Jilid 19: Perubahan sikap Chin Pek Cuan
“EEI…… situasi pada saat ini sangat tegang dan kritis sekali, mau apa kau berangkat lebih dahulu ke kota Leng An?” tegur Ciong Lian-khek dengan nada tercengang.
“Sikap perkumpulan Hong-im-hwie serta Sin-kie-pang misterius dan tidak terbuka pihak Thong-thian-kauw tetap tenang dan tidak menggerakkan tentaranya, hal ini merupakan suatu keadaan yang tidak umum dan luar biasa sekali, boanpwee punya rencana untuk berangkat lebih dahulu ke kota Leng An guna melihat keadaan, di samping berusaha pula untuk menemukan pembunuh dari Jin Bong, dari pada andaikata terjadi perubahan yang tak terduga kita semua jadi kelabakan dibuatnya.”
“Apa yang kau maksudkan sebagai perubahan yang tak terduga?” tanya Ciong Lian-khek dengan alis berkerut, tindakanmu yang lupa akan tugas dan memikirkan masalah lain yang sama sekali tak ada gunanya untuk menyelidiki sang pembunuh, apakah bertujuan untuk mendapatkan pedang mas itu?”
“Dalam pembicaraan yang berlangsung barusan, Pek Siau-thian telah memberi bisikan kepadaku, katanya kemungkinan besar perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im- hwie serta Thong-thian-kauw akan bersatu padu kembali untuk bersama-sama menghadapi kekuatan kaum pendekar kalangan lurus yang mulai menghimpun kembali itu. Jika peristiwa ini sampai terjadi maka kita semua bakal mati konyol dan bercerai berai, Oleh sebab itulah boanpwee ingin melakukan penyelidikan lebih dahulu untuk mengetahui siapakah pembunuh dari Jin Bong serta membongkar persoalan ini, sekalipun Jin Hiat punya watak seperti kura2 dalam keadaan begini dia tentu akan berusaha untuk membalaskan dendam bagi kematian puteranya, asal kekuatan tiga partai telah terpecahkan itu berarti pihak kita akan memperoleh jalan kehidupan!”
Sebenarnya bagaimana hubunganmu dengan pihak perkumpulan Sin-kie-pang?” tegur Ciong Lian-khek dengan wajah murung.
Pek Siau-thian mengajukan tawaran kepadaku untuk menikah dengan putrinya, tetapi telah boanpwee tolak dengan menemukan kesulitan sesungguhnya yang sedang kuhadapi.
“Aaai… kalau bukan berbesan tentu bermusuhan apakah kalian telah bentrok satu sama lainnya?”
Hoa Thian-hong menggeleng.
“Rasa cinta Pek Kun-gie yang berakar sukar dilenyapkan dalam waktu singkat, Pek Siau-thian sendiri sebenarnya ingin menarik diriku berpihak kepadanya, tetapi berhubung dalam tubuh boanpwee masih mengandung racun jahat ia merasa tidak lega untuk benar-benar mengawinkan putrinya kepada boanpwee, karena rumitnya persoalan inilah membuat ia tak sanggup mengambil keputusan… dan boanpwee pun segera mohon pamit dalam keadaan begitu.
“Cukat racun Yau Sut adalah manusia yang paling lihay, apakah bangsat cilik itu ikut berbicara?”
“Sewaktu berada ditepi sungai Hoang-hoo tahun berselang, ia pernah turun tangan keji terhadap boanpwee sehingga memaksa aku harus menelan Teratai Racun Empedu api untuk bunuh diri dalam pertemuan tadi Pek Siau-thian tidak mempertemukan diriku dengan manusia she-Yau itu!”
Ciong Lian-khek mengangguk, setelah termenung beberapa saat lamanya dia berkata kembali. “Kota Leng- An merupakan basis pertahanan yang paling kuat dari pihak perkumpulan Thing Thian Kauw, terutama sekali dalam keadaan begini seluruh jago lihay dari perkumpulan itu sudah berkumpul disana, andaikata kau ingin pergi ke situ lebih dahulu aku rasa lebih baik kita berangkat bersama-sama”
Hoa Thian-hong segera tertawa. “Boanpwee ada maksud menghubungi Giok Teng Hujien lebih dahulu jika terlalu bayak yang pergi bukan saja kurang leluasa bahkan tindakan kita ini mungkin akan mencurigakan hati Jin Hian”
Walaupun pemuda ini hanya seorang angkatan muda belaka tetapi justru dialah pemimpin dari himpunan kekuatan diluar tiga kekuatan besar dalam dunia persilatan kendati Ciong Lian-khek sekalian adalah para orang gagah yang sudah lanjut usia namun semangat jantan mereka dimasa lampau telah hilang lenyap sama sekali, kemunculan mereka pada saat inipun tidak lain karena merasa tak tega membiarkan pemuda itu melakukan perjuangan seorang diri.
Karena itulah tanpa sadar Hoa Thian-hong telah dipandang sebagai otak serta pemimpin mereka, dalam menghadapi masalah besar ataupun kecil kebanyakan mereka tidak kukuh dalam pendirian dan lebih banyak menuruti rencananya,
Terdengar Bong Pay berseru, “Dalam perkumpulan Thong-thian-kauw tak terdapat seorang manusia baikpun, tindak tanduk Giok Teng Hujien tidak beres dan namapun tidak punya, dia merupakan manusia yang paling berbahaya Hiat-te, yang paling keji di kolong langit adalah hal perempuan, kau musti selalu waspada untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan!” “Terima kasih atas petunjuk dari toako”
“Aku sedang memperingatkan kepadamu siapa. yang memberi petunjuk?” sela Bong Pay dengan mata melotot Hoa Thian-hong tersenyum, dia menjura ke arah tiga orang itu, sambit tinggalkan kudanya dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki pemuda itu lari menuju ke dalam kota.
Hoa In telah berhasil merubah tabiat dari majikan mudanya ini, dia tahu setelah pemuda itu mengambil keputusan sulitlah baginya untuk merubah keputusannya itu, maka diapun tidak banyak bicara dengan cepat pelayan tua ini menyusul di belakangnya.
Malam itu juga Hoa Thian-hong berdua melanjutkan perjalanannya menuju ke selatan, tidak sampai satu hari mereka telah tiba diluar kota Leng An.
Hoa In adalah jago kawakan, dia tahu markas besar dari perkumpulan Thong-thian-kauw bernama ‘It-goan- koan’ dan letaknya berada di keresidenan Chee-Thong, kuil It-goan-koan dalam kota Leng-An tidak lain adalah markas dari sektor atas.
Maka dia lantas mengajak Hoa Thian-hong masuk ke dalam kota lebih dahulu untuk mencari penginapan dan beristirahat. Kuil It-goan-koan markas besar perkumpulan Thong-thian-kauw terletak di atas sebidang tanah yang luasnya mencapai ribuan bau, bukan saja luas sekali bangunan lotengpun bersusun2 dengan rapatnya, bangunan itu bukan saja kokoh bahkan nampak begitu megah dan melebihi keraton kaisar di ibu kota.
Kentongan kedua baru saja lewat, dua sosok bayangan manusia nampak berkelebat ke tempat kegelapan dibawah tembok pekarangan, kedua orang itu bukan lain adalah Hoa Thian-hong serta Hoa In.
Hoa In mencabut keluar pedang baja yang terselip di pinggangnya, lalu berbisik lirih, “Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siau Koan-jin belum mencapai taraf kesempurnaan, andaikata jejakmu ketahuan oleh pihak lawan berusahalah sedapat mungkin cepat-cepat mengundurkan diri dari bangunan kuil ini, daripada kita harus bertempur di dalam kuil dan terjebak dalam kepungan yang terlalu tangguh”
Hoa Thian-hong mengangguk, setelah menyelipkan pedang baja itu di pinggangnya ia segera meloncat masuk kebalik tembok pekarangan.
Hoa In berebut berjalan di depan, ia berkelit ke kiri mengigos ke kanan, akhirnya sampailah ditengah-tengah sebuah ruang istana yang besar, ketika memasuki ratusan tombak jauhnya kemudian dengan cepat mereka temukan disetiap sudut bangunan itu terpencar penjagaan yang sangat ketat, toojin bersoren pedang melakukan perondaan di sekitar sana dan cahaya lampu menyinari setiap sudut ruangan membuat tempat menjadi terang benderang.
Walaupun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Hoa Thian-hong berdua cukup lumayan,tak urung dibikin kesulitan juga oleh situasi tersebut, setiap saat kemungkinan besar jejaknya ketahuan.
