasakan darah panas didalam dadanya bergolak keras, nyaris dia jatah terhuyung.
Sementara itu Go Tang cuan menggunakan kesempatan tersebut menerjang maju ke muka sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke dada lawan.
Pukalan yang dilepaskan ini sama sekali diluar kebiasaan, sulit buat Sin Seng sam untuk meloloskan diri, terpaksa dia harus miringkan badan sambil menjejakkan kakinya keras keras.
“Kraaak…….” pukulan dari Go Tang cuan itu bersarang telak diatas bahu Sin Sang sam yang membuat tulang bahunya hancur berantakan, tubuhnya segera terlempar sejauh dua kaki lebih.
Khong Im sangat terperanjat dan buru-baru menyambut tubuhnya, ketika diperiksa tampak paras maka Sin Seng sam pucat pias seperti mayat, ia sudah berada dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Jelek-jelek begitu Sin Seng sam adalah Coanto tongcu dari perkumpulan Kiu-im-kau, kekalahan yang dideritanya dalam waktu singkat ini meski disebabkan oleh keteledorannya, namun semua orang lantas tahu kalau Go Tang cuan sebagai seorang Hu kaucu pasti memiliki ilmu silat yang luar biasa sekali.
Bukti yang tampak sekarang betul-betul diluar dugaan siapapun, saking marahnya Kiu-im-kaucu sampai tertawa dingin tiada hentinya, Kiu im suciat segera terjun kearena pertarungan sedangkan dari pihak Hian-beng-kau segera bermunculan pula Bu Beng san, Phoa Siu, Pi Cok liang dan lain-lainnya, suatu pertarungan masal agaknya segera akan berkobar.
Go Tang cuan yang menyaksikan siasatnya sudah hampir berhasil segera ter tawa terbahak-bahak, tapi pada saat itulah ia menyaksikan seorang tokoh setengah umur yang cantik dengan tangan kirinya mencengkeram seorang nona yang berwajah kuyu dan kurus melintas masuk kedalam arena, begitu tahu kalau mereka adalah istrinya Thia Siok-bi dan putrinya Go Hong giok, gelak tertawanya seketika berhenti.
Terdengar Thia Siok-bi berkata dengan nyaring, “Tang cuan, mengapa kau tidak segera ikut kita mengasingkan diri? Apalagi yang hendak kau nantikan?”
Go Tang cuan tertegun, sementara wajahnya masih berubah-ubah, terdengar Go Hong giok berpekik sedih:
“Ayah!” Begitu mendengar teriakan putrinya, Go Tang cuan merasakan darah panas didalam dadanya bergolak keras, cepat-cepat dia menjura kepada Kok See-piau sambil berkata, “Bukan aku Go Tang cuan melarikan diri disaat bahaya, aku harap kau sudi memaklumi keadaanku!”
Kok See-piau segera mengulapkan tangannya sumbil menukas, “Sebelum semuanya ini terjadi, kita sudah ada perjanjian lebih dulu, setiap saat kau boleh pergi, tak usah banyak bicara lagi!”
“Terima kasih atas kebaikan sinkun!” Go Tang cuan segera menjura, kemudian setelah memberi hormat keempat penjuru dia membalikkan badan siap pergi.
Tiba-tiba terdengar Bu beng san berseru dengan penuh kegusaran, “Penghianat yang tidak setia kawan, serahkan selembar nyawamu!”
Sepasang telapak tangannya segera diputar lalu segelung tenaga serangan yang maha dahsyat dengan cepat menggulung ke muka, Go Tang cuan mendengus tertahan, tubuhnya terpental sejauh beberapa kaki oleh sapuan tenaga serangan itu, lalu sambil muntah darah ia mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, sebelum berhasil berdiri tegak.
Thian Siok-bi, ibu dan anak menjerit kaget, sementara Bu Beng san yang berhasil melukai musuhnya secara gampang juga tertegun tapi dengan cepat ia menggerakan badannya menyusul ke depan sambil bersiap-siap melepaskan serangan lagi.
