JILID 26
Siauw Ling putar sinar matanya memandang kedalam ruangan,ia lihat Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang duduk didekat meja perjamuan, disisi kiri kanan mereka masing-masing duduk dua orang kakek berbaju hijau.
Diatas meja hidangan lezat telah disiapkan, tapi keenam orang itu tetap duduk mematung disitu tanpa berkutik, jelas jalan darah mereka telah tertotok.
Shen Bok Hong mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaa…. haaa…. saudara Siauw, mengapa kau tidak masuk kedalam?”
Siauw Ling tidak menjawab, kembali sinar matanya berputar menyapu sekeliling perahu ia lihat empat penjuru perahu itu tertutup oleh selapis kain horden, sedang pada arah utara terdapat sebuah pintu yang tertutup mungkin pintu itulah digunakan untuk keluar masuk.
Sang Pat segera menyerbu jalan paling depan katanya, “Biarlah siauwte yang membawa jalan!” sambil berkata ia melangkah masuk kedalam ruangan.
“Shen Toa cungcu, silahkan!” jengek Siauw Ling.
“Heee…. heee…. sejak kapan saudara Siauw berubah jadi begitu banyak curiga?”
“Berhubungan dengan diri Shen Toa cungcu, rasanya aku harus bersikap lebih hati-hati.”
Shen Bok Hong tidak berbicara lagi, diapun melangkah masuk kedalam ruangan.
Siauw Ling berjalan mengikuti dibelakang gembong iblis itu, sedangkan Ceng Yap Chin tetap tinggal diluar pintu untuk berjaga-jaga diri.
“Eeei? kenapa kau tidak ikut masuk kedalam ruangan?” tegur Shen Bok Hong sambil berpaling kearah jago muda dari Bu tong pay itu.
Dalam hati Ceng Yap Chin mempunyai perhitungan sendiri, setelah Siauw Ling serta Sang Pat masuk kedalam ruangan, bagaimanapun juga ia harus tetap tinggal diruangan perahu itu dan tidak boleh termakan hasutan Shen Bok Hong.
Maka ia lantas tersenyum.
“Cayhe rasa tinggal diluar ruanganpun sama saja.”
Siauw Ling mengerti maksud hati jago dari Bu tong pay itu, maka iapun lantas berkata, “Bagi manusia yang sudah pernah berhubungan dengan Shen Toa cungcu, siapa yang tidak was-was atas kelicikan serta kekejian hatimu?”
Shen Bok Hong tertawa dingin.
“Hmm…. jarak antara pintu ruangan tengah hanya beberapa depa saja seandainya mereka berdua terjadi suatu peristiwa dalam ruangan rasanya kau sendiripun tidak nanti bisa meloloskan diri.”
“Soal ini lebih baik tak usah Shen Toa cungcu pikirkan.”
Setibanya dalam ruangan, Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap wajah Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang, kemudian katanya, “Keempat orang kakek berbaju hijau ini rasanya pastilah empat pujangga besar dunia persilatan yang sengaja kau undang datang?”
“Tidak salah, ketajaman pandangan saudara Siauw benar-benar luar biasa sekali.”
“Apakah mereka berenam sudah kau totok jalan darahnya?”
“Bukankah saudara Siauw memiliki kepandaian silat yang maha sakti? kenapa tak kau coba untuk membebaskan jalan darah mereka yang tertotok?”
Siauw Ling perlahan-lahan mendekati Soen Put shia, sesudah diperlakukan sejenak ia lantas menekan punggung pengemis itu dengan tangan kanannya, hawa murninya dengan cepat disalurkan kedalam tubuh orang itu.
Segulung hawa panas mengalir masuk kedalam isi perut Soen Put shia dan menggerakkan peredaran darah ditubuh pengemis tua itu, tampak air mukanya berubah jadi merah padam seakan-akan ada jalan darah yang tersumbat, selain itu tidak nampak ada luka lain yang diderita.
Siauw Ling segera tarik kembali telapak kanannya, kepada Shen Bok Hong dia berseru, “Mereka bukan tertotok oleh sejenis ilmu menotok jalan darah!”
“Lalu menurut pandanganmu, mereka sudah terluka oleh binatang apa?”
“Andai kata orang ini bukan terluka oleh ilmu menotok jalan darah pastilah mereka sudah terluka oleh kepandaian sejenis” pikir si anak muda itu, dia lantas menyahut, “Mungkin oleh pemutus nadi atau penutup jalan darah….”
Shen Bok Hong segera gelengkan kepalanya sambil tertawa.
“Kepandaian silat mempunyai aneka ragam yang tak terhingga banyaknya, meskipun saudara Siauw pintar, kau masih belum sanggup untuk menguasai segenap kepandaian yang ada dikolong langit.”
“Hmm, perduli kau Shen Toa cungcu telah melukai mereka dengan cara apapun, setelah cayhe datang kemari, aku pasti akan menolong mereka hingga lolos dari sini.”
“Sungguh besar amat perkataanmu, kini keenam orang itu telah berada disini semua, aku ingin lihat dengan cara apakah kau hendak menolong mereka?”
“Aku tak sanggup membebaskan beberapa orang dari pengaruh totokan, untuk menolong mereka semua rasanya harus berusaha untuk menaklukkan Shen Bok Hong kemudian baru paksa dia untuk membebaskan totokannya” pikir Siauw Ling dalam hati. “Tapi orang ini lihay dan licik, jelas diatas perahu ini telah dipersiapkan jago-jago lihaynya yang setiap saat bila diperintahkan untuk menyerang kami…. lalu apa yang harus kulakukan sekarang?”
Dia lantas berkata, “Shen Toa cungcu, kian tahun usiamu kian bertambah, aku rasa dalam soal waktu kau berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan, sebaliknya bagi aku orang she Siauw, kian hari kekuatan tubuhku kian bertambah kuat sedang ilmu silatpun makin hari makin bertambah sempurna, bila kau hendak mengulur lagi waktu pertarungan diantara kita, maka kesempatan bagimu untuk merebut kemenangan semakin menipis, entah bagaimana menurut pendapat Toa cungcu sendiri?”
Shen Bok Hong tertawa hambar.
“Bagi aku orang she Shen, persoalan ini tidak penting untuk dibicarakan sekarang.”
Siauw Ling menoleh memandang sekejap kearah Soen put shia, lalu berkata lagi, “Shen Toa cungcu, seandaianya pada saat ini kau berhasil membinasakan aku orang she Siauw, bukankah sejak kini orang yang berani memusuhi dirimu makin hari makin bertambah kurang?”
“Heeeh…. heeeh…. apakah saudara Siauw ingin menjajal kepandaian silatku?”
