Si Kumbang Merah Jilid 14

Siok Bi juga terbelalak penuh keheranan. Akan tetapi, melihat betapa telah ada beberapa orang yang roboh mandi darah, dia lalu meloncat ke atas meja di mana Hay Hay berdiri. Semua orang terkejut dan kagum. Meja itu agak jauh dan dia harus melompat di antara orang-orang yang sedang berkelahi dengan senjata tajam, namun Siok Bi dapat meloncat ke atas meja dan tiba di depan Hay Hay tanpa mengguncangkan meja itu! Hay Hay yang sudah menduga bahwa Siok Bi memiliki kepandaian, tidak merasa heran dan menyambut gadis itu dengan senyuman.

"Kau mau membantu mereka?" tanyanya.

Siok Bi memegang lengan pemuda itu, "Tidak, Kongcu, tidak sama sekali! Aku bahkan gembira bahwa engkau yang mampu mempermainkan dan menghajar orang-orang kejam itu. Akan tetapi hentikanlah. Aku tak ingin melihat mereka tewas dan aku pun mempunyai tanggung jawab di sini. Oleh karena itu hentikanlah, kasihanilah aku sebab aku tentu akan mendapat marah dari pimpinan kalau berdiam diri saja...”

Hay Hay mengangguk, lalu menghadapi mereka yang sedang berkelahi dan dia bertepuk tangan! Tepukan tangannya sangat nyaring, disusul teriakannya yang berpengaruh. "Heiii, berhenti semua! Apakah kalian sudah gila, saling serang sendiri! Hayo berhenti berkelahi kataku!"

Tiba-tiba saja perkelahian berhenti dan semua orang itu terheran-heran melihat betapa mereka tadi sudah saling serang di antara kawan sendiri! Ada delapan orang yang terluka karena bacokan senjata kawan sendiri, bahkan si muka hitarn terpincang-pincang dengan paha terluka, dan si gendut pendek juga meringis karena bahunya robek akibat sabetan pedang. Kini mereka semua memandang kepada Hay Hay yang berdiri di atas meja, ada pun Siok Bi sudah cepat meloncat turun.

"Nah, bagaimana sekarang? Apakah kalian masih hendak berkelahi dengan aku? Ataukah kalian mau memenuhi kewajiban kalian, membayar semua kemenangan kami?"

Siok Bi menghampiri si muka hitam dan si gendut pendek, lantas berbisik. "Sebaiknya kita penuhi saja permintaannya. Kalian bukanlah lawan dia, jika dilanjutkan maka kita semua akan celaka!"

Agaknya semua anak buah rumah judi itu kini sudah merasa gentar dan dengan pimpinan si muka hitam, mereka lalu membayar semua kemenangan para penjudi yang menerima uang kemenangan mereka dengan muka gembira. Mereka segera meninggalkan tempat itu dan berjanji di dalam hati sendiri untuk tidak kembali lagi.

Seluruh anak buah rumah judi itu memandang dengan penuh rasa gentar ketika Hay Hay membungkus semua uang emasnya yang kini berjumlah enam puluh tail emas itu dengan kain yang lebar, kemudian memanggul buntalan emas itu di atas pundaknya seperti benda yang biasa saja. Padahal buntalan itu merupakan harta yang cukup berat.

Siok Bi memandang dengan sinar mata penuh kekaguman. Selama ini belum pernah dia berjumpa dengan seorang pemuda seperti itu. Memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, bahkan sakti, juga tampan gagah dan sangat pandai mengeluarkan kata-kata indah yang menyenangkan hati, merayu tanpa bersikap kurang ajar! Wanita muda ini merasa betapa baru pertama kali ini dia benar-benar tertarik kepada seorang pria, bahkan diam-diam dia mengaku telah jatuh cinta!

Sebelum meninggalkan tempat judi itu Hay Hay menoleh kepada rnereka dan memandang kepada Siok Bi sambil tersenyum. "Siok Bi, sekali lagi terima kasih kepadamu dan tolong beri tahukan kepada semua orang bahwa aku sedang mencari seorang tokoh kang-ouw yang berjuluk Ang-hong-cu. Lihat, semua emas pada pundakku ini akan kuberikan kepada siapa saja yang bisa menunjukkan di mana adanya Ang-hong-cu itu. Nah, akan kutunggu beritamu sampai besok siang di kamarku. Aku menginap di rumah penginapan Hok-lai-koan." Setelah berkata demikian, dia segera melangkah pergi.

Setelah Hay Hay pergi, barulah semua anak buah rumah judi itu menjadi gernpar. Mereka cepat mengobati teman-teman yang terluka dan mereka semua bingung bagaimana harus menghadapi pemimpin mereka yang tentu akan menjadi marah sekali.

"Nona Siok Bi, sebaiknya engkaulah yang menyampaikan peristiwa ini kepada Coa Wan-gwe!" kata si muka hitam dengan muka membayangkan perasaan takut.