Tampak Go Tang cuan membesut noda darah dari ujung bibirnya, kemudian seraya berpaling tegurnya keren. “Saudara Bu jangan keterlaluan! Sebelum masuk menjadi anggata, aku orang She Go telah mengikat janji lebih dulu dengan sinkun, bahwasanya setiap saat aku bisa peroleh kebebasanku, serangan yang kau hadiahkan kepadaku tadi sebagai petunjuk bahwa aku merasa menyesal sekali”
“Kentut busuk!” seru Bu Beng san sambil menyeringai seram, “enak betul jalan pemikiranmu itu”
Telapak tangannya segera diayunkan lagi ke depan dan sebuah serangan maut sekali lagi dilepaskan. Dalam keadaan terluka parah, Go Tang cuan tak berani menerima ancaman itu dengan keras lawan keras, dengan cepat ia menggeserkan kaki sambil memutar badan, ia bersiap siap-siap untuk menghindarkan diri dari ancaman itu.
Mendadak terdengar Bu Beng san menjerit kaget, tangan kirinya segera nemegangi pergelangan tangan kanannya sambil melayang mundur dua kaki kebelakang, kemudian sambil menggigit bibir menahan diri serunya, “Anjing cilik”. Hebat betul kepandaianmu untuk main sergap”
Berhasil melukai pergelangan tangan Bu Beng san, Hoa In- liong hampir tidak ambil perduli atas omelan musuhnya, kepada Go Tang cuan dia menjura lalu serunya, “Kami mempunyai cara penyembuhan yang sangat jitu untuk mengobati luka dalam yang diderita Hong giok, silahkan pindah kemari”
Hoa Si juga turut maju sambil menjura sambungnya. “Boanpwe dengan segala tulus hati mengundang saudara
bertiga untuk menginap selama beberapa hari dalam
perkampungan Liok sat san ceng kami….” Sejak melangkah ke tengah arena tadi, Go Hong giok selalu menga-lihkan sorot mata nya mengawasi wajah Hoa In-liong yang tampan itu, seolah-olah sesudah itu dia tak akan berjumpa lagi untuk selamanya.
Mendengar tawaran tersebut, tiba-tiba ia menyela, “Luka yang kuderita tidak parah, ayah, mari kita pergi dan sini”
Ucapan itu tegas dan serius, seolah-olah gadis itu sudah mengambil keputusan yang bulat.
Tapi, ambisi Go Tang cuan waktu itu sudah punah, apa yang dipikirkan olehnya sekarang adalah masalah yang menyangkut ke sehatan Go Hong giok, sudah barang tentu dia enggan untuk menuruti perkataan putrinya itu.
Setelah termenung beberapa saat, ujarnya kepada Go Hong giok dengan suara lembut. “Giok ji, ayah ingin memohon sesuatu ke padamu, bersediakah kau untuk mengabulkannya?”
“Oh ayah!” sahut Go Hong giok dengan sedih, “kau membuat putrimu tak berani mengangkat kepala, apapun permintaan ayah, putrimu pasti akan menurutinya”
Go Tang cuan segera menghela napas panjang sambil berpaling, katanya kemudian, Istri dan anakku pasti akan mengganggu beberapa hari didalam perkampungan kalian, sekarang lohu masih ada sedikit urusan, biarlah aku lakukan hal ini lain waktu saji”
Setelah memberi hormat dan menengok sekejap kearah istri dan anaknya, ia membalikkan badan dan berlalu dari situ.
“Ayah!” Go Hong giok segera menjerit keras. Titik air mata juga berlinang membasahi wajah Thia Siok- bi, katanya kemudian.
“Giok ji ayahmu merasa amat menyesal sekali kepadamu, untuk menebus dosanya ia pasti berangkat ke bukit Tiang pek san untuk mencarikan jinsom bagimu, padahal pekerjaan ini bukan suatu pekerjaan yang gampang, mungkin belasan tahun kemudian usaha ini baru berhasil, mungkin juga lebih lama, tapi kau tak usah menghalangi niatnya itu, kalau tidak, sekalipun dia tetap tinggal tersama kita, hatinya akan menderita sepanjang masa, demi kau terpaksa akupun bersedia untuk tunduk dan memohon bantuan orang”
Go Hong giok merasa amat terharu sekali, sebenarnya ia memang tidak menaruh perasaan apa-apa terhadap ayahnya, tapi ketika dilihatnya ayahnya bersedia mendaki bukit yang tinggi, menahan siksaan hawa dingin, ancaman binatang buas dan berusaha untuk mencari obat baginya, ia merasa, rasa haru yang muncul dalam hatinya sungguh tak terlukiskan dengan kata-kata.
