Pendekar Mata Keranjang Jilid 71

"Haiii...!" Hay Hay mengangkat mukanya dan berteriak marah. "Apakah engkau tidak tahu bahwa di sini ada orang sedang memancing ikan? Engkau datang mengganggu sehingga ikan-ikan yang tadi mulai mendekati umpan pancingku sekarang semuanya lari cerai-berai ketakutan karena datangnya perahumu!"

Perahu itu sudah datang mendekat dan penumpangnya yang tadi mendayung perahu itu kini bangkit berdiri. Karena muka orang itu tadinya tertutup oleh sebuah caping lebar yang melindungi muka itu dari panas matahari, maka sesudah orang itu berdiri dan mendorong capingnya ke belakang, barulah nampak oleh Hay Hay bahwa penumpang perahu yang ditegurnya itu ternyata adalah seorang gadis remaja yang tersenyum manis sekali!

Gadis ini usianya paling banyak delapan belas tahun, pakaiannya sederhana akan tetapi tubuh yang mulai mekar ranum itu menarik sekali, sedangkan wajahnya yang sederhana tanpa bedak gincu itu memiliki daya tarik yang sangat kuat, mungkin karena kelembutan dan kepolosan yang terpancar pada wajah yang berseri itu.

"Maaf, aku tidak tahu bahwa aku sudah mengganggumu," kata gadis itu, dan suaranya juga lunak halus.

"Maaf, maaf! Setelah ikan-ikan itu pergi jauh? Aih, engkau tidak tahu bahwa engkau telah merampas sedikitnya satu ekor ikan besar untuk sarapanku, padahal perutku sudah lapar dan sejak tadi aku sudah siap untuk memanggang ikan hasil pancinganku!" kata Hay Hay, mulai berkurang kemarahannya melihat betapa gadis itu bersikap dan berbicara demikian lunak dan halus.

Gadis itu masih tersenyum ramah dan sinar matanya mengandung penyesalan.

"Ahh, kalau begitu aku berhutang satu ekor ikan padamu, bung! Nah, biar kubayar hutang itu!"

Dara itu masih berdiri di atas perahunya, ada pun dayung itu dipegangnya dengan tangan kanan. Kini matanya mengamati permukaan air telaga yang mulai tenang kembali setelah perahunya berhenti meluncur. Tiba-tiba saja dayungnya menyambar ke bawah, terdengar suara air terpukul, lantas gadis itu berjongkok dan tangan kirinya mengambil seekor ikan sebesar betis yang sudah mengambang karena mati terpukul dayungnya.

"Nah, inilah hutangku kepadamu, bung!" katanya sambil melemparkan ikan itu ke darat, di belakang Hay Hay.

Melihat ini Hay Hay terbelalak dan dia pun semakin tertarik. Dara remaja yang sikap serta tutur katanya lembut dan halus itu ternyata seorang gadis yang memiliki ilmu kepandalan hebat sehingga dengan mudahnya mampu menangkap seekor ikan yang dipukul dengan dayungnya. Hay Hay tersenyum lebar, merasa penasaran karena agaknya gadis itu ingin memamerkan kepandaiannya.

"Hemmm, aku ingin memancing, bukan menangkap ikan begitu saja. Engkau tidak tahu seninya orang mengail, Nona. Kalau aku mau, tentu akan dapat pula menangkap ikan semudah seperti yang kau lakukan itu!"

Hay Hay bangkit berdiri dan memandang permukaan air. Air yang jernih itu membuat dia dapat melihat beberapa ekor ikan berenang tak jauh dari situ. Dia menggerakkan tangkai pancingnya yang terbuat dari bambu itu. Tangkai itu meluncur ke dalam air dan ketika dia mencabutnya kembali, ujungnya sudah menusuk seekor ikan yang menggelepar-gelepar. Dia melepaskan ikan itu di atas darat, kemudian dengan cepat tangkai pancingnya masih dua kali lagi meluncur dan dalam waktu yang cepat dia sudah menangkap tiga ekor ikan yang cukup gemuk!

"Ahh, kiranya engkau seorang yang amat lihai, yang menyamar sebagai seorang pengail. Maafkan kalau aku bersikap kurang hormat, dan maafkan sekali lagi bahwa tadi aku telah mengganggu tanpa sengaja." Gadis itu memberi hormat dari perahunya, kemudian duduk kembali dan dengan perlahan mendayung perahunya ke tengah.

"Heiiiii, Nona! Nanti dulu!" Hay Hay berteriak. "Engkau sudah bersalah kepadaku dan aku tidak mau memaafkan sebelum menghukummu!"

