-------------------------------
----------------------------
Bab 20
"Mengapa kau ingin
mencelakaiku?"
Bukan main terkejutnya Ouw
Yang Coan. Namun dengan tepat diayunkan tongkat ularnya, menggunakan tiga jurus
yang paling ganas, yaitu jurus 'Tok Coa Hui Thian' (Ular Beracun Terbang Ke
Langit), 'It Liong Hoan Sih' (Naga Membalikkan Badan) dan jurus 'Liong Pan Hou
Tu' (Naga Berputar Harimau Mencakar).
Kalau saja ketiga jurus itu
berhasil menghantam kepala It Sok Taysu, hweeshio itu pasti mati seketika.
Akan tetapi, bersamaan dengan
itu pula mendadak It Sok Taysu mengangkat sebelah tangannya. Secepat kilat jari
telunjuknya menyentil. Bukan main! Sentilan itu berhasil membuat tongkat ular
di tangan Ouw Yang Coan terpental. Ouw Yang Coan tahu dirinya tak dapat melawan
It Sok Taysu. Dia hanya berharap ulat salju beracun berhasil menggigitnya.
Namun tangan It Sok Taysu lebih cepat, begitu melihat ulat slaju beracun itu,
jari telunjuknya langsung bergerak ke arah ulat salju beracun. Seketika ulat
salju beracun tak dapat bergerak lagi.
It Sok Taysu menatap Ouw Yang
Coan.
"Omitohud! Sepanjang kau
tidak berbicara, matamu menyorotkan sinar yang penuh mengandung hawa membunuh,
bukan ditujukan pada wanita, tentunya ditujukan padaku. Tapi di antara
kita tidak terdapat dendam,
mengapa kau ingin mencelakaiku?"
It Sok Taysu tampak merasa
geli, karena mengira Ouw Yang Coan cemburu padanya. Sebab, sepanjang jalan
Bokyong Cen sering bercakap-cakap padanya sambil tertawa-tawa.
Namun Ouw Yang Coan membentak
bengis.
"Taysu, tahukah kau siapa
aku?"
"Kau bernama Ouw Yang
Coan, jago tangguh nomor satu di daerah See Hek, aku sudah tahu itu!"
Ouw Yang Coan tertawa dingin.
"Di istana Tiong Yang,
aku sama sekali tidak memberitahukan, bahwa guruku adalah Pek Bin Lo Sat!"
Terbelalak mata It Sok Taysu
mendengar itu, air mukanya pun berubah hebat.
"Di mana gurumu sekarang?
Apakah dia masih hidup?"
Ouw Yang Coan tertawa dingin
lagi.
"Kau tidak mati,
bagaimana mungkin guruku akan mati pula?"
Wajah padri itu berubah
memucat.
"Tidak salah! Tidak
salah! Aku tidak mati, bagaimana mungkin dia mati? Aku tidak mati, bagaimana
mungkin dia mati?"
Kini It Sok Taysu tidak mirip
hweeshio yang berilmu tinggi, melainkan mirip orang bloon yang tiada
kesadarannya.
Sementara ulat salju beracun
itu tidak bergerak sama sekali, entah masih hidup atau sudah mati Ouw Yang Coan
mengambil tongkat ularnya, lalu berdiri di hadapan It Sok Taysu, entah dia
ingin mengadu nyawa dengan hweeshio itu ataukah ingin kabur? Dia termangu-mangu
memandang It Sok Taysu.
It Sok Taysu berjalan
mondar-mandir dengan mulut terus bergumam.
"Siu Lo Ji! Siu Lo Ji!
Delapan bagian naga, setan adalah Lo Sat, malaikat adalah jalannya manusia, apa
yang jadi setan wanita, justru Lo Sat!"
Ouw Yang Coan tidak paham akan
apa yang digunakan It Sok Taysu, namun wajah hweeshio itu sebentar tampak sedih,
sebentar tampak gembira. Mendadak It Sok Taysu bergerak cepat sekali menyambar
leher baju Ouw Yang Coan.
"Cepat katakan, di mana
dia? Di mana dia? Apakah dia sudah mati? Mengapa dua puluh tahun dia tidak
keluar?"
Ouw Yang Coan menyahut sengit,
"Suhuku berada di dalam goa es, dia ingin membunuhmu! Dia ingin
membunuhmu! Rambutnya sudah berubah putih semua, mukanya pucat pias tiada warna
darah. Dia amat membencimu, kalau dia bertemu mu, dia pasti membunuhmu!"
It Sok Taysu tertawa. Ada
kesedihan dalam wajahnya.
"Kau bohong! Kau
membohongiku! Badannya begitu lemah lembut, bagaimana mungkin tinggal di dalam
goa es? Dia amat cantik, bagaimana mungkin mukanya berubah begitu? Rambutnya
hitam mengkilap, bagaimana mungkin berubah putih semua? Kau bohongi aku! Kau
bohongi aku!"
Ouw Yang Coan tertawa dingin.
Wajah It Sok Taysu jadi amat tak sedap dipandang.
"Aku hidup di dunia, tapi
diriku dan hatiku telah mati. Hanya tersisa sedikit nafas saja. Itu pun karena
kini aku masih punya sedikit keduniawian. Aku memikirkannya, tidak bisa
melepaskan rasa rindu itu. Mengapa kau mendesakku? Mengapa kau ingin
mencelakaiku? Kau bilang hidupnya tidak baik, kau pun hilang dia tidak cantik.
Kenapa? Karena apa . . .?"
Ouw Yang Coan menyahut
perlahan-lahan.
"Untuk apa aku membohongimu?
Aku juga mencintai guruku, sebab dia yang menyelamatkanku, sekaligus
mengajariku ilmu silat. Aku menyukainya, tidak sudi memberitahukanmu bagaimana
rupanya, kalau ada orang melihatnya, bukan sanak familiku, aku pasti
membunuhnya!"
Wajah It Sok Taysu pucat pias.
Ditatapnya mata Ouw Yang Coan.
"Benarkah
kata-katamu?"
Ouw Yang Coan manggut-manggut.
It Sok Taysu menundukkan
kepala, duduk diam di atas tempat tidur. Keduanya saling diam membisu. Ouw Yang
Coan ingin membunuh orang, namun tidak berhasil. Sedangkan pikiran It Sok Taysu
kacau balau, tidak tahu harus bagaimana.
Mendadak badan It Sok Taysu
melambung ke atas, namun posisi duduknya tidak berubah sama sekali. Ternyata
dia menggunakan ilmu It Yang Sin Keng (Tenaga Sakti Satu Jari). Hanya dengan
menunjuk ke tempat tidur, badannya sudah melambung ke atas.
Setelah itu, dengan dua jari
dia menjepit ulat salju beracun yang amat dingin itu sambil mulutnya bergumam.
"Goa es amat dingin,
apakah lebih dingin dari ulat salju ini? Hati manusia kejam dan beracun, apakah
bisa dibandingkan dengan ulat salju beracun ini?" It Sok Taysu kelihatan
seperti tidak tahu betapa ganasnya racun ulat tersebut. Dia menaruh ulat salju
beracun itu di telapak tangannya, lalu berkata, "Ouw Yang Coan, walau ulat
salju beracunmu ini amat beracun, namun tidak bisa berbuat apa-apa terhadapku.
Kau lihat . . ."
Mendadak telapak tangan It Sok
Taysu berubah dingin sekali, setelah itu berkata lagi.
"Kau mempunyai ulat salju
beracun, aku memiliki ilmu It Yang Ci Sin Kang, kau bisa berbuat apa
terhadapku?"
Ouw Yang Coan menatapnya,
melihat telapak tangan It Sok Taysu mulai bergemetaran, badannya pun tampak
menggigil, namun It Sok Taysu masih kuat bertahan.