Dengan suara lembut, Hoa In-liong segera berkata” “Hong giok, tak usah bersedih hati lagi, kini empok telah
bertobat kembali dari jalan sesat semestinya kalau kejadian ini perlu dirayakan, betul kepergiannya kali ini hanya sementara, tapi hal mana bisa meringgankan siksaan dan penderitaan dalam hatinya, kalau tidak membiarkan dia pergi menuruti suara hatinya, mungkin sampai mati pun dia tak akan mati dengan mata meram”
Dengan terjadinya peristiwa ini, Kok See-piau betul-betul merasa gusar sekali, tapi Go Tang cuan memang berilmu tinggi, lagipula mereka mempunyai perjanjian lebih dulu, bila sampai disinggung maka hal mana justru akan mengurangi martabat serta kekuatan sendiri Maka dari itu, untuk sesaat dia menjadi apa boleh buat, terpaksa semua kemarahannya dilampiaskan ke tubuh Hoa In- liong, tiba-tiba bentaknya dengan geram, “Orang she Hoa, kau tak usah berlagak sok?”
Hoa In-liong tertawa dingin, tiba-tiba ia menjura kepada Si Seng tek.
Si Seng tek manggut-manggut lalu keluar dari rombongan, serunya dengan suara lantang.
“Kok See-piau, bila kau belum juga mau memadamkan pikiran sesatmu, aku orang she Si yang akan menjadi penyerang pertama”
Kok See-piau melirik sekejap kearahnya, lalu tertawa dingin, “Kau sendiri masih belum cukup cekatan, mana bisa dibandingkan denganku? Sekarang, apakah kau hendak mengandalkan keluarga Hoa sebagai tulang punggungmu untuk datang menuntut balas?” Si Seng tek tertawa hambar. “Sekalipun aku katakan belum tentu kau percaya, sesungguhnya aku orang she Si ingin berterima kasih kepadamu karena tidak sampai tertimpa musibah ini, sampai akhirnya aku orang she Si sebelum sampai keblingar oleh hasutanmu”
Kok See-piau tidak menjawab, dia cuma tertawa dingin tiada hentinya.
Dengan suara hambar, Si Seng tek berkata lagi.
“Kalau toh kau belum mau juga menyesal, aku orang she Si juga tak akan banyak berbicara lagi” Dia memandang sekejap keseluruh arena kemudian serunya dengan suara lantang, “Didalam perkumpulan Hian- beng-kau pasti masih terdapat saudara-saudara dari aku orang she Si dimasa lampau, bila kalian masih menginggat dengan hubungan persaudaraan kita dimasa lalu, silahkan datang kemari untuk mengadakan pembicaraan”
Semantara itu Hoa In-liong sedang berbisik sesuatu kepada Hoa Si, mendengar itu Hoa Si manggut-manggut, mendadak serunya dengan suara lantang, Dengarkanlah sahabat-sahabat dari Hian-beng-kau, situasi yang kalian hadapi sekarang rasanya tak perlu ku terangkan lagi, aku rasa kalian tentu juga cukup memahami bukan? Go hu kaucu saja sudah pergi, aku rasa kalian semua tentu mempunyai juga anak istri bahkan orang tua, apalah artinya untuk berjuang demi yang sesat?
Kami tidak bermaksud melakukan pembatalan, kami bersedia untuk mengikat tali persahabatan dengan kalian, siapa saja yang ingin bersahabat dengan kami, akan kami sambut dengan senang hati, sedang mereka yang ingin pergi juga tak akan kami halangi, aku hanya berharap setelah kejadian ini, janganlah kalian membantu kaum laknat lagi untuk berbuat kejahatan, hal mana sudah terlebih dari cukup bagiku”
Seusai berkata, kembali dia menjura ke empat penjuru.
