-------------------------------
----------------------------
PAGI yang cerah begitu terasa
indah ketika panorama alam terbentang luas di depan mata, setidaknya hal itulah
yang kini tengah di rasakan oleh pasangan muda mudi yang sedang berjalan jalan
di sebuah bukit hijau yang sangat indah. Mereka bercanda tawa begitu riangnya
sambil menikmati keindahan alam ciptaan sang hyang widi jagad raya ini.
"Adik, betapa cantiknya
alam di tempat kita ini. Tenang dan sangat menyejukkan hati." Ucap pemuda
yang cukup tampan berkulit sawo matang dengan kumis tipis di wajahnya. Perawakan
pemuda ini sangat kekar dan menarik hati para wanita.
"Hmmm.." gumam si
gadis menanggapi ucapan sang pemuda acuh tak acuh.
"Alam ini seperti dirimu
adik, cantik dan sangat menawan hatiku." Ucap pemuda itu merayu.
Si gadis hanya tersenyum
lembut mendengar rayuan dari pemuda itu. Hatinya berbunga-bunga mendengar
rayuan tersebut namun tidak ia tunjukkan dalam raut wajahnya yang ayu
mempesona.
"Bagaimana menurutmu
tempat ini adik Purbasari?" Tanya pemuda tersebut kalem.
Gadis yang di panggil
Purbasari itu hanya angkat bahu saja tidak mau membuka suara.
"Kelak jika kita menikah
aku ingin membangun rumah di tempat yang indah ini." Ucap pemuda itu
sambil menatap alam di depannya itu.
"APA?! Menikah?!"
Seru Purbasari kaget.
"Iya, menikah."
"Maksud kakang?"
Tanya Purbasari tidak mengerti.
"Jika kita menikah aku
ingin membangun rumah bagi kita berdua di tempat ini. Pasti kita sangat
bahagia." Ucap pemuda itu sambil tersenyum lembut.
"APA...?! Kita...? Maksud
kakang aku menikah dengan kakang?" Ucap Purbasari masih bingung. Pemuda
itu tersenyum lalu mengangguk pelan.
"Heeh. Kakang bermimpi
apa. Siapa yang mau menikah denganmu. Huh...!" Seru Purbasari sengit.
"Kenapa? Apa kamu tidak
mau kita menikah?" Ucap pemuda itu sedikit terkejut namun masih bersikap
sabar.
"Maaf kakang, bukannya
aku mengecewakanmu tapi aku tidak mencintai kakang. Sebaiknya kakang cari saja
calon istri yang bisa menerima kakang dan mencintai kakang." Ucap
Purbasari pelan.
"Tapi... aku mencintaimu
adik. Aku ingin menikahimu. Aku ingin kamu yang jadi istriku." Ucap pemuda
itu berapi-api.
"Maaf kakang aku tidak
bisa." Purbasari menyahuti dengan lembut.
"Tapi... " pemuda
itu jadi bingung sendiri. Mereka akhirnya sama-sama terdiam larut dalam pikiran
masing-masing.
"Permisi kisanak nisanak.
Maaf mengganggu waktu kalian. Boleh saya numpang bertanya?" Ucap seseorang
tiba-tiba tanpa mereka sadari kehadirannya.
Purbasari dan pemuda di
sampingnya saling pandang heran karna kemunculan seseorang di depan mereka
tidak mereka ketahui sebelumnya. mereka sama-sama berpikir pastilah orang yang
hadir di depan mereka adalah orang yang memiliki ilmu yang cukup tinggi, terbukti
kehadirannya sama sekali tidak mereka rasa kan sebelumnya.
"maaf kalau saya
mengejutkan kalian." ucap orang yang datang tadi. orang ini adalah pemuda
gagah dan tampan sekali, berpakaian putih agak ketat menampilkan bentuk
tubuhnya yang berotot, tampak gagang pedang berhulu matahari terliat dari balik
punggungnya.
"ekh, tidak. tidak
apa-apa kisanak. kami tidak terganggu, silakan kisanak mau bertanya apa?"
sahut Purbasari cepat sambil tersenyum lembut.
"oh terima kasih. saya
hendak ke Padepokan Toya Emas, dimana tempatnya ea kalau saya boleh tau?"
ucap pemuda tampan itu kalem. pemuda ini tak lain dan tak bukan adalah Antoch
atau yang lebih di kenal Pendekar Pedang Matahari dalam rimba persilatan.
Purbasari dan pemuda di
sampingnya kembali saling pandang, mereka menatap pemuda asing di depan mereka
dari atas sampai bawah seolah sedang menyelidik.
"mau apa kisanak ke
Padepokan Toya Emas?" tanya pemuda teman Purbasari sedikit penuh curiga.
Antoch tersenyum kecil.
"saya ingin menghadiri pertemuan yang di adakan oleh guru besar Padepokan
Toya Emas." ucapnya memberitahu tujuannya.
"oh begitu. kebetulan
kami juga mau kesana bagaimana kalau kita bersama-sama menuju kesana."
ucap Purbasari kalem sambil tersenyum lembut.
"adik !" seru pemuda
di samping Purbasari kaget. dia tidak suka dengan sikap Purbasari yang mengajak
pemuda asing yang belum mereka kenal jalan bersama.
"mari kisanak." ucap
Purbasari lembut.
"oh terima kasih. mari
!" ucap Antoch kalem.
mereka lalu berjalan bersama
menuju Padepokan Toya Emas.
"Oh ya siapa nama kisanak
dan apa tujuan kisanak ke perguruan kami?" tanya Barda membuka obrolan.
"eh ya maaf. kenalkan saya Barda dan ini adik seperguruan saya Purbasari.
kami murid perguruan tongkat perak." lanjut Barda mengenalkan diri dengan
maksud agar pemuda asing di sampingnya tau dan menghormatinya. bagaimanapun
juga perguruan tongkat perak cukup di segani di wilayah gunung bromo. jelas itu
adalah sikap jumawa yang tidak sepatutnya di tunjuk para murid perguruan
tongkat perak yang terkenal santun.
pemuda itu jelas sekali
menangkap sikap yang agaknya kurang bersahabat dari Barda tapi pemuda itu
tersenyum kalem menanggapinya. yang jelas dia tidak mau cari permusuhan sesama
orang dari satu golongan. "kebetulan sekali saya bisa bertemu dengan kalian.
namaku Antoch, tujuanku ke perguruan kalian sekedar silaturahmi dan datang
dalam pertemuan yang diadakan perguruan kalian." ucap Antoch dengan lembut
dan penuh persahabatan.
"benarkah apa hanya itu
kisanak?" tanya Barda cepat. jelas sekali Barda seperti mendakwa Antoch.
"maksud kisanak
apa?" sahut Antoch heran tapi masih dengan sikap sopan.
"bisa saja kisanak punya
tujuan lain. seperti yang sudah2."
Antoch mengerutkan keningnya
tidak mengerti.
"banyak yang datang ke
perguruan kami dengan niat baik awalnya tapi setelah tujuan dan maksud mereka
tidak tercapai langsung berbalik memusuhui kami." ucap Barda tak
terkontrol.
"maaf kisanak. saya
benar2 tidak mengerti maksud kisanak apa." ucap Antoch kalem seolah ingin
minta penjelasan.
"kakang." seru
Purbasari cepat. "tidak sepantasnya kakang bicara begitu. yang berhak
memutuskan segala sesuatu mengenai perguruan adalah ayah bukan kakang."
kata Purbasari tidak suka dengan sikap Barda yang di nilainya sudah tidak sopan
terhadap tamu yang hendak berkunjung ke perguruan tongkat emas.
"adik. kita wajib tau
siapa dan apa tujuan orang yang datang ke perguruan. apa kamu tidak belajar
dari pengalaman yang sudah2." sahut Barda cepat.
"aku tau. tapi tidak
sepantasnya kakang bersikap tidak sopan seperti itu." seru Purbasari
tegas. "huh. aku duluan. hupp." Purbasari melesat cepat meninggalkan
Barda dan Antoch. Purbasari merasa kecewa dengan sikap Barda yang keterlaluan
terhadapa orang yang hendak datang ke perguruan.
"adik.!!" teriak
Barda cepat tapi Purbasari sudah jauh dan hilang di tikungan jalan. Barda
menghela nafas cepat lalu menoleh ke arah Antoch. "kisanak. aku
peringatkan kau, jika tujuanmu ingin mendapatkan adik Purbasari, jangan harap
kau bisa."
Antoch terkejut mendengar
omongan Barda yang buatnya bingung dan tidak mengerti. apa maksud Barda
sebenarnya, kenapa bisa sampai Barda berkata seperti itu, murid2 perguruan
tongkat perak yang di kenal ramah dan sopan santun kenapa berbeda dengan apa
yang di bicarakan orang. sungguh sesuatu yang aneh. itulah berbagai macam
pikiran dalam kepala Antoch yang merasa heran dengan sikap Barda salah satu
murid perguruan tongkat perak.
"tunggu dulu kisanak. apa
maksud kisanak sebenarnya? di antara kita belum pernah saling ketemu dan tidak
ada silang sengketa. kenapa kisanak seperti mencurigai saya." tanya Antoch
tenang tapi dengan suara sopan. mungkin ini hanya salah paham saja, pikir
Antoch dalam hati.
Barda menatap tajam pemuda di
sampingnya. tanpa bicara lagi Barda melesat pergi meninggalkan Antoch yang
masih heran dan bingung dengan dua orang yang baru saja ia temui. Antoch
geleng2 kepala saja sambil terseyum tipis. "dasar orang2 aneh. gak ada
angin gak ada hujan tiba-tiba maen tuduh saja. hahahaha." Antoch tertawa
pelan menertawai kejadian yang baru saja di alaminya.
mentari semakin beranjak
tinggi, embun embun yang menempel di dedaunan sudah mengering. tetapi kicauan
burung masih mewarnai pagi yang mulai berganti siang.
BANGUNAN megah berdiri gagah
di atas tanah lapang yang di kelilingi pagar setinggi dua tombak, tampak di
sekitar bangunan rumah besar berbentuk aula besar itu juga berdiri rumah
panjang yang berukuran lebih kecil di banding bangunan berbentuk aula itu.
bangunan2 itu tertata sangat rapi dan cukup terawat. di bagian gerbang pagar
terdapat simbol tongkat perak yang menyilang. itulah simbol dari perguruan
tongkat perak yang namanya cukup terkenal di kawasan gunung bromo. di tiap tiap
dinding pagar juga terdapat umbul umbul berjarak dua tombak dengan posisi
berjajar rapi. di liat dari umbul umbul yang ada terliat kalau perguruan
tongkat perak tengah mengerjakan suatu hajat yang besar,karna tepat di hari ini
perguruan tongkat perak meresmikan hari berdirinya perguruan yang sudah
menginjak lima belas tahun. selama itu pula perguruan tongkat menelorkan
pendekar2 berbakat yang mengharumkan nama perguruan tongkat perak.
di gerbang masuk tampak
beberapa murid perguruan tengah berjaga sambil menyalami para tamu yang datang
karna ingin menghadiri peringatan berdirinya perguruan tongkat perak. di antara
tamu yang datang juga terliat Antoch yang dengan tenang berjalan sendirian
masuk ke dalam perguruan. dia di sambut dengan hangat dan ramah oleh para murid
perguruan. karna belum ada yang mengenal Antoch maka Antoch hanya di layani
oleh murid-murid perguruan yang bertugas saja. sedang para sahabat dan pendekar
yang di kenal langsung di sambut oleh guru besar perguruan tongkat perak. Ki
Wonoyososo adalah pendiri sekaligus guru besar perguruan tongkat emas. di
kalangan persilatan beliau bergelar malaikat tongkat perak dan gelar itu cukup
di segani di daerah timur bahkan di wilayah utara dan selatanpun namanya cukup
di kenal.
Antoch duduk dengan tenang di
tempat yang telah di sediakan bagi para tamu. Antoch menyadari sedari tadi dia
di perhatikan terus oleh seorang gadis jelita yang duduk di tempat terhormat
tak jauh dari Ki Wonoyoso berada. selain gadis jelita itu yang ternyata adalah
Purbasari, ada juga memperhatikan Antoch dengan pandangan tidak senang. sesekali
orang itu melirik Purbasari lalu beralih meliat Antoch, orang yang meliat
dengan pandangan tidak senang adalah Barda murid yang cukup berbakat perguruan
tongkat perak. jelas Barda sangat cemburu pada Antoch karna berkali Barda
meliat Purbasari selalu memandangi Antoch meskipun Antoch diam dengan tenang
meliat ke arah panggung kehormatan tapi ini tetap membuat Barda terbakar
hatinya.
selain Barda ternyata ada
beberapa orang yang menatap Antoch karna mereka yang kagum akan kecantikan
paras Purbasari jadi heran karna gadis yang mereka gilai sedang memperhatikan
seorang pemuda tampan tnpa berpaling sedikitpun. mereka adalah orang2 yang
gagal mendapatkan cinta sang gadis jelita Purbasari.
di tempat duduk terhormat
seorang pria berumur juga memperhatikan kehadiran si pemuda tampan yang telah
membuat Purbasari tidak melepaskan pandangannya dari pemuda yang duduk di
tempat duduk umum. pria berumur itu berbisik pada lelaki di sebelahnya yaitu Ki
Wonoyososo guru besar perguruan tongkat emas. "kakang. perhatikan pemuda
yang duduk di tempat duduk umum barisan ke lima nomer tujuh." ucap pria
berumur itu yang bernama Ki Badrun, dia adalah adik seperguruan Ki Wonoyososo
yang bergelar si golok terbang yang juga cukup di segani lawan maupun kawan.
pria berumur 46 tahunan itu
menoleh sejenak ke Ki Badrun lalu meliat ke arah yang di sebutkan Ki Badrun
tadi. "ada apa dengan pemuda itu adi?" tanyanya tidak mengerti.
"liat Purbasari dari tadi
terus memperhatikan pemuda itu." ucap Ki Badrun yang kali menunjuk ke arah
Purbasari yang masih menatap Antoch.
Ki Wonoyoso mengikuti arah
yang di tunjuk Ki Badrun. setelah memperhatikan Purbasari yang tidak menoleh
sedikitpun pandangannya terus meliat pemuda yang duduk di tempat duduk umum
dengan tenang sekali. "sepertinya ada yang aneh dengan Purbasari. siapa
pemuda itu adi Badrun? apa kau mengenalnya?"
"tidak kakang. sepertinya
aku belum pernah bertemu dengan pemuda itu. mungkin pemuda itu baru turun
gunung." kata Ki Badrun menggeleng pelan.
"mungkin kau benar,adi.
pemuda itu mungkin saja baru turun gunung."
"pemuda itu sangat
tampan, mungkin Purbasari tertarik dengan pemuda itu kakang."
Ki Wonoyososo menatap Ki
Badrun mengerutkan keningnya. kemudian Ki Wonoyososo manggut2 sambil mengelus
jenggotnya. "tolong kamu cari tau siapa pemuda itu,adi."
"baik,kakang." seru
Ki Badrun cepat.
tak berapa lama ada salah
seorang naik ke atas mimbar panggung. "saudara saudara yang hadir di sìni
kami ucapkan selamat datang di hari jadi perguruan tongkat perak yang ke 15
tahun. kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas kesedian para saudara2
yang sudi hadir di tempat kami. salam sejahtera untuk kita semua. silakan
menikmati sajian sajian yang kami hadirkan untuk sarudara semua. selamat
menikmati." kata orang di atas panggung yang ternyata selaku pembawa acara
hajatan ke 15 tahun berdirinya perguruan tongkat perak.
hari jadi ke 15 tahun
perguruan tongkat perak di meriahkan oleh beberapa tarian dan musik yang
membuat semakin meriahnya acara tersebut. ada juga pertunjukan kepandaian dari
beberapa murid pilihan. menjelang sore hari acara itupun selese, para tamu
undangan umumnya telah di sediakan tempat untuk menginap sedang tamu umum di
beri kebebasan untuk menginap ataupun tidak karna mereka bukan tamu undangan.
rata2 tamu umum adalah para penduduk sekitar perguruan dan ada juga sedikit
orang2 persilatan yang sengaja hadir untuk mengucapkan ucapan selamat kepada
perguruan tongkat perak.
sementara itu Antoch yang
sudah beranjak dari tempat duduknya segera berjalan keluar dari aula besar
perguruan. dengan tenang Antoch berjalan menuju gerbang keluar pintu perguruan.
"Antoch !!" seru
suara memanggil Antoch.
Antoch menoleh ke asal suara.
Antoch meliat seorang gadis jelita tersenyum padanya. Antoch membalas tersenyum
lembut dan mengangguk sopan. ternyata gadis itu adalah Purbasari putri dari Ki
Wonoyososo. "nisanak memanggil saya?" tanya Antoch kalem.
Purbasari mengangguk pelan.
"kamu mau kemana?"
"saya hendak ke kembali
ke desa tempat saya menginap. nisanak ada perlu dengan saya?"
"panggil saja Purbasari.
itu namaku." Antoch mengangguk dan tersenyum lembut. "desa mana kamu
menginap?" tanya Purbasari.
"di desa watu
ireng."
"oh cukup lumayan jauh
dari sini. sebaiknya menginap saja di sini, hari sudah sore banget. malam baru
tiba di desa watu ireng kalau kamu kembali sekarang." Purbasari menawarkan
pada Antoch.
"yang boleh menginap di
sini hanyalah para tamu undangan. yang tidak di undang harusnya sadar
diri." tiba-tiba datang Barda dan beberapa murid perguruan. ucapan Barda
barusan tidak enak di dengar yang bernada mengusir secara halus. "apa kau
tamu di undang kisanak?" seru Barda dengan nada suara merendahkan.
"kakang Barda. apa-apaan
kamu ini." seru Purbasari tegas tidak senang dengan ucapan Barda yang
sungguh merendahkan orang lain.
Antoch tersenyum tipis saja
mendengar ucapan Barda yang merendahkan nya itu.
"kamu benar Barda. tamu
yang tidak di undang harus sadar diri. heh." seru seorang pemuda gagah
dengan berpakaian serba coklat. pemuda ini bernama bagus kalianjar, dia salah
satu orang yang tergila gila dengan Purbasari. bagus kalianjar menepuk bahu
Barda pelan.
"bagus kalianjar."
seru Purbasari keras.
Antoch meliat pemuda bernama
bagus kalianjar dengan heran karna pemuda itu juga keliatannya tidak menyukai
kehadiran dirinya.
"Hahahaha. tentu saja
bagus kalianjar. kecuali tamu tanpa undangan ini tidak punya malu.
hahahaha" ledek Barda tertawa.
"hahahaha." tawa
semua yang ada di depan Antoch. tapi Antoch tetap tenang dan tersenyum tipis.
"adi bagus kalianjar.
biar aku beri pelajaran pada tamu tak punya malu ini." ucap orang yang
bersama Barda, bernama Sujiman. tanpa menunggu persetujuan Barda dan bagus
kalianjar orang yang bernama Sujiman dengan gerakan cepat menyerang Antoch
tiba-tiba.
* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *
SERANGAN mendadak yang di
lontarkan Sujiman membuat Antoch cukup terkejut namun pukulan yang mengarah
wajahnya itu dengan cepat dia elakan dengan menarik kepalanya kesamping. begitu
pukulan Sujiman lewat dengan cepat Antoch berputar menjauhi Sujiman.
namun Sujiman dengan cepat
berputar juga dengan kaki kanan bergerak ke arah kepala Antoch. meliat serangan
susulan itu Antoch segera menarik badannya ke belakang sehingga tumit kaki
lawan lewat di depan kepala Antoch.
Sujiman terus menyerang Antoch
dengan jurus jurus yang di pelajarinya di perguruan tongkat perak. namun
Sujiman tidak tahu siapa yang tengan dia serang, padahal jika Sujiman tahu yang
di serangnya adalah pendekar yang sudah membuat geger dunia persilatan dengan
kemunculan mampu membunuh tokoh sesat golongan hitam yang menjadi momok nomor
satu selam puluhan tahun.
"tunggu kisanak. kenapa
kau menyerangku?" seru Antoch sambil menghindari serangan Sujiman dengan
jurus sembilan langkah ajaib.
seruan Antoch tidak di
hiraukan oleh Sujiman, dia terus menyerang Antoch dengan jurus2 berbahaya dari
rangkaian jurus perguruan tongkat perak.
pertarungan itu kontan membuat
semua orang yang ada di tempat itu jadi kaget, semua orang langsung meliat apa
yang terjadi. tak terkecuali Ki Wonoyososo dan Ki Badrun serta para pendekar
undangan segera menghampiri tempat terjadinya pertarungan tersebut. begitu
meliat siapa yang bertarung membuat Ki Wonoyoso kaget.
"Hentikan." bentak
Ki Wonoyososo keras membuat dua orang yang bertarung menghentikan pertarungan.
Ki Wonoyososo melangkah di antara dua orang yang bertarung. "kenapa kalian
bertarung?!" seru Ki Wonoyososo tandas menatap tajam Sujiman dan Antoch.
Sujiman menunduk takut tidak
berani memandang gurunya.
"guru. orang itu telah
mengganggu adik Purbasari." seru Barda mengadu.
Ki Wonoyososo menoleh ke arah
Barda.
"benar,paman. pemuda itu
tadiku lihat hendak mencelakai Purbasari." seru bagus kalianjar menambahi.
Ki Wonoyososo menoleh ke arah
bagus kalianjar sejenak lalu menatap Antoch tajam. Ki Wonoyososo menghampiri
Antoch. "anak muda, benar apa yang di katakan oleh mereka?" tanya Ki
Wonoyososo kalem mencoba mencari tahu kenapa sampai ada pertarungan.
Antoch membungkuk hormat.
"maafkan saya paman yang telah membuat kekacauan ini. saya tidak punya
maksud mengganggu ketenangan hajat paman. sekali lagi saya mohon maaf."
ucap Antoch sopan sambil kembali sedikit membungkuk.
Ki Wonoyososo sedikit
tersentak melihat sikap pemuda di depannya yang sangat sopan. apa benar yang
dua orang tadi katakan? melihat sikapnya yang sopan dan tulus rasanya itu
sangat tidak mungkin kalau pemuda ini hendak mencelakai Purbasari, pikir Ki
Wonoyososo dalam hati.
"ayah. mereka bohong.
Antoch tidak mengganggu aku bahkan hendak mencelakaiku." seru Purbasari
cepat menghampiri Antoch. "kamu tidak apa2 ?" tanya Purbasari kuatir
dengan keadaan Antoch.
"tidak. aku baik2 saja
nisanak." ucap Antoch menggeleng pelan.
"sukurlah." ucap
Purbasari lega. Purbasari menghadap ayahnya. " ayah pemuda ini tidak
mencelakaiku. mereka yang mulai duluan mengganggu Antoch."
"adik. apa yang kamu
katakan." seru Barda cepat.
"maaf, saya tidak ingin
membuat kesalah pahami ini berlarut larut. saya mohon diri dulu. sekali maafkan
saya." ucap Antoch cepat lalu beranjak hendak berlalu dari tempak itu.
"Nak mas Antoch."
tiba-tiba ada orang memanggil Antoch. Antoch menoleh ke arah suara yang
memanggilnya, setelah melihat siapa yang memanggilnya Antoch langsung tersenyum
senang. "nak mas kita ketemu lagi. mana nini Pandan Wangi? tidak ikut?"
tanya orang berumur 30 tahunan.
"ki Jarot. pandan di
penginapan desa watu ireng. maaf ki saya harus segera pergi takut pandan
kelamaan menungguku."
ki Jarot mengangguk cepat.
"titip salam sama nimas Pandan Wangi."
"baik,paman. saya
pergi." Antoch langsung melesat cepat meninggalkan perguruan tongkat
perak.
ki Jarot menatap kepergian
Antoch dengan perasaan senang bisa berjumpa lagi dengan sosok pendekar muda
yang sangat mengagumkan baginya. tiba-tiba bahu ki Jarot di tepuk seseorang
pelan. "adi Jarot. adi kenal dengan pemuda tadi?" ucap orang yang
menepuk bahu ki Jarot pelan.
ki Jarot menoleh ke arah
penupuk bahunya lalu tersenyum tipis. "maksud kakang nak mas Antoch?"
ucap ki Jarot balik bertanya. si penepuk yang ternyata Ki Badrun mengangguk
cepat. "oh namanya Antoch. dialah yang bergelar Pendekar Pedang
Matahari." kata ki Jarot menjelaskan.
"APA?!" Ki Badrun
tentu saja terlonjak kaget mendengar gelar pemuda tadi. meski belum pernah
bertemu secara langsung dengan Pendekar Pedang Matahari namun Ki Badrun sangat
mengagumi sosok Pendekar Pedang Matahari. tidak di sangka dirinya bisa melihat
sosok pendekar muda yang telah menggemparkan dunia persilatan. tapi sangat di
sayangkan kenapa harus terjadi pertengkaran yang cuma sepele saja penyebabnya.
"kakang Badrun. aku pamit
dulu, sampai jumpa lagi." ucap ki Jarot lalu beranjak pergi.
Ki Badrun mengangguk cepat.
Semua orang yang tadi
berkumpul melihat pertarungan kini sudah bubar. para tamu undangan di antar ke
kamar tempat mereka menginap. haripun beranjak senja dan berganti malam.
ANTOCH masuk ke sebuah kamar
tempat dia dengan Pandan Wangi menginap. begitu melihat Antoch sudah kembali
maka Pandan Wangi segera beranjak bangun dari tempat tidur. "gimana pertemuannya?"
tanya pandan pelan.
Antoch tersenyum tipis lalu
duduk di kursi dekat jendela. perlahan jendela itu di bukanya, malam baru saja
hadir menyelimuti maya pada ini. "pertemuannya lancar pandan tapi..."
Antoch menghentikan ucapannya. dia lalu memandang pandan.
"terjadi salah
paham" kata Antoch pendek.
"salah paham
gimana?" sahut pandan mengerutkan keningnya tidak mengerti.
Antoch hanya mengangkat
bahunya. "entahlah. salah satu murid perguruan tongkat perak menyangka
kalau aku hendak melamar putri Ki Wonoyososo." ucap Antoch pelan.
"melamar?"
Antoch mengangguk. "yach
mungkin juga dia mengira aku hendak merebut kekasihnya kali. waktu hendak
kembali kesini salah seorang murid perguruan menyerang aku."
"apa?!"
"tapi untungnya tidak
sampai menimbulkan masalah yang terlalu besar. hehmmhh... sudahlah... Oh ya
bagaimana dengan persìapanmu besok? apa kamu sudah siap bertemu dengan
Rangga?" tanya Antoch mengalihkan pembicaraan.
pandan angkat bahu.
"entahlah,kakang. tapi siap tidak siap aku memang harus menolong kakang
Rangga. seperti apa yang kakang kasih tau." pandan menghela nafas panjang.
Antoch tersenyum lebar melihat
pandan yang sepertinya masih bingung. "kuatkan hatimu pandan. pedang
rajawali sakti saat ini bukanlah tandingan pedang naga sucimu. untuk
menyempurnakan kekuatan pedang rajawali sakti harus bisa mengeluarkan mahluk
yang bersemayam di dalam pedang itu dan itu hanya bisa di lakukan dengan cara
pertarungan antara pedang naga suci dengan pedang rajawali."
"tapi kakang. apa tidak
ada cara lain?"
"ada."
"apa?"
Antoch kembali tersenyum
tipis. "menyatukan pedang lima unsur."
"menyatukan pedang lima
unsur? maksud kakang?" seru pandan cepat.
Antoch menghela nafas pendek.
"menyatukan pedang yang memiliki lima unsur tertinggi dengan alam. ada
lima pedang di dunia ini yang memiliki unsur alam. yaitu api, angin, air, tanah
dan petir. jadi pedang dengan unsur tersebut harus di satukan agar lima pedang
tersebut bisa sempurna." jelas Antoch.
pandan diam mendengar itu.
"kita gunakan saja cara itu kakang." seru pandan cepat.
Antoch tertawa kecil mengerti
maksud pandan. "boleh saja tapi untuk menyatukan lima pedang itu butuh
waktu sangat lama. kita juga tidak tau dimana pedang lima unsur yang lain.
kalau saja mereka ada disini pasti akan sangat mudah memanggil pedang2
itu."
"mereka? mereka siapa
kakang?"
"lima orang muridku.
mereka adalah pemilik pedang lima unsur itu."
"hmmkh?!"
Antoch lalu menceritakan
kebenaran yang selama ini tidak pernah di sangka oleh Pandan Wangi. semua
Antoch ceritakan ke Pandan Wangi dengan detail sekali sampai asal usul
sebenarnya tentang Pandan Wangi sendiri. "nah itulah kebenaran yang
sebenarnya terjadi pandan." kata Antoch mengakhiri ceritanya.
Pandan Wangi terdiam mendengar
cerita Antoch tersebut. memang cerita Antoch susah untuk di terima dengan akal
sehat dan logika. tapi pandan sepenuhnya mempercayai cerita Antoch kakaknya
itu.
"tidurlah. siapkan tenagamu
untuk besok." ucap Antoch mengusap kepala pandan lembut penuh kasih sayang
sebagai kakak.
pandan mengangguk pelan
kemudian merebahkan tubuhnya di pembaringan yang terbuat dari balai2 bambu.
Antoch sejenak memandang
Pandan Wangi kemudian melangkah keluar kamar.
* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *
PAGI yang cerah telah
menyambut datangnya hari. maya pada kembali terang seiring datangnya sang mata
dewa menyinari bumi. di sebuah jalan setapak di pinggiran hutan kecil tampak
dua manusia tengah berjalan berjajar menyusuri jalan berumput yang masih basah
oleh embun pagi. dua manusia berlainan jenis itu tampak lain dari biasanya, di
wajah mereka kini terpasang topeng perak tipis menutupi muka mereka. sesekali
tawa mereka terdengar dalam candaan mereka selama berjalan menyusuri jalanan.
ketika mereka sampai di sebuah
pertigaan jalan mereka bertemu dengan seorang gadis jelita berpakaian cukup
bagus sedang menunggang kuda warna coklat gagah. gadis jelita itu segera turun
dari punggung kuda begitu melihat dua orang sedang berjalan.
"maaf permisi. apa kalian
habis dari desa watu ireng?" tanya gadis itu dengan suara merdu bernada
sopan.
dua orang yang di tanya
memandang gadis jelita itu. "benar." sahut si gadis bertopeng yang
ternyata adalah Pandan Wangi.
gadis jelita itu tersenyum
tipis. "apa kalian melihat seorang pemuda tampan berpakaian putih dengan
sebilah pedang di punggungnya. nama pemuda itu Antoch."
pandan menoleh ke arah Antoch
sejenak dan melihat Antoch hanya angkat bahu saja. "ya betul. pemuda itu
siapanya nisanak?" tanya pandan ingin tahu apa maksud gadis itu mencari
Antoch.
"dia kekasihku."
ucap gadis jelita itu mantap. gadis jelita itu tak lain adalah Purbasari putri
tunggal Ki Wonoyososo guru besar perguruan tongkat perak.
"apa?!" pandan tentu
saja terkejut bukan main mendengar pengakuan gadis jelita di depannya itu.
dalam hati pandan memaki maki gadis itu yang enak saja mengaku ngaku kekasih
Antoch kakaknya itu. pandan melirik Antoch yang cuma geleng2 kepala sambil
tersenyum.
"apa pemuda itu masih di
desa watu ireng?" tanya Purbasari cepat.
pandan menghela nafas cepat.
"pemu... "
"kami lihat tadi dia
sepertinya pergi terburu buru ke arah timur saat ketemu dengan kami."
sahut Antoch cepat memotong ucapan Pandan Wangi.
"ekh?! kalau begitu
makasih kisanak. saya permisi dulu." Purbasari langsung melompat ke
punggung kuda dan menggebrak kudanya dengan cepat. kuda coklat itu meringkik
keras lalu berlari cepat ke arah desa watu ireng.
"siapa gadis itu kakang
kenapa dia mencarimu dan mengaku sebagai kekasihmu?" tanya pandan cepat
setelah gadis jelita penunggang kuda itu jauh.
"itu Purbasari putri
tunggal Ki Wonoyososo." sahut Antoch.
"ouh ternyata dia yang
menyebab kan terjadinya salah paham itu ya?"
"sudahlah. kita lanjutkan
perjalanan lagi pandan. ayo." Antoch melangkah pelan di ikuti pandan yang
tertawa kecil.
belum juga mereka melangkah
tak begitu jauh tiba-tiba datang seorang pemuda berkuda menghadang langkah
mereka.
"maaf kisanak. apa tadi
ada wanita berkuda lewat?" tanya pemuda itu cepat.
pandan dan Antoch saling
pandang. "ada. dia ke arah desa watu ireng baru saja lewat." seru
pandan cepat.
"brengsek. Purbasari
pasti ingin menemui pemuda sialan itu. hiaaa... " pemuda berkuda itu tanpa
mengucapkan terima kasih langsung menggebrak kudanya cepat.
Antoch dan pandan menatap
kepergian pemuda berkuda itu dengan heran karna sikapnya tidak sopan sekali.
"sombong sekali orang itu. tidak punya sopan santun." maki pandan
jengkel.
"sudahlah biarkan saja.
ayo." ucap Antoch sambil menarik tangan pandan untuk melanjutkan
perjalanan lagi. walau hatinya jengkel akhirnya pandan mengikuti Antoch juga.
mereka dengan berlari cepat
menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai taraf sempurna
menjadikan sosok mereka bagai bayangan yang berkelebatan menembus sebuah hutan
dengan pepohonan jarang. menjelang siang hari mereka tiba di atas bukit dengan
tanah lapang yang luas. hanya ada satu pohon besar yang tumbuh di atas bukit
itu.
itulah bukit tandur tempat
perjanjian antara Antoch dengan Rangga pendekar rajawali sakti satu purnama
yang lalu. pandan dan antuk duduk di bawah pohon besar itu dengan tenang tapi
pandan tampak gelisah sendiri karna akan bertemu dengan Rangga kekasihnya setelah
satu purnama tidak ketemu lagi.
"tenanglah pandan jangan
gelisah begitu. sebentar lagi kamu pasti ketemu dengan kekasihmu itu."
ucap Antoch menenangkan.
Pandan hanya merengut saja
mendengar itu, jauh dalam hatinya dia sangat tidak ingin melakukan apa yang
Antoch suruh yaitu menolong Rangga dengan cara bertarung. tapi mau gak mau
pandan harus melakukannya karna itu adalah jalan yang terbaik untuk bisa
menolong kekasihnya tersebut.
"krraaagkh."
tiba-tiba suara bagai halilintar menggelegar di angkasa. Antoch dan Pandan
Wangi langsung berdiri melihat ke atas. tampak seekor burung rajawali putih
raksasa melayang berputar putar di angkasa. dengan menukik cepat burung raksasa
itu dalam sekejap sudah mendarat tak jauh dari pohon besar tempat Antoch dan
Pandan Wangi berada. seorang pemuda tampan berbaju rompi putih melompat turun
dari punggung rajawali putih itu. pemuda itu mengedarkan pandangannya kesekitar
lalu menatap dua orang yang berdiri di bawah pohon besar. pemuda yang bernama
Rangga itu melangkah pelan ke arah pohon besar dimana Antoch dan pandan berada.
Rangga berhenti setelah jaraknya dengan dua orang di depannya kurang lebih
tujuh langkah.
RANGGA menatap tajam pemuda
bertopeng yang berdiri di depannya, Rangga masih ingat bagaimana pemuda
bertopeng itu bertarung melawan Pandan Wangi dan dengan mudah mengalahkan
Pandan Wangi bahkan pemuda bertopeng itu menculik Pandan Wangi. walau hatinya
geram dan dendam dengan pemuda bertopeng itu namun jiwa kependekaran yang
selalu mengutamakan kebaikan dan menegakkan kebenaran membuatnya mampu bersikap
tenang. sungguh jiwa seorang pendekar besar yang di kagumi banyak orang.
"kita ketemu lagi sobat.
apa kau masih ingat padaku?" ucap Antoch tenang sekali membuka omongan.
Rangga mengangguk cepat.
"mana pandan kisanak?" seru Rangga cepat. Rangga melirik ke gadis
bertopeng di samping Antoch. "hmmm..apa gadis bertopeng itu Pandan Wangi?
di lihat dari postur tubuhnya memang sama dengan pandan. tapi gadis bertopeng
itu tidak membawa kipas sakti dan pedang naga geninya. pedang yang ada di
punggung gadis bertopeng itu emang berkepala naga tapi itu bukan pedang naga
geni. aku paham dengan pedang naga geni milik pandan." batin Rangga dalam
hati mengira ira siapa gadis bertopeng di samping Antoch.
Antoch tertawa kecil melihat
lirikan mata Rangga ke arah pandan yang kini memakai topeng. "hemmh. soal
Pandan Wangi kekasihmu aku minta maaf karna gadis itu telah tewas di tangan
adikku ini dewi topeng perak. aku menyesalkan atas kejadian naas pada kekasihmu
itu." ucap Antoch berbohong untuk memancing emosi Rangga.
"APA?!" teriak
Rangga kaget. "kau jangan berdusta kisanak. pandan tidak akan mudah di
kalahkan. itu tidak mungkin terjadi." teriak Rangga mulai gusar.
Antoch tersenyum tipis melihat
reaksi Rangga yang mulai gusar terpancing omonganya. "kalau kau tidak
percaya lihat ini buktinya." Antoch memajukan dua tangannya yang dari tadi
di belakang badannya. tampak di tangan Antoch tergegam pedang naga geni dan
kipas baja putih.
Rangga kontan terperanjat
melihat dua senjata milik Pandan Wangi. amarahnya mulai tak bisa dia bendung
lagi. melihat dua senjata andalan Pandan Wangi di bawa pemuda bertopeng itu
jelas pasti Pandan Wangi telah tewas di tangan dua orang itu. "bangsat.
akan kubunuh kalian. hiaaaattt." Rangga berteriak nyaring penuh amarah
langsung menerjang pemuda bertopeng tapi belum sempat pukulannya mengenai
Antoch, dari arah samping berkelebat cepat bayangan biru mematahkan pukulan
Rangga.
"baik. kau yang akan ku
bunuh pertama kali." teriak Rangga geram. sorot matanya begitu tajam
bernafsu ingin membunuh lawannya. mendengar kekasih yang ia cintai tewas
membuat Rangga jadi murka dan tak bisa lagi mengontrol emosinya.
pandan yang melihat teriakan
dan sikap Rangga yang begitu garang sesaat membuatnya terkejut dengan perubahan
sikap kekasihnya itu. namun pandan segera menepis perasaan itu karna tujuannya
adalah menolong Rangga kekasihnya itu.
"hiaaaatt."
"haiiitt."
Rangga langsung menerjang
gadis bertopeng dengan rangkaian jurus rajawali sakti. pandan mengimbangi
dengan rangkaian jurus naga suci. pertarungan mereka terlihat seimbang dan
sangat sengit sekali. sementara itu Antoch dengan tenang duduk bersandar di
bawah pohon mengamati pertarungan pandan dan Rangga, Antoch melirik ke arah
burung rajawali raksasa yang sedari tadi terus menatap dirinya dengan pandangan
aneh.
"hehehe. ternyata si
putih sudah besar dan sepertinya dia mengenaliku." ucap Antoch dalam hati.
pertarungan pandan dengan
Rangga berlangsung semakin cepat dan meningkat namun Rangga sangat heran karna
jurus jurusnya dapat di patahkan terus oleh gadis bertopeng. apa lagi gerakan
jurus si gadis begitu unik dan sangat berbahaya.
Sriiiiiiing... Rangga mencabut
pedang rajawalinya, tampak cahaya biru terang keluar dari badan pedang.
pamornya kuat sekali. pandan tidak mau ketinggalan maka dengan cepat dia
mencabut pedang naga sucinya. tampak cahaya putih kemerahan mampu menekan pamor
dari pedang rajawali milik Rangga.
Dua pedang sakti beradu di
udara, setiap sabetan selalu membuat satu ledakan keras sehingga bukit tandur
benar2 bagai di landa gempa hebat. deru angin berhembus kencang menambah
parahnya keadaan bukit tandur.
Rangga melompat kebelakang
empat langkah. "gadis itu luar biasa hebat. aku harus gunakan ajian pedang
pemecah sukma." Rangga dengan cepat memutar pedang rajawalinya di depan
lalu menariknya kebelakang.
sungguh luar biasa sekali
Rangga langsung jadi terlihat berlipat ganda dan semakin banyak. itulah jurus
pemecah sukma yang mampu memperbanyak diri tapi itu semua hanyalah bayangan
belaka dan berguna untuk membingungkan lawan karna Rangga terlihat jadi banyak.
"jurus pemecah sukma.
akan gunakan jurus yang sama yaitu naga suci pemecah sukma." batin pandan.
dengan gerakan halus pandan mengangkat pedang naga sucinya tinggi2 kemudian
tangannya memutar lebar dan berhenti di depan dada. tiba-tiba tubuh pandan
menjadi banyak sama halnya seperti Rangga.
melihat kenyataan itu membuat
Rangga jadi terkejut. karna lawan juga memiliki jurus yang bersifat sama.
sebenarnya ini tidak mengherankan karna semua ilmu yang di miliki oleh dua
orang itu bersumber dari Antoch.
pertarungan dua pendekar sakti
itu sudah menghabiskan ratusan jurus namun belum ada yang kelihatan terdesak,
tapi jika di lihat dengan teliti sebenarnya Rangga sudah mencapai batas
kemampuannya karna ilmu yang di keluarkan selalu sama serta nafas Rangga sudah
tidak teratur, beda dengan Pandan Wangi yang masih teratur nafasnya serta masih
mampu mengeluarkan ilmu2 baru.
tak terasa pertarungan mereka
sudah sampae malam, sementara itu Antoch sudah membuat api unggun untuk
memanggang beberapa ikan dan ayam hutan yang Antoch tangkap dari bawah bukit
tandur.
Pertarungan Pandan Wangi
dengan Rangga berlangsung sangat sengit sekali karna kedua pendekar kelas atas
itu seimbang namun jika di lihat dengan seksama Pandan Wangi lebih unggul sebab
nafas pandan masih teratur agak sedikit memburu sedangkan Rangga nafasnya sudah
memburu dan mulai kelelahan. sudah ratusan jurus yang mereka keluarkan tapi
belum ada yang terdesak. Rangga yang bergelar pendekar rajawali sakti tampak
terheran heran dengan lawannya kali ini. biasanya Rangga akan selalu unggul
jika berhadapan musuh sekuat apapun namun melawan seorang gadis bertopeng yang
belum pernah dia lihat dan terkenal Rangga malah kesulitan menghadapinya.
Berbagai macam jurus dan ilmu
yang Rangga miliki tak mampu menjatuhkan gadis bertopeng lawannya itu. variasi
serangannya selalu dapat di baca dan di mentahkan oleh gadis itu. bahkan ilmu
pamungkasnya yang sangat Rangga andalkan yaitu pedang pemecah sukma juga tidak
berguna karna si gadis juga memiliki ilmu yang sealiran dengan ilmu pedang
pemecah sukma miliknya.
menjelang larut malam dua
pendekar itu tampak mulai kendur serangannya sebab batas ketahanan tubuh mereka
sudah mencapai batasnya. inilah yang sangat di tunggu Antoch karna jika batas
ketahanan tubuh dua pendekar itu mencapai batasnya maka otomatis kekuatan
mahluk yang bersamayam dalam pedang mereka akan keluar untuk menolong
penggunanya. benar yang Antoch pikirkan, tak berapa lama kedua pendekar itu
kelelahan yang amat sangat kehabisan tenaga. dua pendekar kelas atas dunia
persilatan itu roboh lalu pingsan.
secara gaib dua pedang pusaka
naga suci dan rajawali melayang layang di udara saling bertarung. bahkan dua
pedang pusaka itu telah berubah ke bentuk aslinya yaitu perwujudan naga putih
besar bermata biru indah dan rajawali putih raksasa. dua hewan perwujudan dua
pedang pusaka itu bertarung dengan kekuatan maha dahsyat mengerikan. bukit
tandur laksana terkena bencana alam hebat, semua porak poranda di hajar
kekuatan dari dua hewan sakti tersebut.
melihat keadaan yang semakin
gawat itu membuat Antoch segera bertindak cepat.
sriiiiiiing...
Antoch mencabut pedang
matahari dari sarungnya. seketika tempat itu menjadi terang oleh cahaya kuning
keemasan dari pamor pedang matahari.
suiiiing...
pedang matahari Antoch lempar
ke udara maka dengan gerakan agak cepat pedang matahari itu berputar putar di
udara membentuk lingkaran besar. tak berapa lama lingkaran kuning besar itu
meluruk cepat membungkus dua hewan sakti tersebut.
* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *
NAGA suci menggelihat gelihat
terbungkus lingkaran kuning keemasan, begitu pula dengan rajawali putih raksasa
juga menggelihat seolah ingin meronta melepaskan diri dari lingkaran kuning
keemasan yang membungkus tubuh mereka. semakin dua hewan sakti itu meronta maka
semakin erat pula tubuh mereka terbungkus lingkaran kuning keemasan itu, hingga
akhirnya dua hewan sakti itu diam tak meronta lagi.
Slaappp...
DUA hewan sakti itu tiba-tiba
berubah menjadi sesok manusia. naga suci berubah menjadi seorang gadis cantik
jelita bermata biru indah, sedangkan rajawali putih raksasa berubah menjadi
seorang pemuda tampan dan gagah bermata biru juga. dua sosok manusia perwujudan
hewan gaib itu melayang di udara lalu perlahan lahan melayang turun di hadapan
Antoch.
mereka merapatkan dua tangan
masing2 di depan hidung menunduk hormat.
"hormat hamba yang mulia
pangeran." ucap mereka bersamaan.
Antoch membuka topeng peraknya
lalu mengangguk cepat. "naga suci, rajawali sakti. akhirnya kita bertemu
lagi sejak kalian aku hukum di dalam pedang. wujud kalian sudah kembali ke
wujud asli kalian. mulai sekarang kalian telah aku bebaskan dari hukuman yang
selama ini aku jatuhkan pada kalian." ucap Antoch penuh wibawa.
naga suci dan rajawali sakti
kembali menunduk hormat.
"sekarang kalian boleh
kembali ke asal kalian. sampaikan pesanku pada raja kalian bahwa lima purnama
ke depan aku ingin raja kalian menemuiku di goa lima warna." ucap Antoch
lagi.
mereka mengangguk pelan lalu
merapatkan tangan di depan hidung.
"pergilah. jalani kehidupan
kalian yang selama ini tidak kalian dapatkan."
mereka saling pandang tetapi
tak juga beranjak pergi dari hadapan Antoch.
"ada apa?" tanya
Antoch heran melihat mereka tak juga beranjak pergi.
"ampun gusti. apakah
hamba boleh mengajukan satu permintaan gusti." rajawali sakti membuka
suara.
Antoch mengerutkan keningnya
heran.
"ijinkan hamba untuk
tetap menjadi pedang rajawali. hamba ingin berbuat jasa kepada bangsa kami
dengan jalan membasmi keangkara murkaan di dunia ini. hamba mohon gusti
pangeran matahari mengabulkan keinginan hamba." rajawali sakti yang
berwujud pemuda gagah itu berlutut di depan Antoch.
"begitu pula dengan hamba
gusti. ijinkan hamba tetap menjadi pedang naga suci." ucap naga suci juga
berlutut di depan Antoch.
mendengar permintaan mereka
Antoch malah tersenyum lebar. dia tidak menyangka dua orang perwujudan hewan
gaib itu mengajukan hal yang tidak wajar bagi bangsa mereka.
"Hemm.. apa kalian sadar
dengan permintaan kalian itu?" tanya Antoch meyakinkan permintaan mereka
berdua. "ketahuilah. jika kalian tetap menjadi pedang sakti maka kalian
tau apa akibat yang kalian tanggung. kalian tidak akan bisa kembali ke wujud
asal kalian lagi. apa kalian mengerti itu?" tanya Antoch ingin tahu
kesungguhan hati mereka.
Naga suci dan rajawali sakti
sejenak terdiam, mereka saling pandang lalu mengangguk mantap dengan keinginan
mereka itu. "tekad kami sudah bulat gusti. kami siap menanggung segala
akibatnya meski kami tidak bisa kembali ke wujud asli kami." seru mereka
dengan penuh keyakinan.
Antoch manggut manggut melihat
tekad mereka yang begitu kuat. kemudian Antoch melangkah maju menghampiri
mereka berdua. sejenak Antoch menatap tajam pada mereka. "kembalilah ke
istana. minta pada raja kalian mustika langit, katakan aku yang mengutus
kalian. pergilah." ucap Antoch tenang penuh kewibawaan.
Walau tidak mengerti apa maksud
Antoch tapi mereka segera pergi mengerjakan apa yang di perintahkan oleh mereka
itu.
Antoch menatap naga suci dan
rajawali sakti yang berubah jadi dua hewan raksasa kemudian melesat ke angkasa,
hilang ke dua arah yang berbeda. naga suci ke timur sedang rajawali sakti ke
arah selatan.
PAGI yang cerah menyambut
datangnya hari, sang mata dewa bersinar hangat dari ufuk timur cakrawala. kicau
burung bersahutan menyambut pagi yang sangat cerah ini. di atas sebuah bukit
yang keadaanya porak poranda dengan hanya menyisakan satu pohon besar di
atasnya tampak dua orang tengah terbaring pingsan di samping seekor burung
rajawali putih raksasa. tak jauh dari burung rajawali terdapat perapian yang
masih menyala. dari arah timur bukit tampak seorang pemuda bertopeng tengah
berjalan ringan sambil membawa beberapa ekor ikan di tangannya. setelah sampai
di perapian pemuda bertopeng yang tak lain adalah Antoch langsung memanggang
ikan ikan yang ia bawa tadi. bau harum daging ikan terbakar langsung menusuk
hidung.
Bau harum pengundang nafsu
makan langsung menusuk hidung dua orang yang pingsan tadi. perlahan lahan salah
satu orang yang pingsan tersadar siuman dari pingsannya akibat sesuatu yang
harum menusuk hidungnya. pemuda berbaju rompi yaitu Rangga bangkit dari
tidurnya. pandangannya langsung tertuju pada burung rajawali putih di
sampingnya.
"putih. kau masih di sini
sobat?" ucap Rangga pelan.
Rangga mengalihkan
pandangannya ke samping, ia melihat di dekatnya gadis bertopeng tengah terlelap
tidur atau masih pingsan.
"kau sudah sadar
kisanak?" ucap Antoch kalem setelah melihat Rangga sadar dari pingsan.
"ekh?!" Rangga
terkejut melihat pemuda bertopeng tak jauh dari tempatnya. sejenak pikiran
sehatnya bekerja. "pemuda itu masih disini. sebenarnya siapa orang
bertopeng itu? dari golongan mana dia sebenarnya? benar2 aneh." batin
Rangga dalam hati.
"kemarilah. aku sudah
siapkan ikan bakar untukmu. pasti kamu lapar setelah satu hari satu malam
bertarung." ucap Antoch tenang.
"kisanak. siapa kau
sebenarnya? kenapa kau tidak membunuhku saat pingsan tadi? bukankah itu
kesempatanmu." seru Rangga dengan nada suara penuh tekanan. matanya tajam
menatap orang bertopeng tak jauh darinya itu.
Antoch tersenyum lembut
mendengar pertanyaan Rangga itu. dia malah melempar gelas bambu yang berisi air
ke Rangga. sungguh luar biasa air dalam gelas dari bambu itu tidak tumpah sedikitpun.
Rangga dengan cepat menangkap gelas bambu berisi air tersebut.
"minumlah." ucap Antoch kalem.
Rangga agak ragu ragu meminum
air dalam gelas bambu itu namun akhirnya air dalam gelas bambu itu di
tenggaknya juga sampai habis. Rangga tidak takut di racuni karna tubuhnya kebal
terhadap racun jadi dia tenang saja.
tak berapa lama gadis
bertopeng di sebelah Rangga tersadar karna bau harum ikan bakar membuatnya jadi
siuman. gadis bertopeng yaitu Pandan Wangi duduk dan menguap lalu menggerakan
tangan dan tubuhnya untuk merenggangkan ototnya yang kaku.
"kau sudah sadar,
pandan?" seru Antoch begitu melihat pandan duduk sambil merenggangkan
otot. sama seperti Rangga, Antoch juga melemparkan gelas bambu berisi air ke
pandan.
pandan langsung menangkap gelar
bambu itu dan langsung menghabiskan air dalam gelas itu. "uuhk,
segarnya." seru pandan setelah menghabiskan air dalam gelas bambu.
"pandan?!" ucap
Rangga lirih terkejut mendengar orang bertopeng memanggil gadis bertopeng
dengan nama pandan. Rangga langsung menatap gadis bertopeng dengan tajam.
"pandan. buka topengmu.
agaknya kekasihmu ingin sekali melihat wajahmu." seru Antoch cepat.
pandan membuka topeng yang
melekat di wajahnya. Rangga melihat gadis bertopeng itu membuka topengnya
dengan perasaan tak menentu. begitu topeng perak lepas dari wajah si gadis maka
Rangga terkejut bukan main melihat wajah yang sangat ia kenal dan sangat
dirindukannya.
"pandan?!" seru
Rangga keras seolah tidak percaya dengan wajah yang ia lihat di hadapanya.
"kakang." pandan
tersenyum lembut pada pemuda yang di cintainya tersebut.
"Pandan?! benarkah ini
kau? pandan." seru Rangga langsung memeluk pandan dengan erat. tanpa malu
malu Rangga menciumi wajah Pandan Wangi. "sukurlah kau selamat. aku sangat
khawatir sekali. aku sangat merindukanmu. pandan."
"aku juga sangat
merindukanmu kakang." ucap pandan sambil memeluk erat pemuda yang sangat
di cintainya.
Dua insan saling mencintai itu
saling berpelukan erat melepas rasa rindu karna satu purnama tidak ketemu.
mereka sampai melupakan kalau ada Antoch di tempat itu juga.
"sampai kapan kalian akan
terus berpelukan. apa kalian tidak lapar?" ucap Antoch menyadarkan dua
insan saling mencinta itu.
"ekh?! kakang. maaf
sampai lupa kalau kakang ada disini." ucap pandan tersipu malu.
"kalian makanlah. ikan
bakarnya sudah matang. cukup untuk kalian berdua." kata Antoch sambil
berdiri. Antoch lalu melangkah mendekati rajawali putih tunggangan Rangga.
"putih. ayo kita jalan jalan. biarkan mereka di sini melepas kangen."
ucap Antoch sambil mengusap leher rajawali putih itu.
"khrrrrgghk." suara
rajawali mengerti ucapan Antoch sambil kepalanya mengangguk angguk.
Antoch naik ke punggung
rajawali putih itu dan menyuruh rajawali itu terbang. maka dengan cepat
rajawali putih raksasa itu melesat terbang ke angkasa.
Rangga yang dari tadi melihat
orang bertopeng bicara dengan rajawalinya jadi tersentak heran. apalagi kini
rajawali putih itu terbang tinggi bersama Antoch, ini membuat Rangga jadi tak
habis pikir. rajawali miliknya itu sangat sukar di dekati apalagi sampai naik
di atas punggungnya, rajawalinya itu akan mengamuk dan tanpa ampun menyerang
orang coba mendekatinya. tapi kini orang bertopeng yang tidak Rangga kenal
telah terbang di atas punggung rajawalinya. bahkan rajawali itu begitu jinak
dan hormat sekali sama orang bertopeng itu.
"kakang. ada apa?"
tanya pandan pelan melihat Rangga yang dari tadi terdiam sambil menatap ke
angkasa dimana burung rajawali miliknya terbang bersama orang lain.
Rangga tersadar lalu menoleh
ke Pandan Wangi. "tidak. tidak apa-apa." ucap Rangga.
Pandan Wangi tersenyum lebar.
"aku tau. kakang pasti heran dengan rajawalimu yang begitu jinak terhadap
orang bertopeng itu. hehehehe. itu wajar." kata Pandan Wangi kalem.
"wajar? maksudmu?"
seru Rangga penasaran.
"sudahlah. nanti akan aku
ceritakan semua ke kakang. sebaiknya kita makan dulu ikan bakar ini. aku sudah
kelaparan." Pandan Wangi langsung memakan ikan bakar di tangannya. Rangga
walau masih bingung akhirnya makan juga.
MALAM ini adalah malam bulan
punama. bulan begitu terang cahayanya di langit malam yang begitu cerah.
semilir angin sepoi sepoi behembus begitu sejuknya. suara suara nyanyian
seRangga malam begitu merdu terdengar mengiri malam yang sangat tenang itu.
Di kegelapan malam yang sunyi
terlihat berkelebatan lima orang dengan pakaian yang berlainan warna. merah,
hijau, biru, kuning dan putih. lima orang yang ternyata adalah gadis memakai
topeng tipis menyerupai tengkorak membuat wajah mereka jadi terlihat
menyeramkan. jika tidak teliti melihatnya maka semua pasti mengira kalau lima
gadis itu berwajah menakutkan, ini akibat topeng mereka sangat tipis hampir
tidak bisa di terka kalau sebenarnya itu adalah topeng.
kelima gadis bewajah tengkorak
itu bergerak dengan cepat menembus kegelapan malam menuju ke sebuah perguruan
silat tongkat perak. begitu sampai di depan gerbang perguruan, kelima gadis
berwajah tengkorak itu langsung menghabisi penjaga gerbang perguruan tongkat
perak. tidak hanya itu saja, kelima gadis berwajah tengkorak tersebut langsung
menyerbu masuk ke perguruan tongkat perak membantai siapa saja yang mereka
temui.
seluruh murid perguruan
tongkat perak langsung di sibukkan dengan pertarungan melawan lima gadis
berwajah tengkorak tersebut. keganasan lima gadis berwajah tengkorak sungguh
mengerikan, dalam tempo singkat hampir setengah murid perguruan tongkat emas
tewas di bantai dengan sadis oleh lima gadis berwajah tengkorak tersebut.
"berhenti." teriak
seseorang keras. dia adalah Ki Wonoyososo atau si malaikat tongkat perak.
matanya begitu tajam menatap lima gadis berwajah tengkorak. "siapa kalian?
kenapa menyerang perguruanku?" seru Ki Wonoyososo geram.
"hahahaha. akhirnya kau
keluar juga malaikat tongkat perak." seru gadis yang berpakaian merah.
kelihatannya gadis berpakaian merah adalah pemimpin dari lima gadis berwajah
tengkorak itu. "hahahaha. kami adalah lima iblis Lembah Tengkorak."
seru si gadis berpakaian merah menyebutkan nama mereka.
"lima iblis Lembah
Tengkorak?!" seru Ki Wonoyososo pelan mengerutkan keningnya.
"malaikat tongkat perak.
malam ini nama besarmu akan berakhir. hahahaha"
"huh. jangan anggap enteng
kemampuanku gadis muka tengkorak. hari ini aku bersumpah akan kubunuh kalian
yang telah membantai murid muridku." ucap Ki Wonoyososo geram sekali.
"hahahaha. majulah. aku
ingin lihat apa benar nama besar malaikat tongkat perak begitu hebat atau hanya
omong kosong saja." seru si gadis merah muka tengkorak meremehkan.
Panaslah hati Ki Wonoyososo di
remehkan oleh gadis muka tengkorak. "tutup mulutmu gadis muka tengkorak.
akan kubunuh kalian tidak bisa melihat matahari esok lagi. hiaaaatt." Ki
Wonoyososo langsung menerjang si gadis merah dengan senjata andalannya yaitu
tongkat perak yang selama ini telah banyak merobohkan tokoh-tokoh sakti dunia
persilatan. senjata tongkat yang terbuat dari baja berlapis perak putih sangat
keras tidak mudah patah.
"hahahaha.
serang.!!" teriak gadis merah muka tengkorak memerintahkan empat temannya
menyerang Ki Wonoyososo.
pertarungan lima melawan satu
sungguh pertarungan yang tidak seimbang jika di lihat dengan kasat mata tetapi
di jika amati pertarungan itu sangat seru dan berimbang. Ki Wonoyososo yang
bergelar malaikat tongkat perak begitu lincah menangkis setiap gempuran yang di
lancarkan lima iblis Lembah Tengkorak. murid murid perguruan tongkat perak
berdiri memegang senjata tongkat mengitari arena pertempuran lima iblis Lembah
Tengkorak melawan guru mereka Ki Wonoyososo.
jurus jurus tingkat tinggi
sudah di keluarkan oleh Ki Wonoyososo dan ini membuat lima iblis Lembah
Tengkorak jadi terdesak. lima iblis Lembah Tengkorak berlompatan ke belakang
sejauh dua tombak di hadapan Ki Wonoyososo.
"huh. rupanya tidak sia
sia kau menyandang gelas malaikat tongkat perak. tapi jangan senang dulu karna
kami belum mengeluarkan seluruh ilmu kami. bersiaplah." seru gadis muka
tengkorak.
"hehe. majulah, keluarkan
ilmu yang kalian miliki. aku tidak takut." ucap Ki Wonoyososo tandas.
matanya begitu tajam bagai singa kelaparan mengintai buruannya.
"keluarkan jurus lima
kala menari membius kematian." seru gadis merah muka tengkorak cepat.
kelima gadis muka tengkorak
bergerak membentuk formasi siap menyerang. di mulai dari gadis merah yang
bergerak ke depan meliuk liukan tubuhnya bagai orang menari membuat lawan jadi
telena karna gerakan lembut lima gadis muka tengkorak itu. di dalam kelembutan
gerakan mereka menyimpan bahaya kematian jika lawan sampai terbius oleh gerakan
mereka. itulah efek yang di timbulkan oleh jurus lima kala menari membius
kematian. sungguh jurus mematikan yang membuat lawan tidak menyadari bahaya
yang mengancam.
Ki Wonoyososo bukan pendekar
kemaren sore, dengan pengalamannya selama berkelana di dunia persilatan dulu
maka Ki Wonoyososo tau akan bahaya yang mengancam di setiap gerakan yang di
lakukan lima gadis muka tengkorak bagai orang menari. Ki Wonoyososo langsung menggunakan
jurus tongkat perak memukul air. ini jurus yang jarang di keluarkannya.
Jurus tongkat perak memukul
air sungguh luar biasa sekali. setiap sabetan selalu menimbulkan desiran angin
yang bergelombang. suara angin yang di timbulkan juga mengerikan. namun gerakan
jurus lima kala menari membius kematian juga sangat unik. gerakannya. gerakan
yang silih berganti oleh lima iblis Lembah Tengkorak sangat membingungkan
sekali hingga di saat kuda kuda Ki Wonoyososo agak limbung tiba-tiba gadis
merah muka tengkorak menyebarkan serbuk beracun, seketika pernafasan Ki
Wonoyososo jadi tercekat, kepalanya pusing dan mata berkunang kunang. di sisi
lain gadis muka tengkorak berpakaian putih melemparkan senjata rahasia berupa
jarum hitam yang sangat beracun.
"aaakh." teriak Ki
Wonoyososo keras terkena senjata rahasia.
tubuh Ki Wonoyososo langsung
menghitam roboh dan nyawanya melayang. sungguh licik sekali cara bertarung lima
iblis Lembah Tengkorak.
"kala biru, kala putih
habisi murid perguruan tongkat putih yang tersisa." seru kala merah cepat.
"kala hitam dan kala kuning bakar perguruan ini."
dengan cepat mereka membantai
semua murid perguruan tongkat perak tanpa ada yang tersisa satupun. rumah rumah
di bakar tanpa belas kasihan. perguruan tongkat perak musnah rata dengan tanah.
sungguh pembantaian yang sadis di bulan purnama malam ini.
SIANG yang terik membuat bumi
menjadi panas, sinar mentari langsung menyinari bumi tanpa terhalang awan
sedikitpun. memang siang ini cuaca sangat cerah sekali. tiada sedikitpun awan
yang memayungi bumi.
Di sebuah sungai yang cukup
besar namun dangkal dan berbatu batu memiliki air yang sangat jernih. di salah
satu batu besar yang terletak di bawah pohon yang cukup lebat daunnya, tampak
seorang pemuda berbaju putih agak ketat dengan memakai topeng perak di
wajahnya. siapa lagi kalau bukan Antoch alias Pendekar Pedang Matahari. Antoch
duduk dengan tenang memandangi ikan ikan yang berlarian di sela sela batu
sungai. tiba-tiba Antoch lamat lamat mendengar suara ribut. "hemmm. ada
suara perkelahian. siapa yang bertarung di tengah hutan yang sepi ini?"
batin Antoch sambil mengerahkan ilmu pembeda gerak dan suara. "agaknya
pertarungan terjadi di sebelah barat. aku harus melihat siapa yang tengah
bertarung." ucap Antoch lirih.
dengan cepat Antoch beranjak
dari atas batu melompat tinggi lalu berlari ke arah barat. begitu sampai di
tanah yang cukup luas Antoch melihat seorang gadis sedang di keroyok lima orang
pria yang rata rata memiliki perawakan tegap dan berwajah sangar di penuhi
cambang tebal serta codet di pipi mereka.
Tampak si gadis dengan lincah
memainkan pedangnya menangkis setiap serangan yang mengarah padanya. gerakan
jurusnya juga sangat cepat hingga tak berapa lama lima pria pengeroyoknya
berhasil di robohkan. secepat kilat lima pria itu kabur melarikan diri. si
gadis dengan tenang memasukan kembali pedannya ke dalam warangkanya. plok plok
plok suara tepuk tangan pelan terdengar dari tangan Antoch yang kagum melihat
kemampuan silat si gadis yang sangat lincah sekali. "ekh?!" si gadis
terkejut lalu berbalik ke arah suara tepuk tangan tadi.
"luar biasa sekali."
puji Antoch tulus. Antoch berjalan mendekati si gadis dengan tenang. "maaf
nisanak jika aku mengagetkanmu."
si gadis menatap tajam pemuda
bertopeng yang ia tidak kenal di hadapannya. "siapa kau? apa kau teman
mereka tadi?" ucap gadis itu tandas.
Antoch tersenyum lembut
mendengar si gadis yang mencurigai dirinya. "bukan. aku tidak kenal
mereka. namaku Antoch, nisanak?"
si gadis mendengus saja
mendengar pemuda bertopeng itu mengenalkan diri. tanpa bicara si gadis
melangkah pergi meninggalkan Antoch.
"ehk nisanak
tunggu." seru Antoch cepat.
Antoch mencoba untuk mencegah
gadis cantik itu pergi. Antoch menjura hormat pada gadis cantik tersebut.
"maafkan saya nisanak jikalau saya mengganggu nìsanak. apakah hanya
sekedar tau nama nisanak saja tidak boleh." ucap Antoch lembut.
"Hai apa maumu. jangan
halangi aku. atau kalau tidak aku pecahkan kepalamu." bentak gadis cantik
itu jengkel karna langkahnya di hadang oleh pemuda bertopeng yang tak di
kenalnya. matanya mendelik mengisaratkan kejengkelannya.
"Waduh. masa cuma mau tau
nama saja musti di pecahkan kepalaku." Antoch berlagak menutupi kepalanya.
si gadis menatap tajam orang
bertopeng di depannya. "apa maumu sebenarnya?" tanya si gadis
jengkel.
Antoch cengengesan saja sambil
garuk garuk kepala. "cuma pengen tau namamu saja." jawab Antoch
polos.
"lalu mau ap kalau sudah
tau namaku?" Antoch malah jadi bingung sendiri hendak menjawab apa.
Antoch garuk garuk kepala yang tidak gatal. ketika Antoch bingung itulah di
gunakan si gadis pergi dari tempat itu tanpa di sadari Antoch. ketika Antoch
menoleh maka Antoch jadi kaget melihat gadis yang tadi di dekatnya sudah tidak
ada hilang bagai di telan bumi. "hahk. siapa ya gadis tadi? ilmu
meringankan tubuhnya luar biasa. bahkan aku sendiri tidak menyadari
kepergiannya. sungguh gadis yang penuh misteri. hemhmmm." ucap Antoch
lirih. Antoch lalu beranjak menuju barat dengan berjalan tenang.
di atas pohon ternyata si
gadis tidak pergi tapi bersembunyi dari org bertopeng yang tidak di kenalnya.
"orang bertopeng itu ada hubungan apa dengan perampok2 tadi. jangan2 dia
salah satu mereka." ucap si gadis pelan seolah untuk dirinya sendiri.
"bukan. aku tidak kenal
mereka nisanak." suara orang menyahuti tepat di samping si gadis yang
duduk di dahan pohon.
"ekh?!" si gadis
jelas kaget bukan kepalang. karna orang bertopeng yang di lihatnya pergi ke
arah barat kini tiba2 sudah duduk di sampingnya.
Antoch tersenyum lembut sambil
mengangkat tangan kanannya.
"kau?! bag bag bagaimana
kau bisa ada di sini?!" seru si gadis keheranan sambil kepalanya menolah
noleh.
Antoch tertawa kecil saja
melihat raut muka si gadis yang kebingungan. si gadis melompat turun dari dahan
pohon lalu tanpa menoleh segera berjalan pergi. Antoch dengan cepat melompat
turun dari dahan pohon dan mengikuti si gadis. kontan saja si gadis makin
jengkel di buatnya. si gadis berhenti dan menatap Antoch dengan kesal.
"baik. aku katakan namaku tapi jangan mengikuti aku lagi." seru si
gadis gregetan kesal.
* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *
Antoch cengengesan saja
kemudian mengangguk cepat.
"aku Lestari. nah aku
sudah beri tahu namaku jadi jangan ikuti aku lagi." seru si gadis yang
bernama Lestari itu. Lestari segera balik badan hendak pergi.
"Lestari tunggu."
seru Antoch cepat, mencegah Lestari yang hendak pergi.
Lestari balik badan lagi
menghadap Antoch. "apa lagi?!" bentak Lestari galak.
"astaga. galaknya. jangan
marah2 gitu donk. kalau marah2 ntar cepat tua loh. hehehehe." ucap Antoch
cengengesan.
"edan ! bukan urusanmu
!!" bentak Lestari mulai emosi, tangannya sudah dia kepalkan tanda
amarahnya sudah tinggi.
Antoch kembali tertawa kecil.
"tenanglah. aku cuma mau tanya kamu hendak kemana?"
"sudah aku katakan bukan
urusanmu. aku mau kemana kek itu bukan urusanmu. sudah jangan ganggu aku
lagi." Lestari segera berlari meninggalkan Antoch, tapi baru beberapa
langkah tiba-tiba ada orang muncul di depan Lestari.
"Lestari. mau kemana
kau?" seru orang baru datang cepat. orang ini adalah nenek nenek dengan
berpakaian serba merah. sebuah tongkat hitam tergenggam di tangan kanannya.
Lestari yang mengetahui siapa
yang barusan muncul segera menjura hormat. "eyang Rakanini." ucap
Lestari menyebut nenek di hadapannya.
"Lestari. kenapa kau
kelihatan terburu buru. ada apa?" tanya eyang Rakanini dengan suara agak
parau. muka eyang Rakanini ini cukup angker juga karna rongga mata yang cekung
serta warna kulit agak merah. di dunia persilatan eyang Rakanini berjuluk Hantu
Tongkat Hitam.
"tidak eyang. aku
..." Lestari menghentikan ucapannya, sejenak Lestari melirik ke arah
pemuda bertopeng yang masih ada di situ.
eyang Rakanini mengikuti arah
lirikan mata Lestari. eyang Rakanini tertawa mengekeh melihat seorang pemuda
bertopeng perak. "anak muda. ada urusan apa kau dengan cucuku? apa kau
menyukai cucuku? khe khe khe." ucap eyang Rakanini pelan namun di sertai
tenaga dalam.
Antoch merasakan tubuhnya
seperti di himpit tembok yang tidak terlihat, namun dengan tertawa kecil Antoch
mengeluarkan ilmu sindat tenze untuk membentengi diri dari himpitan tenaga
dalam yang di kirimkan oleh eyang Rakanini. tampak Antoch berdiri dengan tenang
sekali tanpa pedulikan kalau sebuah kekuatan besar tengah menghimpit dirinya
namun di pihak lain tampak eyang Rakanini bergetar tubuhnya karna tenaga dalam
yang ia keluarkan sudah hampir mencapai batas kemampuannya. eyang Rakanini
tidak menyangka seorang anak muda memiliki tenaga dalam yang luar biasa tinggi,
tenaga dalamnya kalah tinggi dari anak muda itu.
"sudah hentikan nisanak.
tidak ada gunanya di teruskan." ucap Antoch tenang sekali.
"heh. aku belum kalah
anak muda. jangan kau anggap remeh diriku." seru Rakanini tandas.
"hmmm. jikalau begitu aku
yang mengaku kalah nisanak. maaf." ucap Antoch sambil melompat tinggi di
atas dahan pohon lalu melesat cepat tinggalkan tempat itu.
BRUAAAKK...
pohon sebesar dua dekapan
tangan manusia hancur lalu roboh karna tenaga dalam yang di keluarkan Rakanini
meleset dari sasaran hingga langsung menghantam pohon besar di belakang Antoch
berdiri tadi.
Rakanini terengah engah
nafasnya, keringat membanjiri dahinya.
"eyang." seru
Lestari yang keheranan melihat eyang Rakanini terengah engah bagai habis
berlari jauh.
Rakanini menoleh ke arah
Lestari. "sebaiknya kita pergi dari sini Lestari."
Lestari mengangguk cepat.
mereka melesat cepat ke arah barat dimana Antoch melesat pergi.
SEPAK terjang lima iblis
Lembah Tengkorak kian merajalela, tidak hanya perguruan tongkat perak yang
mereka bantai tapi juga perguruan2 di sekitar gunung puting mereka hancurkan.
sudah lima perguruan yang mereka hancurkan selama satu purnama ini, lima iblis
Lembah Tengkorak kini menjadi momok menakutkan bagi dunia persilatan. bahkan
para penduduk desa yang berada di wilayah gunung puting juga ikut was was
jikalau sampai orang2 Lembah Tengkorak tidak hanya membantai perguruan silat
tetapi juga para penduduk desa, itulah yang membuat para penduduk desa menjadi
di cekam rasa ketakutan.
"kakang." seru
wanita cantik bagai bidadari dengan pakaian serba hijau. gadis cantik tersebut
berlarian kecil dari arah sungai ke sebuah batu sebesar kerbau dimana seorang
pemuda tampan berjubah putih duduk dengan tenang sambil tersenyum lembut ke
arah gadis cantik yang berlarian kecil ke arahnya. "kakang. aku dapat dua
ikan besar di sungai. kita bakar ya buat pengganjal perut." seru si gadis
sambil menunjukkan dua ikan besar yang ia bawa dari sungai.
"kau dapat dari mana dua
ikan itu kenanga?" ucap pemuda itu lembut.
"di sungai dekat air
terjun itu kakang." sahut si gadis yang dipanggil kenanga menunjuk ke arah
dimana dia mendapatkan dua ikan tersebut.
si pemuda memandang mengikuti
arah yang di tunjuk si gadis. "hmmm. baiklah, ayo kita panggang ikan itu
lumayan bisa mengganjal perut." ucap pemuda itu.
mereka segera membuat perapian
dengan kayu2 yang berserakan di sekitar tempat itu, begitu api menyala maka dua
ikan besar itu mereka panggang.
"kakang. kemana tujuan
kita sekarang?"
pemuda itu menatap kenanga
dengan lembut. "ke desa kaliadem." ucapnya pendek sambil membolak
balikan ikan yang di panggangnya di atas api.
"desa kaliadem?! mau
ngapain kita kesana?" ucap kenanga mengerutkan keningnya.
"mengunjungi teman
lama."
"siapa?"
"nanti kau akan tau
sendiri kenanga." ucap pemuda itu kalem lalu mulai memakan ikan bakarnya
yang sudah matang itu. kenanga hanya merengut menghela nafas pendek. pemuda
berjubah putih itu tersenyum saja melihat kekasihnya yang merengut.
hari semakin sore menjelang
senja berarti malam akan segera tiba. dua insan berlainan jenis itu terus
mengobrol hingga tak terasa malam telah datang menyelimuti bumi. sang dewi
malam bersinar redup di langit malam yang berhiaskan bIntang.
* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *
SLAPP tak !!!
SEBUAH benda menancap di tiang
pilar pendopo yang berbentuk joglo. lima orang yang berada di pendopo itu
tersentak kaget langsung berdiri menghadap ke arah datangnya asal benda yang
menancap di pilar pendopo. orang berpakaian warna coklat dengan blangkon di
kepala melesat cepat keluar dari pendopo menuju asal benda tadi datang. laki
laki separuh baya dengan janggut agak panjang berjubah coklat hitam mengambil
benda yang menancap di tiang pilar pendopo. ternyata benda itu adalah pisau
kecil berwarna hitam dengan panjang setengah jengkal, ada kain putih kecil di
gagang pisau tersebut.
"guru, hati hati.
kelihatannya pisau beracun." seru seorang pemuda mengingatkan orang
separuh baya yang di panggil guru tadi.
"aku tau sagara."
ucap orang tua itu kalem. orang tua yang dipanggil guru oleh pemuda yang
bernama sagara itu adalah ki Handoyo, beliau adalah guru padepokan silat ruyung
sakti di daerah kali adem. ki Handoyo memungut kain putih di gagang pisau lalu
membukanya. ternyata itu adalah sebuah undangan yang di tulis dengan darah.
"DATANGLAH PADA HARI KE 15 DI Lembah Tengkorak... DEWI Lembah
Tengkorak." bunyi tulisan yang tertera di kain putih itu.
"guru. apa rencana guru
mengenai undangan itu?" tanya sagara setelah membaca tulisan di kain putih
yang ternyata adalah sebuah undangan.
ki Handoyo mengusap usap
janggutnya sambil mondar mandir tenang. sesekali beliau menghela nafas pelan.
"orangnya tidak ketemu,
guru. mungkin sudah pergi setelah melempar pisau tadi." kata pria berbaju
coklat cepat setelah sampai di pendopo. pria ini yang tadi melesat keluar
pendopo untuk mengejar si pelempar pisau tadi.
"apa kau melihat orang
yang melempar pisau tadi kakang Sadewo.?" seru sagara cepat pada orang
yang dipanggil Sadewo.
Sadewo menoleh ke arah sagara
yang juga adik seperguruannya. "sekilas saja adi. seorang wanita berbaju
putih berwajah tengkorak." sahut Sadewo cepat.
"APA?! berwajah
tengkorak?" seru sagara kaget. dua orang yang lain juga ikut kaget
mendengar hal itu, hanya ki Handoyo saja yang masih berdiri tenang.
"aku merasa undangan ini
menyimpan misteri yang bisa mendatangkan maut. dewi Lembah Tengkorak? siapa
adanya dia, aku tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya." ucap ki
Handoyo pelan namun bisa di dengar oleh empat orang murid utamanya.
"guru. sebaiknya tidak
usah pedulikan undangan itu. paling itu kerjaan orang iseng saja." seru
sagara.
"dewi Lembah
Tengkorak?!" gumam Sadewo sambil mengingat ingat sesuatu dalam pikirannya.
"tidak. aku merasa bakal
terjadi peristiwa besar di dunia persilatan dengan di kirimkannya undangan ini.
sagara pergilah kau ke Padepokan Toya Emas. apa mereka juga mendapatkan
undangan seperti ini juga." seru ki Handoyo.
"baik, guru." sagara
segera berlalu dari pendopo itu.
"sudiro dan putu ayu,
kalian pergilah ke desa kali adem dan juga desa kali deres. cari tau berita
yang berhubungan dengan undangan ini." seru ki Handoyo pada dua muridnya
yaitu sudiro dan putu ayu.
"baik, guru." sahut
mereka bersamaan lalu beranjak pergi.
"guru." ucap Sadewo
pelan.
"Sadewo. suruh semua
murid untuk waspada dan perketat penjagaan. aku memiliki firasat tidak
enak."
"tapi guru?"
"lakukan saja
Sadewo."
"baik, guru." seru
Sadewo lalu bergegas pergi.
tak berapa lama datang seorang
murid ke pendopo itu. "maaf guru. ada dua orang yang ingin bertemu
guru." ucap orang itu membungkuk hormat.
"siapa?" tanya ki
Handoyo cepat.
"seorang pemuda dengan
seorang wanita. namanya Panji, guru. katanya dia teman guru." ucap orang
itu menjelaskan.
"Panji?!" gumam ki
Handoyo pelan. "bagaimana ciri ciri pemuda itu?" tanya ki Handoyo
kemudian dengan cepat.
"tampan, berjubah putih
dan memiliki pedang kepala naga di punggunya. usianya kurang lebih dua puluh
tahun."
"Pendekar Naga
Putih?!" seru ki Handoyo sumringah mengenali ciri ciri pemuda yang di
sebutkan muridnya itu. "cepat suruh masuk."
"baik, guru." orang
itu segera berlalu dari hadapan ki Handoyo. lalu tak berapa lama orang itu
kembali lagi bersama dua orang.
ki Handoyo tersenyum lebar
melihat dua orang yang sangat ia kenal. "nak mas Panji dan nimas Kenanga.
apa kabar kalian? sudah lama kita tidak berjumpa. hahahaha." ucap ki
Handoyo senang.
"hahahaha. baik paman.
paman sendiri gimana?" ucap Panji bersalaman dengan ki Handoyo.
"hahaha. aku juga baik.
mari silakan masuk."
"terima kasih
paman."
mereka lalu masuk ke dalam
pendopo dan duduk di kursi ruang tamu pendopo tersebut.
"sudah lama kita ketemu,
sejak peristiwa melawan partai Kelabang Ireng." ucap ki Handoyo membuka
obrolan.
"benar, paman. sejak saat
kita tidak saling ketemu. Oh ya maaf paman, tadi aku lihat penjagaan di
perketat. apa yang terjadi paman?" tanya Panji lembut.
ki Handoyo menghela nafas
panjang kemudian berdiri dan berjalan ke pilar pendopo. tampak ki Handoyo
sedikit gelisah.
"ada apa paman? maaf jika
pertanyaanku menyinggung paman." ucap Panji merasa tidak enak hati melihat
perubahan ki Handoyo.
"tidak. bukan nak mas.
tadi sebelum nak mas datang aku mendapatkan undangan yang di kirim oleh orang
tak di kenal."
"undangan?!"
"benar. ini
undangannya." ki Handoyo menunjukkan kain yang bertuliskan darah.
Panji menerima kain putih
tersebut dan melihat apa yang tertulis. "hmmm. ini undangan yang aneh. di
tulis dengan darah. hari ke 15 di Lembah Tengkorak." gumam Panji pelan
mencermati isi undangan tersebut. "dewi Lembah Tengkorak. siapa dia
paman?"
"aku juga tidak tau nak
mas. Lembah Tengkorak cukup jauh dari sini. apa maksud dewi Lembah Tengkorak
mengirimkan undangan seperti ini." ucap ki Handoyo kalem.
"hmmm. apapun itu, ini
tidak bisa di anggap angin lalu saja. undangan ini mengandung maksud yang
tersembunyi."
"aku juga berpikir begitu
nak mas. tapi apa itu aku juga belum mengetahuinya."
"lalu apa tanggapan
paman? memenuhi undangan itu atau mengabaikannya."
"entahlah." ki Jarot
kembali duduk di tempatnya.
"sebaiknya abaikan saja
paman." ucap Kenanga menimpali setelah dari tadi diam saja.
Panji dan ki Handoyo menoleh
ke arah Kenanga. mereka sama-sama tersenyum lebar.
"kenapa?" seru
Kenanga yang heran melihat Panji dan ki Handoyo malah tersenyum lebar.
tak berapa lama Sadewo datang
ke ruang tamu pendopo. "guru. semua aku tempatkan sesuai perintah
guru."
"he-em." ki Handoyo
mengangguk. "Sadewo. kenalkan ini orang yang guru sering ceritakan yaitu
Panji, Pendekar Naga Putih."
Sadewo menoleh ke arah Panji.
"oh sungguh takku duga hari ini saya bisa bertemu dengan pendekar kesohor
di dunia persilatan. salam hormat saya pada Pendekar Naga Putih." ucap
Sadewo menunduk hormat.
"kisanak terlalu
berlebihan, saya tidaklah seperti apa yang orang bicarakan. saya hanya manusia
biasa saja. di atas langit masih ada langit jadi apa yang bisa saya banggakan.
jangan sungkan kisanak." ucap Panji dengan tutur kata yang halus.
"ah, selain kesohor
rupanya Pendekar Naga Putih bersifat rendah hati. sungguh mulia sekali."
ucap Sadewo kagum dengan sifat Panji yang sopan santun.
"panggil saya Panji saja
kisanak." ucap Panji kalem tersenyum.
"baik. saya Sadewo."
"ini Kenanga
temanku." Panji mengenalkan Kenanga pada Sadewo.
"nini Kenanga.
salam."
Kenanga mengangguk pelan saja.
"paman. apakah paman
sudah berjumpa dengan pendekar yang dulu membantu kita waktu menghancurkan
partai Kelabang Ireng?" tanya Panji mengalihkan pembicaraan.
"maksud nak mas Pendekar
Pedang Matahari?" ucap ki Handoyo. Panji mengangguk cepat. "belum nak
mas."
"sewaktu kami singgah di
kadipaten jati luhur. kami mendengar Pendekar Pedang Matahari juga membantu
menggulingkan kekuasaan adipati yang memberontak dan kini pewaris sah kadipaten
jati luhur kembali menduduki singgasana kadipaten."
"benarkah itu nak mas?"
seru ki Handoyo cepat.
Panji mengangguk. "kini
kadipaten jati luhur sudah berdiri sendiri menjadi sebuah kerajaan dengan
rajanya arya soma. orang2 di sana sering membicarakan sepak terjang Pendekar
Pedang Matahari dan nama pendekar itu adalah Antoch."
"hmmm. Pendekar Pedang
Matahari. orang baru di rimba persilatan yang langsung menggegerkan dunia
persilatan. kesaktiannya sukar di jajaki dan berhasil membinasakan tokoh sesat
yang selama puluhan tahun menjadi momok di dunia persilatan." ucap ki
Handoyo lirih namun masih bisa di dengar jelas.
"benar, paman. dia dengan
mudah dapat mengalahkan datuk sesat yang hampir saja mengalahkan aku."
Panji manggut2.
sejenak pendopo itu menjadi
sunyi karna semua larut dalam pikirannya masing2.
DI SEBUAH KEDAI MAKAN yang
terletak di desa kali anget tampak seorang pemuda bertopeng perak tengah asik
menyantap hidangan yang ada di depannya. dia dengan asik makan tanpa peduli
sepasang mata tengah memperhatikan dirinya. sepasang mata seorang wanita muda
berpakaian biru kuning dengan ikat kepala warna biru. sebilah pedang terlihat
dari punggung gadis itu, paras cantik gadis itu membuat mata para lelaki
sejenak melihat dirinya namun gadis itu cuek saja malah memperhatikan pemuda
bertopeng yang lagi asik makan.
pemuda bertopeng perak dengan
pedang bergagang matahari yang tak lain adalah Antoch segera beranjak pergi
dari kedai makan tersebut setelah membayar makanan itu. di lain pihak si gadis
yang dari tadi memperhatikan Antoch juga bergegas beranjak dari tempat duduknya
namun tiba-tiba ada seorang pria datang mencegah gadis itu.
"hai, cah ayu. mau kemana
kamu. temani aku disini janganlah buru buru pergi. hehehe." ucap pria yang
memiliki perawakan tegap dengan bulu dada yang tebal. mata kiri di tutupi
penutup mata dan ada codet melIntang di pipi kanannya. tampangnya keras dan
sangar sekali. si gadis menatap pria bercodet itu dengan pandangan tidak suka
karna merasa terganggu.
"hahahaha. janganlah
memasang wajah masam gitu, nanti wajah ayumu jadi tidak ayu lagi. hehehe."
ucap pria bercodet tersenyum.
walaupun pria bercodet itu
tersenyum tapi tetap saja tidak merubah tampangnya yang sangar. malah jadi
terlihat semakin angker.
"mau apa kau?" seru
si gadis cepat dengan tatapan mata tajam ke arah pria bercodet.
pria bercodet itu senyum2
sambil pandangannya menyusuri setiap jengkal tubuh si gadis. merasa risih
dipandangi orang begitu rupa membuat gadis itu segera beranjak pergi tapi lagi2
pria bercodet itu kembali menghalanginya bahkan pria bercodet itu sudah berani
memegang tangan si gadis. "hehehe. mau kemana cah ayu. di sini saja
bersamaku, aku traktir deh. hehehe." ucap pria bercodet sambil tertawa
kecil.
"lepaskan !!" bentak
si gadis keras.
bentakan gadis itu membuat
pengunjung di kedai tersebut jadi melihat kearah mereka berdua.
"lepaskan !!" bentak
si gadis kembali sambil menarik tangannya yang di pegang pria bercodet.
"hahahaha. kakang bergola
ireng. agaknya gadis itu tidak menyukaimu. sudah, bawa saja langsung.
hahahaha." seru seorang pria yang berpakaian hampir sama dengan pria
bercodet namun pria ini memiliki cambang lebat di dagunya.
"benar kakang. agaknya
hari ini rejekimu besar sekali kakang. kami pun juga mau dapat sisanya.
hahahaha." seru pria yang lain dengan ikat hitam melingkar di kepalanya.
"hahahaha. rupanya kau
juga kepengen juga dengan gadis ini jampari, sampai2 kau mau sisanya juga.
hahahaha." tawa orang bercodet yang di panggil dengan nama bergola ireng.
"hahahaha. tentu saja
kakang. atau kakang bermurah hati padaku agar aku yang mencobanya dulu."
seru orang dipanggil jampari.
"hahahaha. kau sendiri
gimana bedul?" seru bergola ireng pada orang bernama bedul.
"atur ajalah. yang
penting beres." sahut bedul tanpa menoleh sedikitpun.
"hahahaha." mereka
bertiga ketawa bersama dengan lantang.
mendengar perkataan ketiga
orang itu membuat si gadis jadi geram. hatinya panas sekali karna merasa di
lecehkan di depan banyak orang, dengan gerakan cepat gadis itu mengibaskan
tangannya dengan kekuatan tenaga dalam yang ia miliki sehingga membuat pria
bercodet jadi tersungkur menabarak meja.
"huh. dasar manusia2
sampah. sebaiknya bercermi dulu sebelum unjukan muka buruk kalian padaku."
seru si gadis keras karna jengkel sekali mendengar ucapan yang sangat
melecehkan dirinya.
bergola ireng bangkit berdiri
dengan sikap yang marah karna telah di buat jatuh tersungkur, dia sangat malu
di hadapan banyak orang telah di jatuhkan oleh gadis yang kelihatannya lemah
itu. "kurang ajar. rupanya kau harus di beri pelajaran gadis sundel."
teriak bergola ireng geram.
"hehh. apa katamu?!
kurang ajar !!" seru si gadis marah mendengar dirinya di panggil gadis
sundel.
"Hiaaatt."
gadis cantik itu menerjang
menyerang bergola ireng dengan mengarahkan pukulannya ke arah muka bergola
ireng. pukulan si gadis hampir mengenai sasaran namun dengan gerakan cepat
bergola ireng memiringkan tubuhnya menghindari pukulan yang mengarah ke
mukanya. di tengah jalan tiba-tiba pukulan si gadis berubah menjadi tamparan ke
arah pipi bergola ireng.
Plakk !!
suara tamparan mengenai pipi
bergelo ireng yang tidak sempat menghindari tamparan si gadis.
bergola ireng meringis
mengusap pipinya yang terkena tamparan si gadis.
"Bedebah !!" maki
bergela ireng keras. "akan kubuat kau menyesal seumur hidup gadis sundel.
hiaaatt !!"
dengan teriakan lantang
bergola ireng menerjang si gadis dengan jurus2 berbahaya yang mengancam wajah
si gadis. tangan yang membentuk cakar bergerak cepat menyerang si gadis. jelas
bergola ireng ingin membuat cacat wajah si gadis, namun si gadis dengan tenang
menghindar dari cakar bergola ireng yang mengarah ke wajahnya.
tapi di tengah jalan arah
serangan cakar bergola ireng berubah ke lambung si gadis, ini membuat si gadis
kaget namun dengan sigap dia melompat ke samping sehingga cakar maut bergola
ireng hanya lewat di samping si gadis. begitu serangannya dapat di hindari si
gadis maka dengan gerakan memutar cepat bergola ireng mengarahkan tendangan
putarnya ke perut si gadis. gerakan memutar yang cepat dari bergola ireng cukup
membuat si gadis terlonjak kaget, maka dengan susah payah si gadis melompat
menghindari tendangan memutar bergola ireng.
begitu lolos dari tendangan
bergola ireng maka dengan cepat si gadis melesat keluar dari kedai makan.
bergola ireng juga melesat cepat menyusul si gadis keluar dari kedai makan.
kini mereka saling berhadapan
dengan kuda kuda siap menyerang. "bersiaplah menemui dewa kematian gadis
sundel." seru bergola ireng tandas.
si gadis menyeringai sinis
dengan sorot matanya tajam bagai seekor elang mengincar mangsa.
tiba-tiba jampari dan bedul
sudah berdiri di samping bergola ireng. "kakang. kita ringkus saja gadis
itu lalu kita bawa ke hutan bukit tunggul." ucap jampari cepat.
"benar kakang. sungguh
sangat sayang jika gadis secantik dia di bunuh." seru bedul menambahkan.
"hmmm. baiklah. kita
serang gadis itu dengan jurus serigala menangkap mangsa." ucap bergola
ireng sambil mengangguk cepat.
"baik." sahut bedul
dan jampari cepat.
ketiga orang itu dengan cepat
mengurung gadis cantik itu, mereka sudah tidak mau main2 lagi dan ingin
secepatannya meringkus gadis cantik tersebut.
Bergola ireng menerjang
mengarahkan cakarnya ke arah leher si gadis sedang jampari dan bedul
mengarahkan cakarnya ke lambung dan kaki si gadis. di serang tiga orang dengan
tiga sasaran yang mengancam keselamatan jiwanya maka dengan cepat si gadis
melompat tinggi bersalto di udara lalu mendarat mulus di tanah.
serangan tiga orang itu terus
mengarah ke arah2 berbahaya di bagian tubuh si gadis. di keroyok begitu rupa
tidak membuat si gadis gentar, dengan tenang dia menghindari setiap serangan
yang mengarah ke daerah vital tubuhnya. kian lama pertarungan mereka sudah
cepat sekali dan kali ini si gadis jadi semakin terpojok hingga suatu ketika
seseorang dari tiga pria tersebut berhasil menyarangkan totokan tepat di leher
si gadis, seketika gadis itu jadi kaku tidak bisa bergerak.
"Hahahaha. akhirnya
tertangkap juga kau gadis sundel." bergola ireng tertawa penuh kemenangan.
"bangsat. lepaskan
aku." teriak si gadis marah.
"hahahaha. tenanglah cah
ayu. sebentar lagi kita akan bersenang senang. hahahaha."
"ayo kita bawa gadis itu
kakang." seru jampari.
"bangsat. lepaskan aku.
lepaskan. akan kubunuh kalian. lepaskan !!!" maki si gadis marah2.
Dengan memondong gadis itu
mereka melesat pergi meninggalkan tempat itu. para penduduk desa kali anget
yang kebetulan meOh yaksikan kejadian itu hanya bisa menghela nafas panjang
karna kasihan melihat nasib buruk yang akan menimpa si gadis.
tiga orang bergola ireng
dengan dua temannya berlarian cepat menyusuri pinggiran hutan bukit tunggul,
saat tiba di ujung jalan mereka masuk menerobos kelebatan hutan bukit tunggul.
tanpa mereka sadari ada seorang pemuda tengah mengikuti mereka dari tempat yang
cukup jauh sehingga mereka tidak sadar kalau sedang di ikuti.
pemuda itu berhenti di balik
pohon besar ketika tiga orang yang di ikutinya berhenti di sebuah pondok kayu.
pemuda itu langsung melompat ke dahan pohon yang cukup rimbun untuk tempat
bersembunyi. dia memperhatikan tiga orang yang tengah bicara di depan pondok.
"jampari, bedul. kalian
jaga di luar, begitu aku selese menikmati gadis ini maka giliran kalian nanti
yang juga menikmatinya." ucap bergola ireng cepat.
"baik. kakang."
sahut jampari dan bedul bareng.
bergola ireng melangkah masuk
ke dalam pondok kayu sambil memodong si gadis yang yang sudah tak berdaya di punggungnya.
di dalam pondok kayu terdapat pembaringan yang terbuat dari balai2 bambu.
bergola ireng membaringkan tubuh gadis itu di atas balai2 bambu.
TAMPAK si gadis melotot marah
ke arah bergola ireng.
"hehehe. sebentar lagi
akan kuajak kau menikmati sorga dunia cah ayu. kamu pasti senang dan akan minta
lagi setelah merasakan nikmatnya sorga dunia. hehehe." ucap bergola ireng
menatap wajah gadis cantik di pembaringan dengan tatapan penuh birahi. dia
mengusap rambut, pipi dan bibir si gadis dengan lembut lalu mulai turun ke
leher. tangan bergola ireng meremas payudara indah si gadis yang menonjol di
dada si gadis yang masih terbungkus pakaian. remasan itu lembut lalu agak keras
karna gemas sekali.
si gadis memaki menyumpah
habis habisan dalam hati. dia tidak bisa berontak karna tertotok. air matanya
mengalir dari sela matanya karna nasib buruk yang sebentar lagi akan menimpa
dirinya. nasib akan di gagahi oleh orang yang tidak ia kenal. dalam hati si
gadis bersumpah akan bunuh diri jika kehormatannya di renggut oleh bergola
ireng.
bergola ireng yang sudah
terbakar nafsu dengan kasar merobek kain penutup dada si gadis sehingga
payudara si gadis tampak membusung indah di dada si gadis. melihat payudara
putih membusung di dada si gadis membuat nafsu bergola ireng jadi meledak, maka
dengan cepat bergola ireng menindih tubuh si gadis.
BRUAAKKK !!!
pintu podok tiba-tiba hancur
berantakan, dua sosok tubuh melayang jatuh di dekat pembaringan dimana bergola
ireng tengah menindih si gadis. suara keras hancurnya pintu podok membuat
bergola ireng terlonjak kaget sampai turun dari atas balai2 bambu. lalu tak
lama dari luar muncul seorang pemuda bertopeng perak berdiri dengan tenang di
ambang pintu yang hancur berantakan.
"bangsat. setan alas.
siapa kau? berani sekali mengganggu kesenanganku." teriak bergola ireng
berang.
"aku malaikat kematianmu
manusia iblis." ucap pemuda bertopeng itu penuh tekanan.
"bedebah."
"sebentar lagi kau akan
menyusul dua temanmu itu manusia iblis." ucap pemuda bertopeng itu tandas.
bergola ireng menatap dua
temannya. dia tersentak karna melihat dua temannya sudah menjadi mayat dengan
dada hitam remuk. mendidihlah darah bergola ireng melihat kematian dua temannya
yang sudah tewas. "ku bunuh kau bangsat. hiaaat."
bergola ireng melompat
mengarahkan pukulannya ke muka pemuda bertopeng, namun dengan ringan pemuda
bertopeng itu memiringkan kepalanya lalu dengan gerakan kilat pemuda bertopeng
itu mengirimkan pukulan ke dada bergola ireng.
Diegkh !!
"aakh." jerit
bergola ireng terkena pukulan di dadanya.
BRUAAKK !!!
Dinding pondok jebol di tabrak
tubuh bergola ireng yang terpental.
Dinding kayu itu jebol dan
tubuh bergola ireng terlempar keluar dari pondok akibat pukulan yang di
lepaskan pemuda bertopeng dengan tenaga dalam itu.
pemuda bertopeng itu segera
menghampiri si gadis dan membebaskan totokan si gadis. begitu si gadis terbebas
dari totokan maka dengan cepat gadis itu melesat keluar menerjang bergola ireng
yang berdiri limbung akibat luka dalam yang di deritanya.
tak ampun lagi bergola ireng
di hajar habis habisan oleh si gadis yang kalap karna marah akibat perbuatan
bergola ireng yang hampir saja di rusak kehormatannya oleh bergola ireng.
dengan penuh emosi si gadis mencabut pedang di punggungnya lalu menyabetkan
pedang itu ke arah leher bergola ireng.
Crass !!
"aakh." jerit
bergola ireng tercekat lalu suaranya lenyap seiring kepalanya menggelinding
putus dari raganya.
tak puas dengan memutus leher
bergola ireng, si gadis menendang keras tubuh bergola ireng hingga mencelat
menabrak pohon. si gadis berdiri menatap tajam tubuh bergola ireng dengan nafas
terengah engah. hatinya masih belum puas maka dia melompat menuju ke tubuh
bergola ireng.
"hentikan." teriak
seseorang menghentikan si gadis yang hendak melompat menerjang tubuh bergola
ireng. "sudah hentikan nisanak. tidak ada gunanya kau teruskan. dia sudah
menjadi mayat." ucap pemuda itu lalu melemparkan sesuatu ke arah si gadis.
si gadis menangkap sesuatu
yang di lemparkan pemuda bertopeng itu. "aku belum puas sebelum mencincang
orang itu sampai hancur." seru si gadis dengan nada yang masih menunjukkan
kemarahan.
pemuda bertopeng itu tersenyum
lembut. "aku tau perasaanmu nisanak. tapi pakailah baju itu agar auratmu
tidak kau biar kan terlihat begitu saja." ucapnya mengingatkan keadaan si
gadis yang masih tidak sadar akan aurat atasnya masih terlihat akibat bajunya
di robek oleh bergola ireng tadi.
"ekh?!" si gadis
tersentak kaget menyadari keadaan dirinya, buru buru dia menutup dadanya dengan
dua tanganya lalu berlari di balik di sebuah pohon besar.
pemuda bertopeng itu tertawa
kecil melihat tingkah si gadis yang panik. Antoch lalu berjalan pergi dari
tempat itu.
"tunggu.!!" teriak
si gadis mencegah pemuda bertopeng itu pergi. "tunggu." seru si gadis
kembali sambil berlari mengejar pemuda bertopeng tadi.
pemuda bertopeng itu
membalikkan tubuhnya menghadap si gadis. "nisanak ada perlu
denganku?" tanyanya kalem tersenyum lembut.
si gadis menatap pemuda
bertopeng sejenak. "terima kash atas pertolonganmu. aku berhutang budi
padamu, entah dengan apa aku bisa membalasnya."
si gadis menunduk sedikit
menghormati orang yang telah menolong dirinya.
"aku Intan Ayu. nama
kisanak siapa?"
pemuda bertopeng menatap
lembut gadis cantik di depannya yang mengaku bernama Intan Ayu. "aku
Antoch." sahut Antoch kalem.
"Antoch. sekali lagi
terima kasih banyak atas pertolonganmu tadi."
"tidak usah di pikirkan
nisanak Intan Ayu. hanya kebetulan saja aku lewat tempat ini dan melihat
nisanak di bawa oleh tiga orang tadi." ucap Antoch lembut.
"apapun itu aku sangat
berterima kasih padamu." sahut si gadis yang bernama Intan Ayu.
"kalau tidak ada kamu entah apa jadinya diriku. mungkin aku sudah .."
Intan menghentikan ucapannya. tampak tangannya terkepal erat menahan
kejengkelan hatinya akibat kejadian buruk yang hampir menimpa dirinya kalau
tidak di tolong oleh Antoch.
"Oh ya, nisanak mau
kemana?" ucap Antoch mengalihkan pembicaraan.
Intan menatap pemuda bertopeng
itu sejenak. lalu dia menghela nafas pendek. "aku sebenarnya sedang
mencari kakakku. mungkin kisanak pernah bertemu dengan dia namanya Lestari, dia
bersama eyang Rakanini atau orang menjulukinya Hantu Tongkat Hitam."
Antoch memegang dagunya
berpikir sejenak. sepertinya dia pernah bertemu dengan seorang gadis bernama
Lestari dan juga wanita tua bernama Rakanini. apakah mereka orang yang tengah
di cari oleh Intan Ayu. batin Antoch.
"kamu pernah bertemu
mereka?" tanya si gadis kalem.
Antoch melirik Intan Ayu, dia
menggeleng pelan saja. "sebaiknya kita keluar dari hutan ini dulu.
mari." Antoch melangkah ringan di ikuti Intan Ayu. dalam perjalanan mereka
banyak ngobrol dan becanda.
"jadi kamu juga mendapat
undangan dari orang2 Lembah Tengkorak? hmmm. agaknya aku memiliki firasat buruk
tentang undangan itu. bisa saja itu adalah undangan maut." ucap Intan Ayu
pelan. dia diam merenung mencermati arti dari undangan maut tersebut.
"hari ke 15 tinggal 3
hari lagi. mari kita sama2 ke Lembah Tengkorak, aku penasaran dengan undangan
itu. bagaimana?" tanya Antoch menatap Intan yang terdiam karna merenung.
Intan menoleh menatap pemuda
bertopeng itu beberapa lama lalu mengangguk sedikit. Intan sebenarnya merasa
ragu namun rasa penasarannya akan undangan itu membuatnya ingin mengetahui apa
maksud dan tujuan si pengirim undangan yang mengatas namakan dirinya Dewi
Lembah Tengkorak.
Tak terasa matahari bergulir
sangat cepat sehingga sorepun telah tiba. mereka terus berjalan menyusuri jalan
setapak menuju ke sebuah desa yang berada di kawasan gunung puting timur.
MALAM ini desa ngasinan tampak
lain dari biasanya, desa yang biasanya tidak terlalu rame jika malam hari,
sekarang jadi tampak rame karena malam ini banyak sekali para pengunjung yang
singgah di desa tersebut. umumnya para pengunjung itu adalah para pengembara
dan ada juga dari beberapa orang2 kerajaan. mereka rata rata memiliki tujuan
yang sama yaitu hadir dalam undangan yang di kirim oleh orang yang menamakan
dirinya dewi Lembah Tengkorak.
Di sudut ruang kedai yang
terletak di ujung jalan desa tampak dua orang tengah duduk menikmati hidangan
yang tersedia di depan mereka. si gadis sesekali memandang ke sekitar dalm
kedai yang di penuhi orang2 dari rimbar persilatan yang berbeda aliran. si
pemuda bertopeng perak malah asik menyantap ayam goreng yang ada di piring. dia
tidak pedulikan orang orang yang juga ada di dalam kedai. si gadis menepuk bahu
pemuda bertopeng perak.
"Antoch. lihat yang
datang ke kedai ini rata rata orang persilatan yang cukup memiliki nama. yang
duduk di dekat jendela itu adalah malaikat biru kali gede sedang dua orang yang
bersamanya adalah sepasang pendekar pedang timur. tak jauh dari tempat mereka
itu adalah si tongkat ular sanca lalu di sampingnya dewa tangan api." si
gadis yang tak lain adalah Intan Ayu menyebut nama nama tokoh yang ada di dalam
kedai. si pemuda yang tak lain adalah Antoch Pendekar Pedang Matahari hanya
berguman acuh tak acuh saja. "mereka pasti juga penasaran dengan undangan
dari dewi Lembah Tengkorak." ucap si gadis kalem.
Antoch melirik gadis cantik
yang beberapa hari ini bersamanya. "tujuan mereka sama dengan kita Intan.
mereka juga ikut hadir dalam undangan yang misterius itu." ucapnya pelan
lalu kembali menyantap ayam gorengnya.
Intan Ayu mengangguk cepat
lalu mulai menyantap makanannya.
tak berapa lama datang dua
orang ke kedai makan itu, satu orang tua berjubah putih dengan jenggot putih
agak panjang. yang satu gadis cantik dengan berpakaian hijau biru terdapat
sebilah pedang di punggunnya. dua orang itu menuju ke meja dimana Antoch dan
Intan Ayu berada.
"maaf kisanak dan
nisanak. boleh kami ikut duduk di sini karna kami tidak dapat tempat
duduk." ucap orang tua itu lembut penuh keramahan.
"silakan." sahut
Intan ramah.
"terima kasih."
orang tua dan gadis cantik itu lalu duduk berhadapan dengan Antoch dan Intan
Ayu. tampak sejenak si gadis melirik ke arah Antoch dengan lirikan penuh arti.
entah apa arti lirikan itu dan hanya si gadis mengetahuinya. lalu si gadis
mengalihkan pandangannya ke orang tua di sebelahnya.
* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *
"mudah mudahan saja kita
bisa bertemu dengan pangeran matahari di Lembah Tengkorak nanti Gayatri. di
kitab babad tanah leluhur tertulis dengan kalau pangeran matahari akan muncul
kembali 200 tahun setelah istana tapak suci mengalami kehancuran." ucap
kakek tua berjubah putih tersebut.
"Ekh?!" Antoch
tersentak kaget mendengar kakek tua di depannya menyebut pangeran matahari.
Antoch bertanya tanya dalam hati kenapa kakek tua itu menyebut soal pangeran
matahari dan juga istana tapak suci. ini adalah hal yang aneh menurutnya.
"ya tapi di kitab itu
tidak menyebutkan ciri ciri pangeran matahari tersebut guru. di situ hanya di
sebutkan pangeran matahari akan muncul kembali di masa 200 tahun setelah istana
tapak suci hancur. sangat sulit guru menemukan orang di maksud. sedangkan ibu
harus terbaring menahan sakit menunggu pangeran matahari muncul mengobati
beliau." ucap si gadis yang bernama Gayatri dengan nada putus asa.
"selagi kita berusaha
maka sang hyang widi pasti menunjukkan jalan untuk kita. janganlah kamu
berputus asa. kuatkan hatimu Gayatri." ucap si kakek sambil menepuk bahu
Gayatri lembut untuk menenangkan hati Gayatri.
Gayatri menghela nafas pendek,
dia kembali melirik ke arah pemuda bertopeng perak dan secara kebetulan pemuda
bertopeng perak itu juga melirik Gayatri sehingga pandangan mereka sejenak
bertemu lalu mereka sama2 menghindar, ada suatu perasaan aneh yang tiba2
menjalar di hati Gayatri, seolah seperti perasaan kangen, rindu dan juga
seperti merasa sudah dekat dengan pemuda bertopeng tersebut.
"kita kembali ke
penginapan yuk." ucap Intan Ayu sambil beranjak berdiri.
Antoch menoleh ke Intan Ayu
lalu mengangguk pelan. Antoch dan Intan Ayu segera beranjak pergi dari kedai
tersebut. kembali ketika melirik pandangan Antoch bertemu dengan pandangan
Gayatri yang juga melirik padanya. sejenak mereka saling pandang kemudian
Antoch melangkah mengikuti Intan Ayu yang sudah duluan keluar.
Gayatri menatap pemuda
bertopeng yang melangkah keluar dari dalam kedai. Gayatri benar2 merasa aneh
dengan perasaan yang tiba-tiba menjalar merasuki hatinya, tapi perasaan apa itu
Gayatri tidak bisa mengartikannya.
"Gayatri. ada apa?"
tanya kakek tua cepat melihat Gayatri yang bersikap sedikit aneh.
Gayatri menoleh ke kakek tua
di sebelahnya lalu menggeleng sedikit. "tidak. tidak apa-apa guru."
ucapnya cepa.
"dari tadi guru lihat
kamu memperhatikan pemuda bertopeng terus. apa kamu kenal dia?" tanya
kakek tua itu menyelidik.
Gayatri menggeleng cepat.
"tidak. aku tidak kenal orang bertopeng itu." sahut Gayatri.
"hmmmm. ya sudah. kita
makan saja dulu setelah itu kembali ke penginapan."
"baik. guru."
mereka lalu mulai melahap
makanan yang telah di sediakan pemilik kedai.
* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *
Duaaarr !!!
Suara ledakan keras menghantam
pohon hingga hancur berkeping keping.
"hahahaha. mampus kau
Rejo Warang. hahahaha." tawa seorang kakek tua berpakaian serba hitam.
tongkat berbentuk ular tergenggam di tangan kanannya. rupanya tongkat inilah
yang mengeluarkan sinar kehijauan dan mengenai pohon hingga hancur berkeping
keping. di depan kakek tua itu ada orang tua terduduk memegangi dadanya yang
sakit akibat adu tenaga dalam dengan kakek tua tersebut. di samping orang tua
itu ada seorang gadis memegangi bahu orang tua itu.
"uhuk uhuk. Jalak Ireng.
apa maumu sebenarnya?" seru si orang tua yang bernama Rejo Warang dengan
suara parau.
"mauku?! hahahaha. tentu
saja membunuhmu tapi sebelum itu katakan dimana kau sembunyikan pusaka pedang
samudra itu. atau kau ingin aku siksa dulu Rejo Warang. katakan !!" bentak
Jalak Ireng garang.
"manusia terkutuk. kami
tidak takut mati. hiaaatt." teriak si gadis yang ternyata adalah Gayatri.
tanpa tanggung2 Gayatri mencabut pedang di punggungnya.
"Gayatri jangan. dia
bukan tandinganmu." teriak Rejo Warang parau.
"hahahaha. nyalimu besar
juga cah ayu. ayu majulah. hahahaha." ejek Jalak Ireng meremehkan serangan
Gayatri.
dengan ilmu yang di dapat dari
gurunya yaitu Rejo Warang, Gayatri memainkan jurus jurus pedang dengan
kecepatan tinggi. tampak sekali kilatan kilatan cahaya yang berkilau dari
pedang membuat Gayatri bagai bidadari menari. secepat kilat Gayatri menyerang
daerah2 vilal Jalak Ireng. seranganya sungguh berbahaya sekali namun yang
tengah ia hadapi bukanlah tokoh sembarangan. gurunya saja di buat tersungkur
apa lagi Gayatri yang hanya seorang murid pasti bukanlah tandingan si Jalak
Ireng. agaknya Jalak Ireng sengaja mempermainkan si gadis karna dia hanya
melawan dengan tangan kiri saja, setiap serangan yang datang dengan mudah
sekali di patahkan. sebenarnya Gayatri juga tidak bisa di anggap remeh sebab
semua ilmu gurunya telah ia kuasai dengan sempurna namun menghadapi tokoh kosen
yang di dunia persilatan di juluki Datuk Tongkat Ular ini membuat Gayatri hanya
jadi mainan saja oleh Jalak Ireng.
"hahahaha. ayo anak manis
keluarkan semua kemampuanmu. hahahaha." ledek ki Jalak Ireng meremehkan
Gayatri.
"Huh. jangan sombong kau
orang tua. tahan pukulanku !!" seru Gayatri geram. dengan gerakan cepat
Gayatri mengumpulkan tenaga dalamnya di tangan kanan, kaki kanan ditarik
kebelakang, Gayatri bersiap melepaskan pukulan sakti jarak jauh dengan tenaga
dalam penuh. maka dari tangan kanan Gayatri melesatlah sinar merah menerjang ke
arah Datuk Tongkat Ular. itulah pukulan sakti yang diturunkan gurunya ki Rejo
Warang yang bergelar Malaikat Tangan Besi. pukulan sakti itu bernama pukulan
Telapak Kematian. pukulan Telapak Kematian dulu sempat menggegerkan dunia
persilatan karna keganasannya. dalam sekali pukulan saja mampu membunuh lima
ekor kerbau dewasa dengan tubuh hangus.
"pukulan Telapak
Kematian?!" seru ki Jalak Ireng tersentak kaget.
maka kali ini ki Jalak Ireng
tidak mau berlaku ayal, dengan cepat dia gerakkan tongkat ularnya berputar tiga
kali lalu di sentakkan tongkat ular itu ke depan, dari ujung tongkat yang
berkepala ular itu melesatlah sinar hijau yang memapaki sinar merah pukulan
Telapak Kematian. sinar hijau yang bernama Ajian Ular Hijau mematuk mangsa itu
bertemu di udara dalam satu titik.
DUAAAARR !!!
Ledakan dahsyat terjadi begitu
dua pukulan sakti beradu, tempat itu bergetar bagai terkena gempa.
"aaakh." jerit
Gayatri terpental dua tombak kebelakang. tiba-tiba sekelebat bayangan putih
menyambar tubuh Gayatri yang hampir saja menabrak pohon.
ki Jalak Ireng hanya sedikit
limbung saja namun dadanya agak terasa sakit akibat benturan tenaga dalam tadi,
dengan cepat ki Jalak Ireng mengerahkan hawa murni guna mengusir rasa sakit di
dadanya.
sementara itu Gayatri yang
muntah darah terluka dalam tengah di beri hawa murni oleh seorang pemuda
bertopeng perak yang tak lain adalah Antoch. di tempat lain tampak Intan Ayu
tengah menolong kakek tua ki Rejo Warang untuk berdiri.
"terima kasih
nisanak." ucap ki Rejo Warang parau.
"kakek tidak
apa-apa?" ucap Intan Ayu pelan.
"tidak. aku tidak
apa-apa." ki Rejo Warang menoleh ke arah Gayatri yang tengah di beri hawa
murni. "Gayatri." serunya pelan. ki Rejo Warang menghampiri Gayatri
muridnya itu. "kisanak. terima kasih banyak kisanak telah menolong murid
ku Gayatri."
Antoch menarik nafas dalam2
lalu menghembuskannya pelan. Antoch menoleh ke arah orang tua yang tadi
bertanya. dia mengangguk sedikit lalu berdirì. "untung muridmu cepat di
tolong kalau terlambat sedikit saja nyawanya pasti melayang. benar2 pukulan
yang sangat mengerikan." ucap Antoch dengan tenang.
"ouh,.terima kasih
kisanak terima kasih."
"uhuk uhuk. guru."
ucap Gayatri terbatuk batuk.
"Gayatri. kamu tidak
apa-apa?" ucap ki Rejo Warang mencemaskan keadaan muridnya itu.
Gayatri menggeleng cepat.
"aku tidak apa-apa,guru." ucapnya pelan.
"sebaiknya kalian
bersemedilah untuk memulihkan tenaga kalian." ucap Antoch kalem. Antoch
berbalik badan menghadap kakek tua pemegang tongkat ular.
"hati hati kisanak. dia
sangat berbahaya. tongkat ularnya mampu menghancurkan batu besar, jadi berhati
hatilah." ucap ki Rejo Warang mengingatkan Antoch.
Antoch menoleh ke arah ki Rejo
Warang lalu mengangguk cepat. "Intan. kamu jaga mereka di sini." seru
Antoch pada Intan Ayu.
"baik." sahut Intan
Ayu mengangguk cepat.
Antoch melangkah lima tindak
ke arah ki Jalak Ireng yang sudah berdiri dari duduknya sehabis mengobati luka
dalamnya akibat beradu tenaga dalam dengan Gayatri.
"orang tua. sebaiknya
hentikan saja semua ini. tidak ada untungnya meneruskan permasalahan yang
ada." ucap Antoch tenang mengajak jalan berdamai.
ki Jalak Ireng menatap pemuda
bertopeng dengan tajam. ki Jalak Ireng mendengus saja mendengar ucapan si
pemuda yang mengajak berdamai. "heh. siapa kau bocah? jangan jadi pahlawan
kesiangan. lekas pergi dari hadapan ku kalau masih ingin melihat matahari esok
hari." ucap ki Jalak Ireng ketus.
Antoch tersenyum lembut
mendengar ucapan orang tua yang jelas jelas meremehkan dirinya namun Antoch tak
mau terpancing maka dengan sabar dia masih menginginkan jalan damai dari pada
harus terjadi pertumpahan darah yang sia sia saja.
"hmmm. kita manusia hanya
memiliki selembar nyawa jadi untuk apa tidak gunakan hidup ini di jalan
kebenaran dan berbuat kebajikan." ucap Antoch kalem.
"heh. jangan menggurui ku
bocah. tau apa kau soal hidup jadi jangan sok berlagak di hadapanku. lekas
minggat dari hadapanku kalau masih sayang nyawa." bentak ki Jalak Ireng
garang.
Antoch kembali tersenyum.
"kenapa musti harus ada pertumpahan darah jika jalan damai masih
terbentang.."
"jangan banyak bacot kau
bocah. di beri madu malah minta racun. rasakan tongkat ini." sergah ki
Jalak Ireng.
dengan gerakan kilat ki Jalak
Ireng mengayunkan tongkat ularnya ke kepala Antoch. deru angin berhembus cepat
ketika tongkat ular itu bergerak cepat. tinggal sejengkal lagi tongkat itu
memecahkan kepala Antoch tiba-tiba tangan Antoch bergerak kilat menahan tongkat
tersebut hanya dengan satu jari saja. Antoch berbuat begitu agar ki Jalak Ireng
sadar dan bisa di ajak berdamai.
"Ekh?!!"
justru perbuatan Antoch itu
membuat semua orang yang ada tempat itu jadi tersentak kaget. itu adalah
kejadian yang membuat takjub bagi siapa saja yang melihatnya. padahal tanpa
Antoch sadari telah ada beberapa orang yang berdatangan di tempat itu. mereka
terpana melihat kejadian yang ada di depan mereka. tongkat ular milik Datuk
Tongkat Ular yang terkenal sakti hanya di tahan dengan satu jari saja, ini
sungguh luar biasa hebat. semua pada bertanya tanya siapakah pemuda bertopeng
yang mampu menahan tongkat ular ki Jalak Ireng. pastilah orang itu memiliki
tingkat tenaga dalam yang maha sempurna karna sangat mustahil menahan tongkat
ular sakti hanya dengan satu jari saja. benar benar menakjubkan dan itu benar
benar terjadi di hadapan mereka semua.
Datuk Tongkat Ular mengerahkan
seluruh tenaga dalamnya namun tak sedikitpun tongkatnya bisa bergerak. kini ki
Jalak Ireng mulai sadar kalau tenaga dalam lawan jauh lebih tinggi di banding
tenaga dalamnya maka ki Jalak Ireng mulai bergetar hatinya gentar. tapi bila
dia mundur atau melarikan diri maka mukanya mau ditaruh mana, pasti orang2
persilatan akan menertawakan dirinya. akhirnya ki Jalak Ireng nekat juga akan
bertarung hidup mati melawan pemuda bertopeng itu.
"huh. hari ini aku
mengadu kesaktian denganmu bocah." seru ki Jalak Ireng menarik tongkat
ularnya lalu melompat lima langkah ke belakang.
Antoch menghela nafas pendek,
Antoch sadar dengan ucapan ki Jalak Ireng yang berarti pertarungan ini
ditentukan siapa yang mati dialah yang kalah. tak ada jalan damai sama sekali.
dalam hati Antoch sangat menyesalkan kecerobohannya yang berbuat seperti itu
tadi.
"terimalah pukulan ULAR
HIJAU MEMBURU KEMATIAN ku bocah !!" seru ki Jalak Ireng lantang.
ki Jalak Ireng memutar tongkat
ularnya di depan, tubuhnya bergetar hebat mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya.
ki Jalak Ireng benar benar ingin mengadu kesaktian dengan Antoch sampai mati.
Antoch menghela nafas pendek,
tak ada jalan baginya untuk menghindari pertarungan adu kesaktian dengan ki
Jalak Ireng, mau tidak mau Antoch harus menghadapinya dengan jalan ksatria.
maka dengan cepat tanang kanan Antoch di angkat ke atas dengan telapak tangan terbuka
mengerahkan tenaga dalam di telapak tangan, lalu telapak tangan itu tergenggam
erat hingga berwarna keperakan. itulah pukulan matahari tingkat terakhir dari
rangkaian ilmu sembilan matahari, sengaja Antoch menggunakan pukulan matahari
tingkat terakhir untuk menghormati lawannya.
Melihat dua orang yang tengah
melakukan pengerahan pukulan dengan tenaga dalam tinggi membuat semua orang
yang ada di tempat itu langsung beranjak menjauhi tempat itu, mereka sadar bila
berada di dekat dua orang yang tengah adu kesaktian itu bisa membahayakan diri
mereka sendiri, salah salah mereka bisa terkena pukulan nyasar, jadi mereka
berlaku mencari aman dengan jalan menjauh dari tempat pertarungan adu kesaktian
tersebut.
"Ekh?! Pendekar Pedang
Matahari?!" seru salah seorang di antara mereka begitu melihat siapa yang
sedang adu kesaktian dengan Datuk Tongkat Ular.
"Ekh?! Pendekar Pedang
Matahari?!!" seru semua tercekat kaget mendengar ada yang menyebut gelar
Pendekar Pedang Matahari. siapa yang tak kenal dengan gelar tersebut, gelar
Pendekar Pedang Matahari yang telah menggegerkan dunia persilatan. mereka
menoleh ke arah pemuda berjubah putih dengan pedang bergagang kepala naga di
punggungnya.
"Pendekar Naga
Putih?!" seru orang separuh baya cepat. "apa benar pemuda bertopeng
perak itu Pendekar Pedang Matahari?" ucap orang tua itu.
Pendekar Naga Putih menoleh ke
orang separuh bayu. "paman Santiko Aji." seru Panji mengenal orang
separuh baya tersebut. "benar, paman. dialah yang Pendekar Pedang
Matahari." ucap Panji kemudian.
mereka kembali memusatkan
perhatiannya ke arah pertarungan Antoch dengan ki Jalak Ireng.
"Ajian Ular Hijau memburu
kematian." teriak ki Jalak Ireng keras.
dari ujung tongkat yang
berbentuk kepala ular melesak sinar hijau yang menderu menerjang ke arah
Antoch.
"pukulan matahari."
teriak Antoch lantang. dari tangan kanan Antoch tergenggam keperakan melesat
sinar putih keperakan mengandung hawa panas luar biasa menerjang ke arah ki
Jalak Ireng. dua sinar pukulan sakti berada di satu garis lurus lalu bertemu di
satu titik.
DUAARRR !!!
Ledakan maha dahsyat terdengar
keras membuat tanah di tempat itu bergetar bagai terkena gempa. efek pukulan
sakti yang beradu itu sampai ke tempat orang orang yang menyaksikan pertarungan
itu. mereka sampai mengerahkan tenaga dalam untuk meredam efek yang ditimbulkan
beradunya dua pukulan sakti tersebut. orang yang memiliki tenaga dalam menengah
langsung roboh tidak kuat menahan efek dahsyat dua pukulan sakti tersebut.
sedang orang orang yang memiliki tenaga dalam yang dapat diandalkan tidak
mengalami goncangan yang berarti.
tampak sinar putih keperakan
pukulan matahari menekan dan menembus sinar hijau Ajian Ular Hijau memburu kematian
dan langsung melabrak tubuh ki Jalak Ireng.
"uaaagkh." jerit k
Jalak Ireng.
tubuh ki Jalak Ireng terpental
sepuluh tombak menabrak pohon pohon hingga bertumbangan, tubuh ki Jalak Ireng
baru berhenti setelah menabrak batu besar. tampak tubuh ki Jalak Ireng jadi
hitam gosong kemudian meleleh jadi abu hitam. benar bener mengerikan akibat
terkena pukulan matahari.
Antoch hanya terseret ke
belakang tiga langkah saja, dia merasakan dadanya agak nyeri di dalam, dengan
cepat Antoch bersila mengobati luka dalamnya dengan pengerahan hawa murni ke
setiap aliran darahnya agar kembali normal.
"uhuk uhuk." Antoch
terbatuk pelan. "agaknya aku terlalu memforsir tenaga dalamku. dalam 7
hari kedepan aku tak mungkin lagi bisa menggunakan pegempang saktiku. yaitu
sindat tense. mulai sekarang aku harus berhati hati. dalam 7 hari kedepan aku
hanya bisa megempangi diriku dengan ilmu sembilan bulan saja. ilmu sembilan
matahari tidak akan bisa keluarkan selama 7 hari kedepan." batin Antoch
dalam hati.
itulah kelemahan ilmu yang
Antoch miliki, bila dia menggunakan salah satu dari tiga ilmu dewa maka ilmu
yang beraliran dengan yang di gunakan ilmu dewa tersebut akan musnah selama
beberapa hari. ini tergantung besar kecilnya tenaga dalam yang di keluarkan.
beruntung tadi Antoch hanya menggunakan sepertiga tenaga dalamnya karna tadi
sewaktu mengerahkan pukulan matahari Antoch megempangi dirinya dengan ilmu
pegempang raga. sehingga efek pukulan lawan dapat dibuyurkan oleh ilmu
tersebut, namun akibatnya Antoch harus kehilangan dua ilmunya untuk sementara
waktu. yaitu ilmu mataharinya dan ilmu pegempang raga atau sindat tense.
"anak muda kamu baik baik
saja?" ucap ki Rejo Warang kalem sambil menyentuh pundak Antoch. ki Rejo
Warang agak mencemaskan keadaan penolongnya tersebut.
Antoch membuka matanya dan
menatap orang tua itu lembut. "tidak. aku tidak apa-apa." ucapnya
kalem menenangkan kecemasan orang tua di depanya itu.
"sukurlah tuan pendekar
baik baik saja. saya mengira tuan pendekar terluka dalam akibat bentrokan
tenaga dalam dengan ki Jalak Ireng tadi." ucap ki Rejo Warang.
Antoch beranjak berdiri dari
bersila. "tidak. saya baik baik saja."
"Antoch. kamu tidak
apa-apa?" seru Intan Ayu cepat setelah sampai di samping Antoch.
Antoch menoleh ke arah Intan
Ayu lalu menggeleng cepat.
"sukurlah kamu baik baik
saja. aku sudah cemas tadi melihat pertarungan adu kesaktianmu dengan orang tua
itu." ucap Intan Ayu menarik nafas lega.
Antoch tersenyum lebar
mendengar itu.
"Pendekar Pedang Matahari
memang luar biasa sekali. hebat."
"Pendekar Pedang
Matahari?!" seru ki Rejo Warang dan beberapa orang yang ada tempat
terkejut. mereka tidak menyangka kalau pemuda bertopeng perak di depan mereka
adalah tokoh pendekar yang saat ini telah membuat geger dunia persilatan
wilayah timur dengan sepak terjangnya yang membuat semua jadi kagum.
"benarkah kisanak ini
adalah pendekar besar yang saat sedang ramai di bicarakan orang? sungguh
anugrah bagi kami bisa bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari." ucap ki
Rejo Warang menjura hormat sedikit membungkuk.
Antoch tersenyum tipis lalu
mengangguk pelan. "maaf. kami mohon permisi dulu. Intan! Mari!" ucap
Antoch lalu tanpa menunggu jawaban semua orang segera menggandeng tangan Intan
lalu melesat cepat dari tempat tersebut.
semua orang hanya diam terpana
dengan gerakan kilat Pendekar Pedang Matahari yang sungguh luar biasa cepat
bagai hilang di telan bumi.
"Hmmm. sungguh luar biasa
hebat ilmu meringankan tubuhnya." guman beberapa sambil geleng geleng
kepala kagum. Semua orang yang ada tempat itu segera beranjak pergi ke arah
timur menuju ke Lembah Tengkorak.
Sementara ìtu Antoch yang
berlari cepat dengan menggandeng tangan Intan Ayu sudah keluar dari hutan kecil
itu. Mereka sampai di sebuah anak sungai yang airnya mengalir sangat jernih, di
batu besar di bawah pohon cempedak yang tumbuh menjorok ke arah sungai mereka
berhenti, tampak nafas Antoch sangat memburu tidak seperti biasanya, agaknya
Antoch menyembunyikan sesuatu.
"Hah hah hah. aku tidak
kuat lagi." Ucap Antoch dengan nafas yang terengah engah.
"Antoch ! Antoch ! kamu
tidak apa-apa?" Seru Intan Ayu heran dengan keadaan Antoch yang tidak
seperti biasanya. Intan memegang tangan Antoch. "Ekh?!" seru Intan
Ayu tersentak kaget. "tubuhmu panas. apa yang terjadi?" Intan mulai
merasa cemas melihat keadaan Antoch yang suhu tubuhnya panas.
"Uhuk uhuk !!"
Antoch batuk lalu muntah darah segar dari mulutnya. "Hehh... aahh."
Antoch mendesah lalu roboh pingsan di atas batu.
"Antoch ! Antoch ! Antoch
!" Teriak Intan Ayu panik.
Intan Ayu panik sekali melihat
Antoch roboh pingsan. Dengan cepat Intan Ayu mengangkat tubuh Antoch, Intan
merasakan suhu tubuh Antoch semakin tambah panas. Dalam bingungnya Intan Ayu
sekilas melihat di tebing ada goa kecil maka dengan cepat Intan Ayu membawa
Antoch dengan sekuat tenaga menuju goa kecil tersebut.
Matahari semakin merambat naik
tepat di atas kepala. Gemericik air sungai terdengar memecah kesunyian siang
bolong. kembali tempat itu menjadi sunyì.
KUDA putih tegap dan gagah
berlari kencang menembus angin laksana anak panah yang terlepas dari busurnya,
tanah yang di tinggalkannya tampak debu tebal menggulung gulung karna habis di
lewati kuda putih tersebut. sang penunggang kuda putih ternyata adalah gadis
jelita dengan paras yang cantik bagai bidadari dari khayangan tampak semakin
anggun di atas kuda putih betina tersebut. sesekali kepala gadis itu menengok
ke belakang memastikan tidak ada lagi yang mengikuti dirinya.
"heaa ! heaa.."
si gadis semakin memacu kuda
putihnya dengan cepat karna hari sudah beranjak siang, ini terlihat dari
matahari yang sudah mencapai atas kepala. kuda putih itu meringkik keras lalu
dengan cepat menerobos kelebatan hutan, hingga tak berapa lama telah keluar dari
hutan tersebut. di pengkolan jalan si gadis mengambil arah ke kanan menuju ke
sebuah pemukiman penduduk yaitu desa ngampon. memasuki mulut gerbang desa maka
si gadis membawa kuda putihnya pelan pelan. tampak para penduduk desa yang
berpapasan membungkuk hormat tanda penduduk desa ngampon sangat ramah dan sopan
serta menghormati orang lain. sampai di tengah desa si gadis berhenti di sebuah
kedai yang cukup besar, tampak dari dalam kedai keluar orang tua setengah baya
langsung menghampiri si gadis jelita. orang tua itu membungkuk hormat lalu
memegang tali kekang kuda putih tersebut. si gadis turun dari kuda putihnya.
"mangga den ayu. silakan
!" ucap orang tua separuh baya tersebut penuh sopan santun dan ramah.
si gadis mengangguk sedikit
kemudian melangkah memasuki kedai makan tersebut yang kebetulan agak sedikit
sepi. biasanya kedai tersebut cukup ramai di datangi pengunjung karna
masakannya terkenal enak. si gadis dengan tenang duduk di pojok ruangan dekat
dengan jendela. si gadis mengedarkan pandangannya ke luar kedai sejenak lalu
menoleh ke samping karna ada orang yang mendekati tempat dia duduk.
"den ayu mau pesan
apa?" ucap pelayan kedai tersebut kalem.
"satu porsi makan dan
minum." sahut si gadis lembut. nada suaranya terdengar enak sekali di telinga.
"baik. saya persiapkan
dulu." si pelayan kembali menuju belakang kedai.
si gadis menarik nafas dalam
dalam lalu menghembuskannya dengan cepat. "hehh mmm... sudah hampir
seminggu aku meninggalkan salatiga. semoga saja mereka tidak berusaha lagi mencari
ku. aku capek dan bosen harus terus tinggal di istana kadipaten. aku ingin
merasakan dunia luas ini tanpa harus terikat segala aturan yang membuat ku
bagai di penjara. hehhmm.." ucap gadis itu lirih sekali.
si gadis menghempaskan
tubuhnya kebelakang bersandar pada dinding kedai yang terbuat dari kayu. dia
menghela nafas panjang seolah melepas kepenatan setelah seharian berkuda. tak
berapa lama pelayan kedai menghampiri si gadis. "mau pesan apa den
ayu?" ucap pelayan kedai tersebut ramah. si gadis menoleh ke arah pelayan
itu. "hehh. sediakan satu porsi makan dan minum !" sahut si gadis
lembut. suaranya begitu merdu enak di dengar di telinga. "baik. sebentar
akan saya persiapkan." pelayan kedai itu segera beranjak menuju dapur
kedai guna mempersiapkan pesanan gadis jelita tersebut. "hehhhmm.. Lembah
Tengkorak masih sangat jauh dari desa ngampon ini. haruskah aku kesana atau
langsung ke gunung gede?" batin si gadis dalam hati. "ahhh. aku coba
ke Lembah Tengkorak saja. aku penasaran dengan desas desus tentang undangan
misterius yang hingga sampai ke wilayah tengah. ya aku akan kesana. harus
!" ucap si gadis lirih yang hampir tidak ada suara yang keluar dari
mulutnya.
"ini den ayu pesanannya.
silakan !" ucap pelayan kedai yang datang membawa pesanan si gadis jelita
itu.
"terima kasih." si
gadis mengangguk sedikit. dia segera menyantap makanan yang telah di sediakan
oleh pelayan kedai tadi.
tak berapa lama datang dua
orang memasuki kedai tersebut. "Pendekar Pedang Matahari memang sangat
luar biasa hebat. Datuk Tongkat Ular dapat di kalahkan dengan begitu mudahnya.
padahal Datuk Tongkat Ular adalah salah dedengkot golongan hitam yang sudah
sangat tersohor di dunia persilatan tanah jawa ini." kata orang yang
sebelah kanan. orang ini memiliki perawakan tegap dan cukup gagah. sebilah
pedang tersampir di pinggangnya.
"kau benar barong. di
usianya yang masih muda sudah memiliki ilmu yang begitu tinggi. aku kagum
dengan pemuda itu. luar biasa !" sahut orang yang sebelah kiri. orang ini
bernama sukiran. mereka adalah dua pendekar pedang dari timur.
"aku rasa untuk
berhadapan dengan Pendekar Pedang Matahari pasti berpikir seribu kali."
ucap barong.
"Pendekar Pedang
Matahari?!" gumam si gadis lirih dengan kening mengerut. dengan cepat si
gadis menghampiri dua orang yang baru datang tadi. "maaf kisanak
mengganggu sebentar.." ucap si gadis kalem. dua orang tadi sama-sama
menoleh ke arah si gadis. "siapa itu Pendekar Pedang Matahari? dimana aku
bisa menemuinya?" tanya si gadis dengan nada suara kalem.
Dua orang itu saling pandang
sejenak lalu kembali menatap ke arah si gadis. "maaf. siapa nisanak?"
tanya sukiran dengan mimik ingin tahu maksud si gadis jelita.
"nama ku dewi sekarwati.
aku sedang mencari orang yang bergelar Pendekar Pedang Matahari. apakah kisanak
berdua tau dimana aku bisa menemuinya?" ucap si gadis cepat.
"oh ! kami tidak tahu
dimana nisanak bisa ketemu dengan Pendekar Pedang Matahari. tapi kami tadi
melihat Pendekar Pedang Matahari pergi ke arah utara hutan welirang. ada urusan
apa nisanak ingin bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari?" sahut sukiran
cepat.
"oh ! terima kasih
kisanak !" ucap si gadis cepat lalu segera melesat keluar dari kedai
menghampiri kuda putihnya. dengan cepat si gadis naik ke punggung kuda lalu
menggebrak kuda putihnya menuju hutan welirang. begitu matahari sudah condong
ke barat si gadis baru sampai di pinggiran hutan welirang. si gadis agak
bimbang juga melihat hutan welirang yang begitu lebat apa lagi hari sudah sore
menjelang senja. akhirnya si gadis memutuskan untuk kembali ke desa dan mencari
penginapan, dia tidak mau ambil resiko jika tetep nekat masuk ke hutan welirang
yang juga terkenal sangat angker.
API unggun kecil tampak
menyala di ruangan goa, apinya cukup menerangi ruangan goa tersebut. bau harum
daging panggang tampak menyengat di hidung dan membuat selera makan jadi
tergugah. tampak Intan Ayu sedang membolak balik kelinci hutan yang tengah di
panggangnya. sesekali Intan Ayu menoleh ke arah sudut goa dimana Antoch
tergeletak belum sadarkan diri. Intan menghela nafas panjang karna masih
bingung dan cemas dengan keadaan Antoch belum sadarkan diri dari tadi siang.
Intan Ayu lalu beranjak mendekati Antoch dan duduk di samping pemuda yang
selalu menutupi wajahnya dengan topeng perak. "heehhh. suhu tubuhnya masih
tinggi. aku kuatir Antoch dengan keadaanya yang mencemaskan itu. apa yang
terjadi sebenarnya dengan Antoch? apa dia terkena racun jahat setelah bertarung
dengan Datuk Tongkat Ular tadi?" ucap Intan Ayu lirih. Intan Ayu meletakkan
kelinci panggannya di atas daun pisang yang ada di atas batu. nafsu makannya
jadi hilang setelah melihat keadaan Antoch yang begitu mencemaskan. dia tidak
tau harus berbuat apa untuk menolong Antoch karna dia tidak tau tentang ilmu
pengobatan. "ehm ehm.. tidak usah cemas nisanak ! dia baik baik saja
!" tiba-tiba ada suara orang bicara dari arah mulut goa. kontan saja Intan
Ayu jadi terkejut dan langsung berdiri menghadap ke arah mulut goa. tangannya
segera memegang gagang pedang untuk berjaga jaga. tampak di mulut goa berdiri
seorang kakek dengan berjubah putih memegang tongkat berliku liku di tangan
kanannya.
"Heh. siapa kau?"
seru Intan Ayu dengan sorot mata tajam menatap orang tua berjubah putih di
mulut goa. kakek berjubah putih tersenyum lembut sambil melangkah pelan ke arah
Intan Ayu. "berhenti ! jangan berani mendekat atau aku harus bersikap
kasar padamu orang tua !" seru Intan Ayu cepat. kembali kakek tua tersebut
tersenyum lembut. "kita satu golongan. tidak perlu menaruh wasangka yang
bukan bukan. nisanak !" ucap kakek tua itu dengan suara halus menunjukkan
sikap bersahabat. Intan Ayu tidak mau berlaku lengah karna bisa saja sikap
ramah si kakek hanyalah pura pura belaka dan di kala dirinya lengah bisa saja
si kakek menyerang dirinya dan juga Antoch yang tengah pingsan tidak berdaya.
setiap orang yang hendak berniat jahat pasti menghalalkan segala cara meskipun
itu dengan cara licik. Intan tidak mau kecolongan dengan hal ini dan memilih
bersikap waspada. "tenanglah nisanak ! aku bukan orang jahat. aku hendak
menolong temanmu itu. kalau tidak segera di tolong aku kuatir sakitnya tambah
parah !" ucang kakek berjubah putih tersebut dengan nada suara tenang dan
lembut. Intan Ayu sejenak menoleh ke arah Antoch lalu kembali menatap orang tua
di depannya penuh selidik. "katakan dulu siapa kau orang tua !" seru
Intan Ayu cepat. kakek tua itu tersenyum lembut sambil mengusap janggut
putihnya yang panjang.
"hehhm. aku ki
Wanengpati. orang orang menjuluki ku tabib putih delapan penjuru angin."
ucap orang tua itu lembut mengenalkan siapa dirinya. "hah?!" Intan
Ayu terperanjat mendengar julukan orang tua di depannya itu. siapa yang tidak
tau dengan julukan tabib putih delapan penjuru angin, seluruh dunia persilatan
tanah jawa pasti mengenal dengan julukan itu. orang tua sakti dari daratan jawa
tengah yang terkenal akan kemahirannya dalam mengobati segala macam penyakit.
tapi untuk menemui orang sakti itu sangatlah sulit karna orang tua sakti itu
selalu mengembara di setiap pelosok daratan tanah jawa ini. kemunculannya di
goa tempat Intan Ayu dan Antoch berada pasti suatu takdir yang membawanya ke
goa itu. "apakah aku boleh memeriksa temenmu itu nisanak?" ucap ki
Wanengpati memecah lamunan Intan Ayu. Intan Ayu diam saja dan hanya bergerak
agak menyingkir memberi jalan pada orang tua tersebut. ki Wanengpati melangkah
perlahan ke arah Antoch yang tergeletak. sejenak ki Wanengpati mengamati Antoch
dari atas sampai bawah.
"hehhhm. sungguh luar
biasa ilmu pemuda ini. kekuatan yang ada di tubuhnya adalah murni kekuatan dari
mata batinnya. bukan kekuatan yang di dapat dari hasil berlatih ataupun
pemberian orang laen namun murni kekuatan yang benar benar lahir dari mata
batinnya. bisa di katakan pemuda ini memiliki kekuatan di atas dewa sekalipun.
tidak aku sangka ada manusia yang seperti ini hidup di dunia ini. mungkin hanya
ada satu manusia saja yang bisa memiliki kekuatan seperti ini dalam sejarah
hidup manusia selama ini. sungguh tidak dapat di percaya ada manusia seperti
ini jika aku tidak melihatnya secara langsung. hehhhm.." ucap ki
Wanengpati dalam hati. orang tua itu menengok ke arah gadis cantik di
sebelahnya itu sejenak. kemudian dia mengusap dada Antoch tiga kali. usapan itu
bukan hanya usapan biasa namun di iringi pengerahan hawa murni. "bangunlah
! anak ku bangunlah! bangunlah !" ucap ki Wanengpati lembut. tampak Antoch
mulai siuman, kepalanya bergerak pelan di iringi erangan dari mulutnya. matanya
perlahan terbuka. ki Wanengpati tersenyum senang melihat Antoch sudah mulai
siuman. "bangunlah anak ku !" ucapnya lembut.
Antoch mengerjapkan matanya
lalu mulai merayapi seluruh ruangan goa sampai matanya melihat dua orang di
sampingnya. "ehhhmm. " Antoch beranjak dari berbaringnya untuk duduk.
setelah duduk bersila Antoch melakukan semedi ini bertujuan mengembalikan
tenaganya dan mengatur jalan darahnya yang tidak teratur. tak berapa lama
Antoch membuka matanya. "ki Wanengpati?" ucap Antoch kalem.
"terima kasih sudah menolong ku." "hemm." ki Wanengpati
bergumam mengangguk. "apa yang terjadi anak ku?" tanya nya kemudian.
Antoch menghela nafas panjang. hidungnya kembang kempis membaui bau harum yang
menggugah rasa laparnya. "ada bau harum. apa ini?" ucapnya cepat.
Intan Ayu cepat cepat mengambil kelinci bakar yang ada di atas daun pisang.
"kau lapar,ntoch? ini makanlah !" ucap Intan Ayu menyerahkan kelinci
bakarnya pada Antoch. tanpa ragu ragu Antoch langsung menyambar kelinci
panggang di tangan Intan dan langsung melahapnya dengan cepat. maklum perutnya
sangat kelaparan. Intan Ayu dan ki Wanengpati hanya tertawa kecil melihat Antoch
yang sangat lahap makannya itu. "ini minumnya." Intan Ayu menyodorkan
bambu yang berisi air putih.
gluk gluk gluk... suara air
yang di minum Antoch. "ahh. kenyang." ucapnya tanpa malu malu.
kembali Intan Ayu dan ki Wanengpati tertawa kecil melihat hal itu. "apa
yang terjadi anak ku?" tanya ki Wanengpati lagi. Antoch menatapa orang tua
di depannya lembut. "hehhh. aku terlalu ceroboh ki." ucapnya pelan
bagai untuk dirinya sendiri.
ki Wanengpati mengerutkan
keningnya tidak mengerti. "aku ceroboh telah melanggar pantangan."
ucap Antoch lagi. "apa maksudmu anak ku? pantangan apa?" ucap ki
Wanengpati tidak mengerti. Antoch menghela nafas panjang. "pantangan untuk
tidak menggunakan tiga ilmu dewa. aku telah memagari tiga ilmu dewa tersebut
agar tidak aku gunakan tapi aku telah melanggarnya." ucap Antoch.
ki Wanengpati manggut manggut
mendengar hal itu. "apa yang terjadi bila kau sudah melanggar pantangan
itu anak ku?" tanya ki Wanengpati ingin tau.
"semua ilmu yang
bersumber dari tiga ilmu dewa itu akan musnah."
"APA?!" ki
Wanengpati dan Intan Ayu sampai terlonjak kaget mendengar itu. "semua
ilmumu akan musnah?!" seru ki Wanengpati ingin kejelasan.
Antoch diam dan menunduk
menekuri tanah. ki Wanengpati dan Intan Ayu menatap Antoch dengan seribu
pertanyaan di dada. tanpa mereka ketahui ternyata ada sesorang yang
mendengarkan pembicaraan mereka. orang itu tersenyum penuh arti lalu berkelebat
pergi dari tempat itu. Antoch kembali menatap ki Wanengpati. "tidak semua
ilmu ku musnah ki. hanya ilmu matahari ku saja yang sementara ini tidak bisa
aku keluarkan sebab aku telah menggunakan pukulan matahari. dalam tujuh hari ke
depan aku tidak dapat menggunakan ilmu matahari ku." ucap Antoch.
"maksudmu?"
"setiap kali aku gunakan
salah satu dari ilmu dewa maka saat itu juga ilmu ku akan musnah untuk beberapa
lama. tergantung dari besar kecilnya tenaga dalam yang aku gunakan."
ki Wanengpati manggut manggut
paham. "begitu. lalu apa yang sekarang kamu gunakan?"
"hanya ilmu sembilan
bulan dan berapa ilmu lain yang tidak beraliran dengan ilmu matahari."
"ilmu sembilan bulan
termasuk ilmu yang luar biasa dahsyat. aku rasa dengan ilmu itu kamu tidak
perlu kuatir dalam pengembaraanmu. apa lagi pedang matahari masih di tanganmu.
jadi tidak ada masalah lagi."
"tidak !! pedang matahari
sudah tidak ada gunanya jika ilmu matahari ku belum kembali. lihatlah !"
Antoch mengambil pedang mataharinya dari punggung.
sring !!
pedang matahari tercabut dari
sarungnya. tampak pedang matahari tidak seperti biasanya yang memancarkan pamor
kuning keemasan. pedang itu kini tak lebih hanya pedang biasa yang tidak
memiliki kesaktian apa-apa.
"ki Wanengpati lihat
sendiri. pamor pedang matahari juga ikut lenyap. pedang ini tak lebih hanya
sebuah pedang biasa saja."
ki Wanengpati dan Intan Ayu
menatap pedang matahari di tangan Antoch yang memang berubah jadi pedang biasa
saja.
Antoch meletakkan pedang
mataharinya di tanah bersama sarungnya. sungguh ajaib tiba-tiba pedang dan
sarung pedang matahari amblas masuk ke dalam tanah. "untuk sementara ini
pedang matahari telah kembali ke tempatnya dan akan muncul lagi jika kekuatan
ilmu matahari ku sudah kembali." ucap Antoch kalem. "aku akan
bersemedi malam ini dan aku harap kalian menjauh dari sini." ucapnya lagi.
ki Wanengpati mengangguk paham
kemudian beranjak berdiri. "sebaiknya kita keluar dari goa ini, cah ayu
!" ucapnya pada Intan Ayu. ki Wanengpati melangkah keluar sedang Intan Ayu
masih bingung dan menatap Antoch yang sudah mulai bersemedi. mau tidak mau
akhirnya Intan Ayu beranjak juga keluar dari goa tersebut. di mulut goa Intan
menatap Antoch sejenak lalu kembali melangkah keluar hingga tubuhnya hilang
dari mulut goa.
SEBUAH panggung megah tampak
berdiri di tanah yang lapang, umbul umbul warna warni tampak menghiasi sudut
sudut panggung serta jalanan yang menuju area lapang dimana panggung megah itu
berada. Panji Panji kebesaran bergambar kalajengking hitam tampak berkibar
gagah di belakang panggung. di depan panggung terdapat kursi kursi yang di tata
rapi. di kanan kiri panggung juga terdapat kursi kursi berjajar dengan rapi.
agaknya tempat itu akan ada hajat secara besar besaran yang di selenggarakan
tuan rumah yaitu dewi Lembah Tengkorak. siang itu tampak tempat duduk depan
panggung sudah di isi oleh para tamu undangan dari kalangan persilatan dan juga
dari beberapa wakil kerajaan. mereka umumnya orang orang dari golongan putih.
sedang di kanan panggung juga sudah di isi oleh orang orang berbaju hitam,
mereka dari golongan hitam. di kiri panggung juga sudah di isi orang orang yang
berbaju biru merah. mereka adalah orang orang dari Lembah Tengkorak. sementara
itu di suatu tempat tak jauh dari tempat panggung berada.
"bagaimana, apa persiapan
sudah selese?"tanya seorang wanita yang sangat cantik berbaju biru anggun
dengan mahkota kecil di kepalanya. gayanya sangat anggun dan wajahnya sangat
cantik sekali bagai seorang dewi dari khayangan. dia duduk di kursi empuk
dengan setengah berbaring. di kanan kiri tempat ia duduk ada dua orang gadis
kecil yang sibuk mengipasi wanita itu. wanita inilah yang bernama dewi Lembah
Tengkorak.
"sudah semua ratu !"
sahut seorang wanita berpakaian merah. wajah wanita ini sangat mengerikan karna
mirip tengkorak. sebenarnya gadis ini hanya memakai topeng tipis saja yang
menyerupai wajah tengkorak. dialah kala merah.
"bagus ! hahahaha !"
dewi Lembah Tengkorak tertawa renyah lalu menatap empat orang di depannya yang
merupakan muridnya. dewi Lembah Tengkorak mengerutkan keningnya. "hmmm.
aku tidak melihat kala putih. dimana dia?"
"ampun ratu. adik kala
putih belum kembali dari tugasnya. mungkin dia mengalami rIntangan di jalan.
sehingga terlambat kembali kesini." ucap kala merah takut takut.
"goblok !" bentak
dewi Lembah Tengkorak keras. "tugas ringan begitu saja tidak bisa di
selesekan dengan cepat. akan aku jatuhi hukuman jika nanti dia kembali."
seru dewi Lembah Tengkorak marah.
tampak semua menunduk takut
dan tidak berani buka suara lagi. "sudah ! kalian segera laksanakan tugas
yang telah aku berikan pada kalian. cepat !" seru dewi Lembah Tengkorak
keras.
tanpa banyak bicara empat
gadis itu segera berlalu dari hadapan ratu mereka yaitu dewi Lembah Tengkorak.
tak berapa lama datang seorang gadis berpakaian serba putih namun wajahnya
berupa tengkorak mengerikan. "kala putih menghadap ratu !" ucap gadis
itu menjura dalam dalam.
"kala putih ! dari mana
saja kau baru datang?!" seru dewi Lembah Tengkorak keras karna marah
melihat muridnya si kala putih terlambat datang.
kala putih menjura hormat
dengan takut takut. "ampuni saya ratu. ada berita yang hendak saya
laporkan pada ratu." dewi Lembah Tengkorak menatap tajam pada kala putih.
"katakan ! berita apa yang hendak kamu sampaikan. apa berita penting?"
"ini menyangkut Pendekar
Pedang Matahari ratu."
"Pendekar Pedang
Matahari?! kau bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari? dimana?"
"di hutan welirang."
"hutan welirang. berita
apa itu?"
"ketika saya dalam
perjalanan kembali kesini secara tidak sengaja saya melihat dua orang yang
sedang mengadu kesaktian. dua orang itu adalah ki Jalak Ireng yang berjuluk
Datuk Tongkat Ular melawan seorang pemuda bertopeng perak yang baru saya
ketahui kalau pemuda itu adalah Pendekar Pedang Matahari." kala putih lalu
menceritakan kejadian yang dia temui ketika kembali ke Lembah Tengkorak.
"begitulah ratu yang saya dengar dari telinga saya sendiri." kala
putih mengakhiri ceritanya.
"hahahaha !! langit
berpihak pada kita. sekarang tidak ada penghalang lagi untuk ku menguasai dunia
persilatan ! hahahaha !" dewi Lembah Tengkorak tertawa keras karna senang
mendengar berita dari kala putih itu. "hahahaha ! akulah penguasa dunia
persilatan ! hahahaha !" kala putih tetap diam saja melihat ratunya
tertawa keras setelah mendengar berita darinya.
"kala putih. lekas kau
bergabung dengan yang laen. ingat dengan rencana yang sudah lama kita
persiapkan !" seru dewi Lembah Tengkorak cepat memerintahkan kala putih
untuk bergabung dengan empat rekanya yang sudah berada di tempat pertemuan.
"baik ratu !" kala
putih membungkuk hormat lalu segera berlalu dari tempat itu. tinggal dewi
Lembah Tengkorak bersama dua pelayannya yang mengipasi dirinya.
plok plok plok... suara tepuk
tangan pelan dari arah samping pintu ruangan yang bernuansa serba biru
tersebut. dewi Lembah Tengkorak menoleh ke kanan arah suara tepuk tangan
tersebut, wajahnya langsung berseri ceria, senyumnya mengembang lebar setelah
melihat orang yang bertepuk tangan tadi. tampak di pintu samping berdiri
seorang pria gagah dengan perawakan tegap dan berwajah tampan. dadanya bidang
terlihat dari belahan bajunya yang tidak berkancing. otot ototnya tampak kekar
menambah kegagahan tubuhnya. "kakang Bagus Sampurno !" seru dewi
Lembah Tengkorak sumringah menyebut nama pemuda tersebut. pemuda yang bernama
Bagus Sampurno itu berjalan tenang menghampiri dewi Lembah Tengkorak.
"kemana saja kau kakang tiga hari ini tidak muncul menemui ku?"
.Bagus Sampurno hanya tersenyum lembut saja, dia meraih tangan dewi Lembah
Tengkorak lalu mencium punggung tangannya dengan kecupan mesra membuat gadis
cantik itu bersemu merah karna bahagia. si gadis memejamkan matanya ketika
wajah Bagus Sampurno mendekat ke wajahnya dan tak lama dia merasakan sesuatu
yang lembut telah melumat bibirnya. nafas jadi agak memburu dan dadanya jadi
bergemuruh.
"aku merindakanmu
dewi." ucap Bagus Sampurno lembuh di telinga dewi Lembah Tengkorak.
"aku juga merindukanmu
kakang." sahut dewi Lembah Tengkorak lirih. "aku senang sebentar lagi
impian kita akan tercapai. impian untuk menguasaì dunia persilatan."
"iya kakang. apa lagi
penghalang kita Pendekar Pedang Matahari telah musnah ilmunya akibat melanggar
pantangan."
"ya ! aku sudah
mendengarnya tadi." ucap Bagus Sampurno lalu mengecup bibir dewi Lembah
Tengkorak. "sekarang kau cepatlah ke tempat pertemuan. aku lihat semua
pendekar sudah berkumpul di sana."
dewi Lembah Tengkorak
mengangguk pelan. "kau sendiri mau ngapain kakang?"
"ada yang harus aku
kerjakan. aku sudah membuat jebakan jebakan di sekitar lembah. akan aku buat
Lembah Tengkorak menjadi neraka dan kuburan bagi para pendekar yang menentang
kita." ucap Bagus Sampurno tersenyum licik penuh arti. dewi Lembah
Tengkorak juga tersenyum penuh kelicikan.
"baiklah ! aku kesana
dulu kakang." dewi Lembah Tengkorak beranjak berdiri lalu melangkah menuju
pintu belakang singgasananya.
Begitu sosok dewi Lembah
Tengkorak hilang di balik pintu maka Bagus Sampurno menghempaskan tubuhnya di
singgasana kebesaran istana Lembah Tengkorak. dia memandang ke sekeliling
ruangan yang bernuansa serba biru itu dengan senyum kelicikan. matanya melirik
ke arah gadis belia yang tadi mengipasi dewi Lembah Tengkorak. gadis belia yang
mungkin berusia tiga belas tahun namun memiliki tubuh sintal menggemaskan.
dengan cepat Bagus Sampurno menarik gadis itu kepangkuannya. "siapa namamu
manis?" tanya Bagus Sampurno sambil mengelus rambut pipi dan dagu gadis
itu.
"bunga raden." sahut
gadis itu takut takut.
"oh, bunga ! nama yang
cantik secantik dirimu. hehehe" Bagus Sampurno mencium bibir gadis itu dan
tangannya meremasi bagian yang mebusung indah di dada si gadis belia yang
benama bunga. bunga sangat ketakutan sekali namun apa daya bagi dirinya yang
tidak bisa apa-apa. dia hanya bisa menggigit bibirnya ketika laki laki itu
menelanjangi dirinya. bunga berteriak tinggi saat merasakan benda yang keras
lunak menerobos paksa pada kemaluaannya. bunga hanya menggigit bibir untuk mereda
rasa perih di kemaluannya saat benda asing mengobok obok lubang kencingnya.
deru nafas Bagus Sampurno begitu cepat saat menggauli gadis belia yang bernama
bunga tersebut. hingga pada suatu ketika dia bagai tersengat listrik dan
tubuhnya tegang mendesah panjang. lalu tak berapa lama tubunya lunglai menindih
bunga. setelah itu Bagus Sampurno merapikanpakaiannya lalu pergi tanpa peduli
dengan gadis belia yang ia perkosa tadi. sungguh biadab sekali kelakuan Bagus
Sampurno itu.
TEMPAT pertemuan di Lembah
Tengkorak terlihat begitu ramai sekali. di antara para undangan yang datang
tampak beberapa tokoh persilatan yang sudah terkenal gelarnya, ada pengemis
tongkat putih, dewa tangan api, si jari malaikat dan beberapa tokoh yang sudah
kawakan di dunia persilatan. tampak juga Antoch hadir di antara para pendekar
golongan putih. di samping Antoch terlihat Intan Ayu dan ki Wanengpati alias
tabib putih delapan penjuru angin. tak jauh dari Antoch terlihat Pendekar Naga
Putih bersama Kenanga serta beberapa murid padepokan ruyung sakti. di barisan
agak ke depan ada ki Rejo Warang bersama muridnya Gayatri. mereka berdua tengah
mengamati setiap orang yang hadir di tempat itu. di barisan belakang ada gadis
cantik yaitu dewi sekarwati, ada juga Rakanini dan Lestari.
"Intan. itu orang yang
kamu cari. eyang Rakanini dan kakakmu Lestari." ucap Antoch pelan menunjuk
ke arah Rakanini dan Lestari. Intan Ayu menoleh ke arah yang di tunjuk Antoch.
"ekh ! iya itu eyang Rakanini dan kak Lestari !" seru Intan Ayu
cepat. "sebaiknya kamu hampiri mereka Intan." ucap Antoch. Intan Ayu
menatap Antoch sejenak seolah minta persetujuan. Antoch mengangguk sedikit.
"aku tidak apa-apa. hampiri mereka mumpung kalian bisa ketemu."
"kamu tidak
apa-apa?" ucap Intan Ayu meyakinkan.
"he-em !" Antoch
mengangguk cepat.
Intan Ayu nampak agak ragu
ragu untuk beranjak dari tempatnya namun akhirnya Intan Ayu tidak jadi berniat
menemui eyang Rakanini dan kakaknya Lestari. dia malah duduk bersandar dengan
sikap acuh.
Antoch mengerutkan keningnya
karna heran dengan sikap Intan Ayu yang malah acuh saja. "kenapa?"
tanya Antoch penasaran.
Intan Ayu melirik Antoch lalu
geleng geleng kepala tanda tidak apa-apa.
Antoch angkat bahu saja lalu
menghela nafas panjang.
TAK berapa lama datang
rombongan menuju ke arah kursi di sisi kiri panggung. tampak seorang wanita
cantik jelita berpakaian serba biru dan berhiaskan mahkota kecil di atas
kepalanya berjalan di iringi beberapa gadis cantik dan juga pengawal enam orang
yang rata rata berpenampilan sangar dengan sebilah golok tergantung di pinggangnya.
sesaat semua mata pandangannya beralih ke arah wanita yang datang bersama
rombongan tersebut. mereka berbisik bisik bertanya tanya dalam hati siapa
adanya wanita cantik tersebut. "Antoch. kamu tau siapakah wanita yang
datang bersama rombongan itu? aku rasa dialah dewi Lembah Tengkorak !"
ucap ki Wanengpati pelan ke arah Antoch.
"kamu benar,ki ! aku juga
rasa juga begitu." sahut Antoch setengah berbisik.
"hmmm. aku tidak
menyangka gadis semuda dia biang keladi semua kejadian berdarah yang selama ini
terjadi, sungguh tidak di sangka."
"coba perhatikan baik
baik sekitar mata dan juga bawah telinganya ki."
"ekh ! apa
maksudmu?" ki Wanengpati mengerutkan keningnya tidak mengerti tapi dia
tetep melihat dengan teliti ke tempat yang di tunjuk Antoch. "hehm?! gadis
itu memakai topeng tipis yang benar benar sempurna. jika di perhatikan wanita
itu mirip seorang gadis muda. apa yang kamu lihat, ntoch?"
"wanita itu memakai
penyamaran yang mampu mengelabuhi mata semua orang. di balik topeng tipisnya
tersembunyi wajah aslinya. tapi .." Antoch menggantung ucapannya. dia
memandang ke setiap sudut tempat pertemuan tersebut dengan seksama.
"tapi apa?" sahut ki
Wanengpati cepat.
"coba lihat tempat ini
baik baik,ki ! ada banyak sekali alat jebakan yang terpasang dan terhubung
dengan pemicu yang entah berada dimana. aku merasa tempat ini sebentar lagi
akan menjadi neraka bagi semua orang yang hadir di tempat ini." ucap
Antoch kalem.
"aku juga sudah
melihatnya. kita harus waspada menjaga segala sesuatu yang tidak di inginkan
!" sahut ki Wanengpati pelan.
Antoch mengangguk cepat.
"ya ki !"
Dari arah samping kiri
panggung ada seorang pria naik ke atas panggung. laki laki separuh baya
berjubah coklat dan memegang sebuah tongkat di tangan kanannya. pria ini
berdiri di tengah tengah panggung memandang ke semua para tamu yang hadir dalam
pertemuaan tersebut. setelah berdehem beberapa kali pria separuh baya tersebut
mulai membuka suara. "selamat siang dan selamat datang di Lembah Tengkorak
kepada para pendekar yang telah hadir di tempat ini. perkenalkan nama saya ki
arjo seno dan julukan ku si tongkat iblis." kata orang itu lantang membuka
acara serta mengenalkan dirinya. setelah diam sejenak ki arjo seno mulai buka
suara kembali. "kalian pasti penasaran dan bertanya tanya kenapa kalian di
undang di Lembah Tengkorak ini. baik akan saya beritahukan pada para pendekar
sekalian. kami atas nama partai Lembah Tengkorak mengajak kalian untuk
bergabung dengan kami dan mulai hari ini kami mengumumkan bahwa partai Lembah
Tengkorak adalah penguasa dunia persilatan !!" seru ki arjo seno lantang
dan mantap.
war wer wor... kontan saja
semua orang yang hadir di tempat itu jadi geger mendengar pengumuman yang
membuat mereka kaget. sejenak tempat itu jadi ramai dengan omongan omongan yang
bernada bermacam macam tanggapan. ada yang setuju dan ada juga yang mencela serta
ada juga yang menentang keputusan gila tersebut.
"tenang ! tenang ! tenang
!" seru ki arjo seno keras di barengi pengerahan tenaga dalam. seketika
tempat itu kembali tenang. ki arjo seno menatap tajam ke semua orang yang hadir
di tempat itu. "Dengar baik baik ! bagi siapa saja yang ingin bergabung
kami persilakan mengambil ikat kepala berwarna biru yang ada di bawah tempat
duduk kalian !"
beberapa orang mengambil ikat
kepala warna biru yang ada di bawah tempat duduk mereka lalu memakainya. mereka
rata rata hanya dari golongan hitam saja, sedang orang dari golongan putih
memilih tetap diam. ki arjo seno mendengus pelan melihat orang orang dari
golongan putih yang sama sekali tidak menyentuh ikat kepala warna biru lambang
partai Lembah Tengkorak tersebut.
MAKA seketika pertempuran
tidak bisa di hindarkan lagi. orang orang Lembah Tengkorak menyerbu para orang
golongan putih yang menentang partai Lembah Tengkorak menjadi penguasa dunia
persilatan. orang orang golongan hitam yang bergabung dengan Lembah Tengkorak
juga ikut menyerbu orang orang golongan putih. Lembah Tengkorak seketika
menjadi ajang pertumpahan darah antar dua golongan yang selama ini bersiteru.
dentuman benda keras mewarnai pertempuran yang di iringi teriakan teriakan keras
dari mereka.
"hiaaatt !!"
"hiaaaatt !!"
Teriakan teriakan keras
menggelegar mewarnai pertempuran yang memekakan telinga namun menambah semangat
pertempuran mereka. Lembah Tengkorak benar benar bagai sebuah neraka karna
jerit kematian silih berganti menghiasi aroma pertumpahan darah itu.
"munduuuur !!"
teriak keras dari pihak partai
Lembah Tengkorak. seketika orang orang Lembah Tengkorak berlompatan mudur
menjauh dari arena pertempuran. namun tiba-tiba ratusan anak panah beterbangan
menghujani para pendekar golongan putih di susul senjata senjata tajam berupa
paku paku hitam yang datang laksana gelomgbang. orang orang yang memiliki ilmu
meringankan tubuh yang tinggi dan kemampuan yang memadai mampu menghindari
serbuan anak panah dan paku paku yang datang laksana gelombang badai tersebut.
dengan susah payah mereka terus menghindari dan mematahkan anak panah dan pak
paku terbang itu, belum selese anak panah dan paku paku menghujani mereka
tiba-tiba terdengar ledakan ledakan dahsyat yang menewaskan hampir sebagian
besar orang orang golongan putih. Lembah Tengkorak berubah jadi neraka bagi
orang orang golongan putih.
"Biadab !" seru
Antoch melihat kekejaman partai Lembah Tengkorak yang telah berlaku licik.
Antoch melompat tinggi lalu
mengerahkan pukulan bertenaga dalam tinggi ke arah tempat tempat alat alat
rahasia yang di siapkan orang orang Lembah Tengkorak.
"pukulan es pembeku raga
!" seru Antoch lantang. dari tangan Antoch melesat sinar putih yang
menyebar ke arah tempat tempat yang di anggapnya tempat alat rahasia berada.
sungguh luar biasa tiba-tiba tempat yang terkena pukulan es pembeku raga jadi
beku bagai di lumuri es salju sehingga alat alat rahasia itu tidak berfungsi
lagi. maka hujan anak panah dan paku paku terbang serta ledakan jadi berhenti.
Antoch melesat ke arah orang orang Lembah Tengkorak mundur tadi. di belakang
nampak beberapa orang juga mengejar orang orang Lembah Tengkorak. begitu sampai
di sebuah bangunan megah mereka di serang orang orang Lembah Tengkorak.
"Hiaaatt !!"
"hiaatt !!"
Pertempuran kembali
berlangsung sengit. Antoch langsung melancarkan pukulan es pembeku raga dengan
cepat maka orang orang yang terkena pukulan itu langsung membeku laksana di
bungkus es. Antoch melompat tinggi di ikuti sebuah bayangan putih yang tak lain
adalah Panji alias Pendekar Naga Putih. mereka bergerak bagai malaikat maut
yang hendak mencabut nyawa siapa saja yang mereka temui. tiba di ruangan yang
serba biru mereka di hadang oleh lima gadis bermuka tengkorak. "biar aku
yang melawan mereka. kalian kejar pimpinan mereka !" seru orang tua keras.
orang tua berjubah putih ternyata adalah ki Wanengpati. di belakangnya ada
Rakanini dan pengemis tongkat putih. Antoch menoleh ke belakang lalu mengangguk
setelah tau siapa yang teriak tadi. Antoch menoleh ke arah Panji. "ayo,
kisanak !" seru Antoch.
Panji mengangguk cepat lalu
mengikuti Antoch yang sudah melesat menuju pintu di belakang singgasana dewi
Lembah Tengkorak.
mereka sampai di sebuah tempat
yang berbatu batu dan beberapa pohon besar tumbuh. mereka berdiri sejajar
dengan sikap penuh kewaspadaan karna mereka melihat tidak ada orang di tempat
itu namun mereka yakin dewi Lembah Tengkorak bersembunyi di salah satu sudut
tempat itu.
"hati hati! aku merasa
dewi Lembah Tengkorak sedang mengawasi kita di tempat tersembunyi!" seru
Panji dengan sikap penuh kewaspadaan.
Antoch mengangguk. tidak di
kasih tau pun sebenarnya Antoch sudah paham dengan bahaya yang sedang mengintai
mereka. pandangan mereka begitu tajam merayapi setiap sudut tempat itu.
tiba-tiba ada desiran angin halus ke arah mereka. mereka segera menoleh ke arah
suara itu, dengan gerakan cepat mereka berkelit menghindari benda kecil kecil
yang beterbangan mengancam tubuh mereka. benda itu adalah jarum jarum hitam
yang meluncur dengan cepat sekali laksana hujan.
"tameng sakti menerpa
hujan !" teriak Antoch sambil melompat mengarahkan pukulan jarak jauhnya
ke arah jarum jarum beracun itu berdatangan. serangkum angin menderu ganas
memporak porandakan jarum jarum beracun tersebut. tidak sampai di situ saja
gerakan Antoch, tangan kirinya segera melepaskan pukulan sakti yang lain ke
arah sumber datangnya jarum jarum beracun tadi berasal. "naga langit
melebur batu karang !" selarik sinar putih melesat menuju batu besar.
BLAARRR !!!
batu itu hancur berkeping
keping berantakan. debu tebal membumbung tinggi akibat hancurnya batu besar
yang terkena pukulan jarak jauh Antoch yang bernama pukulan naga langit melebur
batu karang.
Dari debu yang membumbung
melesat bayangan biru yang tiba-tiba berdiri di depan Antoch dan Panji dalam
beberapa langkah. dialah Dewi Lembah Tengkorak. sebenarnya waktu Antoch
melepaskan pukulan naga langit melebur batu karang membuat Panji tersentak
kaget karena pukulan naga langit melebur batu karang adalah salah satu pukulan
saktinya dalam rangkaian ilmu naga sakti. dalam hati Panji bertanya tanya
bagaimana mungkin Pendekar Pedang Matahari memiliki pukulan sakti tersebut,
jelas ini sangat membingungkan hati Panji. tapi Panji menghiraukan rasa
bingungnya itu dulu karna ini bukan saatnya untuk mencari tau semua itu. di
hadapannya kini berdiri pimpinan partai Lembah Tengkorak.
"hahahaha ! nyali kalian
besar juga berani mengejar ku sampai di sini !" ucap dewi Lembah Tengkorak
dengan tatapan mata yang sangat tajam menggetarkan hati siapa saja yang
melihatnya.
"huh ! hari ini akan ku
hentikan kekejamanmu dewi Lembah Tengkorak !" ucap Antoch tandas. tatapan
matanya tak kalah tajam dengan tatapan dewi Lembah Tengkorak.
"hahahaha ! Pendekar
Pedang Matahari. aku tau kau tak akan sanggup melawan ku. sebaiknya lekas
minggat dari hadapan ku."
"oh ya?"
"aku tau semua ilmu
mataharimu sudah musnah karna kau telah melanggar pantangan ! benarkan kata
ku?" seru dewi Lembah Tengkorak.
"ekh?!" Antoch
tersentak kaget mendengar itu. "dari mana dia tau kalau ilmu matahari ku
sudah musnah?" batin Antoch dalam hati.
"hahahaha ! kenapa? apa
kau kaget aku tau ilmumu sudah musnah? hahahaha !"
Antoch terdiam tidak bisa
berkata apa-apa. emang benar apa yang di katakan dewi Lembah Tengkorak. ilmu
mataharinya memang sudah musnah karna melanggar pantangangan. tapi dewi Lembah
Tengkorak tidak mengetahui kalau ilmu Antoch tidak semuanya ikut musnah, masih
ada ilmu sembilan bulan yang kekuatannya setingkat dengan ilmu matahari karna
ilmu sembilan bulan adalah pasangan dari ilmu sembilan matahari. Antoch menatap
tajam dewi Lembah Tengkorak.
"biar aku yang
menghadapinya, kisanak !" ucap Panji tiba-tiba sambil memegang pundak
Antoch.
Antoch menoleh ke arah
Pendekar Naga Putih. "baiklah ! hati hati." ucap Antoch mengangguk
sedikit.
Panji mengangguk lalu maju dua
tindak ke depan. "aku yang akan melawanmu !" seru Panji tenang.
"hmmm. Pendekar Naga
Putih ! ilmu naga saktimu sudah ku ketahui kelemahannya. majulah ! akan ku
kirim kau ke neraka menyusul gurumu !" tandas sekali ucapan dewi Lembah
Tengkorak. jelas tujuannya untuk memancing amarah Pendekar Naga Putih.
Panji tersenyum tipis
menanggapi pancingan dewi Lembah Tengkorak. "hehh. aku takut malah kau
yang nanti bertemu setan neraka duluan !" ucap Panji tenang.
"huh ! sombong kau bocah
! rasakan jurus ku !" teriak dewi Lembah Tengkorak murka.
dengan gerakan bagai kilat
dewi Lembah Tengkorak melesat menerjang dengan mengarahkan pukulannya ke arah
kepala Panji. serangkum angin yang menderu kencang juga mengikuti gerakan
pukulan dewi Lembah Tengkorak, ini menunjukkan pukulan dewi Lembah Tengkorak di
sertai pengerahan tenaga dalam yang tinggi. Panji dengan gesit berkelit
memiringkan kepalanya ke samping namun angin yang menderu dahsyat harus
membuatnya melompat ke atas untuk menghindari terjangan tenaga dalam dewi
Lembah Tengkorak. tiba-tiba serangan dewi Lembah Tengkorak berubah arah ke
samping dimana Panji menghindar, tentu saja ini mengejutkan Panji. namun dengan
gerakan cepat Panji mau tidak mau harus menangkis pukulan dewi Lembah
Tengkorak.
Diegkh !!
dua tangan bertenaga dalam
tinggi beradu di udara. mereka sama-sama terpental kebelakang akibat beradu tenaga
dalam. Panji manis sekali menjejakan kakinya di tanah tanpa terpengaruh
benturan tenaga dalam tadi. sedang dewi Lembah Tengkorak agak limbung begitu
menjejakan kaki di tanah. ini menunjukkan bahwa tenaga dalam Panji sedikit
lebih unggul di atas dewi Lembah Tengkorak.
"Hyaaaatt !!"
"Hiaaaatt !!"
dengan teriakan nyaring dua
pendekar kelas atas melesat melancarkan jurus jurus tingkat tinggi yang mereka
kuasai. jika di lihat pertarungan mereka seimbang karna belum ada yang terdesak
sejauh ini, tapi tiba-tiba dari arah pohon tak jauh dari mereka bertarung
melesat sinar merah darah menerjang Panji dan ini tidak di sadari Panji sama
sekali. sesaat sinar merah darah hampir mengenai tubuh Panji tiba-tiba dari
arah samping melesat sinar putih cepat sekali membelokkan arah sinar merah
darah tadi yang hampir mengenai Panji.
DUAAARR !!!
Ledakan dahsyat mengguncang
tempat itu sehingga tempat itu laksana di terjang gempa, sebuah batu besar
hancur berantakan terkena sinar merah darah yang di belokkan arahnya oleh sinar
putih.
Panji melompat mundur beberapa
langkah tepat di samping Antoch. "terima kasih kau sudah menolong ku
!" ucap Panji cepat karna dia tau siapa yang telah melancarkan sinar putih
dan membelokkan sinar merah yang hampir saja mencelakai dirinya.
"Pengecut !" maki
Antoch geram karna ada seseorang yang membokong Panji dari suatu tempat yang
tidak terlihat. itu adalah tindakan licik dan pengecut.
Serangan secara membokong
begitu adalah cara cara yang di lakukan oleh orang orang yang berjiwa picik
serta pengecut. mereka rata rata menghalalkan segala cara agar lawan bisa kalah
bahkan tewas jika perlu. sungguh tindakan yang tidak bisa di toleransi, Antoch
sangat membeci orang orang yang berlaku curang seperti tadi.
"hahahaha ! kau beruntung
bisa selamat dari pukulan ular merah ku Pendekar Naga Putih !" terdengar
suara membahana dari empat penjuru di sertai tenaga dalam tinggi. lalu tak
berapa lama muncul seseorang dari balik pohon dan berdiri di samping dewi
Lembah Tengkorak. seorang pemuda yang berumur 30 tahunan dengan memakai baju
bagus warna coklat hitam dan berbelangkon di kepala. sebilah pedang tersampir
di pinggangnya. "hari ini kalian akan aku lenyapkan dari muka bumi ini.
akan aku balaskan dendam guru serta saudara saudara ku yang telah kalian bunuh
! aku bersumpah pada guru dan saudara saudara ku !" ucap pria itu dengan
dingin sekali, matanya tajam sekali seolah ingin melumat sampai hancur pada dua
orang di depannya itu. jelas sekali matanya menyiratkan kemarahan dan api
dendam yang begitu membara.
"kakang !" seru dewi
Lembah Tengkorak tersenyum senang melihat pria yang berdiri di sampinya.
"siapa kau kisanak?"
seru Antoch cepat pada orang yang baru datang tersebut.
"huh ! Pendekar Pedang
Matahari. kau harus mati di tangan ku ! akan ku korek jantungmu untuk menebus
kematian guru dan saudara saudara ku yang telah kau bunuh !" dingin sekali
ucapan orang itu dengan tatapan mata yang begitu tajam menusuk hati. "aku
Bagus Sampurno ! aku adalah murid datuk pulau ular dan adik lima Kelabang Ireng
!" lanjutnya.
Antoch dan Panji terdiam
mendengar hal itu. tidak di sangka kalau ada murid datuk pulau ular dan adik
dari lima Kelabang Ireng yang telah mereka binasakan kini datang untuk menuntut
balas atas kematian guru dan saudara saudaranya.
"Pendekar Pedang Matahari
! rasakan serangan ku ! hiaaaaatt !" teriak Bagus Sampurno keras langsung
melesat cepat menerjang Antoch.
Dewi Lembah Tengkorak pun juga
ikut melesat menerjang Pendekar Naga Putih. pertarungan empat orang yang
memiliki ilmu dan jurus jurus tingkat tinggi berlangsung sangat sengit. Panji
menghadapi serangan dewi Lembah Tengkorak dengan menggunakan jurus naga
saktinya, "tenaga dalam gerhana bulan"nya tampak megempangi tubuh
Panji, seketika tempat itu menjadi dingin akibat "tenaga dalam gerhana
bulan" yang di keluarkan oleh Panji. tubuh Panji mengeluarkan sinar
keperakan berhawa dingin.
Antoch menyambut serangan
ganas Bagus Sampurno menggunak rangkaian jurus 9 langkah ajaib dengan tenaga
dalam ilmu 9 bulan. seketika tubuh Antoch mengeluarkan hawa dingin juga sama
seperti yang di keluarkan Panji tapi bedanya tubuh Panji di selimuti sinar
keperakan karna mengeluarkan tenaga dalam gerhana bulan sedang Antoch tubuh
Antoch tidak mengeluarkan cahaya keperakan seperti Panji namun yang nampak
berubah pada diri Antoch adalah rambut Antoch berubah jadi berwarna kuning
keemasan. inilah wujud Antoch jika berubah menjadi pangeran es bila menggunakan
ilmu 9 bulan. tiap kali Antoch menggunakan tenaga dalam dari 9 bulan maka
Antoch akan berubah menjadi pangeran es dimana rambut Antoch menjadi berwarna
kuning keemasan. bila aotoch menggunakan tenaga dalam ilmu 9 matahari maka
Antoch berubah menjadi pangeran matahari yang tidak mengeluarkan ciri seperti
pangeran es.
DUA hawa dingin yang bersatu
menyebabkan tempat pertarungan itu menjadi dingin sedingin salju di kutub.
Bagus Sampurno yang menyangka kalau lawannya yaitu Pendekar Pedang Matahari
telah musnah ilmunya jadi terperanjat kaget karna tidak menyangka lawanya masih
mampu mengimbangi setiap serangannya. bahkan sampai jurus ke delapan puluh dia
belum mampu mendesak Antoch malah dia yang berkali kali kena pukulan balasan
Antoch. Bagus Sampurno dengan gerakan cepat melompat ke belakang menjauh dari
Antoch. dia berdiri dengan tatapan mata tajam ke arah Antoch.
"hebat juga kau. ilmu apa
yang kau gunakan itu? bukankah ilmumu sudah musnah?" seru Bagus Sampurno
penasaran.
Antoch tersenyum sinis dan dingin.
"kau kira semua ilmu ku musnah. heh, tidak semua ilmu ku musnah. apa kau
ingin tau ilmu apa yang ku gunakan sekarang?"
"katakan saja, bangsat
!"
Antoch kembali tersenyum
sinis. "apa kau pernah mendengar ilmu sembilan bulan? itulah ilmu yang aku
gunakan sekarang !"
"ekh?! apa?!" Bagus
Sampurno terperanjat kaget bukan main mendengar nama ilmu sembilan bulan. Bagus
Sampurno tidak menyangka Pendekar Pedang Matahari memiliki ilmu langka yang
hampir punah tersebut. Bagus Sampurno jadi teringat ucapan gurunya dulu.
"ilmu sembilan bulan
adalah sumber kekuatan dari ilmu ilmu ular yang guru miliki. semua ilmu ku akan
sangat tidak berdaya bila berhadapan dengan orang yang memiliki ilmu sembilan
bulan secara sempurna. di dunia ini hanya tiga orang yang memiliki ilmu
sembilan bulan secara sempurna yaitu pangeran es, putri bulan dan raja dari
segala bangsa siluman yaitu ksatria naga emas. tapi .."
Datuk pulau ular menghentikan
ucapannya sejenak lalu mulai buka suara lagi. "tapi tiga orang itu sudah
tidak akan muncul lagi di dunia ini. pangeran es dan putri bulan sudah
menghilang 200 tahun yang lalu sedangkan ksatria naga emas adalah raja dari
segala siluman di dunia tidak akan mengganggu manusia karna itu adalah larangan
baginya. jadi tidak akan ada yang bisa menghalangi ilmu ulur ku." ucap
datuk pulau ular.
Bagus Sampurno terngiang
ucapan gurunya itu. dia menatap tajam Antoch dengan seribu pertanyaan di
hatinya. "Dari mana Pendekar Pedang Matahari bisa mendapatkan ilmu
sembilan bulan itu? bukankah ilmu sembilan bulan adalah ilmu yang berlawanan
dengan ilmu matahari yang di milikinya. ini sungguh tidak masuk akal. lebih
baek aku menghindar saja dari pada aku celaka." batin Bagus Sampurno dalam
hati.
Bagus Sampurno mengedarkan
pandangannya ke sekeliling, rupanya tanpa dia sadari semua orang golongan putih
sudah berdatangan mengurung tempat itu. tidak ada jalan baginya untuk kabur.
"bangsat ! tidak celah untuk kabur dari sini. lebih baek adu nyawa dengan
Pendekar Pedang Matahari !" batin Bagus Sampurno geram.
"Pendekar Pedang
Matahari. aku beradu kesaktian denganmu ! bersiaplah !" seru Bagus
Sampurno lantang.
Antoch tersenyun sinis.
"akan ku layani ! keluarkan semua kesaktianmu !" balas Antoch dengan
tenang.
Bagus Sampurno menyatukan
telapak tangannya didepan dada sambil mulutnya komat kamit merapal ajian yang hendak
dikeluarkannya. Badannya agak merunduk lalu kedua tangannya ditarik kesamping
tubuhnya dengan terkepal, kaki kanan sedikit ditarik kebelakang. tatapan
matanya tajam lurus menatap Antoch.
Antoch merentangkan tangan
kanannya lurus kesamping, tangan kirinya terbuka di depan dada, tangan kanannya
ditarik kebelakan lalu di putar kedepan dibarengi kaki kanan mundur ke
belakang.
Mereka bersamaan memukulkan
tangan kanan mereka kedepan diikuti teriakan lantang.
"Pukulan Ular Merah
!"
"Pukulan Gerhana Bulan
!"
Dari kepalan tangan Bagus
Sampurno yang berwarna merah membara tanda Bagus Sampurno mengerahkan seluruh
tenaga dalam penuh melesat sinar merah darah ke arah Antoch. sedangkan kepalan
Antoch yang berwarna keemasan juga melesat sinar kuning keemasan kearah Bagus
Sampurno. Dua sinar tersebut bertemu diudara dalam satu titik.
Dieesss !!
BLAAARR !!
DUAAARR !!
Ledakan dahsyatan mengguncang
tempat itu saat dua sinar pukulan sakti beradu di udara dalam satu titik.
Dua sinar beradu diudara itu
menimbulkan percikan bunga api kesegala arah. Benar benar dua kekuatan dahsyat
yang saling tindih menindih saling mengalahkan. Hingga akhirnya sinar kuning
keemasan mampu mendorong sinar merah darah lalu melabrak dada Bagus Sampurno.
"Aaakhh !!" Jerit
Bagus Sampurno menyayat hati terkena sinar kuning keemasan Pukulan Gerhana
Bulan.
Tubuh Bagus Sampurno terpental
jauh kebelakang tiga tombak, tenaga dorongan masih terasa menyeret tubuh Bagus
Sampurno, tubuh Bagus Sampurno baru berhenti setelah menabrak pohon hingga
tumbang. Bagus Sampurno tewas seketika dengan sekujur tubuh pucat membeku.
Itulah akibat yang ditimbulkan dari Pukulan Gerhana Bulan, membuat lawan yang
terkena pukulan itu akan langsung membeku kaku.
Antoch sendiri bukannya tidak
apa-apa tapi Antoch juga terdorong dua langkah ke belakang lalu jatuh berlutut
dan muntah darah tanda Antoch juga mengalami luka dalam akibat efek beradunya
dua pukulan sakti tadi. Antoch segera menotok beberapa tempat di dadanya
kemudian bersila mengalirkan hawa murni guna menyembuhkan luka dalam yang dia
alami.
DI tempat lain, pertarungan
Panji dengan dewi Lembah Tengkorak juga sudah sampai penggunaan pukulan pukulan
sakti mereka. Jeritan Bagus Sampurno membuat dewi Lembah Tengkorak kaget dan
ini mengakibatkan fatal bagi dirinya, karna kelengahannya itu sebuah sinar
putih pukulan naga langit meluruk bumi langsung menghantam tubuh dewi lembah
tengkorak.
"Aaaakhh !!" Jerit
dewi Lembah Tengkorak menggidikkan bulu kuduk yang mendengarkan.
Tak ayal lagi dewi Lembah
Tengkorak langsung terpental ke belakang terkena sapuan pukulan sakti tinggkat
tinggi milik Panji. Tubuh dewi lembah menabrak batu besar hingga hancur dan
langsung tewas seketika.
Panji segera bersila
mengalirkan hawa murni di dadanya guna meredam getaran akibat dari efek
beradunya dua pukulan hebat tersebut.
"Kakang!!" Seru
Kenanga panik langsung menghampiri Panji.
"Antoch!!" seru
Intan Ayu cepat menghampiri Antoch yang tengah mengalirkan hawa murni di
tubuhnya.
"Intan !" Seru eyang
Rakanini dan Lestari. Mereka menghampiri Intan Ayu yang berada di samping
Antoch.
"Eyang! Kak Lestari
!" Ucap Intan Ayu menoleh ke arah Rakanini dan Lestari.
"Kenapa kau bisa ada di
sini Intan? Kau pergi dari perguruan lagi?" Ucap Lestari memarahi Intan
Ayu.
"Antoch. Kau baik baik
saja?" Ucap ki Wanengpati setelah melihat Antoch membuka matanya.
Antoch menatap ki Wanengpati
lalu menggeleng pelan. "Aku tidak apa-apa."
"Antoch. Kamu tidak
apa-apakan?" Seru Intan Ayu cemas.
Antoch tersenyum lembut lalu
menggeleng pelan. "Kau sendiri tidak terluka kan?" Tanya Antoch
kalem.
"Tidak! Aku tidak
apa-apa." Sahut Intan Ayu menggeleng cepat.
"Intan!" seru
Lestari.
Antoch menoleh kearah gadis
cantik yang bernama Lestari itu, Antoch tersenyum lembut ketika Lestari melihat
dirinya. tampak Lestari jadi kikuk melihat Antoch yang juga menatap dirinya,
buru buru Lestari membuang muka menghindari tatapan langsung dengan Antoch.
"Intan. Ayo pulang
!" seru eyang Rakanini.
Intan menatap Antoch sejenak
seolah enggan berpisah dengan pemuda yang sudah sangat dekat dengan dirinya
itu.
Antoch diam saja tidak
pedulikan Intan Ayu yang menatap dirinya karna merasa berat untuk berpisah.
Antoch malah menghampiri ki Wanengpati. "Kita pergi ki!" Ucap Antoch.
Ki Wanengpati mengangguk
cepat. Antoch dan ki Wanengpati segera melesat cepat meninggalkan tempat
tesebut.
"Antoch!" Teriak
Intan Ayu cepat coba mencegah Antoch namun Antoch sudah hilang dari tempatnya
bersama ki Wanengpati.
Satu persatu semua orang yang
berada di Lembah Tengkorak melangkah pergi dari tempat tersebut meninggalkan
reruntuhan bangunan di Lembah Tengkorak tersebut.
T A M A T