Menyaksikan itu, hati Ouw Yang
Coan jadi tersentak.
"Suhu, kepandaiannya
begitu tinggi, kalaupun kita memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, juga
belum tentu dapat mengalahkannya . . ." kata Ouw Yang Coan dengan suara
perlahan. Dia tampak putus asa, menghela nafas panjang sambil menggeleng-geleng
kepala.
Jari tangan It Sok Taysu masih
menjepit ulat salju beracun. Dia memandang Ouw Yang Coan seraya berkata,
"Aku mengerahkan ilmu It Yang Ci Sin Kang, bukan untuk memamerkan
kepan-daianku, melainkan agar kau tahu aku rela terkena racun ulat salju ini.
Setelah aku mati, kau beri-tahukan pada Siu Lo Ji, biar dia tidak menyiksa diri
lagi, itu bukan atas kemauanku!"
It Sok Taysu kembali duduk
bersila sambil merangkapkan kedua tangannya. Ulat salju beracun masih berada di
telapak tangannya. Hweeshio itu bergumam dengan suara rendah.
"Kau tinggal di goa es,
aku memegang ulat salju beracun, tangan, kaki, dan hati dingin! Kau benci
karena aku kejam, aku pikir kau keji. Aku kejam kau keji hati sendiri!"
Ouw Yang Coan tidak tahu apa
sebabnya It Sok Taysu merangkapkan sepasang telapak tangannya memegang ulat
salju beracun itu. Perlu diketahui, ulat salju itu mengandung racun dingin yang
mematikan yang membuatnya heran, wajah It Sok Taysu justru tampak tenang dan
berseri, kelihatannya seperti menyadari sesuatu.
Ouw Yang Coan tertegun menatapnya.
Sejak berguru pada Pek Bin Lo Sat, setiap hari dia selalu berpikir ingin
membalaskan dendam gurunya. Kini melihat It Sok Taysu hampir menemui ajalnya,
terhibur sekali hatinya. Ingin rasanya segera memberitahukan gurunya, agar
tidak hidup tersiksa lagi.
Mendadak terdengar suara keras
pintu kamar terbuka. Tampak Bokyong Cen menerjang ke dalam. Gadis itu memandang
It Sok Taysu, kemudian memandang Ouw Yang Coan. Dalam hati ia sudah tahu ada
yang tak beres.
Gadis itu ingin menyambar It
Sok Taysu, tapi Ouw Yang Coan cepat menariknya ke belakang.
"Kalau kau menyentuhnya,
kau pun pasti mati!" cegah Ouw Yang Coan dengan suara dingin. Dia telah
terkena racun ulat salju. Dia pasti mati!"
Mata Bokyong Cen berapi-api.
"Kau membunuhnya? Kau
membunuhnya?" hentak gadis itu dengan suara keras.
Tanpa menghiraukan apa pun,
Bokyong Cen langsung menerjang ke arah It Sok Taysu.
OuwYang Coan ingin
mencegahnya, namun terlambat karena gadis itu sudah menerjang ke arah It Sok
Taysu. Secepat kilat Bokyong Cen menepukkan tangannya hingga ulat salju beracun
itu terlepas dari telapak tangan It Sok Taysu.
"Kau sudah gila! Kau
sudah gila! Kau menggunakan ulat salju untuk meracuninya, dia . . . dia pasti
mati!" bentak gadis itu, gusar dan marah.
"Bokyong Cen, dia mati
atau tidak, itu urusan perguruanku,tiada urusan denganmu!" dengus Ouw Yang
Coan.
Sementara ulat salju beracun
yang jatuh di lantai mulai merayap. Karena gusar, Bokyong Cen nyaris maju untuk
menginjak-injak ulat salju beracun tersebut sambil berteriak dengan mata melotot.
"Apa kepandaianmu? Tidak
sanggup melawan orang, malah menggunakan ulat salju beracun, apakah begini
tindakan orang gagah?"
"Bokyong Cen, dia adalah
musuh besar guruku. Kau tak perlu campur tangan urusanku dengannya. Lebih baik
menyingkir saja!"
Bokyong Cen memandang It Sok
Taysu. Hatinya amat menghormatinya, karena tahu, di dunia ini jarang ada orang
sebaik padri itu. Kalau dia bisa mendekati padri itu, tentunya akan memperoleh
kemanfaatan yang tidak sedikit. Tapi, melihat tubuh It Sok Taysu yang keracunan
hampir berubah jadi manusia es, tanpa terasa Bokyong Cen mengucurkan air mata,
sambil terisak-isak.
"Ouw Yang Coan, kau bukan
manusia! Kau bukan orang baik . . „"
Bokyong Cen menerjang ke luar,
entah pergi ke mana. Seperginya gadis itu Ouw Yang Coan berlutut di hadapan It
SokTaysu.
"Suhu, kalau kau tahu
teecu telah membunuh musuh besarmu, tentunya kau tidak akan hidup menderita di
goa es itu lagi. Hatimu akan sedikit terhibur. Mudah-mudahan suhu akan gembira
mulai saat ini, tidak usah hidup tersiksa di goa es itu!" Ouw Yang Coan
mendongakkan kepala memandang It Sok Taysu. "It Sok Taysu, kematianmu amat
menyedihkan! Aku pasti akan memberitahukan suhu bagaimana perasaanmu!"
Ouw Yang Coan memang tidak
paham akan ucapan It Sok Taysu tadi, tapi dia tahu pasti ada sesuatu di balik
semua itu. Dia tidak dapat menerka. Hanya dia akan memberitahukan ucapan tadi
kepada gurunya.
Sementara Bokyong Cen yang
meninggalkan penginapan itu, hatinya tercekam sekali dan amat berduka. Gadis
itu bepikir, mengapa semua orang begitu tak tahu aturan, justru harus saling
membunuh? Seperti halnya 11 Sok Taysu, dia adalah
seorang padri saleh, namun Ouw
Yang Coan dan gurunya justru ingin membunuhnya. Apa sebabnya? Bokyong Cen terus
berjalan dengan perasaannya yang tercekam. Akhirnya sampailah dia di sebuah
rimba. Karena bingung tak tahu harus berbuat apa, ia duduk di bawah sebuah
pohon.
"Bokyong Cen! Bokyong
Cen! Kau harus bagaimana? Harus bagaimana? Kembali ke Vihara Cin Am, ataukah
berkelana di dunia persilatan? Kau tidak punya sanak saudara, nasibmu sungguh
malang
Bokyong Cen semakin resah.
Batinnya menggumam karena bingung yang menggerayangi pikirannya.
"Nona Bokyong, kau
berbuat apa di sini?"
Hati Bokyong Cen tersentak
kaget. Dia langsung menoleh ke arah suara itu berasal. Namun tak dilihatnya
siapa pun.
"Siapa kau? Bagaimana kau
tahu aku bernama Bokyong Cen?" serunya karena bingung.
"Goa es ribuan tahun,
bertemu satu kali! Hanya tahu urusan lalu, tidak tahu penitisan yang akan
datang!" Terdengar kembali suara itu bernada dingin.
Bokyong Cen berseru kaget
mendengar itu. "Kau adalah Pek Bin Lo Sat lo cianpwee?" Terdengar
suara dengusan ringan. "Hmm! Bokyong Cen, bukankah kau bersama
muridku? Kau
meninggalkannya?"
"Aku tidak mau
bersamanya! Aku tidak sudi bersamanya!"
"Kalau begitu, dia
bersama adiknya?" tanya suara wanita tua itu.
"Ouw Yang Hong dibawa
pergi oleh murid-murid Si Racun Tua yang di daerah utara!"
Wanita itu seperti
terperanjat.
"Apa? Kau bilang
apa?" tanya Pek Bin Lo Sal seakan tak percaya.
