Jilid 18
Im Huhoat yang menyaksikan kejadian itu merasa sangat tidak tenang, serunya cepat: "Saudara Thian heng..." Dengan cepat kakek berbaju merah itu mengulapkan tangannya sambil menukas: "Kalian boleh segera menyeberangi jembatan ini." "Tapi kau... " "Haaahhh... Haaahhh... Haaahhh... aku toh tak bisa menjaga
jembatan ini untuk selamanya" tukas kakek berbaju merah itu sambil tertawa tergelak, "hari ini mereka tak bisa menembusinya, bukankah masih ada hari esok, atau sebulan lagi atau mungkin setahun lagi, suatu hari akhirnya toh ada juga yang menembusi jembatan ini. Cepat atau lambat lohu juga bermaksud untuk meninggalkan tugasku menjaga jembatan ini."
Diam-diam Buyung Im seng mencoba untuk memperhatikan mimik wajah kakek berbaju merah itu, dapat diketahui bahwa hatinya pasti kalut sekali, selain rasa sedih, terdapat pula rasa gusar dan mangkel. jelas perasaan yang berkecamuk dalam hatinya sekarang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Tampaknya kakek berbaju merah itupun sedang berusaha keras untuk menjaga ketenangan sendiri, agar perasaan yang sedang berkecamuk dalam hatinya jangan sampai terlampiaskan keluar, dia duduk kaku ditempat semula dengan mata terpejamkan.
Sementara itu Im Huhoat telah mengalihkan sorot matanya ke atas wajah Nyo Hong leng, kemudian tegurnya.
Sekarang lohu sudah tahu kalau nona bukan anggota perkumpulan Li Ji pang seperti apa yang diduga semula."
Nyo Hong leng hanya tersenyum belaka sementara mulutnya membungkam dalam serbu kata.
"Lohu juga yakin wajah nona ditutupi oleh selembar topeng kulit manusia, sehingga yang kami tampak sekarang sesungguhnya bukan raut wajahmu yang sebenarnya."
"Anggap saja apa yang kau tebak memang benar, tapi bukankah hal ini sama sekali tak ada sangkut pautnya denganmu ?" ujar Nyo Hong leng cepat.
Pelan-pelan Im Huhoat berkata lagi, "nona, bersediakah kau untuk melepaskan topeng kulit manusia itu agar kami dapat menyakinkan raut wajahmu yang sebenarnya ?"
Nyo Hong leng menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu tampiknya dengan tegas.
"tidak bisa, lebih baik locianpwe membawa jalan saja !"
Im Huhoat tidak memaksa lagi, dia manggut dan segera melanjutkan perjalanannya ke depan.
Buyung Im seng, Nyo Hong leng, Kwik soat kun dan Siau lin segera mengikuti di belakang Im huhoat berjalan menyeberangi jembatan kiu coan cu kiau tersebut. Setelah menyeberangi jembatan dan berjalan menelusuri sebuah jalan kecil beralas batu putih mereka membelok pula pada suatu tanah perbukitan, disitulah pemandangannya sudah kembali berubah.
Tampak sebuah bangunan aneh yang tinggi besar berdiri ditengah sebuah tanah lapang yang dikelilingi oleh tiga buah bukit.
Bangunan tersebut tinggi besar dan berwarna hitam pekat, sehingga dalam sekilas pandangan sukar untuk membedakan terbuat dari bahan apakah bangunan tersebut.
Di atas ruangan gedung aneh yang tinggi besar itu terpancang sebuah papan nama beralas hitam, di atas papan nama itu tercantum tiga huruf besar yang terbuat dari emas.
"SAM SEM THONG"
Rupanya disinilah letaknya lembah tiga malaikat. Di bawah papan nama itu terdapat sepasang pintu gerbang yang berwarna hitam, pintu gerbang itu berada dalam keadaan tertutup rapat.
Pelan-pelan Im Huhoat berjalan menuju ke depan pintu gerbang tersebut, lalu dengan serius katanya. "harap kalian semua bersedia tahu diri dan menjaga gerak gerik sendiri, sebab kita telah tiba d iruangan Seng Thong !"
"Bagaimana yang kau maksudkan sebagai tahu diri dan menjaga gerak gerik sendiri ?" tanya Buyung Im seng.
"Kalian sebagai anggota San seng thong tentu saja wajib menaruh rohmat terhadap Seng Thong kalian sendiri, tapi kami toh bukan anggota lembah tiga malaikat, mengapa kami harus bersikap hormat terhadap perkumpulan kalian ?" Im Huhoat segera berkerut kening seperti hendak mengucapkan sesuatu namun niat tersebut kemudian diurungkan, dia membalikkan badannya dan berjalan mendekati sebuah rak kayu mengambil alat pemukul dan membunyikan sebuah lonceng tembaga yang tergantung di atas rak kayu tersebut.
Sementara itu mereka sudah semakin mendekati gedung berwarna hitam itu. Buyung Im seng segera mengawasi gedung itu lebih seksama, kemudian baru diketahui kalau ruangan gedung yang berwarna hitam itu rupanya terbuat dari
batu berwarna hitam, hanya tidak dapat diketahui apakah batu cadas berwarna hitam itu merupakan benda alam, ataukah memang sengaja dicat dengan warna hitam.
Dengan bergemanya suara lonceng yang mendengung diangkasa, pintu gerbang berwarna hitam yang tertutup rapat itu pelan-pelan terbuka lebar.
Terdengar suara yang dalam dan berat berkumandang datang dari balik ruangan tersebut.
"Siapa ?" "Pelindung hukum bagian luar Im Cu siu. Im huhoat cepat-cepat melaporkan diri.
Sambil menjawab dengan sikap yang sangat menghormat selangkah demi selangkah dia jalan masuk ke dalam ruangan Seng thong tersebut. Nyo Hong leng ikut maju ke depan dan menyusul di belakang Im cu siu, akan tetapi segera dicegah oleh Buyung Im seng dan berbisik "Tunggu sebentar !"
Nyo hong leng segera tersenyum, katanya "ada apa ?" memangnya kita juga harus turuti peraturan yang berlaku ditempat ini "
"Kita tak boleh membiarkan orang lain merasa tak senang dengan tindakan kita yang lancang" sahut Buyung Im seng cepat.
Lebih kurang seperminuman teh kemudian tampak, Im cu siu melangkah keluar dari dalam ruangan dengan langkah pelan, katanya dengan wajah amat serius. "Seng cu mempersilahkan kalian semua masuk ke dalam ruangan Seng thong untuk berbincang bincang.
"Apakah kau juga akan turut serta ?" tanya Nyoo Hong Leng. "Maaf. Lohu tidak dapat menemani lagi"
Buyung Im seng segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Kwik Soat kun dan Nyoo Hong leng sekalian, lalu bisiknya lirih, "Kalian mesti bersikap lebih berhati-hati"
Dengan langkah lebar ia masuk ke dalam ruangan Seng thong.
