-------------------------------
----------------------------
Bab 22
"Justru apabila berada di
tangannya, apakah tidak akan menimbulkan badai dalam rimba persilatan? Kalau
berada di tanganku si Pengemis Tua ini, apakah akan membuat rimba persilatan
kacau balau tidak karuan?"
"Apakah Su Cianpwe
mencurigaiku?" tanya Ong Tiong Yang dengan kasar.
Mendadak Ang Cit Kong membuka
mulut bersuara.
"Tiong Yang Cinjin
merupakan orang jenius di kolong langit. Semua orang menghormatimu, bagaimana
mungkin kami guru dan murid mencu-rigaimu? Kami hanya merasa agak penasaran
saia."
"Ang Cit Kong, aku tahu
kau tergolong tetua Kay Pang, sudah amat terkenal dalam dunia persilatan! Malam
ini di depan Istana Tiong Yang, muncul beberapa jago tangguh! Kalau aku tidak
memberi penjelasan yang memuaskan, tentu kalian akan merasa tidak senang! Namun
apabila kalian mendesak, aku terpaksa melayani!" kata Ong Tiong Yang.
Mendengar itu, raja Tayli Toan
Hong Ya langsung membaca doa. "Omitohud . . ."
Sedangkan Oey Yok Su terus
tertawa dingin, Su Ciau Hwa Cu tersenym menyengir, kelihatan gembira sekali.
Hanya Ang Cit Kong yang
berkata dengan lantang.
"Ong Tiong Yang! Kau
disebut sebagai jago nomor Wahid, namun justru tidak punya pikiran! Kalau kitab
pusaka itu berasal dari perguruanmu, kami kemari ingin membacanya, boleh
dikatakan kami yang bersalah! Tapi kitab pusaka Kiu Im Cin Keng bukan berasal
dari perguruanmu, kau ingin memusnahkannya, itu berdasarkan aturan apa? Apabila
kau dapat mengalahkan kami guru dan murid, Kay Pang pasti menyudahi urusan
ini!"
Oey Yok Su langsung bertepuk
tangan. Kelihatannya dia setuju akan apa yang dikatakan Ang Cit Kong.
"Tiong Yang Cinjin, aku
datang dari Pulau Persik yang amat jauh. Kalau aku tidak mohon petunjuk
beberapa jurus sebelum kembali ke Pulau Persik, sungguh sayang sekali!"
Ong Tiong Yang menatapnya, kemudian
meloncat turun dari batu besar sambil bersiul panjang.
"Sesungguhnya aku tidak
mau bergebrak dengan kalian. Tapi kalian menghendaki kitab pusaka Kiu Im Cin
Keng, maka aku terpaksa bertanding dengan kalian! Apabila aku kalah, aku pasti
menyerahkan kitab pusaka itu!" katanya kemudian.
Usai berkata, dia memandang
Toan Hong Ya. Raja Tayli itu tentunya tidak berhati tamak. Namun sebagai
seorang pesilat, sudah pasti ingin melihat kitab pusaka Kiu Im Cin Keng.
Seandainya kitab pusaka itu justru ke tangannya, pasti tidak akan beredar di
dunia persilatan. Sedangkan sikap Su Ciau Hwa Cu agak angin-anginan. Tiap
melakukan sesuatu kelihatan tidak pernah serius. Kalau kitab pusaka Kiu Im Cin
Keng jatuh ke tangannya, pasti akan menimbulkan badai. Tentang Ang Cit Kong,
Ong Tiong manggut-manggut karena yakin Ang Cit Kong dapat memimpin Kay Pang
dengan baik, tidak akan jadi masalah seandainya kitab pusaka Kiu Im Cin Keng
jatuh ke tangannya. Ketika melihat Oey Yok Su, Ong Tiong Yang berpikir. Majikan
Pulau Persik itu amat cerdas dan banyak akalnya. Apabila kitab pusaka Kiu Im
Cin Keng jatuh ke tangannya, pasti akan membuat kacau dunia persilatan.
Walau saat ini Gunung Cong Lam
San tampak tenang dan damai, namun tak jauh dari Istana
Tiong Yang berdiri lima
pesilat tangguh, yang siap bertanding memperebutkan kitab pusaka Kiu Im Cin
Keng, sehingga membuat suasana menjadi tegang mencekam.
Ouw Yang Hong yang bersembunyi
di tempat gelap terus memperhatikan kelima orang itu. Raja Tayli Toan Hong Ya
berdiri di sebelah timur, tampak berwibawa. Sedangkan Ong Tiong Yang berdiri di
tengah-tengah, menunggu serangan mereka. Su Ciau Hwa Cu dan Ang Cit Kong
berdiri agak jauh. Oey Yok Su berdiri di sebelah barat, siap menyerang Ong
Tiong Yang. Suasana di tempat itu mulai diliputi hawa membunuh.
"Kalian akan maju
serentak, ataukah aku harus mohon petunjuk pada kalian satu persatu?"
tanya Ong Tiong Yang.
Karena Tan Hong Ya terus
membaca doa, Oey Yok Su tahu, bahwa raja Tayli itu berkepandaian amat tinggi.
Alangkah haiknya aku membiarkannya bertanding lebih dulu dengan Ong Tiong Yang,
pikirnya.
Setelah berpikir demikian, dia
berkata.
"Mengeroyok bukan
merupakan perbuatan orang gagah. Tentunya Toan Hong Ya sependapat denganku.
Lebih baik kita bertanding dengan Ong Tiong Yang dengan cara satu
persatu."
Toan Hong Ya tahu akan isi
hati Oey Yok Su.
"Kalau Oey Tocu
sependapat denganku, biarlah aku yang mengemukakan suatu usul! Menurutku
semuanya harus bertanding tiga babak untuk menentukan siapa yang menang dan
kalah," sahut-nya.
Mendengar kata-kata itu, Ong
Tiong Yang tertawa dingin dalam hati. Apakah mereka melihat Ong Tiong Yang cuma
seorang diri, maka ingin bertanding dengannya satu persatu? Tidak perduli
kalian mengatakan apa, pokoknya aku akan bertanding dengan kalian semua! Itulah
keputusan Ong Tiong Yang.
"Menurutku tiga bahak
ini, aku bertanding satu babak dengan Tiong Yang Cinjin, babak kedua Su Ciau
Hwa Cu bertanding dengannya, dan babak ketiga adalah Oey Tocu. Bagaimana
menurut kalian semua?"
Su Ciau Hwa Cu dan Oey Yok Su
manggut-inanggut. Pertanda mereka setuju akan usul Toan Hong Ya.
Ouw Yang Hong yang bersembunyi
di tempat gelap bergirang hati, karena akan menyaksikan pertandingan para
pesilat tangguh. Setelah memperoleh ilmu silat dan Iwee kang dari guru, aku
tidak pernah bertanding dengan pesilat tangguh. Sedangkan Cha Ceh Ih susioknya
itu masih tidak dapat dibandingkan dengan mereka. Ouw Yang Hong justru tidak
tahu, pada hal dirinya sudah memiliki ilmu silat yang amat tinggi, begitu pula
Lwee kangnya. Hanya saja dia masih belum berpengalaman.
Sementara tampak Toan Hong Ya
mendekati Ong Tiong Yang. Jubah panjangnya berkibar-kibar terhembus angin.
Ong Tiong Yang tidak berani
berlaku ceroboh. Sebab dia tahu bahwa Toan Hong Ya memiliki ilmu It Yang Ci
yang amat hebat, maka tidak berani meremehkannya.
"Tiong Yang Cinjin, aku
ingin bertanya sesuatu padamu," kata Toan Hong Ya perlahan.
Ong Tiong Yang tertegun sebab
di saat mau bertanding, Toan Hong Ya malah ingin bertanya sesuatu padanya. Hal
itu membuatnya terheran-heran, namun dia tetap menyahut dengan hormat.
"Toan Hong Ya ingin
bertanya apa, silakan!"
"Katakanlah! Apakah kitab
pusaka Kiu Im Cin Keng itu dapat membuat orang melakukan kejahatan?" tanya
Toan Hong Ya.
Ong Tiong Yang mengangguk.
"Tidak salah. Sebab kitab
pusaka itu berisi ilmu pukulan yang maha dahsyat, maka aku tidak meng-hendaki
kitab pusaka itu jatuh ke tangan orang lain, agar tidak menimbulkan malapetaka
di dunia persilatan.!"
Toan Hong Ya berkata.
"Kitab pusaka Kiu Im Cin
Keng itu berada di tanganmu, itu merupakan suatu keberuntungan atau tidak,
belum bisa dipastikan. Lagi pula kau tidak membiarkan orang lain memperoleh
kitab pusaka tersebut. Lalu bagaimana kau tahu hati orang lain? Memperoleh
kitab pusaka itu merupakan takdir. Begitu pula kehilangan. Kau ingin
memusnahkan kitab pusaka itu, bukankah secara tidak langsung sudah melawan
takdir?"
Ong Tiong Yang tersentak
sadar, lalu cepat-cepat memberi hormat kepadanya. Dia bergirang hati, sebab
sejak memperoleh kitab pusaka itu, hatinya tidak pernah merasa tenang, kini
Toan Hong Ya mengatakan begitu.
"Hidup manusia tidak
seberapa lama. Padahal sesungguhnya aku tidak perlu bertanding denganmu. Namun
aku masih tidak bisa melepaskan urusan duniawi. Tiong Yang Cinjin,
silakan!" kata Toan Hong Ya lagi.
Ong Tiong Yang menjadi serius,
sebab tahu bahwa Toan Hong Ya memiliki ilmu silat yang amat tinggi.
Toan Hong Ya menatap Ong Tiong
Yang. "Tiong Yang Cinjin, silakan menyerang!" katanya.
Ong Tiong Yang maju dengan
perlahan-lahan, lalu menyerang Toan Hong Ya. Dia melancarkan jurus tipuan dari
ilmu Sian Thian Kang, yaitu jurus Beng Sim Hian Hud (Hati Terang Menghadap
Buddha).
Toan Hong Ya berkelit,
sekaligus balas menyerang. Mereka bertanding seimbang. Ong Tiong Yang
menggunakan ilmu Sian Thian Kang, sedangkan Toan Hong Ya menggunakan ilmu It
Yang Ci.
Bukan main serunya
pertandingan itu. Ong Tiong Yang mengerahkan Sian Thian Kang melin-dungi badan,
kemudian mengeluarkan pedangnya, dan menyerang Toan Hong Ya dengan ilmu pedang
Coan Cin Kauw.
Girang sekali Ouw Yang Hong
menyaksikan pertandingan itu, sebab secara tidak langsung menambah
pengetahuannya dalam hal ilmu silat. Ketika melihat Toan Hong Ya menyerang
dengan It Yang Ci, dia bepikir. Apabila Toan Hong Ya menyerangnya dengan It
Yang Ci, tentu sulit baginya untuk berkelit. Tapi kalau menggunakan ilmu Hong
Hoang Lat, sudah pasti dapat terhindar dari serangan itu. Seandainya bertemu
Toan Hong Ya, aku harus ingat itu.
Usai berpikir, Ouw Yang Hong
menyaksikan pertandingan itu lagi dengan penuh perhatian. Ketika menyaksikan
ilmu pedang Ong Tiong Yang, dia tahu bahwa ilmu pedang itu adalah ilmu pedang
aliran lurus yang amat hebat.
Ong Tiong Yang dan Toan Hong
Ya terus bertanding. Mendadak Ong Tiong Yang berhenti menyerang, lalu mencelat
ke belakang seraya ber kata.
"Sungguh hebat Toan Hong
Ya! Aku mau bilang apa lagi? Toan Hong Ya ingin melihat kitab pusaka Kiu Im Cin
Keng, pasti ku perlihatkan! Ilmu lt Yang Ci milik Toan Hong Ya sungguh
membuatku tunduk!"
Toan Hong Ya tertawa gelak.
"Ha ha ha! Tiong Yang
Cinjin, aku hanya seorang raja kecil di Negeri Tayli. Banyak urusan yang harus
kukerjakan di sana. Bagaimana mungkin punya niat untuk melihat kitab pusaka Kiu
Im Cin Keng itu?"
Mendengar ucapan itu, Oey Yok
Su berpikir. Orang itu adalah raja Tayli, tentunya tidak mau mencampuri urusan
dunia persilatan. Apabila dia yang memperoleh kitab pusaka itu, malah akan
menimbulkan malapetaka. Dia tidak menghendaki kitab pusaka tersebut, pasti
punya alasan tertentu. Lagi pula kelihatannya mereka berdua bertanding seimbang.
Bagaimana hebatnya ilmu It Yang Ci yang amat kesohor itu? Diam-diam Oey Yok Su
tertawa dingin dalam hati.
"Begitu aku bergebrak
dengan Tiong Yang Cinjin, sudah tahu kitab pusaka Kiu Im Cin Keng harus berada
di tangan Cinjin! Semoga Cinjin dapat membuat kedamaian dalam rimba persilatan
dengan kitab pusaka itu!" kata Toan Hong Ya.
Usai berbicara, Toan Hong Ya
mencelat ke belakang, kemudian tidak banyak bicara lagi
dengan Ong Tiong Yang.
Ketika melihat Toan Hong Ya
mencelat ke belakang, kening Oey Yok Su berkerut.
"Kelihatannya Toan Hong
Ya tidak mau bertanding dengan Tiong Yang Cinjin lagi," katanya.
"Aku sudah bertanding
dengan Tiong Yang Cinjin. Hatinya lurus dan bersih. Dia memiliki kitab pusaka
itu atau tidak, sudah tidak jadi masalah lagi," sahut Toan Hong Ya.
Mendengar itu, Oey Yok Su
mencaci dalam hati Toan Hong Ya amat licik. Dia pasti menunggu kesempatan.
Orang lain ingin melihat kitab pusaka itu, bagaimana mungkin dia tidak? Sudah
pasti dia menunggu kesempatan yang baik untuk merebut kitab pusaka tersebut!
Kalau tidak, bagaimana mungkin dia berhenti bertanding dengan Ong Tiong Yang?
Ifuh! Sungguh licik dia!
Kini giliran Su Ciau Hwa Cu.
Wajah si Pengemis Tua itu berubah serius.
"Ong Tiong Yang, aku tahu
kau pesilat tangguh di Tionggoan. Mungkin aku bukan tandinganmu. lapi Kay Pang
memiliki dua macam ilmu andalan, yang kemungkinan besar dapat menandingi ilmu
silatmu. Aku harap kau coba dulu ilmu pemukul anjing, lalu ilmu Hang Liong Cap
Pwe Ciang!" katanya sambil menatapnya.
Ong Tiong Yang juga tahu akan
kedua ilmu andalan Kay Pang itu.
"Baik, silakan Cianpwe
menyerang duluan!" sahutnya dengan hormat.
Su Ciau Hwa Cu segera
mengeluarkan tongkat pemukul anjing.
"Ong Tiong Yang,
hati-hatilah! Sesungguhnya ilmu tongkat pemukul anjing, hanya digunakan untuk
memukul anjing! Tapi kini dapat dipergunakan untuk bertanding dengan Tiong Yang
Cinjin, itu amat membuat cemerlang ilmu tongkat pemukul anjing Kay Pang!"
Ong Tiong Yang mengeluh, sebab
Su Ciau Hwa Cu mengatakan ilmu itu hanya digunakan untuk memukul anjing, secara
tidak langsung dirinya disamakan dengan anjing. Oleh karena itu, dia bertekad
mengalahkan Su Ciau Hwa Cu.
Ong Tiong Yang menyimpan
pedangnya. Dia berdiri tegak di hadapan Su Ciau Hwa Cu.
"Su Lo Cianpwe,
silakan!" tantangnya.
Su Ciau Hwa Cu langsung
menyerangnya dengan ilmu tongkat pemukul anjing Ong Tiong Yang berkelit dan
balas menyerang dengan sebuah pukulan. Sungguh dahsyat pukulannya! Terdengar
suara 'Plak'. Tampak tongkat pemukul anjing itu terpukul miring ke samping.
Boleh dikatakan Su Ciau Hwa Cu
sudah kalah, tapi pengemis tua tidak perduli. Dia membentak keras sambil
menyerang lagi. Betapa cepat serang annya, namun sama sekali tidak berhasil
menyentuh badan Ong Tiong Yang.
Bukan main penasarannya Su
Ciau Hwa Cu.
"Ong Tiong Yang! Aku akan
menyerangmu dengan ilmu Hang Liong Cap Pwe Ciang! Apakah kau sanggup menahan
ilmu pukulanku ini?" katanya sambil melotot.
"Mohon petunjuk
Cianpwe!" sahut Ong Tiong Yang perlahan-lahan.
"Ong Tiong Yang, kau
tidak usah berlaku sungkan-sungkan! Kalau kau dapat mengalahkan ilmu Hang Liong
Cap Pwe Ciangku, aku memanggilmu cianpwe pun tidak jadi masalah! Bahkan aku
juga tidak menghendaki kitab pusaka Kiu Im Cin Keng lagi!"
Su Ciau Hwa Cu melempar
tongkatnya kepada Ang Cit Kong, lalu bersiul panjang.
Ilmu Hang Liong Cap Pwe Ciang
amat keras, harus menggunakan gwa kang yang amat tinggi. Karena itu, Su Ciau
Hwa Cu sama sekali tidak pernah mendekati kaum wanita. Hingga saat ini berusia
enam puluh, pengemis tua itu masih perjaka tulen. Maka dapat dibayangkan,
betapa dah-syatnya ilmu Hang Liong Cap Pwe Ciang yang dimilikinya.
Setelah bersiul panjang,
pengemis tua itu langsung menyerang Ong Tiong Yang dengan ilmu pukulan Hang
Liong Cap Pwe Ciang, yaitu jurus Kian Liong Cai Tian (Melihat Naga Di Sawah).
Ong Tiong Yang segera
berkelit. Bukan main dahsyatnya pukulan itu, menghantam sebuah batu besar yang
ada di belakang Ong Tiong Yang hingga hancur berkeping-keping.
Betapa gusarnya Su Ciau Hwa
Cu, karena pukulannya tidak berhasil menyentuh badan Ong Tiong Yang. Ternyata
ketua Coan Cin Kauw itu menggunakan ilmu Sian Thian Kang.
Su Ciau Hwa Cu berpikir. Kay
Pang juga merupakan partai besar di kolong langit. Kalau orang tahu aku
bertarung dengan Ong Tiong Yang menggunakan ilmu andalan Kay Pang, bahkan tidak
dapat merobohkan ketua Coan Cin Kauw, bukankah kaum rimba persilatan akan
menter tawakan Kay Pang?
Berpikir sampai di situ, Su
Ciau Hwa Cu menyerang Ong Tiong Yang lagi dengan jurus Ti Liong Yu Hui (Naga
Menunduk Merasa Menyesal).
Kali ini Ong Tiong Yang tidak
berkelit, melainkan menggunakan ilmu Sian Thian Kang untuk menangkis.
Blam!
Terdengar suara benturan. Ong
Tiong Yang cuma terpental ke belakang dua langkah, namun tidak terluka sama
sekali.
Bukan main terkejutnya Su Ciau
Hwa Cu. Dia berkeluh dalam hati. Kelihatannya aku si Pengemis Tua harus
terjungkal di sini hari ini. Ong Tiong Yang menggunakan ilmu apa? Bagaimana dia
dapat menahan kedua pukulanku? Apakah dia seorang dewa?
Su Ciau Hwa Cu sama sekali
tidak tahu sejak Ong Tiong Yang mempelajari kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Lwee
kang dan kepandaiannya bertambah dalam serta maju pesat. Berdasarkan ilmu yang
tercantum dalam kitab pusaka itu, Ong Tiong Yang menciptakan ilmu Sian Thian
Kang, itu hanya sebagian kecil dari isi kitab pusaka tersebut.
Sementara Su Ciau Hwa Cu terus
menyerang Ong Tiong Yang, akan tetapi Ong Tiong Yang tetap dapat
mengimbanginya. Walau Su Ciau Hwa Cu sudah mengeluarkan jurus terakhir dari
ilmu Hang Liong Cap Pwe Ciang, namun tetap tidak dapat merobohkan Ong Tiong
Yang. Akhirnya Su Ciau Hwa Cu berhenti menyerang.
"Ong Tiong Yang, aku
lihat kau menggunakan semacam ilmu pelindung badan. Katakanlah ilmu apa
itu?" katanya sambil memandang Ong Tiong Yang.
"Kunamakan Sian Thian
Kang," jawab Ong Tiong Yang.
"Apakah itu termasuk ilmu
yang tercantum di dalam kitab pusaka Kiu Im Cin Keng?" tanya Su Ciau Hwa
Cu.
Ong Tiong Yang berpikir
sejenak, kemudian menjawab.
"Tidak salah, namun
merupakan ilmu ciptaan ku berdasarkan kitab pusaka Kiu Im Cin Keng."
Mendengar jawaban Ong Tiong
Yang itu, semua orang baru percaya bahwa Kiu Im Cin Keng memang merupakan kitab
pusaka yang ajaib.
"Ong Tiong Yang, ini
tidak masuk aturan! Tidak masuk aturan!" kata Su Ciau Hwa Cu.
Ong Tiong Yang tercengang.
"Apa yang tidak masuk
aturan? Harap Lo Cianpwe menjelaskan! Kalau masuk akal, aku pasti menuruti
cianpwe saja!" tanyanya dengan heran.
"Ong Tiong Yang, kau
menggunakan ilmu yang berdasarkan kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Kalaupun kau
menang juga tidak akan dikagumi para orang gagah di kolong langit. Ya, kan?"
kata Su Ciau Hwa Cu.
Ong Tiong Yang menatap Su Ciau
Hwa Cu.
"Menurut Cianpwe, aku
harus bagaimana? Apabila aku mempergunakan ilmu dari perguruanku mengalahkan
Cianpwe, barulah Cianpwe akan merasa tunduk?"
Su Ciau Hwa Cu mengangguk.
"Ong Tiong Yang, bagaimana
kalau kita mengadu lwee kang saja? Lwee kang siapa yang lebih tinggi, dialah
yang menang."
Ong Tiong Yang berpikir
sejenak. Kemudian dia mengambil keputusan akan mengorbankannya wanya demi
mempertahankan kitab pusaka Kiu Im Cin Keng.
"Baik, aku menurut
saja," katanya.
"Bagus, Ong Tiong Yang,
kelihatannya aku tidak salah menilaimu."
Seusai berkata demikian, Toan
Hong Ya membaca doa. Karena itu, hati Ong Tiong Yang ter-gerak. Kelihatannya
hanya Toan Hong Ya yang tahu isi hatiku. Apabila aku mati, tidak akan merasa
penasaran.
Ong Tiong Yang duduk bersila,
begitu pula Su Ciau Hwa Cu. Mereka berdua duduk berhadap-hadapan.
Ketika kedua orang itu duduk
bersila, Oey Yok Su tertawa dingin dalam hati sambil memandang mereka berdua
dengan penuh perhatian.
Akan tetapi, di saat bersamaan
terdengar suara seseorang dan tampak obor bergerak menuju tempat itu. Ternyata
orang Istana Tiong Yang mendengar suara gaduh, lalu segera melapor kepada Ma
Cing dan Seh Gwa Kie. Bukan main terkejutnya kedua orang itu. Mereka berdua
langsung membawa para anggota Istana Tiong Yang menuju tempat itu.
Begitu sampai di tempat itu,
Ma Cing dan Seh Gwa Kie melihat Ong Tiong Yang dan Su Ciau Hwa Cu sedang duduk
bersila, mengadu Iwee kang.
Tangan Ong Tiong Yang tampak
gemetar, ma tanya menatap Su Ciau Hwa Cu.
"Su Cianpwe, menurutku
pertandingan ini kita anggap seri saja," katanya.
Su Ciau Hwa Cu tertawa gelak.
Pengemis tua itu sama sekali tidak menduga Ong Tiong Yang memiliki lwee kang
yang begitu tinggi. Walau sedang mengerahkan lwee kang, namun masih bisa
berbicara. Hal seperti itu tidak dapat dilakukan Su Ciau Hwa Cu.
Akan tetapi, Su Ciau Hwa Cu
sama sekali tidak mau berhenti, bahkan terus mengerahkan lwee kangnya. Karena
itu, Ong Tiong Yang pun terpaksa mengerahkan lwee kangnya untuk menahan.
Wajah mereka berdua tampak
memerah, kemudian berubah pucat. Ternyata mereka telah mengerahkan lwee kang
masing-masing hingga ke puncaknya. Namun mereka berdua tetap tahu siapa yang
menang.
Kini mereka berdua sudah
mencapai saat yang kritis, membuat suasana semakin menegangkan, dan para
penonton pun saling memandang dengan kening berkerut.
Semua orang tahu, bahwa Su
Ciau Hwa Cu dan Ong Tiong Yang sama sekali tidak ada yang mau mengalah. Mereka
terus mengerahkan lwee kang, sehingga wajah mereka bertambah memerah dan
keringat mereka mulai mengucur deras membasahi pakaian.
Yang tahu jelas akan hal tiu
adalah Toan Ceh Heng. Raja Tayli itu menghela nafas panjang. Kalau tidak segera
dipisahkan, mereka pasti akan terluka parah.
Ketika Toan Ceh Heng baru mau
maju memisahkan mereka, mendadak terdengar suara sem-an Oey Yok Su yang amat
keras.
"Ong Tiong Yang, kau
ingin mengalahkan Su Cianpwe, apakah akan membuat namamu semakin
terkenal?"
Ternyata Oey Yok Su juga
melihat jelas akan keadaan mereka berdua. Kalau Ong Tiong Yang tidak
mengendurkan lwee kangnya, Su Ciau Hwa Cu pasti akan mati.
Akan tetapi, di saat bersamaan
terdengar Su Ciau Hwa Cu mengeluh, lalu roboh.
Sedangkan wajah Ong Tiong Yang
pucat pias. Dia bangkit berdiri seraya berkata pada Oey Yok Su.
"Oey Tocu, untung aku
tidak kalah melawan Su Cianpwe. Kalau Oey Tocu ingin bertarung de-nganku, akan
kulayani!"
"Ong Tiong Yang,
keadaanmu seperti itu, bagaimana mungkin aku bertarung denganmu? Bu-kankah aku
akan ditertawakan oleh orang-orang gagah di kolong langit? Kalau saat ini aku
berhasil mengalahkanmu juga percuma! Menurutku, lebih baik kau beristirahat
beberapa hari, barulah ke-mudian kita bertarung!"
Ong Tiong Yang mengangguk.
"Baiklah!"
Ong Tiong Yang tahu bahwa Oey
Yok Su adalah pesilat tangguh yang selalu menjaga nama baiknya. Apabila saat
ini berkeras ingin bertarung dengan Oey Yok Su, tentunya akan malu sendiri.
Kalau bisa beristirahat beberapa hari, sudah pasti dirinya tidak akan kalah
melawan Oey Yok Su.
Sementara Ang Cit Kong segera
memapah Su Ciau Hwa Cu ke sebuah batu, kemudian berkata kepada Ong Tiong Yang.
"Tiong Yang Cinjin,
urusan ini tidak akan selesai sampai di sini. Lain waktu aku dan guruku pasti
kemari lagi untuk menyelesaikannya!"
Usai berkata, Ang Cit Kong
lalu duduk di belakang gurunya. Sepasang tangannya ditempelkan di punggung Su
Ciau Hwa Cu, lalu mengerahkan lwee kangnya untuk mengobati luka gurunya.
Sementara Oey Yok Su berkata
lagi kepada Ong Tiong Yang.
"Tiong Yang Cinjin, kau
tidak usah buru-buru. Kita pastikan waktu dan hari, di tempat mana agar kita
bisa bertarung. Kalau kau kalah, harus menyerahkan kitab pusaka Kiu Im Cin Keng
padaku. Bagaimana?"
Ong Tiong Yang
manggut-manggut.
"Baik!"
"Tiong Yang Cinjin, kita
berjanji lima tahun kemudian, berkumpul di Gunung Hwa San, juga mengundang para
orang gagah di kolong langit untuk hadir di sana. Siapa yang berhasil merebut
kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, dialah jago nomor wahid di kolong langit.
Bagaimana?" kata Oey Yok Su lagi.
Mendengar itu, Ong Tiong Yang
berpikir. Lima tahun kemudian, Coan Cin Kauwku sudah maju pesat, bahkan sudah
bisa melawan pasukan Kini, tentunya sudah tidak masalah menyelesaikan urusan
ini.
Ong Tiong Yang mengangguk
setelah berpikir.
"Baik, kita berjanji
begitu saja."
Toan Hong Ya juga manggut-manggut
setuju. Lima tahun kemudian, dia pun akan ke Gunung Hwa San. Sedangkan Ang Cit
Kong juga mewakili gurunya menyetujui rencana itu.
"Baik, memang lebih baik
demikian. Aku masih punya seorang teman. Dia adalah orang aneh rimba
persilatan. Sampai waktunya aku pun akan mengundangnya ke Gunung Hwa San. Siapa
yang dapat mengalahkan, dialah yang berhak menerima kitab pusaka Kiu Im Cin
Keng," kata Ong Tiong Yang.
Oey Yok Su berpikir, kitab
pusaka Kiu Im Cin Keng memang luar biasa. Apabila dalam waktu lima tahun ini,
Ong Tiong Yang mengajarkan pada para muridnya, sampai waktunya nanti pasti akan
merepotkan sekali.
Setelah berpikir demikian, Oey
Yok Su tertawa seraya berkata.
"Aku ingin mengatakan
sesuatu, harap Tiong Yang Cinjin sudi mendengarnya!"
Ong Tiong Yang menatapnya.
"Oey Tocu ingin
mengatakan apa silakan!"
"Kalaupun tiada kitab
pusaka Kiu Im Cin Keng, Hwa San Cun Kiam tetap akan seru sekali. Menurutku,
siapa yang menang, dialah yang berhak memiliki kitab pusaka itu, bahkan juga
mem-peroleh gelar jago nomor wahid di kolong langit. Bagaimana menurut kalian
semua?" kata Oey Yok Su.
Semua orang mengangguk setuju.
"Lima tahun kemudian,
tentunya kita yang berada di sini hadir semua. Alangkah baiknya di-atur
demikian. Yang menang berhak memiliki kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, yang kalah
hanya boleh membacanya selama satu bulan lalu dikembalikan kepada pemiliknya.
Bukankah adil sekali?" kata Oey Yok Su lagi.
Semua orang diam. Berselang
sesaat harulah Toan Hong Ya membuka mulut.
"Baik! Sampai waktunya
aku pasti datang. Kita semua berkumpul di sana."
"Aku akan kembali ke
Pulau Persik. Lima tahun kemudian aku pasti ke Gunung Hwa San me-nemui
kalian," kata Oey Yok Su lalu memandang Ang Cit Kong seraya bertanya.
"Apakah kalian bisa hadir?"
Ang Cit Kong menyahut dengan
suara dalam.
"Kay Pang pasti datang!
Kalau suhuku tidak hadir, aku pasti hadir! Aku juga ingin melihat kitab pusaka
Kiu Im Cin Keng. Sebetulnya kitab pusaka apa, sehingga membuat kaum rimba
persilatan begitu berminat untuk memperolehnya, bahkan sampai bertarung
mati-matian . . ." sahut Ang Cit Kong dengan suara dalam.
Karena membuka mulut menyahut,
sedangkan dirinya sedang mengerahkan lwee kang untuk mengobati luka gurunya,
maka membuatnya muntah darah segar.
Ong Tiong Yang tahu bahwa luka
Su Ciau Hwa Cu amat parah. Pada hal si Pengemis Tua itu selalu berlaku
angin-anginan dan acuh tak acuh, namun tak disangka begitu mementingkan nama,
akhirnya menyebabkan dirinya terluka parah lantaran mengadu lwee kang dengan
Ong Tiong Yang. Kalau Ong Tiong Yang melukainya, tentu Su Ciau Hwa Cu akan
melukainya. Oleh karena itu, secara tidak langsung Coan Cin Kauw sudah
menanamkan bibit permusuhan dengan pihak Kay Pang.
Mendadak Su Ciau Hwa Cu
terbatuk beberapa kali dan darah segarnya mengalir keluar dari mulutnya.
Ma Cing dan Seh Gwa Kie segera
mengambil obat, kemudian diberikan kepada Su Ciau Hwa Cu. Namun si Pengemis Tua
malah melotot.
"Hai anjing-anjing Coan
Cin Kauw! Aku pengemis tua tidak akan mampus, tidak perlu makan obat!"
bentaknya.
Karena membentak, Su Ciau Hwa
Cu langsung muntah darah.
"Kami pengemis bertulang
keras selalu menerima pukulan orang! Bagaimana mungkin menerima obat
kalian?" kata Ang Cit Kong.
Ma Cing dan Seh Gwa Kie serba
salah. Obat itu masih berada di tangan mereka, tapi mereka tidak tahu apa yang
harus diperbuat.
Kemudian kedua orang itu
menatap Ang Cit Kong sambil berkata dalam hati. Kami berdua bermaksud haik,
tapi kalian tolak dengan cara kasar. Kau hanya merupakan murid Kay Pang,
tentunya kepandaianmu tidak lebih dari kami. Kami akan mempermalukan kalian
guru dan murid lagi.
Setelah berkata dalam hati,
mereka berdua saling memandang, lalu serentak mengerahkan lwee kang
masing-masing menyerang Ang Cit Kong.
Akan tetapi, gerak-gerik
mereka berdua tidak terlepas dari mata Ong Tiong Yang.
"Ma Cing, kalian berdua
jangan berlaku tidak hormat!" bentaknya.
Ong Tiong Yang ingin mencelat
ke arah mereka dengan maksud mencegah, tapi sudah terlambat, sebab Ma Cing dan
Seh Gwa Kie sudah mengerahkan lwee kang menyerang Su Ciau Hwa Cu dan Ang Cit
Kong.
Akan tetapi, lwee kang mereka
yang telah dikerahkan itu, seperti membentur tembok baja, bahkan berbalik
menyerang diri mereka sendiri, sehingga tubuh mereka terpental beberapa depa,
lalu roboh di tanah.
Ma Cing dan Seh Gwa Kie mendongakkan
kepala. Mereka melihat Ang Cit Kong berada di hadapan Su Ciau Hwa Cu.
Ma Cing dan Seh Gwa Kie adalah
murid handal Ong Tiong Yang. Usia mereka tidak terpaut jauh dengan usia
gurunya. Akan tetapi, mereka tidak menyangka sama sekali bahwa Ang Cit Kong
memiliki lwee kang yang begitu tinggi. Mereka ingin mempermalukan Ang Cit Kong
dan gurunya itu, namun sebaliknya malah mereka sendiri yang mendapat malu,
sehingga wajah mereka berubah merah karena menahan rasa malu.
Menyaksikan kejadian itu, Ong
Tiong Yang menghela nafas panjang. Walau muridku cukup berbakat, namun masih
kalah jauh dibandingkan dengan murid Su Ciau Hwa Cu itu. Begitulah kata dalam
hatinya.
Sedangkan yang lain pura-pura
tidak melihat kejadian itu. Mereka mendekati Su Ciau Hwa Cu sambil mengeluarkan
obat. Namun Su Ciau Hwa Cu cuma memandang Toan Hong Ya, lalu mengambil obat
dari tangan raja Tayli itu sekaligus menelannya. Ternyata Su Ciau Hwa Cu tahu
bahwa Toan Hong Ya berhati welas asih, maka mau menerima obatnya.
Keputusan sudah disepakati
bersama, yaitu lima tahun kemudian akan bertemu di Gunung Hwa San. Mereka akan
bertanding di sana. Siapa yang berhasil keluar sebagai pemenang, dialah yang
berhak memiliki kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, sekaligus menyandang gelar jago
nomor wahid di kolong langit.
Ketika membicarakan hal
tersebut, wajah mereka semua tampak berseri-seri. Mereka kelihatan gembira
sekali.
Tak terasa hari pun sudah
terang. Mendadak tampak seseorang menerjang ke arah mereka.
"Siapa?" bentak Ong
Tiong Yang. Pendatang itu seorang gadis berdandan seperti pelayan.
"Siapa yang bernama Ong
Tiong Yang?" tanyanya sambil menatap mereka.
"Siapa kau? Ada urusan
apa kau mencariku?" Ong Tiong Yang balik bertanya.
"Kaulah yang bernama Oey
Tiong Yang?" tanya anak gadis itu.
Ong Tiong Yang menatapnya.
Ternyata anak gadis itu masih kecil, lincah tapi tidak tahu tata krama dunia
persilatan.
"Ada urusan apa kau
mencariku?" tegas Ong Tiong Yang.
Mendadak anak gadis itu
menangis terisak-isak dan air matanya berderai-derai.
"Suhuku . . . dia . . .
dia . . ." sahutnya tersendat-sendat.
Semua orang tidak tahu siapa
gurunya, juga tidak tahu maksud kedatangan anak gadis itu. Tapi anak gadis itu
baru berusia dua belasan, tentunya membuat mereka semua tercengang.
Akan tetapi, air muka Ong Tiong
Yang tampak berubah hebat.
"Kau bilang apa?"
tegasnya.
"Suhuku ... dia sakit
hingga mati," sahut anak gadis itu.
Ong Tiong Yang terbelalak.
"Tidak benar! Tidak
benar! Tadi aku masih melihatnya, tadi aku masih melihatnya! Dia memberitahukan
padaku, bahwa dia telah menciptakan semacam ilmu pedang, yaitu Giok Li Sim
Keng. Dia masih memainkan ilmu pedang itu di hadapanku, bagaimana mungkin dia .
. ."
Ong Tiong Yang menatap anak
gadis itu, kelihatannya kacau dan tidak tahu harus bagaimana menuturnya. Sementara
di matanya muncul bayangan Lim Tiau Eng yang cantik jelita, dia bergumam.
"Tiau Eng, Tiau Eng!
Kalaupun Giok Li Sim Keng tidak lebih bagus dari ilmu pedangku, itu kan tidak
jadi masalah? Lalu mengapa kau begitu memikirkan itu? Jangan terlampau egois!
Kau tahu diriku, aku tahu dirimu, mengapa harus saling bertentangan?"
Setelah bergumam, Ong Tiong
Yang berkata pada anak gadis itu.
"Gurumu . . . bilang
apa?"
Anak gadis itu menatap Ong
Tiong Yang dengan bengis sambil berkata dalam hati. Ong Tiong Yang ini
kelihatan bukan orang baik. Ketika guru hampir mati, terus-menerus menyebut
namanya. Sungguh mengherankan, biasanya guru selalu berkata padaku, bahwa kaum
lelaki tidak pernah setia terhadap kaum wanita. Kalau bertemu wanita yang
menarik hatinya, pasti bermulut manis dan merayu, juga berlaku amat mesra.
Namun ketika melupakanmu, kau memanggilnya, dia pun tidak akan menggubrismu,
bahkan tidak mau melihatmu Kalau lelaki tertarik padamu dengan cara demikian,
bukankah kau akan menderita sekali?
Gadis itu tinggal di dalam
kuburan tua, setiap hari mendapat pendidikan yang demikian dari gurunya,
sehingga membuatnya amat memusuhi kaum lelaki.
Namun kini ketika melihat
wajah Ong Tiong Yang begitu sedih, hatinya pun merasa tersentuh. Kelihatannya
guru telah salah menilai Ong Tiong Yang, mungkin Ong Tiong Yang adalah seorang
lelaki sejati.
Ong Tiong Yang terus menatap
anak gadis itu. Tampak air matanya keluar. Kemudian dengan suara gemetaran
bertanya, "Sebelum gurumu mati, dia bilang apa padamu, harap beritahukan
padaku!"
Anak gadis itu berpikir
sejenak, kemudian menyahut dengan tersendat-sendat.
"Guru bilang, melarangku
. . ."
"Beritahukanlah
padaku!" desak Ong Tiong Yang.
Anak gadis itu melanjutkan
dengan air mata berlinang-linang dan terisak-isak.
"Guru melarangku pergi
menemuimu, juga menyuruhku menutup mukanya dengan kain putih!"
Usai mengatakan hal itu ia
seperti tak tahan, menangis sambil menjatuhkan diri.
Ong Tiong Yang berdiri
termangu-mangu. Dia tidak menyangka bahwa ketika menantang dirinya untuk
bertanding, Lim Tiau Eng ternyata sudah menderita sakit berat. Sepertinya ia
ingin mengatakan sesuatu padaku, namun aku tidak menghiraukannya. Kini dia
sudah mati, sementara aku masih hidup di dunia . . .
"Gurumu masih hilang apa
padamu?" tanya Ong Tiong Yang kemudian.
Anak gadis itu mengerutkan
kening, tidak berani mengatakannya.
Ternyata sebelum menghembus
nafas penghabisan, I i Tiau Eng menyampaikan sesuatu kepada gadis itu.
"Aku yang menyelamatkan
nyawamu. Aku menghendakimu mulai sekarang kau tidak boleh meninggalkan kuburan
kuno ini. Kau harus menjaga perguruan Giok Li Bun ini. Kecuali jika ada lelaki
yang berani mati demi dirimu, kau boleh meninggalkan kuburan tua ini! Kalau
tidak, tentu kau tak boleh pergi. Kau bersedia mentaati pesanku?"
Anak gadis itu mengangguk,
pertanda tidak menolak pesan gurunya. Maka Lim Tiau Eng melanjutkan.
"Aku punya sebuah
bungkusan kecil. Pergilah, ambil bungkusan itu kemari!"
Anak gadis itu segera
mengambil bungkusan yang dimaksud dari kolong ranjang Han Giok (Giok Dingin),
lalu diberikan kepada gurunya.
Namun saat itu Lim Tiau Eng
sudah tidak punya tenaga untuk menerimanya. Ia hanya mampu memberi isyarat agar
gadis itu memapahnya bangun duduk.
"Buka bungkusan
itu!" ujarnya lirih.
Perlahan gadis itu membukanya.
Ternyata bungkusan itu berisi sebuah lukisan seorang tosu muda berwajah tampan.
Lim Tiau Eng menatap lukisan
itu, kemudian bergumam. "Manusia hidup dengan kegembiraan yang tak
terbatas, apa gunanya jubah tosu?"
Ada rasa heran di hati gadis
itu mendengar gumaman Lim Tiau Eng, karena setahunya, setiap hari gurunya pasti
mencaci maki Ong Tiong Yang. Apakah lukisan itu adalah Ong Tiong Yang? Mengapa
gurunya terus-menerus memandang lukisan itu dengan air mata bercucuran?
Sejak kecil dirinya dibawa Lim
Tiau Eng ke dalam kuburan tua. Hidup berpisah dengan dunia luar, membuatnya tak
kenal cinta, kasih, benci dan dendam.
Sementara Lim Tiau Eng
mengangkat sebelah tangannya, mengusap lukisan itu dengan tangan bergemetaran.
"Kau amat gagah dan
diakui sebagai seorang pendekar besar, entah kau bisa menangis tidak?"
gumamnya lalu tertawa sedih. Setelah itu, berkata pada anak gadis tersebut.
"Gantung lukisan
ini!"
Sang murid segera menggantung
lukisan itu di dinding. Lim Tiau Eng tampak memandangi lukisan tersebut, lalu
berkata kepada muridnya.
"Aku sudah hampir mati,
kau harus mendengar pesanku. Mulai saat ini dan selanjutnya, kau tidak boleh
membiarkan semua lelaki busuk memasuki kuburan kuno ini. Dekatilah lukisan itu,
ludahi dia dua kali . . .!"
Melihat Lim Tiau Eng sudah
sekarat, gadis itu merasa pasti ada sebab tertentu dengan perintah meludahi
lukisan itu. Tanpa menjawab, ia langsung melangkah mendekati lukisan Ong Tiong
Yang, lalu meludahinya dua kali, seperti perintah gurunya. Kemudian ia berkata
dengan sengit, "Kau telah membuat suhuku menangis! Seumur hidup aku tidak
akan pernah memaafkanmu!"
Saat itu ia baru sadar bahwa
dirinya tak punya guru lagi. Selanjutnya dia akan hidup seorang diri di dalam
kuburan tua itu.
Sesungguhnya Ong Tiong Yang
ingin bertanya dengan cermat pada anak gadis itu, bagaimana Lim Tiau Eng
mengidap penyakit hingga membuatnya mati. Akan tetapi, mendadak Ong Tiong Yang
teringat akan dirinya sebagai ketua partai Coan Cin Kauw. Lagi pula, para
muridnya dan beberapa pesilat tangguh berada di situ. Kalau tidak, kemungkinan
besar dia sudah membunuh diri untuk menyusul Lim Tiau Eng ke alam baka.
Sia-sia saja ia menahankan air
matanya yang terus keluar membasahi pipinya. Dia mendongakkan kepala memandang
angkasa, bibir bergerak-gerak seakan sedang berdoa.
Semua orang memandangnya.
Mereka semua tahu duka yang menimpa Ong Tiong Yang. Namun tak seorang pun
berani membuka mulut. Ma Cing dan Seh Gwa Kie pun ikut sedih, karena mereka
tahu Ong Tiong Yang dan Lim Tiau Eng punya jalinan hubungan yang amat baik.
Hanya anehnya mengapa guru mereka mendadak mendirikan partai Coan Cin Kauw,
bahkan mereka selalu menentang wanita cantik itu.
Kini begitu menyaksikan
kedukaan Ong Tiong Yang, tahulah mereka bahwa Ong Hong Yang amat mencintai Lim
Tiau Eng. Kalau tidak, bagaimana mungkin guru mereka begitu berduka mendengar
tentang kematian Lim Tiau Eng.
Ong Tiong Yang terus menatap
ke angkasa. Beberapa lama kemudian barulah terdengar ucapan dari mulutnya.
"Hatiku sedih, siapa yang
tahu itu?
Hidup kesepian, sama-sama
merana!
Manusia hidup penuh
kegembiraan, hanya minum arak.
Kau telah pergi, bagaimana kau
tahu tentang kesedihan ini?
Aku berada di sini, bertambah
kesepian dan merana.
Ingin memperoleh sepasang
sayap, terbang mendampingimu!"
Di antara semua orang, hanya
Oey Yok Su dan Toan Hong Ya yang lebih tahu akan kedukaan hati Ong Tiong Yang.
Dia telah kehilangan pujaan hatinya. Barangkali mulai saat ini hidupnya akan
menderita sekali.
Ong Tiong Yang tiba-tiba
memberi hormat kepada semua orang.
"Maafkan aku tidak bisa
menemani kalian di sini, aku harus pergi menjenguk temanku itu, sampai jumpa
kelak!" Usai berkata kepada semua orang, Ong Tiong Yang lalu berkata
kepada anak gadis itu, "Kau ikut aku ke sana?"
Anak gadis itu menghentikan
tangisnya. Matanya melotot sambil menyahut dengan sengit.
"Ong Tiong Yang! Kau kira
aku ke sini mencarimu agar kau mau pergi menengok jenazah guruku? Kau sungguh
bodoh menganggap begitu!"
Semula semua orang memang
mengira anak gadis itu datang untuk menyampaikan kabar duka agar Ong Tiong Yang
pergi untuk melawat. Tak disangka, ia malah melarang Ong Tiong Yang pergi
melawat. Mereka bahkan terkejut ketika kemudian gadis itu menuding Ong Tiong
Yang sambil mencari maki.
"Ong Tiong Yang! Coan Cin
Kauw semuanya adalah telor busuk, semuanya tidak tahu aturan! Ong Tiong Yang,
tahukah kau apa yang dipikirkan guruku? Kau selalu pura-pura sibuk, sama sekali
tidak memperhatikan urusan di benak guruku. Maka karena beliau mati di
tanganmu, aku akari mengadu nyawa denganmu demi guruku!"
Usai berkata begitu, gadis itu
langsung saja menerjang Ong Tiong Yang.
Tampaknya hati Ong Tiong Yang
masih kacau. Dia hanya menatap ketika gadis itu tahu-tahu saja menerjang ke
arahnya. Mulutnya bahkan masih menggumamkan kata-kata.
"Tiau Eng, bukankah kau
ada perkataan yang belum disampaikan padaku? Ya kan?"
Semua orang sempat tertegun
melihat Ong Tiong Yang yang masih termangu, tak mengherankan serangan gadis
itu. Hanya Oey Yok Su dan Toan Hong Ya tahu jelas, anak gadis itu menyerang Ong
Tiong Yang karena sangat marah dan emosi.
Plak!
Sebuah pukulan yang
dilancarkan anak gadis itu mendarat telak di badan Ong Tiong Yang, membuat
badannya tergetar keras, kemudian terdorong mundur beberapa langkah.
"Ong Tiong Yang, guruku
amat membencimu, membenci Coan Cin Kauw! Membencimu sampai ke dalam tulang
sumsum! Kau tidak usah pergi melihat guruku. Guruku sampai di alam baka juga
tidak akan melepaskanmu."
"Gurumu menghendaki
bagaimana?" tanya Ong Tiong Yang.
Anak gadis itu menyahut dengan
sengit. "Guruku menghendakimu tidak pergi melihatnya, tidak usah
mengurusinya! Aku kemari hanya untuk membunuhmu! Demi membalaskan dendam
guruku!"
Ong Tiong Yang menatap anak
gadis itu sambil berkata dengan sungguh-sungguh.
"Baik! Kau sudi
membunuhku, itu memang baik sekali. Aku pun rela membiarkanmu membunuhku."
Ong Tiong Yang berpaling
memandang para muridnya, kemudian berkata kepada Ma Cing dan Seh Gwa Kie.
"Aku ingin mati di tangan
anak gadis ini. Kalian tidak boleh menuntut balas terhadapnya, biar dia kembali
ke kuburan kuno! Mulai saat ini, para murid Coan Cin Kauw tidak boleh mendekati
ku-buran kuno itu! Siapa yang melanggar, harus dihukum berat!"
Ma Cing dan Seh Gwa Kie
mengangguk. Ong Tiong Yang berkata lagi kepada anak gadis itu.
"Kau boleh turun
tangan!"
Ong Tiong Yang duduk, tidak
melihat siapa pun dan tidak berkata apa pun. Hanya duduk me-nunggu anak gadis
itu turun tangan membunuhnya.
Anak gadis itu menengok ke
sekelilingnya. Kalau sekarang dia turun tangan, pasti berhasil membunuh Ong
Tiong Yang. Ditatapnya Ong Tiong Yang sambil dengan perlahan menghunus
pedangnya. Lalu mendadak saja ditusuknya dada lelaki itu.
Namun bersamaan dengan itu
pula, sekonyong-konyong muncul dua orang di hadapannya. Salah seorang menangkis
pedang, seorang lagi memegang pangkal pedang anak gadis itu, sehingga tak dapat
bergerak sama sekali.
Siapa kedua orang itu? Tidak
lain adalah Oey Yok Su dan Toan Hong Ya.
"Apakah dengan tusukan
pedangmu kau dapat mengakhiri semua dendam dan kebencian? Bukankah sederhana
sekali jalan pikiranmu itu?" ujar Oey Yok Su.
Sementara Toan Hong Ya
menyebut, memuji Sang Buddha.
"Omitohud! Masih kecil
sudah bertindak demikian. Ini tiada gunanya terhadap diri sendiri maupun
terhadap orang lain."
Anak gadis itu menyahut dengan
wajah bengis, "Kalian semua bukan orang baik. Kalian tak lebih dari telor
busuk! Suka berpura-pura. Bertahun-tahun aku tinggal di dalam kuburan kuno,
tidak pernah bertemu telor busuk seperti kalian!"
Karena saking gusarnya gadis
itu melepaskan pedangnya, lalu berlari meninggalkan tempat itu.
Semua orang memandang Ong
Tiong Yang. Tiada seorang pun yang bersuara, terus membungkam. Tak mungkin
mereka berbicara dengan Ong Tiong Yang yang sedang dilanda duka seperti itu.
Akhirnya semua orang berpamit
pada Ong Tiong Yang meninggalkan tempat itu. Ong Tiong Yang cuma diam saja.
Hanya Su Ciau Hwa Cu dan Ang Cit Kong yang masih duduk di situ. Ang Cit Kong
tampak mulai mengobati luka gurunya dengan lwee kangnya.
Tak lama kemudian Ong Tiong
Yang bangkit berdiri, berjalan perlahan-lahan meninggalkan tempat itu, diikuti
para muridnya.
Sementara Ang Cit Kong terus
mengobati gurunya. Tak lama keduanya pun bangkit berdiri.
"Suhu, mari kita
pergi!" ajak Ang Cit Kong kepada Su Ciau Hwa Cu.
Su Ciau Hwa Cu menyahut,
"Lukaku tidak akan sedemikian cepat sembuh, Ang Cit. Kelihatan-nya aku
sudah tidak dapat bertahan lagi. Cepat bawa aku ke cabang Kay Pang yang
terdekat, kita berdua harus baik-baik menyelesaikan urusan pen ting."
"Suhu, bolehkah aku
memapahmu pergi?" Ang Cit Kong menawarkan.
Su Ciau Hwa Cu mengangguk,
maka Ang Cit Kong segera memapah gurunya meninggalkan tempat itu.
Sementara itu Ouw Yang Hong
terus bersembunyi hingga malam. Ketika hari mulai terang, dia berkata dalam
hati. Kini aku sudah tahu urusan Ong Tiong Yang, juga tentang kitab pusaka Kiu
Im Cin Keng. Kitab itu memang ada. Namun harus menunggu lima tahun, barulah aku
bisa merebut kitab pusaka tesebut. Aku harus pulang ke See Hek mencari kakakku.
Berhasil mencari kakakku sama juga berhasil mencari Bokyong Cen. Begitu
teringat pada gadis itu, hati Ouw Yang Hong jadi berdebar-debar. Bagaimana
keadaan Bokyong Cen? Apakah dia semakin akrab dengan kakakku? Mereka berdua
selalu bersama, tentunya bisa akrab. Berpikir sampai di situ, hatinya jadi
kebat kebit. Kalau bertemu kakaknya, dia akan memberitahukan tentang Kiu Im Cin
Keng. Kakaknya pasti terkejut sekali.
Ouw Yang Hong mulai melakukan
perjalanan menuju gurun pasir See Hek. Belasan hari ke-mudian, dia sudah tiba
di darah itu. Hari itu dia tiba di sebuah kota kecil, yang tenang dan sepi. Ouw
Yang Hong berpikir, mengapa harus terburu-buru mencari kakaknya? Kalau kakaknya
sudah sampai di daerah See Hek, sudah pasti selamat. Lebih baik aku
beristirahat di kota kecil ini, setelah itu baru melanjutkan perjalanan.
Malam harinya, Ouw Yang Hong
kembali ke penginapan. Dia melihat dua pengemis sedang minum arak. Di pakaian
mereka terdapat delapan buah kantong kecil, tidak berisi apa pun. Hanya tampak
kepala mereka diikat dengan kain putih, itu pertanda sedang berduka cita.
Mereka minum sambil bercakap-cakap.
"Kalau sudah malam, aku
akan pergi bersamamu. Aku pikir mereka juga sudah datang. Kalau mereka sudah
datang, urusan besar kita bisa diselesaikan dengan baik!"
Pengemis lain manggut-manggut.
Orang ini berkepala botak dan urat di tangannya tampak semua. Dapat diketahui
bahwa pengemis botak itu ahli gwa kang.
Mereka berdua sama sekali
tidak memperhatikan Ouw Yang Hong. Sementara Ouw Yang Hong sendiri memang mirip
orang See Hek. Pakaian kumal dan rambut panjang tak diurus, sehingga mirip
seorang pengemis. Namun dia bukan anggota Kay Pang. Sampai di mana dia pasti
dihina orang.
Ouw Yang Hong sudah terbiasa
akan hal tersebut, maka tidak diambil hati. Akan tetapi, setiap hari dia pasti
berlatih ilmu Ha Mo Kang, sehingga kepandaiannya bertambah terus.
Kedua pengemis itu memandang
Ouw Yang Hong, mengira dia adalah pengemis setempat, maka menegurnya.
"Hei! Sobat, tolong tanya
mana jalan yang menuju Ngo Koan Keng?"
Ouw Yang Hong tampak kaget.
Dia ingin mengatakan tidak tahu, tapi kedua pengemis itu pasti mengira kalau
dirinya pengemis setempat. Bagaimana dia tidak tahu tempat tersebut? Kebetulan
Ouw Yang Hong sudah berkeliling di kota kecil itu, tahu di mana Ngo Koan Keng.
"Kalian berdua harus
menuju ke barat, tak lama akan melihat sebuah sungai, di situ adalah tempat Ngo
Koan Keng!" jawab Ouw Yang Hong kemudian.
Ouw Yang Hong lalu meneguk
araknya, tidak menghiraukan mereka. Kedua pengemis itu me-natapnya, kemudian
salah satu pengemis itu berkata pada temannya.
"Daerah See Hek ini
terlampau tiada tata krama. Para murid Pik Lo Cit juga demikian, bertemu Tetua
tidak memberi hormat. Kau tunggu di sini, aku akan pergi menghajar
mereka!"
Pengemis lain segera
mencegahnya.
"Jangan emosi, saudara!
Di sini bukan daerah kekuasaanmu. Lagi pula Pik Lo Cit tidak suka orang lain
turut campur, maka punya murid yang tak tahu kesopanan. Kau harus membuat
perhi-tungan dengannya, untuk apa mencari para muridnya?
Pengemis botak itu kelihatan
tidak senang. Melihat hal itu Ouw Yang Hong hanya tertawa dalam hati sambil
membatin, apa itu Pik Lo Cit, kalau aku senang, kalian semua pasti mati satu
persatu di tanganku. Apa itu Kay Pang? Aku sama sekali tidak memandang kalian!
Ketika masih kecil, Ouw Yang
Hong hidup bersama kakaknya. Dia banyak mengalami pen-deritaan, bahkan juga
pernah dihina oleh kaum pengemis pula. Maka hingga saat ini dia tidak terkesan
baik terhadap para pengemis.
Yang dia tahu orang baik di
kolong langit ini hanyalah kakaknya dan gurunya. Karena itu dia bertekad
membalaskan dendam gurunya, agar gurunya bisa tenang di alam baka.
Ouw Yang Hong berkata dalam
hati, aku ingin lihat kalian Kay Pang sedang berbuat apa, kalau punya waktu,
aku pasti bermain-main dengan kalian. Setelah mengambil keputusan tersebut, Ouw
Yang Hong mulai minum lagi, tanpa menghiraukan kedua pengemis itu.
Begitu pula pengemis, anggota
Kay Pang itu tidak memperhatikan Ouw Yang Hong, mereka terus minum sambil
bercakap-cakap.
Setelah hari menjelang malam,
barulah mereka menaruh sekeping uang perak ke atas meja, dan meninggalkan
penginapan itu.
Sampai di luar, kedua pengemis
mengerahkan ginkang melesat pergi. Tak lama sudah mereka tiba di tempat yang
disebut Ngo Koan Keng.
Di tempat tersebut terdapat
sebuah bangunan yang di depannya tampak begitu banyak pengemis sedang bermain
judi. Di dalam bangunan itu, juga terdapat begitu banyak pengemis, semuanya
duduk sepertinya tidak akan tidur malam ini.
Kedua pengemis tadi, menuju
bangunan itu. Para pengemis yang sedang bermain judi tidak menggubris kehadiran
mereka berdua, terus asyik dengan permainan mereka.
Sementara Ouw Yang Hong terus
mengikuti kedua pengemis tadi yang sudah masuk. Ouw Yang Hong berpikir, ada apa
di dalam bangunan itu, lebih baik aku ke dalam melihat-lihat.
Ouw Yang Hong berjalan ke
pintu masuk. Tampak para pengemis menatapnya curiga. Namun Ouw Yang Hong
berlenggang ke dalam. Tentu saja mereka heran melihat pemuda mirip pengemis
itu, karena pakaian Ouw Yang Hong tiada kantongnya seperti Tetua yang masuk
tadi. Mungkin pengemis itu lain dari yang lain, pikir para pengemis di depan bangunan
itu. Untuk apa menghiraukannya?
Ouw Yang Hong terus masuk. Di
dalam ada sebuah aula besar. Tampak begitu banyak pengemis duduk di situ,
kelihatannya ada suatu urusan besar yang harus dilaksanakan.
Ketika Ouw Yang Hong melangkah
ke dalam aula besar itu, muncul pengemis menegurnya.
"Saudara, apakah kau
adalah Tetua?"
Ouw Yang Hong tidak berani
mengaku dirinya Tetua, maka menyahut dengan suara rendah.
"Aku bukan Tetua!"
Pengemis itu tertawa.
Bersambung