-------------------------------
----------------------------
Bab 25
"Kalau kau berkepandaian
tinggi, bunuhlah aku! Bukankah kau penjahat besar di kolong langit? Nah,
bunuhlah aku! Kalau kau tidak menyelamatkan diriku di gurun pasir itu, bukankah
aku sudah mati? Kalau aku mati bukankah kau merasa gembira sekali?"
Ouw Yang Hong diam. Hanya
hatinya yang berkata: Bokyong Cen! Bokyong Cen! Cepatlah kau pergi, jangan
menyulitkanku di sini! Kalau kau tidak mau pergi, aku tidak tahu harus berbuat
apa?
Sementara Bokyong Cen terus
menjambak rambutnya. Walau merasa sakit, Ouw Yang Hong tidak herani bergerak,
Ouw Yang Hong terus bertahan dan bertahan.
Namun sesaat kemudian,
mendadak Ouw Yang Hong bersiul panjang, melampiaskan semua kekesalannya dalam
hati. Dijulurkan tangannya perlahan-lahan ke arah Bokyong Cen, hingga tubuh wanita
itu terangkat ke atas. Ouw Yang Hong menatapnya dengan mata memerah penuh
kegeraman.
"Bokyong Cen, cepatlah
kau pergi! Cepat pergi . . .!"
Badan Bokyong Cen terangkat ke
atas. Tak bisa dia bergerak, kecuali memandang Ouw Yang Hong dengan tertegun.
Sekonyong-konyong Ouw Yang
Hong menggendongnya, lalu berputar-putar di dalam rumah batu itu, kemudian
menuju ke pintu sambil melongok ke luar. Begitu tak melihat siapa pun dia
segera mengunci pintu, lalu menggendong Bokyong Cen ke tempat tidur. Dengan cepat
diletakkan tubuh kakak iparnya di tempat tidur lalu ditotoknya jalan darahnya.
"Si Kerdil Pek Tho San
San Kun menotok jalan darahku, kau juga menotok jalan darahku! Mengapa kau
harus menotok jalan darahku?" dengus Bokyong Cen.
Mendengar hal itu Ouw Yang
Hong tersentak dan langsung membatalkan totokannya.
"Ouw Yang Hong! Kau suka
aku, kau suka aku, kan?"
Ouw Yang Hong mengangguk.
Bokyong Cen tersenyum
malu-malu, sambil berkata dengan suara rendah.
"Kau harus
perlahan-lahan, jangan terlampau kasar! Aku tunggu kau . . ."
Ouw Yang Hong terus memandang
tubuh Bokyong Cen yang memang indah sekali. Setelah itu, dia pun menanggalkan
pakaian Bokyong Cen, menatapnya dengan mata terbelalak.
Bokyong Cen menegurnya dengan
suara rendah.
"Ouw Yang Hong! Kau lihat
apa? Apakah kau juga tergolong lelaki yang cuma memandang, tidak mau
menyantapnya?"
Ucapan itu membuat Ouw Yang
Hong berubah seperti macan kelaparan, langsung meloncat ke tempat tidur.
Di bawah sinar rembulan yang
remang-remang, Ouw Yang Coan sedang membelai Pek Bin Lo Sat.
"Mereka berdua apakah
akan . . ." ujar Ouw Yang Coan bernada tanya.
"Entahlah! Aku sungguh
tidak tahu, aku hanya tahu hatinya mulai tergerak, ketika aku bicara
padanya," sahut Pek Bin Lo Sat.
Ouw Yang Coan diam. Istrinya
akan bersama adiknya. Bagaimana dia akan mengutarakan pemikiran ini dan kepada
siapa? Namun Pek Bin Lo Sat seakan menangkap kegalauan pikiran murid dan
kekasihnya itu.
"Anak Coan, katakanlah!
Kau suka atau tidak padaku?"
Ouw Yang Coan mengangguk.
"Anak Coan, aku ingin
menikah denganmu, kau memperistriku saja! Bagaimana? Kau mau, kan? Kalau kau
bersedia menikahiku, aku pun mau terus hidup. Kita bersama ke daerah selatan,
cari tempat yang sunyi untuk hidup bersama. Kalau setuju, itu baik sekali.
Kalau tidak, aku akan membunuhmu, lalu membawamu kegoa es! Setelah itu, aku
juga mati! Kita berdua berada di dalam goa es itu selama-lamanya!"
Ouw Yang Coan tertawa.
"Baik, pokoknya aku
menurutimu saja."
Bukan main girangnya Pek Bin
Lo Sat, hingga langsung memeluknya erat-erat, kemudian membelainya dengan penuh
cinta kasih . . .
Sementara, di rumah batu yang
lain, tampak Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen sudah pulas di atas ranjang. Entah
berapa lama kemudian, mereka berdua mulai terjaga. Mereka tahu, harus segera
pergi menengok Ouw Yang Coan dan gurunya.
Saat ini, Bokyong Cen
kelihatan lelah. Walau demikian, wajahnya tampak berseri-seri. Kini Bokyong Cen
baru tahu apa yang disebut lelaki, dia memandang Ouw Yang Hong dengan penuh
rasa kagum.
"Dia memheritahukanku
agar mencarimu. Kita harus pergi menengok mereka, menengok mereka bersama.
Setelah hari terang, kita baru ke sana, tidak akan terlambat. Sekarang . . .
kau peluk aku lagi, baik-baik peluk aku . . ."
Ouw Yang Hong tampak tidak
memeluknya lagi, melainkan bangun dari tempat tidur dan segera berpakaian. Apa
boleh buat! Bokyong Cen juga harus ikut bangun dan berpakaian dengan wajah
cemberut.
Ouw Yang Hong berjalan ke luar
menuju ke rumah Ouw Yang Coan, ingin bicara baik-baik dengan kakaknya. Akan
tetapi, tiada seorang pun berada di dalam rumah batu itu.
Dengan heran Ouw Yang Hong,
segera berseru memanggil Bokyong Cen, mereka berdua lalu menuju ke goa es.
Sampai di dalam goa es, Ouw Yang Hong berseru.
"Kakak! Kakak! Cianpwe!
Cianpwe . . .!"
Namun tak ada yang menyahut.
Sunyi dan sepi, tak terdengar suara pembicaraan. Ouw Yang Hong segera menyadari
bahwa kakaknya telah pergi, bersama gurunya. Mulai saat ini kedua orang itu
tidak akan muncul di hadapannya lagi. Mereka tentu akan mencari suatu tempat
yang sunyi untuk hidup bersama.
Sementara Bokyong Cen terus
menggigil kedinginan. Ketika bermesra-mesraan dengan Ouw Yang Hong di dalam
rumah batu, dia sama sekali tidak merasa dingin, sebaliknya malah merasa
ha-ngat. Namun di dalam goa es ini, tubuhnya merasa kedinginan sekali. Bahkan
lama-kelamaan ia tak mampu menahankannya. Dengan suara menggigil kedinginan ia
meminta Ouw Yang Hong meninggalkan tempat itu.
"Ouw . . . Ouw Yang Hong,
mari kita tinggaikan goa es ini! Aku . . . aku sudah tidak tahan! Aku
kedinginan ..."
Ouw Yang Hong segera
menggendongnya, lalu melesat pergi meninggalkan goa es itu.
Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen
kembali ke rumah batu. Kini di tempat itu sudah berkurang Ouw Yang Coan dan Pek
Bin Lo Sat, sehingga suasana terasa kian sunyi.
Ouw Yang Hong berkata dalam
hati. Kalau Si Kerdil Pek Tho San San Kun berani ke mari, aku pasti akan
membunuhnya. Dia tidak ke mari, berarti dia masih bisa hidup.