Nyoo Hong leng segera merogoh ke dalam sakunya dan diam-diam menggenggam segenggam Budhi-cu untuk bersiap-siap menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Pelan-pelan mereka memasuki ke dalam ruangan yang amat lebar itu, tampak beberapa buah lilin yang tinggi besar memancarkan sinar dengan terangnya menerangi seluruh ruangan tersebut.
Dikedua belah samping ruang tengah, berjajar dengan rapi delapan buah patung dewa yang tinggi besar dengan mengenakan pelbagai macam pakaian yang berbedabeda.
Semua patung dewa itu duduk di atas sebuah kursi beralas emas yang dibuat secara khusus, sedang dalam genggaman patung-patung dewa itu tergenggam senjata tajam.
Kwik Soat kun mempunyai pengetahuan yang sangat luas, menyaksikan raut wajah patung dewa tersebut bukan patung dewa dalam ruangan agama Budha, bukan juga patung dalam kuil, sehingga terdapat kesan bahwa kawanan dewa tersebut seakan-akan berkumpul dalam sebuah ruangan aneh yang bukan kuil Budha, bukan pula kuil agama To.
Memandang kembali ke arah lain, tampaklah di belakang meja pemujaan, dibalik kain tirai berwarna kuning, duduklah tiga buah patung dewa bertubuh emas.
Ketiga patung dewa ini amat tinggi besar, separuh bagian tubuh bawahnya tertutup oleh meja pemujaan, sekalipun demikian, hanya separuh tubuh bagian ataspun tingginya mencapai tinggi badan seorang manusia biasa...
Terdengar dalam patung dewa bagian tengah itu berkumandang suara teguran yang sangat keren.
"Setelah berjumpa dengan para dewa, mengapa kalian berempat tidak memberi hormat ?"
Di ruangan tersebut terasa diliputi oleh semacam suasana yang menyeramkan sehingga membuat hati orang bergetar keras, ditambah lagi suara tersebut seolaholah muncul dari bawah batu cadas tersebut, hal mana segera menimbulkan perasaan yang lebih menggidikkan hati bagi siapapun yang mendengarnya.
Tanpa sadar ke empat orang itu segera berlutut di atas tanah depan meja pemujaan tersebut.
Nyoo Hong leng yang pertama-tama melompat bangun dari atas tanah, lalu dengan suara dingin menegur.
"Kami toh bukan anggota perkumpulan Sam-seng-bun, tentu saja kamipun tak perlu berlutut di hadapan kalian !"
Begitu dia berseru Buyung Im seng, Kwik-Soat kun serta Siau tin segera membatalkan pula niatnya untuk berlutut di tanah.
Buyung Im seng segera mendehem pelan lalu sahutnya
"Benar, kami sekalian memang tak perlu menyembah di hadapan kalian, toh kami bukan anggota Sam-seng-thong."
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba... "bilamana!" pintu gerbang itu menutup sendiri secara otomatis.
Diam-diam Buyung Im seng menghembuskan napas panjang, kemudian katanya dengan lantang
"Kalau dilihat dari kemampuanmu untuk berbicara, aku yakin engkaupun manusia oleh karena itu kaupun tak usah berlagak menjadi setan menyaru sebagai dewa untuk menakut-nakuti kami."
Orang yang berada dalam patung dewa tengah tertawa dingin.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh., rupanya kaulah yang bernama Buyung Im-seng." tegurnya.
"Betul, akulah orangnya, tolong tanya apa kedudukan anda dalam perkumpulan ini
?"
Patung dewa yang berada di bagian tengah itu segera memperdengarkan kembali suara yang dingin melebihi es, katanya.
"Sudah masuk ke ruang Seng-thong masih berani bersikap begini kurang ajar, tampaknya kau sudah tak ingin hidup lagi."
Setiap patah katanya diucapkan bagaikan hembusan angin dingin yang mendengarnya merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Buyung Im-seng segera bersih beberapa kali, ketika dia berpaling, tampak Kwik Soat kun serta Siau tin sedang menggunakan tangannya membenahi rambutnya. Jelas mereka hendak mempergunakan gerakan itu untuk memperbesar keberanian sendiri.
Hanya Nyoo Hong leng seorang yang sama sekali tak gentar. dia berdiri serius di tempat itu.
Diam-diam Kwik Soat kun menghimpun hawa murninya lalu berkata dengan lantang.
"Kami berani datang kemari, berarti soal mati hidup sudah tidak kami pikirkan lagi, aku rasa kaupun tak usah menakut-nakuti kami lagi dengan lagakmu itu" Bayangan lilin mendadak bergoyang kencang kemudian dari delapan batang lilin yang menerangi ruangan tersebut, tiba-tiba padam empat batang diantaranya.
Ruangan semula terang benderangpun dengan cepat menjadi suram sekali. Dengan terjadinya perubahan ini serta padamnya sebagian cahaya lilin, membuat ruangan yang sesungguhnya memang diliputi suasana mengerikan terasa semakin menyeramkan lagi.
Buyung Im seng segera mengalihkan sorot matanya memandang sekejap ke sekeliling tempat itu, tiba-tiba dia jumpai letak posisi cahaya lilin itupun telah diatur menurut suatu pemikiran yang amat teliti sehingga andaikata delapan lilin disulut bersama, maka segenap sudut pandangan ruangan itu dapat terlihat amat jelas.
Tampaknya setiap batang lilin itu menerangi suatu bagian ruangan yang memiliki kegunaan lain, dengan padamnya empat batang lilin sekarang suasana dalam ruangan tersebut otomatis berubah menjadi remang-remang dan tidak begitu jelas lagi.
Terdengar orang yang berada dalam patung dewa sebelah tengah itu berkata lagi dengan suara dingin dan serius.
"Untuk setiap orang yang berani memasuki ruang Seng-thong kami, hanya ada dua akibat yang bisa dipilih... "
"Jalan pertama adalah bergabung dengan Sam Seng-bun, jalan kedua adalah jalan kematian. Perkataan ini sudah kalian ulangi sampai beberapa kali" tukas Buyung Im-seng.
"Bagus sekali, sekarang sudah sepantasnya jika kalian berempat memilih salah satu jalan diantaranya."
"Seandainya di dalam Seng thong hanya berlaku dua jalan sekalipun kami segan untuk memilih juga tak mungkin rasanya kaupun tak perlu terlampau tergesagesa..."
Sesudah berhenti sebentar, lanjutnya.
"Asal usulku tentunya sudah Seng-cu ketahui bukan"
"Kau menyebut diri sebagai Buyung kongcu, tentu saja kau merupakan putra tunggal Buyung Tiang-kim."
Buyung Im-seng segera tertawa.
"Penggunaan kata "menyebut diri" dari Seng-cu barusan tepat sekali, tapi sebelum membuktikan asli atau gadungannya diriku, terpaksa aku persilahkan kepada Seng-cu untuk menganggap begitu kepada."