“Mari kita berduel satu lawan satu, coba kita lihat kau yang bakal keok ataukah aku yang bakal binasa.”
“Hmm…. kecuali keadaan dan situasi terlalu mendesak sehingga tiada pilihan lain bagiku, aku tetap berharap agar kau suka kembali lagi kedalam perkampungan Pek Hoa San cung….”
Ia mendongak dan menghembuskan napas panjang, katanya lebih jauh, “Saudara Siauw, ucapanmu memang tepat sekali, aku memang semakin hari makin bertambah tua sekalipun akhirnya seluruh kolong langit berhasil jatuh ketanganku, siauw heng pun tidak bisa memimpin terlalu lama…. paling banter beberapa tahun, kemudian kursi pemimpin bakal terjatuh ketangan orang ini orang itu sudah tentu diri saudara Siauw.”
“Shen Toa cungcu, apabila kau sudah berhasil memahami keadaan tersebut lalu apa gunanya kau masih selalu saja berusaha menjagoi dunia persilatan dengan menggunakan tindakan serta cara serendah apapun….” kata Siauw Ling sambil melirik sekejap keadaan disekelilingnya.
Mendadak air muka Shen Bok Hong berubah hebat, hardiknya, “Tutup mulut, apa kau anggap aku sedang memberi nasehat kepada diriku sendiri?”
“Cayhe hanya bermaksud baik untuk menasehati diri Shen Toa cungcu agar jangan pikirkan cita-citamu yang mutlak itu lagi. Apa gunanya merajai Bulim dengan melakukan pelbagai perbuatan yang terkutuk….”
“Aaaai, kalau begitu rupanya kau memang selamanya tak akan sadar kembali” tukas Shen Bok Hong sambil menghela napas panjang. “Diantara kita berdua cepat atau lambat harus dilakukan suatu penyelesaian yang tepat.”
Siauw Ling ada maksud menjawab, tapi pada saat itulah Shen Bok Hong telah ayunkan tangannya bertepuk satu kali.
Pintu ruang dalam yang tertutup rapat mendadak terpentang lebar, seorang manusia aneh yang bersisik merah perlahan-lahan munculkan diri dalam ruangan itu.
Dengan cepat Siauw Ling geserkan badannya dengan punggung menempel pada punggung Sang Pat, sedang matanya dialihkan kedepan.
Tampak manusia aneh bersisik merah itu mempunyai bentuk yang sangat mengerikan, rambutnya yang merah terurai sebahu, kulit tubuhnya dari batas leher hingga kebawah penuh dengan sisik berwarna merah. Sepasang tangannya panjang sekali dengan kuku yang panjangnya kurang lebih tiga coen, selapis warna merah menyelimuti wajahnya sehingga hanya tertampak sepasang biji matanya yang tajam.
Sejak menjumpai Shen Bok Hong muncul diatas sampan, Siauw Ling telah menyadari bahwa keadaan diatas perahu pasti amat berbahaya, maka secara diam-diam ia sudah kenakan sarung tangan kulit naganya.
Sedang Sang Pat sendiri dalam hatipun sedang berpikir, “Sisik merah yang ada ditubuh manusia aneh ini entah terbuat dari bahan apa? aku harus menjajal sampai manakah daya kemampuan benda itu agar dalam pertarungan nantipun bisa mengetahui kehebatannya….”
Tangan kanannya segera diayun dan menyambit keluar sebutir intan permata yang bersinar tajam.
Intan termasuk benda keras yang melebihi kerasnya baja, empat sisi berbentuk runcing dan tajamnya luar biasa. Selama melakukan perjalanan, Sang Pat selain menggembol batu permata itu sebagai senjata rahasia, hanya karena berharga benda tadi maka bilamana bukan menjumpai keadaan yang terlalu berbahaya jarang sekali ia menggunakan benda tadi.
Berbeda sekali keadaan pada malam ini, begitu melancarkan serangan si sie poa emas ini telah menggunakan tenaga murninya hampir mencapai sepuluh bagian.
Dibawah sorot cahaya lilin tampak cahaya permata berkilauan, dengan telak benda tersebut bersarang didepan dada manusia aneh bersisik merah tersebut.
Blaaam! seakan-akan menimpuk diatas lapisan baja yang kuat, batu permata yang kerasnya melebihi baja itu secara tiba-tiba mental kembali dan bersarang diatas tiang kayu dekat pintu ruangan, saking kerasnya daya pental tadi sehingga membuat benda itu tertanam dalam sekali dalam tiang kayu itu.
“Hmm, barisan Ngo Liong Toa Tin!” dengus Siauw Ling dingin.
“Sedikitpun tidak salah, dia adalah salah satu diantara lima naga, bila Siauw thayhiap sanggup menaklukkan orang ini, rasanya belum terlambat kalau kita saling gebrakan belakangan saja.”
Tempo dulu sewaktu Siauw Ling dengan memimpin para jago yang terdiri dari Be Boen Hwie sekalian menerjang keluar dari perkampungan Pek Hoa San cung, sesudah mengobrak abrikan barisan pedang dan tameng yang terdiri dari delapan belas orang Kiam kong, kemudian menjebolkan kepungan beratus-ratus orang boesu berbaju hitam, dan diluar perkampungan mereka pernah dihadang pula oleh lima naga tersebut.
Tapi didalam kesempatan itu hanya dalam sebuah tusukan pedang saja ia telah berhasil merobohkan salah satu diantara manusia aneh itu, sehingga dalam sangkaran mereka barisan Ngo Liong Tia Ton yang digembar gemborkan sebagai kekuatan terdahsyat pihak Shen Bok Hong ternyata hanya begitu saja.
Tapi setelah kejadian itu Siauw Ling baru tahu sebabnya kelima ekor naga itu tak berkutik adalah disebabkan bantuan dari Lam Hong Giok yang secara diam-diam telah mengunci ilmu silat kelima orang itu dengan sejenis bubuk obat. Bagaimanakah kekuatan yang sesungguhnya, boleh dibilang Siauw Ling sendiripun belum pernah menjajalnya.
Kini setelah berhadapan dengan salah satu diantara kelima orang aneh itu si anak muda kita tak berani bertindak gegabah, hawa murninya segera dihimpun kedalam tubuh. Dengan tajam ia awasi gerak gerik manusia aneh sambil diam mencari titik kelemahan lawan.
Namun seluruh tubuh orang itu tertutup oleh sisik merah yang kuat, kecuali sepasang matanya boleh dibilang tiada tempat lain yang sanggup digunakan untuk menyerang.
“Ada satu persoalan aku harus memberitahu terlebih dahulu kepada kau Siauw thayhiap” terdengar Shen Bok Hong berkata. “Sisik merah yang dikenakan orang ini telah direndam didalam cairan racun yang teramat keji, asal badanmu tersambar hingga robek dan mengucurkan darah maka dalam waktu satu jam racu itu segera akan menyerang isi perutmu dan mengakibatkan kematian yang mengerikan, dikolong langit tiada obat penawar lain untuk menyelamatkan jiwamu.”
“Terima kasih atas pemberitahuanmu itu.”
Selama pembicaraan berlangsung, manusia aneh bersisik merah tadi selangkah demi selangkah sudah mendekati tubuh Siauw Ling.
Menyaksikan gerak gerik pihak lawannya sangat lamban, dalam hati pemuda kita lantas berpikir, “Dengan mengenakan sisik merah yang mengandung racun, aku pikir gerak geriknya pasti mengalami gangguan, seandainya bertarung ditempat yang terbuka mungkin aku bisa menghadapi serangan-serangannya dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh tapi sampan ini sempit dan kecil tidak leluasa bagiku untuk bergerak seenaknya sendiri rupanya bilamana perlu aku harus menghadapi dengan kekuatan serangan telapakku.”
Tampak dua sorot mata manusia aneh itu dengan tajam mengawasi gerak gerik si anak muda itu, kemudian berhenti dan tak berkutik lagi.
Ceng Yap Chin yang melihat manusia aneh tadi berdiri saling berhadapan muka dengan Siauw Ling, bahkan jaraknya cukup untuk merobohkan musuh dalam sekali serangan, hatinya jadi gelisah pikirnya, “Terang-terangan kita sudah tahu kalau orang aneh itu mengenakan sisik beracun, apa sebabnya dia malah membiarkan musuhnya berdiri dala jarak begitu dekat dengan dirinya? bukan meloloskan senjata dia berdiri tenang, apakah orang she Siauw itu hendak menghadapi musuhnya dengan sepasang tangan telanjang belaka??”
Baru saja ingatan tersebut berkelebat lewat dalam benaknya, tiba-tiba Siauw Ling telah ayunkan tangan kanannya, laksana kilat dia melancarkan sebuah serangan dahsyat.
Kecepatan serangan ini bukan saja sukar diikuti dengan pandangan, bahkan membuat Shen Bok Hong yang menyaksikanpun diam-diam merasa sangat kagum.
Walaupun melihat datangnya ancaman yang langsung mengarah dadanya, manusia aneh bersisik merah itu sama sekali tak menghindar ataupun menangkis, dia angkat tangan kanannya dengan kelima jari tangannya yng berkuku panjang ia cengkeram bahu kiri lawan.
Siauw Ling ayun tangan kirinya menangkis datangnya ancaman itu, sementara serangan tangan kanannya dengan telak telah bersarang didada musuh.
Blaam….! ditengah satu ledakan keras, dada simanusia aneh bersisik merah itu sudah terhajar keras sehingga membuat badannya tergetar mundur tiga langkah kebelakang.
Shen Bok Hong yang melihat jalannya pertarungan itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haaah Siauw thayhiap! sisik merah yang dikenakan orang itu mengandung racun yang sangat keji cepat tutup seluruh pernapasan serta jalan darahmu agar racun keji itu tak sampai mengalir kedalam jantung untuk menolong jiwamu, hanya satu jalan yang bisa kau tempuh yaitu menguntungkan tanganmu sebatas siku.”
“Heeeh…. heeh tak usah anda kuatirkan keselamatanku” jengek Siauw Ling sambil tertawa dingin.
Kembali tangannya diayun mengirim satu totokan kilat.
Ternyata dalam sangkaan pemuda kita seandainya serangan yang dia lancarkan berhasil menghajar tubuh lawannya, sekalipun tidak berhasil membinasakan orang itu sedikit banyak masih sanggup untuk merobohkannya hingga tak sadarkan diri, siapa sangka peristiwa yang kemudian terjadi jauh diluar dugaannya, manusia aneh bersisik merah itu hanya tergetar mundur tiga langkah saja kebelakang.
Siauw Ling sadar hanya dengan merobohkan manusia aneh ini terlebih dahulu ia baru bisa menghadapi Shen Bok Hong dengan segenap tenaga, maka dari itu menyaksikan lawannya belum roboh dengan cepat ia mengirim satu serangan lagi dengan ilmu jari Siauw Loo Sin ci yang diancam adalah jalan darah Ci Kiong hiat didada lawan.
Segulung angin tajam segera meluncur kedepan.
Setelah mengalami dua kali serangan berat kembali tubuhnya dilindungi oleh sisik merah yang kuat, namun ia rada tidak tahan juga. Sang badan mundur dengan sempoyongan, seakan-akan hendak roboh terjengkang keatas tanah.
Shen Bok Hong jadi sangat terperanjat pikirnya, “Beberapa bulan tidak berjumpa ternyata tenaga dalam Siauw Ling telah mengalami kemajuan yang demikian pesatnya…. bakat maupun kecerdikan orang ini betul-betul luar biasa, bila aku gagal membinasakan dirinya pada malam ini, mungkin dalam kesempatan lain aku bakal mengalami kesulitan besar.”
Berpikir demikian ia segera bersuit rendah.
Manusia aneh bersisik merah yang sedang sempoyongan itu begitu mendengar suitan rendah tiba-tiba mempertahankan badannya, dua sorot mata dengan seramnya mengawasi wajah si anak muda itu.
Melihat kekuatan andalannya masih sanggup untuk melanjutkan pertarungan Shen Bok Hong segera tertawa dingin.
“Siauw Ling untuk kesekian kalinya aku menasehati dirimu agar insyaf dan suka menggabungkan diri dengan pihak kami, tetapi kalau memang kau tak tahu diri dan selalu ingin memusuhi diriku…. Hmmm! terpaksa aku harus mengambil tindakan tegas pada malam ini juga.”
Telapak kanannya diayun dan langsung ditabokkan keatas tubuh lawannya.
Dengan perawakan tubuhnya yang tinggi besar ditambah sepasang tangannya yang luar biasa panjangnya, meski jarak antara dia dengan Siauw Ling terpaut empat depa namun dalam sekali jangkauan saja ia sudah sanggup untuk mencapai lengan belakang lawan.
Berhadapan dengan musuh tangguh yang menyerang dari depan serta belakang, membuat Siauw Ling tak bisa mengkonsentrasikan seluruh kekuatannya disatu pihak.
Dari depan dia diancam oleh manusia aneh bersisik merah yang selangkah demi selangkah berjalan mendekat dengan wajah penuh napsu membunuh, sedangkan dari belakang Shen Bok Hong telah melancarkan serangan kilat.
Meski Siauw Ling tahu bahwasanya tenaga kweekang dari Shen Bok Hong amat sempurna, tetapi ia tak mungkin bisa putar badan menghadapi dirinya, maka satu-satunya jalan adalah menyalurkan hawa murni Kiam Ciang Khieng untuk melindungi badan dan siap menerima sebuah pukulan mautnya, sementara kekuatan yang sebenarnya siap digunakan untuk merobohkan manusia aneh bersisik merah itu.
Dalam pada itu Sang Pat yang melihat Shen Bok Hong secara tiba-tiba melancarkan serangan kearah Siauw Ling, meski ia sadar bukan tandingannya namun ia tidak memperdulikan sampai kesitu. Tangan kanannya segera diayunkan kedepan, diikuti senjata sie poa emasnya langsung menerjang sikut kanan gembong iblis yang amat lihay itu.
Persendian merupakan tempat yang terlembek untuk membalaskan diri Siauw Ling dari ancaman bahaya, terpaksa Sang Pat menyerang titik kelemahan tersebut.
Terdengar Shen Bok Hong tertawa dingin, mendadak ia putar tangan kirinya melancarkan sebuah sentilan…. dukk, serangan tadi bersarang telak diatas senjata Sang Pat.
Sang loo toa dari sepasang pedang chiu ini hanya merasakan sie poa emasnya mendadak meloncat keatas seperti mau terlepas dari genggaman, hatinya terkesiap, segenap ia kerahkan untuk membetotnya kembali kebawah, setelah bersusah payah ia baru berhasil mempertahankan senjata andalannya itu tidak sampai mencelat keudara.
Tampak cahaya berkelebat membelah angkasa dua titik cahaya putih laksana kilat menyambar kearah manusia aneh bersisik merah.
Ternyata Ceng Yap Chin telah melepaskan dua bilah pedang “Chiet Siuw Kiam” untuk memperingati jalan maju orang aneh itu.
Setelah menghajar miring senjata sie poa emas dari Sang Pat dengan ilmu jari saktinya, Shen Bok Hong melanjutkan serangan tangan kanannya mencengkeram si anak muda.
Tetapi sebelum telapaknya menyentuh diatas bahu lawan, mendadak ia merasa ada selapis tenaga tak berwujud menghadang serangan selanjutnya, hal ini membuat ia jadi terperanjat dan segera katanya, “Hawa khiekang pelindung badan!”
Hawa murninya segera diperlipat ganda laksana sebilah golok telapak kanannya dibabat makin cepat kebawah.
Hawa khiekang pelindung badan yang berhasil dicapai Siauw Ling baru mencapai taraf permulaan. Jago kangouw pada umumnya sulit untuk melukai dirinya, tapi bagi jago lihay seperti Shen Bok Hong yang memiliki tenaga kweekang sempurna sudah tentu Siauw Ling masih belum sanggup menandinginya.
Terasa segulung tenaga tekanan yang amat berat menjebol pertahanan hawa khiekang perlindung badannya langsung menghajar keatas bahu, membuat tubuh bagian atasnya terasa amat sakit dan kaku seakan-akan dibabat orang dengan golok.
Sadarlah si anak muda itu bahwa ia sudah terluka parah, meskipun tulang bahunya tak sampai hancur sedikit banyak pasti sudah parah jadi beberapa bagian.
Namun sebagai manusia berwatak keras, ia tetap gertak gigi menahan sakit, sang badan segera geser tiga depa kesamping.
Karena tak mendengar jeritan tertahan dari si anak muda itu, Shen Bok Hong tak tahu kalau lawannya berhasil dilukai atau tidak, tapi ia tahu bahwa hawa khiekang pelindung badan lawan berhasil dijebolkan dan serangan itu bersarang telak dibahu musuh.
Kendati begitu diam-diam telapak kanannya terasa sakit dan kaku juga termakan oleh tenaga pental dari khiekang pelindung badan si anak muda itu, untuk beberapa saat seluruh lengan itu tak bisa digunakan lagi.
Perubahan ini terjadi dalam waktu sekejap mata, dan siapapun tak menyangka akan kehebatan masing-masing pihak.
Terdengar suara bentrokan nyaring bergema diudara, dua bilah pedang Chiet Siuw Kiam yang dilepaskan Ceng Yap Chin telah bersarang dibahu manusia aneh bersisik merah itu.
Walaupun manusia aneh itu mempunyai sisik tebal pelindung badan, namun setelah badannya termakan gempuran dahsyat dari Siauw Ling, meskipun tak sampai jatuh pingsan seketika itu juga isi perutnya telah terluka parah, dua bilah pedang yang disambit Ceng Yap Chin sama sekali tak terhindar olehnya…. semua serangan bersarang telak diatas badannya.
Pedang Chiet Siuw Kiam milik Ceng Yap Chin ini terbuat dari baja berusia seribu tahun dan khusus digunakan untuk menandingi hawa khiekang orang.
Kendati tajam dan luar biasa, sayang pedang itu masih belum sanggup juga untuk menembusi sisik merah diatas tubuh orang aneh itu, setelah berdenting nyaring pedang tadi segera rontok keatas tanah.
Sang Pat segera membentak keras, sie poa emasnya dengan jurus “Long Ciong Ciauw Gan” atau gulungan ombak menghantam tubuh Shen Bok Hong.
Pada waktu itu lengan kanan gembong ini sedang kaku dan tak bisa digunakan, terpaksa ia mengingos kesamping sambil ayun tangan kirinya melancarkan satu babatan.
Melihat serangannya tidak mengenai pada sasaran Sang Pat mempersiapkan serangan berikutnya, tapi saat itulah angin pukulan Shen Bok Hong telah melanda tiba.
Tampak sekilas cahaya tajam berkelebat lewat, sebilah pedang tahu-tahu meluncur tiba dari bawah lengan kiri Shen Bok Hong langsung membabat keatas.
Ternyata orang yang melancarkan serangan Ceng Yap Chin yang sedang menyerbu datang.
Buru-buru Shen Bok Hong merendahkan tangan kirinya kebawah, setelah lolos dari sisi samping kembali ia lancarkan satu pukulan hebat.
Perubahan jurus ini dilakukan dengan kecepatan bagaikan kilat, tak mungkin bagi Ceng Yap Chin untuk menghindarkan diri lagi, terasa segulung angin dahsyat mendorong badannya kebelakang hingga mendesak ia harus loncat keruang luar.
Shen Bok Hong tertawa seram.
“Siauw Ling diatas sampan inilah tulang belulangmu bakal dikuburkan….”
Belum habis dia berbicara mendadak terdengar suara gemerincingan nyaring…. Criing! criing! diikuti segenggam cahaya emas berkelebat membelah angkasa menyerang manusia aneh bersisik merah itu.
