BAGIAN 38: ONG TIONG YANG
ONG TIONG YANG merupakan
seorang tojin yang cukup ditakuti oleh para penjahat dari kalangan hek-to,
karena ia walaupun selalu membawa sikap yang sabar, namun bertindak dengan
tegas kepada orang2 yang melakukan ke jahatan.
Seperti terlihat pada pagi
itu, Ong Tiong Yang tengah berada disebuah kaki gunung dipropinsi Hopei, ia
tengah duduk dibawah sebatang pohon sambil beristirahat menghilangkan lelah,
seharian penuh Tojin muda ini melakukan perjalanan yang jauh, dan ia belum lagi
bertemu dengan rumah penduduk yang bisa ditumpangi ataupun kuil2 yang bisa
dimintai bantuannya guna menginap.
Maka untuk melenyapkan
letihnya Ong Tiong Yang telah ber-istirahat dibawah pohon itu.
Angin pagi yang bersilir
dingin membuat Ong Tiong Yang atau Cie Thio jadi mengantuk, karena semalaman ia
melakukan perjanan terus. Ia duduk bersemadhi untuk meluruskan pernapasan dan
sinkangnya, sehingga dalam sekejap mata saja perasaan letihnya lenyap.
Disaat Ong Tiong Yang tengah
duduk bersemadhi begitu, tiba2 dia mendengarkan suara ramai2, disusul oleh
suara bentak dan jerit kesakitan.
Sebagai seorang tojin telah
tinggi sinkangnya, Ong Tiong Yang memiliki pedengaran yang tajam. Walaupuna
suara ramai2 dan suara jerit kesakitan itu masih terpisah jauh, namun ia telah
berhasil mendengarnya. Maka Tojin muda ini telah melompat berdiri dan memandang
kesekelilingnya.
Dari arah selatan tampak
berlari beberapa sosok tubuh dengan gerakan yang cepat sekali, seperti juga
terbang dan kaki2 mereka seperti tidak menginjak bumi.
Dengan cepat orang2 itu tiba
dihadapan Ong Tiong Yang.
Ternyata orang2 tersebut
merupakan orang2 rimba persilatan.
Dilihat dari pakaiannya yang
serba singset, menyatakan mereka merupakan orang2 rimba persilatan yang biasa
hidup mengembara.
Dibelakang orang2 itu, yang
semuanya berjumlah empat orang, tampak mengejar belasan orang, semuanya
membekal senjata, ada juga senjata yang dicekal ditangan.
Pengejaran itu dilakukan
dengan cepat, tampaknya memang orang2 itu bermaksud untuk dapat mengepung keempat
buruan mereka.
Saat itu Ong Tiong Yang
mengerutkan alisnya, ia memperdengarkan suara „Hmmm.....," tidak senang,
karena-dilihatnya tidak adil belasan orang itu mengejar dan bermaksud
mengeroyok keempat orang tersebut, yang tampaknya telah terluka cukup parah
disebagian tubuhnya.
Keadaan demikian memang
membuat darah muda Ong Tiong Yang terbangkit, ia tak bisa meyaksikan keadaan
yang tidak adil seperti Itu.
Sedangkan keempat orang
tersebut saat itu telah tiba didekat Ong Tiong Yang, mereka tidak bisa
menyingkirkan diri lebib jauh dari belasan orang pengejaran.
Waktu itu belasan orang
pengejar tersebut melompat dan mengurung ke empat orang buruan mereka. Sikap
mengancam yang mereka perlihatkan menunjukkan bahwa belasan orang itu menaruh
kebencian yang sangat kepada keempat orang tersebut.
„Kalian menyerah saja baik2
kami tidak akan menganiaya dirimu.....!" bentak salah seorang diantara
belasan orang tersebut dengan suara yang tawar, ditangannya tampak tercekal
sebatang pedang pendek, yang digerakan mengancam,
Tetapi keempat orang itu
memperdengarkan suara tertawa dingin, salah seorang diantara mereka berkata:
„Kami tidak akan menyerah sampai titik darah kami yang
terakhir..........!"
Orang yang memimpin belasan
orang kawan nya berteriak memberikan anjuran agar kawan2 nya menyerang.
Sedangkan ia sendiri dengan pedang pendeknya telah melancarkan serangan yang
gencar.
Keempat orang itu, yang
masing2 bersenjata pedang, telah memutar senjata mereka memberikan perlawanan.
Dalam sekejap mata saja mereka bertempur dengan seru. Namun keempat orang itu
memitiki jumlah yang jauh lebih sedikit dari lawannya, walaupun dilihat dari
gerakan ilmu pedangnya mereka memang memiliki kepandaian yang tidak rendah,
tokh mereka telah terdesak.
Dua kali salah seorang dari
keempat orang itu terluka oleh tabasan golok dari sallah seorang lawannya,
sehingga mengeluarkan suara jeritan dengan tubuh terhuyung.
Ketiga orang kawannya jadi
terkejut dan berusaha untuk melindungi kawan mereka.
Namun belasan lawan mereka
telah memperhebat serangan-serangannya, sehingga angin serangannya
menyambar-nyambar tidak hentinya.
Ong Tiong Yang menyaksikan
keadaan demikian, merasa waktunya telah sampai.
la mengeluarkan suara bentakan
nyaring, tubuhnya melompat ketengah gelanggang dengan gerakan yang ringan, dan
Hudtim (kebutan kependetaannya) digerakan dengan melintang kekiri dan ke kanan,
maka senjata belasan orang tersebut berhasil dibuat terpental. Dan waktu itu
keempat orang yang dikurung itu mempergunakan kesempatan tersebut untuk mengundurkan
diri, mereka menyingkir agak jauh.
Belasan orang pengepung itu
jadi penasaran dan mendongkol melihat seorang imam telah mencampuri urusan
mereka.
Orang yang memegang pedang
pendek itu telah membencak dengan suara yang tawar: „Hidung kerbau, apa maksudmu
mencampuri urusan kami.........?"
Mendengat pertanyaan orang
tersebut yang kasar, Ong Tiong Yang yakin belasan orang tersebut tentunya bukan
manusia baik?
Apalagi ia melihat mereka
tanpa kenal malu mengeroyok keempat orang itu.
„Pinto harap kalian tidak
mendesak keempat orang Siecu itu, jumlah mereka lebih sedikit dari kalian, maka
tidak pantas kalian main keroyok seperti itu tanpa kenal malu. Pinto harap
kalian tidak mendesak lebih jauh !"
Tetapi orang yang bersen jata
pedang pendek itu tertawa mengejek, kemudian katanya : „Hemm......., enak saja
kau berkata, kami mengeroyok mereka karena justru mereka merupakan manusia2
tidak tahu diri yang harus kami ringkus..........!"
„Apa kesalahan mereka ?"
tanya Ong Tiong Yang tawar.
„Mereka merupakan manusia2
kurang ajar yang besar mulut, bahkan telah lima orang kawan kami yang terluka
ditangan mereka, maka itu kami harus dapat membalaskan sakit hati kawan kami
itu !"
„Tetapi kata kalian yang
hendak menuntut balas kepada keempat orang tersebut merupakan cara pengecut
!"
„Akh....... hidung kerbau,
engkau terlalu banyak bicara, cepat nenyingkir.........!"
„Kalau memang Pinto tidak mau
menyingkir.......?" tanya Ong Tiong Yang dengan suara yang sabar.
„Tentu kami tidak akan segan
untuk menurunkan tangan keras kepadamu ......!"
Tetapi Ong Tiong Yang tidak
jeri.
„Pinto kira kalian tidak akan
memiliki kessanggupan untuk merubuhkan Pinto.....!"
„Oh..... pendeta sombong,
engkau jangan bicara tekebur seperti itu .....!" dan sambil berkata
begitu, salah seorang dari belasan orang tersebut, yang bersenjata Poan Koan
Pit melompat melancarkan totokan dengan ujung Poan Koan Pitnya.
Namun Ong Tiong Yang
mengelakkan dengan cepat, dalam waktu sekejab mata saja ia telah berhasil
mengelakkan diri dari lima kali totokan Poan Koan Pit orang tersebut.
Rupanya kawan2 orang tersebut
yang melihat usaha kawan mereka gagal, telah melompat maju dan melancarkan
serangan mengeroyok.
Gerakan mereka memang cepat
dan gesit sekali disamping itu merekapun memiliki kepandaian yang tinggi.
Mereka melompat menggunakan senjatanya masing2 melancarkan serangan kepada Ong
Tiong Yang.
Satelah beberapa jurus
menyaksikan lawannya, Ong Tiong Yang sudah lebih dari ia mengalah.
Ia mengeluarkan suara siulan
sambil katanya kemudian: „Siecu harus ber-hati2.....!" sambil berkata
begitu, Hudtimnya meluncur kearah lawannya.
Dan bulu Hudtimnya yang
dialiri tenaga sinkang jadi kaku dan keras, dipergunakan untuk menotok Iawannya
itu. Dan Tubuh lawannya langsung saja terjungkal. roboh tidak bergerak lagi
......... terbujur kaku karena telah tertotok.
Belasan kawanya jadi terkejut,
belum lagi mereka menyadari apa yang terjadi ....... tiba2 datang serangan dari
Ong Tiong Yang, Hudtimnya ber-gerak2 melancarkan totokan ke sana kemari dengan
cepat. Dalam sekejap mata saja, tujuh orang telah terjungkal dalam keadaan
tertotok.
Sisanya yang enam orang lagi
jadi ngeri dan takut2 waktu menyaksikan bahwa Ong Tiong Yang memang benar2
memiliki kepandaian yang sulit dilawan mereka.
Keadaan demikian membuat keempat
orang yang ditolong Ong Tong Yang jadi berdiri tertegun karena kagum, kemudian
mereka berlutut dan menyatakan terima kasih mereka kepada imam tersebut.
Ong Tiong Yang menanyakan
kepada keempat orang itu, apa sesungguhnya yang terjadi.
Salah seorang dari keempat
orang yang ditolong Ong Tiong Yang berkata, bahwa mereka sesungguhnya hanya
terlibat dalam suatu keslahan pahaman belaka. Justru keempat orang ini dari
keluarga Khut telah salah tangan melukai dua orang dari keluarga Cien dan juga
beberapa orang pengawal mereka. Dengan demikian pihak keluarga Cien telah
mengutus puluhan orang untuk membasmi keluarga mereka.
Keempat orang ini bisa
melarikan diri tetapi tetap dikejar dan bendak dibinasakan, untung saja Ong
Tiong Yang yang menolongi mereka.
Mendengar itu. Ong Tiong Yang
menghela napas, katanya dengan suara mengandung sesal: „Begitulah keadaan
dunia, selalu dendam yang diributkan. Apa keuntungan dari hasil yang diperoleh
karena dikendalikan oleh dendam ?"
„Nah, untuk selanjutnya kalian
berempat pergilah menyingkir kesuatu tempat yang jauh, menghindarkan diri dari
lawan2 kalian, tetapi selanjutnya kalian harus berusaha agar tidak menimbulkan
bentrokan dengan pihak keluarga Cien itu."
Keempat orang tersebut
mengiyakan, dan setelah menanyakan siapa adanya tojin muda yang gagah ini,
merekapun pamitan untuk pergi mencari tempat persembunyian.
Seperginya keempat orang
keluarga Khui itu, Ong Tiong Yang membebaskan belasan orang dari keluarga Cien
itu dari totokannya.
Tojin ini berusaha memberikan pengertian
kepada mereka, dikendalikan dendam bukanlah suatu hal yang baik. Hal itu
berusaha dikupas oleh Tojin muda ini, memberikan pengertian disamping menyadari
orang-orang tersebut. Dan belasan orang itu walaupun penasaran, mereka
mengiyakan, karena mereka tahu percuma jika mereka bersikeras dan melawan Tojin
itu, karena mereka bukan menjadi tandingan Ong Tiong Yang.
Tetapi mereka menanyakan nama
Ong Tiong Yang, kemudian baru berlalu.
---oo0oo---
SEPERGINYA orang2 itu, Ong
Tiong Yang menghela napas panjang, ia menggumam seorang diri :
„Peristiwa-peristiwa seperti inilah yang sering terjadi didalam rimba
persilatan. Hai.........! Untung saja aku memilih jalan untuk mempelajari ilmu
silat, sehingga aku bisa membantu pihak yang lemah. Selama dunia masih berputar
selalu akan terjadi pertempuran antara orang-orang yang bertentangan
paham."
Setelah berpikir begitu, Ong
Tiong Yang menghela napas dalam-dalam.
Dalam keadaan demikian tampak
soseorang tengah berjalan dari arah yang berlawanan dengan Ong Tiong Yang.
Tojin muda tersebut
memperhatikan keadaan orang itu, yang berpakaian sebagai seorang pelajar
berusia diantara lima puluh tahun.
Sambil berjalan pelajar ini
bersenandung tidak hentinya.
Sikapnya masa bodoh terhadap
keadaan disekelilingnya,
Waktu melihat Ong Tiong Yang,
pelajar itu tersenyum dan wajahnya berseri-seri tampaknya ia girang sekali.
„Akhhh........ tojin muda,
kebetulan sekali aku bertemu dengan kau ....!" katanya kemudian dengan
suara yang mengandung kegembiraan.
„Mari......mari .......mari
kita ber-cakap2........!"
Ong Tiong Yang melihat orang
bersikap manis seperti itu, ia juga membalas tersenyum sambil merangkapkan
kedua tangannya, katanya : „Siapakah Siecu, dan bolehkah Pinto mengetehui nama
Siecu yang mulia ?"
„Aku she Kiang dan bernama
Bun, engkau tojin muda, apa gelarmu.....?"
„Aku belum memiliki gelaran,
Pinto she Ong dan bernama Tiong Yang.....! itulah nama yang diberikan oleh
guruku. Sedangkan nama Pinto yang sebenarnya Wang Cie Thio."
„Oh, enkau tampaknya seorang
tojin muda yang jujur dan polos, karena engkau selalu bicara dari hal yang
sebenarnya. Engkau telah memberitahukan kepadaku perihal nama yang diberikan
gurumu, dan juga namamu yang sebenarnya, itupun telah cukup menunjukkan bahwa
engkau merupakan seorang tojin muda yang memiliki jiwa yang jujur.......!"
Ong Tiong Yang tersenyum
sambil merangkapkan sepasang tangannya, ia telah merendah.
Tetapi pelajar itu tertawa
sambil mengawasi Ong Tiong Yang, katanya : „Dengarlah tojin muda, kita baru
saja bertemu. Sekarang kutanyakan kepadamu, maukah engkau bersahabat denganku
?"
Ong Tiong Yang mengawasi Kiang
Bun sejenak, akhirnya pendeta muda ini me nyahuti: „Mengapa tidak? Pinto selalu
hendak bersahabat dengan semua orang, dan jika memang siecu hendak mengajak
Pinto bicara dari niat yang baik, tentu Pinto tidak keberatan.......!"
„Baiklah Ong Cinjin, sekarang
ini kita melanjutkan perjalanan ber-sama2. Kemanakah tujuan Ong Cinjin?"
tanya Kiang Bun lagi.
„Belum tahu, Pinto tidak
memiliki tempat tujuan, karena Pinto mengembara kemana saja sebawanya kedua
kaki Pinto ini,,,,,,,!"
„Bagus....., dengan melakukan
perjalanan bersama, tosu menggembirakan sekali, karena kita memiliki kawan
biecara bukan?" tanya Kiang Bun lagi.
Ongr Tiong Yang menganggukkan
kepalanya kemudian katanya dengan suara yang sabar: „Didalam persoalan
bersahabat, memang siecu tentu berhak untuk menentukan siapa-siapa yang berbak
menjadi kawan siecu.......''
„Hemm......, engkau pandai
bicara, Ong Cinjin! kata King Bun tertawa.
„Baiklah, aku ingin menuju
kekota Sun-ciang, dan engkau mau turut denganku atau tidak?"
Ong Tiong Yang mengangguk.
la tertarik sekali pada
pelajar ini, karena dilihatnya bahwa Kiang Bun seperti bukan pelajar biasa.
Dari matanya yang bersinar tajam menunjukkan bahwa pelajar ini selain tentunya
menguasai ilmu surat, juga pasti memiliki tenaga sinkang yang kuat.
Waktu itu hari mulai mendekati
siang dan kedua orang ini melakukan perjalanan bersama, Ong Tiong Yang hanya
ikut saja kemana Kiang Bun akan pergi, karena memang kebetulan Ong Tiang Yang
tidak memiliki arah tujuan yang tetap, dan ia tidak mengetahui harus pergi
kemana. Maka dengan melakukan perjalanan bersama Kiang Bun bukankah merupakan
halt yang menggembirakan, karena bisa memiliki seorang kawan bicara, sehingga
dalam perjalanan ini tidak menimbuikan kesepian?
Kiang Bun ternyata seorang
pelajar yang memiliki pengetahuan sangat luas.
la selalu bicara dari hal2
yang menarik.
Tetapi apa yang dibicakannya
itu selluruhnya bukan urusan dunia persilatan, yang sama sekali tidak pernah disentuhnya.
Kiang Bun hanya bicara dari
soal ilmu surat dan keadaan masyarakat pada saat itu.
Namun Ong Tiong Yang memang
memiliki hati yang welas asih, justru cerita Kiang Bun mengenai keadaan di
masyarakat menyenangkan hatinya.
Maka ia menimpali percakapan
itu dengan gembira.
Sedangkan Kiang Bun ternyata
senang sekali bicara, mulutnya tidak pernah bezhenti bicara.
Setelah melakukari perjalanah
sekian lama, dan hari hampir menjelang sore, mereka tiba dikota Sun Ciang,
sebuah kota yang tidak begitu besar.
Kiang Bun mengajak Ong Tiong
Yang singgah disebuah rumah makan, mereka mengisi perut.
Ong Tiong Yang memesan makanan
yang tidak berjiwa.
Mereka masih berakap-cakap
juga dengan asyik, tarttmpaknya mereka merasa cocok satu dengan yang lainnya.
Kiang Bun juga menceritakan
perihal dirinya, dimana ia mengatakan bahwa ia berasal dari Souwciu, dan telah
mengembara selama puluhan tahun, karena Kiang Bun memang seorang yang tidak
senang berdiam terus menerus disebuah tempat.
„Dengan mengembara, kita bisa
memperoleh banyak pengalaman", kata Kiang Bun sambil tersenyum, Ong Tiong
Yang mengangguk. Selama itu Kiang Bun tidak pernah bicara sepatah perkataanpun
juga mengenai ilmu silat, hal ini memang membuat Ong Tiong Yang jadi heran dan
ber-tanya2 dalam hatinya.
la yakin bahwa Kiang Bun tentu
memiliki kepandaian yang tinggi untuk ilmu silat, disamping sinkangnya yang
tentunya telah mencapai tingkat yang cukup sempurna, karena sinar matanya yang
bersinar tajam sekali.
Akhirnya Ong Tiong Yang tidak
bisa menahan perasaan ingin tahunya, ia telah berkata dengan hati2:
„Sesungguhnya Kiang Siecu, apa kah menurut pendapat Kiang Siecu seseorang itu
penting dan berguna jika belajar ilmu silat ?"
Kiang Bun berhenti tertawa, ia
mengawasi Ong Tiong Yang, lama sejenak kemudian baru -menyahut : „Apa maksud
pertanyaan Ong Cinjin?"
„Sesungguhnya Pinto tertarik
sekali pada ilmu silat, tetapi Pinto belum mengetahui apakah ilmu silat
memiliki manfaat yang lebih besar jika kita mempelajarinya.......itulah yang
telah membuat Pinto selalu ber-tanya2 pada diri sendiri dan belum lagi memenuhi
jawabannya......!"
„Hemmm.....!" Kiang Bun
mendengus perlahan, wajahnya yang semula ber-seri2 telah berobah jadi agak
muram. la menunduk dalam2 ke mudian baru berkata dengan suara yang perlahan:
„Menurut pendapatku ilmu silat
hanya mempersulit diri orang yang bersangkutan, semakin tinggi kepandaian
silatnya, tentu semakin sulit lagi ia menempatkan diri
dimasyarakat......."
„Mengapa begitu, Kiang
Siecu?" tanya Ong Tiong Yang.
Kiang Bun telah menghela napas
lagi, katanya dengan suara yang mengandung hati-hati: „Sesungguhnya Ong Cinjin,
seseorang yang kebetulan telah terlanjur mempelajari ilmu silat, teiitu akan
membuat dirinya memikul tugas yang tidak ringan, yaitu tugas untuk membela yang
lemah, demi peri kemanusiaan.
Coba Ong Cinjin bayangkaa,
jika Ong Cinjin mengerti iilmu silat, Ialu kebetulan menyaksikan suatu
peristiwa yang tidak adil, apakah Ong Cinjin bisa berdiam diri saja?''
Ong Tiong Yang juga merasa
perkataan Kiang Bun ada benarnya, ia mengangguk.
„Benar...... tentu dengan
memiliki kepandaian silat, dan dengan jiwa yang bersih dan tulus, tidak bisa
kita saksikan kebathilan merajalela!"
„Itulah mengapa aku mengatakan
jika seseorang rnempelajari ilmu silat akan membuat ke udukannya sulit didalam
masyarakat... !"
„Hemm...., tetapi tidak
semuanya, tentunya orang yang mengalami kesulitan seperti itu, ka ena tentu ada
orang yang memang ber-cita2 buat melaksanakan cita2l uhur membela orang2 yang
lemah dari tindasan sikuat yang jahat, maka mati2an ia mempelajari ilmu
silat........!"
„Itu bagi orang yang memiliki
jiwa yang baik dan hati yang bersih, tetapi jika seseorang yang memiliki jiwa
jahat dan hati yang kotor apa yang terjadi? Bukankah kepandaian silat itu
dipergunakannya untuk melakukan kejahatan?"
Ong Tiong Yang kembali
mengangguk, katanya dengan sabar: „Manusia2 seperti itulah yang memang harus
disingkirkan........!"
„Tetapi untuk membatasi siapa
yang harus noempelajari ilmu silat. dan siapa yang tidak bi sa mempelajafinya
karena memiliki' jiwa yang jahat, hal ini cukup aulit...!"
„Mengapa begitu Kiang Siecu?
tanya Ong Tiong Yang tertarik.
„Karena banyak seseorang yang
mempelajari ilmu silat sejak kecil. Waktu itu ia memperlihatkan kelakuan dan
jiwa yang baik. Namun setelah ia dewasa dan memiliki kepandaian yang cukup
tinggi, tiba2 muncul sifatnya yang tamak dan sombong, ia mempergunakan
kepandaian ilmu silatnya itu untuk melakukan kejahatan.
„Jika terjadi hal itu, apa
yang hendak dikata. Terlebih lagi jika orang tersebut juga mati-matian untuk
dapat mempelajari semua ilmu silat agar mencapai tingkat yang tertingi, dan
juga ber-cita2 untuk menjagoi rimba persilatan." dengan mengandalkan
kepandaiannya, bukankah orang seperti itu membahayakari keselamat orang banyak
?"
Ong Tiong Yang mengangguk
sambil mcnghela napas.
„Sayangnya sulit sekali untuk
membatasi orang2 seperti itu, karena sulit membedakan yang baik dan jahat,
terlebih lagi banyak alasan2 tertentu yang meliputi diri orang seperti itu
untuk mempelajari ilmu silat.......!"
„Maka dari itu, sebagai
imbalannya, .diperlukan sekali orang yang berjiwa putih bersih dan luhur untuk
dididik agar memiliki kepandaian yang tinggi, agar bisa mengimbangi kepandaian
orang2 yang busuk itu ........!"
Ong Tiong Yang membenarkan
lagi.
Begitulah, mereka ber-cakap2
dengan asyik, karena keduanya sangat cocok satu dengan yang lainnya.
Disaat itu dari luar rumah
makan telah melangkah masuk seseorang.
Ong Tiong Yang dan Kiang Bun
menoleh, waktu melihat orang tersebut, Kiang Bun berobah wajahnya.
„Dia.... dia merupakan
dedengkot iblis, kita harus berusaha mengelakkan bentrokan dengan orang itu
!" kata Kiang Bun dengan suara yang berbisik dan menundukkan kepalanya
dalam-dalam.
---oo0oo---