Han Siong yang rebah di atas pembaringan nampak gelisah. Dia masih pulas, akan tetapi tubuhnya gelisah dan selalu bergerak miring ke kanan kiri, telentang atau menelungkup. Sampai sekarang dia masih berpakaian lengkap.
Semenjak ditinggalkan Hay Hay, dia tidak pernah keluar lagi dari kamarnya. Bahkan dia mengunci daun pintu dari dalam dan ketika ditawari makan malam, dia menjawab bahwa dia masih kenyang dan tidak ingin makan. Dia pun minta agar jangan diganggu karena malam itu dia hendak tidur dan mengaso.
Menjelang tengah malam tiba-tiba Han Siong bangkit duduk dan dia memijat-mijat kedua pelipisnya. Kepalanya terasa pening bukan main, akan tetapi sungguh aneh sekali, wajah Ci Goat terbayang di hadapan matanya, wajah yang bulat dan cantik manis, tersenyum-senyum kepadanya. Pandang mata gadis itu seperti memanggil-manggil dan senyumnya amat menantang.
Han Siong menjadi bingung. Apa lagi ketika dia merasa betapa darahnya seperti bergolak oleh nafsu birahi yang menyesak dada. Sekilas dia sadar bahwa hal ini tidak sewajarnya, maka dia pun cepat duduk bersila dan mengerahkan tenaga batinnya untuk melawan.
Akan tetapi dia malah terbawa hanyut, luluh oleh gairah nafsu sehingga dia merasa tidak berdaya, membiarkan pikirannya hanyut, mengingat dan mengenang segala kecantikan dan keindahan tubuh Ci Goat, teringat akan sikap Ci Goat terhadap dirinya yang sangat memperhatikan dan baik, bahkan teringat akan gadis itu yang mengaku cinta kepadanya!
Makin hebat saja kenangan ini sampai tak tertahankan lagi. Dia harus bertemu dengan Ci Goat. Harus! Dia tidak boleh menyakiti hati Ci Goat. Dia mencinta Ci Goat. Dia sungguh cinta kepada gadis itu!
Samar-samar muncul kesadaran di balik semua ini, kesadaran yang mengatakan bahwa semua ini aneh dan tidak wajar. Akan tetapi kesadaran itu pun kemudian hanyut, bahkan akhirnya menghilang.
Kini Han Siong turun dari pembaringan, tubuhnya agak terhuyung seperti orang mabok, menghampiri jendela dan di lain saat dia sudah keluar dari kamarnya melalui jendela yang kemudian ditutupkannya kembali. Han Siong bergerak seperti orang dalam mimpi. Bahkan dia menjadi demikian lengah sehingga dia tidak tahu bahwa bayangan Hay Hay berkelebat keluar dari kamarnya dan mengintainya!
Semenjak sore tadi Hay Hay memang tidak pernah tidur. Dia masih merasa curiga melihat sikap Han Siong, terlebih lagi ketika pemuda itu sama sekali tidak keluar lagi dari dalam kamarnya, malah menolak ketika ditawari makan malam. Tentu ada apa-apanya, pikirnya! Sikap Han Siong itu sama sekali tidak wajar.
Walau pun dia belum sempat bergaul lama dengan Sin-tong (Anak Ajaib) itu, namun dia sudah dapat menilai wataknya. Maka sejak sore dia tidak tidur, melainkan duduk bersila di atas pembaringannya dan selalu waspada. Suara sedikit saja di luar kamarnya tentu akan tertangkap oleh pendengarannya yang dipusatkan, selalu memperhatikan ke arah kamar Han Siong di sebelahnya. Itulah sebabnya ketika Han Siong turun dan membuka jendela kamar, dia mendengarnya lalu keluar dengan cepat namun hati-hati.
Hay Hay sudah keluar pula dari kamarnya dan mengintai, lalu membayangi Han Siong. Dia sudah merasa curiga, tentu ‘ada apa-apa’ pada diri Han Siong maka pemuda perkasa itu bersikap aneh. Entah apa pula yang akan dilakukannya sekarang!
Dengan jantung berdebar penuh ketegangan dan penasaran Hay Hay terus membayangi dari jauh. Dia harus berhati-hati karena dia maklum betapa lihainya Han Siong. Kenyataan bahwa Han Siong tidak mengetahui kalau dia sedang dibayangi itu saja sudah merupakan suatu keanehan, dan membuktikan bahwa memang telah terjadi sesuatu yang aneh pada diri Han Siong.
Han Siong menuju ke ruang belakang. Dia tidak berindap-indap seperti maling melainkan dengan tenang namun cepat berjalan menuju ke kamar Ci Goat, memutar ke belakang memasuki kebun dan tidak lama kemudian dia sudah mengetuk pintu jendela kamar itu! Dengan mata terbelalak Hay Hay mengintai dari belakang pohon di kebun itu!
"Siapa...?” Dia mendengar suara Ci Goat dari dalam kamar.
"Aku Han Siong. Bukalah jendela kamarmu, aku ingin bicara denganmu, Goat-moi!” kata Han Siong lirih.
"Siong-ko...!" Terdengar pula suara Ci Goat mengandung keheranan, lalu jendela itu pun dibuka dari dalam.
Bagai seekor kucing Han Siong melompat ke dalam kamar itu melalui jendela dan daun jendela segera ditutup dari dalam! Gawat, pikir Hay Hay dan dia sudah siap siaga untuk menerjang ke dalam kalau terdengar jerit Ci Goat. Apa bila Han Siong sampai melakukan perbuatan keji, memperkosa gadis itu, maka dia akan menentangnya dengan mati-matian! Akan tetapi dia tidak mendengar jerit Ci Goat.
Dia mendekat dan mendengar ucapan Han Siong yang terengah-engah. "Ci Goat... Goat-moi... aku... aku cinta padamu...”
"Siong-koko..., benarkah itu? Benarkah itu, Koko... ?"
Hay Hay merasa penasaran, maka dia pun mengintai dari celah jendela. Di bawah sinar sebatang lilin yang kelap-kelip suram, dia melihat betapa kedua orang itu saling rangkul dan ketika Han Siong menciumi gadis itu seperti orang kesetanan, Ci Goat sama sekali tidak menolak, bahkan menyambutnya dengan mesra!
Tak ada lagi kata-kata terdengar. Dia masih melihat betapa Han Siong memondong tubuh Ci Goat dan membawanya ke pembaringan, lantas sekali tiup padamlah lilin di atas meja sehingga kamar itu menjadi gelap, tidak nampak apa pun lagi!
Hay Hay bengong, lalu menjauhi kamar. Mukanya merah sekali dan dia tertawa haha-hihi seperti orang sinting. Apakah yang harus dilakukannya kalau sudah begitu? Tak mungkin dia menerjang masuk!
Betapa akan malunya mengganggu dua orang yang sedang bermain cinta dengan suka rela! Apa bila keduanya sudah sama-sama menghendaki, apa hubungannya dengan dia? Jika dia adalah ayah gadis itu, atau setidaknya saudaranya, tentu dia masih berhak untuk mencegah dan mengingatkan bahwa mereka berdua itu melakukan perbuatan yang tidak patut, melanggar ketentuan dan kesusilaan. Akan tetapi dia bukan apa-apa, hanya orang luar.
Apakah dia harus memberi tahukan ayah gadis itu? Ahhh, apa gunanya? Kalau memang mereka berdua sudah saling mencinta, mau apa lagi? Tinggal menikah saja dan dia yang akan menjadi saksi. Bagaimana pun juga, Han Siong harus mempertanggung jawabkan perbuatannya malam itu.
Setelah tiba di dalam kamarnya, Hay Hay tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, monyet benar Han Siong itu! Pura-pura alim, tidak tahunya... ha-ha-ha, wah, dalam hal ini aku kalah olehnya! Sungguh dia melakukan gerak cepat!" Hay Hay tertawa geli seorang diri. Akan tetapi dia lalu termenung.
Benarkah watak Han Siong seperti itu? Pura-pura menolak cinta seorang gadis lalu pada malam harinya menggerumut ke dalam kamar gadis itu? Sungguh sikap yang tidak pantas dilakukan seorang pendekar seperti Han Siong! Jangan-jangan ada apa-apanya ini!
Di lain saat Hay Hay sudah keluar lagi dari dalam kamarnya. Ketika dia mendekati kamar Ci Goat, dia hanya mendengar bisik-bisik mesra yang membuat wajahnya terasa panas dan merah sekali, lalu cepat dia menjauhinya lagi.
"Setan! Bikin aku kebakaran saja!" gerutunya geli.
Dia pun mengamati dari jauh saja. Dia harus melihat Han Siong keluar dari kamar dara itu untuk ditegur dan dimintai pertanggungan jawabnya. Dia hendak melihat bagaimana sikap Han Siong. Apa bila pemuda itu hanya ingin mempermainkan Ci Goat, mempergunakan kesempatan karena gadis itu jatuh cinta padanya, dan tidak mau bertanggung jawab, dia akan menghajarnya!
Hemmm, boleh jadi Han Siong lihai dan dia belum tentu menang, akan tetapi bagaimana pun juga dia akan menentang dan menantangnya! Han Siong harus mempertanggung jawabkan perbuatannya malam ini.
Waktu terasa merayap sangat lambat bagi Hay Hay. Beberapa kali dia harus menggaruki kulit tubuhnya yang dikeroyok nyamuk.
"Setan," gerutunya, "mereka enak-enak bersenang-senang, aku di sini dikeroyok nyamuk! Monyet Han Siong agaknya sudah lupa diri dan lupa daratan sampai lupa waktu. Sudah hampir pagi masih enak-enak saja."
Tiba-tiba dia melihat jendela kamar Ci Goat terbuka dari dalam dan Han Siong melompat keluar. Nampak Ci Goat dengan senyum manis dan rambut awut-awutan menutup kembali daun jendela. Hay Hay cepat mendahului Han Siong yang berjalan kembali ke kamarnya seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.
Barulah Han Siong terkejut ketika tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Hay Hay sudah berada di depannya dengan sikap tidak ramah. Akan tetapi kekagetannya ini bukan lain karena kemunculan yang tiba-tiba dan tak tersangka-sangka itu.
"Han Siong, bagus sekali, ya! Engkau benar-benar seperti seekor harimau berbulu domba! Sesudah apa yang kau lakukan terhadap Ci Goat, maka engkau harus mempertanggung jawabkannya dan mengawini gadis itu dengan resmi!"
"Engkau tidak berhak mencampuri urusanku! Apa pedulimu? Aku tidak akan mengawini gadis mana pun!" jawaban ini jelas bukan sikap Han Siong!
"Han Siong, apa yang kau katakan ini? Engkau telah memasuki kamar seorang gadis dan tidur dengannya selama semalaman, tetapi engkau tidak mau mengawininya?" suara Hay Hay lirih karena dia tidak ingin terdengar oleh orang lain.
"Heh engkau lancang mulut! Apa yang kulakukan adalah urusanku sendiri! Aku tidak akan mengawini siapa pun dan engkau tidak berhak mencampuri urusanku. Hayo lekas pergi atau terpaksa aku akan menghajar mulutmu yang lancang!"
Hay Hay semakin heran dan dia memandang tajam, mempergunakan kekuatan sihirnya. Akan tetapi dia tidak berhasil membuat Han Siong sadar sehingga dia berkata lagi, "Pek Han Siong, tidak tahukah engkau siapa aku? Aku Hay Hay, aku Tang Hay Pendekar Mata Keranjang! Lupakah engkau?"
"Aku tidak peduli engkau siapa!” bentak Han Siong.
“Aihh, sungguh celaka! Jelas bahwa engkau telah bertindak di luar kesadaranmu. Celaka! Kenapa aku tidak menyadari hal ini? Engkau masuk ke kamar Ci Goat karena dituntun oleh kekuatan hitam! Engkau telah dicengkeram oleh ilmu hitam tiga orang pendeta Lama itu, Han Siong! Sadarlah!"
“Keparat, engkau memang layak dihajar!” Han Siong membentak dan tiba-tiba. dia sudah menyerang Hay Hay dengan tamparan tangannya yang ampuh.
Akan tetapi Hay Hay cepat mengelak. Sampai empat kali dia mengelak, dan agar jangan sampai menarik perhatian orang lain maka dia pun meloncat keluar dari rumah itu sambil berkata,
"Kalau engkau memang jantan, mari kita selesaikan urusan ini di luar rumah supaya tidak mengagetkan orang lain!" Tentu saja tantangannya ini langsung diterima Han Siong yang cepat melakukan pengejaran ketika melihat lawannya melarikan diri keluar rumah.
Sesudah tiba di tempat sunyi, agak jauh dari rumah keluarga Ouw, Hay Hay berhenti dan menghadapi Han Siong. Dia mengeluarkan bentakan nyaring yang penuh dengan sinkang untuk membuyarkan semua kekuatan hitam.
"Pek Han Siong, sadarlah! Semua kekuasaan dari kegelapan sudah lepas darimu! Sinar terang mengusir kegelapan dan mengembalikan kesadaranmu!" Hay Hay menggerakkan kedua tangannya ke arah Han Siong. Han Siong terhuyung ke belakang seperti terdorong oleh kekuatan luar biasa, akan tetapi dia lalu meloncat dan kelihatan semakin marah.
"Engkau sungguh manusia jahat dan layak dihajar!" Setelah berkata demikian, Han Siong sudah menerjang lagi dengan ganasnya.
Hay Hay terkejut. Kekuasaan apakah yang sedang mencengkeram Han Siong sehingga kekuatan sihir dalam diri Han Siong ditambah kekuatannya sendiri tidak mampu mengusir kekuasaan aneh itu? Dia tidak sempat berpikir lebih banyak karena sangatlah berbahaya menghadapi serangan seorang lawan seperti Han Siong. Dia pun cepat mempergunakan kelincahannya dan mengelak sambil balas menyerang untuk merobohkan Han Siong yang agaknya sudah tidak menguasai dirinya sendiri itu.
Terjadilah pertandingan yang dahsyat di pagi hari itu, di tempat sunyi luar kota Hok-lam. Pek Han Siong adalah seorang pemuda perkasa yang menguasai banyak ilmu silat yang tinggi. Dari orang tuanya yang turun temurun menjadi ketua perkumpulan Pek-sim-pang, dia sudah mewarisi ilmu silat Pek-sim-pang yang diringkas menjadi tiga belas jurus. Dari guru-gurunya, yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu dia pun menerima gemblengan dan mewarisi ilmu-ilmu silat yang amat tinggi, baik dari aliran sesat karena kedua orang gurunya itu dahulunya berasal dari dunia sesat, mau pun ilmu-ilmu kesaktian yang ditemukan kedua orang gurunya itu, yaitu Kwan Im Sin-kun dan Kwan Im Kiam-sut, peninggalan seorang tokoh di antara Delapan Dewa.
Selain itu dia masih mendapat gemblengan dari Ban Hok Lo-jin, juga seorang di antara Delapan Dewa, menerima ilmu pukulan sakti Pek-hong Sin-ciang, bahkan dari kakek ini dia mendapat pelajaran ilmu sihir yang cukup kuat! Pek Han Siong merupakan seorang pendekar muda yang sukar dicari tandingannya, pandai ilmu silat, pandai ilmu sihir, dan memiliki tenaga sinkang yang amat kuat.
Di lain pihak, Tang Hay atau Hay Hay adalah seorang pemuda gemblengan pula. Dia juga murid dari dua orang datuk sakti yang termasuk sebagai anggota Delapan Dewa, yaitu See-thian La-ma dan Ciu-sian Sin-kai. Ilmu-ilmu silatnya disempurnakan oleh kakek sakti Song Lojin, dan dia juga menerima pelajaran ilmu sihir tingkat tinggi dari Pek Mau Sianjin.
Di antara ilmu-ilmu pilihan yang dikuasainya adalah Cap-pek-ciang (Delapan Belas Jurus Pukulan) dari Ciu-sian Sin-kai yang luar biasa ampuhnya, sementara dari See-thian Lama dia memperoleh dua ilmu yang amat hebat, yaitu Yan-cu Coan-in ilmu meringankan tubuh yang membuat dia seakan-akan pandai terbang atau dapat menghilang saking cepatnya gerakannya, dan ilmu langkah ajaib Jiau-pouw Poan-san.
Maka dapatlah dibayangkan alangkah hebatnya ketika dua orang pemuda sakti ini saling bertemu di dalam sebuah pertandingan! Tentu saja Hay Hay tidak memusuhi Han Siong yang dia tahu pasti dalam keadaan tidak wajar. Dia selalu mengalah dan mengandalkan ilmunya Jiau-pouw Poan-san yang membuat semua serangan Han Siong tidak mengenai dirinya. Akan tetapi, Hay Hay merasa kewalahan juga karena kalau dia tidak bersungguh-sungguh, sebaliknya Han Siong yang agaknya sudah tidak sadar lagi siapa dirinya, terus menyerangnya dengan hebat, mengerahkan semua tenaga dan kepandaiannya!
Sambil menghindarkan semua serangan Han Siong dengan ilmu langkah ajaib Jiau-pouw Poan-san, Hay Hay memutar otaknya. Dia merasa yakin bahwa keadaan Han Siong tidak sewajarnya. Sudah pasti bahwa pemuda ini sedang dicengkeram kekuasaan ilmu hitam yang amat jahat dan kuat.
Melihat sikap pemuda itu, bukan mustahil bahwa semenjak sore tadi kekuasaan itu mulai mempengaruhinya biar pun belum hebat. Akan tetapi kini kekuasaan itu telah menguasai Han Siong sepenuhnya! Bukan sihir biasa, dan agaknya mereka yang menyihirnya tidak berada di tempat itu. Tentu sihir ilmu hitam yang dilakukan dengan mempergunakan alat-alat dan jimat-jimat, dengan kekuatan mantera dan bantuan iblis.
"Bukkk!" Tubuhnya hampir terjengkang dan cepat Hay Hay meloncat lalu menggerakkan kedua kakinya memainkan langkah ajaibnya.
Setan, pikirnya. Hampir saja dia celaka karena tadi melamun memikirkan keadaan Han Siong. Sebuah pukulan ke arah dadanya hampir mengenai sasaran. Untunglah dia masih sempat memiringkan tubuh dan menerima tonjokan keras itu dengan pangkal lengannya. Dan merasa betapa pukulan itu keras sekali, Hay Hay maklum bahwa Han Siong dalam keadaan tidak sadar itu benar-benar menganggap dia seorang musuh besar!
Sungguh berbahaya sekali. Dia tidak boleh melamun, namun harus mencurahkan seluruh kepandaian dan tenaganya kalau tidak ingin benar-benar dipukul roboh! Akan tetapi tiba-tiba sekarang dia teringat sesuatu. Tentu darah itu! Darah Han Siong!
Walau pun hanya beberapa tetes, darah Han Siong telah diambil oleh tiga orang pendeta Lama dan tentu melalui darah itulah mereka menyihir Han Siong! Dan dia pun tahu bahwa dalam ilmu yang berasal dari kegelapan, dari iblis, terdapat ilmu menguasai semangat dan pikiran orang lain melalui potongan kuku atau rambut, namun yang paling ampuh adalah dengan mempergunakan darah orang itu!
Pantas semua usahanya menyadarkan Han Siong dengan kekuatan sihir selalu gagal dan tenaga atau kekuatan sihir dalam diri Han Siong sendiri tidak mampu menolak pengaruh jahat itu. Sekarang dia mengerti bahwa tentu semenjak sore tadi Han Siong telah mulai dikuasai oleh ilmu hitam dan pemuda itu juga dalam keadaan tidak sadar atau dikuasai sihir ketika memasuki kamar Ci Goat.
Untuk merobohkan Han Siong bukanlah hal yang mudah. Tingkat kepandaian mereka tak banyak selisihnya. Dalam keadaan biasa kekuatan sihirnya masih lebih kuat dari pada Han Siong, akan tetapi pada saat itu ada kekuatan sihir yang sangat dahsyat menguasai Han Siong sehingga sukar baginya untuk mengalahkan Han Siong metalui sihir.
Kemudian dia teringat. Naluri dari watak yang bersih dan baik! Itulah yang paling kuat dan biar pun nampaknya tidak berdaya karena orangnya dikuasai sihir, namun naluri itu masih ada dalam dirinya. Naluri ini datang dari kekuasaan Tuhan dan tidak ada kekuasaan apa pun di dunia ini yang mampu mengalahkannya!
Pada saat Han Siong menyerang dengan sebuah tendangan, Hay Hay sengaja bergerak agak lambat dan menerima tendangan itu dengan perutnya yang telah dilindungi dengan sinkang agar isi perutnya tidak sampai rusak.
"Desss…!"
Tubuhnya terjengkang dan dia pun membiarkan tubuhnya berkelojotan sambil menggeliat-geliat, mulutnya merintih-rintih, "Aduhhh... aduhhhh... mati aku... engkau membunuhku... ahh… mati aku...!"
Han Siong berdiri tertegun, matanya terbelalak memandang kepada tubuh Hay Hay yang sekarang sudah menelungkup tak bergerak, bibirnya gemetar dan berbisik, "...apa yang kulakukan ini...? Aku... aku membunuhnya...”
Dugaan dan perhitungan Hay Hay memang tepat. Naluri watak yang baik kini bekerja dan Han Siong menghampiri tubuh Hay Hay, lantas berlutut. Akan tetapi, sebagai seorang ahli silat kelas tinggi, Han Siong tetap waspada.
Hay Hay maklum bahwa dia harus membuat perhitungan yang sangat tepat, tidak boleh salah sedikit pun. Apa bila dia menyerang pada saat itu, tentu dia akan gagal karena Han Siong memiliki kewaspadaan tinggi.
Han Siong memegang pundak Hay Hay dan membalikkan tubuh yang menelungkup itu. Kini tubuh Hay Hay telentang dan nampak betapa ada darah segar keluar dari mulut itu.
"Ahh... dia... dia mati...!” Han Siong berkata dengan penuh kaget dan penyesalan.
Pada saat itulah Hay Hay baru menggerakkan tangannya, secepat kilat kedua tangannya telah melakukan gerakan menotok. Dalam keadaan menyesal dan terkejut itu, terlebih lagi melihat darah itu dia percaya bahwa orang yang ditendangnya benar-benar sudah mati, untuk sesaat Han Siong kehilangan kewaspadaannya dan saat itu digunakan dengan baik oleh Hay Hay.
Han Siong berusaha melempar tubuh ke belakang, namun satu di antara serangan Hay Hay tepat mengenai sasaran. Jalan darahnya tertotok lantas dia pun roboh terkulai lemas! Hay Hay rneloncat bangun dengan girang sekali. Ketika ‘berkelojotan’ tadi dia menggigit lengannya sendiri sampai keluar banyak darah yang berlepotan di bibirnya!
Kini dia cepat-cepat menghampiri Han Siong yang sudah tak mampu bergerak, kemudian menyusulkan beberapa tekanan pada jalan darah Han Siong sehingga Han Siong benar-benar tidak mampu berkutik lagi.
Hay Hay lalu mengamati wajah yang telentang itu. Memang wajah Han Siong, akan tetapi sinar mata itu! Sungguh beringas dan penuh kemarahan.
"Keparat, kau curang! Kubunuh kau!" Han Siong menggerutu dan matanya berkilat marah.
Hay Hay mencoba untuk mempergunakan kekuatan sihirnya. Dengan pandang matanya yang mencorong dia menatap wajah itu, menentang pandang matanya, lantas terdengar suaranya yang dalam dan menggetar penuh kekuatan sihir. "Han Siong, sadarlah. Engkau Pek Han Siong... dan aku adalah Hay Hay! Sadarlah dan lepaskan pengaruh kekuasaan dunia kegelapan...!”
Akan tetapi hasilnya sia-sia belaka. Sepasang mata itu masih berkilat marah dan setelah beberapa kali mengulang usahanya tanpa hasil, Hay Hay duduk termenung, menjadi agak bingung. Kalau saja dia tahu di mana adanya tiga orang pendeta Lama itu sehingga dapat menggempur mereka, tentu Han Siong akan dapat dibebaskan dari permainan sihir hitam mereka.
Kemudian dia pun teringat. Batu giok mustika yang dimilikinya! Beberapa tahun yang lalu, karena merasa berhutang budi kepadanya, seorang jaksa, yaitu Kwan Taijin (Pembesar Kwan) telah menghadiahkan pusakanya yang sangat berharga, yaitu sebuah giok mustika yang berwarna belang merah dan hijau. Jaksa dari kota Siang-tan itu menghadiahkan batu giok itu kepadanya dan sampai sekarang masih tergantung di lehernya.
Batu giok mustika itu merupakan obat pencegah racun yang amat mujarab. Segala jenis racun dapat dihisap dan dilenyapkan dari tubuh oleh batu giok mustika itu. Dan menurut penuturan jaksa itu, batu giok itu masih mempunyai khasiat lain, yaitu memiliki kekuatan mukjijat untuk menolak kekuatan setan. Dia belum pernah membuktikannya, akan tetapi sekarang, apa salahnya kalau dia mencobanya?
Dia segera melepaskan tali yang mengikat mustika batu giok itu dari lehernya. Kalau dia mempergunakan totokan pada bagian kepala yang bawah di atas tengkuk dari Han Siong, yang menjadi pusat penerimaan segala yang datangnya dari luar, tentu hubungan dengan kekuatan sihir hitam itu akan terputus. Namun hal itu berbahaya sekali karena Han Siong akan menjadi terputus sama sekali dengan hal-hal di luar dirinya, dan kalau terlalu lama dapat membuat pemuda itu menjadi hilang ingatan dan hilang pula daya pikirnya.
Akan tetapi, jika batu giok ini memang mempunyai kekuatan ajaib yang halus, siapa tahu mampu membebaskan Han Siong dari pengaruh sihir, atau setidaknya dapat mengurangi kekuatan sihir itu. Dengan pikiran demikian Hay Hay segera memutuskan untuk mencoba keampuhan batu giok mustika miliknya.
Hay Hay lalu menggosok-gosokkan batu giok itu pada seluruh kepala, wajah serta leher, kemudian ditempelkan hingga lama pada tengkuk sambil terus memperhatikan wajah Han Siong. Tidak lama kemudian Hay Hay melihat perubahan pada pandang mata itu. Kalau tadi, ketika dia mulai dengan penggosokan batu giok, sepasang mata itu nampak berkilat marah, kini kilatan kemarahan itu semakin menipis dan akhirnya memudar. Tiba-tiba Han Siong membelalakkan matanya dengan pandang mata heran.
"Heiii! Hay Hay, apa yang kau lakukan ini? Ihhh... aku tertotok!" serunya ketika dia gagal menggerakkan kaki tangannya.
"Han Siong, dengarkan baik-baik dengan hati tenang dan sabar. Engkau baru saja sadar dari pengaruh sihir hitam yang sangat jahat. Tadi engkau menyerangku dan kita berkelahi, untung dengan akal aku dapat menotokmu roboh. Sekarang coba kau kerahkan kekuatan batinmu untuk merasakan datangnya serangan pengaruh sihir itu. Cepat...!”
Hay Hay mengangkat batu gioknya dan Han Siong yang cerdik segera mentaati perintah Hay Hay. Benar saja, begitu batu giok di angkat, dia merasakan getaran aneh, akan tetapi sekarang dia mampu menahannya dengan kekuatan sihirnya sendiri.
“Hay Hay, ada getaran aneh... begitu kuat untuk menguasai diriku. Ah, ada dorongan agar aku memusuhimu, membunuhmu...”
“Bagus, engkau sudah dapat merasakannya dan dapat menguasainya. Dengar baik-baik, Han Siong. Engkau pertahankan terus dengan kekuatanmu dan peganglah kuat-kuat batu ini, tempelkan di atas tengkukmu, nah, di sini, dan pengaruh itu akan menipis. Akan tetapi jangan ditolak sama sekali, melainkan ikuti saja...”
“Kau gila? Mengikuti pengaruh itu?”
“Maksudku, ikuti saja kalau pengaruh itu memanggilmu karena hal itu akan membawa kita kepada yang melepaskan sihir atas dirimu. Aku akan membayangi dari belakang dan kita bersama akan menumpas mereka!”
“Mereka? Kau maksudkan... para pendeta Lama itu?”
"Siapa lagi? Mereka telah mengambil darahmu untuk menyihirmu. Ingat, jangan kau turun tangan menyerang kalau belum kuberi tanda. Sebaiknya urusanmu dengan Dalai Lama ini segera diselesaikan agar jangan sampai engkau terganggu lagi!"
"Maksudmu bagaimana, Hay Hay...?" Han Siong bertanya bingung karena dia masih saja merasakan tarikan yang kuat dari pengaruh sihir hitam itu.
"Jangan banyak bicara tetapi dengarkan baik-baik, Han Siong. Pendeta Lama itu sedang mempengaruhimu agar bermusuhan dengan aku, dan kalau tidak keliru dugaanku, hal itu bertujuan agar dengan mudah engkau akan dapat mereka bawa ke Tibet. Bukankah dari dahulu, sejak kau bayi, mereka itu memang hendak membawamu ke sana? Sekaranglah saatnya yang baik. Engkau telah tahu bahwa engkau disihir, akan tetapi dengan batu giok itu engkau dapat menolak sihir mereka. Engkau pura-pura dalam pengaruh sihir mereka dan bila mereka mengajakmu ke Tibet, kau ikuti saja. Aku membayangimu dari belakang dan kita bersama akan melihat apa yang sesungguhnya terjadi di sana. Maukah engkau menempuh petualangan baru di Tibet bersamaku? Tentu akan penuh bahaya dan hebat sekali. Maukah engkau?"
Hay Hay tidak menyebut tentang Ci Goat karena kalau sampai pemuda itu menyadari apa yang sudah diperbuatnya dengan Ci Goat maka hal itu akan menjadi pukulan batin yang sangat berat dan akan melemahkannya sehingga pengaruh sihir itu akan lebih mudah lagi menguasainya.
“Baik, aku mengerti. Ahh, dorongan itu makin kuat, menyuruh aku membawa pakaianku dan pergi dari rumah itu...”
"Bagus, sekarang kubebaskan engkau dan ikuti saja, Han Siong. Ingat, segera gunakan batu kemala (giok) itu kalau sampai dorongan itu terlalu kuat. Engkau harus selalu dapat menguasai dirimu, dan hanya berpura-pura saja taat kepada pengaruh sihir mereka."
Tanpa ragu-ragu lagi Hay Hay lalu membebaskan totokan pada tubuh Han Siong. Pemuda ini dapat bergerak kembali dan Hay Hay mengangguk-angguk.
"Nah, turutilah perintah melalui pengaruh sihir itu Han Siong."
Keduanya lalu kembali ke rumah keluarga Ouw, seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu. Kini di dalam telinga Han Siong terdengar jelas perintah bahwa dia harus membunuh Hay Hay, atau menjauhkan diri dan setelah mengambil pakaian harus meninggalkan rumah itu tanpa setahu Hay Hay. Tanpa setahu Hay Hay? Akan tetapi Han Siong segera tersenyum. Hay Hay akan mengetahuinya, yang tidak tahu adalah mereka yang menyihirnya!
Kedatangan mereka disambut oleh Ouw Lok Khi yang terlihat bingung dan gelisah sekali. Betapa terkejut rasa hati Hay Hay ketika mendengar dari tuan rumah itu bahwa Ouw Ci Goat telah pergi dari dalam kamarnya! Ia mengamati wajah Han Siong yang mengerutkan alis dan kelihatan terheran-heran. Agaknya Han Siong belum menyadari apa yang sudah dia lakukan tadi malam, atau menganggapnya sebagai mimpi saja.
"Kapan perginya, Paman Ouw? Dan ke mana?"
"Entah ke mana dan kapan, akan tetapi pagi-pagi sekali tadi dia sudah tidak ada di dalam kamarnya, dan dia membawa pedangnya. Tadinya, melihat bahwa ji-wi taihiap (pendekar besar berdua) juga tidak berada di kamar, hati kami merasa lega dan mengira bahwa dia pergi bersama ji-wi (kalian). Akan tetapi sekarang ji-wi sudah pulang dan dia... ahhh, ke mana perginya anakku?"
"Hemm, jangan khawatir, Paman. Kami berdua akan segera pergi mencarinya!" kata Hay Hay.
Wajah Ouw Lok Khi kelihatan lega. "Ahh, terima kasih. Kalau ji-wi yang pergi mencarinya maka hatiku tidak akan khawatir lagi."
Han Siong lalu mengambil pakaiannya, demikian juga Hay Hay dan tidak lama kemudian, sesudah matahari naik agak tinggi, Han Siong memberi isyarat kepada Hay Hay bahwa pengaruh sihir itu mulai memerintahkan agar dia pergi dari situ!
Mereka lalu pergi meninggalkan rumah Ouw Lok Khi. Setelah tiba di luar kota, Hay Hay memberi isyarat agar Han Siong terus mengikuti arah yang ditunjukkan dalam pengaruh sihir, sedangkan dia sendiri mengikuti atau membayangi dari jauh…..
********************