Dalam pada itu manusia aneh tadi berhasil memaksa Siauw Ling mundur kesudut ruang perahu, sepuluh jari tangannya yang berkuku panjang laksana cakar naga perlahan-lahan menyambar tubuh si anak muda itu.
Terdesak oleh keadaa yang amat mendesak, terpaksa Siauw Ling harus menahan rasa sakit pada bahu kanannya, ia bersiap sedia menggunakan telapak kirinya untuk mengirim satu pukulan dahsyatnya, meski akhirnya ia sendiri mati tersambar oleh kesepuluh jari lawan, namun serangan itu sedikit banyak pasti akan membinasakan lawannya.
Disaat itu hendak beradu jiwa itulah segenggang cahaya emas tadi meluncur datang.
Terdengar manusia aneh bersisik merah itu meraung aneh, sepasang lengannya yang siap mencengkeram tubuh Siauw Ling tiba-tiba menutupi mata sendiri, setelah bergetar akhirnya ia roboh terjengkang keatas tanah.
Lolos dari bahaya maut Siauw Ling berdiri termangu-mangu, sementara dari kejauhan sayup-sayup kedengaran irama khiem yang lirih dan bernada sedih berkumandang tiba.
Mendadak Shen Bok Hong membentak keras ia ayun tangan kirinya menghajar tubuh Sang Pat hingga jangkir balik, kemudian loncat kedepan menginjak dada manusia aneh tadi dan sekali sambar sambil mengepit tubuh orang tadi ia meluncur kedepan pintu sampan dan melayang ketepian.
Beberapa loncatan itu dilakukan dengan gerakan cepat dan sehat, meskipun Ceng Yap Chin berjaga-jaga diatas geladak namun ia tak sanggup menghalangi jalan pergi gembong iblis itu.
Haruslah diketahui, setelah ia terdorong oleh hawa pukulan Shen Bok Hong hingga terdesak keluar dari ruangan tadi, walaupun tidak sampai terluka parah tetapi isi perutnya telah goncang oleh getaran hawa serangan musuh saat itu diam-diam ia sedang mengatur pernapasan untuk menenangkan pergolakan tersebut.
Oleh karena itn meski gembong iblis tadi berkelebat lewat disisinya, namun ia tak mampu untuk menghalangi kepergian orang.
Padahal dalam kenyataan, dengan kepandai an silat yang dimiliki Shen Bok Hong dewasa ini, walaupun Geng Yap Chin tidak ter-luka, iapun belum mampu untuk menghalangi jalan pergi orang tersebut.
Memandang bayangan Shen Bok Hong yang lenyap ditengah kegelapan, Siauw Ling seolah-olah baru bangun dari impian buruk berdiri termangu-mangu disitu pikirnya, “Ooh, sungguh berbahaya…. sungguh berbahaya…. andaikata Shen Bok Hong mengirim satu pukulan kearahku dikala berlalu tadi, aku pasti sudan mati konyol diujung telapaknya….”
Teringat akan mara bahaya yang baru saja mengancam jiwanya, diam-diam si anak muda itu bergidik sendiri, bulu kuduknya berdiri sedang keringat dingin mengucur keluar dengan derasnya.
Menanti ia teringat kembali akan irama Khiem yang sayup-sayup kedengaran berkumandang datang tadi, suasana telah kembali dalam kesunyian yang mencekam….
Bagaimanapun juga Sang Pat jauh lebih berpengalaman dari Siauw Ling, setelah mara bahaya berlalu ia lalu merasakan keadaan yang tidak beres, bisiknya lirih: “Toako ayoh cepat kita tolong orang itu!”
“Ehm, kita harui segera membebaskan jalan darah keenam orang itu….” sahut Siauw Ling sambil memandang sekejap kearah keempat orang kakek berbaju hijau itu serta Soen Put Shia dan Boe Wie Tootiang.
“Tak usah, kita tolong dulu mereka berenam ketepi seberang kemudian baru usahakan untuk membebaskan jalan darah mereka yang tertotok.”
Seraya berkata ia segera mengempit dahulu dua orang kakek berbaju hijau itu.
Siauw Ling pun tak banyak bicara lagi. Ia segera mengempit tubuh Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang menyusul dibelakang dan terakhir Ceng Yap Chin mengempit dua orang kakek berbaju hijau lainnya.
Setibanya diatas geladak, tampak depan mereka hanya terbentang air kolam, sampan kecil tadi dipakai oleh Shen Bok Hong untuk menyebrang ketepian.
Mereka bertiga sama-sama tak kenal ilmu berenang, melihat gulungan air disekeliling mereka, Siauw Ling sekalian jadi tertegun dan berdiri termangu.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya si anak muda itu sambil menghela napas panjang.
“Kolam ini tidak begitu luas lagi pula jaraknya beberapa tombak, mari kita terjun saja kedalam air dan berjalan ketepian, makin cepat baik.”
“Kenapa?” tanya Ceng Yap Chin tercengang.
“Aku punya dugaan diatas perahu ini sudah diatur suatu jebakan lihay….”
“Kalau begitu mari kita segera berlalu dari sini!”
Sambil mengempos tenaga si anak muda itu siap meloncat keair, tapi mendadak ia lihat Sang Pat meletakkan kembali tubuh kedua kakek berbaju hijau tadi keatas tanah kemudian menjebol dua buah pintu dan diceburkan kedama air.
Si anak muda itu segera mengerti apa gunanya pintu-pintu tadi,ia loncat lebih dahulu kebawah, setelah meletakkan tubuh Boe wie Tootiang dan Soen Put shia diatas belahan pintu tadi, ia sendiri menceburkan diri kedalam air.
Sang Pat serta Ceng Yap Chin pun secara beruntun loncat kebawah, ternyata enam tubuh jagoan itu tidak sampai menenggelamkan kedua belah pintu tadi, maka merekapun lantas bergerak ketepian.
Memandang bajunya yang basah kuyup oleh air kolam diam-diam Ceng Yap Chin melirik sekejap kearah perahu persegi ditengah kolam, pikirnya, “Bodoh amat cara kita menyeberang ketepian, andaikata kita bisa sedikit menahan diri, keadaan tak akan sedemikian mengenaskan….”
Belum habis dia berpikir terdengar dua ledakan dahsyat menggema diatas sampan tersebut, perahu tadi segera terpecah belah jadi beberapa bagian sementara api berkobar dengan hebatnya.
Dalam sekejap mata seluruh benda yang ada diatas perahu itu sudah terjilat oleh api, kebakaran hebatpun memusnahkan perahu tersebut dalam sekejap mata.