Begitu Si Seng tek menampilkan diri, anak buahnya dulu yang kini bergabung dengan Hian-beng-kau sudah berniat untuk lari keluar, tapi berhubung peraturan dalam Hian-beng- kau sangat ketat, salah langkah bisa jadi akan berakibat kematian, maka sekalipun paras muka mereka telah berubah, tak seorangpun berani bersuara.
Dengan kepergian Go Tang cuan serta ucapan Hoa Si yang tepat pada waktunya, dengan cepat menggerakkan hati banyak orang, pikiran mereke mulai goyah, semangat bertempurpun sudah lenyap tak berbekas. Menyaksikan pikiran anak buahnya sudah mulai goyah, Kok See-piau segara berpikir, “Asal ada seorang saja yang berani memimpin, niscaya akan terjadi berubahan besar, perkumpulan kami pun akan musnah tak berbekas, aku harus menggunakan tangan keji untuk menguasahi mereka, asal pertarungan kembali berkobar, maka orangpun takkan berhianat lagi”
Ia berusaha keras untuk memutar otak dan menemukan cara yang terbaik untuk mengatasi kejadian ini, sementara hatinya masih gelisah, tiba-tiba dari sisi kiri bukit itu berkumandang suara panggilan yaag merdu tapi nyaring, “Suhu!”
Mendengar panggilan itu, semua jago segera berpaling.
Waktu itu kentongan ketiga sudah lewat, rembulan masih berada diatas awang-awang, dan menerangi jagad.
Dalam keadaan demikian, para jago dapat melihat jelas seorang nona berbaju putih dengan membawa belasan orang lelaki berbaju merah sedang menembusi penghadangan dari Butim tojin suheng te beserta orang-orang Kiu-im-kau untuk menyerbu kebawah bukit.
Begitu mengetahui kalau orang itu adalah Kok Gi pek, Hoa In-liong segera mengerutkan dahinya seraya berpikir.
“Aaai…….! Mau apa dia datang kemari?”
Kejut dan gusar menyelimuti pula perasaan Kok See-piau, dia segera membentak keras.
“Gi pek, kenapa kau tidak menuruti perkataanku? Apakah kau mengharapkan partai kita kehilangan ahli waris?” Sambil memutar pedang mestikanya, dengan gagah Kok Gi pek menjawab lantang.
“Selama para suheng masih hidup, partai Kiuci tak akan kehilangan ahli waris, tecu bersedia untuk hidup dan mati bersama suhu”
Mendengar perkataan itu, diam-diam para jago merasa kagum sekali atas kesetiaan dan kebaktiannya kepada guru dan perguruan, sayang gadis secantik ini harus tersesat pada golongan yang salah.
Sebelah kiri jalan tembus marupakan jurang yang dalam, sebelah kanan merupakan suatu jeram, jalan setapak yang menghubungkan tempat itu hanya seluas beberapa depa saja, keadaannya berbahaya sekali.
Beberapa kali terjangan Kok Gi pek selalu kena dihadang oleh para jago yang bertahan disana, kegagalan yang berulang membuat gadis itu gelisah bercampur marah, “Sreet! Sreeet! Sreet!” secara beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai yang ganas dan lihay.
Seorang anggota Kiu-im-kau tertusuk pedang nya, sambil menjerit kesakitan tubuhnya segera terlempar masuk kedalam jurang yang tak terkirakan dalamnya itu, sudah tentu selembar jiwanya tak bisa tertolong lagi.
Mendadak terdengar Bu tim tootiang berseru dengan suara dalam, “Nona Kok, pinto berbuat demikian demi kebaikanmu, hari ini suhumu pasti mampus, sedang usiamu masih begitu muda, apalah gunanya harus turut mati bersamanya?. cepatlah pergi meninggalkan tempat ini!” Kok Gi pek hanya menggigit bibir tidak menjawab, dengan jurus Tong liong kiu ci (naga sakti berliuk sembilan kali) pedangnya menciptakan sembilan titik cahaya putih yang segera menyelimuti seluruh angkasa.
Seorang tojin yang sedang menggurungnya tidak berniat untuk mencelakainya, siapa tahu gadis itu begitu lihay, karena kurang begitu berhati-hati, bahunya segera tersambar hingga berdarah.
