BAGIAN 39: SI WAJAH EMPAT ARWAH BIAN KIE LIANG
ONG TIONG YANG jadi tertarik,
ia memperhatikan orang baru masuk itu, ialah seorang lelaki yang berpakaian
seenaknya dan tidak teratur, rambutnya walaupun dikonde, namun banyak anak
rambutnya yang terurai.
Usia orang mungkin telah
mencapai enam puluh tahun, tubuhnya kurus dan mukanya cekung dengan mata yang
dalam dan bola mata yang bersinar tajam.
Waktu melangkah masuk orang
ini tidak memperhatikan keadaan disekelilingnya, dengan seenaknya ia duduk di
sebuah kursi dan menepuk meja cukup keras:
„Mana pelayan....?"
tegurnya dengan suaro yang nyaring.
Seorang pelayan cepat-cepat
menghampiri untuk menanyakan pesanan orang tersebut, oramg itu memesan lima
kati daging dan dua kati arak.
Kemudian sambil menantikan
datangnya makanan yang dipesannya, orang tersebut telah ber-nyanyi2 perlahan,
sikapnya memang seperti seenaknya dan tidak memandang sebelah mata pada
sekelilingnya, tidak mengambil perhatian pada orang2 yang berada didalam ruang
rumah makan tersebut.
Disamping itu juga tidak
mengacuhkan keadaan tamu-tamu lainnya.
la seperti berada hanya
seorang diri ditempat tersebut.
Ong Tiong Yang yang diam2
memperhatikan keadaan orang tersebut, dan Ong Tiong Yang memperoleh kesan tidak
begitu menggembirakan, karena tampaknya orang tersebut memiliki sikap yang
ugal-ugalan.
Sambil menundukkan kepala dan
dengan suara yang perlahan, Ong Tiang Yang bertanya kepada Kiang Bun: „Siapa
orang itu?"
Kiang Bun tetap diam dengan
menunduk dalam, karena dia seperti tidak ingin dilihat oleh orang tersebut.
„Dia she Bian bernama Kie
Liang, kata Kiang Bun dengan suara yang perlahan. Dan sifatnya sangat jahat
sekali, aneh dan ugal2an. Tindakannya selalu sekehendak hatinya, jika ia tengah
senang, ia tidak membinasakan orang, tetapi jika ia tengah marah dan
mendongkol, dia akan membinasakan siapa saja tanpa memperdulikan siapa orang
itu. Dia merupakan dedengkot iblis yang menguasai propinsi Hunan, kepandaiannya
memang tinggi sekali dan sulit dicari tandingannya."
„Hemm...., jika memang
demikian dia bukan manusia baik2," kata Ong Tiong Yang,
„Tepat .. , ia memang bukan
manusia baik2 tidak ada urusan kejahatan yang tidak dilakukannyaa bahkan orang2
dari jalan hitampun merasa jeri untuk bertemu dia......!"
„Apakah kepandaiannya memang demikian
tinggi sehingga tidak ada orang yang bisa menadinginya......?", tanya Ong
Tiong Yang.
„Itulah yang menjadi keheranan
buatku, karena beberapa tokoh sakti dari rimba persilatan, seperti beberapa
orang Cianpwe, dari Siauw Lim dan Bu Tong, pernah mengeroyok dan bertempur
dengannya namun iblis ini bisa mololoskan diri dan tidak berhasil
dirubuhkan........"
Dia bergelar sebagai Sie Hun
Bian atau Wajah Empat Arwah.
Maka kepandaiannya memang
seperti juga merupakan dari kepandaian empat orang tokoh sakti, seperti yang
dibuktikannya walaupun dikeroyok beberapa orang Cianpwe dari Siauw Lim Sie dan
Bu Tong, ia tidak berhasil dirubuhkan......!"
„Jika memang demikian halnya,
tentu ia malang-melintang tanpa memperoleh tandingan selama ini... !' kata Ong
Tiang Yang...... !"
