Website Cerita Silat Indomandarin Ready For Sale

Rahasia Kunci Wasiat Bagian 19

“Semisalnya cayhe bantu Tooheng untuk mendapatkan kedudukan ciangbunjien dari Butong- pay itu entah bagaimana maksud Tooheng?”Agaknya Sang Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini mulai memasang jebakannya.

“Dalam perguruan kami banyak terdapat manusia-manusia berbakat”kata Im Yang Cu dengan wajah serius, “Sekaliun ciangbun suheng menemui ajalnya akibat keracunan belum tentu kedudukan ciangbunjien tersebut terjatuh ke tangan pinto soal ini tak perlu kalian repot-repot ikut memikirkannya.

“Melihat berbagai pancingan serta jebakan sudah menarik Im Yang Tootiang memihak perkampungan Pek Hoa Sanceng air muka Jan Bok Hong segera berubah hebat.

“Baiklah!”akhirnya ia berseru. “Sekarang kita bicarakan dulu soal mati hidup suhengmu.

““Nah inilah tujuan yang terutama dari kedatangan pinto kemari dan hanya persoalan ini saja yang berhak pinto bicarakan.

“Jan Bok Hong melirik sekejap kearah Kiem Hoa Hujien tiba-tiba dia berseru, “Tooheng ini berwatak sombong, angkuh suka memandang tinggi diri sendiri ia tidak sesuai untuk diajak berunding. Hujien? lebih baik kau sendiri yang menudingkan soal obat pemusnah ini dengan dirinya.

“Kiem Hoa Hujien tertawa.

“Segala sesuatu biarlah Jan Toa Cungcu yang putuskan sendiri. Aku akan menurut saja.

““Hujien terlalu memuji”sinar matanya perlahan dialihkan kembali keatas tubuh Im Yang Cu.

“Entah Tootiang hendak menggunakan benda apa ditukarkan dengan nyawa suhengmu?”“Pinto rasa bila benda itu hanya barang biasa saja, Cungcu tentu tak akan menyetujui!”“Haaa… haaa… haaa…”tak kuasa Jan Bok Hong tertawa terbahak-bahak.

“Boe Wie Tootiang adalah ciangbunjien partai Bu-tong sudah tentu tak bakalan bisa ditukar dengan barang-barang biasa.

““Bagaimana kalau kita hargai dengan sejilid kitab pusaka Sam Khie Cin Boh?”“Apa? kitab pusaka Sam Khie Cin Boh berada ditangan Bu-tong-pay?”seru Jan Bok Hong rada tertegun.

“Walaupun benda tersebut berada ditangan pihak Bu-tong pay kami tapi menurut suheng kami ilmu silat yang termuat dalam kitab tersebut tiada berkecocokan dengan ilmu silat perguruan kami, keanehannya terlalu luar biasa oleh sebab itu tak seorangpun dari anggota perguruan kami yang mempelajari isi kitab tersebut”kata Im Yang Cu penuh keseriusan.

“Watak Boe Wie Tooheng keras kepala dan terlalu percaya dengan ilmu silat perguruan sendiri, peraturan guru-gurunya tidak ingin mencampurkan ilmu silat lain kedalam ilmu silat perguruan aku rasa tindakannya ini memang tidak salah.

““Pinto hanya bertanya bagaimana nilai benda tersebut”desak Im Yang Cu kembali.

“Kitab pusaka Sam Khie Cin Boh sekalipun termasuk pusaka Bulim tapi bila digunakan untuk menukar jiwa ciangbunjien kalian rasanya masih kurang cukup.

“Im Yang Cu termenung lama sekali akhirnya ia berkata lagi. “Jikalau ditambah dengan sebuah lukisan Giok Sian Cu? Apa kau kata?”tiba-tiba Jan Bok Hong membelalakkan sepasang matanya.

Dengan ketajaman pendengarannya ditambah pula suara Im Yang Cu cukup keras orang lain bisa mendengar sangat jelas tidak mungkin kalau Jan Bok Hong tidak mendengar.

Kendati begitu tak tertahan ia menjerit tertahan juga. “Lukisan Giok Sian Cu.

“Perlahan-lahan Jan Bok Hong menggeserkan sedikit badannya. “Entah aslikah barang itu?”tanyanya lirih.

“Lukisan Giok Sian Cu hanya ada sebuah diseluruh kolong langit sudah tentu tak bakal salah lagi.

““Macam apakah Giok Sian cu itu?”tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menimbrung dari samping. “Mengapa hanya sebuah lukisan begitu berharga?”“Hujien kau tidak tahu, lukisan Gio Sian cu ini merupakan salah satu benda pusaka yang paling berharga dalam dunia Bulim menurut kabar yang pernah tersiar katanya lukisan ini dibuat oleh dewa lukisan Thian To pada seratus tahun berselang lukisan orang ini bukan saja luar biasa bahkan hidup sebagai kenyataan, hanya saja watak Thian To amat kukoay.

Ia tidak ingin tinggalkan seluruh lukisan yang berharganya dikolong langit. Pada saat menjelang kematiannya ia telah membakar seluruh lukisan-lukisan berharganya dan kini hanya tertinggal cuma separuh dikolong langit.

“Siauw Ling yang mendengar dengan terpesona mendadak menyela dari samping.

“Mengapa lukisan itu tinggal separuh??”Jan Bok Hong tertawa.

“Karena sewaktu Thian To membakar lukisan-lukisannya hanya tertinggal separuh lukisan Giok Sian Cu yang belum sempat terbakar musnah, inilah satu-satunya lukisan yang masih ada dikolong langit. Sedang mengenai mengapa lukisan itu bisa selamat beritanya adalah begitu.

““Ketika lukisan tadi terbakar hingga tinggal separuh para jago Bulim yang bersembunyi disekitar kediamannya segera turun tangan melancarkan satu pukulan dahsyat kearah kobaran api itu sehingga lukisan tadi mencelat keluar rumah.

““Tapi Thian To yang terkenal akan keindahan lukisannya merupakan seorang jago berkepandaian tinggi pula dalam kalangan Bulim waktu itu sulit sekali baginya untuk temui tandingan. Ketika Thian To melihat lukisannya yang belum habis terbakar mencelat keluar rumah ia jadi gusar sekali dengan kumpulkan seluruh tenaga kweekang yang dimiliki ia binasakan seluruh kawan Bulim yang tersembunyi disekeliling tempat itu.

““Oooouw… sungguh aneh sekali watak orang ini”kembali Siauw Ling memotong sembari menghela napas panjang… “Kenapa ia tidak suka tinggalkan hasil karyanya untuk keturunan selanjutnya?”Tak tahan lagi Jan Bok Hong mendongak tertawa terbahak-bahak.

“Haaa… haaa… haaa bila dikolong langit pada saat ini banyak lukisan hasil karya Thian To lukisannya tak mungkin bisa dianggap sebagai benda yang sangat berharga.

““Perkataan itu sedikitpun tidak salah”sambung Ih Boen Han To dari samping. “Tapi menurut apa yang siauwte ketahui Thian To selama hidup menderita penyakit yang parah, lukisan yang berhasil dibuatpun tidak lebih hanya sepuluh buah lukisan sekalipun ditinggalkan dalam kolong langit semuapun tidak bisa terhitung banyak.

““Haaa… haaaa…”kembali Jan Bok Hong tertawa tergelak. “Ih Boen heng tinggal di pesanggerahan Sian Kie Su Lu membaca berjuta-juta jilid kitab dan mengarungi berlaksa-laksa lie perjalanannya, pengetahuannya sudah tentu jauh lebih dari Siauwte entah lukisann apa yang ditinggalkan Thian To dalam keadaan tidak utuh ini?”“Menurut apa yang siauwte ketahui, lukisan itu adalah sebuah lukisan yang melukiskan sebuah rembulan dikerumuni bintang-bintang disekitarnya cuma sayang lukisan rembulan yang paling membutuhkan banyak keringat dan tenaga dari Thian To telah terbakar musnah kini hanya tersisa dua belas bintang!”“Oooow pengetahuan Ih Boen heng betul-betul luar biasa, lukisan yang masih tertinggal dikolong langit memang benar-benar lukisan rembulan dan bintang hanya yang tidak cocok adalah bintang tersisa bukan dua belas tapi hanya sebelas butir setengah.

““Waktu itu sesudah Thian To turun tangan membinasakan orang yang melancarkan serangan dari tempat persembunyian kenapa tidak mau memungut juga separuh lukisan tadi dari luar rumah?”tanya Siauw Ling kembali.

“Waktu itu Thian To sedang menderita penyakit yang amat parah. Napasnya sudah sendat tunggu putusnya. Apalagi dalam keadaan gusar harus bergebrak pula melawan orang-orang itu, penyakitnya menjadi kambuh kembali, sedang lukisan rembulan dan bintang itu sudah terpental keluar ruangan tertiup oleh angin kencang. Sekalipun dia ada maksud mengejar tapi kekuatan tak memadai menurut berita yang tersiar sewaktu badannya baru melangkah keluar ajalnya sudah tiba. Sewaktu mati sepasang kakinya masih tertinggal didalam pintu.

““Semisalnya ia benar-benar ada maksud untuk memusnahkan seluruh hasil karyanya, kenapa hanya tertinggal sebuah lukisan Giok Sian Cu saja yang tidak mau dibakar?”“Lukisan Giok Sian Cu merupakan satu-satunya hasil karya yang paling indah diantara lukisan lain. Sekalipun ia tidak rela lukisan tadi tertinggal dikolong langit iapun tidak tega untuk memusnahkannya.

““Menurut apa yang siauwte ketahui”tiba-tiba Ih Boen Han To menyambung. “Lukisan Giok Sian Cu tersebut agaknya mengandung percintaan perempuan yang dilukis dalam lukisannya benar-benar ada orangnya.

“Im Yang Cu yang kuatir akan keselamatan ciangbun suhengnya lama kelamaan tidak dapat menahan sabar lagi akhirnya ia berseru, “Pendapat kalian berdua walaupun pinto perhatikan sungguh-sungguh tapi nyawa suheng pinto berada dalam keadaan kritis banyak mendengarkanpun tak ada gunanya bagaimana kalau kedua benda berharga itu pinto tukar dengan obat pemusnah racun tersebut? harap Jen Toa Cungcu suka cepat mengambil keputusan dengan demikian agar pinto bisa berlega hati.

“Jan Bok Hong mendongak dan memandang sekejap Kiem Hoa Hujien.

“Menurut pendapat cayhe, kitab pusaka Sam Khie Cin Hok serta lukisan Giok Sian Cu sudah cukup untuk ditukar dengan keselamatan Boe Wie Tootiang entah bagaimana pendapat Hujien?”Kiem Hoa Hujien termenung berpikir sejenak kemudian sahutnya. “Aku punya suatu permintaan yang tak pantas entah maukah Cungcu mengabulkan?”“Hujien silahkan mengutarakan persoalan tersebut asal cayhe bisa melakukan tentu tak kutolak.

“Kiem Hoa Hujien tersenyum. “Sebetulnya aku tidak membutuhkan apapun untuk memberikan obat pemusnah tersebut kepada mereka. Asalkan kalian setuju tentu kuserahkan obat tersebut hanya saja sehabis mendengar pembicaraan kalian berdua tentang lukisan Giok Sian Cu yang dikatakan tak ada duanya dikolong langit, dari dasar hatiku timbul rasa ingin tahu.

“Jan Bok Hong sebagai seorang cilik yang sudah diketahui gembira sedih marah senangnya tak urung berubah juga air mukanya setelah mendengar perkataan itu.

“Apakah Hujien ada maksud menginginkan lukisan Giok Sian ku itu?”“Sedikitpun tidak salah entah sukakah Cungcu mengabulkan permintaanku ini.

“Suasana dalam ruangan mendadak menjadi sunyi senyap tak terdengar sedikit suarapun saking sunyinya sehingga detakan jantung setiap orang dapat terdengar jelas.

Melihat suasana berubah jadi sunyi tiba-tiba Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh-kekeh.

Sembari memandang Siauw Ling serunya, “Saudara cilik pernahkah kau menonton kedahsyatan dari Pak Sian jie ku ini?”Walau dihati Siauw Ling merasa muak dan benci terhadap perempuan ini tak urung rasa ingin tahu yang muncul didasar hatinya susah ditahan.

“Apa yang dimaksudkan dengan Pak Sian jie?”tanyanya. Dari dalam sakunya Kiem Hoa Hujien mengeluarkan sebuah kotak kumala sepanjang beberapa depa dengan lebar setengah coen.

“Saudara cilik kau sudah melihat jelas?”serunya sembari tertawa. Tangannya digetarkan cepat serentetan cahaya putih meluncur keluar dari balik kotak kumala tersebut kemudian sesudah berputar kencang ditengah udara jatuh diatas meja perjamuan.

Setelah Siauw Ling memperhatikan lebih cermat ia temukan benda itu berwarna putih badan bagian bawah melingkar membentuk sebuah lingkaran kecil sedang kepalanya mendongak keatas lidah berwarna merah menjulur tiada hentinya sepasang mata melotot keempat penjuru.

Dibawah sorotan yang menggidikkan hati para jago merasakan bulu roma bangun berdiri tapi untuk menjadi kehormatan sendiri mereka berusaha menenangkan hatinya.

Dari sakunya kembali Kiem Hoa Hujien mengeluarkan sebuah kotak berwarna hijau muda setelah dibuka penutupnya segera dilemparkan ke sisi sarang laba-laba tersebut dan mulutnya memperdengarkan suara aneh yang rendah lagi berat.

Delapan ekor laba-laba hitam yang baru saja mengisap kering kutungan lengan itu setelah mendengar suitan aneh tersebut mendadak menerobos masuk kedalam kotak satu persatu.

Kini tinggal seekor laba-laba yang belum masuk kedalam kotak, tiba-tiba suitan Kiem Hoa Hujien berubah nada.

Si laba-laba hitam yang belum sempat masuki kotak tersebut mendadak berhenti bergerak dan tak berkutik ditempat semula.

Tampak cahaya putih berkelebat lewat, ular Pek Sian jie yang berada diatas meja perjamuan mendadak laksana sambaran kilat menubruk kearah sarang laba-laba tersebut.

Laba-laba hitam yang belum sempat masuk kedalam kotak sebenarnya sedang pentangkan kakinya yang panjang sehingga kelihatan sikap ganas dan gagah perkasa.

Tapi begitu berjumpa dengan ular putih itu. Mendadak dengan tanpa sadar telah menarik kembali kakinya dan sembunyikan kepala ke belakang, sebentar saja badannya sudah menyusut kecil sekali.

Lidah merah ular itu segera meluncur keluar menjilat badan laba-laba hitam itu dan menggulungnya masuk kedalam mulut sekali telah musnahlah binatang beracun itu.

Melihat peristiwa pembunuhan yang dilakukan antara ular putih dengan laba-laba hitam, air muka para jago sama-sama berubah menghebat.

Sekonyong-konyong Kiem Hoa Hujien meninggalkan tempat duduknya melangkah kedepan, setelah menutup kotak besi berwarna hijau itu ia simpan ketujuh ekor laba-laba hitam itu kedalam saku.

Sejak ular putih tadi menelan seekor laba-laba hitam mendadak kegagahannya makin memuncak, dengan diiringi suara kokokan yang nyaring sisik putih diseluruh badannya bermunculan memenuhi badan.

Kembali Kiem Hoa Hujien ulapkan tangannya keatas ular kecil warna putih itu menyahut dan meloncat balik keatas meja perjamuan, sinar matanya berkeliaran keempat penjuru.

Lidah menjulur keluar masuk tiada hentinya siap menerjang mangsa selanjutnya.

Melihat semua peristiwa itu Siauw Ling merasa terperanjat, diam-diam pikirnya dihati, “Kecepatan gerak dari ular kecil berwarna putih ini benar-benar luar biasa sekali sungguh membuat orang susah menjaga diri.

“Sinar mata Jan Bok Hong menyapu sekejap wajah Kiem Hoa Hujien akhirnya ia mengangguk.

“Cayhe menyetujui permintaan Hujien.

““Hiii hiii Toa Cungcu sungguh amat sosial lain kesempatan nanti aku pasti akan membalas budi kebaikan ini”Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh-kekeh.

Kotak pualamnya kembali diangkat seraya memperdengarkan suitan yang maha aneh, ular kecil yang berwarna putih itu meluncur balik kedalam kotak.

Diatas selembar wajah Jan Bok Hong yang sesungging kembali satu senyuman.

“Im Yang Tooheng, kita tentukan saja pertukaran ini entah dimanakah kitab pusaka Sam Kie Cien Boh serta lukisan Giok Sian Cu tersebut?”“Pada saat ini benda-benda tersebut tidak berada di saku pinto”Jan Bok Hong tertawa hambar.

“soal ini sih aku orang she Jan sudah menduga sebelumnya. Silahkan Tootiang ajukan syarat pertukaran dan kita lakukan suatu jual beli yang adil.

““Bilamana dalam dua belas kemudian suhengmu tidak diberi minum obat pemusnah”sambungnya Kiem Hoa Hujien dengan cepat. “Maka racun keji ular emas itu akan bersarang diseluruh perutnya sekalipun mendapat obat pemusnah juga percuma saja, karena hal ini tak akan berguna untuk menolong jiwanya.

““Jam berapakah saat ini?”tanya Im Yang Cu kemudian sambil alihkan sinar matanya menyapu sekejap seluruh jago yang ada dalam ruangan itu.

“Kentongan keempat lewat sedikit, kentongan kelima belum sampai.

“Siang ini pinto akan menunggang sebuah sampan kecil menanti kedatangan saudara sekalian didepan teluk Sam Liuw Wan ditengah sungai, masing-masing pihak tak boleh terlalu banyak membawa orang dan masing-masing pihak dengan menunggang sebuah sampan kecil saling bertukar syarat ditengah sungai.

““Bagus, bagus sekali, entah berapa banyak orang yang boleh dibawa masing-masing pihak?”kata Jan Bok Hong sembari tertawa.

“Paling banyak empat orang, lebih tak jadi.

““Baiklah kita menurut saja dengan maksud hati Tootiang.

“Im Yang Tootiang angkat telapak tangannya keatas, lalu memandang sekejap diri Ih Boen Han To dengan pandangan yang sangat dingin.

“Sikap suheng kami terhadap Ih Boen sianseng sangat ramah dan penuh kesopanan tidak sangka ternyata Ih Boen sianseng begitu tidak tega untuk membokong dirinya.

“Ih Boen Han To tertawa serak. “Bertanding kecerdasan bertanding kekuatan sudah lama terjadi dalam dunia kangouw masing-masing pihak harus mengandalkan kepintaran dan kemampuan sendiri-sendiri. Walaupun suheng kalian bersikap amat baik kepadaku itupun tidak bermaksud yang lebih mendalam jadi sikap suhengmu tak bisa dikatakan bersahabat.

““Hee, hee jika suheng kami terjadi sesuatu hal yang tidak beres maka Ih Boen siansenglah pertama-tama yang harus menanggung seluruh dosa ini!”seru Im Yang Tootiang sembari tertawa dingin.

“Aakh Tooheng terlalu memuji.

“Sinar mata Im Yang Tootiang perlahan-lahan dialihkan ke wajah Jan Bok Hong. “Pinto berpamit dulu dan kita berjumpa nanti siang.

“Jan Bok Hong tidak menjawab sinar matanya dialihkan kearah Ciu Cau Liong.

“Harap Jie te suka mewakili aku mengantar Im Yang Tootiang keluar dari sini.

“Ciu Cau Liong mengiakan tangannya lantas merangkap memberi hormat. “Tootiang silahkan.

“Im Yang Cu tidak banyak bicara lagi ia putar badan dan berlalu mengikuti dibelakang Jie Cungcu.

“Tunggu sebentar”tiba-tiba Kiem Hoa Hujien membentak keras seraya bangkit berdiri.