Bu tim tojin menjadi amat gusar setelah menyaksikan kejadian itu, dengan suara menggelegar bentaknya, “Kalau toh kau begitu tak tahu diri, jangan salahkan kalau pinto tak akan sungkan-sungkan.
Permainan pedangnya semakin diperketat dengan menyerang semakin gencar lagi.
Kok Gi pek memutar pedangnya berahan terus dengan gigih, sementara kakinya bergeser mundur terus berulang kali.
Tiba-tiba terdengar Hoa In-liong menjerit kaget, “Hati-hati dengan kakimu!”
Bong pay dan pek Soh gi bersamaan waktunya berteriak pula keras-keras, “Tootiang, ampuni selembar jiwanya” Mendengar seruan-seruan itu, Bu tim tojin segera mengendorkan serangannya.
Tapi sayang sudah terlambat selangkah, mendadak kaki Kok Gi pek tergelincir, tidak sempat menjerit lagi tubuhnya terperosok masuk ke dalam jurang yang tiada terkira dalamnya itu. Paras muka Hoa In-liong segera berubah hebat, Bong pay suami istri menjadi sedih, sementara para jago lihay menjerit kaget.
Kok See-piau sendiri juga tertegun untuk beberapa saat lamanya, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan suara gelak tertawanya yang menyeramkan, suara gelak tertawanya itu keras, penuh kesedihan dan luapan perasaan dendam.
Dalam pada itu, Bu tim tootiang sendiri juga lagi memandang jurang yang sangat dalam itu dengan termangu- mangu, wajahnya kelihatan menyesal sekali, maka ketika didengarnya Kok See-piau terrawa seram, tiba-tiba ia membalikkan badannya sambil berseru dengan gemas, Kok See-piau, kau telah kehilangan murid mu yang setia, kenapa makin kelihatan gembira?”
Seperti sebutir peluru, tiba-tiba dia meluncur turun dari atas bukit tersebut.
“Haaahhh…aaahhh…haaahahh…. kenapa lohu tak boleh merasa bangga? Kenapa lohu tak boleh marasa gembira?” sahut Kok See-piau sambil tertawa seram terus menerus.
Para pendekar kaum lurus, para jago Kiu-im-kau maupun Hian-beng-kau sendiri sama-sama tertegun setelah mendengar jawaban tersebut bahkan Bu tim tojin sendiripun seketika terbungkam dengan wajah tertegun, ia menjumpai keadaan Kok See-piau seperti orang yang tidak waras……, Hoa In-liong yang cerdas segera merasakan sesuatu yang tak beres, pikirnya, “Aduh celaka, jangan-jangan begitu….
Menggigil keras sekujur badannya, dengan lantang dia lantas berseru, “Kok See-piau, apa yang kau gembirakan?” Kok See- piau berhenti tertawa, dengan suara menyeramkan katanya: “Sekalipun tidak kau tanyakan, lohu juga akan menggutarakannya heeehh…….heeehh………heeehhh, akhirnya aku orang she Kok menyaksikan juga manusia munafik yang berlagak sok mulia sok bijaksana menerima ganjarannya”
Dia adalah seorang gembong iblis yang berotak cerdas, ketika berbicara sampai disitu satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya, sambil tertawa dingin katanya kemudian.
“Orang she Hoa, ketika masih berada dibukit Ci san, kau pernah mendengar penuturan dari Jin Hian yang menceritakan kesengsaraannya, padahal apa yang dialaminya itu masih belum seberapa, apakah kau ingin mengetahui juga penderitaan yang kualami selama ini?”
Hoa In lioog tertegun, tapi ia segera tahu bahwa ucapan tersebut tentu ada sebabnya maka sambil menahan rasa sedih dan gusar katanya.
