-------------------------------
----------------------------
Bab 11
Pek Tho San San Kun tertawa
dingin, lalu menatap Ouw Yang Coan seraya berkata dengan dingin pula.
"Ouw Yang Coan, aku
melewati hari-hari di Pek Tho San Cung, kau justru hidup berdekatan denganku
pula, bahkan amat angkuh dan menganggap dirimu sebagai jago nomor satu di
daerah See Hek. Lalu aku Jen It Thian terhitung apa? Aku harus membunuhmu, agar
diriku menjadi jago nomor satu di daerah See Hek ini!"
"Jen It Thian, aku dan
kau selama ini tidak saling bertikai, mengapa kau berniat membunuhku?"
sahut Ouw Yang Coan perlahan-lahan.
Pek Tho San San Kun tertawa
terkekeh-kekeh.
"He he he! Ouw Yang Coan,
kau mencampuri urlisanku, maka aku harus membunuhmu!"
"Kau adalah makluk aneh!
Kau kumpulkan wanita cantik kemudian kau taruh di dalam peti! Bukankah kau
orang gila?"
"Ouw Yang Coan, aku mau
berbuat apa adalah u rusa n ku, kau tidak usah turut campur! Hari ini kau ke
mari, maka harus mampus!"
Pek Tho San San Kun bersiul
panjang. Seketika semua orang yang berdiri di halaman, termasuk keempat muridnya
langsung mengeluarkan senjata. Mereka menatap Ouw Yang Coan dengan dingin
sekali.
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong berseru sekeras-kersanya.
"Kalian dengar baik-baik!
Apabila Ouw Yang Coan berhasil meloloskan diri, leher kalian semua pasti
putus!" seru Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong.
Semua orang mengangguk.
Sang Seng Kiam Giok Shia
berkata lantang.
"Ouw Yang Coan, kau pasti
mampus di Pek Tho San Cung!" kata Sang Seng Kiam Giok Shia dengan lantang.
"Ouw Yang Coan, kau pasti
mampus! Tidak perlu guru kami yang turun tangan, kau akan mampus di tangan
kami!" sambung Wan To Ma Sih.
Ouw Yang Coan tertawa dingin
sambil menatap Pek Tho San San Kun. Laki-laki kerdil itu tertawa puas, kemudian
berkata pada Bokyong Cen.
"Nona, aku bukan cuma
menghendakimu, melainkan juga menghendaki kakak beradik Ouw Yang mampus di
sini! Bagaimana menurutmu?"
Bokyong Cen diam saja, namun
keningnya ber-kerut-kerut.
Sedangkan Ouw Yang Coan
memandang Ouw Yang Hong. Hatinya terasa tenggelam entah ke mana, karena tahu
kalau cuma dia seorang diri, sudah pasti gampang meloloskan diri. Tapi ditambah
adiknya dan Bokyong Cen, sulit baginya membawa mereka pergi.
Setelah berpikir demikian, dia
lalu berkata kepada Pek Tho San San Kun.
"San Kun, lepaskan adikku
dan Nona Bokyong, lalu kita bertarung! Bagaimana?"
Pek Tho San San Kun
menggelengkan kepala sambil tertawa, lalu meloncat ke atas meja. Setelah itu
dia memandang Ouw Yang Coan seraya berkata.
"Ouw Yang Coan, mengapa
aku harus melepaskan mereka? Lagi pula kau sudah ke mari, bagaimana mungkin aku
melepaskan macan kembali ke sarangnya? Tentunya kau mengerti, bukan?"
Ouw Yang Coan mengerutkan
kening.
"Kau tidak setuju?"
Pek Tho San San Kun tertawa,
kemudian memberi isyarat. Seketika tampak tiga orang bersenjata golok, cambuk
dan kampak memasuki ruangan itu.
Tanpa banyak bicara, mereka
bertiga langsung menyerang Ouw Yang Coan dengan senjata masing-masing.
Bukan main cepatnya gerakan
ketiga macam senjata itu, sehingga menimbulkan suara menderu-deru. Ouw Yang
Coan segera berkelit, maka golok itu menyabet pinggiran meja hingga somplak,
cambuk panjang itu menghantam lantai hingga pecah, sedangkan kampak itu
menghantam meja hingga berlubang.
Hati Ouw Yang Coan tersentak.
Semula dia hanya mengira bahwa Pek Tho San San Kun dan keempat muridnya yang
berkepandaian tinggi, tapi tidak tahunya ketiga orang ini pun berkepandaian
begitu tinggi pula. Kalau begitu, bagaimana cara aku menyelamatkan Ouw Yang
Hong dan Bokyong Cen? Itu membuatnya berkeluh dalam hati. Kemudian dia
menggerakkan tongkatnya bagaikan kilat menyerang ketiga orang itu.
Akan tetapi dia baru menyerang
dua jurus, ketiga orang itu telah menyerangnya hampir tiga puluh jurus.
Ouw Yang Coan tertawa dingin
lalu berkata.
"Kalian bertiga sungguh
berani bertarung denganku!"
Mendadak dia menggerakkan
tongkatnya menyerang orang yang bersenjata kampak, mengarah tiga jalan
darahnya. Orang itu tersentak, dan langsung meloncat ke belakang.
Akan tetapi, mendadak tongkat
di tangan Ouw Yang Coan mengarah orang yang bersenjata golok. Sibuklah orang
itu, karena ujung tongkat itu mengarah jalan darah di bagian dadanya.
Apa boleh buat! Orang itu
terpaksa meloncat ke samping. Kesempatan itu dimanfaatkan Ouw Yang Coan untuk
menyerang orang yang bersenjata cambuk. Orang itu sama sekali tidak menduga
akan adanya serangan itu, sehingga tangannya terpukul oleh tongkat Ouw Yang
Hong.
Wajah orang itu berubah pucat,
dan dia langsung meloncat ke belakang.
Orang itu tahu bahwa tongkat
di tangan Ouw Yang Coan mengandung racun ganas. Kini tangannya terpukul oleh
tongkat itu, maka sudah pasti dirinya akan keracunan.
"San Kun, tongkatnya . .
. mengandung racun . . ." teriaknya.
Dia masih ingin menyerang Ouw
Yang Coan, tapi mendadak roboh, tak mampu bangkit berdiri lagi.
Kedua temannya saling
memandang. Di saat bersamaan Ouw Yang Coan justru menyerang mereka berdua.
Serangan Ouw Yang Coan sungguh
membahayakan. Tiba-tiba terdengar suara bentakan, ternyata keempat murid Pek
Tho San San Kun yang membentak, sekaligus menyerangnya.
Apa boleh buat! Ouw Yang Coan
terpaksa berkelit, maka kedua orang itu selamat.
Ouw Yang Coan berseru keras.
"Jen lt Thian, kau
sebagai majikan Pek Tho San Cung, apakah pantas bertarung dengan cara
keroyokan? Itu terhitung kepandaian apa? Ayoh! Mari kita bertarung di
halaman!"
Pek Tho San San Kun tertawa
dingin lalu menyahut.
"Baik! Mari kita
bertarung di halaman! Aku ingin lihat jago nomor satu daerah See Hek memiliki
kepandaian apa!"
Kemudian dia menyuruh para
anak buahnya ke halaman. Begitu pula keempat muridnya, mereka berempat pun
membawa Bokyong Cen dan Ouw Yang Hong ke halaman.
Semua orang berdiri di halaman
dengan membawa obor, sehingga halaman itu menjadi terang.
Pek Tho San San Kun Jen It
Thian berdiri di tengah-tengah, mengangkat sepasang tangannya dekat dada,
kelihatannya sedang menunggu Ouw Yang Coan menyerang lebih dulu.
Ouw Yang Coan berdiri di
hadapan Pek Tho San San Kun. Hatinya terasa tegang juga, sebab pertarungan ini
akan menyangkut namanya, bahkan juga menyangkut nyawa Ouw Yang Hong dan Bokyong
Cen.
Mendadak Pek Tho San San Kun
berkata.
"Kata orang, tongkat
ularmu itu amat lihay. Tapi menurutku jurus-jurus ilmu tongkat ularmu itu hanya
biasa-biasa saja! Tadi kau bertarung dengan Soat San Sam Lo cuma mampu
merobohkan satu orang itu, bagaimana bertarung denganku?"
Ouw Yang Coan mendengus
dingin. Ketika dia baru mau menggerakkan tongkatnya, mendadak terdengar suara
aneh, yang disusul oleh suara pintu yang hancur herantakan, lalu tampak muncul
seseorang dengan ramhut awut-awutan, sebelah tangannya memegang sebuah cambuk.
Dia meloncat ke hadapan Ouw
Yang Coan, lalu menggeram dengan mata melotot dan wajahnya tampak
kehijau-hijauan.
"Ouw Yang Coan, cepat
berikan obat pemunah racun!"
Ouw Yang Coan tidak menyahut,
hanya tertawa dingin. Orang itu langsung menyerangnya dengan cambuk, tapi Ouw
Yang Coan segera berkelit, sehingga cambuk itu menghantam tempat kosong.
Di saat bersamaan, Ouw Yang
Coan menggerakkan tongkatnya untuk menggaet ujung cambuk itu, lalu
dikibaskannya ke arah orang tersebut. Ujung cambuk tersebut menghantam kening
orang itu sehingga orang itu roboh dan nyawanya pun melayang seketika.
Bukan main terkejutnya semua
orang menyaksikan kejadian itu. Suasana di tempat itu menjadi hening seketika,
tak terdengar suara apa pun. Kini semua orang baru percaya akan kelihayan ilmu
silat Ouw Yang Coan, maka mereka semua menyingkir lebih jauh, agar tidak
tersambar tongkatnya.
Sebaliknya Pek Tho San San Kun
Jen It Thian malah tertawa gelak, lalu menuding Ouw Yang Coan seraya berkata.
"Ouw Yang Coan, kau kira
dengan tongkat ularmu itu, kau dapat meracuni seluruh Pek Tho San Cungku? Kau
harus tahu, aku pernah mengumpulkan begitu banyak ular berbisa di Tiong-goan!