Sejeak terdiam, kemudian
Bokyong Cen memberitahukan bahwa Ouw Yang Hong akan celaka di tangan si Raja
Racun Tua itu.
"Katakan! Apakah anak
Coan baik-baik saja?"
Bokyong Cen menyahut dengan
ketus, "Apa baiknya muridmu itu? Dia sedang membunuh orang!"
"Dia sedang membunuh
orang? Membunuh siapa?" tanya wanita tua itu, tertegun.
"Dia membunuh lt Sok
Taysu itu!"
Usai menyahut, air mata
Bokyong Cen bercucuran. Mendadak tampak sosok bayangan berkelebat ke hadapan
gadis itu, dan langsung menjambak rambutnya.
"Di mana dia? Cepat
katakan! Di mana dia?" desak wanita tua itu, tak sabaran.
Bokyong Cen menyahut
tersendat-sendat, karena susah bernafas lantaran wanita itu menjambak
rambutnya.
"Dia . . . dia berada di
penginapan . . ."
"Penginapan mana?"
sambut Pek Bin Lo Sat.
"Penginapan Yun Ih. Kalsu
mau cari dia, pergi saja ke penginapan itu . . .!"
Tanpa berkata apa-apa lagi,
wanita itu langsung menarik Bokyong Cen dan melesat begitu cepat laksana
terbang.
Sementara itu, Ouw Yang Coan
terus menatap It Sok Taysu yang sudah sekarat. Kelihatannya It Sok Taysu sedang
teringat sesuatu. Bibirnya bergerak seakan mau bicara, namun tidak dapat
mengeluarkan suara. Hanya sepasang matanya yang tampak basah, memandang Ouw
Yang Coan.
"Setelah Taysu mati, aku
pasti menguburmu. Namun aku harus memenggal kepalamu untuk dibawa ke daerah See
Hek, diperlihatkan pada guruku!" ujar Ouw Yang Coan.
Walau tidak bisa bersuara, It
Sok Taysu masih mendengar apa yang dikatakan Ouw Yang Coan, maka wajahnya
tampak berseri.
Mendadak, terdengar suara
pintu kamar terbuka. Seorang wanita berambut panjang dan putih menerobos ke
dalam dan langsung memeluk It Sok Taysu. Secepat kilat dibawanya tubuh itu
melesat pergi.
Ketika melihat ada seorang
wanita menerobos ke dalam, Ouw Yang Coan melompat ke arah wanita itu, namun
tiba-tiba ... "Anak Coan!"
Suara itu bernada sedih. Ouw
Yang Coan mendengar jelas suara tersebut. Bukankah itu suara guru? Gurunya
memeluk It Sok Taysu dan membawanya pergi, untuk apa?
Tanpa sempat berpikir, Ouw
Yang Coan memburu keluar. Dilihatnya sesosok bayangan melesat ke arah rimba.
Dia terus mengikuti di belakang, tapi tidak berhasil menyusulnya. Tak lama
bayangan itu pun lenyap dari pandangannya.
Ketika berhasil menemukan, di
bawah sinar rembulan yang remang-remang, tampak gurunya duduk di pinggir sungai
sambil memeluk It Sok Taysu. Terdengar pula suara teriak-teriak dari wanita tua
itu.
"Beng Lui! Beng Lui! Kau
sadarlah! Sadarlah!"
Suara teriakan itu amat
memilukan. Seketika Ouw Yang Coan sadar dirinya telah melakukan suatu
kesalahan, tapi tidak tahu di mana letak kesalahan itu.
Ouw Yang Coan berdiri dekat
sungai, memandang gurunya dengan wajah muram sekali. Rambut gurunya yang
memutih itu berkibar-kibar terhembus angin.
"Beng Lui! Beng Lui! Aku
yang mencelakaimu, aku yang meneelakaimu!"
Di saat bersamaan, Ouw Yang
Coan mendengar suara langkah di belakangnya. Dia menoleh, dilihatnya sosok
bayangan berjalan perlahan-lanan mendekatinya, yang ternyata Bokyong Cen.
Hati It Sok Taysu masih belum
sampai terserang hawa dingin itu. Namun wajahnya sudah berubah kelabu dan
sepasang matanya sayu tak bersinar. Tampaknya dia masih dapat melihat wanita
yang sedang memanggilnya.
Bibir It Sok Taysu bergerak,
kelihatannya ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak dapat
mengeluarkan suara.
Begitu melihat bibir It Sok
Taysu bergerak, Pek Bin Lo Sat segera bertanya, "Bagaimana keadaanmu, Beng
Lui? Apakah kau berniat mati? Kalau tidak, bagaimana mungkin anak Coan dapat
membunuhmu? Dia sama sekali bukan lawanmu . . . Aku terus berpikir, setelah itu
harulah aku mengerti mengapa kau bergelar It Sok! Kau adalah It Sok, kau hanya
It Sok! It Sok berarti punya satu niat, niatmu itu cuma memikirkan diriku! Ya,
kan? Beritahukanlah padaku, kau sadar, cepatlah sadar!"
Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen
terus memperhatikan It Sok Taysu berubah jadi manusia es. Pek Bin Lo Sat
membuka mulutnya, lalu memasukkan obat pemunah racun ke mulut It Sok Taysu
melalui mulutnya pula.
"Beng Lui, telanlah obat
pemunah racun ini!
Kalau kau telan, aku pasti
bisa menyelamatkanmu!"
Akan tetapi, It Sok Taysu
tidak bisa menelan obat pemunah racun tersebut, bahkan mulut Pek Bin lo Sat
berdarah. Wanita berambut panjang putih itu menangis, air matanya
berderai-derai.
Setelah menangis sejenak,
mendadak Pek Bin Lo Sat membentak-bentak dan mencaci maki.
"Sialan! Kau betul-betul
sialan! Kau memiliki ilmu It Yang Ci Sin Kang, bagaimana mungkin kau akan
terkena racun ular salju? Kau tidak sudi menggunakan ilmu It Yang Ci itu? Aku
benci kau! Aku benci kau!"
Pek Bin Lo Sat terus memeluk
It Sok Taysu sambil menangis dengan air mata bercucuran, terkenang masa lalu.
Ketika itu It Sok Taysu merupakan seorang pemuda ganteng. Mereka berdua selalu
berdampingan ke mana pun. Suatu masa yang indah dan menyenangkan. Namun kini
yang berada di depan matanya, bukan pemuda ganteng itu lagi, pemuda ganteng
tersebut telah hilang. Pek Bin Lo Sat tinggal di dalam goa es, dua puluh tahun
tidak bertemu. Begitu bertemu, pemuda ganteng itu telah berubah jadi seorang
hweeshio, bahkan harus mati dalam pelukannya. Semakin terkenang masa lalu, hati
Pek Bin Lo Sat semakin tersayat-sayat.
Ouw Yang Coan terus memandang
gurunya yang memeluk It Sok Taysu sambil menangis sedih.
Kini dia telah paham akan
maksud tujuan gurunya, dan tahu pula mengapa gurunya tidak mau pergi mencari
musuh besarnya, melainkan menyuruhnya pergi mencari kitab pusaka Kiu lm Cin
Keng. Gurunya hanya ingin mempelajari ilmu yang tercantum di dalam kitab pusaka
tersebut, setelah itu barulah pergi mencari It Sok Taysu ini, mengalahkannya
lalu berkumpul kembali, atau membuat It Sok Taysu merasa menyesal. Mereka
berdua ternyata sepasang kekasih. Itu membuat hati Ouw Yang Coan jadi tidak
tenang dan menyesal sekali.
Kini Ouw Yang Coan jadi sadar
akan satu hal, gurunya tidak menghendaki kematian It Sok Taysu. Tapi mengapa
tidak memberitahukannya jangan membunuh hweeshio itu?
Ouw Yang Coan akhirnya
menemukan jawabannya. Ternyata Pek Bin Lo Sat tahu kepandaian Ouw Yang Coan
masih jauh di bawah kepandaian It Sok Taysu. Tentunya Ouw Yang Coan tidak dapat
membunuh It Sok Taysu, sedangkan It Sok Taysu tidak akan membunuhnya, mereka
berdua pasti tidak akan bertarung mati-matian.
Akan tetapi, siapa nyana Ouw
Yang Coan turun tangan, dengan menggunakan ulat salju beracun. Dan tidak
mengira It Sok Taysu membiarkan dirinya terkena racun tersebut, hingga harus
menemui ajalnya.
Hingga hari terang, Pek Bin Lo
Sat masih memeluk mayat It Sok Taysu. Ouw Yang Coan tidak berani bersuara.
Bokyong Cen memandangnya, Ouw Yang Coan manggut-manggut. Gadis itu segera
mendekati Pek Bin Lo Sat.
"Lo cianpwe, lepaskan
dia, dia sudah mati!"
Namun Pek Bin Lo Sat tidak
menghiraukan sama sekali, tetap memeluk erat-erat mayat It Sok Taysu.
Melihat Pek Bin Lo Sat tidak
bersuara, gadis itu tidak berani bergerak lagi, hanya berkata dalam hati. Kelihatannya
di antara orang dengan orang punya kebencian dan dendam yang tak dapat
dijelaskan. Seperti halnya Pek Bin Lo Sat dengan It Sok Taysu, mereka berdua
merupakan sepasang orang aneh, tidak tahu ada kebencian, dendam, atau cinta.
Namun kini mendengar tangisan Pek Bin Lo Sat yang memilukan, orang yang berhati
bejat pun akan terharu mendengarnya.
Sementara Pek Bin Lo Sat
membawa mayat It Sok Taysu ke dalam sungai, mungkin untuk dibersihkan. Tak lama
setelah berada di dalam air, terlihat pula belasan ekor ikan mati mengambang di
permukaan air, ternyata ikan-ikan itu pun ikut mati terkena racun di tubuh It
Sok Taysu.
Bokyong Cen mengeraskan hati
untuk ikut turun ke sungai mendekati Pek Bin Lo Sat, sedangkan Pek Bin Lo Sat
tetap berada di dalam sungai sambil memeluk mayat It Sok Taysu.
Bokyong Cen memandang Pek Bin
Lo Sat seakan memohon diijinkan membantu.
"Lo cianpwe tidak takut
dingin, tapi It Sok Taysu justru takut dingin .. ."
Pek Bin Lo Sat menyahut.
"Kau bilang apa? Kau
bilang dia takut dingin?"
Bokyong Cen mengangguk, lalu
memandang Pek Bin Lo Sat dengan iba. Sementara Pek Bin Lo Sat terus memeluk It
Sok Taysu erat-erat.
"Beng Lui! Kau takut
dingin? Kau memiliki ilmu It Yang Ci, kau tidak akan takut dingin. Ya, kan? Aku
lihat kau tidak mau berada di dalam air yang amat dingin ini, kau hanya ingin
duduk menghadap lampu Sang Buddha saja!"
Usai berkata begitu, Pek Bin
Lo Sat membawa mayat It Sok Taysu ke darat. Ditaruhnya mayat itu di pinggir
sungai, lalu berlutut di sisi mayat seraya berkata perlahan-lahan.
"Beng Lui, kau sudah
mati? Betulkah kau sudah mati?"
Air mata Pek Bin Lo Sat
bercucuran. Ouw Yang Coan yang termangu-mangu akhirnya memberanikan diri
mendekati Pek Bin Lo Sat, kemudian berlutut di hadapannya.
"Suhu, teecu memang harus
mati!"
Pek Bin Lo Sat menyahut dengan
sedih.
"Anak Coan, mengapa kau
harus mati? Ini adalah urusanku dengannya, tiada hubungannya denganmu!"
Ouw Yang Coan diam karena tahu
dirinya tidak boleh banyak bicara lagi.
Pek Bin Lo Sat menggunakan
ujung lengan bajunya membersihkan muka It Sok Taysu.
"Beng Lui, dua puluh
tahun kau tidak melihatku, kita sudah tua! Kau pernah bilang, hidup manusia
bagaikan mimpi .. ."
Pek Bin Lo Sat mulai
membersihkan badan It Sok Taysu.
"Beng Lui, apakah kau
amat kesepian? Kau tidak mau berpisah denganku? Tapi mengapa ketika itu kau
kabur dariku? Mengapa kau tidak memberitahukanku sama sekali? Asal kau
memberitahukan padaku, apa sebabnya kau tidak mau bersamaku, aku pasti tidak
akan menyulitkanmu. Tapi mengapa kau tidak memberitahukan padaku?"
Pek Bin Lo Sal menengadahkan
kepala, lalu menangis tersedu-sedu dengan air mata berderai-derai.
Entah bagaimana perasaan Ouw
Yang Coan saat ini. Sejak jadi murid Pek Bin Lo Sat, dia selalu dipeluk oleh
gurunya. Namun ketika memeluknya, gurunya sering menyebut nama 'Beng Lui'!
Siapa Beng Lui itu? Ouw Yang Coan sama sekali tidak tahu. Yang dia tahu gurunya
amat membenci dan dendam terhadap orang tersebut.
Akan tetapi, kini Ouw Yang
Coan baru sadar akan semua itu, dia membenturkan kepalanya pada tanah.
"Suhu, anak Coan telah
bersalah terhadapmu . . ." ucapnya dengan terisak-isak.
Usai berkata begitu, mendadak
Ouw Yang Coan mengangkat tongkat ularnya memukul kepalanya sendiri.
Kalau mengena, niscaya
kepalanya hancur berantakan. Namun Pek Bin Lo Sat tidak bergerak, hanya
memandang Ouw Yang Coan yang memukul kepalanya sendiri. Wajahnya tampak
berseri, seakan gembira sekali.
Bukan main terkejutnya Bokyong
Cen. Ia dengan cepat melesat ke arah Ouw Yang Coan dan langsung merebut tongkat
ular itu, lalu menatap Pek Bin Lo Sat dengan sengit sekali.
"Lo cianpwe, Ouw Yang
toako mau bunuh diri, mengapa Lo cianpwe tidak berusaha mencegahnya?"
"Kau adalah anak kecil,
mengerti apa? Memang baik dia mati, begitu pula It Sok Taysu! Kuberitahukan
padamu, kalau Ouw Yang toakomu mati, aku pun tidak akan hidup seorang
diri!"
Bokyong Cen makin tertegun.
Kau begitu berduka atas kematian It Sok Taysu, bagaimana mungkin akan mati
bersama muridmu pula? Muridmu membalaskan dendammu itu, kalaupun salah, itu
atas kemauanmu. Kau yang membenci dan mendendam It Sok Taysu, sehingga
menimbulkan kejadian ini!
Bokyong Cen memandang Pek Bin
Lo Sat, kemudian mencetuskan semua itu, hingga wajah Pek Bin Lo Sat semakin tak
sedap dipandang.
Ouw Yang Coan yang menyaksikan
itu segera membentak.
"Nona Bokyong, jangan
berbicara lagi!"
Akan tetapi,Bokyong Cen sama
sekali tidak mendengar, terus menyerocos. Setelah itu, sepertinya menunggu Pek
Bin Lo Sat turun tangan membunuhnya.
Namun Pek Bin Lo Sat diam
saja, tidak turun tangan membunuh Bokyong Cen, melainkan menyahut dengan
dingin.
"Apa yang kau katakan
memang tidak salah, semau ini adalah gara-garaku, tidak dapat menyalahkan orang
lain!"
Pek Bin Lo Sat menatapnya.
Tatapan itu mengandung arti yang dalam. Karena Bokyong Cen berani berkata blak-blakan,
Pek Bin Lo Sat terkesan baik terhadapnya.
Mayat It Sok Taysu
dibaringkan. Mereka bertiga duduk berhadapan, tiada seorang pun bersuara, hanya
suara air sungai yang terdengar.
Ouw Yang Coan tidak tahu harus
bagaimana baiknya. Hatinya menyesali perbuatannya. Aku telah bersalah! Aku
tidak tahu, guru begitu membencinya, tapi juga merindukannya setiap hari.
Mengapa aku sedemikian bodoh? Mengapa It Sok Taysu begitu rela mati? Hanya
karena dalam hatinya berteduh seorang wanita, tidak lain adalah gurunya.
Bokyong Cen yang menyaksikan
kematian It Sok Taysu, hatinya jadi hambar. Ia mulai berpikir lagi.
Kelihatannya jadi lelaki baik memang sulit, orang baik malah cepat mati. It Sok
Taysu yang begitu lemah lembut, juga berkepandaian tinggi, boleh dikatakan tidak
pernah berbuat jahat, namun dia justru mati secara mengenaskan. Kelihatannya
orang baik tidak panjang umur, sungguh sial orang baik di dunia. Bagaimana
dengan Ouw Yang Coan, dia orang baik atau orang jahat? Dia begitu setia
terhadap gurunya, juga amat menyayangi adiknya. Tapi ketika membunuh orang, dia
tampak kejam sekali. Sepertinya caranya membunuh It Sok Taysu, tidak memberi
ampun sama sekali.
Mendadak Pek Bin Lo Sat
bersuara, dia bertanya pada Ouw Yang Coan.
"Anak Coan, sebelum mati,
dia hilang apa?"
Ouw Yang Coan tersentak, lalu
berpikir sejenak.
"Dia bergumam sendiri,
sepertinya bergumam tentang kehidupan!" sahutnya kemudian.
"Katakan biar aku
mendengarnya!" Pek Bin Lo Sat menambahkan. "Yang kau ingat
saja!"
"Aku memberitahukannya
bahwa guru tinggal di goa es selama dua puluh tahun. Dia kurang percaya, aku
menyatakan benar!"
Pek Bin Lo Sat
manggut-manggut.
Mendadak Bokyong Cen menyelak,
"Aku masih ingat akan gumamannya, biar aku yang memberitahukan pada Lo
cianpwe!"
Pek Bin Lo Sat mengangguk.
"Baik, beritahu-kanlah!"
"It Sok Taysu bergumam,
kau tinggal di goa es, aku memegang ulat salju beracun! Tangan, kaki dan hati
dingin! Kau benci karena aku kejam, aku pikir kau keji! Aku kejam kau keji hati
sendiri!"
Pek Bin Lo Sat mendengar
dengan penuh perhatian, setelah itu dia pun bergumam.
"Kau tinggal di goa es,
aku memegang ulat salju beracun! Tangan, kaki, dan hati dingin! Beng Lui, kau
boleh tinggal di goa es itu, tapi tidak boleh memegang ulat salju beracun!
Tinggal di goa es bisa hidup, lukaku sudah hampir sembuh! Namun memegang ulat
salju beracun, pasti akan keracunan! Apakah kau sudah pikun?" Air mata Pek
Bin Lo Sat berlinang-linang. "Kau benci karena aku kejam, aku pikir kau
keji. Aku kejam kau keji hati sendiri! Bagus ucapanmu itu, aku yang pikir kau
kejam. Aku yang pikir kau kejam! Memikirkan dan merindukanmu, hingga rambutku
berubah putih semua ..."
Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen
terus memandang Pek Bin Lo Sat. Ternyata Pek Bin Lo Sat amat merindukan U Sok
Taysu, sehingga dirinya berubah tidak karuan begitu.
Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen
saling memandang. Mereka berdua menggeleng-gelengkan kepala dan diam-diam
menarik nafas panjang.
Pek Bin Lo Sat, Ouw Yang Coan,
dan Bokyong Cen terus memandang It Sok Taysu yang berbaring di lubang kubur.
Wajah It Sok Taysu tampak tenang dan berseri, seakan sudah terlepas dari
berbagai macam penderitaan.
"Anak Coan, kuburlah
dia!" perintah Pek Bin Lo Sat kepada muridnya.
Ouw Yang Coan mengangguk, lalu
bersama Bokyong Cen memapah Pek Bin Lo Sat ke samping. Kemudian barulah mereka
berdua menimbun lubang kubur itu. Sesudah beres, Ouw Yang Coan ingin menulis
nama It Sok di makam tersebut, tapi Pek Bin Lo Sat tampak mencegahnya.
"Ketika masih hidup dia
tidak mau meninggalkan nama, setelah mati pun begitu. Karena itu, lebih baik
jangan menulis namanya pada kuburannya ini!"
Ouw Yang Coan mengangguk, lalu
bersujud di hadapan makam It Sok Taysu. Ketika bangkit berdiri, dia menoleh ke
arah Pek Bin Lo Sat.
"Suhu, kita mau ke
mana?"
Pek Bin Lo Sat berpikir sejenak.
"Anak Coan, aku dan kau
berada di Tionggoan, tapi tiada yang harus dikerjakan. Kini kau kehilangan
adikmu, kita harus pergi mencarinya!"
Mendengar itu, Ouw Yang Coan
merasa gembira.
"Kalau suhu bersedia
turun tangan, tentunya aku tidak takut pada mereka. Kepandaian mereka amat
tinggi, aku bukan tandingan mereka."
"Aku tahu guru mereka
amat terkenal dan jahat, dia menyebut dirinya sebagai penjahat besar, maka
selalu melakukan hal-hal yang menyimpang dari peraturan rimba persilatan. Aku
lihat adikmu sampai di sana, pasti celaka."
Mendengar itu, hati Bokyong
Cen juga tergerak. Aku kabur dari vihara Cin Am, tentunya tidak baik untuk
kembali ke sana. Kalau bertemu guru dan para biarawati vihara Cin Am, aku harus
bilang apa. Lebih baik aku ikut mereka ke daerah utara, apabila bisa membantu
mereka mencari Ouw Yang Hong, ini lebih baik.
"Lo cianpwe, bolehkah aku
ikut kalian pergi mencari saudara Ouw Yang Hong itu?"
"Kalau kau rela, tentu
saja boleh . . ." sahut Pek Bin Lo Sat bernada hambar.
Wajah Bokyong Cen berseri.
"Terimakasih, Lo
cianpwe."
Mereka bertiga menuju ke
daerah utara untuk mencari Ouw Yang Hong. Dalam perjalanan ini, mereka jarang
berbicara. Perjalanan yang membutuhkan waktu, membuat mereka merasa lelah.
Sampai di daerah utara, mereka
bertanya pada penduduk. Ternyata perkampungan Liu Yun Cun berada di depan.
Betapa girangnya mereka bertiga, biar bagaimana pun, asal sampai di
perkampungan tersebut, pasti akan tahu keadaan Ouw Yang Hong.
Akan tetapi, ketika sampai di
perkampungan Liu Yun Cun, mereka bertiga melongo.
Ternyata tiada seorang pun
berada di perkampungan itu. Yang tampak hanya puing-puing saja, dan amat sunyi
sepi.
Tak lama kemudian mereka
bertiga meninggalkan perkampungan itu, kemudian bertanya pada salah seorang
penduduk. Orang itu memberitahukan, bahwa tahun kemarin mendadak terjadi
kebakaran di perkampungan itu. Banyak orang yang mati dan ada pula yang
berhasil menyelamatkan diri. Yang berhasil menyelamatkan diri menceritakan,
bahwa majikan mereka sudah tiada. Ketika
terjadi kebakaran, tiada
seorang pun yang sudi memadamkan api, sebab majikan perkampungan itu amat
jahat. Akhirnya perkampungan itu ludes dilalap api. Setelah itu, banyak setan
berkeliaran di tempat itu. Tiap tengah malam terdengar suara tangisan, yang diselingi
suara nyanyian. Tapi sesudah itu, tak pernah terdengar lagi suara-suara
tersebut.
"Paman tua! Apakah tahun
kemarin pernah muncul seorang sastrawan di tempat ini?" tanya Ouw Yang
Coan.
Orang tua itu menggeleng
kepala.
"Entahlah! Yang mahir
ilmu silat pun telah mati, apalagi seorang sastrawan. Ya, kan?"
Bukan main terkejutnya Ouw
Yang Coan.
"Maksud Paman tua
sastrawan itu sudah mati?"
Orang tua itu mengangguk.
"Ya. Dia pasti sudah mati
terbakar."
Hati Ouw Yang Coan jadi sedih
sekali, dan air matanya langsung meleleh.
"Adikku! Adikku! Kau
sudah mati? Kau sudah mati?" gumamnya.
"Ouw Yang Toako! Belum
tentu Saudara Ouw Yang Hong sudah mati, janganlah kau bersedih hati!" kata
Bokyong Cen menghibur.
"Adikku tidak begitu
mengerti ilmu silat, dia pasti sudah mati. Bagaimana mungkin dia dapat
menyelamatkan diri dari kobaran api?" sahut Ouw Yang Coan terisak-isak.
Pek Bin Lo Sat tertawa dingin
seraya berkata.
"Anak Coan, untuk apa kau
menangisinya? Kau dan aku adalah orang yang bernasib malang. Daripada dia hidup
menderita, bukankah lebih baik dia mati? Mulai sekarang kau hidup bersamaku di
dalam goa es, mati di sana pun akan tenang."
"Suhu, aku bersusah payah
membesarkannya, agar dia bisa menyambung keturunan Ouw Yang. Siapa tahu dia
justru mati di tangan si Racun Tua itu," kata Ouw Yang Coan dengan wajah
murung.
"Anak Coan, adikmu belum
ketahuan jejaknya. Menurutku, begitu adikmu jatuh ke tangan si Racun Tua, lalu
dibunuhnya. Anak Coan, lebih baik kau ikut aku kembali ke See Ilek, lalu hidup
di sana saja!"
Ouw Yang Coan diam. Pek Bin Lo
Sat memandangnya dan tahu bahwa sejak Ouw Yang Coan belajar ilmu silat padanya
di goa es, sebab ilmu silatnya berasal dari aliran sesat dan beracun, maka
membuatnya tidak normal lagi, artinya tidak jantan lagi seperti seorang lelaki,
alias banci. Karena itu, dia sering bermesra-mesraan dengan Pek Bin Lo Sat,
saling memeluk dan lain sebagainya, maka membuat mereka berdua tidak mau
berpisah lagi, hidup maupun mati harus tetap bersama.
Sesungguhnya Ouw Yang Coan
mempunyai suatu rencana, yaitu mencarikan seorang wanita untuk Ouw Yang Hong,
agar keluarga Ouw Yang mempunyai turunan, barulah hatinya akan merasa lega.
Tapi kini adiknya sudah tiada. Dia harus bagaimana?
Ouw Yang Coan berkata pada Pek
Bin Lo Sat.
"Suhu, aku bersedia ikut
kau tinggal di goa es itu, selanjutnya tidak akan keluar, dan juga tidak akan
berhubungan dengan kaum rimba persilatan. Tapi begitu adikku mati, keluarga Ouw
Yang pun putus turunan. Bagaimana setelah aku mati bertemu orang tuaku di alam
baka?"
Seusai berkata demikian, Ouw
Yang Coan menangis sedih dengan air mata bercucuran.
Pek Bin Lo Sat terus
memandangnya, kemudian memandang Bokyong Cen yang diam dari tadi. Mendadak
timbul pikiran yang aneh. Siapa bilang keluarga Ouw Yang tidak punya turunan? Aku
justru menghendaki keluarga Ouw Yang punya turunan Hampir sembilan belas tahun
aku tinggal di daerah See Hek. Cukup banyak harta yang kukumpulkan. Aku harus
membantunya jadi orang terkaya di daerah See Hek.
Pek Bin Lo Sat memang orang
aneh. Apa yang dipikirkannya pasti dilaksanakannya pula.
"Nona Bokyong, aku akan
memberitahukan satu hal padamu," katanya kepada Bokyong Cen.
Bokyong Cen tersentak, karena
gadis itu sedang mengenang perpisahannya dengan Ouw Yang Hong.
"Lo Cianpwee ingin
memberitahukan tentang hal apa?" tanyanya.
Pek Bin Lo Sat tidak menyahut,
melainkan berkata kepada Ouw Yang Coan.
"Anak Coan, kau
menyingkirlah sebentar! Aku ingin bicara dengan Nona Bokyong."
Ouw Yang Coan mengangguk, lalu
pergi meninggalkan mereka berdua.
Setelah melihat Ouw Yang Coan
berjalan agak jauh, barulah Pek Bin Lo Sat berkata pada Bokyong Cen.
"Nona Bokyong, aku dengar
dari anak Coan, kau kabur dari vihara Cin Am! Benarkah itu?"
Bokyong Cen mengangguk,
kemudian menundukkan kepala. Ternyata gadis itu merasa malu akan hal itu.
Pek Bin Lo Sat berkata lagi.
"Keluarga Ouw Yang hanya
dua bersaudara. Di antara mereka memang Ouw Yang Honglah yang lebih kuat. Tapi
sungguh sayang sekali, begitu memasuki daerah Tionggoan, dia jatuh di tangan si
Racun Tua dan dibunuh pula. Kini hanya tinggal Ouw Yang Coan seorang, bagaimana
dia hidup?"
Bokyong Cen tercengang
mendengar itu, bahkan juga tidak mengerti.
"Lo cianpwe menghendaki
aku berbuat apa?" tanyanya.
Pek Bin Lo Sat memandang
Bokyong Cen dengan sedikit berbinar-binar.
"Baik, akan
kuberitahukan. Bersediakah kau menjadi istri Ouw Yang Coan?" katanya
kemudian.
Bokyong Cen tersentak. Gadis
itu sama sekali tidak menyangka Pek Bin Lo Sat akan mengatakan hal tersebut.
Walau dia melakukan perjalanan bersama Ouw Yang Coan, tapi selama itu tidak
pernah memikirkan hal tesebut. Oleh karena itu, apa yang dikatakan Pek Bin Lo
Sat itu membuatnya tertegun.
Pek Bin Lo Sat tersenyum, lalu
berkata dengan lembut.
"Aku yang membesarkan
anak Coan. Tentunya aku tahu jelas bagaimana sifatnya. Dia agak pendiam, namun
berhati hangat. Kalau kau setuju, aku akan menyuruhnya memperistrimu."
Bokyong Cen menundukkan
kepala.
"Lo Cianpwe, aku adalah
orang Vihara Cin Am. Walau aku bukan biarawati, namun setelah diculik oleh Pek
Tho San San Kun, hatiku telah remuk. Untung Tuan Ouw Yang menyelamatkanku.
Selama ini aku telah banyak melihat dan mengerti hidup matinya manusia hanya
dalam waktu singkat saja. Karena itu, hatiku jadi hambar, ingin kembali ke
Vihara Cin Am jadi biarawati."
Pek Bin Lo Sat tersentak. Dia
tidak menduga bahwa gadis semuda itu sudah punya niat seperti itu. Padahal dia
merupakan gadis yang cantik jelita. Sayang sekali kalau jadi biarawati.
Berselang sesaat, Pek Bin Lo
Sat berkata.
"Nona Bokyong, aku
mengatakan ini padamu bukan cuma demi anak Coan, melainkan juga demi
dirimu."
Bokyong Cen menatap Pek Bin Lo
Sat dengan tidak mengerti. Maka Pek Bin Lo Sat segera menjelaskan.
"Tahukah kau? Sebetulnya
kau telah terkena racun ulat salju. Anak Coan memberitahukan bahwa kau menepuk
telapak tangan It Sok Taysu demi menyelamatkannya, namun kau tidak tahu akan
keganasan racun ulat salju. Ketika kau menyentuh kau terkena racun ulat salju
itu. Hanya saja reaksi racun itu agak lembut. Tapi pada waktu itu kau terus
berlari, sehingga racun ulat salju menjalar ke seluruh tubuhmu. Kalau kau ingin
terus hidup, hanya ada dua jalan. Kesatu kau harus belajar ilmu It Yang Ci
keluarga Toan di Tayli. Tapi itu membutuhkan waktu. Kedua kau harus menikah
dengan anak Coan, sebab dengan adanya hubungan suami istri, racun itu akan
punah secara perlahan-lahan. Aku adalah seorang wanita, tentunya tidak bisa
bermesra-mesraan denganmu. Anak Coan adalah lelaki. Apabila dia memperistrimu,
barulah mengajarimu. Aku sudah beritahukan ini padanya, dia berhati baik dan bersedia
membantumu. Agar tidak mempermalukanmu, kuusutkan kalian menikah saja. Mengenai
ilmu It Yang Ci, semua kaum rimba persilatan tahu bahwa ilmu tersebut tidak
boleh diturunkan kepada orang luar. Lagi pula hanya kaum lelaki yang dapat
belajar ilmu tersebut."
Bukan main terkejutnya Bokyong
Cen mendengar itu. Dia berkata dalam hati. Apakah aku akan mati begitu saja?
Kalau masih ingin hidup, tentunya harus menikah dengan Ouw Yang Coan. Haruskah
itu?
Gadis itu terus berpikir. Pek
Bin Lo Sat memperhatikannya, kemudian berkata.
"Nona Bokyong, lima belas
hari kemudian, racun itu pasti bereaksi. Kalau tidak mulai dipunahkan dari
sekarang, sampai saatnya nanti kau tidak akan dapat tertolong lagi. Sebelum
mati, kau pasti tersiksa dan amat menderita sekali."
Betapa terkejutnya Bokyong Cen
terhadap apa yang dikatakan Pek Bin Lo Sat. Tapi dia masih setengah percaya dan
setengah tidak. Karena itu, dia berpikir. Benarkah apa yang dikatakan Pek Bin
Lo Sat? Ataukah ... dia cuma demi muridnya saja? Dia menghendaki agar aku
menikah dengan muridnya, maka lalu mengarang yang bukan-bukan.
Sementara Pek Bin Lo Sat terus
memperhatikannya. Dia tahu bahwa gadis iu kurang mempercayai perkataannya, maka
lalu berkata sambil tersenyum.
"Cobalah peganglah
nadimu, lalu kerahkan lwee kangmu, kau pasti akan mengetahuinya!"
Bokyong Cen mengangguk, lalu
memegang nadinya sesuai dengan apa yang dikatakan Pek Bin Lo Sat. Seketika dia
merasa sekujur badannya sakit, sepertinya hawa murninya akan buyar. Wajahnya
langsung berubah pucat pias, tak mampu bersuara sedikit pun.
Kelihatannya Pek Bin Lo Sat
berkata sesungguhnya. Bokyong Cen memandang Pek Bin Lo Sat, namun tidak tahu
harus berkata apa. Dia bersedia menjadi istri Ouw Yang Coan, tapi tidak suka
tinggal di daerah See Hek, bahkan tidak suka Pek Bin Lo Sat yang amat aneh.
Tapi dia harus berbuat apa? Bokyong Cen mulai menangis.
"Kalau Ouw Yang Toako
setuju, aku pasti menuruti perkataan lo cianpwe," katanya terisak-isak.
Ouw Yang Coan tidak tahu
gurunya mau bicara apa dengan Bokyong Cen. Namun dia tahu jelas, bahwa selama
ini gurunya melakukan sesuatu tidak pernah di belakangnya. Kini gurunya ingin
bicara dengan Bokyong Cen, mengapa harus menyuruhnya menyingkir? Setelah
berpikir sejenak, dia yakin bahwa gurunya mempunyai urusan penting berunding
dengan Bokyong Cen.
Berselang beberapa saat
kemudian, Pek Bin Lo Sat mendekatinya sambil tersenym-senyum, lalu memandangnya
dengan penuh perhatian.
"Anak Coan, aku sudah
bicara dengan Bokyong Cen, dia setuju menjadi istrimu. Kalau kau menikah dengannya,
keluarga Ouw Yang pasti mempunyai turunan."
Walau Ouw Yang Coan amat
menghormati gurunya, tapi ketika mendengar ucapannya itu dia amat gusar sekali.
"Siapa bilang aku ingin
punya istri? Siapa bilang aku ingin memperistri Nona Bokyong?" katanya sambil
melototi gurunya.
Pek Bin Lo Sat memandangnya.
"Anak Coan, apa yang
terkandung di dalam hatimu, aku mengetahuinya. Kini adikmu sudah mati. Kalau
kau tidak mau menikah, bukankah keluarga Ouw Yang akan punah?"
Ouw Yang Coan terus melotot.
"Aku memang tidak boleh
bersalah terhadap leluhur, juga tidak boleh bersalah terhadap diriku sendiri.
Suhu menghendakiku punya istri, aku pasti menurut, namun tidak mungkin harus
memperistri Nona Bokyong!" katanya sepatah demi sepatah.
"Anak Coan, kau ingin
memperistri siapa? Apakah kau sudah jatuh hati pada gadis See Hek? Kalau
begitu, mari kita cari gadis itu!"
Ouw Yang Coan menatap Pek Bin
Lo Sat dengan tajam.
"Suhu, wanita yang ingin
kuperistri adalah Suhu sendiri," sahutnya dengan sungguh-sungguh.
Wajah Pek Bin Lo Sat berseri.
Wanita itu berjalan perlahan-lahan mendekati Ouw Yang Coan, lalu
membelai-belainya seraya berkata dengan ringan.
"Anak Coan, kau sudah
tumbuh besar. Kau sudah tumbuh besar! Tumbuh besar sebagai seorang lelaki! Tapi
kau harus tahu, biasanya seorang murid memperistri gurunya, karena gurunya amat
cantik. Sedangkan gurumu ini tidak menyerupai manusia, lagi pula dulu dijuluki
Pek Bin Lo Sat, sebab amat cantik. Namun kini . . . Aaaah! Anak Coan, kau
jangan bodoh!"
"Suhu menghendaki aku
punya istri, maka aku memperistri Suhu. Suhu setuju, kan?" kata Ouw Yang
Coan.
Bukan main terharunya Pek Bin
Lo Sat. Dia terus-menerus membelai Ouw Yang Coan sambil berkata perlahan-lahan.
"Anak Coan, kau harus
tahu, aku bukan seorang wanita yang baik, melainkan hantu. Banyak wanita baik
di dunia, mengapa kau memilihku?"
Ouw Yang Coan memandangnya.
Dalam matanya penuh diliputi cinta kasih dan kehangatan.
Berselang sesaat, Pek Bin Lo
Sat berkata.
"Ketika aku berada di
Tionggoan, bertemu Tuan Muda Toan. Dia amat ganteng dan romantis. Sekali
memandangnya, aku langsung jatuh hati padanya. Aku dan dia bersama-sama
melewati hari-hari yang indah. Tapi dia tidak tahu bahwa adatku kurang baik.
Aku sering melampiaskan adatku terhadapnya. Pada suatu hari, secara diam-diam
dia meninggalkanku. Karena itu, aku amat membencinya sehingga aku mengambil
keputusan untuk membunuhnya. Lantaran sering memikirkannya, akhirnya aku
berubah menjadi begini. Anak Coan, kau tidak pernah melihat Pek Bin Lo Sat yang
cantik jelita. Kau kira gampang aku memperoleh julukan tersebut?" Wanita
itu menghela nafas panjang. "Anak Coan, aku suka kau. Kalau aku adalah
wanita baik yang cantik jelita, tentunya aku akan bersamamu, dan siapa pun
tidak dapat memisahkan kita. Padahal sesungguhnya, hubunganku dengan It Sok
Taysu telah berlalu. Sesungguhnya aku dan kau barulah merupakan pasangan yang
saling mencinta. Namun rupaku seperti ini. Kalaupun kau tidak kabur, aku juga
merasa rendah diri. Aku sudah mengambil keputusan untuk kembali ke goa es.
Begitu sampai di sana, pintu goa akan kututup. Bukankah itu baik sekali? Karena
aku bisa tidur selama-lamanya."
Walau bagaimana pun, Pek Bin
Lo Sat tetap seorang wanita. Seusai berkata air matanya berderai-derai.
Kemudian dia menengadahkan kepalanya ke langit seraya berseru dengan ringan.
"Oh, Thian (Tuhan)!
Mengapa aku harus memikul dosa dan penderitaan ini? Mengapa aku tidak bertemu
anak Coan dari dulu? Aaaah! Mengapa aku harus bertemu Tuan Muda Toan yang
romantis itu?" Dia menundukkan kepala, kemudian bergumam. "Di tepi
telaga itu, aku bertemu seorang wanita cantik. Rambutnya panjang terurai dan
sepasang alisnya lentik. Jalannya lemah gemulai, sungguh mempesona! Senyumannya
menawan dan memukau . . ."
Sejak kecil Ouw Yang Coan
tidak pernah belajar syair, maka tidak mengerti tentang syair yang dibaca Pek
Bin Lo Sat. Namun dia tahu bahwa itu adalah sebuah syair yang mengisahkan
percintaan.
Berselang sesaat, Pek Bin Lo
Sat menatap Ouw Yang Coan seraya berkata.
"Anak Coan, aku tahu
bagaimana perasaan di dalam hatimu. Tapi biar bagaimana pun, kau harus
memperistri wanita yang baik demi keluarga Ouw Yang. Tentang ini kau harus
mendengar perkataanku."
"Suhu, aku . . ."
sahut Ouw Yang Coan terputus.
"Anak Coan, kalau kau
tidak mendengar perkataanku, aku pasti akan mati di hadapanmu. Beng Lui telah
mati, kini aku hidup di dunia sudah tidak memiliki apa-apa. Apabila kau tidak
mendengar
perkataanku, aku pasti
mati."
Ouw Yang Coan mengucurkan air
mata.
"Baik, Suhu! Aku pasti
mendengar perkataanmu," kata Ouw Yang Coan terisak-isak.
Pek Bin Lo Sat tersenyum.
Sedangkan Ouw Yang Coan menundukkan kepala. Begitulah Ouw Yang Coan menikah
dengan Bokyong Cen, disaksikan Pek Bin Lo Sat.
Mereka berdua bersujud pada
langit dan bumi, kemudian juga bersujud pada Pek Bin Lo Sat.
"Mulai hari ini,kalian
berdua sudah sah sebagai suami istri. Semoga kalian berdua hidup bahagia hingga
tua!"
Pek Bin Lo Sat memberi restu
pada mereka berdua. Tak terasa hari pun sudah gelap.
Mereka bertiga mencari
penginapan. Sampai di penginapan, Pek Bin Lo Sat berkata pada Ouw Yang Coan.
"Anak Coan, kini kau dan
Bokyong Cen sudah merupakan suami istri. Luka Bokyong Cen cukup parah, kau
harus segera mengobatinya!"
Ouw Yang Coan mengangguk,
begitu pula Bokyong Cen.
Tengah malam, Ouw Yang Coan
berdiri di halaman penginapan. Dia tidak ingin masuk ke kamarnya, cuma
memandang ke dalam kedua kamar. Salah satu kamar dihuni Pek Bin Lo Sat. Mulai
hari ini, dia tidak akan berpeluk-pelukan lagi dengan gurunya itu, sebab kini
dia sudah menjadi suami Bokyong Cen. Bagaimana gurunya melewati malam ini?
Apakah gurunya akan menangis seorang diri karena berduka?
Ouw Yang Coan terus berpikir,
akhirnya memberanikan diri mendekati kamar Pek Bin Lo Sat. Pintu kamar itu
didorongnya, tapi dikunci dari dalam. Maka, dia terpaksa memanggil.
"Suhu! Suhu! Buka pintu,
aku ingin bicara!"
Terdengar sahutan dari dalam
yang amat tenang.
"Anak Coan, cepatlah
kembali ke kamarmu! Kau jangan membiarkan Bokyong Cen menunggu!"
Betapa kesalnya hati Ouw Yang
Coan! Dia mengangkat sebelah tangannya, kelihatannya ingin menghancurkan daun
pintu kamar itu, tapi mendadak dibatalkannya. Ternyata dia merasa khawatir
gurunya tidak akan melayaninya. Ouw Yang Coan berdiri termangu-mangu di depan
pintu kamar itu, tidak tahu harus berbuat apa.
Ketika tidak mendengar suara
di luar, Pek Bin Lo Sat mengira Ouw Yang Coan sudah pergi, maka dia membuka
pintu.
Begitu pintu dibuka,
dilihatnya Ouw Yang Coan berdiri di depan pintu dengan kepala tertunduk.
"Anak Coan, kau harus
kembali ke kamar untuk beristirahat!" kata wanita itu.
Ouw Yang Coan kelihatan
seperti tidak mendengar, kata-kata Pek Bin Lo Sat. Dia berdiri tertegun sambil
memandangnya.
Pek Bin Lo Sat tersenyum,
kemudian menutup kembali pintu kamar. Setelah itu dia menarik Ouw Yang Coan ke
kamar Bokyong Cen.
Di dalam kamar itu tampak
sepasang lilin merah menyala. Bokyong Cen duduk dengan kepala tertunduk. Walau
mendengar suara langkah, namun gadis itu sama sekali tidak mendongakkan kepala.
Pek Bin Lo Sat mendekatinya,
lalu berkata sambil memandangnya.
"Nona Bokyong, kau dan Ow
Yang Coan sudah menikah. Malam ini adalah malam bahagia bagi kalian berdua. Aku
sudah memberitahukan pada Ouw Yang Coan bagaimana cara menyembuhkan lukamu,
legakanlah hatimu!"
Bokyong Cen tidak menyahut.
Sedangkan Ouw Yang Coan berdiri di situ dengan hati kacau. Dia menyukai gurunya
atau menyukai Bokyong Cen, tentunya dia tahu jelas dalam hati. Pada hal
sesungguhnya, dia sama sekali tidak berniat memperistri Bokyong Cen, namun
lewat malam ini, Bokyong Cen sudah menjadi istrinya yang sah.
Dalam hati Bokyong Cen juga
merasa tidak enak. Pemuda yang didambakannya justru bukan Ouw Yang Coan, namun
urusan sudah begini.
Kalau dia tidak jadi istrinya,
nyawanya tak dapat dipertahankan lagi. Lewat malam ini, dia adalah istri Ouw
Yang Coan.
Bokyong Cen dan Ouw Yang Coan
sama-sama membisu, membuat Pek Bin Lo Sat tertawa.
Bersambung