Dengan enteng kedua orang itu menyusup ke balik sebuah hioloo besar yang tingginya melebihi manusia, dari situ sorot mata mereka dengan tajam mengawasi keadaan di sekelilingnya untuk menantikan kesempatan baik guna maju lebih ke depan.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang, lima orang toosu cilik berjubah merah yang menyoren pedang pendek di punggungnya dan berusia antara empat lima belas tahun munculkan diri dari sudut tikungan sebelah kanan.
Dari langkah kaki serta sorot mata yang tajam dari kelima orang toosu cilik itu bisa ditarik kesimpulan bahwa ilmu silat mereka lihay sekali sementara Hoa Thian-hong masih tertegun menyaksikan keadaan tersebut, disisi telinganya terdengar suara Hoa In yang lembut bagaikan suara nyamuk berkumandang datang, “Kekuatan yang dimiliki lima orang bocah cilik itu luar biasa sekali. mereka mampu menandingi empat orang pengawal pribadi golok emas dari Jin Hian!”
Kembali terdengar suara langkah manusia yang lirih berkumandang datang, dari arah lain muncul pula lima orang toosu cilik dan berbelok ke arah samping kiri.
“Bocah-bocah cilik itu bertugas melakukan patroli di sekitar ruang kuil ini” bisik Hoa In kembali, “hanya tidak kuketahui berapa banyak jumlah mereka!” Tenaga dalam yang dimiliki Hoa Thian-hong belum berhasil mencapai pada puncak ia tak berani buka suara dan terpaksa hanya mengangguk belaka, pikirnya, “Giok Teng Hujien menyebut kedudukannya sebagai pengontrol pusat dari kesepuluh sektor, kedudukannya pasti tidak rendah. Entah dia memiliki tempat kediaman yang pasti atau tidak?”
Tiba-tiba Hoa In ulapkan tangannya sambil enjotkan badan dan melayang sejauh puluhan tombak dari tempat semula, Hoa Thian-hong segera mengepos tenaga dan buru-buru mengejar dari belakang mereka berdua dengan andalkan nyali yang besar serta kepandaian yang tinggi kembali menyusup masuk ke dalam ruang tengah melewati penjagaan yang amat ketat itu.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, kedua orang itu berhasil melewati ruang tengah dengan penjagaan yang amat ketat tadi tampak diluar ruangan sunyi senyap tak nampak sesosok bayangan manusiapun, dengan perasaan kecewa mereka segera berkelebat menuju ke belakang kuil disisi halaman.
Suara langkah kaki manusia kembali berkumandang datang, buru-buru kedua orang itu menyembunyikan diri ke tempat kegelapan, tampak dua orang toosu cilik berjalan di depan, di belakangnya mengikuti seorang kakek berkerudung hitam dengan langkah kaki yang enteng.
Di belakang tubuh kakek berkerudung tadi mengikuti pula seorang manusia orang itu berperawakan kurus kecil dan bentuknya mirip beruk, seperti halnya dengan sang kakek di depan, diapun mengenakan kain kerudung hitam di atas wajahnya. Biji mata yang nampak dari luar memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati.
Keempat orang itu berjalan masuk dari kuil depan, dengan mengikuti lorong kecil langsung menuju ke arah kuil belakang. Ketika lewat di depan Hoa Thian-hong berdua, pemuda itu mengamati beberapa saat tubuh kakek berkerudung yang ada di paling depan itu, dia merasa sikapnya yang gagah serta bentuk tubuhnya yang kekar seolah-olah pernah dikenal olehnya hanya untuk beberapa saat tak teringat olehnya siapakah orang itu.
Setelah keempat orang itu lewat. Hoa In segera memberi tanda bersama-sama Hoa Thian-hong mereka menguntit dari tempat kejauhan, setelah melewati sebuah ruang besar lagi sampailah mereka dihadapan sebuah ruang tamu yang lebar cahaya lampu menyinari seluruh ruang tadi hingga nampak terang benderang, dibawah pohon diluar ruangan berdiri sejajar sepuluh orang toojin berusia pertengahan yang menyoren pedang di punggungnya
Di dalam ruang tamu itu pada dinding sebelah belakang tersedia meja sembahyang. Di atas meja sembahyangan berdiri sebuah arca berbaju emas yang tingginya mencapai beberapa tombak, semuanya merupakan toosu-toosu yang berwajah agung.
Dibawah meja sembahyang terdapat sederetan kasur untuk semedi, di atas kasur semedi tadi duduklah tiga orang toosu tua, mereka semua memakai kopiah kebesaran dengan jubah berlambangkan Pat kwa emas, jenggot panjang terurai sepanjang dada dengan di tangannya memegang sebuah senjata kebutan di belakang mereka masing-masing berdiri seorang toosu cilik yang memegang sebilah pedang pusaka.
Berhubung jaraknya amat jauh Hoa Thian-hong tidak sempat menangkap suara pembicaraan di dalam ruang itu, baru saja ia hendak menyusup maju lebih ke depan tiba-tiba Hoa In menarik tangannya sambil berbisik, “Toosu tua yang duduk di tengah ruangan itu bernama Thian Seng-cu, dia adalah seorang jago lihay yang berasal satu perguruan dengan Thian Ik-cu ketua perkumpulan Thong-thian-kauw, lebih baik kita jangan bergeser terlalu dekat, hati-hati kalau jejak kita sampai ketahuan”
“Apakah kau dapat menangkap suara pembicaraan mereka?”
“Siau Koan-jin tak perlu gelisah, biarlah kuheningkan cipta dan pusatkan pikiran mungkin saja pembicaraan mereka bisa kutangkap!”
Sementara pembicaraan masih berlangsung kakek berkerudung itu sudah dipersilahkan masuk ke dalam ruangan, setelah memberi hormat dengan Thian Seng-cu sekalian dia pun duduk di atas kasur untuk semedi, sedangkan pria kurus kecil yang mirip beruk tadi hanya berdiri saja dibelakang kakek itu, rupanya dia adalah pembantu orang tadi. Setelah masing-masing pihak saling mengucapkan beberapa patah kata rendah, mendadak Thian Seng-cu merogoh ke dalam sakunya dan mengambil keluar sepucuk surat yang mana segera diterima oleh kakek berkerudung tadi.
Kakek itu segera menyimpan surat tersebut ke dalam saku. setelah berbicara beberapa patah kata dengan Thian Seng-cu tiba-tiba dia angkat kepala dan melepaskan kain kerudung hitam yang menutupi wajahnya.
Hoa Thian-hong yang dapat melihat pula raut wajah orang itu segera merasa terkejut, hampir saja ia menjerit saking kagetnya.
Ternyata kakek berkerudung hitam itu bukan lain adalah ayah dari Chin Giok-liong serta Chin Wan-hong Telapak pasir emas Chin Pek-cuan dari kota Kengciu.
Hoa Thian-hong merasa terkejut bercampur curiga, otaknya berputar keras berusaha untuk memecahkan kecurigaannya itu, tetapi ia tak berhasil mendapat jawabannya, ia tak tahu apa sebabnya Chin Pek-cuan bisa tiba di tempat itu, bahkan wajahnya berkerudung dan tingkah lakunya misterius sekali, kalau ditinjau keadaannya jelas ia sedang melakukan suatu tugas yang dibebankan kepadanya.
0000O0000
Hoa Thian-hong hanya dapat melihat orangnya tak dapat mendengar suaranya, ia merasa gelisah sekali dan berulang kali menoleh ke arah Hoa In dengan harapan pelayan tuanya bisa. memberi keterangan.
Tetapi Ketika itu Hoa In sendiripun picingkan matanya dengan alis berkerut, kalau ditinjau keadaannya nampak diapun dibikin bingung oleh keadaan di depan mata.
Lama kelamaan Hoa Thian-hong tak kuat menahan diri, segera bisiknya dengan suara lirih, “Loo-ting itu adalah Chin Pek-cuan dari kota Keng-ciu kau kenal tidak dengan dirinya?”
Hoa In mengangguk tanda kenal.”Apa yang mereka bicarakan?”
“Rupanya Chin Lo-ji telah menggabungkan diri dengan pihak perkumpulan Sin-kie-pang, dia mendapat tugas dari Cukat racun Yau Sut datang kemari. Rupanya orang she-Yau itu telah berkhianat dan mencari persekongkolan dengan pihak luar, mereka sering kali mengucapkan
kata-kata “menyerang diluar dugaan” hasil dibagi sama rata, hanya tidak kuketahui dia mengajak pihak Thong- thian-kauw untuk bersama-sama menyerang Hong-im- hwie, ataukah bekerja sama untuk memberontak di dalam tubuh perkumpulan Sin-kie-pang sendiri….”