“Kalau toh kau mempunyai kegembiraan untuk berceritera, aku orang she Hoa akan mendengarkannya”
Sekali lagi Kok See-piau mendengarkan suara tertawa rendahnya yang mengerikan, kemudian berkata, “Berbicara yang sesungguhnya, hal ini tak bisa dikatakan sebagai kisah penderitaan lohu, tapi lebih tepat kalau dikatakan sebagai kisah bagaimana caranya lohu melanjutkan hidup selama ini”
Kiu-im-kaucu segera tertawa terbahak-bahak, serunya, “Aku rasa kehidupanmu tentu sengsara sekali. Tapi urusan ini tiada sangkut pautnya dengan kami, Kiu-im-kau merasa ogah untuk mendengarkan cerita usangmu itu”
Kok See-piau tidak ambil perduli perkataan itu, katanya kembali dengan lantang, “Orang she Hoa, tentunya kau tak tahu bagaimana perasaanmu itu, demi melatih ilmu yang sakti, lohu harus mengarang tubuh ku diatas api yang panas, kedinginan ditengah salju yang tebal, harus menahan penderitaan berat yang tak akan bisa ditahan oleh orang lain, beberapa kali kegagalan yang ku alami hampir saja membuatku untuk bunuh diri, tahukah kau, kekuatan apa yang selama ini menunjangku sehingga dapat tahan sampai sekarang?”
Ia berhenti sejenak, dengan sepasang mata yang merah membara, terusnya lebih jauh, Itulah dendam kesumat, hanya dendam kesumat yang bisa membuat lohu memiliki kekuatan baru untuk melanjutkan hidup, bukankah kesengsaraan yang kualami selama ini adalah pemberian dari manusia munafik yang berlagak sok baik hati dan bijaksana? Lohu bertekad tak akan melepaskan kalian dengan begitu saja, kalau hanya tersiksa melulu, hal mana masih terlalu keenakan bagi kalian, aku akan membuat kalian melakukan perbuatan yang melanggar hati naluri manusia, aku hendak menjerumuskan anak cucunya ke dalam neraka sehingga sepanjang masa menderita dan tersiksa…..”
Tiba-tiba segulung awan hitam menutupi cahaya rembulan, membuat suasana di sana menjadi gelap gulita, hawa napsu membunuh yang mengerikan serasa menyelimuti seluruh permukaan bumi.
Ketika semua orang mendengar suara ucapannya yang begitu keji dan menyeramkan itu, tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, dengan luapan perasaan dendam yang sedemikian dahsyatnya itu, sudah pasti dia mempunyai rencana yang busuk pula, malah ada yang secara lamat-lamat sudah merasakan apa yang telah terjadi meski selalu berharap agar kejadian itu bukan suatu kenyataan. Hoa In-liong sendiripun merasakan jantungnya berdebar keras, diam-diam pikirnya.
“Sungguh tak kusangka dia mengandung perasaan dendam yang begitu dalam terhadap kami, tak heran kalau rasa bencinya terhadap keluarga Hoa sudah merasuk sampai ke tulang sungsum.
Mendadak terdengar Cho Thian hua menimbrung.
“Sute, buat apa kau musti bersedih hati karena persoalan ini? Ih heng bersedia untuk membantumu membalas dendam”
“Lohu bersumpah sampai mati akan membantu sinkun untuk membalas dendam, sambung Leng lam it khi.
“Terima kasih banyak atas maksud baik kalian” Kok See- piau segera menjura dengan wajah serius.
Tiba-tiba dengan sorot mata tajam dia menyapu sekejap para jagonya yang bergabung dalam Hiang beng kau, kemudian serunya dengan suara lantang.
Semua anggota yang termasuk anak buah Saudara Si, silahkan balik keasalnya, seandainya saudara Si akan turun tangan untuk memusuhi kami, pun-sinkun juga tak akan menyalahkan, sedang sisanya bila ada yang ingin pergi meninggalkan tempat ini, silahkan pergi, pun-sinkun berjanji tak akan melacaki jejaknya, sedangkan pun-sinkun akan tetap tinggal disini untuk berduel dengan musuh sampai titik darah penghabisan”
Begitu ucapan tersebut diucapkan, baik jago dari golongan pendekar maupun jago dari Kiu-im-kau dan Hian-beng-kau menjadi tertegun, kejadian benar-benar diluar dugaan mereka. 000000000
61
Setelah suasana hening untuk beberapa saat lamanya, Thian ki thamcu dari perkumpulan Hian-beng-kau, Beng Wi cian tiba-tiba menjura kepada Kok See-piau sambil berkata, “Perintah dari sinkun, Beng Wi cian tak berani membangkang, kalau toh tidak setia kepada majikan lama, lebih susah setia kepada majikan baru, Wi cian sekalian segera akan mengundurkan diri dari sini, soal memusuhi tak mungkin akan kami lakukan”
Kok See-piau tertawa hambar. “Kalau memang demikian adanya, bila kita bersua kembali dikemudian hari kita masih tetap bersahabat”
Beng Wi cian segera memberi hormat dan berlalu dari sana.