Kalau tidak bertemu Oey Yok Su, pemilik Pulau Tho Hoa To, saat ini kau pasti
akan menghadapi barisan ular berbisaku! Karena itu, tongkat ularmu tak dapat
berbuat apa-apa terhadap diriku!"
Usai berkata, mendadak dia
bersiul panjang, sekaligus menyerang Ouw Yang Coan secepat kilat.
Ouw Yang Coan berkelit lalu
balas menyerang. Maka terjadilah pertarungan yang amat sengit. Ouw Yang Coan
menggunakan tongkat ular. Sedangkan Pek Tho San San Kun bertangan kosong, tapi
gerakannya sangat cepat, gesit dan lincah. Tongkat ular di tangan Ouw Yang Coan
meliuk-liuk bagaikan seekor ular yang kadang-kadang juga bergerak bagaikan
kilat.
Sementara Ouw Yang Hong telah
siuman dari pingsannya, tapi tiga buah jalan darahnya dalam keadaan tertotok.
Dia tidak bisa bergerak, namun masih dapat menyaksikan pertarungan yang amat
dahsyat itu.
Setelah menyaksikan sejenak,
dia tersadar akan satu hal. Kakaknya bertarung dengan Pek Tho San San Kun.
Mereka berdua menggunakna tenaga lunak dan jurus-jurus yang bergerak cepat.
Apabila salah seorang di antara mereka menggunakan tenaga keras, dalam beberapa
jurus pasti dapat memenangkan pertarungan itu.
Walau Ouw Yang Hong sadar akan
hal itu, tapi kedua orang yang sedang bertarung itu justru tidak tahu, sebab
mereka berdua bertarung dengan gerakan cepat, maka tiada kesempatan untuk
memperhatikan hal tersebut.
Mereka berdua bertarung
seimbang. Berselang sesaat Ouw Yang Coan berkata kepada Pek Tho San San Kun.
"Jen It Thian,
lepaskanlah adikku dan Nona Bokyong, kita bertarung lain hari saja!"
Pek Tho San San Kun tertawa.
"Ouw Yang Coan, kau
menganggap dirimu sebagai jago nomor satu di daerah See Hek, maka hari ini aku
menghendakimu mampus di sini!"
Pek Tho San San Kun memberi
isyarat. Sang Seng Kiam Giok Shia segera maju ke depan, lalu memberi hormat.
"Ada perintah apa,
Guru?" tanyanya.
Pek Tho San San Kun menunjuk
Ouw Yang Hong, lalu menyahut.
"Bawa dia ke mari agar
bisa berdekatan dengan kakaknya!"
Sang Seng Kiam Giok Shia
mengangguk, kemudian menyeret Ouw Yang Hong ke tengah-tengah halaman.
Pek Tho San San Kun tertawa
terkekeh-kekeh.
"He he heee! Ouw Yang
Coan, buang tongkat ularmu dan segera membunuh diri di hadapanku, aku pasti
melepaskan Ouw Yang Hong dan Nona Bokyong, itu agar keluarga Ouw Yang punya
keturunan!"
Betapa gusarnya Ouw Yang Coan.
Dia tidak tahu harus bagaimana baiknya.
"Aku akan menyebut namamu
tiga kali, kau harus membunuh diri! Kalau tidak, Ouw Yang Hong pasti jadi
mayat!" kata Pek Tho San San Kun lagi.
Ouw Yang Coan berdiri tak
bergerak. Namun sepasang matanya berapi-api.
Pek Tho San San Kun
menudingnya.
"Ouw Yang Coan jago nomor
satu di daerah See Hek, kau harus mampus atau tidak?" katanya dingin.
Ouw Yang Coan berkertak gigi.
Rupanya ingin sekali menghantam Pek Tho San San Kun dengan tongkatnya.
Sedangkan Pek Tho San San Kun
tertawa puas, menengadahkan kepala seraya berseru.
"Ouw Yang Coan jago nomor
satu di daerah See Hek, kau harus mampus atau tidak?"
Ouw Yang Coan tidak menyahut,
hanya mengangkat tongkatnya ke atas. Saat ini pikirannya kacau balau. Haruskah
aku mati? Keluarga Ouw
Yang hanya tinggal kami berdua
kakak beradik, maka keluarga Ouw Yang harus punya keturunan! Kalau begitu,
adikku harus hidup! Apabila adikku mati, bagaimana mungkin keluarga Ouw Yang
akan punya keturunan? Keluarga Ouw Yang punya keturunan, mati pun tidak akan
penasaran! Tapi guru yang telah menyelamatkanku. Sedangkan dendamnya belum
terbalas, bagaimana mungkin aku mati? Itu membuat pikiran Ouw Yang Coan semakin
kacau.
Pek Tho San San Kun berseru
lagi dengan suara lantang, kelihatannya dia tidak ingin Ouw Yang Coan berpikir
banyak.
"Ouw Yang Coan jago nomor
satu di daerah See Hek, kau harus mampus . . ."