Gadis itu menahan perahunya, alisnya berkerut karena dia menyangka bahwa pemuda di pantai itu akan bersikap kurang ajar. Akan tetapi dengan suara tetap lembut dan penuh kegembiraan dia bertanya. "Aku memang bersalah, akan tetapi tidak kusengaja dan aku sudah minta maaf. Hukuman apa yang akan kau jatuhkan kepadaku?"

"Lihat!" Hay Hay menunjuk ke arah empat bangkai ikan tadi. "Karena ulahmu di sini empat ekor ikan yang tidak berdosa telah mati. Kalau dagingnya tidak dimakan, itu adalah suatu pemborosan dan sia-sia namanya. Oleh karena itu aku akan menghukummu agar engkau membantuku menghabiskan daging empat ekor ikan ini. Aku sudah siap dengan bumbu-bumbunya dan kalau dipanggang, daging ikan ini pasti lezat sekali!"

Lenyaplah kerut-merut pada alis gadis itu dan dia pun tertawa, lalu mendayung perahu ke tepi. "Baiklah, aku terima hukuman itu!" katanya sambil tersenyum. "Aku pun lapar sekali!"

Dia meloncat ke darat dan menarik tali perahu itu ke darat. Demikian mudahnya gadis itu menarik perahu ke darat, padahal pantai itu agak terjal, hal ini menunjukkan bahwa dia memang bukan gadis sembarangan dan memiliki tenaga yang kuat.

Mereka kini berdiri berhadapan, saling pandang dan Hay Hay semakin tertarik. Gadis ini tidak cantik sekali, akan tetapi pembawaannya demikian polos dan wajar, juga tubuhnya indah sehingga memiliki daya tarik besar. Memang banyak dia temui wanita cantik yang kurang begitu kuat daya tariknya, seolah-olah setangkai bunga yang tidak begitu harum. Akan tetapi gadis ini bagaikan setangkai bunga sederhana yang sangat harum semerbak, yang memiliki daya tarik besar hingga membuat orang suka sekali berdekatan dan bicara dengannya.

Sepasang matanya demikian lembut, keibuan dan penuh kesabaran, mulutnya juga selalu tersenyum ramah. Wajahnya yang tanpa bedak itu kemerahan dan segar bagai setangkai bunga mawar merah bermandi embun. Pakaiannya juga sangat sederhana, namun malah menonjolkan keindahan tubuhnya yang sedang mekar.

Dua muda-mudi itu sama-sama tersenyum, agaknya masing-masing merasa puas dengan apa yang mereka pandang dan nilai. Kemudian gadis itu berkata, "Mari kubantu engkau memanggang ikan."

Keduanya tidak banyak cakap lagi, melainkan sibuk membersihkan sisik ikan-ikan itu dan membuang isi perutnya, mencuci dengan air telaga lalu melumurinya dengan bumbu yang sudah dipersiapkan oleh Hay Hay. Tidak lama kemudian masing-masing memegangi dua tusuk bambu, memanggang dua ekor ikan di atas api membara dan terciumlah bau yang sedap.

"Aduh, alangkah sedapnya...! Kini perutku menjadi semakin lapar saja!" kata gadis itu dan cuping hidungnya kembang kempis, lucu sekali.

"Ha-ha-ha-ha, air liurku tidak dapat kutahan lagi!" Hay Hay juga berkata dan dia tertawa, merasa gembira bukan main. Kehadiran gadis ini sungguh merupakan berkah baginya, membuat hari nampak demikian cerah dan suasana demikian gembira dan indah. Bukan main!

Tak lama kemudian keduanya sudah mengganyang ikan-ikan itu yang terasa gurih, manis dan lezat bukan main. Gadis itu tidak kelihatan malu-malu. Dia mempunyai watak yang terbuka dan polos, namun lembut dan tidak liar seperti watak Kui Hong atau Bi Lian. Sama sekali tidak kelihatan galak meski pun kadang-kadang sinar matanya mencorong penuh wibawa. Sebentar saja daging ikan-ikan itu sudah habis, tinggal kepala, ekor dan tulang-tulangnya saja.

"Sayang tidak ada minuman..."

"Jangan khawatir, Nona, aku membawa sebotol anggur." Hay Hay segera mengeluarkan botol anggur dari buntalannya.

"Aku kurang begitu suka minum arak."

"Ini bukan arak keras, melainkan anggur yang halus. Rasanya manis dan enak, tak akan memabokkan asal tidak terlampau banyak, dan menghangatkan perut. Cobalah!" Hay Hay menyodorkan botol yang terisi anggur hampir penuh itu sambil membuka tutupnya.

Gadis itu mendekatkan mulut botol ke bawah hidungnya. "Hemm, baunya memang amat harum. Akan tetapi mana cawannya? Akan kucoba sedikit untuk menghilangkan amis ikan tadi dari mulut."

