-------------------------------
----------------------------
Bab 21
"Biasanya ada mak comblang yang mendampingi
pengantin, tapi malam ini tidak ada, maka aku terpaksa harus mewakili mak
comblang," katanya.
Usai berkata, Pek Bin Lo Sat lalu melepas sepatunya, maka
tampak kakinya yang putih mulus.
Ketika melihat sepasang kaki Pek Bin Lo Sat,
terbelalaklah Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen. Tak disangka Pek Bin Lo Sat
memiliki kaki yang begitu putih mulus. Kalau tidak melihat wajahnya, hanya
melihat sepasang kakinya, lelaki yang mana pun pasti terpukau. Kelihatannya Pek
Bin Lo Sat dulu merupakan wanita yang amat cantik. Begitulah kata Ouw Yang Coan
dalam hatinya.
Ouw Yang Coan memang sering melihat wajah dan tangan Pek
Bin Lo Sat yang kurus kering, tapi tidak pernah melihat kakinya. Kini setelah
melihat kaki Pek Bin Lo Sat yang begitu indah, perasaan dalam hatinya menjadi
kacau balau.
Pek Bin Lo Sat tersenyum-senyum, lalu membereskan tempat
tidur seraya berkata perlahan.
"Selimut merah yang indah, tidur bersama dan akan
punya anak cucu yang banyak. Melewati hari-hari bahagia, mati dan hidup tetap
bersama." Setelah membereskan selimut, dia melanjutkan lagi. "Gembira
bersama dan bahagia bersama hingga di hari tua . . ."
Wanita itu tersenyum, lalu meninggalkan mereka menuju
kamarnya sendiri.
Di dalam kamar itu hanya tinggal Bokyong Cen dan Ouw Yang
Coan. Mereka berdua duduk berhadapan dan amat dekat, sehingga nafas
masing-masing terdengar dengan jelas.
Mereka berdua duduk tanpa bersuara. Ouw Yang Coan
memandang Bokyong Cen sejenak, kemudian berkata dalam hati. Bokyong Cen adalah
seorang gadis yang baik. Sungguh di luar dugaan dia rela menikah denganku!
Kalau adikku tidak mati, aku pasti menyuruh adikku memperistrinya, agar mereka
berdua hidup bahagia.
Sedangkan aku akan tetap bersama guru. Bukankah itu baik
sekali? Tapi . . . Diam-diam Ouw Yang Coan menghela nafas panjang.
Ketika melihat Ouw Yang Coan tak bergerak, hati Bokyong
Cen berdebar-debar. Akhirnya dia melepas sepatu dan baju pengantinnya, lalu
menyusup ke dalam selimut.
Akan tetapi, Ouw Yang Coan tetap tak bergerak, duduk
termenung seperti semula.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah dia berkata.
"Nona Bokyong, kau . . . baik-baik saja?"
Bokyong Cen ingin menyahut, namun tak mampu bersuara,
sehingga apa yang ingin dikatakannya tertelan kembali.
"Nona Bokyong, apakah kau . . . tidak begitu
iklas?" tanya Ouw Yang Coan.
Bokyong Cen tetap tidak bersuara, hanya menggigit bibir
seraya berkata dalam hati. Dia adalah Ouw Yang Coan, jago nomor satu di daerah
See Hek. Dia bukan lelaki kasar seperti Pek Tho San San Kun yang selalu
mempermainkan diriku. Dia . . . dia tidak akan menghina kaum wanita.
Malam semakin larut, bintang-bintang bergemerlapan
mendampingi rembulan. Di bawah sinar rembulan, tampak seorang wanita berdiri
mematung. Kelihatannya wanita itu sedang merenungkan sesuatu.
Sebentar dia tersenyum, sebentar mengucurkan air mata.
Dia menundukkan kepala memandang bayangannya sendiri, kemudian bergumam
perlahan-lahan.
"Siu Lo Ji! Siu Lo Ji! Tahukah kau, mana boleh
dirimu dipanggil Pek Bin Lo Sat lagi? Bayanganmu, hanya ada bayanganmu. Kau
masih punya apa? Masih punya apa?"
Air matanya bercucuran, lalu dia bergumam lagi.
"Manusia hidup tak bertemu, amat menyedihkan. Kini
dan kapan pun, hanya tampak bayangan sendiri di bawah cahaya lampu. Berapa lama
masa muda, tahu-tahu rambut sudah ubanan . . ."
Ternyata Pek Bin Lo Sat membaca sebuah syair. Semakin
lama hatinya semakin berduka, dan air matanya terus berderai-derai.
Ouw Yang Hong sudah tiba di Tionggoan. Dia ingin ke Kota
lu An mencari kakaknya. Kalau dia berhasil mencari kakaknya, tentu juga
berhasil mencari Bokyong Cen, harulah menentukan langkah selanjutnya.
Ouw Yang Hong terus melakukan perjalanan. Ketika tiba di
Kota Fu An, dia segera mencari kakaknya di penginapan, tapi tidak menemukan
jejaknya. Hal itu membuatnya terus berpikir. Mungkin kakaknya tidak berada di
kotaraja, melainkan pergi ke Gunung Cong Lam San mencari Ong Tiong Yang, ketua
partai Coan Cin Kauw. Dia tahu bahwa kakaknya ingin memperoleh kitab pusaka Kiu
Im Cin Keng, setelah itu barulah kembali ke See Hek. Maka kalau ingin mencari
kakaknya, harus ke Gunung Cong Lam San. Itulah keputusan-nya.
Keberangkatan Ouw Yang Hong ke Gunung Cong Lam San tidak
begitu tergesa-gesa. Di sepanjang jalan dia masih menyempatkan diri untuk
berlatih ilmu Ha Mo Kang.
Dia telah memperoleh Iwee kang Cen Tok Hang, maka tidak
mengherankan kalau ilmu Ha Mo Kangnya maju semakin pesat. Ouw Yang Hong yang
sekarang bukan Ouw Yang Hong yang dulu lagi, sebab sekarang dia telah menjadi
murid si Racun Tua.
Ouw Yang Hong pernah bersumpah di hadapan gurunya, akan
membunuh para suhengnya dan susioknya. Namun dia hanya berhasil membunuh Ciok
Cuang Cak, yang lain berhasil melarikan diri. Apabila Ouw Yang Hong bertemu
mereka, sudah pasti mereka akan mati di tangannya.
Hari itu Ouw Yang Hong sudah tiba di kaki Gunung Cong Lam
San. Dia duduk di atas sebuah batu besar sambil berpikir. Sebelum gurunya mati,
pernah memberitahukan bahwa kitab Kiu Im Cin Keng merupakan kitab pusaka.
Gurunya menghendakinya merebut kitab pusaka tersebut. Tapi kalau kitab pusaka
itu sudah jatuh di tangan kakaknya? Apabila orang lain yang memperoleh kitab
pusaka itu, Ouw Yang Hong pasti berusaha merebutnya.
Akan tetapi, bagaimana kepandaian Ong Tiong
Yang? Kalau dia berkepandaian rendah, kitab pusaka Kiu Im
Cin Keng pasti sudah direbut orang lain. Bukankah percuma dia mendatangi tempat
itu?
Oleh karena itu, Ouw Yang Hong mulai memperhatikan orang
yang berlalu lalang di Gunung Cong Lam San. Tampak beberapa kaum rimba
persilatan meninggalkan gunung tersebut dengan wajah lesu, pertanda mereka
tidak berhasil merebut kitab pusaka tersebut.
Seandainya kitab pusaka tersebut tidak berada di tangan
Ong Tiong Yang, tentunya kaum rimba persilatan tidak akan ke sana.
