Jilid 22
"APAKAH kau nona Jie Siu Lian?" ia tanya dengan angkuh. "Ha, ha! Sudah lama aku dengar namamu yang besar!. "
Siu Lian sebal karena sikap tengil itu. la maju seraya menuding dengan goloknya.
"Aku tidak punya banyak tempo akan ngobrol! Aku cari Thio Giok Kin buat balas sakit hatinya ayahku kalau kau turut campur, terpaksa aku pun akan bunuh kau!"
To Hong mundur dengan air muka berobah sedikit, tetapi ia masih coba akan bersenyum.
"Sungguh galak, sungguh galak" kata ia berulang2 dengan sikap dan suara yang menjengeki. "Sepuluh tahun lamanya To Toaya belajar silat, ia telah pandai gunai sepasang goiok, siapa nyana sekarang ia telah ketemukan satu nona yang juga bersenjata sepasang golok, malah dengan goloknya itu ia hendak bunuh aku! Aku juga ketahui kau puterinya Jie Lauw Tiauw dari Kielok, bahwa kau punya kepandaian tinggi, hingga Biauw Toa-wangwee dari Holam telah binasa ditanganmu, bahwa kau telah cari aku! Tadi malam kau pun telah lukai orangku! Maka nona, selagi sama2 gunai siangtoo, hayolah kau maju, mari kita coba!"
Kendati ia kata demikian, To Hong toh tidak segera maju, hanya menoleh pada Thio Giok Kin, ia kata: "Thio Toako, silahkan kau ngaso dahulu, kasilah aku yang layani nona itu!"
Kemudian dari salah satu orangnya ia sambut siangtoonya yang dipakaikan runce merah yang indah, senjata mana waktu dihunus sudah lantas berkeredepan membikin silau mata.
"Mundur!" ia perintah orangnya. Lalu ia menantang Siu Lian: "Sekarang silahkan maju !" Sembari kata begitu, dengan kedua tangannya ia pentang sepasang goloknya, hingga kelihatan nyata sikapnya yang garang.
Siu Lian mendongkol berbareng penasaran, ia ingin ketahui kepandaiannya orang itu, dengan tidak tunggu undangan yang diulangi ia maju dengan bacokannya!"
To Hong telah sambut serangan itu dengan gerakannya yang sebat.
Baru saja beberapa jurus, Siu Lian telah dapat kenyataan gerakan lawannya gesit, maka itu ia tidak mau mengalah, ia juga lantas perlihatkan kepandaiannya. Tapi ia berlaku hati- dan awas.
Thio Giok Kin saksikan pertempuran itu, diam- ia puji dua lawan itu.
Orangnya To Hong , pengikutnya si Tumbal emas, berdiri bingung dengan kekaguman atas pertunjukan perdio itu, sebab dua orang itu, yang sama2 gunai sepasang golok adalah berimbang.
Makin lama makin rapat dua orang yang lagi adu jiwa itu, karena kesengitan dua2nya telah naik sampai dipuncaknya, masing2 ingin lekas rebut kemenangan.
Thio Giok Kin terperanjat, apabila ia telah tonton jalannya pertandingan itu, sebab sebagai ahli silat ia segera dapat kenyataan yang si Harimau Hitam telah kena didesak, permainan goloknya kalut dengan cepat! Batu saja ia pikir untuk maju akan berikan bantuannya, atau tiba-tiba Hekhouw to Hong rubuh terguling, sepasang goloknya terlepas, terlempar kepinggir, sedang si nona telah ayun goloknya. ! Disaat itu Thio Giok Kin dan belasan orangnya To Hong segera maju meluruk akan kepung sinona, berbareng untuk menolong To Hong dari bahaya maut.
Benar saja Siu Lian mesti batalkan membunuh To Hong dan berbalik sambut orang2 yang mengepung ia. Mereka berniat membunuh Siu Lian, perkara bagaimana boleh diurus nanti, mayat si nona diserahkan pada pembesar negeri atau dikubur dengan diam2......
Tapi maksud mereka tak tercapai, mereka telah salah duga.
Siu Lian menjadi sengit luar biasa karena pengepungan itu, oleh karena ia mengerti dengan baik, sedikit alpa saja ia akan terluka atau terbinasa. Maka ia keluarkan kepandaiannya dan gunai tenaganya akan layani mereka itu. Dengan begini ia tidak ijinkan orang datang dekat ia, tidak perduli diantara musuh ada Thio Giok Kin yang gagah.
Baru saja beberapa jurus, dua orang telah rubuh sebagai korban goloknya nona Jie. Melihat begini, Giok Kin menjadi naik darah, hingga seperti kalap dengan tumbaknya ia menusuk berulang2 pada puterinya si Garuda Tua dari Kielok!
Akhir2nya Jie Siu Lian menjadi repot juga ! Dengan tangan kiri ia mesti tangkis serangannya orang2 dari To Hong, dengan tangan kanan ia mesti layani tumbak yang liehay dari si Tumbak Emas. Ia telah berkelahi sekian lama, tenaganya telah berkurang. Tentu saja ia tidak ingin binasa ditangan orang2 jahat itu, itulah kebinasaan secara kecewa. Maka akhirnya ia putar tubuhnya dan lari kejurusan Timur. Dijurusan itu ia tampak kudanya, yang tadi kabur, yang sedang menjilat sisa lumerannya salyu.
Thio Giok Kin dan orang2nya To Hong tidak mau mengerti, mereka memburu.
"Perempuan hina yang jahat, jangan harap kau bisa kabur!" mereka itu berteriak2.
Siu Lian lari sekuat2nya, ia bisa sampai dengan lekas pada kudanya, sambil kempit kedua goloknya ia loncat naik atas kuda itu dan kaburkan tunggangannya kearah Timur. Kemudian sambil menoleh kebelakang ia bersenyum dan menantang : "Kalau kau orang bisa, hayolah kejar nona Jie Siu Lian"
Orang2nya To Hong tidak mau mengerti, mereka mengejar terus.
Thio Giok Kin cari kudanya, dengan kasi larat kuda itu ia turut mengejar.
Siu Lian tahu diri, meski sebenarnya ia niat layani pula Giok Kin, ia tahu biar ia bersemangat tapi tenaganya terbatas. Giok Kin punya banyak kawan, ia tahu ia akan repot kalau mereka kurung ia. Dari itu terpaksa ia terus kaburkan kudanya. Berapa lama ia sudah lari, ia tidak tahu pasti, hanya ketika kemudian ia menoleh kebelakang, ia tidak lihat lagi sekalian pengejarnya. Maka sekarang ia bernapas lega, kudanya ia kasi jalan pelahan2.
Setelah dapat mengaso, Jie Siu Lian girang berbareng sedikit mendelu. Ia puas yang ia telah bisa tempur Giok Kin dan lukai To Hong, tetapi ia tidak puas karena dengan Giok Kin ia tak dapat bertempur sampai ada yang kalah dan menang, sedang ia berkeinginan keras akan balas sakit hati ayahnya terhadap orang she Thio ini. Ia percaya, apabila tidak ada gangguannya To Hong, ia tentu sudah bisa kalahkan si Tumbak Emas. Sekarang, kesudahannya ia mesti bersabar lagi..... Merasa berdahaga, Siu Lian lantas kasi jalan kudanya. Ia ingin cari rumah orang atau warung teh dimana ia bisa minum dan beristirahat, agar kemudian ia bisa lanjutkan perjalanannya ke Jie-sie-tin.
Adalah selagi jalan dengan anteng, tiba2 Siu Lian dengar orang teriaki ia disebelah belakangnya:
"Nona Jie, tunggulah sebentar" SIU LIAN HERAN.
"Siapakah dia?" ia berpikir apabila ia dengar teriakan itu: Ia segera berpaling kebelakang, dimana ia lihat seorang penunggang kuda sedang laratkan kudanya kejurusannya. Penunggang kuda tidak lain adalah Pa-san-coa Su Kian.
"Benar2 seorang aneh!" pikir nona kita yang kenalkan Su Poan-cu. Kenapa ia tahu, ada dimana aku berada?"
Su Poan-cu telah sampai dengan lekas, karena si nona telah tahan kudanya.
"Apakah kau tahu barusan aku telah tempur Thio Giok Kin dan To Hong sekalian?" tanya si nona itu sambil unjuk roman bangga"
"Aku tahu" sahut Su Poan-cu sambil manggut, napasnya memburu. "Tapi jalannya pertempuran aku tidak lihat. Si
budak cilik Thio Giok Kin kenal aku dengan baik, aku tidak sanggup lawan ia, dari itu aku tidak mau muncul dihadapannya. Tapi muridku, pada dua hari yang lalu telah pergi ke Poteng dari tempat yang agak jauh, telah saksikan pertempuran kau orang dan ia telah saksikan bugee kau yang liehay, katanya kepandaian kau berimbang sama kepandaiannya Lie Bouw Pek, maka coba mereka tidak berjumlah jauh lebih besar, pastilah Kim-khio Thio Giok Kin akan binasa ditangan nona!"
Siu Lian bersenyum, bersenyum girang.
"Aku telah bisa bacok Hek houw To Hong, tidak tahu ia binasa atau tidak?" ia tanya. Ia bersenyum pula.
"Boleh jadi ia tidak binasa" Su Poan-cu jawab. "Aku dengar ia telah digotong pulang oleh orangnya."
"Aku tidak bermusuhan dengan To Hong, aku tidak pikir untuk binasakan dia" Siu Lian terangkan. "Aku melulu mau kasi hajaran padanya, lantaran sikapnya yang kurang ajar, karena ia telah pengaruhi, tindih dan peras penduduk Poteng. Thio Giok Kin barulah musuhku, karena dialah yang desak ayahku sehingga meninggal dunia, maka sebelumnya bisa bunuh Oiok Kin, aku belum puas!"
"Sekarang belum tiba masanya nona" Su Poan-cu menghibur. "Kepandaian nona tinggi, tetapi jumlah yang kecil tak dapat lawan jumlah yang besat, maka baiklah nona sabar dan tunda saja perhitungan ini! Baiklah nona menunggu sampai nona bisa minta bantuannya Lie Bouw Pek, guna tempur pula mereka itu. "
Siu Lian tertawa dalam hatinya.
"Kenapa mesti minta bantuannya Lie Bouw Pek?. " pikir ia.
"Sekarang nona mau pergi kemana?" Su Poan-cu tanya pula.
"Aku niat sambangi kuburan ayahku." sahut si nona "aku mau pergi ke Bong-touw" "Kalau dari sini nona pergi ke Bongtouw, nona perlu tempo dua hari" kata Su Kian, "tetapi bila nona pergi ke Khoyang, kau bisa sampai dalam tempo satu hari. Bagaimana nona pikir tentang usulku? Bagaimana kalau nona pergi dulu ke Khoyang, ke Hong touw-po, untuk lihat2 kuburannya Beng Jie- siauwya? Ini adalah suatu kewajiban diantara tunangan....
Setelah ini baru nona pergi ke Bongtouw
Siu Lian sedih mendengar ucapan itu, hampir air matanya meleleh keluar. Ia manggut.
"Baik, aku nanti pergi ke Khoyang, akan tengok kuburannya" ia menyahut.
"Silahkan kau turut aku" mengajak si Ular Gunung. Nona Jie percaya Pa-san-coa, ia lalu mengikuti.
Maka itu sekarang mereka berjalan berdua kearah Timur. Sore itu juga mereka telah sampai di Khoyang. Dengan ada si kate gemuk selaku pengunjuk jalan, nona Jie tidak sia siakan tempo akan tanya sana dan sini. Tapi karena langit sudah gelap, mereka tidak pergi terus ke Hongtouw-po, dan Su Kian ajak si nona cari rumah penginapan diluar kota.
Esoknya pagi2, dengan ia tetap selaku penunjuk jalan, Su Poan-cu antar Siu Lian ke Hongtouw-po, ketegalan diluaran pintu kota selatan. Ketika itu angin yang dingin sekali meniup keras pada orarg2 yang berlalu lintas.
Siu Lian merasa sangat berduka, tapi ia lawan serangannya sang angin. Adalah si gemuk, yang mesti menderita hebat juga, karena tubuhnya yang besar.
Disebidang tegalan mereka turun dari kuda akan tambat binatang tunggangan itu.
"Disini nona" kata Su Poan-cu, yang ajak kawannya menghampirkan sebidang tanah munjul tangannya menunjuk. "lni dia kuburannya Bsng Jiesauwya. Adikku ini, diwaktu hidupnya punya adat yang luar biasa sekali, ia lebih suka menderita kesengsaraan daripada menerima penolong orang. Ia tidak suka menerima orang menaruh belas kasihan kepadanya.
"Aku kenal saudara ini di Hoat Beng Sie, dengan perantaraannya Lie Bouw Pek, yang telah kenal dia lebih dulu. Ketika Lie Bouw Pek rubuh karena sakit, saudara ini lalu datang rela tolong rawat ia dengan masakkan obat dan justeru untuk Lie Bouw Pek hari ia menemui nasib yang menyedihkan ini
Suaranya Su Poan-cu jadi sember, rupanya ia sangat terharu. Sioe Lian pun tidak sanggup keraskan hati, kendati ia sudah, coba akan berbuat begitu, sambil pegangi bongpay, air matanya turun dengan deras, ia menangis sesenggukan, ia tidak mau lagi unjuk kelemahan hatinya itu dihadapan si Ular Gunung.
"Su Ciauw, kita belum pernah bertemu satu dengan lain, tetapi karena ikatan orang tua kita telah menjadi tunangan" demikian ia kata dalam hatinya. "Kita telah ditunangkan sejak masih kecil. Kau ketahui pertunangan kita, kau tidak ketahui penderitaan ayah dan ibuku, ya aku juga Karena ayah telah didesak oleh musuhnya." Dan ia tuturkan pengalaman ayahnya. "Tentang perhubunganku dengan Lie Bouw Pek, kau perlu ketahui dengan jelas" ia menyambangi, dan ia tuturkan kejadian yang sebenarnya. "Kami berhutang budi pada Lie Bouw Pek, karena pertolongannya yang besar pada kami, meski demikian, persahabatanku dengan dia adalah persahabatan sejati, seperti adik dan engko, sebagaimana itu dikehendaki oleh ayahku. Dirumah kau, kami dihina oleh engkomu tetapi karena memandang kau, aku tidak mencari panjang, malah seorang diri aku segera ringkaskan Soanhoa- hu Aku hendak cari kau. Buat ini aku telah minta bantuannya Lie Bouw Pek, Yo Kian Tong dan yang lain? Apa mau, selagi kami cari kau justeru telah berlalu dari kota raja, cuma sebab kau dengar aku akan datang. Kau pergi, tentu karena kau dengar soal persahabatanku dengan Bouw Pek. Kau rupanya mau mengalah, lantaran kau belum bisa berdiri sendiri dan kuatir aku pandang rendah padamu. Nyata kau keliru, kau belum kenal aku! Aku bukan sebagaimana kau sangka, aku tidak bersifat demikian rendah. Tapi kau sekarang binasa untuk Lie Bouw Pek. Katanya kau pesan supaya Lie Bouw Pek nikahi aku? Mana itu bisa jadi? Jangan kata memang Lie Bouw Pek sendir1 tidak niat, pun aku menurut keharusan, menurut keadaan, tidak bisa berbuat demikian. Kau tentu ketahui, sekarang tidak ada perhubungan lagi antara aku dan Lie Bouw Pek, boleh jadi perhubungan itu terputus untuk selamanya ! Aku sekarang sambangi kau,siapa tahu kau hanya setumpuk tanah kuning? Bagumana kau harus berbuat terhadap aku? Kau tahu bagaimana hatiku terluka. sekarang dan seterusnya?"
Nona ini mendekam dibatu kuburan, sampai sekian lama, dengan tidak perdulikan hembusan angin yang demikian dingin"-ia sesenggukan, airmatanya terus mengalir....
Su Poan-cu mengawasi saja, dari terharu ia menjadi ibuk. "Benar? lacur........" ia jidi ngelamun sendirian "Karena aku
kenai Lie Bouw Pek aku jadi kenal Beng Su Ciauw. lantas warung arakku, aku mesti tutup, hingga aku mesti kabur dari kota raja, kemana aku tidak berani balik pula?. Dan
sekarang aku kenal nona she Jie ini, melulu aku jadi korbannya angin Utara yang dingin meresap ketulang! Tak disangka nona ini punya adat aneh melebihi Lie Bouw Pek dan Beng Su Ciauw! Benar2 lacur! Bagaimana aku bisa layani ia. apabila ia ayun siangtoonya yang liehay itu?"
ia berdiri diam karena lamunan itu.
Siu Lian masih saja mendekam, si nona tidak ketahui lamunannya si Ular Gunung.
"Hai, bagaimana sekarang?" Su Kian berpikir pula "Aku telah hadapi Lie Bouw Pek yang semangatnya yang gagah seperti gempur, aku telah hadapi Beng Su Ciauw, yang mesti rebah didalam tumpukan tanah ini, maka sekarang, apa sekarang aku mesti diam saja menyaksikan nona ini rebah beku karena kedinginan, sedang ia nona gagah yang telah bunuh mampus Biauw Cin San, yang telah bikin pecundang Thio Giok Kin yang tersohor Oh, Su Poan-cu pengalaman kau benar luar biasa, pengalaman itu bisa bikin hatimu tawar terhadap penghidupan biasa, jangan kau nanti jemu sama dunia ini dan pergi jadi si hweeshio terokmok!. "
"Sudah nona, jangan menangis lama2" kata ia akhirnya dengan beranikan diri. Mari kita pulang. Orang yang sudah
mati
tak akan bisa hidup pula...... Sudah cukup bagi nona asalkan nona ingat Beng Jie siauwya...... Bukankah nona mau pergi ke
Bongtouw? Mari kita kembali kehotel, untuk siap, supaya kita lantas bisa berangkat!"
Mendengar disebutnya Bongtouw, Siu Lian bisa kuatkan diri. "Aku masih mesti lakukan banyak, kenapa aku mesti bersedih terus2an, h«ngga boleh kesehatanku menjadi rusak?" ia pikir. Ia terbangkit seraya susut airmatanya.
"Mari kita kembali kehotel" ia kata.
"Mari nona!" kata Su Kian yang gembira bukan main.
Kuda mereka sedang mencari makan, me reka menghampirkan dan loncat di masing2 tunggangannya. Demikian mereka pulang ke hotel.
Didalam kamarnya setelah rapikan pakaiannya dan cuci muka, Siu Lian duduk sendirian, pikirannya kusut.
Su Kian muncul tidak lama berselang.
"Hari ini angin hebat sekali nona, apa tidak baik kita tunda keberangkatan kita sampai besok?" tanya si Ular Gunung
"Aku memang niat mengaso satu hari ini" Siu Lian jawab "Aku pikir besok baiklah kau jangan ikut aku. Kau telah bantu aku, Su Toako, aku haturkan terima kasih pada kau, biarlah lain kali saja aku balas budimu ini!"
Ucapan ini bikin girang sekali hatinya si gemuk.
"Jangan mengucap terima kasih nona, aku tidak sanggup terima itu" ia menolak "Aku memang paling gemar membantui siapa saja yang harus dibantu. Sekarang aku tidak punya pekerjaan, kenapa nona tidak mau ajak aku? Andaikata nona hendak pindahkan kuburan ayahmu, aku bisa bantu kau.."
Siu Lian geleng kepala. "Sekarang musim dingin, maka kalau aku niat pindahkan layon ayahku, itu mesti dilakukan dipermulaan lain tahun" ia jawab. "Kalau kau tidak punya pekerjaan..." dan ia berpikir dan menghela napas "baik kau tolongi aku dalam urusan lain. "
"Apakah itu nona?" Su Poan-cu tegaskan.
"Karena kaupun sahabat baik dari Beng Su Ciauw" berkata si nona "baiklah kau pergi ke Soanhoa-hu, akan cari Beng Eng Siang, loopiauwtauw dari Eng Siang Piauw tiam, guna beritahukan kepadanya yang jie siauwya telah menutup mata. Tentu sekali kau boleh tuturkan segala apa dengan jelas. Kemudian kau boleh usulkan, supaya layonnya jie siauwya dipindahkan ke Soan hoa. Tolong kau beritahukan juga pada Beng Loopiauwiauw, bahwa aku, meski lelah ditunangkan dengan jie siauwya, sekarang aku tetap gadisnya keluarga Jie, tegasnya aku merdeka Hanya aku bisa terangkan, sejak sekarang ini aku sumpah tidak akan mau menikah! Tentang tusuk konde emas, yang keluarga Beng kasikan padaku sebagai tanda pertunangan, aku tidak mau pulangkan, aku hendak pegang tetap barang itu, biarlah menjadi tanda bahwa aku tinggal janda melulu untuk tusuk konde emas itu. "
Siu Lian sangat berduka, hingga ia berhenti sebentar.
"Dan" ia tambahkan "aku minta kau menemui Toan-kim- kong Lauw Keng, yang berada bersama Beng Loopiauwtauw di Soan hoa, minta ia seberapa bisa supaya layon ibuku diangkut ke Kielok, sebolehnya pada sebelum Sha-gwee, supaya waktu itu layon ibu dan ayah bisa dikubur berbareng "
"Jangan kuatir, nona" Su Poan-cu menyahuti dengan cepat, seperti juga ia tidak berpikir lagi "semua apa yang nona inginkan serahkan padaku, aku nanti kerjakan dengan baik. Siapa terima kewajiban, ia mesti lakukan tugasnya itu dengan setia. Dengan segera aku akan berangkat!"
"Sabar, Su Toako !" Siu Lian mencegato. "Sekarang angin masih hebat, kenapa kau begitu terburu2?"
"Memang menjadi adatku, bila aku hendak lakukan suatu apa, aku mesti lantas lakukan itu. Dalam hal ini, adatku lebih kukuay lagi dari pada adatnya Bouw Pek dan Su Ciauw ! Akupun punya kawan di Poteng, aku mesti cari ia buat diajak pergi, supaya ia bisa bantu aku" si gemuk berkata.
Siu Lian masgul mendengar jawabah itu.
"Apa yang kawanmu lakukan di poteng?" ia tanya. Su Kian tertawa sebelum menjawab.
"Kawanku itu," ia menyahut, "adalah mata2 atau juru kabarku. Sekarang ia berada di Poteng, dengan tugas mencari tahu atau menyelidiki sepak terjangnya Gu Sam, kuasa besar dari Oey Kie Pok, yang lelah atur persekutuan dengan Thio Giok Kin dan rombongannya, untuk mengetahui apa yang sudah dan akan mereka lakukan lebih jauh. Nona tidak tahu, Thio Giok Kin semua kalah liehay dari pada Oey Kie Pok, siapa rupanya baik hati dan dermawan, tapi hatinya sebenarnya sangat busuk! Oey Kie Pok itu benci sangat pada Lie Bouw Pek dan Tek Siauw Hong --benci sampai ditulang2nya, siang dan malam ia terus berdaya bikin celaka orang2 yang ia benci itu!"
Mendengar demikian Siu Lian menghela napas.
"Dikalangan kangouw yang diutamakan adalah kepandaian silat" ia kata "tetapi Oey Kie Pok andalkan tipu muslihat busuk dan uangnya, ia manusia sangat rendah. Baiklah kalau nanti kau ketahui ada orangnya Oey Kie Pok yang mau cari Tek Siauw Hong dan Lie Bouw Pek, tolong kau beritahukan kepadaku, aku nanti bantu mereka itu, terutama untuk balas budi mereka terhadap aku!"
Diwaktu mengucap demikian, nona ini unjuk roman berduka, tandanya ia bicara dengan terpaksa.
"Baik nona" menyahut Su Poan-cu, yang lantas minta diri akan siapkan pauwhoknya, setelah itu ia kembali pada sinona seraya berkata : "Nona, aku hendak berangkat sekarang!"
"Baik Su Toako, harap kau tidak lupakan pesanku!" Siu Lian pesan.
"Jangan kuatir nona, aku akan ingat semua!"
Sampai disitu, dengan berkerebong mantel kulit kambing, Su Poan-cu bertindak keluar, ia loncat naik atas kudanya yang
Ia terus kasi lari menuju keparat, tidak perduli angin keras dan pasir bertentangan
Siu Lian kagum terhadap si kate gemuk itu.
"Orang sebagai dia itu tidaklah kecewa menjadi seorang sejati dari kalangan kangouw" kata ia dalam hatinya.
Hari itu Siu Lian terus berdiam dihotelnya, akan esok paginya melanjutkan perjaianan ke Bongtouw. Benar saja, ia telah gunai tempo dua hari akan sampai diJie sie tin. Ketika ia pergi ke Kuan Tee Bio, hweeshio disitu. hampir tidak kenalkan ia.
Begitu sampai dibelakang bio, Siu Lian hampirkan kuburan ayahnya, didepan mana ia berlutut dan bersoja sambit memuji. Ia menangis dengan sedih, terutama akan lihat rusaknya pepohonan dan rumput di dekat2 kuburan, sebagai kesudahan gangguannya musim dingin, setelah lama mendekam di-kuburan, ia pergi kebio.
Paderi dari Kwan Tee Bio mengawasi nona kita. Ketika dahulu Siu Lian datang, ia berada bersama ibunya dan Lie Bouw Pek dan ia dandan sebagai gadis biasa. Tapi sekarang ia merupakan nona yang gagah, dengan pakaiannya yang sepan, setelah tangan menuntun kuda. yang lain menenteng golok, hingga ia mirip seorang pemuda.
"Ohmietoohud, kiranya Jie Kouwnio!"
kata paderi itu a-hirnya, sesudah ia dapat mengenalinya. "Silahkan masuk! Kalau kouwnio datang selengah bulan yang lalu, pasti kau akan bertemu dengan Sun Toaya!"
"Sun Toaya yang mana itu ?" tanya So Lian sambil berpikir. "Sun Toaya itu berumur tiga puluh lebih romannya gagah"
sahut si paderi. "Ia menunggang kuda dan bawa sebatang golok ia datang dari Kielok beberapa belas hari yang lalu. Ia sembahyang dan membakar kertas dikuburannya looya. ia menangis. Ia menyebut suhu terhadap looya. Dengan aku ia omong banyak juga, setelah itu ia lanjutkan perjalanannya, boleh jadi ia pergi ke Soanhoa"
Sekarang Siu Lian bisa menduga orang itu adalah Ngo- jiauw-eng Sun Ceng Lee.
"Ia tentu pergi ke Soanhoa akan tengok aku dan ibu, ia tidak tahu ibu telah menutup mata" ia berpikir. Ia jadi sangat berduka, ia b^rsyukur buat pemuda itu perbatikan. Tapi lekas juga, ia berlega hati: "Kalau benar Ceng Lee pergi ke Soanhoa, ia mesti akan bertemu dengan Su Poan cu, aku harap bersama2 Lauw Keng ia bisa atur dan bantu pemindahan layon ibunya"
Oleh karena memikir begini, hatinya Siu Lian jadi enteng banyak.
"Dipermulaan tahun depan aku ingin datang pula kemari, akan angkat layon ayah." kemudian ia beritahukan si orang suci.
"Itulah baik sekali kouwnio" berkata si paderi. "Kouwnio, kenapa Lie Bouw Pek Toaya tidak datang bersama kau?"
"Tidak" sahut si nona dengan pendek, sedang sebenarnya pertanyaan itu telah menusuk hatinya. Ia insaf sekarang berapa banyak Bouw Pek telah bantu ia dalam kesukarannya, tetapi karena turuti kemarahannya ia sudah bikin pemuda itu pisahkan diri dari ia. Ia merasa malu sendirinya dan menyesal. Coba tidak ada urusan Su Ciauw, temulah ia sudah menyusul ke Lamkiong akan haturkan maaf kepada anak muda itu. Sekarang, andai kata ia ketemu Bouw Pek ditengah perjalanan, ia malu akan menemui atau menegor.
"Ah, kenapa jalannya urusan jadi begini?" pikir ia. Ia minta diri dari si paderi, ia naik atas kudanya dan kasi binatang itu lari kearah selatan. Ia bisa lakukan perjalanan dengan leluasa, karena ini adalah jalanan yang ia kenal baik, jalanan yang membangkitkan kenangannya.
Setelah ditengah perjalanan beberapa hari lamanya, dengan pikiran tidak tenteram, pada suatu lohor jam empat Siu Lian akhirnya sampai di Kielok, kampungnya sendiri. Ia terus masuk kedalam kota, di mana ia langsung menuju kegang dimana rumahnya dahulu berdiri. Scsampainya di depan pintu, ia turun dari kudanya, ia hampirkan pintu dan ketok itu.
"Siapa?" tanya suara pelahan dari dalam, setelah ia mengetok sekian lama.
Siu Lian segera kenalkan suaranya Cui Sam.
"Engko Cui Sam, aku" ia menyahut, Buka pintu engko, aku Siu Lian pulang"
Suara tindakan kaki yang cepat dari Tee-lie kui Cui Sam terdengar dan pintu segera juga dipentang.
"Nona!" ia menegor. "Eh, nona, kau pulang sendiri saja?"
Tapi Siu Lian tidak menyahut, sambil menangis ia bertindak masuk.
Meski ia merasa sangat heran, Cui Sam toh urus dahulu sang kuda buat dibawa masuk kedalam pekarangan, kemudian ia menyusul masuk kedalam rumah yang sekian lama telah ditinggal kosong.
Sejak berangkatnya Jie Hiong Wan, Cui Sam tinggal dirumah ini selaku penunggu rumah, bersama isterinya ia telah menikah ia pakai ruangan luar.
"Duduk nona" ia kata seraya perkenalkan isterinya, yang ia ajak masuk.
Siu Lian duduk sambil menepas air mata.
Cui Sam pun teturutan mengeluarkan air mata.
"Sejak berangkatnya nona sekalian" kata penunggu rumah ini kemudian "belum lama ini ada orang datang dari Utara, dengan warta bahwa Jie Lauwsiok telah menutup mata ditengah perjalanan, bahwa mulai dari lamkiong, seorang pemuda bernama Lie Bouw Pek telah turut selaku pengantar sampai di Soanhoa-hu. Kini seberanya niat menyusul ke Soanboa, menyesal sekali, kami tidak punya uang. Pada bulan yang baru selam, dengan pinjam uang Sun Ceng Lee berhasil juga berangkat ke Soanhoa akan tengok nona, kemudian ia mau pergi ke Pakkhia buat suatu urusan. Ia telah pergi hampir satu bulan. Apa nona telah ketemu dia?"
"Aku tidak ketemu ia, tetapi aku tahu ia telah pergi ke Soanhoa" menyahut Siu Lian.
Nyonya Cui Sam lantas suguhkan teh pada nona rumah itu.
Atas pertanyaan Cui Sam, Siu Lian tuturkan semua perjalanan dan kejadian atas keluarganya, sampaipun pada halnya Beng Su Ciauw, mendengar mana orang she Cui ini menghela napas ber-ulang2 dan banting kaki karena berduka.
"Kalau begitu, sekarang baik nona berdiam dirumah" ia kata akhirnya untuk menghibur. "Nanti, sesudah upacara penguburan Lauwsiok dan loothaythay, nona pikir pula bagaimana baiknya"
"Itulah urusan belakang" sabut Siu Lian.
Cui Sam tidak berani omong banyak, ia tahu nona itu sedang berduka, maka bersama isterinya ia benahkan apa yang perlu, terutama akan bersihkan sagala apa supaya nona itu merasa senang. Kemudian nyonya Sie pergi kedapur akan sediakan makanan. Maka selanjutnya Siu Lian tidak merasakan kekurangan suatu apa. Ia berdiam didalam rumah, ia jarang keluar, pakaiannya selalu pakaian berkabung. Kadang2 ia pun mau pegang jarum dan benang. Cuma ilmu silat yang ia tidak pernah abaikan, karena ia adalah warisan ayahnya dan perlu untuk bela diri, justeru ia banyak musuhnya. Satu waktu ia perlu cari sekalian musuhnya, dan sembarang waktu musuh musuh itu bisa datang satroni ia.....
Kalau pagi ia berlatih diri dengan tangan kosong dan bersenjata, kalau malam ia keluar akan lompat naik keatas rumah dan berlari2, untuk bikin tubuhnya tetap enteng dan larinya keras.