“Racun yang berada diatas jaring laba-laba itu sangat ganas bila kalian berdua sampai terbentur dengan racun itu kemungkinan besar sebelum Boe Wie Tootiang kalian sudah mati terlebih dahulu.

““Jikalau demikian harap Hujien suka menghantar mereka turun loteng”seru Jan Bok Hong cepat.

Kiranya didepan pintu loteng masih banyak melingkar laba-laba yang menutup jalan keluar mereka.

Kiem Hoa Hujien tertawa katanya, “Toa Cungcu kedudukanmu sangat terhormat bila ada sarang laba-laba yang menutup pintu masuk bukankah memberi tambahan sebuah jebakan bahaya untuk dirimu? mengapa harus dimusnahkan? bukankah terlalu sayang?”Jan Bok Hong kerutkan alisnya lama sekali akhirnya ia tertawa.

“Perkampungan Pek Hoa Sanceng walaupun tidak terhitung sebuah benteng terdiri dari tembok tembaga dinding baja tapi persiapan untuk menahan serangan musuh masih cukup kuat maksud baik hujien biarlah cayhe terima dihati.

““Jikalau demikian adanya akupun lebih baik terima perintah dan mewakili Toa Cungcu untuk melenyapkan jaring laba-laba ini.

“Dengan langkah menggiurkan Kiem Hoa Hujien berjalan mendekati jaring laba-laba tersebut.

Seluruh perhatian para jago yang hadir dalam ruangan tanpa disadari lagi bersama-sama dialihkan kesatu arah yang sama yaitu melihat dengan cara apa perempuan itu hendak melenyapkan jaring laba-labanya.

Jan Bok Hong sebagai seorang manusia cilik berakal banyak tujuannya yang paling terutama adalah melihat secara bagaimana perempuan itu melenyapkan jaring laba-laba beracun itu sehingga dikemudian hari mendapat cara untuk memecahkannya.

Tampak Kiem Hoa Hujien memasukkan tangannya kedalam saku dan mengambil keluar sebilah pedang pendek warna emas yang panjangnya tidak sampai satu depa dimana tangannya menyambar serentetan cahaya biru berkelebat lewat menghajar sarang labalaba tersebut.

Sreeet diiringi desiran tajam sarang tadi lenyap tak berbekas. Agaknya ia tidak ingin para jago yang ada dalam ruangan melihat jelas senjata apa yang ia pergunakan dengan kecepatan yang susah diikuti dengan pandangan mata pedang emas tadi dimakan kembali kedalam sakunya lalu menoleh dan tertawa.

“Sekarang kalian berdua boleh berlalu.

““Cayhe bawakan jalan buat Tootiang”Ciu Cau Liong berebut jalan selangkah terlebih dahulu.

Dengan kencang Im Yang Cu mengikuti dari belakang Ciu Cau Liong berlalu dari loteng dengan langkah lebar.

Sepeninggalan toosu tua dari Bu-tong pay perlahan-lahan Kiem Hoe Hujien balik kembali kekursinya lalu tertawa.

“Kali ini apakah Toa Cungcu bersungguh-sungguh hendak tukar obat pemusnah tersebut dengan benda pusaka yang mereka ajukan?”tanyanya perlahan.

“Sedikitpun tidak salah walaupun dalam dunia kangouw penuh diliputi kelicikan serta akal busuk tapi janji yang telah kita setujui tak boleh dilanggar bila Im Yang Tootiang benar-benar hendak gunakan kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu untuk ditukar dengan obat pemusnah kitab, sudah seharusnya kita tak boleh mengingkari janji.

““Jika aku gunakan obat lain untuk ditukar dengan benda itu?”Jan Bok Hong segera tersenyum.

“Bu-tong pay bisa tancap kaki selama ratusan tahun. Dalam dunia kangouw sudah jelas kekuatan mereka tidak lemah, apa kau kira mudah sekali buat kita untuk menghadapinya? Hujien setelah mendengar segala sesuatu yang diatur Im Yang Tootiang dengan minta sebuah sampan kecil dan pertukaran itu dilakukan ditengah telaga apakah masih belum mengerti apa maksudnya yang benar?”“Jikalau secara sembarangan aku mengambil keluar semacam obat dan kukatakan inilah obat pemusnah dari ular emas itu. aku rasa Toa Cungcu sendiripun belum tentu bisa membedakan!”Pada mulanya Jan Bok Hong tertegun, akhirnya ia tertawa hambar.

“Hujien, kau terlalu pandang enteng jago-jago Bulim didaratan Tionggoan dan terlalu pandang enteng bakat-bakat bagus dari Bu-tong-pay”tegurnya dingin.

Karena takut antara mereka berdua timbul cekcok, buru-buru Ih Boen Han To menimbrung.

“Jan heng sudah memimpin kalangan Liok Lim didaratan Tionggoan sejak sepuluh tahun berselang sedang Hujien merupakan pimpinan tertinggi sekitar daerah Biauw Ciang masing-masing pihak mempunyai kekuasaan tersendiri.

“Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa sambungnya, “Tapi keadaan pada saat ini sangat berlainan kita butuh kerja sama yang erat dan sebenarnya masing-masing pihak coba saling mengalah apalagi keadaan kita saat ini bagaikan menunggang diatas punggung harimau, mau turunpun susah…”Ia merandek sejenak dan menghela napas panjang, setelah memandang wajah Kiem Hoa Hujien sekejap sambungnya lagi, “Dihadapan Im Yang Tootiang tadi Hujien sudah mengaku kitalah yang membokong Boe Wie Tootiang tidak bisa diragukan lagi keadan kita sudah berdiri pada posisi berlawan dengan pihak Bu-tong pay kau harus tahu Hujien, pengaruh Bu-tong pay amat luas dan lebar bahkan dengan pihk Siauw Lim Go bie serta Cing shia pun mengadakan saling tukar kabar berita dan mari kita saling membantu pihak yang lain.

““Bila peristiwa ini berekor makin membesar dan mulai tersebar dalam Bulim maka dari pihak Siauw Lim pay, Go bie pay serta Cing Shia pay akan datang memberi bantuan kepada mereka, jika Hujien dan Toa Cungcu tak dapat mulai bersatu sejak kini maka kesempatan baik ini akan digunakan oleh pihak lawan untuk menggempur kita!”“Pendapat Ih Boen heng sedikitpun tidak salah”Jan Bok Hong tertawa dan mengangguk.

“Siauwte betul-betul kagum.

“Sedangkan Kiem Hoa Hujien termenung berpikir sebentar setelah itu baru tertawa.

“Perkataanmu belum selesai diucapkan mengapa secara tiba-tiba membungkam kembali?”“Hujien benar-benar manusia yang sangat berbakat”seru Ih Boen Han To diiringi deheman perlahan. “Maksud Siauwte dari antara Hujien dan Jen heng harus cari seorang yang pegang tampuk pimpinan tertinggi dalam melaksanakan rencana sebesar ini sehingga semua urusan bisa terpimpin.

““Hujien datang dari ribuan lie jauhnya kau lebih patut untuk duduk sebagai pimpinan kita”usul Jan Bok Hong cepat.

Lama sekali Kiem Hoa Hujien memperhatikan wajah Toa Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini, kemudian ia menyahut, “Toa Cungcu tidak usah sungkan lagi, tamu tidak boleh bersikap menyolok dihadapan tuan rumah lebih baik Toa Cungcu saja yang duduk sebagai pucuk pimpinan!”Ketika itulah Ih Boen Han To tertawa dan mengemukakan pendapatnya, “Bila dibicarakan dari kecerdasan, bakat serta kepandaiannya silat masing-masing pihak kalian berdua sama-sama pantas duduk sebagai puncak pimpinan. Cuma menurut pendapat siauwte lebih baik Jen heng saja yang duduk sebagai pimpinan! Walaupun kepandaian silat hujien luar biasa kecerdasannya melebihi orang tapi berhubung sudah lama berdiam didaerah Biauw Ciang rasanya bagimu kurang paham terhadap situasi didataran Tinggoan jika dibandingkan dengan kemampuan Jen heng, Ehmm! benar akupun punya pandangan demikian Jan Toa Cungcu kau tidak usah menampik lagi.

““Jikalau kau berdua sama-sama berkata demikian siauwtepun menurut perintah saja tapi ada satu persoalan harus siauwte utarakan terlebih dahulu, asalkan kalian berdua suka mengabulkan siauwte baru berani menerimanya.

“Kiem Hoa Hujien berpaling dan memandang sekejap kearah Ih Boen Han To sedang mulutnya tetap membungkam. “Jen heng punya pendapat tinggi apakah? Silahkan diutarakan keluar.

““Menguasai keadaan lapangan pertarungan melebihi menang seribu kali, didalam melakukan komando tertinggi bakat siauwte terbatas dan susah mengambil keputusan sendiri oleh sebab itu menghadapi setiap persoalan yang maha besar masih mengharapkan kalian berdua suka bersama-sama melakukan perundingan.

““Sudah seharusnya demikian”sahut Kiem Hoa Hujien cepat. Jan Bok Hong tertawa hambar.

“Jikalau urusan sudah kita tentukan ini berarti tiada bantahan dari masing-masing pihak lagi untuk suksesnya tujuan kita aku usulkan kita membentuk satu persekutuan dan membuat sebuah panji persekutuan dimana panji tadi tiba setiap orang tak boleh membantah.

““Tapi rasanya soal lukisan Giok San Cu tidak termasuk dalam persekutuan ini bukan”sindir Kiem Hoa Hujien sambil tertawa.

“Hujien suka bergurau setelah cayhe menyetujui untuk hadiahkan lukisan Giok San Cu buat Hujien sudah tentu benda itu akan menjadi milikmu. Apakah kau bisa merasa menyesal kembali?”“Ucapan Jen heng sedikitpun tidak salah”seru Ih Boen Han To memberikan tanggapannya. “Soal pembuatan panji persekutuan serahkan saja kepada siauwte untuk membuatnya.