Malam harinya, harulah Ouw Yang Hong melesat menaiki
gunung. Kini Ouw Yang Hong bukan seorng sastrawan lemah lagi, sebab Cen Tok
Hang telah menurunkan Iwee kangnya kepadanya, sehingga membuat dia memiliki
Iwee kang yang amat tinggi, bahkan juga memiliki ilmu Hong Hoang Lat.
Dia melesat menaiki gunung bagaikan terbang. Tak seberapa
lama kemudian, dia sampai di depan Istana Tiong Yang. Dia duduk di atas sebuah
batu besar sambil memandang istana itu dan berpikir. Kalau dia berhasil
menyelinap ke dalam istana, pasti akan tahu Ong Tiong Yang sedang berbuat apa.
Setelah berpikir demikian, dia mengerahkan ginkang
melesat ke arah istana.
Di depan istana Tiong Yang terdapat beberapa penjaga.
Namun gerakan Ouw Yang Hong amat cepat, maka para penjaga itu tidak dapat
melihat dengan jelas. Mereka hanya merasa kabur pandangannya, lalu berkelebat
sosok bayangan hitam. Maka mereka tidak berani memastikan bahwa sosok bayangan
hitam itu adalah orang.
"Mataku . . ." kata salah seorang penjaga.
"Kau melihat sosok bayangan hitam?" sahut
temannya.
Orang itu mengangguk.
"Tapi gerakannya begitu cepat, tidak mungkin ada
tamu yang tak diundang."
Temannya manggut-manggut.
"Siapa yang herani menyelinap ke dalam Istana Tiong
Yang? Kalau berani, berarti dia mencari penyakit."
Sementara itu Ouw Yang Hong sudah berada di dalam Istana.
Di sana terdapat banyak kamar. Ouw Yang Hong menengok ke sana ke mari, akhirnya
dia melihat sebuah kamar, yang lampunya masih menyala.
Berendap-endap menuju kamar itu, lalu mengintip melalui
celah-celah jendela.
Tampak tiga orang berada di dalam kamar itu. Usia mereka
belum begitu tua. Yang duduk di tengah ternyata Ong Tiong Yang. Sedangkan yang
duduk di sisi kiri dan kanannya adalah muridnya yang bernama Ma Cing dan Seh
Gwa Kie.
Terdengar Ong Tiong Yang berkata perlahan.
"Ma Cing, dengarlah! Setelah pasukan Kim menyeberang
sungai, apakah terus bergerak ke depan?"
"Suhu, pasukan Kim memang besar sekali," lapor
Ma Cing. "Para pejabat kerajaan sudah mengungsi jauh. Kalau pasukan Kim
menyerang, siapa yang berani maju melawan? Pejabat yang penakut itu
menyembunyikan Cap Emas, kemudian mengungsi ke Kota Ciau Liang. Aku dan sute
melihatnya. Ingin rasanya kami membunuhnya!"
Seh Gwa Kie menyelak dengan sengit.
"Suhu, kalau suheng tidak mencegah, pejabat itu
pasti sudah menjadi mayat!" selak Seh Gwa Kie dengan sengit.
Ong Tiong Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Tay Song kita menghadapi bahaya, para pejabat malah
mengungsi? Ma Cing! Mengapa kau mencegah sutemu membunuhnya?"
Ma Cing menundukkan kepala.
"Suhu, teecu . . ."
"Suhu, aku tahu alamat pejabat itu, aku akan pergi
membunuhnya!" kata Seh Gwa Kie.
Ong Tiong Yang manggut-manggut.
"Gwa Kie, habiskan dia! Penggal kepalanya lalu
gantung bersama Cap Emasnya, agar dilihat rakyat Tay Song!"
Seh Gwa Kie mengangguk. "Baik, Suhu. Besok teecu
akan melaksanakan tugas itu."
Ouw Yang Hong yang berada di luar mendengar jelas semua
pembicaraan mereka. Maka, dia berpikir. Semua orang bilang guruku adalah si
Racun Tua, membunuh orang seperti membunuh semut, selalu berbuat jahat. Tapi
Ong Tiong Yang ini pun membunuh orang. Dia sudah jadi tosu namun tangannya
masih berlumuran darah. Siapa yang dapat membedakan orang jahat dan orang haik
di kolong langit ini? Apa haiknya Kerajaan Tay Song? Kaisar yang tidak becus,
mengapa menghendaki rakyat membantunya? Dia sendiri bersenang-senang dengan
para selir dan dayang setiap hari. Sedangkan para pejabat tinggi melakukan
tindak korupsi. Jadi tak usah heran bila Dinasti Song menjadi bobrok!
Ketika Ouw Yang Hong sedang berpikir, Ong Tiong Yang pun
berkata.
"Terdengar isyu pula, bahwa ada tentara Kim ingin ke
mari. Di antaranya terdapat kaum rimba persilatan. Karena itu, kalian harus
memperketat penjagaan, agar tentara Kim tidak menyelinap ke mari."
"Harap Suhu berlega hati! Teecu sudah memberitahukan
pada yang lain, agar lebih waspada," kata Ma Cing.
Ong Tiong Yang manggut-manggut.
'Bagus! Kalian sudah lelah, silakan istirahat!"
Ketika melihat Ma Cing dan Seh Gwa Kie meninggalkan kamar
itu, Ouw Yang Hong ber-girang dalam hati. Kalian berada di dalam, membuatku
kurang leluasa turun tangan. Sekarang kalian telah pergi, aku pasti bisa
membunuh Ong Tiong Yang, jadi tidak susah memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin
Keng.
Setelah berpikir demikian, Ouw Yang Hong ingin menerjang
ke dalam, namun mendadak dibatalkannya. Ternyata dia ingin melihat Ong Tiong
Yang melakukan apa. Siapa tahu dia telah menyembunyikan kitab pusaka itu.
Tampak Ong Tiong Yang bangkit berdiri, lalu mendekati
jendela. Ouw Yang Hong cepat-cepat bersembunyi. Ong Tiong Yang mendorong daun
jendela, kemudian bergumam.
"Semoga manusia hidup selamanya, ribuan mil saling
bertemu!"
Ouw Yang Hong adalah seorang sastrawan, tentunya tahu
syair apa yang dibaca Ong Tiong Yang. Ouw Yang Hong tertawa dan berkata dalam
hati. Ong Tiong Yang! Ong Tiong Yang! Kau adalah tosu Coan Cin Kauw, kenapa
masih punya pikiran keduniawian?
Tiba-tiba Ong Tiong Yang melesat pergi dengan
tergesa-gesa. Ouw Yang Hong bergirang dalam hati, karena mengira Ong Tiong Yang
akan pergi mengambil kitab pusaka Kiu Im Cin Keng.
Betapa girangnya Ouw Yang Hong. Dia terus menguntit Ong
Tiong Yang. Ternyata Ong Tiong Yang menuju belakang gunung, akhirnya sampai di
depan sebuah kuburan tua yang amat besar.
Ketika melihat kuburan tua itu, Ouw Yang Hong bertambah
girang, karena yakin kitab pusaka Kiu Im Cin Keng pasti disembunyikan di sana.
Di saat Ouw Yang Hong sedang berpikir, mendadak Ong Tiong
Yang bersiul panjang. Bukan main terkejutnya Ouw Yang Hong mendengar suara
siulannya, sebab penuh mengandung Iwee kang dan terus bergema.
Ouw Yang Hong tercengang, mengapa Ong Tiong Yang
bersiulan di depan kuburan tua? Bukankah dia ke mari untuk berlatih ilmu yang
tercantum di dalam kitab pusaka itu?