"Tenanglah, aku melihat sendiri bahwa kalian tak mampu berbuat apa-apa, tidak berdaya menghadapi Hay Kongcu yang sakti itu. Tentu akan kuceritakan kepadanya, akan tetapi tidak sekarang. Sekarang ini dia tidak boleh diganggu karena dia sedang beristirahat, dan kabarnya malah hendak bermalam di rumah penginapan. Biar kuselidiki... ehh, tadi kalian telah mendengar sendiri. Pemuda itu mencari Ang-hong-cu. Adakah di antara kalian yang mengenal tokoh kang-ouw yang berjuluk Ang-hong-cu itu?"

Semua orang mengerutkan alis dan mengingat-ingat. Kemudian, si jangkung muka hitam berkata, "Nama itu telah lama kudengar, akan tetapi belum pernah aku melihat orangnya. Bahkan sepanjang yang kudengar, tidak ada orang kang-ouw yang pernah melihatnya. Juga namanya sudah lama tak terdengar lagi di dunia kang-ouw, melainkan puluhan tahun yang lalu. Tapi, nona, siapakah sebetulnya pemuda itu? Kepandaiannya demikian hebat... dan... hiihhh, bagaimana tadi kami dapat saling serang sendiri? Ilmu apakah yang tadi dia gunakan itu?" Si muka hitam itu bergidik, juga teman-temannya semua merasa takut dan jeri.

Siok Bi menggeleng kepala. "Jelas bahwa ilmu silatnya tinggi, akan tetapi aku sendiri tidak mengerti kenapa tadi kalian menurut saja pada waktu dia menyuruh kalian saling serang sendiri."

"Tentu dia tadi mempergunakan ilmu sihir!" kata si pendek gendut. "Aihh, kalau disuruh melawan orang yang pandai sihir, lebih baik aku angkat tangan saja !"

Tak ada hentinya para anak buah itu membicarakan pemuda yang sudah mendatangkan kekacauan serta membuat mereka terpaksa menutup rumah judi karena bangkrut! Akan tetapi hati mereka menjadi lega setelah Siok Bi, gadis kepala pelayan yang menjadi orang kepercayaan majikan atau pemimpin mereka, menyanggupi untuk melaporkan peristiwa itu kepada majikan mereka…..

********************

Walau pun peristiwa di po-koan (rumah judi) itu segera diketahui oleh seluruh penduduk kota Shu-lu karena para penjudi itu ramai membicarakannya, namun tidak ada yang tahu bahwa pendekar muda yang mempunyai kesaktian itu tinggal di rumah penginapan Hok-lai-koan. Hay Hay hanya memberi tahu kepada Siok Bi dan para tukang pukul yang kini telah kehilangan lagak, bahkan tak berani keluar dari rumah judi itu, takut kalau dijadikan buah tertawaan orang-orang. Dengan seenaknya Hay Hay kembali ke rumah penginapan membawa buntalan emas yang banyak itu.

Pada malam itu, kurang lebih jam delapan malam, seorang gadis cantik memasuki rumah penginapan itu. Para petugas yang berjaga di rumah penginapan itu agaknya mengenal baik gadis ini sehingga tidak ada yang berani bersikap kurang ajar, bahkan mereka cepat menyambutnya dengan sikap hormat dan bertanya apa keperluan gadis itu malam-malam berkunjung ke hotel Hok-lai-koan. Semua petugas di situ mengenal dara ini sebagai orang kepercayaan Coa Wan-gwe, bahkan tahu bahwa gadis ini pandai ilmu silat!

"Apakah kedatangan Nona ini ada hubungannya dengan pesanan kamar Coa Wan-gwe? Beliau belum datang...”

"Tidak, aku hendak berkunjung kepada seorang tamu. Sudahlah…, kalian tidak perlu tahu urusanku!" katanya dan dia pun terus masuk ke dalam.

Para petugas itu tak berani mengikutinya dan Siok Bi, gadis itu, terus menuju ke ruangan belakang. Orang-orangnya sudah melakukan penyelidikan, maka dia tahu di mana kamar yang disewa Hay Hay, yaitu kamar nomor tujuh di belakang. Siok Bi membawa sebuah buntalan yang semenjak tadi dipegangnya dengan tangan kiri dan kini dia mengetuk daun pintu kamar nomor tujuh.

"Tuk-tuk-tuk…!"

Sunyi sejenak, lalu terdengar suara Hay Hay dari dalam. “Ya, siapa di luar?"

Mendengar suara yang ramah gembira ini, Siok Bi lantas tersenyum girang. Ia rnenyentuh rambutnya dengan tangan kanan untuk melihat apakah letak rambutnya sudah beres, lalu mengebutkan ujung bajunya dan baru menjawab dengan suara merdunya.

"Hay Kongcu, aku Siok Bi yang datang berkunjung."

Daun pintu terbuka dan Hay Hay berdiri di ambang pintu, memandang gadis itu dengan senyum dan pandang mata kagum. " Aihh, engkau semakin tambah manis dan jelita saja, Siok Bi!”

Wajah yang lembut itu menjadi kemerahan lantas dia pun melangkah masuk kamar tanpa rikuh lagi. "Hemmm, engkau murah sekali dengan pujianmu, Kongcu. Wanita bisa mabok oleh rayuanmu!"

Hay Hay juga masuk kamar tanpa menutup daun pintu. Hal ini nampak benar oleh Siok Bi dan kembali dia semakin kagum. Pemuda ini benar-benar berbeda dengan para pria lain yang tentu akan cepat-cepat menutupkan daun pintu seperti seekor harimau yang melihat seekor kambing memasuki kandangnya!

"Siapa memuji dan merayu? Aku berbicara sebenarnya saja, Siok Bi. Kalau engkau tidak percaya bahwa engkau jelita dan manis, coba kau bercermin!"

Siok Bi tersenyum manis. "Tidak usah kau suruh. Sebagai seorang wanita normal, setiap hari aku pasti bercermin, Kongcu, sedikitnya dua tiga kali atau malah lebih akan tetapi tak pernah aku melihat diriku seperti yang kau puji-puji. Sungguh engkau baik sekali, Kongcu, dan selama hidupku belum pernah aku bertemu seorang pemuda sehebat Kongcu...”

"Wah-wah, siapa kini yang memuji-muji? Siok Bi, sebenarnya apa maksud kunjunganmu ini? Apakah ada hubungannya dengan berita tentang Ang-hong-cu?"

Siok Bi menoleh ke arah pintu. "Kongcu, tidakkah sebaiknya kalau daun pintu kamar itu ditutup dulu?"

"Ehh? Engkau tidak khawatir, Siok Bi?”

"Apa yang harus kukhawatirkan?"

"Kalau-kalau aku melakukan hal-hal yang tidak baik, atau kalau sampai ada orang lain melihat engkau berada di sini dan..."

"Aku tidak peduli dengan pendapat orang lain, Kongcu. Dan tentang kemungkinan engkau melakukan hal-hal yang kau maksudkan itu, aku... aku bahkan akan merasa berbahagia sekali kalau kau sudi....”

Mendengar ini, jantung di dalam dada Hay Hay berdebar keras. Dia tersenyum kemudian menutupkan daun pintu, akan tetapi berkali-kali mengingatkan diri sendiri bahwa dia tidak boleh terjatuh dalam rayuan gadis ini, seorang gadis pelayan rumah judi yang nampaknya memiliki kedudukan cukup terpandang di perkumpulan itu.Tentu bukan seorang perawan yang masih hijau, pikirnya, walau pun mungkin juga bukan seorang wanita penghibur atau wanita pelacur, melihat sikapnya yang lembut walau pun cukup berani.

Akan tetapi baru saja dia mau menutup daun pintu dan membalik, tiba-tiba saja dua buah lengan yang lembut itu telah merangkulnya dan gadis itu telah menciumnya dengan penuh rasa kagum dan mesra sampai Hay Hay gelagapan. Akan tetapi kemesraan itu langsung membakar hatinya sehingga dia pun membalas dengan penuh perasaan. Ketika api gairah itu terasa membakar, Hay Hay cepat melepaskan rangkulannya.

"Cukup, Siok Bi. Duduklah dan cetitakan apa maksudmu berkunjung ini!"

Kalau tadi Siok Bi hampir terlena di dalam rangkulan itu, tenggelam ke dalam kemesraan karena baru sekali inilah dia berangkulan dan berciuman dengan seorang laki-laki dengan suka rela dan sepenuh perasaan cinta dari hatinya, kini dia pun sadar dan terkejut setelah mendengar suara yang penuh wibawa itu.

Dengan dua kaki agak gemetar dan tubuh masih panas dingin Siok Bi menjatuhkan diri di atas pembaringan, napasnya agak terengah. "Aih, Hay Kongcu.... Belum.... belum pernah selama hidupku aku bertemu dengan seorang pria seperti Kongcu yang sungguh seorang jantan sejati! Kedatanganku ini membawa banyak urusan, Kongcu. Pertama, aku hendak mengembalikan ini.” Dia membuka buntalan dan ternyata itu adalah caping milik Hay Hay yang tadi tertinggal di rumah judi. Hay Hay menerima caping itu sambil tertawa.

"Ha-ha-ha-ha, terima kasih. Ini adalah sahabatku yang setia dalam perjalanan selama ini.” Dia menerima caping itu dan meletakkannya di atas meja.

“Urusan ke dua adalah mengenai pesanmu agar aku menyelidiki tentang Ang-hong-cu itu, Kongcu. Hal ini sudah kutanyakan kepada semua orang. Memang ada juga yang pernah mendengar akan nama Ang-hong-cu, akan tetapi tokoh itu terkenal beberapa puluh tahun yang lalu, setidaknya belasan tahun yang lalu dan selama ini namanya tak terdengar lagi. Bahkan belum pernah ada orang yang pernah melihat wajahnya. Akan tetapi, dari seorang pembantu yang baru saja pulang dari kota raja, aku mendengar bahwa di kota raja ada seorang yang membual bahwa dia adalah seorang keturunan Ang-hong-cu."

"Ahhh...! Sapakah orang itu? Siapa namanya dan di mana tinggalnya?"

"Aku pun telah bertanya akan hal itu. Kebetulan sekali pembantu baru itu mengetahuinya. Akan tetapi dia tidak tahu namanya, hanya mengenalnya sebagai Tang-ciangkun (perwira Tang), seorang perwira yang bekerja sebagai pasukan pengawal istana "

"She Tang ?" Hay Hay bertanya dan jantungnya berdebar kencang.

"Benar, Kongcu. Akan tetapi orang itu hanya mendengar bahwa Tang-ciangkun sering kali membual di luaran bahwa dia adalah keturunan Ang-hong-cu. Itu saja, benar atau tidak, tak ada yang mengetahuinya."

"Bagus, keterangan ini sudah cukup, Siok Bi. Besok aku akan segera pergi ke kota raja untuk menyelidiki orang she Tang yang menjadi perwira pasukan pengawal di istana itu. Beritamu ini sungguh cukup penting dan amat berharga bagiku. Apakah masih ada urusan lain lagi?"

"Ada, Kongcu. Mengenai dirimu...” dan tiba-tiba saja Siok Bi menangis. Hay Hay menatap tajam dan dia mendapat kenyataan bahwa tangis ini bukan dibuat-buat, bukan sandiwara, melainkan tangis karena duka.

"Tenanglah, Siok Bi. Apakah yang kau susahkan? Sejak pertemuan pertama secara diam-diam aku sudah merasa heran mengapa seorang gadis seperti engkau sampai terperosok menjadi seorang pelayan rumah judi..."

Mendengar ucapan itu, Siok Bi menangis semakin sedih, bahkan kemudian menjatuhkan diri menelungkup di atas pembaringan dan terisak-isak. Hay Hay merasa kasihan sekali. Dia duduk di tepi pembaringan dan menekan pundak gadis itu, mengelus rambutnya.

"Tenangkan hatimu dan bicaralah, aku akan menolongmu sedapatku jika memang engkau membutuhkan pertolongan."

Gadis itu bangkit, lantas dengan muka basah air mata dia memandang kepada Hay Hay. "Be... benarkah, Kongcu...? Benarkah engkau sudi menolongku...? Sudi mengangkat aku dari lumpur kehinaan ini...?”

Hay Hay tersenyum, lantas menggunakan jari-jari tangannya mengusap air mata dari pipi yang kini ditinggalkan bedak akan tetapi ternyata kulitnya memang putih mulus dan halus itu. Dia mengangguk. "Tentu saja, Siok Bi."

"Ah, Kongcu....!" Siok Bi menubruk, merangkul dan menangis di dada Hay Hay. Jantung di dalam dada itu kembali berdebar keras, tangannya balas mendekap akan tetapi Hay Hay dapat bertahan untuk tidak tergelincir ke dalam jurang birahi.

"Tenanglah, nah, kini duduklah yang baik dan berceritalah," katanya dan dia pun bangkit berdiri, lalu pindah duduk di atas kursi, baju di bagian dadanya basah oleh air mata ketika gadis itu tadi menangis di dadanya.

Siok Bi menyusuti air matanya dengan sehelai sapu tangan yang sudah menjadi basah. Ia cepat menenangkan dirinya dengan memejamkan mata, dan kembali Hay Hay mendapat kenyataan bahwa gadis cantik ini memang pernah mempelajari ilmu silat, juga cara untuk bersemedhi dan memperkuat batin. Dia hanya memandang sambil tersenyum. Tidak lama kemudian Siok Bi membuka matanya dan kini pandang matanya terang, tidak layu seperti tadi.

Ia menarik napas panjang, "Maafkan kelakuanku tadi, Kongcu. Bagi Kongcu tentu sikapku tadi bukanlah sikap seorang gadis yang sopan dan bersusila. Memang aku sudah menjadi seorang gadis yang tak tahu tahu malu, Kongcu, terseret oleh keadaan diriku," Siok Bi lalu menceritakan riwayatnya dengan singkat.

Pada waktu dia berusia tiga belas tahun, ayahnya yang sudah menduda menjadi gila judi dan habis-habisan sehingga akhirnya dia dijual oleh ayahnya kepada Hartawan Coa yang merupakan orang terkaya di Shu-lu, juga menjadi kepala dari golongan hitam di daerah itu. Ternyata Hartawan Coa suka kepadanya, karena selain cantik Siok Bi juga amat cerdas.

Gadis remaja ini lalu diperlakukan dengan sangat baik, bahkan dilatih pula dengan segala macam kepandaian, termasuk ilmu-ilmu silat tinggi. Ketika dia telah dewasa, dia terpaksa melayani Hartawan Coa yang mengambilnya sebagai seorang di antara para selirnya yang amat banyak. Mulai saat itu, selain menjadi selir Siok Bi juga menjadi orang kepercayaan dan menjadi kepala para pelayan yang berada di rumah judi itu.

"Nah, demikianlah riwayatku, Kongcu. Aku hidup bergelimang kehinaan, dan hatiku selalu merana semenjak aku dijual oleh ayah kepada Coa Wan-gwe. Tetapi ayah pun menderita karena merasa menyesal dan dia meninggal dunia karena penyesalannya pada saat aku dipaksa menjadi selir Coa Wan-gwe.”

Hay Hay mengangguk-angguk. Betapa banyak gadis-gadis keluarga miskin yang bernasib seperti itu, terutama yang berwajah cantik manis seperti Siok Bi. Banyak penggoda yang datang, berupa hartawan-hartawan yang haus akan bunga cantik yang baru mekar, yang menggunakan uang mereka untuk membeli gadis-gadis itu.

Masih baik nasib gadis cantik miskin yang mempunyai orang tua yang mempunyai harga diri. Akan tetapi, sungguh celaka kalau orang tuanya mata duitan. Gadis itu akan menjadi laksana barang dagangan, dijual kepada hartawan untuk menjadi alat pemuas nafsunya. Terlampau banyak keluarga yang tidak menghargai anak perempuan, dianggapnya anak perempuan hanya menjadi beban orang tua saja. Pikiran yang sungguh jahat!

"Lalu apa yang dapat kulakukan untukmu, Siok Bi? Biar pun aku merasa sangat kasihan mendengar nasibmu, akan tetapi apa yang dapat kulakukan?"

"Tolonglah aku, Kongcu. Tolonglah aku supaya aku bisa terbebas dari cengkeraman Coa Wan-gwe...,” gadis itu memohon.

"Hemm, kalau engkau memang tidak suka lagi menjadi selir dan pembantu hartawan Coa itu, kenapa engkau tidak melarikan diri saja? Engkau bukan seorang wanita yang lemah, Siok Bi, dan kulihat engkau mendapat kebebasan bergerak. Dengan mudah sekali engkau akan dapat melarikan diri meninggalkan kota Shu-lu ini ke tempat jauh!"

Gadis itu menggelengkan kepala. "Tidak mungkin, Kongcu. Ahhh, engkau tidak tahu akan kekuasaannya. Dia memiliki banyak tukang pukul dan aku tentu akan dapat ditangkapnya dengan cepat, kemudian menerima hukuman yang amat kejam. Tidak, Kongcu. Melarikan diri bukanlah jalan yang baik."

"Kalau begitu, katakan saja terus terus terang kepadanya bahwa engkau ingin bebas dan hidup sendiri."

Gadis ini menundukkan mukanya dan menarik napas panjang. "Pernah kukatakan hal itu kepadanya tetapi apa akibatnya? Aku dihukum cambuk sepuluh kali dan dia mengatakan bahwa aku telah menjadi miliknya karena sudah dibeli dari mendiang ayahku. Kalau aku ingin bebas, maka aku harus menebus diriku yang katanya kini harganya sudah menjadi lima puluh tail emas!"

"Wah, kenapa demikian banyak? Apakah dulu ayahmu menjualmu dengan harga seperti itu?"

Siok Bi menggeleng. "Hanya beberapa tail emas, tetapi dia memperhitungkan bunganya yang tinggi selama lima tahun ini....”

Hay Hay mengerutkan alisnya dan melirik ke arah buntalan uang emasnya. Uang itu lebih dari cukup untuk menebus diri Siok Bi!

“Siok Bi, kalau engkau sudah berhasil bebas dari Hartawan Coa, lantas ke mana engkau hendak pergi? Bukankah ayahmu telah meninggal dunia? Apakah engkau masih memiliki keluarga lain?"

Siok Bi kembali menggeleng kepalanya. "Hanya seorang paman di kota raja, akan tetapi dia tentu tidak sudi menerima aku yang sudah bergelimang lumpur. Tetapi... ada seorang pemuda...,” gadis itu berhenti sejenak dan matanya memandang kepada Hay Hay dengan penuh duka.

Hay Hay tersenyum. "Aha! Ternyata engkau sudah mempunyai pillhan seorang kekasih? Bagus sekali kalau begitu!"

Siok Bi nampak tersipu-sipu. "Bukan begitu, Kongcu. Sebenarnya ada seorang pemuda yang dahulu suka berjudi. Dia sebetulnya seorang pemuda yang baik dan dia.... dia amat mencintaku. Ketika aku memberi nasehat agar dia berhenti berjudi, dia pun mau menurut, berhenti tidak pernah berjudi lagi dan kini dia bekerja, berdagang kecil-kecilan. Dia sangat mencintaku dan tentu akan menerimaku sebagai calon isterinya dengan hati bahagia..."

"Dan engkau tentu juga mencintanya, bukan?"

"Sayang... sayang dia bukan engkau, Kongcu....! Ahh, kenapa aku harus mengharapkan yang bukan-bukan? Aku kasihan dan suka padanya, akan tetapi terus terang saja, tidak mencintanya. Tetapi bagaimana pun juga hidupku akan lebih terhormat dan terjamin kalau dapat menjadi isterinya."

Mendengar pengakuan yang jujur itu, Hay Hay merasa terharu sekali. Gadis ini jatuh cinta kepadanya! Gadis ini tersesat ke jalan hitam bukan atas kehendaknya, melainkan karena terpaksa, dan sekarang dia berusaha untuk kembali ke jalan yang bersih. Agaknya hanya dialah yang mampu menolongnya, dengan cara menebusnya.

“Baiklah, Siok Bi. Kemenangkanku di meja judi itu cukup untuk menebus dirimu. Aku akan menemui Coa Wan-gwe dan aku akan menebus dirimu dengan lima puluh tail emas!"

"Hay Kongcu...!” Siok Bi menjerit kecil kemudian menubruk pemuda itu dengan hati penuh kebahagiaan sehingga keduanya berguling ke atas pembaringan. Siok Bi merangkul dan mencium, penuh perasaan terima kasih dan penuh kepasrahan diri.

"Kongcu....” bisiknya di antara ciumannya, "sampai mati aku tak akan mampu membalas budimu... maka... hanya tubuhku inilah yang kumiliki, hendak kuserahkan padamu untuk membalas budi dengan segala keikhlasan...! Hay Kongcu... aku kagum kepadamu, aku cinta padamu....”

Dara itu merintih ketika Hay Hay dengan halus mendorongnya, lantas pemuda itu bangkit duduk. Tadinya dia pun terseret gelombang nafsu sehingga membalas ciuman dan belaian gadis itu, namun kesadarannya membuat dia melihat betapa buruknya jika dia lanjutkan. Seolah-olah dia menolong dengan pamrih imbalan yang begitu rendah! Dia bukan hendak membeli tubuh Siok Bi, melainkan kebebasannya!

"Siok Bi, sadarlah! Aku kagum dan suka pula padamu, akan tetapi hal itu bukan berarti bahwa aku lalu ingin memperoleh imbalan darimu. Ingat, engkau telah bersiap-siap untuk menempuh jalan bersih bersama pemuda yang mencintamu. Maka sejak saat ini engkau harus menahan semua perasaanmu, dan harus pula menjadi seorang calon isteri yang setia! Kalau begitu, barulah engkau dapat mengharapkan akan membentuk rumah tangga bahagia dengan pemuda itu."

Wajah gadis itu menjadi merah dan dia pun segera meloncat turun dari atas pembaringan, membereskan pakaiannya kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Hay Hay.

"Kongcu, aku menghaturkan banyak terima kasih, juga mohon maaf atas kelancanganku tadi."

Gadis itu semakin kagum, akan tetapi juga jeri karena kini dia merasa bahwa pemuda ini bukanlah manusia biasa! Tidak mungkin ada laki-laki, apa lagi masih muda, yang mampu bertahan seperti itu, padahal keduanya sudah saling peluk dan saling berciuman di atas pembaringan dalam sebuah kamar! Padahal dia telah siap menyerahkan diri dengan suka rela! Dan pemuda itu demikian pandai merayu, demikian pandai bercumbu! Selama hidup belum pernah Siok Bi mengalami hal seperti itu.

Hay Hay menyentuh kedua pundaknya lantas menariknya berdiri. Hay Hay memandang wajah yang manis itu, tersenyum, kemudian memberi ciuman mesra di dahi yang halus itu.

"Siok Bi, tidak perlu berterima kasih dan tak perlu minta maaf. Uang itu adalah uang milik rumah judi, bukan uangku. Dan tentang permintaan maaf, terus terang saja aku pun amat suka kepadamu, dan alangkah akan mudahnya dan senangnya jika aku menuruti bisikan nafsu. Akan tetapi orang harus lebih dulu sadar, waspada dan memperhitungkan segala perbuatan, bukan membuta karena nafsu. Kalau sekarang kita menuruti nafsu, kelak kita berdua akan merasa menyesal sekali. Terutama engkau, Siok Bi. Di sudut hatimu tentu akan timbul penyesalan karena engkau telah berkhianat terhadap cinta pemuda itu. Nah, sekarang katakan ke mana aku harus menyerahkan uang itu kepada Hartawan Coa. Aku ingin urusan selesai saat ini juga."'

"Ahhh, jangan sekarang, Kongcu. Besok pagi saja karena malam ini Hartawan Coa tidak berada di rumah. Dia bermalam di rumah penginapan ini!"

"Ehhh?! Di sini? Kenapa.... ?" Hay Hay bertanya heran.

Gadis itu mengerutkan alisnya. "Aku sendiri tidak tahu. Akan tetapi dia sudah sering kali begitu, bermalam di mana saja dan itu tandanya bahwa dia memperoleh seorang korban baru, seorang gadis yang baru saja didapatnya!”

Tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar dan terdengar suara seorang laki-laki, suara yang parau dan dalam, “Di mana kamar untukku? Harus yang paling baik!”

“Tentu saja, tentu saja... tai-ya. Di sana, di kamar paling kiri, sudah kami persiapkan...”

Siok Bi menaruh telunjuk ke depan mulutnya. "Sstttt, itu dia....!" bisiknya.

Hay Hay kemudian membuka daun pintu dan keluar dengan tenang. Dia sempat melihat seorang lelakl tinggi besar bermuka hitam bopeng! Dia terbelalak. Kiranya pemilik rumah judi, pemimpin dan kepala dari para bandar curang itu, bukan lain adalah hartawan yang sudah memiliki janji rahasia dengan isteri Gui Lok, pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koan!

Dia melihat pria tinggi besar itu memasuki kamar terbesar di sebelah kiri, dan dua orang tukang pukul atau jagoan yang bertubuh kokoh kekar berjaga di luar kamar itu! Isteri Gui Lok itu, yang bernama Kim Hwa, si cantik genit, berjanji akan mengantarkan puteri tirinya setelah lewat jam dua belas malam ke kamar itu! Mempergunakan obat bius pula!

Dia harus mencegah terjadinya peristiwa terkutuk itu. Kasihan Ai Ling, gadis pendiam yang bagaikan bunga baru mekar itu harus dipetik secara paksa, direnggut oleh Hartawan Coa yang rakus ini! Dia pun cepat masuk lagi ke dalam kamarnya.

"Ternyata si tinggi besar muka bopeng itukah Hartawan Coa?" katanya kepada Siok Bi. Pantas saja dara jelita ini merasa menderita. Wanita muda mana yang suka menjadi selir seorang laki-laki seperti itu yang kelihatannya kasar dan bengis? Siok Bi mengangguk.

"Siok Bi, engkau pulanglah. Besok akan kubereskan masalahmu. Aku akan menemui dia di rumahnya dan menebus dirimu, kemudian kuantar engkau ke rumah calon suamimu."

Siok Bi merasa gembira sekali. "Terima kasih, Hay Kongcu, terima kasih...!”

Dia menghampiri dan merangkul lagi, akan tetapi tiba-tiba dia menahan diri dan menatap wajah pemuda itu. Dua pasang mata saling bertaut.

"Bolehkah aku...., Kongcu... ?"

Hay Hay tersenyum, mengangguk dan menerima ciuman hangat gadis itu, sebuah ciuman yang tidak lagi dicekam oleh nafsu birahi, melainkan ciuman yang mengandung rasa haru, syukur dan terima kasih yang amat besar. Kemudian gadis itu melepaskan rangkulannya, lantas keluar dari dalam kamar itu disertai isak tertahan. Akan tetapi Hay Hay menangkap lengannya.

“Jangan, jangan lewat situ, lebih baik jangan terlihat bahwa engkau berada di sini," kata Hay Hay dan dia membuka jendela, lalu membantu Siok Bi meninggalkan kamarnya lewat jendela yang menembus ke dalam kebun yang gelap.

Setelah bayangan Siok Bi lenyap, Hay Hay menutup daun jendela dari luar sebab dia pun meninggalkan kamarnya untuk melakukan pengintaian dalam usahanya menyelamatkan Ai Ling dari ancaman bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut!

Pada sebuah kamar di rumah yang letaknya tepat di belakang rumah penginapan, bahkan bergandeng dengan penginapan itu, Hay Hay menemukan orang yang dicarinya, yaitu Ai Ling. Kamar gadis itu cukup rapi dan bersih dan pada waktu Hay Hay tiba di luar kamar, ternyata Kim Hwa, ibu tiri gadis itu telah berada di dalam kamar!

Bila Ai Ling berpakaian sederhana saja, pakaian tidur yang longgar, sebaliknya Kim Hwa mengenakan pakaian yang indah seolah-olah dia hendak bepergian. Mukanya juga dirias dengan pesolek sekali. Hay Hay teringat akan janji wanita genit itu untuk berkunjung ke kamarnya lewat tengah malam ini dan mukanya menjadi merah. Agaknya wanita genit itu memang bersolek untuk berkunjung ke kamarnya dengan maksud yang tidak sukar untuk ditebak.

Sungguh kasihan sekali ayah kandung Ai Ling sudah mengawini seorang wanita seperti Kim Hwa. Bukan saja selalu siap untuk melakukan penyelewengan dan berjinah dengan leIaki lain, akan tetapi bahkan tidak ragu-ragu untuk menjebloskan puteri tirinya ke dalam lembah kehinaan, menjadikannya korban dan mangsa serigala berwajah manusia seperti Hartawan Coa!

"Ai Ling, kenapa engkau tidak mau makan? Makanlah agar jangan masuk angin. Engkau tahu, kita mempunyai banyak pekerjaan dan kalau engkau sampai jatuh sakit, maka kami akan sibuk bukan main."

"Aku tidak bernafsu makan dan kepalaku agak pening," Ai Ling mengeluh, "biar aku akan tidur saja, tentu besok juga sudah sembuh."

"Mana boleh tidur dengan perut kosong? Kalau begitu, biar kau minum saja obat masuk angin. Manjur sekali obatku, pemberian Sinshe Tung. Biar kuambilkan sebentar"' Kim Hwa lalu keluar dari dalam kamar itu dengan menyeret sandalnya.

Ai Ling menarik napas panjang dan duduk di tepi pembaringan. Tiba-tiba muncul seorang pemuda di dalam kamar itu. Ai Ling yang sedang melamun, menjadi terkejut bukan main saat melihat bahwa yang muncul seperti setan itu adalah pemuda yang tadi pagi sarapan di rumah makan dan dilayaninya, pemuda tampan yang amat ramah dan menyenangkan hatinya. Saking kagetnya hampir saja dia menjerit, akan tetapi Hay Hay segera menaruh telunjuknya di depan mulut.

"Sssttt, tenanglah Nona dan jangan berisik. Aku datang untuk membebaskan engkau dari ancaman bahaya!"

"Apa... apa maksudmu, Kongcu...? Aku tidak mengerti...” Gadis itu masih takut-takut dan merasa bingung.

"Sstt, dengarlah baik-baik. Ibu tirimu bermaksud mengorbankan engkau kepada Hartawan Coa, dan obat yang dia berikan itu adalah obat bius. Karena itu ingatlah baik-baik, kalau dia datang memberikan obat, katakan saja bahwa engkau tidak suka dan agar dia sendiri yang minum obat itu. Mengerti?"

Gadis itu mengangguk tetapi masih merasa bingung. " Akan tetapi...”

"Ikuti saja petunjukku kalau engkau mau selamat." bisik Hay Hay.

Pada saat itu pula terdengar bunyi sandal diseret. Sekali berkelebat, tubuh Hay Hay telah lenyap karena dengan cepat dia sudah menyelinap ke balik pembaringan itu, tertutup oleh kelambu dan lemari pakaian.

Daun pintu kamar terbuka dari luar, lantas masuklah Kim Hwa dengan langkahnya yang gemulai. Dia membawa sebuah cawan terisi cairan merah yang berbau harum.

"Nah, ini obat masuk angin. Minumlah, Ai Ling sayang, supaya tubuhmu terasa segar dan besok kau dapat bekerja dengan rajin. Minumlahl.” Ia menyerahkan cawan itu dan Ai Ling memandang cawan itu dengan alis berkerut.

Ia masih merasa heran akan kemunculan Hay Hay dan semua ucapan pemuda itu. Akan tetapi apa yang dia dengar dari pemuda itu bukan hal yang tidak boleh jadi! Ia tahu bahwa diam-diam ibu tirinya ini tidak suka kepadanya, apa lagi ketika pada suatu hari dia pernah menegur ibu tirinya yang suka bercanda secara keterlaluan dan berlebihan dengan para pegawai pria. Ia bahkan berani menduga bahwa ibu tirinya itu tentu mempunyai hubungan gelap dengan beberapa orang pegawai. Maka, tidak akan mengherankan kalau ibu tirinya mempunyai tipu muslihat busuk dan menjerumuskannya ke dalam pelukan Hartawan Coa. Dia bergidik dan melihat betapa cawan itu seperti mengandung racun!

"Tidak, aku tidak mau minum. Aku mau tidur saja, harap kau suka minum saja sendiri obat itu!" katanya, teringat akan pesan Hay Hay.

Mata Kim Hwa terbelalak. Sungguh dia merasa aneh sekali mengapa ucapan puterinya itu mempunyai kekuatan yang mendorongnya sehingga timbul suatu keinginan aneh di dalam dirinya, yaitu untuk minum ‘obat’ di dalam cawan itu! Tentu saja cawan itu berisi obat dari Hartawan Coa yang sudah dia campur dengan anggur merah.

"Apa? Kuminum sendiri...?" dia berkata penuh keraguan, setengah berbisik. Melihat sikap ibu tirinya ini, Ai Ling juga merasa heran, tetapi teringat akan pesan pemuda aneh ltu, dia pun menjawab.

"Benar, lebih baik kau minum sendiri obat itu!"

Dan kini terjadi keanehan dalam sikap Kim Hwa. "Baik, kuminum saja sendiri, kuminum sendiri...” dan sepertl dalam mimpi dia pun lalu minum obat dalam cawan itu hingga habis!

Setelah minum obat itu, Kim Hwa melepaskan cawan kosong yang jatuh berkerontang di atas lantai. Ia berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang dan kedua matanya dipejamkan. Ai Ling memandang khawatir.

Obat itu adalah obat yang mengandung bius, membuat orang kehilangan kemauan, juga mengandung obat perangsang sehingga orang yang minum obat ini dalam keadaan tidak sadar akan menjadi hamba nafsu birahinya sendiri. Kim Hwa mengeluh, lalu tanpa pamit ia keluar dari kamar itu, diikuti pandang mata Ai Ling yang masih bingung dan khawatir.

Hay Hay muncul kembali, dipandang oleh Ai Ling yang masih menaruh curiga kepadanya. Akan tetapi pemuda itu tidak rnelakukan sesuatu yang tidak patut, bahkan Hay Hay cepat berkata kepadanya,

“Ai Ling, lekas kau beri tahukan kepada ayahmu bahwa ibu tirimu mengadakan pertemuan dengan Hartawan Coa di dalam kamar terbesar di rumah penginapan Hok-lai-koan. Suruh ayahmu pergi sendiri menangkap basah isterinya yang menyeleweng itu dan jangan takut! Aku akan melindunginya. Kim Hwa itu harus dihukum, Ai Ling, demi keselamatan ayahmu dan engkau sendiri. Cepat!" Dan kembali Hay Hay berkelebat lenyap dari dalam kamar.

Sejenak Ai Ling menjadi bengong dan bulu tengkuknya meremang. Apakah pemuda itu bukan manusia melainkan setan yang pandai menghilang? Ataukah dewa yang hendak menolong dia dan ayahnya? Dia sama sekali tidak merasa heran mendengar betapa ibu tirinya menyeleweng, mengadakan pertemuan dalam kamar hotel dengan Hartawan Coa. Akhirnya dia turun dan pergi ke kamar ayahnya…..

********************

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar