-------------------------------
----------------------------
Jilid 12 (tamat)
Hek SIN HO tertawa tawar.
"Enak saja kau
bicara." katanya kemudian. "Mana mungkin urusan itu terjadi. Walaupun
kau kerahkan seluruh kekuatan dari pengawal istana. tidak nantinya jago2 istana
itu dapat menghadapi pendekar2 besar itu. Jika memang kalian yang sipat kuping
dan angkat kaki seribu untuk lari kepangkuan ibu dan nenekmu, tentu itu memang
bisa dimaklumi... Kalau memang kalian bisa menandingi mereka, untuk apa kalian
bersusah payah mengundang ketiga Taysu ini?"
Hek Sin Ho berkata dengan
suara yang wajar, dengan sikap yang berani sekali, kata2nya juga memang masuk
dalam akal, sehingga ketiga peadeta itu jadi tertawa dingin beberapa kali
dengan muka yang merah.
Sedangkan Song Tongleng yang
memang tidak pandai bicara, jadi gelagapan.
Dia murka dia penasaran dia
juga memang diliputi ketakutan takut kalau2 ketiga pendeta itu merobah
pikirannya. Kalau terjadi begitu, bukanlah hal itu sangat membahayakan
sekali?"
Maka disaat dia gugup begitu,
dia teringat
sesuatu,
"Jika tidak salah engkau
memang masih ada hubungannya dengan Ouw Hui dan Biauw Jin Hong bukan?"
tanyanya dengan suara yang dingin.
"Aku mana memiliki
peruntungan yang begitu baik sehingga bisa mempunyai hubungan dengan para
pendekar besar itu ?" balik tanya Hek Sin Ho.
Semula Tongleng itu bermaksud
melibatkan Hek Sin Ho dengan nama2 jago itu, untuk membangkitkan kemarahan dan
penasaran dari ketiga pendeta itu.
Dengan adanya jawaban Hek Sin
Ho, bukan saja Tongleng itu tidak berhasil menarik simpati dari ketiga pendeta
itu, malah sebaliknya.
"Hemmm, rupanya Song
Tongleng bekerja terlalu ceroboh, sehingga anak semuda ini ingin disangkut
kaitan dengan begitu mudah saja kepada beberapa nama jago2 didaratan Tionggoan
?....."
Tentu saja, hal ini telah
membuat Tongleng itu jadi kelabakan.
Tetapi dia cepat2 telah
menyahuti. "Sam Wie Taisu, mulut anak ini memang sangat berbisa, jika dia
bicara terus, tentu dia akan blcara hal yang tidak2 Maka terlebih dulu kita
tangkap dia kemudian kita korek keterangan darinya, meacari asal usulnya dengan
sebenarnya
"Hemm, kami tentunya tidak
perlu diajari oleh kau, Song Tongleng, kami lebih mengetahui apa yang harus
kami lekukan." kata sipen-dsta jubah kuning itu dengan suara yang dingin
dan tidak mengandung perasaan apapun juga.
"Jika demikian, biarlah
setan kecil itu kuserahkan kepada Sam Wie Taisu." kata Song Tongleng yang
jadi kewalahan oleh perkembangan yang terakhir ini.
Sedangkan Hek Sin Ho sendiri
telah tertawa dingin berulang kali.
Pemuda ini telah melihat bahwa
Song Tongleng mulai salah tingkah.
tetapi disaat Hek Sin Ho
tengah girang begitu, disaat itu juga tampak tangan sipendeta baju putih telah
bergerak lagi.
"Naik." teriak
pendeta itu.
Dan seperti tadi tubuh Hek Sin
Ho telah terbang keatas lagi, telah diputar pula oleh pendeta itu.
Malah kali ini pendeta itu
memutarnya dalam waktu yang sangat lama dan panjang sekali sehingga membuat Hek
Sin Ho pusing bukan main.
terlebih pula, putaran itu
merupakan kekuatan tenaga dalam yang dahsyat, yang membuat Hek Sin Ho tidak
bisa menguasai diri. akibat dari gencatan tenaga dalam itu.
Dengan Sendirinya, dia
merasakan kepalanya seperti ingin pecah, langit seperti ingin runtuh. Diam2 Hek
Sin Ho mengeluh
"Rupanya kali ini aku
tidak bisa lolos dari kematian." katanya dengan suara yang putus asa.
Dan baru Saja dia berpikir
begitu, baru dia berucap begitu, maka disaat itu jaga sipendeta berjubah putih
itu telah menghentak tangannya lagL
Maka seketika itu tubuh Hek
Sin Ho meluncur turun ketanah, terbanting keras bukan main sehingga menimbulkan
suara yang keras sekali.
Seketika itu juga Hek Sin Ho
mengeluarkan suara jerit kesakitan yang nyaring kepalanya pusing bukan main.
Untuk saat yang cukup lama dia
tidak bisa bangun berdiri, tetap diam ditempatnya itu dengan kepala tertunduk
dan mata yang dipejamkan rapat2.
Setelah pusing dtkepalanya itu
agak berkurang, barulah Hek Sin Ho membuka matanya itu.
"Katakan terus
terang...." kata sipendeta jubah putih, Dan yang terpenting harus bicara
jujur... siapa jago2 lainnya! Jika saja kau mau membawa adat, kami bisa membawa
adat juga, dan yang akan celaka adalah dirimu sendiri?"
Dan setelah berkata begitu,
sipendeta telah memandang dengan sinar mata yang sangat tajam sekali kepada Hek
Sin Ho.
Saat itu Hek Sin Ho telah
berusaha untuk berdiri, dia bingung bukan main.
Jika dirinya terus menerus
dipermainkan oleh ketiga hweshio itu yang mengandalkan kekuatan tenaga
lwekangnya yang sempurna, niscaya dirinya yang akan celaka.
Tetapi, untuk menghadapi
kekuatan tenaga dalam pendeta itu, diapun tidak memiliki kesanggupan.
Didalam keadaan seperti itu,
ketika sipendeta tengah berkata2, tiba2 sekali Hek Sin Ho teringat sesuatu.
"Ihhh...!" diam2 dia
telab berpikir didalam hatinya. "Mengapa aku tidak mempergunakan jurus Ie
Hong Hoa?"
Yang dimaksud dengan jurus Ie
Hong Hoa adalah jurus Hujan Angin Bunga, suatu jurus yang sangat luar biasa,
yang telah dciptakan oleh ayahnya, dengan menggabungkan ilmu dari dua keluarga,
yaitu dari keluarga Ouw dan keluarga Biauw, Seperti diketahui bahwa ayah Hek
Sin Ho memang telah berhasil menctptakan semacam ilmu gabungan yang hebat
sekali.
Bukan main girangnya Hek Sin
Ho.
Dia memang belum pernah
mempergunakan ilmu itu, tetapi Hek Sin Ho memang telah pernah diberitahukan
oleh ayahnya bahwa jurus Ie-Hong Hoa itu merupakan jurus yang luar biasa.
Betapa lihaynya sang lawan,
jangan harap lawan itu bisa menguasai dirinya.
Maka dari itu mau tidak mau
memang Hek Sin Ho jadi girang bukan main tahu2 dia telah melompat dengan
sepasang kakinya dikakukan dan dengan mengeluarkan suara bentakan, tahu2 dia
telah menggerakkan kedua tangannya dengan gerakkan ditekuk dan dilonjorkan
berulang kali.
Gerakan itu tentu saja
merupakan gerakan yang sangan ajaib sekali dan tampaknya juga merupakan gerakan
yang biasa saja.
Tetapi aneh, dari kedua
tangannya meluncur keluar serangkuman angin serangan yang perlahan dan lembut
sekali tetapi bisa menghancurkan.
Ketiga pendeta itu jadi kaget
bukan main karena biar bagaimana mereka adalah jago jago yang sudah sempurna
ilmu lwekangnya, mereka telah mengetahui dan dapat membedakan mana ilmu sejati
dan mana yang bukan.
Waktu mereka merasakan
menyambarnya angin serangan yang begitu halus dan lembut tentu saja mereka jadi
terkejut bukan main sebab diantara kelembutan itu menyelusup semacam tenaga
yang tajam sekali.
Sipendeta jubah putih itu
mengeluarkan suara seruan tertahan dan cepat2 menggerakkan tangannya. Ia
menghentak keatas dia bermaksud untuk melontarkan tubuh Hek Sin Ho ketengah
udara lagi.
Tetapi yang mengejutkan dia
justru serangannya sama sekali tidak berhasil, jangankan tubuh Hek Sin Ho terlontarkan,
sedangkan bergeser saja dari tempatnya berdiri tidak sama sekali, tentu saja
hal itu telah mengejutkan sipendeta, yang telah mengulangi serangannya itu
beberapa kali, namun tetap saja gagal, sehingga membingungkan bukan main hati
pendeta tersebut.
Walaupun bagaimana memang
kenyataannya terlihat jelas, Hek Sin Ho seperti telah memperoleh suatu kekuatan
yang tidak bisa dibendung lagi, karena dia telah menerima serangan dari si
pendeta dengan kekuatan yang sangat hebat.
Dengan sendirinya, mau tidak
mau telah membuat Hek Sin Ho dapat menggerakkan tangan dan kakinya tanpa
terpengaruh oleh hentakan tangan sipendeta.
"Ihhh." pendeta itu
telah mengeluarkan suara tertahan.
Karena dia sama sekali tidak
menyangka bahwa didunia ada orang yang bisa bertahan dari kibasan tenaga
dalamnya itu.
Selama mereka melatih ilmu
itu, mereka tidak pernah gagal untuk merubuhkan lawan-lawan mereka, walaupun
bagaimana liehaynya lawan itu.
Tetapi Hek Sin Ho, seorang
pemuda tanggung ini, ternyata bisa mempertahankan diri dari serangan tenaga
dalam mereka itu.
Dengan sendirinya pula, mau
tidak mau pendeta itu disamping terkejut, juga merasa kagum sekali.
Mereka jadi menduga duga,
entah ilmu apa yang telah dipergunakan oleh Hek Sin Ho.
Bahkan kedua pendeta yang
lainnya jadi penasaran waktu melihat usaha kawan mereka itu tidak memberi
hasil.
Dengan cepat mereka telah
menghentak juga dengan lwekang mereka.
Namun tetap saja Hek Sin Ho
tidak bisa dilontarkan pula. hanya pemuda itu tampak telah bergerak-gerak dan
bersilat dengan jurus2nya yang aneh itu.
Keruan saja ketiga pendeta itu
jadi bingung mereka menghentikan serangan dan hanya mengawasi tertegun.
Tetapi mereka jujur, mereka
mengakui bahwa ilmu yang dimiliki Hek Sin Ho sangat luar biasa sekali, maka
dari itu sipendeta putih itu berkata dengan suara yang lantang "Sungguh
hebat kau setan hitam ilmu apa yang kau gunakan?"
"Kalian ingin tahu?"
tanya Hek Sin Ho sambil menghentikan gerakannnya juga.
"Sebutkanlahl"
mendongkol juga pendeta itu yang melihat sipemuda telah memperlihatkan sikap
seperti mempermainkan mereka.
"inilah yang dinamakan
ilmu mengusir tiga orang dedemitl" kata Hek Sin Ho lagi.
Keruan saja ketiga pendeta itu
jadi terkejut sekali. karena dengan berkata begitu, berarti Hek Sin Ho memang
sengaja menyindirnya.
Maka dari itu, dengan
mengeluarkan suara seruan gusar, ketiganya telah melancarkan serangan yang
serentak, dengan mempergunakan lweekang mereka.
Hek Sin Ho juga tidak berani
berayal lagi, dengan cepat bukan main dia telah menggerakkan tangan dan kakinya,
dia telah bersilat dengan Ie Hong Hoa, dengan gerakan2nya yang aneh.
Tetapi karena ketiga orang
pendeta itu melancarkan serangannya dengan serentak, dengan sendirinya tenaga
lweekang mereka meluncur juga dengan serentak.
Maka dari itu, tidak mengherankan
jika kekuatan itu jauh lebih kuat dibandingkan dengan tadi.
Walaupun Hek Sin Ho telah
berusaha untuk menghadapi tekanan dari tenaga dslam ketiga orang pendeta itu,
namun usahanya itu masih ] gagal sebagian, karena tubuh Hek Sin Ho telah! terlontarkan
ketengah udara, terangkat sedikit demi sedikit, dengan sipemuda masih terus
juga bersilat dengan gerakannya aneh, yang tebentar melonjorkan tangannya dan
sebentar menekuk.
Dengan sendirinya, hal itu
telah memperlihatkan bahwa kepandaian yang dimiliki ketiga pendeta itu memang
berada diatas Hek Sin Ho
Hanya saja disebabkan Hek Sin
Ho telah mempergunakan kepandaian yang aneh dan hebat sekali, dengan sendirinya
dia tidak mudah untuk dipermainkan kembali.
Disaat itulah, dengan
penasaran sekali, ketiga pendeta yang tengah penasaran, dan juga sebagai jago2
yang sudah tidak msmiliki tandingan lagi, dengan sendirinya memperoleh lawan
yang berat seperti Hek Sin Ho, mereka jadi tertarik. Maka mereka telah
mengibaskan tangan mereka pulang pergi tidak hentinya, mereka telah melancarkan
Serangannya itu dengan dahsyat sekali, semakin lama semakin hebat.
Hek Sin Ho sendiri jadi gugup.
Dia belum yakin bahwa ilmunya itu bisa menghadapi kepandaian ketiga orang
pendeta itu. Maka dia telah bersilat dengan Ie Hong Hoa dengan sekuat
telaganya, semakin lama gerakan2nya semakin cepat dan gesit sekali.
Yang luar biasa, justru dia
bersilat dengan tubuhnya yang terapung di tengah udara seperti itu....
Song Tongleng yang menyaksikan
jalannya pertempuran itu, jadi berdiri bengong saja.
Seumur hidupnya, baru kali ini
Song Tongleng menyaksikan pertempuran sedahsyat seperti itu.
Sebagai orang kepercayaan
Kaisar, sesungguhnya dia telah diakui oleh orang2 rimba persilatan sebagai jago
yang memiliki kepandaian luar biasa.
Tetapi kini, melihat jalannya
pertempuran antara ketiga orang pendeta dengan Hek Sin Ho dengan sendirinya
telah membuat Song Tongleng jadi berdiam diri dengan muka yang pucat, karena
dia tengah membayangkan jika saja dia yang menggantikan kedudukan Hek Sin Ho
untuk menghadapi ketiga pendeta itu, siang2 tubuhnya sudah hancur...!
Sedangkan Song Tongleng
sendiri sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa Hek Sin Ho ternyata memang
memiliki kepandaian yang demikian hebat.
Maka dari itu, tidak habisnya
dia menghela napas dan menyesal dirinya mengapaijusteru dia tidak memiliki
rejeki yang sebesar itu, yang bisa mempelajari ilmu silat yang yang hebat dan
tinggi.
Jalannya pertempuran yang
tengah bertanggung antara Hek Sin Ho dengan ketiga pendeta aneh ini berlangsung
semakin lama semakin hebat.
Gerakan kedua tangan dari
ketiga pendeta itu Semakin lama jadi semakin perlahan.
Tetapi bagi ahli2 yang bermata
tajam mereka bisa mengetahui bahwa gerakan yang semakin perlahan dan berat Itu
bukan berarti mereka
Sudah letih melainkan tenaga
menyerang mereka semakin hebat, tetapi yang lebih luar biasa, justeru Hek Sin
Ho masih tetap bersilat dengan menggerakkan sepasang kaki dan tangannya itu
Dengan tubuh melayang2
ditengah udaia, akibat tekanan tenaga lweekang yang dilontarkan oleh serangan
ketiga pendeta itu.
Diam2 Hek Sin Ho telah
mengeluh didalam hatinya, jika memang dia melakukan pertempuran seperti itu
terus menerus, niscaya akhirnya dia akan letih dan dengan sendirinya dia akan
rubuh tidak berdaya.
Maka dari itu, cepat sekali
dia berpikir untuk mencari akal.
Sebagai seoraog anak yang
cerdik dan tabah akhirnya Hek Sin Ho telah berteriak dengan suara yang nyaring,
dengan tetap kedua tangannya itu bergerak2 terus:
"Hemm, kalian mengaku
sebagai tiga Buddha yang tiada tandingannya dikolong langit ini, Tetapi tidak
malukah kalian bertiga telah mengeroyok diriku tanpa memperoleh kemenangan
walaupun telah Bertempur sekian lama?"
Tajam kata2 yang dilontarkan
Hek Sin Ho, seketika itu juga maka Ketiga pendeta itu jadi berobah merah padam.
Sedangkan Hek Sin Ho tetap
meneruskan perkataannya lagi, "Jika memang kalian benar2 memiliki
kepandaian tinggi mengapa harus memilih seorang jago muda tidak berarti seperti
diriku? Mengapa kalian tidak mencari pendekar besar?
"Hemmm! Hemmm! Sekarang
aku tahu, Jika terhadapku, engkau tentu bisa menghina dengan mengandalkan
jumlah banyak, sedangkan terhadap jago2 besar engkau dengan mudah akan
dirubuhkan hanya dalam satu jurus?"
Ketika orang pendeta itu Jadi
bertambah merah mukanya, mereka malu dan gusar sekali tetapi mereka tengah
mengerahkan kekuatan tenaga murni mereka tidak dapat mereka memecahkan
perhatian dan kekuatan, tidak bisa mereka bicara
"Hemm." mendengus
Hek Sin Ho lagi. "Kalian bertiga, tetap tidak bisa memenangkan aku! Hemmm,
sungguh pendeta pendeta gundu1 tidak punya guna."
Ketiga pendeta itu sudah tidak
bisa mempertahankan dirinya lagi, mereka telah menarik pulang kekuatan tenaga
menyerang mereka.
"Baiklah." kata
mereka kemudian hampir serentak. Kau tunjukkanlah, jago yang mana harus kami
lawan, Dengan ditariknya pulang tenaga serangan ketiga pendeta itu, maka Hek
Sin Ho telah meluncur turun dapat berdiri ditanah.
Sekujur tubuhnya telah mandi
keringat, dia juga bernapas dengan memburu.
Pertempuran yang tadi benar2
telah meletihkan sekali diri pemuda ini.
"Hemm, begitu baru
perbuatan seorang hohan dan Enghiong, jangan hanya mementang mulut dan menepuk
dada mengakui diri sebagai pendekar besar, seorang Taihiap, tidak tahunya
perbuatannya tidak lebih dari kurcaci yang main keroyok dan main pilih lawan,
yang muda dan yang lemah, yang mudah dirubuhkan!"
Muka ketiga pendeta itu
bertambah merah, karena perkataan yang dilontarkan oleh Hek Sin Ho merupakan
perkataan yaag sangat tajam menusuk hati mereka.
Tentu saja sebagai seorang
pendekar, maka ketiga pendeta itu merasa malu dengan teguran Hek Sin Ho.
Mereka memang merasakan bahwa
menghadapi seorang pemuda saja seperti Hek Sin Ho, mereka tidak bisa
merubuhkannya. bagaimana mereka bisa menepuk dada mengatakan bahwa mereka merupakan
jago2 tanpa tanding dikolong langit?
Maka dari itu, dengan cepat
sekali mereka telah mengangguk sambil berkata
"Baiklah! Kami mau
mengampuni jiwamu, tetapi mari kita berjanji, karena ini memang
syaratnya!" kata sipendeta jubah merah.
"Apa syaratnya?"
tanya Hek Sin Ho girang karena tipunya telah termakan.
"Hemm, kami akan
menantikan kalian disini sebulan lagi engkau harus membawa jago yang kau
sebutkan itu!" kata sipendeta. "Jika memang tidak, maka walaupun kau
lari ke ujung bumi, kami akan mengejar dan membinasakan dirimu!"
"Baik." Hek Sin Ho
telah menerima tantangan itu dengan tidak berpikir lagi,
"Sekarang kau
pergilah!" kata sipendeta jubah merah
Hek Sin Ho tidak segera angkat
kaki. Dia hanya tertawa.
"Mengapa engkau tidak
cepat2 menggelinding pergi?" bentak pendeta yang seorangnya lagi, yang
memakai jubah kuning, dengan mendongkol. Dia menduga, Hek Sin Ho dengan
sikapnya itu ingin mengejek mereka.
Hek Sin Ho menunjuk kearah
Song Tongleng.
"Entah Taijin itu
mengijinkan aku pergi atau tidak?" tanyanya,
"Kami yang mengijinkan!
Pergilah" kata pendeta jubah merah itu.
Muka Song Tongleng merah padam
karena murka sekali kepada Hek Sin Ho.
Tetapi dia cerdas juga, tidak
mau dia melarang, karena dia menyadarinya, jika dia berusaha menahan sipemuda,
Hek Sin Ho, berarti dia yang akan berurusan deagan ketiga orang pendeta itu.
Maka dari itu, ketika Hek Sin
Hp tertawa lebar sambil melambai-lambaikan tangannya kearah dia seperti juga
mengejeknya. Song Tongleng berdiam diri saja, dia sengaja menunduk tidak mau
melibat kepergian Hek Sin Ho.
Dengan cepat Hek Sin Ho telab
berlari-lari dan kemudian telah keluar diri hutan.
Selama dalam perjalanan menuju
ke Bu Ciang, diam2 Hek Sin Ho jadi berkuatir bukan main. karena dia jadi
teringat kepada ketiga pendeta yang luar biasa, yang telah menjadi orang
undangan dari pemerintah penjajah.
Jika memang selain ketiga
pendeta itu masih terdapat orang2 hebat lainnya, bukankah jago2 didaratan
Tionggoan yang mencintai tanah air akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil.
Karena dari itu Hek Sin Ho
jadi gelisah sendirinya, dia juga jadi bingung sekali,
Ketika sampai dikota Bu Ciang,
hari hampir terang tanah dan rumah penginapan telah banyak yang buka.
Hek Sin Ho telab mengisap
disebuah rumah penginapan dan tidur dengan nyenyak, untuk memelihara tenaganya,
karena pertempurannya dengan ketiga pendeta itu telah menyebabkan dia letih
bukan main.
Karena dari itu dia bisa tidur
dengan nyenyak sekali, dan juga siang itu dia yakin tidak akan muncul gangguan
apa2, karena dia datang. Justru disaat kota telah lagi begitu ramai.
Sore hari barulah Hek Sin Ho
terbangun dari tidurnya. dia sudah cuci muka dan ganti pakaian.
Tetapi untuk sesaat lamanya
Hek Sin Ho tidak keluar dari kamarnya.
Hal itu bukan berarti dia
takut akan bertemu dengan orangnya Song Tongleng, tetapi hanya untuk
menghindarkan kerewelan.
Yang terpenting dan menjadi
tujuan, dia ingin mencari dulu sigadis yang dipanggilnya sebagai si Pucat,
tetapi sebegitu jauh. dia masih tetap belum mendengar tentang jejak dari gadis
tersebut,
Mau tidak mau Hek Sin Ho
sering berpikir juga, apakah mungkin dia telah salah mengambil arah dalam
mencari jejak gadis itu?
Tetapi, karena memang tidak
mengetahui si Pucat itu telah pergi kemana, maka Hek Sin Ho merasa terlanjur
telah tiba di Bu Ciang, dia bermaksud untuk mencari Tong Keng Hok, jika perlu
membantu orang she Tong itu mencari puteranya yang telah dikutik oleh Tongleng
she Song.
Maka dari itu, sengaja Hek Sin
Ho menantikan hari menjadi gelap.
Disaat telah kantongan kedua,
barulah Hek Sin Ho keluar dari kamarnya, dia turun keruangan bawah rumah
peninapan itu, untuk dahar, karena rumah penginapan tersebut merangkap sebagai
rumah makan juga.
Hek Sin Ho memilih meja
berdekatan dengan jendela, dia jadi bisa memandang keluar melihat orang yang
berlalu lintas.
Dipesannya beberapa macam
sayur, juga dua kati arak. Dengan perlahan dinikmatinya makanan itu.
Tetapi disaat Hek Sin Ho
tengah menikmati makanannya itu, tanpa diketahuinya disudut ruangan, disebuah
meja yang terpisah dibelakang Hek Sin Ho, sepasang mata mengawasi kearah
dirinya dengan sinarnya yang tajam sekali.
Selesai makan, Hek Sin Ho
duduk mengaso sambil tetap memandang kejalan raya.
Tidak ada seorangpun yang
dikenalnya lewat dijalan tersebut.
Begitu pula si Pucat... Gadis
itu tidak terlihat batang hidungnya.
"Jika dia berada di Bu
Ciang, tentu dia akan berkeliaran, tetapi nyatanya sebegitu jauh aku tidak
pernah mendengar perihal dirinya.... pikir Hek Sin Ho dan dia telah menghela
napas panjang.
Namun disaat itulah, Orang
yang sejak tadi mengawati Hsk Sin Ho, telah berdiri dan menghampiri meja
sipemuda dengan langkah perlahan orang tersebut seorang wanita tua yang
tubuhnya telah agak bungkuk.
Dengan perlahan dia telab
berkata "Mari ikut aku."
Tentu saja Hek Sin Ho
terkejut, dengan cepat sekali dia menoleh.
Dia segera melihat wanita tua
agak bungkuk itu, dimana wanita bungkuk itu telah mengangguk perlahan dan telah
jalan pergi kepintu.
Hek Sin Ho ragu2 sejenak,
tetapi karena penasaran dia bangkit berdiri dari duduknya.
Dibayarnya harga makanannya,
kemudian cepat2 keluar dari rumah penginapan tersebut.
Masih sempat melihatnya
sinenek bungkuk diujung jalan itu, tengah menikung.
Hek Sin Ho mempercepat
jalannya, dia telah menyusulnya.
Sinenek bungkuk itu telah
mengambil arah keluar kota, langkah kakinya tampak perlahan, namun gerakannya
bukan main gesit dan cepat sekali.
Kedua kaki sinenek tampak
seperti tidak menginjak tanah, bergeser diujung rumput dan tubuhnya itu
bagaikan kapas yang terbang melayang2......
Tentu saja Hek Sin Ho tadi
kaget dan kagum sekali, segera dia menyadari bahwa sinenek tua itu adalah
seorang wanita tua yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali.
Dengan cepat Hek Sin Ho telah
mengerahkan tenaganya dan mempergunakan juga ilmu lari cepatnya, dia bermaksud
menyusul si nenek itu.
Tetapi berlari sekian lama,
tetap saja Hek Sin Ho tidak berhasil menyusul nenek itu.
Dengan sendirinya Hek Sin Ho
jadi penasaran bukan main, dia telah mengepos semangatnya lagi, ia mengejar
terus dan usahanya itu tetap tidak berhasil.
Si nenek tua tetap saja
berlari dengan cepat dengan gerakan yang ringan sekali.
Mereka tetap terpisah dalam
jarak yang tertentu dan rupanya si nenek tua itu sengaja berbuat demikian.
Hek Sin Ho beberapa kali telah
mengepos semangatnya, beberapa kali dia berlari lebih cepat.
Apa lagi ketika mereka telah
berada diluara kota yang sepi dan tidak ada orang yang berlalu lintas. Hek Sin
Ho telah mengejarnya dengan cepat sekali.
Tetapi tetap dia tidak
berhasil mendekati sinenek dengan sendirinya Hek Sin Ho bertambah kagum saja.
Sedangkan sinenek tua beberapa
kali melambaikan tangannya karena dia kuatir kalau kalau Hek Sin Ho membatalkan
maksudnya mengikuti terus.
Setelah berlari2 sekian lama.
akhirnya mereka tiba dimuka sebuah kuil tua yang sudah tidak terurus.
Nenek tua bungkuk itu baru
mienghentikan larinya, dia menantikan Hek Sin Ho, yang tiba tidak lama
kemudian.
Begitu sampai dihadapan
sinenek, Hek Sin Ho mengawasi sinenek tua bungkuk itu dengan sorot mata yang
tajam dan menyelidik, karena Hek Sin Ho belum pernah mengenal siapa adanya
nenek tersebut.
Cepat2 Hek Sin Ho telah
merangkapkan tatapannya dia telah menjura memberi hormat kepada nenek tua itu
dengan sikapnya yang menghormat, karena Hek Sin Ho menyadari bahwa nenek tua
itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali.
"Bolehkah Boanpwe
mengetahui nama dan gelaran Locianpwe yang harum?" tanya Hek Sin Ho
kemudian.
"Hemm, gelar dan nama
semuanya palsu." berkata sinenek dengan suara yang dingin, "Yang
terpenting adalah hatinya! Sudahlah tidak perlu kita banyak bicara persoalan
adat istiadat."
Tentu saja perkataan sinenek
itu telah membuat Hek Sin Ho jadi tertegun.
Itulah suatu perkataan yang
agak luar biasa dan juga aneh.
"Apa... apa maksud
locianpwee?" tanya Hek Sin Ho kemudian.
"Kukatakan, untuk apa
kita membicarakan segala persoalan yang menyangkut adat istiadat? Untuk apa
nama? Untuk apa gelaran? Jika memang nama dan gelaran itu tidak bisa menolong
manusia banyak dari kemelaratan dan kesulitan serta penderitaan?"
"Tepat." berseru Hsk
Sin Ho kagum sekali.
"Nah, Kini mari kita
membicarakan urusan yang sangat panting sekali..." kata nenek tua itu.
"Silahkan! Boanpwee akan
mendengarkannya dengan baik2." kata Hek Sin Ho cepat dan menghormat
sekali, karena dia merasa kagum atas sikap nenek tua bungkuk itu,
"Engkau puteranya Ouw
Hui, bukan ?" tanya sinenek lagi dengan suara yang tenang, seperti juga
pertanyaannya itu merupakan pertanyaan yang biasa saja.
Hek Sin Ho mengangguk.
"Benar", menyahuti
dia. "Siapa namamu?" tanya sinenek tua itu lagi Semula Hek Sin Ho
ingin menyebutkan gelarannya,, tetapi terhadap nenek tua seperti ini akhirnya
Hek Sin Ho tidak bisa berdusta.
Dia telah menyahuti.
"Boanpwe she Ouw bernama Ho."
"Heemmm, aku tadi telah
melihat bahwa kau berusia demikian muda, tetapi telah memiliki kepandaian yang
tinggi! Wajahmu mengingatkah aku kepada seseorang, kepada Ouw Hui ternyata
memang tepat dugaanku itu."
"Sesungguhnya Locianpwe
ada urusan penting apakah yang ingin Lecianpwe, bicarakan?" tanya Hek Sin
Ho dengan perasaan tegang, karena sinenek tua yang aneh ini belum juga
mengemukakan persoalannya,
Sinenek tua menghela napas,
katanya : "Tunggu dulu! Kita panggil seseorang dulu." Dan setelah
berkata begitu, si nenek telah memandang kearah dalam kuil, kemudian dia telah
menepuk tangannya empat kali, dua kali perlahan, dua kali keras.
Suara tepukan tangannya
ditempat demikian sepi dan sunyi, terdengar menggema sekali.
Tidak lama kemudian, dan dalam
kuil terdengar suara yang aneh sekali.
Hek Sin Ho tidak mengetahui
entah suara apa yang aneh itu.
Disaat Hek Sin Ho tengah
mengawasi kearah ptntu kuil itu, justru disaat itu dari dalam kuil telah
meluncur sebuah benda hitam yang sangat besar sekali.
Hek Sin Ho kaget bukan main,
dia sampai mengeluarkan seruan keras dan cepat-cepat menyingkir, karena dia
takut kalau-kalau benda berukuran besar itu menimpah dirinya.
Dan tenda yang berukuran besar
itu tidak lain dari sebuah peti mati bercat hitam.
Tentu saja Hek Sin Ho telah
dibuat heran oleh keadaan seperti ini.
Hek Sin Ho telah mengawasi
saja kearah peti mati itu, kemudian memandang kearah sinenek, dan memandang
kearah peti mati itu itu, yang telah berada di atas tanah
Sinenek tua tanpa
memperdulikan keheranan yarg meliputi hati Hek Sin Ho, telah menghampiri peti
mati berwarna hitam itu, dia telan menepuk Ujungnya tiga kali, dengan keras,
sehingga terdengar suara benturan yang nyaring.
"Keadaan aman!" kata
sinenek.
Maka perlahan2 tutup peti mati
itu telah terangkat, tergeser perlahan dan pasti, akhirnya terbuka dari dalam
peti mati itu telah melompat sesosok tubuh.
Sosok tubuh manusia itu telah
berdiri tegak. dan Hek Sin Ho yang sejak tadi memang telah memperhatikan terus
peti mati itu dan telah memperhatikan sosok tubuh yang baru keluar itu, segera
dapat melihatnya dengan jelas bentuk wajah orang itu.
Tanpa dikehendakinya Hek Sin
Ho mengeluarkan suara seruan yang nyaring karena terkejut diapun telah mundur
dua tindak.
Karena sosok tubuh yang baru
keluar dari peti mati itu memang mirip degan hantu penasaran, matanya yang
hancur rusak seperti tengkorang. dengan dagingnya yang tumbuh dikiri dan kanan
dan juga bekas luka yang panjang, lebar berlobang tanpa biji matanya, membuat
keadaan orang itu menyeramkan sekali. tangannya yang terjulur kebawah terjuntai
seperti tidak bertenaga, dengan jubahnya yang berwarna hitam itu tampaknya sama
seperti hantu penasaran.
Sinenek tersenyum waktu
melihat Hek Sin Ho mundur terkejut begitu.
"Tidak perlu takut. dia
manusia biasa seperti kita." kemudian mukanya telah berubah muram.
"Hanya keadaan
lahiriahnya yang bercacad, sehingga tampaknya menakutkan sekali...."
Dan setelah berkata begitu,
nenek menghela napas berulang kali.
Ketenangan hati Hek Sin Ho
pulih kembali setelah mendengar bahwa orang yang bercacad tubuhnya itu adalah
seorang manusia, dia segera menghampiri dan merangkapkan tangannya dan menjura.
"Boanpwe Ouw Ho memberi
hormat kepada Locianpwe!" kata Hek Sin Ho.
Manusia yang seperti mayat itu
cepat2 menyambuti hormat sipemuda yang telah dibalasnya.
Saat itu, setelah memberi
hormat begitu, simanusia mayat bertanya kepada sinenek. "Apakah Kiesu ini
berada dalam hitungan sahabat?"
Sinenek tertawa mendengar
pertanyaan manusia mayat itu.
"Kalau memang bukan
sahabat, apakah mungkin aku mengajaknya kemari?" balik bertanya.
"Sesungguhnya, siapakah
sebenarnya jiwie locianpwe?" tanya Hek Sin Ho.
"Kami sebetulnya
merupakan musuh2 pemerintah penjajah, dan kami tengah mengikuti terus jejak
musuh besar kami!" kata sinenek.
"Siapakah nama musuh
locianpwe?" tanya Hek Sin Ho lagi dengan hati yang sangat berhati-hati.
Sinenek ragu2, tetapi kemudian
itu berkata "Orang itu she Song......"
Sepasang alis Hek Sin Ho
bergerak2.
"Apakah Song tongleng,
maksud Boanpwe Song Kiam Ceng?" tanya Hek Sin Ho.
"Ihhh" berseru
manuisia mayat itu terkejut, dia mundur satu langkah, bagaimana engkau bisa
mengetahui?" dan matanya yang hanya tinggal satu itu telah memandang
kearah Hek Sin Ho dengan mengandung kecurigaan,
"Boanpwe pun tengah
mengejar dia..." menjelaskan Hek Sin Ho.
"Hmm disebabkan orang she
Song itulah maka keadaan kami jadi demikian." menggumam sinenek. "Aku
disiksanya sampai bungkuk akibatnya tulang punggungku patah dan juga suamiku
itu telah menjadi seperti mayat, disiksa habis habisan oleh orang she Song itu,
sehingga sudah tidak mirip sebagai manusia lagi,"
Mendengar itu Hek Sin Ho
segera dapat msnduga persoalan yang sesungguhnya.
"Orang she Song itu
sekarang tengah menghimpun para pendekar dan jago2 yang kemaruk akan harta dan
pangkat, mereka dihimpun untuk memperbudak diri kepada pemerintah
penjajah." kata Hek Sin Ho.
"Itulah." berkata
sinenek. "Disebabkan sekarang ini orang she Song itu memiliki kedudukan
yang kuat, kami tidak bisa bergerak secara leluasa! suamiku harus menjalankan
dengan terpaksa pekerjaan sebagai mayat. Karena jika kami memasuki kota dengan
keadaan suamiku seperti itu. jelas akai menarik perhatian dari pandangan semua
orang orang a yang melihat kami, Dan tentu akan sampai ketelinganya orang she
Song itu....! Kami tengah menantikan kesempatan untuk mengadakan perhitungan
dengan orang she Song itu
"Sesungguhnya, apakah
yang telah terjadi?" tanya Hek Sin Ho.
"Kami sebetulnya
merupakan manusia yang sudah hidup ingin tenteram dan mengasingkan diri. Pada
suatu hari, kami tidak sanggup menyaksikan beberapa orang tentara pemerintah
penjajah menyiksa penduduk, maka kami telah mencampuri, dan akhirnya bentrok
dengan orang she Song itu! Dengan mempergunakan jumlah tenaga yang banyak
dangan mengandalkan pasukannya, akhirnya kami tertangkap dan kami disiksa hebat
se kali. Untung saja akhirnya kami bisa meloloskan diri.... tetapi keadaan kami
jadi demikian rupa..."
Dan setelah bercerita begitu
sinenek menghela napas berulang.
Tampaknya dia berduka sekali,
karena teringat pengalamannya dimasa yang lalu, disaat dia disiksa hebat sekali
oleh Song Tongleng.
Begitu juga, suaminya yang
mirip dengan mayat hidup itu, tidak hentinya menghela napas.
"Kami berusaha menuntut
balas, kami mencari orang she Song tersebut. Tetapi kepandaian kami terbatas
sekali. dengan sendirinya kami tidak memiliki kesanggupan untuk membinasakan
orang she song tersebut....."
"Ya telah dua kali kami
mendatangi tempatnya dan berusaha membunuhnya. tetapi kami selalu dikeroyok
oleh jago2 sewaannya hingga terpaksa kami harus meloloskan diri dengan jalan
melarikan diri dari tempatnya itu..."
"Kami juga menyadarinya
jika kami terus menerus dalam keadaan demikian suatu saat tempat persembunyian
kami akan diketahui orang she Song itu yang bisa saja perintahkan anak buahnya
untuk menangkap kami, kami mengikuri terus jejaknya dan kami tengah berusaha
untuk mencari seorang pandai untuk menolongi penderitaan kami..."
bercerita sampai disitu sinenek berulang kali menghela napas.
Disaat itu suaminya telah
menyambungi perkataan Isterinya: "Dan kami hanya teringat kepada seorang
pendekar besar yang mungkin bisa menolong kami keluar dari penderitaan seperti
ini...."
"Siapa Taihipa yang
locianpwe maksudkan?" tanya Hek sin ho.
"Sesungguhnya kami malu
untuk menyebutkannya!" kata manusia yang mirip seperti mayat itu.
"Orang itu adalah ayahmu? Jika memang bisa ditemani oleh kami dan
mendengar peristiwa penasaran kami ini, sebagai pendekar yang dikenal oleh
sahabat2 rimba persilatan bahwa jiwa besar ayahmu itu yang gemar menolong
orang2 yang tengah dalam kesulitan, tentu bersedia juga untuk menolong
kami."
jika memang ayah mengetahui
urusan ini, tentu ayah akan menolongi kesulitan Locianpwee hanya sayangnya ayah
bersama Biauw Yaya, kakek Biauw (Biauw Jin Hong) telah hidup, mengasingkan diri
diutara,
Mendengar itu, muka kedua
orang tua itu suami isteri itu, jadi berobah muram.
"Itulah sulitnya, Maka
jika melihat demikian, tampaknya penasaran kami tidak bisa diselesaikan, dan
kami akan mati dengan penasaran serta dengan mata yang tidak terpejam." Dan
setelah berkata begitu, sinenek mengucurkan air mata dia telah menangis, karena
dia terlampau berduka.
Sedangkan suaminya, yang
menyerupai mayat hidup itu telah menghela napas tidak hentinya
Hek Sin Ho yang melibat
keadaan sepasang suami isteri itu jadi ikut terharu.
"Jiwie Locianpwe tidak
perlu berputus asa walaupun ayah dan kakek tidak berada disini, tetap saja
dalam rimba persilatan masih banyak pendekar2 besar yang mencintai keadilan,
Jika memang locianpwe tidak mentertawai aku yang bodoh, aku mau membantu
kesulitan locianpwe, Marilah kita bertiga bersama2 mencari orang she Song
itu....!"
Mendengar perkataan Hek Sin
Ho, tentu saja kedua suami isteri itu jadi girang bukan main, muka mereka jadi
ber-seri2 dan terang sekali
"Ohhhh, terima kasih Kongcu!
Terima kasih Ouw Kongcu! Inilah berkah dari Thian..." berseru suami itu.
Jangan Locianpwe berkata
begitu, Dikatakan kita sebagai manusia harus saling tolong menolong! terlebih
pula orang ahe Song itu merupakan kuku garuda atau orangnya Kaisar Kian Liong?"
Betapa girangnya suami isteri
itu, mereka tidak hentinya memuji akan kebesaran Thian.
Hek Sin Ho segera menceritakan
pengalamannya, dimana dia baru saja kemarin bertemu dengan Song Kiam Ceng, dan
bertempur dengan tiga orang pendeta aneh itu
"Ketiga orang pendeta
aneh itu sangat luar biasa sekali, tetapi boanpwe yakin bahwa mereka bukan
sebangsa manusia jahat! Hanya saja mereka telah berbasil ditipu oleh Song
Tongleng.
Suami isteri itu, yang masihg2
bernama Bian Lun dan Sin tin Lan, telah menghela napas panjang-panjang.
"Memang rakyat jelata
sekarang hidup menderita luar biasa!" kata Bian Lun dengan berduka.
"Kami telah melihatnya, jika pemerintahan penjajah ini dibiarkan terus,
berarti akan menyebabkan rakyat perlahan2 mati mencekik lehernya dengan
mempergunakan tangannya sendiri.
Hek Sin Ho mengangguk.
"Jika memang seorang
Kaisar yang tidak pandai mengatur negara, maka yang menderita adalah rakyat
karena para pembesarnya akan korupsi dan merajalela dengan segala kejahatan
mereka itu tanpa terkendali."
"Jika memang orang she
Song itu dibantu oleh ketiga pendeta aneh yang kau ceritakan tadi, tampaknya
sulit bagi kami untuk membalas dendam ini." kata Bian Lun dan Sin tin Lan,
"Tetapi lociacpwc jangan
berputus asa dulu. karena masih banyak jalan lain yaag bisa kita ambil untuk
membinasakan orang she Song itu! Yang terpenting, kitapun harus mencari kawan2
orang gagah, menggabungkan diri dengan mereka sehingga kita memiliki kekuatan
untuk menghadapi orang2nya Song Tongleng! Bahkan akhir2 ini Tan Kee Lok
Loocianpwee dari Ang Hwa Hwee ingin membuka pertemuan orang gagah, tentu disana
akan berkumpul banyak sekali pendekar gagah. Bukankah dengan menggabungkan diri
dengan mereka, loocianpwe dapat memusatkan pikiran dan tenaga untuk urusan yang
jauh lebih penting, dibandingkan dengan oraug she Song itu?"
Mendengar perkataan Hek Sin
Ho, diam2 kedua suami isteri itu memuji Hek Sin Ho.
"Benar apa yang kau
katakan." kata mereka. "Disamping kelak kami bisa membalas dan
menuntut dendam kepada orang she Song itu, kamipun bisa membantu untuk
meringankan beban dan penderitaan rakyat jelata."
Hek Sin Ho mengangguk.
"Ya, memang boanpwe
bermaksud demikian juga." kata Hek Sin Ho.
Saat itu, sepasang suami
isteri itu, telah berunding dengan Hek Sin Ho.
Hek Sin Ho mengemukakan
rencananya, dia bermaksud untuk terdiam diri beberapa saat lagi di Bu Ciang,
untuk menyelidiki keadaan Song Tongleng.
Juga Hek Sin Ho telah
menjanjikan, jika memang dia bisa, tentu dia akan berusaha untuk memancing
orang she Song, agar dapat dipancingnya datang ditempat tersebut.
Sepasang suimi isteri itu
menanti saja di kuil tua dan rusak itu, dan jika memang usaha Hek Sin Ho
berhasil, maka mereka bertiga akan mengeroyok orang she Song itu, membinasakan
Tongleng...
Tentu saja keadaan seperti ini
telah membuat Bian Lun dan Sin Tin Lan jadi girang bukan main, Berulang kali
mereka telah menyatakan terima kasihnya.
Disaat itulab, disaat mereka
telah mengatur rencana mereka baik2, maka akhirnya mereka berpisah, sedangkan
Hek Sin Ho telan kembali kerumah penginapannya
Didalam rumen penginapan itu,
Hek Sin-Ho tidak hanya tidur dan istirahat saja. tetapi dengan tekun dan rajin
dia melatih diri dan berusaha menyempurnakan ilmu2 silat yang telah
diperolehnya.
Sambil menyelidiki dimana
adanya manusia jahanam she Song yang menjadi TongLeng itu, Tetapi telah sekian
lama belum juga Hek Sin Ho tidak tahu bahwa saat ini, orang she Song yang
dicari2 itu tengah mengatur siasat yang akan membuat Hek Sin Ho yang masih muda
itu harus menghadapi saat2 yang menegangkan. Dimana dalam cerita ini, kami
sajikan secara lain, dan judul cerita baru yang berjudul:
GUGURNYA HEK SIN HO.
Demikianlah cerita yang
berjudul Hek Sin Ho ini, kami akhiri disini. Dengan catatan setiap penjajah
akan selalu menghadapi perlawanan dari rakyat dan dari Palriot2 Tanah Air.
bagaimanapun kuatnya penjajah.