Sebelum Pek Tho San San Kun
usai berseru, mendadak terdengar suara yang amat dingin.
"Dia harus mampus atau
tidak, itu urusanku! Kau tuh apa, berani menentukan mati hidupnya?"
Semua orang terperanjat,
karena tahu orang yang bersuara itu memiliki Iwee kang yang amat tinggi. Mereka
semua menengok ke sana ke mari, tapi tidak tampak seorang pun berada di sekitar
mereka.
Bukan main terkejutnya Pek Tho
San San Kun, sebab dia mendengar jelas suara itu. "Siapa? Cepat
keluar!" bentaknya. Berselang beberapa saat barulah terdengar suara
sahutan, yang bernada ringan dan dingin.
"Kau menghendakiku
keluar, itu tidak bisa! Sebab aku sudah tua, lagi pula cacat! Apabila aku
keluar, kau pasti akan merasa kecewa!"
Sang Seng Kiam Giok Shia
langsung membentak keras.
"Ayo cepat keluar!"
Terdengar suara sahutan lagi.
"Tanganmu memegang
sepasang pedang! Pada hal kau adalah gadis cantik, tapi dalam hatimu penuh
diliputi hawa membunuh! Hari ini kau harus merasakan tusukan pedangmu
sendiri!"
Mendengar kata-kata itu, Pek
Tho San San Kun cepat-cepat memberi isyarat kepada Sang Seng Kiam Giok Shia,
agar muridnya itu diam.
"Cianpwee, harap
perlihatkan diri!" katanya kemudian dengan serius.
Terdengar suara sahutan.
"Jen It Thian, kau
meremehkan muridku, itu memang masuk akal sebab kau memiliki ilmu silat yang
beracun, maka tongkat ular itu tidak bisa berbuat apa-apa terhadapmu. Lagi pula
kau pun memiliki tujuh puluh dua macam akal licik, sehingga membuatmu
meremehkan orang lain!"
"Kau mau bagaimana?"
tanya Pek Tho San San Kun.
Terdengar suara sahutan lagi.
"Lepaskan mereka!"
Pek Tho San San Kun berpikir
lama sekali.
"Baik! Ouw Yang Coan, kau
boleh pergi sekarang!" katanya kemudian.
"Aku harus membawa serta
adikku dan Nona Bokyong!" kata Ouw Yang Coan.
Pek Tho San San Kun
menggelengkan kepala.
"Tidak bisa! Tidak bisa!
Aku tidak perduli akan Ouw Yang Hong, tapi Nona Bokyong adalah benda mustikaku!
Bagaimana mungkin kau membawanya pergi?"
Terdengar suara orang itu.
"Anak Coan, urus dirimu
sendiri saja, tidak usah memperdulikan orang lain!"
Hati Ouw Yang Coan tergerak,
menyahut dengan suara rendah.
"Benar kata Guru."
Ouw Yang Coan membalikkan
badannya, lalu berjalan mendekati Ouw Yang f tong dan Bokyong Cen, sekaligus
membebaskan jalan darah adiknya yang tertotok itu.
"Adik, mari kita
pergi!" katanya dengan ringan kepada Ouw Yang Hong.
Kemudian dia juga berkata
kepada Bokyong Cen, tapi tidak berani memandang wajahnya.
"Nona Bokyong, mari ikut
kami pergi!"
Bokyong Cen memandang Ouw Yang
Hong dengan ala berbinar-binar, namun bagaimana perasaan dalam hatinya, siapa
pun tidak mengetahuinya.
Ouw Yang Coan menarik Ouw Yang
Hong pergi, tapi hanya beberapa langkah, Ouw Yang Hong sudah menoleh ke
belakang seraya berseru.
"Nona Bokyong, kalau kau
tidak mau pergi, bagaimana mungkin aku meninggalkanmu?"
Ouw Yang Hong tidak mau
melangkah, dan ini membuat Ouw Yang Coan terpaksa berhenti, tidak bisa
meninggalkan halaman rumah itu.
Terdengar tawa dingin.
"He he! Tidak salah. Anak
Coan, apa yang kau katakan itu memang tidak salah. Mereka berdua sudah saling
mencinta, maka kau harus membiarkan mereka berdua berada di tempat ini. Anak
Coan, mari kita pergi!"
Ouw Yang Coan terpaksa
menurut, Dia berjalan beberapa langkah, lalu berhenti dan menundukkan kepalia.
"Guru, mengapa Guru melarang
adikku dan Nona Bokyong ikut pergi?" tanyanya.
Akan tetapi tiada sahutan.
Sepertinya orang yang bersuara merasa serba salah, maka tidak menyahut.
Itu membuat Pek Tho San San
Kun Jen It Thian merasa tidak beres.
"Ouw Yang Coan, janganlah
kau mendesakku!" serunya.
Ouw Yang Coan menatapnya tanpa
mengeluarkan suara, kelihatannya seakan sedang menunggu perintah dari orang
yang bersuara tadi.
Berselang beberapa saat,
barulah terdengar suara orang itu, yang bernada ringan dan datar.
"Sudah belasan tahun aku
tidak bertemu orang! Anak kecil, kau jangan mendesakku!"
"Kalau kau ingin membawa
pergi Nona Bokyong, aku pasti akan mengadu nyawa denganmu!" sahut Pek Tho
San San Kun.
Sementara para anak buah Pek
Tho San San Kun sudah mulai mengurung kakak berdik Ouw Yang itu. Apabila si
Kerdil memberi perintah, mereka semua pasti menyerang Ouw Yang Coan dan
adiknya.
Di saat bersamaan, terdengar
lagi suara orang itu.
"Aku malas turun tangan,
tapi tahukah kau siapa aku?"
Pek Tho San San Kun Jen It
Thian tertawa dingin.
"Apakah kau adalah
Tionggoan tayhiap Liau Bun Sen? Kau adalah Ong Tiong Yang, ataukah Su Ciau Hwa
Cu, Tetua Kay Pang? Kalau kau adalah salah seorang di antara mereka, tentunya
aku takut padamu! Tapi kalau bukan, kau justru harus takut padaku!"
Orang itu berkata
perlahan-lahan.
"Belasan tahun aku tidak
keluar, di kolong langit sudah kacau balau! Anak kecil, aku adalah Pek Bin Lo
Sat!"
Seketika suasana di tempat itu
menjadi hening.
"Jen It Thian, lepaskan
gadis itu, aku akan mengampuni nyawamu!" kata orang itu lagi.
Pek Tho San San Kun
mengerutkan kening, kemudian berjalan mondar-mandir di hadapan Bokyong Cen
sambil bergumam.
"Aku tidak bisa! Aku
tidak bisa! Lebih baik ambillah semua perhiasanku, asal kau tidak membawa pergi
Nona Bokyong! Tidak bisa! Tidak bisa . . ."
Terdengar tawa aneh.
"Hik hik hik! Anak kecil,
aku akan menemuimu!"
Mendadak terdengar suara
'Blam!' Ternyata tembok pagar berlubang, lalu tampak seseorang menyerupai setan
berjalan masuk dari lubang tembok. Di belakanggnya tiada bayangan, kakinya
tidak mengeluarkan suara, bahkan tiada hawa manusia pula.
Dia berjalan ke hadapan Ouw
Yang Coan dan adiknya. Wajah orang itu tidak tampak karena tertutup oleh
rambutnya yang panjang terurai ke bawah. Dia menunjuk Ouw Yang Hong, kemudian manggut-manggut.
"Bagus! Bagus! Tak
percuma Anda adik Ouw Yang Coan!"
Siapa orang itu? Ternyata
memang benar adalah Pek Bin Lo Sat. Dia tertawa terkekeh dua kali, lalu
memandang Bokyong Cen.
"Apakah kau memandang
rendah diriku? Mengapa kau tidak bicara?" katanya.
Guguplah hati Bokyong Cen. Dia
mendengar wanita itu memanggil Ouw Yang Coan sebagai 'Anak Coan!' pertanda
tingkatan tuanya. Kemudian mendengar Ouw Yang Coan memanggil wanita itu 'Guru',
membuat Bokyong Cen terkejut sekali, karena yakin wanita itu berkepandaian amat
tinggi. Ketika wanita itu bertanya, Bokyong Cen ingin menjawab, tapi jalan
darah gagunya dalam keadaan tertotok, sehingga tidak dapat mengeluar-kan suara.
Itulah yang menyebabkannya gugup sekali.
"Kau dalam bahaya, namun
mengapa tidak mau bicara? Dan . . . mengapa tidak mau bangkit berdiri?"
tanya Pek Bin Lo Sat sambil tersenyum.
Bokyong Cen diam dan mulai
ragu terhadap Pek Bin Lo Sat. Kalau wanita itu berkepandaian tinggi, bagaimana
tidak tahu jalan darahnya dalam keadaan tertotok? Gadis itu tidak habis pikir.
Sementara si Kerdil Jen It
Thian juga merasa serba salah. Dia sebagai majikan Pek Tho San Cung, tentunya
tidak bisa mundur karena itu, maka dia terpaksa memberanikan diri.
"Pek Bin Lo Sat, kau mau
apa?" bentaknya.
"Sudah belasan tahun, aku
duduk diam bersemedi! Hari ini terpaksa aku turun tangan!" sahut Pek Bin
Lo Sat lalu mengibaskan tangannya ke arah para anak buah Pek Tho San San Kun.
Si Kerdil Jen It Thian
langsung membentak, "Serang wanita itu!"
Keempat murid Pek Tho San San
Kun segera menyerang Pek Bin Lo Sat. Menyaksikan itu, Ouw Vang Coan amat gusar.
Ketika dia baru mau menyerang keempat murid Pek Tho San San Kun, Pek Bin Lo Sat
pun berkata.
"Anak Coan, kau tidak
menghendaki guru turun tangan, apakah khawatir guru akan celaka di tangan
mereka?"
Ouw Yang Coan tidak menyahut.
Di saat itulah, Pek Bin Lo Sat bergerak. Tampak bayangannya berkelebat ke sana
ke mari, dibarengi suara jeritan di sana sini dan darah pun muncrat ke
mana-mana.
"Pek Bin Lo Sat,
berhenti!" seru Pek Tho San San Kun gusar.
Wanita itu berhenti menyerang,
lalu menatap Pek Tho San San Kun.
"Anak kecil, kau mau
bicara apa?" tanyanya.
"Pek Bin Lo Sat, aku akan
mengadu nyawa denganmu!" sahut Pek Tho San San Kun.
Pek Bin Lo Sat
nianggut-manggut, tapi hanya diam di tempat. Begitu pula Pek Tho San San Kun,
dia berdiri dengan kaki ditekuk sedikit, sebelah tangannya diangkat ke atas,
seakan menunggu Pek Bin Lo Sat menyerang lebih dulu.
Pek Bin Lo Sat tertawa dingin.
Kemudian mendadak pakaiannya berkibar-kibar, sepertinya terhembus angin
kencang, kemudian badannya bergerak berputar tiga kali mengitari Pek Tho San
San Kun. Setelah itu ia berhenti, sekaligus menjulurkan sepasang tangannya ke
depan.
Si Kerdil tertawa panjang,
lalu dengan tiba-tiba badannya mencelat ke atas dengan ringan sekali, sambil
menggerakkan kedua tangannya untuk me-notok jalan darah bagian dada Pek Bin Lo
Sat.
Apabila totokan itu mengenai
sasarannya, Pek Bin Lo Sat pasti menderita luka parah. Akan tetapi, Pek Bin Lo
Sat justru tidak berkelit, melainkan mengibaskan sebelah tangannya untuk
menangkis serangan itu. Kibasan tangan Pek Bin Lo Sat menimbulkan angin yang
menderu-deru. Pek Tho San San Kun cepat-cepat meloncat ke belakang sekaligus
mengeluarkan senjatanya, lalu mulai menyerang Pek Bin Lo Sat.
Tak terasa pertarungan mereka
berdua telah melewati belasan jurus, namun kelihatannya masih berimbang. Itu
membuat Pek Tho San San Kun bergirang dalam hati, karena Pek Bin Lo Sat yang
amat terkenal itu, kepandaiannya cuma setinggi itu.
Sedangkan Pek Bin Lo Sat
merasa amat penasaran, karena sudah belasan jurus, namun dia belum dapat
merobohkan si Kerdil Jen It Thian.
Mendadak dia bersiul panjang.
Gerakannya juga berubah. Ternyata dia mulai mengeluarkan ilmu Thian Lo Ci (Ilmu
Jari Langit).
Pek Tho San San Kun terkejut
bukan main, ketika tubuh Pek Bin Lo Sat mengeluarkan hawa yang amat dingin,
sehingga membuatnya tak dapat mengerahkan kepandaiannya.
Keempat murid Pek Tho San San
Kun tahu guru mereka sudah berada di bawah angin. Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong dan Sang Pwe Jeh Nuh membentak keras, kemudian menyerang Pek Bin Lo Sat
serentak.
Ketika melihat kedua orang itu
menyerang Pek Bin Lo Sat, Ouw Yang Coan segera maju.
Akan tetapi, Pek Bin Lo Sat
segera berseru.
"Anak Coan, aku masih
dapat menghadapi mereka bertiga!"
Mendengar seruan Pek Bin Lo
Sat itu, Ouw Yang Coan langsung diam, tidak berani menyerang kedua orang itu.
Pada saat bersamaan, Pek Bin
Lo Sat bergerak meraih senjata Sang Pwe Jeh Nuh, yang berupa sepasang cangkir.
Itu membuat Sang Pwe Jeh Nuh
bergirang dalam hati, karena dia yakin tangan Pek Bin Lo Sat akan terluka. Dia
cepat-cepat menarik senjatanya itu, namun mendadak merasa tangannya amat
dingin, seakan membeku tak dapat bergerak sama sekali.
Bukan main terkejutnya Sang
Pwe Jeh Nuh. Dia ingin meloncat ke belakang, tapi mendadak salah satu dari
kedua cangkir itu meluncur secepat kilat menghantam dadanya.
"Aaaakh . . .!"
jeritnya lalu roboh, pingsan.
Tertegun Tay Mok Sin Seng Teng
Khie Hong. Pek Bin Lo Sat tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia langsung
mengibaskan lengannya menyerang orang tersebut.
"Aaaakh . . .!"
jerit Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. Badannya terpental beberapa depa, dalam
keadaan luka parah.
Sang Seng Kiam Giok Shia dan
Wan To Ma Sih terbelalak. Mereka berdua sama sekali tidak berani maju.
Sedangkan si Kerdil Pek Tho
San San Kun gusar sekali.
"Pek Bin Lo Sat, kau mau
apa?" bentaknya berapi-api.
"Aku menghendaki kalian
melepaskan gadis ini! Kalau tidak, kau pasti mampus di sini!" sahut Pek
Bin Lo Sat.
"Kau menghendaki apa pun
boleh, asal jangan menghendaki gadis ini. Kau juga seorang wanita, untuk apa
kau menghendakinya?" kata Pek Tho San San Kun dengan ringan.
"Untuk apa aku
menghendakinya! Hanya saja dia adalah kekasih adiknya Ouw Yang Coan, maka kau
harus melepaskannya!" sahut Pek Bin Lo Sat.
Pek Tho San San Kun berkertak
gigi, tidak bicara sepatah kata pun.
Pek Tho San Cung merupakan
aliran yang amat besar di daerah See Hek. Maka tidak mengherankan kalau si
Kerdil Pek Tho San San Kun malang melintang dan bersikap sewenang-wenang di
daerah tersebut.
"Pek Bin Lo Sat, hari ini
aku terpaksa harus mengadu nyawa denganmu!" pekiknya dengan melotot.
Wanita itu tidak melayaninya,
melainkan mendekati Bokyong Cen, lalu memandangnya dengan penuh perhatian.
"Sungguh cantik kau! Anak
Coan, pantas adikmu mau menolongnya!" katanya dengan suara rendah.
Mendadak jari tangannya
bergerak, tahu-tahu jalan darah Bokyong Cen yang tertotok itu sudah bebas.
"Terimakasih
Cianpwee!" ucap Bokyong Cen sambil menatapnya. "Mengapa rambut
Cianpwee sudah putih semua?"
Pek Bin Lo Sat tertegun,
kemudian tertawa ringan.
"Hi hi! Kalau kau terus
memikirkan sesuatu, bagaimana rambutmu tidak akan berubah putih? Karena Ouw
Yang Hong amat baik padamu, maka kau tidak merasa risau, rambut pun tidak akan
berubah putih."
Usai berkata, dia menarik
tangan Bokyong Cen mengajak pergi sambil bergumam.
"Sungguh kesepian
melewati hari! Orang sudah tua, rambut pasti memutih, tidak tahu cinta kasih
kemarin, hari ini sudah berakhir . . .?"
Ouw yang Coan dan Ouw Yang
Hong mengikutinya dari belakang. Pek Tho San San Kun amat penasaran, tapi tidak
berani menghadang mereka, hanya memandang kepergian mereka dengan mata
berapi-api. Tak lama, mereka sudah hilang dari pandangannya.
Di saat bersamaan, mendadak
terdengar suara jeritan Sang Seng Kiam Giok Shia.
"Wajahku! Wajahku . .
."
Sementara itu, Pek Bin Lo Sat
dan lainnya terus berjalan meninggalkan Pek Tho San Cung.
"Baik, mari kita
beristirahat di sini sebentar!" ajak Pek Bin Lo Sat.
Wanita itu duduk di atas
sebuah batu, Ouw Yang Coan dan Ouw Yang Hong berdiri di sisinya, sedangkan
Bokyong Cen duduk di hadapannya.
Bulan yang bergantung di
langit bersinar remang-remang. Sungguh sepi tempat itu, hanya kadang-kadang
terdengar suara desiran angin.
"Nona Bokyong, kau adalah
orang Kang Lam, berasal dari perguruan mana?" tanya Pek Bin Lo Sat sesaat
kemudian.
"Aku adalah murid Kuil
Cing Ani," sahut Bokyong Cen.
"Kuil Cing Am di Kang
Lam? Aku tidak pernah mendengarnya," kata Pek Bin Lo Sat.
Nada kata-kata Pek Bin Lo Sat
agak meremehkan kuil tersebut, maka sudah barang tentu membuat Bokyong Cen
merasa tidak senang. Namun dia tidak diperlihatkan perasaan itu pada wajahnya,
sebaliknya malah tersenyum.
"Tentunya Cianpwee tahu,
ilmu silat aliran Kuil Cing Am tidak begitu luar biasa, maka Cianpwee tidak
pernah mendengarnya," katanya.
Pek Bin Lo Sat tertegun, tidak
menyangka gadis itu begitu pandai berbicara, maka manggut-manggut seraya
berkata.
"Lumayan! Kau memang
lumayan!"
Ucapan tersebut membuat Ouw
Yang Hong dan Bokyong Cen terheran-heran, karena tidak tahu akan makna ucapan
itu. Tapi Ouw Yang Coan bergirang dalam hati. Dia tahu gurunya yang jarang
memuji orang itu kini memuji Bokyong Cen lumayan, pertanda terkesan baik
padanya.
"Guruku jarang memuji
orang lain . . ." katanya.
Bokyong Cen tidak mengerti,
hanya tersenyum-senyum. Kemudian perlahan-lahan dia bangkit berdiri, lalu
memberi hormat kepada Pek Bin Lo Sat.
"Terimakasih atas pujian
Cianpwee!" ucapnya.
Di antara mereka bertiga, Ouw
Yang Hong-lah yang sudah tahu jelas akan sifat Bokyong Cen. Tapi kini dia
justru termangu-mangu akan sikap gadis itu. Kelihatannya sifat gadis itu telah
berubah, tidak cepat emosi lagi. Pikirnya sambil tersenyum.
"Anak Coan, kulihat . . .
kalian tidak bisa kembali ke Pek Tho San Cung lagi. Lebih baik kau pergi
mengatur orang-orang yang ada di rumahmu, setelah itu pergi mencariku!"
kata Pek Bin Lo Sat.
Ouw Yang Coan memberi hormat.
"Aku memang harus pergi
mencari Lo Ouw dan Ceh Liau Thou, menyuruh mereka pergi bersembunyi. Tapi
adikku dan Nona Bokyong . . ."
"Aku akan membawa mereka
ke goa es, kau harus cepat kembali!" sahut Pek Bin Lo Sat.
Wanita itu lalu bangkit
berdiri, dan langsung berjalan pergi.
Ouw Yang Coan segera berkata
pada Ouw Yang Hong.
"Adik, ajaklah Nona
Bokyong mengikuti guruku! Aku pergi sebentar dan akan kembali secepatnya."
Usai berkata, Ouw Yang Coan
langsung melesat pergi. Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen saling memandang, lalu
mengikuti Pek Bin Lo Sat dari belakang.
Berselang beberapa saat
kemudian, mereka bertiga sudah sampai di mulut goa es itu. Pek Bin Lo Sat
melesat ke dalam. Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen terbelalak, berdiri
termangu-mangu di mulut goa es itu.
"Saudara Ouw Yang, aku .
. ." kata Bokyong Cen dengan kening berkerut.
Ouw Yang Hong tahu bahwa gadis
itu merasa takut.
"Aku akan meloncat ke
dalam duluan, lalu menyambutmu dari bawah," sahutnya.
"Tangan dan kakimu begitu
kaku, lagi pula amat bodoh! Bagaimana mungkin dapat menyambut diriku!"
Wajah Bokyong Cen tampak
kemerah-merahan. Tampaknya dia sedang berpikir, apabila meloncat ke bawah, Ouw
Yang Hong tidak kuat menyambutnya. Tentunya mereka berdua akan terjatuh bersama
saling menindih.
Ouw Yang Hong menatap Bokyong
Cen. Menyaksikan wajah gadis itu yang tersorot sinar rembulan tampak
kemerah-merahan, membuatnya ter-heran-heran. Sungguh mengherankan nona Bokyong
itu, kelihatannya dia takut meloncat ke dalam lubang goa, tapi . . . mengapa
wajahnya kemerah-merahan? Begitulah pikir Ouw Yang Hong yang tak dapat menduga
pikiran gadis itu.
Berselang sesaat, Ouw Yang
Hong berkata.
"Kalau begitu, kau
meloncat duluan saja!"
Bokyong Cen menggeleng-geleng
kepala, pertanda tidak mau.
Ouw Yang Hong jadi gelisah,
takut guru kakaknya tidak sabaran menunggu.
"Baik! Biar aku saja yang
meloncat duluan!" ujarnya kemudian.
Usai berkata begitu, Ouw Yang
Hong langsung meloncat ke dalam lubang itu.
"Tidak bisa! Tidak bisa!
Aku yang harus meloncat duluan, aku takut seorang diri berada di sini!"
teriak Bokyong Cen.
Akan tetapi, bayangan Ouw Yang
Hong sudah tidak tampak, karena sudah meloncat ke dalam lubang itu.
Bokyong Cen menengok ke sana
ke mari. Suasana gelap dan amat sunyi, sehingga menimbulkan rasa takutnya.
Tanpa banyak pikir lagi, dia memejamkan matanya lalu meloncat ke dalam.
Suara angin menderu-deru
melewati telinganya. Hal itu membuatnya terkejut sekali karena sama sekali
tidak menduga sedemikian dalam lubang tersebut.
Entah berapa lama kemudian
Bokyong Cen merasa badannya didorong orang hingga jatuh menyentuh sesuatu yang
amat licin, tapi bergemerlapan memancarkan cahaya. Sesaat kemudian terdengar
suara seruan Ouw Yang Hong.
"Nona Bokyong, kau sudah
meloncat turun?"
Suara nadanya penuh perhatian,
membuat hati Bokyong Cen terasa hangat. Ouw Yang Hong memang orang baik,
katanya dalam hati.
Tiba-tiba ada orang
meraba-raba tubuhnya, bahkan sampai ke bagian dadanya. Dia menjerit karena
terperanjat. Mendengar jeritan itu, Ouw Yang Hong jadi terkejut sekali.
"Nona Bokyong, kau
kenapa?" tanyanya kekerasan.
"Ti . . . tidak apa-apa.
Mari kita ke dalam!"
Ketika sampai di dalam, mereka
tidak dapat melihat apa-apa. Setelah lewat beberapa saat, barulah mata mereka
dapat melihat tempat tersebut. Tempat itu terdiri dari batu es yang
bergemerlapan. Terdapat sebuah terrowongan es yang amat panjang. Mereka berdua
memasuki terowongan tersebut.
Setelah berjalan, beberapa
saat kemudian mereka melihat Pek Bin Lo Sat duduk di atas es batu yang amat
besar.
***
Bersambung