Baru lewat beberapa hari, meski si nona hampir tak pernah keluar, penduduk Kielok segera mendapat tahu yang nona Jie yang elok telah pulang kembali, hingga dengan begitu kabar juga telah sampai dikupingnya Ngo Bun Kim, tauwkeh dari Tay Tek Hoo, dan Sek Tiong Hauw, kedua pemuda yang pada awalnya cerita ini telah mulai terbitkan gara2....
Nio Bun Kim tadinya berlalu dari Kielok, dimana ia malu akan berdiam lebih lama, tetapi seperginya keluarga Jie, ia kembali pula, dari jarang sampai sering, sehingga terus tidak malu lagi seperti biasa, dengan Sek Tiong Hauw tentu sekali tetap menjadi sahabatnya. Di Kielok ini, mereka sama2 jadi pemogor dari sebuah rumah hina, Dalam satu bulan, buat belasan hari mereka mengeram ditempat pelesiran itu
Bun Kim sedang berada didalam tok Tay Tek Hoo, tatkala ia dengar Siu Lian pulang, segera ia nyatakan mau pulang ke Lamkiong.
"Kenapa, apa kau takut padanya" Sek Tiong Hauw mengejek.
"Aku bukan takut, aku hendak pegang sumpahku" Bun Kim jawab. "Dulu aku telah angkat sumpah, kalau ia berada di Kielok, aku tidak mau tinggal disini "
"Otakmu benar kuat, kau ingat segala kejadian yang sudah lama lewat!" Sek Tiong Hauw tetap mengejek. "Apa kau tidak dengar yang si tua bangka she Jie dan isterinya telah meninggal dunia, bahwa si pemuda she Beng juga sudah menutup mata? Tidakkah dengan begitu si nona Jie telah pulang dalam keadaan sebagai janda kembang? Ia belum berusia dua puluh, apakah bisa jadi ia akan hidup sebagai janda terus? Bun Kim, aku berani bertaruh, kalau sekait ini kau bertindak pula, kau pasti akan berhasil!"
Mau tidak mau, hatinya siorang she Nio itu tergerak. Tapi kalau ia ingat hajaran si nona hatinya kuncup pula.... Kalau ia ingat ini, pikiran sadar mendampinginya....
"Kenapa aku mesti cari sakit pula?" demikian ia kata dalam hatinya. "Aku jadi tauwkeh uangku banyak, mau orang perempuan apa saja dengan mudah aku bisa dapatkan, maka kenapa aku mesti petik bunga mawar yang ada durinya yang tajam itu?"
Memikir begini, ia bisa hadapkan Tiong Hauw sambil tertawa.
"Tiong Hauw, aku tidak bisa diakali lagi!" ia kata "Kalau kau ada ingatan, pergilah sendiri, pergilah, supaya kau berhasil"
Tiong Hauw geleng kepala, tapi ia bersenyum.
"Aku lain daripada kau" ia mundur teratur. "Aku bisa menunggu sampai orang perempuan sendiri datang baiki aku, tak nanti aku mau keteki orang perempuan Tapi." ia menyambung, "aku dengar Lie Bouw Pek juga sudah pulang, lebih baik kita ketemukan dia. bikin hatinya jadi panas, supaya lagi sekali ia kasi permunculan sebagai baru ini untuk senangkan hati kita!"
Mendengar disebutnya nama Lie Bouw Pek, Bun Kim menjadi panas, jelusnya timbul.
"Cari si setan celaka buat apa?" ia kata dengan sengit. "Lie Bouw Pek telah pergi ke Pakkhia, ia berdiam disana hampir satu tahun, pekerjaan tak dapat, sebaliknya, ketika pulang ia lebih hitam dan kurus! la tidak miripnya dengan Souw Ciu! Kau tahu, sekarang ia ada dirumah, tetapi tiada satu orangpun yang ia berani ketemukan, aku sendiri belum pernah lihat ia barang satu kali juga!"
Sek Tiong Hauw fertawa. Ia tahu sobat ini takut pada Lie Bouw Pek, maka dia keluarkan alasan itu. Sebenarhya sahabat ini jelus dan berlaku hati, andaikata Lie Bouw Pek bisa dapati Siu Lian.
Senda gurau diantara kedua sahabat ini berhenti sampai disitu, oleh karena Nio Bun Kim buktikan perkatannya dengan mau lantas pulang hari itu, Tiong Hauw juga tidak bisa berbuat lain daripada ikut meninggalkan Kielok, pulang ke Lamkiong. Tapi sesampainya dirumah, ia tidak bisa lupai si nona Jie, maka diam2, diluar tahunya Bun Kim, ia pergi kunjungi Bouw Pek.
Dengan sebenarnya Lie Bouw Pek sudah pulang ke Lamkiong Oleh karena ia pulang dengan tangan kosong, malah dengan tubuh lebih kurusi dan kegembiraan lenyap, oleh paman dan bibinya ia disambut dengan tawar, karena ini ia jadi lebih bersusah hati, setiap saat ia kerutkan alis. Lebih celaka kalau ia dengar sang paman dan bibi bilang, bahwa ia pergi ke Pakkhia bukan untuk cari pekerjaan, melainkan buat pelesiran, hingga tubuhnya jadi kurus, mukanya menjadi kuning Meski
dengan mereka itu tidak benar, Bouw Pek tidak gubris barang sedikit juga, ia lanyut coba tenangkan diri dengan ingat2 apa yang ia telah lakukan sejak berangkat ke Pakkhia iapun bayangkan Kecantikan dan kegagabannya Siu Lian, keelokan dan
Kehalusannya S!am Nio yang harus dikasihani, sedang Su Ciauw ia kagum berbareng dibuat sayang dan sesalan, sebab pemuda begitu gagah nasibnya demikian buruk. Ia gembira kalau ingat kebaikannya Tek Siauw Hong dan Tiat Pweelek, orang2 Boan yang sifatnya berlainan dari kebanyakan orang Boan lainnya ia hanya sesalkan Siu Lian, yang salah mengerti. Ditambah itu, ia anggap ia tidak perlu memberi keterangan apa2 lagi, hanya ia tidak tahu. kemana si nona pergi dan bagaimana keadaannya selanjutnya
"Apakah ia pulang ke Kielok atau ia terus pergi ke Soanhoa?" demikian ia sering menduga2. "Sebenarnya adalah keharusanku, akan cari tahu dimana adanya Siu Lian sekarang, akan kemudian tengok juga kuburannya Siam Nio. Siam Nio mati, aku tinggal ia pergi, benar aku telah berikan uang pada ibunya, tetapi aku tidak tahu ia dikubur dimana "
Kapan ia berpikir begini, Bouw Pek lantas dapat ingatan akan lagi sekali pergi ke Pakkhia. Ia telah rencanakan, kalau ia jadi pergi, paling dulu ia mampir di Khoyang akan tengok kuburannya Beng Su Ciauw, sedang sesampainya di Pakkhia paling dulu ia mau kunjungi Tiat Pweelek. kemudian Tek Siauw Hong, guna wujudkan janjinya pada hari waktu hujan salyu, ketika ia dan Siauw Hong berpisahan. Paling akhir ia mau sambangi kuburannya Siam Nio.....
Tentang Oey Kie Pok mau bikin ia celaka atau terus hendak ganggu ia halnya Thio Giok Kin hendak satronkan ia, juga halnya Su Poan itu semua itu Bouw pek tidak buat pikiran, kalau toh satu wakytu ia ingat, dengan lekas ia bisa lupakan pula, hatinya jadi tawar terhadap lelakon perkelahian Demikian sejak pulang ia keram diri didalam rumah. Melainkan beberapa sanak paling dekat yang ia mau ketemui. Teman-temannya yang lain, semua ia tolak dengan manis. Satu kali ia pernah terima kedatangannia Sek Tiong Hauw, tetapi dengan alasan ia sedang tidak sehat, ia tidak omong banyak pada sahabatnya ini.
Hari itu adalah hari kesepuluh dari bulan dua belas langit tda terang, karena kemarinnya telah turun salyu, Lie Bouw Pek keluar dari rumahnya dan jalan dipelataran. ia tidak bisa legakan pikirannya, ia ingat semua pengalamannya. baru kali ia angkat kepalanya, memandang kedepan, tiba2 ia lihat ada orang sedang mendatangi. Ia tidak usah mengawasi lama akan kenal kan Sek Tiong Hauw. dari itu dengan segera ia jadi merasa tidak gembira.
"Ia datang pula, apa maunya?" demikian ia menduga.
Sek Tiong Hauw bertindak menghampirkan dengan cepat, air mukanya tersungging dengan senyuman.
"Saudara Bouw Pek, apa kabar? ini kau merasa segaran?" ia mendahului meneror selagi mendatangi.
Terpaksa Bouw Pek bersenyum juga untuk samout kenalan itu. Baru saja salyu berhenti turun dan jalanan sukar, kenapa su heng capekan diri menyambangi aku?" demikian katanya.
"Coba tidak turun salyu, tentulah kemarin aku telah datang kemari! Tiong Hauw tertawa. "Aku datang sutee, kesatu untuk tengok kau, kedua...." ia tepuki pundaknya pemuda kita, ia keluarkan suatu dari hidung, aku hendak sampaikan kabar girang kepadamu!"
Baru saja dengar begitu, Bouw Pek sudah tidak senang, hingga ia unjuk perasaan itu pada wajah mukanya.
"Kau lagi2 mau main gila, eh ?" ia menegor. Tapi si orang she Sek terus tertawa.
"Tidak lagi main-main, hanya dengan sungguh2!" ia bilang. "Ini kabar girang yang tulen! Mari kita bicara didalam!. "
Sebagai juga ia yang menjadi tuan rumah, Tiong Hauw tarik tangan sobatnya.
"Duduklah" Bouw Pek kata setelah mereka berada didalam "Kau bicarakan urusan lain, jangan sebab kabar girangmu itu, aku sebal mendengarnya" Dipegat secara begitu, Tiong Hauw mengawasi dengan melengak, karena ia merasa heran, sampai tidak punya kegembiraan buat bicara. Tapi cuma sesaat, lantas ia tertawa pula.
"Selagi hawa begini dingin, aku datang kemari, maksudku melulu untuk sampaikan kabar girang itu, bagaimana sekarang kau pegat aku?" ia tanya. "Kau kenapa eh?" Ia tidak tunggu jawaban, ia menerangkan: "Sutee, aku harap kau mengerti. Terhadap kau, aku sebenarnya bermaksud baik. Kau telah berusia duapuluh lebih, kau belum dirikan rumah tangga, kau telah pergi ke Pakkhia, pulangnya kau tidak membawa teehu bagi aku, maka tidak bisa tidak aku mesti bantu kau berdaya. Duluan aku ajak kau ke Kielok, sampai kau piebu dengan puterinya Jie Loo piauwtauw benar maksudmu tidak kesampaian, sedikitnya aku toh telah kasi kau lihat nona yang elok ying pandai bugee. Kenapa kau masih sebal terhadap aku dan sangka aku permalukan kau?"
Bouw Pek menghela napas, apa pula akan dengar namanya Siu Lian. "Jangan timbulkan kejadian yang sudah lewat" ia kata dengan masgul.
"Tidak sobatku, aku mesti bicara!" Tiong Hauw memaksa sambil tertawa. "Yang sekarang aku heidak beritahukan justeru adalah halnya si nona she Jie itu !"
Bouw Pek hanya menduga Tiong Kouw datang buat unjukkan nona lain, tidak tahunya lagi? Siu Lian yang disebut. Ia jadi berduka, akan tetapi karena ingin mengetahui, ia diam saja.
Tiong Hauw pun sudah lantas sambung omongannya :
"Aku telah pergi keKielok bersama Bun Kim, baru kemarin aku pulang dengan terburu2. Nona Jie sudah pulang kerumahnya, ia dengan sendirian, karena kedua ayah dan ibunya telah meninggal dunia. Bukankah ia telah ditunangkan pada satu pemuda she Beng dari Soanhoa-hu? Nah, juga pemuda she Beng itu telah menutup mata, katanya sebab mendapat luka dalam suatu pertempuran, entah dengan siapa. Sekarang si nona berdiam dirumahnya selaku janda kembang. Ia masih begitu muda, bagaimana ia bisa hidup terus sebagai janda? Siapakah yang dibelakang hari ada peruntungan bagus akan punyakan dia? Maka aku pikir, daripada orang lain yang dapatkan, bukankah lebih baik sutee yang nikah dia? Bukankah sutee pernah pergi kesana dan kenal Jie Lauw Tiauw? Kau boleh berkunjung ke Kielok, dengan alasan buat nyatakan duka cita terhadap piauwsu tua itu, berbareng kau boleh jumpa sinona. Kau muda, gagah dan cakap, si nona telah kenal kau, ketahui segala apa tentang dirimu. mustahil si nona tidak akan jatuh kedalam tanganmu? Oh, sahabatku, bagaimana girang andaikata aku bisa irup arak kegirangan kau" Tiong Hauw pandai bicara, sehabis kata begitu, ia tertawa berkakakan, seperti tidak mau berhenti.
"Hayo, sahabatku, hayo kita pergi sekarang" kata ia sambil berbangkit, seraya samber tangan orang.
Bouw Pek tarik pulang tangannya, ia menghela napas helaan napas lega. Kalau benar kabarnya si orang she Sek ini, terang Siu Lian sudah pulang kerumahnya dengan tidak kurang suatu apa. Ini adalah apa yang ia harap. Hampir ia beber hal diantara ia, Su Ciauw dan Siu Lian, baiknya sebelum buka mulut ia ingat Tiong Hauw tfdak berhak untuk diberikan kepercayaan akan turut mengetahui lelakon itu, maka ia urung menutur. Ia anggap berbahaya bila Tiong Houw ngoye diluaran, dengan tierita dilebihkan, paman dan bibinya bisa gusarkan ia dan nama baiknya Siu Lian biba tercemar.
"Aku tidak bisa beibuat seperti katamu itu!" ia kata. "Biarlah nona Jie menjadi janda atau ia menikah orang lain, aku tidak ingin campur atau ketahui hal ihwalnya itu. Aku kenal Jie Lauw Tiauw, tetapi perkenalan itu adalah perkenalan sambil lalu, maka selagi dirumahnya tak ada di bikin upat yua sembahyang, bagaimana aku bisa datang untuk ucapkan duka cita?"
Pemuda ini berkata sambi! unjuk senyuman menyedihkan. "Itulah bukannya soal, kau masih bisa cari alasan lain"
Tiong Hauw mendesak dengan tidak perhatikan lagu bicara
dan air muka orang. "Asal kau berani bertindak masuk kedalam rumahnya, aku percaya ia akan lantas menjadi isteri kau !" ia tertawa. "Bouw Pek sahabatku, aku percaya kau dan Siu Lian berjodoh! Ia lewatkan si pemuda she Beng yang malang dan ia tunggui kau!" Bouw Pek tidak puas yang tamunya itu mengucap demikian terhadap Beng Su Ciauw.
"Sudah" ia membentak, "sudah jangan sebut lagi halnya si orang she Beng, si orang she Jie! Urusan mereka itu tidak ada sangkut pautnya dengan aku ! Kenapa kau mesti ngoce saja dikupingku!"
Ditegor begitu, Tiong Hauw juga unjuk roman tidak puas. "Bagaimana eh?" ia tanya. "Kenapa kau tidak senang
terhadap aku? Kau tahu sendiri, aku datang untuk kau, untuk
carikan kau isteri yang sempurna! Apa benar kau tidak mau menikah seumur hidupmu? Ah sahabatku ..."
Bouw Pek menghela napas, ia melengos akan tidak pandang sobat itu.
Tiong Hauw sekarang bisa lihat punggung sobatnya, ia bisa uiiai tegas bagaimana sahabat ini jadi jauh lebih kurus.
"Anak ini benar-benar tidak beruntung" pikir ia, ia pergi ke Pakkhia begitu lama,
tapi pulang dengan tangan kosong! Apakah ia bikin dikota raja? Ia tidak mampu cari isteri dan sekarang ia hilang yang orang sebut2 hal isteri"
"Lantas ia tertawa sendirinya, beberapa kali terdengar suaranya "Hm! hm!"'
Kemudian Bouw Pek dengar dibelakangnya: "Kalau kau tidak pergi, ya sudah, kenapa kau gusarkan aku? Kalau karena urusannya sibudak she Jie, kita suheng dan sutee jadi berselisih oh, aku malu terhadap suhu!. " Tapi Bouw Pek justeru semakin gusar karena Siu Lian dimaki "budak", maka sukur Tiong Hauw sebut gurunya, hatinya jadi sedikit lega. Ia lantas ingat kebaikan gurunya yang sayang sekali padanya, hingga sebabnia rajin dan cepat mengerti gurunya itu telah turunkan kepandaiannya ke padanya, segala rahasia ilmu pukulan ia telah diberitahukan sedang murid lain tidak dapat pelajaran seperti ia. Ia tahu, dengan berbuat demikian gurunya ingin ia menjadi ternama dikalangan Sungai-Telaga. Maka betapa celaka, sekarang melulu karena urusan cinta ia jadi seperti runtuh semangat! Ia jadi seperti sialkan harapan gurunya itu!.....
Karena pikirannya kusut, Bouw Pek sampai tidak ketahui yang Tiong Houw telah angkat kaki! Ketika ia ketahui sahabat itu pergi, ia tidak menyusul keluar untuk mencegah, sebaliknya ia jatuhkan diri dikursi, kepalanya mendongak, matanya mengawasi langit rumah, beberapa kali ia menghela napas. Tapi hatinya lega akan ketahui Siu Lian telah pulang dengan tidak kurang suatu apa....
Sang hari lewat dengan cepat, tahu musim dingin sudah sampai diakhirnya dan musim semi menggantikannya. Selama itu Bouw Pek terus berdiam dirumah dengan kegembiraannya masih belum balik kembali. Sudah begitu, sejak kedatangannya Tiong Houw paling akhir, tidak ada lagi sahabat yang datang kunjungi ia.
Bulan kedua pun telah gantikan bulan pertama, sekarang bunga teh dan lie sudah mulai mekar, sementara itu Bouw Pek jadi berkuatir akan bayangannya sendiri, la dapat kenyataan, sebab berduka sekarang ia jadi lebih kurus lagi dan lemah.
"Kalau tetap begini, lama? jiwaku juga aku aku korbankan..." pikir ia "Tidak, aku mesti rubah diriku!. Aku
mesti kembali ke Pakkhia, aku mesti penuhkan janjiku pada saudara Tek Siauw Hong!"
Ucapan ini benar-telah mendorong semangatnya Bouw Bek karena ia segera ambil putusan untuk pergi ke Pakkhia hanya tinggal harinya saja yang harus ditetapkan.
Pada sore itu Bouw Pek berdiam sendirian dikamarnya sebagaimana biasa. Diluar turun hujan rintik2. Didalam kamarnya ia tidak pasang lampu, maka itu ia terbenam dalam gelap-gulita. Baru saja ia ia pikir untuk nyalakan api buat baca buku, mcndadak diluar pekarangan ia dengar suara pintu diketok dibarengi dengan berbengernya kuda sampai dua kali beruntun. Ia heran.
"Siapa yang datang? Siapa cari aku di waktu begini?" Ia bertindak keluar, ia hampirkan pintu pekarangan. "Siapa? Kau cari siapa?" ia tanya.
Dari luar pagar terdengar suara kasar dari seorang lelaki, yang iyoba dipalsukan sebagai suara seorang perempuan, tapi kepalsuan itu terdengar nyata, katanya:
"Lekas buka pintu! Aku Jie Siu Lian! Kau tahu, Siam Nio juga datang bersama aku! Lekas buka pintu!"
Bouw Pek tercengang dan kemudian menjadi gusar.
"Siapa kau?" ia menegor. "Kau berani permainkan aku, Lie Bouw Pek?"
Sembari kata begitu dengan berani Bouw Pek buka pintu sampai terpentang lebar, tapi kapan pintu itu sudah terbuka, dihadapannya berdiri seorang kate gamuk, yang segera tertawa berkakakan! Biar langit gelap dan hujan menambah kesamaran, Bouw Pek toh lantas kenali Pa san-coa Su Kian alias Su Poan-cu si gemuk terokmok, maka meski mendongkol, ia toh tertawa!
"Su Tiiangku!" ia kata dengan tegorannya "Ada apa kau datang kemari?"
Su Poancu tidak lantas menyahut, ia hanya angkat kedua tangannya memberi hormat.
"Lie Toaya, apa kau baik ?" ia kata "Aku datang dengan dua maksud, kesatu buat mengunjungi dan kedua..."
Ia tidak teruskan itu, hanya ia tuntun kudanya buat dibawa masuk kedalam pekarangan, terus kegubuk yang diperuntukkan simpan kayu akan tambat kudanya.
Bouw Pek mengundang masuk.
Kemudian sembari nyalakan api, Bouw Pek tanya sahabat karib itu
"Kaudatang kemari, mungkin kau bawa kabar penting. Kabar apakah itu? Aku minta kau lekas beritahukan kepadaku!"
Su Poan-coe duduk dikursi, dengan ayalan ia buka mantelnya yang basah karena air hujan, kemudian dengan saputangan ia juga peras kuncirnya yang kuyup.
"Urusan ini penting" ia menyahut dengan sabar "Tapi aku datang langsung dari Pakkhia, aku telah lakukan perjalanan terus menerus, maka itu sudilah kau kasi ketika untuk aku beristirahat sebentar..." Bouw Pek heran mendengar keterangan itu. Datang dari Pakkhia — begitu jauh? Maka juga bukannya ia kasi ketika, malah ia membalik menanya:
"Bilang padaku urusan apa itu ? Bilang lekas!"
Selama diluar, sampai ia bertindak masuk, Su Poan-cu unjuk air muka yang berseri, tetapi sekarang sikapnya berubah.
"Coba tebak, urusan apa yang aku bawa" ia tanya dengan sungguh2.
"Apakah dirumahnya Tek Siauw Hong terbit peristiwa?" pemuda itu menebak.
"Benar, kau menduga jitu!" Su Kian menjawab. "Didalam istana Terlarang, di dalam keraton, sudah terjadi pencurian besar atas beberapa rupa barang permata yang indah dan berharga besar. Pencurian akan tetap jadi pencurian, kalau tidak Siu-Bie too Oey Kie Pok gunai ketika ini untuk balas sakit hatinya, guna lampiaskan dendaman. Kau ketahui kelicinan dari si Bie-too Kurus Dengan kecerdikannya. ia bikin perhubungan dengan Toa congkoan Thio thaykam, siapa ia bujuk dan anjurkan buat fitnah Tek Siauw Hong, yang dituduh menjadi penjahat utama dalam pencurian besar itu. Sekarang ini Tek Siauw Hong telah ditangkap dan ditahan dalam penjara Heng-pou, bersama ia terembet beberapa orang ternama dikota raja. Kejadian itu menguatirkan bagi Tek Siauw Hong dan orang serumah tangganya"
Bouw Pek benar terkejut sampai mukanya berubah menjadi pucat pias, memang mukanya pucat dan bersinar agak kuning.
"Tuturkanlah, tuturkan semua biar jelas" ia minta pada si kate gemuk.
"Duduknya perkara yang jelas aku sendiri masih belum ketahui betul" kata Su Poan-cu. "Dalam perkara ini tersangkut saudagar besar di Pakkhia, namanya Yo Cun Jie. "
Bouw Pek ingat nama itu, ia terperanjat. Saudagar itu seorang gemuk juga. Ketika ia baru sampai di Pakkhia, ia ketemu saudagar itu di Cio Tauw Hotong. Dia itu pernah turut Tek Siauw Hong pesiar kerumah pelesiran.
"Aku tahu saudagar itu, yang buka rumah gadai" kata ia sambil manggut.
"Benar" sahut Su Kian, yang anggukkan kepala. "Saudagar Yo Cun Jie adalah pemilik rumah gadai yang tersohor, karena ia buka beberapa rumah gadai. Ia berharta besar. Pada bulan yang baru selam, pegadaiannya terima gadai belasan butir mutiara serta beberapa pigura tulisan dan gambar. Itu adalah perkara biasa saja, sampai seorang giesu kebetulan dapat ketahui dan kemudian terbukti, semua itu adalah barang curian dari istana Yo Iyun Jie lantas ditangkap dan ditahan untuk diperiksa.
Beberapa thaykam yang turut tersangka sudah ditahan juga, begitupun dua orang sie-wie. Perkara itu sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan Tek Siauw Hong, tetapi karena Siauw Hong dan Cun Jie bersahabat kekal, Siauw Hong berjanji akan menolonginya. Kau tahu sendiri, Siauw Hong jiatsim dalam persahabatan. Ketika Oey Kie Pok mengetahui tindakannya Siauw Hong, ketika ini ia gunai akan bikin impas dendam hatinya. Begitulah ia atur daya, akan fitnah Tek Siauw Hong, yang lantas ditangkap, sedang rumahnya telah digeledah. Sekarang ini melainkan Tiat Pweelek dan Khu Kong Ciauw, yang berdaya akan menolongi Siauw Hong, sahabatnya lain semua telah jauhkan diri. Kau Lie Toaya, adalah sahabatnya Tek Siauw Hong, dan permusuhan diantara Siauw Hong dan Kie Pok asal mulanya adalah urusan kau juga, maka aku datang pada kau untuk menyampaikan kabar Siauw Hong sekarang terpenjara, barangkali kau tidak mampu menolonginya tetapi kau bisa tengok dia, sedikitnya untuk lakukan kewajiban sebagai sahabat"
Bouw Pek jadi berduka dan bingung, sampai duduk salah dan berdiri salah Su Poan-cu pun sebut2 tentang persahabatan, sedang ia seorang yang paling utamakan itu.
"Siauw Hong dan aku memang bersahabat, tetapi itu bukan sebagai yang kau katakan" ia berkala dengan bersenyum meringis, karena mesti kuatkan hati, "Ketika baru2 ini aku berangkat meninggalkan Pakkhia, selagi turun hujan salyu Siauw Hong antarkan aku sampai diluar Ciang-ge-mui. Waktu itu kami telah berjanji akan nanti saling ketemu pula, artinya aku janji dalam musim Cun ini akan pergi mengunjungi di Pakkhia. Aku memang sudah pikir akan berangkat dalam beberapa hari ini, siapa tahu kau telah mendahului datang, dengan kabarmu yang penting ini. Su Ciangkui, aku berterima kasih untuk kebaikan kau ini! Baik, sahabatku, kita boleh berangkat sekarang!"
Su Poan-cu kagum bukan main mendengar suara itu, hingga sambil bersenyum ia tonjolkan jempolnya.
"Bagus Lie Toaya!" kata ia dengan pujiannya. "Tidaklah kecewa Tek Ngoya telah ikat tali persahabatan dengan kau"
Bouw Pek tidak omong main2, ia sudah lantas berbenah akan siapkan pauwhoknya, setelah selesai ia kata pada sahabat itu:
"Su Ciangkui, aku minta kau tunggu aku diluar. Aku hendak ketemui pamanku, akan beritahukan niat kepergianku ini, guna minta perkenan dan ambil selamat berpisah!"
Sambil manggut dan menyahut "Ya" Su Poan-cu lantas berbangkit dan pergi akan tuntun kudanya keluar pekarangan. Dibawah hujan gerimis ia tunggui sahabatnya.
Bouw Pek sebenarnya tidak pergi ketemukan pamannya. Ia tahu, diwaktu hari sudah larut, sang paman. Lie Hong Keng, sudah tidur. Ia pun ketahui, kalau ia bicara pada pamannya dan paman itu dapat tahu ia mau pergi ke Pakkhia buat tolong sahabat, ia pasti tidak akan dikasi pergi. Maka itu ia duduk menulis surat, dalam suratnya ia tuturkan maksud keperglannya dan ambil selamat berpisah, la kucurkan air mata selagi ia letaki surat itu, karena ia merisa sedih untuk tinggalkan paman dan bibinya secara demikian. Setelah padamkan api, ia tenteng pauwhok dan pedangnya, ia rapatkan pintu kamarnya dan pergi menghampirkan Su Poan- cu.
"Tolong pegang ini" kata ia pada sikate gemuk itu. Ia kembali kedalam, buat tuntun keluar kudanya, yang ia pakaikan pakaiannya dengan cepat. Sesampainya diluar, pintu pekarangan ia tutup rapat.
"Mari" kata ia pada Su Poan-cu seraya bertindak dengan tuntun kudanya.
Su Poan-cu mengikuti sambil tuntun juga binatang tunggangannya.
Kedua sahabat keluar dari kampung di-bawah hujan yang turun makin deras, maka jalan belum seberapa jauh pakaian mereka berdua sudah kuyup.
"Sampai disini 5aja" kata Su Kian dengan tiba2 tahan tindakkannya. "Lie Toaya, silahkan kau berangkat sendiri ke Pakkhia, aku masih punya urusan lain. Setelah setengah bulan, kita akan bertemu pula dikota raja"
Bouw Pek kenal baik sifatnya si tukang warung arak ini, yang sepak terjangnya sering gelap, dari itu, ia tidak mau menanyakan apa , ia hanya anggukkan kepala? "Baiklah" kata ia. "Sebenarnya kau dan Tek Siauw Hong tidak kenal satu pada lain, maka kau juga boleh tidak usah pergi ke Pakkhia akan bantu dia"
"Aku bukan lagi bekerja untuk Tek Siauw Hong, aku hanya bantu kau" kata si ular Gunung, yang segera tambahkan: "Apakah uangmu cukup?"
"Aku telah bawa semua uangku" Bouw Pek jawab.
"Baiklah," kata si kate gemuk, "mari kita berangkat!"
Dengan hampir berbareng, dua orang ini loncat naik atas kuda mereka, yang terus mereka kasi jalan berendeng, sampai di jalanan tikungan yang terpisah dua.
"Sampai ketemu pula!" kata Pa san-coa sambil angkat kedua tangannya. "Aku ambil jurusan barat!"
"Sampai ketemu pula" Bouw Pek membalas kehormatan orang.
Kuda hitamnya Su Poan-cu lantas saja lari kearah barat, maka Bouw Pek pun larikan kudanya kearah utara, dengan begitu mereka berdua telah berpisahan.
Lie Bouw Pek telah lakukan perjalanannya dengan tidak kenal cape, ia mengaso melulu untuk tangsel peruinya dan pia kudanya atau untuk bermalam Sekalipun diwaktu malam ia jalan terus, seperti pada permulaannya, asal ia rasa ia dan kudanya masih kuat. Dari itu bisa dibilang ia telah jalan terus- menerus. Ketika ia lewat di Khoyang, ia mampir di Hong-touw po, akan unjuk hormatnya pada Beng Su Ciauw, didepan kuburan siapa ia turun dan berdiri sambil kucurkan air mata. Ia merasa berhutang budi pada pemuda itu, yang telah berkorban untuk ia. Setelah itu ia berdoa lan pula.
Tidak pernah Bouw Pek pikirkan hari atau tanggal, hanya ia ingat, ketika ia berangkat dari rumahnya, waktu itu akhir bulan kedua dan ketiga akhirnya ia sampai di Pakkhia, pohon2 yangliu baru saja kehijau-hijauan dan bunga toh masih belum mekar, la tidak cari rumah penginapan, hanya langsung menuju ke Su pay lauw, ke Sam-tiauw Hotong, kerumahnya Tek Siauw Hong.
Rumahnya si orang Boan tetap sebagaimana biasa, apa yang beda adalah pintu besar ditutup rapat, dimuka itu tidak ada barang satu orang malah tanda bekas kereta mundar- mandir pun tak terdapat.
Didepan pintu sekali Bouw Pek loncat turun dari kudanya. Ia tambat binatang itu ditunggui tambatan, ia naik ditangga akan mengetok pintu. Ia mesti terus mengetok sekian lama, baru ia dengar suara pertanyaan dari dalam :
"Cari siapa eh ?" Lekas buka pintu!" Bouw Pek kata. "Aku Lie Bouw Pek, sahabatnya Tek Ngoyal"
Suara itu agaknya dikenaT oleh orang di dalam, yang pentang pintu dengan tidak berayal lagi, dari kapan orang itu telah lihat Siapa berdiri dimuka pintu, ia agaknya kaget bahna kegirangan luar biasa.
"Oh Lie Toaya!" ia berseru. "Kau datang Toaya, bagus!" Sembari kata begitu, orang itu maju lebih dekat, akan unjuk hormatnya.
Lie Bouw Pek tidak usah memandang lama akan kenalkan Hok Cu, si kusir.
"Tolong kau urus kudaku, aku mau masuk akan ketemu loo thaythay" ia kata kemudian.
Dengan tidak tunggu sampai ada bujang lain yang memimpin atau mengasi kabar, anak muda ini bertindak dengan cepat menuju kedalam, tetapi kebetulan baginya dithia ia ketemu bujang yang mau keluar.
"Tolong beritahukan loo thaythay atau toa-naynay, bahwa aku baru sampai dari lamkiong" ia kata pada bujang itu, "aku hendak ketemui Ngoya "
Bujang itu tidak kenal Bouw Pek, tetapi ia tahu pemuda ini a Ialah sahabat majikannya, maka ia lekas2 unjuk hormatnya.
"Tetapi majikan. " ia kata.
"Aku tahu tentang majikanmu, sekarang aku mau ketemukan loo-thaythay atau toa-naynay" ia tegaskan.
Bujang itu manggut.
"Silahkan toaya ikut aku" ia kata.
Bujang itu lantas pimpin tamunya kepedalaman, disitu ia masuk lebih dahulu kekamar Tek Toa-naynay untuk memberi kabar.
Kabar ini tentu saja disambut dengan girang oleh nyonya Siauw Hong, yang memang sedang bingung.
"SiIahkan undang Lie Toaya masuk ke kamarku" berkata nyonya itu.
Keluarga Tek pegang aturan keras, orang luar, apa lagi orang lelaki, tidak boleh masuk sampai kepedalaman, akan tetapi Bouw Pek dikecualikan, malah dulu, pada mula pertama ia datang, Siauw Hong sudah ajak ia masuk akan ketemui ibu dan isterinya. Maka sekarang Tek Naynay juga tidak bersikap likat2 lagi. Ia keluar dari kamarnya justeru tamunya sampai.
Bouw Pek pegang kehormatan, ia tidak berani angkat kepala akan mengawasi.
"Enso" kata ii seraya terus unjuk hormat sambil menjurah.
Nyonya Tek membalas hormat tetapi dengan airmata meleleh.
"Lie Toa-hiantee, silahkan duduk" ia mengundang. "Kau tentu telah ketahui perkaranya Ngoko, bukan?"
Suaranya si nyonya pelahan dan sember, tanda dari kesusahan hati.
Bouw Pek jadi sangat terharu.
"Aku dengar koko difitnah oleh Kie Pok, hinggga ia ditangkap" ia menyahut.
"tetapi bagaimana duduknya yang jelas, aku belum tahu. Coba enso tolong kasi keterangan, nanti aku pikir pula dan akan berdaya sekuat tenagaku" Setelah kata begitu, Bouw Pek duduk di bangku disamping dan budak perempuan suguhkan teh. Tapi ia tidak lantas minum.
Tek Toa-naynay sudah lantas berikan keterangannya, yang cocok dengan wartanya Su Poan-cu, yaitu Siauw Hong difitnah karena hendak menolong Yo Cun Jie, si saudagar yang menjadi sahabatnya.
"Dari kantor Sim-heng-su, Ngoko telah dikirim ke Heng- pou." Toa-naynay dapat perlindungan dari Tiat Pweeleek dan Khu Kong Ciauw, ditempat tahanan ia tidak menderita hebat, cuma dalam perkaranya katanya ia sukar lolos, hanya tidaklah nanti, dapat hukuman mati. Yang dikuatirkan sekarang adalah kelicinan dari Oey Kie Pok. Diluaran ia telah sesumbar, bahwa ia hendak berdaya sampai Ngoko dihukum mati. Difihak lain Kie Pok juga coba peras kami, buat mana ia gunai surat2 hutang palsu dari toko uangnya Poan Louw Sam, katanya Ngoko ada hutang sepuluh laksa tail, hutang mana harus dibikin lunas. Hal ini aku perintah orang tanyakan pada Ngoko didalam tahanan, Ngoko menyangkal, katanya ia tidak punya hutang itu dan belum pernah berurusan dengan toko uangnya Poan Louw Sam. Meski begitu, pihak toko uang telah mendesak dengan bengis, ia kasi tempo satu bulan buat aku bayar hutang itu. Ia telah majukan saksi, yalah Phang Hoay dan Phang Liong Hari Cun Goan Piauw-tiam dan Moh Po Koen dari Su Hay Piauw-tiam. Mereka semua orang2 yang tidak punya hubungan dengan Ngoko, sekarang mereka berani datang kemari menagih uang, ketika diusir mereka berani berkeras dan hendak menerjang masuk. Sejak terbit perkara ini, belum ada dua bulan, dua kali rumah ini telah digeledah, dan tiap kali habis menggeledah dengan tentu kami kehilangan barang. Untuk ongkos kami juga sudah pakai lebih dari tiga ribu tail. Ngoko benar punya uang dari warisan, tetapi ia gemar bergaul, untuk persahabatan ia pakai untuk dengan tidak dipikir2, maka uang simpanannya sudah kurang banyak, maka kalau sekarang aku mesti sediakan lagi sepuluh laksa, mestinya aku menggadaikan rumah dan jual sawah kebun. Kami tadinya punya belasan bujang, lelaki dan perempuan, sekarang kebanyakan dari mereka sudah diberhentikan, karena mereka itu berani main gila, suka berjudidan keluar malam hingga sekarang tinggal saja Siu Jie, Hok Cu, satu koki dan satu bujang lelaki"
Bouw Pek berduka mendengar keterangan itu, yang menusuk perasaan hatinya. Begitulah kalau orang mau celaka, ada saja gangguan yang datang. Karena ini ia jadi benci pada Kie Pok.
"Sudah kau fitnah Siauw Hong masuk penjara, kenapa kau coba paksa peras uangnya?" kata ia dalam hati. "Kenapa kau gunai pengaruhnya orang2 kasar, akan takuti orang perempuan yang lemah? Kau jahat sekali!.... Aneh, kenapa dikota raja orang antapkan saja sepak terjangnya orang jahat semacam Oey Kie Pok ini? Inilah aneh! Tapi Kie Pok, aku telah datang kemari, kau lihat saja !"
Bouw Pek tidak mau ngelamun lebih jauh.
"Sekarang enso, kau baik jangan bersusah hati dan jangan berkuatir" ia lalu menghibur nyonya rumah. "Kalau Kie Pok dan konconya datang minta uang, kau jangan ambil perduli, nanti aku yang berurusan padanya. Aku nanti pergi pada Tiat Pweelek, akan minta supaya ia mendesak agar perkaranya Ngoko lekas diperiksa dan supaya Ngoko dibebaskan.
"Pakkhia adalah kota raja, aku tidak percaya orang baik bisa dibikin celaka dan binasa menurut sesuka mereka itu. Ngoko. baik sekali padaku, ia anggap aku sebagai saudara kandung, maka aku nanti pertarohkan jiwaku akan tolong dia" "Terima kasih, toa-hiantee " berkata Tek Naynay sambil tepas air mata. "Sekarang kau jangan pergi kemana2, kau tinggal saja dikamar depan, supaya bila nanti kawal pemeras itu datang pula, ada kau yang bisa atasi segala hal aku mengandal pada satu orang"
"Baik enso, jangsn kuatir" kata Bouw Pek, yang minta perkenan akan ketemui loo-thaythay, tapi Tek naynay mencegah Loo thaythay sudah berusia lanjut, ia tidak boleh ketahui urusan ini" kata nyonya itu. "Ketika kedua kalinya dilakukan penggeladahan, dengan gunai uangnya aku bisa cegah hamba2 negeri masuk kekamarnya loo-thaythay, dari itu hingga sekarang ia masih tidak ketahui apa"
Atas keterangan itu Bouw Pek menghela napas.
"Baiklah, aku tidak usah ketemui pehbo lagi" ia kata. "Sekarang aku mau pergi ke Heng-pou akan tengok koko, kemudian aku akan kunjungi Tiat Pweelek, enso mau pesan apa?"
Tek Naynay geleng kepala, ia tepas air matanya.
"Baru tadi aku kirim Siu Jie menengoki Ngoko" ia menyahut. "Kalau toa-hiantee ketemu Ngoko, bilang saja supaya ia jangan jengkel dan kuatir, jangan pikirkan kami dirumah"
"Akupun nanti kasi tahu supaya ia jangan takut orang ganggu enso dan pehbo" Bouw Pek bilang.
"Apa toa-hiantee perlu pakai uang?"
"Tidak. Aku masih punya uang, yang dahulu koko berikan kepadaku, yang aku belum pakai banyak." Segera Bouw Pek berbangkit, ia memberi hormat dan keluar. Sembari jalan ia tidak habis berpikir mengapa Oey Kie Pok begitu jahat dan kejam. Sesampainya di-thia ia kata pada Hok Cu, yang sedang tunggui ia.
"Tolong bawa kudaku keistal dan kasikan rumput. Pauwhok dan pedangku kau simpan dikamar tulis luar. Mulai hari ini aku mau urus segala apa disini. Kalau ada datang orang2 toko uang, si orang she Phang atau she Moh, kau lekas beritahukan padaku, aku nanti ketahui mereka. Umpama kata mereka datang selagi aku tidak ada dirumah, kau suruh mereka tunggu, tetapi katakan pada mereka, kalau mereka ketemu dengan Lie Bouw Pek. jangan kata baru sepuluh laksa tail sekalipun seratus laksa aku nanti bayar lunas semua"
Hok Cu manggut, hatinya girang bukan main.
"Aku tahu toaya" ia menyahut, sedang dalam hatinya ia kata : "Cukup, Lie Toaya Asal aku beritahukan namamu, aku tanggung laripun mereka tidak akan Keburu, mustahil mereka masih berani menagih hutang!"
"Sekarang sediakan air untuk cuci muka" kata pula Bouw Pek, yang segera pergi kekamar tulis akan bersihkan diri dan rapikan pakaian, setelah itu dengan naik kereta ia pergi ke Heng-pou. Ia tidak duduk didalam, hanya didepan, matanya jelalatan. Dalam mendongkolnya ia ingin berpapasan dengan Oey Kie Pok, supaya ia boleh hajar pecundang yang hatinya palsu dan kejam itu.
TIDAK LAMA Lie Bouw Pek telah sampai didepan kantor Heng-pou, disitu ia tampak seorang dengan dandanan kacung sedang berjalan sambil tunduk, romannya lagi berduka. Ia kenalkan Siu Jie. Maka ia lantas memanggil : "Siu Jie! Siu Jie!" Budak itu angkat kepalanya, ia segera kenalkan anak muda kita, hingga ia jadi girang bukan main, sambil berlari-lari ia datang menghampirkan.
"Lie Toaya !" ia berseru seraya unjuk hormatnya. "Toaya, kapan kau datang ?"
Bouw Pek perintah tahan kudanya.
"Aku baru sampai disini lewat tengah hari" ia jawab. "Aku telah ketemui naynay dan sekarang aku hendak tengok looyamu "
"Aku pun baru ketemu looya. Kalau looya mau menemui, mari kita pergi sama2. Perkara ini kelihatannya. "
Siu Jie tidak bisa meneruskan ia hanya menangis.
Bouw Pek loncat turun dari keretanya, si kusir ia suruh menunggu.
"Jangan kau berduka lagi" ia hiburkan Siu Jie. "Aku tahu perkara looya, aku akan beidaya menolongnya."
"Ya, looya pun sering sebut2 toaya," Siu Jie manggut.
Kemudian ia jalan didepan selaku pengantar.
Oleh karena keluarga Tek telah punyai pengaruh uang, Siu Jie bisa masuk tanpa halangan dan meski barusan saja ia pergi dan sekarang kembali, sipir toh kirim seorang bawahannya akan mengantarkan pula
Biar ia seorang tawanan, Tek Siauw Hong dapat kamar yang bersih dan terawat ini disebabkan kecuali ia telah gunai uang, ia sendiri adalah seorang Boan dan berasal dari Lwee- bu-hu, sedang namanya terkenal dan dimalui. Untuk tidur ia dapat sebuah pembaringan.
Siu Jie mendahului hampirkin piniu kamar yang berjeruji. "Looya, looya !" ia memanggil-manggil. Looya Lie Toaya
datang "
Siauw Hong berbangkit dan bertindak kedepan pintu, ia lantas lihat Bouw Pek, ia menghela napas.
"Ah, hiantee!......" kata ia dengan duka. "Aku kuatir kau datang, sekarang benar2 kau berada disini. "
Bouw Pek terharu bukan main, tetapi dipihak lain ia dapat kenyataan Siauw Hong adalah tenang dan tidak berduka, sebagaimana tadinya ia duga, pada kedua matanya tidak ada bekas2 mengalirnya air mata. Maka ia menjadi kagum.
"Toako" ia lalu berkata, "sejak berlalu dari Pakkhia, aku sebenarnya niat lekas kembali akan penuhkan janjiku untuk pertemuan kita dimusim Cun, siapa tahu aku telah dapat kabar bahwa kau mendapat perkara, maka aku segera berangkat. Aku baru sampai dan barusan aku ketemu enso, enso telah berikan keterangan hal duduknya perkara. Dengan tak berayal lagi aku terus datang kemari"
"Ya hiantee, kau jangan berduka" Siauw Hong kata sambil manggut. Kau lihat sendiri, aku tidak masgul dan berkuatir Aku minta kau jangan ladeni segala manusia rendah itu. Sekarang kau boleh berdiam dirumahku, akan tilik enso dan keponakanmu. Perihal ibuku, kau jangan kuatir suatu apa. Kie Pok boleh jahat, tetapi aku tidak percaya ia berani ganggu ibuku juga!" "Jangan kuatir, toako, tidak nanti aku tambahkan onar dalam perkaramu ini, cuma kalau Kie Pok berani ganggu aku, atau si orang she Phang dan Moh datang pula akan memeras, tidak nanti aku kasi ampun pada mereka!"
Matanya Bouw Pek menjadi besar, tangani ya dikepal keras.
"Inilah sebabnya hiantee, kenapa aku tidak inginkan kau datang kemari" kata Siauw Hong dengan terus-terang, sambil menghela napas. "Tidak apa kau tambah onar untuk aku, tetapi apa ada harganya akan layani kawanan manusia rendah itu? Dimataku tidak ada satu diantaranya yang bisa dibandingkan derajatnya dengan kau! Biarlah Kie Pok banyak hartanya dan besar pengaruhnya, aku sama sekali tidak pandang ia sebelah mata!"
Bouw Pek kagum bukan kepalang mendengar suaranya sahabat ini, yang tinggi mana hatinya.
"Biar bagaimana, toako perkaramu bikin aku ibuk" ia berkata. "Perkara kau ini asal mulanya perkaraku juga, maka bila aku tidak bisa bikin perkara menjadi terang dan aku tidak mampu balas sakit hatiku, aku bukan manusia lagi!"
Tapi Siauw Hong geleng kepala berulang2
"Kau keliru hiantee, kau keliru" kata ia dengan sabar. "Apa kau lupa pembilanganku dahulu, ketika kita pemar ke Jie-ka dan Oey Kie Pok tidak perdulikan aku? aku ini aku telah terangkan padamu, bahwa aku dan Kie Pok punya ganjelan urusan tali persanakan dan sekarang ia mau lampiaskan dendamannya yang dulu itu. Aku tidak mau persalahkan anteronya pada Kie Pok, karena bila aku tidak bantu Cun Jie, tidak nanti aku dirembet2 sekarang. Jangan turutkan hati, hiantee, jangan terbitkan gara dan kesulitan baru, kau sabar saja Perkaraku ini, aku percaya, tidak nanti akan minta jiwaku. Aku tidak bersalah, sang hari masih panjang! Hiantee, biar lain hari kita bicara pula "
Kekagumannya Bouw Pek jadi bertambah terhadap saudara angkat itu.
"Mengenai surat hutang palsu dari tokonya Poan Louw Sam, aku benar jengkel juga, Siauw Hong tambahkan "kendati demikian, aku toh tidak berkuatir. Sekarang ada kau dirumahku, hiantee, aku percaya biar nyali mereka bagaimana besar juga, tidak nanti mereka berani datang pula untuk menagih! Kau tahu, betapa takutnya segala buaya darat disini terhadap kau!. "
Sehabis kata begitu Siauw Hong tertawa.
Bouw Pek tetap mendongkol, tapi karena sikapnya orang Boan itu ia paksa tenteramkan hati, ia manggut.
"Baik toako, aku nanti turut perkataanmu" ia bilang. "Harap toako baik2 rawat diri disini, sekarang aku mau kunjungi Tiat Pweelek akan berdamai kagaimana baiknya"
Siauw Hong manggut.
"Silahkan pergi, hiantee. Tiat Pweelek dan Khu Kong Ciauw sangat perhatikan aku, setiap hari meieka kirim wakil melihat aku, maka sebentar tolong kau sampaikan terima kasihku kepada mereka"
Baru saja Bouw Pek menyahut "Ya" atau sahabatnya sudah tambahkan:
"Hampir aku lupa, hiantee! Apa kabar dengan nona Jie Siu Lian? Ketika pada bulan sepuluh kau berlalu ketika salyu turun, dilain harinya ia sudah berlalu dari rumahku dengan tidak pamitan lagi, hingga kami tidak tahu ia pergi kemana, kami hanya menduga ia susul kau, Apa kau tahu dimana ia berada sekarang?"
Pertanyaan ini kembali bikin Bouw Pek ingat bagaimana besar kebaikannya Siauw Hong yang telah capekan hati hendak nikahkan ia dengan Siu Lian.
"Siu Lian benar susul aku, tetapi kami tidak bertemu" ia menjawab. Ia terpaksa umpatkan hal pertemuannya dengan si nona ditengah jalan "Ia sekarang berada dirumahnya, ia jarang keluar. Ia punya warisan dari ayahnya untuk penghidupannya kita boleh tidak usah kuatit..."
"Itulah bagus, akupun boleh tidak usah banyak pikiran lagi" Siauw Hong bilang.
"Kalau sebentar kau pulang, beritahukanlah kabar ini pada ensomu, ia tentu berlega hati, karena ia juga sangat pikirkan nona itu."
Bouw Pek menyahut "Baik" dan lantas pamitan, la juga tidak berani omong terlalu lama, kuatir sipir nanti usir dia. Siauw Hong memesan begini:
"Haturkan terima kasihku kepada Tiat Pweelek. Lebih baik lagi kalau kau bisa ketemukan Khu Kong Ciauw. Ia telah bekerja banyak untuk aku, sampai ia putuskan perhubungan dengan Kie Pok, yang tadinya ada sahabat kekalnya Lukanya bekas terkena piauw juga baru sembuh."
"Kalau begitu, aku akan lebih dahulu cari Kong Ciauw-dan baru Tiat Pweleek" kata Bouw Pek.
Lagi sekali Siauw Hong pesan : "Jangan kau kuatir buat diriku. Dalam hal bugee, aku kalah dari kau, tapi dalam hal kekuatan hati, aku lebih menang. Disini pun aku tidak menderita hebat. Kau tidak usah datang setiap hari kemari, cukup dengan selang beberapa hari sekali. Buat kau adalah lebih penting akan tilik pehbo, enso dan sekalian keponakan!"
Bouw Pek kasi hormat pada saudara angkat itu, ia bertindak keluar dengan di ikuti oleh Siu Jie. Ia merasa sangat berduka tetapi ia coba kuatkan hati.
"Kau pulang dahulu aku belakangan." kata ia pada Siu Jie sesampainya diluar.
Din ketika Siu Jie sudah pergi, naik kekeretanya Pada kusir ia kata : Ke Pak-kauw-yan dikota Barai!"
rumahnya Khu Kong Ciauw, teiapi oleh pegawai pintu ia diberitahukan bahwa tuan rumah bersama nyonya sedang bepergian, maka ia masuk kekamar tulis akan tulis surat. Pada pengawal ia pesan : "AKu Lie Bouw Pek, aku sengaja berkunjung akan ketemui Houw-ya sekalian menghaturkau terima kasih untuk Tek Ngoya"
Disaat pemuda kita mau naik pula kekeretanya, ia lihat dari dalam gedung keluar seorang yang bertubuh tinggi, yang rupanya mengerti silat. Bouw Pek segera kenalkan orang itu, yalah Kauwsu Cin Cin Goan dari keluarga Khu.
"Ketika aku tempur Kim-too Phang Bouw di Cun Goan Piauwtiam, aku pernah ketemu kauwsu ini" pikir Bouw Pek "ia kenal persaudaraan Phang dan Moh Po Kun, sekarang ia lihat aku, inilah baik, supaya ia bisa rnengasi kabar pada kawanan tukang peras itu, agar rombongan buaya darat tidak akan berani membantu lagi pada mereka"
Cin Kauwsu agaknya terperanjat kapan ia kenalkan anak muda itu, mulunya kemak-kemik sebagai orang yang hendak bicara, tetapi karena Bouw Pek sudah lanias berlalu, pemuda ini tidak ketahui apa yang selanjuinya kauwsu itu lakukan.
Cepat sekali Bouw Pek telah pergi.
Bouw Pek menuju langsung ke Pweelek hu didalam pintu An-teng-mui, ketika ia sudah turun dari kereta dan bertindak kepintu, beberapa pengawal, yang kenalkan ia sudah lantas menyambut dengan seruan mereka "Lie Toaya banyak baik? Dari mana toaya datang?"
"Aku datang dari rumahku" Bouw Pek jawab sambil tertawa. "Aku baru saja tiba di Pakkhia ini! Toako yang mana sudi tolongkan aku mengabarkan kepada Jie ya tentang kedatanganku ini?"
Seorang pengawal lantas majukan dirinya.