““Baik siauwte segera kirim orang untuk mengundang beberapa orang sahabat lama serta beberapa orang jagoan yang memiliki nama terkenal dalam dunia persilatan untuk melangsungkan suatu pertemuan para enghiong hohan dan meminjam kesempatan ini ajak pula mereka untuk bersama-sama menjadi anggota persekutuan.

““Munculnya kembali Jan heng dalam dunia kangouw sudah cukup menggemparkan seluruh dunia persilatan pertemuan enghiong hohan ini pasti akan memancing perhatian partai-partai besar lainnya”seru Ih Boen Han To seraya tertawa.

“Ih Boen heng terlalu memuji. Pertemuan para enghiong hohan masih agak lama jaraknya dari ini hari dan kita masih punya banyak waktu sama-sama merundingkannya”sambung Kiem Hoa Hujien. “Dan kini didepan mata kita masih ada satu persoalan yang belum mendapatkan keputusan dari Jan Toa Cungcu.

““Apakah soal pertemuan nanti sore dengan Im Yang Cu?”“Benar hidung kerbau itu hanya membatasi dengan sebuah sampan kecil dan empat orang apakah Cungcu sudah pergi berpikir siapakah keempat orang yang hendak kita kirim?”“Bagaimana kalau Hujien ikut pergi didampingi oleh Ih Boen heng?”Agaknya Ih Boen Han To diluar dugaan dengan perkataan dari Toa Cungcu perkampungan Pek Hoa Sanceng ini.

“Apakah Jan heng sendiri tidak ikut pergi?”“Siauwte tidak ikut pergi biarlah Jie te serta Sam te pergi mewakili diriku.

““Rahasia perkampungan Pek Hoa Sanceng sudah bocor, setiap saat kemungkinan besar perkampungan bisa kedatangan musuh tangguh. Toa Cungcu tetap berada dalam perkampungan memang merupakan suatu keputusan yang amat tepat”puji Kiem Hoa Hujien sambil tertawa.

“Kecerdikan serta bakat Hujien melebihi orang perjalanan kita kali ini pasti akan peroleh hasil yang diharapkan cayhe akan hormati dulu Hujien dengan secawan arak.

“Seraya mengangkat cawan sendiri, sekali teguk ia habiskan isi araknya.

Kiem Hoa Hujien pun mengangkat cawan didepannya dan meneguk habis isi cawannya lalu sembari tertawa ujarnya, “Moga-moga saja tidak mengecewakan harapan Cungcu!”Sinar mata Jan Bok Hong berputar menyapu sekejap wajah Ciu Cau Liong serta Siauw Ling lalu ujarnya, “Jie te, Sam te kalian boleh turun loteng untuk beristirahat nanti sore kalian dengan mengikuti Hujien pergi kesungai untuk hadir dalam pertemuan.

“Siauw Ling bangun bendiri menjura lalu pertama-tama turun dulu dari atas loteng.

Berada dalam loteng Wang Hoa Loo setengah harian membuat pandangannya mulai terbuka dan mebuat ia mulai merasa dirinya telah terjerumus kedalam satu jebakan yang sangat keji.

Dengan membawa perasaan murung, kesal sedih ia balik kebangunan mungil Lan Hoa Cing Si.

Kiem Lan serta Giok Lan dengan wajah penuh senyuman telah menanti kedatangannya diluar bangunan Lan Hoa Cing Si tapi melihat kemurungan wajah pemuda tersebut senyuman merekapun punah dengan mengintil dibelakang Siauw Ling bersama-sama masuk kedalam.

Giok Lan ambilkan secawan teh perlahan-lahan mendekati diri Siauw Ling.

“Sam ya, apakah kau sedang marah dengan budak-budakmu?”tegurnya lirih.

Siauw Ling menggeleng dan hela napas panjang.

“Persoalan ini tiada hubungannya dengan kalian. Kamu berdua boleh undurkan diri, aku mau duduk semedi sebentar.

“Kedua orang itu tahu bagaimanakah watak Sam ya nya mereka tak berani berdiam disana lagi diam-diam merapatkan pintu dan mengundurkan diri.

Sepeninggalnya kedua orang dayang itu Siauw Ling padamkan lampu, lepas pakaian dan berbaring tapi pikirannya amat kacau walaupun sudah bolak balik belum juga bisa pejamkan mata.

Tiba-tiba serentetan suara teguran yang serak-serak basah bergema datang.

“Samte kau sudah tidur?”Nada suara orang ini sangat dikenal sekali olehnya, mendengar teguran ini Siauw Ling segera mengenali dia bukan lain adalah Jan Bok Hong.

“Ooouw Toako!”serunya sambil meloncat bangun.

Terdengar pintu didosong cahaya lampu menyorot masuk. Kiem Lan dengan membawa lentera berjalan masuk kedalam membuka jalan. Jan Bok Hong sambil menggendong tangan mengikuti dari belakang perlahan-lahan masuk kedalam ruangan.

“Sore ini Kiem Hoa Hujien akan bertindak sebagai pemimpin. Samte, kau harus mendengarkan semua perintahnya!”ujarnya seraya tertawa.

“Soal ini siauwte tahu”Siauw Ling segera menjura.

“Lukisan Giok Sian Cu merupakan hasil kerja terkenal dari seorang ahli lukis Thian To pada beratus-ratus tahun berselang, benda itu sangat berharga sekali dan apabila dihitunghitung harganya ada diatas kitab pusaka Sam Khie Cin Boh bila terjatuh ketangan Kiem Hoa Hujien bukankah terlalu sayang?”“Toako bukankah kau sudah menyetujui untuk berikan lukisan Giok Sian Cu buat Kiem Hoa Hujien??”tanya Siauw Ling kebingungan sepasang matanya memandang Jan Bok Hong tajam-tajam.

Perlahan-lahan Jen Toa Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini mengangguk.

“Tidak salah walaupun aku sudah setuju untuk berikan kepadanya, tapi kau belum menyetujuinya.

““Apakah Toako berharap Siauwte suka rebut kembali lukisan tersebut??”“Dalam keadaan seperti ini kita sedang membutuhkan orang kepandaian silat Kiem Hoa Hujien amat lihay terutama sekali binatang-binatang beracunnya dalam kolong langit rasanya susah untuk temukan orang kedua macam dirinya. Ia benar-benar merupakan seorang pembantu yang bagus untuk kita…!”Mendengar perkataan itu Siauw Ling lantas kerutkan alisnya.

“Toako bilamana kau ada maksud mendapatkan lukisan Giok Sian Cu itu, kenapa tidak biarkan Siauwte merebutnya dari tangan Kiem Hoa Hujien Toako! kau benar-benar membuat Siauwte jadi kebingungan sendiri.

“Jan Bok Hong tersenyum.

“Kita tak boleh kehilangan lukisan Giok sian Cu itu tidak dapat pula merebutnya dari tangan mendapatkan benda Kiem Hoa Hujien, apakah kau tak dapat mendapatkan benda tersebut dengan menipu diri Kiem Hoa Hujien.

““Menipu…”Siauw Ling agak tertegun.

“Setiap benda yang ada dalam kolong langit tentu ada lawannya. Kiem Hoa Hujien terkenal sebagai seorang jagoan yang ahli dalam penggunaan berbagai macam racun, memelihara binatang berbisa kecuali Samte seorang rasanya dikolong langit tak ada orang kedua yang bisa menaklukan dirinya.

““Toako kau jangan menggoda diri Siauwte lagi! Baik kecerdasan bakat perngetahuan maupun pengalaman siauwte tidak bisa memadai Kiem Hoa Hujien, mana mungkin aku bisa menipu lukisan-lukisannya?”“Justru karena Samte tiada pengalaman Bulim, tidak membawa kelicikan merupakan senjata yang paling mudah untuk mencundangi perempuan ini.

“Ia merandek sejenak lalu sambungnya, “Selama sejarah Bulim banyak muncul jago-jago perempuan yang memiliki kecantikan wajah yang luar biasa ketengasan serta kekejaman diluar batas, kepandaian silat kecerdasan tidak berada dibawah kaum lelaki, tapi coba kau lihat kebanyakan para enghiong yang berhasil menguasai Bulim mempunyai satu kekurangan yang paling menyolok yaitu perempuan paling mudah terangsang oleh rasa cinta kendati lelaki yang mereka mainkan sudah banyak tapi akhirnya ada satu kala mereka akan terjirat sendiri oleh kobaran api yang mereka mulai dulu.

“Mendadak air mukanya berubah jadi amat serius setelah merandek sejenak sambungnya, “Perempuan Siauw paling mudah jatuh cinta api asmara mereka jauh lebih kuat dari bangsa Han asalkan Samte bisa mengobarkan kembali rasa cinta asmara dihatinya tidak mudah bagimu untuk dapatkan kembali lukisan Giok San Cu tersebut.

““Soal ini siauwte tidak becus……”Jan Bok Hong mendehem perlahan memotong ucapan Siauw Ling yang belum selesai diutarakan.

“Samte masih ingatkah kau orang sumpah yang kita ucapkan bersama-sama?”“Siauwte masih ingat.

““Ehmm bagus sekali perintah berat bagaikan gunung Thaysan sekalipun mati tak akan menampik apalagi Kiem Hoa Hujien bukan manusia baik-baik. Aku mohon diri dulu.

““Siauwte mengiringi Toako”baru pemuda she Siauw menjura.

Jan Bok Hong tertawa ia tepuk-tepuk pundak Siauw Ling seraya ujarnya. “Harapanku terhadap kesuksesanku dikemudian hari sangat besar kaulah satu-satunya yang kujagakan bisa meneruskan kedudukanku.

“Perlahan-lahan ia putar badan dan melangkah pergi dari sana. Dengan termangu-mangu Siauw Ling memandang bayangan Jan Bok Hong yang jauh berlalu. Dalam benaknya kembali bertambah dengan suatu persoalan yang memurungkan hatinya.

Sang surya telah berada diawang-awang seluruh bangunan mungil Lan Hoa Cing Si penuh bermandikan cahaya keemas-emasan.

Dengan hati kesal, murung dan mangkel Siauw Ling berjalan-jalan ditengah tumbuhan beraneka warna.

Dari tempat kejauhan Kiem Lan serta Giok Lan memandangi diri Siauw ling yang sedang berjalan bolak balik diantara kerumunan bunga diam-diam mereka ikut merasa kuatir dalam keselamatan dirinya.

Kedua orang dayang ini sejak kecil dibesarkan dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng terhadap segala kekejaman, kekejian, ketelengasan dan kebuasan yang sering dilakukan dalam perkampungan tersebut sudah sangat dipahami dalam hati mereka. Justru sikap Siauw Ling yang memperlihatkan wajah murung menanamkan bibit bencana kematian buat diri sendiri.

Walaupun kedua orang dayang ini sama-sama dibesarkan dalam perkampungan tersebut, hubungan mereka erat bagaikan kakak beradik, tapi dalam dasar hati mereka masih saling curiga mencurigai, dalam keadaan seperti inipun mereka tidak berani mengemukakan kekuatiran mereka terhadap diri Siauw Ling ini.

Akhirnya Kiem Lan menghela napas panjang.

“Samya agaknya kau sedang dimurungkan oleh suatu kejadian yang memberatkan hati”tegurnya.

“Benar”sambung Giok Lan, mendadak mereka membungkam kembali dalam seribu bahasa.

Tampak Ciu Cau Liong dengan memakai pakaian ringkas yang perlente berjalan datang dengan langkah terburu-buru.

“Samte kau sudah bangun?”teriaknya lantang.

“Ehmm sudah bangun”Siauw Ling putar badan dan menjura. “Kiem Hoa Hujien serta Ih Boen Sianseng telah siap menunggu kita didalam ruangan tengah Samte cepat bebenah sebentar kita harus segera berangkat.

““Tidak perlu mari kita pergi”ketika kedua orang itu melangkah masuk kedalam ruangan Kiem Hoa Hujien serta Ih Boen Han To telah menanti disana.

Ih Boen Han To segera bangun berdiri seraya menjura, “Harus merepotkan Jie Cungcu serta Sam Cungcu.

““Aaakh kita sudah menjadi orang sendiri Ih Boen heng terlalu sungkan”seru Ciu Cau Liong tersenyum.

Kali ini Kiem Hoa Hujien memakai pakaian ringkas berwarna putih bersih gaun putih.

Ikat kepala warna putih pula, dua kuntum emas bersulamkan didepan dada.

Walaupun usianya sudah mencapai empat puluhan, tapi dengan kesempurnaan ilmu kweekangnya serta keahlian dalam merawat wajah, sekali pandang mirip seorang gadis berusia dua pulun tahun.

Alisnya yang tipis melentik dengan pipi yang halus, hidung mancung bibir kecil merekah, biji matanya menggiurkan boleh dihitung perempuan ini merupakan seorang perempuan berwajah amat cantik.

Sekalipun didaratan Tionggoan sendiri belum tentu bisa temukan perempuan seayu ini.

Walaupun dalam hati Siauw Ling tidak sudi merayu perempuan ini untuk menipu lukisan Giok Sian Cu nya tapi pesan terakhir dari Jan Bok Hong selalu mendengung dihatinya.

Tak kuasa lagi ia maju menjura kearah Kiem Hoa Hujien.

Sepasang biji mata Kiem Hoa Hujien berputar-putar dengan rata cara bangsa Han ia balas memberi hormat kepada Siauw Ling lalu dengan genit tertawa cekikikan.

“Saudara cilik kau terlalu banyak adat kau suruh aku yang menjadi enci merasa malu.

““Hmm, siapa yang kesudian menjadi adikmu, sungguh tidak tahu malu”maki pemuda ini dalam hati.

Diluaran ia tersenyum ramah mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.

Karena dirinya sudah terikat dalam persaudaraan dan perintah dari angkatan yang lebih tua susah dibantah, tidak kuasa lagi ia bertindak sesuai dengan perintah Jan Bok Hong.

Ciu Cau Liong yang ada disamping segera tersenyum.

“Diluar telah tersedia kuda, silahkan Hujien dan Ih Boen heng segera berangkat.

“Keempat orang itu dengan jalan beriring keluar dari ruangan, empat orang lelaki kekar telah siap berdiri didepan pintu dengan masing-masing orang mencekal seekor kuda.

Ciu Cau Liong meloncat terlebih dulu keatas pelana kuda, kemudian serunya, “Cayhe akan membukakan jalan buat Hujien serta Ih Boen heng.

“Sembari menyentak tali les kuda, ia berangkat terlebih dulu menuju teluk Sam Liuw Wan.

Kiem Hoa Hujien melarikan kudanya sejajar dengan juda Siauw Ling sepasang matanya yang bulat besar tiada hentinya memperhatikan wajah maupun perawakan pemuda tersebut.

Dibawah sorotan sinar sang surya tampaklah alisnya melentik dengan mata yang besar, pipi semu merah, punggung dan badannya kekar diatas wajahnya yang tampan secara samar-samar memperlihatkan sedikit rasa malu. Hal ini menambah mempesonakan perempuan tersebut.

Tak terasa lagi pikirnya diam-diam, “Dikolong langit saat ini mungkin sulit untuk temukan pemuda segagah ini.

“Empat ekor kuda berlari kencang diatas jalan raya kurang lebih sepuluh lie kemudian mereka mulai mendengar suara deruan ombak menepi, kiranya keempat orang itu sudah tiba ditepi sungai.

Ciu Cau Liong menarik tali les luda dan berhenti lalu sambil menuding bayangan pohon ditempat kejauhan ujarnya sembari tertawa, “Tempat inilah yang dinamakan teluk Sam Liuw Wan, dari sini kita naik sampan ikuti aliran sungai tidak selang sepertanak nasi sudah tiba ditempat tujuan.

“Kiem Hoa Hujien melayang turun dari atas kuda dimana sinar mata berputar ia temukan ditepi sungai tersedia sebuah sampan kecil dua orang lelaki kekar berdandankan nelayan datang menyambut kepada Ciu Cau Liong sembari menjura ujarnya, “Sampan telah tersedia apakah Jie Cungcu masih ada perintah yang lain?”“Kalian pergilah tak usah menunggu lagi disini”Ciu Cau Liong ulapkan tangannya.

Kedua orang nelayan tersebut segera menjura lalu meloncat naik keatas perahu nelayannya dan berlalu dari sana. Kiem Hoa Hujien menoleh dan memandang sekejap kearah Siauw Ling kemudian tertawa.

“Saudara cilik perkampungan Pek Hoa Sanceng kalian benar-benar banyak tersebar matamata ditempat luaran.

““Terus terang hujien sekitar seratus lie dikeresidenan Koei Cho berada dalam kekuasaan kami dimanapun banyak tersebar mata-mata dan pos-pos penjagaan pihak perkampungan Pek Hoa Sanceng”buru-buru Ciu Cau Liong menyahut.

Kiem Hoa Hujien tertawa tawar badannya melengkung mendadak ia mencelat ketengah udara dan melayang turun diatas sampan kecil itu.

Melihat kelihayan perempuan Biauw itu diam-diam Ciu Cau Liong merasa terperanjat pikirnya, “Iblis perempuan ini sungguh amat susah diganggu gugat bukan saja ia pandai dalam menggunakan beratus-ratus macam racun kepandaian silatpun sangat luar biasa ditinjau dari geraknya yang sama sekali tidak menggunakan tenaga sewaktu melayang keatas sampan cukup membuktikan ilmu meringankan tubuhnya telah mencapai puncak kesempurnaan.

“Dimana sampan kecil itu berhenti masih terpaut beberapa tombak dari daratan melayang keatas sampan walaupun bukan suatu pekerjaan yang tersulit justru yang sukar adalah gerakan meloncat tanpa menekukkan kaki.

Bila seseorang tidak memiliki tenaga kweekang yang sempurna serta ilmu meringankan tubuh yang istimewa susah untuk melakukannya.

diam-diam Siauw Ling salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh mendadak badannya berputar lalu mencelat ketengah udara dan bagaikan daun kering badannya melayang turun keatas sampan.

“Saudara cilik, amat bagus ilmu meringankan tubuhmu”Tak kuasa lagi Kiem Hoa Hujien berseru memuji.

“Membuat sampan, didepan seorang ahli masih mengharapkan petunjuk yang berharga dari hujien.

“Pada waktu itu Ih Boen Han To serta Ciu Cau Liong pun sama-sama telah melayang naik kesampan.

“Samte kau pegang kemudi biar aku yang mendayung!”seru Ciu Cau Liong kemudian sembari memandang sekejap pemuda itu.

Siauw Ling menyahut dan berjalan ke buritan.

Sinar mata Kiem Hoa Hujien selama ini bergeser mengikuti gerakan badan Siauw Ling melihat cara pemuda itu memegang kemudi tidak terasa lagi ia tertawa cekikikan.

“Saudara cilik, kau pernah pegang kemudi?”“Belum.

“Pundak Kiem Hoa Hujien sedikit bergerak dengan menyiarkan bau harum dari badannya ia telah melayang turun disisi Siauw Ling, ujarnya sambil tertawa, “Bagaimana kalau aku yang jadi enci membantu dirimu??”Walaupun dalam hati Siauw Ling merasa benci terhadap perempuan ini tapi pesan Jan Bok Hong mendatangkan yang luar biasa besarnya dalam lubuk hatinya tanpa disadari lagi ia mengangguk.

“Kalau begitu aku harus ucapkan banyak terima kasih kepada hujien.

“Kiem Hoa Hujien keluarkan tangannya yang halus dan ganti mencekal kemudian.

“Saudara cilik, kau tak usah sungkan-sungkan dikemudian hari banyak persoalan yang membutuhkan kerja sama diantara kita asalkan saudara cilik tidak terlalu meremehkan aku yang jadi enci, dikemudian hari tentu akan kuturunkan semua segala permainan yang kudapatkan dari daerah Biauw.

““Hmm! sungguh tidak tahu malu”maki pemuda she Siauw itu dalam hati. “Siapa yang kemudian mempelajari permainan ularmu?”Diluar ia tersenyum-senyum jawabnya, “Cayhe takut bakatku tidak becus sehingga menyia-nyiakan harapan hujien.

““Selamanya pandangan mata encimu tak bakal salah, asalkan kau berniat sungguhsungguh untuk mempelajari permainan ini.

““Tidak sampai tiga tahun encimu bakal kehabisan bahan untuk memberi pelajaran kepadamu.

“Dibawah dayungan Ciu Cau Liong, sampan kecil itu dengan cepat meluncur tinggalkan tepian.

Kiem Hoa Hujien segera putar kemudi sampan kecil itu dengan mengikuti aliran air sungai perlahan-lahan bergerak kemuka.

Memandang gulungan ombak ditengah sungai Siauw Ling mengenang kembali pengalamannya sewaktu lima tahun berselang terjatuh kedalam sungai, harinya merasa terharu bercampur murung.

Sang surya memancarkan sinarnya memenuhi seluruh jagad, siang haripun telah menjelang datang.

Perlahan-lahan Ciu Cau Liong menggerakkan dayung sampan kecil dengan tenang meluncur diatas permukaan sungai teluk Sam Liuw Wan.

Kiem Hoa Hujien yang harus lama menunggu, lama kelamaan mulai tidak sabar lagi teriaknya tiba-tiba, “Hidung kerbau ini sungguh kurang ajar berani benar mereka menghiur waktu selama lamanya dan suruh kita menanti banyak waktu diatas permukaan sungai. Nanti kita harus beri sedikit hajaran buat dirinya.

““Hujien tak usah gelisah”hibur Ih Boen Han To sambil tertawa. “Urusan ini menyangkut mati hidup Boe Wie Tootiang sihidung kerbau itu aku duga mereka tak akan mengingkari janji, sekarang siang haripun belum sampai.

“Ucapan mendadak terputus oleh datangnya suara deburan ombak memecah tepian disusul munculnya setitik sampan kecil dari tempat kejauhan.

Kedatangan sampan kecil itu sungguh cepat sekali dalam beberapa saat mereka telah berada sangat dekat dengan pihak Pek Hoa Sanceng.

Diatas ujung perahu berdiri seorang tootiang berusia pertengahan yang menggembol pedang pada punggungnya dia bukan lain adalah Im Yang Tootiang.

“Cepat sambut kedatangannya”perintah Kiem Hoa Hujien dingin seraya memutar kemudi.

Ciu Cau Liong menyahut, sepasang tangannya diperkuat untuk mendayung sampan kecil tadi bagaikan anak panah segera meluncur keluar menyambut kedatangan sampan lawan.

Dua sosok sampan kecil, satu mendatang yang lain menyambut dengan cepatnya segera berjumpa ditengah titik persimpangan.

Kiem Hoa Hujien segera putar kemudi dan sampan saling menyambar lewat kemudian putar kalangan dan perlambat gerakannya.

Jilid 24 Im Yang Cu mendongak dan memeriksa sebentar keadaan cuaca, lalu ujarnya, “Maaf, Cu wi harus menunggu beberapa waktu!”karena melihat cuaca tepat siang hari sesuai yang dijanjikan, maka toosu ini hanya mengucapkan kata-kata kesopanan belaka.

Kiem Hoa Hujien tertawa dingin.

“Heee… heee… heee… mau datang lebih pagian atau datang terlambat itu urusanmu sendiri. Satu detik kalian datang terlambat berarti kematian ciangbunjien kalian satu bagian lebih mendekat!”Waktu itu sampan kecil masing-masing pihak hanya terpaut tiga depa saja, apalagi tiada penutup disekitar sampan seluruh pemandangan dapat terlihat sangat jelas.

Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap seluruh pemandangan di atas sampan lawan.

Di atas sampan itupun duduk empat orang kecuali Im Yang Tootiang berdiri diujung perahu masih ada seorang pemuda berpakaian singsat yang berusia dua puluh tujuh tahun, wajahnya ganteng dengan perawakan yang kekar di atas pinggangnya terikat sebuah sabuk putih dengan tersoren tujuh bilah pedang kecil, pada punggungnya menyoren sebilah pedang panjang dengan jambul merah pada ujung gagang pedang setelah diperhatikan beberapa saat Siauw Ling mulai teringat kembali pemuda ini bukan lain adalah Can Jap Cing yang pernah ditemuinya lima tahun berselang diruangan Bu Wie Tootiang.

Kecuali dua orang ini, di belakang burian duduk pula dua orang satu di depan yang lain dibelakang.

Orang yang ada di depan berambut dan bercabang pendek, kaku matanya bulat besar dengan wajah persegi, wajahnya amat keren. Saat ini ia memakai pakaian ringkas warna abu-abu tua.

Sedang orang yang ada di belakang berambut putih sepanjang dada pakaian warna biru dandanan siucay, wajah putih bersih kelihatannya sangat lemah lembut tak bertenaga.

Ih Bun Han To kerutkan alisnya disusul tertawa terbahak-bahak.

“Haaa… haaa… haaa… selamat berjumpa selamat berjumpa tidak nyana Tiong Lam Jie Hiap pun punya minat untuk ikut menghadiri pertemuan ini.

“Watak orang ini benar-benar licik dan berbahaya ia menduga Kiem Hoa Hujien serta Ciu Cau Liong tidak kenal dengan Tiong Lam Jie hiap maka terlebih dulu ia sebut nama kedua orang pendekar itu sehingga dengan demikian memberi kesempatan buat Kiem Hoa Hujien serta Ciu Cau Liong untuk mengetahui sudah kedatangan musuh tangguh dan mulai melakukan persiapan.

Sikakek tua berjubah warna biru dengan gerak-gerik lemah lembut bagaikan siucay itu tertawa hambar.

“Antara siauwte dengan Bu Wie Tootiang sudah mempunyai hubungan akrab selama puluhan tahun lamanya. Hubungan kami erat susah dipisahkan, sudah tentu cayhepun tak akan berpeluk tangan melihat kawan karib menderita siksaan.

“Sedangkan si lelaki kekar bercambang itu tertawa dingin tiada hentinya seraya menyegir sindirnya, “Ih Bun Han To sikap Bu Wie Tootiang terhadap dirimu sangat hormat dan penuh kesopanan tidak disangka kau adalah manusia berhati binatang, secara diam-diam malah melepaskan binatang beracun untuk melukai dirinya.

“Di atas wajah Ih Bun Han To timbul perasaan malu perlahan-lahan ia menunduk rendah.

“Eeei pertemuan kita siang ini bermaksud untuk saling tukar syarat ataukah hendak pinjam kesempatan ini untuk mengadu kepandaian?”tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menegur dengan suara dingin.

“Heeee… heeee…. kedua-duanya sama saja kami tunggu keputusan.

“sahut Can Jap Cing cepat.

“Sute jangan banyak bicara,”Im Yang Tootiang segera membentak lirih perlahan-lahan ia berpaling dan merangkap tangannya di depan dada.

“Pertemuan siang ini sudah tentu bermaksud untuk saling tukar syarat dengan Hujien.

“Waktu itu Kiem Hoa Hujien telah melepaskan kembali dan berjalan keujung sampan.

“Tootiang kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu apakah sudah dibawa serta?”“Kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu harus tootiang serahkan dulu kepada kami, agar bisa kami periksa sungguh atau palsunya setelah itu obat pemusnah baru bisa kami serahkan.

“Im Yang Tootiang termenung berpikir sebentar kemudian tanyanya dengan wajah sungguh-sungguh, “Hujien apakah kau tidak merasa tindakkanmu ini kurang adil?”“Heee… heee… jikalau kalian tidak ingin saling menukar barang. Sudahlah tak perlu banyak bicara!”teriak Kiem Hoa Hujien sambil tertawa dingin ia berpaling lalu ulapkan tangannya.

“Kita pergi…”“Hmm! tahan…”tiba-tiba Can Jap Cing mendengus dingin. Pedangnya segera dicabut keluar dari dalam sarung.

“Apa yang hendak kau lakukan?”bentak Kiem Hoa Hujien seraya berpaling.

“Jika tak ingin tinggalkan obat pemusnah tinggalkan nyawamu pun sama saja!”Dengan sepasang mata yang tajam Kiem Hoa Hujien perhatikan sekejap wajah Can Jap Cing dari atas hingga ke bawah pedang dalam hati diam-diam pujinya, “Tidak nyana dalam Bulim didaratan Tionggoan betul-betul banyak terdapat pemuda tampan.

“Tapi hatinya sudah kecantol kegantengan Siauw Ling, terhadap Can Jap Cingpun perhatiannya sudah banyak berkurang.

Mendengar perkataan pemuda jadi amat ketus air mukanya kontan berubah hebat.

“Hmmm! hanya mengandalkan beberapa jurus seranganmu itu?”jengeknya dingin.

Selagi Can Jap Cing siap membantah kembali keburu dicegah oleh Im Yang Tootiang.

“Jikalau Hujien ingin melihat dulu keaslian dari lukisan Giok Sian Cu serta kitab pusaka Sam Khie Cin Boh sebetulnya bukan suatu urusan yang terlalu sulit.

“Dari dalam sakunya ia mengambil keluar sebuah gulungan kain putih lalu membentangkannya lebar dan diangkat ke tengah udara.

“Hujien silahkan kau nikmati kecantikan dari lukisan Giok Sian Cu.

“Di bawah sorotan sinar sang surya seluruh pandangan dialihkan ke arah lukisan itu.

Tampaklah seorang gadis cantik yang luar biasa ayunya dengan wajah penuh senyuman terbentang di depan mata.

Lukisan tersebut sungguh hidup, bahkan perempuan yang dilukiskan bagaikan manusia sungguh-sungguh.

Diam-diam Kiem Hoa Hujien menunjuk memperhatikan bayangan wajah sendiri yang tertera di atas permukaan air lalu dibandingkan dengan wajah perempuan dalam lukisan itu, seketika timbullah rasa malu dan kecewa yang bukan kepalang.