Kini perkampungan Pek Tho San
Cun telah musnah sebagian dilalap api, namun para penghuninya tidak
meninggalkan perkampungan tersebut. Sedangkan Si Kerdil Pek Tho San San Kun Jen
It Thian, sama sekali tidak pernah pergi mengganggu Ouw Yang Hong.
Malam itu, setelah pulang dari
goa es, Ouw Yang Hong bertanya kepada Lo Ouw dan Ceh Liau Thou tentang
kakaknya. Keduanya tidak memberikan jawaban yang jelas, hanya memberitahukan
bahwa Ouw Yang Coan berpesan pada mereka, harus baik-baik melayani Ouw Yang
Hong dan Bokyong Cen. Ouw Yang Coan dan Pek Bin Lo Sat pergi pesiar, tidak akan
bertemu Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen lagi. Bahkan Ouw Yang Coan menitip pesan
pada Ouw Yang Hong, harus baik-baik menjaga Bokyong Cen. Akan tetapi, Lo Ouw
dan Ceh Liau Thou sama sekali tidak tahu, Ouw Yang Coan dan Pek Bin Lo Sat
pergi ke mana.
Ouw Yang Hong tidak banyak
bertanya lagi, dia tahu mulai sekarang sudah sulit bertemu kakaknya. Dan
seandainya bertemu pun justru akan menimbulkan rasa tidak enak dalam bati.
Sejak malam itu, setiap malam
Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen terus hidup dalam kehangatan dan kemesraan
seperti layaknya suami istri.
Sore ini, Lo Ouw menimba air
di sumur, sedangkan Ceh Liau Thou memasak di dapur. Terdengar percakapan di
dalam rumah batu, suara Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen, mereka berdua duduk
berhadapan sambil membicarakan kejadian di gurun pasir. Mereka sama tertawa
terpingkal-pingkal merasa geli akan kejadian itu.
"Kalau dulu aku tahu kau
adalah suamiku, bagaimana mungkin aku mengikatmu dan menaburkan pasir ke
matamu?" Tawa Bokyong Cen cekikikan.
"Justru karena itu, aku
pun jadi suamimu.
Kalau tidak, bagaimana mungkin
kita punya perjodohan ini?" sahut Ouw Yang Hong juga sambil tertawa
bahagia.
Di saat mereka sedang asyik
bercakap-cakap, mendadak terdengar suara jeritan di dapur. Ternyata suara
jeritan Ceh Liau Thou.
Mendengar suara jeritan itu,
air muka Ouw Yang Hong langsung berubah. Segera dia berlari ke dapur. Terlihat
Lo Ouw dan Ceh Liau Thou berada di situ, membuat Ouw Yang Hong terkejut sekali.
Ternyata sepasang lengan
mereka seperti baru saja ditarik ke luar dari lumpur, sebab sepasang lengan
sampai jemarinya penuh melekat lumpur hitam.
Lo Ouw berusaha membersihkan
lumpur yang melekat di sepasang lengannya, namun tidak berhasil. Wajah Lo Ouw
meringis-ringis, tampak tersiksa sekali dan mulutnya mengeluarkan suara
rintihan, kemudian lidahnya terjulur keluar.
Begitu melihat Ouw Yang Hong
muncul, Lo Ouw segera berlari ke arahnya, kemudian mencakarnya hingga pakaian
Ouw Yang Hong tersobek.
Bukan main terkejutnya Ouw
Yang Hong mendapat serangan itu.
"Lo Ouw! Lo Ouw! Aku
adalah tuan muda kedua!" seru Ouw Yang Hong yang begitu terkejut.
Akan tetapi, Lo Ouw sama
sekali tidak mendengar seruan itu. Dia menggenggam bahu Ouw Yang Hong
erat-erat, tidak mau melepaskannya.
Ouw Yang Hong ingin
mengerahkan lwee kang-nya, tapi mendadak melihat daging di lengan Lo Ouw mulai
rontok mengelupas. Hanya dalam se-kejap yang tinggal tampak tulang.
Menyaksikan itu, Ceh Liau Thou
langsung jatuh pingsan. Ketika Ouw Yang Hong ingin memegang Lo Ouw, mendadak Lo
Ouw itu roboh, tak bergerak di lantai.
Kebetulan Bokyong Cen muncul.
Begitu menyaksikan kejadian itu, dia langsung berteriak karena takut.
"Ouw Yang Hong, tanganmu
. . .?" serunya, diliputi rasa ngeri.
Ternyata tadi Lo Ouw
menggenggam bahunya, kini tampak garis-garis hitam bekas cakaran.
Ouw Yang Hong belum pernah
menyaksikan racun yang sedemikian hebat, jauh lebih hebat dari ular-ular
beracun piaraan Si Kerdil Pek Tho San San Kun.
Bokyong Cen berseru cemas,
karena melihat ada bekas hitam di bahu Ouw Yang Hong.
"Hati-hati, kau sudah
terkena racun itu!"
Timbul keraguan dalam hati Ouw
Yang Hong, tidak tahu Ha Mo Kang-nya dapat melawan racun ini atau tidak.
Ouw Yang Hong berupaya
menenangkan Bokyong Cen, agar tidak merasa takut.
"Kau jangan ke mari,
rumah ini terdapat keganjilan ..."
Bersamaan dengan itu Ceh Liau Thou
mendadak tertawa cekikikan. Gadis pelayan itu bangkit berdiri, kemudian
berjalan mondar-mandir sambil berbicara.
"Tuan muda kedua, nyonya
besar! Kalian lihat aku, lihat aku . . .!" Ceh Liau Thou menatap Ouw Yang
Hong. "Tuan muda kedua, apakah kau dan kakakmu menyukaiku? Hanya saat
makan kalian memandangku! Apakah jika merasa lapar baru teringat padaku?
Setelah kenyang lantas melupakannya? Tuan muda kedua, lihatlah aku, tubuhku
juga indah ..."
Ceh Liau Thou
tersenyum-senyum, kemudian mulai melepaskan pakaiannya. Hal itu dilakukan di
hadapan Ouw Yang Hong.
Bokyong Cen mengerutkan
kening, merasa heran dan bingung.
"Ouw Yang Hong, cepat
cegah dia jangan melepaskan pakaiannya lagi!" teriaknya.
Ouw Yang Hong mengangguk, lalu
segera me-notok jalan darah Khie Hay I liat gadis itu. Akan tetapi, totokan itu
ternyata tiada gunanya sama sekali. Ceh Liau Thou tidak terpengaruh, masih
terus melepaskan pakaiannya, lalu mendekati Ouw Yang Hong.
Merasa heran, Ouw Yang Hong
langsung melancarkan sebuah pukulan, dengan hanya menggunakan satu dua bagian
tenaga Ha Mo Kang. Pukulan itu membuat Ceh Liau Thou terdorong mundur. Saat
itulah tampak sepasang mata Ceh Liau Thou bersimbah air. Bukan air mata,
melainkan darah. Setelah itu, hidung, telinga, dan mulutnya pun mengeluarkan
darah. Tak lama, sekujur badannya juga mengeluarkan darah.
Memang sebuah pemandangan yang
amat menyeramkan. Betapa tidak. Sebab setelah sekujur badan mengeluarkan darah,
tubuh pelayan itu berikut tulangnya pun tidak kelihatan, yang terlihat hanya cairan
darah di lantai.
Menyaksikan itu Bokyong Cen
terus menjerit dan nyaris pingsan seketika. Mendadak dia berlari ke arah Ouw
Yang Hong. Namun Ouw Yang Hong cepat-cepat mengerahkan Lwee kangnya, mendorong
Bokyong Cen keluar, sambil berteriak sekeras-kerasnya.
"Jangan bergerak!"
Bokyong Cen langsung diam di
tempat, tidak berani maju maupun mundur.
Tiba-tiba Ouw Yang Hong
berseru keras dengan suara mengguntur.
"Cha Ceh Ih, cepat
keluar!"
Terdengar lagi sahutan yang
seperti anak kecil.
"Hei! Bagaimana kau tahu
aku orang tua yang ke mari? Ouw Yang Hong, sejak Si Racun Tua itu mampus,
tahukah kau siapa majikan perkampungan Liu Yun Cun?"
Ouw Yang Hong tidak menyahut,
hanya membentak sengit.
"Cha Ceh Ih, cepat
keluar! Kau menggunakan racun di tempat gelap! Kepandaian macam apa itu!"
Terdengar lagi suara seperti
anak kecil.
"Ouw Yang Hong, kau sudah
habis! Tahukah kau, aku menaruh racun di dalam rumahmu?"
Ouw Yang Hong mendengus
dingin.
"Hmm! Kau menggunakan
racun Hek Sih Ih (Gerimis Hitam). Siapa yang terkena racun itu, kulitnya akan
berubah hitam, sepasang mata membara, dan ingin menelan apa pun! Kemudian juga
akan menggigit putus lidahnya sendiri, dan semua daging akan rontok! Sedangkan
Ceh Liau Thou terkena racun Li Jin Bi (Wanita Genit). Wanita mana pun yang
terkena racun itu, akan berubah genit dan memburu lelaki. Dan lelaki yang
berhubungan intim dengannya, juga pasti mati! Karena Ceh Liau Thou tidak
berhubungan intim dengan lelaki, maka dia mati secara mengenaskan, tubuhnya
mencair jadi darah!"
Terdengar suara Cha Ceh Ih
bernada duka.
"Ouw Yang Hong, tak
kusangka kau betul-betul telah mewarisi kepandaian Si Racun Tua itu! Tapi kau
sudah terkena racun IIok Sih Ih. Meskipun kau memiliki ilmu Ha Mo Kang, akan
cukup repot . . . Kau harus segera mencari tempat yang sepi untuk memunahkan
racun itu, bagaimana kau bisa bertarung denganku?"
Terdengar suara tawa, kemudian
mendadak terdengar lagi suara jendela hancur. Tampak sosok bayangan kecil
melesat ke dalam. Tidak salah, dia memang C ha Ceh Ih.
Ouw Yang Hong menatapnya
dingin.
"Susiok! Di mana
orang-orangmu? Toa suheng dan lainnya pergi ke mana?"
Jawaban Cha Ceh Ih sengaja
menyimpang dari pertanyaan Ouw Yang Hong.
"Tahukah kau, siapa yang
paling jahat di perkampungan Liu Yun Cun? Kalau kau tidak tahu, akan
kuberitahukan! Cu Kuo Cia paling jahat. Apabila dia ingin membunuh orang, dia
akan menyuruh keluarga orang itu menyediakan peti mati dulu! Tapi Su Bun Seng
itu jauh lebih jahat, dia tertawa di hadapanmu, tapi turun tangan di
belakangmu! Oleh karena itu, bagaimana aku akan bekerja sama dengan mereka
berdua? Itu sama juga mencari penyakit, kan?"
Merasa heran Ouw Yang Hong
setelah mendengar apa yang dikatakan Cha Ceh Ih. Apa maksud perkataannya?
Mungkinkah Cha Ceh Ih sudah membunuh Cu Kuo Cia dan Su Bun Seng?
Sementara Cha Ceh Ih terus
tertawa. Dia memang mirip anak kecil. Pakaiannya pun mirip anak kecil. Sambil
tersenyum dia memandang Bokyong Cen.
"Lumayan! Parasmu yang
begini memang boleh menjadi nyonya majikan perkampungan Liu Yun Cun. Kau cukup
cantik, sedangkan Ouw Yang Hong ini bukan orang baik! Mengapa kau harus ikut
dia menderita? Dia sudah hampir mati, karena terkena racunku. Seandainya tidak
mati, dia pun akan berubah jadi tengkorak. Nah, apa gunanya kau memiliki
tengkorak itu, lebih baik cari lelaki lain, bermesra-mesraan dengannya."
Bokyong Cen diam. Namun tampak
kegeraman di wajahnya mendengar ocehan Cha Ceh Ih itu.
"Kau cantik tapi bodoh,
biar aku orang tua yang memberitahukan padamu! Kalau Ouw Yang Hong sudah
berubah jadi tengkorak, apakah dia masih bisa dipakai? Oleh karena itu, lebih
baik kau ikut aku orang tua!"
Bokyong Cen menatapnya,
diam-diam tertawa geli. Orang ini masih anak-anak, pikirnya. Usianya mungkin
belasan tahun. Aneh, sudah bisa menyukai wanita!
Cha Ceh Ih berkata pada Ouw
Yang Hong.
"Kau harus membiarkanku
menotok tiga jalan darahmu, lalu aku berikan kau obat penawar. Kalau kau tidak
mau, hari ini aku akan memhunuhmu!"
Ouw Yang Hong menengok
bahunya. Bekas hitam itu masih ada, membuatnya terkejut dan berkata dalam hati.
asai aku punya sedikit waktu, racun ini tak berarti bagiku! Tapi Susiok pasti
tidak akan memberiku waktu. Bagaimana aku bisa mengerahkan lwee kang Ha Mo Kang
untuk memunahkan racun Hek Sih Ih? Kalau aku bergebrak dengannya, sudah pasti
dia akan mengulur waktu. Setelah racun Hek Sih Ih mulai bereaksi, barulah dia
turun tangan membunuhku!
Cha Ceh Ih tertawa sambil
menuding Ouw Yang Hong.
"Kau sedang berpikir,
cara bagaimana menghadapiku! Ya, kan? Lebih baik kuberitahukan saja. Begitu kau
menyerang, aku pasti kabur. Setelah kau tidak menyerang lagi, harulah aku
kembali. Aku harus menyelesaikan dua hal, pertama menunggumu mati, aku ingin
menyedot Lwee kang Si Racun Tua dari tubuhmu. Kedua, aku akan membawa pergi
wanita cantik ini, malam harinya dia akan mencuci kakiku!"
Betapa gusarnya hati Ouw Yang
Hong mendengar ejekan Cha Ceh Ih. Apalagi ejekan itu juga ditujukan kepada
Bokyong Cen, hingga memuncak kemarahannya.
Dia berpikir, aku tidak mau
jadi penjahat, tapi orang ingin membunuhku, bahkan harus mende ngar
perkataannya. Aku harus membunuhnya . . .!
Ouw Yang Hong maju selangkah.
Cha Ceh lh segera mundur tiga langkah seraya berseru, "Ouw Yang Hong, kau
jangan mendekat! Kalau kau mendekat lagi, aku pasti kabur. Apabila aku kabur,
siapa yang akan memberimu obat penawar?"
Apa boleh buat! Ouw Yang Hong
terpaksa berhenti, tidak tahu harus berbuat apa.
Bokyong Cen melihat Ouw Yang
Hong kehabisan akal, segera mengambil pedang pendeknya, ingin menyerang Cha Ceh
Ih. Akan tetapi, mendadak Ouw Yang Hong membentak.
"Jangan bergerak, sekujur
badannya penuh racun! Kalau kau bergerak, nyawamu pasti melayang!"
Bokyong Cen langsung diam tak
berani bergerak. Melihat hal itu tampak Cha Ceh Ih tertawa gembira.
"Wah! Kalian berdua
sungguh merupakan suami istri yang saling mencinta. Tapi kau semakin baik
terhadapnya, aku semakin gusar! Aku harus membunuhmu, agar dapat memperoleh
wanita ini!"
Sementara bahu Ouw Yang Hong
semakin menghitam, bahkan mulai melebar. Kelihatannya akan menjalar ke seluruh
badannya. Ouw Yang Hong menggeram kesal. Cha Ceh Ih, kalau kau berkepandaian,
bunuhlah aku di tempat ini! A pabila kau tidak bisa membunuhku, kelak aku pasti
membunuhmu!
Setelah berpikir demikian, Ouw
Yang Hong lalu duduk.
"Susiok, aku akan
mengerahkan lwee kangku untuk memunahkan racun. Kau jangan mencelakaiku!"
pintanya kepada Cha Ceh Ih. Setelah itu dia mengangkat sepasang tangannya ke
atas, dengan mata dipejamkan.
Biji mata Cha Ceh Ih terus
berputar mengawasi. Ha Mo Kang memang merupakan ilmu aneh, pikir Cha Ceh Ih. Ia
tak pernah dengar, dengan mata dipejamkan dapat melihat, juga tidak
menghiraukan keadaan di sekitarnya. Kalau ada orang luar berada di sini,
bukankah dia mencari mati? Walau berpikir demikian, Cha Ceh Ih tampak
berhati-hati.
"Aku akan membunuhmu,
betulkah kau tidak ingin bergerak? Aku mau membunuhmu, lho!" ujarnya
sambil tertawa-tawa.
Ouw Yang Hong tetap diam,
seakan-akan tidak mendengar suara apa pun.
Cha Ceh Ih berjalan
mondar-mandir di hadapan Ouw Yang Hong, persis seperti seekor srigala mendekati
mangsanya. Ingin menyantapnya tapi tidak berani. Ingin pergi hatinya merasa
tidak rela. Akhirnya dia berhenti di hadapan Ouw Yang Hong. Terus memandangnya
dengan penuh perhatian, kemudian berjalan mengitarinya lagi.
"Ouw Yang Hong, aku akan
menyerangmu dengan jurus Yam Mau Khua Ceh (Kucing Menangkap Tikus). Sudahkah
kau selesai memunahkan racun itu? Aku akan segera menyerangmu, lho! Nah, aku
akan membokongmu! Kau pasti mampus!"
Cha Ceh Ih menjulurkan
tangannya menyerang punggung Ouw Yang Hong. Apabila dia turun tangan menotok
jalan darah di punggung itu, Ouw Yang Hong pasti mati. Namun Cha Ceh Ih
terlampau banyak curiga, sehingga tidak berani turun tangan. Dia pikir Ouw Yang
Hong adalah murid Si Racun Tua, tentunya punya banyak akal busuk seperti
gurunya itu. Hal ini membuatnya tidak berani sembarangan menempuh bahaya.
Sementara Ouw Yang Hong yang
tetap duduk diam mengerahkan lwee kang Ha Mo Kang untuk memunahkan racun Hek
Sih Ih, mendadak saja mendongakkan kepala. Dia membuka matanya, dan melotot,
sambil mulutnya mengeluarkan suara 'Krok!' seperti kodok.
Cha Ceh Ih terkejut bukan
main, dan langsung melesat mundur menggunakan ilmu Hong Hoang Lak. Setelah
cukup jauh Cha Ceh Ih menarik nafas lega dan berkata dalam hati. Untung tadi
aku tidak turun tangan terhadapnya, kalau turun tangan, aku pasti sudah jadi
mayat!
Ouw Yang Hong bangkit berdiri,
ketika melihat Cha Ceh Ih di tempat yang agak jauh, lalu tertawa gelak.
"Ha ha ha!"
Cha Ceh Ih terbengang-bengong
menatap dengan rasa penasaran.
"Apa yang kau tertawakan?!"
"Aku mentertawakanmu yang
amat bodoh! Pantas kau tidak bisa tumbuh besar, ternyata kau orang yang amat
bodoh! Kau lihat . . ."
Ouw Yang Hong menjulurkan
tangannya ke depan, kemudian diturunkan ke bawah. Seketika tampak darah hitam
mengalir keluar dari jari tangannya.
Cha Ceh Ih terbelalak, seakan
tidak percaya akan apa yang disaksikannya. Tiba-tiba dia menggigit jari
tangannya sendiri.
"Aduh!"
Cha Ceh Ih menjerit kesakitan,
kemudian mencak-mencak sambil menggerutu tak henti-hentinya. "Cha Ceh Ih,
kau memang bodoh! Kau memang goblok! Mengapa tadi kau tidak melihat? Asal kau
mendorongnya tadi, dia pasti terjengkang mampus! Kau sungguh goblok! Goblok
sekali! Kalau tadi kau menotok jalan darah dipunggungnya, dia pasti muntah
darah dan nyawanya melayang seketika
Mendadak Cah Ceh Ih
membanting-banting kaki, lalu menangis terisak-isak seperti anak kecil.
"Huk huk huk! Cha Ceh Ih, kau betul-betul goblok! Kau memperoleh
kesempatan itu, tapi tidak dipergunakan! Habislah! Habislah ..."
Ouw Yang Hong menatap Cha Ceh
Ih yang terus menangis meraung-raung.
Cha Ceh Ih langsung berhenti
menangis, matanya melototi Ouw Yang Hong.
"Kau bilang aku tidak
usah menangis meraung-raung?"
"Betul! Sebab aku akan
membunuhmu demi membalas dendam suhu, maka kau tidak usah menangis!"
Cha Ceh Ih tampak menjadi
gugup mendengar ucapan Ouw Yang Hong.
"Bangsat! Lebih baik kau
jangan datang ke mari!"
Mendadak saja Cah Ceh Ih
melarikan diri. Dengan cepat Ouw Yang Hong segera memburu dan berhasil
menghadangnya.
Akan tetapi, mendadak pula
muncul seorang kerdil yang tidak lain Si Kerdil Pek Tho San San Kun. Si Kerdil
itu tidak tahu apa yang telah terjadi. Dilihatnya Ouw Yang Hong sudah berdiri
di hadapannya juga.
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
yang berdiri di dalam tandu langsung menyapa.
"Ouw Yang Hong, kau
terlampau mendesakku!
Seandainya kau merampok semua
harta bendaku, tidak jadi masalah! Tapi . . . kau telah membakar
perkampunganku, maka aku harus membunuhmu!"
Begitu melihat kemunculan Si
Kerdil Pek Tho San San Kun, timbullah niat membunuh di hati Ouw Yang Hong.
Kalau aku tidak membunuhnya hari ini, untuk apa aku masih bisa menjejakkan
kakiku di daerah See Hek ini? Ouw Yang Hong berkata dalam hati. Tampak sepasang
matanya jadi berapi-api.
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
berkata.
"Ouw Yang Hong, aku
datang untuk mencarimu, ingin menantangmu bertaruh, apakah kau berani?"
"Kau ingin bertaruh apa?
Katakan saja!" dengus Ouw Yang Hong.
"Aku ada barisan ular
beracun . . ." sahut Si Kerdil Pek Tho San San Kun.
Ouw Yang Hong segera terdiam.
Namun kemudian menyahut dengan geram.
"Barisan ular beracun tak
bisa berbuat apa-apa terhadapku, mengapa kau masih ingin bertaruh
denganku?"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
tertawa.
"Kau lihat . . .!"
ujarnya seraya memperlihatkan tangannya. Ternyata ada dua ekor ular di
tangannya, kecil berwarna hitam mengkilap. Begitu melihat kedua ekor ular itu,
hati Ouw Yang Hong tersentak karena tahu ular itu ular aneh yang amat beracun,
di samping itu ular tersebut tak mempan dibacok dengan senjata tajam. Siapa
yang tergigit, hanya sesaat pasti mati. Tidak heran hati Ouw Yang Hong
tersentak ketika melihat kedua ekor ular tersebut berada di tangan Si Kerdil
Pek Tho San San Kun.
Si Kerdil itu tertawa.
"Ha ha ha! Kalau sekali
saja digigit ular ini kau tidak mati, maka aku akan mati di hadapanmu! Bahkan .
. . perkampungan Pek Tho San Cung akan kuserahkan kepadamu, kau akan menjadi
majikan daerah See Hek ini! Apabila tidak berani bertaruh denganku, maka kau
harus meninggalkan daerah See Hek ke Tionggoan, selamanya kau tidak boleh
kembali! Bagaimana? Kau berani bertaruh denganku?"
Ouw Yang Hong berpikir
sejenak, kemudian mengangguk.
"Baik! Jen It Thian, aku
akan bertaruh denganmu!"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
segera bersiul panjang. Suaranya amat aneh. Sesaat kemudian salah seekor ular
di tangannya langsung menjulurkan kepalanya, lalu meluncur bagaikan panah
terlepas dari busur ke arah Ouw Yang Hong.
Walau ular itu melesat laksana
kilat, Ouw Yang
Hong bergerak lebih cepat. Dia
langsung menjepit kepala ular itu dengan dua jari, tapi ekor ular itu masih
sempat mengibas ke muka Ouw Yang Hong. Plak!
Ouw Yang Hong terpekik kaget.
Namun dengan cepat dikerahkan tenaga dalamnya pada kedua jarinya, menjepit
kepala ular itu, sehingga tak dapat bergerak lagi.
Ouw Yang Hong menatap Si
Kerdil Pek Tho San San Kun, kemudian bertanya dengan dingin, "Katakan apa
yang harus kulakukan?"
"Taruh ular itu di atas
bahumu, biar ular itu menggigitmu! Setelah itu, kau boleh duduk. Dalam waktu
beberapa saat, lihat siapa yang terkena racun lebih dalam! Kalau kau lebih kuat
dariku, aku pasti akan menuruti kehendakmu!"
"Baik!" sahut Ouw
Yang Hong.
Keduanya pun saling
bertatapan.
"Ouw Yang Hong, kalau kau
menyesal, sekarang masih belum terlambat. Kau harus tahu, kedua ular ini amat
beracun . . ."
Ouw Yang Hong tertawa, lalu
menaruh ular itu di atas bahunya. Seketika juga ular itu menggigit bahunya.
Bukan main terkejutnya Ouw
Yang Hong, sebab bahunya langsung berkesemutan. Sungguh hebat ular ini, entah
aku dapat bertahan atau tidak? Tanya Ouw Yang Hong dalam hati.
"Aku suduh membiarkan
ular itu menggigit bahuku, apakah kau juga akan melakukannya?"
"Baik! Aku akan
melakukannya sepertimu!" sahut Si Kerdil Pek Tho San San Kun, lalu segera
saja menaruh ular yang di tangannya ke atas bahunya. Ular itu pun menggigit
bahunya.
"Nah, Ouw Yang Hong, kau
tunggu saja!"
Mereka berdua duduk. Namun Si
Kerdil Pek Tho San San Kun memiliki obat penawar. Begitu duduk, dia segera
menelan sebutir obat penawar.
Di saat bersamaan, tampak
Bokyong Cen berjalan ke luar, Si Kerdil Pek Tho San San Kun menatapnya sambil
tertawa.
"Bokyong Cen, kali ini
kau harus ikut aku. Kau tidak perlu mendampingi Ouw Yang Hong lagi, sebab kau
pasti menderita!"
Bokyong Cen tidak menyahut,
melainkan langsung menyerangnya dengan pedang pendek di tangannya.
Akan tetapi, Si Kerdil Pek Tho
San San Kun segera membentak.
"Bokyong Cen, kau jangan
bergerak! Kalau kau herani bergerak, aku akan turun tangan membunuh Ouw Yang
Hong. Jangan sampai nanti kau menyesal!"
Bokyong Cen menengok ke arah
Ouw Yang Hong. Tampak ubun-ubun Ouw Yang Hong mengeluarkan uap putih. Sepasang
matanya dipejamkan. Ternyata Ouw Yang Hong sedang mengerahkan lwee kang Ha Mo
Kang untuk melawan racun ular itu. Kalau dirinya menyerang Si Kerdil tapi tak
berhasil, tentunya Ouw Yang Hong akan mati di tangan Si Kerdil itu.
Oleh karena itu, Bokyong Cen
halal menyerang Si Kerdil Pek Tho San San Kun. Sementara itu Cha Ceh Ih sudah
tidak kelihatan batang hidungnya, entah kabur ke mana?
Tampak Si Kerdil Pek Tho San
San Kun bangkit berdiri sambil tertawa. Dia menatap Ouw Yang Hong dengan penuh
perhatian, setelah itu berkata dengan wajah berseri-seri. "Habis! Kali ini
kau pasti habis! Bokyong Cen, lakimu ini sudah hampir mampus, kau masih tidak
mau turun tangan?"
Betapa gusarnya Bokyong Cen,
rasanya ingin sekali menusuk mati Si Kerdil Pek Tho San San Kun itu. Namun Jen
It Thian itu malah tertawa dingin.
"Ouw Yang Hong sudah
hampir mampus. Kau cuma seorang diri, bisa berbuat apa terhadap diriku? Kalau
kau berani turun tangan terhadapku, aku pasti membunuhmu!"
Mendadak Ouw Yang Hong
membentak, "Bokyong Cen, jangan bergerak!"
Wanita itu langsung diam,
hanya menggertak gigi karena begitu gusar terhadap Si Kerdil Pek Tho San San
Kun.
Si Kerdil kembali tertawa.
"Ha ha! Ouw Yang Hong,
aku ingin membunuhmu! Namun kau sedang mengobati luka gigitan ularku, aku harus
membunuhmu atau tidak? Kalau aku tidak membunuhmu, bagaimana hatiku akan merasa
puas? Apabila aku membunuhmu, maka aku yang akan menguasai daerah See Hek
ini!"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
tahu, ini merupakan kesempatan haik baginya untuk membunuh Ouw Yang Hong yang
sedang mengobati luka gigitan ular, itu agar tidak meninggalkan penyakit di
kemudian hari.
"Aku harus membunuhmu,
agar aku tidak menyesal kelak!" hentak Si Kerdil.
Mendadak badannya melesat
sambil mengeluarkan dua batang jarum tulang. Kedua batang jarum tulang itu amat
halus, namun berkilat-kilat memancarkan cahaya, seketika dilemparkan ke arah
Ouw Yang Hong.
Apa boleh buat! Ouw Yang Hong
terpaksa meloncat mundur untuk mengelak.
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
tertawa gelak.
"Ouw Yang Hong, kau pasti
mampus! Kalau kau masih berani bergerak, nyawamu pasti melayang!" ejek Si
Kerdil itu.
"Jen It Thian, kalau kau
tidak mentaati peraturan, jangan bilang aku tidak berlaku sungkan!"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
tidak menggubrisnya, malah menyerang Ouw Yang Hong bertubi-tubi dengan jarum
tulang. Hal itu tentu saja sempat membuat Ouw Yang Hong terdesak. Se-mentara
Bokyong Cen yang cemas langsung meng-gerakkan pedangnya menyerang Si Kerdil.
Melihat Bokyong Cen menyerang
Si Kerdil Pek Tho San San Kun, Ouw Yang Hong berseru, "Bokyong Cen,
hati-hati!"
Namun di saat bersamaan,
tampak dua batang jarum tulang meluncur ke arah Bokyong Cen. Wanita itu
cepat-cepat menundukkan kepala, tapi salah satu batang jarum tulang itu
berhasil menancap di mukanya.
"Auukh . . .!"
Bokyong Cen menjerit, lalu
menutup wajahnya dengan sepasang tangan. Darah pun tampak mengucur dari wajah
wanita itu.
"Bokyong Cen! Bagaimana
keadaanmu?" teriak Ouw Yang Hong yang cemas dan penasaran.
Bokyong Cen tidak menyahut,
hanya merintih-rintih kesakitan.
Ouw Yang Hong tahu Bokyong Cen
sudah ter-luka. Hal itu membuatnya gusar bukan main. Maka seketika timbullah
niatnya untuk membunuh Si Kerdil Pek Tho San San Kun. Segera dicepitnya ular
yang di bahunya dengan dua jari, kemudian dihempaskannya ke arah sebuah pohon,
sehingga ular itu menembus ke dalam pohon dan tidak dapat bergerak lagi. Tewas
di dalam pohon.
Wajah Si Kerdil Pek Tho San
San Kun berubah pucat seketika. Ketika dia ingin melarikan diri, mendadak Ouw
Yang Hong melesat ke arahnya, dan langsung mencengkeramnya.
"Kau berani melukai
Bokyong Cen? Kau harus mampus!"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
tidak menyangka Ouw Yang Hong akan bergerak begitu cepat, sehingga membuatnya
tertegun. Namun dia masih juga sempat menusuk jalan darah Ouw Yang Hong dengan
jarum tulang.
Ouw Yang Hong berhasil
berkelit, bahkan men-jinjing Si Kerdil Pek Tho San San Kun ke atas.
Di saat bersamaan, terdengar
suara rintihan Bokyong Cen.
"Ouw Yang Hong, mataku .
. . mataku . . ."
"Cepat lepaskan tanganmu,
biar aku lihat matamu!"
Dia menotok beberapa jalan
darah Si Kerdil Pek Tho San San Kun, lalu menaruhnya ke bawah. Setelah itu
segera dia mendekati Bokyong Cen, berkata dengan lembut.
"Biar aku lihat matamu,
apakah sudah rusak?"
Bokyong Cen menyahut dengan
suara rintihan.
"Mataku . . . mataku
pasti sudah buta!" Bokyong Cea menangis sedih. "Ouw Yang Hong, mataku
. . . mataku sudah buta, aku . . . aku tidak melihatmu lagi . . ."
Ouw Yang Hong menurunkan
tangan Bokyong Cen perlahan-laan. Tampak sepasang mata Bokyong Cen mengucurkan
darah. Hai ini sungguh mengejutkan Ouw Yang Hong.
"Buka matamu melihatku,
apakah kau bisa melihatku?"
Bokyong Cen menggelengkan
kepala. Ouw Yang Hong segera memeluknya erat-erat dan berkata dengan rasa iba.
"Bokyong Cen, kau diam di
sini, aku akan membunuh Si Kerdil itu!"
Ouw Yang Hong menerjang ke
arah Si Kerdil Pek Tho San San Kun, kemudian menjinjingnya ke atas, sambil
tertawa dingin.
"Kerdil! Kau mencelakai
Bokyong Cen, maka aku harus menghabiskan mu! Aku akan membuatmu tidak bisa
hidup dan tidak bisa mati . . ."
Bukan main takutnya Si Kerdil
Pek Tho San San Kun. Dia melihat sepasang mata Ouw Yang Hong merah berapi-api.
"Ouw Yang Hong, lepaskan
aku! Aku . . . aku akan mengobati matanya!" teriaknya ketakutan melihat
kemarahan Ouw Yang Hong yang sudah memuncak.
"Kalau melukaiku saja
tidak apa-apa, tapi kau telah melukai Bokyong Cen, aku harus
menghahis-kanmu!"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
kelihatan masih ingin bicara. Namun Ouw Yang Hong tidak memberi kesempatan
padanya, kedua jari tangannya dijulurkan ke arah Si Kerdil itu seraya berkata
dengan sengit.
"Kau melukai sepasang
mata Bokyong Cen, aku pun akan melukai sepasang matamu untuk menggantikan
matanya!"
Kedua jari tangan Ouw Yang
Hong menusuk sepasang mata Si Kerdil Pek Tho San San Kun. Maka seketika Si
Kerdil itu menjerit kesakitan.
"Aduuuh . . .!"
Darah pun mengucur. Melihat
hal itu Ouw Yang Hong tertawa dingin dan berkata sepatah demi sepatah,
"Kini kau telah mengganti sepasang mata Bokyong Cen, tapi kau tetap harus
mampus!"
"Ouw Yang Hong, kau
apakan dia?" seru Bokyong Cen yang mendengar jeritan memilukan Si Kerdil.
"Aku telah mencungkil
keluar sepasang matanya!" sahut Ouw Yang Hong dengan suara lembut.
Mendengar itu Bokyong Cen terdiam.
"Bokyong Cen, guruku
mengajariku bahwa terhadap orang di kolong langit jangan berhati bajik, selama
ini aku tidak membenarkan perkataan guruku. Kalau dari tempo hari aku membunuh
Si Kerdil ini, tak mungkin ada kejadian ini?"
Beberapa orang yang menggotong
tandu, ketika melihat Ouw Yang Hong sedang berbicara dengan Bokyong Cen, segera
melarikan diri. Namun mendadak Ouw Yang Hong membentak.
"Mau melarikan diri?
Siapa yang berani pergi akan mati!"
Beberapa orang itu sudah lari
hampir seratus depa. Mereka yakin Ouw Yang Hong tidak dapat mengejar, maka
terus berlari menuju rimba, agar tidak terlihat oleh Ouw Yang Hong.
Ouw Yang Hong memungut sebuah
batu kecil, lalu dilemparkannya ke arah salah seorang itu. Terdengar suara
'pletak', batu kecil itu menghantam kepalanya hingga pecah. Orang itu roboh dan
tewas seketika.
"Yang lain jangan
bergerak, siapa berani bergerak pasti mati!" teriak Ouw Yang Hong
mengancam.
Beberapa orang itu tidak berani
kabur lagi, berdiri diam di depan rimba dengan tubuh bergemetar. Mereka
berpaling memandang Si Kerdil yang sepasang matanya berlumuran darah.
"Bokyong Cen, bagaimana
kalau kita membunuh Si Kerdil itu, lalu kita pergi?"
Bokyong Cen mengangguk.
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
yang sadar kalau nyawanya terancam bahaya, segera berteriak-teriak. "Ouw
Yang Hong, kau tidak menepati janji! Kau . . . kau ingin membunuhku?"
Ucapan Si Kerdil itu membuat
Ouw Yang Hong bertambah gusar.
"Bangsat! Siapa yang
lebih dulu tak menepati janji?! Hm! Kau betul-betul binatang! Kau kira di
kolong langit ini banyak orang baik? Hanya Bokyong Cen dan kakakku orang baik,
yang lain jahanam semua! Kalau aku melepaskanmu, itu berarti aku akan membuat
kesalahan besar!"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
betul-betul ketakutan, apa lagi Ouw Yang Hong sudah meng-angkatnya ke atas.
Ouw Yang Hong menatapnya
dengan mata berapi-api dan membentak lagi dengan penuh kegusaran.
"Kau pernah membunuh
orang tidak?"
Tentunya Si Kerdil Pek Tho San
San Kun pernah membunuh orang, namun saat ini dia sudah tak mampu mengeluarkan
suara, karena begitu ketakutan.
"Kau tidak menepati
janji, bahkan melukai mata Bokyong Cen! Karena itu, aku membunuhmu dengan tubuh
tidak utuh, agar kau jadi setan ca-cat!"
Ouw Yang Hong menurunkan Si
Kerdil. "Aaaakh . . .!"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
menjerit kesakitan, juga kedengaran amat menyeramkan. Ternyata Ouw Yang Hong
telah mematahkan sepasang lengannya.
"Kau pasti pernah
mematahkan lengan orang, kini telah kupatahkan sepasang lenganmu! Tentu rasanya
enak sekali, kan? Kau pernah membunuh orang, kini kau akan dibunuh! Bagaimana
rasanya, saat ini kau pasti tahu!"
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
tidak sanggup lagi mengeluarkan suara. Tubuhnya tergeletak di tanah.
Ouw Yang Hong memandangnya
seraya tertawa gelak. Suara tawa itu bergema. Dia berdiri dengan wajah dingin
dan kelihatan menyeramkan. Sungguh dia memang manusia jahat yang tak
berperasaan.
Beberapa orang yang berdiri
dekat rimba, sudah terkencing-kencing karena ketakutan.
Ouw Yang Hong menjinjing Si
Kerdil Pek Tho San San Kun, kemudian berteriak dengan lantang.
"Masih ada, siapa yang
ingin bergebrak denganku? Masih ada yang berani bergebrak denganku?"
Beberapa orang penggotong
tandu itu menggigil ketakutan, bahkan dua di antaranya sudah roboh pingsan.
Mendadak tangan Ouw Yang Hong
bergerak. Tahu-tahu kepala Si Kerdil itu sudah putus dengan darah segar
langsung mengucur deras dari lehernya.
"Ha ha ha! Ha ha ha
.!" Ouw Yang Hong tertawa gelak, lalu membentak para penggotong tandu.
"Kalian cepat kemari, papah kakak iparku ke dalam tandu!"
Para penggotong tandu itu
mengangguk. Dengan langkah gemetar dan wajah pucat mereka mendekati Bokyong
Cen. Segera mereka memapah Bokyong Cen ke dalam tandu dengan hati-hati sekali.
Setelah itu, mereka diam
berdiri di tempat, tak ada yang berani bertanya pada Ouw Yang Hong mau ke mana.
"Kenapa diam saja? Cepat
gotong ke perkampungan Pek Tho San Cung kalian!" hentak Ouw Yang Hong.
Apa yang diucapkan Ouw Yang
Hong, kini sudah merupakan suatu perintah. Tidak heran kalau para penggotong
tandu langsung bergerak, menggotong tandu itu menuju perkampungan Pek Tho San
Cung.
Tak lama kemudian mereka sudah
sampai di depan pintu benteng perkampungan Pek Tho San Cung. Karena melihat tandu
Si Kerdil, para penjaga langsung membuka pintu.
Tandu digotong ke dalam. Ouw
Yang Hong juga ikut. Sampai di dalam perkampungan, Ouw Yang Hong memapah
Bokyong Cen keluar dari tandu, kemudian menyuruh seseorang memanggil para
penghuni perkampungan itu.
Tak seberapa lama, di halaman
sudah berkumpul para penghuni perkampungan tersebut.
Ouw Yang Hong memandang
orang-orang yang berdatangan. Diperlihatkan sepasang tangannya yang berlumuran
darah.
"Sebenarnya aku tidak mau
berseteru dengan kalian. Namun majikan kalian justru pergi ke tempatku mencari
gara-gara. Maka kubunuh dia dengan badan tidak utuh!"
Para penghuni perkampungan Pek
Tho San Cung tidak herani bersuara. Ouw Yang Hong memandang mereka satu
persatu.
"Majikan kalian sudah
mati. Mulai saat ini aku menjadi majikan kalian! Siapa berani membangkang
perintahku, akan kubunuh!"
Semua orang menundukkan
kepala, tiada seorang pun berani memprotes. Ouw Yang Hong tertawa gelak,
setelah mengucapkan kata-katanya.
Kini Ouw Yang Hong sudah
menjadi majikan perkampungan Pek Tho San Cung. Para penghuni perkampungan
tersebut amat segan dan takut padanya. Mereka semua mantan anak 'wah Si Kerdil
Jen It Thian, namun Si Kerdil itu tidak pernah memandang mereka sebagai
manusia. Kini setelah Si Kerdil Jen It Thian dibunuh oleh Ouw Yang Hong, mereka
justru merasa gembira dalam hati dan mulai menerima Ouw Yang Hong. Tentunya Ouw
Yang Hong pun merasa senang. Dia menyuruh mereka merenovasi perkampungan
tersebut, bahkan di pintu perkampungan juga digantung sepasang syair berbunyi
demikian: "Cahaya terang datang dari barat, tenaga sakti pergi ke timur!
"
Ouw Yang Hong menulis sepasang
syair itu karena berharap suatu hari nanti, ilmu Ha Mo Kangnya akan menjagoi
seluruh daratan Tiong-goan.
Dengan menjadi majikan
perkampungan Pek Tho San Cung, Ouw Yang Hong pun memiliki semua harta benda di
sana. Karena itu, para kaum rimba persilatan daerah See Hek, mulai bergabung
dengannya.
Ouw Yang Hong memang amat
berambisi. Dia selalu teringat pada Ong Tiong Yang, Oey Yok Su, raja Tayli Toan
Hong Ya, Su Ciau Hwa Cu, dan Ang Cit Kong yang telah bersepakat untuk
bertanding di Gunung Hwa San lima tahun kemudian. Karena itu Ouw Yang Hong
berharap, lima tahun kemudian, ilmu Ha Mo Kangnya akan sudah sempurna, antuk
pergi ke Gunung Hwa San pula guna merebut kitab pusaka Kiu Im Cin Keng.
Kini Ouw Yang Hong tidak usah
hidup terlunta-lunta lagi, sebab dirinya sudah menjadi majikan perkampungan Pek
Tho San Cung. Mulai saat itu dia bisa berlatih ilmu Ha Mo Kang dengan tenang di
ruang bawah tanah.
Suatu saat ketika dirinya
tengah berlatih, tiba-tiba terdengar suara seruan memanggilnya.
"Ouw Yang Hong! Ouw Yang
Hong . . ."
Dia mendengar dengan penuh
perhatian. Suara itu amat lirih, namun terdengar jelas. Dia yakin tamu tak
diundang itu berkepandaian amat tinggi.
Ouw Yang Hong juga percaya,
yang datang pasti musuhnya. Siapa dia? Apakah Cha Ceh Ih susioknya itu? Dia
amat mengkhawatirkan keselamatan Bokyong Cen, sebab kini wanita itu sedang
hamil.
Dia cepat-cepat meninggalkan
ruang bawah tanah, langsung menuju ke kamarnya Perlahan-lahan menyingkap
kelambu, tampak Bokyong Cen sedang tidur pulas di situ. Sepertinya wanita itu
tak mendengar suara seruan tadi.
Ketika Ouw Yang Hong hendak
menjulurkan tangannya membelai Bokyong Cen, terdengar lagi suara seruan lirih
itu.
Ouw Yang Hong yakin orang yang
berseru itu berada di luar perkampungan. Karena itu, dia pun menarik nafas
dalam-dalam mengerahkan Iwee kangnya untuk menyahut. "Siapa kau?"
Sesaat tak terdengar jawaban,
hanya suara seruan lirih itu kembali terdengar.
"Ouw Yang Hong! Ouw Yang
Hong . . ."
Ouw Yang Hong semakin merasa
penasaran. Siapa sebetulnya orang itu? Mengapa terus-menerus memanggilnya?
"Apakah kau kawan Si
Kerdil? Kau datang untuk menuntut balas? Kalau benar begitu, aku akan
melayanimu!"
Tiada sahutan, kecuali suara
tawa dingin.
"Apakah kau orang
perkampungan Pek Tho San Cung?"
Sesaat pemilik suara itu diam.
Suasana jadi hening dan mencekam. Namun sesaat kemudian dia kembali mengirimkan
suaranya.
"Bagaimana kau tahu aku
orang perkampungan Pek Tho San Cung?"
Karena tidak kenal orang
pemilik suara itu, Ouw Yang Hong diam saja. Sementara suara yang dikirim orang
itu kadang-kadang lirih dan kadang-kadang agak besar. Tampaknya dia menggunakan
ilmu ginkang, berlari ke sana ke mari, agar arah suaranya tidak diketahui.
Ouw Yang Hong terkejut juga
begitu mengetahui bahwa ilmu ginkang orang itu amat tinggi. Akhirnya dia
mengambil keputusan, untuk tidak akan meninggalkan Bokyong Cen seorang diri
malam ini.
Sementara terdengar lagi suara
seruan itu. Tampak Ouw Yang Hong mengerutkan kening. Kemudian menggunakan ilmu
Cian Li Coan Im (Menyampaikan Suara Ribuan Mil) dia bertanya pada orang itu.
"Siapa kau? Ada urusan
apa kau mencariku?"
"Ouw Yang Hong, kita
boleh dikatakan saling tidak kenal, tapi juga saling kenal! Aku datang
mencarimu tidak berniat jahat. Harap kau sudi keluar untuk menemuiku di rimba
sebelah selatan di luar perkampungan!"
Ouw Yang Hong semakin
mengernyitkan kening tajam.
"Kalau kau ada urusan
penting, silakan masuk ke perkampungan! Mengapa menghendakiku keluar untuk
menenunmu?"
"Ouw Yang Hong, aku tidak
akan mencelakai orang di rumahmu, legakanlah hatimu! Kalau aku berniat jahat,
percuma kau berlaku hati-hati. Bagaimana? Kau bersedia keluar menemuiku?"
tantang orang tak dikenal itu.
Ouw Yang Hong tampak berpikir
keras.
"Baik! Aku akan segera ke
rimba itu!" jawabnya kemudian memutuskan.
Ouw Yang Hong memandang
Bokyong Cen yang tampak masih tidur pulas. Hatinya merasa tidak tega
membangunkannya. Kembali dia mengerutkan kening seperti berpikir. Siapa orang
itu? Aku sama sekali tidak tahu, kawan atau lawan sulit dipastikan. Kalau aku
membangunkan Bokyong Cen, justru tiada gunanya. Lebih baik aku pergi sekarang
dan cepat-cepat kembali.
Ouw Yang Hong berjalan ke
luar. Dia segera menyuruh beberapa orang untuk menjaga kamarnya, lalu menuju ke
rimba itu menggunakan ilmu ginkang Hong Hoang Lak.
Tak terlalu lama sampailah dia
di rimba itu. Di bawah sinar rembulan, hanya tampak bayangan pohon, tidak ada
orang menunggu di situ. Hal itu memuat hati Ouw Yang Hong bingung. Apakah orang
itu memancingnya keluar? Berpikir curiga seperti itu, dia cepat membalikkan
tubuhnya. Namun haru saja dia hendak melesat pergi, mendadak telinganya
mendengar suara yang mengejutkan. Suara orang memanggilnya.
"Ouw Yang Hong! Ouw Yang
Hong . . .!"
Dia segera menoleh, namun
tidak melihat seorang pun. Hatinya semakin heran dan penasaran. Dengan memasang
mata tajam dia terus mengamati sekitar tempatnya berada. Seketika dia tersentak
ketika matanya menangkap sesosok bayangan orang berdiri di bawah sebuah pohon
besar. Berbadan kurus mengenakan jubah abu-abu panjang.
Ouw Yang Hong segera
mendekatinya. Matanya membelalak ketika melihat orang itu ternyata Su Bun
Seng,suhengnya.
"Suheng, kau baik-baik
saja selama ini?" sapanya dengan nada dingin.
Su Bun Seng mendengus.
"Hm! Baik atau tidak
diriku, tentunya tidak sebaik kau. Kau memiliki ilmu Ha Mo Kang, dan kini telah
menjadi majikan perkampungan Pek Tho San Cung. Sedangkan diriku boleh dikatakan
semakin parah . . ."
Ternyata Su Bun Seng dan Cu
Kuo Cia mengikuti Cha Ceh Ih. Semua ini memang rencana Su Bun Seng. Cha Ceh Ih
akan mengajak mereka malang melintang di dunia persilatan. Para murid Si Racun
Tua rata-rata amat licik, begitu pula Su Bun Seng, dia kelihatan menghormat Cha
Ceh Ih susioknya itu, namun justru sedang menunggu kesempatan untuk
membunuhnya.
Cu Kuo Cia mengalami pukulan
batin yang amat hebat, karena sekeluarganya telah mati keracunan. Cucu
kesayangannya juga mati keracunan, membuatnya seperti kehilangan kesadaran.
Maka apa pun yang dikatakan Su Bun Seng, pasti akan diturutinya. Karena itu,
keduanya ikut Cha Ceh Ih mengembara di dunia persilatan.
Mereka bertiga menuju ke
Tionggoan. Sampai di Tionggoan, ketiganya melakukan sesuatu tanpa tujuan sama
sekali. Kemudian mereka menuju ke
Tiong C i u. Di 'liong Ciu
terdapat kuil Siau Lini Si, penganut ilmu silat yang lurus bersih. Siapa yang
berani mencari gara-gara dengan Siau Lim Si. Karena itu, mereka bertiga menuju
ke kuil Siau Lim Si.
Sampai di depan kuil itu,
mereka minta bertemu dengan Hong Tio (Ketua). Ketiganya mengaku datang dari
perkampungan Liu Yun Cun di daerah utara. Liu Yun Cun terkenal memiliki nama
buruk, maka Hian Ih Taysu ketua Siau Lim Si tidak sudi menemui mereka.
Penolakan itu amat menggusarkan
mereka bertiga. Langsung saja mereka bertiga menyerbu ke dalam. Akan tetapi,
beberapa padri dari ruang Lo Han Tong berhasil mendesak mereka keluar dari kuil
Siau Lim Si.
Kejadian itu membuat mereka
menjadi amat penasaran. Malam harinya ketiganya bermalam di luar kuil Siau Lim
Si, menunggu kesempatan untuk meracuni Siau Lim Si.
Mereka mencuri tiga ekor ayam,
kemudian dibakar. Saat itulah Cha Ceh Ih tertawa-tawa gembira.
"Walau kalian berdua
masih tingkatan muda, namun usia kalian justru lebih tua dariku. Kalian berdua
cukup lelah hari ini, baik-baiklah beristirahat. Besok kita akan pergi meracuni
para padri kuil Siau Lim Si. Kita harus meracuni mereka semua!"
Cu Kuo Cia yang telah berubah
idiot itu, tampaknya kurang sependapat.
"Tidak bisa! Meskipun susiok
kecil, tapi ber-kedudukan di atas kami. Maka kami yang harus membakar ayam itu,
susiok beristirahat saja!"
Ketika Cu Kuo Cia baru mulai
membakar ayam-ayam itu, Su Bun Seng pun mendekati mereka.
"Susiok, Suheng! Biar aku
saja yang membakar ayam-ayam itu, kalian berdua beristirahat!" ujarnya,
lalu segera mengambil ketiga ekor ayam itu. Namun Cha Ceh Ih dan Cu Kuo Cia
serentak membentak.
"Taruh kembali!"
Bersambung