"Aku tidak membawa cawan, Nona. Minumlah saja dari botol, mengapa?"

"Ihh, mulut botol akan berbau amis oleh mulutku yang habis makan ikan panggang."

"Apa salahnya? Mulutku juga," kata Hay Hay.

Gadis itu tersenyum, kemudian menuangkan isi botol itu dan diterima oleh mulutnya yang terbuka sehingga dia bisa minum anggur itu tanpa menyentuh bibir botol dengan bibirnya. Melihat mulut gadis itu terbuka, melihat rongga mulut yang merah sehat, deretan gigi yang putih berkilau dan lidah yang merah jambu, bibir yang basah kemerahan pula, Hay Hay menelan ludah. Seorang gadis yang sehat dan bersih, dan memiliki daya tarik yang amat kuat justru karena kesederhanaannya!

"Hemm, engkau terlampau sopan, Nona," katanya setelah gadis itu mengembalikan botol anggur.

Gadis itu tidak menanggapi, melainkan memuji. "Anggurmu sungguh enak."

"Ini untuk mencuci dan menyegarkan mulut!" kata Hay Hay setelah mengeluarkan empat buah pir dan memberikan dua buah kepada gadis itu. Wajah itu nampak berseri.

"Heiiii! Engkau seperti tahu saja dengan buah kesukaanku!" teriaknya.

Ia pun segera makan buah pir yang mengandung banyak air itu, terasa segar dan manis, dan memang merupakan pencuci mulut yang amat segar untuk menghilangkan bau amis dari daging ikan tadi.

Mereka kini makan buah sambil duduk berhadapan di atas rumput. Mendadak Hay Hay tertawa, "Sungguh lucu sekali!"

"Apanya yang lucu?" Gadis itu bertanya heran lalu memandangi tubuhnya, membereskan rambutnya yang agak awut-awutan karena dia mengira dirinya yang nampak lucu.

"Kita sudah menangkap ikan bersama, makan ikan dan minum anggur, kini makan buah bersama, seperti dua orang sahabat karib yang saling mengenal selama bertahun-tahun. Padahal kita baru saja saling jumpa secara kebetulan, bahkan kita belum mengenal nama masing-masing. Apakah kau kira tak sepatutnya bila kita saling memperkenalkan nama? Namaku adalah Hay Hay."

"Dan namaku Ling Ling."

"Heii! Nama kita juga mirip, hanya satu suku kata yang diulang. Ling Ling, sungguh nama yang indah dan manis sekali, sesuai dengan orangnya!"

Ling Ling adalah Cia Ling, puteri tunggal dari Cia Sun. Seperti sudah kita ketahui, Cia Ling pergi meninggalkan tempat tinggal ayahnya di dusun Ciangsi-bun di sebelah selatan kota raja untuk berkunjung ke Cin-ling-pai. Kemudian gadis ini meninggalkan Cin-ling-pai untuk melanjutkan perjalanannya merantau dan mencari pengalaman sebelum pulang ke rumah orang tuanya.

Di dalam perjalanannya inilah dia mendengar tentang persekutuan para tokoh dunia hitam yang kabarnya bersarang di dataran tinggi Yunan. Dia merasa tertarik. Persekutuan orang jahat ini pasti akan ditentang oleh para pendekar, pikirnya, mengingat akan cerita ayahnya tentang pengalaman ayahnya dahulu ketika masih muda, di mana para pendekar selalu siap untuk menentang gerakan para penjahat di dunia kang-ouw. Inilah kesempatan baik untuk meluaskan pengetahuan, pikirnya.

Demikianlah, tanpa ragu lagi gadis gagah perkasa ini lalu melakukan perjalanan menuju ke selatan, ke Yunan. Dan ketika tiba di Telaga Cou, dara perkasa ini tertarik sekali lalu menyewa sebuah perahu kecil sampai perjumpaannya yang tak disangka-sangka dengan seorang pemuda yang aneh dan menarik hatinya.

Pada sepanjang perjalanannya, gadis ini mengalami cukup banyak godaan dan halangan, namun berkat ilmu silatnya yang tinggi, dia mampu mengatasi semua halangan, bahkan banyak menghajar orang-orang jahat yang berani mengganggunya, baik untuk merampok perbekalannya atau pun untuk mengganggu dirinya sebagai seorang gadis muda yang cukup menarik dan sedang melakukan perjalanan sendirian saja.

Kini, mendengar kata-kata Hay Hay yang mengatakan bahwa namanya indah dan manis sekali sesuai dengan orangnya, gadis ini memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik, dan sepasang alisnya berkerut sedikit. Namun suaranya masih terdengar lembut dan sabar ketika dia bertanya.

"Apa maksudmu?"

Dia mulai merasa curiga, mengira bahwa Hay Hay tiada bedanya dengan para lelaki yang pernah dijumpainya di dalam perjalanan, yaitu pada akhirnya lelaki-lelaki itu hanya ingin merayunya dan menjatuhkannya!

Akan tetapi Hay Hay tersenyum lebar dan memandang dengan polos. "Apa maksudku? Sudah jelas. Namamu itu, Ling Ling, terdengar merdu seperti nyayian dan indah manis, seperti pemiliknya. Apakah engkau belum tahu bahwa engkau adalah seorang gadis yang amat menarik, sederhana tapi manis dan mengandung daya tarik bagaikan besi sembrani, Adik Ling Ling?"

Kalau tadinya Ling Ling sudah bersiap untuk menegur atau bahkan menghajar pemuda itu andai kata berani kurang ajar, kini gadis itu bimbang. Pemuda ini memang memujinya, bahkan kata-katanya mirip rayuan, akan tetapi pandangan matanya dan suaranya sama sekali bukan seperti para pria lain yang hendak berkurang ajar kepadanya.

Mata itu demikian polos, dan suaranya juga datar saja seolah-olah membicarakan tentang kecantikannya merupakan hal yang lumrah dan sewajarnya saja, seperti seorang memuji keindahan setangkai bunga! Karena itu dia pun tidak dapat marah, melainkan mengamati wajah pemuda itu dengan penuh selidik.

"Hemm, baru sekarang ada orang mengatakan bahwa aku manis menarik. Hay-ko (Kakak Hay), coba katakan, apanya sih yang manis menarik?"

Senang hati Hay Hay disebut Hay-ko sesudah tadi dia menyebut Ling-moi (Adik Ling), terdengar demikian akrab dan mesra, seperti kakak beradik, atau seperti... pacar saja!

"Ha-ha-ha, apamu yang menarik, Ling-moi? Entahlah, sukar untuk menentukan. Mungkin matamu yang lembut itu, atau mulutmu yang selalu tersenyum, atau juga hidungmu yang cupingnya dapat kembang kempis lucu, atau rambutmu yang hitam panjang awut-awutan itu. Atau semuanya itu ditambah kesederhanaanmu, kelembutanmu dan pakaianmu yang sederhana tapi justru menonjolkan keindahan bentuk tubuhmu, waah, pendeknya engkau manis menarik!"

Sekarang Ling Ling tertawa. Bukan, bukan perayu kurang ajar yang memiliki niat buruk, pikirnya. Pemuda ini sama sekali berbeda dari pada para pria lainnya. Pria lainnya yang dijumpainya selalu memandang kepadanya dengan sinar mata yang jelas membayangkan kebangkitan nafsu birahi, senyum-senyum buatan untuk memikat, kata-kata rayuan yang juga isinya penuh dengan daya pikat, mata dan mulut yang jelas mengandung kekurang ajaran.

Akan tetapi pemuda ini berbeda sama sekali. Biar pun rayuannya maut, lebih manis dan menyenangkan dibandingkan semua rayuan yang pernah didengarnya, namun sinar mata pemuda ini polos dan bersih dari nafsu, dan tidak ada nampak bayangan keinginan untuk memikat, apa lagi kurang ajar. Maka dia pun tertawa.

"Hik-hik, Hay-ko, engkau sungguh seorang perayu besar! Rayuanmu yang maut itu dapat membuat kepala seorang gadis menjadi tujuh keliling dan membuat dia bertekuk lutut dan takluk kepadamu! Apakah engkau adalah seorang laki-laki mata keranjang yang senang merayu wanita?"

Hay Hay menarik napas panjang. "Sudah mejadi nasibku barangkali, sudah suratan takdir bahwa selama hidupku aku akan dicap sebagai seorang laki-laki mata keranjang! Hampir semua wanita menganggap aku mata keranjang dan perayu besar!"

"Tetapi engkau memang perayu besar, Hay-ko. Selama hidupku belum pernah aku dipuji laki-laki seperti yang kau lakukan tadi!" Ling Ling berkata, akan tetapi sambil tersenyum.

Kembali Hay Hay menarik napas panjang. "Itulah nasibku! Aku sama sekali tidak pernah merayumu, Ling-moi. Aku hanya bicara secara jujur dan terus terang saja, mengatakan apa adanya. Memang engkau manis menarik, habis aku harus berkata bagaimana?"

"Apakah engkau selalu memuji setiap orang wanita yang kau jumpai?"