Di saat Ouw Yang Hong sedang tercengang dan tidak habis
berpikir, mendadak terdengar suara 'Kresek!' Ternyata pintu kuburan tua itu
terbuka. Ouw Yang Hong terbelalak, sebab tampak seorang wanita cantik berusia
tiga puluhan melangkah keluar dari kuburan tua itu.
Setelah sampai di hadapan Ong Tiong Yang, wanita cantik
itu menatapnya dengan aneh.
"Kau . . . sudah datang?"
Ong Tiong Yang cuma mengangguk.
Wanita cantik itu menatapnya lagi.
"Ong Tiong Yang, kenapa kau kelihatan kurus? Urusan
besar apa yang membuatmu terus berpikir hingga badanmu menjadi kurus?"
"Tiau Eng, kau baik-baik saja?" Ong Tiong Yang
balik bertanya.
Wanita cantik itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Tiau Eng? Kau memanggilku apa? Itu merupakan suatu
kejutan. Aku hidup sedemikian lama, jarang mendengar kau memanggilku Tiau Eng!
Beberapa waktu yang lalu, bagaimana kau memanggilku? Bukankah kau memanggilku
Lim sicu?"
Itu adalah kejadian tempo hari. Ketika itu hadir pula 11
Sok Taysu dan Ouw Yang Coan, maka dia berlaku amat sungkan terhadap wanita
cantik itu. Walau sudah berlalu, namun wanita cantik ini masih ingat akan hal
tersebut.
"Tiau Eng, aku ingin menasihatimu . . ." kata
Ong Tiong Yang.
"Kau ingin menasihatiku apa?" tanya wanita
cantik itu.
"Lebih haik kau pindah dari kuburan tua ini, sebab
kuburan itu tempat tinggalku. Pada waktu itu aku agak emosi, bahkan juga bodoh.
Kini aku menasihatimu meninggalkan tempat ini. Carilah tempat lain yang dapat
dijadikan tempat tinggal! Aku akan membantumu membangun tempat itu.
Kuburan tua ini terlampau pengap, kurang baik bagi
kesehatanmu."
Lim Tiau Eng tertawa.
"Tiong Yang Cinjin, aku menerima maksud baikmu. Tapi
tentunya kau masih belum lupa, aku memperoleh kuburan tua ini, karena memang
bertanding denganmu. Aku mau tinggal di sini atau tidak, ada urusan apa
denganmu?"
Ouw Yang Hong terheran-heran mendengar ucapan itu. Dia
yakin, bahwa wanita itu pasti punya hubungan istimewa dengan Ong Tiong Yang.
Aku kira hanya Bokyong Cen yang tak tahu aturan, tidak tahunya wanita canitk
ini pun seperti gadis itu, sama-sama tidak tahu aturan.
Ong Ting Yang merupakan orang yang amat terkenal. Siapa
yang bertemu dengannya pasti menghormatinya. Namun wanita cantik ini berani
berlaku kasar terhadapnya, apakah dia memiliki kepandaian yang amat tinggi?
Mungkinkah kepandaiannya lebih tinggi dari Ong Tiong Yang?
Terdengar Lim Tiau Eng berkata.
"Ong Tiong Yang, aku menyuruhmu ke mari bukan untuk
membicarakan ini."
Mendengar ucapan itu, Ong Tiong Yang menundukkan kepala,
lama sekali barulah membuka mulut.
"Benar katamu."
"Ong Tiong Yang, kuburan mayat hidupmu ini sungguh
merupakan tempat yang amat bagus. Aku akan tinggal di sini. Dan aku akan
menyuruh pe-layanku, setelah aku mati agar mayatku ditaruh di dalam peti mati.
Kalau tidak, aku akan masuk ke dalam peti mati, agar bisa mati dengan tenang.
Menurutmu itu baik apa tidak?" kata Lim Tiau Eng.
Ong Tiong Yang diam. Apa yang dikatakan Lim Tiau Eng
membuatnya tidak bisa menyahut. Pada hal sesungguhnya, dia terus memikirkan Lim
Tiau Eng. Namun begitu Lim Tiau Eng mencetuskan itu, dia tidak bisa mengatakan
apa-apa.
Ouw Yang Hong tidak tahu semuanya itu, juga tidak tahu
hubungan mereka yang berliku-liku. Ternyata Ong Tiong Yang dan Lim Tiau Eng
merupakan sepasang kekasih. Kalau bukan karena hubungan yang berliku-liku,
mereka berdua pasti merupakan sepasang kekasih yang saling mencinta.
Mengenai diri Ong Tiong Yang, terlebih dahulu dia belajar
ilmu surat, lalu belajar ilmu silat. Setelah itu, barulah berkecimpung dalam
rimba persilatan. Dia amat membenci pasukan Kim, karena pasukan Kim menyerang
Tionggoan, membunuh keluarganya dan rakyat jelata. Maka dia mengum-pulkan
orang-orang gagah di Tionggoan, untuk bertarung mati-matian dengan pasukan Kim.
Tapi kekuatan pasukan Kim amat besar. Banyak orang gagah yang gugur dan
terluka. Lagi pula tidak mendapat dukungan dari pasukan kerajaan, maka
perjuangannya jadi gagal total!
Oleh karena itu, dia mengambil keputusan untuk menjadi
tosu, tinggal di dalam kuburan tua. Dia sama sekali tidak mau keluar dan
menamai dirinya Mayat Hidup. Kemudian Lim Tiau Eng datang mencarinya untuk
menantangnya bertanding. Namun Ong Tiong Yang menolak. Lim Tiau Eng amat gusar,
terus mencacinya hingga tujuh hari tujuh malam. Akhirnya Ong Tiong Yang
bertanding dengannya. Begitu melihat Ong Tiong Yang keluar dari kuburan tua,
Lim Tiau Eng tertawa.
"Ong Tiong Yang, kau sudah keluar tak perlu masuk
lagi," katanya.
Ong Tiong Yang tidak menyahut.
Lim Tiau Eng mengemukakan usul, bahwa apabila Ong Tiong
Yang kalah, dia harus menyerahkan kuburan tua itu padanya.
Ong Tiong Yang menerima usulnya. Lim Tiau Eng segera
menulis delapan baris huruf di sebuah batu, hanya menggunakan sebuah jari.
Bukan main terkejutnya Ong Tiong Yang me-nyaksikan itu.
Dia menghela nafas panjang, kemudian menyerahkan kuburan tua itu kepada Lim
Tiau Eng, maka kini kuburan tua tersebut telah menjadi milik wanita cantik itu.
"Tiau Eng, aku mencarimu bukan untuk mohon petunjuk.
Aku lihat kuburan tua ini tidak pantas untukmu, maka lebih baik kau jangan
tinggal di sini," kata Ong Tiong Yang.
Lim Tiau Eng tersenyum-senyum.
"Tiong Yang Cinjin, ketika itu kau amat betah
tinggal di sini, barulah aku menghendaki tempat ini. Aku tinggal di sini
baik-baik saja, lebih baik kau tidak usah mencampuri urusanku!"
Ong Tiong Yang membungkam. Mereka berdua amat cerdas,
tahu apa yang dipikirkan masing-masing, tapi justru tak dapat mengungkapnya.
Ong Tiong Yang tahu bahwa wanita cantik itu amat kagum padanya. Sedangkan
dirinya sendiri juga amat menyukainya. Akan tetapi, di antara mereka telah
terjadi suatu kesalah pahaman. Lim Tiau Eng mengira Ong Tiong Yang hanya ingin
menjadi orang gagah di kolong langit, sebaliknya Ong Tiong Yang malah mengira
Lim Tiau Eng ingin menang sendiri dan egois. Maka mereka berdua sering cekcok,
tidak pernah duduk bersama mencurahkan isi hati masing-masing.
"Tiau Eng, aku ke mari mencarimu karena kau
menghendakiku ke mari," kata Ong Tiong Yang.
Laki-laki itu memang angkuh. Dia tidak mau tunduk di
hadapan Lim Tiau Eng, maka mengatakan begitu. Tentunya kata-kata itu membuat
wanita cantik itu gusar sekali, lantaran tersinggung.
"Tidak salah, memang aku yang menyuruhmu ke mari.
Aku baru melatih Giok Li Sim Keng, ingin bertanding denganmu," sahut Lim
Tiau Eng.
Ong Tiong Yang tertawa.
"Tiau Eng, aku memang telah memperoleh kitab pusaka
Kiu Im Cin Keng, bahkan sudah membaca isinya. Sungguh merupakan ilmu silat yang
amat tinggi! Menurutku ilmu silat yang tercantum di dalam kitab pusaka Kiu Im
Cin Keng, merupakan ilmu silat yang tiada duanya di kolong langit ini."
Lim Tiau Eng tertawa dingin.
"Ong Tiong Yang, apakah kau tidak membual? Siapa
yang menulis kitab pusaka Kiu Ini Cin Keng itu? Apakah dia seorang dewa?"
"Dia bukan dewa, tapi memang merupakan seorang aneh
yang jenius. Dia hidup di masa Kaisar Tao Cong, Dinasti Tay Song, bernama Oey
Sang, dia ..." sahut Ong Tiong Yang.
Mendadak Lim Tiau Eng tertawa terkekeh.
"He he he! Sudahlah! Apakah kau pun ingin
memberitahukan tentang kitab Pek Siu To Cong? Entah sudah berapa puluh kali kau
memberitahukan kepada orang, bahwa di kolong langit ini hanya berapa orang yang
mau mendengarkan ceritamu itu? Kau harus tahu, aku datang ke mari bukan untuk
mendengar itu."
Ong Tiong Yang terdiam. Sesungguhnya Ong Tiong Yang datang
ke pekuburan itu dengan hati gembira, ingin baik-baik mencurahkan isi hatinya
pada Lim Tiau Eng. Tapi tidak tahunya wanita cantik itu justru dingin-dingin
saja, bahkan juga memandang rendah kitab pusaka Kiu Im Cin Keng.
Berselang sesaat, Ong Tiong Yang berkata.
"Aku dengar kau telah berhasil melatih Giok Li Sim
Keng, maka aku datang ke mari untuk mohon petunjuk!"
"Oh, ya?" sahut Lim Tiau Eng.
Suara wanita itu berubah hambar. Ong Tiong Yang, pada hal
aku mengira kau merupakan lelaki yang tak berperasaan, namun ternyata kau
lelaki baik. Kau tahu diriku dalam hatimu, juga punya sedikit perasaan dan
cinta kasih. Di tengah malam buta ini, kau rindu padaku maka datang menengokku.
Namun setelah bertemuku, kau malah berlaku tidak sesuai dengan keinginan hatimu,
itu membuatku kecewa sekali.
Semakin berpikir, wajah Lim Tiau Eng semakin muram,
bahkan matanya mulai bersimbah air.
Saat itu, bagaimana Ong Tiong Yang mengetahui perasaan
Lim Tiau Eng? Ketika melihat matanya bersimbah air, dia tampak gugup sekali.
"Tiau Eng, kalau kau merasa tidak enak badan, lebih
baik aku pergi. Lain kali aku akan datang lagi untuk bertanding denganmu,"
katanya segera.
"Ong Tiong Yang, tidak usah! Maksud baikmu kuterima
dalam hati saja. Kali ini kau harus me-nyaksikan Giok Li Sim Keng, aku akan
membuatmu tunduk," sahut Lim Tiau Eng dengan gembira.
Ternyata pertandingan dulu, yaitu menulis dengan jari di
atas batu, itu atas usul Lim Tiau Eng. Ong Tiong Yang tidak dapat melakukannya.
Tapi Lim Tiau Eng justru dapat melakukannya. Maka
Ong Tiong Yang mengaku kalah dan menyerahkan kuburan tua
itu kepada Lim Tiau Eng. Akan tetapi, Ong Tiong Yang tidak menduga, bahwa Lim
Tiau Eng bersedia mati di dalam kuburan tua tersebut!
Selama itu, Lim Tiau Eng selalu berpikir, bahwa Ong Tiong
Yang memandang rendah dirinya, maka dia berupaya menciptakan semacam ilmu
pedang, khusus untuk memecahkan ilmu pedang Ong Tiong Yang.
Sementara Ong Tiong Yang terus memandang Lim Tiau Eng,
lama sekali barulah berkata.
"Tiau Eng, kalau kau memiliki ilmu pedang yang dapat
memecahkan ilmu pedangku, kenapa kita tidak menjajalnya?"
Lim Tiau Eng menatap Ong Tiong Yang, lalu menyahut sambil
manggut-manggut.
"Baik! Mari kita bertanding!"
Ketika itu Ouw Yang Hong masih bersembunyi. Dia berpikir,
sejak aku berhasil menguasai ilmu Ha Mo Kang dan ilmu Hong Hoang Lat dari guru,
aku tahu ada beberapa macam ilmu silat yang hanya merupakan permainan anak
kecil. Tapi aku tahu jelas ilmu silat Ong Tiong Yang tergolong nomor wahid di
kolong langit. Betul atau tidaknya, malam ini aku harus baik-baik
menyaksikannya. Dan juga wanita itu, dia berani bertanding dengan Ong Tiong
Yang, tentunya memiliki ilmu silat yang amat tinggi. Itu merupakan kesempatan
bagiku untuk menyaksikan pertandingan mereka, agar aku tahu bagaimana kepandaian
mereka. Oleh karena itu, Ouw Yang Hong mulai memandang mereka dengan penuh
perhatian, hingga melupakan tujuannya datang di Gunung Cong Lam San.
Tampak Ong Tiong Yang memungut sebatang ranting, lalu
berdiri di hadapan Lim Tiau Eng.
"Tiau Eng, ayohlah!" tantangnya.
Lim Tiau Eng bergirang dalam hati, sebab dalam beberapa
tahun ini dia terus merenung, akhirnya berhasil menulis Giok Li Sim Keng (Kitab
Gadis Hati Suci), yang khusus untuk menghadapi ilmu pedang Ong Tiong Yang.
Lim Tiau Eng menghunus pedangnya.
"Kau harus berhati-hati! Orang hilang ilmu pedang
Coan Cin Kauw amat lihay, tapi menurutku tiada apa-apanya. Kau lihat saja, aku
pasti dapat memecahkan setiap jurus ilmu pedangmu!"
Apa yang dikatakan Lim Tiau Eng, membuat Ong Tiong Yang
tertawa dalam hati. Ilmu pedang Coan Cim Kauw memang tidak terhitung ilmu
pedang yang paling lihay di kolong langit. Namun kau seorang wanita. Tidak
gampang kau memecahkan ilmu pedang Coan Cim Kauw! Karena kita sudah berhubungan
cukup lama, maka aku tidak akan mempermalukan dirimu!
"Tiau Eng, kau boleh menyerang lebih dulu!"
katanya kemudian.
Akan tetapi, Lim Tiau Eng malah tidak bergerak.