"Ehmmm ! Asli atau palsu yang ada di dalam dunia ini memang sulit untuk diketahui dengan pasti, entah asal usulmu itu benar atau tidak, yang pasti kau berbeda sekali dengan kebanyakan orang."
"Jikalau Seng-cu telah memastikan asal usulku yang sebenarnya, lantas tahukah kau akan maksud kedatanganku kemari ?"
"Mengingat kalian mempunyai keberanian yang luar biasa untuk memasuki Sengthong ku ini, aku akan melanggar kebiasaan dengan berbicara beberapa patah kata lagi dengan kalian."
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya. "Apa maksud kedatangan kalian ?"
"Aku ingin membuktikan suatu persoalan."
"Kalau dilihat dari tekadmu untuk menyerempet bahaya, sudah pasti persoalan tersebut merupakan persoalan besar."
"Bagi penglihatanku, persoalan ini tentu saja merupakan suatu masalah yang sangat besar, tapi belum tentu orang lain berpendapat demikian."
Setelah menghembuskan napas panjang, dia melanjutkan.
"Aku ingin membuktikan sebab kematian dari mendiang ayahku." Tiba-tiba patung dewa yang ada ditengah itu tertawa seram.
"Heeehhh... heehhh... heeehhh... kejadian ini sudah berlangsung hampir dua puluh tahun lamanya. kebanyakan umat persilatan pun sudah banyak yang melupakan peristiwa tersebut."
"Tapi aku tak dapat melupakannya", kata Buyung Im-seng.
"Kalau kulihat dari kehadiranmu dalam Seng-thong kami, tampaknya engkau sudah timbul kecurigaanmu atas perguruan Sam Seng-thong kami."
Mendengar ucapan itu, diam-diam Buyung Im-seng lantas berpikir dalam hatinya.
"Andaikata tidak kugunakan taktik untuk memanasi hatinya, niscaya dia enggan berbicara."
Maka sahutnya kemudian dengan cepat.
"Benar. Aku telah berhasil mengetahui bahwa Im Sang-Siang-tou (sepasang jagoan Im dan yang) yang melindungi mendiang ayahku adalah anggota perguruan kalian, pengaruh yang paling besar dalam dunia persilatan ini sehingga mendesak anak murid sembilan partai besar untuk mengasingkan diri juga berasal dari perguruan anda. Maka atas dasar berbagai gejala dan pertanda yang berhasil dikumpulkan, dapat kutarik kesimpulan kalau partai kalian tak dapat melepaskan diri dari
kaitan masalah ini. Itulah sebabnya dengan menyerempet bahaya aku datang kemari untuk menjumpai Seng-cu, aku harap Seng-cu bisa memberikan sepatah kata kesaksian."
"Hanya mencari sepatah kata kesaksian belaka ?" tanya patung dewa yang ada di bagian tengah itu.
"Ditinjau dari keadaan situasi yang terbentang di dalam mata sekarang, tampaknya hanya itu saja yang bisa kulakukan, sebab walaupun mendiang ayahku meninggalkan menjelang kematiannya, hal inipun akan terhapus oleh waktu yang telah berjalan selama dua puluh tahunan serta pertarungan yang berlangsung ketika itu."
"Jadi kau bermaksud untuk mendengarkan ucapanku untuk menentukan latar belakang kematian ayahmu ?"
Buyung Im-seng mendongakkan kepala memandang sekejap patung dewa yang tinggi besar itu kemudian sahutnya dengan wajah serius.
"Benar, tapi aku percaya dengan dasar kedudukanmu di dalam dunia persilatan, tak mungkin kau akan berbohong."
Untuk sesaat lamanya suasana menjadi hening, tak kedengaran sedikit suarapun. Kemudian terdengar patung dewa yang ada ditengah itu berkata lagi dengan suara penuh kewibawaan.
"Apa lagi yang hendak kau ucapkan ?"
"Apa yang hendak kukatakan, ialah ku utarakan semua."
"Apa yang kau katakan, telah kudengar semua. Sekarang, kalian boleh segera menentukan jaman manakah yang hendak kalian tempuh. Kini, perguruan kami sedang membutuhkan orang, itulah sebabnya kami bersedia untuk bersikap lebih lembut terhadap kamu semua, bila kalian bersedia menggabungkan diri dengan Sam Seng-bun, semua kejadian yang telah lewat tak akan kami persoalkan lagi." Buyung Im-seng menjadi tertegun, tegurnya dengan cepat,
"Kau belum menjawab pertanyaan yang kuajukan." "Aku rasa, hal tersebut tak perlu dijawab lagi." "Kenapa ?"
Sebab bila kalian memilih untuk menggabungkan diri dengan perguruan kami, berarti kalian tak usah mempersoalkan semua budi dan dendam yang berlaku
dalam dunia persilatan lagi, sebaliknya jika kalian enggan masuk menjadi anggota Sam Siang-bun, berarti jiwa kalian akan melayang di tempat ini, sekalipun sudah tahu sama sekali tak ada gunanya."
Nyoo Hong leng yang selama ini tidak bersuara tiba-tiba menyela dari samping. "Darimana kau bisa tahu kalau kami pasti akan mampus ditempat ini?"
"Sebab selama banyak tahun, belum pernah terjadi pengetahuan dalam kejadian ini setiap orang yang telah masuk ke dalam Seng Thong, jika tidak masuk menjadi anggota perguruan kami, dia akan tewas ditempat ini juga"
Nyoo Hong leng segera mengalihkan sorot matanya dan memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu memperhatikan pula dimana mereka sekarang, setelah itu bisiknya lirih.
"Sekarang kita sudah dihadapkan pada ancaman maut yang setiap saat akan menimpa diri kita, berhati-hatilah menghadap setiap perubahan alat rahasia yang mungkin terpasang di sini, bila perlu gunakan senjata rahasia untuk melancarkan sergapan."
Baru selesai ucapan itu diutarakan, mendadak ke empat batang lilin yang menerangi ruangan gedung itupun menjadi padam secara tiba-tiba, seketika itu juga suasana didalam ruangan tersebut berubah menjadi gelap gulita.
"Dekati meja pemujaan !" bisik Nyoo Hong leng lirih.
Begitu selesai berkata, dia lantas beranjak lebih dulu dari tempat tersebut.....
Buyung Im-seng, Kwik Soat-kun dan Siau-tin sekalian segera menghimpun tenaga dalamnya bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan kemudian menuruti pesan dari Nyoo Hong leng pelan-pelan mereka bergeser mendekati meja pemujaan.
Buyung Im-seng segera menggerakkan tangan kirinya untuk memegang sudut meja pemujaan tersebut kemudian sahutnya dingin.
"Kami telah memilih yang akan kutempuh."