Menyaksikan peristiwa tersebut dalam hati Ceng Yap Chin jadi malu sendiri, ujarnya sambil memandang kearah Sang Pat, “Andaikata Sang hng tidak cermat memeriksa keadaan diatas perahu itu dan buru-buru tinggalkan tempat tersebut, niscaya kita pada saat ini sudah mati tertelan ditengah lautan api….”
“Ooh, itulah namanya rejeki kita, takdir belum menetapkan kita harus mati maka kitapun terhindar dari malapetaka…. itu belum terhitung seberapa….”
Sedang Siauw Ling segera menghela napas.
“Ditinjau dari keadaan demikian, tidak cukup bagi seseorang untuk berkelana dalam dunia persilatan hanya mengandalkan ilmu silat belaka, bila tiada kecerdasan otak yang tajam untuk mempertahankan hidupnya lebih lama….”
“Mara bahaya sudah lewat rasanya sekarang kita harus berusaha untuk membebaskan jalan darah keenam orang ini” ujar Sang Pat setelah memandang sekejap wajah Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang. “Selama hidup empat pujangga besar dunia persilatan tak pernah terlibat dalam urusan dunia kangouw sedang orang Bulimpun kebanyakan tidak ingin mengganggu mereka, dan kini setelah Shen Bok Hong gagal mencelakai jiwa mereka berempat, andaikata kita bisa menolong mereka berarti pula pihak perkumpulan Pek Hoa San cung telah bertambah dengan empat orang musuh tangguh!”
“Aku curiga Shen Bok Hong bukan hanya menotok jalan darah mereka berenam saja.”
“Maksud siauw thayhiap….??” tukas Ceng Yap Chin dengan hati terperanjat.
“Maksud cayhe disamping Shen Bok Hong telah menotok jalan darah mereka berenam mungkin iapun sudah berbuat sesuatu ditubuh mereka. Mampukah kita selamatkan mereka hingga kini masih jadi satu persoalan.”
“Maksud toako, kemungkinan besar Shen Bok Hong telah meracuni keenam orang itu?”
“Sedikitpun tidak salah.”
Ia merandek sejenak, kemudian terusnya, “Ditinjau dari situasi pertarungan diatas sampan tadi, boleh dibilang posisi kita teramat berbahaya, andaikata tiada orang yang membantu secara diam-diam mungkin siauwte sudah terluka diujung jari tangan manusia aneh bersisik merah itu. Sisik merah yang dikenakan betul-betul sangat keras dan tidak mempan terhadap senjata, ia sulit untuk dihadapi. Aaaai…. perkataan Giok Lan serta Kiem Lan sedikitpun tidak salah. Lima naga dari Shen Bok Hong merupakan manusia beracun yang paling dulit dihadapi, yang kita jumpai dimalam ini hanya seekor naga belaka, andaikata lima naga muncul bersama, rasanya tak usah Shen Bok Hong turun tangan sendiripun kita bertiga tak nanti bisa lolos dari perahu itu dalam keadaan selamat.”
“Lalu siapakah yang telah membantu kita secara diam-diam?” tanya Sang Pat setelah termenung sebentar.
“Siauw heng sendiripun kurang begitu paham dengan kejadian tersebut, rupanya orang itu telah melukai sepasang mata manusia aneh bersisik merah itu dengan senjata rahasia sebangsa jarum kecil.”
“Seandainya ia menggunakan senjata rahasia sebangsa jarum, maka orang itu semestinya berada pada jarak tiga tombak dari kita.”
“Memang seharusnya demikian tapi ternyata kita semua tak berhasil mengetahui jejaknya.”
Sinar mata Sang Pat berputar sekejap kepada jago muda dari Bu tong pay ujarnya, “Ceng heng, bukankah kau selalu berjaga diatas geladak, apakah kau berhasil menemukan sesuatu tanda yang mencurigakan?”
“Sungguh menyesal sekali, siauwtepun tidak berhasil menemukan tanda-tanda yang mencurigakan.”
“Apakah toako masih ingat dengan arah datangnya jarum emas itu?”
“Menurut ingatan siauw heng rasanya jarum emas itu disambit masuk lewat pintu depan ruangan.”
“Andaikata ada orang melepaskan senjata rahasia dari atas geladak aku orang she Ceng yakin tak akan lolos dari pengawasan.”
Siauw Ling termenung untuk berpikir sebentar, kemudian tanyanya lagi, “Apakah Ceng heng pernah mendengar suara yang aneh?”
“Tatkala Siauw heng sedang bertarung melawan manusia aneh bersisik merah itu, cayhe rupanya mendengar sayup ada irama khiem yag berkumandang datang.”
“Nah, itulah dia. Ketika suhengmu serta Loocianpwee berjumpa dengan Shen Bok Hong serta para jago ditepi telaga, disaat pertarungan hampir meledak tiba-tiba terdengar pula irama khiem mengalun datang, begitu mendengar alunan irama musik tadi Shen Bok Hong segera melarikan diri terbirit-birit. Kemudian suhengmu Soen Loocianpwee pernah membicarakan persoalan itu dengan diriku menurut mereka irama musik itu mirip dengan gabungan musik yang dimainkan oleh seruling dan khiem, dan malam ini kembali kita dengar alunan irama khiem tersebut sedang Shen Bok Hong untuk kesekian kalianya melarikan diri terbirit-birit, itu menandakan kalau gembong iblis itu pasti jeri terhadap sipemain khiem.”
“Ehmm, pendapat Siauw toako memang tepat sekali” Sang Pat mengangguk membenarkan. “Cuma irama musik yang siauwte dengar malam ini rupanya hanya permainan khiem belaka.”
“Benar, memang tiada gabungan irama seruling!”
“Entah siapakah yang mempunyai kemampuan tersebut sehingga bisa memaksa seorang gembong iblis melarikan diri terbirit-birit?”
“Siauw heng curiga segenggam jarum emas itu disambitkan oleh sipemain khiem tersebut.”
Ia merandek sejenak lalu tambahnya, “Ia selalu bersembunyi untuk membantu kita secara diam-diam, bahkan berulang kali mempermainkan orang lalu suruh aku menolongnya, contoh seperti Lam Hay Ngo Hiong…. rupanya orang itupun bermusuhan dengan diri Shen Bok Hong!”
“Yang aneh apa sebabnya ia tak mau berjumpa dengan kita orang?”
Siauw Ling termenung, bibirnya bergetar mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya dibatalkan kembali.
Ceng Yap Chin sangat menguatirkan keselamatan suhengnya, tiba-tiba ia berseru, “Siauw heng, Soen Loocianpwee serta suhengku adalah orang-orang yang berpangalaman serta mempunyai akal cerdik, andaikata kita bisa bebaskan jalan darah mereka yang tertotok mungkin mereka bisa membantu kita untuk memecahkan teka teki ini.”