“Situasi dalam dunia persilatan dewasa ini benar-benar luar biasa berbahayanya” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati” Entah apa sebabnya Chin Pek-cuan bisa bergabung dengan Yau Sut? pihak Hong-im-hwie telah bersepakat dengan perkumpulan Sin-kie-pang untuk bekerja sama melenyapkan Thong-thian-kauw, namun secara diam- diam mereka sendiripun berusaha main setan, keadaan begini justru malah menguntungkan pihak Thong-thian- kauw yang mengadu domba dari tengah dan menjadi nelayan beruntung yang menunggu hasil”
Tiba-tiba tampak Chin Pek-cuan mengenakan kembali kain kerudung hitamnya, setelah mengucapkan beberapa patah kata dengan Thian Seng-cu ia segera bangkit berdiri dan mengundurkan diri dari situ.
Pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu masih tetap mengikuti dibelakang tubuhnya, sedang dua orang toosu cilik berbaju merah tadi berjalan dipaling depan.
Hoa In jago pengalaman yang teliti dalam setiap gerakan, dia tidak ingin menyaksikan majikan mudanya menempuh bahaya, maka ditunggunya sampai Chin Pek- cuan sekalian lewat lebih dahulu kemudian baru berbisik, “Siau Koan-jin, jago lihay di dalam kuil ini banyak tak terhitung jumlahnya, tujuan dari kedatangan kita kali ini adalah mencari Giok Teng Hujien, aku rasa lebih baik kita tak usah berkeliaran secara membabi buta sehingga kemungkinan besar kita akan menemui bahaya ditangkap atau terkepung….”
Hoa Thian-hong sendiripun merasa pula tegang serta seriusnya keadaan ketika itu, dia mengangguk. “Baiklah, kita selidiki dahulu persoalan dari Chin Pek-cuan. Besok baru kita selidiki lagi tempat tinggal dari Giok Teng Hujien”
Hoa In jadi amat kegirangan. dengan melalui jalan semula mereka segera mengundurkan diri keluar dari kuil tersebut. Mereka berdua ngeloyor keluar lewat sisi ruangan kemudian lari ke pintu kuil dan dari sana menyembunyikan diri ke sudut gelap dekat dinding perkampungan, dari sana mereka lihat Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil seperti beruk itu sudah naik ke atas kuda dan lari menuju ke arah kota Leng An.
“Bila aku lakukan pengejaran pada saat ini, jejak kami pasti ketahuan” pikir Hoa Thian-hong dalam hati, “baiklah biar kutunggu sebentar lagi”
Rupanya Hoa In sendiripun berpendapat demikian pula, mereka berdua segera berdiam diri beberapa saat lamanya.
Menanti derap kaki kuda sudah menjauh dan kedua orang toosu cilik berbaju merah itu sudah masuk kembali ke dalam kuil mereka baru berangkat melakukan pengejaran.
Dengan kecepatan gerak mereka berdua, sekalipun kuda jempolan dalam waktu singkat berhasil pula disusul oleh mereka.
Setelah mengejar beberapa saat lamanya telinga mereka dapat menangkap suara derap kuda jauh disebelah depan sana, Hoa Thian-hong merasa semangatnya berkobar. Ia segera mengerahkan tenaganya lebih besar dan mengejar lebih cepat lagi. “Kita hanya berusaha merampas surat ataukah menangkap sekalian dengan orangnya?” tiba-tiba Hoa In bertanya.
Hoa Thian-hong termenung sejenak, kemudian jawabnya, “Biarlah kujajaki dahulu jalan pikiran mereka, kemudian kita baru bertindak!”
“Bukankah hubungan Siau Koan-jin dengan putrinya erat sekali?” tanya Hoa In sambil tersenyum.
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong. “Enci Wan-hong sangat baik terhadap diriku, Chin toako-pun orang baik. sedang Chin Pek-cuan dahulu merupakan seorang ksatria yang gagah perkasa, entah apa sebabnya sekarang malah berkomplot dengan Yau Sut manusia licik itu?”
“Lain dulu lain sekarang dewasa ini dunia adalah milik kaum laknat dari golongan hitam, mencari perlindungan terhadap keselamatan sendiri pada pihak yang kuat sudah menjadi kebiasaan setiap orang”
“Aaah.. duduk perkara yang sebenarnya toh belum kita ketahui, janganlah kita menuduh orang secara sempurna,” kata Hoa Thian-hong.
Mendengar perkataan itu Hoa In segera berpikir, “Pastilah Siau Koan-jin amat mencintai nona itu, maka ia selalu berusaha untuk melindungi bapaknya”
Berpikir demikian, dengan wajah serius ia lantas berkata, “Seandainya Chin-lo-ji benar-benar sudah berubah perangainya, lebih baik Siau Koan-jin jangan berhubungan dengan putrinya, dan jangan Kau gubris pula putri dari Pek Siau-thian”
Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba ia temukan bahwa tembok kota sudah berada diambang pintu, dengan cepat ia hentikan langkah kakinya sambil berkata, “Tunggu sebentar, coba kita lihat apakah mereka masuk ke dalam kota atau tidak?’,
Terlihatlah Chin Pek-cuan serta pria berbadan kurus kecil yang menyerupai beruk itu memutar haluan, mereka melarikan kuda tunggangannya menuju ke arah utara.
Hoa Thian-hong siap melakukan pengejaran, tetapi sebelum ia sempat bergerak tiba-tiba dari atas tembok kota melayang turun tiga sosok bayangan manusia. dan segera mengejar dibelakang orang she Chin itu.
Setelah menanti sejenak kemudian. Hoa Thian-hong hendak melakukan pengejaran tetapi dari sudut tembok kota kembali menyusup keluar sesosok bayangan manusia. bagaikan segulung asap ringan orang itu segera menyusul dari belakang mereka bertiga.
Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya. ia menunggu sampai orang terakhir itu sudah mencapai kejauhan ratusan tombak baru mulai mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan tanpa mengeluarkan sedikit suarapun mengejar dari belakang. “Aaai… jaman sekarang benar-benar sudah mendekati jaman edan” gumam Hoa In dengan suara lirih, ”di mana-mana yang dijumpai hanya persoalan yang membingungkan dan tidak diketahui ujung pangkalnya”
“Manusia dari kalangan hitam telah terbagi jadi tiga kekuatan besar ditambah. pula kita manusia gentayangan yang tercerai berai membuat suasana bertambah kacau, banyak orang melakukan tindakan pagar memakan tanaman tentu saja jamannya semakin berubah mendekati jaman edan
“Seandainya kita berhasil menemukan rahasia pribadi dari Yau Sut, perlukah kita bongkar rahasia itu?”
Hoa Thian-hong berpikir sebentar, kemudian jawabnya sambil tertawa, “Seandainya kita benar-benar berhasil menangkap basah rahasia pribadinya, maka Yau Sut tidak akan disebut sebagai Cukat racun lagi”
Dia menghela napas panjang, setelah termenung sebentar terusnya, “Kau tidak punya kesabaran sedang pikiranku kurang cermat, semua perbuatan kita dimasa lampau harus dirubah kalau tidak maka urusan besar tak mungkin bisa kita selesaikan!”
Tiba-tiba suara derap kaki kuda disebelah depan kedengaran amat kacau, disusul ringkikan kuda serta bentakan gusar berkumandang datang.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa terkejut, ia segera menatap tajam ke arah depan, tampaklah bayangan manusia disebelah depan itu laksana kilat berkelebat beberapa kali ke muka dan seketika itu juga jejaknya lenyap tak berbekas.
“Kita telah berjumpa dengan jago lihay kelas satu!” bisik Hoa In dengan wajah agak berubah, “Mari kita tengok dulu kemudian baru mengambil keputusan!”
Kedua orang itu berputar ke sisi kiri dan diam-diam menyusup ke depan, setelah bersembunyi dibelakang sebatang pohon pendek terlihatlah ketika itu Chin Pek- cuan serta pria seperti beruk itu telah loncat turun dari kudanya, dihadapan mereka berdiri tiga orang kakek baju hitam, pakaian mereka merupakan pakaian ringkas dan di pinggang tersoren senjata tajam.
Sinar mata Hoa Thian-hong dengan tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu, ia berusaha mencari tempat persembunyian dari orang lihay tadi, namun walaupun sudah dicari setengah harian belum ditemukan juga.
Terdengarlah Chin Pek-cuan dengan suara gusar membentak keras, “Apa maksud kalian mengejar diriku? dalam biji mata yang bersih tak ada pasirnya, kalau ada urusan katakanlah sejujurnya”
Kakek baju hitam yang berada di tengah mendengus dingin. “Hmm! Melakukan perjalanan dengan wajah berkerudung merupakan pantangan terbesar dalam dunia persilatan, lo-yamu ingin melihat raut wajahmu yang sebenarnya agar bisa menambah pengetahuan!” “Haaah….baaah….. haaah….. kau menyebut diri sebagai Lo-ya, rupanya bajingan-bajingan dari perkumpulan Sin-kie-pang!”