"Kalian hendak bergabung dengan perkumpulan kami untuk mencari kehidupan, ataukah menampik masuk ke dalam perkumpulan kami untuk mencari kematian"
"Keputusan telah kami ambil, namun masih ada satu hal yang belum berkenaan dengan hati kami, maka seandainya kau bersedia memenuhi keinginan kami ini aku akan segera menyampaikan jalan pilihanku itu."
"Apakah mengenai mati hidupnya Buyung Tiang-kim ?"
"Benar, aku harap kau bersedia menerangkan sejelasnya kepada kami, sehingga tidak menyia-nyiakan perjalanan kami kali ini."
Patung dewa yang berada di tengah itu tidak berbicara lagi, tiba-tiba saja suasana dalam ruangan itu berubah menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun, sedemikian heningnya sehingga jatuhnya jarumpun dapat terdengar jelas.
Buyung Im seng mencoba untuk menahan diri, tapi toh akhirnya habis juga kesabarannya sehingga akhirnya dia membentak keras.
"Hei, mengapa kau membungkam diri dalam seribu bahasa ?"
Bentakan itu dilakukan berulang kali, namun tidak terdengar suara jawabannya. Dengan suara rendah Nyoo Hong leng berbisik..
"Tak perlu kau berteriak lagi, orang itu sudah meninggalkan patung dewa tersebut, sudah pasti di sana terdapat sebuah jalan rahasia yang menghubungkan ke tempat lain."
"Sekarang, apa yang hendak kita lakukan ?"
"Sekarang kita tak boleh salah bertindak lagi, makin tenang semakin baik. Sebelum mengambil tindakan harus dipikirkan dahulu masak-masak" kata Kwik Soat kun pula,
"Aku lihat ruangan ini sangat rapat tanpa ada angin yang berhembus lewat. Bagaimanapun juga, harus diusahakan agar kita bisa keluar secepatnya dari sini, tak boleh bertahan ditempat ini terlalu lama.
Pelan-pelan Kwik Soat kun berjalan mendekat, kemudian bisiknya dengan suara lirih.
"Walaupun Seng-cu tersebut sudah pergi, tapi aku yakin dia pasti menitahkan mata-matanya untuk mengamati gerak gerik kita dalam ruangan gedung ini."
"Benar" Nyoo Hong leng mengangguk, "Ketiga buah patung dewa yang tinggi besar ini pasti melambangkan ketiga orang Seng-cu tapi dua baris patung dewa yang berada disamping ruangan gedung, amat mencurigakan sekali."
"Saat ini suasana di ruangan ini gelap gulita, kita tak dapat memandang mereka, mereka pun tak dapat melihat kita dengan jelas, dalam keadaan seperti ini, beradu kecerdasan akan lebih unggul daripada beradu kekuatan, kita harus mengusahakan suatu taktik suara di timur menyerang ke arah barat, agar mereka tak dapat menduga dimanakah kita berada sekarang !"
"Pendapat dari enci Kwik memang sangat hebat, cuma Siau-moay rasa di dalam ruang Seng-thong ini pasti banyak terdapat jebakan-jebakan yang hebat, bagaimana juga kita harus bersiap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan."
"Kalau kudengar pembicaraan nona ini tampaknya kau telah mempunyai sesuatu rencana yang matang ?"
"Rencana matang sih tidak. Cuma Siau-moay berhasrat untuk mencoba-coba kelihaian dari jebakan yang mereka atur dalam gedung ini." kata Nyoo Hong leng. "Bagaimana caranya untuk mencoba ?" tanya Buyung Im-seng.
"Tentu saja mengelilinginya sambil melakukan pemeriksaan !"
"Seandainya di dalam ruangan gedung ini benar-benar terdapat jebakan, jika kau sampai menginjak jebakan mereka, bukankah hal ini akan berbahaya sekali?" kata Buyung Im seng dengan cemas.
Nyoo Hong leng merasakan hatinya menjadi hangat dan mesra ketika dilihatnya anak muda itu demikian menaruh perhatian kepadanya.
"Aaahhh... tak menjadi soal, justru yang kukuatirkan adalah kalian." demikian dia berseru.
Dengan pelan dia menggerakkan tangannya untuk menggenggam pergelangan tangan kanan Buyung Im-seng, kemudian lanjutnya.
"Walaupun dalam ruangan ini benar-benar terdapat alat yang baik jebakan, selalu nanti alat jebakan tersebut bisa melukai aku. Tadi kau telah menyerempet bahaya dan menembusi barisan Thi jin tin, sekarang sudah sewajarnya kalau tiba pada giliranku."
Buyung Im-seng menghela napas panjang katanya.
"Aku datang untuk membalas dendam bagi kematian ayahku, sekalipun harus mati juga takkan menyesal, sebaliknya kau..."
Nyoo Hong leng menggenggam tangan Buyung Im-seng semakin erat, tukasnya cepat.
"Jangan begitu, aku mengikutimu sampai di sini karena aku merasa sangat kuatir dengan keselamatan jiwamu, seandainya kau sampai ketimpa sesuatu musibah, apakah aku dapat hidup seorang diri di dunia ini ? Aaai... ! Hingga sekarang, apakah kau masih belum memahami suara hatiku... ?"
Dalam keadaan kritis dan penuh dengan ancaman bahaya maut ini dengan nyata cinta kasih mereka terutarakan keluar sehingga tanpa terasa kedua orang itu saling mengungkapkan suara hati masing-masing.
"Aku mengerti kalau kau sangat baik kepadaku." kata Buyung Im-seng. "Selama hidup, aku benar-benar tak tahu bagaimana caranya untuk membalas budi kebaikanmu itu."
Nyoo Hong leng tertawa manis. Dia lantas menyandarkan tubuhnya ke dalam pelukan Buyung Im-seng, setelah itu katanya.
"Asal kau bersikap baik kepadaku dimasa mendatang, itulah pembalasan yang paling baik untukku."
Walaupun suara pembicaraan dari kedua orang itu diutarakan dengan suara yang lirih, akan tetapi Kwik Soat kun yang berada begitu dekat dengan mereka dapat mendengar dengan jelas, tiba-tiba timbul perasaan sedih dihatinya.
Sambil tertawa dingin katanya kemudian.
"Oooohhh... kongcuku dan siocia-ku di dalam situasi dan keadaan yang seperti ini, dikala musuh tangguh berada di depan mata, masa kalian masih ada kegembiraan untuk berpacaran..."
Nyoo Hong leng segera menggerakkan tubuhnya dan melepaskan diri dari pelukan si anak muda itu. Dia merasa pipinya menjadi panas dan merah membara, untung saja suasana dalam ruangan itu gelap gulita sehingga orang lain tak sampai melihat rasa jengah yang menyelimuti dirinya itu.
Buyung Im-seng mendehem pelan, lalu katanya.
"Kalau hanya kami berdua yang menyerempet bahaya, hal ini masih mendingan. Tapi jika nona Kwik dan nona Siau tin sampai harus menemani kami untuk mati disini"
"Sekarang keadaan sudah terlambat" tukas Kwik Soat kun. "kini kita sudah masuk ke dalam ruangan seng thong. Sekalipun kita ingin mengundurkan diri sekarang juga tidak keburu lagi"
"Masih keburu" tiba-tiba terdengar seseorang menanggapi dengan suara yang amat dingin. "Asal kalian berdua bersedia untuk menggabungkan diri dengan perguruan Sam-seng-bun kami, kematian sudah pasti dapat dihindari"
Nyoo Hong leng segera berbisik lirih.
"Harap nona Kwik mengambil keputusan sendiri, hidup sebagai manusia hanya akan mati sekali, masalah yang demikian besarnya ini tak mungkin bisa kami berdua yang menentukan, maka harap kau mengambil keputusan sendiri sesuai dengan selera hatimu."
"Kalau begitu, kita gunakan saja taktik melawan taktik" bisik Kwik Soat kun, "Setelah itu kita mencoba untuk melakukan penelitian yang sekarang, coba dilihat apakah masih ada kesempatan baik yang bisa kita manfaatkan !"
Tidak menunggu jawaban dari kedua orang itu lagi, tiba-tiba dia memperkeras suaranya seraya berseru.
"Buyung kongcu adalah seorang enghiong hohan, seorang lelaki sejati, mustahil dia sudi menggabungkan diri dengan perguruanmu, sedangkan kami berdua hanya kaum perempuan yang lemah, tentu saja keadaannya jauh berbeda sekali"
Dia berharap orang itu mau menjawab lagi sehingga dengan kemampuan yang dimiliki Buyung Im seng dan Nyoo Hong leng, tempat persembunyian orang itu sudah segera ditemukan.
oooOooo
Bagian ke dua puluh enam
Siapa tahu agaknya pihak lawan tahu akan kekhilafannya, dengan cepat dia membungkam dalam seribu bahasa.
Kwik Soat kun segera menghela napas panjang sambil dia berkata. "Andaikata kami bersedia untuk menggabungkan diri ke dalam perguruan Sam seng bun, entah apa jabatan yang hendak kami peroleh dan pelayanan apakah yang bakal kami alami?"
oooOooo
Menghadapi pertanyaan semacam ini, mau tak mau terpaksa orang itu harus menjawab. "Asal kalian berdua mau menggabungkan diri dengan perguruan kami, maka akan memperoleh pelayanan istimewa, jabatan sekarang adalah pelindung hukum yang bisa meningkat ke jabatan lebih tinggi lagi, jika membuat pahala di kemudian hari. Ketahuilah, kedudukan hu-hoat adalah suatu jabatan yang amat tinggi, kalian tak usah mencampuri urusan apa-apa dan boleh hidup bersenang
senang, tapi juga bisa memegang suatu tampuk pimpinan yang cukup tinggi dalam perguruan."
"Entah persyaratan apa yang harus kita penuhi?"
Nyoo Hong leng yang memasang telinga baik-baik dapat mendengar bahwa seseorang yang semula berada di tenggara tiba-tiba berubah menjadi barat laut, melihat itu dia lantas berpikir. "Sekalipun dia berada di sebuah lorong sempit dalam dinding, tak mungkin perjalanan bisa dilakukan secepat ini untuk berpindah tempat, selagi langkah mereka sama sekali tidak menimbulkan suara apa-apa,
tampaknya ada dua orang yang berada di tempat yang menanggapi pertanyaan itu." Terdengar suara yang dingin dan hambar itu kembali berkumandang datang. "Gampang sekali caranya, kalian berdua cukup bersumpah setia kepada Sam Seng (tiga malaikat) dan meneguk air suci, setelah itu kalian sudah dianggap sebagai anggota perguruan kami.:
"Kalau begitu kunci dari persoalan ini terletak pada secawan air suci tersebut..." pikir Buyung Im seng kemudian.
Diam-diam Kwik Soat kun juga berkerut kening, kepada Nyoo Hong leng bisiknya. "Suara itu berasal dari dua orang yang berbeda namun memiliki suara yang hampir sama bila tidak diperhatikan secara khusus, sukar rasanya untuk membedakan hal itu."
"Ehmmm...hanya permainan setan belaka" sahut Nyoo Hong leng dengan suara yang rendah pula.
Sesaat kemudian Kwik Soat kun berseru kembali dengan suara yang keras dan lantang. "Apakah di dalam air suci tersebut beracun?"
Dengan dingin orang itu menyahut. "Setelah masuk menjadi anggota perkumpulan kami berarti seluruh tubuhmu telah dipersembahkan untuk tiga malaikat, apakah di dalam air suci ada racunnya atau tidak, buat apa musti kau persoalkan."
Dengan ilmu menyampaikan suara, Kwik Soat kun segera berbisik. "Untuk menghadapi musuh, semakin licik suatu siasat yang dipergunakan semakin baik, sekarang kita lagi beradu kecerdasan, rasanya tak perlu lagi buat kita untuk mengutamakan soal kebenaran dan kejujuran."
"Silahkan enci lakukan saja menurut kehendakmu" ujar Nyoo Hong leng dengan mempergunakan ilmu menyampaikan suara pula.
"Baik, akan ku usahakan untuk memancing kemunculan mereka..."
Setelah berhenti sejenak, dengan memperlantang suaranya dia berseru kembali. "Walaupun pendapat kami berempat saling berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun sudah ada suatu kesepakatan diantara kami. Diantara kami berempat terdapat dua macam keputusan yang saling berbeda, aku dan seorang anggota perkumpulan kami, nona Siau tin, mengetahui bahwa setelah masuk ke dalam ruang Seng thong, berarti tipis harapan kami untuk keluar dengan selamat, sebaliknya Buyung kongcu dan seorang rekan yang lain tak sudi menyerahkan diri dengan begitu saja."
"Bagaimana dengan kalian berdua?" tanya suara dingin itu.
"Kami telah bertekad untuk menggabungkan diri dengan perguruan Sam seng bun." "Bagus sekali!" seru suara dingin itu, "kalau memang kalian berdua telah bertekad, untuk menggabungkan diri dengan Sam seng bun, mulai sekarang harus menuruti perkataanku."
"Apakah kedudukanmu dalam perguruan tiga malaikat ini?" tanya Kwik Soat kun tiba-tiba.
"Aku adalah pelindung dari Seng tho ini." "Apakah kau tidak bernama?"
"Nama nona dan asal-usulmu belum kau laporkan!"
"Aku adalah wakil ketua perkumpulan Li ji pang Kwik Soat kun, sudah kau dengar jelas! Apakah perlu untuk melaporkan berapa usiaku tahun ini?"
Orang itu segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah... haaahhh... haaahhhcukup,
sudah cukup. Aku mah Cap ji hui huan (Dua belas gelang terbang) Lian Giok seng." Kwik Soat kun agak tertegun. "Dua belas gelang terbang?"
