-------------------------------
----------------------------
Jilid 8
Hek Sin Ho cepat menyelesaikan
pembayaran minumannya dan bersiap2 untuk mengikuti buaya darat itu, cuacapun
cepat sudah semakin gelap.
Setelah berjalan sekian lama,
akhirnya Pauw Leng masuk kesebuah warung arak tampaknya mesum.
Diambang pintu dia berhenti
sejenak sambil melayangkan pandangannya keseluruh ruangan.
Kemudian dia menghampiri
seseorang yang duduk seorang diri disebuah meja.
Jalan dimana warung arak itu
berada sesungguhnya lebih tepat dalan bentuk lorong karena sempitnya.
Dengan berdiri diseberang
lorong mereka dapat melihat segala apa yang terjadi didalam warung itu dengan
jelas lewat pintu dan jendela sehingga Hek Sin Ho dapat tenang2 menantikan
perkembangan berikutnya.
Lewat sekian lama orang itu
menerima laporan Pauw Leng dan kemudian memberikan sepotong perak kepada buaya
darat itu.
Orang itupun meninggalkan
warung arak dengan langkah yang mantep dan gerak gerik gesit.
Jelaslah bahwa dia bukan orang
sembarangan.
Setelah berjalan sekian lama,
akhirnya orang itu berhenti dimuka sebuah gedung besar yang tampak sunyi
sekali.
Sebagai jawaban atau
ketukannya, tampak sebuah lobang pengintai dipintu terbuka dan sebuah lobang
lainnya tampak cahaya lampu menyoroti mukanya.
Pintu telah terbuka dari
dalam, masuklah orang itu. Mereka mengerti bahwa gedung itu tentu merupakan
salah satu markas yang penting, maka pengawalan disitu sangat keras dan ketat.
Setelah terasa cukup aman, Hek
Sin Ho menjelaskan kepada sigadis agar kembali kegedungnya Ciu Kian Bin,
sedangkan dia ingin menyelldiki gedung itu.
Pertama kali dia mendengar
saran Hek Sin Ho, sigadis tersinggung, karena menganggap Hek Sin Ho memandang
rendah kepadanya.
Tetapi dengan sabar Hek Sin Ho
menjelaskan lagi bahwa tugas yang diberikan Tan Kee Lok kepada sigadis juga
tidak kurang pentingnya. Akhirnya gadis itu mau juga menuruti saran Hek Sin Ho.
Setelah sigadis berlalu, Hek
Sin Ho mendekati lagi gedung tadi.
Pekarangan gedung sepi dan
luas, dia melompati dinding gedung itu. Dengan memiliki kepandaian yang
sempurna, Hek S-n Ho tidak mengalami kesulitan apa2.
Disaat itu, rumah2 disekitar
tempat itu semuanya dikelilingi taman yang luas. Memang untuk berkeliaran
dirumah itu tidak mudah.
Akhirnya Hek Sin Ho melompat
keluar lagi, karena dia mendengar dari ujung jalan terdengar suara penjaga
malam dan kereta kuda yang derapnya keras.
Waktu dia melihat iring2an
yang terdiri dari beberapa kereta dan beberapa puluh orang berkuda dengan
diterangi obor, tengah menuju kearahnya.
Tidak lama kemudian iringan
itu lewat, itulah iring2an piauwsu.
Didalam iring2an itu terdapat
dua puluh lima orang piauwsu. Disamping itu tiga orang perwira Gielimkun.
Didepan gedung yang tengah
diawasi Hek Sin Ho, iring2an piauwsu itu berhenti.
Salah seorang diantara ketiga
perwira
Gi'elLi kun segera mengetuk
pintu. Sedangkan piauwsu 2 telah berdiri berbaris di muka barisan kereta, dan
Hek Sin Ho leluasi menyelusup masuk kebawah kereta dengan mengkaitkan kedua
kakinya dibatangan roda.
Sementara itu pintu sudah
dibuka dan kereta itu bergerak maju lagi.
Walaupun ada perwira Gielimkun
itu yang ikut menjaga kawalan kereta tersebut, akhirnya Hek Sin Ho berhasil
ikut masuk kedalam gedung itu tmpa menemui kesulitan walaupun di kawal ketat.
Keadaan didalam sangat terang,
tetapi Hek Sin Ho tidak perlu kuatir, karena memang dia berada dibawah kereta.
Terdengar seseorang
menyampaikan agar piauwsu membawa kereta2 kesayap kiri dari gedung tersebut, di
mana muatannya akan dibongkar.
Hek Sin Ho menggeser sedikit
letak tubuhnya kekiri, dan kemudian melepaskan cekalan tangannya yang satu
untuk memutuskan kancing bajunya, disentilnya kepantat kuda dengan
mempergunakan lwekang Kuda itu meringkik dan telah lari cepat sekali. Piauwsu
yang menuntun kuda itu terlempar satu tombak lebih.
Hewan itu lari bagaikan kalap.
Piauwsu2 lainnya juga tidak
berwaspada. tentu saja kaget dan heran.
Keadaan benar2 jadi semakin
gaduh, apalagi ketika para piauwsu dan pengawal2 gedung itu membawa obor.
Dengan disertai teriakan2 mereka.
Disaat kacau dan banyak obor
yang tidak menyala, Hek Sin Ho melompat keluar.
Perbuatannya itu bukannya
tidak mengandung bahaya, sedikit saja terlambat atau keliru bergerak, tubuhnya
pasti akan jatuh dibawah roda.
Dengan beberapa lompatan dia
tiba diwuwungan darimana dia dapat menyaksikan bagian dari gedung itu secara
leluasa.
Halaman belakang gedung itu
sangat luas dan dikanan-kirinya terdapat bangunan2 kecil yang dibangun
memanjang sepanjang kedua dinding samping dan berloteng pula.
Ditengah halaman itu terdapat
sebaah bangunan indah dibangun di tengah2 empang. Untuk mencapainya seseorang
harus melewati sebuah jembatan batu yang merupakan penghubung satu2nya antara
tepi empang dan paseban tersebut.
"Mungkinkah mereka orang2
undangan pemerintah sebangsa Hui Ho Susay" pikir Hek Sin Ho ketika melihat
beberapa orang ahli2 silat tangguh, yang memakai seragam Gielimkun.
Sementara itu kekacauan
disekitar sayap kiri sudah reda dan sepuluh orang itupun sudah kembali
kepaseban dan keadaan menjadi sunyi. Kesepuluh orang itulah yang diperhatikan
oleh Hek Sin Ho karena jelas mereka bukan bangsa Boan dan juga mata mereka yang
tajam memperlihatkan mereka merupakan akhli2 silat.
Sementara itu Hek Sin Ho sudah
berada di bawah pohon2 Yangliu ditepi empang.
Selama beberapa saat dia
mengamati paseban itu, yang bentuknya empat persegi dan tidak berdinding.
Didalamnya tampak kurang lebih
tiga puluh orang, dan sebuah meja menghadap kearah dinding paseban itu,
sehingga sejajar dengan jurusan jembatan, tampak duduk tiga orang membelakangi
tirai bambu.
Yang duduk ditengah berpakaian
sebagai pembesar tinggi mungkin sekali dialah Gongtok yang berkuasa di Ouwlam
dan Ouwpak.
Pembesar itu diapit oleh dua
orang yang memakai pakaian seragam perwira tinggi. Yang duduk disisi kiri
segera dikenali oleh Hek Sin Ho sebagai musuh yang tengah dicarinya, yaitu Song
Tong Leng, sedangkan yang kanan seorang perwira yang dan bentuk tubuh dan
pancaran matanya memperlihatkan dan ilmu silatnya yang pasti tinggi.
Tempat duduk yang tersedia itu
belum semuanya terisi. Agaknya orang2 yang akan hadir itu belum tiba
seluruhnya.
Yang sudah ada ialah sepuluh
perwira tentara Ceng dan lima belas orang berpakaian sipil.
Djsebuah sudut tampak tiga
orang berdiri dengan sikap sangat menghormat sekali.
Salah seorang diantaranya
segera dikenalinya sebagai orang yang telah diikutinya dari rumah makan
dilorong mesum itu sampai digedung tersebut,
Jarak dari tepi empang sampai
kepaseban itu adalah jarak yang tidak begitu jauh, kurang lebih delapan tombak
dan beda dengan tadi ketika diluar yang terjadi kegaduhan, sekarang mereka
bercakap2 dengan suara yang rendah sehingga percakapan itu tidak tertangkap
dari tempat Hek sin Ho.
Dan Hek Sin Ho harus berada
dipaseban itu jika hendak mendengarkan percakapan mereka.
Tetapi bagaimana dia bisa
mencapai tempat itu?
Setelah berpikir sejenak, dia
lalu berjalan menyusuri tepi tempat sambil terus berlindung dibawah bayangan
pohon2 Yangliu, memutar ke belakang paseban.
Dengan cepat dia membuka
pakaiannya dan mengikatnya menjadi satu.
Hati2 Hek Sin Ho turun
keempang itu, dia telah berenang ke tengah2 mendekati paseban itu.
Kemudian dia memutuskan akar2
rumput bunga itu dan dengan menyembunyikan kepalanya diantara daun2 dan bunga2
teratai yang banyak terdapat diempang itu, Hek Sin Ho mendekati paseban itu.
Dia menggerakkan kaki dan
tangannya perlahan sekali, karena sedikitpun dia tidak boleh menerbitkan suara,
bahkan harus mencegah timbulnya gelombang air.
Baru saja sampai ditengah
empang, ketika tiba2 tampak cahaya Teng yang semakin mendekat.
Cepar.2 Hek Sin Ho berdiam diri
didalam air.
Waktu itu masih dalam bulan
pertama dari musim semi.
Udara malam masih sangat
sejuk, sehingga dapatlah dibayangkan betapa dingin rasanya berada didalam air.
Kalau memang lwekangnya kurang
kuat, dia akan menggigil dan tidak tahan berlama2 berada didalam air empang
yang sedingin itu.
Tetapi justru kenyataan
seperti itu merupakan suatu bantuan yang berharga baginya.
Maka ronda2 yang lewat
ditempat itu tidak memperhatikan sekitar tempat itu. Dan segalanya tidak
mendatangkan kecurigaan. Setelah rombongan ronda2 itu lewat cukup jauh dan Hek
Sin Ho segera melanjutkan penyebrangannya mendekati paseban.
Tanpa menemui rintangan lagi,
dia tiba dibelakang paseban.
Bangunan itu didirikan atas
pondasi yang kuat sekali dari batu putih yang licin setinggi kurang lebih
setombak dari permukaan air. Bagi Hek Sin Ho dia tidak menemui kesulitan yang
berarti.
Setelah mengikatkan pakaiannya
dikepala dia segera merayap naik dengan mempergunakan ilmu Pek Houw Ciang .
Selanjutnya dia telah merayap
naik cukup tinggi, keatas atap paseban itu.
Dengan melompat sedikit saja
tangannya sudah dapat memegang tepi atap itu. dan sesaat kemudian dia sudah
berada digenting tanpa menerbitkan suara sama sekali.
Semua itu dapat dilakukannya
tanpa terlihat karena teraling tirai bambu dibelakang pembesar-pembesar itu.
Dengan sangat hati2 sekali dia
memakai kembali bajunya itu dan untuk kemudian bertiarap diatas genting dan
mengintai kedalam.
Dia benar2 tiba disaat yang
tepat. Begitu mengintai dia melihat kedua piauwsu kepala dari Hun Guan Piauw
Tiam datang menghadap dengan diantar oleh seorang anggota Gielimkun.
Setelah memberi hormat, Lauw
Hong menyatakan perasaan menyesalnya bahwa dia tidak dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik dan datang lebih lambat dari seharusnya.
Dia menceritakan bagaimana
Biauw yang di kawal telah dirampok orang, dan menurut dugaannya tentu Huai Ho
Susay yang melakukannya.
Tetapi kerugian yang
disebabkan peristiwa itu akan diganti sepenuhnya oleh perusahannya.
Begitulah dia menceritakan
segalanya dengan sikap ketakutan.
Laporan Liuw Hong ternyata
sangat menarik perhatian disamping jago didilam paseban itu jadi mendongkol
bukan main.
Kemudian setelah basa basi
sejejak, Lauw Hong menyudahi laporannya.
Beberapa saat lamanya semua
hadirin diam tengah memikirkan persoalan yang rumit itu.
Kemudian tampak seorang
menggeser tempat duduknya dan bangkit. Setelah memberi hormat kesemua penjuru
mulailah dia bicara.
"Cuwie sekalian dan
saudara2 yang kuhormati, aku yang rendah Kang Tjong, sudah banyak mendengar
perihal Huai Ho Susay, keterangan2 yang kuperoleh itu datang dari berbagai
golongan, tetapi pada umumnya keterangan2 itu berkesin sana, walaupun diantara
golongan2 tersebut ada yang saling bermusuhan, Dari semua yang kudengar itu aku
menjadi yakin bahwa Hui Ho Susay adalah orang2 yang tidak bisa dipercaya,
Mereka selalu bertindak tidak mengenal kawan juga tidak pcrduli akan orang2
golongan. Asal mendengar adanya baraig2 berharga yang akan lewat didaerah
mereka,- maka tanpa memperdulikan milik pemerintah atau siapapun juga mereka
tentu akan turun tangan tanpa pilih bulu mengenai soal yang kita hadapi
sekarang, dalam hal inipun kukira janji2 orang sebangsa mereka tidak boleh kita
percaya."
Kang Tiong yang baru berbicara
itu bertubuh tinggi gemuk. Usianya kurang lebih lima puluh tahun dan pakaiannya
mewah. Dilihat sepintas lalu dia tampaknya lebih mirip seorang saudagar atau
tuan tanah kaya raya. Tetapi sinar matanya dan gerak-geriknya memperlihatkan
ciri2 khas dari seorang akhli silat tingkat atas.
Setelah Kang Tiong selesai
berbicara, tampak seseorang yang memakai seragam perwira Gielimkun bangkit
untuk bicara.
Usia orang itu kurang lebih
empat puluh tahun lebih sedikit, Tubuhnya sedang saja, tidak ada
keistimewaannya, tetapi suaranya sangat mengesankan. Jelaslah bahwa dia seorang
akhli lwekang yang tidak dapat diremehkan,
Perwira Gielimkun itu adalah
In Beng Sie putera In Tiong Siang In Kiat, Ciangbunjien Thian Liong Bun cabang
selatan yang bersama tokoh2 Thian Liong Bun cabang utara pergi ke Kwan-gwa,
daerah diluar dinding besar dan tidak kembali lagi serta tidak ada kabar
beritanya, In Tiong Siang telah menggantikan kakaknya menjadi Ciangbunjin.
Kemudian sepeninggal In Tiong
Siang, jabatan itu turun kepada In Beng Sie.
Setelah memberi hormat
semestinya, berbicaralah In Beng Sie "Kata2 Kang Losu tadi memang
beralasan." katanya. "Tetapi kesimpulan Kang Losu itu hanya
didasarkan atas keterangan2 orang dan bukan hasil pengalamannya sendiri.
Sebaliknya, aku pernah berkesempatan bertemu muka dengan keempat saudara
Auwyang itu. Sebagai cuwie sekalian mengetahui, semasa hidupnya ayahku bekerja
kepada Hok Taijin. Atas perintah Hok Taijin ayah pernah mengunjungi mereka, dan
aku menyertai ayah ketika itu. Ke san yang kuperoleh tentang Susay itu, dan juga
kesan ayah, ialah bahwa keempat saudara itu sesungguhnya tidak seburuk yang
diceritakan orang diluaran, bahkan aku berpendapat bahwa mereka laki2 sejati,
yang sekali memberikan janji tentu akan menepatinya. Itulah pendapatku, entah
bagaimana pendapat saudara yang lain?".
Kemudian menyusul seorarg yang
berpakaian dekil mengutarakan pendapatnya.
Orang itu berkulit agak
kehitam2an, wajahnya kasar dan tubuhnya kokoh dan tegap Walaupun ukuran
tubuhnya itu memang agak pendek.
Itulah putera Hoan Pangcu dari
Him Han Kaypang dan namanya Hoan Jiak.
Pokok pembicaraannya hanyalah
berisi dukungan bagi pendapat In Beng Sie, tanpa mengemukakan sesuatu yang
baru. Oari perkataannya itu dan dari wajahnya sudah jelaslah bahwa dia bukan
seorang yang cerdas, walaupun kepandaiannya dalam ilmu silat tentu terhitung
kelas satu.
Setelah Hoan Jiak para hadirin
yang lain silih berganti menyatakan pendapatnya masing2. Dan umumnya mereka
lebih menyetujui pendapat Kang Tiong.
Walaupun umumnya mereka belum
pernah bertemu dengan Huai Ho Susay, mereka semua telah mendengar banyak sekali
tentang sepak terjang keempat saudara itu, yang umumnya dianggap Put Jin Put
Gie, tidak berperikemanusiaan dan tidak mengenal persahabatan.
Memang tidaklah mengherankan
bahwa Huai Ho Susay sangat tidak disegani dan tidak ditakuti. Orang orang Liok
Lim dan orarg2 Piauw kiok yang pernah menjadi korban keempat jago itu memang
cudup banyak, umumnya mereka tidak sanggup membalas sakit hati dan dendam
dengan tenaga maupun kepandaian mereka, umumnya lalu melakukan pembalasan
dengan jalan memburuk2an nama mereka.
Tentu saja cerita2 itu telah
sangat melebih2kan, sehingga akhirnya seluruh Bulim menganggap mereka sebagai
musuh.
Banyak sudah yang tanpa
memiliki permusuhan pribadi telah merasa tidak senang dan tidak menyukai
keempat jago yang merupakan jago2nya rimba hijau, yaitu _kalangan perampok,
yang melakukan perdagangan jual beli tanpa modal.
Setelah mendengar semua
peadapat2 itu, Song Tongleng bicara lagi "Kukira "kini tidak perlu
diragukan lagi bahwa Huai Ho Susay benar tidak dapat dipercaya. Keterangan2
para Cianpwe dan sandara yang sangat dihormati dikalangan Bulim itu tentu tidak
dapat tidak dipercaya keterangannya. Aku hanya mengharapkan bantuan dari
cianpwe dan saudara2 sekalian untuk membekuk dan menangkap Huai Ho Susay serta
murid2nya secepat mereka berhasil ditemukan jejaknya.
Sekarang sebaiknya kita
merundingkan rencana tindakan dan langkah2 untuk mengadakan pengamanan daerah
ini, hanya sayangnya Cang Pa fai Hoat Su dan keenam sutenya belum tiba,
sehingga kita tidak dapat meminta pendapat mereka.
Song Tongleng telah berhenti
sejenak, tetapi kemudian dia telah melanjutkan kata2nya "Tetapi aku yakin
bahwa mereka akan tiba malam ini. Biarlah kelak saja kita meminta petunjuk2
mereka.
Setelah itu. Song Tongleng
membentangkan rencananya dengan panjang lebar, dia mulai menjelaskan tentang
hasil gerakan pembersihan yang telah dilakukan dipropinsi An-hui.
Kemudian Song Tongleng
menceritakan juga bagaimana beberapa tawanan penting, termasuk Kauwcu Pek Lian
Kauw, Lauw Cie Hiap, telah berhasil meloloskan diri dari penjara dan menurut
berita yang diterimanya, kini tengah bersembunyi didaerah Ouwpak.
Song Tongleng menyatakan bahwa
hampir seluruh markas2 pemberontak Pek Lian Kauw dlsekitar Bu Han, kota-kota Bu
Ciang, Hanko dan Han yang yang belum diketahuinya, karena usahanya untuk
menyelidiki tempat itu telah dirintangi oleh Hek Sin H0.
Karena itu, maka Song Tongleng
akan segera mengerahkan seluruh kekuatan alat2 negara diketiga kota itu jika
memang telah tiba waktunya untuk melakukan penggeledahan.
Tetapi Song Tongleng masih
kuatir jika ada jago2 Bulim bersembunyi, dan tindakan2 mereka akan terbentur
dengan perlawanan yang berat dan hebat.
Disertai oleh bermacam2 pujian
dan umpakkan, juga janji2 yang muluk, Song Tongleng telah meminta bantuan jago2
undangannya itu untuk berjuang membantunya sungguh2.
Aneh sesungguhnya, bahwa orang
she Song itu yang terus menerus berbicara seolah2 dialah yang memegang
pimpinan, sedangkan kedua orang pembesar yang duduk semeja dengannya jelas
berpangkat lebih tinggi, tetapi kedua pembesar itu berdiam diri saja.
Tetapi orang tidak akan heran
jika sudah mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya.
Tongleng ini adalah komandan
dari semacam dinas rahasia yang telah dibentuk oleh Kian Liong sejak lima tahun
yang lalu dan telah merupakan bagian istimewa dari pasukan Gie Cian Sie wie
(pengawal pribadi Kaisar) dan juga didalam daftar2 anggota pasukan Gie Cian
Siewie tertulis bahwa dia seorang Boan yang telah mengganti namanya dengan nama
Tionghoa, Song Kiam Ceng.
Kepandaian silat orang she
Song itu memang belum dapat digolongkan diantara jago2 yang tertinggi. Tetapi
justru kecerdikan dan kelicinannya yang sangat luar biasa, sehingga dia telah
berhasil menarik perhatian Kian Liong.
Dan dia juga telah menjadi
salah seorang kepercayaan Kaisar itu.
Mengenai pemberontakan Pek
Lian Kauw, yang memperoleh banyak dukungan orang2 Kang Ouw, Kian Liong mengerti
bahwa tentara biasa tentu tidak akan sanggup berbuat banyak menghadapi taktik
gerilya yang dilakukan oleh pihak pemberontak. Dia harus mengerahkan dinas
rahasia ini, dan orang seperti Song Kiam Ceng inilah justru yang sangat tepat
untuk memimpin gerakan serupa itu, menumpas pemberontakan tersebut dengan
segala akal licik dan muslihat yang dimilikinya.
Dalam kedudukannya itu Song
Kiam Ceng jadi memiliki kekuasaan yang sangat besar, sehingga pembesar yang
berpangkat lebih tinggi seperti Congtok dan jendela yang duduk disebelahnya itu
jaga takut kepadanya.
Setelah berdiam sejenak, Song Kiam
Ceng berbicara lagi.
"Sekarang aku mengharap
agar saudara sejenak lagi, secepat pertempuran ini selesai, segera bersiap2
agar besok pagi2 kita dapat mulai melaksanakan pekerjaan ini Tadi sudah
perintahkan agar pintu2 kota, agar kita bisa mencegah lolosnya tokoh2 penting
dari pihak pemberontak.
Alangkah terlejutnya Hek Sin
Ho mendengar rencana seperti itu. Dia menyadarinya betapa besar bahaya yang
kini dihadapi penduduk Bu Han.
Alat2 negara penjajah itu.
yang biasa berbuat sewenang sehendak hati itu, tentu akan mempergunakan
kesempatan ini untik merampok, memeras dan juga memperkosa atau membunuh bunuhi
rakyat yang tidak berdosa dan tidak menyenangi hati mereka
Juga Ciu Kian Bin dari
keluarganya tidak terlepas dari bahaya ini, ancaman itu kemungkinan saja bisa
menimpali keluarganya.
Bagi Hek Sio Ho sendiri
bersama sigadis yang biasa dipanggil olehnya sebagai si pucat, atau juga Ciu
Kian Bin sendiri, sesungguhnya tidak sulit meninggalkan kota, sebelum
penggeledahan itu dimulai. Bagi mereka penjaga2 pintu kota itu bukan merupakan
penghalang yang sulit untuk dilalui. Dengan sekali menerjang saja mereka pasti
sudah akan dapat menerobos keluar.
Tetapi bagaimana dengan
keluarga Ciu Kian Bin yang demikian besar dan merupakan keluarga besar?
Jika malam2 mereka keluar
dengan demikian banyak jumlahnya, mereka tentu akan mati datangkan kecurigaan.
Mungkin sekali, sebelum mereka mencapai pintu kota, mereka sudah di kurung
musuh.
Apa daya sekarang,
sesungguhnya memang masalah yang tidak mudah dipecahkan, karena Song Tongleng
memang benar2 telah mempergunakan kecerdikannya dengan baik,
Hek Sin Ho segera memutuskan
untuk mendengar dulu apa rencana selanjutnya yang akan dibicarakan oleh orang2
itu, guna mempertimbangkan lebih jauh langkah2 apa yang akan dilakukannya untuk
keselamatan keluarga Ciu Kian Bin.
Tiba2 terjadilah sesuatu yang
tidak terduga.
Karena kagetnya tadi, tanpa
sadar dia telah mengerahkan tenaganya dan menyebabkan hancur nya beberapa buah
genting Dengan menerbitkan bunyi nyaring pecahan genting itu jatuh kelantai
paseban, bahkan beberapa keping pecahan
genting berukuran kecil jatuh
dimeja ketiga pembesar itu.
Seketika itu gemparlah
pertemuan tersebut. Semua orang serentak melompat bangun dan menghunus senjata.
Beberapa perwira segera berdiri disekitar Cangtok dan melindunginya. Dapat
dimengerti betapa heran dan terkejutnya mereka. Memang benar2 luar biasa ada
musuh yang bisa melewati penjagaan berlapis2 begitu rapat, bahkan bisa berada
diatas genting paseban itu tanpa seorangpun mengetahuinya.
Mereka menduga bahwa musuh itu
tentu memiliki kepandaian yang sulit diukur betapa tinggi dan sempurnanya.
Karena itu, mereka jadi tidak
berani sembarangan bertindak dan hanya bersikap menanti dengan waspada.
Sementara itu Hek Sin Ho Suda
h menyadari bahwa dia tidak dapat beisembunyi lebih lama lagi, Setelah terada
disitu dan kepergok dia tentu saja tidak bisa mencelakan diri dari pertempuran.
Diapun menyadari babwa hanya
ssorang diri, dan juga tidak bersenjata, dia kini tengah menghadapi bahaya yang
sangat besar.
Terlebih lagi jika diingat
bahwa musuh2 yang harus dihadapnya itu semuanya jago2 dari tingkat atas. memang
tipis sekali harapannya untuk keluar dari gedung itu masih hidup.
Dilain pihak, setelah beberapa
detik menanti dan tidak tampak seorangpun turun dari genteng, beberapa orang
jago undangan pemeriatah itu jadi tidak sabar.
Berturut tampak empat orang
melayang keatas. Yang melompat tiba digeming adalah Kang liong sambil
membentak: "Bangsat dari mana yang berani mengintai kemari! Besar benar
nyalimu?"
Melihat datangnya musuh, Hek
Sin Ho segera meloloskan beberapa buah genting, dan bentakan Kang Tiong itu
dijawab dengan timpukan tiga kali berturut2.
Timpukan itu demikian cepat,
sehingga tentu saja tidak dapat dielakkan oieh Kang Tiong.-
Dua timpukan yang diarahkan
kedada dan perut Kang Tiong dengan jitu menghantam sasaran, dan hanya yang
ketiga yang ditujukan kekepala masih dapat ditangkis.
Timpukan2 yang dilancarkan Hek
Sin Ho telah dilakukan dengan mempergunakan lwekang sehingga seharusnya Kang
Tiong rubuh. Tetapi sungguh aneh, Kang Tiong bagaikan tidak merasakan apa2,
bahkan begitu melanggar tubuhnya genting itu seketika hancur berkeping2 bersama
terdengar bunyi nyarirg bagaikan gentiog2 itu beradu dengan logam.
Peristiwa itu tentu saja mengejutkan
hati Hek Sin Ho dan dia segera mengerti bahwa kini dia tengah menghadapi musuh
yang mahir ilmu waduk.
Hek Sin Ho memang masih kuraDg
pengetahuannya tentang kalangan Kangouw, maka tidak heranlah bahwa dia tidak
mengetahui siapa Kang Tiong sesungguhnya. Kalau sejak semula dia sudah
mengetahuinya, dia tentu tidak akan heran atau kaget.
Gelar Kang Tiong. Tiat Ciang
Kim Ka (Silangan Besi berbaju perang Emas) sudah terkenal diseluruh rimba
persilatan dan diperolehnya karena ilmu waduknya itu.
Setelah melibat kekebalan
musuh, Hek Sin Ho kini berlaku lebih hati2.
Dia memusatkan serangan2nya
kepada kepala musuh, satu2nya bagian tUbuh yang lemah dari seorang yang
memiliki ilmu kebal seperti itu.
Hal tersebut sudah tentu
sangat merugikan baginya sendiri, dan sebaliknya telah menguntungkan pihak
lawannya.
Hek Sin Ho mengerti bahwa dia
kini harus mengandalkan kegesitannya untuk-menghadapi lawan2nya itu Tubuhnya
sampai tampak seperti bayangan putih yang berkelebat2 tidak henti2nya.
Dipihak lain, Kang Tiong juga
terkejut bukan main.
Memang semula dia sudah
menduga bahwa musuh yang mengintai itu tentu memiliki kepandaian yang sangat
tinggi.
Tetapi ketika tiba diatas
genting, dia melihat musuhnya itu hanya seorang pemuda yang berusia masih
sangat muda maka anggaparnya telah berobah,
Karena itu benar2 diluar
dugaannya bahwa lweekang musuh itu demikian kuatnya, seperti yang telah
dirasakannya ketika menangkis timpukan genting itu.
Diapun cepat2 mengeluarkan
seluruh kepandaiannya untuk melayani serangan2 yang bagaikan hujan deras sekali
Ketika kawannya Kang Tiong
yang ikut melompat keatas juga pertama kali merasa heran bahwa yang dijumpai
mereka justru seorang yang masih sangat muda. Tetapi dengan cepat mereka telah
melihat betapa ilmu silat pemuda itu hebat sekali.
Dengan sendirinya, mereka juga
tidak berani memandang rendah, bagaimana mereka menyaksikan betapa Kang Tiong
telah diserang terus menerus oleh pemuda itu.
Setelah lewat kurang lebih
sepuluh jurus, mereka jadi tidak dapat bersabar pula.
Dengan serentak ketiganya
telah melompat maju untuk menyerang Hek Sin Ho.
Sambil melompat menghindar
dari serangan lawan itu, dia melayangkan pandangannya untuk melihat siapa saja
ketiga penyerang itu yang berada disebelah kirinya ternyata orang yang telah didengarnya
memperkenalkan diri sebagai Ciu Toan, Orang tersebut berusia diantara empat
puluh atau lima puluh tahun. Tubuhnya tinggi kurus dan senjatanya sebatang
pedang. Dia bersilat dengan ilmu pedang Ngo hong Pai.
Yang menyerang dari kanan
adalah dua orang. Yang seorang diantaranya adalah Hoan Jiak yang bersenjata
sebatang golok Ngo Hong To.
Yang seorang lagi yang
didengarnya memperkenalkan diri sebagai Sim Teng Hong. Senjata orang itu tampak
aneh, sepasang senjata yang belum pernah dilihatnya. Senjata itu dalam bentuk
sepasang tongkat pendek yang ujungnya menyerupai seperti cakar singa dari baja.
Perasaan heran yang meliputi
diri Hek Sin Ho memang bisa dimengerti, karena juga belum mengenal siapa Sim
Teng Hong sesungguhnya Orang itu segera mengulangi serangan nya dengan cepat
berbahaya sekali, orang itu murid Ceng Sai Pai (Partai Singa Hijau) dan
senjatanya itu disebut Say Jiauw Pang, tongkat cakar singa.
Setelah serangan yang pertama
itu gagal, orang2 tersebut segera mengulangi serangan masing-masing dengan
gerakan yang lebih cepat.
Sementara itu Kang Tiong juga
sudah berbalik melancarkan serangan2 dengan bertangan kosong.
Dengan dikeroyok empat musuh
tangguh sudah tentu Hek Sin Ho tidak Berani berlaku ceroboh.
Untuk sementara waktu dia
lebih banyak bersikap membela diri dibandingkan melancarkan serangan.
Dengan lincah dia selalu
mengelaki serangan lawan dengan melompat kesana kemari.
Berkat ilmu meringankan tubuh
dan ketabahan hatinya, dia dapat menghindarkan diri atau mematahkan setiap
serangan, betapa liehay nya serangan itu.
Sambil berbuat begitu dia
memperhatikan ilmu silat lawan2ya untuk, menilai kepandaian masing2 dan untuk
mencari kelemahan2 mereka.
Dalam hal ilmu silat,
betapapun tingginya kepandaian seseorang, jika menghadapi lawan yang mengetahui
titik kelemahannya, tentu orang itu dapat dicelakai dan dirubuhkan dengan
mudah. Maka tidak mengherankan jika Hek Sin Ho berusaha untuk dapat mengetahui
kelemahan dari keempat lawannya itu.
Gerakan Hek Sin Ho juga memang
gesit, sepuluh jurus telah lewat.
Semakin lama Hek Sin Ho jadi
semakin penasaran, karena mereka sama sekali tidak dapat mendesaknya, agar
keempat lawannya itu melonggarkan kepungannya.
Setelah kurang lebih lima
belas jurus dia sudah bisa mengetahui bahwa Kang Tiong dan Sim Teng Hong kurang
lebih memiliki kepandaian yang berimbang.
Hanya saja karera Kang Tiong
tidak bersenjata, maka jarak serangannya itu menjadi lebih pendek, tetapi
sebaliknya, dengan memiliki ilmu waduk, dia jadi lebih berani untuk menerjang
Hek Sin Ho dari jarak dekat.
Ciu Toan dan Hoan Jiak
memiliki kependaian berimbang juga, tetapi dlantara keempat jago itu, mereka
berdualah yang terlebih rendah kepandaiannya.
Tidak mengherankan jika Hek
Sin Ho telah merobah cara perkelahiannya. Kini dia mulai melakukan serangan2
balasan yang gencar sekali kearah kedua orang itu, kepada Hoan Jiak dan Ciu
Toan.
Tetapi sia2 saja usahanya dan
apapun yang dicoba kawannya untuk menolongnya. Karena disaat itu Hek Sin Ho
menang telah melancarkan serangan yang hebat sekali, membuat Hoan Jiak tidak
bisa bernapas leluasa.
Keempat lawan Hek Sin Ho juga
diam2 jadi mengeluh, karena mereka kaget melihat kepandaian pemuda ini yang
demikian hebat.
Sedangkan musuh2 itu tenggelam
dalam keadaan heran dan cemas, Hek Sin Ho sendiri juga tengah merasakan suatu
Keanehan.
Kekuatan keempat musuh yang
tengah dihadapinya itu kurang lebih seimbang dengan kekuatan rombongan Siauw
Lim Sie yang telah dilawannya.
Waktu melawan murid2 Siauw Lim
Sie itu dia merasakan kewalahan dan hanya atas bantuan akalnya yang dapat
memancing kelengahan Goan Seng dan Goan Sim.
Tetapi kemenangannya waktu itu
sesungguhnya bukan kemenargan yang wajar, Hek Sin Ho mengakui bahwa
kepandaiannya masih kalah setingkat dengan hweshio itu.
Terhadap keempat lawannya yang
sekarang ini, yang kepandaiannya dapat dipersamakan dengan kepandaian murid2
Siauw Lim Sie, ternyata sedikitpun juga dia tidak mengalami kesukaran, bahkan
bisa bertindak semau hatinya.
Setiap serangan musuh dapat
ditangkis atau dikelitnya. Kaki dan tangannya bergerak wajar, dan dengan
gerakan2 yang sederhana, yang tadinya dikira hanya berguna untuk melatih diri,
kini dia berulang kali berhasil mematahkan serangan lawan.
Pengalaman seperti ini benar2
telah mengherankan sekali Hek Sin Ho, sehingga dia juga semakin bersemangat dan
girang sekali.
Pengalaman telah membuktikan
bahwa kepandaiannya dalam beberapa hari terakhir ini memang telah memperoleh
kemajuan yang luar biasa.
Dengan semangat yang menyala
dia segera meneruskan desakan terhadap Hoan Jiak. sesaat saja sudah mandi
keringat dan napasnya memburu keras, kepalanya juga agak pusing karena terus
menerus bergerak2 mengikuti gerakan Hek Sin Ho.
Begitu pula dengan yang
lainnya.
Memang diantara orang2
sebangsa mereka yang berjiwa penjilat, yang tidak segan2 mengkhianati bangsa
sendiri dengan menjual tenaga untuk merebut jasa, terlebih lagi jika bisa
secara langsung memperlihatkan kepandaian dan keunggulan mereka maka mereka
tentu akan bangga.
Tidak mengherankan jika
keempat orang itu mati2an telah melancarkan serangan yang bertubi2.
Hek Sin Ho menghitung bahwa
jumlah musuhnya kini sepuluh orang karena disaat itu telah ada beberapa orang
jago undangan pemerintah yang melompat keatas genting dan bersiap2 untuk
melancarkan serangan.
Yang membuat Hek Sin Ho jadi
kuatir sekali justeru dia dalam keadaan terdesak oleh waktu, karena Song Kiam
Ceng justeru akan mulai pembersihan -menjelang fajar, sedangkan disaat itu
sudah mendekati tengah malam.
Dia mengerti jika pertempuran
itu berlarut larut, akan celakalah semuanya.
Sementara itu seluruh gedung
sudah ramai sekali, berpuluh2 pengawal dengan membawa obor telah berkumpul
disekililing empang, sehingga keadaan jadi terang benderang. Semakin lama
jumlah mereka jadi semakin banyak.
Hek Sin Ho mengeluh karena
walaupun bagaimana memang kenyataan seperti ini telah membuat dia terpaksa
harus berpikir dua kali melayani semua orang itu.
Mati2an Hek Sin Ho telah
berusaha melancarkan serangan dengan bertubi2 dan disaat lawan2nya mundur
mengelakan serangannya, disaat itulah dengan mempergunakan ilmu meringankan
tubuh yang tiada taranya, yaitu Pek Pian Kwie Eng, yang tiada taranya didunia.
Tubuhnya bagaikan anak panah
melompat turun dari atas genting paseban, menotol bunga teratai dan tubuhnya
dalam sekejap mata telah berada ditepi empang.
Dua orang perwira telah
menyambut kedatangannya itu, namun dengan mudah Hek Sin Ho melontarkan mereka
Song Tongleng jadi kaget
setengah mati.
"Tangkap!"
perintahnya sambil mengejar.
Orang2 gagah undangan itu
seperti tertegun waktu menyaksikan hebatnya ilmu meringankan tubuh Hek Sin Ho.
Tetapi disaat mereka mendengar
teriakan Song Tongleng, mereka tersadar, dengan cepat mereka telah melompat
mengejar.
Barisan pemanah juga telah
melepaskan anak panahnya, tetapi Hek Sin Ho benar2 hebat.
Tubuhnya bagaikan kabut putih
telah melesat kesana kemari dan didalam sekejap mata dia telah melompati
dinding dan berada dijalan raya. Seperti terbang dia telah berlari meninggalkan
tempat itu, suara teriakan dan bentakan dari orang2 pemerintah Boan itu semakin
lama semakin samar.
Semula memang Hek Sin Ho
mengambil jalan memutar, tidak langsung kerumah Ciu Kian Bin, dan setelah
meninggalkan lawan2nya cukup jauh dia baru kembali kegedungnya Ciu Kian Bin.
Dengan jelas dan singkat dia
telah menceritakan pengalamannya kepada tuan rumah dan sigadis yang menantikan
kembalinya dengan berkuatir.
Kemudian Hek Sin Ho membujuk
Ciu Kian Bin agar cepat2 mengajak leluarganya untuk menyingkir.
Tetapi Ciu Kian Bin menolak
saran Hek Sin Ho, sebab walaupun bagaimana tidak mungkin dia mengajak
keluarganya yang berjumlah besar itu menyingkir.
Dan juga meninggalkan
keluarganya, dia tidak sampai hati, maka orang she Ciu itu telah meminta agar
Hek Sin Ho dan sigadis yang berlalu saja lebih dulu.
Hek Sin Ho masih tetap membujuk
agar Ciu Kian Bin mempergunakan waktu yang telah mendesak itu Untuk menyingkir
namun orang she Ciu itu tetap dengan pendiriannya.
Akhirnya Hek Sin Ho tidak
berdaya untuk memaksa sigadis telah pamitan.
Untuk melewati pintu kota
tidak sulit bagi Hek Sin Ho dan sigadis yang memiliki kepandaian hebat itu:
Dengan mudah mereka merubuhkan
perwira penjaga kota dan telah mengancam akan membanting perwira penjaga kota
itu, Keruan pasukan penjaga kota jadi takut untuk menerjang mereka tetapi
diantara pengawal pintu kota itu terdapat seseorang yang memiliki kepadaian
sangat tinggi, dia telah perintahkan untuk menerjang maju tanpa memikirkan
keselamatan perwira itu.
Keruan saja Sek Sin Ho murka
sekati dia telah melemparkan perwira penjaga pintu kota dan dengan
mempergunakan kegesitannya telah melompat kegardu diatas dinding pintu kota,
lalu melompat keluar. Begitu pula sigadis telah mengikuti perbuatan Hek Sin Ho.
Cepat sekali gerakan mereka,
didalam waktu yang sangat singkat sekali, mereka telah berlari2 meninggalkan
kota itu sejauh lima puluh lie.
Tetapi Hek Sin Ho tidak
bersedia untuk beristirahat, karena dia kuatir justru jago2 undangan dari Song
Tongleng akan tetap melakukan pengejaran.
Setelah berlari2 lagi kurang
lebih tiga puluh lie, barulah mereka beristirahat.
Dipersimpangan jalan mereka
melihat sebuah kuil tua yang tidak berpenghuni.
Dan disaat itulah mereka telah
melihat di kejauhan tengah mendatangi juga serombongan orang.
Setelah dekat, Hek Sin Ho
mengenal bahwa orang itu adalah Tong Keng Hok dan kawan2 nya dari Pek Hauw Cun.
Mereka saling memberi salam
dan kemudian Tong Keng Hok menjelaskan bahwa dia tengah menyelidiki puteranya
yang diculik Song Tongleng.
Hek Sin Ho jadi terkejut, dan
dia menasehati agar Tong Keng Hok kembali saja ke Pek Hauw Cun untuk mengadakan
persiapan, karena justru Song Tongleng tergah mempersiapkan orang2 untuk
mengadakan pembersihan besar2an Tetapi Tong Keng Hok telah berkeras ingin ke Bu
Ciang untuk menyelidiki keadaan puteranya dan Hek Sin Ho tidak berdaya untuk
membujuknya.
Setelah basa basi sejenak
lagi, Tong Keng Hok telah pamitan untuk meneruskan perjalanannya, karena dia
gembira mendengar Song Tongleng berada di Bu Ciang berarti dia akan berhasil
menyelidiki keadaan puteranya yang diculik.
"Hu" mendengus sigadis
setelah Tong Keng Hok dan rombongannya berlalu. "Dia terlalu mementingkan
urusan pribadinya, tetapi tidak memikirkan kepentingan pengikut
perkumpulannya...."
"Tetapi hal itu bisa
dimaklumi, kerena dia hanya memiliki seorang putera, maka kasih sayangnya
terhadap puteranya yang terculik ini telah rnernbuat Tong Keng Hok tidak bisa
mempertimbangkan segala sesuatunya dengan baik..." Hek Sin Ho berusaha
memberi pengertian kepada sigadis.
Tetapi sigadis tiba2 memandang
dia dengan mata mendelik dan muka merah padam.
"Hitam, engkau jangan
selalu merasakan dan yakin akan kepintaran otakmu yang selalu kau sombongkan
itu, Apakah kau kira aku tidak bisa melihat dan mempertimbangkan persoalan
persoalan yang ada ?" bentak Sigadis.
Hek Sin Ho jadi terkejut.
"He?"
"Engkau menang terlalu
sombong dengan dirimu Hitam, Biarlah, kau memang terlalu sombong dan angkuh,
Hingga memandang rendah otak orang lain dan merasakan otakmu yang
terhebat."
"Bukan begitu."
"Sudah, aku tidak mau
bicara dengan kau lagi!" kata sigadis dengan suara yang ketus
Dan walaupun Hek Sin Ho
berusaha untuk membujuknya, sigadis tetap saja tidak mau melayaninya.
Akhirnya keduanya itu telah
mengambil tempat masing2 untuk tidur,
Karena telah melakukan
pertempuran yang meletihkan, disamping itu telah berlari sejauh itu, Hek Sin Ho
tidur nyenyak sekali.
Namun ketika keesokan siangnya
dia terbangun dia tidak melihat sigadis. Dia mencari2nya disekitar tempat itu
tetapi tetap saja tidak melihat si gadis.
Hek Sin Ho menghela napas
dalam2, karena dia menyadari gadis itu tentu telah meninggalkannya karena
mendongkol kepadanya.
"Hemm, adat wanita memang
sulit untuk diterka," menggumam Hek Sin Go, agak mendongkol.
Hek Sin Ho telah melakukan
perjalanan terus, dan akhirnya dia tiba dipersimpangan jalan, sehingga dia agak
bingung kearah jalan mana yang harus diambilnya untuk menyusul sigadis yang
tengah membawa adat itu.
Untung saja disudut
persimpangan jalan itu terdapat sebuah kedai, dan Hek Sin Ho menanyakan perihal
sigadis kepada sipemilik kedai, yang kebetulan memang melihat sigadis lewat di
tempat itu.
Hanya saja keterangan
sipemilik kedai itu membingungkan dan mengherankan Hek Sin Ho, karera semula
sigadis mengambil jalan kearah barat laut, tetapi tidak lama kemudian dia
muncul kembali dari jalan yang sebelah utara dan menuju keselatan.
Hek Sin Ho benar2 jadi tidak
mengerti maksud gadis ini. Mengapa dia kembali keselatan mengambil jalan yang
menuju ke Bu Ciang ?
Dia jadi kuatir, bimbang jika
terdorong amarahnya gadis itu akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya.
Dalam gugupnya Hek Sin Ho
bahkan sampai lupa menghaturkan terima kasihnya atas keterangan si pemilik
kedai itu. dan cepat2 dia mengambil arah selatan sambil berlari2 untuk menyusul
sigadis.