Kakek baju hitam itu tertawa dingin. “Heeh… heeh… heeh… heeeh … tua bangka sialan! rupanya kau seorang jago kawakan juga. Tidak salah! Kami tiga orang lo-ya adalah pelindung hukum dari perkumpulan Sin-kie-pang, kau hendak turun tangan sendiri ataukah lo-ya mu yang harus mewakili dirimu?”
“Hmmm, sudah banyak tahun aku tak pernah menjagal anjing” ejek Chin Pek-cuan dengan nada menghina, “Bila kau merasa usiamu terlalu panjang, maju sajalah! akan kulayani keinginanmu itu.”
Bentakan keras berkumandang memecahkan kesunyian, kakek baju hitam yang ada disebelah kiri menerjang maju ke depan, lengannya berkelebat dan mencakar wajah orang she Chin itu.
Chin Pek-cuan mendengus dingin. kaki kirinya mundur setengah langkah ke belakang diikuti telapaknya diayun dan langsung menghantam kemuka.
“Ooooh…. kiranya berlatih ilmu Kim-see-ciang. luar biasa juga tenaga dalamnya!” seru kakek yang pertama tadi.
Sementara perkataan itu diucapkan, dua orang dalam gelanggang telah saling bertempur empat jurus lebih, angin pukulan menderu-deru dan pertarungan berlangsung dengan serunya. “Chin Pek-cuan melakukan pekerjaan atas dasar perintah rahasia dari Cukat beracun Yau Sut. tetapi sekarang ia bergebrak pula dengan para jago dari Sin- kie-pang, itu berarti yang dilakukan olehnya adalah urusan pribadi Yau Sut sendiri!” pikir Hoa Thian-hong.
Terdengar Hoa In berbisik dengan suara lirih, “Rupanya ilmu silat yang dimiliki Chin Pek-cuan telah memperoleh kemajuan yang pesat!”
Hoa Thian-hong tersenyum. “Makin tingkat usianya, makin cekatan hidup seorang manusia, hal itu sudah jamak!”
Sementara itu Chin Pek-cuan telah menerjang maju ke depan. secara beruntun dia lancarkan delapan sembilan jurus serangan, kakek baju hitam tadi terdesak hebat dan tak mampu mempertahankan diri, membuat dia harus kirim satu pukulan untuk menyambut serangan tersebut dengan keras lawan keras
Ploook….pukulan Kim-see-ciang yang dilatih Chin Pek- cuan dengan sempurnanya itu berhasil menghajar telak tubuh lawan.
Dalam keadaan begini tentu saja kakek baju hitam itu tak mampu pertahankan diri, ia mendengus berat dan tubuhnya terpental sejauh satu tombak dari tempat semula persendian tulang kanannya terlepas dan separuh tubuhnya kontan jadi kaku. Menyaksikan rekannya terluka kakek baju hitam yang buka suara tadi jadi amat gusar. ia membentak sambil ayunkan tangan kirinya ke depan. Sekilas cahaya
keemas-emasan berputar bagaikan roda dan meluncur ke arah batok kepala Chin Pek-cuan dengan kecepatan bagaikan kilat.
Chie Pek Cuan adalah jago kawakan yang berpengalaman luas, mendengar deruan angin tajam yang meluncur datang ia segera mengetahui bahwa serangan tak boleh disambut dengan kekerasan, ia merandek dan menyusup ke arah samping.
Cahaya emas yang menyilaukan mata….memenuhi seluruh angkasa, dari samping….kiri kanan depan maupun belakang serentak meluncur datang roda2 emas yang tajam.
Chin Pek-cuan mendengus dingin, sepasang bahunya bergeser dan menggunakan suatu gerakan yang manis ia berhasil melepaskan diri dari serangan gabungan keempat buah roda emas itu, telapaknya diayun dan secepat kilat ia balas mengirim satu pukulan gencar ke arah kakek yang menyerang dengan roda emas tadi.
Diam-diam Hoa Thian-hong bersorak memuji. pikirnya, “Sejak meninggalkan kota Keng-ciu. rupanya ia telah mendapat pendidikan ilmu dari orang lihay!”
Terdengar Hoa In berbisik lirih, “Chin Pek-cuan kekurangan serangkaian ilmu pukulan yang dahsyat, kalau tidak niscaya ia sudah berhasil angkat nama dan menjadi jago Bu-lim yang disegani orang” Dalam hati Hoa Thian-hong juga berpendirian demikian. ia mengangguk tanda membenarkan.
Sementara itu tampak kakek beroda Ngo-heng-lun itu ayunkan kembali tangan kanannya, mendadak dalam telapak telah bertambah dengan sebilah pedang emas yang memancarkan cahaya tajam, dua tangan menggunakan enam macam senjata tajam, dengan gencar dan hebatnya ia layani setiap pukulan Kim-see- ciang yang dilancarkan Chin Pek-cuan.
“Kakek tua itu bernama Ciong Tiau-gak, dia merupakan seorang jago kosen dalam dunia persilatan” bisik Hoa In, “katanya permainan roda ditangan kirinya merupakan hasil ciptaan sendiri yang ditekuni serta dilatih sendiri tanpa bimbingan guru pandai”
Hoa Thian-hong mengerutkan sepasang alisnya, “Sewaktu ada di kota Cho-ciu, pernah kusaksikan dia bertempur melawan rase salju milik Giok Teng Hujien, ilmu silatnya memang luar biasa, tanpa mendapat bimbingan guru dia berhasil melatih ilmu silatnya mencapai taraf begitu tinggi. hal ini benar-benar bukan suatu pekerjaan yang gampang”
“Chin Pek-cuan”
“Ketika berlangsungnya pertemuan Pak Beng Hwee, dialah orang yang membawa keluar jenazah ayah, dia adalah tuan penolong dari keluarga Hoa kita, aku berharap kau jangan bertindak kurang adat terhadap dirinya……” Mendengar perkataan itu Hoa In nampak tertegun, lalu jawabnya, “Aku benci kepadanya karena perbuatannya yang tidak benar”
“Bagaimana duduk perkara toh belum jelas sepatah dua patah kata tak bisa menyimpulkan keseluruhan dari masalah itu, kau jangan menuduh orang dengan hal yang bukan-bukan”
Tiba terdengar Ciong Tiau-gak membentak keras, tangan kirinya menyerang secepat kilat, lima buah roda emas dengan cepat berputar ke depan membokong dari depan dada belakang punggung lawan, sedangkan pedang lemas ditangan kanannya mengirim satu tusukan kilat ke arah lambung kakek she- Chin tersebut.
Lima buah roda emas mengepung secara berbareng, cahaya tajam ketika menyilaukan mata dan desiran tajam memekikkan telinga, tusukan pedang lemas yang dilancarkan belakangan tiba lebih duluan keganasan serta ketajamannya mengerikan sekali, sekilas memandang siapapun tahu bahwa serangan itu amat luas luar biasa.
Menghadapi mara bahaya langkah kaki Chin Pek-cuan sama sekali tidak kalut, melihat cahaya tajam mengurung disekeliling tubuhnya, sepasang bahu segera bergerak dan menyusup keluar dari lingkaran cahaya dalam repotnya telapak diayun ke depan menghantam punggung Ciong Tiau-gak. Hoa Thian-hong yang menyaksikan dua kali kakek she-Chin itu berhasil lolos dari ancaman dengan mempergunakan gerakan yang sama, dalam hati segera mengerti pikirnya
“Tidak aneh kalau ilmu silatnya mendapat kemajuan yang pesat, rupanya ia sudah memperoleh penemuan aneh dan mendapat didikan ilmu dari orang pandai.”
Berpikir demikian, dia lantas berbisik kepada Hoa In, “Gerakan tubuhnya sangat aneh dan lihay sekali, tahukah kau asal usulnya?”
Hoa In menggeleng.
“Diantara gerakan langkah yang tersohor di kolong langit, belum pernah kujumpai gerakan semacam ini”
Hoa Thian-hong segera alihkan sorot matanya ke arah pria berbentuk seperti beruk itu, ujarnya kembali, “Bentuk tubuh manusia berkerudung yang kecil kurus itu aneh sekali.”
Belum habis bicara, tampaklah olehnya kakek baju hitam lainnya dari perkumpulan Sin-kie-pang telah merogoh sakunya dan ambil keluar sebatang garpu pendek yang sangat beracun setelah menyaksikan rekannya tidak berhasil menangkan pihak lawan, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia langsung menerjang ke belakang tubuh Chin Pek-cuan.
Traaang! baru saja kakek baju hitam itu mendekati belakang punggung kakek she Chin itu, mendadak tubuhnya terhenti dan garpu pendek beracun yang dicekalnya itu terjatuh ke atas tanah.
Chin Pek-cuan segera memutar tubuhnya sambil membentak keras, telapaknya langsung dihantam ke arah dada musuh.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata.
Ciong Tiau-gak tidak sempat berpikir panjang lagi, tangan kirinya laksana kilat melancarkan serangan, roda Ngo-heng-kim lun langsung dihantamkan ke tubuh musuh.
Gerakan senjata aneh ini jauh lebih cepat dari pada desiran senjata rahasia. sebelum pukulan Chin Pek-cuan bersarang di tubuh lawan, cahaya tajam yang disertai dengungan nyaring sudah berada di depan mata, terpaksa ia batalkan pukulannya sambil mengigos kesamping.
Dalam sekejap mata Chin Pek-cuan telah terlibat kembali dalam pertempuran sengit melawan Ciong Tiau- gak, kakek baju hitam tadipun segera memungut garpu racunnya yang terjatuh ketanah. sinar matanya dengan sangsi memandang sekejap ke arah pria seperti beruk tadi kemudian celingukan kakiri dan kanan.
Hoa Thian-hong serta Hoa In saling bertukar pandangan sekejap, dengan ketajaman mata mereka berduapun tak mampu menyaksikan pria itu melakukan gerakan apapun tetapi empat tombak sekeliling sana tak ada orang, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pria seperti beruk itulah yang telah main gila dengan menimpuk jatuh senjata tajam milik kakek baju hitam tadi, hanya saja tidak terlihat gerakan apakah yang dia pergunakan.
Ciong Tiau-gak adalah seorang jago kawakan yang berpengalaman melihat keadaan tidak beres segera timbul niat untuk mengundurkan diri, pedang lemasnya segera diputar melindungi tempat penting di tubuhnya, ia berkata, “Sahabat karib ini hari aku orang she-Ciong merasa telah berjumpa dengan musuh tangguh, gunung nan hijau tidak berubah air yang biru tetap mengalir, lain kali kita lanjutkan kembali pertarungan ini”
Serangan dari kelima buah roda emasnya segera diperketat, ia siap mendesak musuhnya untuk mencari pulang guna mengundurkan diri.
Chin Pek-cuan segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak. “Haaah…. haaah…. haaah…. kawan, bila berjodoh walaupun berpisah ribuan li akhirnya bertemu juga, aku harap kau tak usah pergi lagi!”
Sembari berkata gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah, tampak ia melayang dengan kecepatan bagaikan kilat, tubuhnya menerobos kesana kemari diantara kelima buah roda emas tersebut, dua buah telapak bajanya dengan gencar bagaikan hujan badai menyerang musuhnya habis2an…..
Dalam sekejap mata Ciong Tiau-gak terdesak dibawah angin, kelima buah roda emasnya tak mampu dipergunakan lagi, bukan menolong benda itu malahan menjadi beban baginya. Semua serangan lawan terpaksa harus ditangkis dan dibendung dengan mempergunakan pedang lemas di tangan kanannya.
Melihat Ciong Tiau-gak menderita kekalahan, kakek baju hitam yang lain tidak berpikir panjang lagi, garpu pendeknya segera diputar dan untuk kedua kalinya menerjang kembali ke depan.
Kakek yang terluka tadipun segera ayun pula tameng bajanya dan ikut menerjang ke depan.
Terdengar pria berbadan seperti beruk itu memaki dengan suara yang tinggi melengking, “Anak iblis yang tak tahu malu!”
Sambil berseru tubuhnya segera maju dan menerjang ke depan. Dalam sekejap mata bentakan serta teriakan berkumandang memecahkan kesunyian, sebuah pukulan keras yang dilancarkan Chin Pek-cuan bersarang telak di atas bahu kiri Ciong Tiau-gak, membuat kakek itu bersama-sama dengan senjatanya terlempar sejauh satu tombak lebih dari tempat semula.
Ilmu pukulan Kim-see-ciang yang dia yakini sanggup digunakan untuk menghancurkan batu nisan, Ciong Tiau- gak yang termakan oleh pukulan itu tulang bahunya seketika hancur berantakan.
Keadaan dari dua orang kakek baju hitam yang lain jauh lebih aneh lagi, dengan senjata yang masih terhunus mereka menggeletak ditanah tanpa bisa berkutik, peluh membasahi tubuhnya dan suara rintihan bergema memecahkan kesunyian. Sikap Ciong Tiau-gak jauh lebih gagah, ia bangkit berdiri dengan susah payah kemudian sambil menahan sakit disimpannya kembali pedang lemas itu, tanpa memunguti kembali senjata roda emasnya yang tersebar ditanah dia berjalan menghampiri dua orang rekannya yang menggeletak tak bisa bangun itu, setelah memeriksa sebentar keadaan mereka berdua ia segera bangkit berdiri.
Terhadap Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil yang ada disana ia berlagak bodoh dan sama sekali tidak menengok barang sekejappun.
Chin Pek-cuan mendengus dingin, sinar matanya berputar memandang sekejap ke arah pria berbadan seperti beruk itu.
Pria itu membisikkan sesuatu kesisi telinganya, Chin Pek-cuan segera kelihatan agak tertegun dan putar badan kemudian teriaknya, “Sahabat-sahabat darimanakah yang telah datang bila tidak munculkan diri lagi jangan salahkan kalau aku tak akan menemani lebih jauh”
“Sungguh lihay orang ini” pikir Hoa Thian-hong di dalam hati” tanpa berpaling dia sudah tahu kalau dibelakang tubuhnya ada orang yang menguntil.
Tampaklah dari balik sebuah pohon besar kurang lebih beberapa puluh tombak dihadapannya meloncat keluar seseorang, setelah berjalan beberapa langkah kemuka tiba-tiba dia alihkan sorot matanya ke arah tempat persembunyian dari Hoa Thian-hong berdua,
Melihat hal itu Hoa In segera menyumpah dengan hati mendongkol, “Nenek anjing sialan rupanya dia lebih cerdik dari kita berdua!!”
Hoa Thian-hong tersenyum, dia tahu tempat persembunyiannya sudah ketahuan, maka dia lantas bangkit dan berjalan keluar dari balik pohon.
Tiba-tiba Hoa In menyusul maju ke depan, bisiknya dengan suara lirih, “Siau Koan-jin harap waspada, bajingan tua itu bernama Yan-san It-koay dia adalah salah satu tulang punggung dari perkumpulan Hong-im- hwie!!”
Hoa Thian-hong mengerutkan sepasang alisnya yang tebal, ia menoleh dan menatap wajah manusia aneh dari gunung Yan-san itu, tampaklah sepasang matanya cekung ke dalam dengan hidungnya menghadap atas, raut wajah berwarna kuning hangus dan jeleknya luar biasa.
Ketika itu sampai melototkan matanya Yan-san It-koay pun sedang mengawasi Hoa Thian-hong berdua dengan pandangan tajam. pada saat yang hampir bersamaan ketiga orang itu sama-sama muncul di tengah kalangan Chin Pek-cuan serta pria seperti beruk itu melirik sekejap ke arah pedang baja yang tersoren di pinggang, wajah mereka segera menunjukkan suatu sikap yang aneh. Ciong Tiau-gak sendiripun nampak agak tertegun ketika menjumpai kemunculan Hoa Thian-hong secara mendadak disitu, untuk beberapa saat lamanya sorot mata semua orang sama-sama ditujukan ke arah pemuda itu.
Tiba-tiba terdengar kembali suara ujung baju tersampok angin secara lapat-lapat berkumandang datang. semua orang merasa terkejut dan sama-sama berpaling.
Bayangan manusia berkelebat lewat dan sama-sama munculkan diri di tengah kalangan, orang yang barusan datang berjumlah dua belas orang, sebagian besar diantaranya mengembol pedang dipunggung
Orang pertama yang munculkan diri terlebih dahulu bukan lain Thian Seng-cu dari perkumpulan Thong-thian- kauw, sedang separuh lainnya berdandan seperti manusia biasa, usianya di atas empat puluh tahunan
Setibanya di tengah kalangan kedua golongan manusia yang berbeda itu masing memencarkan diri dan berdiri pada kelompok yang berbeda.
Menyaksikan siapa yang telah datang, Ciong Tiau-gak seketika merasa semangatnya berkobar, dengan cepat ia maju menghampiri kakek baju kuning dan memberi hormat.
“Tongcu, kebetulau sekali kedatanganmu itu…!” serunya. “Aku sudah tahu” jawab kakek baju kuning sambil ulapkan tangannya.
Dia memberi tanda dan dua orang segera munculkan diri, kakek baju hitam yang menggeletak di atas tanah dan tak bisa berkutik itu dengan cepat dibopong keluar dari gelanggang.