"Benar, apakah nona pernah mendengar orang membicarakan tentang namaku ini?"
Tapi ketika berbicara sampai di tengah jalan tiba-tiba suaranya berhentiDengan
suara lirih Kwik Soat kun lantas berbisik kepada Nyoo Hong leng. "Nona Nyoo, ilmu silat yang dimiliki dua belas gelang terbang ini luar biasa sekali, seandainya sampai terjadi pertarungan nanti, harap kau suka berhati-hati."
"Kau kenal dengan orang itu?"
"Tidak kenal, tapi aku pernah mendengar nama besarnya, dua belas gelang terbang merupakan suatu kepandaian maha sakti, sungguh tak kusangka kalau dia telah menggabungkan diri dengan pihak Sam seng bun sebagai seorang pelindung hukum."
"Kraaak... kraaak. " tiba-tiba terdengar seperti ada suatu benda berat yang
bergerak, menyusul kemudian muncul sebercak cahaya api. Buyung Im seng dan Kwik Soat kun sekalian segera berpaling, tampak seorang sastrawan setengah umur yang berbaju biru berdiri pada kurang lebih satu kaki di hadapan mereka, di tangan kirinya memegang sebuah kipas besar, sedang pada punggungnya tersoren sebilah pedang. Tampak dia berwajah persegi dengan jenggot yang panjang, alis matanya tajam dengan sorot mata yang berkilat, gagah dan perkasa sehingga menimbulkan kesan baik bagi siapapun yang melihatnya.
Buyung Im seng segera menjura, kemudian ujarnya, "Sudah lama aku mendengar nama besar Cap ji hui huan Lian Giok seng, selamat bersua."
Lian Giok seng tertawa hambar. "Kaukah yang bernama Buyung Im kongcu?" tegurnya.
"Yaa, betul, akulah Buyung Im seng."
356
"Seandainya daya ingatanku tak salah, sewaktu aku masih melakukan perjalanan dalam dunia persilatan dulu, kau masih belum dilahirkan dalam dunia ini.:
"Nama besar locianpwe sudah lama termasyhur dalam dunia persilatan, setiap orang mengenalimu, walaupun boanpwe belum sempat bersua muka, namun sudah lama mendengar akan nama besarmu."
Sambil tertawa Lian Giok seng segera manggut-manggut. "Oooh... kiranya begitu" katanya.
Setelah berhenti sejenak, mendadak suaranya berubah menjadi dingin sekali, tuturnya, "Semasa ayahmu masih hidup dulu, ia mempunyai hubungan persahabatan yang baik cukup akrab denganku, maka memandang di atas wajah sahabatku yang telah tiada, lohu bersedia untuk melanggar kebiasaan satu kali." "Tiada seorang manusiapun yang dapat meninggalkan tempat ini, kecuali kalau dia menggabungkan diri dengan perguruan Sam-seng-bun kami! Tapi bagimu, lohu bersedia untuk memberikan kematian yang utuh bagimu."
Buyung Im seng segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. "Haaahh... haaahhh... betul-betul suatu nasehat yang amat berguna, rupanya kau hendak memaksaku untuk melakukan bunuh diri..."
Lian Giok seng mendengus dingin. "Hmmm...! Bantuan yang dapat lohu berikan kepadamu hanya terbatas sampai di sini saja, itupun sudah merupakan kemampuan lohu semaksimal mungkin.
Tiba-tiba Nyoo Hong leng menyela. "Semut saja masih ingin hidup, apalagi manusia, bila Buyung kongcu berniat untuk mati dia tak ambil perduli apakah mayat yang utuh atau mayat yang hancur berantakan."
Dalam pada itu obor yang dibawa Lian Giok seng sudah habis, cahaya api segera menjadi padam kembali. Terdengar Lian Giok seng berseru dengan suara lantang. "Pasang empat buah lilin!"
Cahaya api segera berkilauan di angkasa dalam sekejap mata, seluruh ruangan telah terang-benderang bermandikan cahaya lampu empat buah lilin raksasa telah disulut.
"Nona, apa hubunganmu dengan Buyung kongcu?" tiba-tiba Lian Giok seng bertanya lagi.
"Aku rasa hal ini tak ada hubungannya dengan dirimu, bukan? sahut Nyoo Hong leng cepat.
"Baik! Kalau begitu nona sudah ditetapkan untuk mampus, bagaimana dengan Buyung kongcu? Harap kau juga memberi keterangan sendiri kepada diriku"
Buyung Im seng mendehem pelan, lalu katanya. "Locianpwe, maksud baikmu biar kuterima dalam hati saja, boanpwe masih belum ingin mati dengan begini saja." Lian Giok seng manggut-manggut, katanya, "Jadi kau ingin agar aku bisa memenuhi keinginanmu itu? Aku tak ingin menyerahkan diri dengan begitu saja." "Ooohjadi kau hendak melawan?"
357
Tiba-tiba Nyoo Hong leng menukas sambil tertawa dingin. "Sungguh besar amat dari locianpwe itu sekarang, pertarungan saja belum dimulai, siapa menang siapa kalah masih merupakan tanda tanya besar." Mencorong sinar tajam dari balik mata Lian Giok seng, ditatapnya wajah Nyoo Hong leng lekat-lekat, kemudian serunya, "Nona dapatkah kau menyebutkan siapa namamu?"
"Boleh saja cuma akupun ingin bertukar dengan sebuah syarat yang lain..." "Oooh,syaratnya apakah itu?"
"Kau kenal dengan Buyung Tiang kim, lagi pula mempunyai persahabatan yang akrab, itu berarti kau pasti mengetahui sebab-sebab kematiannya, dapatkah kau memberi keterangan kepada kami? Tentu saja aku akan menyebutkan pula nama serta asal-usulku." Lian Giok seng segera tertawa dingin, ejeknya. "Nona, perhitungan sie-poamu benar-benar luar biasa sekali.
"Aku rasa hal ini sangat adil, entah dimanakah letak ketidakberesan tersebut?" Lian Giok-seng tertawa hambar.
"Kau bernyali besar, juga berani bersikap begitu kurang ajar terhadap diri lohu" Sebentar lagi kemungkinan besar kita dapat melangsungkan suatu pertarungan" kata Nyoo Hong-leng sambil tertawa.
"Oh, jadi kau hendak bertarung melawanku."
Didengar dari ucapan tersebut, tampaknya dia merasa terkejut bercampur keheranan.
"Ada apa?" jengek Nyoo Hong-leng. "apakah kau anggap aku kurang pantas untuk mengirimu melakukan suatu pertarungan?"
Lian Giok-seng mengawasi Nyoo Hong-leng sekejap dengan pandangan yang teliti, kemudian seperti menyadari akan sesuatu, katanya.
"Tampaknya kaulah pimpinan dari rombongan ini?"
"Keliru besar. Buyung kongculah baru merupakan pimpinan kami!"
