-------------------------------
----------------------------
Jilid 10
SALAH seorang diantara mereka
telah membungkukkan tubuh, menjura memberi hormat:
"Terima kasih atas
petunjuk yang telah diberikan kiesu kepada kami tentu kami tidak akan melupakan
budi ini, suatu saat kelak kami tentu akan mencari Kiesu untuk minta pengajaran
lagi." dan setelah berkata begitu, tanpa menantikan jawaban Hek Sin Ho,
dia telah mengisyaratkan kawannya, untuk mengangkat kawan2 mereka yang terluka
dan tertotok.
Sedangkan Hek Sin Ho tidak
menahannya, karena dengan berkata begitu murid2 Kun Lun Pai telah menyatakan
bahwa mereka telah menyerah.
Dan memang sudah telah menjadi
suatu peraturan tidak tertulis, bahwa lawan yang telah mengaku menyerah kalah
itu tidak boleh didesak lagi dan harus diampuni.
Dengan cepat kesepuluh murid
Kun Lun Pai itu telah berlalu meninggalkan tempat tersebut dengan menunggangi
kuda mereka masing2.
Sedangkan sipengemis tua Liang
Ku Kay telah dapat merangkak bangun.
Dia telah mengawasi Hek Sin Ho
dengan sorot mata yang bengis sekali:
"Hari ini ternyata aku kembali
dirubuhkan oleh orang she Ouw! heran, belasan tahun yang lalu aku telah
dirubuhkan oleh ayahmu: yaitu Ouw Hui, sekarang oleh kau. maka aku merupakan
manusia yang tidak punya guna! Biarlah! Biairlahl Lima tahun lagi aku akan
mencari kalian ayah dan anak untuk meminta petunjuk lagi."
Dan setelah berkata begitu,
dengan langkah kaki yang terpincang2 sipengemis tua itu telah meninggalkan
tempat tersebut, untuk berlalu.
Hek Sin Ho juga tidak menahan
sipengemis, walaupun dia mengetahui bahwa pengemis tua itu memusuhi ayahnya,
tetapi mengingat tadi dia telah melukainya, itupun dikiranya telah lebih dari
cukup. maka dari itu kepergian sipengemis itu tidak dihalanginya.
Saat itu setelah semua
lawannya itu berlalu. Hek Sin Ho pun melemparkan ranting, ditangannya, kemudian
dia meninggalkan tempat itu juga, dengan berlari2 untuk mencari sigadis yang
biasanya dipanggil sebagai si Pucat, yang telah bawa adat dan meninggalkannya
karena pertengkaran mengenai persoalan Tong Keng Hok.
Hek Sin Ho mengambil arah
selatan, hatinya terkadang gelisah, kareta tidak jarang dia diliputi oleh
perasaan benci, bahwa Selama perkenalan dengan sigadis yang disebutnya si Pucat
itu. sigadis tersebut yang tindak-tanduknya sangat aneh dan diliputi oleh kabut
rahasia, Hek sin Ho telah kenyang dimaki tidak habisnya. Tentu saja jika dia
tengah teringat begitu, dia jadi berpikir untuk membatalkan maksudnya mencari
gadis itu.
Namun jika dia teringat betapa
sigadis selalu melayaninya makan dengan baik, selalu membiarkan dia dulu
mengambil makanan yang disenangi, melayaninya dengan manis, dan setelah itu si
Pucat baru makan, hal itu telah membuat hati Hek Sin Ho jadi tergoncang.
Terlebih lagi jika dia
teringat betapa sigadis sering memandang dirinya dengan sinar mata yang sangat
aneh sekali, sinar mata yang memancarkan suatu perasaan, maka disaat teringat
begitu hati Hek Sin Ho jadi tergoncang keras dan dia ingin sekali cepat
bersua...
Tetapi justru sigadis yang
telah menghilang tanpa meninggalkan jejak. Itulah yang telah membingungkan
sekali bati Hek sin Ho.
Hek Sin Ho berjalan terus
dengan hati diliputi berbagai perasaan, sampai akhirnya dia tiba dipermukaan
pintu sebuah kampung yang tidak begitu besar.
Pemandangan yang dilihatnya
sungguh mengenaskan Sekali. Karena sekitar tempat tersebut kering, bahaya
kelaparan melanda semua penduduk kampung tersebut, disamping tampak
wanita-wanita tua dengan anak2 mereka yang kurus dengan tulang2 paikut (iga)
yang terlihat nyata, menunjukan bahwa mereka kurang makan, Begitu pula wanita2
tua itu. yang kurus dan pucat, dengan mata yang tidak bersinar memperlihatkan
bahwa mereka sangat menderita sekali.
Maka dari itu, dengan melihat
pandangan seperti ini, dengan sendirinya darah Hek Sin Ho jadi meluap lagi
kepada pemerintah penjajah. Walaupun bagaimana, hatinya jadi teriris, dia
menyadarl bahwa tentara penjajah selalu bertindak sewenang2, main rampas, main
perkosa, menindas, memfitnah dan sebagainya. dan yang celaka adalah rakyat
jelata juga.
Keadaan seperti ini benar2
membuat Hek Sin Ho jadi bertekad, walaupun bagaimana ia ingin berjuang untuk
kepentingan rakyat banyak.
Hek Sin Ho juga berpikir, jika
kelak sudah tiba saatnya, dia ingin menggabungkan diri dengan para pendekar Ang
Hwa Hw«e untuk mempersatukan dengan Cong Pocu dan Tan Kee Lok.
Walaupun bagaimana Hek Sin Ho
memang sudah memutuskan untuk berjuang, bertekad untuk membela kepentingan
rakyat banyak.
Disaat itulah, tiba2 Hek Sin
Ho mendengar suara tangis yang menyedihkan dari balik sebuah rumah.
Hek Sin Ho jadi menghentikan
langkah kakinya, karena dia mendengar suara tangis terisak itu demikian
menyedihkan, dengan sendirinya Hek Sin Ho ikut tersayat hatinya. Dia
memperhatikan sekitarnya dia melihat tidak ada seorangpun disekitarnya, hanya
rumah2 yang telah buruk tidak terawat. Suara tangisan itu tangisan! seorang
wanita, dan berasal dari belakang sebuah rumah.
Maka Hek Sin Ho segera
menghampiri sebuah rumah, dia mengetuk pintu rumah yang tertutup rapat itu.
Suara tangisan lenyap. Keadaan
sunyi sekali. Hek Sin Ho mengulangi ketukan dipintu itu.
Suara tangisan itu tetap
lenyap tidak terdengar lagi, bahkan terdengar suara bisik-bisik yang gemetar
tampaknya orang didalam rumah itu tengah ketakutan bukan main.
Hek Sin Ho telah mengetuk lagi
sambil tanyanya : "Apakah didalam ada orang ?"
Waktu bertanya begitu,
suaranya sabar dan ramah agar tidak meninggalkan kesan buruk bagi si tuan
rumah.
orang bertanya dari dalam
rumah itu.
"Siauwte pengelana yang
tersesat dan ingin berteduh sejenak " menyahuti Hek Sin Ho
Tidak lama kemudian, setelah
berdiam diri dalam keraguan, pemilik rumah, itu terdengar melangkah mendekati
pintu, membuka pintu.
Dialah seorang wanita tua
berusia lanjut, telah enam puluh tahun lebih, disampingnya tampak seorang anak
lelaki kecil-
Mereka tengah berpelukan
dengan ketakutan sedangkan sianak lelaki kecil itu telah memandang Hek Sin Ho
dengan sorot mata ketakutakutan bukan main.
"Si... siapa ?"
akhirnya terdengar seorang wanita tua juga memandang Hek Sin Ho dengan curiga,
namun setelah melihat Hek Sin Ho tidak mengenakan pakaian seragam militer, dan
memang merupakan pemuda biasa saja, membuat hati nyonya itu agak tenang.
"Kongcu..... kami tidak
memilik apa apa lagi yang bisa disuguhkan kepademu...." kata wanita tua
itu setelah mempersilahkan Hek Sin Ho masuk.
Hek Sin Ho merogoh sakunya,
dia mengeluarkan sebuah Goanpo. yarg beratnya hampir sepuluh tail. Diserahkan
kepada nenek tua itu.
"Ambillah untukmu
nyonya" katanya dengan suara bersungguh sungguh.
Tentu saja wanita tua itu jadi
terkejut bukan main, dia memandang goanpo itu dengan mata yang terpentang
lebar2, seperti tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Ambillah !" kata
Hek Sin Ho lagi. "Kongcu Kau?" "Ambillah !"
Dan Hek Sin Ho telah
megangsUrkan goanpo itu lebih dekat lagi.
Si nenek telah menerimanya,
kemudian mengajak lelaki kecil itu untuk berlutut.
Tidak habisnya mereka
mengucapkan terima kasih dengan perasaan bersyukur.
"Tadi aku mendengar
nyonya menangis begitu sedih sesungguhnya kesulitan apakah yang menimpa
keluarga nyonya?" tanya Hek Sin Ho.
Ditanya begitu, maka sinenek
telah berobah Hilir, lagi2 diapun telah menangis, Sianak kecil itu juga telah
menangis.
"Ayah, ibu!"
terdengar suara perlahan dari anak lelaki itu
Sesungguhnya, sinenek mulai
bercerita sambil menyusut air matanya. "Peristiwa yang telah menimpa
keluarga kami sama dengan peristiwa penasaran yang menimpa keluarga dari
ratusan ribu keluarga lainnya."
"Apakah itu?" tanya
Hek Sin Ho, walaupun dia telah bisa menduga sebagian.
"Rumah kami telah
didatangi beberapa orang siewie (tentara pengawal istana), yang telah merampas
mantuku dan membinasakan anakku ..... celakanya, mereka juga telah merampas
seluruh barang-barang yang masih ada pada kami, termasuk beras..... Maka dari
itu, kami mana mungkin tidaK berduka, karena untuk makan saja dihari - hari esok,
sudah membingungkan dan sudah tidak ada lagi...."
Dan setelah berkata begitu,
sinenek telah menangis sambil menunjuk kearah ruang dalam Hek Sin Ho melongok
kedalam, hatinya jadi tergoncang.
Diatas sebuah pembaringan yang
buruk sekali tampak menggeletak sesosok tubuh, dengan leher yang berlumuran
darah, dimana leher itu hampir putus akibat bacokan senjata tajam.
Itulah seorang lelaki berusia
tiga puluh tahun, yang binasa dengan penasaran, karena mayatnya itu tetap
mendelik lebar lebar..... dialah tentunya putera sinenek, yang telah dianiaya
oleh para siewie yang mendatangi rumah mereka.
Tentu saja Hek Sin Ho murka
bukan main.
Dengan tubuh gemetar menahan
murka, dia telah bertanya : "Apakah para siewie itu telah pergi lama
?"
Sinenek menggeleng,
"Belum... mungkin baru
sepeminuman teh dan menurut kata2 yang kudengar dari percakapan mereka, semua
siewie itu pergi kekampung barat, dan sore ini mereka pasli akan lewat kembali
dikampung ini untuk pulang kekantor
Tihu."
Darah Hek Sin Ho meluap.
Dia telah menyaksikan banyak
sekali penderitaan rakyat jelata.
Disamping itu juga dia
melihat, bukan hanya pembesar negeri yang menindas rakyat lemah, yang main
rampas dan selalu menyiksa rakyat dengan beban pajak yang berat2. Disamping
itu, para tentara negeri bawahan juga telah bertindak sewenang2 mempergunakan
kesempatan disaat negara tengah kacau seperti itu.
"Biarlah aku menantikan
mereka disini, nanti aku akan menghajar mereka!" kata Hek sin Ho dalam
murkanya.
Tentu saja sinenek jadi kaget.
"inkong (tuan penolong)
jangan terlibat oleh mereka, jika mereka mengetahui bahwa Inkong memiliki
barang yang cukup banyak, niscaya mereka akan mengganggu Inkong."
"Justru aku tengah
menantikan mereka untuk memberikan hajaran yang setimpal, agar mereka
mengetahui bahwa tidak semua orang bisa diperlakukan dengan sewenang2 oleh
mereka."
Dan setelah berkata begitu,
Hek Sin Ho duduk, dia ingin menantikan rombongan siewie yang menurut kata
sinenek sore ini akan lewat dikampung ini lagi.
Hek sin Ho disuguhkan air teh
belaka, karena memang sinenek tua itu sudah tidak memiliki barang apa2 lagi
yang bisa didahar.
Hek Sin Ho kemudian banyak
mendengar dari sineneK, betapa penderitaan rakyat yang tertindas, yang tidak
berdaya melawan. Setiap lelaki kampung berusaha mencegah tindakan yang
sewenang2, tentu akan dibunuh dengan kejam dan telengas sekali.
Tentu saja, perbuatan itu
merupakan perbuatan yang rendah dan terkutuk sekali, tetapi karena memang
penduduk kampung sudah tidak berdaya dan tidak memiliki keberanian menghadapi tentsra
negeri yang berseragam lengkap, dengan senjata tajam yang lengkap pula, maka
mereka hanya menyerah diperlakukan bagaimanapun oleh tentara negeri itu.
Yang kasihan adalah kaum
wanita juga. tidak perduli gadis atau isteri orang, mereka niscaya akan dirampas,
untuk dijadikan permainan oleh pasukan tentara itu, yang akan digilir sampai
mereka menjadi mati sendirinya, membunuh diri karena tidak sanggup menerima
hinaan seperti itu...
Sedangkan suami2 mereka,
umumnya dibinasakan, seperti yang terjadi didiri anaknya sinenek
tersebut."
Maka dari itu, mau atau tidak
memang keadaan seperti ini telah membuat darah Hek Sin Ho semakin mendidih
saja. Walaupun bagaimana dia memang telah bertekad untuk menghajar semua
pengawal istana yang telah membinasakan anaknya sinenek dan merampas mantunya
si nenek itu..... dan yang harus dikasihani adalah cucu sinenek, anak lelaki
kecil itu, yang hanya dapat menangis saja.
Dengan muka yang merah padam
Hek Sin Ho menantikan dengan tidak sabar dimuka rumah sinenek, menantiken
tibanya kembali pasukan siewie itu.
Setelah menanti sesaat
lamanya, dimana si nenek dan cucunya ketakutan setengah mati, dari kejauhan
terdengar suara ramainya tapak kaki kuda.
Dan juga disamping suara kaki
kuda yarg riuh, pun terdengar suara yang ramai dari beberapa orang yang
bercakap cakap riuh dan suaranya lantang.
Debu juga telah mengebut
tinggi. Disaat itulah Hek Sin Ho telah melibatnya, dari arah barat mendatangi
serombongan penunggang kuda.
Jumlah mereka mungkin belasan
orang dan penunggang kuda itu semuanya memakai seragam tentara yang mentereng.
Disamping belasan penunggang
kuda itu. tampak beberapa wanita yang berlari2 terseret oleh pasukan itu,
karena kedua tangan mereka diikat oleh seutas tambang dan ujung tambang yang
satunya lagi dipegang oleh seorang tentara, sehingga disaat kuda itu dipacu,
berarti wanita itu harus berlari2 mengikutinya jika memang dia tidak mau
dirinya terseret hancur dijalan berbatu itu...
Biadab sekali perbuatan
pasukan tentara itu, dan mata Hek Sin Ho jadi merah.
Disaat seperti itulah, dengan
mengeluarkan suara bentakan karena sangat murka sekali, Hek Sin Ho telah
melompat berdiri, dia menantikan kedatangan para siewie biadab itu.
"Tutuplah pintu rumahmu,
nyonya." kata lek Sin Ho waktu melihat nenek tua itu bersama cucunya
berpelukan menangis karena ketakutan bukan main.
Nyonya itu menuruti kata2 Hek
Sin Ho, cepat2 dia menutup pintu rumahnya, sedangkan Hek Sin Ho tetap berdiri
diluar rumah sinenek
Saat itu rombongan tentara
negeri, yang semuanya memakai seragam siewie, telah tiba dekat.
Suara mereka dan ringkik kuda
sangat ramai, Tidak seorangpun penduduk kampung yang berani keluar dari rumah
mereka, karena jiwa mereka tengah dicengkeram oleh perasaan takut yang bukan
main.
Saat itu, beberapa orang
siewie telah melihat Hek Sin Ho, meledaklah tertawa mereka, dan rombongan
tentara negeri ini telah menghentikan kuda mereka disaat seseorang berteriak
"Berhenti."
Seorang siewie lainnya telah
berkata dengan suara yang lantang, yang diselingi oleh suara tertawanya yang
bergelak: "Akhh, lihat! Kukira tadinya kuali yang tengah disangkutkan
didinding tidak tahunya ada yang punya?"
"Hahaha, sungguh aneh
sekali seorang manusia bisa memiliki muka seperti pantat kuali Akhhhb, jika aku
memiliki anak yang seperti itu, tentu aku menyediakan seribu sikat kawat untuk
menyikatnya agar menjadi bersih."
"Ya, sungguh lucu
mukanya!"
"Hemmm, usianya masih
muda tetapi matanya sangat kurang ajar sekali!"
"Ya, dia belum mengenal
siapa kita"
"Mungkin tetapi yang
terpenting si pantat kuali ini harus menerima ini!" kata yang orang lagi.
Dan siewie yang seorang itu,
sambil kata demikian dia telah memajukan kudanya.
Setelah menghampiri Hek Sin Ho
dijual yang cukup dekat, disaat mana Hek Sin Ho masih berdiri ditempatnya saja,
tahu2 siewie Itu telah menggerakkan cambuknya, sehingga cambuk itu menggeletar
ditengah udara. lalu dengan bengis sekali, dengan disertai oleh tertawanya,
cambuk itu turun menuju kearah muka Hek Sin Ho.
Tetapi belum lagi ujung cambuk
Menemui sasarannya disaat itu suara tertawa siewie telah berhenti, diganti oleh
jeritan yang menyayatkan, karena tubuhnya tahu2 telah terlempar diatas tanah
dengan keras sekali, dan terangkat dari kudanya terbanting diatas tanah dengan
keras sekali, sehingga tubuhnya melingkar2 diatas tanah tanpa bisa segera
bangun, karena tulang punggungnya dirasakan sakit luar biasa, dia menjerit2
kesakitan seperti seekor anjing yang terkuing2 karena dihajar.
Kawan2 siewie yang lainnya
jadi terkejut bukan main, mereka telah mengeluarkan suara seruan tertahan
dengan murka.
Dengan seperti telah berjanji,
semua siewie itu telah melompat turun dari kuda mereka sambil mencabut golok
masing2.
Ternyata, tadi waktu siewe
yang seorang akan menghajar mukanya dengan mempergunakan Cambuknya itu, Hek Sin
Ho telah mengulurkan tangannya, dia telah mencekal ujung cambuk dia mencekalnya
keras sekali, dengan mengerahkan sedikit tenaga dalamnya, yaitu lwekang, dia
telah menghentak cambuk itu,
Siewie itu mana sanggup
menahan tenaga hentakan Hek Sin Ho?
Maka dari itu, tidak
mengherankan jika tubuhnya seperti sebuah bola yang telah melayang ditengah
udara dan terbanting ditanah dengan keras sekali.
Siewie2 yang lainnya semula
terkejut, tetapi setelah mencabut golok mereka mssing2 itu, dengan sikap
mengancam telah menghampiri kearah Hek Sin Ho.
Sebagai siewie belasan orang
itu sesungguhnya merupakan jago2 silat juga, hanya saja kepandaian mereka
umumnya merupakan kepandaian biasa saja.
Tetapi sikap mereka umumnya
memang garang menghadapi rakyat jelata, dan semau hati memperlakukan rakyat
jelata yang tidak berdaya itu.
Disaat itu Hek Sin Ho tetap
berdiri tenang ditempatnya, sedikitpun dia tidak merasa takut atau gugup
melihat kegarangan belasan siewie itu.
Malah Hek Sio Ho memang telah
bertekad untuk menghajar siewie2 itu
Maka, disaat belasan orang
siewie itu maju dengan goloknya, Hek Sin Ho justru berdiri dengan bertolak
pinggang.
"Setan hitam !"
teriak beberapa orang siwie itu.
"Apakah kau mencari
mampus? Siapa kau Mengapa engkau tidak mengetahui siapa kami dan berani berlaku
kurang ajar begitu ? Dosa besar seperti itu berarti kematian, apakah engkau
telah mengetahuinya?" Hek Sin Ho tertawa dingin.
"Hemmmmmm .... tidak
perlu kalian terlalu banyak bicara." katanya dengan suara yang tawar.
"Justru hari ini kalian akan kukirim ke Giam Ong,"
Yang dimaksudkan oleh Hek Sin
Ho dengan sebut Giam Ong itu tidak lain adalah Giam Lo Ong si raja akherad.
Saat-saat reperti itu telah
menyebabkan para siewie tersebut jadi murka sekali.
Dengan garang, mereka telah
mengeluarkan suara bentakan bengis.
Dan merekapun bukan hanya
membentak, sebab mereka telah menerjang maju sambil melancarkan serangan dengan
mempergunakan golok masing2.
Gerakan yang mereka lakukan
itu bukan main hebatnya, juga mereka menyerang dengan serentak.
Jika orang biasa yang mereka
serang, niscaya jiwanya siang2 akan melayang.
Mamun justru kali ini yang
diserang adalah seorang pendekar hebat dijaman itu, yaitu Hek Sin Ho. Mana Hek
Sin Ho memaudang sebelah mata terhadap serangan2 seperti itu?
Dengan mengeluankan suara
siulan yang nyaring, tampak tangan Hek Sin Ho bergerak2 dengan cepat sekali,
didalam waktu yang sangat tingkat, dia telah merampas beberapa batang golok,
yang kemudian dilemparkannya dengan gerakan seenaknya.
Tentu saja siewie2 yang
goloknya berhasil dirampas oleh Hek Sin Ho jadi kaget sekali, mereka tertegun
sejenak namun akhirnya, mereka telah mengganti dengan cambuk kuda mereka, ikut
melancarkan serangan lagi.
Siewie2 yang lainnya dengan
garang memperhebat serangan mereka.
Mereka tidak yakin bahwa
jumlah sedemikian banyak mereka bisa merubuhkan dan membinasakan Hek Sin Ho
yang hanya seorang diri.
Tetapi kenyataan yang ada,
setiap tangan dan kaki Hek Sin Ho bergerak, disaat itu pula tubuh beberapa
orang siewie bergulingan terlempar dan menderita luka.
Dengan sendirinya, siewie2 itu
mulai ragu ragu, mereka mulai menduga2, entah siapa pemuda yang berkepandaian
hebat seperti ini.
Maka dari itu, cepat bukan
main, dengan mempergunakan golok masing2, mereka melancarkan serangan yang
lebih gencar dan hebat.
Setiap seraBgan mereka
mengincar bagian2 yang membinasakan, jika dapat merekapun memang ingin sekali
untuk mencingcang tubuh Hek sin Ho yang dianggapnya sangat kurang ajar
itu......
Semakin bertempur, Hek Sin Ho
mengeluarkan suara bentakan, dengan dibarengi dengan menghantamkan kedua
tangannya sekaligus.
Tiga orang siewie yang telah
dihantam dadanya, tanpa ampun lagi telah terjungkal rubuh kejengkang sambil
meraung mengeluarkan jeritan yang sangat mengerikan sekali, tampak tubuh mereka
berkelejatan dan tidak lama kemudian diam, karena napas mereka telah putus.
Kawan2nya tentu saja jadi
terkejut bukan main, walaupun bagaimana kenyataan seperti Ini tentu saja
membuat mereka tertegun.
Namun tidak lama kemudian, dua
orang diantara mereka telah berteriak:
"Tangkap penjahat !
Tangkap penjahat." berseru mereka
Dan serentak mereka telah maju
lagi.
Hek Sin Ho kali ini turun
tangan tanpa segan2 lagi, karena dia memang sudah muak melihat tingkah laku
dari para tentara negeri.
Dengan mengeluarkan suara
bentakan yang mengguntur lagi, tampak Hek Sin Ho menggerakkan sepasang
tangannya pula, dia telah menghantam dengan keras bukan main, dengan pukulan
yang dahsyat sekali.
Dengan sendirinya. Kali ini
dari kedua telapak tangannya itu telab meluncur angin serangan yang sangat kuat
sekali, dengan angin serangan yang seperti runtuhnya gunung.
Tidak ampun lagi, empat orang
siewie yang maju paling terdekat didepannya, telah terserang oleh tenaga
pukulan itu, sehingga tanpa ampun lagi, tubuhnya telah terjengkang dengan
memuntahkan darah segar, maka jiwa mereka juga seketika itu melayang menghadap
Giam Ong
Tentu saja hal itu telah
membuat yang lainnya jadi kaget bukan main.
Mereka juga jadi ketakutan
setengah mati.
"Lari!" berseru
mereka akhirnya dengan ketakutan yang sangat, karena mereka telah menyaksikan
betapa kepandaian Hek Sin Ho hebat bukan main.
Disaat itu Hek Sin Ho yang
tengah murka sudah tidak mau memberikan kesempatan hidup kepada siewie2 itu.
Dengan cepat sekali, dia telah
menjejakkan kakinya, tubuhnya dengan cepat sekali telah melompat menyambar
punggung Kedua siewie Itu, yang dicengkeram, kemudian dilemparkan ketengah
udara, disaat tubuh kedua siewie itu tengah meluncur turun dengan cepat Hek Sin
Ho menghantamkan kedua tangannya lagi dengan disertai tenaga iwekangnya.
Maka dari itu, tanpa ampun
lagi tubuh kedua siewie itu terhantam jitu sekali.
Dan dengan mengeluarkan suara
jeritan yang panjang menyayatkan hati, tubuh kedua siewie itu telah terlambung
ketengah udara.
Disaat tubuh mereka ambruk
ditaruh, maka mereka telah tidak bernapas
Sisa yang lainnya jadi
ketakutan setengah mati mereka telah cepat2 berlutut menganggukkan kepala
mereka meminta ampun.
"Oh manusia pengecut
tidak punya malu." membentak Hek Sin Ho "Kalian hanya berani kepada orang
yang lemah."
Dan tanpa mengindahkan
sedikitpun juga permintaan ampun dari siewie2 itu, Hek Sin Ho telah melompat
kesamping tiga orang siewie yang tengah berlutut, dia menggerakkan kedua
tangannya.
Maka hebat sekali, dari kedua
telapak tangannya itu, telab meluncur serangkum angin serangan yang dahsyat
sekali, yang telah menghantam siewie itu.
Tanpa ampun lagi tubuh
pengawal, istana itu telah terpental keras.
Dan disaat tubuh mereka jatuh
ditanah, mereka sudah tidak bernapas lagi.
Tentu saja sisa yang lainnya
dari pengawal istana itu jadi tambah ketakutan, mereka menyadari walaupun
mereka telah berlutut meminta ampun sipemuda tampaknya tidak ingin mengampuni
jiwa mereka.
Dengan nekad akhirnya mereka
telah bangkit berdiri, memutar tubuh dan menentang kaki selebar mungkin, lari
secepat mungkin dengan ketakutan bukan main, seperti juga tengah dikejar
hantu...
Hek Sin Ho memang sudah tidak
ingin memberikan pengampunan kepada siewie itu, melihat sisanya yang tinggal
enam orang itu yang bermaksud melarikan diri, maka dengan cepat sekali dia
telah menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melambung dengan gerakan yang sangat
cepat, dan dengan jitu dia juga telah menggerakkan kedua tangannya, -maka tidak
ampun lagi, empat orang siewie itu telah terguling diatas tanah, karena
punggung mereka terhajar telak sekali oleh serangan Hek Sin Ho.
Tetapi keempat siewie itu
tidak segera mati, karena mereka hanya terluka didalam sambil memuntahkan darah
segar, namun ketakutan bukan main, sambil merintih menahan sakit yang bukan
main mereka juga telah sesambatan meminta ampun dari Hek Sin Ho.
Yang kedua siewie lainnya
juga, yang belum terluka, merasakan lututnya lemas tidak bertenaga sama sekali,
mereka telah duduk numprah diatas tanah sambil menangis teriak!
Hek Sin Ho menghadapi siewie
itu dengan tangan keras. Dia telah tidak mengacuhkan rintihan dan permintaan
ampun dari pengawal istana itu.
Dengan cepat sekali, dia telah
menghampiri dan disaat itu dia telah menggerakan kedua telapak tangannya,
disaat itu juga melengking suara jeritan yang menyayatkan hati
Tanpa ampun lagi, empat orang
siewie telah terbinasa dengan kepala remuk.
Kedua orang siewie yang
lainnya jadi menangis terisak sambil meratap mengatakan bawa mereka memiliki
anak dan isteri.
"Hemmm, rakyat jelata jaga
memiliki isteri dan anak, tetapi kalian telah merampas barang mereka, dan
kalian juga telah membinasakan mereka tanpa mengenal kasihan sedikitpun
juga."
"Kami berjanji akan
merobah perangai kami." meratap kedua siewie itu.
"Hemmm percuma, kalian
berdua hanya mendatangkan bencana belaka manusia pengecut dan hina seperti
kalian tidak bisa dipercaya mulutnya."
Dan setelah berkata begitu
dengan cepat sekali Hek Sin Ho menggerakkan tangannya.
Hebat sekali cara menyerangnya
itu, karena, dia telah melancarkan serangan dengan pukulan vang bukan main
hebatnya, angin serangannya itu menyambar tepat sekali, walaupun dua telapak
tangannya tidak menyentuh sasaran, tetapi tubuh kedua orang siewie itu
terlempar tinggi ketengah udara, telah terbanting ditanah dengan mengeluarkan
suara Jeritan yang menyayatkan hati.
Dan disaat itu juga terlihat
betapa serangan Hek Sin Ho memang merupakan serangan yang mematikan, karena
tubuh kedua Siwie itu setelah berkelejatan sejenak, kemudian diam tidak
bergerak pula, putuslah napas mereka.
Hek Sin Ho telah berdiri
ditempatnya dengan bibir tersenyum puas, karena dia telah berhasil membebaskan
penderitaan sebagian kecil rakyat dikampung ini.
Setelah itu Hek Sin Ho membuka
ikatan tambang di tangan wanita2 tawanan dari pasukan Siewie itu, sehingga
penduduk kampung itu girang bukan main.
Mereka telab berlutut
menyatakan terima kasih mereka. Dan juga telah bersyukur, karena isteri dan
anak gadis mereka telah bebas kembali.
"Kuda dan barang mereka
menjadi milik kalian, bagikanlah oleh kalian." kata Hek Sin Ho
"Dan mayat2 mereka kita
kubur disebuah tempat yang tersembunyi, sehingga peristiwa ini tidak di ketahui
oleh siapapun juga!"
Semua penduduk kampung itu
bersorak girang bukan main, mereka telah memuji kehebatan dari pemuda hitam
ini.
Hek Sin Ho membantu penduduk
kampung Itu menggali sebuah liang yang besar, dan mengubur mayat2 siewie
tersebut.
Kemudian setelah tanah
diratakan kembali, diatasnya ditanami rumput, untuk tidak menimbulkan
kecurigaan.
Sedangkan belasan ekor kuda telah
dipotong dan dagingnya dikeringkan dijadikan dengdeng, untuk melenyapkan jejak.
Hal itupun atas saran Hek Sin
Ho, karena jika kuda itu dibiarkan hidup terus, tentu akan menimbulkan
kecurigaan dan jika dilihat orang pemerintah, niscaya peristiwa tersebut akan
tersiar dan terbongkar.
Disamping itu, dengan
dijadikan daging kering, penduduk kampung itu memiliki makanan yang mungkin
tidak akan habis dimakan seiama tiga bulan.
Betapa bersyukurnya penduduk
kampung itu.
Setelah semuanya beres, Hek
Sin Ho kemudian pamitan untuk melanjutkan perjalanannya.
Semua penduduk kampung
berusaha untuk menahannya berusaha dengan sangat agar tuan penolong mereka itu
bermalam satu dua hari di kampung mereka.
Tetapi karena Hek Sin Ho
memang sudah ingin cepat2 mencari sigadis yang dipanggil dengan sebutan si
Pucat itu maka dia telah menolak dengan halus permintaan penduduk kampung dan
dia telah pamitan.
Penduduk kampung itu telah
melepaskan kepergian Hek Sin Ho dengan hati dan perasaan yang berat bahkan ada
beberapa orang diantara mereka yang telah menitikan air mata terharu dan
girang...
Hek Sin Ho telah melanjutkan
perjalanannya lagi dan dia melihat disepanjang jalan keadaan sama saja seperti
yang lainnya, wanita tua, muda dan pria maupun anak2 semuanya berpakaian tambal2an,
seperti pakaian pengemis, hidup mereka miskin dan menderita sekali. Tubuh
mereka juga tampak kurus kering, akibat kurang makan....
Betapa murkanya Hek Sin Ho
menyaksikan pemandangan yang mengenaskan hatinya, tetapi dia tidak berdaya
untuk merobah keadaan itu.
Hanya saja tekadnya untuk
masuk dalam perkumpulan Ang Hwa Hwee ataupun Pek Lian Kauw. jadi semakin kuat
saja
Setelah berjalan sekian lama,
akhirnya Hek Sin Ho telah sampai dikota Phiean kwan, yang hanya terpisah
puluhan lie dari Bu Ciang.
Dan memang jika telah sampai
di Bu Ciang Hek Sin Ho bermaksud untuk menyelidiki mencari jejak si Pucat yaitu
sigadis yang selalu dipikirinya itu.
Dikota Phiean-kwan, Hek Sin Ho
telah menginap disebuah rumah penginapan.
Dia telah merencanakan besok
baru melanjutkan perjalanannya menuju Bu Ciang.
Sore itu sengaja Hek Sin Ho
keluar dari rumah penginapannya dia telah menuju kejalan raya dan menikmati
pemandangan dan keramanian ditengah2 kota.
Keadaan dikota dengan
dikampung sangat berbeda sekali. Karena keadaan dikota tersebut disamping
ramai, penuh oleh toko2, yang besar dan padat sekali barang2 dagangannya, juga
gedung-gedung berdiri mewah bukan main.
Dengan sendirinya, keadaan
seperti itu merupakan perbedaan yang sangat menyolok sekali dimana orang kota
hidup mewah dan uang dipergunakan seperti juga air mengalir sedangkan penduduk
desa dan kampung menahan lapar dan mengikat perut dengan tali yang lebih keras.
sungguh suatu pemandangan yang sangat mengenaskan sekali.
Hek Sin Ho tengah melihat
serombongan penjual silat yang tengah membuka pertunjukan!
Disaat itu, Hek Sin Ho
sebetulnya tidak tertarik untuk menyaksikan pertunjukan penjual silat itu,
karena pertunjukan yang mereka perlihatkan itu hanya merupakan ilmu silat biasa
saja.
Sedangkan saat itu, seorang
gadis yang berada dalam rombongan penjual silat itu tengah berseru2
"Lihat! Lihatlah ! Kami akan mempertunjukan permainan yang luar biasa!
Ilmu pedang yang tiada tandingannya didalam dunia ini."
Tentu saja perkataan sigadis
penjual silat itu terlalu sombong.
Tetapi bagi orang2 biasa yang
tidak mengerti ilmu silat, memang ilmu pedang yang hebat dan manis gerakannya
adalah ilmu pedang yang mengagumkan.
Dan memang kemudian gadis itu
telah mempergunakan sepasang pedang, yaitu Siang-kiam, untuk bersilat dengan
gerakan yang cekat sekali.
Disamping itu, dia telah
mempergunakan jurus2 Ngo Bie Kiam Hoat, ilmu pedang dari Ngo Bie Pai yang
gerakan2 sangat manis dan lincah sekali.
Memang bagi orang-orang yang
tidak mengerti ilmu silat, ilmu pedang yang diperlihatkan gadis itu sangat
hebat sekali, mendatangkan perasaan kagum bukan main.
Namun bagi Hek Sin Ho, ilmu
pedang si gadis masih mentah dan jika bersungguh-sungguh dipergunakan untuk
menghadapi seorang lawan tentu sigadis akan celaka karenanya.
Seorang anak lelaki berusia
diantara enam belas tahun, telah memukuli gembrengnya.
Suara itulah yang telah
menarik perhatian orang-orang yang lewat dijalan itu, sehingga mereka
berkerumun menyaksikan permainan pedang sigadis.
Terlebih lagi sigadis memang
tampaknya memiliki kepandaian yang sangat tinggi dan juga paras yang cantik.
Dan mereka jadi berdiri tertegun dengan mata memancarkan perasaan kagum yang
bukan main .
Maka dari itu, dengan
sendirinya pula semakin lama rombongan penjual silat itu dikerumuni semakin
banyak penonton saja.
Setelah menyaksikan sekian
lama, Hek Sin Mo bosan sendirinya.,
Sama sekali dia tidak tertarik
menyaksikan permainan pedang sigadis.
Dan disaat itu, dia bermaksud
ingin berlalu meninggalkan itu.
Tetapi, waktu Hek Sin Ho belum
memutar tubuhnya dari rombongan penonton telah terdengar suara seseorang yang
berkata dengan nada yang sinis:
"Ilmu pedang butut
seperti itu saja dipertunjukkan Sungguh memalukan!" kata2 itu agak keras
sehingga sigadis penjual silat yang tengah menggerak2kan pedangnya itu dan
kakek tua maupun sianak lelaki yang tengah memukul tambur dapat mendengarnya
dengan jelas. Maka dari itu mereka jadi gusar, sikakek telah melirik dengan
sorot mata tidak senang kearah orang yang mengucapkan kata2 itu.
Begitu juga sianak belasan
tahun itu, dialah menoleh dengan mata mendelik sedangkan Sigadis yang tengah
bersilat dengan Senjatanya itu, telah mempergunakan kesempatan untuk melirik.
Ternyata Orang yang berkata2
itu seorang lelaki bertubuh tegap dengan jenggot dan kumis yang kasar Sekali.
Dia tengah berdiri seenaknya matanya juga kurang ajar meagincar kecantikan
paras sigadis, Dengan lantang dan berani sekali diapun telah berkala lagi
"Hemmm pakai larak lirik dengan kurang ajar seperti itu. Memangnya ilmu
butut ya tetap butut."
Bukan main gusarnya ketiga
orang penjual silat itu, sedangkan saat itu telah terdengar suara tertawa
orang2 yang ramai sekali disaat orang berewok itu menyelesaikan perkataannya.
Tujuh atau enam orang yaog
tertawa itu berdiri dibelakang silelaki berewok, merekapun mengeluarkan kata2
kurang ajar dan mengejek.
Salah seorang diantara mereka
telah ada yang berkata dengan suara yang nyaring; "Hem muka secantik itu
mau tercapai lelah menjadi galangan!"
Coba si gadis cantik mau
menjadi isteri Toaya atau tuan besar, tentu Toaya tidak Bakak mengoloknya...
dia tinggal enak2 duduk menyulam ataupun jika malam hanya memeluk Toaya!
Hahahaha!"
Dan suara tertawa lelaki itu
telah diikuti oleh suara tertawa yang lainnya.
Maka dari itu muka sigadis
penjual silat itu jadi berobah merah padam. Dia murka bukan main.
Mendengar perkataan yang
terakhir itu, si gadis penjual silat itu jadi menghentikan gerakan pedangnya,
karena dia tidak bisa menahan kemurkaan hatinya,
Sianak lelaki kecil juga telah
berhenti memukuli tamburnya, sikakek tua telah berhenti memukul gemblengnya.
Ketiga penjual silat ini telah memandang bengis kearah silelakl berewok itu.
Hek Sin Ho jadi batal untuk
meninggalkan tempat itu, dia jadi ingin menyaksikan keramaian apa yang akan
terjadi. Terlebih lagi dia juga teringat bahwa saat itu dia tidak memiliki
keperluan dan pekerjaan lainnya, maka dia bermaksud mempergunakan kesempatan
ini untuk menyaksikan keramaian.
Saat itu, sigadis yang tadi
bersilat dengan Siangkiam sepasang pedangnya itu, telah merangkapkan kedua
tangannya, dengan mata pedang menuju kebawah, dia membungkukkan tubuhnya
sedikit.
"Kami bertiga ayah dan
anak menjual permainan silat hanya sekedar untuk mencari makan......kami tidak
bermaksud untuk melakukan sesuatu apapun juga. tidak ingin usil kepada orang
lain, tidak ingin pula diganggu! Kami mencari makan dari hasil keringat dan
daki kami sendiri..... Jika memang Loya (tuan2) memiliki petunjuk, silahkan
memberikan petunjuk!"
Siberewok tertegun melihat
keberanian sigadis. Dia bersama ketujuh kawannya itu adalah pemimpin buaya
darat dikota tersebut.
Jarang sekali orang berani
lancang dan bicara seenaknya dihadapan mereka.
Hampir seluruh penduduk dikota
tersebut menghormati mereka, dan setiap kali pula mereka merasa orang2 yang
memiliki sedikit kenyataan.
Selalu pula, tidak ada orang
yang berani untunk melarang dan menegur mereka.
Bahkan Tiekwan dikota tersebut
tidak berani pula untuk menegur mereka, karena jika sampai buaya2 darat itu
marah, berarti ribuan orang buaya darat dikota tersebut akan mengamuk tidak
keruan Saja yang pasti akan menimbulkan kerusuhan.
Saat itu, disaat seperti itu,
tampak siberewok setelah tertegun sejenak, dia telah tertawa bergelak2 dengan
suara yang keras sekali.
"Hmmmm... begitukah
caramu menghadapi Toayamu?" tanyanya.
Rupanya siberewok ini gusar
dan mendongkol sekali, seorang penjual silat seperti sigadis berani
mengeluarkan kata2 begitu lancang, seperti juga tidak merasa takut sedikitpun
kepadanya.
Tentu saja hal itu telah
membuatnya disamping mendongkol, juga gusar sekali.
Sigadis telah tertawa sinis.
"Lalu apa yang diinginkan oleh Loya?" tanya sigadis kecil itu.
Sebelum si berewok itu
menyahuti, salah seorang kawannya telah mewakilinya; "Hmm, jika kau tidak
cepat2 berlutut memanggutkan kepala tiga kali untuk meminta maaf dan ampun,
maka ketiga batok kepala kalian, ayah beranak anak dipisahkan dari batang leher
masing2."
Tentu saja sigadis jadi gusar
sekali. Walaupun bagaimana dia seorang penjual silat yang mengerti ilmu silat
yang cukup hebat. Maka dari itu walaupun bagaimana dia tidak mudah dihina
orang.
Melihat buaya darat buaya
darat itu, yang umumnya memang memiliki tubuh yang tegap dan kuat, tetapi
umumnya mereka hanya merupakan manusia2 kasar yang tidak memiliki kepandaian
apa2.
Maka dari itu, dengan
sendirinya pula hal itu telah membuat sigadis jadi mendelikan matanya.
"Seharusnya kalian yang
berlutut dan meminta maaf kepada kalian... karena kalian telah berani
meremehkan ilmu silatku." katanya dengan suara keras sekali, suaranya
nyaring dan keras. "Jangan mimpi bahwa kalian bisa menindas kami bertiga
ayah den anak !"
Dan setelah berkata begitu,
dengan cepat sekali sigadis telah mengambil sikap bersiap2, untuk menyambut
serangan.
Melihat sikap sigadis, tentu
saja siberewok jadi tambah murka.
Dengan mengeluarkan suara
bentakan keras dia telah melangkah maju.
Dengan muka yang menyeramkan,
dengan garang sekali, dia mengulurkan tangannya untuk mencengkeram pergelangan
tangan kanan sigadis.
Tetapi sigadis gesit sekali
tidak mau dia di sentuh oleh tangan lelaki berewok itu.
Dengan cepat tangan yang
satunya dikibasnya, sehingga pedangnya berkelebat akan menyambit. tangan lelaki
berewok itu.
Keruan saja siberewok jadi
tidak mau membiarkan tangannya itu ditebas oleh pedangnya sigadis, karena jika
sampai tertabas berarti tangannya, itu akan menjadi buntung
Dengan cepat dia menarik
pulang tangannya, disaat itu dia telah mempergunakan kakinya, yang digerakan
silih berganti, maka dari Itu, tanpa ampun lagi perut sigadis tertendang
sehingga tubuhnya terputar dua kali, kemudian kejengkang rubuh bergulingan
diatas tanah.
Si kakek dan anak lelaki kecil
itu kaget bukan main dan dia sampai mengeluarkan suara teriakan yang sangat
keras bukan main, dan cepat2 memburu kearah sigadis.
"Eng, apakah engkau tidak
apa2 ?" tanya sikakek dengan suara yang lembut dan mangandung kekuatiran.
Sigadis yang dipangil sebagai
si Eng itu telah menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa ayah, tadi
aku hanya kurang waspada!" menyahuti sigadis.
Ayahnya itu jadi mengangguk agak
lapang hatinya, dia melihat gadisnya tersebut telah melompat berdiri.
"Aku akan mengadu jiwa
lagi dengan kau," teriak sigadis, si Eng itu. sambil memutar pedangnya
yang berkelebat Kelebat menyilaukan mata.
Siberewok berdiri dengan
bertolak pinggang tampaknya dia sama sekali tidak merasa takut terhadap
serangan Siangkiam sigadis.
Sedangkan gadis itu dengan
gusar dan penasaran sekali telah melancarkan serangan kepada lelaki berewok
itu, karena dia penasaran sekali tadi dirinya telah dirubuhkan begitu rupa oleh
siberewok.
Pedang sigadis yang tercekal
ditangan kiri Itu menyamber kearah paha siberewok.
Dengan sendirinya, dengan cara
menyerang begitu, sigadis ingin melukai siberewok didalam waktu yang sangat
singkat sekali.
Tetapi siberewok rupanya bukan
termasuk orang yang lemah sebab dengan cepat sekali dia telah berhasil untuk
mengelakkan serangan sigadis.
Bahkan dengan cepat sekali dia
telah berhasil mencegat tangan kanan sigadis, yang diputarnya kebelakang.
Sigadis mengeluarkan Suara
jeritan kaget dan kesakitan, pedangnya terlepas.
Terapi karena penasaran bukan
main, sigadis telah melancarkan serangan menabas dengan pedangnya yang satu
lagi.
Namun, kembali pergelangan
tangannya berhasil dicekal oleh si berewok dan tanpa ampun lagi pedangnya yang satu
itupun ikut terlepas.
Tentu saja keadaan seperti itu
telah membuat sigadis yang dipanggil si eng itu hampir mau menangis karena
sangat penasaran sekali.
Cepat bukan main dia berusaha
untuk meronta, melepaskan diri dari cekalan si berewok, namun usahanya gagal
sekali.
Ketujuh orang kawannya
siberewok telah tertawa bergelak2 dengan suara menyeramkan dan siberewok
sendiri telah tertawa, disusuli oleh perkataan yang sombong bukan main:
"Ayo merontalah! lepaskanlah dirimu!"
Dan sambil berkata begitu, terus
juga memegangi kedua pergelangan tangan sigadis, kuat sekali, sehingga gadis
itu sama sekali tidak berdaya untuk melepaskan diri.
"Lepaskan anakku
itu!" bentak siayah dari gadis penjual silat tersebut.
Tetapi siberewok hanya melirik
sedikit saja kepada kakek itu. kemudian dia telah berkata dengan suara yang
dingin dsn menyeramkan "Hemmm, tua bangka tidak punya guna, Engkau tidak
memiliki kesanggupan untuk merawat dan mendidik anakmu dengan baik, sehingga
untuk menghidupi dan memberi makannya engkau sengaja menjual kecantikannya
dengan mempergunakan beberapa jurus ilmu silat pedang yang jelek sekali, engkau
memperalatnya untuk mencari uang! Hahahahahaa, karena engkau tidak bisa
membahagiakannya apa salahnya jika anak gadismu ini diserahkan kepada Toayamu,
agar aku yang merawatnya...?"
Muka kakek tua itu jadi merah
padam, dalam gusarnya itu, tahu2 dia telah mencabut ke luar sebatang pedang
pendek, yang dikibaskannya sambil disertai bentakannya yang keras sekali.
"Baik, aku akan
mempertaruhkan jiwa dan tulang tuaku ini dengan kau!" katanya dengan suara
yang murka bukan main.
Lalu dengan cepat dia telab
melompat mendekati siberewok.
Tetapi, kedua kawannya
sibarewok itu telah melompat menghadang menghalanginya.
Kelima kawan siberewok yang
lainnya hanya tertawa bergelak dengan suara yang keras sekali.
"Hemm hajar tua bangka
itu, biar dia mengetahui siapa kita sesungguhnya!" perintah si berewok.
Kedua orang yang menghalangi
si ayah gadis itu, telah menyahuti dengan suara yang keras dan dengan muka
garang mereka msnghadapi sikakek tua itu.
Ayah si Eng itu murka bukan
main, dalam kalapnya itu, dia sudah tidak memikirkan jiwa dan keselamatan
dirinya lagi, dengan mengeluarkan suara bentakan yang sangat keras sekali dia
telah menerjang mempergunakan pedang pendeknya. Dia melancarkan serangan kuat
sekali kepada kedua lawannya itu.
Tetapi kedua lewannya itu,
walaupun tidak bersenjata, ternyata sangat berani sekali.
Mereka yang tampaknya bertubuh
tegap kuat itu, telah berdiam diri saja, seperti menantikan tibanya serangan
dan disaat mata pedang dari sikakek itu meluncur kearah dada salah seorang dari
mereka berdua, maka yang seorangnya cepat2 menghantamkan kepalan tangannya yang
kuat kepunggung sikakek.
Tentu saja. dihantam begitu
keras dan cepat, sikakek tidak bisa mengelakkan diri.
Bahkan serangan itu telah
menghantam tulang punggungnya itu, membuat si kakek jadi terjerembab dan tiba
melancarkan serangan seperti yang diinginkannya.
Lawannya yang orang itu, yang
tadinya diserang oleh pedang pendeknya, telah tertawa bergelak2.
Tampaknya kedua orang ini
sombong sekali.
Sikakek berusaha merayap untuk
bangun, tetapi pinggangnya itu telah diinjak oleh kaki kanannya dari seorang
lawannya.
Tentu saja disamping
kesakitan, kakek tua itu juga tidak bisa segera bangun
Disaat itu, karena tengah
dalam keadaan kalap, sigadis meronta sekuat tenaganya, tetapi tetap saja dia
tidak bisa melepaskan tangannya dari cekalan siberewok, yang terus tidak
hentinya tertawa bergelak.
Sianak ketil itu, menjerit
"Ayah...l" waktu melihat keadaan ayahnya itu menguatirkan sekali.
Dia telah melompat maju.
Tetapi belum lagi dia bisa
mengayunkan kepalan tangannya yang kecil kepada lawannja yang menginjak
pinggang ayahnya, justru orang itu telah mengibas kebelakang dengan kepalan
tangannya.
Maka tanpa ampun lagi, disaat
itu juga tubuh sianak lelaki itu telah "Terbang" terpental keras
sekali, kemudian ambruk diatas tumpukan perkakas dengan alat mereka, sehingga
mengeluarkan suara gerombrongan keras bukan main.
Hek Sin Ho ketika melihat
semua ini, jadi gusar bukan main.
Hek Sin Ho mengetahui bahwa
sigadis dengan ayah dan adiknya menjual silat adalah untuk mencari uang guna
melewati hidup mereka bukan Untuk menjadi jago2 yang temberang, mereka juga
tidak sekali2 ingin mengacau, tak ingin mempergunakan ilmu silat yang dimiliki
mereka itu, walaupun sedikit sekali dan rendah untuk melakukan suatu kejahatan.
Tetapi justeru siberewok dan
kawan2nya ini yang telah sengaja mencari2 urusan.
Dengan sendirinya, mau tak mau
didalam hal ini telah membuat darah Hek Sin Ho jadi meluap sampai kekepalanya.
Tetapi untuk sementara waktu
dia tidak bermaksud turun tangan dulu, karena dia ingin menyaksikan dulu
sesungguhnya apa yang hendak dilakukan oleh siberewok itu bersama dengan
kawan2nya.
Dilihatnya siberewok dengan
mengeluarkan! suara tertawa yang menyeramkan, telah mengangkat tubuh sigadis,
si Eng, yang pinggangnya dirangkul, yang ingin dibawa pergi.
Melihat keadaan seperti itu,
bukan main kalapnya ayah si Eng, dengan mengeluarkan bentakan yang mengguntur dan
muka yang merah padam karena darah telah naik sampai kekepalanya tampak ayah si
Eng telah meronta sekuat tenaganya, tahu2 tangan kanannya itu dikebelakangkan
dan sreeettt ujung pedang pendeknya telah dihantamkan tepat sekali menyerempet
kaki orang yang menginjak pinggangnya. Keruan orang itu kesakitan dan kaget,
dia sampai berjingkrak2.
Sedangkan sikakek telah cepat2
melompat berdiri, dia telah menerjang kearah siberewok yang saat itu berdiri
memunggunginya.
Dengan tidak mempcrdulikan
suatu apapun juga, sikakek tua yang menjadi ayah si Eng telah menikamkan pedang
pendeknya itu, dengan maksud ingin membinasakan siberewok.
Tetapi siberewok ternyata
memiliki kepandaian yang hebat juga.
Disaat dia mendengar
mendesisnya angin serangan yang kalap dari sikakek, dengan cepat sekali dia
telah mengeluarkan suara yang nyaring. dia telah melompat dan melancarkan
pukulan dengan tangan kirinya.
"Buuuukkk!"
Tubuh si kakek yang menjadi
ayah si Eng terlempar jauh sekali, dan juga tubuhnya itu telah terbanting
diatas tanah dengan keras.
Waktu dia merayap ingin
bangun, justru di saat itu dia merasakan mulutnya amis dan asin karena dia
telah memuntahkan darah segar.
Dengan muka yang pucat, si
kakek telab berusaha untuk berdiri.
Tubuhnya gemetaran dan
terhuyung2 seperti pohon yang tertiup angin. Tampaknya keadaannya cukup parah
dan dia tidak akan kuat untuk melancarkan serangan lagi.
Namun disebabkan menguatirkan
keselamatan anak gadisnya, maka dengan mati2an dia mengempos seluruh kekuatan
tenaga yang ada padanya, dengan cepat sekali dia berusaha untuk melangkah maju
guna melancarkan serangan lagi dengan pedang pendeknya itu.
Hek Sin Ho yang melihat
keadaan yang berlangsung demikian macam, merasakan bahwa waktunya telah tiba.
Dia menyadarinya, keadaan sikakek sudah menguatirkan sekali, maka dari itu jika
dia berlambat2, tentu jiwa sikakek akan kena dicelakai oleh lawan2nya itu.
Dengan berpikir demikian,
cepat sekali Hek Sin Ho mengeluarkan suara hentakkan "Tahan!" yang
nyaring sekali, tubuhnya telah melompat masuk ketengah gelanggang, gerakannya
gesit bukan main.
Tentu saja siberewok dan
kawan2nya itu di terkejut.
Mereka telah menoleh dan
melihatnya bahwa yang membentak itu ternyata seorang pemuda yang mukanya hitam
seperti pantat kuali.
Dengan bengis, dua orang kawan
siberewok telah membentak.
"Apakah engkau ingin
memperlihatkan ketangguhanmu heh?" bentaknya bengis. "Apakah engkau
ingin menjadi pahlawannya gadis ini?"
Sambil membentak begitu,
sambil mengeluarkan suara erangan yang keras sekali, dia telah menerjang akan
menghantam kepada Hek Sin Ho.
Tetapi disaat Itulah telah
terjadi suatu peristiwa yang benar2 mengejutkan mereka.
"Plaaakkk,
plooookkkk!" tahu2 pipi kedua orang tersebut telah berhasil ditempeleng
oleh Hek Sin Ho, sampai gigi mereka telah rontok seketika itu juga.
Disaat ttulah, dengan cepat
sekali Hek Sin Ho menggerakkan juga kakinya.
Tanpa ampun lagi, tubuh kedua
orang itu telah terlemparkan dan terlambung ketengah udara, waktu terbanting
kembali ditanah, mereka sudah tidak bergerak lagi, pingsan dengan muka
berlumuran darah.
Tentu saja siberewok juga
tekejut, segera dia menyadarinya bahwa Hek Sin Ho bukan pemuda sembarangan.
Maka dari itu, dengan cepat
sekali dia telah mengeluarkan suara bentakan, memanggil salah seorang kawannya,
diserahkannya si Eng kepada kawannya itu, sedangkan dia sendiri telah
menghampiri Hsk Sin Ho dengan wajah yang menyeramkan dan garang sekali.
"Hemm, setan kecil, apa
maksudmu mencampuri urusan Toayamu ?" bentaknya dengan suara yang bengis
bukan main. dan bentakan itu disertai juga dengan uluran tangannya yang ingin
menjambak baju dada Hik Sin Ho.
Tetapi Hek Sin Ho mana mau
membiarkan lawannya menjambak bajunya begitu rupa.
Dengan cepat dengan hanya
mempergunakan jari telunjuknya, dia telah menotok jalan darah dipergelangan
tangan siberewok.
Tanpa ampun lagi, tangan
siberewok jadi lemas tidak bertenaga, tertotok tidak bisa dipergunakan, dia
merasakan pundaknya ngilu dan pegal sekali, seketika itu juga siberewok jadi
kaget tidak terhingga, dengan mengeluarkan seruan kaget, dia telah melompat
mundur beberapa tombak.
"Engkau mempergunakan
ilmu siluman apa, setan kecil?" bentaknya dengan bengis.
"Hemmmmm ilmu siluman?
Itulah ilmu silat sejati yang engkau ingin lihat!" kata Hek sin Ho dengan
suara mengejek.
Tentu saja muka siberewok jadi
merah padam, karena walaupun bagaimana dia sangat gusar dirinya telah tertotok
begitu. dengan kedipan matanya dia telah memberi isyarat kepada kawannya, maka
empat kawannya telah melompat mengepung dan mengurung Hek Sin Ho.
Walaupun dikurung oleh keempat
orang itu Hek Sin Ho tidak takut atau gugup.
Dengan mudah, dia melayani
serangan keempat orang tersebut.
Bahkan, karena Hek Sin Ho
tengah mendongkol bukan main, dia telah menyambar lengan dari salah seorang
lawannya, dengan cepat sekali dia telah memutar tubuh orang tersebut yang
menghantam jitu sekali muka ketiga orang kawannya tersebut.
Dengan mengeluarkan suara
setuan kaget, mereka telah terguling diatas tanah.
Kepala mereka pusing dan
pandangan mata mereka jadi berkunang-kunang.
Dengan sendirinya, mau tidak
mau didalam hal ini telah membuat si berewok jadi tambah terkejut sekali.
Cepat bukan main, dengan
gerakan yang gesit, siberewok telah melompat mendekati salah seorang kawannya.
Tahu2 dia telah mencabut
sebatang golok, dan dengan senjata tajam itu dia telah menghampiri karena Hek
Sin Ho, dengan sikap yang mengancam sekali?
"Setan kecil hitam."
serunya dengan suara yang menyeramkan sekali "Rupanya engkau memang
mencari mampus."
Dan setelah berkata begitu,
dengan cepat sekali dia mengeluarkan suara bentakan dan melancarkan serangan
yang bertubi2 dan beruntun kepada Hek Sin Ho.
Goloknya itu bagaikan berobah
menjadi puluhan batang, karena digerakan terlalu cepat, maka dengan sendirinya
Hek Sin Ho juga barus berkelit kesana dan mengelak kemari.
Rupanya sibrewok itu merupakan
seorang jago silat yang mengerti ilmu golok, maka dari itu, dia bisa
melancarkan serangan yang bertubi2 dengan mempergunakan goloknya tersebut.
Saat itu, kebetulan sekali
yang dihadapinya adalah Hek Sin Ho, yang memang merupakan akli waris dari
seorang pendekar ilmu golok, maka dari itu siberewok sama sekali tidak berdaya
untuk menghadapinya.
Setiap serangannya selalu
dapat dielakkan oleh Hek Sin Ho dengan mudah.
Walaupun tidak mencekil golok,
tetapi Hek Sin Ho tidak terdesak oleh serangan lawannya.
Dalam waktu yang singkat
sekali, telah belasan jurus yang lewat.
Disaat itu sikakek penjual
silat itu telah berdiri semula dia bermaksud akan menyerbu kekawan siberewok
yang tengah mencekal tangan anak gadisnya.
Tetapi disaat itu, dengan
cepat sekali, dia juga telah berpikir, yaitu untuk menantikan tuan penolongnya
itu membereskan siberewok.
Dengan sendirinya, dia telah
berdiam diri saja sedangkan anak lelaki itu juga berdiri diam disamping
ayahnya.
Saat itu, Hek Sin Ho merasakan
bahwa dia telah cukup lama mempermainkan siberewok.
Maka disaat golok siberewok
tengah menyambar datang kearahnya, Hek Sin Ho berdiri diam saja, sama sekali
tidak bergerak dari tempatnya
Tentu saja sikakek penjual
silat dan orang2 lainnya yang menyaksikan hal tersebut jadi kaget bukan main
semuanya mengeluarkan suara jeritan tertahan.
Karena mereka melihat betapa
golok itu menyambar datang dengan deras sekali dan jika memang Hek Sin Ho tidak
mencelakakan diri, berarti kepalanya akan terbacok golok lawannya itu.
Tetapi dugaan semua orang itu
ternyata meleset sama sekali.
Dengan cepat sekali, Hek Sin
Ho mengulurkan tangannya.
Dan jepitan itu kuat bukan
main, golok itu tidak bisa meluncur turun terus, dan tidak bisa ditarik pulang
oleh siberewok.
Tentu saja keadaan seperti ini
telab membuat siberewok jadi kaget bukan main, dia sampai mengeluarkan seruan
yang keras dan mengempos semangatnya.
Namun walaupun siberewok telah
menarik goloknya itu dengan sepenuh tenaganya, tetap saja golok itu tidak
bergeming
Maka dari itu, mau tak mau
siberewok jadi mengeluh dan disaat seperti itulah dia baru terkejut dan mau
mengakui bahwa Hek Sin Ho memang memiliki kepandaian yang bukan main hebatnya.
Disaat kagetnya itu belum
lenyap, Hek Sin Ho menggerakan kedua jari tangannya itu, maka terdengarlah
suara "trang" yang cukup nyaring, dimana golok tersebut telah
terpatahkan menjadi dua!
Karena siberewok tengah
menariknya dengan keras sekali, maka tidak mengherankan disaat golok itu
terpatahkan menjadi dua seketika itu juga tubuh siberewok telah terhuyung
kebelakang dan rubuh terjengkang!
Bersambung