Hoa In yang mengenali siapakah kakek baju kuning itu, dengan ilmu menyampaikan. suara segera berbisik kepada Hoa Thian-hong, “Tua bangka itu she-Ho bernama Kee Sian, orang-orang menyebutnya sebagai Poan Thian jiu si tangan sakti pembalik langit, dia merupakan Tongcu ruang Thian Leng Tong dari perkumpulan Sin-kie-pang, nama besarnya dikenal oleh setiap orang dan tidak berada dibawah nama besar Cukat racun Yau Sut….”
Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya ke arah orang itu dia lihat dada tangan sakti pembalik langit Ho Kee- sian amat bidang dengan perut buncit, alisnya tebal dan matanya besar, sinar mata tajam memancar keluar dari balik kelopak matanya dan kelihatan mengerikan sekali. Dalam hati segera pikirnya, “Kegagahan orang ini mengerikan sekali, dia bisa menduduki jabatan sebagai Tongcu ruang Thian Leng Tong, ilmu silat yang dimilikinya pasti lihay sekali”
Dalam pada itu si tangan sakti pembalik langit Ho Kee- sian telah menyapu sekejap wajah seluruh jago yang hadir ditempat itu, sambil melangkah maju dua tindak ke depan tegurnya dengan suara dingin, “Saudara yang mana telah memberi pelajaran kepada saudara saudaraku? disini aku orang she Ho mengucapkan banyak terima kasih lebih dahulu”
Chin Pek-cuan tertawa keras, “Haaaah…. haaaah…. haaaah….. akulah yang telah melukai beberapa orang loo-ya itu karena pengaruh oleh emosi, harap Ho Tongcu suka memberi maaf!”
Dengan sorot mata yang dingin tangan sakti pemba1ik langit Ho Kee-sian mengawasi wajah Chin Pek-cuan dari atas hingga ke bawah, lalu mendengus dingin. “Hmmm! Kau mempunyai orang dengan wajah berkerudung, aku rasa aku orang she Ho tak usah mengajukan pertanyaan atas namamu lagi.”
“Aku cuma seorang prajurit kecil yang tak bernama, sekalipun kau ingin tahu nama ku juga tak ada gunanya.”
“Tua bangka itu pandai mempergunakan ilmu telapak Kim-see-ciang!” teriak Ciong Tiau-gak dengan gusar, “rupanya dia adalah manusia she-Chin dari kota Keng- ciu!”
Ho Kee-sian telapak sakti pembalik langit mengerutkan sepasang alisnya yang tebal. “Berapa hebatnya sih Chin Pek-cuan itu? Masa kalian bertiga bukan tandingannya?” ia berseru.
Haruslah diketahui Chin Pek-cuan adalah seorang jago dari kalangan lurus yang sangat luas pergaulannya, ia merupakan seorang manusia kenamaan yang diketahui setiap orang, tetapi ilmu silat yang dimilikinya cuma biasa2 saja dan orang mengetahui akan hal ini. Hoa Thian-hong yang mengikuti jalannya peristiwa itu dari sisi kalangan makin memandang ia semakin kebingungan.
Thian Seng-cu baru saja bertemu muka dengan Chin Pek-cuan bahkan menyerahkan pula sepucuk surat kepadanya, tetapi kini ia datang bersama-sama Ho Kee- sian sekalian dan sikapnya ternyata pura2 tidak kenal dengan orang she Chin tersebut.
Sedang Yan-san It-koay adalah seorang jago lihay kelas satu di dalam dunia persilatan sepantasnya ilmu silat yang dia miliki jauh di atas Ho Kee-sian maupun Thian Seng-cu dan semestinya mereka bertiga kenal satu sama lainnya, tetapi sekarang mereka tidak saling menyapa sedang Yan-san It-koay pun tiada maksud mengumbar hawa amarah. kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali. Terdengar Ciong Tiau-gak berkata kembali, “Lapor Tongcu, jago lihay yang sebenarnya adalah manusia kurus yang bongkok itu sedang si tua bangka ini cuma bonekanya belaka”
Mendengar perkataan itu tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian segera berpaling, dengan sorot mata yang tajam ia menatap pria kurus kecil yang menyerupai beruk tadi jengeknya sambil tertawa dingin.
“Heeeh…. heeeh… ternyata kau berulah manusia lihay yang tak mau unjukkan diri tak nyana kalau aku orang she-Ho sudah salah melihat.” “Hmm! omong kosong” dengan pria kurus kecil seperti beruk itu dengan nada sinis.
Mendengar ucapan itu tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian jadi teramat gusar, sambil menerjang ke depan dia kirim satu pukulan dahsyat, serunya, “Aku orang she- Ho ingin mencoba dahulu sampai dimanakah kelihayan yang kau miliki….”
Pria kurus kecil menyerupai beruk itu sama sekali tidak gentar, dengan langkah yang seenaknya dia maju ke depan, telapak kanan didorong kemuka dan menyongsong datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Blaaam….! di tengah getaran keras tubuh mereka berdua sama-sama tergetar keras, jubah panjang seolah olah bergelombang seketika menggelembung besar.
“Ho tua!” Thian Seng-cu yang selama ini selalu membungkam tiba-tiba buka suara, “ini hari kau telah bertemu dengan lawan tangguh, ingin kulihat sampai dimanakah keampuhan dari tangan sakti pembalik langitmu itu”
Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian tertawa dingin. “Hmmm! aku si Ho tua bukan seorang anak muda yang baru muncul dalam dunia persilatan, kau tak usah pakai akal untuk memanasi hatiku!”
“Haah…. haaah…. haaah sungguh tebal iman kau Ho tua, harap kesanalah sedikit!” Tangan sakti pembatik langit Ho Kee-sian mendengus dingin, kepada pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu serunya dengan nada dingin, “Rupanya kekalahan saudara-saudaraku bukanlah kekalahan secara penasaran, hutang ini baiklah kita bereskan nanti saja!”
Dia mundur dua langkah ke belakang, sepasang mata memandang ke langit dan mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Tampak Thian Seng-cu putar badan sambil memberi hormat, katanya, “Lo-sicu, kau bukannya hidup secara bebas digunung Yan-san, ada urusan apa jauh-jauh berkunjung kewilayah Kanglam?”
Yan-san It-koay melototkan sepasang matanya bulat- bulat dan menjawab sambil tertawa, “Tua bangka hidung kerbau, rupanya kau sudah bosan hidup? wilayah Kanglam toh bukan wilayah pribadi dari perkumpulan Thong-thian-kauw aku mau datang atau mau pergi apa urusannya dengan dirimu? Mau apa kau urusi persoalanku?”’
Thian-Seng-cu tertawa hambar. “Dewasa ini dunia persilatan sedang dilanda kerusuhan dan banyak persoalan telah bermunculan, Tiga besar dari dunia persilatan belum sampai menentukan siapa kawan siapa lawan, ini hari losicu telah berlagak sok dihadapan kami dengan ucapan yang sombong, Hmmn.! hati hatilah, bila sampai salah. berbicara maka…”
“Kau berani berbuat apa terhadap diriku!” tukas Yan- san It-koay dengan mata melotot. “Haaah….haah….haaaah…. soal itu….bila sampai kau salah bicara maka aku akan mengajak Lo-hooo untuk bekerja sama dan menahan lo-sicu di tempat ini. Hmm…, Hmm…. jika perkumpulan Hong-im-hwie sampai kekurangan seorang jago macam Lo-sicu, maka urusan semakin gampang untuk diselesaikan”
Yan-san It-koay angkat kcpala dan tertawa terbahak- bahak. “Haaah….. haaah….. haaah….. hidung kerbau yang tak tahu diri, aku malas untuk cekcok serta ribut dengan manusia semacam kau, ayoh cepat enyah kesamping, aku hendak berbicara dengan puteranya Hoa Goan-siu!”
Setelah mengetahui bahwa kedatangan gembong iblis itu adalah untuk menjumpai Hoa Thian-hong, dengan cepat Thian Seng-cu mundur setengah langkah ke belakang dan tidak berbicara lagi.
“Licik amat siluman tua ini!” sumpah Hoa Thian-hong dalam hati, “Rupanya dia takut juga menghadapi kerubutan orang banyak. Hmm! Sungguh tidak mirip seorang jago yang berlatih silat”
Haruslah diketahui hubungan diantara perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw boleh dibilang kawan boleh dibilang juga lawan sedikitpun tiada perasaan setia kawan diantara mereka, asal bisa melenyapkan kekuatan dari golongan lain dengan cara serta tindakan apapun akan mereka lakukan, oleh sebab itu tidak sampai keadaan yang terlalu terdesak siapapun tidak ingin turun tangan lebih dahulu.