"Aaaah!" Lian Giok-seng berseru tertahan, dia segera mengalihkan sorot matanya
ke wajah Buyung Im-seng, setelah itu katanya lebih jauh.
"Tampaknya sebelum melihat sungai Huang-hoo, kau belum akan merasa puas. "
Buyung Im-seng juga tidak segera menjawab, pikirnya.
"Semula aku menyangka, asal bisa masuk ke dalam lembah tiga malaikat maka dengan cepat aku dapat mengetahui sebab musabab kematian dari ayah ibuku, sungguh tak disangka kalau aku malah terpancing masuk kedalam Seng-hong ini, tampaknya kecuali mereka kau menerangkan sebab-sebabnya kematian dari orang tuaku, tiada cara lain lagi yang bisa kupergunakan lagi!
Berpikir sampai di situ, dia lantas tertawa hambar seraya berkata. "Lian locianpwe, apakah aku sama sekali tiada harapan untuk melanjutkan hidup lagi?"
"Masih ada! Yaitu kau masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun." "Kecuali itu?"
"Kecuali itu, hanya kematian saja yang segera kau jumpai"" "Tapi aku enggan bunuh diri."
"Ada orang yang bakal datang untuk membunuhmu." "Jika kami lakukan perlawanan dengan sekuat tenaga?"
"Kalian pasti kalah, sama sekali tiada harapan untuk meraih kemenangan!"
Buyung Im seng tertawa hambar, kembali katanya, "Kalau begitu, kamu sudah ditakdirkan untuk mati di tempat ini?"
"Benar! Itulah sebabnya kuanjurkan kepadamu, lebih baik bunuh diri saja, dengan begitu kau bisa mati dengan badan utuh."
"Kalau toh kau sudah memiliki keyakinan untuk membinasakan diriku, kenapa tidak berani mengutarakan latar belakang kematian ayah ibuku serta siapa gerangan pembunuhnya?"
"Kalau toh kau bakal mampus, mengapa harus mengetahui pula akan persoalan ini?"
"Boanpwe baru akan mati dengan mata meram jika hal tersebut telah boanpwe ketahui."
"Apalagi belum tentu kami akan mati." sambung Nyoo Hong leng.
Mendadak Lian Giok seng seperti teringat akan sesuatu persoalan, dia lantas bertanya. "Siapa namamu?"
"Aku bernama Buyung Im-seng!" "Seng dari tulisan mana?"
"Apa bedanya dengan huruf tersebut?" seru Buyung Im seng keheranan. "Apakah huruf Seng tersebut berasal dari tulisan Tiok (bambu) ditambah dengan huruf Seng (kehidupan) di bawahnya?"
"Betul!"
Lian Giok seng lantas bergumam seorang diri. "Itu berarti tulisan Seng yang kau gunakan sama dengan huruf Seng yang kupakai sebagai namaku."
"Memangnya kau boleh menggunakan huruf "Seng" tersebut untuk namamu, orang lain tak boleh menggunakannya pula?"
"Lohu benar2 merasa keheranan, apa sebabnya Buyung Tiang-kim memberi nama Im seng kepadamu."
"Apa pula anehnya dengan persoalan ini?" pikir Buyung Im seng di dalam hatinya, "sekalipun diantara nama kami terdapat sebuah huruf yang sama, toh hal itu bukanlah suatu kejadian yang sangat aneh."
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata. "Locianpwe, kalau benar kau kenal dengan ayahku dan lagi mempunyai hubungan yang sangat akrab, tentunya kaupun harus menaruh perhatian khusus atas niat boanpwe yang ingin mengetahui sebab-sebab kematian ayahku, entah akhirnya boanpwe dapat meninggalkan
ruangan Seng thong ini dengan selamat atau tidak, yang pasti boanpwe sangat ingin mengetahui akan duduk persoalan yang sebenarnya, asal rahasia tersebut telah kuketahui, sekalipun harus mati juga aku bisa mati dengan mata meram." Lian Giok seng menghela napas panjang, katanya kemudian. "Aaai, ... apakah kau inginkan agar lohu menerangkan dulu latar belakang dari kematian ayahmu, kemudian baru berusaha untuk membinasakan dirimu?"
"Andaikata locianpwe bersikeras ingin membunuh boanpwe, hal mana memang ada hubungannya dengan tugas yang sedang dilakukan locianpwe jadi boanpwe sama sekali tidak berniat untuk membencimu, tetapi bila locianpwe enggan menerangkan sebab2 kematian ayahku, boanpwe pasti akan merasa amat tak tenang."
Lian Giok seng termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arah tiga buah patung dewa yang berada di tengah ruangan itu, kemudian bisiknya, "Nak, kau tak akan menjumpai
kesempatan untuk meninggalkan tempat ini, lebih baik luluskan saja permintaan mereka untuk bergabung dengan perguruan Sam seng bun!"
"Locianpwe tidak menjawab pertanyaan yang boanpwe ajukan, tampaknya kau memang enggan untuk menuturkan hal itu."
Nyoo Hong leng yang berada di sampingnya segera maju ke depan dan menghadang di hadapan Buyung Im seng, kemudian lanjutnya, "Dia tampak ragu-ragu untuk berbicara terus terang, itu berarti ada suatu kesulitan yang terpendam di dalam hatinya, siapa tahu kalau dia adalah salah seorang pembunuh yang turut
mencelakai ayahmu di masa lalu."
Melotot besar sepasang mata Lian Giok seng, sambil memancarkan sinar mata yang tajam bagaikan sembilu, dia awasi Nyoo Hong leng sekejap, kemudian katanya. "Tampaknya kau ingin sekali bertarung melawan lohu?"
"Yaaa, karena aku tak rela kau bunuh begitu saja, jadi cepat atau lambat suatu pertarungan tidak dapat dihindari lagi."
"Baiklah! Kalau begitu, biar memenuhi harapan hatimu itu!"
"Seandainya kau tidak beruntung dan kalah, maka kau harus menerangkan latar belakang dari kematian Buyung Tiang-kim."
"Baik, seandainya kau benar-benar bisa memenangkan lohu, maka kedudukanku sebagai seorang pelindung hukumpun takkan bisa dipertahankan lagi."
Nyoo Hong leng segera maju ke depan, siap untuk turun tangan, tapi Kwik Soat kun segera membentak keras. "Tunggu sebentar!"
"Ada apa?"
"Ada sementara orang yang berjiwa besar dan berpandangan luas, mereka menganggap kematian bagaikan pulang ke rumah, tapi ada pula sementara orang yang takut mati dan tak ingin menyerempet bahaya, jika kau termasuk golongan pertama, maka aku dan Siau tin termasuk golongan kedua"
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Lian Giok seng, kemudian melanjutkan. "Kami telah bertekad untuk menggabungkan diri dengan perguruan Sam seng bun" "Bagus sekali."