"Iya, sebagian besar. Karena bagiku, setiap orang wanita itu seperti juga bunga. Bunga itu bermacam-macam, baik bentuknya mau pun warnanya, akan tetapi adakah bunga yang buruk? Semua indah dan semua cantik, dalam coraknya sendiri, memiliki keistimewaan sendiri. Dan aku memandang wanita seperti memandang bunga, aku selalu kagum akan keindahan seorang wanita seperti kagum kepada keindahan bunga. Salahkah kalau aku memuji keindahan itu?"

"Memuji keindahan bunga lalu ingin memetiknya?"

"Ahh, tidak! Aku bukan perayu, Ling-moi! Aku suka akan keindahan, bagaimana mungkin aku ingin merusak keindahan itu? Tidak, aku hanya cukup puas dengan memandangnya, mengamati dan mengagumi kecantikannya."

Ling Ling memandang kagum. "Engkau seorang laki-laki yang aneh, terlalu jujur dan tentu telah banyak mengalami hal-hal yang menyusahkan karena kejujuranmu itu, Hayko."

Tiba-tiba terdengar suara orang, suara yang parau dan kasar, "Heh-heh, kiranya engkau sudah berada di sini, Nona manis!"

Hay Hay masih duduk dan hanya memutar tubuhnya untuk memandang saja, akan tetapi Ling Ling langsung meloncat dan bangkit berdiri. Hay Hay memperhatikan tiga orang yang muncul itu.

Mereka itu adalah tiga orang laki-laki yang usianya antara empat puluh dan lima puluh tahun. Ketiganya mengenakan pakaian serba putih! Yang dua orang bertubuh tinggi besar dan terlihat kokoh kuat, dengan lengan berotot dan sepasang mata yang memandang liar. Muka mereka kehitaman, seorang berjenggot panjang dan seorang lagi tanpa jenggot.

Orang ke tiga juga berpakaian warna putih seperti dua orang terdahulu, usianya beberapa tahun lebih tua, akan tetapi orang ke tiga ini bertubuh pendek gendut seperti bola. Yang membuat Hay Hay merasa terkejut adalah muka orang ini, karena muka ini agak pucat. Hal ini bukan berarti bahwa orang gendut itu berpenyakitan. Kepucatan mukanya berbeda dengan pucatnya orang yang tidak sehat. Hanya dengan melihat mukanya Hay Hay dapat mengenal orang itu sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi.

Dia pernah mendengar dari para gurunya bahwa di dunia kang-ouw banyak terdapat ilmu sesat, di antaranya latihan hawa sakti yang akan membuat wajah orang itu menjadi pucat, akan tetapi semakin pucat wajahnya, semakin kuat pula sinkang sesat yang dilatihnya.

Dugaan Hay Hay ini memang sungguh tepat. Tiga orang itu adalah anggota perkumpulan Kui-kok-pang (Perkumpulan Lembah Iblis), sebuah perkumpulan yang terdapat di Lembah Iblis yang berada di lereng Gunung Hong-san. Perkumpulan Kui-kok-pang ini dipimpin oleh ketuanya yang bernama Kim San, seorang yang berilmu tinggi dan mukanya amat pucat seperti mayat.

Seperti juga ketuanya, seluruh anggota Kui-kok-pang mengenakan pakaian serba putih, dan ketinggian tingkat mereka dapat dilihat dari keadaan muka mereka. Yang iebih pucat berarti lebih tinggi kedudukannya dan ilmu kepandaiannya. Dua orang tinggi besar yang mukanya kehitaman, dengan kepucatan yang hampir tidak terlihat karena kulit muka yang hitam, menunjukkan bahwa mereka berdua hanyalah anggota-anggota biasa saja yang tingkatnya masih rendah, dan mereka lebih mengandalkan tenaga otot dari pada tenaga sakti. Akan tetapi muka orang ke tiga yang bertubuh pendek gendut seperti bola nampak pucat dan ini menunjukkan bahwa tingkatnya lebih tinggi dari pada kedua orang temannya yang bermuka hitam.

Ketika mendengar teguran parau dan kasar tadi, Ling Ling cepat-cepat menengok. Begitu melihat dua orang lelaki tinggi besar yang mukanya kehitaman, seketika wajah Ling Ling berubah merah dan dia pun meloncat bangun, berdiri sambil bertolak pinggang, sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi ketika memandang kepada mereka.

"Hemmm, kiranya kalian anjing-anjing hitam yang kurang ajar ini berani muncul kembali! Apakah kalian masih belum jera dan minta dihajar lagi?" kata Ling Ling.

Dua orang laki-laki muka hitam itu saling pandang, kemudian mereka menoleh kepada laki-laki perut gendut sambil berkata. "Nah, engkau dengar sendiri, Suheng! Dia memang seorang gadis yang sombong dan memandang rendah kepada kita!" kata Si Hitam yang berjenggot kambing.

