Jilid 21
Diam2 Siauw Ling periksa keadaan dua orang bocah berbaju hijau itu, ia rasa meskipun usianya masih sangat muda namun sikap maupun tingkah lakunya dingin dan hambar, diam2 pikirnya, “Entah ilmu silat apakah yang telah dilatih kedua orang ini? usianya masih sangat muda namun berhasil melatih diri hingga sikap maupun tingkah lakunya dingin serta hambar….”
Dalam pada itu terdengar Soen Seng telah berkata, “Siauw thayhiap hendak menanyakan sesuatu kepada kalian, bilamana kamu berdua mengetahuinya segera jawab dengan sejujurnya, jangan ada yang disimpan dalam hati ataupun dirahasiakan!”
Dua orang bocah berbaju hijau itu mengiakan, empat mata bersama2 dialihkan keatas wajah Siauw Ling dan bertanya hampir berbareng, “Apa yang hendak Siauw thayhiap tanyakan?”
“Dimanakah suhu kalian terkena penyakit aneh ini?”
“Dalam lembah ini juga” jawab bocah yang ada disebelah kiri. “Karena ada urusan penting suhu serta Su siok telah berangkat meninggalkan tempat ini, tapi belum sampai setengah jam mereka telah kembali lagi kesini!”
“Kemudian?” sela Boe Wie Tootiang.
Jawab bocah berbaju hijau yang ada disebelah kanan, “Sejak kedatangan mereka kami telah melihat tanda2 yang tidak beres diatas wajah suhu serta Su siok, tetapi karena peraturan perguruan yang keras dan ketat kami tak berani bicara sembarangan ataupun menegur, begitulah mula2 Su siok yang tidak tahan dan segera roboh diatas tanah, sedangkan suhu seperti mau mengatakan sesuatu tetapi sebelum kata2 itu sempat diutarakan beliaupun ikut roboh tidak sadarkan diri. Menjumpai peristiwa yang berada diluar dugaan ini hati kami jadi gugup bercampur kaget. Maka suheng lantas kuminta untuk menjaga suhu sedang siauwte pergi mencari susiok berdua.”
“Ah, benar” diam2 Boe Wie Tootiang membatin. “Tentu kelima manusia laknat dari Lam Hay ini telah berjanji untuk menanti ditepi guna menyambut kedatangan Thian tiong Goan, siapa tahu terjadi perubahan diluar dugaan sehingga rencana mereka gagal total.”
Terdengar Soen seng melanjutkan, “Ketika mendengar kabar yang mengejutkan ini cayhe buru2 lari pulang dan berusaha menyadarkan toako serta sute dengan cara pengurutan jalan darah, namun kesadaran kedua orang itu tetap buram dan kabur. Bukan saja tak kenal dengan kawan, saudara sendiripun tak dikenal lagi, begitu bangun dia segera turun tangan menyerang diriku, karena keadaan yang terpaksa itulah jalan darah mereka segera kutotok, sesudah bingung dan ribut beberapa jam lamanya barulah kami temukan secarik surat tertinggal diatas batu cadas, dimana orang itu memberi petunjuk kepada kami agar pergi mencari Siauw thayhiap untuk menyembuhkan penyakit mereka berdua. Dan surat itupun sudah Siauw thayhiap baca!”
“Baiklah” Siauw Ling mengangguk. “Siauwte akan segera membuka sebuah resep dan berikan dulu kepada toako kalian!”
“Bila Siauw thayhiap suka menolong, kami lima bersaudara dari Lam Hay pasti akan mengingat terus budi kebaikan ini.”
“Harap sediakan pit dan bak, cayhe akan membuka resep!”
Soen seng segera perintahkan kedua orang bocah itu untuk mengambil pit dan bak, sebentar saja mereka telah kembali dengan barang yang diminta.
Dalam hati Siauw Ling merasa serba salah terpaksa ia tulis juga resep obat seperti apa yang diucapkan Boe Wie Tootiang tadi. Soen seng sendiri tidak tahu apakah pemuda itu bisa membuka resep atau tidak, sepasang matanya dengan tajam menatap terus gerakan ujung pit dari Siauw Ling.
Baru saja si anak muda itu menuliskan dua macam nama obat, terdengar Boe Wie Tootiang secara tiba2 berseru, “Siauw thayhiap tunggu sebentar.”
“Ada apa Tootiang?”
“Lebih baik kita rundingkan lebih jauh sebelum membuka resep!”
Air muka Soen seng berubah hebat, rupanya dia mau mengumbar hawa gusarnya namun akhirnya ditahan juga golakan hatinya itu.
Seakan2 tidak pernah menjumpai perubahan air muka orang she Soen itu, ambil memandang kearah Siauw Ling ujar toosu tua itu.
“Apakah Siauw thayhiap ada maksud membuka sebuah resep untuk menawarkan racun yang mengeram dalam tubuh Thio heng?”
Siauw Ling tak tahu apa maksud Boe Wie Tootiang mengucapkan kata2 tersebut, terpaksa ia manggut.
“Sedikitpun tidak salah!”
“Walaupun kita harus sangat hati2 dalam menggunakan obat namun menurut pandangan pinto keadaan pada saat ini berbeda, kesempatan buat hidup Thio heng ini sudah tidak lama lagi. Kita harus menggunakan suatu cara yang luar biasa untuk bisa menghadapinya.”
Siauw Ling melirik sekejap kearah Soen seng, menyaksikan orang itu berdiri disamping dengan wajah penuh berharap terpaksa ia berkata, “Seandainya kita salah tangan hingga melukai orang, bukankah hal ini malah akan menciptakan kesalah pahaman yang amat besar.”
“Orang yang meninggalkan surat itu dengan jelas telah mengutarakan bahwa Siauw thayhiap bisa menyembuhkan penyakit semacam ini, cayhe rasa cara pengobatanmu tentu luar biasa sekali. Silahkan Siauw thayhiap turun tangan sekehendak hatinya asalkan cara pengobatannya tidak keliru, meskipun tak bisa disembuhkan juga tak mengapa. Kami lima bersaudara dari Lam Hay sama saja akan berterima kasih kepadamu!”
Ucapan ini amat cengli dan masuk diakal, sama sekali tidak mengandung nada paksaan atau main menang sendiri.
Siauw Ling jadi terkesiap setelah mendengar perkataan itu, diam2 pikirnya, “Mereka menaruh kepercayaan penuh terhadap diriku, seandainya aku gagal untuk menyembuhkan penyakit gila yang diderita orang ini, bukan saja kegagalan ini akan mengecewakan hati mereka dalam hati kecil dan orang she Siauw sendiripun akan tidak tentram….”
Sementara dia masih berpikir, mendadak terdengar suara suitan yang amat tinggi dan nyaring berkumandang datang.
“Suara apakah itu?” seru Soen seng cepat dengan alis berkerut.
“Rupanya mirip suara suitan seseorang biar siauwte pergi memeriksanya!” Thian tiong Goan sambil bangkit berdiri.
“Ehmm, berhati2lah!”
Thian Tiong Goan mengangguk dia lantas loncat ketengah udara dan melayang kearah berasalnya suara suitan tadi.
Menggunakan kesempatan itu Boe Wie Tootiang segera berkata dengan ilmu menyampaikan suara, “Siauw thayhiap, setelah pinto pikirkan berulang kali aku rasa hanya membuka sebuah resep saja sulit untuk menyembuhkan penyakit yang diderita Thio Cu Yoe, bahkan ada kemungkinan malahan akan menimbulkan kecurigaan dalam hati mereka….”
“Lalu apa yang harus kita lakukan?”
“Menurut pendapat pinto, lebih baik Siauw thayhiap menguruti seluruh jalan darahnya dengan ilmu Tui Kiong Ko Hiat, dengan urutanmu ini kita akan bikin mereka jadi bingung dan tak bisa menebak. Setelah itu barulah kita susun rencana lebih jauh!”
“Kurang ajar benar orang yang meninggalkan surat itu” pikir Siauw Ling didalam hati. “Hingga kini belum ada juga kabar berita darinya, jelas dia ada maksud mengajak bergurau dengan diriku.”
Sejak dilahirkan belum pernah si anak muda ini merasakan kekikukan seperti hari ini, terang2an dia tidak mengerti apapun tentang ilmu pertabiban namun dia terpaksa harus berlagak seakan2 mengetahuinya.
Menyaksikan sikap Siauw Ling serta kegelisahan hatinya suatu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Soen put shia dia segera menjura kepada Soen seng sambil berkata, “Suara suitan itu tinggi melengking hingga menembusi awan, aku pengemis tua rasa yang datang pasti bukan orang Bulim biasa, adikmu seorang belum tentu tandingannya, bagaimana kalau aku temani dirimu pergi kesitu?”
Soen seng termenung sebentar kemudian mengangguk, kepada dua orang bocah berbaju hijau itu pesannya, “Baik2lah menjaga suhu kalian!”
Dengan cepat kedua orang itu segera erlalu dari sana dan lenyap dari pandangan.
Sepeninggalnya Soen seng yang mengawasi terus gerak gerik mereka setiap saat, Siauw Ling tampak lebih tenang, kepada Boe Wie Tootiang segera bisiknya, “Sulit bagi aku orang she Siauw untuk melakukan pekerjaan yang menempuh bahaya semacam ini, aku lihat lebih baik kita berterus terang saja kepada mereka.”
Belum sempat Boe Wie Tootiang menjawab mendadak tampak bocah berbaju hijau yang ada disebelah kiri telah menggerakkan bibirnya serentetan suara yang lembut dan lirih segera memancar masuk kedalam telinga Siauw Ling terdengar ia berkata, “Thio Cu Yoe terluka karena tusukan jarum emas pada jalan darah yang aneh letaknya. Pada batok kepala bagian belakangnya tertancap tiga batang jaum emas, asalkan jarum emas itu kau cabut keluar maka kesadarannya akan segera pulih kembali seperti sedia kala.”
Beberapa patah kata yang halus dan lembut itu dalam pendengaran Siauw Ling dirasakan bagaikan guntur membelah bumi disiang hari bolong, seketika dia berdiri termangu2.
Terdengar suara yang halus lembut itu berkumandang kembali, “Sebenarnya aku hendak memberitahukan rahasia ini sejak tadi, namun karena Soen seng jadi orang terlalu teliti maka dari pada rahasia ini konangan terpaksa aku harus menanti saat yang tepat. Sekarang tiada halangannya bagimu untuk mengurut jalan darah disekujur badan Thio Cu Yoe dengan ilmu Tui Kiong Ko Hiat, menanti Soen seng telah kembali nanti katakan pula beberapa patah kata yang menakutkan hatinya, setelah itu jarum emas dibelakang batok kepalanya baru kau cabut….” ia merandek sejenak, kemudian tambahnya lagi, “Ilmu silat yang dimiliki Lam Hay Ngo Hiong sangat lihay, dengan pelepasan budi pada hari ini akan mendatangkan manfaat yang besar bagi kalian dikemudian waktu. Urusan selanjutnya aturlah sendiri! sebab sebelum kentongan pertama malam nanti aku harus kembali untuk memberikan laporan!”
Bicara sampai disitu suara tadi lantas sirap.
Siauw Ling merasa kaget, terperanjat bercampur malu dengan cepat ia mendongak, bocah berbaju hijau disebelah kiri tersenyum manis kearahnya kemudian pulih kembali sikapnya yang dingin dan hambar.
Ketika memeriksa lagi bocah yang ada disebelah kanan, tampak orang itu masih berdiri dengan wajah yang serius, jelas dia sama sekali tidak merasakan adanya kejadian yang berlangsung disisinya, tanpa terasa pemuda kita menghela panjang, pikirnya, “Entah siapakah yang mempunyai keberanian sebesar ini untuk mengatur rencana yang begini besar dan mengerikan. Dia betul2 luar biasa….”
Dalam pada saat itu terdengar Boe Wie Tootiang telah berkata, “Siauw thayhiap, urusan telah menjadi begini kalau kita berpura2 terus mungkin Lam Hay Ngo Hiong akan menaruh curiga terhadap kita. Pinto rasa lebih baik aku ajarkan ilmu menusuk jalan darah dengan jarum emas kepadamu. Tusukan beberapa kali tubuhnya lalu tinggalkan satu resep kepadanya. Setelah utu segera kita pamit….”
Siauw Ling mengerti suara yang didengarnya barusan hanya dia seorang saja yang mendengar, maka ia lantas menjawab, “Tak usah Tootiang kuatirkan lagi, cayhe telah memperoleh cara untuk menyembuhkan penyakitnya.”
“Sungguh?” seru Boe Wie Tootiang tertegun.
“Aku rasa tak bakal salah lagi, menanti Soen seng telah kembali nanti kita segera turun tangan.”
Boe Wie Tootiang tahu bahwa Siauw Ling tak pernah bicara tanpa ada keyakinan yang penuh, tapi iapun bingung darimana secara tiba2 si anak muda ini berhasil memperoleh cara untuk menyembuhkan penyakit Thio Cu Yoe.
Sebagai orang yang beriman tebal, sekalipun hatinya ingin tahu namun karena Siauw Ling tak mau bicara diapun tidak bertanya lebih jauh. Tampak Siauw Ling ulur tangan kanannya memeriksa sejenak urat nadi dipergelangan kiri Thio Cu Yoe, setelah itu tangan kanannya mulai menguruti beberapa jalan darah ditubuh orang she Thio tadi.
Kurang lebih seperminum teh kemudian Soen put shia, Thian Tiong Goan serta Soen seng baru muncul kembali disitu.
Siauw Ling segera berhenti mengurut, sambil memandang wajah orang she Soen itu katanya, “Soen heng, apakah kau telah menemukan seseorang yang mencurigakan?”
Soen seng menggeleng.
“Cayhe telah mengelilingi sekitar tempat ini namun tak kujumpai jejak musuh yang berkeliaran disini.”
Siauw Ling mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi, keberaniannya semakin meningkat, setelah menghembuskan napas panjang katanya, “Cayhe sudah periksa denyutan nadi toako kalian dengan seksama, dan sama sekali tak kujumpai tanda penyakit ditubuhnya….”
“Tetapi ia menunjukkan gejala2 edan, apakah sengaja dia berbuat demikian?”
“Tentu saja tidak begitu….”
“Lalu apa sebabnya?”
“Dia sudah dibokong orang dengan cara yang luar biasa sekali, urat syarafnya telah terluka hingga kesadarannya jadi hilang. Reaksinya jadi lamban sekalipun ilmu silatnya tidak sampai punah sama sekali namun terganggu gerakan oleh sebab itulah kalian dengan mudah bisa menaklukannya.”
“Tidak salah, bagi orang lain tak nanti bisa hadapi toako kami dalam seratus gebrakan saja….” dia merandek sejenak, setelah tukar napas sambungnya: “Tanda2 penyakit telah ditemukan, apakah Siauw thayhiap telah mendapatkan pula cara pengobatan?”
“Bila tanda penyakitnya belum ditemukan memang sukar untuk disembuhkan, tapi ini siauwte telah berhasil menemukan tanda2 penyakit yang diderita toako kalian. Sudah tentu penyakitnya bisa cayhe sembuhkan hanya saja dewasa ini aku masih belum bisa memastikan dimanakah letak lukanya baru dapat kusembuhkan.”
“Kalau begitu terpaksa harus merepotkan Siauw thayhiap!”
“Setelah cayhe sanggupi, tentu akan kuusahakan dengan segenap tenaga….” tangannya mulai bergerak dari arah dada Thio Cu Yoe dan diperiksanya keatas.
Boe Wie Tootiang sendiri merasa amat tercengang dengan sikap serta tingkah laku Siauw Ling, diam2 ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Ketika berpaling, ia temukan wajah Soen put shia pun diliputi dengan kebimbangan serta keraguan, jelas sipengemis tua ini pun dibuat bingung tak habis mengerti oleh sikap pemuda itu.
Dengan sepasang mata yang melotot bulat serta memancarkan cahaya tajam Soen seng menatap terus sepasang tangan Siauw Ling. Jelas walaupun diluar ia bicara lunak namun dalam hati penuh diliputi kecurigaan, ia tahu Siauw Ling turun tangan keji dengan menggunakan kesempatan baik itu, maka setiap gerakan kian keatas dan akhirnya mulai beralih keatas batok kepala.
Mendadak Soen Put shia mendehem dan tegurnya, “siauw thayhiap mungkinkah luka itu terletak diatas batok kepala?”
“Sedikitpun tidak salah!” jawab Siauw Ling dingin, matanya berkilat dan tangannya bergerak lebih jauh.
Tiba2 dia angkat tangannya, antara jari tengah dan jari telunjuknya menjepit sebatang jarum emas sepanjang satu coen.
Air muka Soen seng berubah hebat, perlahan2 ia jongkok kebawah.
Sementara itu Cay Wie dan Thian Tiong Goan telah berubung kedepan, seluruh sinar matanya ditunjukkan keatas telapak tangan Siauw Ling.
Si anak muda itu melirik sekejap wajah bocah berbaju hijau yang ada disebelah kiri itu kemudian angsurkan jarum emas tadi ketangan Soen seng.
Sitelapak pembetot sukma menerima jarum emas tadi, air mukanya sekarang tercermin rasa kaget, tertegun bercampur kagum.
Perlahan2 Siauw Ling menyingkap rambut Thio Cu Yoe yang awut2an, tampaklah dua batang jarum emas telah menembusi batok kepalanya, satu sama lain hanya terpaut satu coen.
“Oooow…. sungguh keji serangan bokongan ini” seru Soen seng sambil menghembuskan napas panjang.
“Nah, sekarang sudah aman” kata Siauw Ling sambil cabut keluar dua batang jarum lainnya. “Andai kata otak toako kalian tidak terluka, asal istirahat beberapa saat saja kesadarannya akan pulih kembali seperti sedia kala.”
“Seandainya terluka?”
“Wah…. rada repot?”
“Siauw thayhiap harap kau suka menolong orang sampai akhir. Kami lima bersaudara dari Lam Hay tentu tak akan melepaskan budi kebaikanmu ini.”
Dalam hati Siauw Ling merasa malu sendiri, tapi ujarnya pula, “Jangan keburu kuatir, kalau menurut pemeriksaan siauwte aku rasa otak toako kalian belum sampai terluka.”
“Moga2 saja demikian adanya….” kepada Cay Wie segera serunya: “Gotong kemari Loo su kita!”
Cay Wie mengiakan, beberapa saat kemudian dia sudah muncul kembali bersama dua orang lelaki yang menggotong sebuah tandu.
“Ehmm…. rupanya dibelakang batu cadas itu dia sudah sembunyikan orang dalam jumlah banyak” pikir pemuda itu sepasang tangannya segera bekerja cepat, dari belakang batok kepala Su Hiong dia cabut keluar tiga batang jarum emas.
mendadak Thian Tiong Goan berseru, “Siauw thayhiap, tolong tanya apakah kedua orang kakak kami perlu diberi obat2an?”
“Tak usah, asalkan istirahat cukup mereka akan sembuh kembali seperti sedia kala. Nah, sekarang kita tinggal tunggu saat yang tepat untuk membebaskan jalan darah mereka!”
Habis berkata ia bangun berdiri dan menghembuskan napas panjang, seakan2 dengan hembusan itu dia mau buang semua beban yang menekan hatinya selama ini.
Lima manusia laknat dari Lam Hay yang tersohor akan keganasan serta kekejiannya, detik ini sudah tunduk dan kagum seratus persen terhadap Siauw Ling, walaupun mereka ingin cepat2 membebaskan jalan darah toako mereka namun sebelum Siauw Ling mengijinkan, tak seorangpun diantara mereka yang berani berkutik.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian Siauw Ling baru berkata, “Baiklah, sekarang jalan darah mereka boleh kalian bebaskan!”
Soen seng mengiakan, tangan kanannya bergerak cepat segera membebaskan jalan darah Thio Cu Yoe yang tertotok.
Siauw Ling sendiri walaupun sudah diberitahu oleh bocah berbaju hijau itu bahwasannya kesadaran Thio Cu Yoe berdua akan segera pulih setelah ketiga batang jarum emas itu dicabut, namun tak urung dia tetap berkuatir juga. Segenap perhatiannya dipusatkan untuk memperhatikan setiap gerak gerik dari orang she Thio itu.
Terlihatlah Thio Cu Yoe perlahan2 membuka matanya, memandang sekejap kearah Siauw Ling dan segera bangkit berdiri.
Sebagai pemimpin dari lima manusia laknat kepandaian silatnya bukan saja paling lihay bahkan otaknya paling tajam dan teliti. Dengan menggunakan kesempatan dikala bangkit berdiri itu dia periksa keadaan disekeliling situ.
Soen seng mengerti akan kekejaman serta ketelengasan toakonya, karena takut dia turun tangan secara tiba2 sehingga melukai Siauw Ling maka sambil menuding kearah si anak muda itu buru2 serunya, “Saudara ini adalah Siauw thayhiap yang sengaja memenuhi undangan siauwleng untuk mengobati luka toako….!”
Sikap Thio Cu Yoe ketus dan dingin tidak menunggu sampai Soen seng menyelesaikan katanya dia telah menukas, “Hebatkah luka yang kuderita?”
“Toako dibokong orang. Jalan darahnya ditusuk orang dengan jarum emas….”
Thio Cu Yoe menjemput jarum emas tadi dari tangan Soen seng. Setelah diperiksa sejenak katanya, “Ceritakanlah kejadian yang telah berlangsung setelah aku terluka….”
“Luka toako terletak diatas batok kepala, beberapa buah jalan darah aneh dibelakang kepala telah ditusuk orang dengan jarum emas sehingga kesadarannya punah sama sekali….”
Thio Cu Yoe geleng kepalanya, tidak biarkan Soen seng bicara lebih jauh, ia berpaling kearah Cay Wie dan berseru, “Bebaskan jalan darah dari Su Hiong.”
Wajah Thio Cu Yoe dingin kaku, sepasang matanya dengan tajam menatap diatas wajah saudaranya yang keempat, sepatah katapun tidak diucapkan keluar.
Seketika suasana dalam kalangan jadi sunyi senyap, begitu heningnya sehingga suara jatuhnya jarum keatas tanahpun dapat kedengaran dengan nyata.
Menanti Su Hiong telah siuman kembali, Thio Cu Yoe aru alihkan sinar matanya kearah Siauw Ling dan berkata seraya menjura.
“Sebetulnya kami lima bersaudara hendak memusuhi diri Siauw heng, tapi berhubung Siauw heng telah melepaskan budi pertolongan kepada kami, maka sudah barang tentu Lam Hay Ngo hengte tidak akan memusuhi dirimu lagi.”
Panas hati Soen Put shia mendengar ucapan itu, tanpa terasa ia mendengus dingin.
Dengan pandangan dingin Thio Cu Yoe berpaling memandang sekejap kearah pengemis tua, lalu ujarnya lagi, “Siauw thayhiap telah menolong cayhe, rasanya kalau Lam Hay Ngo Hengte tidak memusuhi dirimu lagi itu sudah cukup sebagai tanda terima kasih atas pertolonganmu. Gunung nan hijau tak akan berubah, kita berpisah sampai disini saja dan selamat tinggal.”
Habis bicara sang loo toa dari lima bersaudara ini bangkit berdiri lalu berjalan menuju kebelakang batu cadas.
Sekilas perasaan tidak enak berkelebat diatas wajah Soen seng, dia melirik sekejap kearah Siauw Ling kemudian mengikuti dibelakang Thio Cu Yoe berlalu pula dari situ.
Berikutnya Sam Hiong, Su Hiong serta Ngo Hiong pun mengintil dibelakang Soen seng lenyap dibalik batu cadas.
Soen put shia semakin panas hatinya, memandang batu cadas hitam didepan sana rupa2nya dia mau mengumbar napsu, namun cepat2 Boe Wie Tootiang menghalangi niatnya itu.
“Mari kita pergi saja dari sini!” bisiknya lirih.
Demikianlah ketiga orang itu segera berputar badan dan berlalu, sesaat kemudian tujuh delapan li telah dilewati.
Soen Put shia menghembuskan napas panjang gerutunya, “Huu….! tahu begini, tidak seharusnya kita tolong lima manusia laknat dari Lam Hay, agar manusia sombong itu tahu rasa….”
Boe Wie Tootiang tersenyum.
“Kepandaian silat yang dimiliki lima manusia laknat dari Lam Hay memang luar biasa, namun permusuhan yang mereka ikut dikalangan Bulim pun tak terhingga banyaknya, terutama sekali perbuatan mereka membasmi partai Go bie serta Cing Shia boleh dibilang hampir memusnahkan segenap kekuatan inti dari kedua partai tersebut. Menurut apa yang pinto ketahui kedua partai itu selalu ingat terus akan dendam berdarah sedalam lautan itu, dan kini mereka telah bekerja sama mempelajari ilmu silat serta bersumpah kalau tidak berhasil membasmi Lam Hay Ngo Hiong tak akan berkelana lagi didalam dunia persilatan. Seandainya kita telah mengadakan hubungan dengan kelima manusia laknat itu, bagaimana tanggung jawab kita dihadapan umat Bulim dikemudian hari.”
Soen Put shia termenung sejenak kemudian mengangguk.
“Ehmm, perkataanmu memang tidak salah.”
“Nah, itulah dia, apa sebabnya kita mengharapkan mereka baiki kita? asalkan mereka tidak membantu Djen Bok Hong untuk memusuhi kita lagi, berarti kita sudah kehilangan beberapa orang musuh tangguh, hasil yang kita peroleh pun boleh dibilang sudah amat besar sekali.”
“Tootiang bagaimana pandanganmu terhadap sumber bencana serta kekacauan yang sedang melanda dunia pesilatan dewasa ini?” mendadak Siauw Ling menyela.
Mendengar si anak muda itu secara tiba2 mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain Boe Wie Tootiang rada tertegun, setelah termenung sejenak dia lantas balik bertanya, “Maksud Siauw thayhiap, siapakah pentolan dari sumber bencana serta kekacauan dalam dunia persilatan dewasa ini?”
“Kalau membicarakan soal pentolan dari sebab2nya terjadi kekacauan dalam Bulim dewasa ini sudah tentu bukan lain dari pada Djen Bok Hong, maksud cayhe seandianya kita berhasil membinasakan iblis bongkok ini apakah pertikaian dalam dunia kangouw segera akan lenyap dan dunia akan jadi aman tenteram?”
Dengan cepat Boe wie Tootiang menggeleng.
“Menurut pandangan pinto, sekalipun kita berhasil membinasakan Djen Bok Hong, paling banter untuk sementara waktu dunia kangouw akan jadi aman tenang, tetapi dalam kenyataan dunia persilatan masih berada didalam cengkeraman napsu dan ambisi, seorang iblis berhasil ditumpas akan muncul lagi iblis lain….”
“Jadi kalau begitu meskipun Djen Bok Hong merupakan gembong iblis yang punya ambisi besar tetapi dia bukanlah sumber dari segala kekacauan serta bencana yang melanda dunia persilatn dewasa ini” tukas Siauw Ling.
“Sekalipun Djen Bok Hong amat keji dan telengas tetapi dia tidak lain hanya melambangkan sebagai seorang iblis yang jahat, kalau mau dicari sumber dari semua keonaran serta kekacauan yang melanda dunia persilatan dewasa ini maka haruslah kita katakan anak kunci istana terlaranglah sumbernya. Sejak ribuan tahun berselang ilmu silat makin berkembang mengikuti perubahan jaman dan pertarungan memperebutkan nama serta kedudukan. Setelah ilmu silat2 sakti itu beserta jago-jagonya lenyap didalam istana terlarang maka semua orang tadi tertarik dan ingin tahu apa yang terjadi dalam istana tersebut, setiap orang mempunyai pendapat yang sama yaitu barang siapa yang berhasil memasuki istana terlarang berarti dia akan memperoleh hasil yang tak terhingga, sekalipun setelah memasuki istana terlarang belum tentu bisa menjagoi seluruh Bulim, tetapi mereka telah berpendapat barang siapa ingin merajai dunia persilatan maka dia harus masuk dulu kedalam istana terlarang!”
“Kenapa setiap orang berpendapat yang demikian anehnya?”
“Sebab kebanyakan orang percaya bahwa jago-jago sakti yang terkurung didalam istana terlarang itu pasti telah meninggalkan segenap kepandaian silat sakti yang mereka miliki selama hidupnya.”
“Ooo kiranya begitu.”
Boe Wie Tootiang menghembuskan napas panjang dan tertawa.
“Mungkin saja didalam istana terlarang tiada terdapat benda lain kecuali beberapa sosok kerangka putih….” katanya.
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya, “Sebelum pintu istana terlarang dibuka, siapapun tak bisa menduga apa isinya istana tersebut, dan pinto sendiripun hanya menduga2 mengikuti jalan pikiranku sendiri. Hanya saja dalam hati pinto ada satu persoalan yang tidak kupahami, harap Siauw thayhiap suka menerangkan.”
“Persoalan apa?”
“Darimana Siauw thayhiap bisa tahu kalau dibelakang batok kepala Thio Cu Yoe telah ditusuk orang dengan tiga batang jarum emas.”
“Oooh soal itu? Aai….! kalau bukan cayhe saksikan dengan mata kepala sendiri dan mendengar serta melaksanakan dengan tangan, barang siapapun yang beritahu kepadaku, belum tentu aku mau percaya.”
“Saudara Siauw” seru Soen put shia dengan alis berkerut. “Kalau kau tidak berkata demikian, mungkin aku masih bisa menduga sedikit banyak, tapi sekarang aku sipengemis tua malah semakin dibuat kebingungan.”
“Barang siapa yang tidak tahu duduknya perkara dia tentu anggap kejadian ini rada aneh dan misterius, aku orang she Siauw lama sekali tidak mengerti akan ilmu pertabiban dari mana aku bisa tahu kalau dibelakang batok kepala Thio Cu Yoe telah ditusuk orang dengan tiga batang jarum emas, tetapi kalau kubongkar rahasia ini sebetulnya sama sekali tak ada harganya, sebab ada orang secara diam2 telah memberi bisikan kepadaku!”
“Siapakah orang itu?” tanya Boe Wie Tootiang.
“Apakah diantara lima manusia laknat dari Lam Hay telah terjadi saling bokong membokong?” sambung Soen put shia pula.
Siauw Ling segera menggeleng.
“Aaaiii…. kalau dikatakan memang akan membuat orang jadi tidak percaya, orang yang memberi bisikan kepadaku itu bukan lain adalah satu diantara kedua orang bocah berbaju hijau itu!”
“Oooh, kiranya dia sungguh bikin orang sukar untuk percaya.”
“Setelah jarum emas itu ditusukkan kedalam jalan darah, kesadaran serta kejernihan pikiran seorang segera lenyap tak berbekas. Kepandaian ini jelas merupakan satu kepandaian yang dalamnya luar biasa. Mana mungkin bocah berbaju hijau itu tahu akan ilmu tersebut?” seru sang pengemis kurang percaya.
“Dalam kenyataan memang dia yang memberi bisikan kepadaku dengan ilmu menyampaikan suara!”
“Waaah…. waaah…. kejadian ini sungguh membuat pinto jadi tak habis mengerti.”
“Pada bagian yang mana Tootiang merasa tidak mengerti?”
“Pinto rasa kedua orang bocah berbaju hijau itu adalah anak murid dari Thio Cu Yoe, kenapa secara diam2 mereka malah membantu dirimu?”
“Menurut bocah berbaju hijau itu katanya malam ini sebelum kentongan pertama dia akan berangkat pulang untuk memberi laporan kepada majikannya, sudah tentu dia bukan anak murid dari Thio Cu Yoe.”
“Jadi maksudmu dia datang karena sedang menjalankan tugas majikannya untuk membantu kita secara diam2?”
“Orang itu dapat menusukkan tiga batang jarum emas diatas kepala Toa Hing serta Su Hiong tanpa disadari oleh kedua orang itu, berarti pula kalau dia ingin mencabut nyawa mereka berdua perbuatan itu bisa dilakukan dengan gampang sekali bagaikan membalik telapak sendiri” kata Soen put shia memberikan pendapatnya. “Diantara lima manusia laknat dari Lam Hay ilmu silat Thio Cu Yoe paling tinggi dan paling lihay, tetapi dia masih bis dikecundangi orang dengan gampang dan mudah. Hal ini semakin membuktikan kalau dia ingin membinasakan mereka berlima, pekerjaan ini bisa dilakukan tanpa susah payah.”
“Benar!” Boe Wie Tootiang membenarkan. “Dia telah memaku jalan darah dibelakang batok kepala Toa Hiong serta Su Hiong dengan tiga batang jarum emas, kemudian mengutus pula seseorang untuk menyaru sebagai murid Thio Cu Yoe guna memberi bisikan kepada kita. Kalau dipikir keberanian orang itu betul2 luar biasa, hasil karyanya sangat hebat dan sukar disaingi orang lain.”
“Orang itu harus mempunyai seorang anak buah yang mempunyai perawakan serta raut wajah yang mirip dengan murid Thio Cu Yoe kalau tidak rencana ini tidak bisa dijalankan dengan sempurna.”
Boe Wie Tootiang tersenyum.
“Kalau soal itu sih tidak perlu, asal dia memiliki ilmu merubah wajah yang sempurna. Raut wajah seseorang dapat dirubah sekehendak hatinya!”
“Saudara Siauw, apakah dia telah memberitahukan asal usul kepadamu” tanya sang pengemis.
“Tidak, dia hanya menerangkan bagaimana caranya mencabut jarum emas itu dari jalan darah diatas kepala, kemudian menerangkan pula sebelum kentongan pertama malam nanti dia harus pulang memberi laporan, soal asal usulnya tak diungkap barang sepatah katapun, hanya saja kalau didengar dari nada suaranya aku rasa dia bukan seorang lelaki tulen.”
“Maksudmu perempuan yang menyaru jadi lelaki?”
“Betulkah perempuan yang menyaru jadi lelaki aku kurang tahu, hanya saja aku dengar suara halus dan lembut tidak mirip suara seorang pria!”
“Benar!” Boe Wie Tootiang mengangguk. “Tentu mereka sudah tangkap lebih dahulu kedua orang pengiring Thio Cu Yoe, kemudian dengan ilmu merubah wajah dia urus pula anak buahnya untuk menyelinap kesisi Thio Cu Yoe. Berhubung perawakan bocah pengiring Thio Cu Yoe sangat kecil maka terpaksa ia gunakan perempuan yang menyaru sebagai pria.”
“Ehmm! memang beralasan.”
“Perduli apakah orang itu pria atau perempuan yang terpenting bagi kita adalah mengetahui asal usulnya.”
“Menurut pandangan pinto dalam waktu singkat belum tentu orang itu suka memperlihatkan asal usulnya yang sebenarnya.”
“Aku sipengemis tua selalu tidak habis mengerti ada banyak orang muncul dalam dunia persilatan tidak dengan sikap yang terang2an dan terbuka sebaliknya sengaja berlagak misterius, berbuat kasak kusuk. Entah apa maksud mereka yang sebenarnya?”
“Ada orang berbuat demikian karena keadaan yang terpaksa, misalnya saja pihak musuh yang terlalu besar, tapi ada pula sebagian orang yang meminjam kemisteriusan tersebut untuk merahasiakan asal usulnya sendiri.”
“Soen Loocianpwee serta Tootiang sudah banyak tahun berkelana dalam dunia persilatan, apakah kalian tidak berhsil menemukan sesuatu titik terang?”
Boe Wie Tootiang menggeleng.
“Aku sudah putar otakku banyak waktu tetapi belum berhasil juga untuk mengetahui siapakah orang itu.”
“Kalau sipengemis tua berhasil menemukan sesuatu titik terang, sejak tadi aku sudah suruh dia tampil kedepan!”
“Kalau dibicarakan menurut keadaan sekarang, rupanya anak buah orang itu lebih banyak perempuannya daripada kaum pria, bahkan setiap kali selalu membantu kita dengan segenap tenaga.”
Boe Wie Tootiang gerakan bibirnya seperti mau bicara, namun akhirnya dibatalkan niatnya itu.
“Saudara Siauw, kau tak usah buang tenaga dengan percuma untuk memikirkan persoalan itu” seru Soen Put shia. “Rupanya bukan saja gerak gerik dari Djen Bok Hong berhasil ia ketahui bagaikan melihat jari tangan sendiri, bahkan gerak gerik kitapun rasanya telah berada dibawah pengawasannya. Kalau dia ingin berjumpa dengan dirimu meskipun kau tidak ingin bertempurpun tak mungkin, sebaiknya kalau dia tak ingin bertemu dengan kita dibicarakanpun tak ada gunanya.”
“Aaa….! entah apakah orang ini yang telah menolong ayah ibuku….”
Belum habis dia berbicara tiba2…. sreet! sebatang anak panah meluncur datang dan menancap diatas sebuah pohon besar lima depa disisi Siauw Ling.
Pada ujung anak panah terikat sebuah tabung tadi terdapat sepucuk surat.
Laksana kilat Boe Wie Tootiang melayang kesisi anak panah tadi dan mencabutnya, terbacalah diatas surat itu bertulisan beberapa patah kata yang berbunyi demikian, “Surat ini ditujukan untuk Siauw Ling pribadi!”
Karena itu perlahan2 surat tadi segera diserahkan ketangan Siauw Ling.
Sepintas lalu Siauw Ling membaca sampul surat tadi, kemudian membuka isinya dan segera dibaca.
“Rupanya Djen Bok Hong telah sadar bahwa dirimu sukar ditaklukan dan digunakan tenaganya, maka dia telah mengambil keputusan untuk membinasakan dirimu. Menurut apa yang kuketahui caranya turun tangan teramat keji dan telengas. Rupanya dia hendak menggunakan sejenis obat racun yang sangat ganas untuk meracuni dirimu sampai mati. Disamping itu telah mengutus pula beratus2 orang jago lihay untuk menghadapi kau seorang. Rencana ini dijalankan Djen bok Hong dengan rapi dan sangat dirahasiakan, karena itu apa yang kuketahui sangat terbatas, semoga setelah kau membaca surat ini dalam tingkah lakumu sehari2 bisa lebih waspada dan berhati2.”
Dibawah surat tadi tak ada nama ataupun sesuatu tanda pengenal.
Selesai membaca surat itu Siauw Ling menghela napas panjang, dia segera menyerahkan surat tersebut ketangan Boe Wie Tootiang.
Toosu itu membaca pula isinya, kemudian katanya, “Kita boleh mempercayai akan kebenaran berita ini, tapi kitapun tak usah jadi patah semangat karena peringatan ini, bagaimanapun juga memang ada baiknya kalau kita bikin persiapan.”
Sementara itu Soen Put shia pun telah selesai pula membaca surat tadi dia lantas berkata, “Mengenai persoalan ini aku sipengemis tua mempunyai satu akal, yaitu kita lawan rencana keji Djen Bok Hong dengan siasat pula, kita saksikan saja rencana keji apa yang telah dipersiapkan Djen Bok Hong terhadap saudara Siauw.”
“Entah bagaimana menurut pendapat Loocianpwee?”
“Lebih baik kita kembali dulu kepartai tootiang, disana baru kita bicarakan lagi….”
Pengemis itu merandek sejenak, lalu tambahnya, “Agaknya aku sipengemis tua masih ingat kalau kau telah memerintahkan sutemu membawa para jago menanti kedatangan kita dilembah Huang Yang Kok, bukankah begitu?”
“Sedikitpun tidak salah!”
“Sudah banyak tempat yang aku jelajahi, namun tak bisa kubayangkan dimanakah letak lembah Huang Yang Kok tersebut?”
“Lembah Huang Yang Kok hanyalah suatu kata sandi belaka, biarlah pinto yang membawa jalan, tidak sampai satu jam kita sudah akan tiba ditempat tujuan.”
Tanah pegunungan jarang sekali disinggahi orang, ketiga orang itu segera melakukan perjalanan dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh, tidak sampai satu jam sampailah mereka didalam sebuah lembah yang subur dan nyaman.
Dalam lembah itu penuh tumbuh pepohonan yang rindang, tanah seluas beberapa ratus tombak boleh dikata tampak hijau permai.
“Tempat inikah yang kau maksudkan sebagai lembah Huang Yang Kok….?” tanya Soen put shia.
“Sedikitpun tidak salah. Pinto telah menetapkan tempat ini dinamakan lembah Huang Yang Kok….” sembari berbicara toosu itu bertepuk tangan tiga kali.
Dari balik pepohonan yang rindang kurang lebih tiga tombak dari kalangan segera muncul Ceng Yap Cing, serunya sambil menjura, “Selamat datang suheng!”
“Ehmm, bagaimana keadaan luka dari Be Cong Piauw Pacu?”
“Sudah radaan baik” tanpa banyak bicara dia segera membawa beberapa orang menerobosi pepohonan yang rindang.
Mengikuti dibelakang jago muda dari Bu tong pay, diam2 Siauw Ling memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, tampaklah sebuah bukit karang yang menonjol keudara berdiri disebuah bidang tanah kosong seluas tiga tombak persegi, pepohonan nan hijau mengelilingi sekelilingnya dan menutupi cahaya sang surya, belasan orang anak murid Bu tong pay dengan pedang masih tersoren dipunggung duduk mengatur pernapasan disitu.
Diam2 Soen put shia menghela napas panjang pikirnya, “Partai Bu tong termasuk juga suatu partai besar yang tersebar didalam dunia persilatan dewasa ini. Hanya dikarenakan harus bermusuhan dengan pihak perkumpulan Pek Hoa San cung, terpaksa mereka harus kumpulkan kekuatan inti partai untuk menyingkir kesana kemari….”
Sementara itu terdengar Siauw Ling Siauw Ling bertanya, “Soen Loocianpwee, apakah kau mempunyai rencana bagus untuk menghadapi utusan2 yang dikirim Djen Bok Hong?”
Soen Put shia mendongak dan tertawa terbahak2.
“Cara dari aku sipengemis tua hampang sekali, cuma kita musti pandai ilmu merubah wajah!”
“Pinto mengetahui sedikit banyak mengenai ilmu merubah wajah!”
“Kalau begitu kebetulan sekali….”
Dia merandek sejenak, lalu sambungnya lebih jauh, “Dengan pelbagai macam akal Djen Bok Hong berusaha hendak menculik orang tua saudara Siauw, maksudnya bukan lain adalah Siauw Ling terjepit dan tenaganya bisa digunakan, tetapi keinginannya ini selalu tidak berhasil dipenuhi sementara dalam hatinya semakin merasa yakin kalau Siauw Ling adalah satu2nya musuh tangguh yang bakal menghalangi cita2nya untuk menjagoi Bulim, maka dalam keadaan begini dia merasa betapapun juga saudara Siauw harus segera dilenyapkan. Maka itulah dikirim beratus2 orang jago untuk membinasakan saudara Siauw.”
“Kendati begitu Djen Bok Hong pun bukan manusia bodoh, dia tentu tahu sampai dimanakah kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling dan tahu pula sampai dimana kemampuan dari jago-jagonya. Karena itu menurut pendapatmu para jago lihay yang dikirim olehnya pasti membawa sesuatu benda yang luar biasa, dan tak usah pikir lebih lanjut benda itu pasti mengandung racun yang amat keji, karena itu aku sipengemis tua mengusulkan lebih baik utuslah beberapa orang murid partai Bu tong untuk menyaru sebagai Siauw Ling yang mana secara diam2 aku serta saudara Siauw akan melindungi setelah kamipun dirubah wajahnya. Suatu ketika kita berhasil mengetahui senjata keji apakah yang mereka andalkan, rasanya tidak sulit untuk menghadapi manusia2 tersebut.”
Boe Wie Tootiang membungkam beberapa saat lamanya, sementara ia menatap wajah Siauw Ling tajam2.
“Cara yang loocianpwee utarakan memang luar biasa” katanya. “Tetapi pinto rasa bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menyaru seperti wajah Siauw thayhiap.”
“Itupun tak ada sulitnya, asal kita bisa membali wajahnya sedikit banyak mirip dengan Siauw thayhiap kemudian kalau siang hari kita bersembunyi didalam rumah penginapan dan menghindarkan diri dari perjumpaan dengan orang lain, asal kabar ini tersiar orang2 dari Djen Bok Hong pun tidak akan mencari kita.”
Boe Wie Tootiang mengangguk.
“Disebabkan nama besar dan pengaruh Djen Bok Hong yang besar dewasa ini partai2 besar tak satupun yang berani memusuhi dirinya secara terang2an, sebaliknya Siauw thayhiap bisa angkat nama dalam waktu singkat semuanya bukan lain adalah karena dia berani melawan kekuatan Djen Bok Hong. Sejak dahulu hingga kini jarang sekali kita menemui manusia macam Siauw thayhiap yang bisa dihormati serta disegani orang dalam waktu yang tak seberapa lama.”
Dia angkat kepala dan menghembuskan napas panjang, sambungnya lebih jauh, “Letak partai Bu tong boleh dibilang paling dekat dengan perkampungan Pek Hoa San cung sekarang kami telah menjadi sasaran utama dari Djen Bok Hong. Aaai….! sejak Thio Sam Hong Couwsu mendirikan Bu tong pay belum pernah partai kami dipaksak orang sehingga harus mengungsi ketempat lain, pinto sebagai seorang ciangbunjien bukan saja tidak sanggup menjayakan nama partai sebaliknya malah harus memimpin kekuatan ini Bu tong pay berkeliaran dimana2….”
“Tootiang, kau tak usah mendendam kewibawaan serta keberanian sediri, didalam dunia persilatan semua orang sanggup partai Siauw lim sebagai pemimpin tulang punggungnya dunia kangouw, sebagai pemimpin kalangan lurus, tetapi dalam pandangan aku sipengemis tua tidaklah demikian, partai kalian dijadikan sasaran terutama dari perkampungan Pek Hoa San cung, itu berarti Djen Bok Hong lebih memandang tinggi partai Bu tong dari pada Siauw lim pay.”
Boe Wie Tootiang tersenyum.
“Loocianpwee terlalu memuji Djen Bok Hong memandang partai Bu tong sebagai sasaran yang terutama hal ini bukan lain disebabkan letak gunung kami yang menguntungkan.”
“Cayhe merasa tidak habis mengerti akan sesuatu persoalan, tolong tootiang suka memberi penjelasan” tiba2 Siauw Ling menimbrung dari samping.
“Silahkan Siauw thayhiap utarakan persoalanmu.”
“Tootiang membawa semua inti kekuatan partai Bu tong menyingkir kemari, apakah dalam istana Sam Goan Koan digunung Bu tong san masih ada kekuatan? seandainya Djen Bok Hong mengutus jago-jagonya untuk menyerang Sam Goan. Bukankah anak murid tootiang yang ada disitu bakal runyam dan hancur binasa?”
“Tentang soal ini pinto telah memikirkannya” jawab Boe Wie Tootiang setelah termenung sebentar. “Tetapi aku rasa Djen Bok Hong sebagai jagoan yang licik dan berambisi besar dia tak nanti akan melakukan hal itu, sebab meskipun dia basmi anak muridku yang ada dikuil Sam Goan Koan belum berarti partai Bu tong sudah roboh bahkan dengan adanya peristiwa tersebut mungkin malahan akan membangkitkan semangat juang jago-jago kami dan memperdalam rasa dendam kami terhadapnya. pinto rasa Djen Bok Hong yang licik tidak nanti akan berbuat demikian.”
“Sedikitpun tidak salah, aku sipengemis tuapun mempunyai pendapat yang sama.”
“Aaah, kalau begitu maksud Boe Wie Tootiang dengan membawa jago-jago partainya berkelana didalam dunia persilatan tidak lain adalah untuk menghindari serbuan secara besar2an dari Djen Bok Hong” pikir Siauw Ling didalam hati.
Mendadak terlihatlah Soen Put shia mendepakkan kakinya keras2 keatas tanah sambil berseru, “Hingga kini aku sipengemis tua belum juga habis mengerti, apa sebabnya sembilan partai besar tidak mau bersatu padu untuk memberikan suatu pelajaran yang keras atas diri Djen Bok Hong? bila waktu kian hari kian berlarut kekuatan serta pengaruh Djen Bok Hong akan semakin kuat, apakah mereka baru mau bangkit berdirisetelah alis mata mereka terbakar….?”
“Ai, meskipun perkataan loocianpwee sedikitpun tidak salah, namun masing2 partai besar mempunyai kesulitannya masing2″ kata Boe Wie Tootiang sambil menghela napas. “Menurut apa yang pinto ketahui, para ciangbunjien dari pelbagai partai besar bukannya tidak mengetahui akan pendapat itu. Cuma saja kekuatan dari Djen Bok Hong terlalu besar dan kuat, siapapun tidak ingin menjadi panglima pembuka jalan. Aaai…. satu kali salah melangkah bisa jadi segenap partainya bakal musnah, oleh sebab itu para partai besar secara diam2 telah memilih jago-jago andalannya untuk mencari berita anak kunci istana rahasia dengan jalan menyaru, mereka berharap bisa mendapatkan ilmu silat peninggalan jago-jago tadi dan berhasil menaklukkan Djen Bok Hong, angkat nama partainya dan menjagoi Bulim….”
Berbicara sampai disini ia merandek dan menoleh memandang sekejap kearah Siauw Ling, setelah itu ujarnya lagi, “Pinto ada beberapa persoalan yang rasanya tidak pantas untuk ditanyakan, namun pinto berharap Siauw thayhiap suka menjawabnya.”
“Apakah persoalan itu menyangkut soal kunci istana terlarang” sahut Siauw Ling sambil tersenyum.
“Sedikitpun tidak salah, menurut berita yang tersiar didalam dunia persilatan katanya anak kunci istana telah jatuh ketangan Gak Im Kauw, entah benarkah kabar tersebut?”
“Kendati boanpwee pernah berjumpa dengan Gak Im Kauw” sahut Siauw Ling seraya menggeleng. “Namun pada waktu itu boanpwee masih merupakan seorang bocah yang sama sekali tidak mengetahui urusan Bulim, tentu saja tidak mengerti pula akan persoalan anak kunci istana terlarang tersebut.”
“Menurut kabar beritanya katanya Gak Im Kauw telah meninggal dunia, benar tidak kejadian ini?”
“Kabar tersebut sama sekali bukan berita sensasu, bibi Im ku memang benar2 telah meninggal dunia.”
Boe Wie Tootiang menghela napas panjang.
“Pinto akan mengajukan satu pertanyaan lagi, yaitu apakah kunci istana terlarang telah jatuh ketangan Gak Siauw Tjha?”