Hoa Thian-hong adalah seorang jago muda yang berjiwa ksatria, tentu saja ia tidak terbiasa melihat keadaan semacam itu,
“Hoa Thian-hong!” terdengar Yan-san It-koay berseru dengan suara lantang. “kenal tidak dengan diriku?”
“Aku rasa kau pastilah Yan-san It-koay” jawab pemuda itu dengan suara hambar. “Bagaimana dengan cara menyebut dirimu, aku rasa lebih baik kau memberi petunjuk”.
“Haaah…. haaah, sebut saja Yan-san It-koay, aku tiada sebutan ia bepaling ke samping dan melanjutkan, “Apakah kau bernama Hoa In?”
“Hmm! tidak nyana kau masih kenal dengan diriku” sahut Hoa In dengan mata mendelik.
“Tua bangka sialan, besar amat lagakmu” kembali iblis tua itu berpaling ke arah Hoa Thian-hong, “situasi yang terbentang di depan mata dewasa ini amat kritis, nafsu membunuh telah menyelimuti setiap sudut tempat. ketika Jin Hian melihat kau pergi tanpa pamit ia segera merasa tidak tenteram, maka aku diutus datang kemari untuk mengajak kau kembali”
“Terima kasih, setelah menyaksikan keramaian aku segera berangkat” Yan-san It-koay tidak menduga jawaban pemuda itu begitu cepat, ia segera tertawa terbahak-bahak. “Haaah…. haaaah…. haaah….. bocah pintar memang gampang dididik” ia berpaling dan segera teriaknya, “Siapa yang merasa gatal tangan silahkan turun ke gelanggang, selesai menonton keramaian akupun akan segera berlalu”
Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian menyapu sekejap wajah semua jago, kemudian sambil menuding ke depan bentaknya, “Tangkap!”
Bentakan keras bergema di angkasa, desiran angin tajam menderu-deru, dari belakang tubuh manusia she Ho itu segera meloncat keluar delapan orang jago lihay yang bersama-sama menerjang ke arah Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil menyerupai beruk itu.
Dalam waktu singkat. dalam kalangan segera berkobarlah suatu pertempuran yang amat sengit.
Pertempuran yang berkobar pada saat ini jauh lebih seru daripada pertarungan semula delapan orang jago dari perkumpulan Sin-kie-pang yang turun ke dalam gelanggang pada saat. ini semuanya merupakan pelindung hukum dari ruang Thian Kee Tong, ilmu silat mereka semua jauh di atas kepandaian Ciong Tiau-gak, meskipun senjata tajam yang dipergunakan berbeda satu sama lainnya tetapi maju mundur menyerang serta bertahan diantara mereka dilakukan dengan sangat teratur sekali yang satu membantu yang lain yang kuat mengisi yang lemah, sekilas memandang siapapun bisa melihat bahwa kerja sama dari kedelapan orang itu amat sempurna dan sudah berpengalaman sekali.
Pria kurus kecil menyerupai beruk itu segera tunjukkan kelihayannya, sepasang telapak berputar bagaikan titiran angin puyuh, dengan tangguh dan kosen ia hadapi semua serangan yang muncul dari empat arah delapan penjuru.
Angin pukulan menderu deru, meskipun berada di tengah dentingan suara yang beraneka ragam namun suara deruan angin pukulannya tetap nyaring dan tidak kacau, sejurus demi sejurus dilancarkan dengan mantap dan hebat.
Semua jago yang menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan diam-diam merasa kagum juga melihat keampuhan orang itu, merekapun dapat melihat jelas, meskipun Chin Pek-cuan ikut terjun ke dalam kalangan namun hampir boleh dikata tiada kesempatan baginya untuk ikut melancarkan serangan.
Setelah memandang beberapa saat lamanya, dengan cepat Hoa Thian-hong telah memahami akan sesuatu, pikirnya, “Aaah..! rupanya ilmu silat yang dimiliki Chin Pek-cuan itu adalah hasil pelajaran dari orang ini….”
Situasi dalam kalangan ketika itu benar-benar luar biasa sekali, para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang turun tangan lebih dahulu. Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian mengawasi jalannya pertarungan dari sisi kalangan sedang Yan-san It-koay serta para toojin dari Thong-thian-kauw tak bisa ditebak isi hati mereka. sekalipun pria kurus kecil itu kosen dan punya harapan untuk melarikan diri, namun pertarungan yang berlangsung lebih jauh hanya merugikan dirinya belaka, apalagi masih ada Chin Pek-cuan sebagai beban, bila pertarungan diteruskan akhirnya dia bakal kehabisan tenaga dan menunggu saat kematiannya belaka.
Chin Pek-cuan adalah tuan penolong keluarga Hoa dia merupakan ayah dari Chin Wan-hong pula, meskipun perbuatannya di kuil It-goan-koan mencurigakan sekali, namun Hoa Thian-hong tak dapat membiarkan kakek itu terjerumus dalam posisi yang berbahaya.
Tetapi diapun tahu jika dirinya tak berhasil mendapatkan kesempatan baik, dan turun tangan secara gegabah maka tindakan yang sembrono itu justru akan merupakan ancaman bagi keselamatannya, bahkan mungkin akan terkepung oleh tiga golongan tersebut.
Berpikir demikian. tiba-tiba ia putar kepala dan berteriak keras, “Thian Seng Tootiang, seandainya barang itu sampai terjatuh ke tangan Ho Tongcu maka semua rencana besarmu akan punah dan lenyap tak berbekas!”
Tertegun hati Thian Seng-cu mendengar ucapan itu, tetapi dia tetap membungkam.
Yan-san It-koay yang ikut mendengar pula pembicaraan tadi. dengan alis berserut segera berseru, “Hoa Thian-hong, barang apakah itu? Apakah benda itu mempunyai pengaruh yang besar?” “Aku tidak berani bicara secara sembarangan” sahut Hoa Thian-hong berlagak sok rahasia, “Aku takut ucapanmu yang keliru akan mendatangkan bencana kematian bagi diriku sendiri, lebih baik tanyakan sendin kepada Thian Seng Tootiang”
“Hidung kerbau sialan!” Yan-san It. koay segera berteriak keras, “cepat katakan pusaka apakah itu?”
“Bangsat cilik, pikir Thian Seng-cu dalam hati, masa dia mengetahui akan rahasia besar ini?”
Berpikir demikian ia lantas tertawa terbahak bahak, serunya, “Hoa Thian-hong, kau bocah cilik yang belum hilang bau teteknya, berani benar omong yang tidak genah dan membuat ombak tanpa angin apa kau anggap di kolong langit sudah tak ada manusia lagi?”
Hoa Thian-hong tersenyum. “Pihak Thong-thian-kauw lah yang sudah pada buta semua dan menganggap di kolong langit sudah tak ada orang lain lagi, kau anggap Jin Hian serta Pek Siau-thian adalah manusia tolol semua?”
Sepasang mata Yan-san It-koay melotot makin bulat, teriaknya, “Tua bangka hidung kerbau. tunggu sebentar, hutang ini akan kubereskan sejenak lagi.”
Tubuhnya segera berkelebat ke depan dan menerjang ke arah tubuh Chin Pek-cuan teriaknya, “Tua bangka, andaikata benda itu adalah Pedang emas, ayoh, cepat serahkan kepadaku!” Sembari berseru, jari tangannya laksana kilat mencengkeram tubuh kakek tua she-Chin tadi.
Terdengar pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu mendengus dingin, telapak tangannya dengan gencar melancarkan satu pukulan hebat mengancam bawah iga Yan-san It koay.
Pukulan ini dilancarkan dengan suatu gerakan yang aneh dan ampuh, begitu dikirim keluar angin pukulan yang tajam segera berhembus lewat.
Yan-san It-koay segera miring ke samping dan meloncat beberapa depa ke sisi kalangan, kelima jari tangannya bagaikan cakar kuku garuda tiba-tiba mengancam tubuh Chin Pek-cuan.
Makhluk tua yang banyak berpengalaman ini memang cerdik sekali, meskipun dia tahu kalau ilmu silat yang dimiliki pria kurus kecil itu sangat lihay namun ia tetap bersikeras hendak merampas barang ‘pusaka’ itu dari saku Chin Pek-cuan, dalam perkiraannya cengkeramannya itu pasti akan mengenai sasarannya.
Tiba-tiba terdengar suara desiran tajam yang amat memekikkan telinga berkumandang datang, segulung angin pukulan yang maha dahsyat meluncur datang dan mengancam tubuhnya.
Dari desiran angin pukulan yang menyerupai ilmu totokan tetapi bukan ilmu totokan. menyerupai ilmu pukulan tetapi bukan pukulan itu, Yan-san It-koay segera mengetahui bahwa orang yang melancarkan serangan bokongan barusan bukan lain adalah Tangan Sakti pembalik langit Ho Kee-sian.
Dengan cepat ia miringkan tubuhnya ke samping lalu maju selangkah ke depan, sambit putar badan sebuah pukulan kilat dilancarkan, Tanpa mengucapkan sepatah katapun Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian merubah gerakan dan berganti jurus, dengan gerakan ‘Sian-toh-poh Liong’ atau tadi dewa pembelenggu naga, dia menerjang maju kemuka.
Setelah dia lancarkan serangan ke arah Yan-san It- koay, para jago perkumpulan Sin-kie-pang yang semula mengerubuti Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itu segera meloncat keluar tiga orang, mereka putar badan dan berbalik menerjang ke arah manusia aneh dari gunung Yan-san itu.
Dengan peristiwa ini maka daya tekanan pada pihak Chin Pek-cuan jadi jauh berkurang, dalam sekejap mata menyerang serta bertahan bisa dilakukan dengan leluasa, bagaikan harimau gila yang terlepas dari sangkar Chin Pek-cuan membentak berulang kali, dengan gencar dia lancarkan serangan secara bertubi-tubi.
“Pertarungan massal semacam ini sukar diramalkan bagaimana akhirnya, tetapi seandainya Yan-san It-koay bisa dilenyapkan lebih dahulu maka pihak kami maju bisa bertempur, mundur bisa bertahan…” pikir Hoa Thian- hong dalam hati.
Berpikir demikian tanpa terasa sorot matanya dialihkan ke arah Thian Seng-cu, empat mata beradu satu sama lainnya membuat kedua orang itu tanpa terasa tersenyum, rupanya ada yang dipikirkan kedua orang itu tidak jauh berbeda.
Thian Seng-cu lebih berpengalaman dan perkirannya lebih licik, biji matanya segera berputar, sambil tertawa katanya, “Hoa Thian-hong, kau benar-benar tidak punya semangat jantan seorang lelaki. masa berhadapan muka dengan musuh besar pembunuh ayahmu kau masih tetap berdiri termenung tak berkutik, bila sukma Hoa Goan-siu di alam baka mengetahui akan hal itu, dia pasti akan memaki dirimu sebagai bocah tak berbakti yang lemah dan pengecut!”
Tergetar hati Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu, meskipun dia tahu perkataan dari Thian Seng-cu itu bermaksud untuk mengadu domba, tetapi ia merasa tak bisa membiarkan musuh besar pembunuh ayahnya berlalu dengan begitu saja.
Ia segera cabut keluar pedang bajanya dan membentak dengan suara keras, “Yan-san It-koay! Sudah kau dengar perkataan dari Thian Seng-cu?”
Diam-diam Yan-san It-koay merasa terperanjat, meskipun dia tidak jeri terhadap Hoa Thian-hong, tetapi dia sadar bahwa ilmu silat yang dimiliki Hoa In tidak berada dibawah dirinya, tentu saja ia tak berani mungkir dihadapan banyak orang, sambil putar otak cari jalan keluar sepasang telapaknya dilancarkan semakin gencar, dalam sekejap mata dia sudah mengirim enam buah pukulan berantai Gembong iblis ini benar-benar memiliki ilmu silat yang luar biasa, setelah beberapa buah serangan itu dilancarkan seketika itu juga Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian sekalian tak sanggup mempertahankan diri, mereka semua tergetar mundur dan mencelat sejauh satu tombak lebih dari kalangan.
Hoa Thian-hong lintangkan pedang bajanya di depan dada berdiri dengan sikap angker, ujarnya, “Kau tak usah gugup atau gelisah, aku berdua tak mampu membinasakan dirimu pada saat tni, dendam terbunuhnya ayahku untuk sementara waktu akan kubiarkan dahulu”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, pertarungan telah terhenti dan Chin Pek-cuan sekalian telah mengundurkan diri ke belakang, sedang para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang sama-sama mundur ke belakang Ho Kee-sian, sinar mata mereka semua dialihkan ke arah Hoa Thian-hong serta Yan-san It-koay.
Terdengar jago aneh dari gunung Yan-san itu tertawa keras, ujarnya, “Ketika diadakannya pertemuan besar Pak Beng Hwee, enam jago lihay bersama-sama mengerubuti Hoa Goan-siu seorang, aku adalah salah satu diantaranya majulah kalian berdua berbareng! perbuatanmu itu akan dianggap adil dan siapapun tak akan mengatakan apa-apa”
“Siau Koan-jin” teriak Hoa Ia dengan suara keras, “budak akan membunuh dirinya dengan kekuatanku seorang!” “Tujuan kita adalah membalas dendam bukan adu kepandaian untuk mencari nama” seru Hoa Thian-hong dengan wajah serius dan suara dingin, “Aku harap kau bisa menahan diri dan jangan terbaru nafsu!”
Meskipun usianya masih muda tetapi wibawanya besar sekali, setelah air mukanya berubah Hoa In tak berani banyak bicara lagi, dia mengepas napas dan melayang ke depan, sambil berdiri pada jarak enam tujuh depa dih adapan Yan-san It-koay hawa murninya disalurkan keluar siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Perlahan2 Hoa Thian-hong maju beberapa langkah ke depan. tangan kanan memegang gagang pedang tangan kiri dengan ketiga jarinya menjepit ujung senjata sambil berdiri kokoh bagaikan batu karang ujarnya dengan suara tenang, “Yan-san It-koay, di dalam pertarungan yang akan berlangsung hari ini, bagaimana pendapatmu mengenai siapa yang menang siapa yang bakal kalah…..?”
Ketika itu malam tak berbintang dan tak berbulan yang gelap sekali. angin malam berhembus kencang mengibarkan ujung baju setiap orang, di tengah tanah liar jauh dari kota hawa membunuh menyelimuti seluruh angkasa.
Semua jago baik dari pihak Thong-thian-kauw maupun Sin-kie-pang semuanya merupakan jago-jago pengalaman yang sudah seringkali menghadapi pertarungan besar, walaupun begitu tak urung mereka dibikin terkesiap juga menyaksikan sikap Hoa Thian-hong yang begitu serius, keren dan penuh kewibawaan.
Yan-san It-koay sebagai jago tangguh yang seringkali memandang rendah umat Bu-lim tak urung sekarang merasa goncang pula hati kecilnya, tetapi setelah mendengar perkataan dari Hoa Thian-hong tadi dengan cepat ia tenangkan pikirannya sambil berpikir sebentar. kemudian dia menggeleng dan menjawab sambil tertawa.
“Aku belum pernah menyaksikan ilmu silat yang dimiliki kalian berdua, menurut perkiraan Jin Hian katanya ilmu silat yang dimiliki Hoa In telah memperoleh kemajuan pesat dan rupanya sudah menguasai ilmu Sau- yang-ceng-kie kepandaian sakti dari perkumpulan Liok Soat Sanceng, aku dengar ilmu silat yang kau milikipun tidak jelek, cuma usianya terlalu muda dan pelajaran yang berhasil dikuasai belum banyak”
Dia berhenti sebentar dan tertawa terbahak bahak, lanjutnya, “Haah…. haaah….. haaaah…. aku sih hanya seorang manusia yang diberkahi usia panjang, aku bukanlah manusia tanpa tandingan di kolong langit, banyak pertarungan berdarah yang telah kualami selama hidup. bagiku sih kalau menang mendesak terus sedang kalau kalah cepat-cepat kabur, mengenai pertarungan yang akan berlangsung hari ini … terus terang saja kukatakan bahwa aku tidak mempunyai keyakinan untuk menang” Dengan wajah serius Hoa Thian-hong mengangguk, “Jadi kalau begitu, kaupun belum bisa dikatakan seorang jago yang tak terkalahkan di kolong langit”
Yan-san It-koay tidak tahu apa maksud yang sebenarnya dari pemuda itu mengucapkan kata-kata semacam itu, sepasang alisnya segera berkerut.
“Kalau berbicara tentang nama besar yang disegani setiap orang, maka dalam ratusan tahun belakangan ini hanya bapakmu Hoa Goan-siu seorang yang pantas untuk menerimanya, sayang sekali dia meninggal dikala usia muda. Akhir hidupnya tidak tenteram dan bahagia, siapa pun yang memberi nama besar tersebut kepadaku, aku segan untuk menerimanya”
“Oooh…! jadi kalau begitu kau adalah seorang manusia yang sayang akan jiwa dan berusaha hidup sepanjang masa?”
“Hmmm! Semutpun menginginkan hidup, siapa yang sudi mengorbankan jiwa sendiri dengan percuma?” dengus Yan-san It-koay dengan suara dingin.