Si Pendek perut gendut melangkah maju menghadapi Ling Ling. Sejenak dia tidak bicara apa pun, hanya mengamati wajah gadis itu dengan sinar mata mencorong, kemudian dia berkata, suaranya kecil seperti suara tikus terpencet, sehingga terdengar lucu dan sangat berlawanan dengan tubuhnya yang gendut.

"Nona, agaknya engkau tidak mengetahui bahwa kami adalah orang-orang Kui-kok-pang! Mungkin Nona baru saja memasuki dunia kang-ouw, bagaikan burung yang baru belajar terbang sehingga tidak mengenal kami. Oleh karena itu, kalau Nona mau bersikap manis dan meminta maaf, maka kami pun akan menyudahi urusan ini dan menganggap bahwa Nona masih kanak-kanak yang tidak tahu akan kebesaran Kui-kok-pang."

Mendengar disebutnya nama Kui-kok-pang, diam-diam Hay Hay terkejut karena dia sudah mendengar akan nama besar perkumpulan itu. Akan tetapi sebelum berpihak dia harus tahu lebih dulu tentang duduk perkaranya, maka sebelum Ling Ling yang bersikap tenang namun marah itu menjawab, dia sudah mendahului.

"Adik Ling Ling, apakah yang telah terjadi antara engkau dengan dua orang saudara dari Kui-kok-pang ini?"

Ling Ling sudah siap menjawab kata-kata Si Gendut pendek itu dengan kata-kata keras. Namun ketika mendengar pertanyaan Hay Hay, dia lalu menoleh kepada pemuda itu.

"Hay-ko, aku tidak tahu apakah dua orang jahanam ini merupakan anggota Perkumpulan Lembah Iblis atau perkumpulan apa, akan tetapi kemarin sore ketika aku memasuki kota, di tengah perjalanan di luar kota mereka sudah menghadangku dan bersikap kurang ajar, hendak mengganggu aku. Tentu saja aku menghajar mereka hingga mereka lari tunggang langgang seperti dua ekor anjing dipukul. Dan sekarang mereka muncul kembali bersama seekor anjing gemuk lainnya yang agaknya hendak menggonggong lebih keras dari pada mereka."

Hay Hay menahan senyum karena geli hatinya. Kini dia tahu bahwa dua orang anggota Kui-kok-pang yang bertubuh tinggi besar itu, seperti kebanyakan laki-laki yang kasar dan kurang ajar, kemarin mencoba mengganggu Ling Ling yang dianggapnya seorang gadis cantik yang lemah. Namun mereka tertumbuk batu karang lantas dihajar, dan kini mereka datang dengan seorang kawan yang tadi mereka sebut suheng, tentu hendak membalas dendam kepada gadis itu.

Hay Hay maklum bahwa jika dibiarkan saja, tentu Ling Ling akan berkelahi melawan tiga orang Kui-kok-pang itu. Maka dia cepat menghadapi laki-laki pendek gendut, menjura dan berkata dengan ramah.

"Sobat, bila adikku ini telah kesalahan tangan terhadap dua orang saudaramu itu, biarlah aku yang memintakan maaf, harap urusan ini dihabiskan sampai di sini saja."

Si Pendek Gendut itu memandang sejenak kepada Hay Hay, lalu dengan alis berkerut dia pun berkata, nada suaranya penuh ketinggian hati.

"Orang muda, aku tidak tahu siapa engkau dan kenapa pula engkau mencampuri urusan kami. Nona ini yang telah menghina orang-orang kami, maka dia sendiri yang harus minta maaf dan membuktikan penyesalannya dengan menghibur kami selama sehari semalam, baru kami mau sudah. Kalau tidak begitu, biar ada seribu orang yang memintakan maaf, kami tidak akan mau menerimanya."

Sikap Si Pendek Gendut itu demikian sombong sehingga Ling Ling telah menjadi semakin marah saja. "Hay-ko, engkau jangan mencampuri urusan ini. Biar kuhajar manusia busuk ini!" bentak Ling Ling dan sekali loncat dia telah berhadapan dengan Si Pendek Gendut itu. "Hei, babi gendut, jangan engkau membuka mulut sembarangan saja kalau tidak ingin kuhancurkan mulutmu yang busuk!"

Muka yang pucat itu mendadak menjadi merah sekali, akan tetapi segera menjadi pucat kembali, dan sepasang mata yang sipit dari Si Pendek Gendut itu seperti mengeluarkan sinar berapi. Mendengar makian gadis itu, dia marah sekali.

Tadinya dia mengira bahwa setelah mendengar nama besar Kui-kok-pang, gadis itu akan menjadi ketakutan dan menyerah. Tidak tahunya gadis itu malah memakinya babi gendut! Padahal dia merupakan seorang tokoh Kui-kok-pang tingkat tiga yang amat ditakuti orang karena ilmu kepandaiannya sudah tinggi.

Di bawah kedudukan Ketua Kui-kok-pang hanya terdapat tiga orang yang bertingkat dua sebagai pembantu-pembantu utama ketua, dan hanya ada lima orang, termasuk dia, yang menduduki tingkat ketiga sebagai orang-orang yang dipercaya ketua dan sering bertindak sebagai utusan atau wakil ketua. Dan kini, gadis manis ini berani menghinanya sesudah dia tertarik dan ingin memiliki gadis ini untuk menghibur hatinya.

"Bocah sombong, berani engkau menghina tuanmu? Agaknya engkau telah bosan hidup!" Nafsu birahinya yang tadi timbul setelah dua orang anak buahnya membawanya menemui gadis yang pernah menghajar mereka itu, kini lenyap sama sekali oleh penghinaan yang dilontarkan Ling Ling, berubah menjadi kemarahan dan kebencian yang berbau darah dan maut.

Begitu kata-katanya berhenti, tubuhnya sudah menerjang dengan dahsyatnya ke depan. Kedua tangannya membentuk cakar dan menyerang dengan cakaran dan cengkeraman seperti seekor beruang marah, dari kerongkongannya juga keluar suara seperti gerengan binatang buas. Kemudian dari kedua tangan yang membentuk cakar itu menyambar hawa yang amat kuat, didahului uap putih dan bau yang amis seperti darah!

Terkejutlah Hay Hay melihat serangan ini, karena dia mengenal serangan ilmu pukulan yang mengandung racun dan amat jahat, ciri khas pukulan yang biasa dipergunakan para tokoh golongan hitam. Hampir dia berteriak memperingatkan Ling Ling, malah semua urat syaraf di tubuhnya sudah menegang karena dia pun siap untuk melindungi gadis itu dari serangan dahsyat lawannya, jika saja dia tidak melihat gerakan Ling Ling yang membuat dia terbelalak.

Dengan amat mudahnya, ringan dan bagaikan bulu tertiup angin, gadis itu menggerakkan kakinya dan terkaman yang dahsyat itu dapat dihindarkan dengan amat mudahnya! Yang membuat Hay Hay terbelalak heran bukan karena melihat kelihaian Ling Ling. Dia sudah banyak bertemu gadis yang berilmu tinggi, maka dia tidak akan heran melihat munculnya gadis-gadis lihai lainnya lagi. Akan tetapi dia terbelalak heran karena dia mengenal gerak langkah kaki yang digunakan Ling Ling untuk menghindarkan diri dari serangan dahsyat Si Pendek Gendut tadi.

Itulah Ilmu Langkah Ajaib Jiauw-pouw-poan-soan! Tidak mungkin salah lagi, sungguh pun belum sempurna benar, namun langkah-langkah rahasia itu mudah dikenal! Padahal ilmu langkah ajaib itu adalah ciptaan gurunya See-thian Lama yang juga disebut Go-bi San-jin! Bagaimana gadis itu mampu memainkan langkah ajaib itu?

Kini lenyaplah kekhawatiran dari hati Hay Hay. Bukan saja gadis itu pandai ilmu Jiauw-pouw-poan-soan yang akan membuat gadis itu pandai menyelamatkan diri dari serangan yang betapa hebat pun, juga gadis itu memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang demikian hebat.

Dan Hay Hay menahan seruan kagum ketika gadis itu mulai membalas dengan tamparan-tamparan dua tangannya yang mengeluarkan angin keras mencicit tanda bahwa telapak tangan itu mengandung tenaga sakti yang sangat kuat.

Tadi, pada saat gadis itu menangkap ikan dengan dayungnya, dia sudah menduga bahwa Ling Ling adalah seorang gadis yang mempunyai kepandaian silat. Akan tetapi perbuatan menangkap ikan itu mudah saja sehingga dia tidak menyangka bahwa gadis itu ternyata memiliki ilmu silat yang tinggi, bahkan mampu memainkan ilmu langkah ajaib Jiauw-pouw-poan-soan! Kini dia tidak khawatir lagi, bahkan mengkhawatirkan nasib Si Pendek Gendut karena dia pun tahu bahwa Ling Ling jauh lebih lihai dibandingkan lawannya.

Si Pendek Gendut juga terkejut sekali saat melihat tamparan gadis itu mengandung angin pukulan bercuitan mengejutkan. Dia mencoba untuk mengelak, bahkan menangkis untuk kemudian dilanjutkan cengkeraman pada lengan Ling Ling. Akan tetapi, begitu lengannya tersentuh lengan Ling Ling yang mengandung tenaga Thian-te Sinkang, tubuh Si Gendut itu terjengkang ke belakang dan di lain saat tubuh itu telah menggelundung bagai sebuah bola ditendang!

Akan tetapi dengan muka merah dia cepat meloncat bangun lagi dan dia sudah mencabut senjatanya, yaitu sebuah pedang pendek yang berwarna hitam, tanda bahwa pedang itu agaknya sudah sering kali dilumuri racun! Ketika melihat betapa suheng mereka dalam beberapa jurus saja telah terjengkang, dua orang anggota Kui-kok-pang yang tinggi besar dan berkulit hitam segera mencabut golok masing-masing dan mereka pun serentak maju mengepung! Gadis itu dikepung tiga orang lawan yang kesemuanya bersenjata tajam!

Tetapi Ling Ling berdiri tegak sambil bertolak pinggang dengan kedua tangannya, tenang-tenang saja sambil tersenyum, seperti seorang guru melihat tingkah tiga orang anak kecil yang bandel dan nakal!

Hay Hay juga memandang dengan tersenyum. Dia masih percaya penuh bahwa gadis itu akan mampu melindungi dirinya. Dengan Jiauw-pouw-poan-soan saja, dia percaya gadis itu akan mampu menghindarkan diri dari kepungan tiga batang senjata tajam itu. Apa lagi agaknya gadis itu masih memiliki lain-lain ilmu yang juga amat hebat.

Dugaan Hay Hay memang tidak meleset. Tingkat kepandaian Si Pendek Gendut bersama dua orang pembantunya itu masih berselisih jauh di bawah tingkat Ling Ling yang sejak kecil menerima gemblengan ayah bundanya.

Ketika Si Pendek Gendut menyerang dengan pedangnya, juga dua orang pembantunya menerjang dengan golok mereka, tiba-tiba saja mereka bertiga itu terkejut karena melihat dara itu menyelinap secepat kilat sehingga hanya nampak bayangan berkelebat tahu-tahu orangnya sudah lenyap. Ketika Si Gendut membalik, ternyata gadis itu sudah berada di belakangnya, berdiri dengan santai dan tersenyum manis! Si Gendut kembali menyerang dengan pedangnya, dibarengi dua temannya yang membacok dengan golok mereka.

Melihat pengeroyokan dengan senjata ini, kembali Ling Ling menyelamatkan diri dengan langkah-langkah anehnya. Tubuhnya bergeser ke kanan kiri, memutar, dan dara itu sudah keluar dari kepungan tiga senjata tajam. Melihat betapa di antara ketiga orang lawannya yang paling kuat adalah Si Pendek Gendut, maka dia lalu menyerang dengan totokan jari telunjuk.

Cepat sekali jari telunjuknya mencuat dan menotok ke arah pundak Si Gendut Pendek. Totokan ltu cepat bukan main dan tidak mungkin dapat dihindarkan oleh lawan. Itulah Ilmu Thiam-hiat-hoat (menotok jalan darah) yang amat ampuh, yaitu It-sin-ci (Satu Jari Sakti).

Begitu pundaknya tersentuh jari telunjuk kiri gadis itu, seketika itu pula Si Pendek Gendut merasa betapa tubuhnya lemas kehilangan tenaga. Pedangnya terlepas lantas tubuhnya terkulai jatuh. Akan tetapi, begitu tubuhnya rebah dia bergulingan dan tak lama kemudian dapat meloncat bangkit kembali sambil menyambar pedangnya yang tadi terlepas.

Hal ini mengejutkan hati Ling Ling, juga mengherankan hati Hay Hay. Jelaslah bahwa Si Pendek Gendut itu tadi terkena totokan yang lihai dan melihat dia terkulai, hal itu berarti bahwa totokan itu mengenai sasarannya dengan tepat. Akan tetapi bagaimana mungkin begitu terkulai jatuh, Si Pendek Gendut itu dapat langsung meloncat bangun kembali setelah bergulingan?

Baik Hay Hay mau pun Ling Ling belum mengetahui bahwa Kui-kok-pang adalah sebuah perkumpulan golongan sesat yang dulu pernah dipimpin oleh orang-orang berilmu tinggi. Beberapa macam ilmu aneh diturunkan oleh para pimpinan itu, dan Si Pendek Gendut itu ternyata telah pula mewarisi salah satu di antara ilmu-ilmu aneh, yaitu yang disebut Ilmu Kekebalan Trenggiling Besi.

Ilmu ini adalah semacam ilmu kekebalan terhadap totokan lawan. Biar pun tadinya tubuh telah terpengaruh totokan lihai, asal tubuh itu bisa rebah di atas tanah, maka akan timbul kekuatan sehigga dia dapat bergulingan dan pengaruh totokan itu pun akan membuyar dengan sendirinya.....!

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar