Bagaikan seorang yang kehilangan ingatannya, Kim Hwa melalui pintu tembusan menuju ke ruangan rumah penginapan Hok-lai-koan. Yang dlingatnya hanyalah dua hal. Pertama mengantarkan Ai Ling ke kamar Hartawan Coa, dan kedua pergi mengunjungi pemuda ganteng yang menarik hati, yang menginap di kamar nomor tujuh di belakang. Akan tetapi tubuhnya terasa demikian ringan dan dia tidak ingat lagi mengapa dia bisa menjadi begitu, kepalanya juga ringan dan kosong!
Ketika Hay Hay tiba-tiba muncul, dia tidak terkejut dan bahkan tersenyum genit. Apa lagi ketika Hay Hay berbisik, "Manis, aku sengaja menjemputmu! Mari kita pergi ke kamarku, sayang!"
Kim Hwa tertawa kecil dengan sikap genit, kemudian membiarkan dirinya digandeng oleh pemuda yang menarik hatinya itu dan dia malah menyandar, lalu mereka berdua berjalan sambil bergandeng tangan.
Hay Hay tidak membawa wanita itu ke kamarnya, namun diajaknya menghampiri kamar besar di mana berdiri dua orang jagoan yang berjaga. Malam telah larut sekali, menjelang tengah malam dan suasana sangat sunyi. Dua orang jagoan itu duduk di atas kursi, agak melenggut. Mereka tenang saja karena siapa yang akan berani mati mengganggu majikan mereka?
"Mari Ai Ling, marilah sayang...”
Suara ini mengejutkan dua orang jagoan itu. Akan tetapi pada waktu mereka mengangkat muka, mereka melihat sekelebatan seorang pemuda bergandeng tangan dengan seorang wanita cantik. Anehnya, begitu mereka memandang, pemuda itu segera lenyap dan yang nampak adalah dua orang wanita muda yang sedang menghampiri mereka sambil saling bergandeng tangan.
Setelah lampu gantung menerangi wajah mereka, dua orang jagoan ini cepat berdiri dan menyeringai senang. Mereka sudah tahu bahwa majikan mereka menanti datangnya isteri pemilik rumah penginapan itu yang akan mengantarkan puterinya, dan ternyata sekarang mereka benar-benar muncul!
Melihat betapa gadis manis itu seperti orang mabok maka tahulah mereka bahwa gadis ini telah minum obat bius, sementara isteri pemilik rumah penginapan yang cantik genit itu senyum-senyum kepada mereka. Dua orang ‘wanita’ ini menghampiri pintu dan mengetuk tiga kali. Kedua orang jagoan itu tidak menghalangi mereka, hanya saling pandang sambil tersenyum-senyum penuh arti.
"Siapa yang mengetuk pintu?" terdengar suara parau yang dalam, suara Hartawan Coa yang memang sejak tadi belum tidur dan dengan tidak sabar menanti datangnya Kim Hwa yang berjanji akan mengantar Gui Ai Ling, si perawan jelita.
"Saya Kim Hwa, tai-ya, saya mengantarkan Ai Ling. Harap buka pintunya!"
Mendengar suara ini, tentu saja Hartawan Coa menjadi girang dan dia segera membuka daun pintu. Mula-mula dia terkejut sekali melihat bahwa yang berdiri di depan pintu adalah seorang pemuda yang tak dikenalnya dan Kim Hwa, isteri pemilik rumah penginapan yang genit itu, akan tetapi ketika berkedip dia mendengar suara Kim Hwa,
"Saya Kim Hwa dan Ai Ling datang seperti yang telah saya janjikan, tai-ya," dan ketika dia membuka mata, ternyata yang berdiri di hadapannya adalah Kim Hwa dan Ai Ling, gadis yang membuatnya selalu menelan air liur itu!
"Ahhh, engkau sudah datang, manis!" katanya sambil menggandeng tangan Ai Ling. "Mari masuk, manis!" Ai Ling menurut saja digandeng masuk, dan Kim Hwa tersenyum.
"Bersenang-senanglah dengan Ai Ling, tai-ya, saya harap tai-ya tidak lupa kepada saya."
Hartawan Coa yang sudah tidak sabaran itu hanya mengangguk, lantas menutup kembali daun pintu tanpa menguncinya karena bukankah di luar telah ada dua orang pengawalnya, jagoan-jagoan yang dapat dipercaya dan akan menjaga di situ semalam suntuk? Kim Hwa lalu melenggang pergi.
"Eih, nyonya muda. Hendak ke mana? Apakah tidak mau menemani kami di sini sebentar menghilangkan dingin dan kantuk?" salah seorang di antara dua penjaga itu menegur dan menggoda.
Kim Hwa hanya tersenyum. "Lain kali saja, aku mempunyai keperluan lain." Dan dia pun mempercepat langkahnya.
Setelah sampai di tempat gelap, ternyata bahwa ‘Kim Hwa’ ini bukan lain adalah Hay Hay yang tadi mempergunakan kekuatan sihirnya untuk membuat mata dua orang jagoan dan juga mata Hartawan Coa melihatnya seperti Kim Hwa, sedangkan Kim Hwa sendiri yang sudah berada di bawah pengaruh obat bius itu mereka lihat sebagai Gui Ai Ling!
Hay Hay mengintai tak jauh dari situ. Tidak lama dia mengintai karena segera dia melihat seorang laki-laki gendut berlari-lari melalui pintu tembusan dari rumah Gui Lok, menuju ke rumah penginapan itu. Pria ini bukan lain adalah Gui Lok, pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koan. Agak jauh di belakangnya, dia melihat pula Ai Ling berjalan dengan muka khawatir.
Gui Lok yang menerima laporan dari puterinya bahwa isterinya mengadakan pertemuan gelap dengan laki-laki di dalam kamar hotelnya, tentu saja menjadi marah sekali dan dia langsung menuju ke kamar besar, kamar istimewa termahal di rumah penginapannya itu. Ketika sampai di depan kamar, dua orang tukang pukul mencoba untuk menghadangnya, akan tetapi si gendut Gui Lok berteriak lantang.
"Ini rumah penginapanku sendiri! Siapa berhak melarang?"
Dua orang tukang pukul itu tentu saja tahu bahwa Gui Lok pemilik rumah penginapan itu, maka mereka pun merasa sungkan, juga mereka terbelalak heran bukan main melihat Ai Ling berada di belakang si gendut itu! Bukankah tadi mereka melihat sendiri betapa gadis itu diantar oleh ibu tirinya memasuki kamar majikan mereka dan kini sedang berada dalam pelukan majikan mereka ? Bagaimana kini tahu-tahu gadis itu berada di luar kamar tanpa pengetahuan mereka? Apakah tadi mereka bermimpi? Padahal mereka tidak pernah tidur.
Bagaimana pun juga, melihat adanya gadis itu, hati mereka tidak khawatir. Kalau gadis itu tidak berada di dalam kamar majikan mereka, apa yang mereka khwatirkan? Biarkan saja si gendut itu membikin ribut, kalau majikan mereka yang kini tentu sendirian saja keluar, tentu si gendut itu yang akan mendapat kemarahan! Kiranya majikan mereka sedang tidur sendirian di kamar itu!
Melihat dua orang penjaga itu tidak menghalanginya lagi, Gui Lok lalu menghampiri daun pintu kamar itu dan menggedor-gedor dengan keras. "Buka pintu! Kim Hwa, engkau tidak perlu sembunyi! Aku sudah tahu bahwa engkau sedang berada di dalam bersama laki-laki lain! Engkau perempuan busuk, pelacur hina, isteri penyeleweng yang tak tahu malu!"
Karena Gui Lok dilanda kemarahan hebat, maka dia berteriak-teriak bagaikan orang gila. Tentu saja teriakannya yang keras itu membangunkan semua tamu, maka sebentar saja seluruh kamar di rumah penginapan itu terbuka dan para tamu sudah keluar dari dalam kamar untuk menonton pertunjukan menarik itu.
Hay Hay juga keluar dari kamarnya, lalu turut pula menonton bersama para tamu. Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Ai Ling yang nampak khawatir, dia pun berkedip dan menganggukkan kepala, seolah-olah memberi jaminan kepada dara itu agar tidak usah takut karena ada dia yang akan melindunginya. Dan anehnya, melihat pemuda itu, hati Ai Ling menjadi agak tenteram, tidak lagi ketakutan seperti tadi.
"Hayo buka, kau perempuan laknat, pelacur hina tak tahu malu!”
“Dorr-dorrr-dorrrr…!"
Gui Lok terus menggedor pintu dengan kemarahan meluap, apa lagi melihat munculnya banyak tamu. Semua orang melihat dan mengetahui betapa isterinya telah menyeleweng. Betapa malunya dia kalau tidak dapat membikin perhitungan dengan isterinya itu!
Bisa dibayangkan betapa kagetnya mereka yang sedang bermesraan di dalam kamar itu. Baru saja Hartawan Coa dan Kim Hwa mendapatkan kenyataan yang mengejutkan hati mereka berdua. Kim Hwa mulai ditinggalkan pengaruh obat bius dan ketika dia sadar lalu mendapatkan dirinya dalam pelukan Hartawan Coa, hampir saja dia menjerit.
Bukankah seharusnya ia berada dalam pelukan pemuda tampan yang pandai merayu itu? Kenapa kini dia berada dalam rangkulan Hartawan Coa yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa, penuh bulu kasar, mukanya hitam dan bopeng? Bukankah seharusnya Ai Ling yang berada di pelukan hartawan ini?
Akan tetapi dia adalah seorang wanita yang cerdik. Walau pun dia tidak mengerti kenapa bisa begini, namun dia pandai bersandiwara dan dengan manja dia langsung mempererat rangkulannya dan mengeluarkan suara rintihan manja.
Sementara itu, Hartawan Coa juga sudah tidak lagi terpengaruh oleh kekuatan sihir yang dilepaskan Hay Hay tadi, dan kini dia melihat bahwa yang dipeluk dan digumulinya sejak tadi bukanlah gadis yang dirindukannya itu, melainkan isteri Gui Lok, nyonya muda yang cantik dan genit itu!
Dia pun terkejut mengapa bisa terjadi perubahan ini! Padahal tadi dia jelas melihat bahwa yang dibimbingnya masuk adalah Ai Ling dan gadis itu tadi menurut saja tanpa melawan karena berada dalam pengaruh obat bius. Akan tetapi mengapa kini mendadak berganti orang?
Bagaimana pun juga hartawan ini memang cocok sekali dengan Kim Hwa sehingga meski pun dia terheran, namun dia tidak begitu peduli lagi setelah merasakan kehangatan tubuh dan kepandaian Kim Hwa merayu dan melayaninya. Dia pun mendekap semakin kuat dan keduanya tenggelam ke dalam gelombang nafsu yang tak pernah mengenal puas.
Mereka berdua sedang terlena di ambang kepulasan karena lelah ketika tiba-tiba mereka dikejutkan oleh gedoran pada daun pintu kamar itu! Mendengar teriakan suaminya, tentu saja Kim Hwa terkejut setengah mati dan dia pun langsung melepaskan diri dari rangkulan Hartawan Coa dan tergesa-gesa mengenakan pakaiannya.
Dia lalu lari ke jendela, hendak membuka jendela kamar itu, akan tetapi betapa heran dan khawatirnya ketika ternyata daun jendela itu macet dan sama sekali tak dapat dibukanya. Tentu saja dia menjadi panik.
Melihat ini Coa Wan-gwe lalu menghampiri jendela dan dia pun mencoba untuk membuka jendela itu. Sia-sia belaka. Biar pun hartawan ini memiliki tenaga yang besar, namun daun jendela itu sama sekali tidak dapat dibukanya, benar-benar macet. Hal ini tidaklah aneh karena macetnya daun jendela itu bukan sewajarnya, namun akibat perbuatan Hay Hay.
"Sudahlah, kau tidak perlu gelisah. Biar aku yang bertanggung jawab!" kata hartawan itu, teringat akan kedudukan dan kekuasaannya. Apa artinya seorang Gui Lok baginya?
"Tapi... tapi suamiku di depan kamar! Dia akan marah...”
"Huhh, coba saja apa yang dapat dia lakukan kepadaku! Coba dia marah kepadaku kalau berani, akan kusuruh hajar dia sampai mampus!” Hati hartawan itu semakin besar karena bukankah di depan pintu itu ada dua orang pengawal yang menjaga keselamatannya?
Mendengar ucapan hartawan itu, hati Kim Hwa tidak menjadi lega, bahkan merasa makin khawatir. Diraihnya lengan hartawan itu, kemudian ditahannya ketika pria itu hendak keluar dari kamar.
"Kau akan dapat menyelamatkan diri dengan mudah, dia takkan berani mengganggumu, akan tetapi bagaimana dengan aku? Harap jangan tinggalkan aku di sini...!"
Coa Wan-gwe mengerutkan alisnya, kemudian mengibaskan lengannya sehingga wanita itu terpelanting ke atas pembaringan. "Huh, jangan banyak tingkah kau! Salahmu sendiri! Bukankah engkau berjanji akan mengantarkan Ai Ling kepadaku di kamar ini? Akan tetapi engkau sendiri yang datang menggantikan anakmu. Perempuan tak tahu malu!"
Kim Hwa terkejut dan tidak berani bicara lagi, hanya memandang dengan mata terbelalak ketika hartawan itu membuka daun pintu kamar itu kemudian melangkah keluar dengan mengangkat dada. Gui Lok yang berada di depan kamar itu sudah siap untuk meluapkan kemarahannya, akan tetapi begitu melihat Hartawan Coa, nyalinya menjadi kecil dan dia hanya memandang bengong seperti berubah menjadi arca.
"Hemm, Gui Lok! Mau apa engkau lancang menggedor pintu kamarku? Bukankah kamar ini sudah kusewa? Kau tahu, rumah penginapan ini dapat kubeli, bahkan kepalamu dapat pula kubeli. Mengerti?!"
Begitu mendengar bentakan hartawan ini, seketika keberanian dan kemarahan Gui Lok menguncup dan kakinya gemetar.
"Maaf, tai-ya, tapi... tapi isteriku..."
“Peduli apa dengan isterimu?! Aku tidak memanggilnya ke sini! Kau tanyakan saja kepada isterimu sendiri! Tapi kau... yang sudah berani menggangguku, menggedor pintu kamarku secara kurang ajar, tidak dapat kumaafkan begitu saja. Kau perlu dihajar!" Tangan yang besar dari hartawan itu menyambar dan sebuah pukulan mengenai kepala Gui Lok.
"Plakkk!" Si perut gendut itu terpelanting dan jatuh.
Hartawan Coa melangkah maju, siap menendang kepala Gui Lok yang dianggapnya telah kurang ajar dan membikin malu kepadanya di depan begitu banyak orang. Maka dia pun hendak menghajar Gui Lok di depan para tamu yang sudah jadi penonton agar namanya kembali terang dan disegani orang.
Kaki yang besar dan dilindungi sepatu kulit yang tebal dan keras itu menyambar ke arah kepala Gui Lok.
"Dukkk!"
Akibatnya bukan kepala itu yang tertendang dan Gui Lok mengeluh kesakitan, sebaliknya malah Hartawan Coa yang memekik kesakitan, mengangkat kaki yang menendang, lantas memegangi kaki itu sementara kaki yang sebelah lagi berjingkrak-jingkrak. Serasa patah-patah tulang kakinya.
Ketika tadi dia menendang, kakinya itu bertemu dengan sebuah kaki lain, yaitu kaki Hay Hay. Hartawan Coa menjadi marah bukan main melihat ada seorang pemuda sederhana yang tadi menyambut tendangannya dengan tangkisan kaki, yang menyebabkan kakinya terasa nyeri setengah mati.
"Hajar dia! Bunuh dia!" teriaknya kepada dua orang pengawal yang semenjak tadi hanya menjadi penonton.
Ketika dua pengawal ini melihat majikan mereka menghajar Gui Lok, mereka diam saja. Sama sekali tidak mereka sangka bahwa akan ada orang yang berani melindungi Gui Lok dan bahkan membuat kaki majikan mereka kesakitan.
"Pemuda lancang, beraninya kau menentang majikan kami?" Dua orang tukang pukul itu meloncat ke depan, menghadapi Hay Hay yang berdiri tegak sambil tersenyum tenang.
"Ha-ha-ha, kalian ini adalah dua ekor anjing yang setia kepada majikan, sungguh pandai menggonggong! Nah, lanjutkan gonggonganmu agar semua orang melihat kalian!"
Kini semua tamu yang telah keluar dari kamar masing-masing dan menonton keributan itu terbelalak heran ketika melihat betapa dua orang tukang pukul yang tadi bersikap galak kini tiba-tiba saja mereka menjatuhkan diri berdiri di atas kaki dan tangan seperti binatang berkaki empat, lantas mereka berdua segera menggonggong seperti dua ekor anjing yang sedang marah! Tentu saja gonggongan mereka tidak seperti anjing.
Mereka yang menonton tadinya terbelalak keheranan dan menyangka dua orang itu main-main atau mendadak menjadi gila. Namun keadaan yang lucu itu membuat mereka tidak dapat menahan ketawa mereka. Bahkan Hartawan Coa sendiri pun lupa akan kenyerian kakinya dan dia pun berdiri bengong memandang kepada anak buahnya. Apakah kedua orang pengawalnya itu mendadak menjadi gila?
Sementara itu, Gui Lok yang tadi terhindar dari hajaran yang lebih hebat kini telah bangkit berdiri dan dia pun melihat peristiwa aneh itu sehingga sejenak lupa kepada isterinya yang menjadi biang keladi keributan itu.
Hay Hay tersenyum sambil menghampiri dua orang tukang pukul yang masih merangkak-rangkak itu, kemudian kaki kirinya bergerak dua kali dan dua orang tukang pukul itu telah kena ditendang, terlempar kemudian terbanting jatuh. Setelah jatuh agaknya mereka baru sadar akan keadaan diri mereka. Cepat mereka meloncat dan sudah mencabut golok dari pinggang, lalu dengan kemarahan meluap karena mereka merasa dibikin malu di depan banyak orang, mereka segera menerjang dan menyerang Hay Hay dengan bacokan golok dari atas ke bawah, ke arah kepala pemuda itu.
Semua orang melihat dengan hati ngeri betapa dua batang golok itu dengan tepat sekali mengenai kepala pemuda itu dan dengan mudahnya, bagaikan agar-agar saja, kepala itu terbelah menjadi tiga potong oleh kedua bacokan itu. Akan tetapi tidak ada darah keluar ketika tubuh yang terbelah menjadi tiga buah itu terkulai jatuh sambil mengeluarkan suara bising.
Akan tetapi, pada saat mereka semua memandang, termasuk dua orang tukang pukul itu, terdengar seruan heran melihat bahwa yang terbabat buntung mejadi tiga potong itu sama sekali bukan tubuh orang melainkan sebuah bangku panjang yang kini sudah menjadi tiga potong! Pantas saja mengeluarkan suara bising! Ke mana larinya pemuda aneh itu tadi?
Kiranya pemuda itu telah berdiri di belakang dua orang tukang pukul itu. Sekarang kedua tangannya tiba-tiba menjambak rambut dua orang tukang pukul itu dari belakang, lantas dengan sekali menggerakkan kedua tangan dia mengadu dua buah kepala itu. Dua orang pengawal itu mengeluh, goloknya terlepas dan mereka pun terkulai lemas seperti karung basah ketika Hay Hay melepaskan kedua tangannya. Kedua pengawal itu jatuh pingsan!
Melihat ini, semua orang merasa kagum dan terheran-heran. Hartawan Coa yang tadinya memandang bengis kini menjadi pucat bukan main. Apa lagi ketika pemuda itu berjalan menghampirinya.
"Coa Wan-gwe, engkau pulanglah dan bawa pula dua ekor anjingmu ini. Sebentar nanti aku akan datang berkunjung ke rumahmu, ada urusan penting yang hendak kubicarakan denganmu."
Kali ini Hartawan Coa tidak banyak cakap lagi. Dia maklum bahwa menghadapi pemuda ini, dia tak berdaya. Dia harus mengerahkan semua pengawalnya kalau mau menghadapi dan menentang pemuda aneh ini. Dia lalu menendang-nendang dua orang pengawalnya.
Mereka siuman dan terheran-heran, akan tetapi langsung teringat akan keadaan mereka. Karena itu, ketika majikan mereka memberi isyarat, mereka pun bersikap seperti dua ekor anjing ketakutan, lalu mengikuti Hartawan Coa meninggalkan rumah penginapan, bahkan melupakan golok mereka.
Sementara itu, begitu hartawan itu pergi, Gui Lok menyerbu ke dalam kamar. Dia melihat isterinya masih duduk ketakutan di atas pembaringan.
“Perempuan lacur! Tidak tahu malu!" bentaknya dan dia pun menjambak rambut isterinya. Rambut itu terurai dan diseretnya tubuh wanita itu keluar kamar.
"Lihat semua! Lihat baik-baik perempuan ini. Dia bernama Kim Hwa dan dari pecomberan kuangkat dia menjadi isteriku, akan tetapi kini dia melakukan penyelewengan dengan laki-laki lain! Dia tiada bedanya dengan seekor babi betina, biar dibersihkan dan ditempatkan di mana pun, biar diberi tempat yang bersih dan baik, tetap saja babi betina ini memilih pecomberan. Nah, mulai saat ini juga dia bukan isteriku lagi dan kuusir dia. Pergilah kau, perempuan laknat! Engkau tidak mempunyai apa-apa ketika kupungut, sekarang engkau pergilah dan boleh kau miliki pakaian serta perhiasan yang menempel di tubuhmu!"
Andai kata mereka kini hanya berduaan saja tentu Kim Hwa akan minta-minta ampun dan mempergunakan segala daya kecantikannya, segala ilmunya merayu untuk melemahkan hati suaminya dan agar dirinya diampuni. Namun apa hendak dikata, peristiwa itu terjadi di hadapan puluhan pasang mata yang menjadi penonton dan di sana sini dia mendengar cemoohan dan celaan kepada dirinya. Maka sambil menutupi mukanya dan menangis, dia pun lari keluar dari rumah penginapan yang tadinya menjadi miliknya itu. Beberapa bulan kemudian orang-orang sudah mendapatkan dirinya menjadi kembang dari sebuah rumah pelacuran di sebuah kota besar dekat kota raja!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali sebelum Gui Lok beserta puterinya, Gui Ai Ling, sempat menghaturkan terima kasih kepadanya, Hay Hay sudah menghilang dari kamar itu sambil membawa buntalan uang emasnya. Hari masih pagi sekali ketika dia sudah berada di depan pintu gerbang pekarangan gedung Hartawan Coa!
Ternyata pekarangan itu kini telah penuh dengan pasukan pengawal yang jumlahnya tak kurang dari dua lusin orang bersenjata lengkap! Mereka telah diperingatkan oleh Hartawan Coa agar berjaga dengan ketat dan terutama sekali menjaga kalau ada muncul seorang pemuda berpakaian sederhana yang memakai caping lebar.
Setibanya di rumah, Hartawan Coa yang tadi malam mengalami kekagetan itu langsung mengumpulkan para pembantunya dan dia menjadi semakin terkejut dan khawatir ketika menerima laporan bahwa pemuda yang bercaping lebar, yakni pemuda yang itu-itu juga, ternyata sudah mengacau rumah judi pula, bahkan sudah menggondol puluhan tail emas yang dimenangkan dalam permainan dadu di mana pemuda itu menggunakan ilmu yang aneh seperti sihir.
Dan dia pun teringat betapa dua orang pengawalnya juga disihir sehingga menggonggong seperti anjing, kemudian betapa tubuh pemuda itu kelihatan terpotong-potong akan tetapi ternyata yang terpotong itu hanyalah sebuah bangku panjang! Jelas pemuda yang itu-itu juga, pikirnya. Maka dia pun mengerahkan seluruh pasukan pengawal untuk melakukan penjagaan di pekarangan, di sekeliling rumah gedungnya, bahkan ada pula yang berjaga di dalam gedung dan di atas atap! Barulah dia merasa aman dan dapat tidur pulas.
Ketika Hay Hay muncul pagi-pagi sekali, hartawan itu masih belum bangun. Setelah para penjaga melihat munculnya seorang pemuda yang memakai caping lebar, berdiri di depan pintu gerbang, segera mereka menjadi panik. Tentu saja mereka itu gentar sekali karena mereka sudah mendengar cerita kawan-kawan mereka tentang sepak terjang pemuda itu di rumah judi, juga cerita dua orang tukang pukul yang menderita pengalaman pahit di rumah penginapan.
Tapi betapa pun juga, karena kini berada di pekarangan itu dan di dalam rumah terdapat kepala-kepala pengawal yang merupakan orang-orang berkepandaian silat tinggi, mereka tidak menuruti hati yang gentar. Dengan memberanikan hati, mereka kemudian mengikuti pimpinan mereka menyambut kedatangan pemuda itu.
Kepala pengawal yang kini berjaga di rumah gedung Hartawan Coa ada tiga orang. Yang pertama adalah seorang jagoan dari kota raja bernama Thio Kang berjuluk Tiat-ci (Si Jari Besi), terkenal sebagai seorang yang memiliki tangan seperti besi, dapat menusuk papan tebal dan batu sampai tembus dan selain itu pandai pula bermain sepasang pedang.
Tiat-ci Thio Kang adalah seorang jagoan yang berasal dari kota raja, bahkan pernah pula menjadi jagoan di istana kaisar, dan kini menjadi jagoan nomor satu dari Coa Wan-gwe, bergaji besar. Jagoan ini berusia kurang lebih lima puluh lima tahun, tubuhnya jangkung kurus kering dan sikapnya tinggi hati, sikap seorang yang percaya akan kemampuan diri sendiri dan memandang rendah orang lain.
Jagoan ke dua berjuluk Hek-houw (Harimau Hitam) dan bernama Ji Sun. Sesuai dengan julukannya, Hek-houw Ji Sun ini berperawakan kokoh, tinggi besar berkulit hitam dan dia memiliki ilmu silat harimau yang menubruk dan mencengkeram dengan tangkas sekali, di samping ahli bermain golok dan perisai. Usia jagoan nomor dua ini sekitar empat puluh lima tahun.
Ada pun jagoan yang ke tiga bernama Phang Su, julukannya Kang-thouw-cu (Si Kepala Baja) dan tubuhnya pendek gemuk bundar. Kepalanya yang besar dan bundar itu sudah terkenal sekali karena amat kuat, kebal dan dapat membobolkan tembok, sesuai dengan julukannya. Selain keahlian mempergunakan kepala sebagai senjata, juga Kang-thouw-cu Phang Su pandai memainkan sebatang rantai besi yang berat.
Tiga orang kepala pengawal ini tentu saja sudah mendengar akan sepak terjang seorang pemuda bercaping lebar yang mengacau di rumah judi dan di rumah penginapan, bahkan juga telah mengganggu majikan mereka. Akan tetapi mereka adalah jagoan-jagoan besar, terutama sekali Tiat-ci Thio Kang, tentu saja memandang rendah kepada pengacau yang katanya mau datang berkunjung ke gedung majikannya itu.
Apa yang perlu ditakuti? Dia mengandalkan kepandaian sendiri yang selama ini sulit dicari tandingannya, hampir belum pernah kalah. Selain itu masih ada dua orang pembantunya yang juga amat lihai, dan ada pula hampir lima puluh orang pengawal di rumah itu! Setan pun tidak akan mampu masuk ke dalam rumah itu tanpa ketahuan penjaga yang sudah ditempatkan di seluruh lingkungan rumah itu. Dan kalau pemuda itu benar-benar berani datang, dia tentu akan menghadapi kehancuran di sini!
Akan tetapi tidak urung jantungnya berdetak tegang pada waktu mendengar laporan anak buahnya bahwa pagi-pagi itu, pemuda bercaping lebar sudah datang dan berada di luar pintu gerbang!
"Tahan dia di luar pintu gerbang, aku akan menemuinya sendiri!" kata Tiat-ci Thio Kang.
Dia cepat mempersiapkan diri, memasang siang-kiam pedang pasangan di punggungnya, lantas mengajak dua orang pembantunya untuk keluar menemui pemuda itu. Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su juga sudah siap siaga dengan senjata masing-masing. Mereka bertiga diikuti puluhan orang pengawal, semuanya bersenjata lengkap seolah-olah mereka itu bukan hendak menyambut seorang pemuda melainkan seperti hendak maju perang melawan banyak musuh!
Hay Hay yang mengintai dari balik caping lebarnya, diam-diam tersenyum ketika melihat munculnya tiga orang yang nampaknya gagah, diiringi oleh puluhan orang pengawal yang semuanya bersenjata lengkap! Dia tidak merasa heran karena tentu Hartawan Coa sudah siap siaga menanti kedatangannya dan dia dapat menduga bahwa dia akan menghadapi kekerasan dari pihak Hartawan Coa yang tentu saja merasa penasaran dan marah atas terjadinya dua peristiwa yang merugikan uangnya dan namanya, yaitu di rumah judi dan di rumah penginapan.
Dengan sikap angkuh Tiat-ci Thio Kang memberi isyarat kepada Hek-houw Ji Sun sebagai wakil pembicara, untuk menegur pemuda itu. Si Harimau Hitam ini selain pandai bicara, juga orangnya tinggi besar dan suaranya lantang berwibawa. Hek-houw Ji Sun mengerti dan dia pun maju dua langkah mendekati Hay Hay.
"Orang muda, siapakah engkau dan apa maksudmu pagi-pagi begini datang ke sini?"
Hay Hay mendorong caping bagian depan ke belakang. Caping itu lantas merosot turun dari kepalanya sehingga tergantung di pungguungnya, menutupi buntalan yang berada di punggung. Kini wajahnya nampak jelas, wajah yang periang, mulut yang selalu tersenyum nakal, hidung yang mancung, mata bersinar-sinar dan kadang-kadang mencorong aneh. Hay Hay tersenyum sambil memandang ke arah orang-orang itu seperti mencari-cari, lalu dia menggelengkan kepala.
"Hemm, tidak kulihat dia berada di sini! Aku sedang mencari Hartawan Coa. Harap kalian sampaikan kepada majikan kalian itu bahwa aku bernama Hay Hay ingin bertemu dengan Hartawan Coa karena ada urusan penting sekali hendak kubicarakan dengan dia."
"Hemm, orang muda, tidak mudah untuk bertemu dengan majikan kami. Tidak sembarang orang boleh bertemu dengan beliau, dan karena saat ini majikan kami masih tidur, maka sampaikan saja urusanmu itu kepada kami. Kami akan melaporkannya dan kalau majikan kami memang berkenan menerimamu, tentu engkau dapat menghadap."
Hay Hay tertawa. "Wah, seperti hendak menghadap seorang kaisar saja! Majikan kalian itu bukan raja, bukan pula orang berpangkat tinggi. Dia hanyalah hartawan yang memiliki rumah-rumah judi, dan kulihat dia semalam tidak begitu tinggi hati, bahkan mau bermalam di rumah penginapan umum dan tidur bersama isteri pemilik rumah penginapan! Mengapa sekarang tiba-tiba saja dia tidak mau menerimaku? Ingat, kedatanganku ini akan memberi untung kepadanya, akan menyerahkan uang lima puluh tail emas!"
Mendengar ucapan itu, tiga orang jagoan itu saling pandang. Alangkah beraninya pemuda ini! Sesudah memenangkan perjudian sebanyak lima puluh tail emas lebih, agaknya kini dia membawa harta itu ke sini! Mata mereka segera ditujukan ke arah punggung pemuda itu di mana terdapat buntalan yang nampaknya berat.
"Serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami! Memang sudah sepatutnya engkau mengembalikan uang yang kau rampas dari rumah judi milik majikan kami itu, dan mohon maaf kepada majikan kami!" kata pula Hek-houw Ji Sun.
Hay Hay tersenyum. "Menyerahkan kepada kalian? Wah, mana mungkin? Kalian adalah orang-orang yang paling tidak dapat dipercaya di dunia ini! Sudahlah, tidak ada gunanya membuang banyak waktu bicara dengan orang-orang seperti kalian ini. Bangunkan saja Hartawan Coa kalau dia masih tidur, dan katakan bahwa aku datang untuk bicara dengan dia dan aku akan menyerahkan uang lima puluh tail emas."
Tiat-ci Thio Kang memberi isyarat kepada pembantunya yang ke dua, yaitu Kang-thouw-cu Phang Su. Si gundul yang pendek berperut gendut ini lalu melangkah maju.
"Bocah sombong, serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami dan cepat berlutut untuk menyerah!" bentaknya dan tangannya menyambar.
Kedua lengan yang pendek itu menyambar dari kanan kiri, mengirim pukulan dan totokan susul menyusul. Gerakannya yang cepat serta mengandung angin pukulan yang kuat itu menunjukkan betapa si pendek gendut ini memang bertenaga besar dan mempunyai ilmu kepandaian yang sudah tinggi. Namun sekali ini dia bertemu dengan Hay Hay!
Kelihatan pemuda ini tidak bergerak sama sekali, akan tetapi serangan kedua tangan Si Kepala Baja itu tidak mengenai sasaran. Demikian halus dan cepatnya gerakan Hay Hay ketika kakinya membuat geseran hingga tubuhnya hanya miring sedikit dan mundur satu langkah.
Aneh bagi mereka yang menonton karena nampaknya si gundul pendek yang menyerang dan luput, akan tetapi kenapa si gundul itu yang berteriak kesakitan dan kedua lengannya seperti mendadak menjadi lumpuh? Kang-thouw-cu Phang Su memang amat terkejut dan merasa kesakitan karena kedua sikunya seperti disengat kalajengking dan kedua lengan itu tergantung lumpuh selama beberapa detik. Dia tidak tahu mengapa begitu, akan tetapi Tiat-ci Thio Kang, seorang ahli totok yang pandai, dapat mengerti bahwa pemuda itu telah menotok kedua siku pembantunya itu.
"Ihh, engkau kenapa sih? Datang-datang menyerang orang kemudian menjerit-jerit sendiri seperti babi disembelih?" Hay Hay sengaja mengejeknya sehingga Kang-thouw-cu Phang Su menjadi merah mukanya dan kemarahannya memuncak.
Sekarang dia merendahkan tubuhnya, kepalanya dipasang di depan dan sikapnya seperti seekor kerbau yang siap mempergunakan tanduknya, bahkan kedua kakinya menggaruk-garuk tanah di depannya. Sungguh sikap ini lucu sekali dan agaknya si gundul pendek itu memang mendapat ilmu ini dari gerakan seekor kerbau marah! Hidungnya mengeluarkan suara mendengus.
Namun yang menarik perhatian Hay Hay adalah kepala yang gundul licin itu. Dia melihat betapa kepala itu kini mengkilap seperti diberi minyak dan digosok, juga agak kemerahan! Tahulah dia bahwa orang ini tidak boleh dipandang ringan dan agaknya mempunyai ilmu serangan dengan kepalanya yang sudan terlatih baik dan kepala itu tentu mengandung tenaga yang amat dahsyat!
Benar saja dugaannya. Mendadak si gundul pendek gendut itu mengeluarkan gerengan aneh dan tubuhnya lalu menerjang ke depan, dengan kepala lebih dulu laksana terjangan seekor kerbau!
Hay Hay tidak mau menyambut kepala itu dengan tangan atau badannya karena dia tidak ingin membunuh orang. Pertemuan tubuhnya dengan kepala itu membahayakan nyawa lawan karena kalau sampai bagian dalam kepala itu terluka sedikit saja, maka si pendek itu akan tewas! Maka, dia pun lalu cepat mengelak sambil melompat ke kanan belakang.
Namun kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah membalikkan tubuh dan menerjangnya lagi. Sungguh seperti sikap seekor kerbau. Hay Hay melompat lagi sehingga kini dia tiba di dekat sebatang pohon sebesar pinggangnya. Sengaja dia membelakangi pohon itu dan sekarang kembali lawannya sudah menerjang dari depan, lebih hebat dari pada tadi. Dia menanti hingga kepala itu dekat sekali, lalu tiba-tiba tubuhnya melayang ke atas melewati kepala lawan.
"Brakkkkk…!"
Kepala itu menghantam batang pohon dan seketika pohon itu tumbang, batangnya patah dan remuk terkena terjangan kepala yang gundul itu!
Hay Hay memandang kagum. Memang seperti yang telah diduganya. Lawannya memiliki kepala di mana terkumpul tenaga yang dahsyat. Tentu saja dia akan mampu menerima terjangan kepala itu dengan perut atau dada atau tangannya, akan tetapi akibatnya akan terlalu hebat, kemungkinan besar kematian bagi orang yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak pernah bermusuhan dengan dia itu....