Kiang Bun menganguk lagi.
„Benar.... dan selama itu pula
ia tidak pernah memandang sebelah mata pada orang2 rimba persilatan, sikap
maupun perbuatannya selalu seenak hatinya saja, ia tak perdulikan apakah
perbuatannya akan disenangi atau dibenci orang tetapi jika ia merasa senang
tentu akan dilakukannya segala apapun juga..........!"
„Ilmu dan kepandaian apa yang
paling diandalkannya....?" tanya Ong Tiong Yang yang tertarik ingin
mengetahui perihal diri Sie Hun Bian.
„Telapak tangannya yang
mengandung maut, setiap kali telapak tangannya itu digerakkan, tentu lawannya
bisa terluka parah arau terbinasa....... selama ini kesaktian telapak tangannya
itu memang belum memperoleh tandingan!",
„Hemm..., sekarang ia berada
disini tentu ingin melakukan sesuatu, bukan ?" tanya Ong Tiong Yang.
„Mungkin, karena biasanya ia
jarang meninggalkan tempatnya dihutan.........?"
Baru saja Kiang Bun berkata
begitu, disaat itulah tampak pelayan telah menghantarkan pesanan Sie Hun Bian.
Pelayan itu meletakkan pesanan
tersebut diatas meja.
Kiang Bun berkata dengan suara
yang perlahan: „Ia memang sangat kuat minum arak dan makan daging bakar."
dan Kiang Bun mengangkat kepalanya.
Cepat sekali ia menundukkan
kepalanya kembali.
Waktu itu tampak Sie Hun Bian berkata
dengan suara yang parau kepada sipela yan: „Apakah engkau telah menimbangnya
dengan benar bahwa berat daging ini lima kati?"
Pelayan itu tercengang
sejenak, tetapi kemudian ia tersinggung.
„Kami telah membuka rumah
makan ini puluhan tahun lamanya, dan selama itu kami memiliki nama yang baik.
Untuk apa kami mencatuti timbangan daging ini, bukankah kelak jika kami
menyebutkan harganya Toaya akan membayarnya?"
Muka Sie Hun Bian jadi
berobah, dia menaguwasi dengan bola mata yung merah kepada sipelayan.
„Aku hanya bertanya saja,
mengapa engkau jadi tersinggung begitu? bentaknya galak.
„Aku hanya menjelaskan kepada
Toaya bahwa pesanan Toaya memang telah kami timbang dengan benar" kata
sipelayan kemudian.
Tetapi Sie Hun Bian jadi tidak
senang, ia telah memandang sekian lama pada pelayan itu tanpa mengucapkan
sepatah katanpun juga. Tetapi waktu sipelayan hendak berlalu karena merasa
tidak enak hati didiami begitu saja oleh Sie Hun Bian, mendadak Bian Kie Liang
telah berkata dengan dingin: „Diam ditempatmu, jangan pergi dulu.... !"
Pelayan itu jadi merandek,
kemudian ia tertawa sinis sambil katanya : „Aku tidak bisa melayani Toaya terus
menerus, karena masih banyak yang harus kukerjakan dibelakang.... !"
Dan pelayan itu telah memutar
tubuhnya untuk melangkah pergi.
Sie Hun Bian mengeluarkan
suara dengusan yang dingin.
Tahu2 ia telah menggerakkan
tangan kanannya, tanpa menyentuh pelayan itu ia berhasil menghentak rubuh
pelayan tersebut yang terbanting diatas lantai.
Keruan saja pelaysan tersebut
jadi mengeluarkan suara teriakan kesakitan.
Dengan penuh kemarahan pelayan
itu merangkak bangun.
Saat itu Sie Hun Bian telah
berkata dengan stuara dingin: „Jika engkau bersikap kurang ajar lagi, akan
kuambil jiwamu........!"
Dan Sie Hun Bian mulai memakan
dagingnya, sambil sekali2 meneguk araknya.
Pelayan itu jadi berdiri
dengan sikap serba salah.
la memang marah didalam hati,
tetapi tidak berani memperlihatkan kemarahannya itu karena mengetahui bahwa
tamunya ini galak sekali. Untuk berdiri terus ditempatnya itu membuat sipelayan
jadi tidak enak hati, karena ia mendongkol sekali dan memang tidak biasanya
melayani terus menerus pada seorang tamu.
Banyak sekali pekerjaan yang
harus dikerjakannya.
Tetapi untuk berjalan
meninggalkan meja itu, ia kuatir dirinya akan dibanting pula oleh tamunya yang
galak tersebut.
Waktu itu tampak Sie Hun Bian
telah tertawa tawar, sambil mengunyah daging, ia telah berkata : Engkau masih
tersinggung ?"
Pelayan itu tersenyum pahit.
„Tidak !" katanya sambil
menggelengkan kepala dengan sikap serba salah.
„Hemmm......., bagus.......!
Jika memang engkau tidak merasa tersinggung lagi, sekarang engkau httarus
menuruti perintahku !"
Pelayar itu diam saja,
mengiyakan dan juga tidak membantah.
„Minumlah arak
ini........!" kata Sie Hun Bian sambil,mendororg guci araknya.
„Toaya.....aku....
aku....!" pelayan itu benar benar jadi serba salah.
„Minum kataku.... atau engkau
hendak kubanting lagi ?"
Muka pelayan itu jadi berobah.
„Ini. . . ini mana boleh...
aku hanya pela yan disini... !"
„Tetapi aku yang perintahkan
engkau meminum arak tersebut !"
„Tetapi Toaya. . ."
Namun belum lagi habis suara
pelayan itu, justru tangan Sie Hun Bian telah, bergerak dan ...... Buk.
..!" tubuh pelayan itu terbanting lagi keras, walaupun Sie Hun Bian
menggerakkan tangannya itu tanpa mengenai tubuh sipelayan, namun ia berhasil
membanting pelayan itu dengan mengandalkan tenaga sinkangnya.
Keadaan demikian telah membuat
pelayan itu tambah kesakitan.
Sambil merangkak bangun
pelayan itu telah memaki-maki, karena ia-sudah tak bisa menahan kemendongkolan
hatinya lagi.
Sie Hun Bian berkata dengan
suara yang tawar: „Engkau berani memakiku'?" tanyanya dengan mata yang
mendelik lebar-lebar.
Pelayan itu tetap memaki,
bahkan ia bilang : „Hemmm......, engkau seenaknya saja mem-banting2 diriku.
memangnya aku digaji olehmu ......?. Aku hanya bertugas melayani tamu, bukan
untuk dijadikan barang bantingan.
Muka Sie Hun Bian jadi
berubah, ia menggerakkan tangan kirinya, mengebut dengan gerakan yang
seenaknya.
Tetapi akibat tenaga kebutan
tangannya itu justru tubuh pelayan tersebut terbanting lagi sehingga hidungnya
menghantam lantai dan darah juga mengucur deras dari hidungnya, giginya rontok
satu, mulutnya jadi tebal njembengkak akibat membentur lantai.
Keruan pelayan itu jadi kalap
dan memaki kalangan kabut, tampaknya Sie Hun Bian tidak perduli, ia tertawa
mengejek sambil mengunyah daging bakarnya lagi.
„Jika engkau masih memaki
tidak keruan aku akan menyiksa engkau lebih berat lagi.........!" kata Sie
Hun Bian dengan suara mengancam.
Pelayan tersebut sebetulnya
bendak memaki terus, teapi waktu itu telah datang kasir rumah makan tersebut,
yang membungkuk memberi hormat sambil perintahkan pelayan agar pergi masuk
kedalam.
„Maafkan kekurang ajaran
pelayan kami tuan!" kata kasir itu.
„Memandang mukaku, kiranya
tuan mau memaafkan kekurang ajarannya itu......!"
Sie Hun Bian memang memiliki
adat yang aneh, bukannya jadi senang, justru dia jadi tersinggung, karena
melihat pelayan itu diperintahkan masuk oleh sikasir rumah makan itu.
Dengan menggerakkan tangan
kanannya, tubuh kasir itu dipukul terpental ketengah udara.
Perbuatan Sie Hun Bian memang
keterlaluan dan Ong Tiong Yang tidak bisa berdiam diri terus.
Ketika melihat tubuh kasir
rumah makan itu meluncur akan terbanting, Ong Tiong Yang melompat bangun dari
duduknya. la menggerakkan hudtimnya mengibas, dan tenaga luncuran dari tubuh si
kasir lenyap.
Dengan mempergunakan tangan
kirinya, Ong Tiong Yang mencekal baju kasir itu, dan menurunkan ke lantai
sehingga kasir itu tidak sampai terbanting.
Muka Sie Hun Bian jadi berobah
waktu melihat seorang tojin muda mencampuri urusan nya, tetapi kemudian ia
memperdengarkan suara tertawa dinginnya dan melan jutkan makan daging bakarnya.
Ong Tiong Yang setelah
menolongi kasir rumah makan, duduk kembali ditempatnya seperti juga tidak
terjadi sesuatu apapun juga.
Kasir rumah makan itu berdiri
dengan kaki yang gemetar keras dan wajah yang pucat, karena tadi dia nyaris
terbanting dilantai dengan keras kalau saja tidak ditolong oleh Ong Tiong Yang.
---oo0oo---
SAMBIL mengunyah daging
bakarnya Sie Hun Bian menggumam perlahan : „Sungguh berani......, sungguh
berani.........luar biasa sungguh berani sekali...........!"
Menggumam sampai disitu,
tahu-tahu potongan daging yang berada dimulutnya telah di semburkannya dengan
keras, dan potongan-potongan daging itu menyambar kepunggung Ong Tiong Yang
deras sekali.
Rupanya pada potongan daging
tersebut disertai oleh dorongan tenaga sinkang yang kuat, berkesiuran keras
menyambar kejaIan darah dipunggung Ong Tiong Yang.
Ong Tiong Yang yang mendengar
suara samberan angin dari potongan-potongan daging itu, tidak bangkit dari
duduknya, ia tidak berusaha berkelit, hanya mempergunakan hudtimnya mengebut
kebelakang, sehingga beberapa potongan daging itu berhasil disampoknya jatuh
kelantai.
Namun Ong Tiong Yang kaget
sendirinya, karena ia merasakan telapak tangannya pedih sekali ketika hudtimnya
itu memukul jatuh potongan2 daging tersebut.
Hal itu membuktikan bahwa
tenaga Iwekang Sie Hun Bian memang tinggi, dan membuat Ong Tiang Yang harus
bersikap lebib hati2.
Kiang Bun yang melihat cara
Ong Tiong Yang meruntuhkan serangan potongan daging yang dilancarkan Sie Hun
Bian jadi kaget sendirinya.
Dengan kepala yang masih
tertunduk dalam2 Kiang Bun telah berkata perlahan: „Ah......, rupanya Ong
Cinjin memiliki kepandaian yang tinggi. Aku situa yang memiliki mata lamur tak
bisa melihat tingginya gunung Taisan.......!"
Ong Tiong Yang hanya
tersenyum, sedangkan Sie Hun Bian yang penasaran karena serangan potongan
daging yang dilancarkannya berhasil diruntuhkan oleh Ong Tiong Yang, duduk
tertegun sejenak, kemudian ia berkata dengan suara yang cukup nyaring: „Hemm,
dengan demikian kepandaian yang tidak berarti seperti itu engkau hendak
bertingkah dihadapan Sie Hun Bian.
Lalu dengan gerakan yang
seenaknya tampak Sie Hun Bian melontarkan patahan sumpit itu keras dan kuat,
dimana kedua sumpit menyambar lagi kepada Ong Tiong Yang.
Hanya sekarang samberan sumpit
itu berbeda dengan samberan potongan daging, selain lebih kuat, juga tempat
yang dijadikan sasaran merupakan bagian kepala dan pinggang.
Ong Tiong Yang tahu, ia tidak
boleh berlaku ayal, karena jika terlambat sedikit saja salah satu dari patahan
batang sumpit itu mengenai sasaran, niscaya ia bisa menderita luka yang tidak
ringan.
Tanpa menanti serangan tiba,
Ong Tiong Yang berdiri dari duduknya, tubuhnya dimiringkan tahu2 hudtimnya
telah digerakkan memukul bergantian pada kedua batang potongan sumpit itu,
sehingga potongan sumpit itu telah terjatuh kelantai kembali.
Menyaksikan ini, Sie Hun Bian
kian meluap darahnya, ia telah memukul meja dengan keras, sampai piring dan
mangkok araknya terpental keatas.
„To jin bau........ engkau
benar2 hendak menantangku, heh ?" teriaknya dengan suara yang dingin,
namun dalam suara bentakannya itu terdapat nafsu membunuh yang mengerikan
sekali.
Ong Tiong Yang tersenyum
sabar, la menghampiri Sie Hun Bian, kemudian merangkapkan kedua tangannya
menjura memberi hormat.
„Maafkan, bukan se-kali2 Pinto
hendak, mencari urusan dengan tuan.... tetapi tadi tindakan tuan keterlaluan
dalam mencelakai kasir dan pelayan rumah makan ini, maka terpaksa Pinto tidak
bisa berdiam diri.......!"
Sie Hun Bian tertawa dingin,
ia berkata tawar: „Hemm....., engkau rupanya memang merasa angkuh dengan
kepandaian yang engkau mililiki itu....., apakah engkau menduga bahwa
kepandaian mu itu sudah tidak ada tandingannya lagi? Baiklah, aku hari ini jika
tidak bisa memperlihatkan kepadamu, bahwa Sie Hun Bian bukanlah orang yang
mudah dipermainkan, untuk selanjutnya percuma aku malang melintang didalam
rimba persilatan......!"
Setelah berkata begitu, Sie
Hun Bian bangkit berdiri, ia memandang tajam kepada Ong Tiong Yang.
Melihat keadaan sudah demikian
rupa, Ong Tiong Yang juga ber-siap2 penuh kewaspadaan karena ia tahu jika
sampai dirinya lengab. nis caya ia bisa terluka ditangan Sie Hun Ban yang
memang selalu turun tangan tanpa mengenal kasihan.
„Tuan jangan terlalu mengumbar
kemarahan, karena itu tidak baik untuk tuan sendiri, kata Ong Tiong Yang sabar.
„Hemm......., engkau tidak
perlu menasehatiku, kerbau busuk...!" bentak Sie Hun Bian kian meluap
darahnya.
la sebagai tokoh yang terkenal
dari kalangan penjahat, yang setiap tingkah lakunya seenak hati dan belum
pernah ada orang yang bisa melarang dan mengekangnya, justru sekarang ini ia
hendak diberi nasehat oleh seorang tojin muda seperti Ong Tiong Yang, membuat
ia jadi murka sekali.
„Engkau memang perlu
dihajar.......!" kata Sie Hun Bian yang sudah tidak bisa menahan kemarahan
hatinya. la juga bukan hanya berkata saja, karena tangan kanannya telah
digerakkan denaan jurus: „Menutup dengan terali besi", tampak kelima jari
tangannya itu terpentang lebar-lebar, ia berusaha menutup kepala Ong Tiong Yang
dengan kelima jari tangannya.
Sesuai dengan nama jurus itu,
yaitu „Menutup dengan terali besi", maka kelima jari tangan Sie Hun Bian
seperti juga terali2 besi yang akan menutupi kepala Ong Tiong Yang.
Yang luar biasa adalah tenaga
menutup dari telapak tangan Sie Hun Bian, karena telapak tangannya itu
menyambar kuat sekali dan kelima jari tangannya itu kaku dun keras telah
dialiri oleh tenaga lwekang, jika sampai mengenai sasaran, niscaya akan membuat
kepala Ong Tiong Yang remuk.
Ong Tiong Yang tidak jeri,
karena ia memang telah mempelajari ilmu dari aliran lurus, dimana ketiga orang
gurunya memberi pelajaran ilmu yang bersih dan lurus padanya, berbeda dengan
ilmunya Sie Hun Bian yang agak sesat tersebut.
Ketika melihat telapak tangan
Sie Hun Bian hampir mengenai kepalanya, tampak Ong Tiong Yang mengelak
kesamping kanan, tetapi ia tidak berkelit begitu saja, hudtim ditangannya telah
dikebutkannya, tangkisan yang dilakukannya itu membuat tangan Sie Hun Bian jadi
tergetar keras disaat bulu2 hudtim Ong Tiong Yang membentur tangannya dan berusaha
melibatnya.
Keadaan demikian meinbuat Sie
Hun Bian tambah marah, iatelah memusatkan tenaga lwekangnya lebih kuat pada
kelima jari tangannya, sama sekali ia tidak berusaha menarik tangannya, hanya
diteruskan untuk .mefrncengkeram bahu Ong Tiong Yang.
Bian Kie Liang yang bergelar
Sie Hun Bian itu memang-benar2 merupakan seorang tokobh sakti yang memiliki
kepandaian tinggi sekali, karena disamping ia memiliki kepandaian yang aneh,
juga kekuatan tenaga dalam yang dimiliki nya sudah mencapai taraf yang tinggi,
Ong Tiong Yang sendiri merasakan betapa telapak tangannya jadi sakit, dan ia
juga merasakan hudtimnya seperti akan tertarik kena direbut oleh lawannya.
Hal ini membuat Ong Tiong Yang
harus mengerahkan seluruh tenaga lwekangnya, dimana tenaga murninya itu
disalurkan untuk melindungi Hudtimnya, agar tidak sampai direbut oleh lawannya
yang mempunyai tenaga dalam yang kuat dan jurus ilmu silat yang aneh.
Kiang Bun melihat partempuran
yang tengah berlangsung antara Ong Tiong Yang dan Bian Kie Liang jadi memandang
dengan mata terpentang lebar2, ia mengawasi deagan penuh perhatian.
Disaat itu Ong Tiong Yang
merasakan jari tangan lawannya hanya terpisah beberapa dim saja dari bahunya,
dan jika saja jari2 tangan Sie Hun Bian berhasil mencengkeram pundaknya, niscaya
akan membuat tulang pie-pee nya terancam kerusakan yang cukup parah.
Harus diketahui kalau sampai
tulang pie-pee seseorang hancur atau remuk, ilmu silat orang yang bersangkutan
akan punah, tenaga pada pergelangan tangannya, berarti tangannya akan menjadi
lumpuh.
Hal ini membuat Ong Tiong Yang
tidak berayal, ia telah menekuk kedua kakinya, se hingga tubuhnya jadi rendah
kebawah, kemudian sambil mengenalkan suara seruan perlahan Ong Tiong Yang
menggerakkan Hudtimnya mengghantam kearah perut Sie Hun Bian.
Kalau sampai ujung hudtim dari
Ong Tiong Yang mengenai perutnya, niscaya akan membuat perut dari Sie Hun Bian
terluka berat dan berarti juga tenaga dalamnya akan tergempur.
Karena itu, Sie Hun Bian tidak
berani berlaku ayal, dia menarik pulang tangannya membatalkan cengkeramannya,
dan kemudian menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melompat kebelakang. Dengan
cara demikian ia berhasil mengelakkan diri dan berkelit dari serangan yang
dilancarkan oleh Ong Tiong Yang.
Kiang Bun yang menyaksikan
jalannya pertempuran kedua orang tersebut demikian rupa jadi kagum sekali.
Semuanya terjadi begitu cepat, dan seperti tidak terjadi suatu perkelahian
antara Ong Tiong Yang dan Sie Hun Bian, mereka sepertt juga saling memberi
hormat.
Jika memang orang yang tidak
mengerti ilmu silat, tentu tidak mengetahui bahwa dalam beberapa detik itu dua
orang jago telah mengeluarkan kepandaian masing2 yang hebat, yang membuat salah
seorang diantara mereka bisa terbinasa.
Keadaan seperti ini benar2
membuat Kiang Hun jadi duduk bengong, karena ia yakin kepan daian yang
dimilikinya tidak sehebat itu.
Diam2 ia merasa malu tadi
telah terlalu ba nyak bicara pada Ong Tiong Yang, dimana Ong Tiong Yang membawa
sikap seperti juga tidak m.-ngerci ilmu silat.
Sie Hun Bian tertawa dingin,
ia berkata ta war: „Apakah kita akan meneruskan pertempu 'ran kita?"
tanyanya.
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Tetapi semua itu bukan atas
kehendakku, justru Siecu yang telah melancarkan serangan beberapa kali kepada
Pinto... memang bukan se-kali2 Pinto hendak bertempur denganmu. .. hanya Pinto
mengharapkan agar Siecu dilain waktu tidak selalu cepat marah seperti itu dan
menurunkan tangan kejam kepada seseorang yang tidak berdaya......!"
Muka Sie Hun Bian jadi berobah
merah, ia marah tetapi ia tidak bisa melampiaskan kemarahannya itu, karena ia
mengetahui bahwa pen deta yang ada dihadapannya ini merupakan la. wan yang
tidak ringan. Maka dari itu, Sie Hun Bian yang bernama pian Kia Liang tersebut
me nahan kemarahannya, ia memaksakan diri untuk tersenyum, katanya: „Cinjin
sebenarnya murid dari pintu perguruan mana ?"
Ong Tiong Yang kerutkan
alisnya sejenak, kemudian sambil tertawa ia menyahuti : „Pinto kira hal itu
kurang begitu penting buat siecu!"
„Mengapa kurang penting?
Bukankah jika memang Cinjin murid dari salah seorang sahabatku; urusan kita
akan bisa diselesaikan sampai disini saja.......?"
„Jadi jika Pinto ini murid
dari orang yang tidak dikenal oleh siecu, apakah Pinto tidak akan diberi ampun
olehmu ?" .
Ditanya begitu Sie Hun Bian
tersenyum ngejek.
„Baiklah, jika memang engkau
tidak bersedia menyebutkan siapa gurumu, sekarang jawablah pertanyaanku yang
satu ini. Apakah Cinjin memang sengaja, hendak memusuhi diriku?"
„Mana berani aku memusuhi diri
Siecu, bukankah kita tidak pernah saling berkenalan "
„Hem......., lalu kenapa
Cinjin campuri urusanku!"
„Semua itu hanya disebabkan
keadilan belaka, dimana Pinto tidak bisa menyaksikan perbuatan yang se-wenang2
dilakukan terhadap orang yang tak berdaya... l"
„Tetapi pelayan itu tadi telah
berlaku kurang ajar kepadaku, bukankah pantas jika aku menghajarnya?"
tanya Sie Hun Bian yang naik darah lagi.
Tetapi justru Ong Tiong Yang,
berkata dengan suara yang sabar :
„Cara untuk menegur pelayan hu
bukan dengan hajaran, tatapi cukup dengan memberitahukan saja......kukira
dengan diberitahukan saja ia akan mengerti.......!"
Sie Hun Bian mendengus, ia
jadi serba salah.
Tetapi disamping tengah,
mempertimbangkan kekuatan dan kepandaian Tojin muda ini, juga ia tengah
memikirkan apakah akan diteruskannya untuk melancarkan serangan kepada Ong
Tiong Yang, atau memang urusan itu dihabisi sampai disitu saja ?
Ong Tiong Yang merangkapkan
sepasang tangannya, ia berkata ramah : „Nah, kukira cukup, pinto hendak kembali
kemeja pinto....... !"
Dan tanpa menantikan jawaban
dari Sie Hun Bian, tampak Ong Tiong Yang ,telah memutar tubuhnya, ia kembali
kemeja Kiang Bun,
Waktu itu Kiang Bun berkata
sambil memperlihatkan jari tangannya : „Hebat kau Totiang........kepandaianmu
luar biasa.... !"
Tetapi Ong Tiong Yang tersenyum
lebar, ia bilang dengan suara yang merendah : „Itu hanya kepandaian biasa saja,
ilmu mengebut lalat....!"
Justru kata2 Ong Tiong Yang
yang merendah diri itu telah didengar oleh Sin Hun Bian, membuat marah Bian Kie
Liang jadi meluap lagi, tahu2 ia memukul meja dengan keras.
„Brakkk........!" meja
itu telah dipukulnya kuat sekati.
„Hidung kerbau kurang
ajar......!" bentaknya.
„Mari kita bertempur seribu
jurus lagi... .!" Dia menantang sambil berdiri.
Ong Tiong Yang jadi menoleh
dan katanya derngan tawar: „Mengapa harus berangasan seperti itu Siecu?"
„Engkau menganggap diriku
sebagai lalat? Hayo buktikan, apakah aku seekor lalat yang begitu mudah dikebut
oleh hudtimmu......!"
Ong Tiong Yang baru tersadar,
bahwa perkataannya itu justru didengar oleh Sie Hun Bian.
Cepat2 Ong Tiong Yang bangkit
dari duduk nya, ia merangkapkan tangan memberi hormat.
„Maaf, sama sekali aku tidak
bermaksud menyindir Siecu, aku hanya mengatakan kepada sahabat Pinto ini, bahwa
kepandaian yang dimiliki itu bukan kepandaian yang berarti..........!"
Waktu Ong Tiong Yang berkata
sampai tisitu. tiba2 dari luar melangkah masuk seseorang. Semua mata menoleh,
dan ruangan rumah makan tersebut seketika tersiar bau harum semerbak, karena
yang memasuki ruangan rumah makan itu tidak lain seorang gadis yang memiliki
paras sangat cantik.
Ong Tiong Yang yang melihat
gadis secantik itu, diam2 telah mengucapkan doa untuk dapat menenangkan
goncangan hatinya.
Sebagai seorang pendeta muda,
dengan sendirinya melihat seorang gadis yang begitu cantik, membuat hatinya
tergoncang, benar2 merupakan suatu dosa buat Ong Tiong Yang. Dan ia tidak
berani memandanginya terlalu lama, walaupun dihatinya ia heran sekali bahwa didunia
ini ternyata terdapat gadis secantik itu.
Sedangkan gadis yang baru
datang tersebut, mengenakan pakaian warna biru dan memakai ikat pinggang
berwarna merah, dengan di ujung satunya diganduli oleh sebuah ukiran kepala
burung Hong, dan juga ujung yang satunya lagi diganduli oleh sebuah bentuk bola
kecil yang berkilauan karena terbuat dari emas, telah melangkah menghampiri
sebuah meja, dan memesan makanan kepada pelayan.
Sie Hun Bian sendiri yang
melihat gadis cantik itu, untuk sejenak tidak memperhatikan Ong Tiong Yang,
karena matanya memandang tidak berkedip kepada sigadts itu.
---oo0oo---