"Kaulah yang harus menyerang duluan! Aku lupa
memberitahukan padamu, bahwa ilmu pedangku khusus untuk menghadapi ilmu pedang
Coan Cin Kauw, maka aku akan menyerang belakangan!"
Karena mereka berdua sama-sama mencurahkan perhatian
untuk mengadu ilmu pedang, sehingga tidak melihat keberadaan Ouw Yang Hong.
Sedangkan Ouw Yang Hong berkata dalam hati. Wanita itu herani membiarkan Ong Tiong
Yang menyerang duluan, tentunya dia juga merupakan jago tangguh di kolong
langit, namun tidak tahu siapa yang lebih tinggi ilmu pedangnya?
Tampak Ong Tiong Yang dan Lim Tiau Eng mulai
serang-menyerang dengan cepat sekali, sehingga membuat pandangan Ouw Yang Hong
menjadi kabur, tidak dapat melihat dengan jelas gerakan pedang mereka. Bukan
main terkejutnya Ouw Yang Hong! Kelihatannya kepandaian mereka lebih tinggi
dariku. Aku tidak pernah menyaksikan kepandaian Ong Tiong Yang, namun kini
setelah menyaksikannya, barulah aku tahu kepandaiannya amat tinggi.
Mendadak Ong Tiong Yang berkata.
"Tiau Eng! Rupanya ilmu pedangmu tidak dapat
memecahkan ilmu pedangku, lebih baik kita berhenti bertanding!
"Ong Tiong Yang! Setelah kupikir bolak balik, maka
aku mengambil keputusan, tidak akan mempermalukan dirimu!" sahut Lim Tiau
Eng.
Ong Tiong Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Oh, ya?"
"Sudah kukatakan tadi, ilmu pedang Coan Cin Kauw
tiada apa-apanya! Kalau kau tidak percaya, lihatlah . . .!" kata Lim Tiau
Eng.
Wanita cantik itu langsung menggerakkan pe-dangnya. Ouw
Yang Hong tidak melihat jelas jurus ilmu pedang itu. Kalaupun dia melihat
jelas, juga tidak akan mengerti, sebab yang dia pelajari justru merupakan ilmu
silat golongan sesat, begitu pula Iwee kangnya.
Terdengar Ong Tiong Yang berkata.
"Ilmu pedang apa ini? Kok kelihatannya khusus untuk
memecahkan ilmu pedang Coan Cin Kauw?"
Lim Tiau Eng tertawa, lalu menyahut dengan dingin.
"Ong Tiong Yang, ilmu pedang Coan Cin Kauw memang
lihay, namun Giok Li Sim Kengku justru untuk memecahkan ilmu pedang Coan Cin
Kauw, maka semua jurus ilmu pedangmu dapat kupecah-kan! Karena itu, ilmu pedang
Coan Cin Kauw sudah tiada gunanya lagi!"
Mendadak Lim Tiau Eng menggerakkan pedangnya. Ong Tiong
Yang terbelalak dan tertegun ketika menyaksikan gerakan pedang itu, sebab
setiap jurus untuk memecahkan ilmu pedangnya.
Lini Tiau Eng terus menggerakkan pedangnya hingga jurus
keenam puluh tujuh. Ong Tiong Yang semakin terbelalak dan tertegun
menyaksikannya.
"Tiau Eng, apakah itu Giok Li Sini Keng yang baru
kau ciptakan?" tanyanya.
Lini Tiau Eng tersenyum.
"Tidak salah! Nah, apakah ilmu pedang Coan Cin Kauw
dapat menandingi Giok Li Sim Keng?"
Ong Tiong Yang menatap Lim Tiau Eng. Mulut pun
membungkam, tak mampu bersuara. Dia terus menatap wanita cantik itu seraya
berkata dalam hati. Tiau Eng! Tiau Eng! Mengapa kau bersusah payah sampai
begini? Aku mengakui ilmu silatmu amat tinggi, namun mengapa kau harus memusuhi
Coan Cin Kauw? Coan Cin Kauw merupakan partai besar, tapi tidak ingin menjagoi
rimba persilatan, hanya ingin membela Dinasti Tay Song.
Ketika melihat Ong Tiong Yang diam saja, Lim Tiau Eng
mengira laki-laki itu amat kagum akan ilmu pedangnya, dan merasa tunduk.
Tentunya hal itu membuatnya gembira sekali.
Lim Tiau Eng memandang Ong Tiong Yang lekat-lekat lalu
berkata sambil tertawa.
"Tiong Yang, bagaimana Giok Li Sim Kengku ini?
Apakah membuat para anggota Coan Cin Kauw tunduk? Kelak kalau aku menerima
murid, sudah pasti akan jauh lebih lihay dari murid-muridmu itu."
Lim Tiau Eng berkata dengan hati gembira. Maka tidak
mengherankan kalau wajahnya tampak berseri-seri, karena merasa tidak sia-sia
bersusah payah beberapa tahun, akhirnya berhasil menundukkan Ong Tiong Yang.
Mendadak wanita cantik itu menundukkan kepala, setelah
itu berkata dengan suara ringan.
"Tiong Yang, ada sedikit urusan yang harus
kubicarakan denganmu . . ."
Wajah Lini Tiau Eng tampak kemerah-merahan. Kemudian dia
berkata dalam hati. Tiong Yang, aku menyimpan perkataan dalam hati. Hari ini
harus kukatakan padamu. Kalau tidak, selanjutnya tidak akan kukatakan lagi. Ong
Tiong Yang! Ong Tiong Yang! Kau sungguh bodoh! Aku sudah berkata begitu, namun
kau diam saja.
Lim Tiau Eng merasa kecewa, gusar dan benci.
"Tiong Yang, aku denganmu . . . kali itu aku bertanding
denganmu, hanya satu kali bergurau, kuberitahukan padamu . . ." katanya.
Mendadak dia mendongakkan kepala. Wajahnya tampak pucat
pias. Ternyata di hadapannya sudah tidak ada bayangan orang. Ong Tiong Yang
telah pergi secara diam-diam, dan tidak berpamitan kepadanya. Wanita cantik itu
menundukkan kepala, dan pedangnya pun terlepas dari tangannya.
Tentunya Ouw Yang Hong melihat kepergian Ong Tiong Yang.
Dia pun dapat menduga, bahwa di antara kedua orang itu ada suatu urusan. Ong
Yang Hong menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata dalam hati. Semula aku
mengira bahwa Bokyong Cen berupa gadis yang tidak tahu aturan, tidak tahunya
wanita cantik itu jauh lebih tidak tahu aturan. Kalau begitu, kaum lelaki
mengharapkan apa dari kaum wanita? Ouw Yang Hong menyaksikan wajah Ong Tiong
Yang yang begitu muram, justru membuatnya bergirang dalam hati. Apabila hati
Ong Tiong Yang tercekam, sudah pasti tidak akan mengurusi apa-apa lagi. Siapa
tahu Ouw Yang Hong akan berhasil mencuri kitab pusaka Kiu Im Cin Keng itu.
Di bawah sinar rembulan yang remang-remang, Ouw Yang Hong
melihat Ong Tiong Yang meninggalkan tempat itu dengan kepala tertunduk, lalu
duduk di atas sebuah batu besar.
Ouw Yang Hong tercengang, tidak tahu apa sebabnya Ong
Tiong Yang duduk di situ. Angin berhembus kencang, apakah Ong Tiong Yang tidak
akan merasa dingin? Tampak Ong Tiong Yang duduk termenung, entah apa yang
sedang dipikirkannya.
Ouw Yang Hong memang tidak tahu. Ternyata Ong Tiong Yang
sedang memikirkan tentang pertama kali bertanding dengan Lim Tiau Eng, sehingga
harus menyerahkan kuburan tua kepada wanita cantik tersebut.
Perlahan-lahan Ong Tiong Yang meraba sebuah batu.
Ternyata di permukaan batu itu terdapat delapan baris huruf, hasil tulisan Lim
Tiau Eng dengan jari tangan.
Ong Tiong Yang menggumam delapan baris huruf itu,
kemudian menghela nafas panjang sambil mengusap-usap batu tersebut.
Ketika melihat Ong Tiong Yang mengusap batu itu, Ouw Yang
Hong berpikir. Kitab pusaka Kiu Im Cin Keng pasti disembunyikan di bawah batu
besar itu. Kalau aku tidak melihatnya, siapa yang akan mengetahuinya?
Di saat Ouw Yang Hong sedang berpikir, mendadak terdengar
suara suling yang amat nyaring, membuat hati orang tergetar-getar.
Ong Tiong Yang mendengarkan suara suling itu dengan
termangu-mangu. Kemudian dia duduk bersila di atas batu, kelihatannya sedang
melawan suara suling tersebut.
Ouw Yang Hong juga mahir seni musik. Begitu mendengar
suara suling itu, dia berpikir, kalau aku memiliki sepasang belahan bambu, aku
pasti akan bersenandung sambil membunyikan sepasang belahan bambu, agar dapat
menghalau suara suling yang menekan ini.
Ketika berpikir demikian, tiba-tiba dia merasa darahnya
bergolak. Dia segera mengerahkan Iwee kangnya untuk melawan suara suling itu.
Di saat Ouw Yang Hong dan Ong Tiong Yang mengerahkan Iwee
kang melawan suara suling itu, mendadak terdengar suara orang membaca doa yang
amat merdu dan bergema-gema.
"Sang Buddha bersabda, awal tiada kesulitan dan
akhir juga tiada kesulitan. Manusia hidup dari awal dan akan berakhir pula.
Maka manusia harus banyak membaca doa, barulah bisa sempurna . . ."
Memang sungguh kebetulan sekali, suara doa itu
mengimbangi suara suling, sehingga kedengaran lembut, tidak membuat darah orang
bergolak lagi.
Sementara Ong Tiong Yang yang duduk di atas batu besar.
Dia melepas sepatunya, lalu diangkatnya sepatu itu ke depan matanya, sekaligus
dipandangnya dengan termangu-mangu. Ouw Yang Hong tercengang menyaksikannya.
Kelihatannya Ong Tiong Yang telah berubah gila karena terpengaruh oleh suara
suling itu. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia terus-menerus memandang
sepatunya? Seandainya benar Ong Tiong Yang sudah gila, tentunya bukan
berpengaruh oleh suara suling, ataupun suara doa itu. Lalu apa yang mem-buatnya
menjadi gila mendadak? Ouw Yang Hong tidak habis pikir.
Lama sekali Ong Tiong Yang memandang sepatunya. Kemudian
dilepasnya lagi sepatunya yang sebelah, setelah itu dipandangnya sepasang
sepatunya itu dengan penuh perhatian.
Saat ini, suara suling itu bertambah nyaring dan bernada
tinggi, seperti suara ombak berderu-deru, seakan-akan mau menelan apa yang ada
di depan mata. Sedangkan suara doa itu bertambah merdu dan lembut. Perpaduan
dua suara itu membuat hati Ouw Yang Hong mulai kacau.
Dia segera duduk bersila mengerahkan Iwee kangnya. Di
samping itu, dia pun bersenandung dalam hati untuk menenangkan hatinya.
Tampak tangan Ong Tiong Yang juga mulai bergerak memukul
kedua belah sepatunya, sehingga menimbulkan suara 'Plak! Plok! Plak!' Suara
sepatu itu bernada aneh, namun dapat mengimbangi suara suling dan suara bacaan
doa tersebut.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah suara-suara itu
berhenti, dan suasana di tempat itu pun berubah menjadi hening.
Ong Tiong Yang bangkit berdiri. Wajahnya tampak
berseri-seri, tidak seperti orang gila lagi. Kemudian dia tertawa gelak seraya
berseru.
"Yang datang apakah Oey Yok Su, majikan Pulau Persik
dari Laut Timur? Suara sulingmu amat lihay sekali, bagaikan ombak yang akan
membalikkan segala-galanya!"
Terdengar suara tawa, yang disusul oleh suara sahutan.
"Sungguh tajam pendengaran Tiong Yang Cin-jin! Ini
memang suara suling ciptaanku! Harap Tiong Yang Cinjin maklum!"
Ong Tiong Yang tertawa.
"Apakah yang membaca doa Toan Hong Ya dari Yun Lam
Tayli?"
Di bawah sinar rembulan, tampak seseorang duduk di dahan
pohon. Orang itu mengenakan jubah abu-abu. Tangannya memegang sebatang suling
yang bergemerlapan kehijau-hijauan, ternyata suling giok.
Orang itu menjura pada Ong liong Yang.
"Tamu yang ada di dalam Istana Tiong Yang, tengah
malam terdengar suara suling. Tuan tahu seni musik, bersama menikmatinya,"
katanya.
Di sebuah batu besar, entah sejak kapan berdiri
seseorang. Orang itu mengenakan jubah kuning. Tangan kanannya memegang seuntai
tasbeh.
"Tamu tiba di Istana Tiong Yang, bertemu di bawah
sinar rembulan. Pendatang tidak menimbulkan suara, membaca doa di tengah
malam," katanya sambil memberi hormat.
Wajah Ong Tiong Yang berubah serius. Dia segera memberi
hormat seraya menyahut.
"Aku adalah Ong Tiong Yang, tinggal di Istana Tiong
Yang. Merana di bawah sinar Sang Surya, dengan siapa kubicarakan kitab?"
Ouw Yang Hong yang besembunyi di tempat yang gelap,
merasa girang sekali. Dia masih ingat, ketika berada di rumah sering membaca
syair di bawah sinar rembulan. Ketika berada di gurun pasir bersama Bokyong Cen,
dia pun membaca syair sambil memandang rembulan ditertawakan oleh gadis itu.
Kini dia menyaksikan jago-jago tangguh rimba persilatan sedang bersyair tidak
karuan. Kalau dirinya tidak bersembunyi di tempat yang gelap, pasti sudah
mengeluarkan tawa aneh. Ouw Yang Hong berkata dalam hati. Kalian merupakan kaum
rimba persilatan yang amat terkenal. Tidak mengherankan kalian bisa membuat
syair. Aku juga ingin membuat sebuah syair, tentu tidak akan kalah dibandingkan
dengan syair-syair kalian.
Karena berpikir demikian, maka dia ingin membuat sebuah
syair. Akan tetapi, mendadak terdengar suara seruan seseorang yang amat
lantang.
"Busuk wah busuk! Sungguh busuk sekali! Lo Cit, kau
bilang siapa orang yang paling busuk di kolong langit?"
Terdengar suara sahutan.
"Kata suhu, yang paling busuk adalah orang yang
membersihkan tong tai!"
"Tidak benar, tidak benar! Orang yang paling busuk
di kolong langit adalah Ong Tiong Yang, Toan Ceh Heng, dan Oey Yok Su!"
kata orang itu.
"Suhu berkata begitu, Ang Cit Kong sudah paham.
Suhu, aku tidak bisa membedakan masakan yang paling enak di kolong langit,
apakah masakan Suhu ataukah masakan Miau Ciu Jin Chu?" sahut orang yang
dipanggil Lo Cit.
Orang itu mencak-mencak.
"Aku akan mati penasaran, kalau kau tidak bilang
masakan suhu paling enak, melainkan bilang masakan Miau Ciu Jin Chu lebih enak.
Kau ingin membuatku marah besar ya?"
Tampak dua orang berjalan ke luar dari tempat gelap
Ketika melihat kedua orang itu, Ouw Yang Hong terbelalak. Ternyata dia
mengenali mereka, tidak lain adalah Su Ciau Hwa Cu dan Ang Cit Kong.
Ouw Yang Hong melihat kelima orang itu. Mereka berlima
boleh dikatakan lima jago tangguh di masa itu. Kelima orang itu adalah raja
Tayli bernama Toan Ceh Heng, Ong Tiong Yang Cinjin ketua partai Coan Cin Kauw,
Oey Yok Su majikan Pulau Persik, Su Ciau Hwa Cu dan Ang Cit Kong, muridnya.
Mereka berlima berkumpul di situ, tentunya bukan
merupakan hal yang baik. Ouw Yang Hong berkata dalam hati. Kelihatannya tidak
hanya kakakku yang ingin memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, bahkan
orang-orang itu pun kemari demi kitab pusaka tersebut. Mereka berkumpul di
sini, entah apa pula yang akan terjadi? Bagaimana mungkin aku sanggup melawan
mereka untuk memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng? Melawan salah seorang di antara
mereka, mungkin aku sudah tidak sanggup, apalagi harus melawan mereka berlima.
Tapi aku harus memanfaatkan situasi, siapa tahu aku punya kesempatan untuk
merebut kitab pusaka Kiu Im Cin Keng.
Di saat Ouw Yang Hong sedang berkata dalam hati,
terdengar Ong Tiong Yang berkata.
"Sudah lama kudengar majikan Pulau Persik datang di
Tionggoan, namun aku belum pernah bertemu. Sungguh beruntung malam ini aku
dapat bertemu di sini, dan aku baru tahu majikan Pulau Persik merupakan orang
jenius."
Oey Yok Su tersenyum.
"Tiong Yang Cinjin tidak pernah berlaku sungkan.
Kami kemari mencarimu, sesungguhnya bukan bertujuan baik. Kalau kau berlaku
begitu sungkan, bagaimana kami akan bertarung denganmu?" kalanya sambil
memandangnya.
Raja Tayli Toan Ceh Heng tersenyum.
"Berlaku sungkan ya berlaku sungkan, tapi bertarung
tetap bertarung," sambungnya.
"Kelihatannya kalian kemari bukan untuk ber-iarung.
Bukankah tadi kalian bersyair sambil tertawa-tawa? Aku dan Ang Cit tidak
mengerti itu. Kalau kalian ingin bertarung, kami berdua pun harus terhitung di
dalamnya," sela Su Ciau Hwa Cu.
Usai berkata begitu, dia tertawa gelak, tidak menganggap
serius urusan itu.
"Su Ciau Hwa Cu, kau lebih tua dari Ong Tiong Yang,
lho!" kata Oey Yok Su.
"Itu memang benar. Aku lihat kalian semua masih
muda, maka merasa tidak tega. Kalau kalian mati bertarung, bukankah sayang
sekali? Lain halnya dengan aku si pengemis tua, mati ya sudahlah! Karena itu,
menurutku lebih baik kalian jangan bertarung," sahut Su Ciau Hwa Cu.
Ong Tiong Yang tahu jelas, kedatangan mereka berempat di
Istana Tiong Yang, tentu bukan untuk urusan baik. Mereka berempat kemari, sudah
pasti karena kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Hal itu membuat Ong Tiong Yang
menghela nafas panjang.
"Di hadapan orang, alangkah baiknya blak-blakan.
Tiong Yang Cinjin punya kesulitan apa, katakanlah!" kata Oey Yok Su.
"Aku memang sedang gelisah. Kalian berempat jago
tangguh datang di Istana Tiong Yang untuk mencariku, bagaimana aku tidak
gelisah? Tapi aku tidak tahu ada urusan apa kalian herempat kemari mencariku,
lebih baik katakanlah!" sahut Ong Tiong Yang.
Padahal semua orang tahu tujuan masing-masing, tapi
begitu Ong Tiong Yang bertanya, mereka semua tak dapat menjawabnya, hanya
saling memandang.
"Tiong Yang Cinjin, aku tidak paham akan satu hal,
ingin bertanya pada Tiong Yang Cinjin," jawab raja Tayli akhirnya.
"Entah Toan Hong Ya ingin bertanya apa padaku? Kalau
aku tahu, pasti kuberitahukan," tanya Ong Tiong Yang.
"Yang akan kutanyakan ialah mengenai It Sok Taysu.
Beliau masih terhitung saudaraku. Beberapa bulan lalu, beliau menerima suatu
berita bahwa Tiong Yang Cinjin memperoleh sebuah kitab pusaka Kiu Im Cin Keng.
Beliau telah menyucikan diri, tentunya tidak berhati serakah. Hanya saja beliau
hobi sekali terhadap ilmu silat. Begitu mendengar Tiong Yang Cinjin memperoleh
kitab pusaka itu, maka beliau segera berangkat kemari ingin membuktikannya.
Tapi entah beliau sampai di sini atau tidak, harap Tiong Yang Cinjin sudi
memberitahukan padaku!" kata Toan Ceh Heng, raja Tayli.
"Aku memang bertemu seorang Taysu. Beliau amat
berwibawa dan jenius. Kami bercakap-cakap dan Taysu itu pun memperlihatkan ilmu
It Yang Ci yang amat mengejutkan. Kami seimbang. Lalu Taysu itu pergi bersama
Ouw Yang Coan, jago nomor satu daerah See Hek. Tapi aku tidak tahu mereka
berdua pergi ke mana," jawab Ong Tiong Yang.
Mendengar jawaban itu, Toan Ceh Heng me-ngerutkan kening.
"Heran! Sungguh mengherankan! Aku justru datang dari
Tayli, namun tidak melihat beliau kembali. Apakah dia punya urusan di
Tionggoan, sehingga menghambatnya pulang?" katanya.
Oey Yok Su tertawa.
"Aku pun pernah bergebrak dengan It Sok Taysu. Toan
Hong Ya bilang tidak paham, mengapa tidak bertanya padaku?"
Toan Ceh Heng tersentak, dan langsung memandang Oey Yok
Su.
"Oh, ya? Kau tahu beliau berada di mana
sekarang?"
"Aku tidak tahu. Ketika bertemuku itu sudah lama
sekali," sahut Oey Yok Su.
Kemudian dia menutur tentang dirinya bertemu It Sok
Taysu. Ketika menutur, dia pun melirik Ang Cit Kong. Sebab di saat bertemu
padri itu, Oey Yok Su bersama Ang Cit Kong. Namun Ang Cit Kong pura-pura tidak
melihat lirikan Oey Yok Su.
"Hari itu, It Sok Taysu bergebrak denganku. Kami
seimbang. Meskipun aku tidak bersedia menunjukkan kitab pusaka Kiu Im Cin Keng,
beliau tidak memaksaku, karena tahu akan kesulitanku. Kemudian beliau pergi
bersama Ouw Yang Coan dan seorang gadis," kata Ong Tiong Yang.
Ouw Yang Hong yang bersembunyi di tempat gelap, mendengar
jelas semua pembicaraan itu. Ternyata kakak masih belum memperoleh kitab pusaka
tersebut. Berdasarkan sifat kakak, tidak mungkin dia akan pergi begitu saja.
Pikirnya. Kemudian Ouw Yang Hong menjadi tersadar akan satu hal, yaitu tidak
gampang memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Kalau begitu, bagaimana
mungkin dirinya akan berhasil merebut kitab pusaka itu? Ouw Yang Hong justru
tidak tahu, sejak mendapat Iwee kang dari Cen Tok Hang, boleh dikatakan dia
sudah merupakan jago tangguh yang jarang ada di kolong langit, hanya saja
kurang pengalamannya, mka tidak tahu tentang itu.
"Oh? Sungguh kecewa aku mendengarnya!" kata
Toan Hong Ya.
Su Ciau Hwa Cu paling tidak sabaran melihat orang
bertele-tele. Ketika mendengar pembicaraan mereka cenderung ke timur dan ke
barat, membuatnya agak gusar. Ong Tiong Yang, kau seorang gagah, namun mengapa
seperti wanita yang cerewet? Pantas kau gagal memimpin para orang gagah melawan
pasukan Kim!
Seteluh berpikir demikian, dia pun berkata.
"Ong Tiong Yang, terus terang saja! Kami kemari
tiada urusan lain kecuali ingin melihat kitab pusaka Kiu Im Cin Keng! Konon
kitab pusaka itu merupakan kitab ajaib. Benar atau tidak, harap kau sudi
memperlihatkannya pada kami semua!"
"Aku bukan Toan Hong Ya, ingin mencari seorang
hweeshio, melainkan ingin melihat kitab pusaka itu! Konon kitab pusaka itu
berisi ilmu silat yang amat tinggi, harap dipinjamkan pada kami agar kami bisa
membacanya!" sambung Ong Yok Su.
"Kitab pusaka itu memang berada di tanganku, juga
merupakan sebuah kitab pusaka ajaib. Namun aku sudah mengambil Keputusan untuk
tidak membiarkan kitab pusaka itu beredar di dunia persilatan, agar tidak
menimbulkan badai. Kalian kemari ingin melihat kitab pusaka itu, aku mohon maaf
tidak bisa memperlihatkannya!" sahut Ong Tiong Yang.
"Ong Tiong Yang, kata orang penulis kitab pusaka itu
adalah Oey Sang, yang hidup di masa Kaisar To Cong. Benarkah itu?" tanya
Su Hwa Cu.
Ong Tiong Yang mengangguk.
"Tidak salah, memang Oey Sang yang menulis kitab
pusaka itu."
Karena Ong Tiong Yang tidak mau memperlihatkan kitab
pusaka Kiu Im Cin Keng, Su Ciau Hwa Cu amat penasaran dan mencacinya dalam
hati. Ong Tiong Yang, kau memang sialan! Kami kemari ingin melihat kitab pusaka
itu, namun kau tidak bersedia memperlihatkannya. Apakah kau tidak tahu bahwa
kami amat penasaran sekali? Kau sungguh bukan orang gagah, egois dan cuma
mementingkan diri sendiri!
Sementara Oey Yok Su juga merasa penasaran.
"Ong Tiong Yang! Kau jangan banyak alasan! Cepat
keluarkan kitab pusaka itu! Kami ingin membacanya sebentar, jangan
menolak!" katanya dengan kasar.
Ong Tiong Yang tidak menyahut.
Raja Tayli Toan Ceh Heng menatapnya seraya berkata.
"Cinjin yang mengatakan bahwa itu merupakan kitab
pusaka ajaib, tapi mengapa tidak sudi mengeluarkannya agar kami membacanya
sebentar?" kata Raja Tayli Toan Ceh Heng sambil menatapnya.
"Kalau kitab pusaka itu jatuh ke tangan penjahat,
tentu akan menimbulkan banjir darah, sebab ilmu silat yang tercantum di
dalamnya, sungguh lihay dan hebat, tak dapat diduga oleh manusia. Itu sebabnya
aku tidak mau mengeluarkan kitab pusaka tersebut," sahut Ong Tiong Yang.
Mendengar ucapan Ong Tiong Yang itu, Su Ciau Hwa Cu dan
Oey Yok Su langsung mengerutkan kening, bahkan kemudian saling memandang.
Berselang sesaat, Ong Tiong Yang melanjutkan ucapannya
dengan tegas.
"Aku tidak perduli kalian mau bilang apa, yang jelas
aku tidak akan menyerahkna kitab pusaka Kiu Im Cin Keng pada kalian!"
Ketika mendengar apa yang dikatakan Ong Tiong Yang, Toan
Hong Ya tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menundukkan kepala, sama sekali tidak
bersuara.
Sedangkan Su Ciau Hwa Cu memandang Ang Cit Kong, seakan
minta pendapatnya. Namun Ang Cit Kong juga tidak tahu harus berkata apa. Dia
cuma menggeleng-gelengkan kepala.
Di antara mereka yang paling cerdas adalah Oey Yok Su.
"Tiong Yang Cinjin, aku tidak paham akan satu hal,
bolehkah Cinjin memberi penjelasan?" katanya.
"Katakan saja!" sahut Ong Tiong Yang.
"Kami dengar, kau memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin
Keng secara tidak sengaja. Apakah itu benar?" tanya Oey Yok Su.
Ong Tiong Yang manggut-manggut.
"Tidak salah, memang secara tidak sengaja aku
memperoleh kitab pusaka tersebut. Dalam hati Oey Sang tidak diliputi rasa benci
dan dendam, maka menulis kitab itu. Tujuannya ialah agar ilmu silat tinggi
tidak kandas di masa itu, maka Oey Sang menulis kitab tersebut."
Begitu mendengar penjelasan Ong Tiong Yang itu, mendadak
Oey Yok Su tertawa gelak.
Ong Tiong Yang tercengang.
"Mengapa Oey Tocu tertawa?" tanyanya sambil
memandang Oey Yok Su.
"Aku mentertawakan Oey Sang. Dia terlalu goblok. Dia
meninggalkan kitab pusaka, agar ilmu silat yang amat tinggi itu tidak lenyap
turun-temurun. Tidak tahunya justru Partai Coan Cin Kauw yang diketuai Ong
Tiong Yang, ingin me-nyerakahi kitab tersebut. Kalau dia yang kini telah di
alam baka tahu pasti kecewa dan menangis sedih," sahut Oey Yok Su.
Apa yang diucapkan Oey Yok Su, atau majikan Pulau Persik
itu membuat Ong Tiong Yang membungkam, tidak tahu harus menjawab apa. Aku ingin
memusnahkan kitab pusaka itu, apakah tidak salah pikir? Apabila kitab itu
betul-betul kumus-nahkan, tentu memusnahkan harapan Oey Sang. Bukankah aku akan
menjadi orang yang amat berdosa? Lalu apakah aku harus menyerahkan kitab pusaka
itu kepada mereka lalu membiarkan mereka pergi? Begitu pikirnya.
Di saat Ong Tiong sedang berpikir, mendadak terdengar
suara Toan Hong Ya memuji Sang Bud-dha.
"Omitohud! Tiong Yang Cinjin tidak perlu banyak
berpikir. Kalau Cinjin menganggap kitab pusaka itu tidak boleh lahir di dunia,
tentunya ada alasan tertentu. Aku percaya pada Cinjin, mungkin Cinjin khawatir,
apabila kitab pusaka itu beredar di dunia, pasti akan menimbulkan malapetaka
dalam dunia persilatan. Saat itu, kami menyesal pun sudah terlambat."
Su Ciau Hwa Cu langsung menyelak dengan suara lantang.
Bersambung