Pada hari biasa ia mengagumi akan kencatikan sendiri yang tiada tandingan. Tapi bila wajahnya dibandingkan dengan kecantikan perempuan tersebut, maka perbandingannya sangat jauh sekali bagaikan langit dan bumi.

Ih Bun Han To serta Ciu Cau Liong yang melihat keayuan wajah perempuan dalam lukisan tersebut pada berdiri melongo-longo dengan sepasang mata terbelalak lebar-lebar bahkan Siauw Ling pun merasa kagum sekali sehingga dalam hatinya berseru tiada hentinya.

“Enci bidadari enci bedadari…”Can Jap Cing berpaling, sinar matanya tidak berani ditunjukkan ke arah lukisan Giok Sian Cu tersebut.

Sedang Im Yang Cu yang mengangkat lukisan itu tinggi-tinggi berdiri dengan wajah serius, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat.

Sejenak kemudian sikakek tua yang duduk dipaling ujung belakang mendehem berat.

“Sudah cukup, simpanlah kembali.

“Dengan cepat Im Yang Tootiang menyimpan kembali lukisan tadi lalu dimasukkan ke dalam sakunya.

“Rasanya Cuwi sekalian melihat jelas bukan?”serunya.

“Nama besar sidewa melukis si Thian To benar-benar bukan nama kosong belaka.

Lukisan Giok Sian Cu sungguh boleh dihitung sebagai pusaka aneh nomor wahid dikolong langit.

““Kecantikan wajahnya susah mendapat tanding sejak kuno sebuah lukisan dibuat kesemsem. Lukisan ini tentu membuat perempuan cantik diseluruh kolong langit jadi menyesali wajah sendiri…”sambung Ciu Cau Liong.

Tiba-tiba Kiem Hoa Hujien mendengus dingin.

“Perduli kecantikan wajahnya sangat menggiurkan ataupun membuat kesemsem ia tetap hanya sebuah lukisan mana bisa dibandingkan dengan manusia benar-benar!”Kesadaran Ciu Cau Liong yang hampir punah segera dibikin terang kembali.

“Aaaakh! perkataan hujien sedikitpun tidak salah!”Dari dalam sakunya Im Yang Cu mengeluarkan kembali sejilid kitab lalu diangkat pula tinggi-tinggi.

“Kitab ini adalah kitab pusaka Sam Khie Cin Boh, rasanya kalian berempat tak akan merasa kecewa bukan?”Dia membalik kulit kitab terdepan yang berwarna kuning, kemudian diangkat lagi keatas.

Ketajaman mata Kiem Hoa Hujien sekalipun telah mencapai kesempurnaan sekalipun di tengah malampun bisa melihat jelas seluruh benda apalagi tulisan itu tidak terlalu kecil dan disiang hari bolong pula beberapa orang itu dapat melihat tulisan di atas kitab tadi dengan amat jelas.

Beberapa orang itu punya dasar kepandaian silat yang tinggi, sehabis melihat beberapa baris kata yang tercantum dalam kitab tadi mereka segera merasakan bila kepandaian silat itu benar-benar suatu kepandaian yang tinggi dan telengas.

Wajah Kiem Hoa Hujien bergetar, agaknya ia ada maksud meloncat kesampan lawan dan turun tangan merebut pusaka tersebut tapi tindakannya ini keburu dicegah oleh Ih Bun Han To dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.

“Hujien, jangan bertindak gegabah. Tiong Lam Jie Hiap mempunyai nama yang sangat terkenal dalam Bulim. Mereka berdua merupakan jago yang susah dilawan apalagi bila mereka turun tangan bersama-sama sekalipun belum tentu kita kalah mungkin susah untuk merebut pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu tersebut mengapa tidak hujien tipu dengan gunakan obat palsu saja??”Tampak Im Yang Tootiang menyimpan kitab tadi ke dalam saku, kemudian ujarnya, “Cuwi telah memeriksa kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu tersebut rasanya bisa mempercayai bukan bila perkataan pinto bukan kosong belaka?”Dari dalam sakunya Kiem Hoa Hujien pun segera mengambil keluar botol porselen.

“Dalam botol ini berisikan tiga butir pil pemusnah racun ular emas setiap dua jam ditelan sebutir setelah ketiga butir pil tadi habis maka racunpun bakal punah sendiri sekarang boleh lemparkan kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu tersebut kemari, kita saling tukar barang dengan kontan.

“Im Yang Cu tertawa hambar. “Bukankah jual beli ini kurang adil?”“Kau serahkan kitab serta lukisan sedang aku serahkan obat pemusnah apanya yang tidak adil lagi?”“Kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu sudah Hujien periksa keaslian benda tersebut dan sama sekali tidak palsu tapi obat pemusnah dari Hujien harus pinto buktikan secara bagaimana untuk diketahui asli atau tidaknya?”“Secara bagaimana kau baru suka mempercayainya??”“Suheng pinto pada saat ini berada dalam sebuah rumah gubuk lima li dari sini harap hujien suka mengikuti kami berangkat kesana. Asalkan obat pemusnah itu berhasil menolong jiwa suheng pinto ini, maka pinto segera akan serahkan kitab serta lukisan itu.

“Ih Bun Han To segera tertawa tergelak tiba-tiba potongnya, “Haaa… haaa… haaa… perkataan tooheng ini apakah tidak sedikit keterlaluan? Syarat kita bertemu di tengah sungai untuk saling tukar kitab, lukisan dengan obat pemusnah serta masing-masing pihak hanya membawa empat orangpun tooheng sendiri yang putuskan sekarang bukan saja kau ingin kami menepi bahkan harus menunggu sampai suhengmu sadar dulu bari bisa terhitung. Tooheng! Apakah kau tidak merasa ucapanmu yang plin plan ini akan mempengaruhi nama besarmu di dalam dunia kangouw kemudian hari??”“Asalkan Ih Bun Sianseng bisa mencarikan satu akal untuk membuktikan obat pemusnah yang ada di dalam botol Kiem Hoa Hujien adalah obat pemusnah asli untuk memusnahkan racun ular emas pinto segera akan serahkan kitab serta lukisan ini!”“Soal ini…….

“Ih Bun Han To dibikin bungkam seribu bahasa dan berdiri melengak.

Can Jap yang ada di samping segera tertawa dingin tiada hentinya.

“Heee… hee… heee… bila suhengku terjadi sesuatu yang tiada menguntungkan maka Ih Bun sianseng adalah orang pertama yang harus bertanggung jawab!”“Haa… haa… haa… Bu-tong pay bisa memandang tinggi aku Ih Bun Han To kejadian ini sungguh merupakan suatu keberuntungan buat cayhe selama hidup.

“Agaknya Im Yang Tootiang sudah dapat menangkap diantara keempat orang itu adalah Kiem Hoa Hujien yang duduk sebagai pimpinan seraya merangkap tangannya di depan dada ia menjura.

“Setelah pinto ada maksud menggunakan kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian Cu untuk ditukar dengan obat pemusnah kalian dengan mengandalkan kepercayaan serta kecemerlangan nama Bu-tong pay selama ratusan-ratusan tahun tak bakalan menggunakan siasat bukan untuk menjebak Hujien sekalian masuk perangkap.

““Hmm sekalipun ada jebakan aku juga tidak takut”seru Kiem Hoa Hujien dingin.

Tiba-tiba Siauw Ling menyela dari samping. “Perkataan dari tootiang ini memang sangat adil, kita harus berbuat demikian.

““Saudara cilik apa yang kau katakan?”seru Kiem Hoa Hujien dengan alis melirik.

“Kita masing-masing pihak berdiri sebagai musuhan, tidak bisa disalahkan orang lain tidak suka mempercayai kita.

““Maksud saudara cilik kita seharusnya sungguh-sungguh menolong hidup Bu Wie Tootiang. Hal itu sudah tentu perkataan yang sudah diutarakan susah ditarik kembali apa lagi menggunakan akal busuk untuk menipu orang.

“Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh sehabis mendengar ucapan pemuda tersebut.

“Baiklah kita ikuti saja pendapat dari saudara cilik.

“Tangannya lantas diulapkan.

“Harap Tootiang suka membawa jalan.

“Dengan pandangan penuh berterima kasih Im Yang Tootiang melirik sekejap ke arah Siauw Ling kemudian putar sampan dan bergerak ketepi sungai. Ciu Cau Liong terpaksa mendayung sampan yang ditumpangi Im Yang Tootiang sembari mendayung diam-diam bisik ke arah Siauw Ling, “Samte kedatangan kita kemari hanya mendengar perintah dari Hujien seorang kau jangan mengambil usul sendiri.

“Siauw Ling ada maksud membantah tapi ucapan yang sudah meluncur keluar mendadak ditelan kembali.

“Teguran Jieko sangat tepat lain kali siauwte tak akan banyak bicara.

““Tidak mengapa, tidak mengapa,”tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menoleh lagi seraya tertawa.

”Perduli ada perkataan apa utarakan saja keluar sekalipun juga tak mengapa.

“Dua sosok sampan dengan cepatnya bergerak mengikuti gulungan air sungai yang deras tidak selang beberapa saat mereka sudah menepi. Setelah meloncat naik ketepi Im Yang Tootiang putar badan lalu menjura dengan penuh keseriusan.

“Harap Hujien suka mengikuti kami.

““Sekalipun Bu Wie Tootiang beristirahat disarang naga gua macan akupun sama berani mendatangi.

““Hmm sungguh besar amat lagaknya,”dengan tidak puas Can Jap Cing mendengus.

Sepasang biji mata Kiem Hoa Hujien yang jadi segera berputar.

“Bila kau tidak percaya bagaimana kalau kita coba. Sute jangan banyak bicara…”bentak Im Yang Tootiang keras-keras.

Dengan wajah minta maaf ia menoleh kembali ke arah Kiem Hoa Hujien lalu diiringi helaan napas katanya, “Hujien suka bergurau…”Sijagoan lihay dari Bu-tong pay ini rela menelan semua sindiran yang pedas demi keselamatan Ciangbun suhengnya yang berada dalam keadaan kritis.

Selama ini Tiong Lam Jie Hiap terus menerus membungkam mereka jarang buka suara.

Dimana rombongan itu mendarat merupakan sebuah daratan yang sunyi gersang dan tak kelihatan sebuah rumah nelayanpun ada disana.

Dengan dipimpin oleh Im Yang Tootiang di depan mereka melewati sebuah hutan yang lewat dan akhirnya tiba di depan sebuah gubuk terbuat dari bahan rumput serta alangalang.

Tiba-tiba Im Yang Cu berhenti.

“Suheng kami beristirahat dalam gubuk ini. Silahkan Hujien masuk”serunya mempersilahkan.

Ia sendiri segera berkelebat menyingkir kesamping.

Kiem Hoa Hujien tidak sungkan-sungkan lagi, seraya menunduk ia berjalan masuk terlebih dulu ke dalam gubuk tersebut.

Im Yang Cu segera melangkah terlebih dahulu melewati Ih Bun Han To dan mengikuti dari belakang Kiem Hoa Hujien.

Gubuk tersebut didirikan disebuah pegunungan yang sunyi, diluar ruangan penuh tumbuh alang-alang setinggi dada tapi ruangan dalam disapu amat bersih sebuah pembaringan terbuat dari bambu membujur dalam ruangan tadi diatasnya berbaringlah seorang Tootiang berjubah hitam yang pejamkan matanya rapat-rapat agaknya ia sudah tertidur pulas.

Dua orang toosu cilik dengan menggembol pedang berdiri dikedua belah sisi pembaringan wajah mereka kelihatan sangat berduka.

Memandang Bu Wie Tootiang yang berada dalam keadaan kritis Siauw Ling teringat kembali peristiwa lima tahun berselang waktu itu jikalau bukannya Bu Wie Tootiang melindungi dirinya dengan sepenuh tenaga mungkin ia sudah terjatuh Ih Bun Han To atau Kanglam kongcu sekalian.

“Budi pertolongan berat bagaikan gunung Thaysan seorang lelaki sejati harusnya membalas budi tersebut Siauw Ling yang melihat Bu Wie Tootiang tuan penolongnya berada dalam keadaan bahaya mana suka berpeluk tangan belaka…”Pikiran tersebut setelah berkelebat dalam benaknya dalam hati ia bulatkan tekad kendati apapun yang terjadi ia harus menolong Bu Wie Tootiang hingga lolos dari mara bahaya.

Walaupun ia baru beberapa bulan terjunkan diri dalam dunia kangouw tapi selama ini orang yang ditemui dan digauli kebanyakan adalah iblis-iblis sakti yang paling menakutkan dari Bulim melihat kelicikan kebusukan tak terasa pengetahuan serta pengalamannyapun makin bertambah.

Walaupun beberapa bulan saja pengalaman pemuda she Siauw saat ini sudah melebihi seorang jagoan yang berkelana puluhan tahun dalam dunia kangouw walaupun dihati punya rencana tapi diluaran ia tetap bersikap tenang.

“Inilah ciangbun suheng dari pinto,”kata Im Yang Cu sambil menghadap di depan pembaringan bambu. “Beliau sudah dua hari jatuh tidak sadarkan diri untuk menyembuhkannya kami harus mengandalkan kemujaraban dari pil pemberian Hujien.

“Kiem Hoa Hujien tidak menunjukkan reaksi apapun. Perlahan-lahan dari sakunya ia ambil keluar sebuah botol porselen dan mengeluarkan pil warna putih kemudian diangsurkan ke depan.

“Nih! coba kau suruh dia telan dulu butiran pil ini!”katanya singkat.

Dengan amat cermat Im Yang Cu memperhatikan gerak-gerik lawannya selama mengambil keluaran butiran obat tersebut ia temukan warna dari botol porselen yang berada ditangannya saat ini berbeda dengan warna botol yang diberikan sewaktu yang berada disungai tadi diam-diam ia pertingkat kewaspadaannya.

“Kiem Hoa Hujien adalah seorang jago Biauw Ciang yang berhati keji licik bagaikan ular berbisa,”pikirnya dihati, “Entah benar atau tidak obat pemusnah yang berada di dalam botol porselen ini?”Tapi dengan hati ragu-ragu diterima juga angsuran tersebut.

“Hujien! Apakah kau tidak salah ambil obat ini?”“Hmm, jadi kau tidak percaya?? bagus… kalau begitu jangan berikan obat itu kepada suhengmu.

“Mendengar ucapan yang demikian ketusnya Im Yang Cu hanya tertawa hambar ia harus mengalah dan bersabar dalam keadaan seperti ini.

“Hujien, pinto ada beberapa ucapan rasanya bila tak diutarakan seraya mengganjel dalam tenggorokan, sungguh tidak leluasa rasanya…”“Katakanlah?”“Hujien kau harus ingat pil pemusnah racun ini sama sekali bukan pemberianmu kepada kami secara cuma-cuma pil ini kami tukar dengan dua macam benda mustika yang nilainya melampaui satu kota yaitu kitab pusaka serta lukisan kenamaan.

““Tentang hal ini aku sudah tahu.

““Tadi berada di tengah sungai. Hujien pernah mengeluarkan sebuah botol porselen yang warnanya sama sekali berlawanan dengan warna botol ini mana yang benar pinto tidak tahu hal ini bagaimana tidak memberikan rasa curiga dalam hati kecilku??”Mendengar ketelitian sitootiang dari Bu-tong pay ini diam-diam Siauw Ling memuji ia tidak menyangka Im Yang Cu yang terkenal diseluruh kolong langit ternyata bukan nama kosong belaka. Bukan saja dalam ilmu silat berhasil memperoleh hasil yang luar biasa bahkan dalam kecermatanpun sangat hebat.

Sebaliknya Ciu Cau Liong memaki kalang kabut di dalam hatinya.

“Keparat, sitoosu hidung kerbau ini sulit benar ditipu.

“Perlahan-lahan dari dalam sakunya Kiem Hoa Hujien mengambil keluar lagi dua botol porselen yang sama bentuknya tapi lain warna lalu bersama-sama diletakkan di atas meja kayu dihadapannya.

“Toosu hidung kerbau!”serunya dingin. “Walaupun punya kepandaian untuk melukai orang dengan menggunakan beratus-ratus macam racun tetapi obat pemusnah untuk racun tersebut hanya ada tiga macam ini saja sudah tentu diantara ketiga botol ini salah satu diantaranya merupakan obat pemusnah racun ular emas tersebut. Sekarang bila kau tidak mau mempercayai perkataanku nah pilihlah sendiri.

“Im Yang Cu melirik sekejap ke arah ketiga botol porselen tersebut kemudian tersenyum.

“Bila pintopun mempersiapkan sejilid kitab pusaka Sam Khie Cin Boh yang palsu serta lukisan Giok Sian Cu yang palsu agar Hujien mengadu rejeki sendiri entah bagaimana pendapat dari Hujien?”“Hmm kurang ajar sekali toosu tua hidung kerbau ini, ia mau gertak aku dengan gunakan cara lain baik biar aku paksa ia untuk keluarkan kedua macam pusaka tersebut”pikir Kiem Hoa Hujien dalam hati. Segera ujarnya lantang, “Bila Tootiang sungguh-sungguh telah mempersiapkan benda-benda itu, aku kepingin sekali menambah pengetahuan coba keluarkan barang-barangmu itu.

““Siasat licik malu main bokong hanya bisa digunakan satu kali, pinto tak berani bertindak ceroboh lagi!”seru Im Yang Cu seraya melirik sekejap ke arah Ih Bun Han To.

Dari sakunya toosu ini mengambil keluar dua jilid kitab terbungkus kain kuning yang besar maupun tebalnya sama kemudian mengeluarkan pula dua buah lukisan kulit kambing yang berbentuk sama pula sambung, “Hujien apakah kau sungguh-sungguh ingin mengadu untung dengan mendapatkan salah satu diantara barang-barang yang palsu dan asli??”Dengan pandangan tajam Kiem Hoa Hujien perhatikan kedua jilid kitab dengan lukisan tersebut, ia merasa bentuk maupun keadaan benda tersebut satu sama lain persis tak ada bedanya dan sulit sekali baginya untuk membedakan mana yang palsu dan yang asli.

Seketika itu juga ia dibikin bungkam dalam seribu bahasa.

Mendadak Siauw Ling gerakan badannya dengan langkah lebar berjalan maju ke depan.

Can Jap Cing yang melihat gerakan pemuda tersebut dalam hatinya salah menganggap ia mau turun tangan merampas pundaknya sedikit bergerak sang tubuhpun ikut bergerak menghadang di depan kitab serta lukisan tersebut.

Salam hangat untuk para Cianpwee sekalian,

Setelah melalui berbagai pertimbangan, dengan berat hati kami memutuskan untuk menjual website ini. Website yang lahir dari kecintaan kami berdua, Ichsan dan Fauzan, terhadap cerita silat (cersil), yang telah menemani kami sejak masa SMP. Di tengah tren novel Jepang dan Korea yang begitu populer pada masa itu, kami tetap memilih larut dalam dunia cersil yang penuh kisah heroik dan nilai-nilai luhur.

Website ini kami bangun sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menghadirkan kembali cerita silat kepada banyak orang. Namun, kini kami menghadapi kenyataan bahwa kami tidak lagi mampu mengelola website ini dengan baik. Saya pribadi semakin sibuk dengan pekerjaan, sementara Fauzan saat ini sedang berjuang melawan kanker darah. Kondisi kesehatannya membutuhkan fokus dan perawatan penuh untuk pemulihan.

Dengan hati yang berat, kami membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin mengambil alih dan melanjutkan perjalanan website ini. Jika Anda berminat, silakan hubungi saya melalui WhatsApp di 0821-8821-6087.

Bagi para Cianpwee yang ingin memberikan dukungan dalam bentuk donasi untuk proses pemulihan saudara fauzan, dengan rendah hati saya menyediakan nomor rekening berikut:

  • BCA: 7891767327 a.n. Nur Ichsan
  • Mandiri: 1740006632558 a.n. Nur Ichsan
  • BRI: 489801022888538 a.n. Nur Ichsan

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar