-------------------------------
----------------------------
Bab 18
"Toako, kepandaian kita
memang tidak bisa menyamai susiok, bagaimana kita bergabung dengannya?"
katanya.
Cu Kuo Cia diam saja, sebab
dia masih dalam keadaan tertotok. Namun dia tetap dapat berpikir secara jernih.
"Susiok, kau telah
membantai seluruh keluargaku, mengapa aku harus bergabung denganmu?"
katanya sambil menatap Cha Ceh Ih dengan tajam.
"Aku menghendakimu
bergabung denganku, agar kau dapat malang melintang di dunia persilatan, dapat
melakukan sesuatu yang menggemparkan dunia persilatan. Bukankah itu baik
sekali?"
Mendengar ucapan itu, Cu Kuo
Cia diam. Sedangkan Su Bun Seng membebaskan totokannya. Kemudian mereka bertiga
duduk dengan mulut membungkam.
Berselang sesaat, ketika
mereka baru mau membuka mulut, mendadak muncul sosok bayangan hitam, yang
langsung menyerang mereka dengan golok.
Sambaran golok itu justru
terarah pada Cha Ceh Ih. Kemunculannya tidak mengeluarkan suara, namun sambaran
goloknya menimbulkan suara menderu-deru. Terdengar pula suara pekik-annya.
"Kembalikan nyawa San
Jiku! Kembalikan nyawa San Jiku!"
Cha Ceh Ih segera menghindar,
namun orang berpakaian hitam itu terus menyerangnya dengan sengit sekali,
membuat Cha Ceh Ih kelabakan.
"Cu Kuo Cia, Su Bun Seng!
Mengapa kalian berdua masih diam saja? Cepat turun tangan, halangi dia!"
teriaknya.
Cu Kuo Cia dan Su Bun Seng
tetap duduk diam. Kemudian Su Bun Seng berkata sambil tersenyum dingin.
"Kalau Susiok bergebrak
dengan sam sute, harus baik-baik memberi pelajaran padanya, agar dia tidak
berlaku kurang ajar pada Susiok!"
Saat ini pikiran Cu Kuo Cia
mulai kacau lagi. Dia menyaksikan pertarungan itu sambil bergumam.
"Aku harus membunuhnya!
Aku harus membunuhnya! Aku harus menuntut balas kematian Tau Ji! Aku harus
membunuhnya!"
Ketika Cu Kuo Cia baru mau
menerjang ke arah Cha Ceh Ih, justru dicegah oleh Su Bun Seng.
"Toako, lihatlah ilmu
golok sam sute! Bukankah selama ini kau tidak pernah menyaksikannya?"
Cu Kuo Cia memperhatikan ilmu
golok yang digunakan Ciok Cuang Cak. Sungguh aneh dan hebat ilmu golok itu.
Setelah memperhatikan sejenak,
dia manggut-manggut paham.
"Ji sute, aku memang
tidak pernah menyaksikan ilmu golok itu. Jurus itu amat aneh. Betul! Jurus itu
khusus untuk menghadapimu! Ya, kan?"
Su Bun Seng manggut-manggut.
"Lihatlah jurus itu,
Toako! Bukankah jurus itu khusus untuk menghadapimu?" sahutnya dengan
suara dalam.
Hati mereka berdua tersentak.
Mereka tidak menyangka kalau Ciok Cuang Cak memiliki ilmu golok yang khusus
untuk menghadapi mereka berdua. Kini karena ingin membunuh Cha Ceh Ih yang telah
membantai anak istrinya, maka dikeluarkannya ilmu golok simpanannya itu untuk
menghadapi Cha Ceh Ih.
Ketika melihat Ciok Cuang Cak
menyerang dengan maksud mengadu nyawa, Cha Ceh Ih berkeluh dalam hati. Kalau
cuma Ciok Cuang Cak seorang, tentunya Cha Ceh Ih tidak akan merasa cemas. Namun
masih ada Cu Kuo Cia dan Su Bun Seng menghendaki nyawanya. Maka kalau dia tidak
segera merobohkan Ciok Cuang Cak, sudah pasti dirinya akan celaka.
Di saat Ciok Cuang Cak
menyerang, Cha Ceh Ih cepat-cepat berkelit seraya berseru.
"Ciok Cuang Cak, aku akan
menggunakan racun!"
Ciok Cuang Cak memang paling
takut apabila Cha Ceh Ih menggunakan racun. Namun kini dia telah kehilangan
anak istri, sehingga membuatnya tidak merasa takut lagi. Maka, dia terus
menyerang Cha Ceh Ih dengan golok.
Di saat bersamaan, mendadak
Cha Ceh Ih menggerakkan tangannya ke arah Ciok Cuang Cak. Ternyata si Kecil itu
telah menggunakan racun. Tapi Ciok Cuang Cak justru tidak menghiraukannya,
tetap menyerangnya.
Akan tetapi, setelah menghirup
racun itu, wajah Ciok Cuang Cak berubah menjadi hebat.
"Kau . . . kau
menggunakan Pah Ong Hun (Bubuk Racun Algojo)?" serunya dengan suara
gemetar.
Dia termundur-mundur, lalu
roboh tak bergerak lagi.
"Bagus! Susiok memang
cerdik dan mahir menggunakan racun, aku salut sekali pada Susiok!" kata Su
Bun Seng memuji.
Sementara Cu Kuo Cia diam
saja. Jelas dia masih amat mendendam pada Cha Ceh Ih yang telah membunuh anak
istri dan cucunya.
"Susiok mau diapakan Ciok
Cuang Cak?" tanya Su Bun Seng.
Cha Ceh Ih tertawa.
"Menurutmu harus
diapakan?"
"Memang tidak jadi
masalah Susiok membunuhnya, sebab Susiok adalah penjahat besar. Namun belum
tentu Susiok akan membunuhnya Bagaimana kalau dia dibiarkan hidup agar dapat
membantu Susiok melakukan sesuatu?" sahut Su Bun Seng.
"Melihat sikapnya,
kemungkinan besar dia tidak sudi membantuku melakukan sesuatu. Idemu itu
salah," kata Cha Ceh Ih.
Su Bun Seng tersenyum.
"Susiok terlampau curiga.
Apabila Susiok menaruh sedikit racun pada dirinya, bagaimana dia tidak akan
mendengar perkataan Susiok?"
Cha Ceh Ih tertawa gembira
sambil bertepuk tangan, lalu berkata dengan wajah berseri-seri.
"Bagus! Bagus! Idemu itu
bagus sekali! Aku akan memberinya obat pelupa diri sendiri. Bukankah dia akan
menjadi orangku?"
Usai berkata dia tertawa
gelak. Su Bun Seng juga ikut tertawa gelak hingga badannya bergoyang-goyang.
Sementara itu di dalam ruang
rahasia, Ouw Yang Hong melayani Cen Tok Hang dengan penuh perhatian dan
kesabaran, memberikannya makan dan minum, namun Cen Tok Hang hanya selalu makan
sedikit.
Mendadak terdengar suara hiruk
pikuk di luar, maka tersentak Ouw Yang Hong, dan langsung
bertanya kepada Cen Tok Hang.
"Suhu, apa yang terjadi
di luar?"
Cen Tok Hang mendengarkan
suara hiruk pikuk itu dengan penuh perhatian, kemudian tertawa dingin seraya
menyahut.
"Aku duga pasti Cha Ceh
Ih menyuruh semua orang mencari ruang rahasia ini."
Bukan main terkejutnya Ouw
Yang Hong.
"Suhu, mereka pasti akan
mencari sampai di sini!" katanya.
"Kau tidak baik-baik
mempelajari ilmu Ha Mo Kang. Begitu keluar pasti mati, takut juga
percuma," kata Cen Tok Hang.
Ouw Yang Hong menundukkan
kepala, dan berpikir. Suhu menghendakiku berlaku kejam terhadap orang, juga
harus membunuh orang. Aku justru tidak bisa berlaku kejam, dan tidak sudi
membunuh orang. Itu pasti akan mengecewakan suhu. Tapi bagaimana mungkin aku
dapat melakukan itu?
Di saat Ouw Yang Hong sedang
berpikir, mendadak terdengar suara menderu-deru di luar, seakan timbul angin
topan.
"Suhu, mengapa di luar
timbul angin topan?" tanya Ouw Yang Hong.
Cen Tok Hang tertawa.
"Itu bukan suara angin
topan, melainkan dia mulai membakar perkampungan ini," sahutnya.
Dapat dibayangkan betapa
terperanjatnya Ouw Yang Hong.
"Suhu! Kalau begitu,
bagaimana cara kita keluar?"
"Bagaimana cara kita keluar?
Kau dan aku pasti akan mati di sini. Aku memang sudah hampir mati. Ruang ini
merupakan kuburanku. Kau menemaniku di sini, sungguh bagus sekali!"
Usai menyahut, orang tua itu
lalu memejamkan matanya, kelihatannya ingin beristirahat.
Ouw Yang Hong jadi gugup dan
panik. Bagaimana cara keluar? Kalau aku tidak keluar, bukankah akan mati
sia-sia di ruang ini? Dia semakin panik, berlari ke sana ke mari di dalam ruang
rahasia itu, akhirnya melihat sebuah batu besar. Dia yakin batu besar itu
merupakan jalan ke luar, maka segera didorongnya batu besar itu dengan
sekuat-kuatnya.
Akan tetapi, batu besar itu
tak bergeming sedikit pun. Ouw Yang Hong berhenti mendorong, lalu memperhatikan
batu besar tersebut. Bukan main girangnya, karena melihat sebuah tombol kecil
di sisi batu besar itu.
Ouw Yang Hong cepat-cepat
menekan tombol kecil itu, namun batu besar tersebut tetap tidak bergeming.
Setelah menekan beberapa kali, barulah Ouw Yang Hong tahu, bahwa tombol kecil
itu sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dia jatuh duduk. Sekujur
badannya merasa tak bertenaga, kemudian berkata dalam hati. Bagus! Kali ini aku
mau jadi orang jahat, tapi tidak bisa, hanya bisa jadi setan jahat di alam
baka! Seketika timbul rasa gusarnya. Dia membentak keras sambil bangkit berdiri,
lalu memukul-mukul tombol kecil itu sekuat tenaganya. Tapi batu besar itu tetap
tak bergeming, malah akhirnya tangannya yang berdarah.
Ouw Yang Hong menghela nafas
panjang. Dia mendekati Cen Tok Hang, lalu duduk di hadapan orang tua itu dengan
mulut membungkam.
Cen Tok Hang menatapnya, lalu
tertawa dingin seraya berkata.
"Lebih baik kau tidak
keluar. Kalau kau keluar sekarang, pasti akan mati di tangan Cha Ceh Ih, bahkan
dia akan menganiayaimu dulu, agar kau menderita dan tersiksa."
Ouw Yang Hong diam. Matanya
terus memandang Cen Tok Hang, namun hatinya justru teringat pada kakaknya dan
Bokyong Cen, sehingga timbul pula rasa dukanya dalam hati.
Saat itu yang paling dibenci
Ouw Yang Hong adalah Cen Tok Hang. Orang tua itu bukan guru yang baik. Setiap
hari sekeluarga hanya saling membunuh tak henti-hentinya, bagaimana mungkin
bisa menjadi seorang penjahat besar di dunia persilatan? Itu cuma omong kosong
belaka!
Cen Tok Hang memandangnya,
kemudian berkata perlahan-lahan.
"Katakan! Kau mau belajar
ilmu Ha Mo Kang atau tidak?"
"Kalaupun aku belajar
ilmu Ha Mo Kang, juga belum tentu dapat menyelamatkan nyawaku sendiri. Untuk
apa aku belajar ilmu itu?" sahut Ouw Yang Hong.
Cen Tok Hang tertawa gelak.
"Ha ha ha! Bocah, kau
meremehkan ilmu silat Perkampungan Liu Yun Cun, seharusnya kau mati! Dengarlah!
Pada masa itu aku menggunakan ilmu Ha Mo Kang, dapat menghancurkan sebuah batu
besar dari jarak satu depa!"
Hati Ouw Yang Hong tersentak.
Dia tahu Cen Tok Hang tidak membual.
"Apabila aku berhasil
menguasai ilmu Ha Mo Kang, bisakah aku keluar dari sini?" tanyanya segera.
Cen Tok Hang menyahut dengan
sungguh-sungguh.
"Kalau kau berhasil
menguasai ilmu Ha Mo Kang, bukan cuma bisa keluar dari sini, bahkan kau pun
dapat malang melintang di kolong langit. Tapi kau harus bersumpah di hadapanku,
setelah keluar asiri sini, harus membunuh para penghuni Perkampungan Liu Yun
Cun, sebab para penghuni itu terdiri dari keluarga Cu Kuo Cia, Su Bun Seng,
Ciok Cuang Cak dan lainnya.
Kau pun harus membunuh Cha Ceh Ih. Maukah kau melakukan itu?"
"Suhu, mengapa kita harus
membunuh begitu banyak orang?" tanya Ouw Yang Hong.
"Kau kira aku sudi
membunuh orang? Mereka berada di luar, sama sekali tidak memikirkan kita
berdua. Kalau mereka memikirkan kita, tentunya tidak akan membakar perkampungan
ini, artinya mereka ingin membakar kita hingga mati hangus! Kau kira mereka
berniat baik terhadapmu? Asal kau berkecimpung di dunia persilatan, begitu
mereka tahu, pasti menggunakan berbagai macam rencana busuk untuk menghadapimu!
Jika kau tidak bisa ilmu Ha Mo Kang, mereka menggunakan racun, kau pasti
mati!"
Apa yang dikatakan Cen Tok
Hang, membuat Ouw Yang Hong terus berpikir. Harus bagaimana? Apabila tidak
belajar ilmu Ha Mo Kang, tentunya akan mati di ruang ini.
Setelah berpikir, beberapa
saat kemudian barulah dia berkata dengan suara rendah.
"Suhu, aku mau
belajar."
Cen Tok Hang menatapnya dengan
tajam, hatinya merasa gembira dan kemudian dia berkata.
"Aku melakukan sesuatu
sudah enam puluh tahun, begitu pula malang melintang di dunia persilatan.
Selama ini tiada seorang pun yang mampu menghalangiku. Namun aku melakukan
sesuatu,
sama sekali tidak menimbulkan
suara, maka tidak begitu banyak kaum rimba persilatan tahu tentang Perkampungan
Liu Yun Cun. Padahal aku ingin melakukan sesuatu yang menggemparkan. Tapi
ketika aku berusia empat puluh tahun, aku bergebrak dengan susiokmu. Dia
terluka parah dan aku pun terluka parah, sehingga niatku untuk melakukan
sesuatu yang menggemparkan, justru kandas begitu saja. Kalau kau berhasil
menguasai ilmu Ha Mo Kang, hanya takut pada seorang jenius masa itu, dia
bernama Oey Sang. Aku pernah dengar, ketika itu di Tionggoan muncul sebuah
kitab pusaka, yaitu kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Orang tersebut yang menulis
kitab pusaka itu. Seandainya kau berhasil keluar dari sini, kau harus segera
pergi mencari kitab pusaka itu, sekaligus mempelajarinya."
Ouw Yang Hong mendengarkan
cerita itu dengan penuh perhatian, sebab dia tahu Cen Tok Hang berkata dengan
sungguh-sungguh. Tentang kitab pusaka Kiu Im Ci Keng, kakaknya pergi, ke
Tionggoan justru mencari kitab pusaka tersebut. Oleh karena itu, dia
manggut-manggut.
Cen Tok Hang melanjutkan.
"Aku pikir, kitab pusaka
Kiu Im Cin Keng memang merupakan kitab pusaka yang aneh dan hebat. Aku pernah
mendengar dari orang, bahwa kini kitab tersebut jatuh di tangan Ong Tiong Yang,
ketua muda Partai Coan Cin Kauw. Kalau kau ke sana, sudah pasti harus bertarung
dengannya. Dia adalah ketua Partai Coan Cin Kauw, tentunya tidak akan
menyerahkan kitab pusaka begitu saja padamu."
Ouw Yang Hong terus
mendengarkan. Keitika teringat akan dirinya menjadi seorang racun tua, ke
Tionggoan merebut kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, dirinya bukan seorang sastrawan
lemah lagi, yang selalu dihina orang. Hal itu membuatnya ber-girang dalam hati,
bahkan amat terharu pula.
Dia segera menjatuhkan diri
berlutut di hadapan Cen Tok Hang, bersujud dengan hormat sekali, sambil
memanggut-manggutkan kepalanya sampai sembilan kali. Setelah itu, dia pun
bersumpah berat di hadapan orang tua itu.
"Teecu Ouw Yang Hong
telah mengambil ke-putusan untuk menjadi pewaris Racun Tua Cen Tok Hang. Seumur
hidup teecu akan berlaku kejam dan jahat di dunia persilatan, dan melakukan
sesuatu tidak akan sama seperti orang lain. Setelah teecu berhasil menguasai
ilmu Ha Mo Kang, keluar dari sini pasti teecu membunuh Susiok Cha Ceh Ih dan
seluruh penghuni Perkampungan Liu Yun Cun . . ." Bersumpah sampai di situ,
Ouw Yang Hong mendongakkan kepalanya memandang Cen Tok Hang seraya bertanya.
"Suhu, apakah teecu juga harus membunuh para pelayan di perkampungan
ini?"
Cen Tok Hang menyahut dengan
lantang.
"Bunuh! Mengapa tidak
bunuh mereka? Kau harus membunuh mereka! Siapa suruh mereka tidak ke mari
menyelamatkan kita? Mereka melihat aku tidak ada, maka mereka pun pergi! Karena
itu, mereka harus dibunuh!"
Ouw Yang Hong melanjutkan
sumpahnya.
"Aku pun akan membunuh
para pelayan, baik yang kecil, muda maupun yang tua. Aku pasti membunuh mereka
semua! Kalau teecu Ouw Yang Hong tidak melakukannya, pasti akan mati secara
mengenaskan!"
Bukan main girangnya hati Cen
Tok Hang setelah mendengar sumpah Ouw Yang Hong itu.
"Kau kucari justru ingin
kujadikan pewarisku. Kini kau akan melanjutkan niatku, bukankah sepertinya aku
hidup kembali?"
Usai berkata begitu, Cen Tok
Hang mengucurkan air mata, kelihatannya hatinya amat terhibur.
Ouw Yang Hong terus berlutut.
Dia mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Cen Tok Hang menjelaskan ilmu
Iwee kang Ha Mo Kang. Setelah itu, Cen Tok Hang berkata.
"Kau harus tahu, lwee
kang Ha Mo Kang amat sulit dipelajari. Ketika susiokmu masih kecil, secara
diam-diam melatih Iwee kang Ha Mo Kang, sehingga mengalami kesesatan. Sejak itu
dirinya tidak bisa tumbuh besar, malah menuduhku mencelakainya. Oleh karena
itu, dia amat membenciku. Kau adalah orang yang cerdik, harus dengar baik-baik
dan ingat selalu apa yang kuberitahukan."
Cen Tok Hang menjelaskan lagi
mengenai Iwee kang Ha Mo Kang, dan Ouw Yang mendengarkan dengan penuh
perhatian.
"Tenaga besar seperti
tidak ada, tidak berjalan lima langkah, harus mengerahkan hawa yang ada di
dalam tubuh . . ."
Cen Tok Hang hanya menjelaskan
dua kali, tapi Ouw Yang Hong sudah paham akan inti pelajaran Iwee kang Ha Mo
Kang. Itu sungguh mengejutkan Cen Tok Hang. Kemudian dia berkata dalam hati.
Kalau aku dalam keadaan sehat, melihatnya begitu jenius, tentu menjadi tidak
enak tidur. Setelah aku membunuhnya barulah hatiku bisa tenang. Orang ini
sedemikian jenius, sedangkan diriku sudah sekarat. Sungguh beruntung diriku!
Setelah aku mati, tidak akan merasa penasaran lagi.
Ilmu Ha Mo Kang merupakan
semacam Iwee kang sesat. Namun setelah belajar Ha Mo Kang, tidak sulit untuk
belajar ilmu lain.
Ouw Yang Hong terus berlatih
sesuai dengan petunjuk Cen Tok Hang. Gerakannya persis seperti kodok
berloncat-loncatan, namun amat aneh dan penuh mengandung Iwee kang.
Cen Tok Hang mengajarnya
dengan sepenuh hati, sedangkan Ouw Yang Hong berlatih dengan sungguh-sungguh.
Sepuluh hari kemudian, Ouw Yang Hong sudah berhasil menguasai ilmu tersebut.
Malam harinya, ketika Cen Tok
Hang tidur pulas, Ouw Yang Hong bangun lalu mendekati mulut goa. Ternyata dia
masih ingat akan perkataan gurunya itu, bahwa asal dia berhasil menguasai ilmu
Ha Mo Kang, maka bisa membuka mulut goa tersebut. Maka malam itu Ouw Yang Hong
ingin mencobanya. Apabila berhasil membuka mulut goa itu, dia akan meninggalkan
tempat itu bersama gurunya.
Ouw Yang Hong berjongkok
seperti kodok, menghimpun Iwee kang, lalu menghantam ke arah mulut goa itu.
Seketika terdengar suara
bergemuruh. Ouw Yang Hong segera meloncat ke samping, lalu memandang mulut goa.
Tampak tanah meleleh, namun tidak terlihat jalan keluar. Hatinya menjadi dingin
dan berpikir. Berdasarkan kungfunya, mungkin sulit baginya untuk meninggalkan
tempat ini. Guru mendustaiku! Guru mendustaiku! Teriaknya dalam hati sambil
memandang mulut goa itu. Kalau gurunya mati, bukankah akan tinggal dirinya
sendiri di tempat tersebut?
Ouw Yang Hong menjadi putus
asa. Perasaan
sedih dan kecewa membaur
menjadi satu. Berselang sesaat, barulah dia kembali ke ruang batu, lalu duduk
dengan nafas memburu.
Mendadak Cen Tok Hang
bersuara.
"Kau sudah pergi mencoba,
apakah tidak berhasil membuka mulut goa itu?"
"Tidak salah," sahut
Ouw Yang Hong dengan lesu.
"Kalau kau baru sekali
turun tangan sudah berhasil membuka mulut goa itu, tentunya sungguh
menakjubkan! Kau baru berhasil menguasai ilmu Ha Mo Kang, sudah pasti belum
bisa membuka mulut goa itu. Kalau aku tidak terluka parah, pasti bisa membuka
mulut goa itu."
Ouw Yang Hong diam Gurunya
memang terluka parah, bagaimana mungkin mengerahkan Iwee kang untuk mendorong
pintu goa itu? Sedangkan Iwee kangnya masih dangkal, apakah mereka berdua tidak
dapat keluar selamanya?
Sudah tiga bulan mereka berdua
berada di dalam ruang rahasia itu. Kian hari kondisi badan Cen Tok Hang kian
melemah. Ouw Yang Hong tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menyaksikan gurunya
dalam keadaan sekarat. Kini Iwee kang Ouw Yang Hong semakin maju. Dia telah
menguasai Iwee kang Ha Mo Kang sebanyak empat bagian.
Hari ini Cen Tok Hang
memanggil Ouw Yang
Hong. Dipandangnya Ouw Yang
Hong dengan mata sayu.
"Ouw Yang Hong, mulai
hari ini kau adalah penjahat si Racun Tua yang jarang ada di kolong langit.
Mudah-mudahan kau tidak melupakan kebencian dan dendam!"
Air mata Ouw Yang Hong
meleleh.
"Suhu telah menolongku,
aku amat berterima-kasih pada Suhu. Bagaimana mungkin aku membenci Suhu?"
katanya terisak-isak.
Cen Tok Hang menghela nafas
panjang.
"Kau membenciku juga
tidak apa-apa. Namun kau jangan lupa akan sumpahmu itu. Kalau kau tidak
melaksanakannya, biar mati pun aku tidak akan melepaskanmu."
Ouw Yang Hong manggut-manggut.
"Kungfu perguruan kita
ini ada pula semacam kungfu yang disebut Hua Kang Tay Hoat (Ilmu Menyedot Lwee
Kang). Asal kau menyedot Iwee kangku, pasti dapat keluar dari ruang rahasia
ini. Telapak tanganmu harus ditaruh pada Keng Tiong Kiatku."
Usai berkata, Cen Tok Hang
bangkit berdiri. Akan tetapi, Ouw Yang Hong justru berteriak-teriak.
"Tidak, tidak! Suhu, aku
tidak akan melakukan itu!"
"Apakah kau adalah murid
dari perguruan Kiu Sia Tok Ong? Mengapa mengerjakan sesuatu harus bertele-tele?
Itu bukan sifat dari perguruan kita!" kata Cen Tok Uang.
Setelah berkata begitu,
mendadak dia ber teriak-teriak sekeras-kerasnya.
"Ouw Yang liong! Kalau
kau tidak mendengar kataku, aku pasti mati penasaran dan mataku tidak akan
dapat dipejamkan!"
Orang tua itu berjalan ke
hadapan Ouw Yang Hong, kemudian dengan tiba-tiba dia menyambar tangan Ouw Yang
Hong, lalu ditaruh pada Keng Tiong Hiatnya.
Sesungguhnya Ouw Yang Hong
tidak sudi berbuat begitu. Namun ilmu Ha Mo Kang merupakan ilmu yang amat aneh.
Jika dia semakin meronta justru membuat Iwee kangnya semakin besar pula
menerjang keluar, sehngga telapak tangannya menempel pada Keng Tiong Hiat
gurunya, maka dia tidak bisa bergerak lagi.
Apa boleh buat, dia terpaksa
harus memusatkan perhatiannya untuk menyedot Iwee kang gurunya.
Ketika Ouw Yang Hong mulai
menyedot Iwee kang Cen Tok Hang, orang tua itu merasa nyaman.
Berselang beberapa saat
kemudian, mendadak Cen Tok Hang menjerit.
"Aduuuh!"
Badannya terlepas dari tangan
Ouw Yang Hong, lalu terkulai. Ouw Yang Hong segera memapahnya, namun wajah
gurunya semakin pucat pias, bahkan nafasnya memburu.
Itu membuat Ouw Yang Hong
langsung menangis terisak-isak.
"Suhu! Suhu! Mengapa Suhu
menyusahkan diri sendiri . . .?" katanya dengan suara gemetar.
"Ouw Yang Hong, ingatkah
kau akan perkataanku?" tanya Cen Tok Hang.
Ouw Yang Hong mengangguk, tak
mampu berkata apa-apa.
"Kau harus ingat akan
perkataanku. Jadi . . . seorang penjahat harus melakukan sesuatu yang menggemparkan
..." kata Cen Tok Hang.
Nafas orang tua itu semakin
lemah, membuat hati Ouw Yang Hong seperti tersayat. Suhu tidak begitu baik
terhadap kelima muridnya, tapi amat baik terhadapku. Aku berhutang budi
padanya. Aku harus mendengar perkataan suhu, jadi seorang penjahat yang jarang
ada di kolong langit. Aku harus membunuh susiok, kelima suheng dan para
penghuni Perkampungan Liu Yun Cun. Katanya dalam hati.
Ouw Yang Hong duduk
beristirahat. Dia tahu Iwee kangnya sudah amat tinggi, karena menyedot iwee
kang suhunya yang telah berlatih selama enam puluh tahun. Itu membuat hatinya
girang dan sedih, sebab Cen Tok Hang telah berkorban demi dirinya. Aku harus
keluar. Aku percaya akan perkataan suhu. Aku pasti bisa keluar! Begitu keluar,
aku pasti membalaskan dendam suhu, membunuh mereka semua, agar suhu dapat
tenang di alam baka! Pikir Ouw Yang Hong, lalu bersujud di hadapan Cen Tok
Hang.
"Suhu, aku mau pergi.
Kalau benar apa yang dikatakan Suhu, aku pasti bisa keluar. Setelah aku keluar,
aku pasti membalas dendammu."
Ouw Yang Hong segera mendekati
mulut goa, lalu menatap lekat-lekat batu besar itu. Dia menarik nafas
dalam-dalam sambil mengerahkan Iwee kang, kemudian mendorong ke arah batu besar
itu.
***
Sementara itu, ketika Ciok
Cuang Cak, Su Bun Seng, Cu Kuo Cia dan C ha Ceh Ih sedang bercakap-cakap di
atas tumpukan puing-puing. Mendadak terdengar suara mengggelegar dari kamar
istirahat Cen Tok Uang, dan tampak bayangan mencelat ke atas setinggi beberapa
depa, lalu melayang turun. Bayangan itu ternyata sesosok manusia.
Mereka berempat tersentak
kaget, dan langsung meloncat ke belakang. Orang yang baru melayang turun itu
berdiri tertegun, kemudian menengok ke sana ke mari dengan mata terbelalak.
Orang itu berpakaian biru,
yang sobek-sobek dan rambutnya awut-awutan. Kemunculannya yang mendadak sungguh
menyerupai arwah penasaran.
Cha Ceh Ih segera
mendekatinya.
"Siapa kau?"
tanyanya dengan suara keras.
Orang tersebut menyingkap
rambutnya, kemudian tertawa dingin dengan nada yang amat tajam. Bukan main
terkejutnya Cha Ceh Ih, sebab suara tawa orang itu penuh mengandung lwee kang,
pertanda dia berkepandaian amat tinggi.
"Siapa kau?" tanya
Cha Ceh Ih lagi dengan suara keras pula.
"Apakah Susiok sudah
tidak mengenaliku lagi?" Orang itu balik bertanya dengan suara dalam.
Pertanyaan tersebut membuat
Cha Ceh Ih tersentak. Dia menatap orang itu dengan penuh perhatian. Orang itu
ternyata Ouw Yang Hong. Ketika mengetahui orang itu adalah Ouw Yang Hong, Cha
Ceh Ih bergirang dalam hati. Pada hal dia mengira Cen Tok Hang dan Ouw Yang
Hong telah mati di ruang rahasia itu, siapa tahu Ouw Yang Hong masih hidup.
Oleh karena itu, dia tertawa gembira seraya berkata.
"Ouw Yang Hong, di mana
suhumu? Kenapa dia tidak keluar bersamamu?"
"Kau ingin membunuh
suhuku, tapi mengapa masih menaruh perhatian padanya?" Ouw Yang Hong balik
bertanya.
"Suhumu sudah mati,
bukan?" kata Cha Ceh Ih dengan gembira.
Ouw Yang Hong menengadahkan
kepala, memandang rembulan yang tertutup awan hitam.
"Suhu memang sudah
mati," sahutnya kemudian.
Cha Ceh Ih bertepuk tangan,
lalu berkata dengan wajah berseri-seri.
"Bagus! Racun Tua itu
telah mati! Itu betul-betul kemauan kita! Ouw Yang Hong, ketika Racun Tua itu
mati, apakah dia menurunkan ilmu lwee kang Ha Mo Kang kepadamu?"
Ouw Yang Hong merasa muak
dalam hati. Tak disangka orang-orang Perkampungan Liu Yun Cun, sama sekali
tidak menaruh perhatian akan kematian Cen Tok liang. Tapi, ternyata ketika
gurunya mati, dia sendiri yang menunggunya di dalam ruang rahasia. Oleh karena
itu, Ouw Yang Hong menghela nafas panjang.
Cha Ceh Ih menatapnya,
kemudian bertanya lagi.
"Suhumu menurunkanmu ilmu
Ha Mo Kang?"
Ouw Yang Hong manggut-manggut.
Dia sudah bersiap-siap, karena yakin susioknya itu punya suatu rencana busuk.
Cha Ceh lh tertawa gembira dan
memandang Ouw Yang Hong.
"Ouw Yang Hong, maukah
kau menurunkan Ha Mo Kang itu padaku?" tanyanya dengan sungguh-sungguh.
Ketika mendengar pertanyaan
itu, Ouw Yang Hong tertawa. Sampai lama sekali barulah dia menyahut.
"Susiok mau belajar ilmu
Ha Mo Kang, terpaksa harus berguru padaku. Kalau Susiok berguru padaku,
bukankah tingkatan Susiok akan berubah rendah dariku? Itu sungguh tidak baik,
bukan?"
Wajah Cha Ceh Ih berseri-seri.
"Ouw Yang Hong, aku
tumbuh seperti anak kecil, berguru padamu juga tidak akan merasa malu. Apalagi
kau satu-satunya ahli waris perguruan kita. Maka apabila aku berguru padamu,
akan menambah cemerlang perguruan kita."
Sesungguhnya Ouw Yang Hong
hanya menyindir Cha Ceh Ih, tapi tidak tahunya si Kecil itu malah ingin berbuat
begitu. Maka hati Ouw Yang Hong tersentak.
"Pada hal aku boleh
mengabulkannya, namun kau yang mencelakai suhu dan diriku pula. Kalau suhu
tidak menyelamatkanku, kini aku pasti sudah mati. Aku membencimu sampai ke tulang
sumsum! Bagaimana mungkin aku bisa menerimamu sebagai muridku?"
Cha Ceh Ih tertawa
terkekeh-kekeh, kemudian mendadak wajahnya berubah menjadi dingin.
"Lihatlah! Ada diriku dan
para suhengmu di sini. Kalau kau tidak mengabulkan, apakah masih ada jalan
hidup bagimu?" katanya sepatah demi sepat ah.
"Ketika suhu mau
mewariskan ilmu lwee kang
Ha Mo Kang padaku, aku disuruh
bersumpah di hadapannya harus membunuh kalian semua berikut sanak keluarga
kalian yang berada di perkampungan ini. Susiok, cepatlah kau turun
tangan!"
Cha Ceh Ih bertepuk tangan
seraya berkata.
"Ouw Yang Hong! Ouw Yang
Hong! Apakah kau seorang tolol? Selama dua puluh tahun ini suhumu tidak dapat
membunuhku! Aku pun tidak dapat membunuhnya, karena kami berdua seimbang!
Sedangkan kau . . . ingin membunuhku, pertanda kau tidak tahu akan kemampuanmu
sendiri!"
Ouw Yang Hong tidak menyahut.
Sementara Su Bun Seng terus
menatapnya. Setelah itu, dia pun berkata dengan nada lembut.
"Ouw Yang Hong, ketika
kami berada di Kota Ciau Liang, melihatmu bukan seorang penjahat, barulah kami
membawamu kemari. Menurutku, memang ada baiknya kau belajar ilmu Ha Mo Kang,
namun kau harus memberitahukan rahasia ilmu lwee kang Ha Mo Kang itu, lalu kau
boleh kembali ke Kota Ciau Liang mencari kakakmu. Bukankah baik sekali
bagimu?"
Ouw Yang Hong tidak menyahut.
Dia cuma tersenyum, tapi senyumannya amat dingin.
Sedangkan Cu Kuo Cia yang
masih tercekam hatinya, tidak begitu berani memandang Ouw Yang Hong.
"Kau manusia atau setan?
Apakah kau yang membawa pergi Tau Ji? Kau harus kembalikan Tau Ji padaku!"
gumamnya.
Kemudian dia bergerak maju ke
hadapan Ouw Yang Hong. Akan tetapi, Su Bun Seng segera berseru.
"Toako! Toako! Dia bukan
setan! Kau jangan bergebrak dengannya! Biar susiok saja yang
menghadapinya!"
Orang itu langsung menghadang
di depan Cu Kuo Cia. Sedangkan Ouw Yang Hong terus memandang mereka. Ketika
melihat Ciok Cuang Cak berdiri mematung di situ, Ouw Yang Hong pun tercengang.
Sebab orang itu berdiri diam seakan sedang mendengarkan sesuatu. Setahu Ouw
Yang Hong, orang tersebut berhati jujur dan dapat mengatasi masalah. Tapi kini,
mengapa dia berdiri tertegun di tempat, tidak bicara sama sekali?
Su Bun Seng melihat Ouw Yang
Hong memperhatikan Ciok Cuang Cak, hatinya pun tergerak.
"Susiok, Ouw Yang Hong
ikut suhu belajar ilmu Ha Mo Kang. Lwee kangnya pasti sudah tinggi, maka lebih
baik Susiok membiarkannya bergebrak sejenak dengan sam sute," katanya
segera kepada Cha Ceh Ih.
Cha Ceh Ih juga berotak
cerdas. Ketika mendengar perkataan Su Bun Seng yang tiada ujung pangkalnya,
hatinya sudah terpikirkan sesuatu. Dia
melihat ke arah Su Bun Seng.
Dia tahu orang itu cukup setia padanya, maka segera berkata pada Ciok Cuang
Cak.
"Cuang Cak, lihatlah
orang itu! Dialah yang meracuni anak istrimu. Kau harus membunuhnya!"
Ciok Cuang Cak telah makan
semacam obat bius pelupa diri, maka dalam hatinya hanya ingat pada istrinya
yang dipanggil San Ji, dan ingat bahwa istrinya telah mati dibunuh orang, maka
harus membalas dendam. Namun bagaimana cara istrinya mati, dia justru tidak
begitu jelas. Maka ketika mendengar perkataan susioknya, dia langsung bertanya.
"Apakah dia yang membunuh
San Ji?" tanyanya sambil menunjuk Ouw Yang Hong.
Cha Ceh Ih menyahut.
"Dia! Memang dia. Dia
yang meracuni San Ji. Tahukah kau? Perkampungan Liu Yun Cun kita selalu damai,
selama puluhan tahun tidak pernah mengalami kejadian yang mengenaskan, semuanya
hidup dengan akur dan damai. Tapi kini banyak yang mati keracunan, itu
disebabkan kedatangannya. Dia ingin jadi penjahat besar, maka dia membunuh San
Ji, Tau Ji dan membunuh istri ji su hengmu juga. Kalau kau tidak percaya,
tanyakanlah pada mereka!"
Ciok Cuang Cak menatap Su Bun
Seng, menunggunya berbicara.
"Tidak salah, sam sute!
Istriku pun dibunuh olehnya."
Ciok Cuang Cak mengangkat goloknya.
"Ji suheng, katakanlah!
Apakah dia yang membunuh San Ji?" tanyanya lagi.
"Ya!" sahut Su Bun
Seng.
Seketika juga Ciok Cuang Cak
menyerang Ouw Yang Hong dengan golok. Bukan main dahsyatnya serangan itu,
sehingga mengejutkan Cu Kuo Cia, Su Bun Seng dan Cha Ceh Ih.
Mereka bertiga yakin Ouw Yang
Hong pasti mati di bawah sambaran golok Ciok Cuang Cak. Akan tetapi, mendadak
mereka terbelalak, ternyata Ouw Yang Hong mampu berkelit dengan ringan sekali.
Setelah itu, sekonyong-konyong tangannya bergerak dan berhasil menepuk punggung
golok itu, sehingga golok itu nyaris terlepas dari (angan Ciok Cuang Cak.
Betapa terkejutnya Ciok Cuang Cak, maka gerakan goloknya menjadi agak lamban.
Hati mereka yang menyaksikan
pertarungan itu semakin terkejut, karena mereka tidak menyangka Ouw Yang Hong
dapat bergerak begitu gesit.
"Ciok suheng, apakah kau
juga ingin membunuh suhuku?" tanya Ouw Yang Hong.
"Kalau tua bangka itu
masih hidup, aku pasti membacoknya hingga terpotong-potong!" sahut Ciok
Cuang Cak dengan membentak sambil menyerang.
Ouw Yang Hong menatapnya,
kemudian bersiul panjang sekaligus meloncat ke belakang.
"Mau kabur ke mana?"
bentak Ciok Cuang Cak.
Di saat bersamaan, Ouw Yang
Hong membungkukkan badannya, seakan mau berjongkok. Mulutnya mengeluarkan suara
'Krok! Krok! Krok!' Lalu sepasang tangannya mendorong ke depan ke arah Ciok
Cuang Cak. Seketika itu juga terdengar suara benturan.
Golok di tangan Ciok Cuang Cak
terpental, dan tampak pula debu berterbangan. Setelah debu itu sirna, tidak
terlihat Ciok Cuang Cak berada di situ. Su Bun Seng dan Cha Ceh Ih menengok ke
sana ke mari. Mendadak mereka berdua terbelalak, ternyata melihat Ciok Cuang
Cak menembus ke dalam sebuah pohon. Su Bun Seng dan Cha Ceh Ih cepat-cepat
menariknya, namun nafas Ciok Cuang Cak telah putus.
Mereka berdua tersentak,
karena baru beberapa bulan mereka tidak melihat Ouw Yang Hong, tak disangka
kungfunya sudah begitu tinggi.
Sementara Cu Kuo Cia hanya
berdiri tertegun di tempat, sedangkan Cah Ceh Ih terus menatap Ouw Yang Hong
dengan mata terbeliak, tak mampu bersuara sedikit pun.
Ouw Yang Hong sendiri juga
terbengong-bengong di tempat. Ketika mengerahkan ilmu Ha Mo Kang, dia justru
masih ragu, apakah mampu merobohkan Ciok Cuang Cak? Kalau tidak, dirinya pula
yang akan celaka. Namun begitu mengerahkan ilmu Ha Mo Kang, terdengarlah suara
benturan dan debu pun beterbangan. Berselang sesaat, dia melihat Su Bun Seng
dan Cha Ceh Ih menarik seseorang dari pohon, tidak lain adalah Ciok Cuang Cak
yang sudah tak bernyawa lagi.
Hatinya berdebar-debar,
kemudian dia berkata dalam hati. Aku sudah membunuh orang. Aku sudah membunuh
orang dengan tanganku sendiri. Dia ingin membunuhku, aku pun harus membunuhnya.
Kalau aku tidak memiliki kungfu aneh itu, pasti tidak dapat membunuhnya,
sebaliknya malah aku yang akan terbunuh. Kini aku telah membunuh orang.
Tanganku sudah berlumuran darah. Aku ingin menjadi orang baik sudah tidak bisa
lagi.
Cha Ceh Ih, Su Bun Seng dan Cu
Kuo Cia memandang Ouw Yang Hong. Wajah Ouw Yang Hong tampak bengis dan matanya
berapi-api.
"Aku sudah membunuh
orang. Aku sudah membunuh orang. Suhu, aku sudah membunuh satu orang. Aku
adalah penjahat. . ."
Usai bergumam, Ouw Yang Hong
tampak gembira sekali, namun air matanya justru mengucur deras.
Cha Ceh Ih terus memandangnya,
lalu berkata dalam hati. Ouw Yang Hong telah memiliki kungfu aneh, kelihatannya
sulit dilawan. Tapi kini kami berjumlah tiga orang. Kalau kami turun tangan
serentak dan menggunakan racun, mungkin masih dapat menundukkannya. Setelah
mengambil ke putusan demikian, dia berkata dengan suara nyaring.
"Ouw Yang Hong, kau
berhasil membunuh Ciok Cuang Cak, namun tidak akan berhasil membunuhku!"
Dia memandang Su Kuo Cia dan
Su Bun Seng, lalu memberi isyarat pada mereka.
Su Bun Seng segera berkata
pada Cu Kuo Cia.
"Toako, orang itu sungguh
kejam. Dia telah membunuh keluarga kita, kini juga membunuh sam sute. Kau
menyaksikannya, pasti percaya, bukan?"
Cu Kuo Cia memandang Su Bun
Seng. Dia tampak tertegun.
"Dia . . . dia telah
membunuh sam sute?" tanyanya perlahan.
Su Bun Seng mengangguk.
"Betul!"
"Bunuh ya bunuh! Sam sute
juga bukan orang baik ..." kata Cu Kuo Cia lalu bertanya. "Kau
bilang, dia . . . dia adalah seorang penjahat besar?"
Su Bun Seng memandang Cu Kuo
Cia. Tampak sepasang matanya menyorot bengis, membuat Su
Bun Seng cepat-cepat
menundukkan kepala.
"Toako, kau dan aku tak
dapat dibandingkan dengan dirinya lagi. Kita cuma penjahat kecil, sedangkan dia
penjahat besar. Pantas suhu mengejarnya kedua macam ilmu silat itu."
Cu Kuo Cia kelihatan gusar sekali.
Ternyata dia masih ingat akan didikan gurunya, harus menjadi seorang penjahat
besar. Kini dia mendengar bahwa Ouw Yang Hong sudah menjadi seorang penjahat
besar, bahkan juga menjadi pewaris suhunya, kegusarannya menjadi memuncak.
Mendadak dia membentak keras,
lalu menyerang Ouw Yang Hong. Cha Ceh Ih tampak tersenyum. Asal Cu Kuo Cia
bertarung dengan Ouw Yang Hong, maka dia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk
membokong Ouw Yang Hong.
Dia berjalan ke belakang Ouw
Yang Hong, kemudian mengeluarkan sedikit bubuk racun. Di kibaskannya bubuk
racun itu ke arah Ouw Yang Hong, tetapi Ouw Yang Hong justru tidak
merasakannya. Bukan main terkejutnya Cha Ceh Ih. Kemudian dia segera meloncat
ke belakang.
Melihat Cha Ceh Ih tidak
berhasil meracuni Ouw Yang Hong, Su Bun Seng pun cepat-cepat mundur.
Cu Kuo Cia sama sekali tidak
tahu akan kejadian itu, maka masih terus menyerang Ouw Yang Hong dengan sengit.
Ouw Yang Hong berkelit sambil
memandang wajah Cu Kuo Cia. Tiba-tiba di pelupuk matanya muncul bayangan gurunya
yang mati secara mengenaskan. Itu membuat Ouw Yang Hong bersiul panjang,
sekaligus turun tangan menyerang Cu Kuo Cia.
Plak!
Dada Cu Kuo Cia terpukul,
sehingga dia terhuyung-huyung ke belakang. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Ouw
Yang Hong untuk memukulnya lagi.
Plak!
Dada Cu Kuo Cia terpukul lagi.
Pukulan kedua itu membuatnya menyemburkan darah segar.
Menyaksikan kejadian itu, Su
Bun Seng segera berteriak-teriak.
"Toako! Cepat pergi!
Cepat pergi!"
Akan tetapi, Cu Kuo Cia tidak
menghiraukan teriakan itu. Kelihatannya malah ingin mengadu nyawa dengan Ouw
Yang Hong.
Su Bun Seng segera
berteriak-teriak lagi.
"Toako, cepat pergi!
Toako, Ouw Yang Hong ingin membunuh Tau Ji! Kalau kau tidak cepat-cepat pergi,
dia pasti akan membunuh Tau Ji!"
"Jangan membunuh Tau Ji,
jangan membunuh Tau Ji! Aku pergi, aku segera pergi!" teriak Cu Kuo Cia.
Dia langsung melesat pergi,
begitu pula Cha
Ceh Ih dan Su Bun Seng. Dalam
sekejap mereka bertiga telah lenyap dari pandangan Ouw Yang Hong.
Padahal Ouw Yang Hong ingin
membunuh mereka bertiga, namun ketiga orang itu kabur begitu cepat. Tidak
mungkin Ouw Yang Hong akan berhasil mengejar mereka bertiga.
Dia berdiri termangu-mangu,
memandang semua rumah yang telah berubah menjadi puing sambil bergumam.
"Suhu! Apa yang telah
terjadi?Apa yang telah terjadi? Suhu, aku harus pergi. Kalau aku bertemu
mereka, pasti kubunuh mereka untuk membalas dendam suhu."
Dia melangkah pergi seorang
diri menuju jalan besar. Sambil berjalan dia berpikir. Sudah sekian lama dia
tidak bertemu kakaknya, entah bagaimana keadaan Bokyong Cen yang bersama
kakaknya, apakah gadis itu masih memikirkannya?
Sementara itu, Ouw Yang Coan
dan Bokyong Cen yang berpisah dengan Ouw Yang Hong di kota Ciau Liang, terus
melakukan perjalanan menuju Gunung Cong Lam San. Di sepanjang jalan, wajah Ouw
Yang Coan tampak murung karena terus memikirkan adiknya. Dia penasaran sekali
sebab kepandaiannya masih di bawah orang lain. Kalau tidak, bagaimana mungkin
adiknya akan ikut orang lain berangkat ke daerah Utara? Oleh karena itu, dalam
perjalanan menuju Gunung Cong Lam San, wajah Ouw Yang Coan tampak murung
sekali.
Hari ini Ouw Yang Coan dan
Bokyong Cen sudah tiba di kaki Gunung Cong Lam San. Mereka berdua melihat ada
sebuah kedai arak di pinggir jalan. Terlihat pula beberapa tamu sedang minum di
sana. Karena ingin menanyakan jalan yang harus mereka tempuh, maka mereka
memasuki kedai arak itu. Ketika mereka berdua baru saja duduk, tiba-tiba
terdengar suara ringkikan kuda. Tak lama kemudian tampak tiga orang berdandan sebagai
orang suku Kim (Tatar) memasuki kedai arak itu pula. Ketiga orang Kim itu duduk
di sebelah meja Ouw Yang Coan. Mereka bertiga memesan arak dan daging, lalu
salah seorang berkata.
"Aku lihat, kalau kali
ini Lang Cu (Majikan Srigala) berniat, Cong Lam San akhirnya pasti tidak bisa
hidup lagi. Tapi . . . apakah Ong Tiong Yang punya kepandaian yang amat
tinggi?"
Seorang lagi langsung berkata
dengan suara rendah.
"Bicaramu jangan
keras-keras. Di sini termasuk wilayah Cong Lam San, jangan-jangan semua orang
yang ada di sini adalah orang-orang Ong Tiong Yang."
Orang yang berkata duluan itu
memukul meja, lalu berkata dengan keras.
"Bangsat! Kalau mereka
orang-orang Ong
Tiong Yang, lalu mau apa? Aku
justru berkata sekeras-kerasnya, ingin tahu mereka mau apa? Kalau mereka tidak
tunduk, aku akan suruh mereka mati di tanganku!"
Usai berkata, orang tersebut
mendongakkan kepala menengok ke sana ke mari, sepertinya ingin tahu siapa yang
berani meladeninya.
Semua orang yang ada di kedai
arak itu, tiada yang berani memandangnya, rupanya takut akan menimbulkan
urusan.
Ouw Yang Coan melirik orang
itu. Dia merasa tidak senang melihat orang-orang Kini itu bertingkah di wilayah
Tay Song. Kelihatannya ke rajaan Tay Song memang sudah berada di ambang
kehancuran, bahkan rakyatnya akan ditindas dan dihina.
Saat ini, orang Kim yang agak
muda itu berkata.
"Saudara, mereka bukan
Ong Tiong Yang. Mengapa kau gusar pada mereka? Apa gunanya?"
"Begitu bertemu Ong Tiong
Yang, jangan-jangan nyalinya sudah hilang," sahut temannya yang berbadan
kurus.
Orang Kim yang satu itu
bersifat keras. Maka ketika mendengar sindiran itu, dia langsung
berteriak-teriak saking gusarnya.
"Aku akan mati kegusaran!
Aku adalah pahlawan Kim! Apakah aku akan takut pada Ong
Tiong Yang? Aku akan pergi
bersama kalian berdua ke Cong Lam San mencari Ong Tiong Yang! Lihat dia
menyerahkan kitab Kiu Im Cin Keng atau tidak! Kuampuni dia kalau mau
menyerahkan kitab itu! Tapi kalau tidak, aku pasti turun tangan
terhadapnya!"
Ouw Yang Coan memandang
Bokyong Cen. Gadis itu tahu akan maksud pandangannya itu, bahwa mereka sudah
tiba di Gunung Cong Lam San, dan tidak lama lagi akan bertemu Ong Tiong Yang.
Seandainya benar Kitab Kiu Im Cin Keng itu berada di tangannya, berarti ada
harapan untuk memperoleh kitab pusaka tersebut. Akan tetapi, ketiga orang Kini
itu membicarakan kitab pusaka itu secara terang-terangan di kedai arak,
pertanda seluruh kaum rimba persilatan sudah tahu tentang kitab pusaka
tersebut. Bukankah itu sulit sekali memperolehnya?
Ketika Ouw Yang Hong dan
Bokyong Cen tenggelam dalam lamunan sendiri, tiba-ttiba terdengar suara orang
memuji kebesaran Sang Buddha.
"Omitohud!"
Tampak seorang padri muda
memasuki kedai arak itu. Wajahnya welas asih dan telinganya amat lebar.
Padri itu duduk dengan kepala
tertunduk. Kemudian seorang pelayan menghampirinya dan bertanya dengan hormat.
"Taysu mau pesan
apa?"
"Semangkok air
putih," sahut padri muda itu dengan suara ringan.
Pelayan itu masih menunggu,
mengira padri muda itu akan melanjutkan ucapannya, namun ternyata tidak. Padri
itu malah memejamkan matanya.
"Taysu mau pesan makanan
apa?" tanya pelayan itu lagi.
"Semangkok air
putih," sahut padri muda.
Pelayan tercengang,
menggaruk-garuk kepala.
"Taysu tidak pesan
makanan lain?"
Padri itu mendongakkan kepala
sambil membuka matanya. Sepasang matanya bersinar terang, memandang si pelayan.
"Hanya semangkok air
putih saja!"
Sementara ketiga orang Kim
yang duduk di belakang meja padri muda itu, terus menatapnya dengan mata tak
berkedip.
Sedangkan pelayan sudah
mengambil semangkok air putih, ditaruh di atas meja padri muda.
Padri muda merangkapkan
sepasang tangannya, matanya memandang air putih itu seraya berkata.
"Penitisan sang padri
sungguh tidak gampang! Makan makanan orang lain dan ingin menyerakahi kitab
pusaka orang lain merupakan pantangan besar. Dosa! Sungguh berdosa!"
Kemudian padri itu
mengeluarkan sebuah bun talan kecil dari dalam jubahnya, lalu ditaruhnya di
atas meja dan dibukanya. Buntalan itu berisi bunga-bunga yang telah kering.
Dengan dua jarinya padri muda mengambil bunga itu sekuntum, lalu dimasukkan ke
dalam mulutnya. Ternyata dia menyantap bunga kering itu dan minum air putih
yang di dalam mangkok.
"Dosa! Dosa! Bunga juga
punya jiwa. Menyantap bunga merupakan dosa yang tak ringan," katanya.
Sejak tadi Ouw Yang Coan dan
Bokyong Cen terus menatap padri muda itu. Mereka berdua merasa heran sekali.
Padri muda itu memang aneh, cuma minum air putih dan menyantap bunga kering.
Apakah dia bisa hidup hanya dengan minum dan bersantap seperti itu?
Semua orang memandangnya.
Mereka menganggapnya sebagai makluk aneh. Namun padri muda itu tampak tenang.
Dia mengikat kembali buntalannya, lalu disimpan ke dalam jubahnya. Setelah itu,
dia menaruh uang receh di atas meja dan bangkit berdiri.
Semua orang mengira padri muda
itu mau pergi, tapi ternyata tidak. Dia mendekati ketiga orang Kim, lalu
memberi hormat seraya berkata.
"Tadi kudengar kalian
bertiga bilang, bahwa Ong Tiong Yang memperoleh sebuah kitab pusaka.
Apakah itu benar?"
Orang Kim yang agak muda
menyahut dengan suara dalam sambil melotot.
"Cepat pergi! Cepat
pergi! Kitab pusaka apa? Kau kira itu adalah kitab ajaran Sang Buddha? Yang
kami katakan tadi adalah kitab ilmu silat, tiada hubungannya dengan kaum
hweeshio!"
Padri muda itu manggut-manggut.
"Yang kumaksudkan justru
kitab ilmu silat. Kalau tidak salah, itu adalah kitab pusaka Kiu Im Cin Keng.
Entah berada di mana kitab pusaka itu. Kalau kalian bertiga tahu, tolong antar
aku ke sana mencari kitab pusaka tersebut. Bagaimana?"
Orang Kim yang agak muda
tertawa dingin, kemudian berkata dengan suara keras.
"Mei! Keledai gundul!
Apakah kau berderajat menanyakan tentang kitab Kiu Im Cin Keng itu?"
Padri muda itu tertegun,
memandang orang Kim itu seraya berkata.
"Menurutmu, aku tidak berderajat
menanyakan itu?"
Mendadak orang Kim yang agak
muda itu memukul meja, sehingga semua piring mangkok yang ada di atas meja itu
jatuh berantakan di lantai.
Semua orang terkejut, termasuk
Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen, sebab kepandaian orang Kim itu cukup tinggi.
Akan tetapi, padri muda itu
justru malah tampak tenang sekali. Dia memandang meja itu sambil menghela nafas
panjang.
"Merusak barang orang
merupakan suatu dosa. Meja itu diam di tempat, mengapa kau menggunakannya untuk
melampiaskan kegusaranmu?"
Orang Kim itu mendengus
dingin.
"Hm! Hweeshio busuk!
Kalau aku tidak memberi sedikit pelajaran padamu, kaum rimba persilatan
Tionggoan tentu tidak tahu akan kelihayan para pahlawan Kerajaan Kim!"
Orang Kim itu langsung
menyerang ke arah dada padri muda tersebut. Serangannya menimbulkan angin yang
menderu-deru.
Para tamu yang ada di kedai
arak berseru kaget, sebab kalau dadanya terpukul, sudah pasti padri muda itu
akan terluka parah.
Ouw Yang Coan juga berseru
saking kagetnya. Dia ingin turun tangan menolong padri muda itu, namun
terhalang tiga buah meja. Kalaupun dia dapat bergerak cepat, tidak akan keburu
menolong padri tersebut. Dia terpaksa duduk di tempatnya sambil menyaksikan
padri muda itu terpukul dadanya.
Padri muda tak bergerak sama
sekali, begitu pula orang Kim itu. Namun orang Kim itu tetap menjulurkan
tangannya ke dada padri muda. Mereka berdua berdiri berhadapan tanpa bergerak.
Ternyata tinju orang Kim itu
berada di dada padri. Sedangkan padri muda itu hanya tersenyum-senyum.
"Hatimu tidak baik,
hweeshio terpaksa berbuat dosa. Harap kau bisa memaafkan hweeshio!"
katanya dengan perlahan.
Orang Kim itu tidak bersuara,
tapi salah seorang temannya justru meloncat bangun.
"Hweeshio! Cepat lepaskan
dia!" katanya dengan lantang.
Kemudian kedua orang Kim itu
menyerang padri muda dari kiri kanan dengan golok.
Walau serangan mereka berdua
amat cepat, tapi gerakan padri muda justru jauh lebih cepat, maka berhasil
mengelak serangan-serangan mereka.
Menyaksikan pertarungan itu,
para tamu tertawa gembira.
"Hanya berdasarkan
kepandaian kalian bertiga, berani pergi mencari Ong Tiong Yang, ketua partai
Coan Cin Kauw itu? Sungguh tak tahu diri!" teriak salah seorang dari
mereka.
"Katanya Ong Tiong Yang
merupakan orang aneh, kepandaiannya amat tinggi, orang biasa bukan
tandingannya! Entah itu benar atau tidak?" sambung salah seorang tamu yang
lain.
Terdengar suara sahutan dari
seorang tamu yang lain lagi.
"Jangankan Ong Tiong
Yang, menghadapi kedua muridnya juga kewalahan!"
Tamu itu tidak dapat menyebut
nama kedua murid Ong Tiong Yang, karena dia memang tidak tahu namanya.
Sementara itu padri muda terus
mempermainkan ketiga orang Kim. Mendadak terdengar suara jeritan, ternyata
salah seorang dari mereka terpental hingga jatuh. Dia cepat-cepat bangun, lalu
kabur bersama kedua temannya.
Ouw Yang Coan tertawa dingin
seraya berkata dalam hati. Kelihatannya tidak boleh memandang rendah kaum rimba
persilatan Tionggoan. Misalnya hweeshio ini, sulit bagiku melawannya. Wajahnya
tampak biasa, tapi begitu bergerak, justru memiliki kepandaian aneh. Sungguh di
luar dugaanku!
Ouw Yang Coan memandang padri
mda, ternyata padri itu sudah berjalan menuju pintu kedai.
Ketika melihat padri muda
melangkah pergi, Ouw Yang Coan segera memberi isyarat pada Bokyong Cen, lalu
bergerak cepat ke hadapan padri muda. Padri itu tampak tersentak, ketika
menyaksikan gerakan Ouw Yang Coan.
"Bagus!" katanya
dengan suara rendah.
Padri muda memandang Ouw Yang
Coan, kemudian menundukkan kepala.
"Menundukkan kepala di
hadapan orang, seakan memberi hormat kepada Sang Buddha!" katanya.
Maksudnya menundukkan kepala
di hadapan orang, sepertinya sudah memberi hormat kepada Sang Buddha. Berarti
dia mengharap Ouw Yang Coan memberi jalan padanya, tidak mau berurusan dengan
Ouw Yang Coan, hanya ingin pergi saja.
"Aku bernama Ouw Yang
Coan, datang dari gurun pasir. Menyaksikan kepandaian Taysu, aku merasa kagum
sekali, Karena itu, aku ingin mohon sedikit petunjuk pada Taysu!"
Padri itu mengerutkan kening.
"Omitohud! Hweeshio tidak
ingin bertarung dengan orang. Adapun ketiga orang itu terlampau mendesak
hweeshio, sehingga hweeshio terpaksa berkelit."
Ouw Yang Coan tertawa seraya
berkala. "Maaf! Bolehkah aku tahu Taysu datang dari mana?"
"Hweeshio datang dari
Tayli," sahut padri muda. '
Ouw Yang Coan tersentak, sebab
dia tahu musuh besar gurunya adalah orang Tayli. Lagi pula dia pun pernah
mendengar dari Ouw Yang Hong, ada seorang padri berasal dari Tayli, bergelar It
Sok Taysu, kepandaiannya amat tinggi sekali. Apakah padri ini adalah musuh
besar gurunya bergelar It Sok Taysu? Berpikir sampai di situ, hati Ouw Yang
Coan mulai bergolak. Kalau kau adalah musuh besar guruku, aku terpaksa
bertarung denganmu! Apabila aku berhasil membunuhmu, guruku tidak perlu lagi
memikirkan bagaimana caranya membalas dendam, juga tidak usah melewati
hari-hari yang penuh siksaan.
Ouw Yang Coan terus menatap
padri itu, namun wajahnya tidak memperlihatkan ekspresi apa pun.
"Bolehkah aku tahu gelar
Taysu?" tanyanya.
"Gelarku It Sok,"
sahut padri muda.
Begitu mendengar gelar padri
tersebut, hati Bokyong Cen pun terkejut bukan kepalang. Gadis itu tahu guru Ouw
Yang Coan amat mendendam pada padri tersebut, namun tidak tahu ada dendam apa
di antara mereka berdua.
Bokyong Cen memandang Ouw Yang
Coan. Gadis itu tahu apa yang sedang dipikirkannya.
"Taysu berasal dari
Tayli?" tanyanya kepada padri muda sambil tersenyum.
"Betul," sahut It
Sok Taysu.
Bokyong Cen tersenyum lagi.
Bersambung