Belum jauh dia berjalan ketika
dari arah yang berlawanan tampak iring2an pengantin
Dilihat dari besarnya
rombongan dan mewahnya hiasan serta rombongan musik yang mengiringinya jelaslah
bahwa sipengantin laki2 yang duduk dengan sikap sombong diatas seekor kuda
putih gagah, tentunya putera seorang pembesar atau seorang hartawan besar
Dibelakang tampak seorang
sastrawan tua berkuda sejajar dengan sebuah joli yang dipikul oleh delapan
orang dan semua tirainya, diturunkan.
Orang tua itu tentu ayah
sipengantin wanita yang berada didalam joli itu.
Jumlah pengiring laki2 dan
perempuan, seluruhnya berjumlah lima puluh orang dan dibelakang rombongan masih
ada pula belasan kuli pemikul barang.
Jika waktu itu pikirannya
bukan tengah diliputi kegelisahan, tentunya perhatiannya Hek Sin Ho akan
tertarik kepada beberapa kejanggalan yang terlibat didalam rombongan iring2an
pengantin itu.
Sipengantin lelaki
memperlihatkan sikap bangga dan puas, para pengiringnya itu, yang agaknya
terdiri dari pegawai atau kaki tangannya mempelai lelaki itu. semuanya memperlihatkan
sikap girang dan gembira sekali.
Sebaliknya dengan wajah
sisasterawan tua yang memperlihatkan sikap mendongkol dan sering2 menoleh
kearah joli dengan tirai2 tertutup itu sambil mengatakan sesuatu dengan suara
yang rendah kepada mempelai wanita.
Dari sikapnya itu dapat
ditarik kesimpulan bahwa dia tengah memaki dan memarahi mempelai wanita itu.
Tetapi dari dalam joli tidak
terdengar jawaban apa2, kecuali isak-tangis yang perlahan dan tertekan.
Semua itu dan terutama hal
yang tersebut belakangan, seharusnya menimbulkan kecurigaan Hek Sin Ho. Tetapi
karena disaat itu dia tengah gelisah, sedikitpun tidak diperhatikan dalam
kejanggalan seperti itu.
Hek Sin Ho hanya merasa muak
dan jemu melihat pameran kekayaan dan sikap simempelai yang congkak, dan Hek
Sio Ho segera menyingkir ketepi jalan untuk membiarkan iringan2 itu lewat.
Sejenak pula rombongan
pengantin itu sudah melaluinya dan dia sudah melanjutkan perjalananrya. Tetapi
melangkah belum jauh, justru disaat itu Hek Sin Ho mendengar suara bentakan-bentakan
dibelakangnya, yang bersumber dari rombongan pengantin itu, yang agaknya telah
terjadi suatu kegaduhan. Suara bentakan itu juga semakin ramai oleh suara maki
dan caci disamping pekik wanita2 yang menjadi pengiring rombongan pengantin itu.
Hek Sin Ho sesungguhnya tidak
tertarik untuk mencampuri urusan tersebut, walaupun dia mslihat rombongan
pengantin itu kacau balau dan seperti timbul suatu kerusuhan, menyebabkan
kegaduhan dalam rombongan tersebut.
Tetapi karena Hek Sin Ho
mendengar suara jeritan wanita yang tampaknya tengah diliputi ketakutan yang
sangat, maka mau atau tidak akhirnya Hek Sin Ho telah menghampiri rombongan
pengantin yang tengah kacau balau itu. Jiwa kesatrianya tidak bisa menyaksikan
kerusuhan seperti itu dengan hanya berpeluk tangan saja.
Waktu Hek Sin Ho menghampiri
lebih dekat maka dia bisa melihat jelas peristiwa yang tengah menimpa rombongan
pengantin itu. Yang mengejutkan Hek Sin Ho adalah berkeredepan dan
berkilauannya cahaya pedang, dimana tampak seorang pemuda bertubuh tinggi tegap
dengan wajah yang tampan, tengah mengamuk dengan memutar pedangnya cepat
sekali.
Yang mengejutkan Hek Sin Ho
justru da segera mengenali pemuda itu, yang tidak lain dari Kwan Hiong, dengan
muka yang muram dan penuh kegusaran, sedang mempergunakan pedangnya untuk
melancarkan serangan kepada pengantin lelaki, yaitu si kongcu yang angkuh dan
tengah duduk dikuda putihnya.
Hanya saja disebabkan ada
beberapa orang pengawal yang berusaha menghadangnya dan menghalanginya,
sehingga Kwan Hiong tidsK bisa mendekati pengantin pria itu.
Sepasang alis Hek Sin Ho jadi
mengerut dalam2, dia jadi tidak mengerti, mengapa sebagai seorang gagah perkasa
seperti Kwan Hiong mau mengacau dan mengganggu rombongan pengantin itu? Dan
menurut dugaan Hek Sin Ho,
Jelas didalam persoalan ini
terdapat sesuatu yang luar biasa.
Maka disebabkan hatinya
tertarik Hek Sin Ho telah menghampiri lebih dekat.
Saat itu, pemuda yang tengah
mengamuk itu, yang memang tidak lain dari Kwan Hiong, murid dari Bu Ceng Cu
Liok Hwie Ceng yang nomor dua itu. Dengan mempergunakan ilmu pedang Bu Tong
Kiam-hoat, ilmu pedang pintu perguruan Bu Tong Pai, tampak Kwan Hiong
merubuhkan tiga orang pengawal yaog menghalanginya dibarisan depan.
Enam orang pengawal iringan
pengantin yang lainnya, jadi kaget bukan main, muka mereka pucat sekali, karena
mereka telah menyaksikan bahwa Kwan Hiong bukan main2 dalam penyerangannya
dengan pedangnya itu, yang telah melobangi dada ketiga orang pengawal yang
telah dirubuhkannya itu.
Inilah hebat.
Rombongan iring2an pengantin
itu adalah rombongan dari manusia-manusia yang tengah bergembira di hari
gembira seperti itu, maka dengan jatuhnya korban sampai tiga jiwa seperti yang
dialami oleh ketiga orang pengawal tersebut memperlihatkan nasib pengantin pria
dan wanita itu tergah jelek dan buruk sekali.
Sedangkan keenam orang
pengawal yang lainnya berdiri tertegun pengantin pria itu duduk dikuda putihnya
dengan muka yang pucat mukanya putih seputih bulu kudanya tubuhnya juga agak
menggigil.
Kwan Hiong sudah tidak mau
membuang2 kesempatan, dia ingin berlari menuju kejoli pengantin wanita.
Tetapi disaat itu tampak
seekor kuda menghadang dengan muka yang penuh kemurkaan.
"Manusia
pemberontak!" bentak lelaki tua Itu dengan tubuh menggigil, suaranya juga
tergetar, karena dia tengah murka bukan main, jenggot dan kumisnya juga jadi
bergerak gerak. "Orang tuamu telah dihukum pemerintah karena memberontak
dan menjadi pengkhianat dan engkau sebagai anaknya pemberontak, selalu
menimbulkan kerusuhan."
Moka Kwan Hiong jadi berobah
bengis waktu mendengar lelaki tua itu berkata demikian, sepasang alisnya
berdiri.
"Orang she Hee, engkau
memang keterlaluan! Jika tidak memandang putrimu, tentu siang siang aku sudah
mengambil kepalamu?"
"Hemmm, Kwan Hiong!"
tertawa dingin orang tua itu dengan berani. "Lebih baik kau cepat2 pergi
menyingkir scbelum aku membuka rahasiamu lebih jauh. kalau sampai didengar
pembesar negeri walaupun kau melarikan diri keujung langit sekalipun, tentu
jiwamu sulit untuk melindungi...?"
"Hari ini aku akan mempertaruhkan
jiwaku!" seru pemuda she Kwan itu dengau murka. "Biarlah kita mati
bersama?.. aku puas jika semuanya menghadap Giam Ong!" Yang dimaksudkannya
dengan perkataan Giam Ong itu adalah raja akherat.
Muka lelaki tua itu, yang
dipanggil sebutan orang she Hee, telah berobah menjadi pucat pias, tubuhnya
menggigil.
Semula dalam murkanya dia
bermaksud untuk menggertak pemuda she Kwan, namun setelah menyaksikan betapa
pemuda tersebut sangat nekad, maka timbul pula perasaan takutnya.
Kwan Hiong telah menggerakkan
pedangnya dan "Ceepp !" mata pedang telah menancap ditubuh kuda yang
ditunggangi oleh orang tua itu. Binatang tunggangan itu kesakitan bukan main,
mengeluarkan suara ringkik yang panjang dan mengangkat kedua kaki depannya.
Tanpa ampun lagi tubuh orang
tua she Hee itu telah terpental terbanting ditanah. dia mengaduh2 kesakitan
sambil memaki kalang kabutan.
Keenam pengawal keamanan yang
mengawal iring2an rombongan pengantin tersebut rupanya telah pulih semangatnya,
dengan cepat mereka mencabut golok masing2, yang besar dan berat.
"Penjahat yang tidak tahu
mati." teriak beberapa orang diantara mereka.
"Tangkap !".
Maka keenam orang pengawai itu
telah menyerbu dengan goloknya itu, yang segera menabas kearah sipemuda she
Kwan tersebut.
Enam batang golok datang
menyambar dengan serentak, tentu saja telah membuat Kwan Hiong jadi sibuk
melayani juga, untuk menangkis dan berkelit.
Gerakannya lincah bukan main,
setiap serangan golok lawannya dapat ditangkis dengan manis;
Disamping iiu, kakinya juga
sering bekerja untuk menendang lawannya yang terdekat.
Sinar senjata tajam itu
berkelebat2 menyilaukan mata, pengantin pria duduk mematung di kuda putihnya
dengan muka yang pucat sekali.
Tetapi disaat Kwan Hiong
tengah menghajar keenam pengeroyoknya itu, yang ditendang jumpalitan ditanah,
tiba2 dari keiauhan terdengar suara larinya kuda dalam jumlah yang banyak, dan
tampaklah debu mengepul tinggi disertai oleh munculnya serombongan tentara
pemerintah.
Kwan Hiong yang tengah
mengadakan perlawanan atas serangan keenam pengeroyoknya itu, jadi mengerutkan
alisnya. Dia melihat bahwa dirinya sulit untuk meloloskan diri, karena walaupun
bagaimana jumlah tentara itu sangat banyak, hampir meliputi tiga puluh orang.
Pengantin lelaki waktu melihat
rombongan tentara negeri itu, segera berobah wajahnya jadi cerah. Sikap
angkuhnya segera juga muncul kembali.
"Tangkap penjahat, jangan
biarkan dia sampai lolos." teriaknya memberi semangat.
Dalam waktu yang cepat sekali,
rombongan tentara negeri telah sampai dan mereka telah melompat dari kuda
masing2 sambil mencabut senjata masing2 disertai oleh teriakan2 : "Mana
penjabat? Mana penjahat ?"
Kwan Hiong mengamuk dengan
pedangnya, dia telah tujuh tahun mempelajari ilmu pedang Bu Tong Pai.
Kepandaiannya juga cukup sempurna, maka dari itu, sesungguhnya dia tidak merasa
takut untuk menghadapi tentara negeri itu.
Namun disebabkan jumlah
tentara negeri itu memang banyak maka dia jadi sibuk sekali untuk berkelit
melompat kesana kemari dari serangan berbagai macam senjata.
Tetapi Kwan Hiong tampaknya
nekad sekali, dia tidak bersedia untuk melarikan diri.
Dua kali pundaknya kena
diserempet senjata golok musuh, tetapi diapun telah berhasil melukai lima orang
tentara negeri.
Suara pertempuran yang kalut
seperti itu ramai oleh seruan dari tentara negeri tersebut. "Tangkap
penjahat ! Tangkap penjahat !"
Semua orang yang berada dalam
rombongan pengantin itu berdiam diri dengan ketakutan dan tubuh menggigil.
Sedangkan dari joli mempelai wanita terdengar isak tangis yang perlahan sekali.
rupanya mempelai wanita itu ketakutan dan berkuatir sekali, karena justru
pemuda yang tengah dikepung2 oleh puluhan orang tentara negeri itu adalah
kekasihnya, pemuda yang dicintainya......
Ternyata rombongan pengantin
itu merupakan iring2an yang dikawal oleh pengawal keamanan, maka disaat terjadi
kegaduhan, seorang pengawal telah cepat2 berlari meninggalkan untuk meminta
bala bantuan. Maka tidak mengherankan jika rombongan tentara negeri itu cepat
sekali tiba ditempat tersebut.
Wanita yang menjadi mempelai
Wanita itu tidak lain dari Hee Swat Hong, sedangkan lelaki yang tadi terjatuh
dari kudanya adalah Hee Losinshe, ayah sigadis.
Maka dari itu, tidaklah
mengherankan jika Hee Swat Hong berkuatir sekali, kalau2 Kwan Hiong mengalami
bencana oleh kenekadannya itu.
Sejak berangkat dari rumahnya,
untuk diboyong kerumah mempelai lelaki, Hee Swat Hong memang telah menangis
tidak hentinya, Hee Lo sinshe terus menerus telah memarahinya, tetapi sang ayah
tidak berhasil menghentikan tangis puterinya tersebut, yang tidak rela untuk
djkawinkan dengan pria yang tidak dicintainya.
Semula Swat Hong ingin
membunuh diri, tetapi diapun takut tidak bisa bertemu dengan Kwan Hiong pula.
Tetapi untuk menentang keinginan ayahnya yang kukuh dengan pendiriannya,
sigadispun tidak berdaya.
Pernah sigadis ini melawan
kehendak ayahnya dia telah dikurung didalam kamar dan dipukuli dengan keras,
sehingga dia menjadi menderita sekali.
Sekarang dia melihat betapa
Kwan Riang, pria yang dicintainya itu sengaja menghadang de ngan nekad
rombongan pengantin ini, dan sedang dikeroyok oleh puluhan orang tentara negeri
yang bersenjata tajam. Tentu saja dia berkuatif bukan main, sehingga sambil
menangis sedih Swat Hong telah meminta dan berdoa kepada Thian agar kekasihnya
itu dilindungi.
Terlebih lagi memang disaat
itu Kwan Hiong telah dilukai dan darah memenuhi bajunya sehingga gadis itu
tambah berkuatir saja.
"Tangkap, jangan biarkan
dia lolos," teriak mempelai lelaki dengan suara yang sombong, su dah
lenyap perasaan takutnya, karena dia melihat pengawal telah datang dalam jumlah
yang demikian banyak.
Ayah dari mempelai lelaki itu
adalah seorang pembesar negeri berpangkat tinggi yang telah pensinnan dan hidup
mewah, tidak mengherankan jua rombongan pengantin tersebut sangat mewah dan ramai
sekali.
Pemuda yang menjadi mempelai
lelaki itu she Bong dan bernama Ie San. Dia merupakan seorang pemuda yang
angkuh dan congkak sekali, disamping batinya juga sangat kejam.
Seringkali Bong [e San
menindas orang2 yang lemah, namun karena kekuasaan ayahnya yang memang masih
kuat, walaupun telah pensiun, tidak mengherankan tidak ada seorangpun yang
berani mengganggu pemuda she Bong tersebut.
Dan memang disaat2 tertentu
seringkali ada orang yang merasa dirinya diperlakukan terlalu sewenang2 dengan pemuda
she Bong tersebut mengadakan perlawanan, tetapi umumnya mereka justru telah
dihajar babak belur dan disiksa oleh kaki tangannya pemuda she Bong tersebut.
Tidaklah terlalu mengherankan
jika Bong Ie San kian hari kian congkak dan angkuh.
Sedangkal Hee Losinshe, ayah
Swat Hong, bermaksud menjodohkan puterinya dengan pemuda itu disebabkan Bong le
San putera seorang Pembesar negeri yang terpelajar, dan juga kaya raya, maka
menurut pendapat Hee Losinshe, tentunya itu tidak akan terlanmar.
Namun. disebabkan cinta
segitiga, akhirnya hari ini muncul urusan berdarah dihari perkawinan anaknya.
Tentu saja, Hee Losinshe jadi
gusar dan murka bukan main. terlebih lagi tadi diapun tadi rubuh dan kudanya,
terbanting keras sekali karena kudanya itu ditikam oleh pedangnya si pemuda she
Kwan tersebut.
Dengan napas menburu, dengan
duduk diatas kuda yang diberikan oleh salah seorang pengawal sebagai pengganti
kudanya yang telah terluka, Hee Losinshe itu telah menghampiri Bong Ie San.
"Siansay (mantu pemuda
itu orang jahat, dia keturunan pemberontak. Keluarkanlah perintah agar
menangkapnya dan jangan sampai dia berhasil meloloskan diri...!" kata Hee
Losinshe dengan suara berapi2, karena dia murka bukan main.
Sang menantu ini, Bong Ie San,
telah mengangguk.
"Baik Gakhu, walaupun
bagaimana dia memang harus ditangkap, lihatlah diapun telah meijatuhkan banyak
korban, dosa yang dlpikulnya sangat berat sekali...?" menyahuti sang mantu
itu.
Tentu saja Hee Losinshe girang
mcndengarnya, terlebih lagi dia melihat sang mantu ini telah mengeluarkan
perintahnya dengan suara yang lantang "Tiga ribu tail untuk batok kepala
penjahat itu."
Tentu saja teriakan itu
disambut dengan sorak. sorai semangat dari pengawal itu, karena jumlah uang
tiga ribu tail bukanlah suatu jumlah yang sedikit.
Tidak mengherenkan jika disaat
itu mereka telah merangsek maju melancarkan serangan yang jauh lebih hebat
lagi, setiap senjata mereka menyambar, tentu mengincar bagian yang berbahaya.
Dengan demikian, bukan main
terdesaknya Kwan Hjong dia sampai mengeluarkan seruan2 tertahan, karena
beberapa kali hampir terserang oleh Senjata lawan.
Setidak2nya, serangan
pengawal2 -itu menyebabkan luka2 ditubuh Kwan Hiong bertambah,
Hek Sin Ho yang sejak tadi
hanya menyaksikan dari tepi jalan, sudah tidak bisa menahan sabar lagi.
Tahu2 tubuhnya telah melompat
menghampiri rombongan itu. Dia telah melompat justru kekuda putih mempelai pria
itu, dimana dia telah cengkeram punggungnya Bong Ie San dengan keras.
Bong Ie San kaget bukan main,
dia menjerit ketakutan.
Tetapi Hek Sin Ho dengan cepat
menarik tubuh pengantin lelaki itu, denran kuat dia telah membanting tubuh
pemuda tersebut, sehingga pengantin lelaki itu jadi menjerit2 dengan suara yang
menyayatkan akibat menderita kesakitan yang bukan main, suaranya melengking2
seperti seekor anjing yang ingin dipotong.
Hek Sin Ho bekerja cepat
sekali, setelah membanting sipengantin lelaki, dia telah melompat kegelanggang
pertempuran. Kedua tangannya bekerja dengan cepat sekali, setiap kali tangan
itu meluncur, dia selalu berhasil menghantam salah seorang tentara negeri, dan
jika ada kesempatan Hek Sin Ho juga mencengkeram dan menangkap dan
membantingnya juga.
Dalam cara berkelahinya dengan
bertangan kosong seperti itu, ternyata Hek Sin Ho telah mempergunakan jurus2
Kim-na-ciu, yaitu ilmu menangkap dan mencengkeram.
Kwan Hiong yang mtlihat
datangnya bala bantuan, jadi girang bukan main.
Dia tidak kenal siapa
penolongnya itu, yang mukanya hitam seperti pantat kuali. Tetapi kepandaiannya
bukan main hebatnya, tubuhnya berkelebat2 seperti bayangan.
Sedangkan tentara negeri jadi
terkejut dan takut melihat munculnya seorang jago baru yang memiliki kepandaian
demikian tinggi.
Mereka untut sejenak jadi
tertegun.
Mempergunakan kesempatan itu,
Hek Sin Ho telah berkelebat, dia bergerak bagaikan angin dan tahu2 belasan
golok telah berhasil dirampasnya.
Dengan mengeluarkan suara
dengusan mengejek, Hek Sin Ho telah mematahkan belasan batang golok itu dengan
mudah, seperti tidak mempergunakan tenaga.
Keruan saja belasan tentara
negeri yang menyasikan hal itu jadi bsrobah mukanya, jadi pucat dan mereka
ketakutan.
Namun mengingat jumlah mereka
yang besar, maka mereka kemudian telah berseru keras sambil menerjang lagi.
Hek Sin Ho melihat kebandelan
dari tentara negeri itu, segera bertindak lebih keras. Setiap kali dia
menghantam, dia memukul dengan disertai tenaga lwekang.
Maka tidak mengherankan,
setiap ada seorang tentara negeri yang kena dihantam mukanya atau tubuhnya,
segera terpental rubuh dengan berdarah atau terluka didalam, dan yang sudah
pasti mengeluarkan suara jeritan yang menyayatkan hati....
Saat itu, Kwan Hiong juga
tidak tinggal diam, dia telah mempergunakan pedangnya untuk mengamuk.
Didalam waktu yang singkat
Kwan Hiong kembali telah berhasil merubuhkan dua orang lawannya, telah berhasil
melukai tiga orang lainnya.
Melihat gelagat tidak baik
Untuk pihaknya, tentara negeri itu telah berteriak2 menganjurkan agar rombongan
pengantin cepat2 berlalu, Sedangkan mereka akan mempertahankan diri sementara
rombongan itu belum lolos dari ancaman itu.
Tetapi Hek Sin Ho sam sekali
tidak ingin memberikan kesempatan.
Dilihat Bong Ie San tengah
merangkak bangun unruk naik keatas kudanya, muka pemuda She Bong itu meringis
seperti menahan sakit, pinggulnya sepsrti remuk karena terbanting keras
ditanah, dan juga metanya masih berkunang2 dengan kepala yang pusing.
Sebetulnya Bong Ie San sangat
murka dan penasaran, tetapi karena melihat penolongnya Kwan Hiong seorang yang
berkepandaian tinggi sekali, mau tidak mau dia jadi takut sendirinya.
Mendengar anjuran dari pasukan
tentara itu dengan sendirinya dia menganggapnya menang jalan terbaik adalah
menyelamatkan diri.
Segera diperintahkan
rombongannya untuk melanjutkan perjalanan mereka, disaat kedua orang pesuruh
itu tengah dihadapi oleh puluhan orang tentara negeri itu,
Tetapi Hek Sin Ho mana mau
melepaskan mereka begitu saja? Sejak semula dia sudah tidak senang melihat
Kongcu yang menjadi mempelai lelaki itu, yang memperlihatkan sikap yang angkuh,
maka dengan mengulurkan kedua tangannya, dia telah menyambar lengan kedua
tentara yang berada didekatnya, lalu dengan mudah dia telah melontarkan mereka.
dan disaat itulah, tubuhnya telah melompat mengejar sipemuda she Bong itu.
Waktu itu Bong Ie San berusaha
meloloskan diri dengan melarikan kudanya, tetapi gerakan tubuh Hek Sin Ho lebih
cepat lagi, yang tahu telah melayang menyambar punggung sipemuda she Bong, yang
bajunya dicengkeram keras sekali.
Bong Ie San berusaha meronta,
tetapi dia tidak berdaya, karena dia tidak bisa melepaskan diri dari
cengkeraman targan Hek Sin Ho yang kuat itu, sehingga dia hanya sanggup
menjerit jerit meminta tolong....
Hek Sin Ho telah membentak
bengis. "Perintahkan orang2mu mundur!"
"Ba. baik,"
menyahuti Bong te San ketakutan bukan main, dia takut dibanting lagi, yang
tentu akan membuat pinggulnya sakit dan patah
Dengan suara yang ketakutan,
dia telah perintahkan puluhan orang pengawal itu untuk mengundurkan diri.
"Kwan toakol" kata
Hek Sin Ho kemudian dia memanggil Kwan Hiong dengan sebutan Kwan Toako, karena
dia memang mengetahui nama pemuda itu, sebab dia pernah bersembunyi dikuil tua
dimana Kwan Hiong hampir ribut dengan Goan Seng, pendeta Siauw Lim Sie.
Tentu saja Kwan Hiong tertegun
mendengarnya dia tidak mengenal penolongnya yang berkepandaian hebat ini. yang
gagah dan mukanya hitam seperti pantat kuali..
"Sesungguhnya perbuatan
jahat apakah yang telah dilakukan oleh kutu busuk ini?" tanya Hek Sin Ho
lagi.
»Mereka Manusia2
jahat...mereka berusaha memisahkan aku dengan adik Hee-ku."kata Kwan
Hiong. "Maka dari itu, walau pun harus mati, aku rela, aku akan mati
bersama2 mereka...!"
Baru Kwan Hiong berkata sampai
disitu, justru dari dalam joli pengantin wanita itu telah melompat keluar
sipengantin Wanita tersebut, yang berlari kearah Kwan Hiong sambil berseru :
"Engko Hiong...!"
Kwan Hiong dan mempelai wanita
itu telah saling berpelukan, keduanya jadi menitikkan air mata.
Sebagai seorang anak yang
cerdas, Hek Sin Ho segera dapat menduga urusan yang sesungguhnya.
"Kwan Toako, kau ajaklah
adik Hee mu itu jauh2" katanya. "Pergilah kalian hidup
bahagia...!"
"Terima kasih
Inkong!" kata Kwan Hiong yang memanggil Hek Sin Ho dengan sebutan Inkong,
yaitu tuan penolong.
"Swat Hong, kembali"
tiba2 Hee Losinshe telah membentak dengan keras sekali, mengandung kemarahan
yang bukan main.
Tetapi Hee Swat Hong sudah
tidak memperdulikan bentakan ayahnya, dia hanya menoleh sambil teriaknya
"Maafkan ayah. aku bukan anak yang baik, memang seorang anak yang put gie
put tong put hauw dan kemudian sigadis telah menarik tangan Kwan Hiong, sambil
katanya lagi dengan suara yang perlahan: "Mari engko Kwan, mari kita
pergi. kemana saja kau pergi, aku akan ikut dengan kau, walaupun harus
bersengsara atau mati!".
Betapa terharunya Kwan Hiong,
dia memang mencintai Swat Hong, maka setelah berteriak mengucapkan terima kasih
lagi kepada Hek S|n Ho, Kwan Hiong membantui Swat Hong naik keatas seekor kuda,
sedangkan diapun telah melompat keatas seekor kuda lainnya, lalu kedua kuda itu
dilarikan dengan pesat sekali meninggalkan tempat itu...
Sengaja Hek Sin Ho masih terus
mencekal punggung Bong Ie San dengan keras, dia menantikan sampai Kwan Hiong
dan sigadis telah pergi jauh sekali, sehingga sudah tidak terlihat bayangannya,
barulah Hek Sin Ho mengangkat mengangkat tubuh orang she Bong tersebut, dia
telah melontarkannya dengan keras ketengah udara, sejauh lima tombak.
Dengan mengeluarkan suara
jerit kesakitan Bong Ie San telah berteriak, disaat itu tubuhnya meluncur dan
terbanting keras ditanah, sehingga sekali lagi dia telah menjerit keras bukan
main, jerit kesakitan."
Mempergunakan kesempatan itu.
Hek Sin Ho telah berlari dengan cepat sekali, dengan mempergunakan ilmu
meringankan tubuhnya. Dalam sekejap mata saja dia sudah lenyap dari pandangan
tentara negeri maupun Hee Losinshe yang duduk lemas tidak bersemangat diatas
kudanya, sedangkan Bong Ie San telah berteriak-teriak seperti kebakaran
jenggotnya.....
Bersambung Jilid 9