"Cuma, kami tak ingin menyaksikan kalian membunuhnya, sebab bagaimanapun juga mereka adalah temanku, aku tak bisa menyaksikan mereka kalah dan mati terbunuh tanpa memberi bantuan"
"Lalu, menurut nona Kwik.?"
"Menurut aku sih gampang sekali, aku hendak masuk dulu menjadi anggota Sam seng bun, kemudian kalian turun tangan."
"Soal keselamatan nona tak perlu dikuatirkan lagi, aku percaya kejadian ini takkan sampai menyeret kalian berdua."
"Tapi kamipun tak ingin menyaksikan rekan sendiri mati dalam keadaan mengenaskan tanpa ditolong."
"Sekalipun menunggu beberapa saat lagi juga tak menjadi soal, kalau toh kalian sudah bertekad untuk menggabungkan diri dengan Sam seng bun kami, maka kalian harus pula mendengarkan perintahku ini."
"Sebelum menjadi anggota Sam seng bun, kedudukan kami memang masih sebagai tamu, rasanya kami tak perlu menuruti perintah itu.
Lian Giok Seng jadi marah sekali, serunya dengan lantang. "Hanya berdasarkan perkataanmu ini saja, kalian sudah seharusnya mendapat hukuman yang berat." Mendadak Kwik Soat kun memperkeras suaranya sambil berseru. "Kau sebagai pelindung hukum, berani menentang perintah dari Tiga malaikat?"
Mendengar teriakan itu, Lian Giok seng benar-benar merasa agak takut, dia mendehem berulang kali, seraya serunya. "Soal apa?"
"Tiga malaikat telah menurunkan perintah untuk mempersilahkan kami masuk ke dalam keanggotaan Sang seng bun, tapi kau selalu berusaha untuk mengulur waktu dan menunda terus menerus, sebenarnya apa tujuanmu?"
"Bila kalian berniat memasuki perguruan Sam seng bun, aku akan menyambutnya dengan senang hati, masa sengaja mengulur waktu untuk mempersulit kalian?
Cuma saja, aku hanya meminta kepada kalian agar menunggu sebentar saja, menanti aku telah berhasil membereskan mereka, barulah melangsungkan upacara untuk menyambut kalian memasuki perguruan."
"Tidak bisa, aku tidak bisa menunggu walaupun hanya sedetik lagi, pokoknya aku minta diselenggarakan pada saat ini juga." kembali Kwik Soat kun berteriak lantang.
Dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa Lian Giok seng berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian katanya. "Apakah kalian bersedia
untuk menunggu sebentar lagi?"
"Setiap orang mempunyai tujuan berbeda-beda dan tidak bisa dipaksakan, selama dalam menghadapi situasi kritis yang mempengaruhi hidup mati seseorang" kata Buyung Im seng, "itulah sebabnya kalau mereka berdua menganggap kami pasti kalah sehingga mengambil keputusan untuk menjadi anggota Sam seng bun, mereka itu tak bisa disalahkan"
Lian Giok seng segera berpaling ke arah Nyoo Hong leng, kemudian tanyanya. "Apakah nona dapat menunggu?"
"Baiklah! Menunggu sampai mereka menjadi anggota Sam seng bun, kemudian pertarungan baru dilangsungkan pun bukan terhitung sesuatu yang terlalu lambat."
"Sayang sekali, kalian berdua enggan untuk bergabung pula dengan Sam seng bun kami."
"Aku masih ingat kalau kau telah menyinggung persoalan tadi, tapi telah kami tampik."
"Yaa, akan tetapi upacara dari perguruan kami masih merupakan suatu rahasia besar, selain anggota perguruan, dilarang mengikutinya!"
"Kau toh tak akan membukakan pintu gerbang untuk melepaskan kami meninggalkan tempat ini? Yaa, kau harus menyuruh kami untuk turut mengikutinya." kata Nyoo Hong leng.
Lian Giok seng segera berkerut kening, lalu katanya. "Bagaimana kalau sepasang mata kalian ditutup saja dengan kain berwarna hitam?" Kontan saja Nyoo Hong leng tertawa dingin, katanya, "Jangan lupa, kami bukan anggota Sam seng bun, lagi pula kamipun selama hidup tak akan masuk menjadi anggota Sam seng bun kalian, andaikata aku suruh kau menampar pipi sendiri sebanyak sepuluh kali, apakah kau pun bersedia untuk melakukannya?" Paras muka Giok seng segera
berubah sangat hebat, katanya dengan dingin, "Sebentar, aku pasti akan menghajar mulutmu sampai rontok semua gigimu" Nyoo Hong leng juga naik darah, segera
balasnya,
"Aku harap kalau ingin berbicara, sedikitlah tahu kenyataan, kalau tidak, akulah yang akan merontokkan gigimu terlebih dulu."
"Heeehhh... heeehhhheeehhh, baiklah" Lian Giok seng tertawa dingin, "Kau boleh
mempersiapkan diri lebih dahulu, sebentar bila pertarungan dilangsungkan, kita buktikan siapa yang berhasil merontokkan gigi siapa!"
Diam2 Buyung Im seng merasa kuatir sekali setelah menyaksikan ke dua belah pihak, sama-sama diliputi oleh hawa napsu membunuh, pikirnya dengan segera. "Pertarungan yang bakal berlangsung nanti sudah pasti merupakan suatu pertarungan yang amat sengit."
Dalam pada itu, Lian Giok seng telah berusaha keras untuk menekan kobaran hawa amarah dalam dadanya, pelan-pelan dia mengalihkan sinar matanya ke wajah Kwik Soat-kun dan Siau tin, setelah itu ujarnya. "Apakah kalian berdua berkeras akan memasuki perguruan Sam seng bun pada saat itu juga?"
"Benar!" sahut Kwik Soat kun sambil tersenyum, "aku lihat pertarungan yang bakal berkobar pada hari ini pasti amat seru dan berbahaya, untuk menghindarkan diri dari segala kemungkinan yang tak diinginkan, aku pikir ada baiknya kalau cepatcepat bergabung dengan Sam seng bun lebih dahulu."
Lian Giok seng segera mendengus dingin. "Hmmm. ! Semoga saja ucapanmu itu
muncul dari sanubari yang jujur. "
"Aku memang berbicara sejujurnya."
Lian Giok seng tak bicara banyak lagi, dengan suara lantang dia lantas berseru. "Upacara dimulai!"
"Traaaaang..!" bunyi lonceng menggema dalam ruangan, lalu enam pasang mata besar dari tiga buah patung dewa yang tinggi besar di belakang meja persembahan sana memancarkan cahaya tajam, enam buah cahaya yang kuat sekali. Dengan suara dingin Lian Giok seng berseru. "Kini sinar sakti dari ke tiga malaikat telah memancar ke seluruh penjuru ruangan, mengapa kalian berdua belum juga menjatuhkan diri untuk berlutut?"
(Bersambung ke jilid 19)