“Pendapat Ceng heng sedikitpun tidak salah, hanya saja cayhe merasa tipis sekali harapan kita untuk menolong mereka. Tapi bagaimanapun juga kita harus mencobanya.”
“Kalau begitu biarlah siauwte mencobanya lebih dahulu, bila tidak berhasil barulah Siauw heng yang mencoba.”
“Tempat ini tidak leluasa bagi kita untuk turun tangan” sela sang Pat cepat. “Mari kita menuju kekuil keluarga Loo sie lebih dahulu.”
Sambil membopong kakek berbaju hijau itu, ia berlalu lebih dahulu.
Dalam waktu singkat mereka sudah tiba didalam kuil, setelah membaringkan keenam orang tadi keatas lantai, Sang Pat berkata, “Baiklah kuperiksa dahulu keadadan disekeliling tempat ini!”
“Silahkan Sang heng!” seru Ceng Yap Chin sementara telapaknya telah bekerja cepat menguruti seluruh tubuh Boe Wie Tootiang.
Siauw Ling memperhatikannya dari samping, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Tampak Boe Wie Tootiang tetap pejamkan matanya rapat-rapat dan sama sekali tak berkutik, sepertanak nasi lamanya Ceng Yap Chin berusaha namun toosu tua itu tetap tidak sadar.
Akhirnya jago muda dari Bu tong pay ini berhenti mengurut, sambil menyeka keringat dingin yang membasahi wajahnya dia berkata, “Mungkin jalan darah mereka tertotok oleh sejenis kepandaian aneh, siauwte tak sanggup menolong mereka, terpaksa kini harus merepotkan Siauw thayhiap!”
“Aaai, mungkin siauwte sendiripun tidak sanggup!”
Ia lantas berjongkok disisi tubuh toosu tua itu, perlahan-lahan telapak kanannya ditempelkan pada punggung dekat tulang tengkuk, kemudian hawa murninya disalurkan keluar menerjang masuk lewat jalan darah Beng Boen Hiap.
Beberapa saat kemudian Siauw Ling tarik kembali telapak kanannya, sementara tangan kiri laksana kilat melancarkan totokan menabok diatas empat buah jalan darah penting ditubuh Boe Wie Tootiang.
Siapa sangka toosu tua dari partai Bu tong ini tetap tak berkutik sama sekali, keadaan tetap seperti sedia kala.
Akhirnya si anak muda itu menghela napas panjang.
“Aaai…. tak bisa jadi, rupanya kita tak sanggup menyelamatkan mereka!”
Dalam pada itu Sang Pat sudah menyelinap masuk kembali kedalam ruangan tengah tangannya menekan dada Boe Wie Tootiang dan memeriksa denyutan jantungnya, kemudian berkata, “Jangan kuatir, mereka masih hidup!”
Siauw Ling tertawa getir.
“Cukup ditinjau dari keadaan Boe Wie Tootiang, dalam tubuhnya terdapat beberapa buah nadi yang tidak lancar” katanya. “Entah Shen Bok Hong telah menggunakan cara apa yang untuk menguasai mereka sehingga kami tak sanggup membebaskannya.”
“Ilmu menotok jalan darah dari pelbagai partai berbeda satu sama lainnya, ada pemutus urat, ada penggetar nadi dan ada pula membabat jalan darah, asal napas mereka belum putus rasanya masih ada harapan untuk ditolong. Toako kaupun tak usah gelisah, mari kita perlahan-lahan mencari upaya untuk menolong mereka.”
“Seandainya jalan darah mereka berenam tak sanggup kita bebaskan, bukankah kita harus berjalan sambil membopong mereka?”
Sementara Sang Pat siap menjawab, mendadak terdengar irama seruling berkumandang datang.
Walaupun suara seruling itu halus dan ampuk tapi dalam pendengaran beberapa orang laksana guntur membelah bumi disiang hari bolong, membuat mereka bersama-sama jadi tertegun.
Siauw Ling goyangkan tangan kanannya melarang mereka berdua berbicara, sedang perhatiannya dipusatkan untuk mendengar alunan suara tersebut.
Terdengar irama seruling itu penuh mengandung nada sedih yang memilukan hati, bergema ditengah kesunyian malam yang mencekam membuat hati setiap orang ikut tergoyah.
Tiba-tiba permainan seruling itu terpotong ditengah jalan, irama merdu yang megalun diangkasapun perlahan-lahan membuyar keempat penjuru.
Ceng Yap Chin menghembuskan napas panjang, bisiknya, “Ooh, pedih amat permainan seruling orang itu, iramanya penuh dengan keluhan serta kepedihan yang menghancur lumatkan hati orang!”
“Suara seruling itu walaupun ringan dan mengalun tipis diudara tapi kuat dan nyaring kedengaran dalam setiap pendengaran jelas orang yang meniup seruling itu adalah jago lihay dari dunia persilatan, karena hanya manusia lihay saja yang sanggup memancarkan suaranya sedemikian nyata” kata Sang Pat memberikan pendapatnya.
“Benar dimana irama khiem berhenti irama seruling segera menyambung dari belakang. Jelas jago lihay yang memainkan khiem serta seruling itu pasti berada disekitar tempat ini.”
Satu ingatan mendadak berkelebat dalam benak Sang Pat, ujarnya, “Irama khiem berkumandang lebih dahulu disusul oleh irama seruling, bukankah itu berarti bahwa seruling tak pernah meninggalkan khiem.”
Belum habis dia berkata mendadak irama khiem mengalun kembali diangkasa, beberapa bait syair telah lewat irama khiem tadi bergema lagi memainkan irama lain.
Ketika didengarkan lebih seksama maka terdengarlah permainan khiem itu seolah-olah sedang mengisahkan satu cerita yang penuh dengan kepedihan serta kesedihan.
Tanpa sadar baik Siauw Ling maupun Sang Pat sekalian terpengaruh oleh permainan khiem itu, mereka merasakan hati kecil masing-masing tersumbat oleh kepedihan yang sangat sehingga air mata ikut bercucuran.
Mendadak irama khiem itu berhenti.
Siauw Ling serta Sang Pat sekalian bagaikan baru sadar dari impian, tanpa terasa masing-masing menyeka air mata yang membasahi wajah masing-masing.
Sang Pat menghembuskan napas panjang katanya, “Aku Sang loo jie kecuali waktu bersembahyang didepan layon ibuku pernah menangis satu kali. Boleh dibilang kali ini merupakan kedua kalinya aku mengucurkan air mata.”
“Siauwte sendiripun mengucurkan air mata karena terpengaruh oleh irama khiem tersebut” sambung Ceng Yap Chin.
“Permainan khiem tersebut betul-betul membuat hati orang jadi sedih, entah siapa yang memainkan irama tersebut?” bisik Siauw Ling.
Suasana hening untuk beberapa saat lamanya Ceng Yap Chin melirik sekejap kearah suhengnya, tiba-tiba ia berkata kembali, “Bilamana ditempat ini tak ada enam orang yang terluka. Malam ini juga aku ingin pergi mencari orang yang memainkan khiem itu.”
Mendadak irama seruling berkumandang lagi diangkasa.
Permainan seruling kali ini kedengaran jauh lebih sedih dan memilukan hati orang.
“Aku akan pergi melihat siapakah mereka” bisik Siauw Ling dengan alis berkerut.
“Toako akan pergi seorang diri??”
“Disini ada enam orang terluka, sudah tentu kita tak boleh tinggalkan mereka tanpa mengurusi, lebih baik kalian berdua tetap tinggal disini saja, biar aku yang pergi seorang diri.”
“Andai kata toako berjumpa dengan musuh tangguh segera bersuitlah panjang sebagai tanda, kami sekalian akan segera berangkat kesitu untuk memberi bantuan.”
Siauw Ling termenung sebentar lalu berkata, “Seandainya orang yang meniup seruling dan bermainan khiem itu ada maksud memusuhi kita, tak nanti mereka akan selalu membantu kita orang….” ia merandek sejenak lalu sambungnya, “Suhuku pernah berkata kepadaku, setiap manusia yang memiliki kepandaian sakti kebanyakan mempunyai tabiat serta tingkah laku yang kukoay, seandainya kita berhasil menemukan mereka mungkin malah akan menggusarkan hati mereka seandainya ia sampai melukai diriku kendati kamu berdua menyusul kesanapun percuma sebab kalian tak akan bisa membantu diriku utnuk kebaikan kita semua maka begini saja, seandainya dalam waktu satu jam cayhe belum kembali juga maka kalian berduapun tak usah tinggal terlalu lama lagi disini, harap membawa Soen Loocianpwee sekalian pergi ketempat yang telah dijanjikan.”
Sang Pat masih ingin mengucapkan sesuatu tapi dengan langkah lebar Siauw Ling telah berjalan keluar dari ruangan.
Pada waktu itu awan gelap telah menyelimuti angkasa. Suasana gelap gulita sukar melihat kelima jari tangan sendiri….
Dengan mengikuti berasalnya irama seruling tadi perlahan-lahan Siauw Ling bergerak kedepan.
Makin lama suara permainan seruling itu kedengaran semakin dekat, ditengah kegelapan secara lapat-lapat dia lihat ada sesosok bayangan manusia duduk diatas sebuah batu cadas.
Siauw Ling tarik napas panjang-panjang, setelah mententeramkan hatinya yang bergolak keras ia sapu sekejap keadaan sekelilingnya saat itulah ia temukan dirinya berada disuatu daerah hutan yang amat sunyi. Ditempat kejauhan tampak sebuah bukit menjulang tinggi keangkasa.
Siauw Ling mendehem berat, maksudnya agar sipemain seruling itu dapat mengetahui akan kehadirannya.
Tapi rupanya orang itu sudah mabok oleh permainan serulingnya, seluruh perhatian serta raganya telah bersatu padu dalam satu titik, terhadap deheman Siauw Ling sama sekali digubrisnya.
Si anak muda itu jadi tertegun, pikirnya, “Dehemanku barusan telah menggunakan tenaga yang amat kuat, mengapa ia belum juga kedengaran….”
Sementara dia masih berpikir, mendadak terdengar suara bentakan nyaring berkumandang datang, “Siapa disana?”
Suara itu muncul secara mendadak dan sama sekali bukan berasal dari mulut sipemain seruling tersebut.
Siauw Ling segera alihkan sinar matanya kearah mana berasalnya suara tersebut, tampaklah dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat itu lambat-lambat berjalan keluar seseorang.
Mendadak…. ia merasa suara orang itu sangat dikenal olehnya, hanya untuk sesaat ia tak tahu suara siapakah itu.
sementara ia ingin menjawab, tiba-tiba serentetan suara yang amat halus berkumandang masuk kedalam telinganya.
“Jangan buka suara, lebih baik kenakanlah topengmu itu sehingga rahasia asal usulmu jangan sampai ketahuan orang!”
Begitu suara lembut tadi menusuk kedalam pendengarannya Siauw Ling semakin tertegun karena suara itu sangat dikenal olehnya sehingga membuat dia hampir saja menjerit tertahan.
Dengan cepat si anak muda itu mententramkan hatinya yang bergolak keras, buru-buru dia putar badan dan laksana kilat mengenakan selapis kulit topeng keatas wajahnya.
Menanti ia berpaling kembali tampaklah bayangan manusia yang munculkan diri dari balik pohon itu sudah berada sangat dekat dengan dirinya.
Irama seruling tiba-tiba berhenti ditengah jalan, serentetan suara teguran yang dingin dan jumawa menggema diangkasa.
“Apakah adik Giok Tong Siauwte disitu….?”
“Sedikitpun tidak salah, memang siauwte disini” jawab bayangan manusia yang sedang bergerak menuju kearah mana Siauw Ling berada itu.
“Hmm, tahukah kau bahwa adikmu sedang mencari dirimu kemanapun jua….!”
“Aah, kiranya orang itu adalah Lan Giok Tong yang pernah menyaru sebagai diriku.” pikir Siauw Ling.
Terdengar Lan Giok Tong berkata, “Tabiat piauw moay terlalu berangasan dan menang sendiri, siauwte tidak tahan terhadap tingkah lakunya yang luar biasa itu, maka tak berani aku menjumpai dirinya lagi.”
“Ooooh, kiranya antara Lan Giok Tong dengan sipeniup seruling ini adalah Piauw hengte!” pikir Siauw Ling.
Terdengar orang yang meniup seruling itu berkata lagi dengan nada dingin, “Aku tidak ingin mencampuri urusanmu dengan piauw moay mu itu tapi kau selalu membuntuti diriku entah apa maksudmu yang sebenarnya?”
“Pertama, aku hendak melindungi Piauw ko dan kedua…. kedua….” setengah harian dia ulangi perkataan itu tanpa sanggup untuk meneruskannya.
Orang yang meniup seruling itu mendengus dingin.
“Apa maksud hatimu yang sebenarnya? apakah kau anggap Piauw heng tidak mengerti?”
“Mengenai persoalan ini baik Piauw ko sendiri maupun siauwte tak akan sanggup mengambil keputusan, lebih baik kita serahkan keputusan ini kepada “Nya” saja!”