Para jago bekas anak buah Si Seng tek pun berbondong- bondong memberi hormat kepada Kok See-piau dan meninggalkan barisan.
Dalam waktu singkat seratus orang lebih anggota Hian- beng-kau telah meninggalkan barisannya dan bersama-sama berdiri didepan Si Seng pek sambil memberi hormat, “Menjumpai majikan lama!”
“Si Seng tek mengulapkan tangannya seraya berkata.
Rupanya kalian semua masih belum melupakan diriku, bagus, mundur dulu kesamping dan siap menunggu perintah selanjutnya untuk bertempur!” Beng Wi cian segera menunjukkan sikap keberatan, agak termenung sebentar dia, kemu dian sambil memberi hormat katanya.
“Cukong boleh menitahkan kami sekalian untuk terjun kelautan api atau naik bukit golok, sampai matipun hamba sekalian tak akan membangkang, tapi kami benar-benar tidak merasa leluasa untuk menghadapi Hian-beng-kau”
Mendengar perkataan itu, Si Seng tek menjadi naik pitam, sambil menarik muka ia siap membentak.
Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Hoa In- liong telah berkata lebih duluan.
“Sudah sepantasnya demikian, Beng lo enghiong sekalian harap menonton di samping saja”
Beng Wi cian segera menjura kepada Hoa In-liong, katanya dengan penuh rasa berterima kasih, “Terima kasih Hoa kongcu atas kebaikan mu”
Sambil membawa orang-orangnya, mereka lantas mengundurkan diri ke samping.
Si Seng tek mengerutkan dahinya rapat-rapat, tapi berhubung Hoa In-liong adalah tuan penolongnya, dan lagi diapun tahu akan hubungan pemuda ini dengan putrinya, diapun tidak mengucapkan apa-apa.
Kepada Coa Goan hau katanya kemudian, sambil tertawa getir, “Siaute tak becus memimpin anak buah, harap Coa heng jangan mentertawakan” Coa Goan hau segera tersenyum.
“Aaah, mana, mana, entah dimanakah letak tujuan Kok See-piau dengan tindakan itu, penampilan rasa setia kawan yang diperlihatkan anak buah Ji heng benar-benar mengagumkan…..”
Sesungguhnya kedua orang ini masih terhitung famili, setelah bertemu muka dan mengetahui kalau derajat mereka seimbang, pembicaraan yang kemudian berlangsungpun mempererat hubungan mereka menjadi lebih akrab lagi.
Terdengar Kok See-piau berseru kembali “Masih adakah yang hendak pergi dari sini?”
Pi Cok liong sambil menghantamkan toya bajanya ke tanah, segera berteriak pula dengan lantang, “Hayo, mereka yang takut mampus cepat enyah dari barisan!”
Termakan oleh ucapan Kok See-piau tersebut, semangat para anggota Hian-beng-kau segera berkobar kembali, seru mereka hampir bersama.
Kami semua bersedia untuk mati dan hidup bersama Sinkun!”
Sesungguhnya perasaan hati para jago Hian-beng-kau sudah goyah dan setiap saat kemungkinan sekuli mereka akan memberontak, tapi dengan sikap dari Kok See-piau itu bukan saja bekas anak buah Si Seng tek yang meninggalkan barisan menunjukkan keengganannya untuk memusuhi mereka,bahkan jaga-jago perkumpulannya yang mulai goyah pikirannya pun menjadi bersemangat kembali, mau tak mau para jago merasa kagum juga oleh kecerdasan otaknya.
Dengan kening berkerut Hoa In-liong lantas berseru, “Kok See-piau, kau masih ada urusan lain?”
Kok See-piau tertawa dingin dengan seramnya.